refkas mati
DESCRIPTION
refreksi kasus matiTRANSCRIPT
REFLEKSI KASUS MATI
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Bagian Ilmu Kedokteran
Forensik di RSUP DR.Sardjito
Diajukan kepada
dr. I.B.G. Surya Putra Pidada, Sp.F
Disusun Oleh:
Meli Ardianti M
( 406138039 )
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
PERIODE 14 DESEMBER 2015 - 9 JANUARI 2016
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR SARDJITO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
2015
A. Deskripsi Kasus
1. Identitas Korban
Nama : Ny. Y
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 23 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Degaran UH, Umbulharjo, Yogyakarta
Tanggal Pemeriksaan : 15 Desember 2015
2. Informasi Kasus
Pada tanggal 14 Desember 2015 pukul 22.30 WIB dibawa jenazah perempuan
oleh tim Penyidik dan keluarga korban (paman korban). Menurut kesaksian penyidik
kecelakaan terjadi pukul 17.45 WIB di jalan wates km 9, korban merupakan
penumpang sepeda motor yang melawan arah kemudian ditabrak oleh mobil dan
meninggal di tempat. Pelaku melarikan diri dan belum diketahui sampai saat ini.
Korban sebelumnya dibawa ke Rumah Sakit terdekat oleh warga sebelum akhirnya
dibawa ke RSUP dr. Sardjito. Pihak penyidik dan keluarga meminta tim Kedokteran
Forensik untuk melakukan pemeriksaan luar jenazah, dengan tujuan untuk mengetahui
sebab kematian dan diminta dibuatkan Surat Keterangan Saksi Ahli (Visum et
Repertum).
Berdasarkan barang bukti yang dibawa oleh penyidik dan tidak ditemukan
adanya helm. Pihak penyidik kemudian melengkapi beberapa persyaratan
administrasi, seperti: Surat Permintaan Pemeriksaan Mayat dan Visum et Repertum,
Berita Acara Penerimaan Jenazah, Surat Pernyataan Keluarga atau Ahli Waris untuk
Pemeriksaan Luar, barang bukti tanpa label, serta Surat Penerimaan dan Penyerahan
Barang Bukti Medis dan non Medis. Kemudian oleh Tim Kedokteran Forensik
dilakukan pemeriksaan luar pada tanggal 15 Desember 2015 pukul 00.20 WIB dengan
hasil sebagai berikut:
1. Keadaan Jenazah : Jenazah dibungkus dengan kantong jenazah berwarna putih
dan berbahan plastik, jenazah memakai mantel.
2. Kaku Jenazah : Terdapat kaku jenazah yang mudah digerakkan pada seluruh
persendian kecuali pergelangan kaki kiri.
3. Bercak Jenazah : Terdapat bercak jenazah berwarna merah keunguan hilang
dengan penekanan pada bagian tengkuk, punggung atas, punggung kanan dan kiri
bagian luar, paha atas bagian belakang kanan, paha atas bagian belakang kiri.
4. Pembusukan Jenazah : Tidak terdapat pembusukan jenazah.
5. Terdapat : Keluar darah dari hidung dan mulut. Teraba derik-derik tulang pada
seluruh kepala bagian belakang dan tulang-tulang wajah akibat kekerasan tumpul.
Terdapat luka robek, luka lecet geser, memar, serta teraba derik tulang pada
bagian tubuh yang lain akibat kekerasan tumpul.
Pemeriksaan Laboratorium : - Golongan darah O
- Alkohol dalam darah (-)
3. Kesimpulan hasil pemeriksaan
1. Jenazah perempuan, dengan panjang badan 155 cm, dengan berat badan 41,05 kg,
dengan golongan darah O.
2. Keluar darah dari hidung dan mulut
3. Teraba derik-derik tulang pada seluruh kepala bagian belakang dan tulang-tulang
wajah akibat kekerasan tumpul.
4. Terdapat luka robek, luka lecet geser, memar, serta teraba derik tulang pada
bagian tubuh yang lain akibat kekerasan tumpul.
5. Kejadian nomor 2 dan 3 bisa menyebabkan kematian. Sebab kematian pasti tidak
dapat diketahui karena tidak dilakukan pemeriksaan dalam sesuai permintaan
penyidik.
6. Saat kematian diperkirakan 2-6 jam sebelum pemeriksaan.
B. Masalah yang dikaji
Apakah pada kasus ini sudah bisa ditentukan penyebab kematiannya? Apa yang
menyebabkan kematian pada perempuan tersebut?
C. Analisa dan Pembahasan Kasus
Penyebab kematian adalah adanya perlukaan atau penyakit yang menimbulkan
kekacauan fisik pada tubuh yang menghasilkan kematian pada seseorang. Sebab
kematian dapat digolongkan menjadi tiga yaitu penyakit, trauma dan keracunan.
Mekanisme kematian adalah perubahan fisiologis ataupun biokimiawi, yang
ditimbulkan penyebab kematian. Contoh dari mekanisme kematian dapat berupa
asfiksia, refleks vagal, emboli, kerusakan organ vital dan perdarahan. Apa yang
dipikirkan adalah bahwa suatu keterangan tentang mekanime kematian dapat
diperoleh dari beberapa penyebab kematian dan sebaliknya. Jadi, jika seseorang
meninggal karena perdarahan masif, itu dapat dihasilkan dari luka tembak, luka tusuk,
tumor ganas dari paru yang masuk ke pembuluh darah dan seterusnya. Kebalikannya
adalah bahwa penyebab kematian, sebagai contoh, luka tembak pada abdomen, dapat
menghasilkan banyak kemungkinan mekanisme kematian yang terjadi, contohnya
perdarahan atau peritonitis.
Secara umum ada tiga faktor utama penyebab kecelakaan; Faktor Pengemudi
(Road User), Faktor Kendaraan (Vehicle), Faktor Lingkungan Jalan (Road
Environment).
a. Faktor Pengemudi ; kondisi fisik (mabuk, lelah, sakit, dsb), kemampuan
mengemudi, penyebrang atau pejalan kaki yang lengah, dll.
b. Faktor Kendaraan ; kondisi mesin, rem, lampu, ban, muatan, dll.
c. Faktor Lingkungan Jalan ; desain jalan (median, gradien, alinyemen, jenis
permukaan, dsb), kontrol lalu lintas (marka, rambu, lampu lalu lintas), dll.
d. Faktor Cuaca ; hujan, kabut, asap, salju, dll.
Kematian dalam kecelakaan lalu lintas dapat terjadi sebagai akibat dari
tabrakan atau benturan dari kendaraan. Secara imajinatif semua model dari sarana
transportasi mempunyai kemampuan untuk menyebabkan kematian atau kecacatan.
Kematian karena kecelakaan lalu lintas dapat dibagi menjadi empat kategori
tergantung dari arah terjadinya benturan pada kendaraan, antara lain:
1. Arah depan
Ini adalah paling umum, yang kejadiannya kira-kira mencapai 80% dari semua
kecelakaan lalu lintas. Tabrakan dari arah depan terjadi bila dua kendaraan/orang
bertabrakan yang mana keduanya arah kepala, atau bagian depan dari kendaraan
menabrak benda yang tidak bergerak, seperti tembok, ataupun tiang listrik.
Sebagai akibat dari energi gerak, penumpang dari kendaraan bermotor akan terus
melaju (bila tidak memakai sabuk pengaman pada pengguna mobil). Pola dan
lokasi luka akan tergantung dari posisi saat kecelakaan.
2. Arah samping (lateral)
Biasanya terjadi di persimpangan ketika kendaraan lain menabrak dari arah
samping, ataupun mobil yang terpelintir dan sisinya menghantam benda tidak
bergerak. Dapat terlihat perlukaan yang sama dengan tabrakan dari arah depan,
bila benturan terjadi pada sisi kiri dari kendaraan, pengemudi akan cenderung
mengalami perlukaan pada sisi kiri, dan penumpang depan akan mengalami
perlukaan yang lebih sedikit karena pengemudi bersifat sebagai bantalan. Bila
benturan terjadi pada sisi kanan, maka yang terjadi adalah sebaliknya, demikian
juga bila tidak ada penumpang.
3. Terguling
Keadaan ini lebih mematikan (lethal) dibandingkan tabrakan dari samping,
terutama bila tidak dipakainya pelindung kepala (helm), terguling di jalan, sabuk
pengaman dan penumpang terlempar keluar mobil. Beberapa perlukaan dapat
terbentuk pada saat korban mendarat pada permukaan yang keras, pada beberapa
kasus, korban yang terlempar bisa ditemukan hancur atau terperangkap di bawah
kendaraan. Pada kasus seperti ini penyebab kematian mungkin adalah traumatic
asphyxia.
4. Arah belakang
Pada benturan dari arah belakang, benturan dikurangi atau terserap oleh bagian
bagasi dan kompartemen penumpang belakang (pada pengguna mobil), yang
dengan demikian memproteksi penumpang bagian depan dari perlukaan yang
parah dan mengancam jiwa.
Menurut data kepolisian Republik Indonesia Tahun 2003, jumlah kecelakaan
di jalan mencapai 13.399 kejadian, dengan kematian mencapai 9.865 orang, 6.142
orang mengalami luka berat, dan 8.694 mengalami luka ringan. Dengan data itu,
rata-rata setiap hari, terjadi 40 kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan 30 orang
meninggal dunia.
Trauma yang terjadi kecelakaan lalu-lintas memiliki banyak bentuk,
tergantung dari organ apa yang dikenai. Trauma semacam ini, secara lazim, disebut
sebagai trauma benda tumpul. Ada tiga trauma yang paling sering terjadi dalam
peristiwa ini, yaitu trauma kepala, fraktur (patah tulang), dan trauma dada.
Trauma kepala, terutama jenis berat, merupakan trauma yang memiliki
prognosis (harapan hidup) yang buruk. Hal ini disebabkan oleh karena kepala
merupakan pusat kehidupan seseorang. Di dalam kepala terdapat otak yang
mengatur seluruh aktivitas manusia, mulai dari kesadaran, bernapas, bergerak,
melihat, mendengar, mencium bau, dan banyak lagi fungsinya. Jika otak terganggu,
maka sebagian atau seluruh fungsi tersebut akan terganggu. Gangguan utama yang
paling sering terlihat adalah fungsi kesadaran. Itulah sebabnya, trauma kepala sering
diklasifikasikan berdasarkan derajat kesadaran, yaitu trauma kepala ringan, sedang,
dan berat. Makin rendah kesadaran seseorang makin berat derajat trauma kepalanya.
Gangguan otak bisa terjadi disertai dengan adanya penurunan kesadaran,
fraktur tengkorak, atau bengkak pada kulit kepala. Akan tetapi, tidak jarang, bisa
juga terjadi tanpa kelainan fisik yang tampak dari luar. Ada tidaknya kelainan otak
ini harus dipastikan.
Trauma kedua yang paling sering terjadi dalam sebuah kecelakaan adalah
fraktur (patah tulang). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh tekanan atau rudapaksa. Fraktur
dibagi atas fraktur terbuka, yaitu jika patahan tulang itu menembus kulit sehingga
berhubungan dengan udara luar, dan fraktur tertutup, yaitu jika fragmen tulang tidak
berhubungan dengan dunia luar.
Secara umum, fraktur terbuka bisa diketahui dengan melihat adanya tulang
yang menusuk kulit dari dalam, biasanya disertai perdarahan. Adapun fraktur
tertutup, bisa diketahui dengan melihat bagian yang dicurigai mengalami
pembengkakan, terdapat kelainan bentuk berupa sudut yang bisa mengarah ke
samping, depan, atau belakang. Selain itu, ditemukan nyeri gerak, nyeri tekan, dan
perpendekan tulang.
Dalam kenyataan sehari-hari, fraktur yang sering terjadi adalah fraktur
ekstremitas dan fraktur vertebra. Fraktur ekstremitas mencakup fraktur pada tulang
lengan atas, lengan bawah, tangan, tungkai atas, tungkai bawah, dan kaki. Dari
semua jenis fraktur, fraktur tungkai atas atau lazimnya disebut fraktur femur (tulang
paha) memiliki insiden yang cukup tinggi. Umumnya fraktur femur terjadi pada
batang femur 1/3 tengah.
Adapun fraktur vertebra, yaitu fraktur pada daerah tulang belakang. Fraktur ini
cukup riskan karena di daerah tulang belakang terdapat kumpulan saraf medulla
spinalis yang merupakan lanjutan dari otak. Gangguan pada medulla spinalis bisa
menyebabkan kelumpuhan, baik lumpuh kaki, lumpuh tangan maupun kedua-
duanya.
Trauma yang ketiga, yang sering terjadi pada kecelakaan adalah trauma dada
atau toraks. Tercatat, seperempat kematian akibat trauma disebabkan oleh trauma
toraks.
Untuk kasus ini, penyakit tidak dapat dinilai karena tidak dilakukan
pemeriksaan dalam. Keracunan alkohol dapat disingkirkan dari pemeriksaan
penunjang dan keracunan lain tidak dapat dinilai karena tidak dilakukan
pemeriksaan dalam dan penunjang. Sebab kematian akibat trauma diperkuat dengan
adanya fraktur pada bagian kepala serta adanya luka robek, luka lecet geser dan luka
memar. Teraba derik-derik tulang pada seluruh kepala bagian belakang dan tulang-
tulang wajah mengindikasikan bahwa benturan cukup keras untuk dapat
menyebabkan kematian. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan luar pada jenazah
perempuan tersebut, didapatkan informasi bahwa perempuan tersebut meninggal
akibat keelakaan lalu lintas yang dicurigai terdapat kerusakan organ vital namun
untuk membuktikan kecurigaan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut,
salah satunya pemeriksaan dalam yang dalam kasus ini tidak dilakukan. Jika
dilakukan pemeriksaan dalam diharapkan dapat ditemukan kerusakan organ vital
seperti otak, jantung, paru, hati dan ginjal.
D. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada point analisa dan pembahasan, sebab kematian dicurigai
karena trauma akibat kekerasan tumpul yang kemungkinan menyebabkan kerusakan
organ vital. Untuk membuktikan kecurigaan perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
seperti pemeriksaan dalam. Pada kasus ini penyebab kematian dicurigai mengarah
kekasus hukum yaitu kecelakaan lalu lintas.
E. Referensi :
1. Achmad, Djumadi. 2010. Bahan Kuliah Forensik dan Medikolegal FK Unhas
2010
2. Budianto A., dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. ed I. cet II. Jakarta: Bagian Ilmu
Kedokteran Forensik FKUI, 1997
3. Dahlan Sofwan. Ilmu Kedokteran Forensik. Semarang: Bagian Kedokteran
Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, 2000