radiodiagnosis pneumothorax
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Paru-paru merupakan unsur elastis yang dapat mengembang dan mengempis. Paru-
paru merupakan organ dalam rongga toraks, dikelilingi oleh suatu lapisan berupa pleura.
Pleura terdiri dari dua bagian yaitu pleura parietalis dan viseralis. Diantara pleura parietalis
dan viseralis terdapat suatu ruangan yang disebut cavum pleura, yang berisi cairan pleura
yang menjadi pelumas bagi gerakan paru-paru. Pada keadaan normal cavum pleura berisi
sedikit cairan dengan tekanan negatif yang ringan.
Diperkirakan terdapat 20.000 kasus pneumotoraks spontan setiap tahunnya di
Amerika Serikat. Berdasarkan penelitian Takeno dari Jepang, mulai dari tahun 1986 sampai
dengan 1997, jika dibandingkan kasus tahun 1986 dengan tahun 1995 terjadi peningkatan 1,7
kali dan hasil survei tahun 1998 memperlihatkan terjadinya peningkatan 1,5 kali pada data
kasus 5 tahunan ( periode 1993-1997 ). Di Instalasi Gawat Darurat ( IGD) Persahabatan
Jakarta pada tahun 1999 didapat 253 penderita pneumotoraks dan angka ini merupakan 5,5 %
kunjungan dari seluruh kasus respirasi yang datang.1,2
Di Amerika Serikat, insidens pneumotoraks spontan primer pada laki-laki adalah 7,4
kasus per 100.000 orang tiap tahunnya sementara pada wanita insidensnya adalah 1,2 kasus
per 100.000 orang. Sedangkan insidens pneumotoraks spontan sekunder pada laki-laki adalah
6,3 kasus per 100.000 orang dan wanita 2,0 per 100.000 orang. Pneumotoraks traumatik lebih
sering terjadi daripada pneumotoraks spontan dengan laju yang semakin meningkat.3 Insidens
pneumotoraks di seluruh dunia belum diketahui. Kematian lebih sering terjadi pada pasien
pneumotoraks yang disertai PPOK dan pada pasien pneumotoraks spontan sekunder dengan
persentase sebesar 1 – 17 persen. Persentase yang lebih besar yakni sebesar 25 persen pun
terjadi pada pasien pneumotoraks disertai AIDS.
Pneumothoraks adalah terperangkapnya udara di dalam rongga pleura 1,2 Udara dapat
memasuki rongga pleura melalui dinding dada, mediastinum, paru-paru dan diaphragma.
Secara lebih lanjut dapat dijelaskan penyebab pneumothoraks3:
Melalui dinding dada karena adanya trauma
Melalui paru-paru karena sebab spontan, trauma, penyakit paru kronik, obstruksi
udara, infeksi paru-paru dan keganasan.
Melalui medaiastinum karena pneumomediastinum
Melalui diaphragma
Diagnosis pnemothoraks ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan radiologis yang digunakan adalah foto thoraks. Foto
thoraks ini juga dapat mendeteksi komplikasi, faktor predisposisi, dan membantu
penanganan.3
Pneumomediastinum adalah terperangkapnya udara pada mediatinum.4,5
Pneumomediastinum jarang terjadi, biasanya terjadi karena bocornya udara dari paru atau
saluran pernapasan lain yang masuk ke mediastinum. Etiologi pneumomediastinum
multifaktorial, penyebab tersering adalah karena ruptur alveolar, kenaikan tekanan
intraalveoler secara tiba-tiba. Ruptur oesophagus dan atau ruptur trachea atau ruptur bronchus
merupakan penyebab yang lebih berbahaya. 5
Pada pemeriksaan foto thoraks, udara terlihat seperti bayangan hitam yang
mengelilingi gambaran jantung, biasanya pada bagian kiri foto PA. 5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Anatomi dan Fisiologi
Rongga thoraks berisi paru kanan dan paru kiri yang diselubungi oleh pleura dan
dipisahkan oleh mediastinum, jantung, oesophagus, dan trakea yang berlanjut menjadi
bronkus.1,2
Paru dibentuk oleh kantong-kantong udara yang berdinding sangat tipis dan terdiri atas
lapisan sel tunggal yang disebut alveoli. Alveoli merupakan lanjutan dari bronkhiolus dimana
bronkhiolus merupakan cabang bronkhi. Di dalam alveoli selalu terdapat sejumlah udara.
Paru-paru juga berisi arteri, vena, sistem saraf, pembuluh limfe, dan jaringan ikat yang
membuat alat pernapasan bersifat elastis.2
Pernapasan berlangsung dengan bantuan gerak dinding dada. Inspirasi terjadi karena
kontraksi otot pernapasan, m. Intercostalis dan diaphragma, yang menyebabkan rongga dada
membesar dan udara terhisap masuk. Sebaliknya, bila m. Intercostalis dan diaphragma
relaksasi, dinding dada akan mengecil dan udara terdorong keluar. Jadi proses pernapasan
dipengaruhi oleh kekenyalan jaringan paru, kelenturan dinding thoraks, dan tekanan intra
abdomen.2
Paru-paru dibungkus oleh suatu kantong serous yang tertutup yang disebut pleura.
Pleura terdiri dari dua lapisan, yaitu pleura parietalis yang berbatasan langsung dengan
dinding thoraks dan pleura visceralis yang melekat pada paru. Di antar kedua pleura tersebut
terdapat rongga yang disebut cavum pleura. Pada keadaan normal, cavum pleura merupakan
ruang potensial yang permukaannya dilapisi mesothelial yang menghasilkan cairan serous
untuk melicinkan permukaan. Pada akhir ekspirasi, tekanan dalam rongga pleura lebih rendah
daripada tekanan atmosfir. Hal ini disebabkan karena adanya keseimbangan antara daya
recoil paru yang cenderung mengecilkan paru. Tekanan negatif inilah yang mempertahankan
pengembangan paru ibarat sebuah balon yang akan tetap mengembang dalam lingkungan
yang vakum.2
Mediastinum adalah rongga di dalam cavum thoraks yang terletak di antara pleura
kanan dan kiri, di antara sternum dan tulang vertebra, dan dibatasi diaphragma di sebelah
inferior. Mediastinum adalah bangunan central pada cavum thoraks yang berisi jantung, arcus
aorta, vena cava superior, oesophagus, trachea, thymus, dan pembuluh limfe.3
diambil dari buku Analysis of Rontgen Sign in General Radiology Isadore Meschan,
M.A.,M.D page 499.4
II.2. Pneumothorak
A. Definisi
Pneumothoraks adalah adanya udara dalam rongga pleura. Ketika udara dan cairan
didapati di dalam rongga pleura, penamaannya tergantung dari jumlah (volume) dan jenis
cairan. Bila yang ada adalah sejumlah kecil cairan maka keadaan ini dapat diabaikan dan
tetap dinamakan pneumothoraks. Awalan hidro-, haemo-, pyo-, atau chylo- dapat
ditambahkan, tergantung dari jenis dan sifat cairan.3,5
Udara dapat masuk ke dalam rongga pleura melalui 4 jalur utama, yaitu:6
1. Pneumotoraks spontan: timbul sobekan subpleura dan bula sehingga udara saluran
pernapasan masuk kedalam rongga pleura melalui suatu lubang robekan atau katup.
2. Udara lingkungan luar masuk ke dalam rongga pleura melalui luka tusuk atau
pneumotorak artifisial dengan tujuan terapi dalam hal pengeluaran atau pengecilan
kavitas proses spesifik.
3. Masuknya udara melalui mediastinum yang biasanya disebabkan oleh trauma pada
trakhea atau esofagus akibat tindakan pemeriksaan dengan alat-alat (endoskopi) atau
benda asing tajam yang tertelan. Keganasan dalam mediatinum dapat pula
mengakibatkan udara rongga pleura melalui fistula antara saluran napas proksimal
dengan rongga pleura.5
4. Udara berasal dari sub diafragma dengan adanya robekan lambung akibat suatu
trauma atau abses subdiafragma dengan kuman pembentuk gas.
Adanya udara di rongga pleura maka pleura visceralis akan terlepas dari pleura parietalis dan
paru tidak akan mengikuti gerak napas dinding dada dan diaphragma.1 Masuknya udara di
rongga pleura juga mengakibatkan terjadinya hubungan antara udara atmosfer dengan rongga
tersebut sehingga tekanan negatif dalam paru berkurang dan paru akan kolaps.
B. Etiologi
Berdasarkan etiologinya, pneumothoraks dibagi menjadi:
1. Pneumothoraks Spontan
a. Pneumothoraks Primer
Terjadi tanpa disertai kelainan pada paru atau trauma pada dada. Kebanyakan
pneumothorax primer terjadi pada dewasa muda (65% berusia antara 20-40 tahun)
dan lima kali lebih banyak pada pria dibanding wanita.5
Biasanya terdapat pada pasien yang memiliki bula pada permukaan paru, tepat
di bawah pleura viseralis. Pembentukan bula dan rupturnya diperkirakan karena
gradien tekanan tranpulmoner pada apex lebih besar dibanding pada basalnya. Bila
bula pecah maka terbentuk lubang sehingga udara dari dalam paru bisa masuk
kedalam rongga pleura1 . Lebih dari 90% penderita pneumothoraks primer adalah
perokok. Telah dibuktikan bahwa resiko terjadinya pneumothoraks primer
meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah rokok yang dihisap tiap harinya.
Faktor genetik diduga juga berperan dalam kasus ini. Di samping itu pneumothoraks
primer juga ditemukan pada penderita dengan kelainan genetik seperti sindroma
Marfan, homosistinuria, dan sindroma Birt Hogg Dube.5
b. Pneumothoraks Sekunder
Terjadi pada pasien dengan penyakit paru, terutama pada penderita penyakit
paru obstruktif kronis. Penyakit-penyakit tersebut antara lain asma bronkhial,
tuberculosis paru, emfisema paru, sarcoidosis, infark paru, keganasan paru, dan
fibrosis paru yang idiopatik. Pneumothoraks sekunder dapat juga ditemukan pada
penderita AIDS yang disebabkan pneumonia Pneumocystis carinii.5
Diambil dari buku Diagnostic Radiology Grainger Allison’s page 334.5
2. Pneumothoraks Traumatik
Pneumothoraks traumatik dapat terjadi karena trauma paru baik secara penetrasi
maupun non penetrasi, misalnya trauma dada. Pada pneumothoraks traumatik biasanya
hanya terdapat 1 katup atau lubang pada pleura yang akibatnya udara dapat masuk
tetapi tidak bisa keluar. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya tension
pneumothoraks.5
Diambil dari https://rad.usuhs.edu/.8
3. Pneumothoraks Mediastinal
Disebabkan karena trauma pada organ-organ di mediastinum misalnya karena ruptur
oesophagus atau trakhea. Atau dapat disebabkan keganasan di mediastinum.
4. Pneumothoraks Transdiaphragma
Terjadi karena masuknya udara yang berasal dari sub diaphragma akibat robekan
lambung atau abses subdiaphragma.
5. Pneumothoraks Artifisial / Iatrogenik
Biasanya terjadi karena prosedur tindakan medis. Sebab terbanyak adalah karena
transthoracic needle aspiration. Prosedur lain yang dapat mengakibatkan
pneumothoraks iatrogenik adalah terapi thoracosintesis, biopsi pleura, central venous
catheter insertion, biopsi transbronchial, ventilasi mekanik tekanan positif, dan intubasi
yang kurang berhati-hati.5
Diambil dari http://www.meddean.luc.edu/. 9
C. Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis didapatkan tanda-tanda: nyeri dada yang bertambah saat inspirasi
dalam atau batuk, napas pendek, sesak napas, cepat lelah, denyut jantung yang
meningkat, kulit kebiruan karena kekurangan oksigen. Atau dapat juga asimptomatik.2
Perlu ditanyakan apakah pernah menderita penyakit paru, riwayat batuk lama dan
adanya riwayat trauma pada dinding dada. Perlu juga ditanyakan apakah ada anggota
keluarga yang menderita penyakit paru. Serta pekerjaan penderita.
2. Pemerikasaan fisik
Pada pasien dengan pneumothorak keadaan umumnya dapat dijumpai sesak napas,
lemah, sianosis, gelisah, atau kesakitan hebat. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan
RR meningkat, takikardi, dan hipotensi. Pada pemeriksaan fisik dada didapatkan:1,2
Inspeksi : adanya asimetri dada, dada yang terkena lebih cembung dibanding yang
sehat, tanda-tanda retraksi dada (sela iga melebar), sianosis
Palpasi : stem fremitus paru yang terkena lebih lemah, didapatkan ictus cordis
yang bergeser ke kontralateral
Perkusi : paru yang terkena akan terdengar hipersonor, tanda-tanda pergeseran
mediastinum ke arah kontralateral
Auskultasi : suara pernapasan akan terdengar melemah sampai menghilang di atas
bagian paru yang kolaps.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Foto rontgen thoraks
Foto rontgen thoraks merupakan pemeriksaan terpenting untuk menegakkan
diagnosis. Pada umumnya diambil dengan posisi anteroposterior dan lateral
decubitus dengan sisi yang terkena disebelah atas. Foto rontgen thoraks juga
berguna untuk evaluasi terhadap tindakan yang telah dilakukan.
Gambaran radiologis yang tampak pada foto rontgen kasus pneumotoraks
antara lain6,7
1. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan
tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps
tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobules sesuai dengan lobus
paru.
2. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque
yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang
luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan
sesak napas yang dikeluhkan.
3. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium
intercostalis melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila
ada pendorongan jantung atau trakea kearah paru yang sehat, kemungkinan
besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan intrapleural yang
tinggi.
4. Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadinya :
Pneumomediastinum
Emfisema subkutis
b. CT scan dada
CT scan thorak lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa
dengan pneumotorak, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner
dan untuk membedakan antara pneumotorak spontan primer dan sekunder.7
c. Aspirasi dengan jarum
Berguna untuk diagnosis dan terapi. Bila terdapat udara dalam rongga pleura
maka pada aspirasi akan tampak gelembung udara yang terlihat bila jarum
dihubungkan dengan botol berisi air.
d. Ultrasonografi
D. Pengelolaan
1. Konservatif
Digunakan terutama pada pneumothoraks primer yang kecil dan pneumothoraks
iatrogenik tanpa gejala atau dengan gangguan pernapasan minimal dikelola secara
konservatif dengan pengawasan yang ketat terhadap adanya tanda-tanda penurunan
keadaan umum.
Pemberian oksigen akan membantu mempercepat absorbsi, tapi hindari pemakaian
oksigen 100%, karena ada bahaya retronal floroplasia atau intoksikasi oksigen. Cukup
diberikan oksigen 40% atau 3L/menit.
2. Aspirasi jarum
Digunakan terutama pada pneumothoraks primer dan sekunder yang kecil atau sedang
dengan gejala tanpa adanya kebocoran yang menetap. Pemakaian aspirasi jarum ini
sangat menolong pada pneumothoraks spontan yang menjadi tension pneumothoraks.
Aspirasi jarum pada pneumothoraks dilakukan melalui ruang intercostal II atau III
pada linea medioclavicularis, menggunakan spuit 20 cc dan three way stopcock.
Kemudian dilakukan evaluasi foto thorak, untuk melihat pengembangan paru-paru.
3. Water Seal Drainage
Digunakan terutama pada semua pneumothoraks atau hematothoraks, terutama pada
pneumothoraks traumatik dan tension pneumothoraks.
WSD terdiri dari komponen pipa drainage, botol penampung, botol pengatur tekanan
negatif dengan atau tanpa alat penghisap.
E. Komplikasi
1. Hemopneumothoraks
Merupakan komplikasi yang sering menyertai pneumothoraks. Pada pneumothoraks
spontan dapat dijumpai sejumlah kecil cairan serous atau darah tetapi hanya 2% yang
berkembang menjadi hematothoraks.5
2. Tension Pneumothorax
Pada pernapasan normal tekanan didalam rongga pleura lebih kecil dibandingkan
tekanan di atmosfer. Pada akhir inspirasi tekanan didalam rongga pleura paling rendah
dibandingkan saat akhir respirasi. Bila terjadi pneumothorax maka tekanan didalam
rongga pleura meningkat menjadi tekanan positif, sehingga paru-paru tidak dapat
berkembang dan bisa menakibatkan kolapsnya paru. Tension pneumotorak ditandai
dengan depresi diafragma ipsilateral, dan pergeseran mediastinum kesisi kontralateral.5
3. Pyopneumothorax
Komplikasi yang tidak biasa ini biasanya mengikuti pneumonia necrotizing atau
perforasi esofagus.5
4. Adhesi
Adhesi memberikan gambaran bayangan pita sepanjang batas paru sampai dinding
dada.5
5. Faktor penghambat pengembangan paru kembali
Yang termasuk disini adalah adhesi, pengembangan pleura viseral, malposisi katup
pleura dan obstruksi saluran udara.5
6. Oedem
Kadang komplikasi ini terjadi mengikuti terapi yang diberikan untuk pengembangan
paru setelah kolaps untuk beberapa waktu.5
7. Pneumomediastinum.
8. Pneumothoraks rekurensi.
F. Prognosis
Tergantung penyebab yang mendasari. Pada kasus tanpa komplikasi biasanya
berprognosis baik. Pneumothoraks spontan yang kecil dapat di resorbsi sendiri.
II.3. Double lumen
Double lumen (Double-lumen endotracheal tube) merupakan tindakan pemasangan
selang untuk memisahkan paru. Paru-paru merupakan sepasang organ (paru kanan-paru kiri)
yang tersambung melalui bronkus dan trakea yang berfungsi sebagai satu kesatuan.
Bagaimanapun, pembedahan thoraks mungkin memerlukan pemisahan paru dan ventilasi-
satu-paru untuk melakukan beberapa prosedur tertentu dan atau membuat lapangan operasi
yang optimal. Beberapa prosedur yang memerlukan ventilasi-satu-paru antara lain adalah
lobektomi, pneumektomi, dekortikasi pleura, bullectomy, lavage bronchopulmonar,
esophagogastrectomy, thymectomy, dan reseksi massa mediastinum.10
Pada double lumen, operator menempatkan selang dengan dua lumen untuk
memventilasi paru. Double lumen ini ditempatkan di trakea, dengan satu lumen pada salah
satu bronkus primer kanan atau kiri; dan lumen lain tetap berada di trakea. Prosedur ini dapat
membuat operator untuk memventilasi kedua paru atau salah satu paru secara independen. 10
Metode double lumen merupakan metode paling umum dibandingkan dengan metode
blok bronkial ataupun single lumen dikarenakan prosedur yang cepat dan dapat
mengaplikasikan tekanan udara positif secara kontinyu untuk meningkatkan oksigenasi
sehingga ventilasi dari salah satu ataupun kedua paru dapat diperoleh dengan mudah. 10
Namun, pemasangan double lumen sulit dilakukan pada pasien dengan masalah airway.
Double lumen juga tidak ditujukan untuk ventilasi post operatif dikarenakan kekakuan selang
serta ukuran yang besar memungkinkan terjadinya trauma serta komlikasi.10 Ventilasi udara
positif juga dapat menyebabkan pneumothoraks.11
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. AS
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 34 tahun
Alamat : Kayon, Demak
No. CM : C326309
Masuk Rumah Sakit : 5 Mei 2015
II. DAFTAR MASALAH
No Masalah Aktif Tanggal No Masalah Pasif Tanggal
1
2
Pneumothoraks Dekstra
CKD stage 5
13 Mei 2015
13 Mei 2015
III. DATA DASAR
A. ANAMNESIS
Alloanamesis dengan istri pasien tanggal 13 Mei 2015 pukul 10.00 WIB di
bangsal Rajawali
Keluhan Utama : Nyeri pinggang dan perut
Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak ± 14 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh nyeri
perut, nyeri bertambah berat dan dirasakan hilang timbul, nyeri bertambah
berat ketika ditekan. Mual dan muntah (+), demam (+), 2 hari sebelumnya
muntah hitam (+) dan BAB hitam (+). Pasien merasakan nyeri pinggang ±
2 tahun yang lalu dan oleh dokter didiagnosa menderita gagal ginjal.
Kemudian keluarga pasien membawa pasien ke RSUP Dr. Kariadi untuk
mendapatkan perawatan.
±7 hari setelah perawatan di RS, pasien dipasang double lumen untuk
hemodialisa. 1 hari setelah pemasangan double lumen, pasien mengalami
sesak nafas. Batuk (+), pilek (-), nyeri dada (-), demam (+) ngelemeng.
Kemudian dilakukan pemeriksaan foto thoraks, dan didiagnosis
pneumothoraks kanan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat trauma di daerah dada disangkal
Riwayat asma dan batuk lama disangkal
Riwayat merokok disangkal
Riwayat kencing manis (+), berobat teratur , kontrol di RS Tugu dan RS
Ketileng
Riwayat nyeri pinggang (+), sejak 2 tahun yang lalu, obat yang diminum
asam mefenamat
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini
Tidak ada anggota keluarga yang menderita batuk lama
Riwayat Sosial Ekonomi :
Penderita adalah seorang pegawai swasta. Memiliki seorang istri sebagai ibu
rumah tangga. Biaya pengobatan dengan JKN non PBI.
Kesan : sosial ekonomi cukup
B. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 13 Mei 2015 pukul 10.30 WIB di bangsal Rajawali
Keadaan umum : Lemah, sesak (+)
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital : Tekanan darah : 104/65 mmHg
Nadi : 135x/menit, isi dan tegangan kurang
Respiratory Rate : 29x/menit
Suhu : 400 C
Kulit : Turgor kulit cukup
Kepala : Mesosefal
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (-/-)
Sklera ikterik (-/-)
Telinga : Discharge (-)
Hidung : Nafas cuping (-), discharge (-)
Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-)
Tenggorokan : Faring hiperemis (-)
Leher : Deviasi trakhea (-), simetris, pembesaran nnll (-/-)
Thoraks :
Cor : I : ictus cordis tak tampak
Pa : ictus cordis teraba di SIC V 2 cm medial
LMCS
Pe : konfigurasi jantung dalam batas normal
Au : bunyi jantung I – II murni, bising (-),
gallop (-)
Pulmo : I : Simetris saat statis dan dinamis
Terpasang selang WSD dengan ujung distal setinggi
kosta 3 lateral
Pa : Stem fremitus kanan = kiri
Pe : Paru kiri : sonor seluruh lapangan paru
Paru kanan : sonor seluruh lapangan paru
Au : Paru kiri : suara dasar vesikuler, suara tambahan (-)
Paru kanan : suara dasar vesikuler, suara tambahan
RBK saat inspirasi pada basal paru
Abdomen : I : datar, gambaran usus (-), gerak usus (-)
Au : bising usus (+) normal
Pa : supel, nyeri tekan (+), defans muscular (-)
hepar dan lien tidak teraba
Pe : timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih
(-)
Ekstremitas : Superior Inferior
Oedem ( -/- ) ( -/- )
Sianosis ( -/- ) ( -/- )
Cap reffil <2” <2”
IV. DIAGNOSIS SEMENTARA
Pneumothoraks Dekstra
Pemeriksaan hematologi (13 Mei 2015)
Hb : 8,4 gr/dL
Ht : 25,5%
Eritrosit : 3,1 juta/mmk
Lekosit : 16800/mmk
Trombosit : 400.000 /mmk
MCH : 26,8 pg
MCV : 81,2 fL
MCHC : 32,9 gr/dL
RDW : 17,8 %
BGA
T : 38,6 0C
pH : 7,25
pCO2 : 26
pO2 : 91
HCO3 : 11,9
pCO2 corected : 12,7
pH corrected : 7,25
pO2 corrected : 101
BE : -13,4
O2 : sat 99%
A-ADO2 : 235
RI : 2,3
Kimia klinik (9 Mei 2015)
GDS : 112 g/dl
Ureum : 267 g/dl
Creatinin : 4,77 g/dl
Na : 172 mmol/L
K : 4,4 mmol/L
Cl : 147 mmol/L
Mg : 0,99 mmol/L
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
1. Foto thoraks AP pada tanggal 9 Mei 2015
Foto Tanggal 9 Mei -> UROSEPSIS, CKDCor : Konfigurasi dan letak normal
Pulmo : Corakan vaskuler paru kanan dan kiri tampak normal
Tak tampak bercak pada kedua lapangan paru
Hemidiafragma kanan setinggi costa 10 posterior
Sinus costofrenicus kanan kiri lancip
Tampak jumlah udara meningkat pada small bowel
Kesan : Cor tak membesar
Pulmo tak tampak kelainan
2. Foto thoraks AP pada tanggal 12 Mei 2015 (17.21)
Foto Tanggal 12 Mei (jam 17.21) -> CKD post dialisis
Tampak terpasang double lumen dari arah subclavia kanan dengan ujung distal
superposisi dengan corpus vertebra thoracal 9
Cor : Konfigurasi dan letak normal
Pulmo : Corakan vaskuler paru kanan dan kiri tampak normal
Tak tampak bercak pada kedua lapangan paru
Tampak lusensi avaskuler pada apikolateral hemithorax kanan disertai pleura visceral
line dan kolaps paru kanan
Hemidiafragma kanan setinggi costa 10-11 posterior
Tampak gambaran deep sulcus sign pada sinus costofrenicus kanan
Sinus costofrenikus kiri lancip
Kesan : Terpasang double lumen dari arah subclavia kanan dengan ujung distal
superposisi dengan corpus vertebra thoracal 9
Cor tak membesar
Tak tampak infiltrat pada pulmo yang terlihat
Gambaran pneumothoraks kanan
3. Foto thoraks AP pada tanggal 12 Mei 2015 (20.40)
Foto Tanggal 12 Mei (jam 20.40) -> CKD post dialisis, post WSD
Masih tampak terpasang double lumen dari arah subclavia kanan dengan ujung distal
superposisi dengan corpus vertebra thoracal 9
Tampak terpasang chest tube dari arah caudal dengan ujung cranial pada hemithoraks
kanan setinggi intercostal space II
Cor : Konfigurasi dan letak normal
Pulmo : Corakan vaskuler paru kanan dan kiri tampak normal
Tak tampak bercak pada kedua lapangan paru
Masih tampak lusensi avaskuler pada lateral hemithorax kanan disertai pleura visceral
line yang berkurang dibanding sebelumnya, paru tampak mengembang
Hemidiafragma kanan setinggi costa 10 posterior
Sinus costofrenikus kanan kiri lancip
Tampak lusensi pada soft tissue regio aksilla kanan
Kesan : Konfigurasi jantung relatif sama
Pulmo tak tampak infiltrat
Gambaran pneumothoraks kanan perbaikan
Emfisema subkutis regio aksilla kanan
4. Foto thoraks AP pada tanggal 13 Mei 2015 (18.52)
Foto Tanggal 13 Mei (jam 18.52) -> post CVC, adakah pneumothorax?
Tampak terpasang double lumen dari arah subclavia kanan dengan ujung distal
superposisi dengan corpus vertebra thoracal 8-9
Tampak terpasang CVC dari arah subclavia kiri dengan ujung distal pada paravertebral
kanan setinggi corpus vertebra thoracal 7
Tampak terpasang chest tube pada hemithoraks kanan dengan ujung distal setinggi
kosta 3 lateral
Cor : Konfigurasi dan letak normal
Pulmo : Corakan vaskuler tampak meningkat
Tampak bercak pada parakardial kanan
Tak tampak lusensi avaskuler pada hemithorax kanan yang tervisualisasi
Hemidiafragma kanan setinggi costa 10 posterior
Sinus costofrenikus kanan kiri lancip
Kesan : Cor tak membesar
Infiltrat pada parakardial kanan
Tak tampak gambaran pneumothoraks pada hemithoraks kanan yang
tervisualisasi
INITIAL PLAN 13 Mei 2015
Pneumothoraks Dekstra
IP Dx : S: -
O: darah rutin dan elektrolit
Foto thoraks PA/lateral ulang
IP Rx : - diet lunak 2100 kkal
- injeksi cefotaxim 1 gr i.v
IP Mx : Keadaan umum, tanda vital, tanda syok
IP Ex : Menjelaskan kepada penderita dan keluarganya bahwa penderita menderita
pneumothoraks, yaitu adanya udara pada rongga pleura, sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan penunjang yaitu foto rontgen dada dan harus dilakukan pemasangan selang
di dada.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut dan nyeri pinggang. ±2 tahun yang lalu
pasien oleh dokter telah didiagnosis gagal ginjal. ±7 hari setelah perawatan di RS, pasien
dipasang double lumen untuk hemodialisa. 1 hari setelah pemasangan double lumen, pasien
mengalami sesak nafas dan penurunan kesadaran, batuk (+), demam (+) ngelemeng.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan hitung nadi meningkat 135x/menit, RR 29 x/menit,
suhu 40oC. Pada inspeksi terpasang selang WSD dengan ujung distal setinggi kosta 3 lateral.
Auskultasi paru kanan didapatkan suara tambahan RBK pada basal paru saat inspirasi.
Dari pemeriksaan X-foto thorax pada tanggal 12 Mei 2015 pukul 17.21 didapatkan
gambaran lusensi avaskuler pada apikolateral hemithorax kanan disertai pleura visceral line
dan kolaps paru kanan. Tampak gambaran deep sulcus sign pada sinus costofrenicus kanan.
Tak tampak infiltrat pada pulmo yang terlihat. Kesan yang didapatkan yaitu gambaran
pneumothoraks kanan.
X-foto thorax tanggal 12 Mei 2015 pukul 20.40 didapatkan gambaran lusensi avaskuler
pada lateral hemithorax kanan disertai pleura visceral line yang berkurang dibanding
sebelumnya, paru tampak mengembang. Tampak lusensi pada soft tissue regio aksilla kanan
suspek emfisema subkutis region aksilla kanan. Kesan yang didapatkan yaitu gambaran
pneumothoraks kanan perbaikan.
X-foto thorax tanggal 13 Mei 2015 pukul 18.52 didapatkan gambaran corakan vaskuler
tampak meningkat, tampak bercak disertai infiltrat pada parakardial kanan. Tak tampak
gambaran pneumothoraks pada hemithoraks kanan yang tervisualisasi.
Pneumothorax adalah terdapatnya udara dalam rongga pleura. Udara dari lingkungan
luar dapat masuk ke dalam rongga pleura melalui suatu lubang robekan, luka tusuk, atau
trauma akibat tindakan medis yang menggunakan alat-alat (iatrogenik). Pada pasien ini,
didapatkan pneumothorax artificial atau iatrogenik akibat prosedur pemasangan double
lumen.
Pada keadan normal, cavum pleura merupakan ruang potensial yang permukaannya
dilapisi mesothelial yang menghasilkan cairan serous untuk melicinkan permukaan. Pada
akhir ekspirasi, tekanan dalam rongga pleura lebih rendah daripada tekanan atmosfir. Hal ini
disebabkan karena adanya keseimbangan antara daya recoil paru yang cenderung
mengecilkan paru. Tekanan negatif inilah yang mempertahankan pengembangan paru.
Adanya udara di rongga pleura maka pleura visceralis akan terlepas dari pleura
parietalis dan paru tidak akan mengikuti gerak napas dinding dada dan diaphragma.
Masuknya udara di rongga pleura juga mengakibatkan terjadinya hubungan antara udara
atmosfer dengan rongga tersebut sehingga tekanan negatif dalam paru berkurang dan paru
akan kolaps.
Penelitian J A Despars et al menyatakan bahwa penyebab pneumothorax iatrogenik
tertinggi adalah aspirasi jarum transthorakal, thoracosentesis, subclavian venipuncture, dan
ventilasi udara positif. Penelitian ini juga menyebutkan bahwa angka insidensi
pneumothorax iatrogenik melebihi pneumothorax spontan.11
Diagnosa pneumothorax dapat ditegakkan melalui gejala klinis dan pemeriksaan
penunjang. Pada gejala klinis ditemukan adanya sesak nafas dan pada pemeriksaan fisik
didapatkan hipersonor pada perkusi paru kanan.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan udara dalam rongga pleura yang
memberikan bayangan radiolusen yang tanpa struktur jaringan paru (lusen avaskuler) dengan
batas paru berupa garis radioopak tipis yang berasal dari pleura visceral. Pada foto terlihat
bayangan udara dari pneumothorax yang berbentuk cembung yang memisahkan pleura
parietalis dengan pleura viseralis.4
Pada pneumothorax yang luas, akan menekan jaringan paru ke arah hilus atau paru
menjadi kuncup/kolaps di daerah hilus dan mendorong mediastinum ke arah kontralateral.
Selain itu sela iga menjadi lebih lebar. Udara dalam ruang pleura menjadi lebih radiolusen
dibandingkan paru-paru yang bersebelahan dengan pneumothorax tersebut.5
Pneumothorax dapat dievaluasi dengan foto anteroposterior atau lateral pada saat
yang sama. Terapi yang diberikan pada pneumothorax adalah pemasangan WSD dan
pengobatan pada penyakit yang mendasari.
BAB V
KESIMPULAN
1. Pneumothorax adalah suatu keadaan dimana kavum pleura terisi oleh udara.
2. Pneumothorax salah satunya dapat terjadi akibat prosedur tindakan medis seperti pemasangan double lumen.
3. Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
4. Pemeriksaan penunjang berupa X-foto polos akan memberikan gambaran lusensi tanpa ada corakan vaskuler parenkim paru (lusen avaskuler).
5. Pneumothorax adalah kegawatdaruratan yang harus segera ditangani. Salah satu prosedur pengelolaan pneumothorax adalah dengan menggunakan water sealed drainase (WSD).
DAFTAR PUSTAKA
1. Halim H. Penyakit – penyakit Pleura. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiyati S (editor). Edisi IV. Jilid
II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2006: 1066-70.
2. Rachmatullah P. Penyakit Pleura. Dalam: Ilmu Penyakit Paru (Pulmonologi). Buku
ke-1. Semarang: Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK Undip, 1997: 4-16.
3. Mukty A. Pleura. Dalam: Ilmu Penyakit paru. Amin M, Alsagaff H, Taib W (editor).
Surabaya: Airlangga University Press, 1990: 69-79.
4. Meschan I. 1973. Analysis of Roentgen Sign in General Radiology. London: WB
Saunders Company.p.499
5. Grainger RG, Allison DJ, Adam A, Dixon K. 2002. Diagnostic Radiology.
London:Churcill Livingstone.p.334-336
6. Rasad S. 2005. Radiologi Diagnostik. Jakarta : Divisi Radiodiagnostik, Departemen
Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.p.119-120
7. Malueka, Rusdy, Ghazali. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta : Pustaka Cendekia
Press; 2007.p.56
8. Traumatic pneumothoraks [homepage on the internet]. Available from : https://rad.usuhs.edu/medpix/include/medpix_image.php3?imageid=11950
9. Pneumothoraks [homepage on the internet]. Available from : http://www.meddean.luc.edu/lumen/meded/medicine/pulmonar/images/tensionp.jpg
10. Double-Lumen Endotracheal Tube Placement [homepage on the internet]. Available
from : http://emedicine.medscape.com/article/199993-overview
11. J A Despars et al. Significance of iatrogenic pneumothoraces. CHEST Journal. USA,
1994.