refleksi kasus 4

12
REFLEKSI KASUS Henoch Schonlein Purpura Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Disusun Oleh : Ica Trianjani S. 20100310010 Diajukan Kepada: dr. Handayani, M.sc, Sp. A BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO

Upload: ica-trianjani-setyaningrum

Post on 29-Jan-2016

17 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

kedokteran

TRANSCRIPT

Page 1: REFLEKSI KASUS 4

REFLEKSI KASUS

Henoch Schonlein Purpura

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :

Ica Trianjani S.

20100310010

Diajukan Kepada:

dr. Handayani, M.sc, Sp. A

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2015

Page 2: REFLEKSI KASUS 4

LEMBAR PENGESAHAN

REFLEKSI KASUS

Probiotik, Prebiotik, dan Sinbiotik pada Tatalaksana Diare Akut pada Anak

Telah dipresentasikan pada tanggal:

Oleh: Ica Trianjani S.

20100310010

Disetujui oleh:

Dosen pembimbing Kepaniteran klinik

Bagian Ilmu Kesehatan Anak

RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo

dr. Handayani, Msc, Sp. A

Page 3: REFLEKSI KASUS 4

Henoch Schonlein Purpura

a) Definisi

Purpura Henoch-Schönlein merupakan sindrom klinis akibat vaskulitis generalisata

ditandai dengan lesi kulit spesifik, paling sering ditemui pada anak-anak. Purpura Henoch-

Schönlein merupakan penyakit autoimun (IgA mediated) berupa hipersensitivitas vaskulitis,

paling sering ditemukan pada anak-anak. Merupakan sindrom klinis kelainan infl amasi

vaskulitis generalisata pembuluh darah kecil pada kulit, sendi, saluran cerna, dan ginjal, yang

ditandai dengan lesi kulit spesifi k berupa purpura nontrombositopenik, artritis, artralgia,

nyeri abdomen atau perdarahan saluran cerna, dan kadang-kadang disertai nefritis atau

hematuria.

b) Epidemiologi

Rata-rata 14 kasus per 100.000 anak usia sekolah; prevalensi tertinggi pada usia 2-11

tahun (75%); 27% kasus ditemukan pada dewasa, jarang ditemukan pada bayi. Lebih banyak

pada anak laki-laki daripada anak perempuan (rasio 2 :1)

c) Etiologi

Penyebab penyakit ini belum diketahui. Diduga beberapa faktor memegang peranan,

antara lain faktor genetik, infeksi traktus respiratorius bagian atas, makanan, gigitan

serangga, paparan terhadap dingin, imunisasi ( vaksin varisela, rubella, rubeolla, hepatitis A

dan B, paratifoid A dan B, tifoid, kolera) dan obat – obatan (ampisillin, eritromisin, kina,

penisilin, quinidin, quinin). Infeksi bisa berasal dari bakteri (spesies Haemophilus,

Mycoplasma, Parainfluenzae, Legionella, Yersinia, Shigella dan Salmonella) ataupun virus

(adenovirus, varisela, parvovirus, virus EpsteinBarr). Vaskulitis juga dapat berkembang

setelah terapi antireumatik, termasuk penggunan metotreksat dan agen anti TNF (Tumor

Necrosis Factor).

Namun, IgA jelas mempunyai peranan penting, ditandai dengan peningkatan konsentrasi

IgA serum, kompleks imun dan deposit IgA di dinding pembuluh darah dan mesangium

renal. HSP adalah suatu kelainan yang hampir selalu terkait dengan kelainan pada IgA1

daripada IgA2. Dari penelitian terbaru menunjukkan bahwa HSP juga dapat disebabkan

karena pengaruh genetic yaitu adanya HLA-DRB1 (HLA class II antigen).

Page 4: REFLEKSI KASUS 4

Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan HSP antara lain:

Infeksi : Mononukleosis - Infeksi Streptokokus grup A - Sirosis karena Hepatitis-C -

Infeksi parvovirus B19 - Infeksi Yersinia – Hepatitis - Infeksi Mikoplasma - Virus

Epstein-Barr - Infeksi viral Varizella-zoster • Vaksin :- Tifoid - Campak - Makanan -

Gigitan serangga - Paparan terhadap dingin - Infeksi Shigella - Infeksi Salmonella -

Enteritis Campylobacter - Kolera - Demam kuning

Alergen : Obat (ampisillin, eritromisin, penisilin, kuinidin, kuininn)

Penyakit idiopatik : Glomerulocystic kidney disease

d) Faktor Resiko

Beberapa kondisi yang diduga berperan:

• Setelah infeksi Streptococcus grup A (20-50%), Mycoplasma, virus Epstein Barr, virus

Herpes Simplex, Parvovirus B19, Coxsackievirus, Adenovirus, measles, mumps.

• Vaksinasi (varicella, rubella, Hepatitis B)

• Lingkungan: alergen makanan, obat-obatan, pestisida, paparan terhadap dingin, gigitan

serangga.

e) Patofisiologi

Dari biopsi lesi pada kulit atau ginjal, diketahui adanya deposit kompleks imun yang

mengandung IgA. Diketahui pula adanya aktivasi komplemen jalur alternatif. Deposit

kompleks imun dan aktivasi komplemen mengakibatkan aktivasi mediator inflamasi

termasuk prostaglandin vaskular seperti prostasiklin, sehingga terjadi inflamasi pada

pembuluh darah kecil di kulit, ginjal, sendi dan abdomen dan terjadi purpura di kulit, nefritis,

artritis dan perdarahan gastrointestinalis.

Beberapa faktor imunologis juga diduga berperan dalam patogenesis PHS, seperti

perubahan produksi interleukin dan faktor pertumbuhan yang berperan dalam mediator

inflamasi. TNF, IL-1 dan IL-6 bisa memediasi proses inflamasi pada HSP. Meningkatnya

kadar faktor pertumbuhan hepatosit selama fase akut HSP dapat menunjukkan adanya

kemungkinan kerusakan atau disfungsi sel endotel. Meningkatnya faktor pertumbuhan

endotel vaskuler dapat setidaknya menginduksi sebagian perubahan ini. Sitokin dianggap

Page 5: REFLEKSI KASUS 4

terlibat dalam patogenesis HSP, dan endotelin (ET), yang merupakan hormon vasokonstriktor

yang diproduksi oleh sel endotelial, juga dianggap turut berperan. Kadar ET-1 jauh lebih

besar pada fase akut penyakit ini dibanding pada fase remisi. Namun tingginya kadar ET-1

tidak memiliki hubungan dengan tingkat morbiditas, keparahan penyakit, atau respon reaktan

fase akut.

f) Gambaran Klinis

Onset HSP pada umumnya akut dan tiba-tiba. Gambaran klinik yang utama tediri dari 4

organ yang terlibat. Pertama pada kulit dimana terjadi perdarahan kulit yang agak meninggi

kalau diraba (palpable purpura) terjadi pada 95-100 % kasus yang terutama terjadi pada

bagian-bagian tubuh yang tergantung atau yang mengalami tekanan seperti kaki bagian

bawah, pantat,tubuh dan tangan. Perdarahan ini berupa bercak-bercak kemerahan terang atau

merah gelap atau kebiruan yang dapat menyatu. Perdaraham ini pada umumnya akan

menghilang dalam beberapa hari sampai beberapa bulan. Kurang dari 10 % kasus dapat

berulang dan mungkin menetap beberapa tahun. Perdarahan ini dapat disertai pembengkakan

(udem). Organ ke 2 yang terlibat adalah gastro-intestinal. Gejala yang muncul pada organ ini

adalah sakit perut hebat (kolik abdomen), mual dan muntah sampai terjadi perdarahan saluran

cerna (intususepsi) yang biasanya muncul 1 minggu setelah munculnya perdarahan kulit.

Sendi merupakan organ ke 3 yang terlibat. Anak tiba-tiba tidak bisa jalan, sendi sangat nyeri

(arthralgia) atau sampai terjadi pembengkakan sendi, nyeri, kemerahan dan kalau diraba

terasa panas (athritis). Sendi yang terserang lebih banyak sendi lutut atau pergelangan kaki.

Ginjal merupakan organ yang ke 4 yang terlibat. Lebih cepat berkembang pada dewasa.

Gejalanya dapat berupa hematuri (urin berwarna kemerahan), proteinuri. Apabila gejalanya

hanya hematuri mikroskopik kemungkinan kelainan ginjalnya glomerulonefritis ringan

namun apabila terjadi glomerulonefritis progresif cepat akan menyebabkan hipertensi kronis

bahkan bisa masuk kedalam end-stage kidney disease.

Page 6: REFLEKSI KASUS 4

g) Diagnosis

A. Kriteria American College of Rheumatology 1990:

Bila memenuhi minimal 2 dari 4 gejala, yaitu:

1) Palpable purpura non trombositopenia

2) Onset gejala pertama < 20 tahun

3) Bowel angina

4) Pada biopsi ditemukan granulosit pada dinding arteriol atau venula

B. Kriteria European League Against Rheumatism (EULAR) 2006 dan Pediatric

Rheumatology Society (PreS) 2006 :

1. Palpable purpura harus ada

2. Diikuti minimal satu gejala berikut: nyeri perut difus, deposisi IgA yang predominan

(pada biopsi kulit), artritis akut dan kelainan ginjal (hematuria dan atau proteinuria)

h) Diagnosis Banding

1. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)

2. Purpura

3. Trombositopenik

4. Rheumatoid arthritis

5. Demam reumatik

i) Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis Purpura Henoch-Schönlein berDasar kan gejala klinis, tidak ada pemeriksaan

laboratorium yang spesifik. Pemeriksaan darah tepi lengkap dapat menunjukkan

leukositosis dengan eosinofilia dan pergeseran hitung jenis ke kiri; jumlah trombosit

normal atau meningkat, hal ini yang membedakan HSP dengan ITP (Idiopathic

Thrombocytopenic Purpura). Laju endap darah dapat meningkat. Kadar ureum dan

kreatinin dapat meningkat, menunjukkan kelainan fungsi ginjal atau dehidrasi. Pada 10-

20% penderita ditemukan hematuri atau proteinuri. Ditemukan darah pada feses. Dapat

dilakukan pemeriksaan ultrasonografi abdomen untuk mendiagnosis intususepsi.

Page 7: REFLEKSI KASUS 4

Pemeriksaan Doppler atau radionuclide testicular scan menunjukkan aliran darah normal

atau meningkat, hal ini yang membedakan HSP dengan torsi testis.

j) Tatalaksana

Pada dasarnya tidak ada pengobatan spesifik untuk HSP. Untuk mengurangi nyeri

dapat diberikan golongan NSAIDs seperti ibuprofen atau parasetamol 10 mg/kgBB. Jika

terjadi edema dilakukan elevasi tungkai. Beri diet lunak selama terdapat keluhan perut

seperti muntah dan nyeri perut. Pertimbangkan pemberian kortikosteroid pada kondisi

sangat berat seperti sindrom nefrotik menetap, edema, perdarahan saluran cerna, nyeri

abdomen berat, keterlibatan susunan saraf pusat dan paru. Lama pemberian berbeda-beda,

metilprednisolon 250-750 mg/hari/iv selama 3-7 hari dikombinasikan dengan

siklofosfamid 100-200 mg/hari untuk fase akut HSP yang berat; dilanjutkan dengan

prednison oral 100-200 mg selang sehari dan siklofosfamid 100-200 mg/hari selama 30-

75 hari sebelum siklofosfamid dihentikan langsung dan tapering off steroid hingga 6

bulan. Penderita dengan nyeri perut hebat, perdarahan saluran cerna atau penurunan

fungsi ginjal, memerlukan perawatan di rumah sakit

k) Prognosis

Prognosis baik pada sebagian besar kasus, sembuh pada 94% kasus anak-anak dan 89%

kasus dewasa. Rekurensi dapat terjadi pada 10-20% kasus, umumnya pada anak yang

lebih besar dan dewasa; < 5% penderita berkembang menjadi HSP kronis. Keluhan nyeri

perut pada sebagian besar penderita biasanya sembuh spontan dalam 72 jam.

Page 8: REFLEKSI KASUS 4

DAFTAR PUSTAKA

1. Cassidy JT, Petty RE. Leukocytoclastic vasculitis: Henoch-Schönlein purpura. In:

Cassidy JT, Petty RE,Laxer RM,dkk.Textbook of Pediatrics Rheumatology 5th ed.

Philadelphia: Elsevier Saunders, 2005; 496-501.

2. Soepriadi M,Setiawan B.Henoch Schonlein purpura. Pedoman diagnosis dan terapi

ilmu kesehatan anak.edisi ke-3.Bandung:Bagian IKA FK Unpad,2005; 167-9.

3. http://www.kidneypathology.com/English%20version/IgA_Nephropathy.html

4. Matondang CS, Roma J. Purpura Henoch-Schonlein. Dalam: Akip AAP, Munazir Z,

Kurniati N, penyunting. Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak. Edisi ke-2. Jakarta:

Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2007;373-7.

5. Yuly, Purpura Henoch-Schönlein, CDK-194/ vol. 39 no. 6, : 2012

6. Aggarwal R, Gupta A : From International Conference on Human Genetics and 39th

Annual Meeting of the Indian Society of Human Genetics (ISHG) Ahmadabad, India.

23-25 January : 2013