referat arteriovenous malformation

25
REFERAT Arteri Venous Malformation (AVM) Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Oleh Visa Yunanda Pembimbing: dr. Farida, Sp.S

Upload: sakisaki91

Post on 27-Dec-2015

487 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

AVM

TRANSCRIPT

Page 1: Referat ArterioVenous Malformation

REFERAT

Arteri Venous Malformation (AVM)

Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran

Universitas Syiah Kuala Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Oleh

Visa Yunanda

Pembimbing:dr. Farida, Sp.S

BAGIAN/SMF NEUROLOGIRUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN

Page 2: Referat ArterioVenous Malformation

BANDA ACEH2014

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................2

2.1 DEFINISI.................................................................................................................2

2.2 EPIDEMIOLOGI.....................................................................................................2

2.3 ETIOLOGI...............................................................................................................2

2.4 PATOFISIOLOGI....................................................................................................2

2.5. KLASIFIKASI.........................................................................................................7

2.6. GEJALA...................................................................................................................8

2.7. DIAGNOSIS............................................................................................................9

2.8 PENATALAKSANAAN.......................................................................................11

2.9 PROGNOSIS.........................................................................................................13

BAB III KESIMPULAN....................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................15

Page 3: Referat ArterioVenous Malformation

BAB I

PENDAHULUAN

Malformasi arterio-vena merupakan kelainan intrakranial yang relatif

jarang terjadi tetapi lesi ini semakin sering ditemukan. Lesi terjadi umumnya

akibat kelainan kongenital, biasanya dikenali setelah terdapat perdarahan. Seiring

dengan berkembangnya teknologi kedokteran, lesi unruptured AVM semakin

sering ditemukan. Arterio-Venous Malformation (AVM) atau malformasi pada

pembuluh darah arteri dan vena dengan banyak pirau yang saling berhubungan

tanpa pembuluh darah kapiler sehingga rentan terjadi penyumbatan di otak. AVM

merupakan kelainan kongenital atau bawaan lahir yang jarang terjadi namun

berpotensial memberikan gejala neurologi yang serius apabila terjadi pada

vaskularisasi otak dan bahkan berisiko menimbulkan kematian. Penyakit AVM

umumnya adalah penyakit yang tidak menunjukkan gejala apapun dan baru

diketahui setelah terjadi perdarahan intrakranial atau subarahnoid. Penyakit ini

biasanya memberikan gejala berupa sakit kepala dan kejang tanpa sebab.8

AVM merupakan kelainan kongenital atau bawaan lahir yang jarang terjadi

namun berpotensial memberikan gejala neurologi yang serius apabila terjadi pada

vaskularisasi otak dan bahkan berisiko menimbulkan kematian.

AVM dapat terjadi di area lobus otak manapun, dapat di pembuluh darah besar

ataupun kecil. Tekanan dari darah yang melalui arteri menjadi terlalu tinggi untuk

diterima oleh vena dan ini menyebabkan vena mengembang . Pengembangan ini

mampu menyebabkan vena itu pecah dan berdarah.10 Saat pembuluh darah

mengalami perdarahan, biasanya darah yang dikeluarkan terbatas, tidak sebanyak

pada perdarahan hipertensif atau stroke.

Hilangnya fungsi neurologis tergantung pada lokasi AVM dan banyaknya

pendarahan. Pada sebagian kecil kasus, anak yang dilahirkan dengan AVM pada

pembuluh darah besar juga menderita gagal jantung karena malformasi yang

Page 4: Referat ArterioVenous Malformation

menyebabkan beban kerja jantung ikut bertambah.10 Penyakit AVM umumnya

adalah penyakit yang tidak menunjukkan gejala apapun dan baru diketahui setelah

terjadi perdarahan intrakranial atau subarahnoid. Penyakit ini biasanya

memberikan gejala berupa sakit kepala dan kejang tanpa sebab.8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Malformasi arteriovena (arteriovenous malformation, AVM) ialah satu

keabnormalan pada pembuluh darah di mana arteri bersambung terus dengan vena

tanpa melalui jaringan kapilari terlebih dahulu. Arteriovenous Malformation

adalah kelainan kongenital dimana arteri dan vena pada permukaan otak atau di

parenkim saling berhubungan secara langsung tanpa melalui pembuluh kapiler.

2.2. Epidemiologi

Insidens dan prevalensi malformasi vaskular tidak diketahui secara pasti;

berdasarkan studi antara tahun 1980 dan 1990, insidens malformasi vaskular

pertahunnya sekitar 11 hingga 21 kasus dalam 100.000 populasi. Jumlah

malformasi arterio-vena (AVM) hampir 90% lebih jarang dibandingkan dengan

insidens aneurisma intrakranial.10

2.3. Etiologi

a. Faktor idiopatik

b. Faktor simtomatik

Faktor Ektrinsik, berupa: tekanan daerah sistemik, kemampuan jantung

memompa daerah ke sirkulasi sistemik, kualitas pembuluh darah kortico vertebral

dan kualitas darah yang menentukan viskositasnya.

Faktor Intrinsik, berupa: autoregulasi arteri cerebral, faktor biokimiawi

regional (konsentrasi asam laktat dan ion hidrogen) dan peran susunan saraf

otonom (tetapi hanya sedikit).3

2.4. Patofisiologi

Page 5: Referat ArterioVenous Malformation

AVM umumnya terbentuk akibat malfungsi diferensiasi pembuluh darah

primitive pada embrio berusia 3 minggu, dapat terbentuk di bagian otak manapun

dan melibatkan regio permukaan otak dengan substansia alba. Pada gestasi

minggu ke-3, mulai tampak sistem vaskuler yang terdiri dari jaringan yang

menjalin ruang-ruang darah pada mesenkim primitif. Saat ini darah belum

bersirkulasi dan pembuluh arteri dan vena belum dapat diidentifikasi.Selanjutnya

sistem vaskuler berkembang secara bertahap dengan proses penggabungan dan

diferensiasi seluler dan sebagai klimaks terjadi pemisahan arteri-vena. Menurut

Wallard (1922) proses ini terjadi melalui tiga tahapan:

1. Undifferentiated Stage (Stage I)

Ruang-ruang darah yang ada pada mesenkim primitif bergabung menjadi

jaringan kapiler yang lebih terorganisir. Arteri dan vena belum bisa dikenali.

2. Retiform Stage (Stage II)

Jaringan kapiler yang terbentuk pada Undifferentiated Stage bergabung

menjadi struktur jalinan atau pleksus yang lebih besar yang menjadi progenitor

dari arteri dan vena.

3. Maturation Stage (Stage III)

Struktur vaskuler tampak matur secara histologis, dan batang utama arteri

telah tampak. Jaringan kaplier yang ada bertahan hingga saat dewasa diperkirakan

berasal dari sisa-sisa ruang darah pada Undifferentiated Stage.

Berdasarkan teori Wallard, dapat disimpulkan pada Stage I terjadi

malformasi kapiler dan vena perifer, sedangkan Stage II terjadi mikrofistula

malformasi arteri vena (AVM) dan vena embrional, dan Stage III terjadi

makrofistula AVM beserta cabang-cabangnya, aneurisma v. poplitea, dan kelainan

persisten sciatic artery. 14

Page 6: Referat ArterioVenous Malformation

Capillary malformation

Microfistulous AV malformation

Macrofistulous AV malformation

Gambar 1. Malformasi kapiler, mikrofistul malformasi arteri vena, dan

makrofistul arteri vena

AVM terdiri atas tiga bagian yaitu feeding arterti, nidus dan draining vein.

Nidus disebut juga sarang karena tampak seperti pembuluh darah yang berbelit –

belit. Feeding artery memiliki lapisan otot yang tidak adekuat dan draining vein

cenderung mengalami dilatasi karena kecepatan aliran darah yang melaluinya.

Beberapa orang lahir dengan nidus yang seiring dengan waktu cenderung

melebar karena tekanan yang besar pada pembuluh arteri tidak dapat

dikendalikan oleh vena yang mengalirkannya. Mengakibatkan kumpulan

pembuluh darah besar yang tampak seperti cacing dapat mengalami perdarahan

di masa yang akan datang. 11

Page 7: Referat ArterioVenous Malformation

Gambar 2. Perbedaan antara aliran darah pada AVM dan yang normal

Gambar 3. Nidus, draining vein, feeding arteries

AVM mengakibatkan disfungsi neurologis melalui 3 mekanisme utama.

Yang pertama, perdarahan terjadi di ruang subarahnoid, ruang intraventrikular

atau yang paling sering pada parenkim otak. Jika ruptur atau pendarahan terjadi,

darah mungkin berpenetrasi ke jaringan otak (cerebral hemorrhage) atau ruang

subarachnoid (subarachnoid hemorrhage) yang terletak di antara meninges yang

menyelaputi otak. Sekali pendarahan AVM terjadi, kemungkinan terjadinya

pendarahan berulang menjadi lebih besar. Perdarahan umumnya muncul pada usia

55 tahun. Kira-kira 40% kasus dengan AVM cerebral diketahui melalui gejala

pendarahan yang mengarah ke kerapuhan struktur pembuluh darah yang abnormal

di dalam otak.

Kedua, pada pasien yang tidak mengalami perdarahan mungkin akan

mengalami kejang. Sekitar 15-40 % pasien mengalami kejang. AVM yang tidak

mengalami pendarahan menyebabkan gejala langsung dengan menekan jaringan

Page 8: Referat ArterioVenous Malformation

otak atau menurunkan aliran darah ke jaringan sekitar (iskemia). Faktor mekanik

maupun iskemik dapat menyebabkan kerusakan sel saraf (neuron) secara

permanen.4

Kejang pada AVM mungkin terbagi atas 3 mekanisme, yaitu :

1. Iskemia jaringan korteks.

2. Astroglia berlebihan pada jaringan otak yang rusak di sekeliling daerah AVM

karena perdarahan subklinis sebelumnya atau karena deposit hemosiderin,

mungkin terjadi karena hilangnya bentuk karakteristik secara progresif

(apeidosis) melalui kapiler yang terdilatasi.

3. Kemungkinan peranan epileptogenesis sekunder, yang letaknya agak jauh dari

daerah AVM primer.8

Namun, beberapa penderita juga ada yang asimtomatik atau hanya

merasakan keluhan minor akibat kekusutan pembuluh darah lokal. Defisit

neurologis progresif dapat muncul pada 6-12 %. Defisit neurologis yang lambat

ini dikaitkan dengan tersedotnya aliran darah menjauh dari jaringan otak (the

"steal phenomenon"). Defisit ini juga terjadi dikarenakan efek masa dari AVM

yang membesar dan hipertensi vena pada draining veins. 10

2.5 Klasifikasi

Berdasarkan alirannya, MV digolongkan menjadi dua kelompok: 13

High flow malformation: apabila MV terjadi pada arteri dan arteri-vena

Low flow malformation: apabila MV terjadi pada vena, kapiler, atau limfe

Selain itu MV juga dikelompokkan berdasarkan lokasi pembuluh yang

mengalami kelainan seperti dalam Hamburg Classification of Vascular

Anomalies and Malformations.

Tabel 1. Hamburg Classification of Vascular Anomalies and Malformations

MAIN CLASS SUBCLASS SUBGROUPArterial Truncular Obstructive

DilatingExtratruncular Diffuse

Limited (localized)Venous Truncular Obstructive

DilatingExtratruncular Diffuse

Page 9: Referat ArterioVenous Malformation

Limited/localizedArteriovenous Truncular Deep

SuperficialExtratruncular Diffuse/infiltrating

Limited/localizedCombined, mixed Truncular Venous and arterial

HemolymphaticExtratruncular Diffuse

Limited/localized

Tabel 2. Klasifikasi AVM berdasarkan kriteria Schobinger

I (quiescence) Lesi berwarna pink, hangat, dan terdapat shunt arteriovaskular

II (expansion) Sama dengan stadium I, ditambah pembesaran, pulsasi, thrill, bruit, dan vena yang berkelok-kelok

III (destruction) Sama dengan stadium II, ditambah perubahan distrofik pada kulit, ulserasi, perdarahan, nyeri persisten, atau nekrosis jaringan

IV (decompensation) Sama dengan stadium III, ditambah gagal jantung

2.6. Gejala

Masalah yang paling banyak dikeluhkan penderita AVM adalah nyeri

kepala dan serangan kejang mendadak dimana setidaknya 15% dari populasi tidak

menunjukan gejala apapun. Gejala lain yang sering ditemukan berupa vertigo,

pulsing noise dikepala, tuli progresif, penurunan penglihatan, confusion, dementia

dan halusinasi. Dan jika AVM terjadi pada lokasi kritis maka AVM dapat

menyebabkan sirkulasi cairan otak terhambat, yang dapat menyebabkan

akumulasi cairan di dalam tengkorak yang beresiko hidrosefalus.1,3,4 Kaku kuduk

mungkin terjadi akibat penikatan tekanan intracranial dan rangsangan pada

meningen. Pada kasus yang lebih berat dapat berupa ruptur pembuluh darah

sehingga menimbulkan intracranial hemorrhage. Setidaknya lebih dari setengah

pasien dengan AVM menunjukan gejala hemorrhage sebagai penyebab utama

sehingga menimbulkan gejala klinik lain berupa kehilangan kesadaran, sakit

kepala yg tiba-tiba dan hebat, nausea, vomiting, incontinence dan gangguan

penglihatan. Kerusakan lokal pada jaringan otak akibat perdarahan mungkin

Page 10: Referat ArterioVenous Malformation

terjadi yang dapat menyebabkan kelemahan otot, paralysis, hemiparesis, afasia

dan lainnya. Perdarahan minor tidak menunjukan gejala yang berarti.

Umumnya pasien mengalami pendarahan yang sedikit namun sering.

Biasanya penderita mengalami kejang sebelum mengetahui bahwa mereka

menderita AVM. Sebagian pasien menderita nyeri kepala, yang tidak

dihubungkan dengan AVM sebelum diperiksa dengan CT Scan atau MRI.

Pendarahan intrakranial tersebut dapat menyebabkan hilang kesadaran, nyeri

kepala hebat yang mendadak, mual, muntah, ekskresi yang tidak dapat

dikendalikan misalnya defekasi atau urinasi, dan penglihatan kabur. Kaku leher

yang dialami dikarenakan peningkatan tekanan antara tengkorak dengan selaput

otak (meninges) yang menyebabkan iritasi. Perbaikan pada jaringan otak lokal

yang pendarahan mungkin saja terjadi, termasuk kejang, kelemahan otot yang

mengenai satu sisi tubuh (hemiparesis), kehilangan sensasi sentuh pada satu sisi

tubuh, maupun defisit kemampuan dalam memproses bahasa (aphasia). Variasi

gejala ini sejalan dengan tipe kerusakan cerebrovaskular. Secara umum, nyeri

kepala yang hebat yang bersamaan dengan kejang atau hilang kesadaran,

merupakan indikasi pertama adanya AVM pada daerah cerebral.1,3,4

2.7. Diagnosis

Diagnosa AVM ditegakkan dengan menggunakan neuroimaging setelah

pemeriksaan terhadap saraf dan pemeriksaan fisik dilakukan. Terdapat 3 teknik

utama untuk menegakkan diagnosa AVM yaitu Computed Tomography (CT),

Magnetic Resonance Imaging (MRI), Cerebral Angiography. CT-scan kepala

biasanya merupakan pemeriksaan awal yang dilakukan karena dapat menunjukan

perkiraan dari lokasi perdarahan. Namun MRI lebih sensitif dari CT-scan karena

dapat memberikan informasi yang lebih baik tentang lokasi dari malformasi

tersebut. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih spesifik dari pembuluh darah

AVM dapat menggunakan zat kontras radioaktif yang disuntikkan ke dalam

pembuluh darah yang disebut Computed Tomography Angiogram dan Magnetic

Resonance Angiography. Gambaran terbaik untuk AVM melalui Cerebral

Angiography.

Page 11: Referat ArterioVenous Malformation

Gambaran Umum

Petunjuk diagnostik terbaik “Bag of Black Worm” pada MR dengan minimal atau

tanpa efek massa.

Lokasi :

a. Bisa terjadi dimanapun di otak dan medula spinalis

b. 85% di supratentorial , 15% di fossa posterior

c. 98% soliter, sporadik

d. Jarang : Multipel AVM

Ukuran :

a. Bervariasi mulai dari mikroskopik hingga besar

b. Pada umumnya yang menimbulkan gejala adalah 3-6 cm

Morfologi : membentuk massa yang terdiri dari pembuluh darah.

Imaging Recommendation

a. Imaging terbaik : DSA dengan superselective catherization

b. Saran prosedur : Standard MR (termasuk contrast-enhanced MRA, GRE

sequences)

Penggunaan scaning komputer tanpa kontras menghasilkan sensitifitas

yang rendah, namun kalsifikasi dan hipointensitas dapat ditemukan; agar lebih

dapat terlihat diakukan pemberian kontras.

Pencitraan resonansi magnetik (MRI) sangat sensitif, menunjukkan

hilangnya sinyal pada area korteks, umumnya dengan hemosiderin yang

menujukkan adanya perdarahan sebelumnya. MRI juga dapat memberikan

informasi penting mengenai lokalisasi dan topografi dari AVM bila intervensi

akan dilakukan.

Arteriografi merupakan standar penting untuk menggambarkan anatomi

arteri dan vena, sebagai tambahan, angiografi yang sangat selektif dapat memberi

data penting mengenai fungsi dan fisiologi untuk analisis klinis tindakan.

CT scan dengan kontras dan didapatkan gambaran malformasi arteri vena pada

daerah parietal kiri, kemudian untuk mengetahui anatominya dilakukan

angiografi.2,4

2.8. Penatalaksanaan

1. Farmakologis

Page 12: Referat ArterioVenous Malformation

Pengobatan farmakologis dilakukan untuk mengatasi gejala yang dialami

pasien seperti sakit kepala atau kejang. Terapi ini juga diberikan pada pasien yang

tidak dapat melakukan terapi operatif karena resiko yang terlalu besar. Fenitoin

dapat diberikan untuk mengontrol kejang.

2. Non Farmakologis

a. Operasi Reseksi

Tindakan operatif sebaiknya dilakukan pada AVM yang ruptur dan

diperkirakan memberikan hasil yang sedikit lebih baik dibandingkan dengan

unruptured AVM. Intervensi bedah merupakan terapi definitif pada AVM.

Ukuran, lokasi, perlekatan dengan daerah sekitarnya, serta konfigurasi vaskular

menentukan pertimbangan perlunya intervensi bedah. Skala Spetzler Martin

digunakan sebagai pertimbangan risiko dan manfaat operasi. Skala Spetzler

Martin yang terdiri atas tiga parameter yaitu ukuran nidus, drainase vena dan

kelancaran berbicara (eloquence). Derajat rendah bila grade 1,2. Derajat tinggi

grade 4,5 dan inoperable grade 6.

Tabel 1 Kalsifikasi AVM berdasarkan Spetzler MartinParameter SkorUkuran nidus< 3 cm 13-6 Cm 2>6 cm 3Drainase Venasuperfisial 0Profunda 1Kelancaran berbicaraTidak lancar 0Lancar 1

2.1. Embolisasi

Untuk menghindari pendarahan, vasodilatasi lokal (aneurisma) harus

dihilangkan. Embolisasi merupakan penyumbatan pembuluh darah yang AVM.

Dengan x-ray, kateter dikendalikan dari arteri femoralis di daerah paha atas ke

daerah AVM yang diobati. Lalu setelah daerah AVM dicapai, semacam lem atau

kadang gulungan kabel ditempatkan untuk memblok area tersebut. Namun,

Page 13: Referat ArterioVenous Malformation

embolisasi sendiri juga jarang dengan sempurna memblok aliran darah ke daerah

AVM.

b. Radiosurgery

Radiosurgery dilakukan dengan mengunakan alat yang disebut dengan

gamma-knife, efektif pada AVM yang berukuran < 2 cm, sedangkan pada lesi

yang lebih besar terapi ini kurang responsif. Paling tidak, malformasi dapat hilang

selama dua tahun.

Pilihan terapi untuk pasien harus mempertimbangkan risiko yang akan

terjadi pada setiap pilihan terapi. Alternatif terapi baik sebagai terapi tunggal

maupun dilakukan secara bersama-sama:1,2,6

c. Terapi konservatif

Bila alternatif terapi tidak dapat dilakukan atau risiko terapi terlalu besar,

tindakan konservatif dengan mengobati gejala yang timbul dapat dilakukan pada

pasien. Berbagai keluhan non-hemoragik, seperti sakit kepala ataupun kejang,

umumnya berespons baik terhadap terapi medikamentosa.

Pada berbagai literatur, terapi simptomatik pada unruptured AVM menjadi

pilihan, mengingat risiko pasca-operasi tidak menghilangkan gejala, bahkan dapat

memperberat keluhan pasien. Aminoff membuat suatu skema risiko dan manfaat

tindakan operatif sebagai pertimbangan tatalaksana pada pasien dengan

unruptured AVM. 2,3

Insidens perdarahan intrakranial akibat ruptur AVM per tahunnya adalah

sekitar 1-2%, dan angka kecacatan akibat tindakan operatif juga tinggi, bahkan

mempercepat timbulnya disabilitas pada pasien.Selain itu, keluhan pasien adalah

sakit kepala. Menurut literatur, sakit kepala dan kejang bukan merupakan indikasi

tindakan operatif pada pasien dengan unruptured AVM, karena tidak

menghilangkan keluhan sakit kepala atau menghilangkan kejang pada pasien.

Terapi dengan gamma-knife pada pasien ini juga tidak memungkinkan

karena ukuran lesi yang besar (> 3 cm). Dengan terapi konservatif (dan terapi

simptomatik), risiko ruptur AVM akan menurun seiring pertambahan usia.3 Terapi

bergantung pada lokasi dan besar AVM serta adakah perdarahan atau tidak.

Page 14: Referat ArterioVenous Malformation

2.9. Prognosis

Risiko kejadian ruptur pada kasus AVM yang belum pecah berkisar antara

1 dan 2% setiap tahunnya, dan sekitar 10% perdarahan intrakranial akibat ruptur.

Semua AVM di otak sangat berbahaya. Resiko terjadinya hemoragi

pertama adalah seumur hidup, meningkat sesuai usia (2-4% per tahun, kumulatif).

Sebagian besar akan menimbulkan gejala seumur hidup pasien.

Sembuh spontan sangat jarang terjadi (< 1% kasus). 75 % merupakan lesi

kecil (< 3cm) aliran vena tunggal dan 75 % memiliki ‘spontanneous’ ICH. 1

Page 15: Referat ArterioVenous Malformation

BAB III

KESIMPULAN

Arteriovenous malformation atau AVM merupakan kelainan kongenital

pada intrakranial yang relatif jarang tetapi lesi ini semakin sering ditemukan.

Insidens dan prevalensi malformasi vaskular tidak diketahui secara pasti;

berdasarkan studi antara tahun 1980 dan 1990, insidens malformasi vaskular

pertahunnya sekitar 1.1 hingga 2.1 kasus dalam 100 000 populasi.1-4 Jumlah

malformasi arterio-vena (AVM) hampir 90% lebih jarang dibandingkan dengan

insidens aneurisma intrakranial. Pemeriksaan CT scan dan MRI otak sebagai alat

diagnostik unruptured AVM merupakan salah satu pemeriksaan pilihan. Namun,

pemeriksaan CT scan tanpa kontras memiliki sensitivitas yang rendah.

Pemeriksaan ini memberikan gambaran lesi, perkiraan jenis lesi, dan lokasi

anatomisnya. Pilihan terapi untuk pasien harus mempertimbangkan risiko yang

akan terjadi pada setiap pilihan terapi.

Page 16: Referat ArterioVenous Malformation

DAFTAR PUSTAKA

1. Al-Shahi, Rustam. 2001. The Prognosis for Adults with Arteriovenous

Malformations of the Brain. A Systematic Review of the Literature.

Neurointerventionist Vol 3 No 1.Edinburgh. Diunduh pada tanggal 23 Juli

2013

2. Benndorf G, Campi A, Hell B, et al. 2001. Case report endovascular

management of a bleeding mandibular arteriovenous malformation by

transfemoral venous embolization with nbca. AJNR Am J Neuroradiol

22:359-62. Diunduh pada tanggal 22 Juli 2013

3. Chao, et al. 2006.Cerebral Amyloid Angiopathy: CT and MR Imaging

Findings. Rad. Vol.26 no.5: 1517-1531. Diunduh tanggal 24 Juli 2013

4. Geibprasert S, Pongpech S, Jiarakongmun P, Shroff MM, Armstrong DC,

Krings T. 2010.Radiologic Assessment of Brain Arteriovenous

Malformations: What Clinicians Need to Know. RadioGraphics 2010; 30;

483-501. Rsna.org. Diunduh pada tanggal 23 Juli 2013

5. Grajkowska W, Kotulska K, Jurkiewicz E, Matyja E. 2010. Brain lesions

in tuberous sclerosis complex. Review. Folia Neuropathol;48:139-49.

6. Inci S, Spetzler RF. 2000. Intracranial aneurysms and arterial

hypertension: a review and hypothesis. Surg Neurol.pp :53(6):530-40;

discussion 540-2. Diunduh tanggal 24 Juli 2013

7. Jarquin-Valdivia AA, Rich AT, Yarbrough JL, Thompson RC.

2005.Intraventricular colloid cyst, hydrocephalus and neurogenic stunned

myocardium. Clin Neurol Neurosurg;107(5):361-5.

8. Jung MS, Ryu DM, Kim EJ, et al. 2007.A treatment of arteriovenous

malformation on mandible. J Kor. Oral Maxillofac. Surg. Vol 33 No.1.

Diunduh pada tanggal 22 Juli 2013.

9. Jusi HD. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Bedah Vaskuler. Edisi keempat.

Jakarta: Balai Penerbit FKUi; hal. 18-20, 25-7

10. Krapf, H, Siekmann, R, et al. 2001.Spontaneous Occlusion of a Cerebral

Ateriovenous Malformation: Angiography ang MR Imaging Follow up

and Review of Literature.Germany.p: 1556-1560. Diunduh pada tanggal

22 Juli 2013.

Page 17: Referat ArterioVenous Malformation

11. Menon S, Chowdhurry R, Mohan C.2005. Arteriovenous malformation in

mandible. MJAFI. pp; 61:295-6. Diunduh pada tanggal 22 Juli 2013.

12. Nekooei S, Husseini M, Narzemi S, et al. 2006.Case Report Embolisation

of Arteriovenous Malformation of the maxilla. Diunduh dari

http://dmfr.birjournals.org. pada tanggal 22 Juli 2013

13. Rutherford, RB. 2001. Congenital Vascular Malformation. In Cronenwett

JL, Rutherford RB [eds]: Decision Making in Vascular Surgery.

Philadelphia: WB Saunders. Diunduh pada tanggal 23 Juli 2013.

14. Rutherford, RB. 2005. Arteriovenous Fistulas, Vascular Malformations,

and Vascular Tumors. In: Rutherford RB: Vascular Surgery 6th edition.

Philadelphia: Elsevier sanders. pp: 1597-1601. Diunduh pada tanggal 23

Juli 2013.

15. Saposnik G, Brown RD, Cucchiara B, Ferro J. 2011. Diagnosis and

Management of Cerebral Venous Thrombosis. A Statement for Healthcare

Professionals From the American Heart Association/American Stroke

Association. Stroke. 2011;42:1158-1192.