referat transfusi darah

Upload: fitrianacahyani

Post on 09-Oct-2015

134 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangTransfusi darah adalah salah satu rangkaian proses pemindahan darah donor ke dalam sirkulasi darah resipien sebagai upaya pengobatan1. Namun transfusi bukanlah tanpa resiko, meskipun telah dilakukan berbagai upaya untuk memperlancar tindakan transfusi, namun efek samping reaksi transfusi atau infeksi akibat transfusi tetap mungkin terjadi. Maka bila diingat dan dipahami mengenai keamanannya, indikasinya perlu diperketat. Apabila memungkinkan, masih perlu dicari alternatif lain untuk mengurangi penggunaan transfusi darah. Pemberian komponen-komponen darah yang diperlukan saja lebih dibenarkan dibandingkan dengan pemberian darah lengkap (whole blood)1,2. WHO Global Database on Blood Safety melaporkan bahwa 20% populasi dunia berada di negara maju dan sebanyak 80% telah memakai darah donor yang aman, sedangkan 80% populasi dunia yang berada di negara berkembang hanya 20% memakai darah donor yang aman. WHO telah mengembangkan strategi untuk transfusi darah yang aman dan meminimalkan risiko tranfusi. Strategi tersebut terdiri dari pelayanan transfusi darah yang terkoordinasi secara nasional; pengumpulan darah hanya dari donor sukarela dari populasi risiko rendah, pelaksanaan skrining terhadap semua darah donor dari penyebab infeksi, antara lain HIV, virus hepatitis, sifilis dan lainnya, serta pelayanan laboratorium yang baik di semua aspek, termasuk golongan darah, uji kompatibilitas, persiapan komponen, penyimpanan dan transportasi darah/komponen darah, mengurangi transfusi darah yang tidak perlu dengan penentuan indikasi transfusi darah dan komponen darah yang tepat, dan indikasi cara alternatif transfusi.3

B. TujuanTujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui tentang definisi, komponen, serta reaksi transfusi atau komplikasi dari transfuse darah sehingga dapat memberikan tindakan transfusi pada pasien secara benar dan akurat.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. DefinisiTransfusi Darah adalah proses pemindahan darah dari seseorang yang sehat (donor) ke orang sakit (resipien) yang diberikan secara intravena melalui pembuluh darah4. Darah yang dipindahkan dapat berupa darah lengkap dan komponen darah. Transfusi darah dapat dikelompokkan menjadi 2 golongan utama berdasarkan sumbernya,yaitu transfusi allogenic dan transfusi autologus. Transfusi allogenic adalah darah yang disimpan untuk transfusi berasal dari tubuh orang lain. Sedangkan transfusi autologus adalah darah yang disimpan berasal dari tubuh donor sendiri yang diambil 3 unit beberapa hari sebelumnya, dan setelah 3 hari ditransferkan kembali ke pasien1.B. Tujuan Transfusi Darah1. Memperbaiki kemampuan mengangkut oksigen2. Mengembalikan volume cairan yang keluar3. Memperbaiki faal pembekuan darah4. Memperbaiki kemampuan fagositosis dan menambah sejumlah protein dalam darah5C. Indikasi Transfusi Darah1. Perdarahan akut sampai Hb < 8 gr% atau Ht 15%, dengan kadar Hb yang normalPada bayi anak, jika kehilangan darah hanya 10-15% dengan kadar Hb normal tidak perlu transfusi darah, cukup dengan diberi cairan kristaloid atau koloid, sedang >15% perlu transfusi karena terdapat gangguan pengangkutan Oksigen. 4. Pada orang dewasa yang kehilangan darah sebanyak 20%, dengan kadar Hb normalKehilangan darah sampai 20% dapat menyebabkan gangguan faktor pembekuan1

D. Darah dan Komponen Darah1. Darah Lengkap/ Whole Blood (WB)Darah lengkap ini berisi sel darah merah, leukosit, trombosit dan plasma. Satu unit kantong darah lengkap berisi 450 ml darah dan 63 ml antikoagulan. Di Indonesia satu kantong darah lengkap berisi 250 ml darah dengan 37 ml antikoagulan. Suhu simpan antara 1-6 0C. lama simpan dari darah lengkap ini tergantung dari antikoagulan yang dipakai pada kantong darah, pada pemakaian sitrat fosfat dektrose (CPD) lama simpan adalah 21 hari, sedangkan dengan CPD adenine (CPDA) adalah 35 hari6. Darah utuh ada 3 macam, yaitu:a) Darah utuh sangat segar, umurnya < 6 jam, masih berisi trombosit dan semua factor pembekuan (juga factor labil (V,VII))b) Darah Utuh Segar, umurnya < 24 jam yang masih berisi trombosit dan factor-faktor pembekuan kecuali factor labilc) Darah Utuh Simpan, umurnya > 24 jam sampai 3-4 minggu, selain eritrosit hanya berisi factor-faktor pembekuan yang umurnya panjang dan albumin5.Darah lengkap diberikan dengan golongan ABO dan Rh yang diketahui. Diberikan pada penderita yang mengalami perdarahan akut, syok hipovolemik, bedah mayor dengan perdarahan >1500 ml. Indikasi:1. Penggantian volume pada pasien dengan syok hemoragi, trauma atau luka bakar 2. Pasien dengan perdarahan masif dan telah kehilangan lebih dari 25% dari volume darah total.

2. Packed Red Cell PRC berasal dari darah lengkap yang disedimentasikan selama penyimpanan, atau dengan sentrifugasi putaran tinggi. Sebagian besar (2/3) dari plasma dibuang.(1) Satu unit PRC dari 500 ml darah lengkap volumenya 200-250 ml dengan kadar hematokrit 70-80%, volume plasma 15-25 ml, dan volume antikoagulan 10-15 ml. Mempunyai daya pembawa oksigen dua kali lebih besar dari satu unit darah lengkap. Waktu penyimpanan sama dengan darah lengkap7,8.Secara umum pemakaian PRC ini dipakai pada pasien anemia yang tidak disertai penurunan volume darah, misalnya pasien dengan anemia hemolitik, anemia hipoplastik kronik, leukemia akut, leukemia kronik, penyakit keganasan, talasemia, gagal ginjal kronis, dan perdarahan-perdarahan kronis yang ada tanda oxsygen need (rasa sesak, mata berkunang, palpitasi, pusing, dan gelisah). PRC diberikan sampai tanda oxsygen need hilang. Biasanya pada Hb 8-10 gr/dl7,8.Untuk menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr/dl diperlukan PRC 4 ml/kgBB atau 1 unit dapat menaikkan kadar hematokrit 3-5 %7,8.Keuntungan transfusi PRC dibanding darah lengkap : 8a. Kemungkinan overload sirkulasi menjadi minimalb. Reaksi transfusi akibat komponen plasma menjadi minimal.c. Reaksi transfusi akibat antibodi donor menjadi minimal.d. Akibat samping akibat volume antikoagulan yang berlebihan menjadi minimal.e. Meningkatnya daya guna pemakaian darah karena sisa plasma dapat dibuat menjadi komponen-komponen yang lain.Kerugian PRC adalah masih cukup banyak plasma, lekosit, dan trombosit yang tertinggal sehingga masih bisa terjadi sensitisasi yang dapat memicu timbulnya pembentukan antibodi terhadap darah donor. Untuk mengurangi efek samping komponen non eritrosit maka dibuat PRC yang dicuci (washed PRC). 3. Sel darah merah Pekat Dengan Sedikit Leukosit (Packed Red Blood Cell Leukocytes Reduced)Setiap unit sel darah merah pekat mengandung 1-3 x 109 leukosit. American Association of Blood bank Standard for Transfusion Services menetapkan bahwa sel darah merah yang disebut dengan sedikit leukosit jika kandungan leukositnya kurang dari 5x106 leukosit/unit. Sel darah ini dapat diperoleh dengan cara pemutaran, pencucian sel darah merah dengan garam fisiologis, dengan filtrasi atau degliserolisasi sel darah merah yang disimpan beku. Karena pada pembuatannya ada sel darah merah yang hilang, maka kandungan sel darah merah kurang dibandingkan dengan sel darah merah pekat biasa.6Suhu simpan 1-6 0C, sedang masa simpan tergantung pada cara pembuatannya. Bila pemisahan leukosit dilakukan dengan memakai kantong ganda (system tertutup) masa simpannya sama dengan darah lengkap asalnya, tapi bila dengan pencucian/filtrasi (system terbuka) produk ini harus dipakai secepatnya (dalam 24 jam).64. Sel Darah Merah Pekat Cuci (Packed Red Blood Cell Washed)Dibuat dari darah utuh yang dicuci dengan normal saline sebanyak tiga kali untuk menghilangkan antibodi. Washed PRC hanya dapat disimpan selama 4 jam pada suhu 4oC, karena itu harus segera diberikan. Sel darah merah yang dicuci dengan normal salin memiliki hematokrit 70-80 % dengan volume 180 ml. Pencucian dengan salin membuang hamper seluruh plasma (98%), menurunkan konsentrasi leukosit, dan trombosit serta debris. Karena pembuatannya biasanya dilakukan dengan system terbuka maka komponen ini hanya dapat disimpan dalam 4 jam dalam suhu 1-6 0C.65. Sel Darah Merah Pekat Beku Yang Dicuci (Packed Red Blood Cell Frozen, Packed Red Blood Cell Deglycerolized)Sel darah merah beku ini dibuat dengan penambahan gliserol suatu sediaan krioprotektif terhadap darah yang usianya kurang dari 6 hari. Darah ini kemudian dibekukan pada suhu -650C atau -2000C (tergantung sediaan gliserol) dan dapat disimpan selama 10 tahun. Karena pada proses penyimpanan beku, pencairan dan pencuciannya ada sel darah merah yang hilang maka kandungan sel darah merah minimal 80% dari jumlah sel darah merah pekat asal, demikian pula hematokrit kurang lebih 70-80%. Proses pencucian dapat menggunakan larutan glukosa dan salin. Suhu simpan 1-6 0C dan tidak boleh digunakan lebih dari 24 jam karena proses pencucian biasanya memakai system terbuka.66. Leukosit/Granulosit konsentratDiberikan pada penderita yang jumlah leukositnya turun berat, infeksi yang tidak membaik/ berat yang tidak sembuh dengan pemberian antibiotik, kualitas leukosit menurun. Komponen ini dibuat dari seorang donor dengan metode pemutaran melalui hemonetic 30. Dengan alat ini darah dari donor dilakukan pemutaran terus-menerus, memisahkan dan mengumpulkan buffy coat yang banyak mengandung granulosit limfosit dan platelet kemudian dicampur dengan larutan sitrat sebagai antikoagulan yang akhirnya dilarutkan dalam plasma.8Indikasi : a. Penderita neutropenia dengan febris yang tinggi yang gagal dengan antibiotikb. Anemia aplastik dengan lekosit kurang dari 2000/mlc. Penyakit-penyakit keganasan lainnya.Kapan saat yang tepat untuk pemberian transfusi granulosit, masih belum pasti. Umumnya para klinisi menganjurkan pemberian transfusi granulosit pada penderita neutropenia dengan panas yang tinggi dan gagal diobati dengan antibiotik yang adekuat lebih dari 48 jam. Efek pemberian transfusi granulosit tampak dari penurunan suhu badan penderita terjadi pada 1-2 jam setelah transfusi.7. TrombositPemberian trombosit seringkali diperlukan pada kasus perdarahan yang disebabkan oleh kekurangan trombosit. Pemberian trombosit yang berulang-ulang dapat menyebabkan pembentukan thrombocyte antibody pada penderita. Transfusi trombosit terbukti bermanfaat menghentikan perdarahan karena trombositopenia. Komponen trombosit mempunyai masa simpan sampai dengan 3 hari.6Indikasi pemberian komponen trombosit ialah : a. Setiap perdarahan spontan atau suatu operasi besar dengan jumlah trombositnya kurang dari 50.000/mm3. Misalnya perdarahan pada trombocytopenic purpura, leukemia, anemia aplastik, demam berdarah, DIC dan aplasia sumsum tulang karena pemberian sitostatika terhadap tumor ganas. b. Splenektomi pada hipersplenisme penderita talasemia maupun hipertensi portal juga memerlukan pemberian suspensi trombosit prabedah.8. Plasma biasa dan Plasma Segar BekuDari 250 ml darah utuh diperoleh 125 ml plasma. Plasma banyak digunakan untuk mengatasi gangguan koagulasi yang tidak disebabkan oleh trombositopenia, mengganti plasma yang hilang, defisiensi imunoglobulin dan overdosis obat antikoagulans (warfarin,dsb). Plasma tersedia dalam berbagai bentuk sediaan sebagai berikut : Plasma segar (Fresh Plasma)Dari darah utuh segar (1,5 kali nilai normal PT atau PTTd. Untuk koreksi perdarahan sekunder mikrovaskuler yang meningkat akibat defisiensi faktor koagulasi pada pasien yang ditransfusi lebih dari satu unit volume darah dan jika PT dan PTT tidak dapat diperoleh saat dibutuhkan.e. FFP sebaiknya diberikan dalam dosis yang diperhitungkan mencapai suatu konsentrasi plasma minimum 30% (biasanya tercapai dengan pemberian 10-15 ml/kg), kecuali setelah pemberian warfarin yang mana biasanya cukup antara 5-8 ml/kg.f. FFP dikontraindikasikan untuk peningkatan volume plasma atau konsentrasi albumin. Plasma biasa (Plasma Simpan)Mengandung faktor stabil fibrinogen, albumin, dan globulin. Didapat dari dari darah lengkap yang telah mengalami penyimpanan. Dari 250 cc darah lengkap diperoleh 125 cc plasma. Dapat bertahan selama 2 bulan pada suhu 4oC. Indikasi : 8,9a. Untuk mengatasi keadaan shok (sebelum darah datang).b. Memperbaiki volume sirkulasi darah.c. Mengganti protein plasma yang hilang pada luka bakar yang luas.d. Mengganti dan menambah jumlah faktor-faktor tertentu yang hilang misalnya fibrinogen, albumin, dan globulin.Plasma diberikan pada kehilangan plasma misalnya dengue hemoragik fever, atau luka bakar yang luas. Dosis pemberian tergantung keadaan klinis. Umumnya diberikan 10-15 ml/kgBB/hari. Hati-hati pada orang tua, karena kemungkinan terjadinya payah jantung atau overload sirkulasi. Indikasi ini sekarang tidak dianjurkan lagi karena lebih aman menggunakan terapi larutan koloid atau albumin yang bebas resiko transmisi penyakit. 8,99. CryopresipitateKomponen utama yang terdapat di dalamnya adalah faktor VIII, faktor pembekuan XIII, faktor Von Willbrand, fibrinogen. Penggunaannya ialah untuk menghentikan perdarahan karena kurangnya faktor VIII di dalam darah penderita hemofili A. Cara pemberian ialah dengan menyuntikkan intravena langsung, tidak melalui tetesan infus, pemberian segera setelah komponen mencair, sebab komponen ini tidak tahan pada suhu kamar.6Suhu simpan -18C atau lebih rendah dengan lama simpan 1 tahun, ditransfusikan dalam waktu 6 jam setelah dicairkan. Efek samping berupa demam, alergi. Satu kantong (30 ml) mengadung 75-80 unit faktor VIII, 150-200 mg fibrinogen, faktor von wilebrand, faktor XIII. Indikasi : Hemophilia A Perdarahan akibat gangguan faktor koagulasi Penyakit von wilebrand10. Konsentrat Faktor VIII (Faktor VIII consentrate)Konsentrate factor VIII dibuat dari plasma manusia atau diproduksi melalui teknologi rekombinan. Konsentrate factor VIII ini dibuat dengan proses fraksinasi dari plasma yang dikumpulkan dan dibekukan segera setelah pengambilan darah. Semua produk dibuat steril, stabil, murni dan beku kering.6

11. Konsentrat Faktor IXDua konsentrat F IX sekarang tersedia sebagai hasil rekombinan. Sediaan ini steril, stabil dan kering beku sebagai hasil dari fraksinasi plasma yang dikumpulkan. Kompleks F IX merupakan sediaan yang mengandung selain F IX juga sejumlah F II, VII, X dan beberapa protein.612. Albumin Dan Fraksi Protein PlasmaAlbumin merupakan derivate plasma yang diperoleh dari darah lengkap atau plasmafaresis, terdiri dari 96 % albumin dan 4 % globulin dan beberapa protein lain yang dibuat dengan proses fraksinasi alcohol dingin. Derivate ini kemudian dipanaskan 600C selama 10 jam sehingga bebas virus.6Fraksi protein plasma adalah produk yang sama dengan albumin hanya dalam pemurniannya lebih kurang dibandingkan dengan albumin dalam proses fraksinasi. Fraksi protein plasma ini mengandung 83 % albumin dan 17 % globulin.613. ImmunoglobulinImmunoglobulin biasanya dibuat melalui proses fraksinasi dengan etanol dingin dari plasma yang dikumpulkan. Berisi immunoglobulin G (IgG) dengan sedikit IgA dan IgM. Terdapat dua sediaan yakni intramuscular (IM) dan intravena (IV). Pada sediaan IM, produk ini mempunyai beberapa kelemahan yaitu pada pemberiannya diperlukan waktu 4-7 hari untuk mencapai kadar puncak dalam plasma, dosis maksimum yang dapat diberikan dibatasi oleh massa otot dan pada pemberiannya menyebabkan nyeri. Sediaan IM saat ini diberikan hanya untuk profilaksis. Sediaan ini merupakan larutan steril dengan konsentrasi protein kurang lebih 16,5 g/dl.6 14. Rh Immune GlobulinRhIG dibuat dari plasma yang dikumpulkan dan mengandung IgG anti D. terdapat dua sediaan yaitu IM dan IV. Sediaan IV dosis 120 ug dan 300 ug telah disetujui oleh FDA untuk supresi imun terhadap antigen D dan untuk pengobatan ITP.6

E. Komplikasi Transfusi DarahRisiko transfusi darah sebagai akibat langsung transfusi merupakan bagian situasi klinis yang kompleks. Jika suatu operasi dinyatakan potensial menyelamatkan nyawa hanya bila didukung dengan transfusi darah, maka keuntungan dilakukannya transfusi jauh lebih tinggi daripada risikonya. Sebaliknya, transfusi yang dilakukan pasca bedah pada pasien yang stabil hanya memberikan sedikit keuntungan klinis atau sama sekali tidak menguntungkan. Dalam hal ini, risiko akibat transfusi yang didapat mungkin tidak sesuai dengan keuntungannya. Risiko transfusi darah ini dapat dibedakan atas reaksi cepat, reaksi lambat, penularan penyakit infeksi dan risiko transfusi masif.10 1. Reaksi Akut Reaksi akut adalah reaksi yang terjadi selama transfusi atau dalam 24 jam setelah transfusi. Reaksi akut dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu ringan, sedang-berat dan reaksi yang membahayakan nyawa. Reaksi ringan ditandai dengan timbulnya pruritus, urtikaria dan rash. Reaksi ringan ini disebabkan oleh hipersensitivitas ringan. Reaksi sedang-berat ditandai dengan adanya gejala gelisah, lemah, pruritus, palpitasi, dispnea ringan dan nyeri kepala. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan adanya warna kemerahan di kulit, urtikaria, demam, takikardia, kaku otot. Reaksi sedang-berat biasanya disebabkan oleh hipersensitivitas sedang-berat, demam akibat reaksi transfusi non-hemolitik (antibodi terhadap leukosit, protein, trombosit), kontaminasi pirogen dan/atau bakteri.3 Pada reaksi yang membahayakan nyawa ditemukan gejala gelisah, nyeri dada, nyeri di sekitar tempat masuknya infus, napas pendek, nyeri punggung, nyeri kepala, dan dispnea. Terdapat pula tanda-tanda kaku otot, demam, lemah, hipotensi (turun 20% tekanan darah sistolik), takikardia (naik 20%), hemoglobinuria dan perdarahan yang tidak jelas. Reaksi ini disebabkan oleh hemolisis intravaskular akut, kontaminasi bakteri, syok septik, kelebihan cairan, anafilaksis dan gagal paru akut akibat transfusi.3 a. Hemolisis intravaskular akut Reaksi hemolisis intravaskular akut adalah reaksi yang disebabkan inkompatibilitas sel darah merah. Antibodi dalam plasma pasien akan melisiskan sel darah merah yang inkompatibel. Meskipun volume darah inkompatibel hanya sedikit (10-50 ml) namun sudah dapat menyebabkan reaksi berat. Semakin banyak volume darah yang inkompatibel maka akan semakin meningkatkan risiko.3,11 Penyebab terbanyak adalah inkompatibilitas ABO. Hal ini biasanya terjadi akibat kesalahan dalam permintaan darah, pengambilan contoh darah dari pasien ke tabung yang belum diberikan label, kesalahan pemberian label pada tabung dan ketidaktelitian memeriksa identitas pasien sebelum transfusi. Selain itu penyebab lainnya adalah adanya antibodi dalam plasma pasien melawan antigen golongan darah lain (selain golongan darah ABO) dari darah yang ditransfusikan, seperti sistem Idd, Kell atau Duffy.3,11,12,13 Jika pasien sadar, gejala dan tanda biasanya timbul dalam beberapa menit awal transfusi, kadang-kadang timbul jika telah diberikan kurang dari 10 ml. Jika pasien tidak sadar atau dalam anestesia, hipotensi atau perdarahan yang tidak terkontrol mungkin merupakan satu-satunya tanda inkompatibilitas transfusi. Pengawasan pasien dilakukan sejak awal transfusi dari setiap unit darah.3b. Kelebihan cairan Kelebihan cairan menyebabkan gagal jantung dan edema paru. Hal ini dapat terjadi bila terlalu banyak cairan yang ditransfusikan, transfusi terlalu cepat, atau penurunan fungsi ginjal. Kelebihan cairan terutama terjadi pada pasien dengan anemia kronik dan memiliki penyakit dasar kardiovaskular.3,11

c. Reaksi anafilaksis Risiko meningkat sesuai dengan kecepatan transfusi. Sitokin dalam plasma merupakan salah satu penyebab bronkokonstriksi dan vasokonstriksi pada resipien tertentu. Selain itu, defisiensi IgA dapat menyebabkan reaksi anafilaksis sangat berat. Hal itu dapat disebabkan produk darah yang banyak mengandung IgA. Reaksi ini terjadi dalam beberapa menit awal transfusi dan ditandai dengan syok (kolaps kardiovaskular), distress pernapasan dan tanpa demam. Anafilaksis dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan cepat dan agresif.3,11,12,13 d. Cedera paru akut akibat transfusi (Transfusion-associated acute lung injury = TRALI) Cedera paru akut disebabkan oleh plasma donor yang mengandung antibodi yang melawan leukosit pasien. Kegagalan fungsi paru biasanya timbul dalam 1-4 jam sejak awal transfusi, dengan gambaran foto toraks kesuraman yang difus. Tidak ada terapi spesifik, namun diperlukan bantuan pernapasan di ruang rawat intensif.3,11 2. Reaksi Lambat a. Reaksi hemolitik lambat Reaksi hemolitik lambat timbul 5-10 hari setelah transfusi dengan gejala dan tanda demam, anemia, ikterik dan hemoglobinuria. Reaksi hemolitik lambat yang berat dan mengancam nyawa disertai syok, gagal ginjal dan DIC jarang terjadi. Pencegahan dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium antibodi sel darah merah dalam plasma pasien dan pemilihan sel darah kompatibel dengan antibodi tersebut.3,11,12,13 b. Purpura pasca transfusi Purpura pasca transfusi merupakan komplikasi yang jarang tetapi potensial membahayakan pada transfusi sel darah merah atau trombosit. Hal ini disebabkan adanya antibodi langsung yang melawan antigen spesifik trombosit pada resipien. Lebih banyak terjadi pada wanita. Gejala dan tanda yang timbul adalah perdarahan dan adanya trombositopenia berat akut 5-10 hari setelah transfusi yang biasanya terjadi bila hitung trombosit 48 jam menyimpulkan bahwa transfusi darah merupakan faktor risiko untuk terjadinya gagal organ multipel (multiple organ failure = MOF) yang tidak bergantung pada indeks syok lainnya. Zallen dkk18 melakukan studi kohort prospektif terhadap 63 pasien yang berisiko menderita MOF pasca trauma untuk mengetahui apakah umur PRC yang ditransfusikan merupakan faktor risiko timbulnya MOF pasca trauma. Dalam penelitian ini terdapat 23 pasien yang diidentifikasi menderita MOF dan menerima 6-20 unit PRC dalam 12 jam pertama setelah trauma. Umur PRC yang ditransfusikan pada 6 jam pertama dicatat dan dilakukan regresi logistik multipel terhadap pasien yang menderita MOF maupun tidak. Disimpulkan bahwa umur PRC yang ditransfusikan pada 6 jam pertama merupakan faktor risiko tidak bergantung (independent) atas terjadinya MOF. 3. Penularan Infeksi Risiko penularan penyakit infeksi melalui transfusi darah bergantung pada berbagai hal, antara lain prevalensi penyakit di masyarakat, keefektifan skrining yang digunakan, status imun resipien dan jumlah donor tiap unit darah.11 Saat ini dipergunakan model matematis untuk menghitung risiko transfusi darah, antara lain untuk penularan HIV, virus hepatitis C, hepatitis B dan virus human T-cell lymphotropic (HTLV). Model ini berdasarkan fakta bahwa penularan penyakit terutama timbul pada saat window period (periode segera setelah infeksi dimana darah donor sudah infeksius tetapi hasil skrining masih negatif).19 a. Transmisi HIV Penularan HIV melalui transfusi darah pertama kali diketahui pada akhir tahun 1982 dan awal 1983. Pada tahun 1983 Public Health Service (Amerika Serikat) merekomendasikan orang yang berisiko tinggi terinfeksi HIV untuk tidak menyumbangkan darah. Bank darah juga mulai menanyakan kepada donor mengenai berbagai perilaku berisiko tinggi, bahkan sebelum skrining antibodi HIV dilaksanakan, hal tersebut ternyata telah mampu mengurangi jumlah infeksi HIV yang ditularkan melalui transfusi. Berdasarkan laporan dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) selama 5 tahun pengamatan, hanya mendapatkan 5 kasus HIV/tahun yang menular melalui transfusi setelah dilakukannya skrining antibodi HIV pada pertengahan maret 1985 dibandingkan dengan 714 kasus pada 1984.19Pengenalan pemeriksaan antibodi HIV tipe 2 ternyata hanya sedikit berpengaruh di Amerika Serikat, yaitu didapatkan 3 positif dari 74 juta donor yang diperiksa. Perhatian terhadap kemungkinan serotipe HIV tipe 1 kelompok O terlewatkan dengan skrining yang ada sekarang ini, timbul setelah terdapat 1 kasus di Amerika Serikat, sedangkan sebagian besar kasus seperti ini terjadi di Afrika Barat dan Perancis. Di Amerika Serikat, dari 1.072 sampel serum yang disimpan tidak ada yang positif menderita HIV tipe 1 kelompok O.24 Untuk mengurangi risiko penularan HIV melalui transfusi, bank darah mulai menggunakan tes antigen p24 pada tahun 1995. Setelah kurang lebih 1 tahun skrining, dari 6 juta donor hanya 2 yang positif (keduanya positif terhadap antigen p24 tetapi negatif terhadap antibodi HIV).19 b. Penularan virus hepatitis B dan virus hepatitis C Penggunaan skrining antigen permukaan hepatitis B pada tahun 1975 menyebabkan penurunan infeksi hepatitis B yang ditularkan melalui transfusi, sehingga saat ini hanya terdapat 10% yang menderita hepatitis pasca transfusi. Makin meluasnya vaksinasi hepatitis B diharapkan mampu lebih menurunkan angka penularan virus hepatitis B. Meskipun penyakit akut timbul pada 35% orang yang terinfeksi, tetapi hanya 1-10% yang menjadi kronik.19 Transmisi infeksi virus hepatitis non-A non-B sangat berkurang setelah penemuan virus hepatitis C dan dilakukannya skrining anti-HCV. Risiko penularan hepatitis C melalui transfusi darah adalah 1:103.000 transfusi. Infeksi virus hepatitis C penting karena adanya fakta bahwa 85% yang terinfeksi akan menjadi kronik, 20% menjadi sirosis dan 1-5% menjadi karsinoma hepatoselular. Mortalitas akibat sirosis dan karsinoma hepatoselular adalah 14,5% dalam kurun waktu 21-28 tahun.22 Prevalensi hepatitis B di Indonesia adalah 3-17% dan hepatitis C 3,4% sehingga perlu dilakukan skrining hepatitis B dan C yang cukup adekuat.21c. Transmisi virus lain Di Amerika Serikat prevalensi hepatitis G di antara darah donor adalah 1-2%.17 Banyak orang yang secara serologik positif virus hepatitis G juga terinfeksi hepatitis C. Meskipun infeksi hepatitis G dapat menimbulkan karier kronik akan tetapi tidak ada bukti yang menyatakan bahwa infeksi hepatitis G dapat menyebabkan hepatitis kronis maupun akut.20 Infeksi yang disebabkan kontaminasi komponen darah oleh organisme lain seperti hepatitis A dan parvovirus B19, untuk darah donor yang tidak dilakukan skrining serologis, telah dicatat tetapi perkiraan angka infeksi melalui transfusi tidak ada.18 Infeksi karena parvovirus B19 tidak menimbulkan gejala klinis yang bermakna kecuali pada wanita hamil, pasien anemia hemolitik dan imunokompromais. Di Amerika Serikat, penularan virus hepatitis A melalui transfusi darah hanya terjadi pada 1: 1 juta kasus.19 Di Kanada 35-50% darah donor seropositif terhadap sitomegalovirus (CMV).23 Di Irlandia didapatkan angka 30%, tetapi hanya sebagian kecil dari yang seropositif menularkan virus melalui transfusi. Risiko penularan CMV melalui transfusi terutama terjadi pada bayi dengan berat badan sangat rendah ( 100 cc/jamd. Atasi demam dengan antipiretike. Periksa faal hemostasis untuk mengatasi kemungkinan DIC2. Reaksi transfusi alergia. Transfusi dihentikan dan diganti dengan infus NaCl 0,9%b. Antihistamin (IM atau IV)Setelah gejala hilang transfusi dapat dilanjutkan, sebaiknya dengan unit darah yang lain.3. Reaksi anafilaksisa. Tinggikan kedua tungkai untuk memperbaiki venous returnb. Hentikan transfusi dan diganti dengan infus NaCl 0,9%c. Adrenalin 0,1-0,2 mg IV diulang tiap 5-15 menit sampai sirkulasi membaik. Mungkin perlu dilanjutkan dopamine drip.d. Berikan antihistamin (IM atau IV)e. Steroid (hidrokortison 100 mg IV, deksametason 4-5 mg IV)f. Aminofilin 5 mg/kgBB setelah tekanan darah membaikg. Oksigen 4. Kelebihan cairana. Hentikan transfusib. Posisi penderita setengah duduk dan berikan oksigenc. Furosemid 1-2 mg/kgBB IV dan digitalisasi cepatd. Pertimbangkan phlebotomy, darah dikeluarkan 500 cce. Pada edema paru berat perlu diberikan morfin IV dengan titrasi pelan 1 mg pelan-pelan, diulang tiap 10 menit sampai sesak mereda. Sedikit overdosis morfin akan menyebabkan depresi nafas/apnea.5

BAB IIIKESIMPULAN

Dari uraian tersebut di atas dapat diambil kesimpulan yaitu:1. Transfusi Darah adalah proses pemindahan darah dari seseorang yang sehat (donor) ke orang sakit (resipien) yang diberikan secara intravena melalui pembuluh darah.2. Tujuan transfusi darah antara lain memperbaiki kemampuan mengangkut oksigen, mengembalikan volume cairan yang keluar, memperbaiki faal pembekuan darah, memperbaiki kemampuan fagositosis dan menambah sejumlah protein dalam darah.3. Komplikasi transfusi darah secara klasifikasi berdasarkan reaksi akut, reaksi lambat, penularan infeksi, transmisi massif.

DAFTAR PUSTAKA

1. Latief SA, Suryadi KA, Cachlan MR. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi Kedua. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI.2. Gary, R Strange, William R, Steven L, 2002, Pediatric Emergency Medicine, 2nd edition. Boston: Mc Graw Hill, halaman: 527-529.3. WHO. The clinical use of blood: handbook. Geneva, 2002. Didapat dari URL:http://www.who.int/bct/Main_areas_of_work/Resource_Centre/CUB/English/Handbook.pdf.4. Nhlbi.nih.gov. What is a blood transfusion. July 1st,2009. Available: http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/bt/. Accessed on:September 20th,2011.5. Boediwarsono, Soebiandiri, Sugianto et al. 2007. Transfusi Darah dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya. Surabaya: Airlangga University Press. pp:187-926. Djoerban, Zubairi. 2009. Dasar-dasar transfuse darah, dalam Buku ajar Ilmu Penyakit dalam FK UI. Ed IV. Jakarta; Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.7. Hewitt PE, Wagstaff W. 1995. Donor darah dan Uji Donor darah. Dalam : Contreras M,Ed. Petunjuk Penting Transfusi (ABC of Transfusion), edisi ke-2; alih bahasa Oswari J. Jakarta : EGC;1-48. Contreras M, Mollison PI. Uji Sebelum Transfusi dan Kebijakan Pemesanan darah. Dalam : Contreras M,Ed. Petunjuk Penting transfusi (ABC of Transfusion) Edisi ke-2, alih bahasa Oswari J, Jakarta : EGC, 5-8.9. Davies SC, brozovic M. Transfusi Sel darah Merah. Dalam Contreras M, Ed. Petunjuk Penting transfusi (ABS of Transfusion) Edisi ke-2. Alih Bahasa Oswari. Jakarta: EGC, 9-1410. Blumberg N, Heal J, Chuang C, Murphy P, Agarwal M. Further evidence supporting a cause and effect relationship between blood transfusion and earlier cancer recurrence. Ann Surg 1988;207:410-5.11. National Blood Users Group. A guideline for transfusion of red blood cells in surgical patients. Irlandia, Januari 2001. Didapat dariURL: http://www.doh.ie/pdfdocs/blood.pdf.12. Panitia Medik Transfusi RSUP Dr. Soetomo. Pedoman pelaksanaan transfusi darah dan komponen darah. Edisi 3. Surabaya: RSUP Dr. Soetomo-Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga; 2001. h. 18-31.13. Scottish Intercollegiate Guidelines Network. Perioperative blood transfusion for elective surgery: a national clinical guideline. Skotlandia, Oktober 2001. Didapat dari URL: http://www.sign.ac.uk14. Busch O, Hop W, van Papendrecht MH, Marquet RL, Jeekel J. Blood transfusions and prognosis in colorectal cancer. N Engl J Med 1993;19:1372-6. 15. Jensen LS, Andersen AJ, Christiansen PM, Hokland P, Juhl CO, Madsen G dkk. Postoperative infection and natural killer cell function following blood transfusion in patients undergoing elective colorectal surgery. Br J Surg. 1992;79:513-6. 16. Agarwal N, Murphy JG, Cayten CG, Stahl WM. Blood transfusion increases the risk of infection after trauma. Arch Surg. 1993 ;128:171-6; discussion 176-7. 17. Moore FA, Moore EE, Sauaia A. Blood transfusion. An independent risk factor for postinjury multiple organ failure. Arch Surg 1997;132:620-4; discussion 624-5. 18. Zallen G, Offner PJ, Moore EE, Blackwell J, Ciesla DJ, Gabriel J, dkk. Age of transfused blood is an independent risk factor for postinjury multiple organ failure. Am J Surg 1999;178:570-2. 19. Goodnough LT, Brecher ME, Kanter MH, AuBuchon JP. Transfusion Medicine (first of two parts): blood transfusion. N Engl J Med 1999;340:438-47.20. Canadian Medical Association. Guidelines for red blood cell and plasma transfusion for adults and children. Can Med Assoc J 1997;156:S1-24.21. Panitia Medik Transfusi RSUP Dr. Soetomo. Pedoman pelaksanaan transfusi darah dan komponen darah. Edisi 3. Surabaya: RSUP Dr. Soetomo-Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga; 2001. h. 18-31.

REFERAT

TRANSFUSI DARAH

Oleh:Fitriana CahyaniJ500090089

Pembimbing:dr. I Wayan Mertha, Sp.PD

KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAMRSUD DR. HARJONO PONOROGOFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA2013

REFERATTRANSFUSI DARAH

Yang diajukan Oleh:Fitriana Cahyani (J500090089)

Telah disetujui dan disyahkan oleh bagian Program Pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta, pada hari Selasa, 20 Agustus 2013.

Pembimbing :dr. I Wayan Mertha, Sp.PD ()

Dipresentasikan di hadapan :dr. I Wayan Mertha, Sp.PD ()

Disahkan Ka. Program Profesi :dr. Dona Dewi Nirlawati ()

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA2013