referat kulkel da
TRANSCRIPT
PENDAHULUANDEFINISI
Dermatitis Atopik (DA) merupakan suatu peradangan kulit yang bersifat kronis dan residif,
disertai kulit kering dan gatal, yang umumnya sering terjadi pada bayi dan anak-anak, sering
berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga
atau penderita (Dermatitis atopik, rinitis alergik atau asma bronkial). Bila residif biasanya
disertai infeksi, atau alergi, faktor psikologik, atau akibat bahan kimia atau iritan.
Karakteristik dari DA adalah eritema, papula, vesikel, krusta, skuama dan pruritus yang
hebat. Karena adanya gatal yang hebat sering menyebabkan sulit tidur.
EPIDEMIOLOGI
Berbagai penelitian menyatakan bahwa prevalensi DA makin meningkat sehingga merupakan
masalah kesehatan besar. Diperkirakan angka kejadian di masyarakat adalah sekitar 1-3% dan
pada anak < 5 tahun sebesar 3,1% dan prevalensi DA pada anak meningkat 5-10% pada 20-
30 tahun terakhir. Sangat mungkin peningkatan prevalensi ini berasal dari faktor lingkungan,
seperti bahan kimia industri, makanan olahan, atau benda asing lainnya. Ada dugaan bahwa
peningkatan ini juga disebabkan perbaikan prosedur diagnosis dan pengumpulan data. Di
Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Australia dan negara industri lain prevalensi Dermatitis
Atopik pada anak mencapai 10 sampai 20 persen sedangkan pada dewasa kira-kira 1 sampai
3 persen. Di negara agraris, misalnya Cina, Eropa Timur, Asia tengah, perevalensi DA jauh
lebih rendah. Wanita lebih banyak menderita DA dibanding pria dengan rasio 1,3:1. Faktor
lingkungan yang berpotensi menaikkan jumlah penderita DA misalnya jumlah keluarga kecil,
pendidikan ibu makin tinggi, penghasilan meningkat, migrasi dari desa ke kota dan
peningkatan penggunaan antibiotik. Sebaliknya faktor-faktor yang akan melindungi
kemungkinan timbulnya DA ialah rumah yang berpenghuni banyak, meningkatnya jumlah
keluarga, urutan lahir semakin belakang dan sering mengalami infeksi sewaktu kecil. DA
cenderung diturunkan, resiko mewarisi DA lebih tinggi bila ibu yang menderita DA
dibanding ayah. Lebih dari seperempat anak dari seorang ibu yang menderita atopi akan
mengalami DA.
ETIOLOGI
Berbagai faktor ikut berinteraksi sebagai pemicu terjadinya DA misalnya faktor genetik,
lingkungan, sawar kulit, farmakologik dan imunologik yang diperantarai oleh sel-sel yang
berasal dari sumsum tulang. Kadar IgE dalam serum penderita DA dan jumlah eosinofil
dalam darah perifer umumnya meningkat, terbukti ada hubungan secara sistemik antara DA
dan alergi saluran nafas karena 80% anak dengan DA mengalami asma bronkial atau rinitis
alergik. Dari percobaan pada tikus yang disensitisasi secara epikutan dengan antigen,akan
terjadi dermatitis alergik, IgE dalam serum meningkat, eosinofilia saluran nafas dan respons
berlebihan terhadap metakolin. Hal ini menguatkan dugaan bahwa pajanan alergen pada DA
akan mempermudah timbulnya asma bronkial.
PEMBAHASANPATOGENESIS
Sampai saat ini etiologi maupun mekanisme yang pasti DA belum semuanya diketahui,
demikian pula pruritus pada DA. Tanpa pruritus diagnosis DA tidak dapat ditegakkan. Rasa
gatal dan rasa nyeri sama-sama memiliki reseptor di dermoepidermal juction, yang disalurkan
lewat saraf C tidak bermielin ke saraf spinal sensorik yang selanjutnya diteruskan ke talamus
kontralateral dan korteks untuk diartikan. Rangsangan yang ringan, superfisial dengan
intensitas rendah menyebabkan rasa gatal, sedangkan yang dalam dan berintensitas tinggi
menyebabkan rasa nyeri. Sebagian patogenesis DA dapat dijelaskan secara imunologik dan
nonimunologik.
Multifaktor DA mempunyai penyebab multi faktorial antara lain faktor genetik, emosi,
trauma, keringat, imunologik.
Respon Imun Sistemik Terdapat IFN-g yang menurun. Interleukin spesifik alergen yang
diproduksi sel T pada darah perifer (interleukin IL-4, IL-5 dan IL-13) meningkat. Juga
terjadi Eosinophilia dan peningkatan IgE.
Imunopatologi Kulit Pada DA, sel T yang infiltrasi ke kulit adalah CD45RO+. Sel T ini
menggunakan CLA maupun reseptor lainnya untuk mengenali dan menyeberangi
endotelium pembuluh darah. Di pembuluh darah perifer pasien DA, sel T subset CD4+
maupun subset CD8+ dari sel T dengan petanda CLA+CD45RO+ dalam status teraktivasi
(CD25+, CD40L+, HLADR+). Sel yang teraktivasi ini mengekspresikan Fas dan Fas
ligand yang menjadi penyebab apoptosis. Sel-sel itu sendiri tidak menunjukkan apoptosis
karena mereka diproteksi oleh sitokin dan protein extracellular matrix (ECM). Sel-sel T
tersebut mensekresi IFN g yang melakukan upregulation Fas pada keratinocytes dan
menjadikannya peka terhadap proses apoptosis di kulit. Apoptosis keratinocyte diinduksi
oleh Fas ligand yang diekspresi di permukaan sel-sel T atau yang berada di
microenvironment
Respon imun kulit Sel-sel T baik subset CD4+ maupun subset CD8+ yang diisolasi dari
kulit (CLA+ CD45RO+ T cells) maupun dari darah perifer, terbukti mensekresi sejumlah
besar IL-5 dan IL-13, sehingga dengan kondisi ini lifespan dari eosinofil memanjang dan
terjadi induksi pada produksi IgE. Lesi akut didominasi oleh ekspresi IL-4 dan IL-13,
sedangkan lesi kronik didominasi oleh ekspresi IL-5, GM-CSF, IL-12, dan IFN-g serta
infiltrasi makrofag dan eosinofil.
Genetik Pengaruh gen maternal sangat kuat. Ada peran kromosom 5q31-33, kromosom
3q21, serta kromosom 1q21 and 17q25. Juga melibatkan gen yang independen dari
mekanisme alergi. Ada peningkatan prevalensi HLA-A3 dan HLA-A9. Pada umumnya
berjalan bersama penyakit atopi lainnya, seperti asma dan rhinitis. Resiko seorang kembar
monosigotik yang saudara kembarnya menderita DA adalah 86%.
Reaksi Imunologis DA
Sekitar 70% anak dengan DA mempunyai riwayat atopi dalam keluarganya seperti asma
bronkial, rinitis alergi, atau dermatitis atopik. Sebagian besar anak dengan DA (sekitar 80%),
terdapat peningkatan kadar IgE total dan eosinofil di dalam darah. Anak dengan DA terutama
yang moderat dan berat akan berlanjut dengan asma dan/atau rinitis alergika di kemudian hari
(allergic march), dan semuanya ini memberikan dugaan bahwa dasar DA adalah suatu
penyakit atopi.
Ekspresi Sitokin
Keseimbangan sitokin yang berasal dari Th1 dan Th2 sangat berperan pada reaksi inflamasi
penderita Dermatitis Atopik (DA). Pada lesi yang akut ditandai dengan kadar Il-4, Il-5, dan
Il-13 yang tinggi sedangkan pada DA yang kronis disertai kadar Il-4 dan Il-13 yang lebih
rendah, tetapi kadar Il-5, GM-CSF (granulocyte-macrophage colony-stimulating factor), Il-
12 dan INFg lebih tinggi dibandingkan pada DA akut.
Anak dengan bawaan atopi lebih mudah bereaksi terhadap antigen lingkungan (makanan dan
inhalan), dan menimbulkan sensitisasi terhadap reaksi hipersentivitas tipe I. Imunitas seluler
dan respons terhadap reaksi hipersensitivitas tipe lambat akan menurun pada 80% penderita
dengan DA, akibat menurunnya jumlah limfosit T sitolitik (CD8+), sehingga rasio limfosit T
sitolitik (CD 8+) terhadap limfosit T helper (CD4+) menurun dengan akibat kepekaan
terhadap infeksi virus, bakteri, dan jamur meningkat.
Di antara mediator yang dilepaskan oleh sel mast, yang berperan pada pruritus adalah
vasoaktif amin, seperti histamin, kinin, bradikinin, leukotrien, prostaglandin dan sebagainya,
sehingga dapat dipahami bahwa dalam penatalaksanaan DA, walaupun antihistamin sering
digunakan, namun hasilnya tidak terlalu menggembirakan dan sampai saat ini masih banyak
silang pendapat para ahli mengenai manfaat antihistamin pada DA.
Trauma mekanik (garukan) akan melepaskan TNF-a dan sitokin pro inflammatory lainnya di
epidermis, yang selanjutnya akan meningkatkan kronisitas DA dan bertambah beratnya
eksema.
Antigen Presenting Cells
Kulit penderita DA mengandung sel Langerhans (LC) yang mempunyai afinitas tinggi untuk
mengikat antigen asing (Ag) dan IgE lewat reseptor FceRI pada permukaannya, dan beperan
untuk mempresentasikan alergen ke limfosit Th2, mengaktifkan sel memori Th2 di kulit dan
yang juga berperan mengaktifkan Th0 menjadi Th2 di dalam sirkulasi.
Faktor Non Imunologis
Faktor non imunologis yang menyebabkan rasa gatal pada DA antara lain adanya faktor
genetik, yaitu kulit DA yang kering (xerosis). Kekeringan kulit diperberat oleh udara yang
lembab dan panas, banyak berkeringat, dan bahan detergen yang berasal dari sabun. Kulit
yang kering akan menyebabkan nilai ambang rasa gatal menurun, sehingga dengan
rangsangan yang ringan seperti iritasi wol, rangsangan mekanik, dan termal akan
mengakibatkan rasa gatal.
FAKTOR-FAKTOR PENCETUS
Makanan
Berdasarkan hasil Double Blind Placebo Controlled Food Challenge (DBPCFC), hampir
40% bayi dan anak dengan DA sedang dan berat mempunyai riwayat alergi terhadap
makanan. Bayi dan anak dengan alergi makanan umumnya disertai uji kulit (skin prick test)
dan kadar IgE spesifik positif terhadap perbagai macam makanan. Walaupun demikian uji
kulit positif terhadap suatu makanan tertentu, tidak berarti bahwa penderita tersebut alergi
terhadap makanan tersebut, oleh karena itu masih diperlukan suatu uji eliminasi dan
provokasi terhadap makanan tersebut untuk menentukan kepastiannya.
Alergen Hirup
Alergen hirup sebagai penyebab DA dapat lewat kontak, yang dapat dibuktikan dengan uji
tempel, positif pada 30-50% penderita DA, atau lewat inhalasi. Reaksi positif dapat terlihat
pada alergi tungau debu rumah (TDR), dimana pada pemeriksaan in vitro (RAST), 95%
penderita DA mengandung IgE spesifik positif terhadap TDR dibandingkan hanya 42% pada
penderita asma di Amerika Serikat. Perlu juga diperhatikan bahwa DA juga bisa diakibatkan
oleh alergen hirup lainnya seperti bulu binatang rumah tangga, jamur atau ragweed di negara-
negara dengan 4 musim.
Infeksi Kulit
Penderita dengan DA mempunyai tendensi untuk disertai infeksi kulit oleh kuman umumnya
Staphylococcus aureus, virus dan jamur. Stafilokokus dapat ditemukan pada 90% lesi
penderita DA dan jumlah koloni bisa mencapai 107 koloni/cm2 pada bagian lesi tersebut.
Akibat infeksi kuman Stafilokokus akan dilepaskan sejumlah toksin yang bekerja sebagai
superantigen, mengaktifkan makrofag dan limfosit T, yang selanjutnya melepaskan histamin.
Oleh karena itu penderita DA dan disertai infeksi harus diberikan kombinasi antibiotika
terhadap kuman stafilokokus dan steroid topikal.
MANIFESTASI KLINIK
Umumnya gejala DA timbul sebelum bayi berumur 6 bulan, dan jarang terjadi di bawah usia
8 minggu. Dermatitis atopik dapat menyembuh dengan bertambahnya usia, tetapi dapat pula
menetap bahkan meluas dan memberat sampai usia dewasa. Terdapat kesan bahwa makin
lama dan makin berat dermatitis yang diderita semasa bayi makin besar kemungkinan
dermatitis tersebut menetap sampai dewasa, sehingga perjalanan penyakit dermatitis atopik
sukar diramalkan.Terdapat tiga bentuk klinis dermatitis atopik, yaitu bentuk infantil, bentuk
anak, dan bentuk dewasa.
Bentuk infantil (usia 2 bulan sampai 2 tahun)
Secara klinis berbentuk dermatitis akut eksudatif dengan predileksi daerah muka terutama
pipi dan daerah ekstensor ekstremitas. Bentuk ini berlangsung sampai usia 2 tahun. Predileksi
pada muka lebih sering pada bayi yang masih muda, sedangkan kelainan pada ekstensor
timbul pada bayi sel sudah merangkak. Lesi yang paling menonjol pada tipe ini adalah
vesikel dan papula, serta garukan yang menyebabkan krusta dan terkadang infeksi sekunder.
Gatal merupakan gejala yang mencolok sel bayi gelisah dan rewel dengan tidur yang
terganggu. Pada sebagian penderita dapat disertai infeksi bakteri maupun jamur.
Bentuk anak (usia 2 sampai 10 tahun)
Seringkali bentuk anak merupakan lanjutan dari bentuk infantil, walaupun diantaranya
terdapat suatu periode remisi. Gejala klinis ditandai oleh kulit kering (xerosis) yang lebih
bersifat kronik dengan predileksi daerah fleksura antekubiti, poplitea, tangan, kaki dan
periorbita, lebih banyak papul, likenifikasi dan sedikit skuama. Rasa gatal yang hebat
menyebabkan penderita sering menggaruk sehingga terjadi erosi, likenifikasi, dan dapat
menyebabkan infeksi sekunder. Biasanya penderita sensitif terhadap wol, bulu kucing dan
bulu anjing.
Bentuk dewasa
DA bentuk dewasa terjadi pada usia sekitar 20 tahun. Umumnya berlokasi di daerah lipatan,
muka, leher, badan bagian atas dan ekstremitas. Lesi berbentuk dermatitis kronik dengan
gejala utama likenifikasi dan skuamasi. Lesi kering, agak menimbul, papul datar dan
cenderung bergabung menjadi plak likenifikasi dengan sedikit skuama, dan sering terjadi
ekskoriasi dan eksudasi karena garukan. Lambat laun terjadi hiperpigmentasi. Lesi ini sangat
gatal, terutama pada malam hari terutama saat istirahat. Pada orang dewasa sering mengeluh
bahwa penyakitnya kambuh bila mengalami stres. Penderita atopik memang sulit
mengeluarkan keringat sehingga rasa gatal timbul bila melakukan aktifitas fisik yang berat.
Stigmata pada dermatitis atopik Terdapat beberapa gambaran klinis dan stigmata yang
terjadi pada DA, yaitu:
‘White dermatographism’ Goresan pada kulit penderita DA akan menyebabkan kemerahan
dalam waktu 10-15 detik diikuti dengan vasokonstriksi yang menyebabkan garis berwarna
putih dalam waktu 10-15 menit berikutnya.
Reaksi vaskular paradoksal Merupakan adaptasi terhadap perubahan suhu pada penderita
DA. Apabila ekstremitas penderita DA mendapat pajanan hawa dingin, akan terjadi
percepatan pendinginan dan perlambatan pemanasan dibandingkan dengan orang normal.
Lipatan telapak tangan Terdapat pertambahan mencolok lipatan pada telapak tangan
meskipun hal tersebut bukan merupakan tanda khas untuk DA.
Garis Morgan atau Dennie Terdapat lipatan ekstra di kulit bawah mata.
Sindrom ‘buffed-nail’ Kuku terlihat mengkilat karena selalu menggaruk akibat rasa sangal
gatal.
‘Allergic shiner’ Sering dijumpai pada penderita penyakit alergi karena gosokan dan garukan
berulang jaringan di bawah mata dengan akibat perangsangan melanosit dan peningkatan
timbunan melanin.
Hiperpigmentasi Terdapat daerah hiperpigmentasi akibat garukan terus menerus.
Kulit kering Kulit penderita DA umumnya kering, bersisik, pecah-pecah, dan berpapul
folikular hiperkeratotik yang disebut keratosis pilaris. Jumlah kelenjar sebasea berkurang
sehingga terjadi pengurangan pembentukan sebum, sel pengeluaran air dan xerosis, terutama
pada musim panas.
Delayed blanch’ Penyuntikan asetilkolin pada kulit normal menghasilkan keluarnya keringat
dan eritema. Pada penderita atopi akan terjadi eritema ringan dengan delayed blanch. Hal ini
disebabkan oleh vasokonstriksi atau peningkatan permeabilitas kapiler.
Keringat berlebihan Penderita DA cenderung berkeringat banyak sehingga pruritus
bertambah.
Gatal dan garukan berlebihan Penyuntikan bahan pemacu rasa gatal (tripsin) pada orang
normal menimbulkan gatal selama 5-10 menit, sedangkan pada penderita DA gatal dapat
bertahan selama 45 menit.
Variasi Musim
Mekanisme terjadinya eksaserbasi sesuai dengan perubahan musim belum difahami secara
menyeluruh. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kelembaban nisbi tinggi musim baik
pada kekeringan kulit penderita DA. Pada daerah dengan kelembaban nisbi tinggi musim
panas berpengaruh buruk, sedangkan lingkungan sejuk dan kering akan berpengaruh baik
pada kulit penderita DA.
DIAGNOSIS
Hanifin dan Lobitz (1977) menyusun petunjuk yang sekarang diterima sebagai dasar untuk
menegakkan diagnosis DA Mereka mengajukan berbagai macam kriteria yang dibagi dalam
kriteria mayor dan kriteria minor. Kemudian kriteria tersebut diperbaiki oleh kelompok kerja
dari Inggris yang dikoordinasi oleh Williams (1994).
Kriteria minimal untuk menegakkan diagnosa DA meliputi pruritus dan kecenderungan
dermatitis untuk menjadi kronik atau kronik residif dengan gambaran morfologi dan
distribusi yang khas.
Dermatitis atopik dikenal sebagai gatal yang menimbulkan kelainan kulit, bukan kelainan
kulit yang menimbulkan gatal. Tetapi belum ada kesepakatan pendapat mengenai hal ini,
karena pada pengamatan, lesi di muka dan punggung bukan diakibatkan oleh garukan, selain
itu dermatitis juga terjadi pada bayi yang belum mempunyai mekanisme gatal-garuk.
Kriteria diagnosis dermatitis atopik dari Hanifin dan Lobitz, 1977
Kriteria mayor ( > 3)Pruritus
Morfologi dan distribusi khas :
dewasa : likenifikasi fleksura
bayi dan anak : lokasi kelainan di daerah muka dan ekstensor
Dermatitis bersifat kronik residif
Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya
Kriteria minor ( > 3)Xerosis
Iktiosis/pertambahan garis di palmar/keatosis pilaris
Reaktivasi pada uji kulit tipe cepat
Peningkatan kadar IgE
Kecenderungan mendapat infeksi kulit/kelainan imunitas selular
Dermatitis pada areola mammae
Keilitis
Konjungtivitis berulang
Lipatan Dennie-Morgan daerah infraorbita
Keratokonus
Katarak subskapular anterior
Hiperpigmentasi daerah orbita
Kepucatan/eritema daerah muka
Pitiriasis alba
Lipatan leher anterior
Gatal bila berkeringat
Intoleransi terhadap bahan wol dan lipid solven
Gambaran perifolikular lebih nyata
Intoleransi makanan
Perjalanan penyakit dipengaruhi lingkungan dan emosi
White dermographism/delayed blanch
Kemudian oleh Kelompok kerja Inggris (UK Working party) yang dikoordinasi oleh William
pada tahun 1994 memperbaiki dan menyederhanakan kriteria Hanifin dan Lobitz menjadi
satu set kriteria untuk pedoman diagnosis DA yang dapat diulang dan divalidasi. Pedoman ini
dapat digunakan pada orang dewasa, anak, berbagai ras dan sudah divalidasi dalam populasi
sehingga dapat membantu dokter Puskesmas membuat diagnosis.
Pedoman diagnosis DA yang diusulkan oleh kelompok tersebut yaitu :
Haru mempunyai kodisi kulit gatal (itchy skin) atau dari laporan orang tuanya bahwa
anaknya suka menggaruk atau menggosok.
Ditambah 3 atau lebih kriteria berikut :
1. Riwayat terkenanya lipatan kulit, misalnya lipat siku, belakang lutut, bagian depan
pergelangan kaki atau sekeliling leher (termasuk pipi anak usia di bawah 10 tahun).
2. Riwayat
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Telah dilaporkan pelbagai hasil laboratorium penderita DA, walaupun demikian sulit untuk
menghubungkan hasil laboratorium ini dengan defek yang ada.
Imunoglobulin
IgG, IgM, IgA dan IgD biasanya normal atau sedikit meningkat pada penderita DA. Tujuh
persen penderita DA mempunyai kadar IgA serum yang rendah, dan defisiensi IgA transien
banyak dilaporkan pada usia 3-6 bulan. Kadar IgE meningkat pada 80-90% penderita DA dan
lebih tinggi lagi bila sel asma dan rinitis alergika. Tinggi rendahnya kadar IgE ini erat
hubungannya dengan berat ringannya penyakit, dan tinggi rendahnya kadar IgE tidak
mengalami fluktuasi baik pada saat eksaserbasi, remisi, atau yang sedang mendapat
pengobatan prednison atau azatioprin. Kadar IgE ini akan menjadi normal 6-12 bulan setelah
terjadi remisi.
Leukosit
Limfosit
Jumlah limfosit absolut penderita alergi dalam batas normal, baik pada asma, rinitis alergilk,
maupun pada DA Walaupun demikian pada beberapa penderita DA berat. dapat disertai
menurunnya jumlah sel T dan meningkatnya sel B.
Eosinofil
Kadar eosinofil pada penderita DA sering meningkat. Peningkatan ini seiring dengan
meningkatnya IgE, tetapi tidak seiring dengan beratnya penyakit.
Leukosit polimorfonuklear (PMN)
Dari hasil uji nitro blue tetrazolium (NBT) ternyata jumlah PMN biasanya dalam batas
normal.
Komplemen
Pada penderita DA kadar komplemen biasanya normal atau sedikit meningkat.
Bakteriologi
Kulit penderita DA aktif biasanya mengandung bakteri patogen, seperti Staphylococcus
aureus. walaupun tanpa gejala klinis infeksi.
Uji kulit dan provokasi
Diagnosis DA ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis. Untuk mencari penyebab
timbulnya DA harus disertai anamnesis yang teliti dan bila perlu dengan uji kulit serta uji
eliminasi dan provokasi. Korelasi uji kulit hanya baik hasilnya bila penyebabnya alergen
hirup. Untuk makanan dianjurkan dengan uji eliminasi dan provokasi. Reaksi pustula
terhadap 5% nikel sulfat yang diberikan dengan uji tempel dianggap karakteristik untuk DA
oleh beberapa pengamat. Patogenesis reaksi pustula nikel fosfat ini belum diketahui
walaupun data menunjukkan reaksi iritan primer.
Diagnosis Banding
Dermatitis seboroik infantil
Dermatitis kontak
Dermatitis numularis
Skabies
Iktiosis
Psoriasis
Dermatitis herpetiformis
Sindrom Sézary
Penyakit Letterer-Siwe
Sindrom Wiskott-Aldrich
Sindrom Hiper IgE
KOMPLIKASI
Pada anak penderita DA, 75% akan disertai penyakit alergi lain di kemudian hari.
Penderita DA mempunyai kecenderungan untuk mudah mendapat infeksi virus maupun
bakteri (impetigo, folikulitis, abses, vaksinia. Molluscum contagiosum dan herpes).
Infeksi virus umumnya disebabkan oleh Herpes simplex atau vaksinia dan disebut eksema
herpetikum atau eksema vaksinatum. Eksema vaksinatum ini sudah jarang dijumpai,
biasanya terjadi pada pemberian vaksin varisela, baik pada keluarga maupun penderita.
lnfeksi Herpes simplex terjadi akibat tertular oleh salah seorang anggota keluarga. Terjadi
vesikel pada daerah dermatitis, mudah pecah dan membentuk krusta, kemudian terjadi
penyebaran ke daerah kulit normal.
Penderita DA, mempunyai kecenderungan meningkatnya jumlah koloni Staphylococcus
aureus.
PENGOBATAN
Dermatitis atopik umumnya tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikontrol. Sebagian
penderita mengalami perbaikan sesuai dengan bertambahnya usia. Langkah yang penting
adalah menjalin hubungan baik dengan orang tua penderita, menjelaskan mengenai
penyakit tersebut secara rinci, termasuk perjalanan penyakit, dampak psikologis,
prognosis, dan prinip penatalaksanaan. Langkah pertama dalam penatalaksanaan
penderita DA adalah menghindari atau sedikitnya mengurangi faktor penyebab, misalnya
eliminasi makanan, faktor inhalan, atau faktor pencetus sel Walaupun masih
kontroversial ternyata Ibayi yang memperoleh air susu ibu lebih jarang menderita DA
dibandingkan bayi yang memperoleh pengganti air susu ibu.
Penghindaran faktor alergen pada bayi berumur kurang dari 1 tahun akan mengurangi
beratnya gejala. DA. Maka dianjurkan agar bayi dengan riwayat keluarga alergi
memperoleh hanya ASI sediIkitnya 3 bulan, bila mungkin 6 bulan pertama dan ibu yang
menyusui dianjurkan untuk tidak makan telur, kacang tanah, terigu, dan susu sapi. Susu
sapi diduga merupakan alergen kuat pada bayi dan anak, maka bagi mereka yang jelas
alergi terhadap susu dapat dipergunakanbangkan untuk menggantinya dengan susu
kedelai, walaupun kemungkinan alergi terhadap susu kedelai masih ada. \60% penderita
DA di bawah usia 2 tahun memberikan reaksi positif pada uji kulit terhadap telur, susu,
ayam, dan gandum. Reaksi positif ini akan menghilang dengan bertambahnya usia.
Walaupun pada uji kulit positif terhadap antigen makanan tersebut di atas, belum tentu
mencerminkan gejala klinisnya. Demikian pula hasil uji provokasi, sehingga membatasi
makanan anak tidak selalu berhasil untuk mengatasi penyakitnya.
Membutuhkan terapi yang integral dan sistemik, meliputi hidrasi kulit, terapi topikal,
identifikasi dan eliminasi faktor penyebab dan pencetus dan bila perlu terapi sistemik.
Penatalaksanaan dasar diberikan untuk semua kasus baik yang ringan, sedang maupun
berat, berupa berupa perawatan kulit, hidrasi, kortikosteroid topikal, antihistamin, tars,
antibiotik bila perlu, identifikasi dan eliminasi faktor-faktor pencetus kekambuhan.
Perawatan Kulit Hidrasi adalah terapi DA yang esensial. Dasar hidrasi yang adekuat
adalah peningkatan kandungan air pada kulit dengan cara mandi dan menerapkan sawar
hidrofobik. untuk mencegah evaporasi. Mandi selama 15-20 menit 2 kali sehari tidak
menggunakan air panas dan tidak menambahkan oil (minyak) karena mempengaruhi
penetrasi air. Sabun dengan moisturizers disarankan Setelah mandi memberihkan sisa air
dengan handuk yang lembut. Bila perlu pengobatan topikal paling baik setelah mandi
karena penetrasi obat jauh lebih baik. Pada pasien kronik diberikan 3-4 kali sehari
dengan water-in-oil moisturizers sediaan lactic acid.
Pengobatan topikal adalah untuk mengatasi kekeringan kulit dan peradangan. Mengatasi
kekeringan kulit atau memelihara hidrasi kulit dapat dilakukan dengan mandi memakai
sabun lunak tanpa pewangi. Meskipun mandi dikatakan dapat memperburuk kekeringan
kulit, namun berguna untuk mencegah terjadi infeksi sekunder. Jangan menggunakan
sabun yang bersifat alkalis dan sebaliknya pakailah sabun atau pembersih yang
mempunyai pH 7,0. Pemberian pelembab kulit penting untuk menjaga hidrasi antara lain
dengan dasar lanolin, krim air dalam minyak, atau urea 10% dalam krim. Untuk
mengatasi peradangan dapat diberikan krim kortikosteroid. Penggunaan kortikosteroid
topikal golongan kuat sebaiknya berhati-hati dan tidak digunakan di daerah muka.
Apabila dermatitis telah teratasi maka secepatnya pengobatan dialihkan pada
penggunaan kortikosteroid golongan lemah atau krim pelembab. Untuk daerah muka
sebaiknya digunakan krim hidrokortison 1%.
Dengan pengobatan topikal yang baik dapat dicegah penggunaan pengobatan sistemik.
Karena perjalanan penyakit DA adalah kronik dan residif, maka untuk pemakaian
kortikosteroid topikal maupun sistemik untuk jangka panjang sebaiknya diamati efek
samping yang mungkin terjadi. Bila dengan kortikosteroid topikal tidak adekuat untuk
menghilangkan rasa gatal dapat ditambahkan krim yang mengandung mental, fenol,
lidokain, atau asam salisilat. Bila dengan pengobatan topikal ini tetap tidak adekuat,
maka dapat dipertimbangkan pemberian pengobatan sistemik
Kortikosteroids topikal Kortikosteroid topikal mempunyai efek antiinflamasi,
antipruritus, dan efek vasokonstriktor. Yang perlu diperhatikan pada penggunaan
kortikosteroid topikal adalah: segera setelah mandi dan diikuti berselimut untuk
meningkatkan penetrasi; tidak lebih dari 2 kali sehari; bentuk salep untuk kulit lembab
bisa menyebabkan folikulitis; bentuk krim toleransinya cukup baik; bentuk lotion dan
spray untuk daerah yang berambut; pilihannya adalah obat yang efektif tetapi potensinya
terendah; efek samping yang harus diperhatikan adalah: atropi, depigmentasi, steroid
acne dan kadang-kadang terjadi absorbsi sistemik dengan supresi dari hypothalamic-
pituitary-adrenal axis; bila kasus membaik, frekuensi pemakaian diturunkan dan diganti
dengan yang potensinya lebih rendah; bila kasus sudah terkontrol, dihentikan dan terapi
difokuskan pada hidrasi.
Antihistamin Untuk mengurangi rasa gatal dapat diberikan antihistamin (H1) seperti
difenhidramin atau terfenadin, atau antihistamin nonklasik lain. Kombinasi antihistamin
H1 dengan H2 dapat menolong pada kasus tertentu. Pada bayi usia muda, pemberian
sedasi dengan kloralhidrat dapat pula menolong. Penggunaan obat lain seperti sodium
kromoglikat untuk menstabilkan dinding sel mast dapat memberikan hasil yang
memuaskan pada 50% penderita.
Penggunaan kortikosteroid oral sangat terbatas, hanya pada kasus sangat berat dan
diberikan dalam waktu singkat, misalnya prednison 0,5-1,0 mg/kgBB/hari dalam waktu 4
hari.
Merupakan terapi standar, tetapi belum tentu efektif untuk menghilangkan rasa gatal
karena rasa gatal pada DA bisa tak terkait dengan histamin.
Tars Mempunyai efek anti-inflamasi dan sangat berguna untuk mengganti kortikosteroid
topikal pada manajemen penyakit kronik. Efek samping dari� tar adalah folikulitis,
fotosensitisasi dan dermatitis kontak.
Antibiotik sistemik Antibiotik sistemik dapat dipertimbangkan untuk mengatasi DA yang
luas dengan infeksi sekunder. Antibiotik yang dianjurkan adalah eritromisin,
sefalosporin, kloksasilin, dan terkadang ampisilin Infeksi di curigai bila ada krusta yang
luas, folikulits, pioderma dan furunkulosis. S. aureus yang resisten penisilin merupakan
penyebab tersering dari flare akut. Bila diduga ada resistensi penisilin, dicloxacillin atau
sefalexin dapat digunakan sebagai terapi oral lini pertama. Bila alergi penisilin,
eritromisin adalah terapi pilihan utama, dengan perhatian pada pasien asma karena
bersama eritromisin, teofilin akan menurunkan metabolismenya. Pilihan lain bila
eritomisin resisten adalah klindamisin.. Dari hasil pembiakan dan uji kepekaan terhadap
Staphylococcus aureus 60% resisten terhadap penisilin, 20% terhadap eritromisin, 14%
terhadap tetrasiklin, dan tidak ada yang resisten terhadap sefalosporin Imunoterapi
dengan ekstrak inhalan umumnya tidak menolong untuk mengatasi DA pada anak.
Identifikasi dan eliminasi faktor-faktor eksaserbasi Sabun dan baju yang bersifat iritatif
dihindari. Baju iritatif dari wol dihindari. Demikian juga keringat dapat juga mengiritasi
kulit. Stres sosial dan emosional juga harus dihindari. Eliminasi alergen makanan,
binatang dan debu rumah.
Selain manajemen dasar dilaksanakan pada DA berat terapi imunomodulasi sudah harus
dilaksanakan.
Kortikosteroid sistemik. Efek perbaikannya cepat, tetapi flare yang parah sering terjadi
pada steroid withdrawal. Bila tetap harus diberikan, tapering dan perawatan intensif kulit
harus dijalankan.
Thymopentin. Untuk dapat mengurangi gatal-gatal dan eritem digunakan timopentin
subkutan 10 mg/ dosis 1 kali/hari selama 6 minggu, atau 3 kali/minggu selama 12
minggu.
Interferon-gamma. Dosis yang digunakan g /m2/ hari subkutan diberikan selama 12
minggu.ug-100uantara 50
Siklosporin A. Pemberian per oral 5 mg/kg/hari selama 6 minggu. Dapat pula diberikan
secara topikal dalam bentuk salep atau gel 5%.
Tacrolimus. Digunakan takrolimus 0,1 % dan 0,03 % topikal dua kali sehari. Obat ini
umumnya menunjukan perbaikan pada luasnya lesi dan rasa gatal pada minggu pertama
pengobatan. Tacrolimus tidak mempengaruhi fibroblast sehingga tidak menyebabkan
atropi kulit.
Pimecrolimus Pemakaian pimecrolimus 1,0 % mereduksi gejala sebesar 35 %.
Gammaglobulin Bekerja sebagai antitoksin, antiinflamasi dan anti alergi. Pada DA
Gammaglobulin intravena (IVIG) adalah terapi yang sangat mahal, namun harus
dipertimbangkan pada kasus kasus khusus.
Probiotik Lactobacillus rhamnosus GG 1 kapsul (109) kuman/dosis dalam 2 kali/hari
memperbaiki kondisi kulit setelah 2 bulan.
PROGNOSIS
Sulit meramalkan prognosis DA pada seseorang. Prognosis lebih buruk bila kedua orang
tuanya menderita DA. Ada kecederungan perbaikan spontan pada masa anak, dan sering ada
yang kambuh pada masa remaja. Sebagian kasus menetap pada usia di atas 30 tahun. Di
bawah ini adalah faktor yang berhubungan dengan prognosis kurang baik DA :
DA luas pada anak
Menderita rinitis alergik dan asma bronkial
Riwayat DA pada orang tua atau saudara kandung
Onset DA pada usia muda
Anak Tunggal
Kadar IgE serum sangat tinggi
KESIMPULANDermatitis Atopik (DA) merupakan suatu peradangan kulit yang bersifat kronis dan residif,
disertai kulit kering dan gatal, yang umumnya sering terjadi pada bayi dan anak-anak, sering
berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga
atau penderita (Dermatitis atopik, rinitis alergik atau asma bronkial). Bila residif biasanya
disertai infeksi, atau alergi, faktor psikologik, atau akibat bahan kimia atau iritan.
Karakteristik dari DA adalah eritema, papula, vesikel, krusta, skuama dan pruritus yang
hebat. Karena adanya gatal yang hebat sering menyebabkan sulit tidur.
Berbagai faktor ikut berinteraksi sebagai pemicu terjadinya DA misalnya faktor genetik,
lingkungan, sawar kulit, farmakologik dan imunologik yang diperantarai oleh sel-sel yang
berasal dari sumsum tulang. Faktor-faktor pencetus dapat berasal dari makanan, alergen hirup
dan infeksi kulit. Umumnya gejala DA timbul sebelum bayi berumur 6 bulan, dan jarang
terjadi di bawah usia 8 minggu. Dermatitis atopik dapat menyembuh dengan bertambahnya
usia, tetapi dapat pula menetap bahkan meluas dan memberat sampai usia dewasa.
Terdapat tiga bentuk klinis dermatitis atopik, yaitu bentuk infantil, bentuk anak, dan bentuk
dewasa. Beberapa gambaran klinis dan stigmata yang terjadi pada DA, yaitu White
dermatographism, Reaksi vaskular paradoksal, Lipatan telapak tangan, Garis Morgan atau
Dennie, Sindrom buffed-nail, Allergic shiner, Hiperpigmentasi, Kulit kering, Delayed blanch,
Keringat berlebihan, Gatal dan garukan berlebihan.