referat radiologi derilandry new
DESCRIPTION
RadiologiTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Vertebra (tulang belakang) dimulai dari cranium sampai pada apex coccigeus,
membentuk skeleton dari leher, punggung dan bagian utama dari skeleton (tulang
cranium, costa dan sternum). Fungsi vertebra yaitu melindungi medulla spinalis dan
serabut syaraf, menyokong berat badan dan berperan dalam perubahan posisi tubuh.
Trauma vertebra adalah cedera yang terjadi pada tulang belakang. Trauma tulang
dapat mengenai jaringan lunak berupa ligamen, discus dan faset, tulang belakang dan
medulla spinalis. Penyebab trauma vertebra adalah kecelakaan lalulintas (44%),
kecelakaan olahraga (22%), terjatuh dari ketinggian (24%), dan kecelakaan kerja .Trauma tulang belakang menurut ketidakstabilannya digolongkan menjadi trauma
stabil dan trauma tidak stabil. Sedangkan, menurut lokasinya trauma tulangbelakang
(vertebra) dibagi menjadi trauma cervical dan torakolumbal.
Diagnosis klinik adanya fraktur cervical dan thorakolumbal didapatkan melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan berupa
pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan pada trauma tulang belakang meliputi
pemeriksaan konvensional, tomografi konvensional, CT scan atau CT mielo, MRI
tergantung dari indikasinya. Pemeriksaan konvensional masih merupakan
pemeriksaan utama dan pemeriksaan pertama yang harus dilakukan. Pemeriksaan CT
scan dan MRI dilakukan untuk melengkapi pemeriksaan konvensional untuk evaluasi
yang lebih detil atau untuk melihat kelainan yang tidak dapat dilihat pada
pemeriksaan konvensional.
| Pemeriksaan Radiologis Trauma Vertebrae 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Vertebra
Tulang belakang manusia adalah pilar atau tiang yang berfungsi sebagai
penyangga tubuh dan melindungi medulla spinalis. Pilar itu terdiri atas 33 ruas
tulang belakang yang tersusun secara segmental yang terdiri atas 7 ruas tulang
servikal (vertebra cervicalis), 12 ruas tulang torakal (vertebra torakalis), 5 ruas
tulang lumbal (vertebra lumbalis), 5 ruas tulang sakral yang menyatu (vertebra
sakral), dan 4 ruas tulang ekor (vertebra koksigeus).
Setiap ruas tulang belakang dapat bergerak satu dengan yang lain oleh
karena adanya dua sendi di posterolateral dan diskus intervertebralis di
anterior. Pada pandangan dari samping pilar tulang belakang membentuk
lengkungan atau lordosis di daerah servikal, torakal dan lumbal. Keseluruhan
vertebra maupun masing-masing tulang vertebra berikut diskus
intervertebralisnya bukanlah merupakan satu struktur yang mampu melenting,
| Pemeriksaan Radiologis Trauma Vertebrae 2
Gambar 1. Gambar Kolumna Vertebrae
melainkan satu kesatuan yang kokoh dengan diskus yang memungkinkan
gerakan antar korpus ruas tulang belakang.
Lingkup gerak sendi pada vertebra servikal adalah yang terbesar.
Vertebra torakal berlingkup gerak sedikit karena adanya tulang rusuk yang
membentuk toraks, sedangkan vertebra lumbal mempunyai ruang lingkup
gerak yang lebih besar dari torakal tetapi makin ke bawah lingkup geraknya
makin kecil.
Vertebra servikalis yang tipikal mempunyai ciri sebagai berikut :
1. Processus transversus mempunyai foramen transversum untuk tempat
lewatnya arteri vertebralis dan vena vertebralis.
2. Spina kecil dan bifida.
3. Corpus kecil dan lebar dari sisi ke sisi.
4. Foramen vertebrale besar dan berbentuk segitiga.
5. Processus articularis superior mempunyai fascies yang menghadap ke
belakang dan atas; procesus articularis inferior mempunyai fascies
yang menghadap ke bawah dan depan.
Vertebra thorakalis yang tipikal mempunyai ciri sebagai berikut:
1. Corpus berukuran besar dan berbentuk jantung.
2. Foramen vertebrale kecil dan bulat.
3. Processus spinosus panjang dan miring ke bawah.
| Pemeriksaan Radiologis Trauma Vertebrae 3
Gambar 2. Vertebra cervicalis
4. Fovea costalis terdapat pada sisi-sisi corpus untuk bersendi dengan
capitulum costae.
5. Fovea costalis terdapat pada processus transversalis untuk bersendi
dengan tuberculum costae.
6. Processus articularis superior mempunyai fascies yang menghadap ke
belakang dan lateral, sedangkan fascies pada procesus articularis
inferior menghadap ke depan dan medial.
Vertebra lumbalis yang tipikal mempunyai ciri sebagai berikut:
1. Corpus besar dan berbentuk ginjal.
2. Pediculus kuat dan mengarah ke belakang.
3. Lamina tebal.
4. Foramina vertebrale berbentuk segitiga.
5. Processus transversum panjang dan langsing.
6. Processus spinosus pendek, rata, berbentuk segiempat, dan mengarah
ke belakang.
7. Fascies articularis processus articularis superior menghadap ke medial
dan yang inferior menghadap ke lateral.
| Pemeriksaan Radiologis Trauma Vertebrae 4
Gambar 3. Vertebra Thorakalis
Kolumna vertebralis terbentuk oleh unit-unit fungsional yang terdiri dari
segmen anterior dan posterior.
a. Segmen anterior, sebagian besar fungsi segmen ini adalah sebagai
penyangga badan. Segmen ini meliputi korpus vertebrata dan diskus
intervebralis yang diperkuat oleh ligamentum longitudinale anterior di
bagian depan dan limentum longitudinale posterior di bagian belakang.
]b. Segmen posterior, dibentuk oleh arkus, prosesus transverses dan prosesus
spinosus. Satu dengan lainnya dihubungkan oleh sepasang artikulasi dan
diperkuat oleh ligament serta otot.
Setiap ruas tulang belakang terdiri atas korpus di depan dan arkus neuralis
di belakang yang di situ terdapat sepasang pedikel kanan dan kiri, sepasang
lamina, dua pedikel, satu prosesus spinosus, serta dua prosesus transversus.
Beberapa ruas tulang belakang mempunyai bentuk khusus, misalnya tulang
servikal pertama yang disebut atlas dan ruas servikal kedua yang disebut
odontoid.
| Pemeriksaan Radiologis Trauma Vertebrae 5
Gambar 4. Vertebra Lumbalis
Kanalis spinalis terbentuk antara korpus di bagian depan dan arkus
neuralis di bagian belakang.Kanalis spinalis ini di daerah servikal berbentuk
segitiga dan lebar, sedangkan di daerah torakal berbentuk bulat dan kecil.
Bagian lain yang menyokong kekompakan ruas tulang belakang adalah
komponen jaringan lunak yaitu ligamentum longitudinal anterior, ligamentum
longitudinal posterior, ligamentum flavum, ligamentum interspinosus, dan
ligamentum supraspinosus.
Stabilitas tulang belakang disusun oleh dua komponen, yaitu komponen
tulang dan komponen jaringan lunak yang membentuk satu struktur dengan
tiga pilar. Pertama yaitu satu tiang atau kolom di depan yang terdiri atas
korpus serta diskus intervertebralis. Kedua dan ketiga yaitu kolom di belakang
kanan dan kiri yang terdiri atas rangkaian sendi intervertebralis lateralis.
Secara keseluruhan tulang belakang dapat diumpamakan sebagai satu gedung
bertingkat dengan tiga tiang utama, satu kolom di depan dan dua kolom di
samping belakang, dengan lantai yang terdiri atas lamina kanan dan kiri,
pedikel, prosesus transversus dan prosesus spinosus.
| Pemeriksaan Radiologis Trauma Vertebrae 6
Gambar 5. Perbedaan Anatomis Vertebra
Semakin tinggi kerusakan saraf tulang belakang, maka semakin luas
trauma yang diakibatkan. Misal, jika kerusakan saraf tulang belakang di
daerah leher, hal ini dapat berpengaruh pada fungsi di bawahnya dan
menyebabkan seseorang lumpuh pada kedua sisi mulai dari leher ke bawah
dan tidak terdapat sensasi di bawah leher. Kerusakan yang lebih rendah pada
tulang sakral mengakibatkan sedikit kehilangan fungsi.
B. Trauma Vertebra
Cedera tulang belakang yang disebabkan oleh trauma dapat menimbulkan
gejala yang bervariasi, dari rasa sakit, kelumpuhan, inkontinensia. Penyebab
utama dari cedera tulang belakang yaitu kecelakaan kendaraan bermotor,
jatuh,cedera olahraga, dan kekerasan. Penelitian pengobatan untuk cedera tulang
belakang meliputi dikendalikan hipotermia dan sel induk.
Mekanisme cedera :
Tipe pergeseran yang penting. Fraktur dapat terjadi akibat kekuatan minimal saja
pada tulang osteoporotik atau patologik.
1. Hiperekstensi
Hiperekstensi jarang terjadi di daerah torakolumbal tetapi sering pada leher,
pukulan pada muka atau dahi akan memaksa kepala ke belakang dan tanpa
menyangga oksiput sehingga kepala membentur bagian atas punggung.
Ligamen anterior dan diskus dapat rusak atau arkus saraf mungkin mengalami
fraktur. cedera ini stabil karena tidak merusak ligamen posterior.
2. Fleksi
Trauma ini terjadi akibat fleksi dan disertai kompresi pada vertebra. Vertebra
akan mengalami tekanan dan remuk yang dapat merusak ligamen posterior.
Jika ligamen posterior rusak maka sifat fraktur ini tidak stabil sebaliknya jika
ligamentum posterior tidak rusak maka fraktur bersifat stabil. Pada daerah
cervical, tipe subluksasi ini sering terlewatkan karena pada saat dilakukan
pemeriksaan sinar-X vertebra telah kembali ke tempatnya.
| Pemeriksaan Radiologis Trauma Vertebrae 7
3. Fleksi dan kompresi digabungkan dengan distraksi posterior
Kombinasi fleksi dengan kompresi anterior dan distraksi posterior dapat
mengganggu kompleks vertebra pertengahan di samping kompleks posterior.
Fragmen tulang dan bahan diskus dapat bergeser ke dalam kanalis spinalis.
Berbeda dengan fraktur kompresi murni, keadaan ini merupakan cedera tak
stabil dengan risiko progresi yang tinggi. Fleksi lateral yang terlalu banyak
dapat menyebabkan kompresi pada setengah corpus vertebra dan distraksi
pada unsur lateral dan posterior pada sisi sebaliknya. Kalau permukaan dan
pedikulus remuk, lesi bersifat tidak stabil.
4. Pergeseran aksial (kompresi)
Kekuatan vertikal yang mengenai segmen lurus pada spina servikal atau
lumbal akan menimbulkan kompresi aksial. Nukleus pulposus akan
mematahkan lempeng vertebra dan menyebabkan fraktur vertikal pada
vertebra; dengan kekuatan yang lebih besar, bahan diskus didorong masuk ke
dalam badan vertebral, menyebabkan fraktur remuk (burst fracture). Karena
unsur posterior utuh, keadaan ini didefinisikan sebagai cedera stabil. Fragmen
tulang dapat terdorong ke belakang ke dalam kanalis spinalis dan inilah yang
menjadikan fraktur ini berbahaya; kerusakan neurologik sering terjadi.
5. Rotasi-fleksi
Cedera spina (tulang belakang) yang paling berbahaya adalah akibat
kombinasi fleksi dan rotasi. Ligamen dan kapsul sendi teregang sampai batas
kekuatannya; kemudian dapat robek, permukaan sendi dapat mengalami
fraktur atau bagian atas dari satu vertebra dapat terpotong. Akibat dari
mekanisme ini adalah pergeseran atau dislokasi ke depan pada vertebra di atas,
dengan atau tanpa dibarengi kerusakan tulang. Semua fraktur-dislokasi
bersifat tak stabil dan terdapat banyak risiko munculnya kerusakan neurologik.
| Pemeriksaan Radiologis Trauma Vertebrae 8
6. Translasi Horizontal
Kolumna vertebralis teriris dan segmen bagian atas atau bawah dapat bergeser
ke anteroposterior atau ke lateral. Lesi bersifat tidak stabil dan sering terjadi
kerusakan syaraf.
C. Pemeriksaan Radiologis Konvensional Pada Vertebra
i. Pemeriksaan radiologi konvensional pada vertebra cervicalis
Posisi pemeriksaan yang umumnya dilakukan untuk radiografi konvensional
pada vertebra cervicalis adalah AP (termasuk dengan open mouth) Lateral,
RAO / LAO
1. Posisi AP :
a. Pasien berdiri dengan posisi true AP
b. Vert. Cervicalis I–VII mencakup kaset, kedua tangan berada ke bawah,
agar bahu transversal dan leher sedikit extension
c. Beri marker pada ujung kaset
d. Saat exposi pasien dalam keadaan tahan nafas
- CR : ∟ (15 – 20)° Cranially
- CP : Vertebrae Cervicalis IV
- Kaset : (18 x 24) cm
- FFD : 100 cm
2. Posisi Lateral :
a. Pasien berdiri dengan posisi true lateral, bagian sisi tangan kanan atau kiri
menempel pada stand kaset.
b. Kaset mencakup seluruh Vertebra Cervicalis I – VII
c. Kedua tangan kebawah agar bahu transversal dan leher sedikit extension
d. Batas luas lapangan penyinaran mencakup Vertebra Cervicalis I – VII,
beri marker pada ujung kaset
e. Saat exposi pasien dalam keadaan tahan nafas
- CR : Tegak lurus kaset.
- CP : Vertebrae Cervicalis IV
| Pemeriksaan Radiologis Trauma Vertebrae 9
- Kaset : (18 x 24) cm
- FFD : 100 cm
3. Posisi Right Anterior Oblique (RAO) :
a. Pasien berdiri dengan miring 45° membentuk posisi RAO
b. Kedua tangan berada dibawah agar bahu transversal dan sisi tangan
kanan menempel pada stand Thorax
c. Letakan kaset dibelakang leher sampai mencakup Vertebra Cervicalis I –
VII
d. Leher sedikit extension dan saat exposi pasien dalam keadaan tahan nafas
- CR : ∟ (15 – 20)° Cranially
- CP : Vertebrae Cervicalis IV
- Kaset : (18 x 24) cm
- FFD : 100 cm
Prosedur pemeriksaan Vertebra Cervicalis posisi LAO adalah kebalikan
dari prosedur pemeriksaan posisi RAO.
Gambar 6. Posisi Pemeriksaan Cervicalis Posisi AP, Lateral, LAO/RAO
| Pemeriksaan Radiologis Trauma Vertebrae 10
INTERPRETASI PADA PEMERIKSAAN FOTO POLOS VERTEBRAE
CERVIKAL
a. Adequacy : harus mencakup semua 7 vertebra dan C7-T1 junction.
Gambar 7. Foto Lateral C-Spine Yang Baik
b. Alignment : Menilai empat garis paralel
Anterior vertebral line (batas anterior dari vertebral bodies)
Posterior vertebral line (batas posterior dari vertebral bodies)
Spinolaminar line (batas posterior dari canalis spinalis)
Posterior spinous line (ujung dari posesus spinous)
| Pemeriksaan Radiologis Trauma Vertebrae 11
Gambar 8. Alignment Pada C-Spine Proyeksi Lateral
c. Bone :
Pedikel
Facet
Lamina
Processus Spinosus
Prosessus Odontoideus
Gambar 9. Bone Pada C-Spine Proyeksi Lateral
| Pemeriksaan Radiologis Trauma Vertebrae 12
d. Corpus Vertebrae :
e. Discus Intervertebralis :
Harus kurang lebih sama di margin anterior dan posterior. Disc space harus
simetris. Disc space juga harus kira-kira sama di semua tingkatan. Pada
pasien yang lebih tua, penyakit degeneratif dapat menyebabkan dan memacu
kehilangan ketinggian diskus.
Gambar 10. Disc Space Pada C-Spine Proyeksi Lateral
f. Soft Tissue Space :
Ketebalan maksimum Soft Tissue Space adalah sebagai berikut:
Nasofaring space (C1) ± 10 mm (dewasa)
Retropharyngeal space (C2-C4) - 5-7 mm
Retrotracheal space (C5-C7) - 14 mm (anak), 22 mm (dewasa).
| Pemeriksaan Radiologis Trauma Vertebrae 13
Gambar 11. Soft Tissue Space Pada C-Spine Proyeksi Lateral
- Alignment pada tampilan AP harus dievaluasi dengan menggunakan tepi
badan vertebra dan pilar artikular
- Tinggi vertebral bodies pada cervikal harus kira-kira sama pada tampilan
AP
- Tinggi masing-masing ruang sendi harus kurang lebih sama di semua
tingkatan
- Proses spinosus terletak di tengah dan dalam alignment yang baik
Gambar 12. Alignment Pada Proyeksi AP
| Pemeriksaan Radiologis Trauma Vertebrae 14
ii. Pemeriksaan Radiologi Konvensional pada Vertebra Thoracalis dan
Lumbalis
1) Prosedur Pemeriksaan Foto Konvensional Vertebra Thoracalis
Persiapan pasien :
Pasien dianjurkan untuk mengganti pakaian dengan pakaian yang telah
disediakan dan melepas BH serta perhiasan yang ada di leher.
Persiapan Alat/Bahan : Tidak ada.
Posisi pemeriksaan : AP, lateral
Prosedur pemeriksaan :
1. Posisi AP
a. Pasien tidur supine diatas meja pemeriksaan dalam posisi true AP,
kedua tangan lurus kebawah
b. Kedua lutut ditekuk dengan kedua telapak kaki bertumpu pada meja
pemeriksaan
c. Luas lapangan penyinaran mencakup cervicothoracalis sampai
thoracolumbalis.
d. Saat exposi pasien dalam keadaan expirasi dan tahan nafas
e. Marker diletakan pada ujung kaset
- CR : Vertical tegak lurus Kaset
- CP : Vertebrae Thoracalis VI
- Kaset : (30 x 40) cm
- FFD : 100 cm
2. Posisi Lateral
a. Pasien tidur miring dengan sisi tubuh kanan atau kiri menempel
meja pemeriksaan
b. Kedua tangan berada diatas kepala dengan siku ditekuk dan kedua
kaki ditekuk kedepan sehingga dapat menahan berat badan,
usahakan buat posisi senyaman mungkin
c. Untuk mendapatkan posisi vertebra thoracali true lateral, sisi
pinggang pasien yang menempel pada meja pemeriksaan dinaikan
keatas
| Pemeriksaan Radiologis Trauma Vertebrae 15
d. Luas lapangan penyinaran mencakup cervicothoracalis sampai
thoracolumbalis
e. Saat exposi pasien dalam keadaan expirasi dan tahan nafas, marker
diletakan pada ujung kaset
- CR : Vertical tegak lurus Kaset
- CP : Vertebrae Thoracalis VI
- Kaset : (30 x 40) cm
- FFD : 100 cm
Gambar 13. Prosedur Pemeriksaan Vertebrae Thoracalis Posisi AP Dan
Lateral
2) Prosedur Pemeriksaan Foto Konvensional Vertebra Lumbalis
Persiapan pasien :
Pasien dianjurkan untuk mengganti pakaian dengan pakaian yang telah
disediakan.
Persiapan Alat/Bahan : Tidak ada.
Posisi pemeriksaan : AP, Lateral, RAO / LAO.
Prosedur pemeriksaan :
1. Posisi AP :
a. Pasien tidur supine diatas meja pemeriksaan dalam posisi true AP
b. Kedua tangan lurus kebawah, kedua lutut ditekuk dengan kedua
telapak kaki bertumpu pada meja pemeriksaan
| Pemeriksaan Radiologis Trauma Vertebrae 16
c. Luas lapangan penyinaran mencakup thoraco-lumbalis sampai
lumbosacral
d. Saat exposi pasien dalam keadaan expirasi dan tahan nafas, marker
diletakan pada ujung kaset
- CR : Vertical tegak lurus Kaset
- CP : Vertebrae Lumbalis III
- Kaset : (24 x 30) cm
- FFD : 100 cm
2. Posisi Lateral :
a. Pasien tidur miring dengan sisi tubuh kanan atau kiri menempel
meja pemeriksaan
b. Kedua tangan berada diatas kepala dengan siku ditekuk dan kedua
kaki ditekuk kedepan sehingga dapat menahan berat badan, usahakan
buat posisi senyaman mungkin.
c. Untuk mendapatkan posisi vertebra-lumbalis true lateral, sisi
pinggang pasien yang menempel pada meja pemeriksaan dinaikan
keatas
d. Luas lapangan penyinaran mencakup thoracolumbalis sampai
lumbosacral
e. Saat exposi pasien dalam keadaan expirasi dan tahan nafas, marker
diletakan pada ujung kaset
- CR : Vertikal tegak lurus Kaset
- CP : Vertebrae Lumbalis III
- Kaset : (30 x 40) cm
- FFD : 100 cm
3. Posisi Right Anterior Oblique (RAO) :
a. Pasien tidur dimana sisi kanan miring 45° membentuk posisi
RAO
b. Kedua tangan berada diatas kepala dengan kedua sisi ditekuk, kaki
kanan sedikit ditekuk dan menempel meja pemeriksaan sedangkan
kaki kiri ditekuk dengan telapak kaki menumpu meja
| Pemeriksaan Radiologis Trauma Vertebrae 17
c. Usahakan posisi vertebra lumbalis berada di tengah kaset yang
telah terpasang pada caset try dengan bucky
d. Saat exposi pasien dalam keadaan expirasi dan tahan nafas
- CR : Vertical tegak lurus Kaset
- CP : Vertebrae Lumbalis III
- Kaset : (30 x 40) cm
Gambar 14. Prosedur Pemeriksaan Vertebrae Lumbalis Posisi AP,
lateral, LAO, RAO
| Pemeriksaan Radiologis Trauma Vertebrae 18
Gambar 15. Vertebrae Posisi AP, Lateral, RAO dan LAO
4. Posisi Left Anterior Oblique (LAO) :
Prosedur pemeriksaan Vertebra Lumbalis posisi LAO adalah
kebalikan dari prosedur pemeriksaan posisi RAO.
INTERPRETASI FOTO VERTEBRAE THORACAL DAN LUMBAL
a. Alignment : pergeseran menunjukkan adanya spondilolistesis
b. Bone
Pedikel
Facet
Lamina
Processus Spinosus
c. Corpus Vertebrae
d. Discus intervertebralis
e. Soft tissue: normal/ada pembengkakan
| Pemeriksaan Radiologis Trauma Vertebrae 19
D. Pemeriksaan Radiologis Konvensional Pada Trauma Vertebra
Pemeriksaan radiologik bergantung pada keadaan pasien. Pada pasien
dengan trauma berat (tidak sadar, fraktur multipel, dan sebagainya)
pemeriksaan harus dilakukan dengan hati-hati dan semua foto harus dibuat
dengan pasien berbaring terlentang dan manipulasi sedikit mungkin. Foto yang
terpenting adalah foto lateral dengan pasien berbaring dan sinar horizontal.
Biasanya segmen bawah tulang leher (CVI-VII) tertutup bahu. Untuk
mengatasi hal tersebut bahu direndahkan dengan cara menarik kedua lengan
penderita ke bawah. Proyeksi oblik dapat menambah informasi tentang
keadaan pedikel, foramina intervertebra dan sendi apofiseal. Bila keadaan
pasien lebih baik sebaiknya dibuat :
- Foto AP, termasuk dengan mulut terbuka untuk melihat C1 dan C2
- Foto lateral
- Foto oblik kanan dan kiri
Klasifikasi Trauma Vertebrae Cervical :
1. Klasifikasi berdasarkan mekanisme trauma :
a. Hiperfleksi
b. Fleksi-rotasi
c. Hiperekstensi
d. Ekstensi-rotasi
e. Kompresi vertikal
2. Klasifkasi berdasarkan derajat kestabilan :
- Stabil
- Tidak Stabil
Stabilitas dalam hal trauma tulang servikal dimaksudkan tetap utuhnya
komponen ligamento-skeletal pada saat terjadinya trauma, sehingga
memungkinkan tidak bterjadinya pergeseran satu segmen tulang leher
terhadap lainnya.
a. Trauma Hiperfleksi:
1. Subluksasi anterior : terjadi robekan pada sebagian di posterior
tulang leher, ligamen longitudinal anterior. Menyebabkan
hilangnya lordosis cervical normal, anterior displacement dari
| Pemeriksaan Radiologis Trauma Vertebrae 20
corpus vertebra, jarak melebar antara prosesus spinosus. Termasuk
lesi stabil. Tanda penting pada subluksasi anterior adalah adanya
angulasi ke posterior (kifosis) lokal pada tempat kerusakan
ligamen.
Gambar 16. Gambar Subluksasi Anterior
2. Bilateral interfacetal dislocation : Terjadi robekan pada
ligamentum longitudinal anterior dan kumpulan di ligamentum di
posterior tulang leher. Lesi tidak stabil. Tampak dislokasi anterior
korpus vertebra. Terdapat bow tie atau bat wing appearance dari
overriding facet-facet yang terkunci. Dilokasi total sendi apofiseal.
| Pemeriksaan Radiologis Trauma Vertebrae 21
Gambar 17. Bilateral interfacetal dislocation
3. Flexion Tear drop Fracture dislocation : Tenaga fleksi murni
ditambah komponen kompresi menyebabkan robekan pada
ligamentum longitudinale anterior dan kumpulan ligamen psterior
disertai fraktur avulsi pada bagian anterior-inferior korpus vertebra.
Lesi tidak stabil . tampak tulang servikal dalam fleksi
- Fragmen tulang berbentuk segitga pada bagian anterior inferior
korpus vertebra
- Pembengkakan jaringan lunak pravertebra.
Gambar 18. Flexion Tear drop Fracture dislocation
| Pemeriksaan Radiologis Trauma Vertebrae 22
4. Wedge fracture : vertebra terjepit sehingga terjadi fraktur
anterosuperior dari corpus vertebra menyebakan corpus berbentuk
baji. Ligamen longitudinal anterior dan kumpulan ligamentum
posterior utuh sehingga lesi ini besifat stabil.
5. Clay sholveler’s fracture : Fleksi tulang leher dimana terdapa
kontraksi ligamen posterior tulang leher mengakibatkan terjadinya
fraktur oblik pada prosesus spinosus, biasanya pada C VI –CVII
atau Th
| Pemeriksaan Radiologis Trauma Vertebrae 23
Gambar 19. Cervical Wedge Fracture
Gambar 20. Clay Sholveler’s Fracture
b. Trauma Fleksi-rotasi
Terjadi dislokasi interfacetal pada satu sisi. Lesi stabil walaupun
terjadi kerusakan pada ligamen posterior termasuk kapsul sendi
apofiseal yang bersangkutan. Tampak dislokasi anterior korpus
vertebra. Vertebra yang bersangkutan dan vertebra proksimalnya
dalam posisi oblik, sedangkan vertebra distalnya tetap pada posisi
lateral
| Pemeriksaan Radiologis Trauma Vertebrae 24Gambar 21. Trauma Fleksi-Rotasi
c. Trauma hiperekstensi
1. dislokasi hiperekstensi
Dapat terjadi fraktur pedikel, prosesus artikularis, lamina dan
prosesus spinosus. Fraktur avulsi korpus vertebra bagian posterior-
inferior. Lesi tidak stabil karena terdapat kerusakan pada elemen
posterior tulang leher dan ligamen yang bersangkutan
2. Hangman’s fracture
Terjadi fraktur arkus bilateral dan dislokasi anterior CII terhadap
CIII
d. Trauma Ekstensi-Rotasi
Terjadinya fraktur pada prosesus artikularis satu sisi.
e. Trauma Kompresi Vertikal
Terjadinya fraktur ini akibat diteruskannya tenaga trauma melalui
kepala, kondilus oksipitalis, ke tulang leher.
1) Bursting Fracture dari atlas (Jefferson’s fracture)
2) Bursting fracture vertebra servikal tengah dan bawah
| Pemeriksaan Radiologis Trauma Vertebrae 25
Gambar 22. Hangman’s Fracture
Gambar 23. Trauma Kompresi Vertikal
Trauma Vertebrae Thorakolumbal
Pemeriksaan radiologi rutin untuk trauma tulang belakang torakal dan
lumbal adalah proyeksi AP dan lateral. Bila trauma berat, maka foto dibuat
dengan pasien tidur terlentang dan foto lateral dibuat dengan sinar
horizontal.
Fraktur vertebra torakal bagian atas dan tengah jarang terjadi, kecuali
bila trauma berat atau ada osteoporosis. Karena kanalis spinal di daerah ini
sempit, maka sering disertai kelainan neurologik. Mekanisme trauma
biasanya bersifat kompresi atau trauma langsung.
Pada daerah torakolumbal dan lumbal, mekanisme trauma dapat
bersifat fleksi, ekstensi, rotasi, atau kompresi vertikal. Trauma fleksi
merupakan yang paling sering dan menimbulkan fraktur kompresi. Trauma
rotasi paling sering terjadi pada vertebra torakolumbal dan dapat
menimbulkan fraktur dislokasi disebabkan karena kerusakan elemen
posterior vertebra.
Jenis-jenis fraktur torakolumbar seperti berikut:
a. Fraktur kompresi (Wedge fractures)
Adanya kompresi pada bagian depan corpus vertebralis yang tertekan
dan membentuk patahan irisan. Vertebra dengan fraktur kompresi akan
menjadi lebih pendek ukurannya daripada ukuran vertebra sebenarnya
| Pemeriksaan Radiologis Trauma Vertebrae 26
b. Fraktur remuk (Burst fractures)
Fraktur yang terjadi ketika ada penekanan corpus vertebralis secara
langsung, dan tulang menjadi hancur. Fragmen tulang berpotensi
masuk ke kanalis spinalis. Tipe burst fracture sering terjadi pada
thoraco lumbar junction dan terjadi paralysis pada kaki dan
gangguan defekasi ataupun miksi. Diagnosis burst fracture
ditegakkan dengan x-rays dan CT scan untuk mengetahui letak
fraktur dan menentukan apakah fraktur tersebut merupakan fraktur
kompresi, burst fracture atau fraktur dislokasi.
| Pemeriksaan Radiologis Trauma Vertebrae 27
Gambar 24. Wedge Fractures
c. Fraktur dislokasi
Fraktur dislokasi terjadi ketika ada segmen vertebra berpindah dari
tempatnya karena kompresi, rotasi atau tekanan. Pengelupasan
komponen akan terjadi dari posterior ke anterior dengan kerusakan
parah pada ligamentum posterior, fraktur lamina, penekanan sendi
facet dan akhirnya kompresi korpus vertebra anterior. Namun dapat
juga terjadi dari bagian anterior ke posterior. kolumna vertebralis.
Pada mekanisme rotasi akan terjadi fraktur pada prosesus
transversus dan bagian bawah costa. Fraktur akan melewati lamina
dan seringnya akan menyebabkan dural tears dan keluarnya serabut
syaraf. Kolumna mengalami kerusakan sehingga sangat tidak stabil,
cedera ini sangat berbahaya.
| Pemeriksaan Radiologis Trauma Vertebrae 28
Gambar 25. Burst Fractures
d. Chance fractures
Fraktur ini sering terjadi pada kecelakaan mobil dengan kekuatan
tinggi dan tiba-tiba mengerem sehingga membuat tubuh penderita
terlempar kedepan melawan tahanan tali pengikat (seat-belt injury).
Vertebrae dalam keadaan hiperfleksi, korpus vertebra kemungkinan
dapat hancur selanjutnya kolumna posterior dan media akan rusak
sehingga fraktur ini termasuk jenis fraktur tidak stabil. Chance
fraktur merujuk kepada fraktur kompresi dari corpus vertebra
dengan fraktur horizontal/transversal dari elemen posterior. Fraktur
ini juga sering ditandai dengan kerusakan dari 3 buah kolumna
vertebralis yang berdekatan.
.
| Pemeriksaan Radiologis Trauma Vertebrae 29
Gambar 26. Dislocation Fractures
E. Pemeriksaan CT-Scan Pada Trauma Vertebra
Computerized Tomography (CT) telah diperkenalkan sejak tahun 1972.
Prinsip kerja CT adalah scanning dengan potongan aksial. Pada awal pemeriksaan,
dilakukan pemotretan awal bagian tubuh yang akan diperiksa secara utuh. Lalu
dengan menggunakan computer, ditentukan jumlah dan jarak potongan aksial
yang diharapkan/diinginkan. Setelah itu kembali dilakukan scanning dan hasil
yang tampak pada computer berupa topografi sesuai dengan yang ditentukan pada
awal scanning. Dengan potongan aksial, dapat diperlihatkan fraktur yang tidak
tampak pada pemeriksan radiologis konvensional.
| Pemeriksaan Radiologis Trauma Vertebrae 30
Gambar 27. Chance Fractures
Gambar 28. CT-Scan Trauma Vertebra
F. Pemeriksaan MRI pada Trauma Vertebra
Magnetic Resonance Imaging (MRI) merupakan salah satu cara pemeriksaan
diagnostic dalam ilmu kedokteran, khususnya radiologi, yang menghasilkan
gambaran potongan tubuh manusia dengan menggunakan medan magnet tanpa
menggunakan sinar X. Dengan pemeriksaan MRI, dapat dilihat adanya
pergeseran/destruksi corpus vertebra disertai penekanan atau tidak pada medulla
spinalis serta adanya hematom atau tidak.
Gambar 29. MRI Trauma Vertebra
| Pemeriksaan Radiologis Trauma Vertebrae 31
G. Peran Kedokteran Nuklir pada Trauma Vertebra
Kedokteran Nuklir adalah bidang kedokteran yang memanfaatkan materi
radioaktif untuk menegakkan diagnosis dan mengobati penderita serta
mempelajari penyakit manusia. Pada trauma vertebra kedokteran nuklir berperan
sebagai pencitraan diagnosis dengan scanning tulang. Untuk melakukan scanning
tulang tidak diperlukan persiapan khusus. Scanning tulang dilakukan 3-4 jam
setelah penyuntikan intravena 10-15 mCi Tc-99m dan dilakukan setelah pasien
kencing. Alat yang digunakan berupa kamera gamma dengan energy rendah.
Scanning positif bila aktivitas di tulang belakang tidak simetris atau tidak uniform.
| Pemeriksaan Radiologis Trauma Vertebrae 32
BAB III
KESIMPULAN
Pemeriksaan radiologi pada vertebra memang sangat penting untuk mendiagnosis
trauma ataupun kelainan lain pada vertebrae, apalagi jika keadaan tersebut
berpengaruh terhadap fungsi dan struktur bagian yang lainnya seperti fungsi
persarafan pada medula spinalis. Pemeriksaan konvensional masih merupakan
pemeriksaan utama dan pemeriksaan pertama yang harus dilakukan. Kecurigaan yang
tinggi akan adanya cedera pada vertebra pada pasien trauma sangat penting sampai
kita mengetahui secara tepat bagaimana mekanisme cedera pasien tersebut.
Setiap pasien dengan cedera tumpul diatas klavikula, cedera kepala atau
menurunnya kesadaran harus dicurigai adanya cedera cervical sebelum curiga lainnya.
Dan setiap pasien yang jatuh dari ketinggian atau dengan dengan mekanisme
kecelakaan high-speed deceleration harus dicurigai ada cedera thoracolumbal.
Selain itu patut dicurigai pula adanya cedera tulang belakang jika pasien datang
dengan nyeri pada leher, tulang belakang dan gejala neurologis pada tungkai.. Sifat
dan tingkat lesi tulang dapat diperlihatkan dengan sinar-X, sedangkan sifat dan tingkat
lesi saraf dengan CT atau MRI.
| Pemeriksaan Radiologis Trauma Vertebrae 33
DAFTAR PUSTAKA
1. Rasad, S. Radiologi Diagnostik. 2013. Ed 2. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
2. Pettersson, H. A Global TextBook of Radiology. 1995. Vol I. Oslo: The
NICER Institute.
3. Jong, W.D; Samsuhidayat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 3. Jakarta: EGC.
4. http://www.scribd.com/doc/123734365/BAB-II-Pemeriksaan-Radiologi-
Konvensional#download. Di unduh pada 12 Oktober 2015.
5. Sutton, D. Teksbook of Radiology and Imaging. 2003.Vol 11. Ed 7. China:
Elsevier
6. http://id.scribd.com/doc/135791449/Anatomi-Vertebra#download. Diunduh
pada 12 Oktober 2015.
7. http://www.radiologyassistant.nl/en/p4906c8352d8d2/spine-thoracolumbar
injury.html. Diunduh pada 12 Oktober 2015.
| Pemeriksaan Radiologis Trauma Vertebrae 34