referat awalina (39468).pdf
TRANSCRIPT
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 1/80
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
KARYA REFERAT
KARAKTERISTIK SEDIMEN DEEPWATER
DI CEKUNGAN KUTEI SEBAGAI PROSPEK PETROLEUM SISTEM
Disusun oleh :
AWALINA APRILIA MITASARI
12/330291/TK/39468
Dosen Pembimbing:
Dr. SUGENG SAPTO SURJONO
YOGYAKARTA
JUNI
2015
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 2/80
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat, rahmat dan hidayahnya penyusun dapat menyelesaikan Karya Referat
dengan judul “Karakteristik Sedimen Deepwater di Cekungan Kutei Sebagai
Prospek Petroleum Sistem” sebagai salah satu syarat kurikulum Program Strata 1
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.
Penyusun menyadari bahwa referat ini dapat terselesaikan oleh adanya
bantuan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penyusun mengucapkan
terima kasih kepada:
1.
Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan baik moral maupun
finansial kepada penyusun selama pembuatan Karya Referat;
2. Dr. Sugeng Sapto Surjono selaku dosen pembimbing yang telah membagi
segala ilmu, memberikan dukungan dan bimbingan selama pengerjaan
Karya Referat;
3. Seluruh dosen pengajar di Jurusan Teknik Geologi yang telah membagi
ilmu yang membantu dalam penyelesaian Karya Referat;
4. Mas Yudis, selaku staf perpustakaan Jurusan Teknik Geologi FT-UGM
yang membantu selama pencarian sumber pustaka;
5.
Teman-teman angkatan 2012 atas semua dukungan, saran dan kritik yang
membangun selama ini;
6. dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Karya Referat ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penyusun
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Besar harapan penyusun
agar Karya Referat ini dapat bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya dan
Mahasiswa Teknik Geologi FT-UGM pada khususnya.
Yogyakarta, Mei 2015
Penyusun
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 3/80
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 4/80
iv
SARI
Adanya kebutuhan energi dunia yang semakin hari semakin meningkat
menjadi faktor pendorong berkembangnya ilmu eksplorasi dan eksploitasi
hidrokarbon, bahkan mencapai lingkungan deepwater . Penemuan petroleum sistemdi lingkungan deepwater mecapai 5% dari total sumberdaya minyak dunia yang
jumlahnya terus naik dengan cepat. Dikarenakan sistem deepwater berada di lokasi
yang sulit dijangkau dan tidak mudah dipelajari dengan melihat lingkungan modern
yang ada sekarang, maka dibutuhkan teknik observasi yang berbeda untuk
mempelajarinya. Dengan mengatahui dan memahami proses pengendapan sedimen
di lingkungan deepwater, karakteristik endapan, dan petroleum sistemnya, maka
dapat diketahui prospek hidrokarbon yang dapat dimanfaatkan. Istilah deepwater
mengacu pada endapan sedimen dengan kedalaman air yang dalam, disebabkan
oleh proses gravity-flow dan terletak di suatu tempat di atas-tengah slope sampai ke
lantai cekungan yang berada dibawah storm wave base. Proses utama yang
berkembang di lingkungan deepwater deepwater berupa sediment gravity-flow.
Eksplorasi hidrokarbon dengan setting deepwater yang telah berkembang di
Indonesia berada di Cekungan Kutei Bawah, Kalimantan Timur. Source rock yang
ditemukan di Cekungan Kutei deepwater berupa gas dan ligh oil-prone dengan
TOC 3-12%, dan indikasi hidrogen rendah (< 200). Reservoar berupa endapan
slope channel sampai kaki dari kompleks slope fans dengan litologi utama berupa
batupasir quartzose. Trap yang terbentuk berupa gabungan trap stratigrafi dan
struktur, yang utama berupa antiklin dan kombinasi lipatan-patahan. Seal berupahemipelgic mudstone. Generation source rock dimulai pada Miosen Tengah sampai
Miosen Atas. Proses migrasi primer dan sekunder menuju reservoar Miosen Atas
dan migrasi tersier menuju Reservoar Pliosen.
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 5/80
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………................
KATA PENGANTAR …………………………………………………….
LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………….
SARI ……………………………………………………………………….
DAFTAR ISI ………………………………………………………………
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………...........
DAFTAR TABEL …………………………………………………………
BAB I. PENDAHULUAN …………………………………………...........
I.1. Latar Belakang ………………………………………………...
I.2. Maksud dan Tujuan ……………………………………...........
I.3. Batasan Masalah …………...………………………………….
I.4. Metode Penyusunan ……………………………………...........
BAB II. PENGENDAPAN SEDIMEN DI LINGKUNGAN
DEEPWATER ……………………………………………………………...
II.1. Pengertian Deepwater ………………………………………..
II.2. Proses Sediment Gravity-Flow di Lingkungan Subaqueous …
II.2.1. Turbidity Current …………………………………..
II.2.2. Liquefied Flow ……………………………………...
II.2.3. Grain Flow …………………………………………
II.2.4. Debris Flow ………………………………………...
II.3. Lingkungan Pengendapan Deepwater ……………………….
II.3.1. Submarine Fans …………………………………….
i
ii
iii
iv
v
vii
ix
1
1
3
3
3
4
4
4
7
11
12
13
14
14
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 6/80
vi
II.3.2. Slope Aprons ………………………………………..
II.3.3. Contourites …………………………………………
BAB III. GEOLOGI REGIONAL CUKUNGAN KUTEI DAN ELEMEN
ARSITEKTUR …………………………………………………………….
III.1. Setting Tektonik ……………………………………………..
III.2. Stratigrafi …………………………………………………….
III.3. Elemen Arsitektur Cekungan Kutei Deepwater ……………..
BAB IV. PETROLEUM SISTEM DEEPWATER SETTING DI
CEKUNGAN KUTEI DEEPWATER ……………………………………..
IV.1. Pendahuluan ………………………...………………………
IV.2. Source Rock …………………………………...…………….
IV.3. Reservoar ……………………………………………………
IV.4. Seal ………………………………………………………….
IV.5. Trap ………………….……………………………………...
IV.6. Generation, Timing, dan Migration …………………………
IV.7. Sinopsis Sistem Petroleum Cekungan Kutei Deepwater ……
BAB V. KESIMPULAN …………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………..
22
23
25
28
32
36
40
40
41
51
56
58
63
65
69
70
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 7/80
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Diagram skematik yang memperlihatkan tipe umum dari
proses gravitasi yang mentransport sedimen ke lingkungan
deep-water menurut Shanmugam et al. (1994) ………………
Gambar 2.2. Macam prinsip sediment gravity flow dan hubungan aliran
dengan tipe mekanisme pendukung butiran dan tipe fluida
menurut Middleton (1976) ………………………………….
Gambar 2.3. Arus turbid merupakan percampuran turbulen antara sedimen
dan air ……………………………………………………….
Gambar 2.4. Perbandingan struktur sedimen pada endapan sediment-
gravity flow ………………………………………………….Gambar 2.5. Sekuen turbidit yang ideal ditunjukkan oleh Sekuen Bouma..
Gambar 2.6. Endapan debris-flow yang memiliki karakter sortasi buruk …
Gambar 2.7. Lingkungan pengendapan di submarine fan …………………
Gambar 2.8. Proporsi dari elemen arsitektur yang berbeda pada submarine
fan yang ditentukan oleh ukuran butir dominan yang
terendapkan pada kipas ……………………………………..
Gambar 2.9. Perlapisan batupasir tebal yang diendapkan di channel pada
bagian proksimal dari kompleks submarine fan …………….
Gambar 2.10. Suksesi lapisan turbidit sandy dan muddy pada bagian distal
dari kompleks submarine fan ……………………………….
Gambar 2.11. Fasies model dari gravel-rich submarine fan, ditemukan di
depan coarse fan delta, kipasnya kecil dan utamanya tersusun
karena debris flow …………………………………………..
Gambar 2.12. Fasies model dari sand-rich submarine fan; turbidit kaya
pasir membentuk lobes yang dibangun di lantai cekungan,
dengan pergantian lokus deposisi sepanjang waktu………….
Gambar 2.13. Fasies model dari mixed sand-mud submarine fan; lobe-nya
tersusun oleh campuran pasir dan mud ………………………
Gambar 2.14. Fasies model muddy submarine fan; lobes-nya sangat
elongate dan banyak pasir yang diendapkan dekat dengan
channel …………………………………………………….
Gambar 2.15. Endapan slope apron mengandung sedimen pelagik , slump,
debris flow dan pasir dari tepi shelf ………………………
Gambar 2.16. Grafik skematik log sedimen pada endapan contourites …..
Gambar 3.1. Lokasi Cekungan Kutei ………………………………………
Gambar 3.2. Peta geologi Cekungan Kutei ……………………………….
Gambar 3.3. Peta Isopach Cekungan Kutei, Kutei deepwater berada di
offshore sebelah timur Delta Mahakam ……………………..
5
7
8
1011
14
15
16
17
18
19
20
21
21
22
24
25
26
27
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 8/80
viii
Gambar 3.4. Sayatan yang menunjukkan distribusi regional fasies
sedimenter …………………………………………………...
Gambar 3.5. Struktur penyusun Cekungan Kutei yang dibagi menjadi tiga
provinsi dan memperlihatkan arah kompresi dan suplai
sedimen ……………………………………………………
Gambar 3.6. Evolusi struktur di Provinsi Utara …………………………..
Gambar 3.7. Evolusi struktur dari Provinsi Tengah ……………………….
Gambar 3.8. Evolusi struktur di Provinsi Selatan …………………………
Gambar 3.9. Stratigrafi Cekungan Kutei …………………………………..
Gambar 3.10. Skematik blok diagram mengilustrasikan setting slope
dimana muka air laut naik ………………………..…………
Gambar 3.11. Skematik blok diagram mengilustrasikan setting slope dimana muka air laut naik …………………..………………
Gambar 4.1. Pasir masif berukuran halus dengan material karbonan yang
laminar, diinterpretasikan sebagai fosil daun………………..
Gambar 4.2. Endapan Delta Mahakam modern, fragmen daun sangat
umum ditemukan pada offshore bar …………………………
Gambar 4.3. Log Gamma Ray dan kurva TOC yang menunjukkan
tingginya TOC selalu berasosiasi dengan pasir bukan serpih
Gambar 4.4. Diagram Van Krevellen menunjukkan kerogen tipe III yang
dominan……………………………………………………...
Gambar 4.5. Perbandingan ukuran dan morfologi antara fragmen daut yang
mengalami penggambutan dan fasies parallel coaly laminae
pada deepwater cores ………………………………………..
Gambar 4.6. Tipe kerogen secara optis dan kimia pada fasies organik
deepwater …………………………………………………...
Gambar 4.7. Elemen arsitektur dasar dari sistem deepwater …………….
Gambar 4.8. Penemuan kompleks slope channel berumur Miosen Atas…
Gambar 4.9. Contoh penemuan di lingkungan kaki slope ……………….
Gambar 4.10. Klasifikasi mobile substrat dan unconfined setting turbidit
diadaptasi dari Worrall et al. (1999, 2001)…………………Gambar 4.11. Diagram skematik yang menunjukkan tipe trap yang berbeda
dari setting deepwater …………………………………….
Gambar 4.12. Sayatan sepanjang Gulf of Suez, lokasi di lapangan July…..
Gambar 4.13. Peta Kalimantan bagian timur, mengilustrasikan persebaran
ketiga provinsi berdasarkan tipe strukturnya, lokasi
lapangan dan penemuan, arah kontraksi, dan sumber
sedimen ……………………………………………………
Gambar 4.14. Tipe trap di provinsi utara Cekungan Kutei ……….………
Gambar 4.15. Trap pada provinsi tengah …………………………………..
28
29
30
31
31
35
39
39
45
46
47
47
49
51
52
55
56
58
59
60
62
62
63
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 9/80
ix
Gambar 4.16. I-D (Thermal) modeling sumur di Cekungan Kutei
deepwater ………………………………………………….
Gambar 4.17. Ilustrasi model pembentukan-migrasi fraksinasi minyak/gas
dan pengkayaan minyak melalui kebocoran gas…………..
Gambar 4.18. Tabel kejadian sistem petroleum di Cekungan Kutei ……..
65
67
68
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Tipe utama proses transportasi massa, perilaku mekanik, danmekanisme pendukung transportasi dan sedimentasi menurut
Nardin et al. (1979) …………………………………………. 6
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 10/80
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Petroleum merupakan salah satu sumber energi yang paling banyak
dieksplorasi. Menurut survei IEA ( International Energy Agency) pada tahun 2012,
suplai energi dunia yang utama sebanyak 31.4% berasal dari minyak dan 21.3%
merupakan gas alam yang nilainya jauh lebih besar daripada sumber energi yang
lain. Di Indonesia, penggunaaan petroleum sebagai sumber energi masih sangat
diminati sampai sekarang. Menurut survey EIA ( Energy Information
Administration) pada tahun 2012, konsumsi energi Indonesia sebanyak 36% berasal
dari petroleum berupa minyak dan 17% berupa gas alam. Diperkirakan sampai
beberapa tahun kedepan, petroleum dalam bentuk liquid /minyak dan gas alam akan
terus menjadi energi utama di dunia yang permintaanya selalu naik.
Petroleum berupa campuran kompleks dari hidrokarbon yang muncul secara
alami dan ditemukan di batuan, dapat berwujud solid, liquid , atau gas. Hidrokarbon
tersusun oleh hidrogen (H) dan karbon (C) dengan perbandingan hidrogen yang
lebih besar. Hidrogen berasal dari batuan yang kaya akan material organik (source
rock ) yang mengalami pematangan secara thermal akibat adanya penambahan
temperatur dan tekanan pada gradien geothermal yang lebih dalam. Hasil dari
pematangan ini berupa hidrokarbon atau crude oil yang dapat dimanfaatkan sebagai
sumber energi.
1
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 11/80
2
Eksplorasi hidrokarbon yang sudah banyak dilakukan bisanya difokuskan
dengan mencari reservoar yang diperkirakan mengandung hidrokarbon pada
cekungan-cekungan yang terletak di lingkungan terestrial maupun laut dangkal. Hal
ini dilakukan karena lokasinya mudah dijangkau dan mudah dipelajari serta
diobservasi pada lingkungan modern yang ada sekarang. Namun dengan semakin
berkembangnya ilmu mengenai petroleum, terjadi kenaikan eksplorasi dan produksi
hidrokarbon di lingkungan laut dalam. Penemuan petroleum sistem di lingkungan
laut dalam mecapai 5% dari total sumberdaya minyak dunia yang jumlahnya terus
naik dengan cepat.
Sistem deposisi deepwater merupakan salah satu sistem reservoar yang
lebih sulit dipelajari dibandingkan dengan reservoar sistem silisiklastik atau
karbonat. Syarat terakumulasinya hidrokarbon berupa petroleum sistem juga harus
dipenuhi, meliputi reservoar, trap, source rock, seal, dan waktu yang tepat untuk
bermigrasi. Karena sistem deepwater berada di lokasi yang sulit dijangkau dan
tidak mudah dipelajari dengan melihat lingkungan modern yang ada sekarang,
maka dibutuhkan teknik observasi yang berbeda untuk mempelajarinya.
Pengetahuan mengenai petroleum geologi di setting lingkungan deepwater
menjadi hal penting untuk diketahui sebelum melakukan eksplorasi dan produksi
hidrokarbon di lingkungan tersebut. Sehingga dengan memahami konsep
pengendapan sedimen dan petroleum sistem di lingkungan deepwater , diharapkan
eksplorasi hidrokarbon dapat berkembang dengan ditemukannya sumberdaya
hidrokarbon baru di lingkungan deepwater yang digunakan untuk mendukung
konsumsi energi di dunia.
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 12/80
3
I.2. Maksud dan Tujuan
Penulisan karya referat dengan judul “Karakteristik Sedimen Deepwater di
Cekungan Kutei sebagai Prospek Petroleum Sistem” dimaksudkan untuk
mengatahui dan memahami proses pengendapan sedimen di lingkungan deepwater ,
karakteristik endapan, dan petroleum sistemnya.
Sedangkan tujuannya yaitu agar dapat mengetahui prospek dari sistem
pengendapan sedimen deepwater dalam eksplorasi hidrokarbon.
I.3. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam karya referat ini yaitu mengenai pengenalan sistem
deepwater berupa pengertian dan terminologi elemen deepwater , proses
pengendapan sedimen di lingkungan subaqueous yang dikontrol oleh gravitasi,
berbagai jenis lingkungan pengendapan laut dalam dan karakteristik endapannya,
jenis-jenis endapan sedimen laut dalam, geologi Cekungan Kutei deepwater dan
potensi petroleum sistemnya yang akan dibahas lebih mendetail sehingga diketahui
prospek untuk eksplorasi hidrokarbon.
I.4. Metode Penyusunan
Metode penyusunan karya referat ini berupa studi pustaka mengenai materi
yang berkaitan dengan judul, berupa buku teks yang telah diterbitkan, jurnal-jurnal
dan prosiding baik yang telah lama maupun yang baru dipublikasikan, serta
informasi terbaru mengenai survei-survei yang telah dilakukan oleh badan tertentu
yang didapat dari website.
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 13/80
BAB II
PENGENDAPAN SEDIMEN DI LINGKUNGAN DEEPWATER
II.1. Pengertian Deepwater
Istilah “deepwater ” digunakan secara informal di industri dalam dua cara.
Pertama deep water mengacu pada endapan sedimen pada kedalaman air yang
“dalam”, disebabkan oleh proses gravity-flow dan terletak di suatu tempat di atas-
tengah slope sampai ke lantai cekungan yang berada dibawah storm wave base.
Proses gravity-flow yang bekerja di danau relatif dangkal dan yang berada di
cekungan kraton kedalaman airnya kurang dari 300 meter, sehingga istilah sistem
deepwater digunakan untuk merujuk lingkungan laut yang meliputi proses sedimen
gravity-flow, lingkungan, dan endapannya (Weimer dan Slatt, 2007).
Penulis yang lain memiliki istilah berbeda dalam mendeskripsikan proses
dan endapan ini, seperti oleh Mutti dan Normark (1987, 1991) disebut sebagai
“turbidite system” dan oleh Bouma (1985) disebut sebagai “submarine fans”. Yang
kedua yaitu istilah secara keteknikan, deepwater merujuk pada kedalaman air
modern yaitu kedalaman lebih dari 500 meter (Weimer dan Slatt, 2007).
II.2. Proses Gravity-Driven di Lingkungan Subaqueous
Transportasi sedimen merupakan hasil dari interaksi antara pergerakan
fluida dan sedimen. Selama transportasi fluida (air, angin, es) bergerak dibawah
gaya gravitasi dan sedimen terbawa oleh fluida sepanjang pergerakan fluida
tersebut (Boggs, 2006). Proses yang didorong oleh proses gravitasi seperti slide,
slump, debris flow, dan arus turbid merupakan agen yang penting untuk
4
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 14/80
5
mentransport sedimen menuruni slope sampai pada lingkungan laut dalam (Gambar
2.1) (Shanmugam, 2006).
Gambar 2.1. Diagram skematik yang memperlihatkan tipe umum dari proses gravitasi yang
mentransport sedimen ke lingkungan deep-water menurut Shanmugam et al. (1994)
(dalam Shanmugam, 2006)
Slide merepresentasikan transportasi massa secara translasi blok pada
bidang gelincir yang planar tanpa deformasi internal. Slide dapat berubah menjadi
slump, ditunjukkan dengan transportasi massa secara rotasi dari blok pada bidang
yang cekung, menunjukkan adanya deformasi internal. Ketika terjadi penambahan
fluida selama pergerakan menuruni slope, material slump dapat berubah menjadi
debris flow. Ketika jumlah fluida meningkat pada debris flow yang laminar, aliran
ini dapat berubah menjadi Newtonian turbidity current, walaupun tidak semua arus
turbid berawal dari debris flow. Beberapa arus turbid disebabkan karena runtuhnya
sedimen secara langsung. Arus turbid dapat berada di lingkungan dekat dengan
batas shelf, slope, dan di basin zona distal (Shanmugam, 2006).
Pergerakan massa karena gravitasi dapat dibedakan kedalam rock fall,
slides, dan sediment gravity-flow (Tabel 2.1). Sediment gravity-flow merupakan
pergerakan dengan tipe fluida yang menyebabkan terjadi pemilahan pada packing
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 15/80
6
butirannya dan terjadi deformasi internal massa sedimen yang intensif. Sediment
gravity-flow menjadi bagian yang menarik karena mampu mentransport sedimen
dengan cepat dalam jumlah yang besar. Sediment gravity-flow pada lingkungan
subaqueous meliputi grain flow dan debris flow, turbidity current dan liquefied
sediment flow (Boggs, 2006).
Tabel 2.1. Tipe utama proses transportasi massa, perilaku mekanik, dan mekanisme pendukung
transportasi dan sedimentasi menurut Nardin et al. (1979) (dalam Boggs, 2006)
Empat teori sebaran dan mekanisme aliran pendukung meliputi: arus turbid
(turbulen), pelepasan keatas dari fluida intergranular, hubungan antar butir, dan
didukung oleh matriks kohesif (Gambar 2.2). Keempat tipe aliran ini dapat
diidentifikasi sesuai dengan teori mekanisme pendukung yaitu turbidity current,
liquefied flow, grain flow, serta mud dan debris flow (Boggs, 2006).
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 16/80
7
Gambar 2.2. Macam prinsip sediment gravity flow dan hubungan aliran dengan tipe mekanisme
pendukung butiran dan tipe fluida menurut Middleton (1976) (dalam Boggs, 2006)
II.2.1. Turbidity Current
Mekanisme aliran
Arus turbid merupakan jenis arus densitas yang mengalir menuruni slope
sepanjang dasar laut atau danau karena adanya kontras densitas dengan lingkungan
sekitarnya, muncul dari sedimen yang menjadi suspensi di air oleh karena
turbulensi (Boggs, 2006). Menurut Nichols (2009), arus turbid merupakan arus
yang didorong oleh gravitasi dari percampuran sedimen yang sementara tersuspensi
dalam air. Merupakan percampuran yang kurang padat daripada debris flow dan
dengan Reynolds number tinggi yang biasanya merupakan arus turbulen. Aliran
yang menuruni slope atau diatas permukaan horizontal menghasilkan ketebalan
aliran upflow yang lebih besar daripada downflow.
Volum material yang terlibat dalam sekali aliran dapat mencapai puluhan
kilometer kubik yang tersebar oleh aliran dan terendapkan sebagai lapisan dengan
ketebalan milimeter sampai puluhan meter. Arus turbid dan endapannya dapat
muncul pada air manapun yang memiliki suplai sedimen dan slope yang didominasi
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 17/80
8
oleh endapan klastik. Sedimen yang pada awalnya berada pada suspensi di arus
turbid mulai datang pada kontak dengan dasar permukaan dimana sedimen dapat
berhenti atau diteruskan secara rolling dan suspensi. Aliran pada arus turbid
dikontrol oleh kontras densitas antara percampuran sedimen-air dan air, dan apabila
kontras ini berkurang maka aliran akan melemah.
Gambar 2.3. Arus turbid merupakan percampuran turbulen antara sedimen dan air (Nichols, 2009)
Sekali sedimen tersuspensi dalam arus turbid, arus turbid berlanjut menjadi
aliran selama beberapa waktu dalam aksi gaya gravitasi. Aliran akan berhenti ketika
percampuran sedimen-air kehabisan tenaga dan diendapkan oleh suspended load.
Pengendapan cepat partikel berukuran kasar terjadi pada daerah dekat dengan
sumber. Aliran berlanjut dan bergerak ke depan, sisa dari material berukuran kasar
akan terkonsentrasi pada bagian kepala (head ) dari aliran, fluida padat harus terus
disuplai ke bagian kepala untuk menggantikan bagian yang putus dari kepala dan
bergabung kembali dengan tubuh (body) aliran. Karena perbedaan turbulensi di
kepala dan badan, maka bagian kepala menjadi bagian erosi ketika pengendapan
terjadi di tubuh aliran (Boggs, 2006).
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 18/80
9
Arus turbid dibagi menjadi dua tipe berdasarkan konsentrasi partikel yang
tersuspensi, yaitu: low-density flow yang mengandung kurang dari 20-30 persen
butiran, dan high-density flow yang mengandung butiran dengan konsentrasi yang
lebih besar (Lowee, 1982 dalam Boggs, 2006). Low-density flow terutama tersusun
oleh lempung, lanau, dan partikel berukuran pasir sedang, sedangkan high-density
flow tersusun oleh batupasir berukuran kasar dan klastika berukuran kerakal-
berangkal.
Endapan Turbidity Current
Endapan turbidit dari high-density flow dengan konsentrasi sedimen yang
besar menghasilkan suksesi turbidit yang tebal, mengandung batupasir kasar atau
gravel. Memiliki karakteristik gradasi yang buruk dan sedikit laminasi, basal scour
kurang berkembang, bahkan tidak ada. Beberapa turbidit tebal, unit basal berbutir
kasar dapat bergradasi keatas menjadi endapan yang lebih halus yang
memperlihatkan struktur traksi berupa laminasi dan silang siur. Di bagian atas unit
aliran, sedimen tersusun oleh butiran sangat halus, mendekati mud homogen yang
berasal dari ekor aliran.
Sedangkan untuk endapan yang lebih encer pada low-density flow, secara
umum membentuk suksesi perlapisan turbidit yang tipis. Karakteristik endapannya
yaitu berukuran butir halus pada dasar dan memperlihatkan gradasi vertikal dan
laminasi yang baik, dan terdapat silang siur ukuran kecil. Scour mark dapat muncul
pada bagian bawah lapisan (Gambar 2.4a) (Boggs, 2006).
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 19/80
10
Gambar 2.4. Perbandingan struktur sedimen pada endapan sediment-gravity flow (Middleton, 1976
dalam Boggs, 2006)
Bouma (1962) membuat sekuen turbidit yang ideal yang disebut dengan
Sekuen Bouma. Sekuen yang ideal terdiri dari lima unit struktur (Gambar 2.5) yang
terekam akibat berkurangnya kekuatan aliran arus turbid dengan bertambahnya
waktu. Perbedaan struktur sedimen dan bentukan dasar lapisan merupakan hasil
dari rezim aliran yang berbeda sebagai akibat berkurangnya kecepatan aliran. Tidak
semua turbidit memiliki unit struktur secara lengkap.
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 20/80
11
Gambar 2.5. Sekuen turbidit yang ideal ditunjukkan oleh
Sekuen Bouma (Hsu, 1989 dalam Boggs, 2006)
II.2.2. Liquefied Flow
Mekanisme aliran
Liquefied flow merupakan dispersi terkonsentrasi dari butiran dimana
sedimen didukung oleh aliran ke atas dari air pori yang melepaskan diri dari celah
butiran yang mengendap ke bawah oleh gaya grafitasi atau oleh air pori yang
terdorong ke atas oleh injeksi dibawahnya. Pada sedimen dengan sortasi yang
buruk, sedimen yang meliki gaya kohesi lemah seperti pasir dapat mengalami
likuifaksi karena adanya goncangan yang tiba-tiba atau goncangan yang berantai,
yang menyebabkan butiran kehilangan kontak sebentar dengan butiran yang lainnya
dan menjadi suspensi pada fluida pori. Selain itu, kontak antar butiran dapat hilang
apabila fluida dikenai pada dasar dari massa atau kolom sedimen yang memiliki
kohesifitas rendah dan injeksi berlanjut sampai butiran terdorong terpisah. Proses
ini disebut dengan fluidization. Sekali sedimen dengan kohesifitas rendah menjadi
liqified maka akan kehilangan tenaganya dan berperilaku seperti fluida dengan
viskositas tinggi yang dapat mengalir dengan cepat menuruni slope paling rendah
3° (Boggs, 2006).
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 21/80
12
Endapan liquefied-flow
Endapan liquefied-flow memiliki karaktersitik yang tebal, unit pasir dengan
sortasi buruk, memperlihatkan struktur fluida yang lolos, seperti struktur dish,
pipes, dan pasir gunungapi (Gambar 2.4b).
II.2.3. Grain Flow
Mekanisme aliran
Grain flow merupakan persebaran dari sedimen yang memiliki kohesifitas
rendah yang didukung oleh tekanan yang menyebar karena tumbukan langsung
antar butiran. Sedimen dapat meluncur dengan cepat, khususnya pada slope yang
terjal yang mendekati sudut jatuh dari sedimen. Grain flow merupakan hasil dari
pergerakan sedimen dengan kohesifitas rendah yang menuruni slope terjal akibat
sedimen kehilangan kekuatan internal shear secara tiba-tiba (Boggs, 2006).
Grain flow dimulai ketika proses traksi akibat sedimen dengan kohesifitas
rendah, umumnya pasir, yang ditumpuk melebihi sudut jatuhnya. Tekanan yang
menyebar (dispersive pressure) dibutuhkan untuk mendorong butiran dan
menjaganya terlarut selama mengalir yang tersedia bukan karena fluida, namun
karena tumbukan antar butiran dan pertemuan yang tertutup pada air.
Endapan grain flow
Endapan grain flow dicirikan oleh perlapisan batupasir masif yang sangat
tebal, dan reverse grading yang diasumsikan terbentuk selama aliran dimana
partikel berukuran kecil tersaring ke bawah melewati partikel berukuran besar
ketika fase penyebaran yang disebut dengan penyaringan kinetik (kinetic sieving).
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 22/80
13
Endapan grain flow berupa lapisan masif dengan sedikit atau bahkan tidak ada
laminasi dan gradasi, kecuali gradasi terbalik pada bagian bawah (Gambar 2.4c).
II.2.4. Debris Flow
Mekanisme aliran
Debris flow merupakan percampuran kental dan padat dari sedimen dan air
dimana voulum dan massa sedimen melampaui air (Major, 2003 dalam Nichols,
2009). Campuran kental dan padat memiliki karakteristik Reynold number yang
kecil sehingga mengalir secara laminar. Matriks mud yang kohesif pada debris flow
memiliki kekuatan untuk menyokong butiran yang lebih besar, namun kohesifitas
yang kecil pada grain tidak memiliki kekuatan untuk menjaga aliran tetap pada
kemiringan yang memadai (Boggs, 2006). Debris flow umumnya mulai pada
kemiringan yang terjal (>10°), namun dapat juga mengalir pada kemiringan landai
pada 5° atau kurang. Terdiri dari campuran partikel dengan sortasi buruk, berukuran
bongkah, dengan matriks berukuran kerikil halus, pasir, atau mud.
Endapan debris flow
Ketidakhadiran turbulensi dan tidak adanya sortasi yang terjadi selama
mengalir akan menghasilkan endapan dengan sortasi yang sangat buruk (Gambar
2.6). Selain itu endapannya tebal dan jarang terdapat layer internal. Tersusun oleh
percampuran acak dari partikel berukuran lempung-bongkah. Umumnya memiliki
gradasi yang buruk, namun apabila muncul gradasi, maka dapat gradasi normal
maupun gradasi terbalik (Gambar 2.4d).
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 23/80
14
Gambar 2.6. Endapan debris-flow yang memiliki karakter sortasi buruk (Nichols, 2009)
II.3. Lingkungan Pengendapan Deepwater
Lingkungan pengendapan merupakan setting geomorfik yang spesifik
dengan karakter fisika, kimia, dan biologi pada proses dan produknya. Menurut
Shanmugam (2006), lingkungan pengendapan deepwater yang modern memiliki
enam kategori, yaitu: (1) lingkungan deep-lacustrine; (2) lingkungan submarine
slope; (3) lingkungan submarine canyon dan gully; (4) lingkungan submarine fan;
(5) lingkungan submarine non-fan; (6) lingkungan submarine basin-plain.
II.3.1. Submarine Fans
Submarine fans merupakan tubuh sedimen di lantai laut yang diendapkan
oleh proses aliran massa yang dapat berbentuk kipas, namun lebih elongate,
geomotri yang lobate lebih umum dijumpai (Gambar 2.7) (Nichols, 2009).
Ukurannya bervariasi mulai dari radius beberapa kilometer yang menutup jutaan
kilometer persegi. Morfologi dan karakter deposisi dikontrol oleh komposisi suplai
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 24/80
15
material terutama proporsi kerikil, pasir, dan mud. Terminologi submarine fan
terbatas pada tubuh berbentuk kipas yang diendapkan oleh aliran massa, terutama
oleh arus turbid.
Submarine fan dapat terbentuk dari macam-macam material klastik, namun
kipas yang besar seluruhnya tersusun oleh material klastik asal darat yang disuplai
oleh sistem sungai yang besar. Karbonat dapat menjadi sumber penting
pengendapan kembali sedimen pada cekungan laut oleh arus turbid, namun suplai
sedimen karbonat ini jarang.
Gambar 2.7. Lingkungan pengendapan di submarine fan (Nichols, 2009)
II.3.1.1. Elemen Arsitektur Sistem Submarine Fan
Submarine fan dapat dibagi menjadi sejumlah elemen arsitektur, yang
merupakan komponen sistem pengendapan yang produknya berasal dari proses
yang berbeda dan pengendapan subenvironment (Gambar 2.8).
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 25/80
16
Gambar 2.8. Proporsi dari elemen arsitektur yang berbeda pada submarine fan yang ditentukan olehukuran butir dominan yang terendapkan pada kipas (Nichols, 2009)
Submarine fan channel dan leeves
Submarine fan channel merupakan elemen yang dipisahkan pada
permukaan kipas dan dapat memiliki tanggul. Ngarai (canyon) yang menoreh ke
tepian shelf dan air ke discrete point pada tepian cekungan laut dimana arus turbid
mengalir menuruni canyon dan masuk ke channel. Channel tidak tertoreh pada
batuan dasar, namun muncul sebagai scour diatas endapan submarine fan.
Endapannya memiliki tipe pasir kasar dan kerikil yang membentuk perlapisan tebal,
memiliki struktur sedimen yang jarang, dan gradasi perlapisannya kasar,
ditunjukkan oleh Tab pada Sekuen Bouma. Perluasan secara lateral dibatasi oleh
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 26/80
17
lebar channel-nya, dimana ketika ini terisi, maka akan terbentuk tubuh lentikuler
dari tumpukan turbidit berukuran butir kasar (Nichols, 2009).
Gambar 2.9. Perlapisan
batupasir tebal yang diendapkan
di channel pada bagian proksimal
dari kompleks submarine fan
(Nichols, 2009)
Aliran overbank dari channel mengandung pasir halus, lanau, dan mud dan
ini menyebar sebagai arus turbid berukuran halus dari channel menuju ke tanggul
(submarine channel levee). Turbidit tanggul ini menyusun bagian atas dari Sekuen
Bouma (Tc-e dan Tde) dan merupakan bagian tipis dari batas channel dengan sudut
kecil dan bentuk membaji.
Pengendapan Lobes
Pengandapan lobes berada di bagian distal dari channel dimana arus turbid
menyebar membentuk lobe yang menempati porsi di permukaan kipas. Sebuah
individu lobe dibangun oleh suksesi arus turbidit yang cenderung mengendapkan
terus-menerus pada lobe sepanjang waktu. Geometri progradasi sederhana
dihasilkan, dengan masing-masing arus turbid yang besarnya sama dan setiap
pengendapan semakin berlanjut pada mulut channel. Suksesi dibangun dari
pengendapan lobe yang progradasi dan idealnya merupakan suksesi coarsening
upward. Individual turbidit akan menunjukkan gradasi normal, namun sebagai lobe
yang prograde, arus akan membawa sedimen lebih kasar lebih jauh pada permukaan
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 27/80
18
kipas. Pola theckening-up pada perlapisan biasanya menyertai pola coarsening-up.
Endapan lobes mengandung Sekuen Bouma yang hampir komplit (Ta-e dan T b-e)
(Nichols, 2009).
Turbidite sheets
Turbidite sheets merupakan endapan arus turbid yang tidak terpisah dari
pengendapan pada lobe namun memiliki penyebaran yang luas dari kipas.
Umumnya tipis, dengan karakteristik turbidit berukuran butir halus ditunjukkan
dengan Sekuen Bouma Tc-e dan Tde. Umumnya berseling dengan hemipelagic
mudstone (Nichols, 2009).
Gambar 2.10. Suksesi lapisan
turbidit sandy dan muddy pada
bagian distal dari komplekssubmarine fan (Nichols, 2009)
II.3.1.2. Sistem Submarine Fan
Elemen arsitektur mendeskripsikan berbagai proporsi yang dibagun oleh
material dengan ukuran butir yang berbeda tergantung pada karakteristik dan volum
suplai sedimen menuju ke submarine fan. Beberapa kombinasi sangat mungkin,
namun dapat dibagi menjadi empat model yang representatif: dominasi kerikil,
sandy, campuran pasir dan mud , dan muddy. Sisem submarine fan umumnya dibagi
menjadi upper fan (inner fan), mid-fan dan lower fan (outer fan), dimana bagian
upper fan didominasi oleh channel dan levee, mid-fan oleh pengendapan lobes dan
lower fan oleh sheets (Nichols, 2009).
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 28/80
19
Sistem Gravel-rich
Sedimen berukuran butir kasar dapat diendapkan pada batas cekungan di
delta yang disuplai material berukuran kasar oleh sungai teranyam atau kipas
aluvial. Bagian yang lebih dalam dari delta dapat bergabung dengan submarine fans
dari pembentukan material yang membaji pada dasar slope (Gambar 2.11). Kerikil
ini umumnya diendapkan oleh debris flow dan pasir secara cepat terendapkan oleh
arus turbid dengan densitas tinggi (Nichols, 2009).
Gambar 2.11. Fasies model dari gravel-rich submarine fan, ditemukan di depan coarse fan delta,
kipasnya kecil dan utamanya tersusun karena debris flow (Nichols, 2009)
Sistem sand-rich
Sistem submarine fan dikatakan kaya pasir apabila lebih dari 70%
endapannya merupakan material pasir (Gambar 2.12). Biasanya bersumber dari
shelf yang kaya pasir dimana gelombang, badai dan arus pasang surut melakukan
sortasi, menghilangkan mud dan meninggalkan endapan pasir yang tertransport
oleh arus turbid. Arus turbid pada sand-rich memiliki efisiensi yang rendah dan
tidak dapat memindahkan sangat jauh sehingga tubuh kipasnya relatif kecil, dengan
radius kurang dari 50 km. Pengendapan dilakukan oleh high-density turbidity
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 29/80
20
currents dan karakteristik kipasnya berupa sandy channel dan lobes. Perlapisan
yang dihasilkan biasanya tebal, kemas sedang dari shaly turbidit densitas tinggi
yang dipisahkan oleh lapisan mud yang menunjukkan periode lobe yang
ditinggalkan (Nichols, 2009).
Gambar 2.12. Fasies model dari sand-rich submarine fan; turbidit kaya pasir membentuk lobes
yang dibangun di lantai cekungan, dengan pergantian lokus deposisi sepanjang waktu
(Nichols, 2009).
Campuran sistem sand-mud
Terjadi ketika delta menghasilkan material sandy dan muddy dalam jumlah
yang besar, dimana sistem ditentukan oleh kehadiran 30% dab 70% pasir (Gambar
2.13). Ukuran diameternya dapat mencapai puluhan hingga ratusan kilometer.
Endapan channel pada daerah inner dan mid-fan mengandung fasies batupasir
kasar, sandy, lapisan turbidit densitas tinggi dan fasies channel yang ditinggalkan
yang merupakan muddy turbidit (Reading, 1994 dalam Nichols, 2009).
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 30/80
21
Gambar 2.13. Fasies model dari mixed sand-mud submarine fan; lobe-nya tersusun oleh
campuran pasir dan mud (Nichols, 2009)
Sistem muddy
Sistem submarine fan yang paling besar di lautan modern adalah mud-rich
(Stow, 1996 dalam Nichols, 2009) dan dibangun oleh sungai yang sangat besar.
Sistem submarine fan memiliki radius 1000 km dan mengandung pasir kurang dari
30%. Elemen arsitektur yang paling dominan berupa channel yang sandy, dimana
pasir dan lebih banyak mud diendapkan di batas channel membentuk tanggul.
Pengendapan lobenya kurang berkembang dan tipis, bagian outer fan terdiri dari
sheet batupasir tipis yang interbedded dengan mudrock pada dataran cekungan.
Suksesinya, batupasir muncul terbatas sebagai unit channel yang lentikuler dan
terisolasi, lobes yang tipis dan sheet di lower fan (Nichols, 2009).
Gambar 2.14. Fasies model muddy submarine fan; lobes-nya sangat elongate dan banyak pasir yangdiendapkan dekat dengan channel (Nichols, 2009)
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 31/80
22
II.3.2. Slope Aprons
Slope aprons merupakan sistem pengendapan pada continental slope dan
menjadi bagian dari lantai cekungan yang tidak dimakan oleh discrete point namun
sebaliknya memiliki suplai yang linear dari regangan shelf. Pengendapan oleh
proses aliran masa mulai dari submarine slide dan slump sampai debris flow dan
turbidity current (Gambar 2.15). Debris yang kasar cenderung bergerak sebagai
longsoran detritus, termasuk blok dari batuan dengan besar meteran sampai puluhan
meter yang dikenal sebagai olistolith, dan sebagai material debris flow yang
terakumulasi di slope. Pasir dipindahkan dari tepi shelf dan ditransport sebagai
high-density turbidity currents menuju ke bawah pada slope untuk membentuk
endapan spill-over sand (Stow, 1986 dalam Nichols, 2009). Mud dan percampuran
pasir dan mud didistribusikan kembali sepanjang slope dan dataran yang berdekatan
oleh arus turbid. Endapan yang lebih halus pada slope ditransport oleh debris flow
dan sebagai material slide dan slump. Proporsi antara kerikil, pasir dan mud
ditentukan oleh suplai sedimen dari batas shelf dan ditambah endapan hemipelagik
pada slope. Karakter endapan slope basin cenderung heterogen dan secara umum
acak (Nichols, 2009).
Gambar 2.15. Endapan slope apron mengandung sedimen pelagic, slump, debris flow dan pasir daritepi shelf (Stow, 1986 dalam Nichols, 2009)
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 32/80
23
II.3.3. Contourites
Contourites adalah endapan arus dasar (bottom current ) yang merupakan
arus laut yang asalnya geostophic dan/atau thermohaline dimana arus utamanya
mengalir sepanjang lantai laut yang sejajar atau mendekati sejajar dengan kontur
batimetri dari continental margin. Contourites dapat berupa lembaran sedimen
halus yang muddy dan silty, dikenal dengan drift, menutup daerah sangat luas
sampai ratusan-jutaan kilometer persegi dengan tebal puluhan sampai ratusan
meter. Kadang-kadang berbentuk lebih elongate sejajar dengan batas cekungan,
dibentuk oleh arus dasar (bottom current ) yang cukup kuat untuk mentransport
pasir. Komposisi materialnya dapat berasal dari darat, kalkareus, dan
volkaniklastik.
Perbedaanya dengan turbidit yang merupakan pengendapan single event,
contourites merupakan produk dari aliran yang berlanjut, karakteristiknya
ditentukan oleh variasi pada kecepatan arus, jumlah dan tipe suplai sedimen, dan
tingkat modifikasi oleh proses seperti bioturbasi. Siklus kenaikan diikuti oleh
penurunan kecepatan menghasilkan pola gradasi terbalik dan gradasi normal
(Gambar 2.16), namun pola lain masih memungkinkan (Nichols, 2009).
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 33/80
24
Gambar 2.16. Grafik skematik log sedimen pada endapan contourites (Nichols, 2009)
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 34/80
BAB III
GEOLOGI REGIONAL CUKUNGAN KUTEI DAN
ELEMEN ARSITEKTUR
Cekungan Kutei merupakan cekungan sedimen Tersier terbesar (165.000
kilometer persegi) dan terdalam (12.000-14.000 meter) di Indonesia. Cekungan
Kutei terletak di Kalimantan Timur, Indonesia yang dibatasi oleh Tinggian
Mangkalihat di utara, Andang Flexure (Andang-Paternosfer Fault) di sebelah
selatan, Tinggian Kuching di sebelah barat, dan di sebelah timur terdapat Selat
Makassar (Gambar 3.1) (PND, 2006).
Gambar 3.1. Lokasi Cekungan Kutei (Ott, 1987)
25
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 35/80
26
Cekungan Kutei dibagi menjadi dua sub-cekungan yang terletak di sebelah
barat merupakan Cekungan Kutei Atas dan yang terletak di timur merupakan
Cekungan Kutei Bawah (Gambar 3.2). Cekungan Kutei Atas sekarang
merepresentasikan wilayah dengan tektonik utama berupa pengangkatan dan erosi
yang dihasilkan oleh inversi deposenter Paleogen. Baik Cekungan Kutei Atas
maupun Bawah menumpang diatas deposenter Paleogen ini (Moss et al., 1999).
Gambar 3.2. Peta geologi Cekungan Kutei (Moss et al., 1999)
Cekungan Kutei Deepwater terletak di Cekungan Kutei Bawah dimana
lapangan minyak dan gas yang telah ditemukan berada di wilayah offshore yang
dangkal (shelf ) (Gambar 3.3) dan sebagian besar dipenuhi sedimen Miosen yang
berasal dari Delta Mahakam. Sumber hidrokarbon telah diidentifikasi sebagai
material tumbuhan asal delta. Delta Mahakam progradasi sepanjang shelf mencapai
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 36/80
27
perpanjangangan maksimum ke arah laut pada Miosen Akhir dan kemudian mundur
ke arah darat sampai posisi sekarang (Lumadyo, 1999).
Gambar 3.3. Peta Isopach Cekungan Kutei, Kutei deepwater berada di offshore sebelah timur
Delta Mahakam (Moss et al., 1999)
Eksplorasi lebih lanjut pada shelf menunjukkan bahwa reservoar
batupasirnya memiliki kualitas yang bagus dan kehadiran hidrokarbon mengarah
ke air yang lebih dalam (Gambar 3.4). Pengeboran pendahuluan di Kutei Deepwater
telah mencapai kedalaman 3700 ft dengan target slope channel dan dasar slope fan
berumur Pliosen-Miosen (Lumadyo, 1999).
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 37/80
28
Gambar 3.4. Sayatan yang menunjukkan distribusi regional fasies sedimenter (Lumadyo, 1999)
III.1. Setting Tektonik
Seperti sebagian besar cekungan di Asia Tenggara, Cekungan Kutei
merupakan rangkaian half graben yang terbentuk selama Eosen sebagai respon dari
fase ekstensi regional (Guritno et al., 2003). Rift Basin diperkirakan mulai terbentuk
antara Paleosen dan Eosen awal (Moss et al., 2000 dalam Lin et al., 2005). Ekstensi
half graben dengan cepat dipenuhi oleh sedimen syn-rift dan diikuti pendalaman
cekungan dimana terdapat fase sag selama Eosen Akhir sampai Oligosen. Selama
periode NW-SE pada pembentukan zona basement transfer, akan menjadi batas
antara tiga provinsi struktur yaitu provinsi utara, tengah, dan selatan (Gambar 3.5)
(Guritno et al., 2003).
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 38/80
29
Gambar 3.5. Struktur penyusun Cekungan Kutei yang dibagi menjadi tiga provinsi dan
memperlihatkan arah kompresi dan suplai sedimen (Guritno et al., 2003)
Dari Miosen Tengah, daerahnya berubah dari ekstensional menjadi
kompresi dengan orientasi ESE-WNW yang menghasilkan uplift pada Kalimantan
bagian tengah dikombinasikan dengan kolisi antara Kontinental Austalia dengan
mikro-kontinen Indonesia Timur yang menyebabkan kompresi tektonik. Kompresi
kemudian mengalami inversi menjadi ekstensional pada shelf dan onshore
menghasilkan patahan dan antiklin di daerah deepwater. Sistem patahan ini muncul
semakin muda kearah timur (Guritno et al., 2003).
Tinggian uplift di bagian utara dari cekungan diakibatkan karena gravitasi
sistem ekstensional yang menyebabkan patahan, menghasilkan imbrikasi patahan
intensif pada provinsi utara dari offshore Cekungan Kutei Deepwater (Gambar 3. 6
& 7). Pegerakan sesar dimungkinkan terjadi selama Miosen tengah dan berlanjut
sampai sekarang (Guritno et al., 2003).
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 39/80
30
Gambar 3.6. Evolusi struktur di Provinsi Utara. Uplift derajat tinggi membentuk slope curam dari
sleft break yang ditrigger oleh gravitasi. Dikombinasikan dengan kompresi,
memperluas seri toe thrusting faults (Guritno et al., 2003)
Provinsi deepwater bagian tengah, secara langsung merupakan bagian laut
dari Delta Mahakam yang ada sekarang, menunjukkan lebih sedikit deformasi
struktur daripada di provinsi utara (Sherwood et al., 2001 dalam Guritno et al.,
2003). Besarnya uplift dibandingkan dengan provinsi utara, menghasilkan lipatan
landai di provinsi tengah dan selatan. Lipatan utama di provinsi tengah terbentuk
selama Miosen Akhir sampai saat ini (Gambar 3.7) (Guritno et al., 2003).
Bagian provinsi selatan memiliki dua rezim struktur. Miosen Tengah
membentuk antiklin toe-thrust , sedangkan pada Miosen Atas sampai sekarang
hanya menghasilkan lipatan landai yang tidak memiliki hubungan langsung dengan
toe-thrust yang lebih tua (Gambar 3.8) (Guritno et al., 2003).
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 40/80
31
Gambar 3.7. Evolusi struktur dari Provinsi Tengah. Slope landai terbentuk selama fase ekstensi
pada daerah shelf break (Guritno et al., 2003)
Gambar 3.8. Evolusi struktur di Provinsi Selatan. Sudut slope break lebih terjal di Provinsi Selatan
daripada di Provinsi Tengah. Sebagai hasilnya, terbentuk sistem toe-thrusting yang
lebih tua dan sangat terbatas (Guritno et al., 2003)
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 41/80
32
III.2. Stratigrafi
Selama Paleosen sampai Eosen, Cekungan Kutei berada pada fase
ekstensional rift-graben. Eosen Bawah-Oligosen Bawah terbentuk Formasi Kuaro
dan Telakai (ekuivalen dengan Formasi Ujoh Balang di Cekungan Kutei Atas) yang
mengendap secara tidak selaras diatas basement metamorf berumur Cretaceous dan
menghasilkan sekuen menghalus keatas dari batupasir terestrial pada bagian dasar
dan serpih laut pada bagian atas. Pada bagian utara sayap cekungan dekat Tinggian
Mangkalihat , pada Eosen Tengah-Oligosen Bawah terdapat sekuen yang tersusun
oleh volkaniklastik dan serpih laut (Formasi Sembulu). Pada Oligosen Atas (N-4)
terbentuk endapan sekuen klastik regresif yang berlanjut sampai sekarang (PND,
2006).
Mengikuti fase rift Paleogen, Cekungan Kutei terbentuk sebagai sag basin
pada continental margin yang mengalami progradasi kearah timur sepanjang
Neogen pada seri sedimen delta (PND, 2006).
Pada pertengahan Oligosen Awal, di Cekungan Kutai Bawah/Cekungan
Makassar Utara terendapkan sedimen pada marine shelf. Daerah di Cekungan
Makassar Utara dan daerah di sekelilingnya terbentuk batugamping pada
lingkungan yang lebih dangkal, dan terbentuk serpih laut pada lingkungan yang
lebih dalam (PND, 2006).
Sedimen Oligosen Atas-Miosen Bawah yang ekuivalen dengan Formasi
Pamaluan terdiri dari serpih karbonan berwarna hitam dan batupasir halus yang
diinterpretasikan sebagai endapan laut batial (PND, 2006).
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 42/80
33
Pada Miosen Bawah, Grup Bebulu menumpang diatas Formasi Pamaluan
dan terdiri dari batugamping bioklastik yang terendapkan di shelf/ daerah onshore
(Formasi Maruat) dan pada slope sampai bathyal berupa batupasir, batulanau, dan
serpih pada sekuen offshore (Formasi Pulau Balang) (PND, 2006).
Pada Cekungan Kutei Bawah/ Cekungan Makassar Utara, sekuen Miosen
Bawah utamanya tersusun oleh endapan karbonat dan serpih laut. Miosen Tengah
ditandai dengan pembentukan awal sistem delta ke arah timur yang diatas sedimen
shelf sampai slope, dengan adanya karbonat secara lokal pada marine shelf yang
dangkal. Pada Miosen Tengah, sedimen delta dari Grup Balikpapan menumpang
diatas Grup Bebulu dan tersusun oleh dua unit, yaitu sekuen paralic-deltaic dari
batupasir masif berseling serpih dan sekuen serpih, batulanau, batugamping, dan
sedikit batupasir, menunjukkan lingkungan transisi slope-batial pada daerah
offshore (PND, 2006).
Selama Miosen Akhir-Pliosen, bagian timur dari Cekungan Kutei tersusun
oleh fasies delta sampai laut dalam yang secara lateral berubah ke lingkungan shelf
bagian luar, slope, dan sedimen dasar cekungan pada endapan lowstand. Miosen
Akhir-Pliosen, Grup Kampung Baru menggantikan Grup Bebulu dan berlanjut
secara progradasi dari barat ke timur. Pada onshore dan dekat offshore tersusun oleh
perselingan batupasir, batulanau, serpih, dan batubara, diinterpretasikan sebagai
sekuen paralic-deltaic (Formasi Tanjung Batu). Sedangkan jauh di offshore,
terdapat serpih dan batulanau dengan batupasir tipis dan batugamping,
diinterpretasikan sebagai sekuen laut dalam (Formasi Sepinggan) (PND, 2006).
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 43/80
34
Grup Mahakam (Formasi Handil Dua dan Attaka) menumpang diatas Grup
Kampung Baru. Formasi Handil Dua merepresentasikan onshore sub aerial delta
plain dari campuran lingkungan fluvial dan tidal-marine delta dengan litologi
berupa interkalasi pasir, lanau, lempung, dan lignit. Di bagian offshore, Formasi
Attaka tersusun oleh perselingan lempung fosiliferus, pasir yang belum
terkonsolidasi berukuran kasar, dan beberapa perlapisan cangkang bioklastik (shell
beds) yang diinterpretasikan sebagai endapan shelf laut dangkal yang terbuka
sampai tertutup (Marks et al., 1982).
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 44/80
35
S
R
R
AGE/
LITHOSTRATIGRAPHY
W E
GLOBALRELATIVECHANGEOF
COASTALONLAPVAILETAL(1977)
SERIES
0
1 PLEISTOCENE N23 N22
N21
N20
N19
S Source S Seal R Reservoar
HANDILDUA
KAMPUNGBARU
ATTAKA
LANDWARD
1.0 0.5
BASINWARD
0
(0.8)
(1.65)
(3.0)
(4.2)
5 N18 (5.5)
N17
R
N16
10 N15
N14 N13 N12 N11 N10
N9 15
N8
N7
20N6
R
N5
N4
25
P22/
N3 S
PULAUBALANGS
S
S
PAMALUAN
S
(10.5)
(12.5)
(13.8)
(15.5)
(16.5)
(21.0)
(22.0)
(25.5)
(26.5)
(28.4)
P21/
30 N2
P20/
N1
P19
35 P18
P17
P16
P15
P1440
P13
P12
P11
45
P10
R MARAH
S
R
KEDANGO
S
R BERIUN
S
ATAN
SEMBULU
(30.0)
(33.0)
(36.0)
(37.0)
(38.0)
(39.5)
(42.5)
(44.0)
P9 50
P8
P7
P6
55 P5
P4
S
MANGKUPA
(48.5)
(51.5)
(52.3)
(54.5)
(58.5)
P3
Gambar 3.9. Stratigrafi Cekungan Kutei
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 45/80
36
III.3. Elemen Arsitektur Cekungan Kutei
Elemen pengendapan digunakan untuk mendeskripsikan bentukan blok
bangunan dari lingkungan deepwater (Fowler et al., 2001). Setiap elemen
dilakukan diagnosa fasies seismik dan karakteristik bagian atas dan bawah
permukaan pada beberapa kasus.
A. Debrites
Debrites diinterpretasikan pada data seismik dari amplitudo yang rendah,
frekuensi rendah, fasies seismik chaotic/mottled , dan menunjukkan erosi dasar
yang intensif (Gambar 3.10) (Fowler et al., 2001). Endapan ini
diinterpretasikan sebagai endapan debris flow dan diduga tidak menjadi sand
prone untuk reservoar hidrokarbon. Satu debrites ditemukan menutup area
yang luas (sampai dengan 110 km2) dengan ketebalan paralel yang bervariasi
sepanjang arah transportasi. Debrites dapat terlihat menebal menuju cekungan
slope dan tipis di sepanjang slope.
B. Inter-Canyon
Endapan inter-canyon ditunjukkan adanya reflektor paralel dengan
kontras amplitudo tinggi dan amplitudo rendah (Fowler et al., 2001). Dari data
sumur diketahui bahwa endapan inter-canyon berupa perselingan mudstone,
batulanau, dan batupasir berbutir halus. Di area ini dapat terjadi pengendapan
jatuhan pelagik dan hemipelagik dan arus turbid dengan densitas rendah.
Adanya perbedaan amplitudo seismik merupakan hasil dari perbedaan densitas
antara mudstone. Permukaan erosional terlihat jelas namun umumnya
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 46/80
37
menghilang keatas dan diinterpretasikan sebagai goresan slump sebagai hasil
gravity flows.
C. Kompleks Slope Channel
Slope channel memiliki rasio aspek rendah, dasar erosi kuat, dan isian
channel berbeda secara lateral menunjukkan osedang-tinggi (Gambar 3.10)
(Fowler et al., 2001). Endapannya dihasilkan dari arus turbid densitas sedang-
tinggi, secara alami merupakan penghasil pasir. Channel menghasilkan
endapan yang amalgamasi (sebuah individu channel kontak dengan channel
yang serupa). Endapan kompeks channel ditunjukkan dengan permukaan erosi.
D . Passive Channel Fill
Passive channel fill disusun oleh reflektor amplitudo rendah-sedang yang
secara lateral menerus, datar dan menutupi topografi (Gambar 3.11) (Fowler et
al., 2001). Fase channel fill ini merupakan penghasil mud dengan adanya
jatuhan pelagik dan hemipelagik serta arus tusbid densitas rendah.
E. Slope Fans
Slope fans memiliki kenampakan mounded pada seismik. Ditunjukkan
dengan amplitudo tinggi yang menerus, refleksi mencembung keatas
menunjuukkan bidirectional downlap (Gambar 3.10) (Fowler et al., 2001).
Pada gambar terlihat reflektor individu dengan lebar 0.5-1 km dengan angle of
repose yang tinggi, menunjukkan komponen pasiran.
F. Basin Floor Fans
Basin floor fans tersusun oleh refleksi amplitudo sedang sampai tinggi
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 47/80
38
yang dominan menerus (Gambar 3.10). Reflektor individu menunjukkan pola
cembung semakin keatas dan cekung semakin kebawah. Biasanya dapat terlihat
hubungan distributary channel dari kompleks fan. Diinterpretasikan sebagai
elemen yang menghasilkan pasir (Fowler et al., 2001).
G. Kompleks Channel-Leeve
Individu leeve menunjukkan bentukan yang membaji, menipis menjauh
dari channel, dan memiliki karakteristik amplitudo rendah, kadang frekuensi
rendah baik menerus maupun tidak menerus (Gambar 3.11) (Fowler et al.,
2001). Pada penetrasi sumur dari endapan levee Pliosen mengindikasikan
litologi dominan berupa mudstone, dimungkinkan diendapkan oleh arus turbid
densitas rendah
Endapan channel menunjukkan refleksi amplitudo sedang-tinggi yang
secara lateral tidak menerus dengan dasar erosional yang datar (Gambar 3.11)
Pengendapannya oleh arus turbid densitas tinggi , menjadi penghasil batupasir
(Fowler et al., 2001)
H. Drape
Drape ditunjukkan dengan refleksi amplitudo rendah yang menerus
secara lateral dan diinterpretasikan sebagai endapan pelagik dan hemipelagik
(Gambar 3.10) (Fowler et al., 2001). Kadang-kadang debrites berselingan
didalam sekuen drape.
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 48/80
39
Gambar 3.10. Skematik blok diagram mengilustrasikan seting slope dimana muka air laut naik.
Warna kuning menujukkan endapan penghasil pasir. Seismik diambil di Cekungan
Kutei bagian utara, Kalimantan Timur (Fowler et al., 2001)
Gambar 3.11. Skematik blok diagram mengilustrasikan seting slope dimana muka air laut naik.
Warna kuning menujukkan endapan penghasil pasir. Seismik diambil di Cekungan
Kutei bagian utara, Kalimantan Timur (Fowler et al., 2001)
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 49/80
BAB IV
PETROLEUM SISTEM DEEPWATER SETTING
DI CEKUNGAN KUTEI
IV.1. Pendahuluan
Pemahaman dan prediksi tentang petroleum sistem di setting deepwater
merupakan tantangan dalam eksplorasi dan produksi deepwater . Secara umum,
cekungan deepwater merupakan hal yang unik dibandingkan dengan cekungan
petroleum yang lain karena (1) petroleumnya dihasilkan dan dimigrasi dalam waktu
yang cukup baru (selama 5-10 juta tahun), dan (2) seluruh elemen dari sistem
petroleum berubah secara konstan (melibatkan struktur, perubahan arsitektur, jalur
migrasi, dan kapasitas seal) (Weimer dan Slatt, 2007).
Petroleum sistem yang harus dipenuhi dalam eksplorasi hidrokarbon adalah
reservoar dan trap, source sistem deepwater, seal, generation, timing, dan migrasi
(Weimer dan Slatt, 2007).
Eksplorasi deepwater Cekungan Kutei secara intensif dilakukan di Blok
Ganal dan Rapak setelah melihat keberhasilan lapangan Merah Besar dan West
Seno yang pertama kali mendemonstrasikan petroleum sistem di lingkungan
deepwater (Guritno et al., 2003). Struktur dominan yang terdapat di Cekungan
Kutei deepwater berupa toe-trust anticlines yang telah mempengaruhi palaeo-deep-
water play. Pengaruhnya sampai pada pengendapan reservoar, source, pematangan
40
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 50/80
41
source rock, rute migrasi, dan beberapa lapangan memiliki trap yang terbentuk
karena struktur toe thrust (Guritno et al., 2003).
IV.2. Source Rock
Petroleum source rock didefinisikan sebagai apapun batuan yang dapat
menghasilkan dan mengeluarkan petroleum dalam jumlah yang cukup untuk
membentuk akumulasi minyak dan/atau gas.
Potensi source rock bagus pada seting deepwater. Potensi source rock
minyak pada deepwater play dapat berasal baik dari kontinental maupun dari laut
dalam. Pertama, source rock lakustrin yang baik ditemukan pada setting synrift .
Kedua, potensi source rock yang berasal dari laut dalam diendapkan selama fase
setelah evolusi beberapa batas kontinen yang berasosiasi dengan transgresi utama
dan kenaikan relatif (Mitchum et al., 1993; Duval et al., 1998; dalam Weimer dan
Slatt, 2007). Lingkungan deepwater pada masa sekarang merupakan lanjutan dari
proses diatas, periode yang panjang dari pengendapan di lingkungan batial dapat
menghasilkan source rock yang excellent yang biasanya berumur lebih muda
(Weimer dan Slatt, 2007).
Ketiga, pada beberapa daerah di ekuator, tumbuhan darat yang berumur
Tersier (biasanya gas-prone), dapat memberikan kontribusi pada source rock yang
memproduksi minyak. Material ini biasanya diendapkan di pantai sampai laut
dangkal (Schiefelbein et al., 2000 dalam Weimer dan Slatt, 2007). Bagaimanapun,
selama lowstand Tersier, beberapa material humic ini mengalami transportasi ke air
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 51/80
42
yang lebih dalam dan terkonsentrasi pada zona yang akhirnya menjadi source rock
minyak.
Kualitas minyak bervariasi pada cekungan-cekungan deepwater yang ada di
dunia dan bahkan bervariasi secara lokal pada beberapa cekungan. Variabel kualitas
ini dapat berhubungan dengan pembentukannya, terutama pada ultradeep water ,
dimana hanya ada sedikit pembebanan yang dapat mematangkan material source
(Weimer dan Slatt, 2007).
Source Rock Minyak
Source rock lakustrin terbentuk pada seting synrift yang menutupi sebagian
besar kerak kontinental. Danau dapat menjadi source rock yang penting, walaupun
terdapat variasi yang harus dipertimbangkan mengenai jenis danau dan potensi
source rock -nya (Bohacs et al., 2000, 2002 dalam Weimer dan Slatt, 2007). Tipe
danau yang berbeda dan asosiasi fasies menghasilkan jenis material organik dan
nilai total organic carbon (TOC) yang berbeda. Kerogennya merupakan campuran
dari tipe I-III, dimana baik minyak maupun gas dapat terbentuk di lingkungan
danau. Minyaknya cenderung menjadi waxy dan memiliki kandungan sulfur yang
rendah (Weimer dan Slatt, 2007).
Balanced-fill lakes memiliki material organik berupa alga akuatik, dengan
sedikit tumbuhan darat dan memiliki nilai TOC sedang-tinggi. Tipe kerogen yang
dominan adalah kerogen tipe I dan III yang terbentuk sepanjang flooding surface.
Danau jenis ini biasanya menghasilkan lebih banyak minyak yang paraffinic bukan
yang waxy dan memiliki kandungan sulfur rendah. Sedangkan evaporative lakes
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 52/80
43
memiliki material organik berupa alga-bakteri dengan nilai TOC rendah sampai
sedang. Umumnya membentuk kerogen tipe I dan mengandung parafin dengan
kandungan sulfur sedang sampai tinggi (Weimer dan Slatt, 2007).
Setelah fase evolusi continental margin, potensi source rock laut mulai
terendapkan di deepwater, berasosiasi dengan transgresi utama atau kenaikan muka
air laut relatif dan kondisi penguapan oceanografi (Duval et al., 1998 dalam Weimer
dan Slatt, 2007). Source rock ini menumpang tipis pada kerak oceanic continental.
Source rock asal laut ini cenderung menghasilkan kerogen tipe I, II, dan III.
Perbedaan yang paling penting pada kualitas minyak yang dihasilkan yaitu pada
kinetik source rock -nya dan seberapa cepat source rock itu mature (Weimer dan
Slatt, 2007). Source rock asal laut dapat terbentuk kapanpun setelah rifting, dan
memiliki variasi umur yang berbeda-beda pada tiap cekungan.
Source Rock Gas
Secara umum, source rock gas dalam jumlah yang cukup pada seting deep-
dan ultra-deepwater, dimana terdapat cukup material organik yang tersebar pada
sedimen yang dapat menghasilkan gas biogenik dalam volum yang besar. Pada
margin dengan kecepatan sedimentasi yang tinggi, source rock gas-prone potensial
untuk menghasilkan gas dalam jumlah besar. Tentu saja banyak deepwater margin
di dunia yang menjadi gas-prone. Gas dapat terbentuk melalui berbagai cara pada
setting deepwater. Beberapa gas berhubungan dengan source rock asal dan
merefleksikan kematangan cekungan (Weimer dan Slatt, 2007).
1. Beberapa gas dapat terbentuk langsung dari kerogen tipe III yang
merupakan gas-prone source rock
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 53/80
44
2. Gas thermogenik dapat terbentuk secara langsung dari oil-prone source rock
ketika batuan sudah mencapai maturitas yang tinggi (>1.0 nilai vitrinit
reflectance- Ro). Pada kasus ini, hanya sedikit fraksi source rock yang
berubah menjadi gas
3. Gas dapat terbentuk dari oil cracking pada reservoar dimana temperturnya
melebihi 150°C
4. Gas biogenik dapat dihasilkan dari biodegradasi minyak pada reservoar
5. Gas biogenik dapat terbentuk dari diseminasi material organik
6. Oil-prone source rock dapat membentuk wet gas ketika pematangan termal
Source Rock Cekungan Kutei Deepwater
Penemuan West Seno dan Merah Besar tahun 1998 menunjukkan adanya
oil prone pada upper slope. Material asal darat ini tertransport dari delta menuju
deepwater melalui arus turbid (Dunham et al., 2000 dalam Guritno et al., 2003).
Berdasarkan data geokimia pada sampel cores diketahui bahwa sumber
material ini berasosiasi dengan batupasir dan batulanau dan tidak pada serpih.
Fragmen organik tersebar secara acak dalam pasir atau membentuk laminasi
paralel, yang secara mekanik dikontrol oleh densitas arus turbid. Pada aliran dengan
densitas tinggi, fragmen material organik tersebar secara acak pada pasir,
sedangkan pada aliran dengan densitas rendah, material organik terkonsentrasi
menjadi laminasi seperti terlihat pada cores (Gambar 4.1) (Guritno et al., 2003).
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 54/80
45
Gambar 4.1. Pasir masif berukuran halus dengan
material karbonan yang laminar, diinterpretasikan
sebagai fosil daun. Fragmen daun ini berasal dari delta
yang tertransport dan terendapkan, berupa pasir
turbidites. Porositas 30.5% dengan permeabilitas 3220mD (pada 2000 psi) (Guritno et al., 2003)
Ketika source rock membentuk laminasi, material organik yang muncul
sebagai striasi yang biasanya dibentuk oleh fragmen daun pada endapan Delta
Mahakam modern (Gambar 4.2). Pada cores terlihat kehadiran batubara dengan
tebal beberapa sentimeter. Maseral cutinit yang berasal dari tumbuhan darat
diidentifikasi ketika fragmen daun atau coaly terbentuk dalam ketebalan yang
signifikan pada pasir (Lin et al., 2003 dalam Guritno et al., 2003). Material organik
yang dominan berupa kerogen non-fluorescing amorphous herbaceous (45%-70%).
Sisanya berupa oil-prone kerogen liptinik (sampai dengan 10%), gas-prone berupa
kerogen vitrinit (sampai dengan 20%), dan kerogen inertinit (sampai dengan 40%)
(Guritno et al., 2003).
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 55/80
46
Gambar 4.2. Endapan Delta Mahakam modern, fragmen daun sangat umum ditemukan pada
offshore bar (Guritno et al., 2003)
Analisis kinetik source rock pada sampel immature Miosen Atas
membuktikan bahwa source rock yang ditemukan kaya, namun utamanya
merupakan gas dan ligh oil-prone. Material organik memiliki TOC antara 3 sampai
12% (Gambar 4.3). Indikasi hidrogen biasanya rendah, kurang dari 200, meskipun
pada beberapa sampel menunjukkan pembacaan mencapai 280 (Gambar 4.4)
(Guritno et al., 2003).
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 56/80
47
Gambar 4.3. Log Gamma Ray dan kurva TOC yang menunjukkan tingginya TOC selalu berasosiasi
dengan pasir bukan serpih (Guritno et al., 2003)
Gambar 4.4. Diagram Van Krevellen menunjukkan kerogen tipe III yang dominan (Guritno et al.,
2003)
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 57/80
48
Sedangkan menurut Lin et al. (2005), fasies organik yang ada di Cekungan
Kutei deepwater turbidites dibagi menjadi tiga yaitu (1) parallel coaly laminae
facies, (2) chaotic coaly laminae, dan (3) laminated shale facies.
(1) Parallel coaly laminae facies
Gambar 4.5. (kanan atas dan kanan bawah) menunjukkan foto sayatan poles
pada core yang diambil pada sumur Gendalo-3, menunjukkan parallel coaly
laminae yang berseling dengan lapisan pasir turbidit yang sangat tipis. Ukuran
laminasi coaly menunjukkan ukurannya antara 0.5 sampai 1 cm, ukuran ini
dibandingkan dengan fragmen daun yang mengalami peatifikasi yang ditemukan di
Delta Mahakam modern (Gambar 4.5. kiri). Hal ini menunjukkan bahwa fragmen
daun yang telah mengalami peatifikasi tertransport menuju deepwater Selat
Makassar oleh arus turbid, menghasilkan laminasi coaly berwarna hitam (Lin et al.,
2005).
Secara geokimia, fasies parallel coaly laminae kaya akan material organik
(6.44 dan 7.01% TOC, terlihat pada gambar 4.5) dan kaya hidrogen (indikasi
hidrogen 241 dan 300 mg HC/g TOC). Kerogen yang terbentuk adalah tipe III/II
yang mampu untuk menghasilkan gas dan minyak volatil. Di bawah mikroskop,
terlihat adanya vitrinit (V) tipis yang berasosiasi dengan cutinit (C) dan resinit (R),
pada bagian kanan atas dari foto terlihat adanya dua kutinit (berpendar kuning) yang
berseling dengan bands tipis vitrinit (tidak berpendar) (Gambar 4.6). Pada kanan
bawah dari foto (Gambar 4.6), terlihat adanya resinit (R) yang berpendar secara
kuat yang terikat di dalam vitrinit (V) (Lin et al., 2005).
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 58/80
49
Gambar 4.5. Perbandingan ukuran dan morfologi antara fragmen aut yang mengalami
penggambutan dan fasies parallel coaly laminae pada deepwater cores (Lin et
al., 2005)
Pada gambar 4.6. modivikasi diagram Van Krevelen menunjukkan jumlah
hidrogen dan oksigen pada sampe core di sumur Gendalo-3. Hasilnya menunjukkan
bahwa fasies parallel coaly laminae tersusun oleh kerogen tipe II yang volatile-oil
prone. Fasies ini memiliki nilai hidrogen indeks antara kurang dari 100 sampai lebih
dari 400 mg HC/g TOC. Tingginya HI menunjukkan tingginya konsentrasi maseral
liptinit. Fasies parallel coaly laminae merupakan fasies organik yang paling penting
dalam memberikan kontribusi akumulasi hidrokarbon di Cekungan Kutei
deepwater (Lin et al., 2005).
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 59/80
50
(2) C haotic coaly laminae
Fasies ini mengandung individu laminasi coaly yang memiliki orientasi
lebih atau kurang acak. Individu laminasi coaly ini menempel pada matriks pasir
dan secara mikroskopik butir pasir halus sering terlihat mengalami deformasi atau
hancur. Fasies ini memiliki konten TOC rendah (0.5-2.0%) dan indikasi hidrogen
rendah (80-180 mg HC/g TOC) (Gambar 4.6) yang menunjukkan gas-condensate
prone. Secara morfologi, chaotic coaly laminae menunjukkan fragmen daun,
namun dalam jumlah yang sedikit (Lin et al., 2005).
(3) Laminated shale facies
Fasies ini berselingan dengan fasies parallel coaly laminae dan layer pasir
yang sangat tipis. Konten TOC antara 0.4-2% namun biasanya diantara 1-2%,
dengan indikasi hidrogen mendekati 100 (mg HC/g TOC) yang dapat bervariasi
antara 80-180 (mg HC/g TOC) (Gambar 4.6). Kerogen fasies ini adalah tipe III. Di
bawah mikroskop, fasies sepih (darat) laminasi diperkaya oleh lempung, lanau
dengan gumpalan vitrinit. Maseral liptinit seperti cutinit dan resinit dapat muncul,
namun biasanya jarang. Fasies ini merupakan gas-condensate prone (Lin et al.,
2005).
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 60/80
51
Gambar 4.6. Tipe kerogen secara optis dan kimia pada fasies organik deepwater (Lin et al., 2005).
IV.3. Reservoar
Seperti telah dijelaskan pada BAB II, elemen reservoar yang digunakan
dalam industri meliputi channel-fill, levee (thin beds), sheets (amalgamasi dan
berlapis), dan endapan transport massa (slides). Selain itu terdapat elemen
deepwater yang tidak biasa yaitu remobilized sand, chalk turbidites, dan carbonate
debris apron (Weimer dan Slatt, 2007).
Untuk mendiskusikan tentang elemen reservoar dilakukan dengan
memperhatikan skala. Awalnya dilakukan mendeskripsi aspek regional dari tiap
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 61/80
52
elemen menggunakan data sets dengan skala eksplorasi (seismik), kemudian dapat
dilakukan deskripsi ke arah skala pengembangan (singkapan, cores, log).
Terdapat empat klasifikasi sistem fan berdasarkan ukuran butir dan sistem
transportasinya, yaitu gravel-rich, sand-rich, mixed sand-mud, dan mud-rich
(Gambar 4.7) (Reading dan Richards, 1994 dalam Weimer dan Slatt, 2007).
Gambar 4.7. Elemen arsitektur dasar dari sistem deepwater (Weimer dan Slatt, 2007)
Kualitas reservoar umumnya merupakan penerapan dari porositas dan
permeabilitas dari reservoar dan asosiasi batuannya. Kontrol primer berhubungan
dengan distribusi ukuran butir sedimen pada waktu pengendapan, sedangkan
kontrol sekunder berupa pengaruh infiltrasi detritus mud pada pori antara butiran
pasir ketika litifikasi, dan proses kompaksi, sementasi, pelarutan yang terjadi
setelah sedimen terkubur (Weimer dan Slatt, 2007).
Distribusi ukuran butir merupakan pengontrol utama porositas dan
permeabilitas. Permeabilitas lebih sensitif terhadap perubahan distribusi ukuran
butir daripada porositas. Pasir dan batupasir dengan sortasi seragam, pasir dan
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 62/80
53
batupasir berukuran butir kasar akan memberikan permeabilitas yang lebih besar
daripada pasir dan batupasir halus (Weimer dan Slatt, 2007).
Porositas dan permeabilitas pada reservoar deepwater dapat mencapai
excellent (>30% untuk porositas dan ratusan mD untuk permeabilitas) karena
banyak mendapat suplai dari sistem sungai dan aliran dari kraton yang stabil
(Weimer dan Slatt, 2007).
Reservoar Cekungan Kutei Deepwater
Hasil studi yang dilakukan oleh Fowler et al. (2001) mengenai elemen
arsitektur deepwater pada sedimen masa kini dianalogkan dengan endapan
deepwater yang lebih tua yang diambil di Rapak PSC. Hasilnya bermanfaat untuk
mengkalibrasi model sekarang dengan pemboran Mio-Pliosen dan membantu
penilaian dari pencarian hidrokarbon di Rapak dan Ganal PSCs (Sherwood et al.,
2001 dalam Guritno et al., 2003).
Sebagian besar reservoar ditemukan berumur Miosen Atas, beberapa
Pliosen. Pada Miosen Atas terdapat kurang lebih sembilan sumur, pada masing-
masing sumur mengandung tumpukan pasir dengan ketebalan mecapai 300 ft
seperti terlihat pada Lapangan Gendalo. Pada daerah di depan Delta Mahakam
(Gada-Gula-Ranggas), total ketebalan pasir Miosen Atas mencapai 1000 ft, dengan
tambahan besar reservoar pada section Pliosen dan Miosen Tengah. Reservoar
batupasir diinterpretasikan sebagai endapan pada slope channel sampai kaki dari
kompleks slope fans. Ketebalan bersih yang terbesar yang dihadapi sekarang lebih
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 63/80
54
dari 800 ft yang terlihat di Miosen Atas pada penemuan Ranggas (Guritno et al.,
2003).
Batupasir didominasi oleh ukuran butir halus sampai sangat halus dengan
sortasi sedang sampai buruk. Unit batupasir memiliki kualitas reservoar yang
unggul dengan porositas 12% sampai 35% dan permeabilitas ratusan mD sampai
Darcy (Guritno et al., 2003). Pada lapangan West Seno, karakteristik reservoar
dihubungkan dengan fasies pengendapan dan pasir masif menjadi reservoar dengan
kualitas paling baik (Saller, 2000 dalam Guritno et al., 2003). Begitu pula pada
lapangan Gendalo di Ganal PSC, dimana perlapisan pasir tipis sampai sangat tipis
menjadi reservoar dengan kualitas yang unggul.
Batupasir deepwater yang utama berupa quartzose. Kenaikan fragmen
batuan bukan merefleksikan perubahan material sumber, namun karena variasi
lokal dari perbedaan setting pengendapan. Pada analisis petrografi, variasi porositas
disebabkan adanya detrital matriks dan mineral sekunder (siderit, pirit, kaolinit, dan
klorit). Bagaimanapun, fasies pengendapan dan pembebanan menjadi faktor utama
yang mengontrol porositas (Guritno et al., 2003).
Kualitas batupasir quartzose yang unggul pada reservoar Miosen sampai
sekarang disuplai secara melimpah dengan terangkatnya Borneo tengah, yang
disalurkan sepanjang Delta Mahakam. Sebagai tambahan, adanya pengangkatan
lokal pada lajur lipatan Kutei menjadi sumber sedimen yang kedua (Guritno et al.,
2003).
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 64/80
55
Reservoar deepwater merupakan turbidites dari slope sampai dasar
cekungan. Rapak PSC terletak pada slope dengan amplitudo mendekati tinggi dan
struktur panjang gelombang yang pendek. Gambar 4.8 menunjukkan contoh
penemuan kompleks channel pada setting lower slope. Tubuh pasir memiliki dasar
yang tajam, blocky sampai menghalus keatas yang secara umum penuh atau
sebagian terisi oleh hidrokarbon (Guritno et al., 2003).
Gambar 4.8. Penemuan kompleks slope channel berumur Miosen Atas. Arah barat-timur channel
dibatasi ke utara oleh sesar turun berarah barat timur dan memperlihatkan sinuousity
yang rendah. Motif log dari slope channel yaitu dasar yang tajam, blocky, dan
menghalus ke atas (Guritno et al., 2003)
Berbeda dengan Ganal PSC yang terletak di slope bagian tengah sampai
dasar cekungan dengan amplitudo lebih kecil dan umumnya merupakan endapan
syn sampai post reservoar. Gambar 4.9 menunjukkan contoh penemuan kaki dari
slope fan yang berumur Miosen Atas. Karakteristik log-nya bertumpuk, sekuen
dasar yang tajam dan bagian atas menghalus keatas, dengan ketebalan individu
paket pasir 25 sampai 90 ft (Guritno et al., 2003).
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 65/80
56
Gambar 4.9. Contoh penemuan di lingkungan kaki slope. Ketebalan kompleks fan mencapai 300 ft
pada sumur-4 dengan kualitas reservoar yang unggul (Guritno et al., 2003)
IV.4. Seal
Seal petroleum merupakan batuan yang lubang porinya terlalu kecil dan
konektivitasnya terlalu buruk untuk memperbolehkan lepasnya petroleum
(Downey, 1994 dalam Weimer dan Slatt, 2007). Seal dapat berupa batuan apapun
yang memperbolehkan kecepatan bocoran petroleum kurang dari masukan
petroleum menuju ke trap. Batuan yang dapat menjadi seal memiliki permeabilitas
nano-darcy seperti garam, anhidrit, dan serpih. Serpih merupakan seal yang bagus
karena cenderung memiliki kecepatan rendah, kapasitas pertukaran kation yang
tinggi, dan resistivitas rendah. Litologi seal sangat melimpah di deepwater karena
adanya sedimentasi turbidit pelagik dan muddy (Weimer dan Slatt, 2007).
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 66/80
57
Pada lingkungan pengendapan deepwater , keberadaan lapisan penyekat
pada bagian atas (top seal) dengan jumlah yang cukup biasanya hadir. Pada sisi
lain, kemampuan top seal sering berisiko serius karena overperessures dan faulting.
Sehingga sangat dibutuhkan pemahaman mengenai hubungan antara tekanan
reservoar (baik dari buoyancy dan overpressures), tekanan pembebanan, dan
kekuatan batuan (Weimer dan Slatt, 2007).
Seal Cekungan Kutei Deepwater
Seal yang sangat bagus terbentuk di intra-formational mudstone dan
hemipelagic mudstone. Individu unit batupasir dibungkus oleh intra-formational
mudstone yang sering memperlihatkan regime tekanan independennya. Top seal
yang muncul tidak menjadi risiko bagi sumur Rapak dan Ganal, dengan
pengecualian daerah penghasil batupasir yang tinggi berada di depan Delta
Mahakam. Hemipelgic mudstone dapat menjadi seal yang efektif, bahkan untuk
reservoar yang relatif dangkal (kurang dari 2000 ft dibawah muka laut) (Guritno et
al., 2003).
Kebocoran top seal yang melintasi lapangan minyak dan gas muncul dengan
manifestasi awan gas diatas puncak trap dan di sepanjang zona patahan, kadang-
kadang membentuk kantong gas dangkal. Kebocoran hidrokarbon sepanjang
patahan dapat meningkatkan risiko struktur top seal, namun dapat membuktikan
adanya petroleum sistem aktif yang prospek, dan selanjutnya dapat membantu
bocornya gas sehingga meninggalkan minyak yang diperkaya secara relatif
(Guritno et al., 2003).
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 67/80
58
IV.5. Trap
Trap merupakan susunan geometri batuan, tanpa melihat asalnya, yang
memungkinkan adanya akumulasi minyak, gas, atau keduanya di bawah permukaan
secara signifikan (Biddle dan Wielchowsky, 1994 dalam Weimer dan Slatt, 2007).
Subjek trap pada setting deepwater sangatlah luas karena sebagian besar cekungan
sedimen deepwater memiliki lebih dari satu tipe trapping. Untuk menentukan
karaktersitik trapping, dapat dibagi menjadi empat tipe setting deepwater : (1)
Cekungan dengan mobile substrat (garam atau serpih), (2) cekungan dengan non-
mobile substrat (blok basement, tektonik wrench), (3) Cekungan unconfined , dan
(4) Reservoar dangkal sampai kontinental yang sekarang berada di deepwater
(Gambar 4.10) (Worrall et al., 2001 dalam Weimer dan Slatt, 2007).
Gambar 4.10. Klasifikasi mobile substrat dan unconfined setting turbidit diadaptasi dari Worrall et
al. (1999, 2001) (dalam Weimer dan Slatt, 2007)
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 68/80
59
Cekungan dengan mobile substrat
Dua jenis mobile substrat yang memberi dampak pada cekungan deepwater
yaitu garam dan serpih. Jenis-jenis trap yang berhubungan dengan setting tektonik
garam dan serpih terdapat pada Gambar 4.11.
Gambar 4.11. Diagram skematik yang menunjukkan tipe trap yang berbeda dari setting deepwater(Weimer dan Slatt, 2007)
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 69/80
60
Cekungan dengan non-mobile substrat
Cekungan sedimen yang berasosiasi dengan non-mobile substrat muncul
pada berbagai tatanan tektonik, termasuk batas konvergen, divergen, dan transform.
Beberapa tipe struktur yang berkembang pada setting ini yaitu blok basement, lajur
lipatan, dan struktur wrench (Weimer dan Slatt, 2007).
Banyak lapangan dengan reservoar deepwater berasosiasi dengan blok
basement yang terbentuk selama fase rift dari cekungan divergen, kemudian terisi
oleh progradasi sedimen. Reservoar deepwater dapat (1) menjadi bagian dari blok
yang patah, (2) onlap dengan blok patahan, atau (3) membentuk trap terkompaksi
(kombinasi trap struktur dan stratigrafi) diatas blok patahan (Weimer dan Slatt,
2007). Contoh trap pada blok basement ditunjukkan oleh Gambar 4.12 yang
diambil pada lapangan July di Gulf of Suez.
Gambar 4.12. Sayatan sepanjang Gulf of Suez, lokasi di lapangan July. Trap terdiri dari reservoar
axial yang terperangkap terhadap patahan (Weimer dan Slatt, 2007)
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 70/80
61
Lajur lipatan yang berasosiasi dengan nonmobile substrat merupakan
potensi trap yang bagus yang dikombinasikan dengan batas konvergen atau
transform. Struktur yang ada meliputi antiklin dan kombinasi lipatan-patahan
(Weimer dan Slatt, 2007). Cekungan Kutei memiliki trap yang berasosi dengan
setting ini.
Trap Cekungan Kutei Deepwater
Akumulasi hidrokarbon di Cekungan Kutei deepwater utamanya berada
pada trap struktural, dan beberapa pada trap stratigrafi yang meningkatkan volum.
Toe-thrusts di provinsi bagian utara terbentuk dengan baik dibandingkan dengan
struktur pada provinsi tengah dan selatan (Gambar 4.13). Hasilnya, antiklin hanging
wall sering menjadi manifestasi pada seabed sebagai tinggian topografi dan
beberapa memiliki struktur internal yang kompleks. Sebagai tambahan, closures
terbentuk sepanjang antiklin ini, trap stratigrafi dihasilkan oleh pinchout dari
channel sand prone atau fans diatas puncak dari antiklin (Guritno et al., 2003).
Pada Rapak, empat jalan dip antiklin cenderung memiliki amplitudo yang
lebih besar, panjang gelombang yang pendek dan lebih terkotak (Gambar 4.14),
dimana pada Ganal secara umum reservoarnya lebih landai dan luas. Besarnya
pengangkatan semakin menurun dari utara ke arah selatan pada Rapak PSC
(Guritno et al., 2003).
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 71/80
62
Gambar 4.13. Peta Kalimantan bagian
timur, mengilustrasikan persebaran
ketiga provinsi berdasarkan tipestrukturnya, lokasi lapangan dan
penemuan, arah kontraksi, dan sumber
sedimen (Modifikasi dari Guritno et
al., 2003 dalam Weimer dan Slatt,
2007)
Gambar 4.14. Tipe trap di provinsi utara Cekungan Kutei. Toe thrust antiklin dan patahan yang
berkembang menjadi lipatan merupakan trap yang utama (Guritno et al., 2003)
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 72/80
63
Ganal PSC yang berada di provinsi tengah dan selatan memiliki
karakteristik kedukan thrust yang dalam pada sayatan Miosen Tengah. Thrust fault
ini diperbanyak oleh antiklin landai yang menutup section Miosen Atas sampai
Pliosen dan menghasilkan bentukan tertutup yang sangat bagus (Gambar 4.15)
(Guritno et al., 2003).
Gambar 4.15. Trap pada provinsi tengah. Patahan landai yang berkembang menjadi antiklin
merupakan trap yang utama (Guritno et al., 2003)
IV.6. Generation, Timing, dan Migration Cekungan Kutei Deepwater
Pembebanan yang cukup untuk pematangan thermal merupakan risiko kritis
pada eksplorasi deepwater. Lin et al. (2005) melakukan evaluasi kematangan
source rock pada Cekungan Kutei deepwater dengan pengambilan sampel cutting
pada beberapa sumur di Cekungan Kutei deepwater untuk menentukan Vitrinite
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 73/80
64
Reflectance (Ro). Hasilnya, keseluruhan sampel menunjukkan nilai Ro 0.60%
(bagian atas “oil window”) yang mendekati 9,500 (±1500) tvdbml. Kedalaman air
2000 sampai 5500 ft pada sumur, bagian atas “oil window” kadang tidak dapat
dicapai oleh pengeboran. Pengukuran Ro yang diobservasi naik dari 0.20 sampai
0.55-0.60% pada kebanyakan sumur.
Gambar 4.16. menunjukkan pengukuran Ro, pemodelan Ro dan
penguburan/sejarah pematangan dari Cekungan Kutei deepwater pada sumur
Gendalo-2. Sedikit revisi terjadi pada bagian atas “oil window” (0.55% Ro menjadi
0.60% Ro) dipilih untuk merefleksikan pengaktifan energi yang rendah dari
material resinous. Kecepatan dekomposisi thermal dari kerogen menjadi minyak
dan gas tergantung pada struktur kimia dan komposisi kumpulan kerogen (Lin et
al., 2005).
Kinetik kerogen diperoleh dari Cekungan Kutei deepwater yang
diaplikasikan pada model 1-D thermal dan generation. Hasilnya menunjukkan
bahwa baik minyak dan gas, onset dari generasi hidrokarbon muncul dekat dengan
bagian atas Miosen Tengah (KR-80 dan X4) (Gambar 4.16). Generasi hidrokarbon
secara signifikan juga muncul pada strata Miosen Tengah. Strata ini sesuai dengan
dorongan awal dari pengendapan batubara secara intens pada Delta Mahakam
sekarang, yang mungkin menyebabkan melimpahnya laminasi coaly pada
Cekungan Kutei deepwater (Lin et al., 2005).
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 74/80
65
Gambar 4.16. I-D (Thermal) modeling sumur di Cekungan Kutei deepwater (Lin et al., 2005)
Adanya perubahan fasies lateral yang cepat pada seting deepwater turbidit
menyebabkan migrasi lateral tidak telalu efektif. Sebagian besar rute migrasi dari
dapur yang telah mature pada Miosen Tengah ke reservoar immature Miosen Atas
dan Pliosen dilakukan melalui sesar/patahan vertikal dan mekanisme ini dapat
meningkatkan proporsi minyak terhadap gas (Guritno et al., 2003). Observasi di
Cekungan Kutei menunjukkan bahwa distribusi relatif antara minyak dan gas
tidaklah seragam. Observasi struktur menemukan bahwa lapangan dengan patahan
yang intensif muncul pada zona yang kaya minyak, sedangkan patahan yang buruk
didominasi oleh gas (Lin et al., 2005).
IV.7. Sinopsis Sistem Petroleum Cekungan Kutei Deepwater
Model sistem petroleum digunakan untuk menentukan sumber, migrasi,
fraksinasi, dan distribusi minyak dan gas pada Cekungan Kutei deepwater. Source
rock sebagian besar merupakan kerogen tipe III dan dibawahnya terdapat kerogen
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 75/80
66
tipe II. Akumulasi fasies organik deepwater (terutama fasies parallel coaly
laminae) pada seluruh strata pematangan menuju hydrocarbon generation window
hampir semuanya memiliki rasio gas dan liquid yang tinggi (GLR) (15000-25000
scf/stb didasarkan pada generation modeling dan percobaan pirolisis) (Lin et al.,
2005).
Pada Miosen Tengah (dan Bawah), pada dapur sumber dimana suhu dan
tekanan secara signifikan cukup tinggi daripada titik embun dari fluida GRL, terjadi
fase tunggal expulsion dan migrasi (Gambar 4.17). Pergerakan fluida mengambil
jalan sepanjang patahan, rekahan pada serpih, dan pada tubuh pasir. Fluida ini
mengalami migrasi dan mengisi reservoar turbidit berumur Miosen bagian atas,
dimana suhu dan tekanan menurun di bawah titik embun fluida, dan terbentuklah
minyak tipis (gambar 4.17). Migrasi tersier dari fase gas menuju reservoar dangkal
berumur Miosen Atas dan Pliosen membentuk kondensat gas. Kebocoran gas
terjadi kadang-kadang dan gradual sepanjang waktu geologi, tekanan menurun dan
kondensasi retrograde dari liquid muncul pada reservoar (Lin et al., 2005).
Akomodasi tekanan selama kebocoran gas dan migrasi tersier, secara waktu
geologi memungkinkan lebih banyak fluida yang berpindah dari dapur sumber ke
reservoar yang dalam kemudian ke reservoar yang dangkal, proses ini secara
otomatis menggantikan akumulasi hidrokarbon pada reservoar sebelumnya dan
terus berulang. Pada lapangan yang memiliki tingkat patahan tinggi, proses migrasi
tersier, kebocoran gas, dan penggantian isian menyebabkan pengkayaan minyak
baik pada reservoar yang dalam maupun dangkal (contohnya pada lapangan Seno
dan Ranggas). Kebalikannya dengan lapangan dengan struktur patahan yang buruk
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 76/80
67
seperti di Lapangan Gehem, Gendalo, dan Gula, proses akomodasi tekanan oleh
kebocoran gas dan migrasi tersier sangat terbatas. Akomodasi tekanan dari lebih
banyak fluida bergerak ke atas yang dipaksakan, menyebabkan dominasi gas
dengan komposisi yang baik. Minyak sisa dapat ditemukan dibawah gas, dengan
mobilitas rendah (viskositas tinggi dan permeabilitas kecil) sehingga minyak berada
di bagian yang dalam (Lin et al., 2005).
Gambar 4.17. Ilustrasi model pembentukan-migrasi fraksinasi minyak/gas dan pengkayaan minyak
melalui kebocoran gas (Lin et al., 2005)
Tabel kejadian petroleum sistem dari Cekungan Kutei diperlihatkan pada
gambar 4.18. Dipercaya bahwa source rock yang telah matang berumur Miosen
Tengah dan Bawah. Fase tunggal fluida yang kaya gas dengan larutan liquid
terbentuk di dapur pada suhu dan tekanan yang tinggi, fluida mengalami migrasi
dan mengisi reservoar Miosen bagian atas dan Pliosen (Gambar 4.18). Perangkap
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 77/80
68
fluida hidrokarbon terjadi pada struktur tertutup yang disebabkan oleh patahan.
Migrasi tersier dari gas dan kebocoran gas menyebabkan pengkayaan minyak di
daerah dengan struktur kompleks. Di daerah dengan struktur yang buruk, kebocoran
gas dan pengkayaan minyak sangat terbatas, menyebabkan lebih banyak lapangan
gas yang berasal dari kerogen tipe III (Lin et al., 2005).
Gambar 4.18. Tabel kejadian sistem petroleum di Cekungan Kutei
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 78/80
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan teori mengenai pengendapan di lingkungan deepwater , geologi
Cekungan Kutei deepwater dan pembahasan sistem petroleumnya, dapat ditarik
kesimpulan yaitu istilah deepwater mengacu pada endapan sedimen pada
kedalaman air yang dalam, disebabkan oleh proses gravity-flow dan terletak di
suatu tempat di atas-tengah slope sampai ke lantai cekungan yang berada dibawah
storm wave base. Proses yang berkembang di lingkungan deepwater berupa
sediment gravity-flow.
Cekungan Kutei merupakan hasil dari fase ekstensional rift-graben yang
terus berkembang sampai ke lingkungan laut dalam. Source rock yang ditemukan
di Cekungan Kutei deepwater berupa gas dan ligh oil-prone dengan TOC 3-12%,
dan indikasi hidrogen rendah (< 200). Reservoar yang ada berupa endapan slope
channel sampai kaki dari kompleks slope fans dengan litologi utama berupa
batupasir quartzose. Trap yang terbentuk berupa gabungan trap stratigrafi dan
struktur, yang utama berupa antiklin dan kombinasi lipatan-patahan. Seal yang
paling banyak ditemukan berupa hemipelgic mudstone.
Generation source rock dimulai pada Miosen Tengah sampai Miosen Atas.
Proses migrasi primer dan sekunder menuju reservoar Miosen Atas dan migrasi
tersier menuju Reservoar Pliosen. Observasi struktur menemukan bahwa lapangan
dengan patahan yang intensif akan menghasilkan zona kaya minyak, sedangkan
lapangan dengan patahan yang tidak intensif didominasi oleh gas.
69
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 79/80
DAFTAR PUSTAKA
Boggs, S., 2006, Principles of Sedimentology and Stratigraphy, Pearson Education,
Inc., United States of America, 662p.
Fowler, J.N., Guritno, E., Sherwood, P., Smith, M.J., Depositional Architectures of
Recent Deep Water Deposits in the Kutei Basin, East Kalimantan, in
Proceedings of Indonesian Petroleum Association, Twenty-Eighth Annual
Convention & Exhibition, October 2001, IPA01-G-120, p.409-422
Guritno, E., Salvadori, L., Syaiful, M., Busono, L., Mortimer, A., Hakim, F.B.,
Dunham, J., Decker, J., Algar, S., Deep-water Kutei Basin: A New
Petroleum Province, in Proceedings of Indonesian Petroleum Association,
Twenty-Ninth Annual Convention & Exhibition, October 2003, IPA03-G-
175
Lin, R., Saller, A., Dunham, J., Teas, P., Kacewicz, M., Curiale, J., Decker, J., 2005,
Source, Generation, Migration and Critical Controls on Oil Versus Gas in
the Deepwater Kutei Petroleum System , in Proceedings of Indonesian
Petroleum Association, Thirtieth Annual Convention & Exhibition, August
2005, IPA05-G-032, p.447-466
Lumadyo, E., 1999, Deepwater Exploration in the Kutei Basin, East Kalimantan, in
Proceedings of Indonesian Petroleum Association, Proceedings of the Gas
Habitats of SE Asia and Australasia Conference, GH98-OR-044, p.205-209
Moss, S. J. and Chambers, J. L. C., Depositional Modeling and Facies Architecture
of Rift and Inversion Episodes in the Kutai Basin, Kalimantan, Indonesia,
in Proceedings of Indonesian Petroleum Association, Twenty Seventh
Annual Convention & Exhibition, October 1999, IPA99-G-188
Nichols, G., 2009, Sedimentology and Stratigraphy, Willey-Blackwell, United
Kingdom, 417p.
Ott, H.L., 1987, The Kutei Basin – A Unique Structural History, in Proceedings of
Indonesian Petroleum Association, Sixteenth Annual Convention, October
1987, IPA 87-1 1/09, p.307-316
PND, 2006, Indonesia Basin Summaries, Patra Nusa Data, Jakarta
Shanmugam, G., 2006, Deep-water Processes and Facies Models: Implications for
Sandstone Petroleum Reservoirs , Elsevier, UK, 476p.
Sherwood, P., Algar, S., Goffey, G., Busono, I., Fowler, J.N., Francois, J., Smith,
M.J., Strong, A., Comparison of Recent and Mio-Pliocene Deep Water
Deposits in the Kutei Basin, East Kalimantan, in Proceedings of Indonesian
Petroleum Association, Twenty-Eighth Annual Convention and Exhibition,
October 2001, IPA01-G-121, p.423-438
70
8/16/2019 REFERAT AWALINA (39468).pdf
http://slidepdf.com/reader/full/referat-awalina-39468pdf 80/80
Walker, R. G., 1984, Turbidites and Associated Coarse Clastic Deposits, in Walker,
R. G., ed., Facies Model (second edition), Geological Association of
Canada, Canada, p.171-188
Weimer, P., and Slatt, R. M., 2007, Introduction to the Petroleum Geology of
Deepwater Setting, American Association of Petroleum Geologist, USA,
815p.