referat alopecia
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rambut
Rambut merupakan salah satu adneksa kulit yang terdapat pada
seluruh tubuh kecuali telapak tangan, telapak kaki, kuku, dan bibir. Jenis
rambut pada manusia pada garis besarnya dapat digolongkan menjadi dua
jenis, yaitu:
1. Rambut Terminal
Rambut kasar yang mengandung banyak pigmen. Terdapat di kepala,
alis, bulu mata, ketiak, dan genitalia eksterna.
2. Rambut Velus
Rambut halus yang sedikit mengandung pigmen, terdapat hampir di
seluruh tubuh.
Mulai dari sebelah luar, penampang rambut dapat dibagi atas:
1. Kutikula
Terdiri atas lapisan keratin yang berguna untuk perlindungan
terhadap kekeringan dan pengaruh lain dari luar.
2. Korteks
Terdiri atas serabut polipeptida yang memanjang dan saling
berdekatan. Lapisan ini yang mengandung pigmen.
3. Medula
Terdiri atas 3-4 lapis sel kubus yang berisi keratohialin, badan lemak,
dan rongga udara. Rambut velus tidak mempunyai medula.
2.2Siklus Aktivitas Folikel Rambut
Sejak pertama kali terbentuk folikel rambut mengalami siklus
pertumbuha yang berulang. Folikel rambut tersebut tidak aktif secara
terus-menerus tetapi bergantian mengalami masa istirahat. Fae
pertumbuhan dan fase istirahat bergantian berdasarkan umur dan regio
tempat rambut tersebut tumbuh dan juga dipengaruhi faktor fisiologis
maupun patologis.
Siklus pertumbuhan rambut normal adalah sebagai berikut :
1. Masa Anagen
Sel-sel matriks melalui mitosis membentuk sel-sel baru
mendorong sel-sel yang lebih tua ke atas. Aktivitas ini lamanya
antara 2-6 tahun.
2. Masa Katagen
Masa peralihan yang didahului oleh penebalan jaringan ikat di
sekitar folikel rambut. Bagian tengah akar rambut menyempit dan
di bagian bawahnya melebar dan mengalami pertandukan
sehingga terbentuk gada (club). Masa peralihan ini berlangsung 2-
3 minggu.
3. Masa Telogen
Merupakan masa istirahat yang dimulai dengan memendekna sel
epitel dan berbentuktunas kecil yang membuat rambut baru
sehingga rambut gada akan terdorong keluar.
Faktor-fator yang mempengaruhi pertumbuhan rambut:
1. Hormon
Hormon yang berperan adalah androgen, estrogen, tiroksin, dan
kortikosteroid. Masa pertumbuhan rambut 35mm/hari, lebih cepat
pada wanita. Hormon androgen dapat mempercepat pertumbuhan
dan menebalkan rambut di daerah janggut. Pada wanita aktivitas
hormon androgen akan menyebabkan hirsutisme, sebaliknya hormon
estrogen dapat memperlambat pertumbuhan
2. Metabolisme
3. Nutrisi
Malnutrisi berpengarh pada pertumbuhan rambut terutama
malnutrisi protein dan kalori. Pada keadaan ini rambut menjadi
kering dan suram. Adanya kehilangan pigmen setempat sehingga
rambut tampak berbaai warna. Kekurangan itamin B12, asam folat,
dan zat besi juga dapat menyebabkan kerontokan rambut.
4. Vaskularisasi
2.2 Alopesia
Alopesia berarti kehilangan rambut dari tubuh.
Berikut ada beberapa tipe alopesia:
1. Alopesia Universalis
Kebotakan yang mengenai seluruh rambut yang ada pada tubuh.
2. Alopesia Totalis
Kebotakan yang mengenai seluruh rambut kepala.
3. Alopesia Areata
Kebotakan yang terjadi setempat-setempat dan berbatas tegas,
umumnya terdapat pada kulit kepala, tetapi dapat juga mengenai
daerah berambut lainnya.
2.3Definisi Alopesia Areata
Alopesia areata adalah peradangan yang bersifat kronis dan
berulang, yang melibatkan folikel rambut, yang ditandai oleh timbulnya
satu atau lebih bercak kerontokan rambut pada skalp dan atau kulit yang
berambut terminal lainnya. Lesi pada umumnya bulat atau lonjong dengan
batas tegas, permukaannya licin tanpa adanya tanda – tanda atropi,
skuamasi maupun sikatriks.
2.4 Etiologi
Etiologinya belum diketahui. Seringkali dihubungkan dengan
penyakit autoimun. Sering dihubungkan juga dengan infeksi fokal,
kelainan endokrin, dan stress emosional. Sebagian penderita menunjukkan
keadaan neurotik dan trauma psikis. 10-20% penderita alopesia areata
mempunyai riwayat alopesia areata dalam keluarganya.
2.5 Epidemiologi
Di Amerika Serikat prevalensi pada populasi umum adalah 0.1-
0.2%. Insidensi dan prevalensi alopesia areata tidak diketahui.
Diperkirakan bahwa 1,7% dari penduduk akan mengalami episode
alopesia areata selama hidupnya.
Tidak ada peningkatan prevalensi alopesia areata pada kelompok
etnis tertentu. Data mengenai rasio jenis kelamin untuk alopesia areata
sedikit berbeda dalam beberapa literatur. Dalam satu studi, pada 736
pasien, rasio laki-laki : perempuan dilaporkan 1 : 1.
Alopesia areata dapat terjadi pada semua usia mulai dari lahir
sampai akhir dekade kehidupan. Kasus kongenital telah dilaporkan.
Puncak insidensi tampaknya terjadi pada dewasa muda, yaitu pada usia
15-29 tahun. Sebanyak 44% orang dengan alopesia areata telah mulai
terlihat pada usia kurang dari 20 tahun dan kurang dari 30% orang dengan
alopesia areata terlihat pada usia lebih dari 40 tahun.
2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Pada alopesia areata masa fase telogen menjadi lebih pendek dan
diganti dengan pertumbuhan rambut anagen yang distrofik. Berbagai
factor dianggap mempengaruhi terjadinya kelainan ini antara lain:
1. Genetik
Pentingnya faktor genetik pada alopesia areata ditandai oleh tingginya
frekuensi pada individu dengan keluarga yang mempunyai riwayat
alopesia areata. Dilaporkan, kasus ini berkisar dari 10% sampai 20%
kasus, tetapi kasus-kasus ringan sering diabaikan atau tersembunyi
dari jumlah yang sebenarnya lebih besar. Sekitar 6% dari anak dengan
riwayat keluarga alopesia areata akan beresiko terkena alopesia areata
selama masa hidupnya. Beberapa penelitian telah menunjukkan
hubungan antara alopesia areata dan MHC kelas II antigen HLA-DR4,
DR11 (DR5) dan DQ3. Sebelumnya studi menggunakan serologi
typing menyarankan bahwa DR4 dan DR5 dikaitkan dengan bentuk
yang parah dari alopesia areata. Pada studi tersebut ditemukan
peningkatan luas antigen DQ3 pada semua pasien, hal ini
menunjukkan sebagai faktor kerentanan. Pada studi lain yakni studi
tentang asosiasi HLA dan hubungan alopesia areata, dilaporkan ada
hubungan antara alel dari HLA-DQB1, * 0302 * 0601, * 0603 dan
HLA-DR4, DR6 menggunakan Transmissions Disequilibrium Test.
2. Imunologi
Banyak bukti yang mendukung hipotesis bahwa alopesia areata
adalah kondisi autoimun. Proses ini diperantarai sel T, antibodi yang
ditemukan pada struktur folikel rambut dimana frekuensinya
meningkat pada pasien alopesia areata dibandingkan dengan subyek
kontrol. Dengan menggunakan immunofluorescence, antibodi pada
akar rambut pada fase anagen ditemukan sebanyak 90% dari pasien
dengan alopesia areata dibandingkan dengan subyek kontrol sebanyak
37%. Respon autoantibodi adalah target beberapa struktur folikel
rambut pada fase anagen. Selubung akar luar adalah struktur yang
paling sering, diikuti oleh selubung akar dalam, matriks, dan batang
rambut. Apakah antibodi ini memainkan peran langsung dalam
patogenesis tidak diketahui dengan pasti. Temuan biopsi dari lesi
alopesia areata menunjukkan limfositik perifollicular di sekitar folikel
rambut pada fase anagen. Infiltrat ini terdiri dari sel T-helper dan pada
tingkat lebih rendah, sel T-supresor. CD4 + dan CD8 + limfosit
mungkin memainkan peran penting karena menipisnya hasil subtipe
T-sel dalam pertumbuhan kembali yang lengkap atau sebagian
rambut.
Pada alopesia areata kelainan pada respon imunitas humoral tidak
terlalu menonjol. Nilai immunoglobulin (Ig) pada umumnya normal
walaupun ada yang menjumpai sedikit di bawah normal. Pemeriksaan
imunoflueoresensi langsung pada lesi-lesi skalp yang dilakukan oleh
Bystrin dkk (1979) menunjukkan endapan C3 dan kadang-kadang IgG
dan IgM sepanjang zona membran basalis folikel rambut pada 92%
kasus alopesia areata. Peneliti lain menjumpai endapan-endapan IgC,
IgM dan C3 baik di zona membran basalis maupun di ruang
interselular sarung akar dalam. Data-data di atas menunjang peranan
faktor imun di dalam patogenesis alopesia areata. Autoantibodi
terhadap organ spesifik di dalam sirkulasi, dijumpai meningkat
frekuensinya pada 5 – 25% penderita alopesia areata. Antibodi-
antibodi tersebut adalah terhadap tiroid, sel parietal gaster dan otot
polos serta antinuklear. Tetapi beberapa penulis tidak dapat
membuktikan hubungan antara alopesia areata dengan autoantibodi
organ spesifik. Alopesia areata kadang-kadang dikaitkan dengan
kondisi autoimun lain seperti gangguan alergi, penyakit tiroid, vitiligo,
lupus, rheumatoid arthritis, dan kolitis ulseratif.
3. Faktor lain
Pemikiran bahwa alopesia areata disebabkan oleh infeksi, baik
langsung atau sebagai akibat dari fokus infeksi, memiliki sejarah yang
panjang dan masih tidak dapat disingkirkan. Laporan sporadis
menghubungkan alopesia areata dengan agen infektif masih terus
muncul. Skinner et al. melaporkan menemukan mRNA untuk
sitomegalovirus pada lesi alopesia, tapi ini tidak dikonfirmasi dalam
penelitian selanjutnya. Faktor yang paling sering terlibat dalam
memicu alopesia areata adalah stres psikologis, tetapi pada penelitian
masih sulit untuk menentukan hubungan antara stres dan alopesia
areata.
2.7 Klasifikasi
Ikeda (1965), setelah meneliti 1989 kasus, mengemukakan
klasifikasi alopesia areata sebagai berikut :
1. Tipe umum
Meliputi 83% kasus terjadi diantara umur 20 – 40 tahun, dengan
gambaran lesi berupa bercak bercak bulat selama masa perjalanan
penyakit. Penderita yang tidak mempunyai riwayat stigmata atopi
ataupun penyakit endokrin autonomic, lama sakitnya biasanya kurang
dari 3 tahun. Sebanyak 6% dari penderita alopesia areata tipe umum
akan berkembang menjadi alopesia totalis.
2. Tipe atopic
Meliputi 10% kasus, yang umumnya mempunyai stigmata atopi
atau penyakitnya telah berlangsung lebih dari 10 tahun. Tipe ini dapat
menetap atau mengalami rekurensi pada musim-musim tertentu
(perubahan musim). Biasanya dimulai pada masa kanak-kanak dan 75
% akan berkembang menjadi alopesia totalis.
3. Tipe prehipertensif
Meliputi 4% kasus dengan riwayat hipertensi pada penderita
maupun keluarganya. Bentuk lesi biasanya reticular. Biasanya dimulai
pada usia dewasa muda dan 39% akan menjadi alopesia totalis.
4. Tipe kombinasi
Meliputi 5% kasus, pada umur > 40 tahun dengan gambaran lesi-
lesi bulat atau retikular. Penyakit endokrin autonomik yang terdapat
pada penderita antara lain berupa diabetes mellitus dan kelainan tiroid.
Sekitar 10 % akan menjadi alopesia totalis.
2.8 Patogenesis
Kelainan yang terjadi pada alopesia areata dimulai oleh adanya
rangsangan yang menyebabkan folikel rambut setempat memasuki fase
telogen lebih awal sehingga terjadi pemendekan siklus rambut. Proses ini
meluas, sedangkan sebagian rambut menetap di dalam fase telogen.
Rambut yang melanjutkan siklus akan membentuk rambut anagen baru
yang lebih pendek, lebih kurus, terletak lebih superfisial pada middermis
dan berkembang hanya sampai fase anagen IV. Beberapa ciri khas alopesia
areata dapat dijumpai, misalnya berupa batang rambut tidak berpigmen
dengan diameter bervariasi, dan kadang-kadang tumbuh lebih menonjol ke
atas (rambut-rambut pendek yang bagian proksimalnya lebih tipis di
banding bagian distal sehingga mudah dicabut), disebut exclamation mark
hairs atau exclamation point. Hal ini merupakan patognomosis pada
alopesia areata. Bentuk lain berupa rambut kurus, pendek dan berpigmen
yang disebut black dots.
Lesi yang telah lama tidak mengakibatkan pengurangan jumlah
folikel. Folikel anagen terdapat di semua tempat walaupun terjadi
perubahan rasio anagen : telogen.(5) Folikel anagen akan mengecil dengan
sarung akar yang meruncing tetapi tetap terjadi diferensiasi korteks,
walaupun tanpa tanda keratinisasi. Rambut yang tumbuh lagi pada lesi
biasanya di dahului oleh rambut velus yang kurang berpigmen.
2.9 Gejala Klinik
Lesi alopesia areata stadium awal, paling sering ditandai oleh
bercak kebotakan yang bulat atau lonjong, berbatas tegas. Permukaan lesi
tampak halus, licin, tanpa tanda-tanda sikatriks, atrofi maupun skuamasi.
Pada tepi lesi kadang-kadang tampak rambut yang mudah terputus, bila
rambut ini dicabut terlihat bulbus yang atrofi. Sisa rambut tampak seperti
tanda seru (exclamation-mark hairs). Exclamation-mark hairs (rambut
tanda seru) adalah batang rambut yang ke arah pangkal makin halus,
rambut sekitarnya tampak normal.
Pada awalnya gambaran klinis alopesia areata berupa bercak
atipikal, kemudian menjadi bercak berbentuk bulat atau lonjong yang
terbentuk karena rontoknya rambut. Kulit kepala tampak berwarna merah
muda mengkilat, licin dan halus, tanpa tanda-tanda sikatriks, atrofi
maupun skuamasi. Kadang-kadang dapat disertai dengan eritem ringan
dan edema.
Bila lesi telah mengenai seluruh atau hampir seluruh scalp disebut
alopesia totalis. Apabila alopesia totalis ditambah pula dengan alopesia di
bagian badan lain yang dalam keadaan normal berambut terminal disebut
alopesia universalis.
Gambaran klinis spesifik lainnya adalah bentuk ophiasis yang
biasanya terjadi pada anak, berupa kerontokan rambut pada daerah
occipital yang dapat meluas ke anterior dan bilateral 1-2 inci diatas telinga,
dan prognosisnya buruk. Gejala subjektif biasanya pasien mengeluh gatal,
nyeri, rasa terbakar atau parastesi seiring timbulnya lesi. Sedangkan
sisaipho adalah kebotakan rambut bagian samping dan bagian belakang
kepala.
Alopesia areata yang difus memberikan gambaran rambut yang
tipis, sehingga sulit dibedakan dengan telogen effluvium (kerontokan
rambut). Seiring pertumbuhan rambut, rambut yang tumbuh seringkali
berwarna putih atau abu-abu.
Kuku mengalami gangguan pada6.8-49.4% penderita. Kelainan
terbanyak yang ditemukan adalah pitting nail. Kelainan lain berupa
trachyonychia, Beau lines, onychorrhexis, onychomadesis, koilonychia,
leukonychia, red lunulae.
2.10 Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis alopesia areata berdasarkan gambaran inspeksi klinis
atas pola mosaik alopesia atau alopesia yang secara klinis berkembang
progresif dan di dukung adanya trikodistrofi, anagen effluvium, atau
telogen yang luas, dan perubahan pada gambaran histopatologi. Pada
stadium akut ditemukan distrofi rambut anagen yang disertai rambut tanda
seru (exclamation-mark hairs) pada bagian proksimal, sedangkan pada
stadium kronik akan didapatkan peningkatan jumlah rambut telogen.
Perubahan lain meliputi berkurangnya diameter serabut rambut,
miniaturisasi, pigmentasi yang tidak teratur. Tes menarik rambut pada
bagian tepi lesi yang positif menunjukkan keaktifan penyakit
Biopsi pada tempat yang terserang menunjukkan peradangan
limfositik peribulbar pada sekitar folikel anagen atau katagen disertai
meningkatnya eosinofil atau sel mast.
Pada pemeriksaan histopatologi diperoleh gambaran spesifik pada
alopesia areata berupa miniaturisasi struktur rambut, baik pada fase awal
rambut anagen maupun pada rambut telogen yang distrofik. Struktur fase
awal rambut anagen biasanya dominan pada lesi baru, sedangkan struktur
rambut telogen yang distrofik di jumpai pada stadium lanjut. Struktur fase
awal rambut anagen tampak mengecil, bulbusnya terletak hanya sekitar 2
mm di bawah permukaan kulit. Proses keratiniasi rambut tersebut di dalam
folikel berlangsung tidak sempurna. Sarung akar dalam rambut biasanya
tetap ada. Struktur rambut telogen distropik tidak mengandung batang
rambut atau hanya berupa rambut distropik yang kecil. Folikel rambut
akan berpindah ke dermis bagian atas. Kelenjar sebasea dapat tetap normal
atau mengalami atrofi. Terjadi infiltrasi limfosit pada dermis di sekeliling
struktur rambut miniature.Pada kasus kronik jumlah infiltrate peradagan
berkurang, dapat terjadi invasi sel radang ke matriks bulbus dan sarung
akar luar fase awal rambut anagen. Infiltrat peradangan tampak tersusun
longgar menyerupai gambaran sarang lebah.
2.11 Diagnosis Banding
Gambaran klinis alopesia areata yang terbentuk khas, bulat
berbatas tegas, biasanya tidak memberikan kesulitan untuk menegakkan
diagnosisnya. Secara mikroskopis, hal tersebut diperkuat oleh adanya
rambut distropik dan exclamation-mark hairs. Pada keadaan tertentu
gambaran seperti alopesia areata dapat dijumpai pada alopesia
androgenik, sifilis stadium II, lupus eritematous discoid, tinea kapitis,
telogen effluvium atau trikotilomania, sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan penunjang lebih lanjut. Masa awitan alopesia areata yang
cepat dan difus sulit dibedakan secara klinis dari alopesia pasca febris dan
gangguan siklus rambut lainnya, kecuali bila dijumpai rambut distropik.
Sikatriks pada lesi alopesia areata yang kronik dapat pula terjadi oleh
karena berbagai manipulasi sehingga perlu dilakukan pemeriksaan biopsi
kulit.
a. Alopesia androgenic
Sebagian besar kasus rambut rontok adalah karena androgenetic
alopecia (AGA). 50% laki-laki pada usia 50 tahun dan 40% dari
perempuan dengan menopause memiliki beberapa derajat AGA.
Rambut rontok secara bertahap, dengan miniaturisasi folikel rambut
secara genetik diprogram. Penyerapan, metabolisme, dan konversi
testosteron untuk dihidrotestosteron oleh 5 alpha-reductase-meningkat
pada folikel rambut botak. AGA muncul berbeda pada pria
dibandingkan dengan wanita. Pada pria dengan AGA, rambut rontok
terjadi di daerah-temporal fronto dan pada titik kulit kepala, tergantung
pada keparahan. Pada pasien AGA perempuan, itu lebih menyebar dan
berada centroparietally. Frontal garis rambut biasanya utuh pada
wanita.
b. Lupus eritematous discoid
Adalah penyakit kulit kronik yang dapat menyebabkan jaringan parut,
kerontokan rambut dan hiperpigmentasi kulit jika tidak ditatalaksana
dengan segera. Diagnosis biasanya ditegakkan melalui gejala klinis
dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan histopatologi. Perlu dilakukan
tes ANA untuk menyingkirkan diagnosis ini.
c. Tinea kapitis
Adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan jamur
(Dermatophyte), yang ditandai dengan bercak-bercak seperi pulau-
pulau di kulit kepala. Perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopik
dengan pewarnaan KOH untuk menyingkirkan diagnosis ini.
d. Telogen effluvium
Adalah kelainan kulit kepala yang ditandai dengan rambut rontok
besar-besaran sebagai akibat dari masuknya awal rambut ke dalam fase
telogen. Emotional atau stress fisiologis dapat menyebabkan
perubahan normal siklus rambut. Terjadi jika semua rambut masuk ke
dalam fase istirahat secara bersamaan, Biasanya paling sering terjadi
setelah melahirkan atau sakit parah.
e. Trikotilomania
Trikotilomania merupakan alopesia neurosis. Hal ini disebabkan
karena adanya dorongan yang sangat kuat untuk mencabuti rambut
dari kulit kepala, alis atau area lain dari tubuh. Gangguan ini kadang
disebut “kelainan mencabut rambut” dan sering pada gadis yang
mengalami depresi.
2.12 Penatalaksanaan
2.12.1 Penatalaksanaan Umum
Tidak ada terapi kuratif yang tersedia untuk alopesia areata.
Penatalaksanaan untuk aleposia areata ini masih kurang memuaskan.
Dalam kebanyakan kasus, yang paling penting adalah penanganan
pasien secara psikologis baik berupa dukungan dari dokter, keluarga,
maupun kelompok lain. Pasien dengan area alopesia yang luas dapat
disarankan untuk memakai wig. Alis mata juga dapat digambar dengan
menggunakan make-up ataupun ditato untuk memperbaiki kosmetik.
2.12.2 Penatalaksanaan Khusus
1. Glukokortikoid
a. Topikal. Kelompok yang superpoten biasanya memberikan
hasil yang efektif.
b. Injeksi Intralesi. Lesi alopesia yang kecil dapat diobati dengan
menyuntikan triamnicolone acetonide 3-7 mg/mL intralesi,
yang terbukti sangat efektif untuk sementara.
c. Glukokortikoid Sistemik. Dapat merangsang pertumbuhan tapi
kondisi alopesia akan muncul kembali apabila obat dhentikan,
sehingga penderita harus mengkonsumsi obat tersebut dalam
jangka panjang.
2. Siklosporin sistemik
Dapat merangsang pertumbuhan tetapi alopesia areata akan muncul
kembali apabila obat dihentikan.
Terapi yang paling umum termasuk suntikan kortikosteroid, krim
kortikosteroid, minoxidil, Anthralin, imunoterapi topikal, dan fototerapi.
Pilihan satu agen di atas yang lain tergantung pada usia pasien (anak-anak
tidak selalu mentolerir efek samping), tingkat kondisi (lokal atau luas),
dan preferensi pribadi pasien. Untuk pasien yang lebih muda dari 10
tahun, obat yang di pilih termasuk krim kortikosteroid, minoxidil, dan
Anthralin. Untuk orang dewasa dengan keterlibatan kulit kepala kurang
dari 50%, Pilihan pertama biasanya adalah kortikosteroid intralesi, diikuti
dengan krim kortikosteroid, minoxidil, dan Anthralin. Untuk orang dewasa
dengan keterlibatan kulit kepala lebih dari 50%, imunoterapi topikal dan
fototerapi merupakan pilihan tambahan.
Berikut ini adalah algoritma untuk alopesia areata:
2.13 Prognosis
Pertumbuhan kembali rambut secara spontan terjadi dalam 6 bulan
pada 33% kasus alopesia areata, dan dalam 1 tahun pada 50% kasus. Pada
awalnya rambut yang tumbuh kembali akan berupa rambut velus yang
halus, kamudian akan digantikan dengan rambut yang kuat dan berpigman.
Namun, pada 33 % kasus akan mengalami episode alopesia seumur
hidupnya. Prognosis buruk dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
usia awal terkena alopesia yang < 10 tahun, luasnya alopesia, cepat atau
lambatnya pengobatan serta adanya kelainan organ tubuh lain misalnya
distrofi kuku.