referat paralisis akut saraf wajah

39
REFERAT WAJAH MENCONG Disusun Guna Memenuhi Dan Melengkapi Syarat Dalam Menempuh Program Studi Profesi Dokter Dokter Pembimbing : dr. Yuswandi Affandi Sp.THT dr. Ivan D . M.Kes. Sp.THT-KL Disusun Oleh : Puteri Rahmia 030.09.187 RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI 2013 1

Upload: puteri-rahmia

Post on 24-Nov-2015

105 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

tht

TRANSCRIPT

REFERATWAJAH MENCONGDisusun Guna Memenuhi Dan Melengkapi Syarat Dalam Menempuh Program Studi Profesi Dokter

Dokter Pembimbing :dr. Yuswandi Affandi Sp.THTdr. Ivan D . M.Kes. Sp.THT-KL

Disusun Oleh :Puteri Rahmia030.09.187

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANGBAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKANFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI2013

PENDAHULUAN

Wajah Mencong adalah masalah diagnostik yang sering dihadapi oleh dalam praktik sehari-hari. Keluhan tambahan yang di dapatkan pun beragam seperti kelopak mata sukar menutup, keluar air terus-menerus, dahi tidak bisa mengerenyit, dan mulut atau lidah yang tertarik ke satu sisi. Dalam dunia kedokteran, gejala-gejala diatas merupakan kelumpuhan nervus fasialis. Untuk itu, pengetahuan tentang patologi saraf wajah, etiologi kelumpuhan saraf fasialis, tes elektrofisiologi yang populer saat ini dalam menunjukkan cedera saraf, dan penanganan kelumpuhan fasial merupakan cara untuk mendiagnosis kelumpuhan nervus fasialis dan memberikan penanganan secara tepat.

BAB IANATOMI

1.1 ANATOMI SARAF WAJAHSaraf kranial ketujuh adalah saraf sensorik/motorik kompleks yang terdiri dari serabut aferen viseral khusus, eferen viseral umum, dan eferen viseral khusus .Serabut aferen viseral khusus menyampaikan indera perasa dari reseptor sensorik pada dua pertiga lidah anterior dan memproyeksikan melalui saraf lingual dan korda timpani menuju ganglion genikulatum melalui nervus intermedius menuju traktus solitarius.

Serabut aferen viseral umum merupakan sistem parasimpatis dengan tiga serabut paskasinaptik. Serabut praganglionik muncul pada nukleus salivatorik superior. Satu bagian serabut keluar dari hiatus fasial dibawah saraf petrosal superfisial besar untuk membentuk sinaps pada ganglion sfenopalatin. Serabut paskasinaptik kemudian menginervasi kelenjar lakrimal dan palatina. Cabang serabut praganglion lainnya dibawah saraf petrosal kecil membentuk sinaps pada ganglion otik; serabut paskasinaptik memberikan persediaan sekretorik, sebagian kepada kelenjar parotid. Cabang ketiga dari sistem parasimpatis ini keluar dari tulang temporal sepanjang saraf korda timpani dan lewat sepanjang saraf lingual untuk membentuk sinaps pada ganglion submandibular. Serabut paskasimpatik kemudian membawa persediaan sekretorik kepada kelenjar submandibular dan sublingual. Serabut eferen viseral khusus muncul dibawah nukleus motorik fasial dan lewat sepanjang tulang temporal, kecuali untuk saraf ke otot stapedius, keluar dari foramen stilomastoid dan menginervasi aurikula, bagian posterior digastrik, stilohioid, dan otot platisma serta otot-otot fasial superfisial.

Fakta bahwa serabut aferen sensorik membawa sensasi dari saluran telinga luar dan propriosepsi dari wajah adalah hal yang bertentangan. Serabut-serabut ini diketahui bertanggungjawab untuk otalgia yang dialami pada Bells palsy dan erupsi vesikuler pada infeksi herpes zoster.Segmen intrakranial dari saraf wajah dan nervus intermedius keluar dari batang otak pada perbatasan dengan pons, menyebrangi sudut medial serebelopontin menuju saraf vestibuloakustik, dan memasuki saluran telinga dalam. Segmen meatal dari saraf wajah dan nervus intermedius menempati kuadran anterior-superior dalam kanalis dan memasuki saluran fallopian pada bagian superior foramen meatal menuju ke krista transversa dan bagian anterior dari krista vertikalis (Bill bar). Segmen labirin dari saraf berjalan 2 sampai 4 mm di dalam bagian tersempit dari kanalis fallopian menuju ke ganglion genikulatum, dimana saraf tersebut membuat belokan akut 40 sampai 80 derajat (genu eksternal) untuk memasuki telinga tengah. Berjalan di posterior dan agak inferior di atas prosesus kokleariform dan foramen ovale, segmen timpanik (11 mm) membelok ke lingkaran inferior sekunder (piramidal) menuju ke kanalis semisirkularis horizontal. Lingkaran ini memiliki sudut yang lebih tumpul sebesar 110 sampai 120 derajat. Segmen mastoid kemudian turun 13 mm vertikal menuju ke foramen stilomastoideus. Ada beberapa cabang saraf dalam perjalanan intratemporal.

Pada ganglion genikulatum, saraf petrosal superfisial besar berjalan di anterior dan medial. Cabang menuju otot stapedius muncul dari segmen mastoid proksimal sementara korda timpani keluar dari segmen mastoid distal. Saraf menuju digastrik adalah cabang distal pertama menuju ke foramen stilomastoideus. Serabut eferen viseral khusus yang menyusun segmen ekstrakranial memasuki kelenjar parotid posterior dan melalui persarafan sekender dan tersier. Serabut-serabut ini akhirnya menginervasi lima bagian dari otot-otot mimik: temporal, zigomatikus, bukal, mandibuler, dan servikal. Cabang-cabang perifer dari saraf tersebut memiliki lokasi yang sangat bervariasi.

I.2 ANATOMI BEDAHPengetahuan mengenai anatomi intratemporal saraf wajah dan landmark yang berhubungan merupakan hal yang sangat penting untuk pembedahan otologis yang aman. Pendekatan pembedahan terhadap segmen saraf yang berbeda bervariasi jika struktur telinga tengah dan dalam harus dipertahankan. Jika pendengaran bagus, segmen meatal dan labirintin dari saraf tersebut dicapai melalui fossa kranial tengah. Hal ini mengijinkan akses ke kanalis telinga dalam dan atau ganglion genikulatum. Landmark penting mencakup eminens arkuata, planus meatal, hiatus fasial, dan saraf petrosal superfisial besar. Lokasi kanalis dalam dan segmen meatal diperkirakan melalui biseksi sudut yang terbentuk antara planus kanalis semisirkularis superior (eminens arkuata) dan saraf petrosal superfisial besar. Saraf tersebut menempati kuadran anterior kanalis telinga dalam.

Landmark penting untuk mengidentifikasi segmen timpanik pada telinga tengah adalah prosesus kokleariform dan foramen ovale. Saraf tersebut terletak superior dari struktur-struktur ini dan inferior dari kanalis semisirkularis horizontal. Segmen mastoid bagian atas terletak posterior dan medial terhadap korda timpani dan medial terhadap traktus sel udara fasial. Otot stapedius dan kanalis semisirkularis posterior terletak medial terhadap saraf wajah. Segmen mastoid bagian bawah terdapat pada tingkat yang sama dengan ridge digastrik, lateral terhadap traktus sel udara retrofasial. Segmen mastoid saraf dapat diidentifikasi dengan memindahkan tulang dari sisi posterior kanalis telinga luar, dengan demikian memperlihatkan saraf pada sisi lateralnya. Sang ahli bedah akan menemukan sarafnya sepanjang garis yang digambar antara kanalis semisirkularis horizontal dan ridge digastrik.Jika pemeliharaan pendengaran bukanlah hal yang penting, seluruh perjalanan saraf intratemporal dapat dilihat melalui pendekatan translabirintin. Segmen mastoid dinyatakan seperti hal di atas. Pengangkatan labirin mengijinkan skeletonisasi segmen timpanik sepanjang sisi superiornya. Segmen labirintin terletak tepat anterior dan superior dari ampula kanalis superior. Kanalis telinga dalam ditemukan medial terhadap vestibula. Pada ujung lateral kanalis, saraf wajah terpisah dari saraf vestibuler superior oleh crest vertikal (Bill bar).

I.3 ANOMALI SARAF WAJAHJarang terjadi anomali saraf wajah, tapi keberadaan mereka membuat ahli bedah otologi paling berpengalaman sekalipun sangat waspada. Anomali paling sering adalah dehisens pada kanalis fasial, yang memudahkan saraf mengalami cedera selama pembedahan tulang temporal. Lokasi paling sering adalah segmen timpanik di atas foramen ovale, diikuti oleh ganglion genikulatum dan segmen mastoid berbatasan dengan sel-sel udara retrofasial. Perjalanan saraf intratemporal biasanya konstan, tapi variasi bisa terjadi. Deviasi pada segmen labirintin sangat jarang, biasanya temuan pada daerah ini berbeda dalam bentuk sudut sarafnya antara foramen meatal dan ganglion genikulatum, yang berhubungan dengan kedalaman kanalis telinga dalam di bawah lantai fossa medial. Pada segmen timpanik, sarafnya bisa turun berlawanan arkus stapes, mengalami bifurkasi sekeliling stapes, atau berjalan di bawah foramen ovale. Di bawah kanalis semisirkularis horizontal, saraf tersebut bisa membelok lebih akut, membuat lingkaran prominen lebih rentan terhadap cedera selama antrotomi. Pada segmen mastoid, bifurkasi dan trifurkasi sangat jarang, tapi jika terdapat duplikasi, saraf tersebut menempati kanalis tulang yang terpisah dan keluar dari foramina masing-masing. Anomali kanalis fallopian dicurigai terjadi pada atresia kongenital telinga tengah dan anomali kapsul otik. Potongan tipis tomografi terkomputerisasi (CT) resolusi tinggi terhadap kanalis fasial direkomendasikan untuk memberi informasi praoperasi sebanyak mungkin mengenai perjalanan saraf wajah.I.4 PENGATURAN TOPOGRAFI SARAF WAJAHOrientasi spasial serabut aferen dan eferen intrakranial atau intratemporal tidak mungkin dilakukan, berdasarkan penelitian hewan oleh Thomander dkk serta Gacek dan Radpour. Selama bertahun-tahun, peneliti klinis mengajukan tempat identifikasi lesi di dalam tulang temporal berdasarkan derajat kelemahan otot pada bagian wajah yang berbeda atau disfungsi serabut nonmotorik. Diduga saraf tersebut memiliki orientasi spasial dari akson motorik sepadan dengan pengaturan pada korteks dan nukleus motorik fasial. Kurangnya pengaturan intratemporal membuat perbaikan saraf proksimal interfasikuler terhadap foramen stylomastoideus tidak dapat dilakukan. Sinkinesis tidak dapat dihindari dengan prosedur reanastomosis atau grafting saraf apapun.

I.5 PASOKAN ARTERIAL TERHADAP SARAF WAJAHBaik sistem arterial vertebrobasiler maupun karotid memvaskularisasi saraf fasial intratemporal. Arteri labirintin, cabang dari arteri serebelar inferior anterior, memberi pasokan darah untuk saraf di dalam kanalis telinga dalam. Arteri petrosal, cabang dari meningeal tengah, memberi pasokan saraf pada daerah perigenikulatum dan beranastomosis dengan arteri stilomastoideus, yang memberi makan segmen mastoid dan timpanik. Saraf fasial intratemporal memiliki jaringan anastomosis ekstrinsik yang kaya untuk mencegah iskemia, kecuali dalam segmen labirintin pada pertemuan antara sistem karotid dan vertebrobasiler.

BAB IIEVALUASI

II.1 GEJALA DAN TANDARiwayat yang teliti mempersempit cakupan diagnosa banding dan mengurangi jumlah penelitian laboratorium yang diperlukan untuk menetapkan penyebab. Hampir semua penyebab kelumpuhan wajah bisa memiliki onset yang mendadak, tapi tampilan yang tertunda melambangkan banyak penyebab traumatis dan infeksius. Kelumpuhan yang paling sering berkembang selama 2 sampai 3 minggu pertama setelah onset, menyebabkan degenerasi yang lengkap atau degenerasi yang tidak lengkap dengan kejadian pemulihan, apakah secara klinis maupun elektrofisiologis. Setiap kelumpuhan yang menunjukkan perkembangan lebih dari 3 minggu pertama harus dievaluasi secara menyeluruh untuk neoplasma.

Secara umum, pasien yang memiliki penyebab kelumpuhan wajah yang tertunda atau tidak lengkap memiliki perbaikan fungsi wajah yang memuaskan. Pasien yang mengalami kelumpuhan lengkap, jika disertai dengan bukti elektris degenerasi lengkap, memiliki prognosa yang lebih berhati-hati untuk kembali memiliki gerakan fasial yang normal. Gejala dan tanda yang berhubungan menyediakan petunjuk diagnostik. Mati rasa di bagian tengah dan bawah wajah, otalgia, hiperakusis, berkurangnya air mata, dan gangguan rasa sering ditemukan pada Bells palsy dan sindrom Ramsay Hunt. Nyeri telinga yang sangat dan erupsi vesikuler adalah tanda infeksi herpes zoster. Tuli sensorineural dan vertigo dapat menyertai herpes zoster otikus dengan keterlibatan saraf wajah tapi bukan Bells palsy. Kejadian trauma biasanya nyata, terdapat riwayat cedera kepala atau wajah, kontusio atau laserasi terhadap penyebaran saraf ekstrakranial, tanda Battle, atau hemotimpanum. Kedutan wajah hadir bersama dengan kelemahan yang berkembang dengan lambat dan gejala-gejala saraf kranial lainnya biasanya mengindikasikan tumor.Kelumpuhan wajah yang rekuren juga bisa mengindikasikan tumor, walau beberapa disfungsi yang persisten cenderung terjadi di antara episode fungsi yang memburuk. Penyebab yang lebih sering dari kelumpuhan rekuren termasuk Bells palsy dan sindrom Melkersson-Rosenthal. Sekitar 7% pasien Bells palsy mengalami kelumpuhan rekuren, dimana setengah dari rekurensi terjadi pada sisi ipsilateral. Sindrom Melkersson-Rosenthal sering familial, dan kejadian kelumpuhan wajah pertama biasanya terjadi sebelum usia 20 tahun. Temuan yang berhubungan mencakup edema fasial, terutama bibir atas, lidah yang retak dan sakit kepala migrain.Setiap riwayat yang teliti mencakup keadaan medis lainnya yang dapat dilibatkan dalam diagnosa banding kelumpuhan: kanker, sarkoidosis, gangguan autoimun, dan pembedahan sebelumnya pada fossa posterior, tulang temporal, atau parotid.

II.2 PEMERIKSAAN FISIKPemeriksaan fisik mencakup penilaian menyeluruh kepala dan leher dengan pemeriksaan mikroskopik telinga, penilaian menyeluruh traktus aerodigestif atas, dan penilaian saraf kranial (III sampai XII). Karena penyebab paling sering kelumpuhan wajah dapat ditemukan pada tulang temporal, inspeksi tertutup kanalis telinga luar, membran timpanik, dan cleft telinga tengah merupakan keharusan. Temuan fisik yang nyata memperkuat diagnosa infeksius, neoplastik, dan traumatik. Defisit multipel saraf kranial tanpa lesi traumatik merupakan tanda awal infeksi lanjut intrakranial atau dasar tengkorak, neoplasma jinak atau ganas yang melibatkan tulang temporal, atau kelainan sistemik, seperti sindrom Guillain-Barr.TABEL PENILAIAN KELUMPUHAN WAJAHRiwayatOnsetDurasiLaju perkembanganRekuren atau familialGejala yang berhubunganPenyakit medis utama atau pembedahan sebelumnyaPemeriksaan fisikEvaluasi lengkap kepala dan leherOtoskopi Pemeriksaan traktus aerodigestivus atasPenilaian saraf kranial (III-XII)Palpasi kelenjar parotid dan leherEvaluasi neurologisTanda-tanda serebelarMotorikKelumpuhan fasialLengkap vs tidak lengkap (paresis)Keterlibatan segmental vs uniformUnilateral vs bilateralUji SchirmerPenelitian laboratoriumAudiometri percakapan dan nada murniUji elektrofisiologisUji Eksitabilitas Saraf (NET)Uji Rangsang Maksimal (MST)Elektroneurografi (ENoG)Elektromiografi (EMG)Penelitian radiografiTomografi terkomputerisasiPencitraan resonansi magnetikPertimbangan lainnyaHitung darah lengkap dan diferensial dengan laju sedimentasiUji antibodi serumAntibodi antinuklir serum (ANA) dan faktor reumatoid (RF)Radiograf x-ray dadaPungsi lumbar dengan uji cairan serebrospinal

Pemeriksaannya berfokus pada fungsi motorik saraf wajah. Istilah paresis digunakan untuk menjelaskan paralisis yang tidak lengkap, jika tidak ada gerakan otot-otot wajah, paralisis dijelaskan sebagai lengkap. Kesalahan yang sering adalah menghubungkan pergerakan kelopak mata atas akibat otot levator palpebra superior (saraf kranial III) dengan fungsi saraf wajah dan salah menggambarkan temuan sebagai paresis fasial. Pada paresis sejati, prognosa perbaikan tetap baik, dan kebutuhan penanganan yang cepat tidak terlalu darurat. Di lain pihak, paralisa lengkap membutuhkan penilaian yang cepat, termasuk uji elektrofisiologi dan penelitian lainnya yang diindikasikan, sehingga penanganan untuk mencegah kematian saraf lebih lanjut dapat dilakukan. Saat kejadian, cabang-cabang dari saraf wajah nampak memiliki fungsi yang relatif normal. Temuan ini dapat menjadi tanda awal neoplasma yang mendasari. Kelenjar parotid harus dipalpasi dengan hati-hati. Keterlibatan saraf wajah bilateral terjadi pada kurang dari 1% pasien yang mengalami kelumpuhan wajah. Penyebab yang sering adalah tumor batang otak, infeksi intrakranial, sindrom Guilllain-Barr, atau penyakit Lyme.Penyebab paralisis wajah akut yang lebih sering diuraikan dalam tabel. Lebih dari setengah presentasi adalah akibat Bells palsy. Trauma adalah etiologi paling sering kedua, menyebabkan sekitar 20% kasus. Berdasarkan May, kelumpuhan bukanlah Bells pada setiap gejala berikut: tanda-tanda tumor, vesikel, keterlibatan saraf kranial multipel, infeksi tulang temporal, trauma, kelumpuhan saat lahir, tanda-tanda lesi sistem saraf pusat, dan mononukleosis infeksiosa akut.

TABEL DIAGNOSA BANDING KELUMPUHAN FASIAL AKUT YANG SERINGInfeksiBells palsy (mononeuritis herpes simpleks)Otikus herpes zoster (sindrom Ramsay Hunt)Otitis media dengan efusiOtitis media supuratif akutMastoiditis koalesensOtitis media kronikOtitis eksterna maligna (osteomielitis dasar otak)TuberkulosisPenyakit Lyme*Sindrom imunodefisiensi yang didapatMononukleosis infeksiusTraumaFraktur tulang temporal*Trauma lahirKontusio/laserasi fasialLuka penetrasi, wajah dan tulang temporalCedera iatrogenikNeoplasiaKolesteatomaGlomus jugulare atau timpanikumKarsinoma (primer atau metastase)Neuroma fasialSchwannoma saraf kranial bawahMeningiomaLeukemiaHistiositosisRabdomiosarkomaKongenitalCedera kompresiSindrom MbiusParalisis bibir bawahIdiopatikKelumpuhan fasial rekurenSindrom Melkersson-RosenthalMetabolik dan sistemikSarkoidosis*Sindrom Guillain-Barr*Gangguan autoimun

*bisa muncul dengan kelumpuhan bilateral

BAB IIIPATOFISIOLOGI & KLASIFIKASI CEDERA SARAF

Salah satu kelemahan terbesar dalam pengertian kita mengenai degenerasi dan regenerasi neural adalah kurangnya pengetahuan kejadian yang terjadi pada tingkat molekuler. Uji elektrofisiologis saat ini tidak dapat mendiferensiasi tingkat cedera. karenanya, prognostikasi terbatas, yang menjelaskan mengapa degenerasi saraf yang lengkap bisa mengalami perbaikan yang normal seluruhnya atau tidak sama sekali.

Secara sederhana, cedera saraf digambarkan dalam istilah neurapraksia, aksonotmesis, atau neurotmesis. Neurapraksia terjadi saat sebuah lesi menekan aliran aksoplasma dari somata ke akson distal. Saraf tersebut dapat hidup dan kembali ke fungsi normal saat blokade dihilangkan. Pada uji saraf neurapraksia, uji eksitabilitas saraf (NET), uji rangsang maksimal (MST), dan elektroneurografi atau elektromiografi bangkitan (ENOG), menunjukkan temuan normal, dan elektromiografi (EMG) gagal untuk menunjukkan kekuatan aksi motorik volunter, dimana uji-uji ini tidak bisa dilakukan melewati blokade.Aksonotmesis menggambarkan keadaan degenerasi Wallerian distal terhadap lesi yang dikarakterisir oleh pemeliharaan sarung endoneural dari akson motorik. Secara elektris, jika aksonotmesis lengkap dan sejati, NET, MST, dan ENOG akan menunjukkan degenerasi yang cepat dan lengkap. EMG tidak akan menunjukkan unit motorik volunter, dan setelah 10 sampai 14 hari, kekuatan fibrilasi miogenik menjadi sangat jelas. Selama tubulus endoneural tetap terjaga, regenerasi menuju pelat akhir motorik yang asli akan berjalan sampai pemulihan total.Pada neurotmesis, lesinya menuntun kepada degenerasi Wallerian dan hilangnya tubulus endoneural. Oleh karenanya, uji elektrofisiologis memberi hasil yang serupa dengan yang ditemukan pada aksonotmesis namun, hasilnya kurang dapat diprediksi. Proses regenerasi bergantung pada kelengkapan cedera terhadap semua komponen jaringan ikat saraf, termasuk endoneurium, perineurium yang mengikat akson ke dalam fasikulus, dan epineurium yang melingkupi fasikulus ke dalam saraf biasa. Hilangnya tubulus endoneural memastikan timbulnya hasil sinkinesis jika regenerasi terjadi. Lebih jauh, pertumbuhan neurofilamen ditentukan oleh kondisi di tempat cedera dan dapat dihalangi oleh iskemia dan jaringan parut.

Sunderland menguraikan lima tingkat cedera neural berdasarkan integritas komponen jaringan ikat. Berdasarkan pola ini, cedera tingkat pertama sepadan dengan neurapraksia; cedera tingkat kedua, dengan aksonotmesis; dan tingkat ketiga sampai kelima, dengan neurotmesis. Cedera tingkat ketiga, keempat, dan kelima, secara berurut, sesuai dengan hilangnya endoneurium, hilangnya endoneurium dan perineurium dan hilangnya endoneurium, perineurium, dan epineurium.

Klasifikasi ini membantu menjelaskan ketidaksesuaian dalam penyembuhan dan keanehan uji elektrofisiologi, tapi tingkat tersebut harus didiferensiasi setelah saraf telah mengalami regenerasi. Kelas hasil dari kelemahan fasial dan sinkinesis menggambarkan kerusakan neural yang mendasari.

TABEL KLASIFIKASI PENYEMBUHAN DARI PARALISIS FASIALKelasKarakteristik

I. NormalFungsi fasial normal pada semua daerah

II. Disfungsi ringanSecara kasarKelemahan ringan terlihat pada inspeksi tertutupDapat mengalami sinkinesis yang sangat ringan. Saat istirahat, simetris dan tonus normalGerakanDahi: fungsi sedang samapi baikMata: penutupan sempurna dengan sedikit usahaMulut: sedikit asimetris

III. Disfungsi sedangSecara kasarJelas, tapi bukan perbedaan disfigur antara dua sisi. Sinkinesis dapat dikenali tapi tidak berat, kontraktur, atau spasme hemifasialSaat istirahat, simetris dan tonus normalGerakanDahi: gerakan ringan sampai sedangMata: penutupan sempurna dengan usahaMulut: agak lemah dengan usaha maksimal

IV. Disfungsi agak beratSecara kasarKelemahan jelas dan atau asimetris disfigur. Saat istirahat, simetris dan tonus normalGerakanDahi: tidak adaMata: penutupan tidak sempurnaMulut: asimetris dengan usaha maksimal

V. Disfungsi beratSecara kasarHanya sedikit gerakan yang jelas. Saat istirahat, asimetrisGerakanDahi: tidak adaMata: penutupan tidak sempurnaMulut: gerakan sedikit

VI. Paralisis totalTidak ada gerakan

BAB IIIPEMERIKSAAN PENUNJANG

III.1 PENELITIAN LABORATORIUMBerdasarkan gabungan fungsi aferen-eferen dari saraf kranial VII, uji topografi yang pernah populer (uji Schirmer, penilaian refleks stapedial, elektrogustrometri, dan aliran saliva) untuk menentukan tempat lesi dan untuk menentukan prognosa saat ini sebenarnya sudah tidak terpakai lagi. CT dan pencitraan resonansi magnetik (MRI) lebih baik menunjukkan tempat lesi.

Prognosis kembalinya fungsi motorik paling baik ditetapkan dengan uji elektrofisiologis serial. Uji Schirmer masih berguna untuk menghitung jumlah air mata pada mata yang terlibat. Berkurangnya sekresi air mata menunjukkan kebutuhan penanganan yang agresif untuk melindungi kornea.Beberapa penelitian mungkin diindikasikan dalam evaluasi paralisis fasial akut, tergantung pada temuan dalam riwayat dan pemeriksaan fisik. Karena ada begitu banyak masalah yang timbul di dalam tulang temporal dan proksimitas saraf kranial ketujuh dan kedelapan dalam fossa posterior, audiometri harus dilakukan pada semua kasus kelumpuhan wajah.Jika pemeriksaan menunjukkan paralisisnya lengkap, penelitian elektrofisiologis dilakukan untuk menetapkan titik akhir degenerasi dan prognosis pemulihan. Pencitraan adalah hal yang penting pada setiap kasus dengan etiologi yang tidak pasti atau paralisis rekuren atau atipik. CT dengan resolusi tinggi terhadap tulang temporal adalah penelitian pilihan untuk penelitian kanalis fallopi. Setiap penyebab kelumpuhan wajah yang berhubungan dengan destruksi tulang (mastoiditis, kolesteatoma, tumor, trauma tulang temporal) paling baik terlihat dengan CT. MRI lebih baik dari CT dalam diferensiasi jaringan lunak. MRI paling berguna jika dicurigai ada keterlibatan infeksius atau neoplastik pada saraf (kelumpuhan wajah idiopatik, herpes zoster, dan scwahnnoma fasial). Jika diagnosa tidak pasti, penelitian laboratorium lainnya dapat dipertimbangkan untuk menyingkirkan diskrasia darah, gangguan autoimun, penyakit Lyme, sarkoidosis, dan penyakit sistem saraf pusat.III.2 UJI ELEKTROFISIOLOGISUji populer saat ini yang digunakan untuk menetapkan prognosis kembalinya fungsi adalah NET, MST, ENOG, dan EMG. Uji serial dapat menetapkan titik akhir degenerasi, tapi satu uji yang dilakukan pada satu waktu selama paralisis hanya menyediakan informasi yang terbatas. Uji-uji tersebut saling melengkapi dan jika digunakan dengan tepat dapat menjelaskan secara akurat kelengkapan degenerasi. Indikasi, interpretasi, dan keterbatasan uji-uji ini diuraikan dalam Tabel

TABEL UJI ELEKTROFISIOLOGISUjiIndikasiInterpretasiKeterbatasan

Uji eksitabilitas sarafParalisis lengkap durasi 2.7. PenatalaksanaanPengobatan terhadap parese nervus VII dapat dikelompokkan dalam 3 bagian : 1,2,8

1. Pengobatan terhadap parese nervus fasialisA. Fisioterapi1. Heat Theraphy, Face Massage, Facial ExcerciseBasahkan handuk dengan air panas, setelah itu handuk diperas dan diletakkan dimuka hingga handuk mendingin. Kemudian pasien diminta untuk memasase otot-otot wajah yang lumpuh terutama daerah sekitar mata, mulut dan daerah tengah wajah.Masase dilakukan dengan menggunakan krim wajah dan idealnya juga dengan menggunakan alat penggetar listrik. Setelah itu pasien diminta untuk berdiri didepan cermin dan melakukan beberapa latihan wajah seperti mengangkat alis mata, memejamkan kedua mata kuat-kuat, mengangkat dan mengerutkan hidung, bersiul, menggembungkan pipi dan menyeringai.3,8Kegiatan ini dilakukan selama 5 menit 2 kali sehari.32. Electrical StimulationStimulasi energi listrik dengan aliran galvanic berenergi lemah.2 Tindakan ini bertujuan untuk memicu kontraksi buatan pada otot-otot yang lumpuh dan juga berfungsi untuk mempertahankan aliran darah serta tonus otot.8

B. Farmakologi Obat-obatan yang dapat diberikan dalam penatalaksanaan parese nervus fasialis antara lain8:1. Asam NikotinikPada parese nervus fasialis yang dikarenakan iskemiaAsam nikotinik dan obat-obatan yang bekerja menghambat ganglion simpatik servikal digunakan untuk memicu vasodilatasi sehingga dapat meningkatkan suplai darah ke nervus fasialis. 2. Vasokonstriktor, AntimikrobaObat ini diberikan pada kelumpuhan nervus fasialis yang disebabkan oleh kompresi nervus fasialis pada kanal falopi. Obat ini bekerja mengurangi bendungan , pembengkakkan, dan inflamasi pada keadaan diatas.3. SteroidObat ini diberikan untuk mengurangi proses inflamasi yang menyebabkan Bells Palsy.4. Sodium KromoglikatDiberikan pada parese nervus fasialis jika dipikirkan adanya reaksi alergi.5. AntivirusBaru-baru ini antivirus diberikan dengan atau tanpa penggunaan prednisone secara simultan.

C. Pengobatan Psikofisikal

Akupuntur, biofeedback, dan electromyographic feedback dilaporkan dapat membantu pentembuhan Bells Palsy.8

2.Pengobatan Sekuele ( Gejala Sisa )Pengobatan terhadap gejala sisa yang dapat dilakukan antara lain 8:A.DepresiPasien dengan parese nervus fasialis memiliki ketakutan bahwa mereka memiliki penyakit yang mengancam jiwa ataupun penyakit yang melibatkan pembuluh darah otak. Konseling dan terapi kelompok yang melibatkan penderita dengan usia yang sama terbukti efektif untuk mengatasi depresi tersebut.B.NyeriSebagian pasien dengan Bells Palsy dan hampir seluruh pasien dengan Herpes Zooster Cephalic merasakan nyeri. Nyeri ini dapat diatasi dengan analgesic non-narkotik. Dapat diberikan steroid dengan dosis awal 1 mg/ kg BB/ hari dan tapering off setelah 10 hari penggunaan.C.Perawatan MataSecara umum, Perawatan mata ditujukan untuk menjaga kelembaban mata agar tidak terjadi keratitis dan kerusakan kornea. Pasien diminta untuk meengedipkan mata 2 sampai 4 kali permenit disamping penggunaan obat tetes mata.

3.Indikasi Untuk Operasi Pada kasus dengan gangguan hantaran berat atau sudah terjadi denervasi total, tindakan operatif segera harus dilakukan dengan teknik dekompresi nervus fasialis transmastoid.1

2.8. KomplikasiSetelah kelumpuhan fasial perifer, regenerasi saraf yang rusak, terutama serat otonom dapat sebagian atau pada arah yang salah. Serat yang terlindung mungkin memberikan akson baru yang tumbuh ke dalam bagian yang rusak. Persarafan baru yang abnormal ini, dapat menjelaskan kontraktur atau sinkinesis (gerakan yang berhubungan) dalam otot-otot mimik wajah6. Sindrom air mata buaya (refleks gastrolakrimalis paradoksikal) tampaknya didasarkan oleh persarafan baru yang salah. Di perkirakan bahwa serat sekretoris untuk kelenjar air liur tumbuh ke dalam selubung Schwann dari serat yang cedera yang berdegenerasi dan pada asalnya serat tersebut bertanggung jawab untuk glandula lakrimalis6.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sage Journal of Otolaryngology. Silver Nitrate Injury in the Rat Sciatic Nerve: A Model of Facial Nerve Injury 2. Sjarifuddin, Bashiruddin J, Bramantyo B. Kelumpuhan Nervus Fasialis Perifer. In : Soepardi EA, Iskandar N editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. 6th ed. Jakarta : Balai Penerbit FK-UI, 2007.3. Maisel R, Levine S, 1997. Gangguan Saraf Fasialis. Dalam Boies Buku Ajar Penyakit THT edisi 6. Jakarta : EGC.4. K.J.Lee. Essential Otolaryngology and Head and Neck Surgery. IIIrd Edition, Chapter 10 : Facial Nerve Paralysis.2006.5. Facial Nerve Anatomy : Diakses dari http/facialparalysisinstitute.com.Oktober 20086. SM. Lumbotobing. Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : Balai Penerbit FK-UI,2006.7. Peter Duus. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala. Jakarta : Balai Pustaka.1996.8. John YS Kim. Facial Nerve Paralysis. Diakses dari www.emedicine.com/plastic/topic522.htm.20 November 20089. May, Mark and Barry M. Schaizkin. The Facial Nerve. New York : Thieme. 2000.

25