referat anestesi
TRANSCRIPT
REFERAT
Monitoring of Cerebrovascular Systems
oleh:
Stephanie
11 2011 233
Pembimbing:
dr. Humisar Sibarani, SpAn
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ANESTESI
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
RS IMANUEL WAY HALIM
BANDAR LAMPUNG, 2012
2 Referat Anestesi
For some must watch while some must sleep. Hamlet Act 3,
Sc 2.
Alcohol is the anesthesia by which we endure the operation
of life. George Bernard Shaw.
By medicine life may be prolonged, yet death/ Will seize the
doctor too. William Shakespeare.
2
PENDAHULUAN
Otak berada didalam rongga tengkorak, yang dilindungi oleh selaput
durameter. Otak yang beratnya 2% dari berat badan menerima 1/6 dari darah yang
dipompa oleh jantung dan mengguna 20% oksigen yang diperlukan tubuh merupakan
pusat vital yang sangat peka terhadap keadaan hipoksia.
Kontinuitas supplai darah ke otak sangat penting agar dapat menjamin
stabilitas fungsi otak. Terhentinya sirkulasi darah dalam 5-10 detik saja akan
menghilangkan kesadaran sedangkan bila lebih dari 3 menit akan terjadi iskemia
serebral yang. Perlu diketahui otak adalah organ yang sangat sensitif terhadap
hipoksia, karena konsumsi oksigen otak sangat tinggi dibandingkan organ lain yaitu
3,3-3,5cc/100 gram otak/menit.
Dalam waktu satu jam saja sirkulasi otak terhenti seluruh neuron otak akan
nekrosis dan setelah 2 jam akan disusul nekrosis jaringan jantung, ginjal, hati, paru-
paru dan terakhir kulit akan nekrosis setelah beberapa jam atau hari. Glukosa sendiri
sebagai sumber energi utama cadangannya sedikit diotak sedangkan konsumsi
glukose otak 5,5 mg/100 gram otak/menit, sehingga bila terjadi henti sirkulasi akan
terjadi hipoglikemia sampai ketingkat yang ireversibel.
Tekanan intrakranial merupakan jumlah total dari tekanan yang mewakili
volume jaringan otak, volume darah intrakranial dan cairan serebrospinalis. Apabila
volume dari salah satu faktor tadi meningkat dan tidak dapat dikompensasi oleh kedua
faktor yang lain, maka terjadilah tekanan tinggi intrakranial.
Monitor fisiologi SSP (Sistem Saraf Pusat) akan memperbaiki hasil dari
prosedur yang mempengaruhi SSP karena dapat mengenal lebih dini kejadian
hipoksia dan iskemia sebelum kejadian kerusakan lebih lanjut. Monitoring fisiologi
SSP memang belum rutin dikerjakan di rumah sakit yang ada di Indonesia. Secara
umum monitoring fisiologi SSP meliputi: (1) fungsi, (2) aliran darah, dan (3)
metabolisme.
Oksigenisasi vena serebral hingga saat ini telah diteliti sebagai alat monitoring
fisiologi SSP. Saat ini saturasi vena jugularis (SjVO2) dapat menjadi petunjuk
oksigenisasi otak secara tidak langsung dan dijadikan sebagai panduan klinis untuk
menentukan penanganan secara fisiologis.
3
4 Referat Anestesi
PEMBAHASAN
BAB I
FISIOLOGI OTAK
Rata-rata berat otak manusia sekitar 1400 g, sekitar 2% dari berat badan total.
Volume glial sekitar 700-900 ml dan neuron-neuron 500-700 ml. Volume cairan
ekstraselular (ECF) sangat sedikit. Sebagai perkiraan, glia dan neuron mengisi 70%
kandung intrakranial, dimana masing-masing 10% untuk CSS, darah dan cairan
ekstraselular.
Perubahan otak sendiri mungkin bertanggung-jawab dalam peninggian
kandung intrakranial. Contoh paling jelas adalah pada tumor otak seperti glioma.
Disamping itu, penambahan volume otak sering secara dangkal dikatakan sebagai
edema otak dimana maksudnya adalah pembengkakan otak sederhana. Penggunaan
kata edema otak harus dibatasi pada penambahan kandung air otak.
Otak mengandung kandung air yang tinggi: 70% pada substansi putih dan
80% pada substansi kelabu yang lebih seluler. Kebanyakan air otak adalah (80%)
intraseluler. Volume normal cairan ekstraseluler kurang dari 75 ml, namun bertambah
hingga mencapai 10% volume intrakranial. Rongga ekstraseluler berhubungan dengan
CSS via ependima. Air otak berasal dari darah dan akhirnya kembali kesana juga.
Relatif sedikit air otak yang berjalan melalui jalur lain, yaitu melalui CSS.
Sistem saraf pusat (SSP) diisi oleh jaringan yang kaya pembuluh darah untuk
memenuhi kebutuhan yang berubah-rubah dari metabolisme saraf lokal dan regional.
Sifat alami darah adalah bahwa substansi tertentu (leukosit, eritrosit, dan
trombosit) tersuspensi dalam plasma. Komponen darah cenderung untuk berkumpul
di bagian tengah aliran, dan akan bervariasi sesuai ukuran lumen, sehingga sifat darah
di arteri yang lebih besar tidak dapat disamakan dengan pembuluh darah yang lebih
kecil. Lebih jauh lagi, pernyataan tentang tekanan darah, aliran darah, dan perfusi
jaringan harus dipertimbangkan sesuai pulsasi aliran darah.
Faktor-faktor lain juga mempengaruhi aliran darah, meliputi suhu lokal dan
pH, tekanan oksigen dan karbondioksida, K+, H+, HCO3- pada jaringan dan darah;
4
hematokrit, cardiac output, tekanan darah, faktor neurogenik, tahanan vaskuler, dan
lainnya termasuk mediator saraf dan kimiawi.
Viskositas ditentukan berbagai faktor termasuk hematokrit, kemampuan
berubah bentuk dan beragregasi, dan viskositas plasma.1,2
AUTOREGULASI DAN METABOLISME
Pada kondisi istirahat, dialirkan sekitar 750cc darah permenit (15-20% cardiac
output). Parameter penting dalam memperhitungkan aliran darah otak yang
dinamakan tekanan perfusi cerebral (CPP), yang idealnya menggambarkan perbedaan
mean tekanan arterial (MAP) dikurangi tekanan intra kranial (ICP). Diperkirakan
bahwa pada CPP antara 50 dan 130 mmHg hanya terdapat sedikit, bila ada, variasi
dalam CBF total. Sirkulasi carotis (anterior) memperoleh mayoritas aliran darah
dalam kecepatan yang lebih tinggi (335 cc/menit melalui setiap carotis) sedangkan
sirkulasi posterior (vertebrobasiler), memperoleh 75 cc/menit. Lebih jauh lagi, juga
terdapat perbedaan antara substansia grisea yang merupakan jaringan dengan aliran
cepat (64 cc/ 100 g/ menit) dengan substansia alba yang merupakan jaringan dengan
aliran pelan (15-20 cc/ 100 g/ menit). Aliran darah juga terkait dengan aktivitas
elektroserebral. 1,2
Karena mekanisme otak dalam meregulasi aliran darahnya masih tidak jelas,
maka terdapat beberapa teori yang diajukan.
Teori Miogenik
Teori ini menyatakan bahwa pembuluh darah dapat mengenali aliran dan
menyesuaikan diri terhadapya. Menurut Baliss dalam 1902, apabila tekanan dalam
pembuluh darah meningkat, maka pembuluh darah tersebut akan berkontraksi untuk
meningkatkan tahanannya sehingga mengurangi aliran darah. 1,3
Teori Neurogenik
Edvinsson dkk menjelaskan berbagai bahwa terdapat berbagai saraf pada
pembuluh darah piamater, yang menjelaskan mengenai regulasi sentral. Kerusakan
autoregulasi yang masif, sebagaimana yang ditemui pada cedera SSP seperti pada
trauma atau perdarahan subarachnoid, juga menunjukkan mekanisme sentral. Hal ini
lebih jauh didukung oleh data yang menunjukkan bahwa beberapa neuropeptida juga
berperan pada kondisi ini. Faktor lokal ini menggantikan hal yang sebelumnya dikenal
dengan respon miogenik pembuluh serebral terhadap perubahan CBF.1,3
5
6 Referat Anestesi
Teori Metabolik dan Metabolisme Otak
Banyak studi yang menunjukkan peningkatan aliran darah ke area tertentu dari
otak sehubungan dengan peningkatan aktivitas dari area tersebut. Neuron sangat
tergantung pada oksigen dan glukosa. Jaringan neuronal hanya mampu menggunakan
energi dari metabolisme aerobik dari glukosa. Keton akan dimetabolisme dalam
bentuk terbatas pada kondisi kelaparan sedangkan lipid tidak dapat digunakan.
Simpanan glikogen dalam otak normal tidak ada, sehingga jaringan saraf tergantung
pada aliran kontinyu dari pembuluh darah otak. Metabolisme anaerob menghasilkan
peningkatan cepat jumlah laktat yang menurunkan pH dan meningkatkan ketersediaan
ion H+ lokal. Parameter yang digunakan untuk menentukan aktivitas metabolik
dinamakan CMRO2, atau metabolisme lokal otak dari O2. Diasumsikan bahwa
penggunaan O2 merefleksikan metabolisme glukosa lokal dan hal ini dikonfirmasi
dengan penggunaan scanning positron emission tomography (PET). Efek dari variasi
kondisi metabolik yang normal dan yang berubah yang mempengaruhi CMRO2 dan
dapat diukur, dapat membantu memecahkan masalah seputar peran dari mekanisme
sentral dan umpan balik neurogenik dalam mengontrol CBF, sehingga bermanfaat
untuk panduan terapi di masa yang akan datang.1,3
Faktor Lokal yang Mempengaruhi Autoregulasi
Kondisi lokal lain tampaknya juga berperan dalam autoregulasi. Faktor ini
meliputi pO2, pCO2, konsentrasi H+ dan pH lokal serta suhu. Efek individual dari
faktor-faktor ini dapat diidentifikasi dengan segera, namun interaksi diantara faktor-
faktor tersebut masih tetap kompleks.1,3
Oksigen
Oksigen tidak akan mempengaruhi CBF hingga pO2 turun sampai dibawah 50
mmHg dimana CBF akan meningkat dengan cepat. Ketika pO2 sebesar 30 mmHg,
CBF menjadi dua kali lipatnya. Hal ini kemungkinan bervariasi sesuai hematokrit.
Peningkatan pO2 menginduksi sedikit penurunan CBF, ketika subyek normal bernafas
dengan oksigen 100 % maka CBF berkurang 10 hingga 13%. Oksigen hiperbarik
diberikan pada 2 atm akan menurunkan CBF sebesar 22 % tanpa merubah konsumsi
oksigen otak. Penurunan ini tetap terjadi bahkan bila terjadi hiperkapnia. Terdapat
sejumlah bukti bahwa pasien NS mengalami perbaikan outcome jika pO2
dipertahankan sedikitnya 80 mmHg.1,3
6
Karbondioksida
Konsentrasi ion H+ dan pCO2 mempengaruhi CBF. Telah diketahui bahwa
dengan konsentrasi pCO2 antara 20–60 mmHg, hubungan antara pCO2 dan CBF
terlihat dengan peningkatan CBF 2–3 % setiap peningkatan pCO2 sebesar 1 mmHg.
Penyebabnya masih belum jelas dan mungkin terkait dengan perubahan pH sistemik
dan atau tekanan darah sistemik.1,3
Hiperventilasi
Hiperventilasi adalah terapi yang penting pada pasien dengan peningkatan
TIK, terutama dengan sindroma herniasi akut. Prinsip klinis doktrin Monroe-Kelly
dimana dalam rongga intrakranial yang tetap maka volume muatannya juga tetap.
Volume ini, totalnya mencapai 1600 cc, normalnya terdiri dari jaringan otak (84%),
darah (4%) dan cairan sererospinal (12%). Diamati oleh Cushing bahwa bila
ditambahkan suatu komponen (lesi massa dengan sebab apapun, baik hematoma,
tumor ataupun swelling) maka volumenya akan terlampaui sehingga menghasilkan
respon fisiologis (refleks Cushing). Mekanisme kompensasi awal meliputi penurunan
jumlah darah dan cairan serebrospinal. Penurunan jumlah darah melalui penurunan
CBF akan membantu menghambat hipertensi intrakranial. Hiperventilasi, dengan
pCO2 yang menurun, akan bermanfaat. Sayangnya, saat SSP cepat menyesuaikan diri
terhada perubahan ini, sukar untuk mengetahui berapa lama reaksi ini bertahan.
Bahkan tampaknya pembuluh darah serebral juga menyesuaikan diri dalam 24-36
jam. Hiperventilasi yang berkepanjangan memiliki efek yang buruk dengan
menyebabkan iskemia. Peneliti yang lain memperoleh data dari manipulasi pCO2
secara langsung terhadap perubahan MAP dimana CBF akan bervariasi secara
langsung dengan MAP pada area yang rusak dan tidak dipengaruhi oleh pCO2.1,3
Kalsium
Saat ini peran ion Ca++ pada metabolisme dan aliran darah otak sedang diteliti
secara intensif. Bukti-bukti yang mendukung mengenai peran aktif Ca++ dalam CBF
mencakup peran Ca++ pada kontraksi otot dan peningkatan penggunaan Ca++ channel
blocker dalam pengelolaan hipertensi dan penyakit arteri koroner. Konsentrasi ion Ca+
+ ekstraseluler adalah sekitar 4-5 mEq/L dan konsentrasi Ca++ intraseluler adalah 10-7
mEq/L.1,3
CEREBRAL BLOOD FLOW (CBF)
7
8 Referat Anestesi
Otak menerima suplai darah kira kira 15% dari cardiac output (CO). Dalam
keadaan istirahat dan kondisi sehat CBF orang dewasa kira kira 45-55 cc/100g
otak/menit sedangkan pada anak anak sebesar 105 cc/100 gram otak/menit.
Total blood flow ke otak yang beratnya lebih kurang 1500 g kira kira 750
cc/menit. Semakin tua semakin rendah CBF.
Bila CBF menurun <20cc/100g otak permenit akan terjadi ischemic EEG, bila
diantara 18-23 maka otak tidak berfungsi namun sewaktu-waktu perfusi meningkat
akan aktif lagi disebut Penlucida tetapi bila CBF< 18 akan terjadi infark apabila
perfusi tidak bisa ditingkatkan sampai batas waktunya maka disebut Penumbra,
semakin rendah CBF semakin singkat toleransi waktunya.
Dalam keadaan tanpa hipotensi tekanan darah arterial pengaruhnya sedikit saja
pada CBF, malahan penurunan tekanan sampai 60-70 mmHg tak mempengaruhi CBF.
Hal ini disebabkan adanya autoregulasi cerebral yang mekanismenya hingga saat ini
masih belum jelas. Begitupun Bayliss (1902) mengemukakan bahwa adanya pengaruh
langsung tekanan pada otot-otot polos cerebrovaskular sedangkan Lassen (1959)
berpendapat bahwa PCO2 dalam brain tissue sebagai faktor pengaturnya. Yang
dimaksud dengan autoregulasi cerebral ialah kemampuan otak mempertahankan CBF
dalam batas-batas normal dalam menghadapi tekanan perfusi cerebral (CPP) yang
berubah.
Tekanan perfusi cerebral adalah selisih tekanan arteri rata-rata (saat masuk dan
tekanan vena rata-rata (saat keluar) pada sinus sagitalis lymph/cerebral venous
junction. Secara praktis CPP adalah selisih tekanan arteri rata rata/mean arterial
pressure (MAP) dan tekanan intracranial rata rata/Intracranial Pressure (ICP) yang
diukur setinggi foramen monroe.
CBF = CPP / CVR CPP = MAP - ICP
MAP - ICP
CBF = ---------------
CVR
Karena CPP = MAP - ICP maka CPP akan menurun bila MAP turun atau ICP
naik. CPP normal antara 80-90 mmHg. Bila CPP turun50 mmHg terlihat EEG
melambat, bila CPP < 40 mmHg maka EEG mendatar terjadi iskemia yang reversibel
8
atau irreversibel tetapi bila CPP< 20 mmHg akan timbul iskemia cerebral yang
irreversibel. Biasanya autoregulasi akan dapat mempertahankan CBF selama MAP
antara 50-150 mmHg. Artinya bila MAP turun oleh kontraksi otot-otot polos dinding
serebrovaskular sebagai respons adanya perubahan tekanan intra mural akan terjadi
vaso serebral dilatasi sebaliknya bila MAP naik akan terjadi vasocerebral konstriksi
selama MAP antara 50-150 mmHg.
Bila MAP turun dibawah 50mmHg walau dilatasi maksimal CBF akan
mengikuti CPP secara pasif sehingga terjadi iskemia otak. Dan sebaliknya bila MAP
diatas 150mmHg maka biarpun kontriksi maksimal akan dirusak sehingga CBF akan
naik dengan tiba tiba dapat merusak blood brain barrier (BBB) dan terjadi odema
otak bahkan perdarahan otak.
Beberapa keadaan merubah atau menghilangkan autoregulasi ini misal
hipertensi kronis dapat merubah batas atas autoregulasi bergeser kekanan sehingga
sudah terjadi iskemia pada tekanan darah yang dianggap normal pada orang normal.
Iskemia serebral,infarct, trauma kepala, hipoksia, hiperkarbia berat, obat
anestesia inhalasi bisa menghilangkan autoregulasi otak.
Bila autoregulasi otak hilang maka CBF tergantung pada tekanan darah
sehingga penurunan CPP akan menurunkan CBF.1-3
FISIOLOGI CAIRAN SEREBROSPINAL
Sebagian besar CSF diproduksi oleh pleksus choroidalis dari ventrikulus
lateralis, sisanya dihasilkan oleh jaringan otak, dialirkan langsung ke rongga
subarachnoid, diabsorpsi lewat vili arachnoid di dalam sinus sagitalis.
Pengikatan/penghilangan pleksus choroidalis akan menurunkan CSF 60%.
Produksi CSF 0,3–0,5 cc/menit (450-500 cc/hari). Karena hanya ada volume 150cc
CSF di otak dewasa, jadi ada 3 kali penggantian CSF selama sehari. Produksi CSF
bersifat konstan dan tidak tergantung tekanan.
Variasi pada TIK tidak mempengaruhi laju produksi CSF. Absorpsi CSF
secara langsung dipengaruhi oleh kenaikan TIK. Tempat utama penyerapan CSF yaitu
vili arachnoidalis (merupakan suatu katub yang diatur oleh tekanan).
Bila fungsi katub rusak/jika tekanan sinus vena meningkat, maka absorpsi
CSF menurun, maka terjadilah peningkatan CSF. Obstruksi terutama terjadi di
aquaductus Sylvii dan cisterna basalis. Kalau aliran CSF tersumbat maka terjadi
9
10 Referat Anestesi
hidrocephalus tipe obstruktif.3,4
TEKANAN INTRAKRANIAL
Peningkatan tekanan intrakranial atau TIK (intracranial pressure, ICP)
didefinisikan sebagai peningkatan tekanan dalam rongga kranialis.
Ruang intrakranial ditempati oleh jaringan otak, darah, dan cairan
serebrospinal. Setiap bagian menempati suatu volume tertentu yang menghasilkan
suatu tekanan intrakranial normal sebesar 50 sampai 200 mmH2O atau 4 sampai 15
mmHg. Dalam keadaan normal, tekanan intrakranial dipengaruhi oleh aktivitas
sehari-hari dan dapat meningkat sementara waktu sampai tingkat yang jauh lebih
tinggi dari pada normal. Beberapa aktivitas tersebut adalah pernapasan abdominal
dalam, batuk, dan mengedan atau valsalva maneuver. Kenaikan sementara TIK tidak
menimbulkan kesukaran, tetapi kenaikan tekanan yang menetap mengakibatkan
rusaknya kehidupan jaringan otak.
Table 1. ICP
Ruang intrakranial adalah suatu ruangan kaku yang terisi penuh sesuai
kapasitasnya dengan unsure yang tidak dapat ditekan: otak (1400 g), cairan
serebrospinal (sekitar 75 ml), dan darah (sekitar 75 ml). Peningkatan volume pada
salah satu dari ketiga unsur utama ini mengakibatkan desakan ruang yang ditempati
oleh unsure lainnya dan menaikan tekanan intracranial. Hipotesis Monro-Kellie
memberikan suatu contoh konsep pemahaman peningkatan TIK. Teori ini menyatakan
bahwa tulang tengkorak tidak dapat meluas sehingga bila salah satu dari ketiga
ruangannya meluas, dua ruang lainnya harus mengkompensasi dengan mengurangi
volumenya (apabila TIK masih konstan). Mekanisme kompensasi intrakranial ini
terbatas, tetapi terhentinya fungsi neural ini dapat menjadi parah bila mekanisme ini
10
gagal. Kompensasi terdiri dari meningkatnya aliran CSF ke dalam kanalis spinalis dan
adaptasi otak terhadap peningkatan tekanan tanpa meningkatkan TIK. Mekanisme
kompensasi yang berpotensi mengakibatkan kematian adalah penurunan aliran darah
ke otak dan pergeseran otak kearah bawah atau horizontal (herniasi) bila TIK makin
meningkat. Dua mekanisme terakhir dapat berakibat langsung pada fungsi syaraf.
Apabila peningkatan TIK berat dan menetap, mekanisme kompensasi tidak efektif
dan peningkatan tekanan dapat menyebabkan kematian neuronal.
Tumor otak, cedera otak, edema otak, dan obstruksi aliran darah CSF berperan
dalam peningkatan TIK. Edema otak (mungkin penyebab tersering peningkatan TIK)
disebabkan oleh banyak hal (termasuk peningkatan cairan intrasel, hipoksia, iskemia
otak, meningitis, dan cedera). Pada dasarnya efeknya sama tanpa melihat faktor
penyebabnya.
TIK pada umumnya meningkat secara bertahap. Setelah cedera kepala, edema
terjadi dalam 36 hingga 48 jam hingga mencapai maksimum. Peningkatan TIK hingga
33 mmHg (450 mmH2O) menurunkan secara bermakna aliran darah ke otak (cerebral
blood flow, CBF). Iskemia yang terjadi merangsang pusat vasomotor, dan tekanan
darah sistemik meningkat. Rangsangan pada pusat inhibisi jantung mengakibatkan
bradikardia dan pernapasan menjadi lebih lambat. Mekanisme kompensasi ini dikenal
sebagai reflek cushing, membantu mempertahankan aliran darah otak. (akan tetapi,
menurunnya pernapasan mengakibatkan retensi CO2 dan mengakibatkan vasodilatasi
otak yang membantu menaikan tekanan intrakranial). Tekanan darah sistemik akan
terus meningkat sebanding dengan peningkatan TIK, walaupun akhirnya dicapai suatu
titik ketika TIK melebihi tekanan arteria dan sirkulasi otak berhenti yang
mengakibatkan kematian otak. Pada umumnya, kejadian ini didahului oleh tekanan
darah arteria yang cepat menurun. Siklus defisit neurologik progresif yang menyertai
kontusio dan edema otak (atau setiap lesi massa intrakranial yang membesar).4
Gambaran Klinis Peningkatan TIK
Trias edema papil, nyeri kepala, dan muntah. Ketiga hal ini hanya dijumpai
pada 2/3 penderita, sedang sisanya hanya memiliki 2 gejala. Edema papil tidak
dijumpai pada usia ekstrim sangat muda atau sangat tua.
Nyeri kepala sifatnya tumpul dan tidak terlalu parah dan diperberat oleh
kegiatan yang meninggikan TIK. Terjadi pada pagi hari. Muntah merupakan gejala
yang timbul lambat kecuali pada anak-anak dengan tumor sekitar pusat saraf vagus.
11
12 Referat Anestesi
Juga terjadi saat bangun tidur pagi.
Gejala lain yang khas adalah bradikardia, hipertensi, dan gangguan respirasi.
Gangguan kesadaran dinilai dengan GCS.4
BAB II
JUGULAR VENOUS BULB SATURATION
Anatomi Vena Jugularis
12
Vena jugularis interna keluar dari rongga cranium dan berjalan di dalam
selubung carotis di balik M.sternokleidomastoideus, posterolateral dari arteri karotis.
Bulbus vena jugularis adalah bagaian dari vena jugularis interna yang berdilatasi yang
berada tepat di bawah dasar basis cranium. Dan ini adalah lokasi tempat pengambilan
sampel darah untuk pemerikaan saturasi vena jugularis/ jugular venous bulb
saturation (SjVO2).5,6
Figure 1. The jugular bulb is the dilated portion of the jugular vein just below the base of the skull that
contains blood with little extracerebral contamination. Analysis may be performed by intermittent
blood sampling via standard intravascular catheters, continuous oxyhemoglobin saturation monitoring
via fiberoptic oximetry catheters, or semicontinuous jugular PO2 monitoring via fiberoptic probes
placed retrograde via the internal jugular vein in the jugular bulb. (Atlas of Anesthesia, Vol. III)
Meskipun darah dari bulbus jugular berasal dari kedua hemisphere otak
(sekitar 70% berasal dari ipsilateral dan 30% kontralateral), secara umum disepakati
bahwa pada kebanyakan pasien drainase vena yang paling dominan adalah sisi
sebelah kanan.5,6
13
14 Referat Anestesi
Pada pasien yang mengalami cedera kepala bilateral kateter vena biasanya
ditempatkan pada vena jugular dengan drainase paling dominan yaitu sebelah kanan.
Masih terdapat hal kontroversial pada keadaan cedera yang fokal yaitu mengenai
penempatan kateter vena jugular pada daerah ipsilateral dengan lokasi cedera atau
pada sisi yang dominan. Stochetti dkk menemukan pada 32 pasien cedera kepala
terdapat perbedaan saturasi vena jugular dengan hasil 15 orang memiliki perbedaan
>15% dan hanya 8 orang yang perbedaannya < dari 5%. Beards dkk juga
menunjukkan bahwa pada 65% pasien dengan cedera kepala terdapat perbedaan
kedua sturasi vena jugular yang konsisten sebesar >10%.7-9
Sisi yang dominan juga dapat ditentukan oleh perbandingan tekanan
intracranial yang terjadi ketika dilakukan penekanan manual vena jugular interna. Hal
ini dipantau dengan menggunakan CT scan untuk melihat foramen jugular mana yang
paling membesar atau dengan menggunakan ultrasonografi untuk melihat ukuran vena
jugular yang paling membesar. Diasumsikan bahwa vena jugular yang paling
membesar atau foramen jugular yang paling membesar adalah merupakan drainase
yang paling dominan dan mengaambarkan kondisi global dari SSP.5,6
Fisiologi dari SjVO2
Kadar oksigen di vena jugular merupakan parameter oksigenisasi dari otak.
Pada prinsipnya ketika kebutuhan oksigen otak meningkat (peningkatan fungsi,
kejang, dll) maka otak akan mengekstraksi oksigen dengan jumlah yang lebih banyak.
Sehingga akan mengakibatkan penurunan kadar oksigen di vena jugular. Selain itu
bila aliran darah ke otak/ cerebral blood flow (CBF) menurun, otak akan
mengekstraksi oksigen lebih banyak sebagai kompensasinya. Tetapi pada suatu titik
otak tidak akan dapat mengkompensasi lagi (dengan ekstraksi oksigen) akibat
penurunan CBF berlanjut. Sehingga akan terjadi metabolisme anaerob dengan laktat
sebagai hasil produk metabolisme. Bila terjadi peningkatan kebutuhan oksigen lebih
lanjut dan SSP tidak mampu mengkompensasi lagi maka oksigen di vena jugularis
akan meningkat.5,6
14
Figure 2. Physiology of jugular venous oxygenation. Clinical measurements of SjVO2 reflect the
balance of oxygen supply and consumption of the brain. Factors affecting SjVO2 include CBF, cerebral
oxygen consumption, arterial oxygen content, and hemoglobin concentration. DO2 = delivery of
oxygen, CBF = cerebral blood flow, CaO2 = arterial oxygen content, CMRO2 = cerebral metabolic
rate of oxygen, CjVO2 = jugular venous oxygen content, Hgb = hemoglobin, SjVO2 = jugular venous
oxygen saturation. (Atlas of Anesthesia, Vol III)
Transportasi dari oksigen serebral (cerebral oxygen delivery/DO2)
dideskripsikan melalui persamaan sebagai berikut:
DO2 = CBF x CaO2
CaO2 merupakan kandungan oksigen dari arteri. Dan konsumsi dari oksigen
serebral (CMRO2) dideskripsikan melalui persamaan berikut:
CMRO2 = CBF x (CaO2 – CjvO2)
Perbedaan atau selisih antara kandungan oksigen arteri dengan vena jugular
(CaO2 – CjvO2) diekspresikan dengan AjvDO2. Lalu persamaan diatas dapat dirubah
menjadi:
AjvO2 = CMRO2/CBF
Secara normal kadar dari AjvDO2 berkisar antara 4-8 ml O2/100 ml darah. Bila
kebutuhan oksigen (CMRO2) tetap maka perubahan AjvO2 akan berkaitan dengan
perubahan CBF. Pada saat AjvO2 <4 ml/100 ml maka dapat diasumsikan bahwa
terjadi peningkatan pengiriman O2 (CBF↗) dimana kebutuhan oksigen (CMRO2)
15
16 Referat Anestesi
tetap (luxuriant). Pada keadaan lain bila AjvO2 >8 ml/100 ml, hal ini menunjukkan
kebutuhan (CMRO2) melebihi dari suplai oksigen yang diberikan (CBFO2).6,10,11
Bila CMRO2 meningkat tanpa disertai peningkatan CBF maka SSP akan
mengekstraksi lebih banyak oksigen dari dalam darah dan akan terjadi penurunan
kadar oksigen vena jugular atau dengan kata lain terjadi pelebaran nilai AjvO2.
Kandungan oksigen vena jugular yang dilambangkan dengan saturasi vena jugular
(SjVO2) memiliki nilai normal 55-75% lebih rendah dari saturasi vena sentral.6,10,11
Pada keadaan tetap hemoglobin saturasi oksigen arteri 100%. Kandungan
oksigen dalam pembuluh darah akan mendekati keadaan fisiologis. SjVO2 berkorelasi
dengan AjvO2. SjVO2 yang merupakan alat pengukuran global dari oksigenasi SSP
memiliki spesifitas yang tinggi tetapi sensitifitas yang rendah terhadap kejadian
iskemia. Normal saturasi SjVO2 tidak akan menghilangkan kemungkinan kejadian
iskemia yang bersifat fokal tetapi saturasi SjVO2 yang rendah menunjukkan aliran
darah SSP yang rendah. Bila saturasi SjVO2 mengalami penurunan <50 % maka
tatalaksana diarahkan pada peningkatan suplai oksigen ke serebral.6,10,11
Table 2. Summary of Data Suggesting a Correlation Between a Threshold Jugular Venous Oxygen
Value and Neurologic Change.
16
Figure 3. A strategy for management of low jugular venous oxygen saturation. SjVO2 = jugular venous
oxygen saturation, R/O = rule out, SaO2 = arterial oxygen saturation, CBF = cerebral blood flow,
PaCO2 = arterial partial pressure carbon dioxide, AjvDO2 = the difference in oxygen content between
simultaneously drawn samples of arterial and jugular venous blood. (Atlas of Anesthesia, Vol III)
Nilai SjVO2 berkorelasi erat dengan AjvO2. Maka pada intinya interpretasi dari
SjVO2 adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan nilai SjVO2. Bila nilainya >90% maka hal ini mengindikasikan
terjadinya hiperemia absolut atau relatif. Hal ini dapat terjadi pada keadan
mati batang otak dan koma atau pada keadaan hiperkapni akibat aliran darah
yang berlebihan ke kepala. Pasien dengan pintasan arteri vena pada kelainan
pembentukan arteri-vena atau pada kontaminasi darah dari eksrakranial akibat
penarikan sampel darah yang terlalu cepat juga dapat mengakibatkan
ppeningkatan nilai SjVO2.
17
18 Referat Anestesi
2. Nilai normal SjVO2 (50-80%). Hal ini menunjukkan keseimbangan antara
kebutuhan dan transportasi oksigen ke otak. Tetapi hal ini tidak menyigkirkan
kemungkinan terjadinya iskemia fokal karena vena jugular dilewati oleh darah
yang berasal dari seluruh bagian otak.
3. Penurunan nilai SjVO2. SjVO2 sangat sensitif terhadap kejadian iskemia
yang bersifat global. Bila nilainya < dari 50%, menunjukkan terjadinya
peningkatan O2 dan berimplikasi terhadap potensi resiko iskemia. Hal ini
dapat terjadi pada peningkatan kebutuhan metabolisme seperti pada kejang
dan demam yang tidak dapat diimbangi dengan peningkatan aliran darah ke
otak. Aliran darah yang turun tiba-tiba serta penurunan kadar hemoglobin juga
dapat berakibat pada penurunan SjVO2. Tetapi pada keadaan iskemia yang
lebih lanjut (terjadi infark) kebuthan oksigen akan menurun dan nilai SjVO2
akan kembali ke arah normal.5,6
Faktor yang mempengaruhi SjVO2
Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi CMRO2 dan penghantaran oksigen
seperti yang tertera pada gambar berikut. Penurunan CBF dapat terjadi pada trauma
kepala, tromboembolisme, hipertensi itrakranial, hipotensi, hiperventilasi dan
vasospasme. Bila CMRO2 tetap konstan atau meningkat pada keadaan seperti diatas
maka nilai SjVO2 akan menurun. Kedaan hipoksia arteri dan CMRO2 yang meningkat
seperti pada keadaan demam, kejang juga akan berakibat pada desaturasi dari
SjVO2.6,9,11
Manfaat klinis dari pengukuran SjVO2
Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa pengukuran saturasi vena yang
berasal dari otak (vena juglar interna) memberikan petunjuk transport dan penggunaan
oksigen dari otak. Lebih lanjut lagi indikasi pemeriksaan SjVO2 adalah untuk pasien
dengan cedera kepala yang akan menjalani prosedur pembedahan dan pada pasien
dengna operasi kardiovaskuler.
18
1. Cedera kepala
Monitoring SjVO2 memberikan diagnosis awal dari iskemia sebagai hasil dari
intrakranial atau penyebab sitemik. Selanjutnya, monitoring SjVO2 dapat berguna
sebagai panduan untuk mengoptimalkan terapi hiperventilasi, memandu manajemen
cairan dan oksigenisasi, mengoptimalkan tekanan perfusi, dan mendeteksi arterial-
venous fistulas.11,12
Table 3. Limitations of Jugular Venous Oximetry.
Jika digunakan dengan transkranial Doppler monitor, SjVO2 dapat membantu
untuk memahami perbedaan antara hiperemia dan vasospasme. Dengan kecepatan
aliran tinggi yang terdeteksi oleh transcranial Doppler, SjVO2 meningkat selama
hiperemia dan normal atau rendah jika terdapat serebral vasospasme. 11,12
Barbiturate-induced cerebral metabolic suppresion dan induced
hyperventilation adalah contoh dari dua terapi untuk cedera kepala yang dapat di
pandu oleh SjVO2 monitoring. Cruz menemukan sekelompok pasien cedera kepala
yang merespons terhadap pentobarbital dengan pengurangan SjVO2. Hipotesanya
adalah efek vasokonstriktor dari barbiturat menyebabkan peningkatan resistansi
19
20 Referat Anestesi
serebrovaskular dan hipoksia oligemik serebral pada kelompok pasien tersebut
diatas.11,12
Figure 4. Jugular venous oxygen saturation (%). Many factors alter the relationship between cerebral
oxygen consumption (CMRO2) and supply. Simplistically, when cerebral oxygen demand exceeds
supply, the brain extracts oxygen from hemoglobin, resulting in a decreased oxygen saturation of the
blood in the jugular bulb. Although somewhat arbitrary, a jugular venous oxygen saturation <50% is
considered low, and therapy directed at improving cerebral oxygen supply or decreasing demand
should be instituted. ICP = intracranial pressure, PaCO2 = arterial partial pressure carbon dioxide,
CMRO2 = cerebral metabolic rate of oxygen, CBF = cerebral blood flow, O 2 = oxygen. (Atlas of
Anesthesia, Vol III)
2. Operasi kardiovaskuler
Neurologic dysfunction adalah hal biasa setalah cardiac surgery dengan
cardiopulmonary bypass dan disebabkan pada efek yang lebih parah dari
nonphysiologic modes dari perfusion. Periode kritis tertentu terkait rewarming setelah
hypothermic cardiopulmonary bypass. Rewarming tersebut berhubungan dengan
seringnya desaturasi SjVO2 yang diasosiasikan dengan kenaikan defisit postoperative
20
neurocognitive. Telah diketahui sebelumnya bahwa SjVO2 monitoring memiliki
peranan dalam cerebral monitoring selama cardiac surgery dewasa dan pediatric.
Aplikasi potensial dari SjVO2 monitoring selama neurosurgery telah dipelajari
oleh Matta et al. Mereka mendemonstrasikan bahwa SjVO2 catheter dapat dipasang
secepatnya dan mendeteksi episode kritis yang terjadi berulang kali dari desaturasi
SjVO2 yang mana biasanya tidak tertangani. Selama operasi intracranial aneurysm,
SjVO2 monitoring telah digunakan hingga saat ini untuk menentukan tekanan darah
minimal yang seharusnya dijaga guna menghindari hipoperfusi.13
KESIMPULAN
1. Saturasi vena jugular interna (SjVO2) merupakan pemantauan oksigenisasi
otak dengan cara memantau kandungan oksigen yang digunakan untuk
keperluan metabolisme otak.
2. AjvO2 yang merupakan selisih dari kandungan oksigen arteri dan vena
jugularis interna menggambarkan penggunaan oksigen oleh otak.
3. AjvO2 dan SjVO2 memiliki korelasi yang erat. Bila nilai AjvO2 menyempit
maka nilai SjVO2 akan tinggi dan sebaliknya jika nilai AjvO2 melebar maka
nilai SjVO2 akan turun.
4. Pengambilan sampel darah untuk penilaian SjVO2 adalah pada vena jugularis
interna kanan dimana vena ini merupakan vena tempat drainase yang paling
optimal yang berasal dari otak atau bila satu sisi saja yang mengalami
gangguan karana cedera kepala maka darah diambil dari sisi yang sama
dengan lesi cedera kepala yang terbesar
5. Nilai SjVO2 spesifik untuk cedera dengan iskemia global dan tidak spesifik
untuk cedera kepala yang fokal
6. Manfaat dari penilaian SjVO2 adalah sebagai alat bantu pemantauan kondisi
otak berdasarkan metabolisme otak yang sebanding dengan penggunaan
oksigen oleh otak.
7. Prosedur seperti operasi cedera kepala atau operasi kardiovaskuler
memerlukan pemantauan SjVO2 karena prosedur ini mempengaruhi aliran
darah dan oksigenisasi ke otak (vasokonstriksi karena obat dan hiperventilasi,
penjepitan arteri, dan lain-lain).
21
22 Referat Anestesi
DAFTAR PUSTAKA
1. Doberstain C, Martin NA. Cerbral Blood Flow in Clinical Neurosurgery. In:
Youmans Neurological Surgery. 4th ed. Philadelphia: WB Saunders; 1996. p.519-561.
2. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktik Anestesiologi. 2nd ed. Jakarta:
Bagian Anestesiologi FKUI; 2010.
3. Strong A, Pollay M. Cerebral Blood Flow. In: The Practice of Neurosurgery. 1 st ed.
Williams & Wilkins Baltimore; 1996. p.13-21.
4. Bayhaki. Valsava Manuver dan Peningkatan TIK. 2006.
5. Cole DJ, Schell RM. Cerebral Monitoring: Jugular Venous Oxymetri. Anesth Analg
2000; 90:559-66.
6. Gupta AK, Summors A. Notes in Neuroanesthesia and Critical Care. London:
Greenwich Medical Media Ltd; 2001.
7. Beards SC, Yule S, Kassner A, Jackson A. Anatomical variation of cerebral venous
drainage: the theoretical effect on jugular bulb blood samples. Anaesthesia
1998;53:627–33.
8. Stochetti N, Paparella A, Bridelli F, et al. Cerebral venous oxygen saturation studied
with bilateral samples in the internal jugular veins. Neurosurgery 1994;34:38–44.
9. Munden J. Neurologic and Sensory Care. In: Best Practice: Evidence Bace Nursing
Procedure. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2007. p 376-377.
10. Lam AM, Kincaid MS. Neurophisiologic Monitoring. In: Newfield P, Cottrell J,
penyunting. Handbook of neuroanesthesia.Edisi ke 4. Philadelphia: Lippincott
williams &wilkins; 2007. p.51-52.
11. Gupta AK, Hutchinson PJ, Al-Rawi P, et al. Measuring brain tissue oxygenation
compared with jugular venous oxygen saturation for monitoring cerebral oxygenation
after traumatic brain injury. Anesth Analg 1999;88:549–53.
12. Fortune JB, Feustel PJ, Weigle CGM, et al. Continuous measurement of jugular
venous oxygen saturation in response to transient elevations of blood pressure in
head-injured patients. J Neurosurg 1994;80:461–8.
13. Schell RM, Kern FH, Reves JG. The role of continuous jugular venous saturation
monitoring during cardiac surgery with cardiopulmonary bypass. Anesth Analg
1992;74:627–9.
22