refrat giliut aiq
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Tidak semua pasien yang datang di praktek dalam keadaan sehat dan mempunyai tekanan
darah yang normal.ada beberapa yang mempunyai riwayat hipertensi, dan ada sebagian yang
datang dalam kondisi hipertensi.kondisi tekanan darah pasien yang berbeda-beda
memerlukan pengelolaan dental yang tidak sama dan kadang-kadang cukup rumit. Bagi
sebagian besar sebagian pasien semua prosedur atau tindakan dalm bidang kedokteran gigi
sering menyebabkan stres atau kecemasan tersendiri, hal tersebut dapat memicu peningkatan
pelepaan endogen cathecolamin yang selanjutnya dapat meningkatkan tekanan darah pasien
saat berobat, selain itu dalam perawatan gigi untuk mengontrol rasa sakit sering digunakan
anastesi lokal. Adanya vasokontriktor di dalam anastesi lokal merupakan masalah tersendiri
berkaitan dengan tekanan darah pasien.
Hipertensi adalah istilah medis untuk penyakit tekanan darah tinggi, dan
merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang banyak diderita di seluruh
dunia, termasuk Indonesia. Hipertensi adalah penyakit yang umum, tanpa disertai
gejala khusus, dan biasanya dapat ditangani secara mudah. Namun bila dibiarkan
tanpa penanganan dapat menyebabkan berbagai komplikasi yang lebih parah berupa
penyakit jantung dan pembuluh darah seperti arterosklerosis, infark miokard, gagal
jantung, infark serebri; gangguan fungsi ginjal tahap akhir, retinopati dan kematian
dini. Sampai Pendahuluan saat ini, data hipertensi yang lengkap sebagian besar
berasal dari negara yang sudah maju. Data dari The National Health and Nutrition
Exhamination Survey (NHNES) menunjukan bahwa dari tahun 1999-2000, indisen
hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 58-65 juta orang hipertensi di Amerika
Serikat, dan terjadi peningkatan 15 juta dari data NHNES III tahun 1988-1991.
hipertensi essensial sendiri merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi2.
Hipertensi diperkirakan menjadi penyebab kematian sekitar 7,1 juta orang di
seluruh dunia, yaitu sekitar 13% dari total kematian. Di Negara berkembang seperti
Indonesia, terdapat beban ganda dari prevalensi penyakit hipertensi dan penyakit
kardiovaskular lain bersama-sama dengan penyakit infeksi dan malnutrisi. Prevalensi
hipertensi yang tertinggi adalah pada wanita (25%) selanjutnya pada pria (24%) .
Dengan banyaknya penderita hipertensi di Indonesia, sudah seyogyianya dokter
di Indonesia memberi perhatian lebih terhadap penyakit hipertensi. Seorang dokter
harus mampu mengenali symptom hipertensi, terapi, efek samping obat-obat
antihipertensi, serta perawatan kesehatan untuk mengurangi morbiditas dan
peningkatan kualitas hidup penderita hipertensi.
Pada tulisan ini, akan dibahas mengenai penyakit hipertensi,mekanisme kerja vasokontriktor
dalam anestsi lokal, srta pengelolaan pasien dengan hipertensi yang memerlukan perawatan
gigi. Tujuan umum pengelolaan dan pencegahan hipertensi adalah memberikan perawatan
dengan strategi preventif dan kuratif yang sesuai dengan kondisi fisik dan kemampuan emosi
pasien untuk menerima dan merespon perawatan yang diterima sehingga komplikasi lebij
lanjut akibat hipertensi selama perawatan gigi dapat dihindari.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.DEFINISI
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang permanen sebagai akibat
meningkatnya tekanan di arteri perifer, dimana komplikasi yang timbul menjadi
nyata. Menurut WHO batas tekanan yang masih dianggap normal adalah 140/90
mmHg dan tekanan darah sama atau diatas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai
hipertensi
2.ETIOLOGI
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu :
hipertensi essensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya
atau disebut juga hipertensi idiopatik.Terdapat sekitar 95 % kasus. Banyak
Faktor yang mempengaruhi seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas saraf
simpatis, sistem renin- angiotensin, defek dalam resiko seperti obesitas,
alkohol, merokok serta polisitemia.
Hipertensi sekunder atau hipertensi renal.erdapat sekitar 5% kasus. Penyebab
spesifiknya diketahui seperti gangguan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi
vaskuler renal, hiperaldosteronisme primer dan hipertensi yang berhubungan
dengan kehamilan.
3.FAKTOR RESIKO
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko timbulnya hipertensi antaralain:
Usia, umumnya hipertensi berkembang pada usia antara 35-55 tahun. Kondisi
penyakit lain (komorbiditas), diabetes tipe 2 cenderung meningkatkan risiko
peningkatan tekanan darah dua kali lipat, dan hampir 65% individu dengan
diabetes 4menderita hipertensi.
Merokok, dapat meningkatkan tekanan darah dan juga kecendrungan terkena
penyakit jantung koroner.
Obesitas, kebanyakan penderita hipertensi disertai dengan obesitas. Tekanan
darah meningkat seiring dengan peningkatan berat badan.
Diet, makanan dengan kadar garam tinggi dapat meningkatkan tekanan darah
seiring dengan bertambahnya usia.
Keturunan, beberapa peneliti meyakini bahwa 30-60% kasus hipertensi
adalah diturunkan secara genetis1.
4.GEJALA KLINIS
Gejala hipertensi adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah
kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi,
maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal. Jika hipertensinya berat
atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala seperti sakit kepala, kelelahan,
mual, muntah, sesak napas, gelisah, pandangan menjadi kabur, yang terjadi karena
adanya kerusakan pada otak, mata, jantung,dan ginjal. Kadang penderita hipertensi
berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi
pembengkakan otak
5.DIAGNOSA
Diagnosa hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali pengukuran,
hanya dapat ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran pada kunjungan yang
berbeda, kecuali terdapat kenaikan yang tinggi atau gejala-gejala klinis.pngukuran
tekanan darah dilakukan dalam keadaan pasien duduk bersandar,setelah beristirahat
selama 5 menit, dengan ukuran pembungkus lengan yang sesuai(mnutup 80%
lengan). Tensimeter denagan air raksa masih tetap dianggap alat ukur yang terbaik.
Anamnesa yang dilakukan melipui tingkat hipertensi dan lama menderitanya,
riwayat dan gejala-gejala peyakit yang berkaitan seperti penyakit jantung koroner,
gagal jantung, penyaki serebrovaskuler, dan lainnya. Apakah terdapat riwayat
penyakit keluarga, gejala-gejala yang berkaitan dengan penyebab
hipertensi,perubahan aktivitas/kebiasaan seprti merokok, konsumsi makanan,riwayat
obatan bebas, hasil dan efek samping terapi antihipertensi sebelumnya bila ada, dan
faktor psikososial lingkungan.
Dalam pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dua kali atau
lebih dengan jarak dua menit, kmudian diperiksa ulang dengan lengan kontralateral.
Dikaji perbandingan berat badan dan tinggi badan pasien.kemudian dilakukan
pemeriksaan funduskopi untuk mengetahui adanya retinopati hipertensif,
pemeriksaan leher untuk mencari bising karotid,pembesaran vena, atau kelenjar
tiroid. Dicari tanda-tanda gangguan irama dan denyut jantung, pembesaran
ukuran,bising,derap,dan bunyi jantung ketiga dan keempat.
Perhimpunan Nefrologi Indonesia(Pernefri) memilih klasifikasi sesuai
WHO/ISH karena sederhan dan memenuhi kebutuhan, tidak bertentangan dengan
strategi terapi.
Klasifikasi sesuai WHO/ISH
KLASIFIKASI SISTOLIK(mmhg) DIASTOLIK(mmhg)
Normotensi <140 <90
Hipertensi ringan 140-180 90-105
Hipertensi perbatasan 140-160 90-95
Hipertensi sedang dan
berat
>180 >105
Hipertensi sistolik
terisolasi
>140 <90
Hipertensi sistolik
perbatasan
140-160 <90
Klasifikasi Hipertensi Menurut Joint National Comitte 7
KLASIFIKASI SISTOLIK(mmhg) DIASTOLIK(mmhg)
Normal <120 <80
prahipertensi 120-139 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi derajat 2 <=160 =>100
6.EVALUASI DAN PENANGANAN MEDIS
Dalam evaluasi dokter terhadap pasien dengan hipertensi dimulai dengan
sejarah terperinci dan pengujian fisik. Obat-obat anti hipertensi adalah alat terapi
yang paling penting. Pasien dengan hipertensi ringan biasanya ditangani dengan obat
tunggal seperti diuretik, atau beta blocker, atau ACE Inhibitor (sekarang merupakan
obat lini pertama), ataupun calsium channel blocker. Pasien dengan hipertensi
sedang biasanya sering menggunakan obat-obatan yang dikombinasikan untuk tujuan
pengobatan yang adekuat, seperti penambahan zat diuretik, ACE-inhibitor dan
Calsium channel blocker. Pasien dengan hipertensi berat membutuhkan kombinasi
obat lebih dari dua. Seperti diuretik masih sering dipakai tetapi kurang terkenal
karena adanya kecenderungan efek samping yang berkisar dari pengurangan volume
dan hipokalemia hingga tingkat hiperlipidemia ringan. Beta blocker adalah agen anti
hipertensi efektif dengan sedikit efek samping. Pada umumnya medikasi dimulai
dengan dosis rendah, yang dinaikkan sesuai dengan tingkat kontrol darah.
7.TERAPI DAN KOMPLIKASI
Terapi non farmakologi ,mencakup usaha untuk mengurangi yang telah
diketahui akan menimbulkan komplikasi seperti mengurangi kelebihan berat
badan, menghentikan kebiasaan merokok, minum alkohol, mengurangi asupan
garam (natrium), kalium dan magnesium, serta olah raga dinamik seperti
senam, berenang dan bersepeda. Hindari pekerjaan yang terlampau berat, stres
dan hidup rileks. Jadi gaya hidup harus dimodifikasi.
Terapi farmakologi , adalah pemberian obat anti hipertensi yang telah
terbukti kegunaannya dan keamanannya bagi penderita. Pemilihan obat
disesuaikan dengan keadaan penderita untuk mengurangi efek samping dan
komplikasi obat atau penyakit yang mungkin sudah ada atau yang akan timbul
misalnya hipertensi dengan diabetes melitus, asma bronkial, penyakit ginjal
dan jantung korener.
Termasuk obat-obat anti hipertensi adalah Diuretik( hidroklorotiazid ) ,
penghambat simpatetik(Metildopa,klonidin, reserpin), Beta blocker (Metoprolol,
propranolol dan atenolol), Vasodilator (Prasosin), Penghambat ensim konversi
Angiotensin (Kaptopril), Calsium Chanel
blocker (Nefidipin, diltiasem,d a n verafamil), Penghambat Reseptor Angiotensin
II(Valsartan)
Efek samping yang sering dijumpai pada obat antihipertensi:
Obat Efek samping
Diuretik Dehidrasi, hipokalemi
Metildopa Mengantuk,impoten
Propanolol Bronkospasme,gagal jantung kongestif
Klonidine Xerostomia, rebound
hipertensi(jarang)
Reserpine Sedasi,depresi
Guanethidine Hipotensi postural,diare
Calcium channel blocker Hiperplasi ginggiva
ACE inhibitor Batuk kronis
Tidak ada manifestasi oral yang diakui hipertensi tetapi obat antihipertensi sering dapat
menyebabkan efek samping, seperti:
Hipotensi ortostatik
Setiap pasien,terutama pasien tua yang mengambil berbagai obat untuk hipertensi, berada
pada risiko mengembangkan hipotensi ortostatik jika dia mencoba untuk berdiri tegak segera
setelah berada di posisi berbaring atau terlentang untuk berkepanjangan periode.Hipotensi
orthostatik dapat menyebabkan sinkop dan jatuh dengan cedera terkait. Bahaya ini biasanya
dapat dihindari dengan memungkinkan pasien untuk duduk tegak selama beberapa menit
setelah selesainya prosedur gigi. Orang paling berisiko adalah mereka yang lebih tua, mereka
yang mengkonsumsi obat kardiovaskular multipel dan mereka yang menjalani prosedur gigi
yang panjang.
Xerostomia
Banyak obat antihipertensi termasuk α2-agonis sentral dan obat lain yang bekerja
sentral; α1-adrenergik-blocker; ß-adrenergik blocking agen, diuretik; angiotensin-converting
enzim, atau ACE inhibitor, Calcium channel blocker dan-yang terkait dengan xerostomia .
Kemungkinan xerostomia tumbuh sebagai jumlah obat dengan meningkatkan potensi
xerostomic. Xerostomia-dengan potensi yang dihasilkan untuk karies (terutama karies akar);
kesulitan dengan pengunyahan, menelan dan berbicara; kandidiasis, dan mulut membakar-
adalah suatu kondisi yang sering kurang terdiagnosis. Kadang sensasi xerostomia adalah
fana, dan fungsi saliva pasien akan menyesuaikan tanpa tindakan pada bagian dari dokter gigi
atau dokter. Dalam kasus lain, dokter dapat mengubah obat pasien untuk menghindari
komplikasi ini potensial. Namun, seringkali perlu untuk mengobati xerostomia langsung
dengan agen Parasympathomimetic seperti pilocarpine (5 mg tiga atau empat kali sehari) atau
cevimeline (30 mg tiga kali sehari). Strategi tambahan untuk menangani dengan xerostomia
termasuk mengambil teguk air sering, menggunakan gel pelembab, mengisap permen tanpa
gula, permen tanpa gula menggunakan atau gusi, meminimalkan asupan kafein dan
menghindari penggunaan alkohol yang mengandung mouthrinses. Perhatian khusus untuk
dokter gigi adalah potensi meningkat untuk pengembangan karies, yang dapat ditangani oleh
aplikasi meningkat dari fluorida, terutama potensi tinggi fluorida disampaikan baik pada sikat
gigi atau dalam suatu pembawa kustom.
Pertumbuhan berlebih gingiva
Kalsium channel blockers dapat menyebabkan pertumbuhan berlebih gingiva. Insiden
ini tidak mapan, tetapi berkisar 1,7-38 persen. Pembesaran gingiva adalah mungkin dengan
sebagian besar calcium channel blockers, namun sebagian besar laporan kasus yang terkait
dengan penggunaan nifedipin.gingiva berlebih dapat mengakibatkan rasa sakit, perdarahan
gingiva dan kesulitan dengan pengunyahan. Kemungkinan pengembangan berlebih gingiva
dikurangi dengan kebersihan mulut yang sangat baik. Proses berlebih gingiva sering dapat
dibalik dengan memiliki dokter mengganti obat pasien untuk agen antihipertensi alternatif.
Pertumbuhan berlebih yang luas mungkin memerlukan gingivektomi, gingivoplasty atau
keduanya.
Reaksi lichenoid
Obat kardiovaskular Beberapa (thiazides, metildopa,propanolol, ACE inhibitor,
furosemid, spironolactone dan labetalol) memiliki potensi untuk menghasilkan lesi lumut
planuslike di mulut disebut "reaksi lichenoid." Penampilan klinis lesi lichenoid tidak dapat
dibedakan dari lichen planus oral. Metode terbaik dan paling sederhana untuk mengatasi
komplikasi ini adalah meminta dokter untuk mengganti agen terapi alternatif. Lesi lichenoid,
jika dikaitkan dengan obat antihipertensi, akan menyelesaikan setelah pasien berhenti minum
obat. Bila hal ini tidak layak, reaksi lichenoid dapat diperlakukan sebagai diperlukan dengan
kortikosteroid topikal.
Reaksi merugikan potensial.
Inhibitor ACE baik-diakui untuk hubungan mereka dengan peningkatan insiden batuk
dan potensi kehilangan rasa. ACE inhibitors juga dilaporkan terkait dengan sensasi terbakar
digambarkan sebagai sindrom "tersiram air panas mulut".
Interaksi obat yang potensial
Interaksi agen antihipertensi dengan agen terapi yang umum digunakan dalam
kedokteran gigi dapat mengakibatkan hasil yang merugikan. Interaksi nonselektif ß-blocker
dengan epinefrin dalam anestesi lokal dapat menyebabkan penurunan cardiac output melalui
peningkatan reseptor α-diinduksi di BP dan refleks vagal kompensasi bersamaan-dimediasi
penurunan denyut jantung. Namun, dengan administrasi yang cermat, aspirasi sering dan
pemantauan tanda-tanda vital, pasien yang dirawat dengan nonselektif ß-bloker dengan aman
dapat menerima dua atau tiga kartrid anestesi dengan epinefrin 1:100.000.
Ketika epinefrin digunakan pada pasien yang menerima non-diuretik hemat kalium,
kadar kalium dapat menurunkan mengakibatkan disritmia Dokter harus menyadari hal ini
reaksi yang merugikan yang potensial dan mengidentifikasi penggunaan pasien non-diuretik
hemat kalium. Penggunaan jangka panjang obat anti-inflamasi, atau NSAID, dapat
mengurangi efektivitas anti-hipertensi diuretik, ß-bloker, α-bloker, vasodilator, penghambat
ACE dan agonis sentral Dokter dapat menggantikan analgesik alternatif untuk menghindari
interaksi ini, namun , jangka pendek penggunaan NSAID tidak mungkin untuk menghasilkan
efek klinis yang signifikan.
Hiperplasia Gingiva
Merupakan pembesaran gingival noninflamatori yang disebabkan oleh
meningkatnya jumlah sel penyusunnya. Gambaran klinis hiperplasia gingiva yaitu
gingiva membesar, padat, warna merah muda, resilien, tidak sakit, tidak sensitive,
tidak mudah berdarah, berstippling, dan bergranular7. Calcium channel blocker
sering menyebabkan hiperplasia gingiva dan berdasarkan survei 12-20% disebabkan
oleh nipedifine. Hiperplasia ginggiva dilaporkan muncul setelah 2 bulan terapi
hipertensi. Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat pengguna nifedipine dengan
jangka waktu relatif lama. Pembesaran ginggiva dapat mengecil dalam waktu 1
minggu atau lebih setelah pemberhentian obat, namun juga tergantung pada lamanya
pemakaian nifedipine dan kebersihan oral penderita6. Maka jika bertemu pasien yang
didiagnosa hiperplasia ginggiva dan menderita hipertensi, periksa kembali riwayat
pemakaian obat antihipertensinya, jika mengkonsumsi nifedipin hentikan pemakaian
untuk sementara waktu dan beri nasihat kepada pasien agar menjaga kebersihan gigi
dan mulutnya.
8.PERAWATAN DAN TERAPI GIGI DAN MULUT PADA HIPERTENSI
Memilih Anestesi Lokal
Untuk mengontrol rasa sakit selama perawatan gigi,anestesi lokal sering diberikan
kepada pasien. Bahan anestesi lokal yang tersedia ada yang menagndung vasokontriktor.
Adanya vasokontriktor dalam anestesi lokal dimaksudkan untuk:1)memperpanjang durasi
anestesi lokal,memperdalam anestesi lokal,2)mengurangi resiko toksis sistemik 3)mengotrol
perdarahan pada lokasi operasi
Vasokontriktor yang ada pada bahan anestesi lokal secara kimia menyerupai mediator
sistem saraf simpatis,epineprin dan non epineprin. aksi vasokontriktor menyerupai respon
sarf adrenergik terhadap stimulasi dan klasifikasikan sebagai obat simpatomimetik atau
adrenergik.obat simpatomimetik dapat bereaksi secara langsung pada reseptor adrenergik,
atau tidak langsung pada reseptor adrenergik, atau tidak langsung dengan melepaskan
norepineprin dari terminal saraf adrenergik, atau bereaksi secara gabungan. Aksi dai beberapa
vasokontriktor dalam anestesi lokal terhadap reseptor adrenergik tidak sama.
Beberapa penilitian menunjukkan tidak ada perubahan signifikan selama perawatan
gigi. Pada suatu penelitian yang membandingkan tekananadarah selama pemeriksaan dan
prawatan gigi, perbedaan rata-rata 8 mmhg (sistole) dan 1 mmhg (diastole) terjadi pada
prosedur yang paling traumatik (bedah mulut). Penelitian yang lain menunjukkan bahwa
kenaikan darah yang terjadi selama injeksi anestesi lokal bersifat sesaat dan kembali normal
setelah jarum ditarik.hasil yang sama juga ditunjukkan pasien dilakukan odontektomi dengan
articaine 4% dengan adrenaline 1: 100.000 tidak menunjukkan perubahan yang bermakna
pada perubahan tekanna darah pasien.
Vasokontriktor dapat berinteraksi dengan beberapa jenis obat tertentu dan
mengakibatkan efek pada tekanan darah. Interaksi vasokontriktor dengan obat antidepresi
trisiklik akan mengakibatkan krisis hipertensi atau hipertensi darurat.
Vasokontriktor dengan obat-obat nonselective beta blocker akan mengakibatkan
peninkatan tekanan darah dan bradikardi. Dengan cocain akan mengakibatkan takikardi dan
hipertensi dengan obat lafa adrenoceptor blocker dan adrenergik neuron blocker akan
mengakibatkan hipotensi dan dengan anestesi umum halotan akan mengakibatkan disritmia
Penggunaan bahan vasokontriktor sebagai tambahan dalam anestesi lokal masih
dalanm perdebatan, meskipun sudah ada bukti penelitian bahwa penggunaan bahan anestesi
lokal yang mengandung vasokontriktor khususnya adrenalne dalam dosis yang dianjurkan
(dosis maksimal 0,2 mg untuk pasien sehat tiap kali kunjungan dan 0,4 mg direkomendasikan
untu pasien denagn penyakit kardiovaskuler) tiak mengakibatkan peningkatan perubahan
tekan darah yang signifikan dan bila ada perubahan hanya bersifat sesaat.
The American Heart Association / American College of Cardiology (AHA/ACC)
mengeluarkan acuan bahwa TDS _ 180 mmHg dan/atau TDD _ 110 mmHg sebaiknya
dikontrol sebelum dilakukan operasi, terkecuali operasi bersifat urgensi. Obat anestesi yang
paling aman bagi penderita hipertensi adalah lidocaine hidrocloride 2%, prilocaine HCL 2%
dan mepivacaine HCL 3% tanpa vasokonstriktor. Larutan anestesi lokal yang sering dipakai
untuk pencabutan gigi adalah lidocaine yang dicampur dengan adrenalin dengan dosis
1:80.000 dalam setiap cc larutan. Konsentrasi adrenalin tersebut dapat dikatakan relatif
rendah, bila dibandingkan dengan jumlah adrenalin endogen yang dihasilkan oleh tubuh saat
terjadi stres atau timbul rasa nyeri akibat tindakan invasif.
Pemilihan obat anestesi tanpa vasokontriktor pada penderita hipertensi
dipertimbangkan jika injeksi adrenalin intravaskular maka akan menimbulkan efek yang
berbahaya karena dosis adrenalin tersebut menjadi relatif tinggi. Masuknya adrenalin ke
dalam pembuluh darah bisa menimbulkan: takikardi, stroke volume meningkat, sehingga
tekanan darah menjadi tinggi. Resiko yang lain adalah terjadinya ischemia otot jantung yang
menyebabkan angina pectoris, bila berat bisa berakibat fatal yaitu infark myocardium.
Namun adrenalin masih dapat digunakan pada penderita dengan prehipertensi dengan
kandungan adrenalin tidak lebih atau sama dengan 1:200.000. Komplikasi yang mungkin
terjadi akibat pencabutan gigi pada penderita hipertensi adalah terjadinya perdarahan yang
sulit dihentikan.
Perawatan gigi dan mulut pada penderita hipertensi
Pengelolaan pasien dengan hipertensi memerlukan suatu strategi tertentu yang
menguntungkan untuk menjaga kestabilan tekanan darah selama proses perawataan,
khususnya apabila perawatan memerlukan intervensi anestesi lokal yang mengandung
vasokontriktor.Penggunaan vasokontriktor merupakan kontraindikasi pada kondisi: angina
yang tidak stabil, infrak jantung dan stroke (<6 bulan)hipertensi yang tidak terkontrol,dll.
Ada dua strategi dalm perawatan gigi pada pasien dengan hipertensi yaitu strategi
preventive dan kuratif dan perhatian yang sangat besar harus diberikan khususnya adanya
kemungkinan komplikasi terjadinya hipertensi yang terjadi slama perawatan gigi.
Pada strategi preventif meliputi semua tindakan untuk mengontrol tekanan darah
pasien selama selam periode perawatan dan semua tindakan preventif dalam bidang
kedokteran gigi sendiri (yang meliputi kontrol plak, fluoridasi,dan lain-lain).
Tindakan preventif yang efektif untuk mngontrol tensi pasien meliputi semua
tindakan menghilangkan penyebab yang dapat meningkatkan tekanan darah pasien, meliputi
kontrol kecemasan atau stres, pemilihan anestesi,bahan anestesi, dan kontrol sakit, setelah
tindakan selesai dipertimbangkan bahwa terapi gigi memang benar-benar menguntungkan
dibanding komplikasi yang ditimbulkan akibat hipertensinya.
Strategi preventif dan kuratif untuk perawatan gigi pada pasien hipertensi
Tekanan darah Strategi
120/80 mmhg atau kurang
Tekanan darah optimal
Resiko status I
Catat tekanan darah tiap kali
kunjungann
Perawatan gigi rutin
130/85 mmhg atau kurang
Tekanan darah normal
Resiko status I
Catat tekanan darah tiap kali
kunjungan
Perawatan gigi rutin
130/85 sampai 130/89 mmhg
Tekanan darah tinggi-normal
(prehipertensi)
Resiko status I
Catat tekanan darah tiap kali
kunjungan
Perawatan gigi rutin
140/90 sampai 159/99 mmhg
Hipertensi stage 1
Resiko status II:
-stabil secara medis
-tidak ada pembatasan aktivitas
fisik
Catat tekanan darah tiap kali
kunjungan
Perawatan dental rutin
Catat tekanan darah setelah
anestesi lokal dengan
adrenalin(dengan pembatasan)
Rujuk medis secara rutin
160/100 sampai 179/109 mmhg
Hipertensi stage 2
Resiko status II
- Tidak stabil secara medis
- Ada pembatasan aktivitas fisik
Catat tekanan darah tiap kali
kunjungan
Perawatan gigi selektif
Catat tekanan darah selama
perawatan penggunaan anestesi
loakal dengan adrenalin(engan
pembatasan)
Rujuk medis rutin
180/110 sampai 209/109 mmhg
Hipertensi stage 2
Resiko status III
-Tidak stabil secara medis
-Sangat terbatas dalam toleransi
aktifitas fisik
Catat tekanan darah
Pemberian gigi selektif
- Monitor tekan darah seama
perawatan
-Penggunaan anestesi lokal tanpa
epineprin atau adrenalin
Rujuk medis urgensi
210/120 atau lebih
Hipertensi stage 2
Resiko status IV:
-Tidak toleransi terhadap aktivitas
fisik
-Hipertensi mengancam
kehidupan
Catat tekanan darah
Pemberian perawatan emergensi
Monitor tkanan darah selama
perawatan
Penggunaan anestesi lokal
tanpa adrenalin
Rujukan medis emergensi
Modifikasi yang tepat untuk hipertensi diuraikan dalam algoritma disajikan di bawah ini.
Namun, beberapa bagian manajemen gigi umum yang harus dipertimbangkan pada pasien
hipertensi yaitu:
a) Anestesi
b) Kecemasan Kontrol
Kecemasan dan stres yang berhubungan dengan pengobatan gigi biasanya
menyebabkan peningkatan tekanan darah dan dapat memicu serangan jantung atau
kecelakaan serebrovaskular. Jaminan pra operasi dan sedasi oral dapat membantu
dalam mengurangi kecemasan peningkatan terkait dalam tekanan. Penggunaan obat
penenang malam sebelum prosedur juga dapat digunakan.
Teknik analgesia Relatif menggunakan nitrous oxide (N 2 O) juga dapat
mengurangi baik sistolik dan tekanan diastolik hingga 10-15mm Hg, setelah sekitar
10 menit penggunaan, sebelum operasi. Penggunaan sedasi oral atau sedasi oksida
nitrat dapat mengurangi tekanan darah ke tingkat yang dapat diterima, memungkinkan
inisiasi anestesi lokal (dengan atau dengan vasokonstriktor).
c) Waktu Janji
Peningkatan tekanan darah pada pasien hipertensi dikaitkan dengan
kebangkitan yang jam sekitar puncak menjelang siang. Ini fluktuasi tekanan darah
cenderung kurang mungkin di sore hari. Sore janji yang direkomendasikan atas
pagi hari untuk alasan ini.
d)Hipotensi ortostatik
Hipotensi ortostatik mungkin menjadi masalah pada pasien menggunakan
agen antihipertensi yang mengurangi aliran simpatik atau tindakan vasodilatasi
perifer, seperti pusat bertingkah-2-adrenergik agonis, pasca-ganglionic inhibitor
adrenergik, a-1-adrenergik antagonis, dan diuretik. Manajemen hipotensi ortostatik
termasuk menghindari perubahan postural mendadak, seperti kembali ke posisi duduk
dari posisi terlentang operasi. Pasien juga harus diinstruksikan untuk tetap duduk
untuk waktu yang singkat hingga waktu yang perfusi serebral yang cukup telah
terjadi.
Alogaritma penatalaksanaan perawatan gigi dan mulut pada penderita hipertensi
Pencabutan Gigi pada pasien Hipertensi
Penderita Hipertensi yang masuk dalam stage I dan stage II masih memungkinkan
untuk dilakukan tindakan pencabutan gigi karena resiko perdarahan yang terjadi pasca
pencabutan relatif masih dapat terkontrol (Little, 1997). Pada penderita hipertensi dengan
stage II sebaiknya di rujuk terlebih dahulu ke bagian penyakit dalam agar pasien dapat
dipersiapkan sebelum tindakan.Pengobatan pada pasien hipertensi biasanya digunakan
lebih dari satu macam golongan obat, misalnya:golongan obat anti hipertensi (mis:
captopril) dan obat diuretik.
Resiko-resiko yang dapat terjadi pada pencabutan gigi penderita hipertensi
antara lain:
a.Resiko akibat Anestesi lokal pada penderita hipertensi
Larutan anestesi lokal yang sering dipakai untuk pencabutan gigi adalah lidokain yang
dicampur dengan adrenalin dengan dosis 1:80.000 dalam setiap cc larutan. Konsentrasi
adrenalin tersebut dapat dikatakan relatif rendah, bila dibandingkan dengan jumlah adrenalin
endogen yang dihasilkan oleh tubuh saat terjadi stres atau timbul rasa nyeri akibat tindakan
invasif. Tetapi bila terjadi injeksi intravaskular maka akan menimbulkan efek yang berbahaya
karena dosis adrenalin tersebut menjadi relatif tinggi. Masuknya adrenalin ke dalam
pembuluh darah bisa menimbulkan: takikardi, stroke volume meningkat, sehingga tekanan
darah menjadi tinggi. Resiko yang lain adalah terjadinya ischemia otot jantung yang
menyebabkan angina pectoris, bila berat bisa berakibat fatal yaitu infark myocardium.
Adrenalin masih dapat digunakan pada penderita dengan hipertensi asal kandungannya tidak
lebih atau sama dengan 1:200.000. Dapat juga digunakan obat anestesi lokal yang lain, yaitu
Mepivacaine 3% karena dengan konsentrasi tersebut mepivacaine mempunyai efek
vasokonstriksi ringan, sehingga tidak perlu diberikan campuran vasokontriktor.
b.Resiko akibat Gigi pada penderita hipertensi
Komplikasi akibat pencabutan gigi adalah terjadinya perdarahan yang sulit
dihentikan. Perdarahan bisa terjadi dalam bentuk perdarahan hebat yang sulit berhenti saat
dilakukannya tindakan pencabutan gigi, atau bisa berupa oozing (rembesan darah) yang
membandel setelah tindakan pencabutan gigi selesai.
Perdarahan pasca ekstraksi umumnya disebabkan oleh faktor lokal, seperti :
- trauma yang berlebihan pada jaringan lunak
- mukosa yang mengalami peradangan pada daerah ekstraksi
- tidak dipatuhinya instruksi pasca ekstraksi oleh pasien
- tindakan pasien seperti penekanan soket oleh lidah dan kebiasaan menghisap-hisap
- kumur-kumur yang berlebihan
- memakan makanan yang keras pada daerah ekstraksi
Faktor lokal
Setelah tindakan ekstraksi gigi yang menimbulkan trauma pada pembuluh darah,
hemostasis primer yang terjadi adalah pembentukan platelet plug (gumpalan darah) yang
meliputi luka, disebabkan karena adanya interaksi antara trombosit, faktor-faktor koagulasi
dan dinding pembuluh darah. Selain itu juga ada vasokonstriksi pembuluh darah. Luka
ekstraksi juga memicu clotting cascade dengan aktivasi thromboplastin, konversi dari
prothrombin menjadi thrombin, dan akhirnya membentuk deposisi fibrin.Perdarahan pasca
ekstraksi gigi biasanya disebabkan oleh faktor lokal, tetapi kadang adanya perdarahan ini
dapat menjadi tanda adanya penyakit hemoragik.
Beberapa penyakit sistemik yang mempengaruhi terjadinya perdarahan
a. Penyakit kardiovaskuler
Pada penyakit kardiovaskuler, denyut nadi pasien meningkat, tekanan darah pasien naik
menyebabkan bekuan darah yang sudah terbentuk terdorong sehingga terjadi perdarahan.
b. Hipertensi
Bila anestesi lokal yang kita gunakan mengandung vasokonstriktor, pembuluh darah akan
menyempit menyebabkan tekanan darah meningkat, pembuluh darah kecil akan pecah,
sehingga terjadi perdarahan. Apabila kita menggunakan anestesi lokal yang tidak
mengandung vasokonstriktor, darah dapat tetap mengalir sehingga terjadi perdarahan pasca
ekstraksi.
Penting juga ditanyakan kepada pasien apakah dia mengkonsumsi obat-obat tertentu seperti
obat antihipertensi, obat-obat pengencer darah, dan obat-obatan lain karena juga dapat
menyebabkan perdarahan.
c. Hemofilli
Pada pasien hemofilli A (hemofilli klasik) ditemukan defisiensi factor VIII. Pada hemofilli B
(penyakit Christmas) terdapat defisiensi faktor IX. Sedangkan pada von Willebrand’s disease
terjadi kegagalan pembentukan platelet, tetapi penyakit ini jarang ditemukan.
d. Diabetes Mellitus
Bila DM tidak terkontrol, akan terjadi gangguan sirkulasi perifer, sehingga penyembuhan
luka akan berjalan lambat, fagositosis terganggu, PMN akan menurun, diapedesis dan
kemotaksis juga terganggu karena hiperglikemia sehingga terjadi infeksi yang memudahkan
terjadinya perdarahan.
e. Malfungsi Adrenal
Ditandai dengan pembentukan glukokortikoid berlebihan (Sindroma Cushing) sehingga
menyebabkan diabetes dan hipertensi.
f. Pemakaian obat antikoagulan
Pada pasien yang mengkonsumsi antikoagulan (heparin dan walfarin) menyebabkan PT dan
APTT memanjang. Perlu dilakukan konsultasi terlebih dahulu dengan internist untuk
mengatur penghentian obat-obatan sebelum pencabutan gigi.
Pencegahan kemungkinan komplikasi perdarahan karena faktor-faktor sistemik
a. Anamnesis yang baik dan riwayat penyakit yang lengkap
Kita harus mampu menggali informasi riwayat penyakit pasien yang memiliki
tendensi perdarahan yang meliputi :
- bila telah diketahui sebelumnya memiliki tendensi perdarahan
- mempunyai kelainan-kelainan sistemik yang berkaitan dengan gangguan hemostasis
(pembekuan darah)
- pernah dirawat di RS karena perdarahan
- spontaneous bleeding, misalnya haemarthrosis atau menorrhagia dari penyebab
kecil
- riwayat keluarga yang menderita salah satu hal yang telah disebutkan di atas,
dihubungkan dengan riwayat penyakit dari pasien itu sendiri
- mengkonsumsi obat-obatan tertentu seperti antikoagulan atau aspirin
- Penyebab sistemik seperti defisiensi faktor pembekuan herediter,misalnya von
Willebrand’s syndrome dan hemofilia
Kita perlu menanyakan apakah pasien pernah diekstraksi sebelumnya, dan apakah ada
riwayat prolonged bleeding (24-48 jam) pasca ekstraksi. Penting untuk kita ketahui
bagaimana penatalaksanaan perdarahan pasca ekstraksi gigi sebelumnya. Apabila setelah
diekstraksi perdarahan langsung berhenti dengan menggigit tampon atau dengan penjahitan
dapat disimpulkan bahwa pasien tidak memiliki penyakit hemoragik. Tetapi bila pasca
ekstraksi gigi pasien sampai dirawat atau bahkan perlu mendapat transfusi maka kita perlu
berhati-hati akan adanya penyakit hemoragik. Bila ada riwayat perdarahan dalam (deep
haemorrhage) didalam otot, persendian atau kulit dapat kita curigai pasien memiliki defek
pembekuan darah (clotting defect),Adanya tanda dari purpura pada kulit dan mukosa mulut
seperti perdarahan spontan dari gingiva, petechiae .
Penatalaksanaan perdarahan pasca ekstraksi gigi
Yang pertama harus kita lakukan adalah tetap bersikap tenang dan jangan panik.
Berikan penjelasan pada pasien bahwa segalanya akan dapat diatasi dan tidak perlu khawatir.
Alveolar oozing adalah normal pada 12-24 jam pasca ekstraksi gigi. Penanganan awal yang
kita lakukan adalah melakukan penekanan langsung dengan tampon kapas atau kassa pada
daerah perdarahan supaya terbentuk bekuan darah yang stabil. Sering hanya dengan
melakukan penekanan, perdarahan dapat diatasi.
Jika ternyata perdarahan belum berhenti, dapat kita lakukan penekanan dengan
tampon yang telah diberi anestetik lokal yang mengandung vasokonstriktor (adrenalin).
Lakukan penekanan atau pasien diminta menggigit tampon selama 10 menit dan periksa
kembali apakah perdarahan sudah berhenti. Bila perlu, dapat ditambahkan pemberian bahan
absorbable gelatine sponge (alvolgyl / spongostan) yang diletakkan di alveolus serta lakukan
penjahitan biasa.
Bila perdarahan belum juga berhenti, dapat kita lakukan penjahitan pada soket gigi
yang mengalami perdarahan tersebut. Teknik penjahitan yang kita gunakan adalah teknik
matras horizontal dimana jahitan ini bersifat kompresif pada tepi-tepi luka. Benang jahit yang
digunakan umumnya adalah silk 3.0, vicryl® 3.0, dan catgut 3.0. Pada perdarahan yang
sangat deras misalnya pada terpotongnya arteri, maka kita lakukan klem dengan hemostat
lalu lakukan ligasi, yaitu mengikat pembuluh darah dengan benang atau dengan kauterisasi.
Pada perdarahan yang masif dan tidak berhenti, tetap bersikap tenang dan siapkan segera
hemostatic agent seperti asam traneksamat. Injeksikan asam traneksamat secara intravena
atau intra muskuler.
BAB III
KESIMPULAN
1.Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang permanen sebagai akibat
meningkatnya tekanan di arteri perifer, dimana komplikasi yang timbul menjadi
nyata. Menurut WHO batas tekanan yang masih dianggap normal adalah 140/90
mmHg dan tekanan darah sama atau diatas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai
hipertensi. Tekanan darah diantara normotens dan hipertensi disebut bordeline
hypertension.
2.Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
hipertensi essensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau
disebut juga hipertensi idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga
hipertensi renal
3.Gejala hipertensi adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah
kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi,
maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal. Jika hipertensinya berat
atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala seperti sakit kepala, kelelahan,
mual, muntah, sesak napas, gelisah, pandangan menjadi kabur, yang terjadi karena
adanya kerusakan pada otak, mata, jantung,dan ginjal. Kadang penderita hipertensi
berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi
pembengkakan otak
4.Cara mendiagnosanya adalah dengan anamnese, pemeriksaan fisik (menggunakan
spygmomanometer), dan pemeriksaan laboratorium. Dari hasil pemerikasaan
spygmomanometer dapat diketahui apakah penderita normal atau hipertensi .
\
5. klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi sesuai WHO/ISH
KLASIFIKASI SISTOLIK(mmhg) DIASTOLIK(mmhg)
Normotensi <140 <90
Hipertensi ringan 140-180 90-105
Hipertensi perbatasan 140-160 90-95
Hipertensi sedang dan berat >180 >105
Hipertensi sistolik terisolasi >140 <90
Hipertensi sistolik
perbatasan
140-160 <90
Klasifikasi Hipertensi Menurut Joint National Comitte 7
KLASIFIKASI SISTOLIK(mmhg) DIASTOLIK(mmhg)
Normal <120 <80
Prahipertensi 120-139 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi derajat 2 <=160 =>100
6. Terapi hipertensi
Terapi non farmakologi ,mencakup usaha untuk mengurangi yang telah
diketahui akan menimbulkan komplikasi seperti mengurangi kelebihan berat
badan,menghentikan kebiasaan merokok, minum alkohol, mengurangi asupan
garam (natrium), kalium dan magnesium, serta olah raga dinamik seperti
senam, berenang dan bersepeda. Hindari pekerjaan yang terlampau berat, stres
dan hidup rileks.
Terapi farmakologi , Termasuk obat-obat anti hipertensi adalah
Diuretik( hidroklorotiazid ) , penghambat simpatetik(Metildopa,klonidin,
reserpin), Beta blocker (Metoprolol, propranolol dan atenolol), Vasodilator
(Prasosin), Penghambat ensim konversi Angiotensin (Kaptopril), Calsium
Chanel blocker (Nefidipin, diltiasem,d a n verafamil), Penghambat Reseptor
Angiotensin II(Valsartan)
Efek samping yang sering dijumpai pada obat antihipertensi:
Obat Efek samping
Diuretik Dehidrasi, hipokalemi
Metildopa Mengantuk,impoten
Propanolol Bronkospasme,gagal jantung kongestif
Klonidine Xerostomia, rebound
hipertensi(jarang)
Reserpine Sedasi,depresi
Guanethidine Hipotensi postural,diare
Calcium channel blocker Hiperplasi ginggiva
ACE inhibitor Batuk kronis
7. Perawatan dan terapi gigi dan mulut pada penderita hipertensi meliputi:
Memilih anestesi lokal yang tepat
The American Heart Association / American College of Cardiology (AHA/ACC)
mengeluarkan acuan bahwa TDS _ 180 mmHg dan/atau TDD _ 110 mmHg sebaiknya
dikontrol sebelum dilakukan operasi, terkecuali operasi bersifat urgensi. Obat anestesi yang
paling aman bagi penderita hipertensi adalah lidocaine hidrocloride 2%, prilocaine HCL 2%
dan mepivacaine HCL 3% tanpa vasokonstriktor. Larutan anestesi lokal yang sering dipakai
untuk pencabutan gigi adalah lidocaine yang dicampur dengan adrenalin dengan dosis
1:80.000 dalam setiap cc larutan. Konsentrasi adrenalin tersebut dapat dikatakan relatif
rendah, bila dibandingkan dengan jumlah adrenalin endogen yang dihasilkan oleh tubuh saat
terjadi stres atau timbul rasa nyeri akibat tindakan invasif. Pemilihan obat anestesi tanpa
vasokontriktor pada penderita hipertensi dipertimbangkan jika injeksi adrenalin intravaskular
maka akan menimbulkan efek yang berbahaya karena dosis adrenalin tersebut menjadi relatif
tinggi. Masuknya adrenalin ke dalam pembuluh darah bisa menimbulkan: takikardi, stroke
volume meningkat, sehingga tekanan darah menjadi tinggi. Resiko yang lain adalah
terjadinya ischemia otot jantung yang menyebabkan angina pectoris, bila berat bisa berakibat
fatal yaitu infark myocardium. Namun adrenalin masih dapat digunakan pada penderita
dengan prehipertensi dengan kandungan adrenalin tidak lebih atau sama dengan 1:200.000.
Komplikasi yang mungkin terjadi akibat pencabutan gigi pada penderita hipertensi adalah
terjadinya perdarahan yang sulit dihentikan.
Ada dua strategi perawatan gigi dan mulut yaitu:
a) strategi preventif meliputi semua tindakan untuk mengontrol tekanan darah pasien
selama selam periode perawatan dan semua tindakan preventif dalam bidang
kedokteran gigi sendiri (yang meliputi kontrol plak, fluoridasi,dan lain-lain).
b) Tindakan preventif yang efektif untuk mngontrol tensi pasien meliputi semua
tindakan menghilangkan penyebab yang dapat meningkatkan tekanan darah
pasien, meliputi kontrol kecemasan atau stres, pemilihan anestesi,bahan anestesi,
dan kontrol sakit, setelah tindakan selesai dipertimbangkan bahwa terapi gigi
memang benar-benar menguntungkan dibanding komplikasi yang ditimbulkan
akibat hipertensinya.
Strategi preventif dan kuratif untuk perawatan gigi pada pasien hipertensi
Tekanan darah Strategi
120/80 mmhg atau kurang
Tekanan darah optimal
Resiko status I
Catat tekanan darah tiap kali
kunjungann
Perawatan gigi rutin
130/85 mmhg atau kurang
Tekanan darah normal
Resiko status I
Catat tekanan darah tiap kali
kunjungan
Perawatan gigi rutin
130/85 sampai 130/89 mmhg
Tekanan darah tinggi-normal
(prehipertensi)
Resiko status I
Catat tekanan darah tiap kali
kunjungan
Perawatan gigi rutin
140/90 sampai 159/99 mmhg
Hipertensi stage 1
Resiko status II:
-stabil secara medis
-tidak ada pembatasan aktivitas
fisik
Catat tekanan darah tiap kali
kunjungan
Perawatan dental rutin
Catat tekanan darah setelah
anestesi lokal dengan
adrenalin(dengan pembatasan)
Rujuk medis secara rutin
160/100 sampai 179/109 mmhg
Hipertensi stage 2
Resiko status II
- Tidak stabil secara medis
- Ada pembatasan aktivitas fisik
Catat tekanan darah tiap kali
kunjungan
Perawatan gigi selektif
Catat tekanan darah selama
perawatan penggunaan anestesi
loakal dengan adrenalin(engan
pembatasan)
Rujuk medis rutin
180/110 sampai 209/109 mmhg
Hipertensi stage 2
Resiko status III
-Tidak stabil secara medis
-Sangat terbatas dalam toleransi
aktifitas fisik
Catat tekanan darah
Pemberian gigi selektif
- Monitor tekan darah seama
perawatan
-Penggunaan anestesi lokal tanpa
epineprin atau adrenalin
Rujuk medis urgensi
c)Pencabutan Gigi pada pasien Hipertensi
Penderita Hipertensi yang masuk dalam stage I dan stage II masih memungkinkan untuk
dilakukan tindakan pencabutan gigi karena resiko perdarahan yang terjadi pasca pencabutan
relatif masih dapat terkontrol . Pada penderita hipertensi dengan stage II sebaiknya di rujuk
terlebih dahulu ke bagian penyakit dalam agar pasien dapat dipersiapkan sebelum
tindakan.Pengobatan pada pasien hipertensi biasanya digunakan lebih dari satu macam
golongan obat, misalnya:golongan obat anti hipertensi (mis: captopril) dan obat diuretik.
8.Resiko-resiko yang dapat terjadi pada pencabutan gigi penderita hipertensi, antara lain:
a)Resiko akibat Anestesi lokal pada penderita hipertensi
Larutan anestesi lokal yang sering dipakai untuk pencabutan gigi adalah lidokain yang
dicampur dengan adrenalin dengan dosis 1:80.000 dalam setiap cc larutan.Masuknya
adrenalin ke dalam pembuluh darah bisa menimbulkan: takikardi, stroke volume
meningkat, sehingga tekanan darah menjadi tinggi. Resiko yang lain adalah terjadinya
ischemia otot jantung yang menyebabkan angina pectoris, bila berat bisa berakibat fatal
yaitu infark myocardium.
b).Resiko akibat Gigi pada penderita hipertensi
Komplikasi akibat pencabutan gigi adalah terjadinya perdarahan yang sulit dihentikan.
Perdarahan bisa terjadi dalam bentuk perdarahan hebat yang sulit berhenti saat
dilakukannya tindakan pencabutan gigi, atau bisa berupa oozing (rembesan darah) yang
membandel setelah tindakan pencabutan gigi selesai.
9.Perawatan gigi dan mulut pada pasien hipertensi perlu mendapat perhatian
karena selain dapat memperburuk hipertensi dapat juga memperparah efek samping
dari obat antihipertensi sehingga kualitas hidup penderita hipertensi dan morbiditas
menjadi jelek. Oral hygiene dan pola hidup sehat merupakan nasehat penting yang
harus dianjurkan dokter kepada pasien untuk mengurangi komplikasi hipertensi serta
efek samping yang ditimbulkan pada pemakaian obat antihipertensi seperti menyikat
gigi dengan sempurna dan teratur setelah makan dengan sikat gigi yang halus,
mengurangi asupan garam (Na), K, Mg, menghentikan kebiasaan merokok, minum
alkohol, mengurangi berat badan dengan olahraga, dan hindari stres. Penderita
hipertensi yang mempunyai kelainan di gigi dan mulut dikonsul ke dokter gigi
apabila tekanan darah pasien dalam keadaan terkontrol (TD 120-140/80-90 mmHg),
hal ini dilakukan untuk mencegah perdarahan masif.
DAFTAR PUSTAKA
1.Rahajoe,soetji poerwati.Pengelolaan pasien hipertensi untuk perawatan di bidang
kedokteran gigi.Bagian bedah mulut FKG UGM.Yogyakarta.2008
2. Soeparman, Sarwono, dkk. Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. FKUI. Jakarta. 1998. halaman: 205-222. 3. Mansjoer Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi III. Media Aesculapius FKUI. 2001. Halaman: 518-523. 4. http://enzothea.multiply.com/journal/item /17/ANCAMAN_GIGI_TERHADAP_J ANTUNG 5.http://www.scribd.com/doc/39889748/Perawatan-Gigi-Dan-Mulut-Pada-Pasien-Hipertens-
newest
6.http://ilmudoktergigi.blogspot.com/2009/02/pencabutan-gigi-pada-penderita.html
7..http://www.pdgi-online.com/v2/index.php?
option=com_content&task=view&id=592&Itemid=33
8.http://www.adifkgugm.com/2011/08/prosedur-anestesi-pada-penderita.html