referat rhinosinusitis
DESCRIPTION
tht rhinoTRANSCRIPT
REFERAT
Sinusitis
Disusun oleh :
Muhamad Azuan bin Ayob
11.2014.217
Pembimbing :
dr. Benhard B.J. Pandjaitan, Sp. THT-KL
Kepaniteraan Klinik Ilmu THT
RS Family Medical Centre
5 Oktober- 7 November 2015
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Pendahuluan
Sinusitis banyak terjadi pada dewasa sehinggakan menyebabkan penurunan efektivitas kerja,
kualitas hidup, dan juga membutuhkan biaya pengobatan yang tinggi. Lebih dari 1 dalam 5
kasus yang dipreskripsikan obat antibiotic adalah buat penyakit sinusitis sehinggakan ia
merupakan antara diagnosis yang sering dipreskripsikan obat antibiotic.1-2
Anatomi
Cavum nasi dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi cavum nasi kanan dan
kiri. Pintu masuk cavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang
disebut koana, yang menghubungkan cavum nasi dengan nasofaring. Tepat dibelakang nares
anterior terdapat vestibulum yang dilapisi oleh kulit. Vestibulum memiliki banyak kelenjar
sebasea dan rambut- rambut yang disebut vibrissae. 3-4
Pada dinding lateral terdapat 4 buah concha, berturut-turut dari yang terbesar: concha
inferior, concha media, concha superior dan concha suprema (biasanya rudimenter). Diantara
concha-concha dan dinding lateral hidung terdapat rongga kecil yang disebut meatus. 3-4
Berdasarkan letaknya terdapat 3 meatus: 3-4
a. Meatus inferior, dimuarai oleh duktus nasolakrimalis
b. Meatus medius, dimuarai oleh sinus frontal, sinus maksila dan sinus ethmoidalis anterior
c. Meatus superior, dimuarai oleh sinus ethmoidalis anterior dan sinus sfenoid.
Histologi
Mukosa respiratoria
Melapisi cavum nasi bagian bawah, permukaannya dilapisi oleh pseudo stratified columnar
epithelium yang memiliki silia dan diantaranya terdapat sel-sel goblet. 3-4
Fisiologi
Pengondisian Udara
Sewaktu udara memasuki hidung, vibrissae besar menahan partikel kasar debu. Saat udara
mencapai fossa nasalis, zat renik dan gas-gas terperangkap dalam lapisan mukus. Mukus ini,
bersama sekret serosa, juga berfungsi melembabkan udara yang masuk, yang melindungi
lapisan alveoli yang halus agar tidak menjadi kering. Jalinan superfisial yang luas juga
menghangatkan udara yang masuk.
Sinus Paranasalis
Merupakan pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga berbentuk rongga di dalam tulang.
Terdapat 4 pasang sinus paranasalis mulai dari yang terbesar, yaitu:
Sinus Maksila
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Sinus maksila disebut juga antrum
Highmore. Saat lahir, sinus maksila bervolume 6-8 ml. Sinus ini kemudian berkembang
dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa. Sinus
maksila berbentuk piramid. Dinding anterior sinus adalah permukaan fasial os maksila yang
disebut fossa canina, dinding posteriornya adalah permukaan infratemporal maksila, dinding
medialnya adalah dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya adalah dasar orbita, dan
dinding inferiornya adalah prosesus alveolaris dan palatum. 3-4
Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus
semilunaris melalui infundibulum etmoid. Menurut Soetjipto dan Mangunkusomo (2007) dari
segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah
Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas yaitu premolar
(P1 dan P2), molar (M1 dan M2), dan kadang-kadang juga gigi taring dan gigi M3,
bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus sehingga infeksi gigi
rahang atas mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis.
Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita.
Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase hanya
tergantung dari gerak silia, lagipula drainase juga harus melalui infundibulum yang
sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan
akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drainase sinus maksila
dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.1,2
Sinus Frontal
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke-empat fetus, berasal
dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus frontal
mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum usia
20 tahun. 3-4
Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar daripada lainya dan
dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa hanya
mempunyai satu sinus frontal dan kurang lebih lima persen sinus frontalnya tidak
berkembang. 3-4
Ukuran sinus frontal adalah mempunyai tinggi 2.8 cm , lebarnya 2.4 cm dan dalamnya 2 cm.
Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Tidak adanya gambaran
septum-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto Rontgen menunjukkan adanya
infeksi sinus. 3-4
Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa serebri anterior,
sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. Sinus frontal berdrainase
melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal, yang berhubungan dengan infundibulum
etmoid. 3-4
Sinus Etmoid
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling penting karena dapat merupakan fokus
infeksi bagi sinus-sinus lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti piramid
dengan dasarnya di bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2.4
cm dan lebarnya 0.5 cm di bagian anterior dan 1.5 cm di bagian posterior. 3-4
Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon, yang
terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara konka media dan
dinding medial orbita. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi. Berdasarkan letaknya, sinus etmoid
dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara ke meatus media dan sinus etmoid
posterior bermuara ke meatus superior. Sel-sel etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan
banyak, letaknya di depan lempeng yang menghubungkan bagian posterior konka media
dengan dinding lateral (lamina basalis), sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya
lebih besar dan sedikit jumlahnya dan terletak di posterior dari lamina basalis. 3-4
Di bagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus frontal,
yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut bula etmoid. Di
daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum, tempat
bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal dapat
menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan
sinusitis maksila. 3-4
Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribrosa. Dinding
lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid dari
rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan sinus sfenoid. 3-4
Sinus Sfenoid
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus sfenoid
dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalah 2 cm tingginya,
dalamnya 2.3 cm dan lebarnya 1.7 cm. Volumenya bervariasi dari 5-7.5 ml. Saat sinus
berkembang, pembuluh darah dan nervus di bagian lateral os sfenoid akan menjadi sangat
berdekatan dengan rongga sinus. 3-4
Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa superior serebri media dan kelenjar
hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus
kavernosus dan arteri karotis interna dan di sebelah posteriornya berbatasan dengan fosa
serebri posterior di daerah pons. 3-4
Fisiologi Sinus Paranasal
Ada yang berpendapat bahwa sinus paranasal ini tidak mempunyai fungsi apa-apa, karena
terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan tulang muka.
Menurut Lund (1997) beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara
lain adalah: 3-4
a. Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur
kelembaban udara inspirasi. Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang
lebih 1/1000 volume sinus pada tipa kali bernapas, sehingga dibutuhkan beberapa jam
untuk pertukaran udara total dalam sinus.
b. Sebagai penahan suhu (thermal insulator)
Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita dan fosa
serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah. Akan tetapi kenyataannya sinus-
sinus yang besar tidak terletak di antara hidung dan organ-organ yang dilindungi.
c. Membantu keseimbangan kepala
Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka, akan
tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan memberikan
pertambahan berat sebesar satu persen dari berat kepala, sehingga teori ini dianggap
tidak bermakna.
d. Membantu resonansi suara
Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan mempengaruhi
kualitas suara. Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus dan ostiumnya tidak
memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonansi yang efektif. Lagi pula tidak ada
korelasi antara resonansi suara dan besarnya sinus pada hewan-hewan tingkat rendah.
e. Sebagai perendam perubahan tekanan udara
Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan besar dan mendadak, misalnya pada
waktu bersin atau membuang ingus.
f. Membantu produksi mukus
Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil dibandingkan
dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang
turut masuk dengan udara inspirasi kerana mukus ini keluar dari meatus media,
tempat yang paling strategis.
Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia dan
palut lendir di atasnya. Di dalam sinus silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan
lendir menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah tertentu polanya.
Pada dinding lateral hidung terdapat dua aliran transport mukosiliar dari sinus. Lendir
yang berasal dari kelompok sinus anterior yang bergabung di infundibulum etmoid
dialirkan ke nasofaring di depan muara tuba Eustachius. Lendir yang berasal dari
kelompok sinus posterior bergabung dengan resesus sfenoetmoidalis, dialirkan ke
nasofaring di postero-superior muara tuba. Inilah sebabnya pada sinusitis didapati
sekret pasca-nasal (post nasal drip), tetapi belum tentu ada sekret di rongga hidung.
Definisi
Rhinitis merupakan inflamasi pada mukosa nasal dan bisa didefinisikan dengan gejala iritasi
pada nasal, bersin, rhinorrhoea, sumbatan hidung. Sinusitis pula merupakan inflamasi pada
mukosa sinus paranasal. Seringnya rhinitis akan timbul berbarengan dengan sinusitis
sehinggakan istilah yang dipakai adalah rhinosinusistis.1-8
Klasifikasi Sinusitis
Konsensus internasional tahun 1995 membagi rinosinusitis hanya akut dengan batas sampai
delapan minggu dan kronik jika lebih dari delapan minggu. 3
Klasifikasi secara klinis untuk sinusitis dibagi atas sinusitis akut, subakut dan kronis. Akut
dengan batas sampai 4 minggu, subakut dengan batas antara 4 minggu hingga 3 bulan (12
minggu) dan kronis dengan batas jika lebih dari 3 bulan. 3,5
Sedangkan berdasarkan penyebabnya sinusitis dibagi kepada sinusitis tipe rinogen dan
sinusitis tipe dentogen. Sinusitis tipe rinogen terjadi disebabkan kelainan atau masalah di
hidung dimana segala sesuatu yang menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan
sinusitis. Sinusitis tipe dentogen pula terjadi disebabkan kelainan gigi serta yang sering
menyebabkan sinusitis adalah infeksi pada gigi geraham atas yaitu gigi pre molar dan molar.
2-3
Selain itu bisa diklasifikasikan berdasarkan dugaan penyebabnya yakni acute viral
rhinosinusitis di mana adanya rhinorea yang bersifat purulent selama 4 minggu ditambah
dengan keluhan lain seperti obstruksi hidung, nyeri wajah dimana keluhan tadi timbul kurang
dari 10 hari dan gejalanya tidak memburuk. Kalau curiganya acute bacterial rhinosinusitis
maka keluhannya gagal untuk membaik dalam waktu 10 hari atau keluhannya memburuk
dalam 10 hari setelah ada perbaikan pada awalnya (double worsening).1,2,5
Predisposisi dan Penyebab
Sinusitis lebih sering disebabkan adanya faktor predisposisi seperti : 1-2
1. Gangguan fisik akibat kekurangan gizi, kelelahan, atau penyakit sistemik.
2. Gangguan faal hidung oleh karena rusaknya aktivitas silia oleh asap rokok, polusi
udara, atau karena panas dan kering.
3. Kelainan anatomi yang menyebabkan gangguan saluran seperti :
Atresia atau stenosis koana
Deviasi septum
Hipertroti konka media
Polip yang dapat terjadi pada 30% anak yang menderita fibrosis kistik
Tumor atau neoplasma
Hipertroti adenoid
Udem mukosa karena infeksi atau alergi
Benda asing
4. Berenang dan menyelam pada waktu sedang pilek
5. Trauma yang menyebabkan perdarahan mukosa sinus paranasal
6. Kelainan imunologi didapat seperti imunodefisiensi karena leukemia dan
imunosupresi oleh obat.
Sinusitis bisa bersifat akut (berlangsung selama 3 minggu atau kurang) maupun kronis
(berlangsung selama 3-8 minggu tetapi dapat berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun). 4
Penyebab sinusitis akut: 3-4
1. Infeksi virus
Sinusitis akut bisa terjadi setelah suatu infeksi virus pada saluran pernafasan bagian
atas (misalnya pilek).
2. Bakteri
Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam keadaan normal
tidak menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus pneumoniae, Haemophilus
influenzae). Jika sistem pertahanan tubuh menurun atau drainase dari sinus tersumbat
akibat pilek atau infeksi virus lainnya, maka bakteri yang sebelumnya tidak berbahaya
akan berkembang biak dan menyusup ke dalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus
akut.
3. Infeksi jamur
Kadang infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut. Aspergillus merupakan jamur
yang bisa menyebabkan sinusitis pada penderita gangguan sistem kekebalan. Pada
orang-orang tertentu, sinusitis jamur merupakan sejenis reaksi alergi terhadap jamur.
4. Peradangan menahun pada saluran hidung.
Penderita rinitis alergika bisa terjadi sinusitis akut. Demikian pula halnya pada
penderita rinitis vasomotor.
5. Penyakit tertentu.
Sinusitis akut lebih sering terjadi pada penderita gangguan sistem kekebalan dan
penderita kelainan sekresi lendir (misalnya fibrosis kistik).
Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran klirens dari
mukosiliar didalam komplek osteo meatal (KOM). Disamping itu mukus juga mengandung
substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang
masuk bersama udara pernafasan. 3-4
Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga mukosa yang
berhadapan akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan silia tidak dapat bergerak dan juga
menyebabkan tersumbatnya ostium. Hal ini menimbulkan tekanan negatif didalam rongga
sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi atau penghambatan drainase sinus. Efek awal
yang ditimbulkan adalah keluarnya cairan serous yang dianggap sebagai sinusitis non
bakterial yang dapat sembuh tanpa pengobatan. Bila tidak sembuh maka sekret yang
tertumpuk dalam sinus ini akan menjadi media yang poten untuk tumbuh dan multiplikasi
bakteri, dan sekret akan berubah menjadi purulen yang disebut sinusitis akut bakterialis yang
membutuhkan terapi antibiotik. Jika terapi inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut, akan
terjadi hipoksia dan bakteri anaerob akan semakin berkembang. Keadaan ini menyebabkan
perubahan kronik dari mukosa yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. 3-4
Sinusitis Akut
Sinusitis Maksilaris
Sinusitis maksilaris akut biasanya menyusul infeksi saluran napas atas yang ringan. Alergi
hidung kronik, benda asing, dan deviasi septum nasi merupakan faktor-faktor predisposisi
lokal yang paling sering ditemukan. Gejala infeksi sinus maksilaris akut berupa demam,
malaise, dan nyeri kepala yang tak jelas yang biasanya reda dengan pemberian analgetik
biasa seperti aspirin. Wajah terasa bengkak, penuh, dan gigi terasa nyeri pada gerakan kepala
mendadak, misalnya sewaktu naik atau turun tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang
tumpul dan menusuk, serta nyeri pada palpasi dan perkusi. Selama berlangsungnya sinusitis
maksilaris akut, pemeriksaan fisik akan mengungkapkan adanya pus dalam hidung. Sekret
mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk. Gambaran radiologik
sinusitis akut mula-mula berupa penebalan mukosa, selanjutnya opasifikasi sinus lengkap
akibat mukosa yang membengkak hebat, atau akibat akumulasi cairan yang memenuhi sinus.
Biakan bakteri yang muncul biasanya Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae,
bakteri anaerob, Branghamella catarrhalis. Sinusitis Maksilaris akut biasanya diterapi dengan
antibiotik spektrum luas seperti amoksilin, ampisilin atau eritromisin plus sulfonimid, dengan
alternatif lain berupa amoksisilin, sefaklor, dan sefuroksim. 4
Sinusitis Etmoidalis
Sinus ini terisolasi lebih lazim pada anak, seringkali bermanifestasi sebagai selulitis orbita.
Pada dewasa, seringkali bersama-sama dengan sinusitis maksilaris, serta dianggap sebagai
penyerta sinusitis frontalis yang tak dapat dielakkan. Gejalanya nyeri dan nyeri tekan di
antara kedua mata dan di atas jembatan hidung, drainase dan sumbatan hidung. Pada anak,
dinding lateral labirin etmoidalis (lamina papirasea) seringkali merekah sehingga menjadi
selulitis orbita. Pengobatannya antibiotik sistemik. 4
Sinusitis Frontalis
Sinus frontalis akut hampir selalu bersama-sama dengan infeksi sinus etmoidalis anterior.
Sinus frontalis berkembang dari sel-sel udara etmoidalis anterior dan duktus nasalis frontalis
berlekuk-lekuk berjalan amat dekat dengan sel-sel ini. Selain daripada gejala infeksi yang
umum pada sinus frontalis terdapat nyeri kepala yang khas. Nyeri berlokasi di atas alis mata,
biasanya pada pagi hari dan memburuk menjelang tengah hari, kemudian perlahan-lahan
mereda menjelang malam. 4
Sinusitis Sfenoidalis
Sinusitis sfenoidalis akut terisolasi sangat jarang. Sinus ini dicirikan oleh nyeri kepala yang
mengarah ke verteks kranium. 4
Sinusitis Kronik
Per definisisi, sinusitis kronik berlangsung selama beberapa bulan atau tahun. Gambaran
patologis sinusitis kronik adalah kompleks dan ireversibel. Etiologi dan faktor predisposisi
sinusitis kronik cukup beragam. 4
. Gejala sinusitis kronik tidak jelas. Kadang terdapat nyeri kepala, hidung tersumbat, batuk
kronis. Pengobatan harus berupa terapi infeksi dan faktor penyebab infeksi secara
berbarengan. Tindakan bedah sederhana pada sinusitis maksilaris kronik adalah membuat
lubang drainase yang memadai. Prosedurnya nasoanostromi atau pembentukan fenestra
nasoantral. 4
Pemeriksaan Penunjang
Sitologi Nasal
Punktur pada sinus (maksilaris atau frontal) merupakan gold standar untuk mendapatkan
bahan kultur. Dengan adanya neutrophils dan bakteri bisa menegakkan rhinosinusitis
bakterial.1
Radiologi
Bisa membantu untuk menegakkan diagnosis rhinosinusitis akut. 1
Foto polos
Sering dilakukan sebagai first line investigation. Diindikasikan pada rhinosinusitis yang ada
gejala yang persis meskipun sudah diberikan terapi yang adekuat. Tidak dilakukan pada anak
kurang dari 3 tahun karena sinus mereka belum lagi sempurna dan bisa terjadi false positif
opasifikasi. 1
Posisi yang digunakan adalah posisi waters (occipitomental) untuk sinus maksilaris dan
caldwell_Luc (frontal) untuk sinus frontal. Hallmark nya adalah terdapat air-fluid level ada
sinus-sinus tersebut. 1
CT scan
Merupakan pilihan untuk diagnosa kronik rhinosinusitis, namun tidak biasa dilakukan pada
rhinosinusitis yang tiada komplikasi. 1
Penatalaksanaan
Tujuan utamanya adalah untuk meneradikasikan infeksi, mencegah terjadinnya rhinosinusitis
kronis, mengurangi durasi penyakit dan mencegah komplikasi. 1
Ancillary treatment
Adalah untuk membantu dalam membaiki fungsi silia dan mengurangi edema supaya
membaiki drainase melalui ostia sinus. 1
Decongestan
Boleh memberikan perbaikan sementara pada hidung tersumbat dan yang ada adalah topikal
yakni phenylephrine, oxymetazoline dan xylometazoline. Dalam bentuk spray atau tetes
mereka kerjanya dengan mengkonstriksi sinusoid dalam mukosa nasal. 1
Kalau yang oral pula seperti pseudoephedrine, ephedrine dan phenylephrine juga sering
digunakan. Biasanya untuk tempoh waktu pendek untuk memberikan relief yang cepat. 1
Antikolinergik
Digunakan buat mengurangi gejala rhinorea untuk memblokir reseptor muskarinik yang
menyebabkan sekresi cairan pada kelenjar. Efek samping, akan rasa kering dan iritasi dan
seperti terbakar. 1
Antihistamin
Tiada studi yang mendukung penggunaan antihistam pada rhinosinusitis akut. 1
Nasal saline spray
Bisa mengurangi gejala rhinitis. Irigasi nasal harian membaiki kualitas hidup yang
dipengaruhi oleh gangguan sinus. Dapat mengurangi gejala dan mengurangi penggunaan
obatan lain pada sinusitis. 1
Kortikosteroid topikal
Tidak ada studi yang mengatakan penggunaannya ada efek pada clinical outcome. 1
Antimikroba
Sulit untuk membedakan pada gejala viral dan bakteri. Seringnya sebanyak 2/3 pasien
membaik tanpa penggunaan antimikroba dimana sinusitis mereka mulai sebagai akibat viral.
Antimikroba perlu digunakan pada pasien dengan gejala yang persisten meleihi 10 hari atau
yang punya keluhan yang disebabkan oleh komplikasi. 1
Penatalaksanaan Bedah
Diindikasikan pada keadaan gagalnyaterapi dan juga kalau ada potensi untuk terjadinya
komplikasi. 1
Antral Washout
Kini pada komplikasi kalau ada abses di dalam sinus paranasal. Dilakukan punktur sinus dan
irigasi untuk membuang sekret purulen. Boleh juga sebagai mendapatkan bahan untuk kultur
dan sensitivity untuk membantu terapi antimikroba. 1
External frontoethmoidectomy
Untuk komplikasi pada sinusitis ethmoid yang terjadinya selulitis atau abses pada orbita. 1
Frontal sinus trephination
Pada sinusitis frontal akut yang gagal respon pada terapi konservatif. 1
Functional Endoscopic Sinus Surgery
Membantu dalam ventilasi dan drainase pada sinus yang terjadi inflamasi atau infeksi dan
juga mengembalikan mucociliary clearance kepada normal. 1
Komplikasi
Komplikasi oleh rhinosinusitis dibagi kepada:3
Lokal
Mucocele
Osteomielitis
Orbital
Edema pada palpebra
Subperiosteal abses
Selilitis orbita
Abses orbita
Intrakranial
Meningitis
Abses extradura
Abses subdura
Abses otak
Infeksi menurun
Otitis media
Pharingitis dan tonsilitis
Laringitis persisten dan trakeobronkitis
Kesimpulan
Rhinisinusitis merupakan antara penyakit yang sering diketemukan dan sering dimulai
sebagai self-limiting infeksi viral pada mukosa sinonasal. Infeksi bakteri akan mulai setelah
lebih dari 10 hari.
Daftar Pustaka
1. Rosenfeld,R.M., Piccirillo,J.F., Chandrasekhar, S.S., Itzhak Brook, Kaparaboyna Ashok
Kumar, Kramper,M., Orlandi,R.R., Palmer,J.N., Patel,Z.M., Anju Peters, Walsh,S.A., &
Corrigan, M.D. Clinical Practice Guideline (Update):Adult Sinusitis Executive Summary.
Otolaryngology– Head and Neck Surgery. 2015, Vol. 152(4) 598–609
2. Ajmal Masood, Ioannis Moumoulidis & Jaan Panesar. (2007). Postgrad Med J
2007;83:402–408. doi: 10.1136/pgmj.2006.054767
3. Dhingra, P.L., & Dingra, S. Diseases of ear nose and throat and head and neck surgery. 6th
ed. Elsevier; India: 2014. 187-201
4. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Karsinoma Nasofaring. Buku Ajar
Ilmu kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala leher Edisi keenam FKUI. Balai Penerbit
FK UI, 2007 : 122-130
5.Rhinosinusitis Diagnosis and Management for the Clinician:A Synopsis of Recent
Consensus Guidelines. Mayo Clin Proc. 2011;86(5):427-443
6. Caspersen,L.A., Walter,L.M., Walsh,S.A., Rosenfeld,R.M., & Piccirillo,J.F. Plain
Language Summary: Adult Sinusitis (Sinus Infection). Otolaryngology– Head and Neck
Surgery 2015, Vol. 153(2) 161–166
7. Worrall,G. Acute sinusitis. Canadian Family Physician. 2011, Vol 57: 565-7
8. Cady,R.K., Dodick,D.W., Levine,H.L., Schreiber,C.P., Eross,E.J., Setzen,M.,
Blumenthal,H.J., Lumry,W.R., Berman,G.D., & Durham,P.L. Sinus Headache: A Neurology,
Otolaryngology, Allergy, and Primary Care Consensus on Diagnosis and Treatment. Mayo
Clin Proc. 2005;80(7):908-916