recurrent pregnancy loss treatment and management
TRANSCRIPT
RECURRENT PREGNANCY LOSS TREATMENT AND MANAGEMENT
Jaya KusumaMaternal Fetal Medicine Division Udayana University Bali
Recurrent Miscarriage-Definition
Miscarrieage : Spontaneous loss of pregnancy before the fetus reaches viability All pregnancy losses from conception -24 weeks of gestationNoted : advances of neonatal care resulting in difference definition
Recurrent Miscarriage/Pregnancy Loss /RPL : Loss of 3 or more consucutivepregnancies
HIFERI tahun 2010, memberikan definisi keguguran berulang sebagai kejadian keguguranpaling tidak sebanyak dua kali atau lebih berturut-turut pada usia kehamilan kurang dari 20
minggu dan atau berat janin kurang dari 500 gam (HIFERI,2010).
Klasifikasi RPL :
1) Kegagalan biokimiawi : Rendahnya atau menurunnya kadar beta HCG pada usia kehamilan < 6
minggu
2) Kegagalan kehamilan dini : Kadar beta HCG yang awalnya meningkat namun kemudian menurun
pada umur kehamilan 6-8 minggu.
3) Kegagalan kehamilan lanjut : Kadar beta HCG yang menurun dan pada usia kehamilan 8-20 minggu.
Prakteknya jarang sekali praktisi melakukan pemeriksaan beta HCG serial pada kecurigaan adanya
kecenderungan akan terjadi kegagalan kehamilan, namun hal ini seharusnya dilakukan terutama pada usia
kehamilan yang masih sangat dini.
Apabila dikaitkan dengan faktor risiko yang paling dominan sebagai
penyebab maka klasifikasi kegagalan kehamilan diklasifikasikan menjadi
1. Penyebab Kromosomal, hormonal,endometrium dan imunologis : -
Keguguran pre-embrionik ( kurang dari 8 minggu)
2. Penyebab Trombosis ( Antiphospolipid dan trmbophilia) :
keguguran fetus (8-20 minggu)
3. Penyebab anatomi dan atau serviks : keguguran lanjut ( usia
kehamilan > 20 minggu)
Epidemiologis
– 15-20% of all pregnancies
– 11-13 % in first pregnancy
– 13-17 % after first abortion
– 38 % after two abortions
– 55% after three abortions
60 % Pregnancy Losses associated with Chromosomal Anomaly Age RelatedBalanced Reciprocal Translocation and Robertsonian Translocations 2-5% of Couples with RPL If CVS is performed after fetal demised by USG 75-95% Chromosomal anomaly
In the 2nd Trimester pregnancy loss , Chromosomal anomaly less frequent15% ( Trisomies 13,18,21,monosomy X etc)
In The 3rd Trimester prenancy loss ( IUFD),chromosomal anomaly 5%
Reciprocal Tr: interchange between 2
or 3 metacentricchromosomes
Centric Fusion of acrocentricchromosome(13,14,15,21)
Debate : Should Fetal Karyotyping be performed in RPL ?
YES• Investigation of embryonic chromosomal
status accurate dx,prognosis of subsequent prognosis and treatment
• 25-60% RPL chromosomal abberations
• If fetus aneuplody(repeated) pregestational screening should be performed
NO• Recurrent miscarriage risk silghtly
elevated (15%)
• More than half of abortuses have normal chromosome
• So many possible causes for RPL the prognosis are unexplained
• Technical aspect of Chr analysis
• Do not advise routine karyotyping of abortuses
SCREENING FOR CHROMOSOMAL ABERRATIONS IN RPL : IS NONSPECIFIC TESTING SUFFICIENT ?
Purpose : identify pregnancies at sufficiently high risk of affecetd birth defect
Conventional Screening Modalities : hCG,free B-hCG,AFP,estriol,Inhibin A,PAPP-A + NT,NB,TR and DV
NIPT : Cell fre fetal DNAThere is no partcular reason to recommend Chr Screening for woman with RPLRecurrent Risk : dependent on the spesific abnormalities in prior pregnancy if Chromosomal trnaslocation in abortuses performed parents cytogeneticsanalysis.
ENDOCRINOLOGY OF RECURRENT PREGNANCY LOSS
8-12% Pregnancy Loss endocrine factors
Progesterone is essntial for succesful implantation and maintenance of pregnancy
Disordres related to inadequate progesterone secretion by Corpus Luteum may affect the outcome of pregnancy—> luteal Phase defect,hyperprolactinemia,hyperthyroid,uncontrolled DM etc
IMUNOLOGIS
When all of the causes of RPL were excluded (uterine anatomical abnormalities,hormonal or metabolic disturbances,hereditary thrombophilias, and infectious etc) Unexplained RPL (Marghuloa,2014)
50% PRECLINICALLY LOST EMBRYO AND 95% OF CLINICALL LOST EMBRYO WITH NORMAL KARIOTYPE IMUNOLOGIC ETIOLOGYIMMUNE MEDIATED ABORTION ASSOCIATED WITH AUTO/ALLO IMMMUNE WHO ARE THE CANDIDATE FOR IMMUNE TESTING AND THERAPY ?
APS ,1983 RECURRENT THROMBOTIC EVENTS/PREGNANCY LOSSASSOCIATED WITH PRESISTENCE aPL.3 subtypes of aPL aCL,Anti-β2 GP1,Lupus Anticoagulant(LAC)Become systemic affected almost every organ system in the body.NO SINGLE CAUSES OF APS ENVIROMENTAL,HORMONAL AND GENETICSOBSTETRICS APS CRITERIA USEDaPL active role of the syndromeTROMBOSIS OF THE PLACENTAL VASCULATURE ADVERSE PREGNANCY OUTCOME
ETIOLOGYAntigenic stimulus for aPL production or increasing of serum protein with procoagulant activities (β2-GPI,protrombin,protein C,S and annexun V)- Bind PL bilayer Pregnancy trigger aPLproductionaPL need Co-factor (antiβ2-GPI,) aPL- antiβ2-GPI complexs Bind PL inhibiton ofgrowth/development of thropoblast,inflamation,defective angiogenesis,trombosis impaired
placental functions
THE TWO HIT THEORY
aPL , inflamatory and protrombotic properties to
endotelial and dendrtiticCells
Surgery, Infection,Pregnancy,Immo
-bilisation, oral Contraceptives
Trombosis in APS
Β2-Glycoprotein I The Most Relevant target of aPL
AUC Sensitivity Specificity NPV PPV P-value
GAPSS cut off = 10
0.736 0.709 0.793 0.7705 0.7045 0.000
GAPSS cut off = 12
0.697 0.578 0.817 0.7206 0.7027 0.001
GAPSS cut off = 15
0.664 0.378 0.950 0.6706 0.8500 0.004
Diagnostic accuracy including sensitivity, specificity, PPV and NPV for different cut-off
values of GAPSS
ANTI XANTHIUM INHIBIOTOR : RIVAROXABAN,APIXABAN
B- CELL DIRECTED THERAPY : RITUXIMAB, BELIMUMAB ( CURRENT DATA ON HUMAN ARE LACKING)
STATINS (HMG-COA-INHIBITOR : SIMVASTATION,PRAVASTATIINANTIINFLAMATORY,ANTITROMBUS )
TROMBOPILIA
Thrombophilia is haemostatic disorder characeterized by inherited and acquired conditions,predisposing to increased thrombotic
phenomena
TREATMENT :F XIII deficiency 20 IU/kg every 4 weeks untiL F XIII > 35Fibrinogen deficiency : maintain level Fb 60 mg/ml Cryoprecipaitate 0,2 bags/KgBW 250 mg/bag raise Fb to 100 mg/dL.
Anticoagulant propylaxis of RPL still experimentalLow dose in woman with unexplained RPL s not statistically sginificant effect.- The benefit of adminsitartion of LMWH with/without Aspirin is not statistical signifucant
Recurrent Pregnancy Loss : Treatment and Management
Anak Agung Ngurah Jaya Kusuma
Divisi Fetomaternal,Bag/SMF Obstetrik Ginekologi FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar
Pendahuluan
Recurrent pregnancy loss (RPL) merupakan kejadian kegagalan kehamilan yang terjadi
berturut-turut 3 kali dan berakibat pada ekspulsi janin dan kematian yang janin yang belum
viable. Angka kejadian kegagalan kehamilan berulang ini sangat bervariasi dari 1% sampai
20% tergantung dari definisi operasional yang digunakan pada setiap negara atau rumah
sakit. Terdapat berbagai macam teori tentang mekanisme terjadinya kegagalan kehamilan
berulang yang menyebabkan penanganannya menjadi sulit, ditambah lagi dengan sebagian
besar penyebabnya adalah multifaktor sehingga penanganan kelainan ini menjadi tantangan
bidang obstetric ginekologi.
Secara epidemilologis risiko besarnya kegagalan kehamilan berulang akan semakin
meningkat sesuai dengan frekeunsi RPL, risiko berulang sekitar 24 % setelah 2 kegagalan
kehamilan, 30 % pada kegagalan kehamilan ketiga dan 40 % setelah kegagalan kehamilan ke
empat.Pada banyak kasus, penyebabnya tidak diketahui, tapi beberapa hipotesis telah
diajukan antara lain, kelainan kromosom,kelainan uterus , infeksi endometrium, kelainan
endokrin, antifosfolipid sindrom, trombofilia, penyebab alloimun, paparan pada faktor
lingkungan, dan faktor stress. Meskipun berbagai terapi termasuk hormonal dan terapi
imunologis telah diterapkan untuk menangani wanita dengan RPL namun hasilnya belum
memuaskan oleh karena evaluasi dari penyebab kegagalan dari kehamilan belum dapat
ditentukan.Oleh karena itu, diperlukan evaluasi yang tepat dan standarisasi untuk penanganan
pasien RPL.
Definisi kegagalan kehamilan berulang/Recurrent pregnancy loss (RPL)
Panduan tatalaksana keguguran berulang yang disusun oleh HIFERI tahun 2010, memberikan
definisi keguguran berulang sebagai kejadian keguguran paling tidak sebanyak dua kali atau
lebih berturut-turut pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu dan atau berat janin kurang
dari 500 gam (HIFERI,2010). Sedangkan menurut Royal College Of Obstetric Gynecology
2011, definisi keguguran berulang sebagai keguguran yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-
turut pada usia kehamilan kurang dari 24 mnggu ( RCOG,2011). Perbedaan definisi tersebut
menyebabkan perbedaan angka kejadian keguguran berulang, dan pendekatan
penanganannya.
Klasifikasi RPL :
Pengelompokkan jenis RPL ini penting dalam rangka memperkirakan faktor risiko yang
berkaitan dengan RPL.
Berdasarkan pemeriksaan hormone HCG dan USG, RPL dapat dikelompokkan menjadi 3
yaitu :
1) Kegagalan biokimiawi : kejadian ini ditentukan oleh rendahnya atau menurunnya
kadar beta HCG pada usia kehamilan < 6 minggu
2) Kegagalan kehamilan dini : kejadian ini terjadi pada kadar beta HCG yang awalnya
meningkat namun kemudian menurun pada umur kehamilan 6-8 minggu.
3) Kegagalan kehamilan lanjut : Kejadian ini terjadi pada kadar beta HCG yang menurun
dan pada usia kehamilan 8-20 minggu.
Pada prakteknya jarang sekali praktisi melakukan pemeriksaan beta HCG serial pada
kecurigaan adanya kecenderungan akan terjadi kegagalan kehamilan, namun hal ini
seharusnya dilakukan terutama pada usia kehamilan yang masih sangat dini.
Apabila dikaitkan dengan faktor risiko yang paling dominan sebagai penyebab maka
klasifikasi kegagalan kehamilan diklasifikasikan menjadi;
1) Penyebab Kromosomal,hormonal,endometrium dan imunologis : Keguguran pre-
embrionik ( kurang dari 8 minggu)
2) Penyebab Trombosis ( Antiphospolipid dan trmbophilia) : keguguran fetus (8-20
minggu)
3) Penyebab anatomi dan atau serviks : keguguran lanjut ( usia kehamilan > 20 minggu)
Penderita yang mengalami keguguran berulang setelah sebelumnya pernah mencapai
kehamilan > 20 minggu pada umumnya mempunyai prognosis yang baik.
Epidemiologis
Secara epidemiologis ada dua faktor risiko yang secara konsisten meningkatkan kejadian
keguguran berulang,yaitu meningkatnya usia Ibu dan frekuensi keguguran berulang.
Peningkatan usia ibu diatas 35 tahun berkaitan dengan risiko berulangnya keguguran
sebanyak 25% sedangkan pada usia diatas 40 tahun risiko berulangnya keguguran menjadi
lebih dari 50 %.Beberapa faktor risiko telah dilaporkan berkaitan dengan RPL antara lain
sebagai berikut:
Faktor imunologis :
Expresi dari gen tertentu diperlukan untuk mempertahankan kestabilan kehamilan.
Pada studi yang menggunakan analisis cDNA- hibridisasi substraktif dari vili korionik yang
normal dan pasien RPL menunjukkan adanya ekspresi gen tertentu yang berlebihan yang
berkaitan sistem imunitas.. Karena setengah dari genom fetus berasal dari ayah, fetus juga
memproduksi antigen yang dikenali sebagai benda asing pada sistem imun maternal.
Meskipun mekanisme yang mendasari bagaimana fetus bisa lolos dari sistem imun maternal
belum dketahui, namun telah dilaporkan bahwa 30 % wanita dengan RPL menunjukkan
adanya penolakan fetus yang disebabkan olah faktor autoimun.
Telah dikenal beragam faktor autoimun yang terlibat dalam mekansme kegagalan
kehamilan yaitu, anti- fosfolipid antibodi (APA), antinukleas antibodi (ANA), dan anti tiroid
antibodi (ATA). Produksi dari antifosfolipid antibody terhadap molekul fosfolipid ini
mencegah proloferasi trofoblas dan menyebabkan kegagalan kehamilan yang disebabkan oleh
aktivasi komplemen. Antifosfolipid antibodi bisa menyebabkan trombosis dengan
mengganggu fibrinolisis, menghambat jalur antikoagulan dan menyebabkan peningkatan
pembentukkan thrombin. Antigen seluler antibodi yang lain yang diproduksi bersamaan
dengan antifosfolipid antibodi mungkin berkontribusi menyebabkan thrombosis, dan terdapat
penurunan aliran darah ke janin, infark pada plasenta dan pertumbuhan terhambat janin
ditemukan pada wanita dengan RPL dengan APA.
Mekasnime pasti untuk penyebab kegagalan kehamilan kerena antinuklear antibodi
(ANA) belum difahami dengan baik,meskipun antikoagulan terapi dengan heparin dan
aspirin telah secara umum digunakan untuk menangani pasien dengan RPL yang menderita
thrombosis. Human leukocyte antigent (HLA –G) adalah satu dari non - molekul major
histocompatibility complex (MHC) yang expresinya terbatas pada ekstravilus sitotrofoblas.
Invasi dari extravilus sitotropoblas pada uterus merupakan tahap vital dalam
mempertahankan kehamilan.Studi terbaru menunjukkan kemungkinan adanya polimorfisme
dari HLA –G yang berhubungan dengan fungsi HLA- G pada komplikasi kehamilan,
termasuk preeklamsia dan RPL.
Pada kehamilan normal, Th2 sel yang teraktivasi akan mensekresi sitokin non
inflamatori IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, IL-9,IL-10 dan IL-13. Ketika ekspresi dari HLA-G
berkurang , Th1 sel teraktivasi dan melepaskan sitokin termasuk interferon gamma, tumor
necrosis factor alfa, tumor necrosis factor beta, dan IL-2. SItokin ini bisa menghambat
pertumbuhan sel human placental trophoblast.
IL-12, menginduksi sekresi dari sitokin Th1 dan menekan sekresi dari sitokin Th2 .
demikian juga interferon gamma telah menunjukkan penghambatan sekresi dari granulocyte-
macrophage colony-stimulating factor (GMCSF), yang bisa menginduksi pertumbuhan dan
pembelahan dari tropoblas pada kehamilan normal.Menurut studi terbaru, rasio dari aktivitas
Th1 pada aktivitas Th2 penting pada kehamilan normal.
Terdapat juga bukti disregulasi dari natural killer (NK) dan produksi sitokin yang
berhubungan dengan RPL. Ekspresi dari reseptor sitotoksisitas (NCRs), termasuk NKp46,
Nkp44, Nkp30 dan a2V-ATPase, pada CD56 sel NK ditemukan secara signifikan meningkat
pada pasien RPL dibandingkan dengan kontrol normal.
Demikian juga peranan sistem komplemen yang terdiri dari beberapa seri serum
protein yang membantu meregulasi respon imun dan proses inflamasi dengan menghasilkan
fragmen yang menginduksi kemotaksis, fagositosis, aktivasi sel, dan lisis sel juga terlibat
dalam RPL.Sistem kompleks ini menyediakan satu dari mekanisme awal pertahanan
melawan patogen,dan aktivasi dari komplemen akan mengganggu host.Fragmen komplemen
yang teraktivasi memiliki kapasitas untuk mengikat jaringan, memicu inflamasi dan
menyebabkan kerusakan.Sel autologus terlindungi dari efek komplemen karena mereka
mengekspresikan protein yang meregulasi aktivasi komplemen.
Komplemen C3, salah satu dari komponen komplemen, diregulasi oleh kofaktor
membran protein yang terdapat pada protein terikat membran. Penghambat komplemen
protein ini diperlukan untuk mengontrol kerusakan jaringan akibat komplemen saat
kehamilan.Plasenta mengekspresikan kadar yang tinggi dari komplemen saat kehamilan.
Aktivasi komplemen juga telah ditunjukkan pada model tikus yang mengalami fetal loss yang
berhubungan dengan antibodi anti- fosfolipid; kondisi ini ditunjukkan dengan meningkatnya
keguguran dan abortus spontan. Lebih lanjut, keterlibatan C3 dalam kematian fetus telah
ditunjukkan dengan adanya ekspresi pada C3-/-mencit. Hal tersebut menunjukkan kadar C3
dan C4 meningkat pada wanita yang memiliki riwayat keguguran 3 kali dibandingkan dengan
wanita yang memiliki riwayat keguguran 2 kali dan kemudian memiliki kehamilan yang
berhasil baik.
Penyebab pasti kegagalan kehamilan secara imunologis harus dipastikan sebelum
memulai terapi imunoterapi untuk RPL. Meskipun terapi imunoglobulin intravena (IVIg),
telah digunakan, namun tetap masih menjadi kontroversial apakah hal tersebut merupakan
terapi yang tepat pada wanita dengan RPL.
Faktor trombofilia:
Wanita dengan trombofilia juga memiliki risiko keguguran dan komplikasi serius
obstetrik lainnya, termasuk abrupsio plasenta, preeklamsia, IUGR dan kematian fetus. Akhir
–akhir ini penelitian memfokuskan faktor trombofilia yang diturunkan yang mungkin
berhubungan dengan komplikasi kehamilan, termasuk kegagalan kehamilan awal. Faktor
risiko trombofilia terlibat dalam patogenesis terjadinya RPL, termasuk angiotensinogen ,
fibrinogen –γ dan antitrombin yang telah diidentifikasikan dengan elektroforesis gel
Angiotensin (AT) II dan reseptor AT II (AT1 dan AT2) ditemukan pada embrio
manusia pada kehamilan dan berperan dalam pembentukkan organ. Pada model mencit,
kekurangan gen Agt memiliki peningkatan risiko kematian fetus.Terdapat bukti mutasi 3
rantai polipeptida (α,β, dan γ)dari molekul fibrinogen,yang berpengaruh terhadap
keberlansgungan kehamilan.Meningkatnya kadar fibrinogen secara konsisten berhubungan
dengan gangguan oklusi arterial, dan polimorfisme gen tampaknya berhubungan dengan
kegagalan kehamilan. Ada bukti dari satu polimorfisme gen β-fibrinogen secara inependen
berhubungan dengan level fibrinogen plasma.Kematian fetal yang disebabkan karena
disfibrinogenemia dengan atau tanpa defisiensi faktor XIII (FXIII), menunjukkan adanya
mekanisme lain dari trombosis plasenta. FXIII adalah enzim sistem koagulasi normal yang
membentuk fibrin. Pasien-pasien dengan desisiensi FXIII juga diketahui membawa risiko
tinggi untuk terjadinya RPL.
Anti thrombin adalah protease serine plasma inhibitor yang secara permanen
menghambat trombin dan secara kovalen berhubungan dengan sisi proteolitik dan membantu
untuk menjaga cairan darah, defisiensi antitrombin adalah gangguan genetik autosomal
dominan yang ditunjukkan dengan tidak adanya atau tidak berfungsinya
antitrombin.Defisiensi antitrombin memiliki potensi trombogenik tertinggi untuk
tromboemboli.Kombinasi defisiensi antitrombin dengan mutasi trombofilik lainnya
menghasilkan risiko tambahan untuk terjadinya RPL.Perubahan tersebut, termasuk
peningkatan konsentrasi dari banyak faktor pembekuan, penurunan konsentrasi dari beberapa
antikoagulan dan menurunnya aktivitas fibrinolitik yang pada akhirnya dapat menghasilkan
peningkatan risiko trombogenik.
Faktor V (FV) memiliki peran vital dalam meregulasi sistem hemostasis pada jalur
prokoagulan. Proenzim protrombin diubah menjadi serine protease trombin oleh protrombin
convertase kompleks, terdiri dari FV dan Fx yang teraktivasi. Trombin menginisiasi 3
langkah yaitu, (i) membentuk monomer fibrin, (ii) agregasi dari monomer , (iii) covalen cross
linking dari fibrin glutamin residu untuk memproduksi bekuan yang tidak larut, yang
tergantung pada keberadaan dari transglutaminase FXIII. Gabungan aktivitas dari protein C
yang aktif (APC) dan protein S terdapat pada permukaan fosfolipid menghasilkan degradasi
dari fV menjadi Fv inaktif dan FVIII menjadi FVIII inaktif. Ini mewakili kunci mekanisme
dari inhibisi feedback untuk protombin convertase pada koagulasi dan hemostasis.
Adanya mutasi pada FV Leiden (FLV) dan protrombin menyebebkan peningkatan
kurang lebih 3 kali lipat rsiko ( dari 6% menjadi 16 %) kehilangan fetus pada carier
dibandingkan dengan non carier. Meskipun banyak studi menunjukkan meningkatnya resiko
kehilangan kehamilan pada trimester kedua (keguguran) atau stillbirth, masih menjadi
kontroversial apakah pada awal kehamilan juga terjadi gangguan.
Defek pada fibrinolisis mungkin memegang peranan penting pada pembentukkan
trombosis arteri dan vena. Pasien dengan riwayat DVT memiliki prevalensi lebih banyak dari
terganggunya kapasitas fibrinolitik, terutama karena peningkatan aktivitas plasmin activator
inhibitor 1 (PAI-1).
Defisiensi FXII mungkin juga memegang peranan dalam kehamilan dan persalinan.
Pada RPL yang tidak diketahui mungkin berhubungan dengan penurunan aktivitas FXII.
Studi terakhir pada kehamilan dengan RPL menunjukkan kadar abnormal dari FXII secara
signifikan lebih sering pada pasien dengan riwayat keguguran berulang. Studi lebih lanjut
peranan FXII pada level molekular penting untuk menentukan fungsinya dalam kehamilan.
Beberapa praktisi telah menggunakan heparin (molekul yang sangat besar dan tidak
dapat melewati plasenta) dan atau aspirin (bisa melewati plasenta) sebagai antikoagulan
untuk mengatasi wanita dengan RPL dengan dasar bukti terbatas. Studi terbaru menunjukkan
efek poisitip yang bervariasi ketika dosis tinggi heparin unfractioned digunakan
dibandingkan dengan dosis rendah, dan menggunakan aspirin dikombinasikan dengan low
mollecular weight heparin dibandingkan dengan menggunakan aspirin saja. Namun masih
diperlukan studi lebih banyak untuk membuktikkan efek dari antikoagulan dalam tatalaksana
wanita dengan RPL.
Mekanisme thrombosis pada Antiphospolipid Syndrome
Anti-Phospolipid Syndrome/APS atau dapat juga disebut sebgai Hughes
Syndrome merupakan suatu kumpulan gejala kelainan imunologi sistemik yang ditandai
dengan adanya antibodi anti phospolipid dengan gejala trombosis(pembuluh darah
vena/arteri). Ada sekitar 15-20% APS pada Recurrent Pregnancy Loss.
Secara klinis Anti-Phospolipid Syndrome sangat bervarisi, hal ini dikarenakan
thrombosis dapat terjadi dimana saja. Dimulai yang bersifat sub-akut seperti: migraine
berulang, gangguan penglihatan, gangguan kognitif, sampai dengan yang berat seperti:
stroke, Transient Ischemic Attack, Bone Marrow Necrosis, penebalan katup mitral dan
katup aorta yang disertai nodule (Libman-Sacks Endocarditis). Pada kehamilan adanya
Anti-Phospolipid Syndrome memberikan hasil yang bervariasi, dari keguguran berulang,
kematian janin dalam rahim, sampai dengan persalinan premature sesuai dengan criteria
APS.
Mekanisme terjadinya trombosis pada pasien APS belum jelas,beberapa teori telah
dikemukakan yaitu mencakup adanya penurunan aktivitas plasminogen, peningkatan agregasi
platelet, inhibisi prostasiklin dan protein C, serta peningkatan faktor VIII.
Diduga adanya defek dalam apoptosis seluler,yang memaparkan fosfolipid membran
pada pengikatan berbagai protein plasma, seperti beta-2 glikoprotein yang membentuk
kompleks fosfolipid-protein yang selanjutnya menjadi target autoantibodi.Bukti terbaru
mengatakan bahwa beta-2 glikoprotein I teroksidasi dapat berikatan dan mengaktivasi sel
dendritik dengan cara yang sama seperti aktivasi yang dipicu oleh toll-like receptor4(TLR-
4),yang dapat meningkatkan produksi autoantibodi.Mekanisme lain yang mungkin untuk
terjadinya hiperkoagulasi dariantibodi aPL adalah sebagai berikut :
1. Produksi antibodi yang melawan faktor koagulasi, meliputi protrombin, protein C,
protein S, dan anneksin.
2. aktivasi trombosit untuk meningkatkan adesi endotel.
3. Aktivasi endotel vaskuler yang dapat memfasilitasi pengikatan trombosit dan
monosit.
4. Reaksi antibodi untuk mengoksidasi low densitylowprotein,yang menjadi predisposisi
terjadinya arterosklerosis dan infark miokardium.
Possible mechanism of autoantibody mediated thrombosis in antiphospolipid
syndrome
Table 1 :Adapted from Roubey RAS. Tissue factor, protein C pathway, and other haemostasis
abnormalities in the pathogenesis of the antiphospholipid syndrome. In: Asherson RA, Cervera R,
Piette J-C, and Shoenfeld Y, eds. The antiphospholipid syndrome II.
Inhibition of anticoagulant reactions
Inhibition of the protein Cpathway
Inhibition of protein Cactivation
Inhibition of activated protein C
Inhibition of antithrombin activity
Displacement of annexin A5
Inhibitionof2GPIanticoagulantactivity
Cell-mediated events
On monocytes
Expression of tissue factor
Enhanced endothelial cell procoagulant activity
Expression of tissue factor
Expression of adhesion molecules
Impaired fibrinolysis
Dysregulation of eicosanoids
Decreased endothelial cell prostacyclin production
Increased platelet thromboxan A2production
Enhanced platelet activation/aggregation
Gambar pathofisologi terjadinya trombosis yang disebab kan oleh Anti-phospolipid
antibodies.
Ringkasan patofisiologi Sidroma Antifosfolipid :
1. Anti-phospolipid antibodies akan mengaktivasi endotelial cell, dengan cara
melepaskan molekul-molekul adhesi, meningkatkan regulasi dari produksi tissue
factor yang nantinya menyebabkan endhotelial cell berada dalam kondisi
thrombogenic.
2. Hal yang sama juga terjadi pada monosit dimana paparan oleh Anti-phospolipid
antibodies mengakibatkan terjadinya peningkatan produksi dari tissue factor.
3. Adanya expresi glycoprotein 2b-3a pada platelet dan peningkatan regulasi dari
produksi thromboxane A2 akan mengakibatkan platelet berada dalam keadaan
thombogenic.
4. Selain itu Anti-phospolipid antibodies akan mengaktivasi faktor-faktor complement
dan berinteraksi dengan protein coagulation-regulatory (protein C, Prothrombin,
plasmin).
5. Adanya kondisi-kondisi yang bersifat procoagulant seperti: inflamsi, dan pengaruh
hormonal akan mempercepat terjadnya proses dari kondisi thrombogenic menjadi
thrombosis.
6. Trombosis plasenta baru terjadi pada usia kehamilan setelah 12 minggu, oleh karena
sebelum usia kehamilan tersebut belum terbentuk aliran darah intervili.
adanya thrombosis saat kehamilan akan menyebabkan penurunan viabilitas dari trophoblast,
menurukan fungsi sensitialisasi dan invasi in-vitro trophoblast yang berakhir dengan
terjadinya keguguran.
Faktor lain yang berkaitan dengan RPL
Apoptosis telah terbukti terlibat dalam proses pembentukkan plasenta,diferensiasi dan
memelihara hemostasis jaringan. Hemostasis juga menunjukkan interaksi ligand FAS (FasL)-
Fas antara sel desidua. Ekspresi FasL dan Fas- bearing leukocyte mengarah ke apoptosis.hal
ini berpengaruh pada pengurangan regulasi produksi sitokin, yaitu TGFβ dan IL-10, yang
telah terbukti menghambat invasi ekstravili tropoblas. Hal sebaliknya,ketika sel desidua
kekurangan FasL,maka ditemukan infiltrasi dan inhibisi leukosit yang luas dari invasi
tropoblas. Maka dari itu penting untuk mengerti mekanisme regulasi untuk ekspresi dari FasL
pada sel desidua jika kita ingin menginvestigasi kemungkinan keterlibatan etiologi faktor
FAs-L pada patogenesis dari RPL.
Juga telah ditemukan adanya penurunan ekspresi dari Bcl-2 dan peningkatan ekspresi
dari Bax pada sel desidua yang terdapat pada wanita dengan RPL. Kadar tinggi ekpresi
apoptosis related gen termasuk caspase-3, -6, -7, -8, -9, -10, -12, BAD, BAX, BID, FasL dan
Fas juga berada pada vili korionik pada pasien RPL dibandingkan dengan pasien normal .
Angiogenesis didefinisikan sebagai pembentukan pembuluh darah baru, yang penting
berperan pada proses plasentasi dan embryogenesis.Angiogenesis muncul secara luas pada
villi korionik dan pada plasenta untuk menyediakan oksigen dan nutrisi pada fetus. Telah
ditemukan adanya penurunan level ekspresi dari gen yang berhubungan dengan angiogenesis,
termasuk matrix metalloproteinase-2(MMP-2), plasminogen-activator inhibitor (PAI),
integrin,transforming growth factor-b (TGF-b), vascular endothelialgrowth factor (VEGF)
dan basic fibroblast growthfactor (bFGF) pada villi korionik yang diambil dari pasien RPL
jika dibandingkan dengan kontrol normal. Ini mengindikasikan kurangnya atau tidak
normalnya gastasional angiogenesis yang mungkin mengarah ke pertumbuhan abnormal dari
fetus atau kehilangan kehamilan.
Meskipun studi omics, termasuk PCR based cDNA-subtractive hybridization dan analisa
proteomic telah dilakukan secara luas pada organisme hidup untuk menginvestigasi
keberagaman variasi dari kondisi RPL, namun sampai saat ini mereka belum bisa
menemukan semua gen yang memiliki kelainan ekspresi yang berkaitan dengan RPL. Maka
dari itu investigasi lebih lanjut dari gen, transkrip, dan level proteomik dibutuhkan untuk
mengidentifkasi faktor yang terlibat dalam patogenesis dari RPL.
Kelainan kromosom pada janin bisa terjadi ada sekitar 50% dari keguguran berulang pada
trimester pertama. Beberapa jenis kelainan kromosom yang ditemukan pada orangtua adalah
translokasi resiprokal,dan translokasi Robertsonian,aneuploidi .Sementara pada jaringan
abortan juga dapat ditemukan kelainan kromosom seperri trisomi,13,14,15,16,21 dan 22.
Adanya kondisi hipo dan hiperteroid juga dikaitkan dengan kejadian keguguran berulang.
Pada keguguran midtrimester ditemukan kndisi hipotiroid ataupun hipertorioid.
Faktor hormonal lainnya, seperti kadar serum progesterone yang rendah pada fase midluteal
( < 5ng/ml pada hari ke 18-21) dapat digunakan sebagai parameter adanya defek fase luteal.
Kelainan anatomi uterus dapat berhububungan dengan kegeguran berulang terkait dengan
“space problem”,karena itu pada keguguran berulang,khususnya pada awal trimester kedua
perlu dicurigai adanya kelainan uterus.
Sebagian besar atau sekitar 60-70% kegeguran berulang tidak diketahui penyebabnya atau
idiopatik namun investigasi terhadap faktor-faktor risiko terkait tetap diperlukan.
Tatalaksana RPL :
Pada keguguran embrionik, perlu dilakukan pemeriksaan analisis berulang baik pada darah
suami maupun istri serta jaringan abortan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari adanya
kelainan kromosom baik pada ibu/ayah serta hasil konsepsi. Pemeiksaan tersebut dapat
dianjutkan dengan pemeriksaan hormonal( tiroid/progesterone/prolakin) untuk
menyingkirkan adanya kelainan hormonal.
Apabila semua pemeriksaan diatas normal,maka pemeriksaan imunologis menjadi pilihannya
dan yang paling sering adalah mencari kemunkinan adanya sindroma antibody
antipospolipid.
Pada keguguran berulang pada > 8 minggu sampai 10 minggu, pemeriksaan langusng
diarahkan pada kecurugaan adanya sindroma antibody antipospolid dan trombofilia.
Pemeriksaan hormonal (tiroid) menjadi pilihan berikutnya apabila pemeriksaan APS dan
trombofilia normal. Berikutnya adalah pemeriksaan anatomi uterus untuk mencari
kemungkinan adanya kelaianan uterus dengan Ultrasonografi Vaginal/histeroskopi.
Pada kasus dengan kelainan kromosom, perlu diberikan konseling dengan dibantu oleh ahli
genetika unuk menjelaskan kemungkinan berulangnya atau diturunkan nya kelainan
kromosom tersebut.
Pemberian metformin yang dimulai dengan dosis rendah, sampai mencapai dosis 1500-2000
mg per hari perlu dilakukan pada kasus resistensi insulin.
Pemberian aspirin dosis rendah (81mg ) dan Low molecular weight heparin dapat diberikan
40 mg/hari sc, dengan pemantuan aPTT paling tidak 1,5 kali kontrol. Pemberian heparin
paling tidak harus dihentikan 3 minggu sebelum perslainan untuk mencegah terjadinya
peradarahan.,bila menggunakan LMWH maka harus distop 5 hari sebelum persalinan, yang
diganti dengan UFH sampai satu hari sebelum melahirkan. Pada APS pemberian
antitormbosis akan efektif pada usia kehamilan diatas 12 minggu oleh karena terkait dengan
pembentukan sirkulasi intervili.
Kesimpulan
Karena mekanisme detail penyebab dasar keberlangsungan kehamilan normal masih
belum diketahui dengan baik pada tingkat molekuler, maka mencari gen dan protein yang
berhubungan dengan RPL harus dipertimbangkan pada kasus-kasus keguguran
berulang,khususnya pada usia kehamilan yang sangat dini. Hal ini tentu tidak mudah sebab
tidak semua senter dapat melakukan analisis sitogenetik.
Kemungkinan penyebab RPL seperti kelainan endokrin, penyakit autoimun, kelainan
kromosom, usia ayah dan ibu yang telampau tua, proses infeksi, faktor lingkungan dan
kelainan kongenital structural perlu dipikirkan pada kasus RPL.
Paling tidak pemahaman terhadap peran faktor risiko yang berkaitan dengan usia
kehamian dapat membimbing kita untuk memprediskikan faktor risiko apa yang paling
dominan menjadi penyebabnya. Diharapkan pemahaman yang lebih mendalam dari
mekanisme molekular untuk mempertahankan kehamilan normal akan memberikan manfaat
dalam menangani pasien dengan RPL.
Kepustakaan
Bazia A,Sumapraja K,Santoso B. 2010. Panduan Teknis Keguguran Berulang. Hasil
Lokakarya Himpunan Endokrinologi reproduksi dan fertilitas HIFERI-POGI.
Chaittra PT,Malini SS,Kumar CS.2011. An Overview of Genetics and Molecular Factors
Responsible for Recurrent Fetal Loss. Int J Hum Genet,11(4).p 217-225
Royal College Of Obstetrician and Gynecologists. 2011. The Use of Antithrombotics in the
Prevention of Recurrent Pregnancy Loss.
Royal College Of Obstetrician and Gynecologists. 2011.The Investigation and treatment of
Couples with Recurent Pregnancy Loss.Green Top Guideline ,No.17.
Shorafa H,Sharif FA.2012. Micro RNA in case of recurrent preganancy loss. J Clin Case
Rep.Vol.3;Issue 17
Taclenburg G,Salker M,Macklon NS.2010. The Molecular basis of recuurent pregnancy
Loss.Molecular Human Reproduction,Vol 16, No.12.p.886-895