referat print.docx
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Untuk mengetahui tentang kelainan sinus paranasal, perlu diketahui terlebih dahulu
anatomi dan fisiologi sinus paranasal. Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh
manusia yang sulit dideskripsikan karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu.
Ada empat sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksilaris, sinus frontalis,
sinus etmoidalis, sinus sphenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil
pneumatisasi tulang-tulang kepala sehhingga terbentuk rongga didalam tulang. Semua sinus
mempunyai muara ke dalam rongga hidung.
Adanya infeksi pada sinus akan terjadi peradangan
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Setelah mempelajari embriologi, anatomi, fisiologi dan beberapa penyakit terbanyak pada
sinus, diharapkan dokter muda dapat menjelaskan kelainan – kelainan anatomis dan fisiologis
yang terjadi pada penyakit – penyakit tersebut dan juga untuk menambah pengetahuan dokter
muda sehingga mudah dalam menangani kasus yang ada.
1.2.2 Tujuan Khusus
Dengan membaca makalah ini diharapkan dokter muda dapat :
Memahami embriologi sinus
Memahami anatomi sinus
Memahami fungsi fisiologis sinus
Mengaplikasikan teori yang ada pada praktek klinik.
1.3 Ruang Lingkup
Dalam penyusunan makalah ini penyusun membatasi ruang lingkup pembahasan hanya
pada embriologi, anatomi, fisiologi, dan beberapa penyakit terbanyak pada sinus.
1.4 Manfaat
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan bagi siapa
saja yang membacanya, terutama para dokter muda yang sedang menjalani kepaniteraan
klinik di bagian ilmu THT.
1.5 Sumber
Dalam menyusun makalah ini, penyusun menggunakan sumber buku ajar, atlas
anatomi, dan buku suplemen ilmu THT.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 ANATOMI
2.1.1 Embriologi Sinus
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan
perkembangannya dimulai pada fetus usia 3 – 4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus
frontal. Sinus Maksila dan sinus etmoid telah ada pada saat anak lahir, sedangkan sinus
frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun.
Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai dimulai pada usia 8 – 10 tahun dan berasal dari
bagian postero-superior rongga hidung. Sinus – sinus ini umumnya mencapai besar maksimal
pada usia antara 15 – 18 tahun.
2.1.2 Anatomi Sinus
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsi
karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang sinus paranasal,
mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid
kanan dan kiri.
Sinus paranasal merupakan hasil dari pneumatisasi tulang – tulang kepala, sehingga
terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga
hidung.
a Sinus Maksila
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila
bervolume 6 – 8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai
ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.
Sinus maksila berbentuk segitiga. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os
maksila yang disebut fossa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal
maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya ialah
dasar orbita dan dinding inferiornya adalah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus
maksila berada disebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris
melalui infundibulum ethmoid.
Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah :
Dasar dari anatomi sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang
atas, yaitu premolar, molar, kadang – kadang juga caninus dan gigi molar 3,
bahkan akar gigi tersebut dapat menonjol kedalam sinus, sehingga infeksi gigi
geligi mudah naik keatas menyebabkan sinusitis.
Sinusitis maksila dapat menyebabkan komplikasi orbita.
Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase
kurang baik, lagipula drainase juga harus melalui infundibulum yang sempit.
Infundibulum adalah bagian dari sinus ethmoid anterior dan pembengkakan
akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drainase sinus
maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.
c. Sinus Frontal
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan keempat
fetus, berasal dari sel – sel resesus frontal atau dari sel – sel infundibulum ethmoid.
Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 8 – 10 tahun dan akan
mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun.
Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar daripada
yang lain dan dipisahkan oleh sekat yang terletak digaris tengah. Kurang lebih 15 %
orang dewasa hanya mempunyai satu sinus frontal dan kurang lebih 5 % sinus
frontalnya tidak berkembang.
Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm dan dalamnya 2
cm. Sinus frontal biasanya bersekat – sekat dan tepi sinus berlekuk – lekuk. Tidak
adanya gambaran septum – septum atau lekuk – lekuk dinding sinus pada foto Rontgen
menunjukkan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif
tipis dari orbita dan fossa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah
menjalar kedaerah ini.
Sinus frontal berdrainase melalui ostium-nya yang terletak diresesus frontal.
Resesus frontal adalah bagian dari sinus ethmoid anterior.
d. Sinus Ethmoid
Dari semua sinus paranasal, sinus ethmoid yang paling bervariasi dan akhir –
akhir ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus –
sinus lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus ethmoid seperti piramid dengan
dasarnya dibagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4 – 5 cm, tinggi 2,4
cm dan lebarnya 0,5 cm dibagian anterior dan 1,5 cm dibagian posterior.
Sinus ethmoid berongga – rongga, terdiri dari sel – sel yang menyerupai sarang
tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os ethmoid, yang terletak diantara
konka media dan dinding medial orbita. Sel – sel ini jumlahnya bervariasi antara 4 – 17
sel (rata – rata 9 sel). Berdasarkan letaknya, sinus ethmoid dibagi menjadi sinus
ethmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus ethmoid posterior yang
bermuara di meatus superior. Sel – sel sinus ethmoid anterior biasanya kecil – kecil dan
banyak, letaknya di bawah perlekatan konka media, sedangkan sel – sel sinus ethmoid
posterior biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak di postero-
superior dari perlekatan konka media.
Dibagian terdepan sinus ethmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus
frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel ethmoid yang terbesar disebut bula
ethmoid. Didaerah ethmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut
infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau
peradangan di resesus frontalis dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan
di infundibulum dapat menyebabkan sinusitis maksila.
Atap sinus ethmoid yang disebut fovea ethmoidalis berbatasan dengan lamina
kribosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi
sinus ethmoid dari rongga orbita. Dibagian belakang sinus ethmoid posterior berbatasan
dengan sinus sfenoid.
e. Sinus Sfenoid
Sinus sfenoid terletak didalam os sfenoid di belakang sinus ethmoid posterior.
Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya
adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3 cm dan lebarnya 1,7 cm. Volumenya bervariasi
dari 5 sampai 7,5 ml. Saat sinus berkembang, pembuluh darah dan nervus dibagian
lateral os sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak
sebagai indentasi pada dinding sinus sfenoid.
Batas – batasnya adalah, sebelah superior terdapat fossa serebri media dan
kelenjar hipofisis, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan
dengan sinus kavernosa dan arteri karotis interna (sering tampak sebagai indentasi) dan
disebelah posteriornya berbatasan dengan fossa serebri posterior di daerah pons.
f. Kompleks Osteo-Meatal
Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada muara –
muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus ethmoid anterior. Daerah ini
rumit dan sempit, dan dinamakan kompleks osteo-meatal, terdiri dari infundibulum
ethmoid yang terletak dibelakang prosesus unsinatus, resesus frontalis, bula ethmoid
dan sel – sel ethmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila.
g. Sistem Mukosiliar
Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia dan
palut lendir diatasnya. Didalam sinus silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan
lendir menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur – jalur yang sudah tertentu polanya.
Pada dinding lateral hidung terdapat 2 aliran transpor mukosiliar dari sinus.
Lendir yang berasal dari kelompok sinus anterior yang bergabung di infundibulum
ethmoid dialirkan ke nasofaring di depan muara tuba auditiva. Lendir yang berasal dari
kelompok sinus posterior bergabung di resesus sfenoethmoidalis, dialirkan ke
nasofaring di postero-superior muara tuba. Inilah sebabnya pada sinusitis didapati
sekret pasca-nasal (post nasal drip), tetapi belum tentu ada sekret di rongga hidung.
2.2 FUNGSI SINUS PARA NASAL
Sampai saat ini belum ada persesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus paranasal.
Ada yang berpendapat bahwa sinus paranasal ini tidak mempunyai fungsi apa – apa, karena
terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan tulang muka. Beberapa teori yang dikemukakan
sebagai fungsi sinus paranasal, antara lain :
2.2.1 Sebagai Pengatur Kondisi Udara
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur
kelembaban udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini ialah karena ternyata tidak
didapati pertukaran udara yang definitif antara sinus dan rongga hidung.
Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang lebih 1/1000 volume sinus
pada tiap kali bernapas, sehingga dibutuhkan beberapa jam untuk pertukaran udara total
dalam sinus. Lagipula mukosa sinus tidak mempunyai vaskularisasi dan kelenjar yang
sebanyak mukosa hidung.
2.2.2 Sebagai Penahan Suhu
Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita dan
fossa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah – ubah. Akan tetapi kenyataannya
sinus – sinus yang besar tidak terletak antara hidung dan organ – organ yang dilindungi.
2.2.3 Membantu Keseimbangan Kepala
Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka.
Akan tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan memberikan
pertambahan berat sebesar 1 % dari berat kepala, sehingga teori ini dianggap tidak
bermakna.
2.2.4 Membantu Resonansi Suara
Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan
mempengaruhi kualitas suara. Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus dan
ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonator yang efektif.
Lagipula tidak ada korelasi antara resonansi suara dan besarnya sinus pada hewan –
hewan tingkat rendah.
2.2.5 Sebagai Peredam Perubahan Tekanan Udara
Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak,
misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus.
2.2.6 Membantu Produksi Mukus
Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil
dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan
partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi karena mukus ini keluar dari meatus
medius, tempat yang paling strategis.
2.3 PEMERIKSAAN SINUS PARA NASAL
Untuk mengetahui adanya kelainan pada sinus paranasal dilakukan inspeksi dari luar,
palpasi, rinoskopi anterior, rinoskopi posterior, transiluminasi, pemeriksaan radiologik dan
sinoskopi.
2.3.1 Inspeksi
Yang diperhatikan ialah adanya pembengkakan pada muka. Pembengkakan di
pipi sampai kelopak mata bawah yang berwarna kemerah – merahan mungkin
menunjukkan sinusitis maksila akut. Pembengkakan di kelopak mata atas mungkin
menunjukkan sinusitis frontal akut.
Sinusitis ethmoid akut jarang menyebabkan pembengkakan ke luar, kecuali bila
telah terbentuk abses.
2.3.2 Palpasi
Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk pada gigi menunjukkan adanya sinusitis
maksila. Pada sinusitis frontal terdapat nyeri tekan didasar sinus frontal, yaitu pada
bagian medial atap orbita. Sinusitis ethmoid menyebabkan rasa nyeri tekan didaerah
kantus medius.
2.3.3 Transiluminasi
Transiluminasi mempunyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai untuk
memeriksa sinus maksila dan sinus frontal, bila fasilitas pemeriksaan radiologik tidak
tersedia. Bila pada pemeriksaan transiluminasi tampak gelap didaerah infraorbita,
mungkin berarti antrum terisi oleh pus atau mukosa antrum menebal atau terdapat
neoplasma didalam antrum.
Bila terdapat kista yang besar didalam sinus maksila, akan tampak terang pada
pemeriksaan transiluminasi, sedangkan pada foto Rontgen tampak adanya
perselubungan berbatas tegas didalam sinus maksila.
Transiluminasi pada sinus frontal hasilnya lebih meragukan. Besar dan bentuk
kedua sinus ini seringkali tidak sama. Gambaran yang terang berarti sinus berkembang
dengan baik dan normal, sedangkan gambaran yang gelap mungkin hanya
menunjukkan sinus yang tidak berkembang.
2.3.4 Pemeriksaan Radiologik
Bila dicurigai adanya kelainan di sinus paranasal, maka dapat dilakukan
pemeriksaan radiologik. Posisi rutin yang dipakai adalah posisi Waters, P-A dan lateral.
Posisi Waters terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal dan
ethmoid. Posisi postero-anterior untuk melihat sinus frontal dan posisi lateral untuk
menilai sinus frontal, sfenoid dan ethmoid.
Metode mutakhir yang lebih akurat untuk melihat kelainan sinus paranasal adalah
pemeriksaan CT-Scan.
2.3.5 Sinoskopi
Pemeriksaan kedalam sinus maksila menggunakan endoskop. Endoskop dimasukkan
melalui lubang yang dibuat di meatus inferior atau di fossa kanina. Dengan sinoskopi dapat
dilihat keadaan didalam sinus, apakah ada sekret, polip, jaringan granulasi, massa tumor atau
kista, bagaimana keadaan mukosa dan apakah ostiumnya terbuka.
2.4 SINUSITIS
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Penamaan dari sinusitis ini adalah sesuai
dengan nama anatominya. Jika yang terkena beberapa sinus disebut multisinusitis dan jika yang
terkena seluruhnya disebut pansinusitis. Yang paling sering ditemukan adalah sinusitis maksila
(antrum Highmore) . Hal ini dikarenakan : 1) Sinus maksilaris merupakan sinus paranasal yang
terbesar.2) sinus maksilaris mempunyai letak ostium yang lebih tinggi dari dasar, sehingga
aliran sekret dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia.3) Dasar sinus maksila adalah
dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan infeksi sinus
maksilaris. Dan 4) Ostium sinus maksila terletak di meatus medius disekitar hiatus semilunaris
yang sempit, sehingga mudah tersumbat.
Sinusitis juga dapat disebabkan oleh bahan bahan iritan seperti bahan kimia yang terdapat
pada semprotan hidung serta bahan bahan kimia lainnya yang masuk melalui hidung. Jangan
dilupakan kalau sinusitis juga bisa disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri. Tulisan kali ini
lebih menitikberatkan pembahasan pada sinusitis yang disebabkan oleh infeksi.
Etiologi
Sinusitis dapat terjadi bila terdapat gangguan pengaliran udara dari dan ke rongga sinus
serta adanya gangguan pengeluaran cairan mukus. Adanya demam, flu, alergi dan bahan bahan
iritan dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan pada ostia sehingga lubang drainase ini
menjadi buntu dan mengganggu aliran udara sinus serta pengeluaran cairan mukus. Penyebab
lain dari buntunya ostia adalah tumor dan trauma. Drainase cairan mukus keluar dari rongga
sinus juga bisa terhambat oleh pengentalan cairan mukus itu sendiri. Pengentalan ini terjadi
akibat pemberiaan obat antihistamin, penyakit fibro kistik dan lain lain. Sel penghasil mukus
memiliki rambut halus (silia) yang selalu bergerak untuk mendorong cairan mukus keluar dari
rongga sinus. Asap rokok merupakan sumber dari rusaknya rambut halus ini sehingga
pengeluaran cairan mukus menjadi terganggu.
Patofisiologi
Jika terjadi edema di kompleks ostiomeatal, mukosa yang yang letaknya berhadapan akan
saling bertemu. Hal ini menyebabkan silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan.
Maka terjadi gangguan drenase dan ventilasi di dalam sinus sehingga silia menjadi kurang aktif
dan lendir yang diproduksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik
untuk tumbuhnya bakteri patogen. Dan jika proses ini terjadi terus menerus, maka akan terjadi
hipoksia dan retensi lendir yang akan mengakibatkan timbulnya infeksi oleh bakteri anaerob,
yang selanjutnya terjadi perubahan jaringan menjadi hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip
dan kista.
Klasifikasi
Sinusitis dapat dibagi menjadi dua tipe besar yaitu berdasarkan lamanya penyakit (akut,
subakut, khronis) dan berdasarkan jenis peradangan yang terjadi (infeksi dan non infeksi).
Disebut sinusitis akut bila lamanya penyakit kurang dari 30 hari. Sinusitis subakut bila lamanya
penyakit antara 1 bulan sampai 3 bulan, sedangkan sinusitis khronis bila penyakit diderita lebih
dari 3 bulan. Sinusitis infeksi biasanya disebabkan oleh virus walau pada beberapa kasus ada
pula yang disebabkan oleh bakteri. Sedangkan sinusitis non infeksi sebagian besar disebabkan
oleh karena alergi dan iritasi bahan bahan kimia. Sinusitis subakut dan khronis sering merupakan
lanjutan dari sinusitis akut yang tidak mendapatkan pengobatan adekuat.
2.4.1 SINUSITIS AKUT
Penyakit ini dimulai dengan penyumbatan daerah kompleks ostiomeatal oleh infeksi, obstruksi
mekanis atau alergi. Selain itu juga dapat merupakan penyebaran dari infeksi gigi.
Etiologi
Beberapa keadaan yang dapat menyebakan terjadinya sinusitis akut ialah :
1. Rinitis akut
2. Infeksi faring
3. Infeksi gigi rahang atas
4. Berenang dan menyelam
5. Trauma
6. Barotrauma
Gejala sinusitis akut
Gejala subjektif :
1. Gejala sistemik ( demam dan rasa lesu)
2. Gejala lokal (ingus kental yang berbau dan mengalir ke nasofaring)
a. Hidung tersumbat
b. Rasa nyeri di daerah sinus yang terkena, serta kadang-kadang dirasakan juga
ditempat lain ( referred pain).
c. Sinusitis maksila ( nyeri di bawah kelopak mata, menyebar ke alveolus nyeri
gigi, nyeri alih dirasakan di dahi dan depan telinga)
d. Sinusitis etmoid ( nyeri pada pangkal hidung dan kantus medius, kadang
dirasakan pada bola mata, nyeri alih pada pelipis).
e. Sinusitis frontal ( nyeri terlokalisasi di dahi atau diseluruh kepala)
f. Sinusitis sfenoid ( nyeri di verteks, oksipital di belakang bola mata dan di daerah
mastoid).
Gejala objektif :
Terjadi pembengkakan di daerah muka. Pembengkakkan pada sinusitis maksila terlihat
dipipi dan kelopak mata bawah, pada sinusitis frontal di dahi dan kelopak mata atas, pada
sinusitis etmoid jarang timbul pembengkakan kecuali bila ada komplikasi.
Pada rinoskopi anterior tampak mukosa hiperemis dan udem. Pada sinusitis maksila,
sinusitis frontal dan sinusitis etmoid anterior tampak muko pus atau nanah di meatus medius,
sedangkan pada sinusitis etmoid posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak keluar dari meatus
superior. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drips).
Pemeriksaan Penunjang
1. Transiluminasi : sinus yang sakit tampak gelap
2. Radiologik posisi Waters, PA dan lateral : perselubungan atau penebalan mukosa atau air
fluid level pada sinus yang sakit.
Pemeriksaan mikrobiologik
Pengambilan sekret di meatus medius dan superior mungkin ditemukan bakteri
patogen seperti Pneumococcus, streptococcus dan H. Influenzae. Bisa juga ditemukan jamur.
Terapi
Diberikan antibiotik selama 10-14 hari golongan penisilin. Diberikan dekongestan hidung
untuk memperlancar drainase sinus dan boleh diberikan analgetik untuk anti nyeri. Terapi
pembedahan pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali bila telah terjadi komplikasi ke orbita
atau intracranial atau bila ada nyeri hebat karena ada sekret tertahan oleh sumbatan.
2.4.2 SINUSITIS SUBAKUT
Gejalanya sama dengan sinusitis akut tapi tanda-tanda radang akut (demam, sakit kepala
hebat, nyeri tekan sudah reda. Pada rinoskopi anterior tampak sekret purulen di meatus medius
atau superior. Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring. Pada pemeriksaan
transiluminasi tampak sinus yang sakit gelap.
Terapinya diberikan antibiotik spektrum luas atau yang sesuai dengan tes resistensi
kuman, selama 10-14 hari. Obat dekongestan, obat tetes hidung hanya diberikan terbatas 5-
10haririnitis medikamentosa. Selain itu diberikan analgetik, antihistamindan mukolitik.
Tindakan berupa diatermi dengan sinar gelombang pendek (ultra short wave diathermy),
sebanyak 5-6 kali pada daerah yang sakit untuk memperbaiki vaskularisasi sinus. Pada sinusitis
maksiladapat dilakukan pungsi irigasi. Pada sinusitis etmoid, frontal atau sfenoid yang letak
muaranya dibawah dilakukan tindakan pencucian sinus cara Proetz (Proetz Displacement
Therapy).
Pungsi dan Irigasi Sinus Maksila
Dilakukan untuk mengeluarkan sekret yang terkumpul di dalam rongga sinus maksila.
Caranya dengan memakai trokar yang ditusukan di meatus inferior, diarahkan ke sudut luar mata
atau tepi atas daun telinga. Selanjutnya dilakukan irigasi sinus dengan larutan garan fisiologis.
Pungsi dan irigasi dapat juga dilakukan melalui fosa kanina.
Pencucian Proetz (Proetz Displacement Therapy).
Prinsipnya membuat tekanan negatif dalam rongga hidung dan sinus paranasal untuk
dapat menghisap sekret keluar. Diteteskan vasokonstriktor (HCL efedrin 0,5-1,5%) untuk
membuka ostium yang kemudian masuk kedalam sinus. Sementara pasien harus mengatakan
kak-kak-kak supaya palatum mole terangkat, sehingga ruang antara nasofaring dan orofairng
tertutup.
2.4.3 SINUSITIS KRONIK
Gejala subjektif :
1. Post nasal drips
2. Gatal dan rasa tidak nyaman di tenggorokan
3. Pendengaran terganggu tersumbatnya tuba auditiva
4. Nyeri kepala
5. Gejala matapenjalaran infeksi melalui duktus nasolakrimalis.
POLUSI BAHAN KIMIA
SILIA RUSAK
INFEKSI KRONIK
OBSTRUKSIMEKANIK
GANGGUAN DRAINASE
ALERGI DAN DEFISIENSI
IMUNOLOGIK
PERUBAHANMUKOSA
PENGOBATAN YANG TIDAK SEMPURNA
6. Batuk dan kadang-kadang komplikasi paru berupa bronkitis atau bronkiektsis atau asma
bronkial
7. Gastroenteritis pada anak.
Gejala objektif :
1. Pada rinoskopi anterior sekret kental purulen
2. Rinoskopi anterior sekret purulen di nasofaring turun ke tenggorok.
Pemeriksaan mikrobiologik
Biasanya merupakan infeksi bermacam-macam kuman seperti Streptococcus aureus , H.
Influenza, dan S.viridans.
Diagnosis :
Dibuat berdasarkan :
1. Anamnesis yang cermat
2. Rinoskopi anterior
3. Rinoskopi posterior
4. Transiluminasi
5. Pemeriksaan radiologik
6. Naso endoskopi
7. CT scan.
Terapi
Terapinya diberikan antibiotik sekurang-kurangnya 2 minggu. Dapat dibantu dengan
diatermi gelombang pendek selama 10 hari pada daerah yang sakit. Pungsi dan irigasi sinus
untuk pembersihan sekret.
Untuk sinusitis kronis, jika terapi dan tindakan – tindakan tersebut di atas sudah
dilakukan tetapi tidak ada perubahan, maka dipikirkan untuk tindakan yang radikal, seperti :
1. Operasi Caldwell-Luc untuk sinus maksila.
2. Operasi etmoidektomi intranasal atau etmoidektomi ekstranasal untuk sinus etmoid.
3. Operasi Killian untuk sinus frontal.
Dewasa ini telah dikembangkan teknik operasi sinus yang tidak radikal, yang sifatnya
tidak radikal disebut bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF). Prinsipnya membersihkan
daerah osteomeatal.
Komplikasi yang mungkin dapat terjadi :
1. Manifestasi ke mata : nyeri/edem, selulitis atau abses orbita
2. Osteomielitis maksila atau frontal
3. Manifestasi ke intrakranial : meningitis, abses subdura, abses otak, trombosis sinus
kavernosus
4. Terbentuknya fistel, piokel atau mukokel
5. Kelainan paru : bronkitis, bronkiektasis, bisa sebagai pencetus asma bronkial.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Sinusitis dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di dunia. Penyebab
utamanya ialah infeksi virus yang kemudian diikuti oleh infeksi bakteri. Sinusitis paling
sering terjadi pada sinusitis maksilaris, dikarenakan sinus maksilaris merupakan sinus
paranasal yang terbesar, sinus maksilaris mempunyai letak ostium yang lebih tinggi dari
dasar, sehingga aliran sekret dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia, dasar
sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat
menyebabkan infeksi sinus maksilaris, ostium sinus maksila terletak di meatus medius
disekitar hiatus semilunaris yang sempit, sehingga mudah tersumbat.
Tatalaksana dan pengenalan dini terhadap sinusitis ini menjadi penting karena hal
diatas. Awalnya diberikan terapi antibiotik dan jika telah begitu hipertrofi, mukosa polipoid
dan atau terbentuknya polip atau kista maka dibutuhkan tindakan operasi.
3.2 Saran
Penyusun menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu,
saran kritik yang membangun sangat dibutuhkan untuk membuat referat yang lebih baik di
masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Anatomy.uams.edu/anatomyhtml, Medical Gross Anatomy, copyright 1997.
Anonim, Sinusitis, dalam ; Arif et all, editor. Kapita Selekta Kedokteran, Ed. 3. Penerbit Media
Ausculapius FK UI. Jakarta. 2001. p102 – 106.
Bull, P. D. Lecture notes on diseases of the ear, nose, and throat, 9th ed. Blackwell Science ltd.
Germany. 2002. p88-94.
Cummings, Charles W. Cummings Otolaringology Head and Neck Surgery, 4th ed. Elsevier
Mosby. Pennsylvania. 2005.
Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher Edisi Keenam. FKUI. Jakarta. 2010. Hal 150-3.
PERHATI. Fungsional Endoscopic Sinus Surgery. HTA Indonesia. 2006. Hal 1-6.
Pletcher SD, Golderg AN. The Diagnosis and Treatment of Sinusitis. In advanced Studies in
Medicine. Vol 3 no.9. 2003. p495-505.
Piccirillo, Jay F. Acute Bacterial Sinusitis. 2004. www.nejm.org.
Soepardi, Efiaty Arsad, dkk (Ed.). Penatalaksanaan Penyakit dan Kelainan Telinga Hidung Tenggorok Edisi ketiga. Jakarta. 2003: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
www.sinusinfocenter.com
www.dochazenfield.com