referat aspek psikiatri dari tirotoksikosis
TRANSCRIPT
ASPEK PSIKIATRI DARI TIROTOKSIKOSIS
I. PENDAHULUAN
Penyakit kelenjar tiroid (kelenjar gondok) termasuk penyakit yang sering
ditemukan di masyarakat. Tirotoksikosis merupakan salah satu penyebab penyakit
kelenjar tiroid, ini merupakan penyakit hormon yang menempati urutan kedua
terbesar di Indonesia setelah diabetes.1
Tirotoksikosis merupakan manifestasi klinis yang terjadi akibat
peningkatan kadar hormon tiroid dalam darah.1 Tirotoksikosis (hipertiroidisme)
adalah sindroma yang muncul setelah jaringan tubuh terpajan dengan peningkatan
konsentrasi hormon tiroid bebas ( FreeTriiodothyronine (T3) atau free thyroxine
(T4) atau keduanya) dan manifestasi klinis dapat muncul pada semua organ tubuh.
Penyakit ini dapat terjadi pada berbagai usia , namun lebih banyak terjadi pada
usia 40-50 tahun. Berdasarkan data tahun 2000, 2% wanita dan 0,2% laki-laki
menderita penyakit ini di dunia.1,2
Ekses yodium merupakan penyebab terjadinya tirotoksikosis. Ini dapat
menyebabkan aktivitas tiroid menjadi tidak terkontrol,. Hal ini dikarenakan,
jumlah yodium yang berlebihan dapat memblok fungsi tiroid dalam membuat
hormon. Ini meningkatkan risiko IIH (Iodine Induced Hiperthyroidsm).1 Selain
itu, interaksi antara genetik dan faktor lingkungan seperti merokok, stress,
dipercaya dapat menginisiasi formasi antibodi sehingga terjadilah tirotoksikosis.3
Gejala yang muncul pada tirotoksikosis adalah goiter, oftalmopati, dan
manifestasi psikiatri seperti gangguan mood dan anxietas, serta kadang terdapat
disfungsi kogntitif. Tiroksikosis dapat memberikan manifestasi ini dengan
menginduksi hiperaktivitas dari sistem nervus adrenergik.3
Gejala klinis yang didapatkan akibat sekresi hormon tiroid yang
berlebihan, diantaranya: meningkatnya laju metabolik, rasa cemas yang
berlebihan, meningkatnya nafsu makan tetapi berat badan menurun, gerakan yang
berlebihan, gelisah dan instabilitas emosi, penonjolan pada bola mata, dan tremor
halus pada jari tangan. Salah satu pemeriksaan yang dapat digunakan adalah
1
dengan menggunakan indeks New Castle yang didasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang teliti, kemudian diteruskan dengan pemeriksaan penunjang
untuk konfirmasi diagnosis anatomis, status tiroid, dan etiologi.1
Kombinasi obat antitroid dan β-adrenoseptor antagonis merupakan pilihan
pengobatan tirotoksikosis, Kombinasi obat ini bagus digunakan pada pasien
dengan gangguan psikiatri dan mental akibat tirotoksikosis.3
II. EPIDEMIOLOGI
Penyakit tirotoksikosis merupakan kelainan sistem endoktrin dan
metabolik yang umum terjadi. Penyakit ini dapat terjadi pada berbagai usia,
namun lebih banyak terjadi pada usia remaja dan dewasa muda, sekitar usia 40-50
tahun, dan berkurang pada dewasa tua. Berdasarkan data tahun 2000, 2% wanita
dan 0,2% laki-laki menderita penyakit ini di dunia.1,2
III. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Gambar 1. Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid merupakan salah satu kelenjar yang menghasilkan hormon
tiroid, terdiri atas lobus kiri dan kanan yang dihubungkan oleh isthmus. Tiroid
2
terletak pada leher bagian bawah, di bawah trakea dan melengkung seakan-akan
“membungkus” tenggorokan.4
Adapun kelenjar tiroid menghasilkan hormon-hormon tiroid (T3 dan T4)
yang merupakan hormon pertumbuhan dan perkembangan serta berperan penting
dalam mengatur metabolisme dalam tubuh. Efek metaboliknya antara lain :4
Termoregulasi dan kalorigenik
Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik,
tetapi dalam jumlah besar bersifat katabolik
Metabolisme karbohidrat bersifat diabetogenik, karena reasorbsi intestinal
meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot
menipis dan degradasi insulin meningkat
Metabolisme lipid. Meski T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi
proses degradasi kolesterol dan ekskresinya lewat empedu ternyata jauh
lebih cepat, sehingga hiperfungsi tiroid rendah. Sebaliknya pada
hipotiroidisme; kolesterol total, kolesterol ester dan fosfolipid meningkat.
Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan
hormon tiroid.
Lain-lain. Gangguan metabolisme keratin fosfat menyebabkan miopati,
tonus traktur gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik, sehingga sering
terjadi diare, gangguan faal hati, anemia defisiensi Fe, dan
hipertiroidisme..
Hormon ini harus selalu ada secara konstan agar dapat mempertahankan
fungsi-fungsi organ tersebut. Untuk mempertahankan ketersediaannya, terdapat
cadangan simpanan hormon tiroid yang senantiasa dipertahankan dalam jumlah
minimal tertentu melalui mekanisme regulasi yang sangat sensitif terhadap
hormon tiroid dalam sirkulasi. Regulasi hormon tiroid diatur melalui 4 macam
pengaturan : (1) deionisasi perifer dan hipofisis; (2) autoregulasi sintesis hormon
tiroid oleh kelenjar tiroid yang dipengaruhi oleh kadar yodium (3) aksis
hipotalamus-hipofisis-tiroid dan (4) stimulasi atau inhibisi fungsi-fungsi kelenjar
tiroid oleh autoantibodi reseptor TSH. 4
3
Dalam mekanisme autoregulasi, kepekaan sel folikel terhadap rangsangan
TSH dan langkah-langkah berikutnya sangat dipengaruhi oleh kadar yodium
plasma dan kadar yodium intratiroidal. Pemberian yodium dosis besar dan akut
akan menekan organifikasi yodium dan penurunan pompa yodium. Hal ini dikenal
sebagai Wolff- Chaikoff. Fenomena ini bersifat transien, karena kelenjar tiroid
yang normal kembali mensintesis hormon tiroid secara normal pada asupan
yodium yang berlebih. Bila kelenjar tiroid gagal melakukan proses adaptasi
tersebut, misalnya pada tiroiditis autoimun atau dishormogenesis, dapat terjadi
iodide induced hypothyroidism. Pada individu lain, yodium yang berlebihan dapat
menimbulkan hipertiroidisme yang dikenal sebagai efek jodbasedow, misalnya
pada individu dengan penyakit grave laten, multinoduler goiter dan kadang-
kadang dapat terjadi pada individu dengan kelenjar tiroid normal sebelumnya.
Pada keadaan defisiensi yodium produksi T3 akan lebih banyak dari T4 secara
proporsional untuk mempertahankan keadaan autiroid.4
Pengaturan ekstratiroidal terutama dipengaruhi oleh Thyroid Stimulating
Hormon (TSH) yang disintesis oleh hipofisis anterior dan sekresinya dirangsang
oleh Thyrotropin releasing Hormon (TRH) dari hipotalamus dengan mekanisme
umpan balik dari hormon tiroid. TSH berperan dalam semua tahapan metabolism
yodium, sintesis hormon tiroid dan sekresinya, meningkatkan mRNA dalam
pembentukan thyroglobulin dan TPO. TSh bekerja melalui reseptor TSH (TSHr)
di permukaan sel tiroid. Selain oleh TSH, TSHr juga dapat ditempati oleh TSH
reseptor stimulating antibodies yang ditemukan pada hipertiroidisme autoimun
(penyakit Grave) dan autoantibody yang menempati TSHr dan memblok TSH.
Antibodi ini diantaranya ditemukan pada hipotiroidisme yang berat pada
autoimun atropik tiroiditis. Sekresi TSH dihambat oleh TRH melalui mekanisme
umpan balik negatif. Sekresi TRH juga dihambat oleh dopamine, hormon korteks
adrenal, somatostatin, stress, dan keadaan sakit berat (non thyroidal illness). 4
IV. ETIOLOGI
4
Penggolongan sebab tirotoksikosis dengan atau tanpa hipertiroidisme amat
penting, disamping pembagian berdasarkan atiologi, primer ataupun sekunder.
Kira-kira 70% tirotoksikosis karena penyakit Graves, sisanya karena struma
multinodular dan adenoma toksik.4
Penyebab Tirotoksikosis
Hipertiroidisme Primer Tirotoksikosis Tanpa
Hipertiroidisme
Hipertiroidisme Sekunder
Penyakit Graves Gondok multinodular
toksik Adenoma toksik Obat : yodium lebih,
Lithium Karsinoma tiroid yang
berfungsi Struma ovari (ektopik) Mutasi TSH-r, G sq
Hormon tiroid berlebih (Tiroksikosis faktisial)
Tiroiditas subakut (viral atau De Quervain)
Silent thyroiditis Destruksi kelenjar:
amidaron, 1-131, radiasi, adenoma infark
TSH-secreting tumor chGH secreting tumor
Tu\irotoksikosis gestasi (trimester pertama)
Resistensi horrmon tiroid
Tabel 1. Penyebab Tirotoksikosis (dikutip dari kepustakaan 4)
V. DIAGNOSIS
Diagnosis dengan menggunakan Indeks Klinis Wayne dan New castle
yang didasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis teliti. Kemudian diteruskan
dengan pemeriksaan penunjang untuk konfirmasi diagnosis anatomis, status tiroid
dan etiologi. 1,4 Untuk fungsi tiroid diperikss kadar hormon beredar TT4, TT3
(dalam keadaan tertentu sebaiknya FT4 dan FT3) dan TSH, ekskresi yodium urin,
kadar tiroglobulin, uji tangkap, dan kadang-kadang dibutuhkan FNA, antibody
tiroid (ATPO-Ab, ATg-Ab), TSI. Pada fase awal penentuan diagnosis, perlu T4,
T3, dan TSH, namun pada pemantauan cukup pemeriksaan T4, sebab sering TSH
tetap tersupresi terlalu lama pada sel tirotrop oleh hormon tiroid sehingga lamban
pulih (lazy pituitary)4.
5
Suspek hipertiroidisme
TSH & FT4
TSH & FT4 normal
Bukan hiper-tiroidisme
TSH rendah & FT4 normal
Cek FT3
Normal FT3 High FT3
Hipertiroidisme subklinisPra-Graves’ Disease
Goiter Noduler ToksikExcess thyroxine replacement
Penyakit nontiroid
Ulangi tes setelah 2-3 bulan, dan jika keadaan tetap normal maka
ulangi tes tiap tahun.
Hipertiroidisme T3
TSH rendah & FT4 tinggi
TSH normal/tinggi & FT4 tinggi
TSH-secreting pituitary adenoma.Thyroid hormone-
resistance syndrome
Hipertiroidisme
Graves’ diseaseGoiter noduler toksikTiroiditisHipertiroidisme gestasionalHipertiroidisme faktisius/iatrogenikKarsinoma tiroidStruma OvariiTumor-secreting chorionic gonadotropinHipertiroidisme familial nonautoimun
Gambar 2. Skema Pemeriksaan Hormon Tiroid
Sistem Gejala dan Tanda Sistem Gejala dan Tanda
Umum Tak tahan hawa panas,
hiperkinesis, capek, BB turun,
tumbuh cepat, toleransi obat,
youthfulness
Psikis
dan saraf
Labil, iritabel, tremor,
psikosis, nervositas,
paralisis periodic,
Gastroin
testinal
Hiperdefekasi, lapar, makan
banyak, haus, muntah,
disfagia, splenomegali
Jantung dispneu, hipertensi,
aritmia, palpitasi, gagal
jantung
Kulit Rambut rontok, berkeringat,
kulit basah, sikly hair, dan
Darah
dan
Limfositosis, anemia,
splenomegali, leher
6
onikolisis limfatik membesar
Genitour
inaria
Oligomenorea, amenorea,
libido turun, infertile,
ginekomasti
Muskulos
keletal
Rsa lemah, Osteoporosis,
epifisis cepat menutup,
nyeri tulang
Tabel 2. Gejala serta tanda Tirotoksikosis (dikutip dari kepustakaan 4)
VI. PATOFISIOLOGI GANGGUAN PSIKATRI PADA
TIROTOKSIKOSIS
Gejala dan tanda klinis dari tirotoksikosis dapat berupa gangguan psikiatri
yang bersifat primer, termasuk mania, depresi, ataupun anxietas. Tirotoksikosis
menyebabkan perubahan reseptor β-adrenergik yang dimediasi katekolamin
dengan terjadinya peningkatan densitas dan sensitivitas reseptor di jaringan perifer
dan juga di otak. Aktivitas yang berlebihan dari sistem adrenergic dapat
mengexplain manifestasi klinis dari tirotoksikosis dan maniaatau anxietas. Ini
dapat mengeksplain temuan epidemiological dengan adanya peningkatan sense
dari individu dengan tahap awal dari tirotoksikosis.3
Hubungan antara tirotoksikosis dan depresi masih krang jelas. Depresi
selalu dikaitkan dengan hipotiroidisme, bukan pada hipertioroid/tirotoksikosis.
Bagaimana pun serum TSH yang berespon oleh stimulasi TRH kurang
memberikan efek depresi dari 1-3 pasien. Fenomena ini memberikan gambaran
yang cukup berat, sebab masing-masing pasien dengan depresi pada tirotoksikosis
subklinis. Pada tirotoksikosis subklinis yang memanjang layaknya tirotoksikosis
klinis terjadi penurunan transmisi noradrenergic dan ini berkonstribusi terjadinya
depresi. Penurunan noradrenergic dapat membaik pada pasien penyakit grave
dengan gangguan bipolar. Pada fase inisial tirotoksikosis, stimulasi hormon tiroid
dari sistem adrenergic dapat menyebabkan mania, tetapi ketika terjadi penurunan
neurotransmisi noradrenergic dapat berkonstribusi terhadap depresi.3
Terdapat Interaksi antara fungsi tiroid dan neurotransmitter pada otak,
seperti serotonin atau GABA, berdasarkan penelitian pada binatang. Meskipun
demikian, relevansi dari studi ini belum akurat.3
7
Prevalensi dari komplain residual fisiologikal pada pasien yang
pengobatan tirotoksikosisnya berhasil memberikan gambaran adanya asosiasi
antara kelainan mental dan penyakit tiroid autoimun, menggambarkan adanya
korelasi antara nilai skala psikometrik dan konsentrasi serum antibody TSH-R,
mengsugesti bahwa proses autoimun pada tubuh sendiri memainkan peran pada
presentasi kelainan mental dan kelainan psikiatri pada pasien tirotoksikosis.
Stimulasi persisten dari TSH-Rs dapat terlibat. Pada tirotoksikosis penyakit grave,
TSH-R memberikan peningkatan antibodi dan pada beberapa pasien antibodi ini
menjadi persisten setelah terjadi restorasi eutiroid. Koteks cerebri dan hipotalamus
merupakan organ yang memiliki banyak kandungan TSH-Rs. Stimulasi antibodi
dari reseptor di otak dapat menghasilkan peningkatan produksiT3 lokal.3
Oftalmopati pada pasien penyakit Grave berkonstribusi terhadap
morbiditas psikiatri, membangun sebuah problem dari konsekuen psikososial.
Meskipun demikian, proses autoimun dapat berperan terhadap presentasi kelainan
mental baik dengan tau tanpa oftalmopati.3
VII. MANIFESTASI PSIKIATRI DARI TIROTOKSIKOSIS
Dari 1835 deskripsi tentang penyakit yang dipublis, Robert Graves
mengindentifikasi hubungan asosisasi antara goiter, palpitasi, gejala mata, dan
disfungsi nervus. Sebelum avaibilitas pengobatan yang adekuat dari tirotoksikosis,
gejala psikotik dan delirium dapat muncul. Setelah pengobatan efektif diberikan
pada pasien tirotoksikosis, dan control yang baik dari disfungsi tiroid akan
member hasil berkurangnya gejala yang berat dari disfungsi nervus, seperti variasi
gejala mental (anxietas, depresi, euphoria, dan disfungsi kognitif) ataupun
kelainan psikiatri yang tergolong non psikotik.3
Sekarang, kelainan psikiatrididiagnosis berdasarkan criteria DSM-IV-TR
dari American Psychiatric Association atau ICD-10 dari WHO. Dalam kedua
sistem ini, tirotoksikosis dan hipotiroid berkontribusi terhadap gangguan psikiatri,
tetapi untuk eutiroid tidak. Gangguan psikiatri yang disebabkan oleh tirotoksikosis
merupakan gejala sekunder dari status endokrin. Kadangkala gangguan psikiatri
8
telah bermanifestasi cukup lama sebelum adanya oenyakit tiroid dan tirotoksikosis
hanya berupa trigger pada episode yang baru ataupun serangan yang berulang.
Kolaborasi antara ahli endokrin dan ahli psikiatri sangat penting untuk
keberhasilan pengobatan gangguan psikiatri.3
Lebih dari 150 tahun yang lalu, von basedow untuk pertama kalinya
medeskripsikan penyakit psikotik, seperti mania pada pasien dengan exoptalmus
goiter. Laporan kasus lainnya juga didapatkan depresi, mania, paranoid sampai
skizofrenia akibat tirotoksikosis.5,6 Reaksi psikotik yang berhubungan dengan
tirotoksikosis adalah tidk umum terjadi, dan insidensi akuratnya tidak pasti. 5
Ada suatu keadaan dimana kadar FT4 normal sedangkan kadar FT3
meningkat yang dinamakan T3 tioxicosis. Pasien dengan artimia atau panic dan
serangan anxietas, dapat muncul pada pasien dengan T3 toxicosis.6
a. Tirotoksikosis dan Gejala Mental
Sebuah studi yang didemosntrasikan pada pasien dengan tirotoksikosis
adalah kebanyakan memiliki gejala depresi dan anxietas daripada tanpa
gangguan. Pasien tirotoksikosis subklinis dan pasien tirotoksikosis klinis
terdapat peningkatan nilai kuantitaif dari nilai depresi dan anxietas, dan
gejala berupa palpitasi, peningkatan denyut jantung, keringat yang
berlebihan, dan tremor, serta terjadi penurunan kualitas hidup. 3
Hasil dari studi tentang gangguang kognitif pada pasien tirotoksikosis
adalah tidak konsisten. Dalam beberapa studi, ada kelainan signifikan dari
tes yang dilakukan, terdapat perubahan fungsi kognitif seperti yang terjadi
pada pasien dengan damage organ otak. Meskipun demikian, studi lain
menemukan tidak ada perbedaan signifikan dari fungsi kognitif baik pada
pasien tirotoksikosis dan pasien yang sehat.3
Pasien dengan tirotoksikosis daapt juga menunjukkan gejala emosional
yang labil, iritabilitas, overaktivitas, depresi yang berfluktuasi, gangguan
tidur. Pada kasus yang berat, dapat terjadi skizofrenia yang berupa
hendaya yang berat dalam menilai realita yang disertai dengan delusi atau
halusinasi.2
9
Oftalmopati akibat tirotoksikosis juga meningkatkan frekuensi nilai
abnormal dari skala anxietas dan depresi. Selain itu, juga terdapat indikasi
mood yang menurun pada pasien yang oftalmopati berat disbanding yang
ringan.3
b. Tirotoksikosis dengan Presentasi Mental Atipical
Tirotoksikosis apatetik, memperlihatkan gejala depresi, apati, somnolen,
atau pseudodementia yang biasanya tidak tampak pada pasien
tirotoksikosis pada umunya., biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit
Grave Hipertiroid. Sindroma ini paling banyak terjadi pada pasien dewasa
tua, dan juga bisa terjadi pada remaja dan dewasa muda.3
Pada pasien tua atau pasien dengan tirotoksikosis yang berat dapat terjadi
disfungsi kognitif, delirium dan koma. Ensefalopati akut dapat terjadi
pasien dengan penyakit Grave, kadangkala juga dapat terjadi pada pasien
tiroiditis kronik autoimun (makanya disebut Hashimoto’s
Encephalopathy). Ini jarang terjadi tetapi kondisi ini sangat buruk karena
dapat berhubungan dengan peningkatan serum antibodi antitiroid pada
otak untuk meningkatkan sekresi hormon tiroid.3
VIII. PENGOBATAN
a. Pengobatan Tirotoksikosis
Tujuan pengobatan untuk kasus tirotoksikosis ialah untuk mengatasi gejala
dan untuk memperlambat produksi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid.2,3
o Untuk terapi simptomatik: diazepam (Valium) dan lorazepam (Ativan)
untuk anxietas dan insomnia, obat tetes mata dan glukokortikoid untuk
keluhan eksoftalmus.2,3
o Terapi kausa: obat-obat antitiroid (tapazole, thiamazole, carbimazole,
methimazole, propiltiourasil), radioaktif I131, tiroidektomi, serta beberapa
pengobatan tambahan (sekat beta-adrenergik, iodium, ipodat, litium).2,3
Pasien dengan hipertiroid biasanya diobati dengan obat antitiroid, pilihan
lain untuk pengobatan dapat diberikan iodine radioaktif dan tiroidektomi. Obat
10
antitiroid yang umum seperti carbimazole, thiamazole (methimazole) dan
propiltiouracil. Semua jenis obat tersebut menghambat produksi hormon tiroid
dengan menginhibisi akitivtas tiroid peroksidase. Obat antitiroid dapat juga
digunakan sebagai imunosupresi yang dapat menjadi beneficial dalam penyakit
Grave /tirotoksikosis.3
Obat antiroid yang diberikan dengan β-adrenoreseptor antagonis dapat
menjadi pilihan utama untuk mengobati gangguan psikiatri dan gangguan mental
pada pasien tirotoksikosis.pemberian obat ini dengan tujuan agar terjadi eutiroid
sehingga gejala-gejala tirotoksikosis dapat berkurang.3
Pengobatan hipertiroid biasanya menghasilkan penekanan pada gejala
mental seperti palipitasi, keringat berlebihan, kelelahan, dan tremor. Pengobatan
tirotoksikosis berupa obat anti tiroid, radioiodine, ataupun tiroidektomi
menghasilkan resolusi yang komplit bagi gangguan psikiatri. Pada pasien dengan
gangguan kognitif, pengobatan yang berhasil menghasilkan adanya perbaikan
kompleks memori. 3
Pengobatan dengan β-adrenoreseptor antagonis merupakan standar
pengobatan untuk tirotoksikosis. Obat ini cepat menekan berbagai gejala,
termasuk gangguan mental, dan mereka tidak memerlukan tes diagnosis endokrin.
Obat ini efektif untuk pengobatan terhadap gejala sentral maupun perifer dari
tirotoksikosis akibat aktivasi sistem adrenergik. Contoh obat ini, propanolol dan
metoprolol memiliki lipid soluble yang tinggi dan dapat menembus sawar darah
otak. Aenolol dan nadolol memiliki lipid soluble yang rendah dan susah untuk
menembus sawar darah otak.
Golongan obat inidapat menekan gejala gangguan psikiatri dan mental.
Pengobatan propanolol dihubungkan dengan bukan hanya untuk menurunkan
gejala anxietas tetapi juga utnuk gejala depresi dan fatique. Propanolol dapat
diberikan dalam dosis 40-80mg/hari. Pada kasus yang berat seperti batu tiroid,
dosis dapat melebih 160 mg/hari sesuai kebutuhan.3
b. Pengobatan Psikiatri
11
Setelah didiagnosa tirotoksikosis, sekitar 1-3 pasien mendapat pengobatan
obat psikotropik. Kadangkala, obat ini diberikan untuk mengobati gejala mental
dari tirotoksikosis (misalnya obat antipsikotik untuk gejala dari psikotik atau
agitasi berat), kadangkala untuk mengobati gejala mental yang muncul setelah
menderita tirotoksikosis. Tidak ada dara sistematis yang membahas tentang
pengobatan umum obat psikotroipik untuk pasien tirotoksikosis.3
Untuk farmakoterapi, pemberian lithium, benzodiazepine, antipsikotik,
dan antidepresan dapat menjadi pilihan untuk manifestasi psikiatri yang muncul,
meskipun pemakian obat-obat tersebut tidak terlalu direkomendasikan karena
onset aksi potensial obat yang lambat dan berpotensi toksiksitas. Jika terdapat
gangguan mental yang berat seperti agitasi dan psikotik, reseptor dopamine
blockade dan obat antipsikotik seperti haloperidol dapat diindikasikan. 3
Pada pasien tirotoksikosis. Lithium diketahui memiliki aksi sebagai
antitiroid, tetapi mekanisme kerjanya tidak jelas dan lithium tidak
direkomendasikan untuk pengobatan penyakit graves. Lithium lebih berefek pada
pasien mania dan untuk mencegah kelainan bipolar. Ketika mania merupakan
tirotoksikosis drkunder, pengobatannya dapat berupa kombinasi antitiroid dan
propanolol, meskipun lithium kadang-kadang bisa digunakan sebagai adjuvant.
Lithium diindikasikan jika tirotoksikosis berefek sebagai trigeer untuk mania atau
depresi pada pasien dengan riwayat kelaianan bipolar. Terdapat pemahaman
bahwa lithium dapat menekan tanda tirotoksikosis dengan mereduksi respom
selular dari hormon tiroid.3
Benzodiasepine, bromazepame juga sebagai regimen antitiroid dan β-
adrenoreseptor antagonis untuk pengobatan pasien tirotoksikosis. Obat ini dapat
diberikan pada pasien tirotoksikosis dan dapat mereduksi gejala anxietas dan
berefek menidurkan.3
Obat antipsikotik dapat digunakan untuk pengobatan agitasi dan psikotik
pasien dengan tirotoksikosis jika pengobatan dengan antitiroid dan propanolol
tidak efektif. Haloperidol merupakan jenis obat yang lebih aman disbanding
phenotiazine sebab lama kelamaan dapat menyebabkan takikardia dan efek
12
kardiotoxic lainnya. Tidak ada data yang signifikan dalam penggunaan obat
antipsikotik atipikal untuk pasien tirotoksikosis.3
Obat antidepresan seperti TCAs dapat berbahaya padapasien tirotoksikosis
sebab berefek kardiotoxic. SSRIs dapat digunakan. Dilaporkan pasien dengan
tirotoksikosis mendapat pengobatan fluoxetine dan ditemukan membaik.3
Beberapa pasien tirotoksikosis yang mempunyai masalah psikotik, seperti
psikotik afektif, tidak berespon terhadap pengobatan kombinasi obat antitiroid dan
obat antipsikotik. Beberapa pasien dapat berespon dengan electroconvulsive
therapy (ECT). Laporam kasus mencatat keberhasilan penggunaan ECT pada
pasien dengan tirotoksikosis dan depresi katatonik, depresi post partum dan
depresi agitasi. Kasus terakhir melaporkan depresi agitasi dan hipertiroidisme
berespon dengan ECT. Meskipun analisis terakhir mengatakan bahwa pasien
dengan ECT dapat mengalamihypertiroxinaemia eutiroid, tetapi ECT dapat
digunakan buat gangguan psikiatri yang berat dan dapat berhasil.3
Pasien dengan tirotoksikosis juga membutuhkan dukungan psikoterapi
yang panjang setelah pasien sudah dalam keadaan eutiroid. Dukungannya berupa
dukungan akan kebutuhan yang dibutuhkan oleh pasien tirotoksikosis.3
IX. KESIMPULAN
Gangguan psikiatri dan gangguan mental merupakan gambaran yang
umum pada tirotoksikosis. Pada tirotoksikosis, terjadi peningkatan aktivitas β-
adrenergik yang berakibat pada beberapa manifestasi gangguan psikiatri dan
mental. Gangguan depresi, mania, dan anxietas merupakan temuan psikiatri yang
paling banyak ditemukan pada pasien tirotoksikosis. Pada pasien penyakit Grave,
yang disebabkan karena autoimun memberikan perubahan status mental.
Pengobatan dengan β-adrenoreseptor antagonis seperti propanolol yang
dikombinasikan dengan obat antitiroid merupakan pilihan pengobatan terbaik
untuk gangguan psikitrik dan mental pada pasien tirotoksikosis. Pengobatan
simptomatik dengan obat antipsikotik dapat diberikan pada pasien dengan agitasi
dan gejal psikotik yang berat.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Harsa Rusda, Fadli Oenzil, Yustini Alloes. Jurnal Kesehatan Andalas:
Hubungan Kadar FT4 dengan Kejadian Tirotoksikosis berdasarkan
Penilaian Indeks New Castle Pada Wanita Dewasa di daerah Ekses
Yodium. [internet pdf] 2013:2(2):85-89 [cited 2013 Mei 16]. Available
from URL: http://jurnal.fk.unand.ac.id
2. A.A. Amballi. Thyrotoxicosis- A review. [internet pdf] 2007 [cited 2013
Mei 16]. Vol.2(3-4):98-103
3. Robertas Bunevicius, Arthur J.Prange Jr. Psychatric Manifestations of
Grave’s Hyperthyroidism Pathophysiology and Treatmnet Options..
[internet pdf] 2006 [cited 2013 Mei 16]. Vol.20(11):897-909
4. Rahmi Batara. Hubungan Derajat Stressor dengan Kadar FT4 pada Pasien
Hipertiroid. [internet pdf] 2013 [cited 2013 Mei 16].
5. BEW Brownlie, AM Rae, JWB Walshe, JE Wells. Psychoses associated
with Thyrotoxicosis-‘thyrotoxic psychosis.’ A report of 18 cases, with
statistical analysis of incidence. [internet pdf] 2000 [cited 2013 Mei 16].
(142):438-444
6. Gintautas kazanavicius, Lina Lasaite, Aleksandra Graziene. Journal of
Diabetes and Endocrinology .Syndrome of isolated FT3 toxicosis : A pilot
study. [internet pdf] 2012 Februari [cited 2013 Mei 16] Vol.3(1):1-5.
Available from URL: academicjournals.org/JDE
14