referat dm pada kehamilan reny
DESCRIPTION
Referat DM rennyTRANSCRIPT
Referat Obstetri dan Gynecologi
Diabetes Melitus Pada Kehamilan
Disusun oleh :
Renny Hartanti (406117036)
Ariel Nugroho (406127123)
Pembimbing :
Dr. Gunawan, SpOG
Dr. Gioseffi, SpOG
Dr. Freddy, SpOG
Dr. Jonas, SpOG
Kepaniteraan Obstetri dan Ginekologi RSUD Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 13 Januari 2014 – 22 Maret 2014
b
HALAMAN PENGESAHAN
Nama : Renny Hartanti
NIM : 406117036
Nama : Ariel Nugroho
NIM : 406127123
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Tarumanagara
Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian : Ilmu Kebidanan dan Kandungan
Periode Kepaniteraan : 13 Januari 2014 – 22 Maret 2014
Judul Referat : Diabetes Melitus Pada Kehamilan
Diajukan : 24 Februari 2014
Pembimbing : dr. Gunawan, Sp.OG
Telah diperiksa dan disetujui tanggal : ..........................................................
Ciawi, Februari 2014
Mengetahui,
Kepala SMF Obgin RSUD Ciawi Pembimbing
Dr. Gioseffi, Sp.OG Dr. Gunawan, Sp.OG
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada TuhanYang Maha Kuasa atas hikmat Nya yang menyertai
penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun selain untuk memenuhi tugas dalam menjalankan
kepaniteraan dalam bidang Obstetri dan Ginekologi di RSUD Ciawi, tetapi juga
dimaksudkan untuk menambah wawasan mengenai aspek Obstetri dan Ginekologi
pada wacana medis, dimana dewasa ini ilmu dibidang ini semakin berkembang.
Bahwasanya hasil usaha penyusunan ini tidak lepas dari bimbingan yang telah
diberikan oleh dr. Gunawan SpOG , dr. Gioseffi SpOG, dr. Freddy SpOG, dr. Jonas
SpOG dan semua pihak yang telah mendukung penulis.
Akhir kata, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya bila terdapat kesalahan
baik dalam segi redaksional maupun interpretasi.
Hormat saya,
Penulis
DAFTAR ISI
Kata pengantar i
Daftar isi ii
Bab I. Pendahuluan 1
Bab II. Pembahasan 2
II.1 Definisi 2
II.2 Epidemiologi 2
II.3 Etiologi 3
II.4 Klasifikasi 6
II.5 Manifestasi Klinis 8
II.6 Diabetes Melitus pada Kehamilan 10
II.7 Tatalaksana 11
Daftar Pustaka 13
BAB I
PENDAHULUAN
Leiomyoma atau dikenal sebagai mioma merupaka tumor jinak otot
polos yang berasal dari miometrium. Merupakan suatu keadaan medis yang
perlu diperhatikan secara lebih mengingat seringanya indikasi dilakukannya
tindakan histerektomi. Selain itu, juga terhadap gejala yang biasanya
asimptomatik.
Dewasa ini kemajuan dalam kasus ini cukup berkembang. Berbagai
studi untuk menjelaskan bagaimana terjadinya tumor jinak ini mulai
menemukan titik terang. Baru-baru ini telah ditemukan klasifikasi baru yang
telah disetujui FOGI dalam menentukan jenis myoma, yang telah ada didalam
makalah ini.
Insiden terjadinya myoma pada kehamilan sekitar 2% bergantung dari
karakter populasi dan frekuensi sonografi rutin.3 Sheiner dkk., (2004)
menyebutkan insiden sebesar 0.65% pada hampir 106.000 kehamilan. Tetapi
pada pemeriksaan sonografik midtrimester terhadap 15.000 wanita, Qdwai
dkk., (2006) menemukan 2,7% mengidap paling sedikit sati mioma. Dalam
studi baru-baru ini terhadap 4.271 wanita, Laughlin dkk., (2009) melaporkan
prevalensi mioma trimester pertama sebesar 11%.3
Etiologi pasti terjadinya mioma uteri sampai saat ini belum diketahui.6
Stimulasi estrogen diduga berperan. Hipotesis ini didukung oleh adanya
mioma uteri yang banyak ditemukan paad usia reproduksi dan kejadiannya
rendah pada menopause.6
Menurut William H. Parker etiologi mioma uteri sampai sekarang
masih belum jelas, tetapi dari studi lebih lanjut melalui biologi molekuler telah
dipelajari mengenai hormonal, genetic, dan growth factor dari mioma.2
Masih banyak lagi yang belum diketahui secara pasti dari kasus ini.
Diharapkan dikemudian hari akan ditemukan terobosan maupun terapi yang
mampu menjadi drug of choice untuk myoma.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi
Leiomyoma adalah tumor jinak otot polos yang berasal myometrium.
Biasa disebut juga myoma uteri, dan karena kandungannya berupa kolagen
yang membentuk suatu jaringan ikat, kadang secara keliru disebut fibroid.1,3
Beberapa literature mengatakan bahwa leiomyoma juga disebut
sebagai uterine fibroid, yang merupakan suatu tumor jinak monoklonal dari sel
otot polos di myometrium dan mengandung matrix ekstraseluler dalam jumlah
besar yang terdiri dari kolagen, elastin, fibronectin dan proteoglikan.2
2. Epidemiologi
Dari hasil pemeriksaan uterus yang didapat dari 100 wanita yang
menjalani histerektomi ditemukan fibroid sebesar 77%.2 Dari random sampling
pada wanita dengan usia antara 35-49 tahun, melalui screening berdasarkan
self-report, medical record, dan sonography, menemukan diantara wanita
afrika amerika dengan usia 35 tahun insidensi fibroid sebesar 60%, dan lebih
dari 80% pada usia 50 tahun. Wanita berkulit putih memiliki insiden 40% pada
usia 35 tahun dan hampir 70% pada usia 50 tahun.2
Dari penelitian lain didapatkan insiden pada wanita berkisar 20-25%,
tapi dari studi histologi dan sonography menunjukan angka insiden 70-80%
(Buttram, 1981; Cramer, 1990; Day Baird, 2003).1
Insiden terjadinya myoma pada kehamilan sekitar 2% bergantung dari
karakter populasi dan frekuensi sonografi rutin.3 Sheiner dkk., (2004)
menyebutkan insiden sebesar 0.65% pada hampir 106.000 kehamilan. Tetapi
pada pemeriksaan sonografik midtrimester terhadap 15.000 wanita, Qdwai
dkk., (2006) menemukan 2,7% mengidap paling sedikit sati mioma. Dalam
studi baru-baru ini terhadap 4.271 wanita, Laughlin dkk., (2009) melaporkan
prevalensi mioma trimester pertama sebesar 11%.3
Angka kejadian myoma pada saat kehamilan 18% pada wanita berkulit
hitam, 8% pada wanita kulit putih, dan 10% pada wanita Hispanic,
berdasarkan USG pada trimester pertama.2,3 Ukuran rata-rata sebesar 2.5cm.
Dari pemeriksaan klinis ditemukan 42% ukuran myoma lebih dari 5cm saat
masa kehamilan.2
3. Etiologi
Mioma uteri merupakan tumor sensitive terhadap estrogen dan
progesterone.3 Menurut Wim T. Pangemana, etiologi pasti terjadinya mioma
uteri sampai saat ini belum diketahui.6 Stimulasi estrogen diduga berperan.
Hipotesis ini didukung oleh adanya mioma uteri yang banyak ditemukan paad
usia reproduksi dan kejadiannya rendah pada menopause.6 Pukka dkk.,
melaporkan bahwa jaringan mioma uteri lebih banyak mengandung resptor
estrogen dibandingkan dengan myometrium normal.6
Menurut William H. Parker etiologi mioma uteri sampai sekarang
masih belum jelas, tetapi dari studi lebih lanjut melalui biologi molekuler telah
dipelajari mengenai hormonal, genetic, dan growth factor dari mioma.2
1. Genetik
Mioma uteri adalah suatu monoclonal dan sekitar 40% memiliki
abnormalitas kromosom termasuk tranlokasi antara kromosom 12 dan
14, delesi kromosom 7, dan trisomy kromosom 12. Sedangkan 60%
lainnya masih belum terdeteksi jenis mutasi yang terjadi.
2. Hormone
Estrogen dan progesterone berperan dalam terjadinya mioma. Mioma
jarang muncul sebelum pubertas, paling sering terjadi pada usia
produktif, dan menurun setelah menopause. Faktor yang meningkatkan
peningkatan kadar estrogen seperti pada obesitas dan menarche dini,
meningkatkan insiden. Penurunan kadar estrogen ditemukan pada
perokok, aktivitas tinggi, dan paritas tinggi.
Serum level estrogen dan progesterone sama pada wanita dengan
maupun tanpa mioma.2 terjadinya peningkatan kadar aromatase pada
mioma menyebabkan produksi estradiol yang lebih tinggi
dibandingkan myometrium normal. Progesterone berperan penting
dalam pathogenesis mioma, dimana meningkatkan receptor
progesterone bila dibandingkan myometrium normal. Pembelahan
mitotic tertinggi terjadi saat puncak produksi progesterone.2
Leiomyoma menciptakan sendiri lingkungan hyperestrogenic untuk
keperluan pertumbuhannya. Pertama, dibandingkan dengan
myometrium normal, leiomyoma cells mengandung banyak resptor
estrogen, sehingga banyak estradiol yang dapat di ikat. Kedua, tumor
ini menkonvertasi estradiol menjadi estrone lebih sedikit (Englund,
1998; Otubu, 1982; Yamamoto, 1993). Mekanisme ketiga
didiskripsikan oleh Bulun dkk., (1994) adanya peran cytochrome P450
aromatase pada leiomyoma yang dibandingkan dengan normal
myocyte. Cytochrome isoform spesifik ini mengkatalisis konversi dari
androgen menjadi estrogen pada beberapa jaringan.3 dari penelitian
terakhir dikatakan progesterone berperan dalam proses mitogenesis
primer dalam pertumbuhan fibroid dan estrogen sebagai upregulator
dari reseptor progesterone (Ishikawa 2010).3
3. Growth factor
Growth factor, protein, dan polypeptide, diproduksi oleh otot polos
setempat dan fibroblast, menstimulasi pertumbuhan fibroid dengan cara
meningkatkan matrix ekstraseluler. Pada fibroid, growth factor ini
mengalami overexpressed dan meningkatkan proliferasi sel otot polos,
meningkatkan sintesis DNA, menstimulasi sintesis matrix ektraselular,
mingkatkan mitogenesis, atau meningkatkan angiogenesis.2
Gambar III.1 Sumber William Gynecology 2nd
4. Faktor predisposisi
Dalam Jeffocoates Principles of Gyncology, ada beberapa faktor yang
diduga kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu:
a. Umur
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun,
ditemukan sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun.
Tumor ini paling sering memberikan gejala klinis antara 35 – 45
tahun.
b. Paritas
Lebih sering terjadi pada nullipara atau wanita yang relatif infertil,
tetapi sampai saat ini belum diketahui apakah infertilitas
menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya mioma uteri yang
menyebabkan infertilitas, atau apakah kedua keadaan ini saling
mempengaruhi.
c. Faktor ras dan genetik
Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka
kejadian mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor
ini tinggi pada wanita dengan riwayat keluarga ada yang menderita
mioma.
d. Fungsi ovarium
Diperkirakan ada kolerasi antara hormon estrogen dengan
pertumbuhan mioma, dimana mioma uteri muncul setelah
menarche, berkembang setelah kehamilan dan mengalami regresi
setelah menopause. Pemberian agonis GnRH dalam waktu lama
sehingga terjadi hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran mioma.
Efek estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin behubungan
dengan respon mediasi oleh estrogen terhadap reseptor dan faktor
pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor
progesteron, faktor pertumbuhan epidermal dan insulin – like
growth faktor yang distimulasi oleh estrogen.
4. Klasifikasi
Gambar IV.1 Sumber William Gynecology 2nd
Menurut buku William Gynecology, klasifikasi myoma berdasarkan
lokasi dan arah pertumbuhannya.
1. Subserosal leiomyoma berasal dari myocyte yang berdekatan
dengan uterine serosa, dan pertumbuhannya kearah luar. Ketika
membetuk tangkai dan melekat pada myometrium, disebut
pedunculated leiomyoma. Parasitic leiomyoma merupakan varian
dimana tumor melekat pada struktur pelvis sesuai dengan
vaskularisasi yang memperdarahinya, dan dapat melekat ataupun
tidak terhadap myometrium
2. Intramural leiomyoma dimana tumor tumbuh didalam dinding
uterus.
3. Submucous leiomyoma terletak dibagian proksimal dari
endometrium dan tumbuh kedalam dan menonjol ke kavitas
endometrium. Dapat tumbuh bertangkai menjadi polip dan
kemudia dilahirkan melalui saluran serviks disebut myioma
geburt.
FIGO fibroid classification system mengkategorikan submukosa,
intramular, subserosa, dan transmural fibroid.2,7
Gambar IV.2 Sumber International Journal of Gynecology and Obstetrics 113 (2011) 3–13
5. Manifestasi Klinis
Kebanyakan wanita dengan leiomyoma asimptomatik.1 Pada wantia
dengan gejala biasanya mengeluh mengalami perdarahan, nyeri, sensasi
tertekan, atau infertilitas.1,2 Secara umum, gejala bergantung dari ukuran.
Semkin besar ukuran semakin berat gejala yang ditimbulkan (Cramer, 1990).
Meskipun gejalanya berupa kronik, tapi nyeri akut dapat terjadi apabila terjadi
degenerasi leiomyoma atau prolapse tumor dari uterus. Akut distress juga dapat
diikuti komplikasi jarang seperti torsion dari subserosal pedunculated
leiomyoma, acute urinary retention, DVT, atau intra peritoneal hemorrhage
(Gupta, 2009).1
Gambar V.1 Sumber International Journal of Gynecology and Obstetrics 113 (2011) 3–13
1. Perdarahan
Biasa muncul sebagai menoragi. Patofisiologinya berhubungan dengan
dilatasi venula. Tumor dengan ukuran besar menekan sistem vena dari
uterus, yang menyebabkan dilatasi vena di myometrium dan
endometrium. Atas dasar ini, tumor intramural dan subserosal
memungkinkan terjadinya menoragi (Wegienka, 2003).1
2. Nyeri
Pelebaran uterus dapat menyebabkan sensai tertekan, sering berkemih,
inkontinensia, atau konstipasi. Jarang leiomyoma menekan ureter dan
menyebabkan obstruksi dan hidronefrosis. Dismenore sering terjadi,
tapi dari hasil studi Lippan dkk., 2003 dilaporkan wanita dengan
leiomyoma lebih sering mengalami dyspareunia daripada dismenore.1
3. Nyeri Akut Pelvik
Jarang dikeluhkan tapi sering tampak pada saat degenerasi atau
prolapse leiomyoma.1 Ketika terjadi degenerasi, terjadi nekrosis
jaringan yang dapat timbul nyeri akut, demam, dan leukositosis.
Sonografi biasanya dilakukan untuk menentukan penyebab.
Tatalaksana pada kasus degenerasi berupa nonbedah melainkan
menggunakan analgetik dan antipiretik.1
Pada wanita dengan prolapse leiomyoma biasanya mengeluh keram
atau nyeri akut pada daerah dimana tumor teregang dan melalui kanal
endoservikal. Biasanya dapat terlihat melalui inspeksi visual, meskipun
sonografi tetap dilakukan untuk menentukan ukuran dan jumlah serta
menyingkirkan sumber nyeri lain.
6. Leiomyoma Pada Kehamilan
Leiomyoma dilaporkan berkaitan dengan sejumlah penyulit obstetric
termasuk persalinan kurang bulan, solusio plasenta, malpresentasi janin,
obstruksi persalinan, bedah Caesar, dan perdarahan pascapartum (Davis, 1990;
Klatsky, 2008; Qidwai, 2006; Sheiner dkk., 2004).3
Dari hasil kehamilan pada 2065 wanita dengan leiomyoma, Coronado
dkk., 2000; melaporkan bahwa solusio plasenta dan presentasi bokong
meningkat empat kali, perdarahan trimester pertama dan persalinan
disfungsional dua kali, dan bedah Caesar enam kali.3 Salvador dkk., 2002;
melaporkan peningkatan delapan kali lipat resiko abortus trimester kedua pada
wanita dengan myoma.3
Gambar VI.1 Sumber William Obstetric 23rd ed
Prevalensi myoma pada wanita hamil adalah 18% pada wanita kulit
hitam, 8% pada wanita kulit putih, dan 10% pada wanita hispanik, berdasarkan
sonografi trimester pertama.2
Kebanyakan myoma tidak bertambah besar saat kehamilan. Kehamilan
memiliki variable terhadap efek pertumbuhan dari myoma, bergantung dari
perbegaan ekspresi gen tiap individu, circulating growth factor, dan fibroid-
localized receptor. Dari hasil stud prospektif terhadap 36 wanita hamil dengan
ditemukannya 1 myoma saat dilakukan sonografi rutin trimester pertama dan
sonografi dengan interval 2 – 4 minggu ditemukan 69% tidak didapatkan
penambahan volum dari myoma. 31% dari wanita yang mengalami
peningkatan volume myoma, peningkatan terbesar terjadi sebelum usia gestasi
10 minggu.2
7. Tatalaksana
Perkembangan terapi baru untuk myoma termasuk lambat, mungkin
karena wanita dengan myoma kebanyakan asimptomatik, myoma merupakan
tumor jinak, dan mortalitas sangan rendah.2
Observasi merupakan suatu pilihan terapi, kecuali pada wanita dengan
anemia berat yg disebabkan menoragi oleh myoma atau hidronefrosis akibat
obstruksi ureter akibat ukuran myoma yang besar.
Terapi dengan obat – obatan yang digunakan berupa NSAID, GnRH
agonist, GnRH antagonist, dan hormonal.
1. NSAID
Wanita dengan dismenore memiliki kadar prostaglandin yang lebih
tinggi. Karena itu Tatalaksana dismenore dan menoragi yang
disebabkan oleh myoma didasari atas peran prostaglandin sebagai
mediator dari gejala yang timbul. Beberapa NSAID terbukti dalam
menangani masalah dismenore, meski tidak ada jenis yang superior
sebagai obat pilihan utama.1 NSAID tidak menunjukan efektifitas
dalam menangani menoragi pada wanita dengan myoma.1,2
2. GnRH Agonis
Terapi menggunakan GnRH mampu menurunkan volume uterus,
volume myoma, dan perdarahan. Penggunaannya terbatas oleh efek
samping dan penggunaan jangka panjang. pemberian setiap bulan
selama 6 bulan dapat mengurangi volume myoma 30% dan total
volume uterus 35%.2 Menoragi berespon baik terhadap terapi ini, 37
dari 38 wanita mangalami perbaikan dalam 6 bulan. Setelah
penghentian GnRH agonis, mens kembali normal dalam 4-8 minggu
dan ukuran uterus kembali normal.
Efek samping terjadi pada 95% wanita. 78% mengalami hot flushes,
32% vaginal dryness, dan 55% transient frontal headache. Tapi selama
6 bulan terapi hanya 8% yang menghentikan terapi karena efek
samping tsb.1,2 Keadaan hipoestrogen yang sebabkan GnRH agonis
menyebakan hilanganya masa tulang yang signifikan setelah 6 bulan
terapi.2
3. GnRH Antagonist
Juga menyebakan hipoestrogen seperti GnRH agonis, tapi GnRH
antagonis memiliki onset yang lebih cepat.1 Injeksi harian memiliki
hasil 29% penurunan volume myoma dalam 3minggu.2 Bila sudah
terdapat jenis Long-acting, GnRH antagonist bias menjadi pilihan
terapi utama dibandingkan tindakan pembedahan.2
4. Hormonal
Kombinasi kontrasepsi oral dan progestin sudah digunakan untuk
merangsang atrofi endometrium dan mengurangi produksi
prostaglandin. Dari hasil studi, terapi hormonal mampu mengatasi
keluhan menoragi. Atas dasar efek progestin yang tidak dapat
diprediksi ACOG (2008) menyarankan monitoring ketat terhadap
ukuran myoma dan uterus.1
Gambar VII.1 Sumber William Obstetric 23rd ed
Daftar Pustaka
1. William Gynaecology 2nd ed
2. Berek & Novak’s Gynaecology 15th ed
3. William Obstetric 23rd ed
4. Essential Obstetrics & Gynaecology 5th ed
5. Current Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology 11th ed
6. Ilmu Kebidana 2010
7. International Journal of Gynecology and Obstetrics 113 (2011) 3–13