prospek perdagangan dan investasi di indonesia
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PROSPEK PERDAGANGAN DAN INVESTASI DI INDONESIA PASCA
ASEAN-CHINA FREE TRADE AGREEMENT (ACFTA)
Skripsi
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk
Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
oleh :
ELIZA SINTA SURYANI
F 0107008
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
MOTTO
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah
selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang
lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”
(alam nasyrah:6-8)
“LEBIH CEPAT LEBIH BAIK”
(penulis)
“Maka Nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan?”
(QS Ar Rahman)
“Orang yang mudah tersenyum dalam menjalani hidup ini bukan saja orang yang paling mampu membahagiakan diri sendiri; Tetapi juga orang yang mampu bertaubat,
orang yang sanggup memikul tanggungjawab, orang yang paling tangguh menghadapi kesulitan dan memecahkan persoalan,
serta orang yang paling dapat menciptakan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain”
(La Tahzan)
Hidup dan nasib, bisa tampak berantakan, misterius, fantastis, dan sporadis.
Namun setiap elemennya adalah subsistem keteraturan dari sebuah desain
holistic yang sempurna.
Menerima kehidupan berarti menerima kenyataan bahwa tak ada hal sekecil apa
pun yang terjadi karena kebetulan.
Ini fakta penciptaan yang tak terbantahkan.
Diinterpretasikan dari pemikiran agung Harun Yahya
Dalam buku Sang Pemimpi-Andrea Hirata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
PERSEMBAHAN
I dedicate this research for
“ MY LOVELY FAMILY”
Thanks Allah to give me a lovable family
And moreover give me a chance’s to be a part of them
Karya ini dipersembahkan kepada:
♥ Mas Haryo Hadisaputro
♥ Saudara-saudaraku
♥ Sahabat-sahabatku
♥ Almamaterku UNS
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikkum Wr. Wb.
Alhamdulillah, Alhamdulillah, Alhamdulillahirrabil’alamiin. Puji syukur
penulis panjatkan atas Kehadirat Illahi Rabbi, Allah S.W.T yang telah memberikan
rahmat dan ridho-Nya serta petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini dengan lancar. Shalawat serta salam yang selalu tercurah kepada
Rasulullah uswah hasannah kita, keluarga, sahabat, serta orang-orang yang senantiasa
meneruskan risalah perjuangan hingga akhir kelak. Skripsi ini disusun untuk
memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas
Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Persiapan, perencanaan, dan pelaksanaan hingga terselesaikannya penyusunan
skripsi ini tidak terlepas dari peran dan bantuan berbagai pihak baik secara moril
maupun materiil. Oleh karena itu dengan kerendahan hati dan ketulusan yang
mendalam penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Akt., selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang secara langsung maupun tidak
langsung telah banyak membantu penulis selama menuntut ilmu di Fakultas
Ekonomi UNS
2. Drs. Kresno Sarosa Pribadi, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
3. Dwi Prasetyani, S.E,M.Si, selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu,
tenaga, dan pikiran dalam membimbing dan memberikan masukan yang berarti
dalam penyusunan skripsi ini
4. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret
Surakarta beserta seluruh staff dan karyawan yang telah memberikan bimbingan,
arahan, dan pelayanan kepada penulis
5. Semua pihak dari Pusat Kebijakan Ekonomi Makro (PKEM) lantai 8 Badan
Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Republik Indonesia yang tak
bisa disebutkan satu persatu, terimakasih untuk kebersamaan,ilmu, serta
pengetahuan baru yang sangat bermanfaat
6. Bapak Ragimun (Peneliti pada Pusat Kebijakan Ekonomi Makro, Badan
Kebijakan Fiskal), terimakasih untuk bantuan data, pemikiran dll yang berkaitan
dengan skripsi ini
7. Mamaa, Mamaa, Mamaa dan Bapak yang amat sangat kusayangi. Terimakasih
untuk senantiasa mencurahkan semua kasih sayangmu, untuk air mata yang selalu
engkau teteskan dan tiada lelah bagimu untuk selalu menengadahkan kedua
tanganmu untuk mendoakan yang terbaik untukku serta untuk pengorbanan yang
begitu besar yang tak akan mungkin dapat terbalaskan oleh anandamu ini
8. Kakakku Ervani Setya Susanti, terima kasih untuk segala macam bantuan,
dukungan, kasih sayang, serta untuk menjadi tauladan yang baik untukku, untuk
adik-adikmu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
9. Adikku tersayang Rizky Indra Nugroho yang selalu kurindukan, kamu adalah
motivasi bagiku, tanpa melihatmu mungkin aku tidak akan semangat
menyelesaikan skripsi ini dan mungkin tak akan sekuat dan setegar sekarang
10. Mas Haryo Hadisaputro tentu saja, atas semangatnya setiap hari yang berarti
sekali, yang bisa membuat jarak 500 km serasa menjadi 5 km saja. The last
person on earth I want to be with, the person I can’t be without
11. Untuk teman-teman seperjuangan jurusan Ekonomi Pembangunan kelas B
angkatan 2007, terima kasih untuk kekompakan serta kebersamaan yang hangat
selama ini, ada banyak cinta kutemukan disitu
12. Anne, Andien, Aniend, Desta, Diana, terima kasih untuk selalu menjadi sahabat
untukku, sahabat terbaik
13. WISMONER’s para penghuni kos Wisma putri NITA, terima kasih telah mengisi
hari-hariku dan menjadi teman dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyajian skripsi ini masih jauh dari
sempurna, seperti kata pepatah, tak ada gading yang tak retak, namun upaya mencari
gading yang tak retak telah penulis usahakan.
Semoga Allah S.W.T meridhoi semua bantuan yang telah diberikan kepada
penulis dan semoga karya yang sederhana ini dapat member manfaat,amin.
Wassalamu’alaikum wr.wb
Surakarta, April 2011
Eliza Sinta Suryani
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
ABSTRACT ...................................................................................................... ii
ABSTRAK ......................................................................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. v
HALAMAN MOTTO ......................................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 11
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 12
D. Manfaat Penelitian ................................................................................... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori ........................................................................................ 13
1. Teori Perdagangan Internasional ........................................................ 13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
2. Perjanjian Internasional ..................................................................... 19
3. Pertumbuhan Ekonomi ...................................................................... 24
4. Penetrasi Ekonomi Regional dan Internasional .................................. 28
5. Percepatan Ekonomi Kawasan Asia Timur (Asian Miracle) ............... 29
6. Teori Investasi ................................................................................... 30
7. Penanaman Modal Asing ................................................................... 33
8. Peranan Investasi dalam Pembangunan .............................................. 38
9. Perkembangan Kebijakan Perdagangan Indonesia ............................. 40
10. Keunggulan Komparasi (Comparative Advantage) ............................ 42
11. Analisis Daya Saing Produk Ekspor .................................................. 44
12. Proses Terjadinya ACFTA ................................................................. 47
B. Studi Terdahulu ....................................................................................... 49
C. Kerangka Pemikiran ................................................................................ 52
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................ 54
B. Jenis dan Sumber Data ............................................................................. 54
C. Definisi Operasional Variabel .................................................................. 54
1. Variabel Penelitian ............................................................................ 54
2. Definisi Operasional ......................................................................... 55
D. Teknik Pengumpulan Data ....................................................................... 55
E. Metode Analisis Data .............................................................................. 56
1. Analisis SWOT ................................................................................. 57
2. Gravity Model ................................................................................... 60
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum ACFTA ....................................................................... 72
B. Perkembangan Investasi China ke Indonesia Sebelum dean Sesudah ACFTA
................................................................................................................. 75
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
C. Optimalisasi Investasi China ke Indonesia ............................................... 81
D. Kekuatan, Kelemahan, Peluang serta Ancaman Investasi China ke Indonesia
Setelah Pembentukan ACFTA ................................................................. 86
1. Kekuatan ............................................................................................ 86
2. Kelemahan ......................................................................................... 86
3. Peluang .............................................................................................. 87
4. Ancaman ............................................................................................ 91
E. Potensi Perekonomian dan Perdagangan Indonesia-China ........................ 93
F. Strategi Pengembangan Investasi China ke Indonesia .............................. 98
G. Perkembangan Perekonomian Indonesia-China ....................................... 109
H. Hasil Analisis Data .................................................................................. 111
1. Pemilihan Model (Metode Zarembaka) .............................................. 111
2. Hasil Regresi Variabel Independen terhadap Variabel Dependen ....... 114
3. Interpretasi Ekonomi ......................................................................... 121
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 128
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1
Proyeksi IMF atas Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara ................................. 8
Tabel 2.1
Perkembangan Kebijakan Perdagangan Indonesia ................................................. 41
Tabel 4.1
Perkembangan Realisasi Investasi China ke Indonesia 2002-2007 (juta US$) ........ 77
Tabel 4.2
Ekspor Migas dan Nonmigas ke China tahun 2002-2007 (juta US$) ...................... 79
Tabel 4.3
Perbandingan Perdagangan Indonesia-China terhadap Indonesia-Dunia (Persen) tahun
2002-2007 ............................................................................................................. 82
Tabel 4.4
Rata-rata Perdagangan Indonesia Sebelum dan Era ACFTA (US$) 2002-2007 ...... 83
Tabel 4.5
Perkembangan Realisasi Investasi (Proyek)China dan Dunia di Indonesia 2002-2007
.............................................................................................................................. 84
Tabel 4.6
Matriks Penetapan Strategi Berdasarkan Analisis SWOT .................................. . 100
Tabel 4.7
Perkembangan PDB China dan Indonesia (Milyar Dollar) ................................... 109
Tabel 4.8
Perkembangan Ekspor Indonesia ke China (Juta Dollar) ..................................... 110
Tabel 4.9
Perkembangan Nilai Ekspor Nonmigas Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan 2007-
2009 .................................................................................................................... 111
Tabel 4.10
Uji Zarembaka .................................................................................................... 112
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
Tabel 4.11
Uji Zarembaka .................................................................................................... 112
Tabel 4.12
Hasil Regresi Model ........................................................................................... 114
Tabel 4.13
Hasil Uji Korelasi Parsial .................................................................................... 119
Tabel 4.14
Hasil Uji LM-ARCH ........................................................................................... 120
Tabel 4.15
Hasil Uji Breusch-Godfrey .................................................................................. 121
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Kurva Marginal Efficiency of Investment ............................................................... 32
Gambar 2.2
Teori Diamond ...................................................................................................... 43
Gambar 2.3
Kerangka Pemikiran .............................................................................................. 53
Gambar 3.1
Kerangka Analisis SWOT ..................................................................................... 58
Gambar 3.2
Matriks Model Analisis SWOT ............................................................................. 60
Gambar 3.3
Daerah Kritis Uji F ............................................................................................... 69
Gambar 3.4
Daerah Kritis Uji t ................................................................................................. 70
Gambar 4.1
Total Perdagangan Indonesia-China dan Indonesia-Dunia 2002-2007 ................... 78
Gambar 4.2
Ekspor Migas dan Nonmigas ke China (Juta US$) 2002-2007 ............................... 80
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masalah perekonomian merupakan masalah yang tidak ada batasnya. Oleh
karena itu dalam jangka pendek pemerintah harus dapat menjaga kondisi
perekonomian agar tetap stabil dan pemerintah dituntut untuk selalu dapat membantu
menciptakan iklim usaha yang kondusif atau mendukung semua pihak, sedangkan
dalam jangka panjang pemerintah harus berusaha mencapai tujuan bersama yaitu
kemakmuran, kesejahteraan masyarakat serta mengatasi masalah pertumbuhan
ekonomi. Namun, dalam kenyataannya usaha pemerintah tidak berjalan sesuai dengan
yang direncanakan, banyak masalah-masalah yang muncul dan pemerintah harus siap
untuk memecahkannya. Beberapa masalah perekonomian yang dihadapi Indonesia
antara lain pengangguran. Meskipun banyak jenis pengangguran yang muncul dalam
perekonomian Indonesia, namun secara umum pengangguran akan memberikan
dampak buruk bagi kegiatan ekonomi Negara. Pengangguran akan menyebabkan
perekonomian berada di kondisi bawah kapasitas penuh, suatu kapasitas yang
diharapkan. Pengangguran juga akan menyebabkan beban angkatan kerja yang benar-
benar produktif menjadi semakin berat, di samping secara sosial pengangguran akan
menimbulkan kecenderungan masalah-masalah kriminalitas dan masalah sosial
lainnya (www.elearning.gunadarma.ac.id/.../perekonomian_indonesia/bab8-masalah-
pokok-perekonomian_indonesia.pdf)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Indonesia merupakan salah satu dari 3 negara Asia, disamping China dan
India yang tetap tumbuh positif saat negara lain terpuruk akibat krisis finansial
global. Jumlah penduduk yang tinggi pada ketiga negara tersebut membuat
perekonomian tidak terpuruk atas berkurangnya permintaan dari negara lain karena
permintaan domestik yang terjaga, yang utamanya didorong oleh konsumsi
masyarakat yang tetap tinggi. Di samping itu pemerintah juga memberikan dorongan
pada perekonomian melalui peningkatan stimulus dalam mempercepat proses
pemulihan perekonomian, terutama pemerintah China, dan kebijakan moneter juga
dilakukan ketiga negara tersebut untuk meminimalisir volatilitas yang tinggi pada sisi
finansial pada saat terjadi krisis finansial global (Bary, 2009). Cashmore (2009)
menjelaskan bahwa China dan India merupakan dua negara yang akan memimpin
produksi di Asia. Namun di sisi lain, dua negara tersebut tidak kaya akan sumber
daya alam, sehingga tanpa bantuan sumber daya alam negara lain, akan menghambat
proses produksinya. Sedangkan Indonesia merupakan negara penghasil komoditas
dan kaya akan sumber daya alam dengan letak geografis yang cukup dekat dengan
China dan India, yaitu hanya sekitar 3.200 km. Ini merupakan suatu prestasi dan
optimisme bagi masa depan perekonomian Indonesia (Bary,2009).
Perkembangan ekonomi dunia khususnya di bidang perdagangan internasional
telah memasuki fase perkembangan perdagangan bebas. Hal ini dapat dilihat dari
banyaknya jumlah Free Trade Agreement (FTA) baik secara multilateral, regional,
maupun bilateral. Secara kumulatif sampai tahun 2009 telah terdapat 450 FTA yang
telah dinotifikasi, seperti di Benua Amerika terdapat sebuah kerja sama NAFTA yaitu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
bentuk kerja sama regional antara Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko. Eropa
terdapat kerja sama ekonomi yang lebih luas dengan terbentuknya sebuah kawasan
ekonomi yaitu European Union (EU) di kawasan Eropa, Association of South East
Asian Nation (ASEAN) di kawasan Asia Tenggara (Andri Gilang Nugraha,2010).
ASEAN yang merupakan salah satu bentuk kerja sama regional adalah sebuah
bentuk kekuatan baru di benua Asia, karena menjadi salah satu kawasan dengan
jumlah potensi pasar terbesar di dunia. Hal ini tentunya menarik minat negara-negara
lain yang ingin mengembangkan potensi kerja sama mereka di wilayah Asia. Dengan
terwujudnya bentuk kerja sama ASEAN+1, ASEAN+3 atau ASEAN+6, ditambah
dengan rencana besar dengan terbentuknya ASEAN Economic Community (AEC)
yang membawa kerja sama ekonomi ke arah yang lebih luas yaitu dalam satu
kerangka komunitas ASEAN. Salah satu negara besar yang menunjukan komitmen
kerja samanya sebagai mitra ASEAN adalah Republik Rakyat China (RRC), yang
secara konkrit diimplementasikan dalam perjanjian kerja sama perdagangan bebas
antara ASEAN dengan RRC (Andri Gilang Nugraha, 2010).
Pada tahun 1991, para pemimpin negara anggota ASEAN sepakat untuk
membentuk kawasan perdagangan bebas ASEAN. Kemudian pada tahun 1996, RRC
secara resmi menjadi dialog partner serta mitra strategis bagi ASEAN, dan pada
bulan November tahun 2000 bertepatan dengan diadakannya KTT ASEAN-RRC,
seluruh kepala negara menyepakati gagasan pembentukan ACFTA yang dilanjutkan
dengan pembentukan ASEAN-RRCEconomic Expert Group pada bulan Maret 2001.
Kerja sama dengan RRC tidak dipungkiri merupakan potensi pengembangan pasar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
yang sangat besar bagi kurang lebih 1,3 milyar penduduk RRC yang merupakan
potensi market di negara dengan potensi dengan populasi terpadat di dunia. Potensi
sebagai FTA terbesar di dunia secara populasi dan terbesar ketiga dunia secara
ekonomi tersebut membuat kepala negara sepakat untuk menandatangani Framework
Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between ASEAN and the PRC
pada bulan November tahun 2002, dalam hal ini Republik Indonesia diwakili oleh
Presiden Megawati Soekarnoputri. Selama dua tahun perundingan berjalan, akhirnya
kesepakatan ACFTA pun disepakati dan ditandai dengan penandatanganan
Agreement on Trade in Goods pada tahun 2004, Indonesia pada waktu itu diwakili
oleh Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu. ACFTA merupakan salah satu bentuk
kerja sama liberalisasi ekonomi yang telah dilakukan Indonesia selama 10 tahun
terakhir. Awal Januari 2010 mulai pemberlakuan ACFTA, dimana terjadi perang
mutu, harga, kuantitas dan kualitas akan suatu pelayanan barang dan jasa serta
industri pasar global China.
Perkembangan ekonomi dunia khususnya bidang perdagangan internasional
saat ini telah mencapai tahap perdagangan bebas. Mulai 1 Januari 2010 Indonesia
harus membuka pasar dalam negeri secara luas kepada negara-negara ASEAN dan
China. Pembukaan pasar ini merupakan perwujudan dari perjanjian bebas antara
ASEAN (Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Brunei Darussalam)
dengan China, yang disebut dengan Asean-China Free Trade Agreement (ACFTA).
Seperti halnya hubungan Indonesia dengan China yang telah terjalin sejak berabad-
abad lamanya, khususnya hubungan dalam hal ekonomi dan perdagangan. Produk-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
produk impor dari ASEAN dan China akan lebih mudah masuk ke Indonesia dan
lebih murah karena adanya pengurangan tarif dan penghapusan tarif, serta tarif akan
menjadi nol persen dalam jangka waktu tiga tahun (Dewitari, dkk:2009). Dalam
hubungannya tersebut Indonesia dan China tidak selalu mengalami kondisi atau
keadaan yang mulus, hal tersebut dikarenakan perbedaan yang berbeda pula antara
Indonesia dan China dari segi perbedaan sosial dan politik. Saat ini China merupakan
Negara industri yang mendekati Negara maju seperti Jepang dan Korea Selatan,
sehingga Indonesia harus dapat mencari peluang atas perkembangan perekonomian
dan industrialisasi China tersebut yang tentunya akan sangat membutuhkan banyak
bahan industri seperti Crude Palm Oil (CPO), karet, kayu, dan bahan mentah lainnya.
Adapun sektor lain yang dibutuhkan China saat ini antara lain dari sektor energi,
pangan, tambang, dan produk pertanian lainnya.
Jumlah penduduk China yang sangat tinggi menjadikan tingkat konsumsi
dalam negerinyapun tinggi serta dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi negara
China yang dalam dekade terakhir sangat cepat (pertumbuhan ekonomi China rata-
rata di atas 8%). Hal tersebut merupakan tantangan dan peluang bagi Indonesia untuk
menetapkan strategi hubungannya ke depan untuk memasarkan berbagai sumber
dayanya untuk memenuhi kebutuhan Negara China. Dengan pesatnya pertumbuhan
ekonomi China tersebut merupakan peluang bagi Indonesia untuk memanfaatkan
peluang ini. Namun, sampai saat ini Indonesia belum dapat memanfaatkan secara
optimal peluang tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Sejak berlaku secara aktif tertanggal 1 Juli 2004, Asean-China Free Trade
Agreement (ACFTA) berpengaruh secara signifikan dalam menguntungkan ekonomi,
perdagangan dan investasi intra regional serta akan menjadi tonggak bagi hubungan
Asean-China di masa datang, khususnya Indonesia.
Menurut teori perdagangan internasional, perdagangan antar negara yang
tanpa hambatan berpeluang memberi manfaat bagi masing-masing negara melalui
spesifikasi produksi komoditas yang diunggulkan masing-masing negara tersebut.
Namun dalam faktanya perdagangan bebas dapat pula menimbulkan dampak negatif,
diantaranya adalah eksploitasi terhadap negara berkembang, rusaknya industri lokal,
keamanan barang menjadi lebih rendah dan sebagainya.
Terkait dengan perdagangan bebas, kesepakatan Asean-China FTA juga dapat
menimbulkan dampak baik positif maupun negatif. Dampak positif dari perjanjian
ACFTA tersebut dapat dinikmati langsung oleh sektor yang produknya diekspor ke
China, sementara dampak negatif dirasakan oleh produsen dalam negeri yang
produknya sejenis dengan produk impor China, yang dipasarkan di dalam negeri dan
memiliki tingkat daya saing yang relatif kurang kompetitif.
Pasar domestik terbilang besar dan akan terus berkembang yang didorong
oleh populasi Indonesia dan China diproyeksikan akan terus bertambah ke depan.
Konsumsi masyarakat akan terus menopang perekonomian dengan tingkat
pertumbuhan ekonomi cukup tinggi di saat permintaan dari luar negeri mengalami
penurunan. Dengan kata lain, perdagangan antara Indonesia-China dapat
dipertimbangkan sebagai sumber pertumbuhan yang signifikan di masa depan. Dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
World Economic Outlook edisi Oktober 2009, IMF memproyeksikan pertumbuhan
ekonomi China dan Indonesia masing-masing mencapai 8,5% dan 4%.
Pada beberapa tahun ke depan, pertumbuhan ekonomi China diproyeksikan
tetap tinggi oleh IMF. Pertumbuhan ekonomi China diramalkan akan mencapai 9%
pada 2010, kemudian meningkat menjadi 9,7-9,8% pada tahun 2011 sampai dengan
tahun 2013, namun pada tahun 2014 diproyeksikan mengalami sedikit perlambatan
yaitu menjadi 9,5%. Di lain pihak, proyeksi pertumbuhan ekonomi negara maju
diperkirakan akan tetap rendah walaupun diperkirakan telah mengalami pertumbuhan
normal setelah adanya pemulihan ekonomi pasca krisis finansial global (Bary,2009).
Tabel 1.1menunjukan pertumbuhan yang negatif untuk Jepang dan Amerika
Serikat pada 2009, sedangkan China dan India menunjukan pertumbuhan yang positif
dan relatif tinggi. Amerika Serikat diperkirakan akan tumbuh sebesar 1,5% pada
tahun 2010 dan kemudian akan mencapai angka pertumbuhan sekitar 2,1-2,8% pada
tahun 2011 sampai pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2014.sedangkan Jepang
diperkirakan tumbuh sebesar 1,7% pada tahun 2010 dan kemudian mengalami
percepatan menjadi 2,4% pada 2011 sebelum akhirnya mengalami perlambatan
secara gradual hingga mencapai 1,8% pada tahun 2014.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Tabel 1.1
Proyeksi IMF atas Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Indonesia 6,1 4,0 4,8 5,0 5,5 6,0 6,3
China 9,0 8,5 9,0 9,7 9,8 9,8 9,5
India 7,3 5,4 6,4 7,3 7,6 8,0 8,1
AS 0,4 -2,7 1,5 2,8 2,6 2,5 2,1
Jepang -0,7 -5,4 1,7 2,4 2,3 2,0 1,8
Malaysia 4,6 -3,6 2,5 4,1 5,5 6,0 6,0
Singapura 1,1 -3,3 4,1 4,3 4,2 4,6 4,6 Dalam % yoy
Sumber: IMF, World Economic Outlook, Oktober 2009
Di negara kawasan ASEAN lainnya seperti Malaysia dan Singapura,
pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan lebih baik dari AS dan Jepang, namun lebih
rendah dibandingkan Indonesia, China dan India. Malaysia diperkirakan akan
mengalami percepatan pertumbuhan menjadi 2,5% pada tahun 2010, kemudian akan
mencapai 6% pada tahun 2013 dan 2014. Sementara itu, Singapura yang juga
termasuk negara maju, pertumbuhan ekonominya akan menjadi 4,1% pada tahun
2010 dan kemudian akan semakin cepat hingga mencapai 4,6% pada tahun 2014
(Bary, 2009).
Dengan berlakunya ACFTA berbagai pengamat memprediksi bahwa produk-
produk yang ekspornya akan meningkat adalah kelompok produk pertanian, antara
lain kelapa sawit, karet dan kopi. Sedangkan produk yang diprediksi terkena dampak
negatif adalah produk yang pasarnya di dalam negeri, seperti garmen, elektronoik,
sektor makanan, industri baja/besi, dan produk holtikultura (Ragimun, 2009).
Kekhawatiran terhadap membanjirnya produk dari China pasca implementasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
ACFTA timbul karena selain produk China dikenal murah harganya, produk China
juga sudah banyak beredar di Indonesia sebelum implementasi ACFTA.
Penanaman modal merupakan langkah awal kegiatan produksi. Dengan posisi
semacam itu, investasi pada hakekatnya juga merupakan langkah awal kegiatan
pembangunan ekonomi. Dinamika penanaman modal mempengaruhi tinggi
rendahnya pertumbuhan ekonomi, mencerminkan marak lesunya pembangunan.
Dalam upaya menumbuhkan perekonomian, setiap negara senantiasa berusaha
menciptakan iklim yang dapat meningkatkan investasi. Sasaran yang dituju bukan
hanya masyarakat atau kalangan swasta dalam negeri, tetapi juga investor asing.
Peningkatan iklim investasi di Indonesia dimulai dengan diundangkannya
Undang-Undang No.1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan
Undang-Undang No.6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN). Pemberlakuan kedua undang-undang ini menyusul munculnya rezim orde
baru yang memegang tampuk pemerintahan. Sebelumnya, dalam pemerintahan orde
lama, Indonesia sempat menentang hadirnya investasi dari luar negeri. Pada waktu itu
tertanam keyakinan bahwa modal asing hanya akan menggerogoti kedaulatan negara.
Kedua undang-undang tersebut kemudian dilengkapi dan disempurnakan pada tahun
1970.UU No.1 Tahun 1967 tentang PMA disempurnakan dengan UU No.11 Tahun
1970.UU No.6 Tahun 1968 tentang PMDN disempurnakan dengan UU No.12 Tahun
1970.
Perbaikan iklim penanaman modal tidak henti-hentinya dilakukan pemerintah,
terutama sejak awal Pelita IV atau tepatnya tahun 1984. Melalui berbagai paket
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi dilakukan penyederhanaan mekanisme
perijinan, penyederhanaan tata cara impor barang modal, pelunakan syarat-syarat
investasi, serta perangsangan investasi untuk sektor-sektor dan di daerah tertentu.
Dewasa ini kesempatan berinvestasi di Indonesia semakin terbuka, terutama bagi
penanaman modal asing. Di samping dalam rangka menarik investasi langsung,
keterbukaan ini sejalan pula dengan era perdagangan bebas yang akan dihadapi mulai
tahun 2020 kelak (Dumairy,Perekonomian Indonesia,Erlangga,1997,hal.132).
Semenjak diberlakukannya Undang-Undang No.1 Tahun 1967 yang
disempurnakan dengan Undang-Undang No.11 Tahun 1970 tentang PMA dan
Undang-Undang No.6 Tahun 1968 yang disempurnakan dengan Undang-Undang
No.12 Tahun 1970 tentang PMDN, investasi cenderung terus meningkat dari waktu
ke waktu. Walaupun demikian, pada tahun-tahun tertentu sempat juga terjadi
penurunan. Kecenderungan peningkatan bukan hanya berlangsung pada investasi oleh
kalangan masyarakat atau sektor swasta baik PMDN maupun PMA, namun juga
penanaman modal oleh pemerintah. Ini berarti pembentukan modal domestik bruto
meningkat dari tahun ke tahun.
Penanaman modal oleh dunia usaha meningkat pesat terutama dalam
dasawarsa 1980-an sesudah pemerintah meluncurkan sejumlah paket kebijakan
deregulasi dan debirokratisasi. Dalam dasawarsa 1970-an bagian terbesar dari
penanaman modal dalam negeri berasal dari sektor pemerintah. Keadaan tersebut
sekarang telah berbalik. Selama paruh pertama dasawarsa 1990-an sebagian besar
investasi domestik berasal dari dunia usaha dan masyarakat. Investasi oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
pemerintah sendiri juga tetap bertambah sejalan dengan meningkatnya kebutuhan
akan sarana dan prasarana serta pelayanan dasar lainnya.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini akan menganalisis kondisi investasi
China ke Indonesia setelah ditandatanganinya perjanjian perdagangan antara
ASEAN-China serta menganalisis prospek perdagangan antara Indonesia dan China,
dimana Indonesia merupakan anggota ASEAN. Oleh karena itu diangkat judul
“Prospek Perdagangan dan Investasi di Indonesia Pasca ASEAN-China Free
Trade Agreement (ACFTA)”.
B. Rumusan Masalah
Setelah lebih dari lima tahun ditandatanganinya perjanjian ACFTA maka tentu
mempunyai banyak harapan terjadinya peningkatan investasi China ke Indonesia
serta peningkatan ekonomi perdagangan kedua belah pihak pada umumnya. Oleh
karena itu dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana peluang ACFTA terhadap jumlah investasi China ke Indonesia ?
2. Apakah strategi yang harus dilakukan Indonesia untuk meningkatkan investasi
China ke Indonesia ?
3. Bagaimana prospek perdagangan Indonesia-China setelah Asean-China Free
Trade Agreement (ACFTA) ?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui peluang ACFTA terhadap jumlah investasi China ke
Indonesia
2. Untuk menganalisis strategi yang tepat bagi Indonesia untuk meningkatkan
tingkat investasi China ke Indonesia pasca ACFTA
3. Untuk mengetahui prospek perdagangan Indonesia-China pasca ACFTA.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Bagi Penulis
Dapat mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh dalam perkuliahan di
lapangan
2. Bagi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Dapat menjadi masukan untuk perkembangan ilmu pengetahuankhususnya
bagi pengembangan ilmu ekonomi pembangunan
3. Bagi Pembaca
Dapat dijadikan bahan pembanding bagi pembaca yang tertarik untuk meneliti
hal yang sama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Teori Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan penduduk
suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama.
Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan
individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara, atau pemerintah suatu
negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara perdagangan
internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP.
1.1 Teori Klasik
a. Absolute Advantage dari Adam Smith
Teori absolute advantage lebih mendasarkan pada besaran atau
variabel riil sehingga sering dikenal dengan nama teori murni (pure theory)
perdagangan internasional. Murni dalam arti bahwa teori ini memusatkan
perhatiannya pada variabel riil seperti nilai suatu barang diukur dengan
banyaknya tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang.
Semakin banyak tenaga kerja yang digunakan maka akan semakin tinggi
nilai barang tersebut (Labor Theory of Value).
Teori absolute advantage Adam Smith yang sederhana menggunakan
teori nilai tenaga kerja. Teori nilai kerja ini sangat sederhana karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
menggunakan anggapan bahwa tenaga kerja itu sifatnya homogeny serta
merupakan satu-satunya faktor produksi. Dalam kenyataannya, tenaga kerja
itu tidak homogen, faktor produksi tidak hanya satu dan mobilitas tenaga
kerja tidak bebas.
b. Comparative Advantage dari JS Mill
Teori ini menyatakan bahwa suatu negara akan menghasilkan dan
kemudian mengekspor suatu barang yang memiliki keunggulan komparatif
terbesar dan mengimpor barang yang tidak memiliki keunggulan komparatif.
Teori ini menyatakan bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh banyaknya
tenaga kerja yang digunkan untuk memproduksi barang tersebut.
1.2 Comparative Cost dari David Ricardo
a. Cost Comparative Advantage (Labor Eficiency)
Menurut teori ini suatu negara akan memperoleh manfaat dari
perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan
mengekspor barang dimana negara tersebut dapat berproduksi lebih efisien
serta mengimpor barang dimana negara tersebut tidak dapat memproduksi
barang tersebut secara efisien.
b. Production Comparative Advantage (Labor Productifity)
Menurut teori ini suatu negara akan memperoleh manfaat dari
perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan
mengekspor barang dimana negara tersebut dapat berproduksi lebih efisien
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
serta mengimpor barang dimana negara tersebut tidak dapat memproduksi
barang tersebut secara efisien.
Teori ini mencoba melihat keuntungan atau kerugian dalam
perbandingan relatif. Teori ini berlandaskan asumsi :
1. Labor Theory of Value, yaitu bahwa nilai suatu barang ditentukan
oleh jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan
barang tersebut, dimana nilai barang yang ditukar seimbang
dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk
memproduksinya.
2. Perdagangan internasional dilihat sebagai pertukaran barang
dengan barang
3. Tidak diperhitungkannya biaya dari pengangkutan dan lain-lain
dalam hal pemasaran
4. Produksi dijalankan dengan biaya tetap, hal ini berarti skala
produksi tidak berpengaruh.
1.3 Teori Modern
Teori Heckscher-Ohlin (H-O) menjelaskan bahwa negara-negara
cenderung untuk mengekspor barang-barang yang menggunakan faktor
produksi yang relatif melimpah secara intensif.
Menurut Heckscher-Ohlin, suatu negara akan melakukan perdagangan
dengan negara lain disebabkan negara tersebut memiliki keunggulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
komparatif yaitu keunggulan dalam teknologi dan keunggulan dalam faktor
produksi. Dasar dari keunggulan komparatif adalah :
1. Faktor endowment, yaitu kepemilikan faktor-faktor produksi di
dalam suatu negara
2. Faktor intensity, yaitu faktor teknologi yang digunakan dalam
proses produksi, baik laborintensity maupun capital intensity.
a. The Proportional Factors Theory
Teori modern Heckscher-Ohlin (H-O) menggunakan dua kurva,
pertama adalah kurva isocost, yaitu kurva yang menggambarkan total biaya
produksi yang sama, kedua adalah kurva isoquant, yaitu kurva yang
menggambarkan total kuantitas produk yang sama. Menurut teori ekonomi
mikro, kurva isocost akan bersinggungan dengan kurva isoquant pada
suatu titik optimal. Jadi dengan biaya tertentu akan diperoleh produk yang
maksimal atau dengan biaya yang minimal akan diperoleh sejumlah produk
tertentu.
Analisis teori H-O :
1. Harga atau biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh
jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing
negara
2. Comparative advantage dari suatu jenis produk yang dimiliki
masing-masing negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi
faktor produksi yang dimilikinya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
3. Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi
produksi dan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut
memiliki faktor produksi yang relatif banyak dan murah untuk
memproduksinya
Sebaliknya masing-masing negara akan mengimpor barang-barang
tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif sedikit
dan mahal untuk memproduksinya.
Kelemahan teori H-O yaitu jika jumlah atau proporsi faktor produksi
yang dimiliki masing-masing negara relatifsama maka harga barang yang
sejenis akan sama pula, sehingga perdagangan internasional tidak akan terjadi.
b. Paradoks Leontief
Wassily Leontief seorang pelopor utama dalam analisis input-output
matriks, melalui studi empiris yang dilakukannya pada tahun 1953,
menemukan fakta mengenai struktur perdagangan luar negeri (ekspor-
impor).
Berdasarkan penelitian lebih lanjut yang dilakukan ahli ekonomi
perdagangan ternyata paradoks Leontief tersebut dapat terjadi karena empat
sebab utama, yaitu :
1. Intensitas faktor produksi yang berkebalikan
2. Tarif dan non tarif barrier
3. Perbedaan dalam skill dan human capital
4. Perbedaan dalam faktor sumber daya alam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Kelebihan teori ini adalah apabila suatu negara memiliki banyak
tenaga kerja terdidik, maka ekspornya akan lebih banyak.
c. Teori Opportunity Cost
Opportunity cost digambarkan sebagai Production Possibility Curve
(PPC) yang menunjukan kemungkinan kombinasi output yang dihasilkan
suatu negara dengan sejumlah faktor produksi secara full employment.
Dalam hal ini bentuk PPC akan tergantung pada asumsi tentang
opportunity cost yang digunakan yaitu PPC constant cost dan PPC
increasing cost.
d. Offer Curve/Reciprocal Demand (OC/OD)
Teori offer curve diperkenalkan oleh dua ekonom Inggris yaitu
Marshall dan Edgeworth yang menggambarkan kurva yang menunjukan
kesediaan suatu negara untuk menawarkan atau menukarkan suatu barang
dengan barang lainnya pada berbagai kemungkinan harga.
Kelebihan dari offer curve yaitu masing-masing negara akan
memperoleh manfaat dari perdagangan internasional yaitu mencapai
tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Permintaan dan penawaran pada faktor
produksi akan menentukan harga faktor produksi tersebut dan dengan
pengaruh teknologi akan menentukan harga suatu produk. Pada akhirnya
semua itu akan bermuara pada penentuan comparative advantage dan pola
perdagangan (trade pattern) suatu negara. Kualitas sumber daya manusia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
dan teknologi adalah dua faktor yang senantiasa diperlukan untuk dapat
bersaing di pasar internasional.
2. Perjanjian Internasional
2.1 Definisi Perjanjian Internasional
Ada beberapa definisi tentang perjanjian internasional, antara lain :
a. Definisi dari G. Schwarzenberger
“Treaties are agreements between subject of International Law
creating binding obligations in International Law. They may be
bilateral (i.e.concluded between contracting parties).” (George.., A
Manual..,1984,26).
Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa perjanjian internasional
yaitu suatu persetujuan antara subjek-subjek hukum internasional yang
menimbulkan kewajiban-kewajiban yang mengikat dalam hukum
internasional. Persetujuan tersebut dapat berbentuk multilateral maupun
bilateral.
b. Definisi dari Oppenheim-Lauterpacht
“International treaties are agreements of contractual charter between
states, creating legal rights and obligations between the parties.”
(Oppenheim..,International..,London, hal.877).
Ditegaskan bahwa perjanjian adalah suatu persetujuan antar negara,
yang menimbulkan hak dan kewajiban diantara para pihak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
c. Definisi dari Mochtar Kusumaatmadja
“Perjanjian internasional adalah suatu perjanjian yang diadakan antara
anggota masyarakat bangsa-bangsa yang bertujuan untuk
mengakibatkan akibat-akibat hukum tertentu.” (Mochtar,
Pengantar..,Bandung 1996, hal.38).
Berdasarkan definisi tersebut bahwa subjek hukum internasional yang
mengadakan perjanjian adalah anggota masyarakat bangsa-bangsa, termasuk
lembaga-lembaga internasional dan negara-negara. Dari definisi ini dapat
ditarik persamaan mengenai cirri-ciri perjanjian internasional bahwa pihak-
pihak yang mengadakan perjanjian saling menyetujui antara pihak-pihak yang
dapat menimbulkan hak dan kewajiban dalam bidang internasional.
d. Penggolongan atau Klasifikasi Perjanjian Internasional
Hukum internasional tidak mengenal penggolongan atau klasifikasi
secara formal, tetapi ada beberapa perincian mengenai perjanjian
internasional, yaitu :
a) Klasifikasi perjanjian dilihat dari segi pihak-pihak yang mengadakan
perjanjian (Mochtar..,Pengantar..,1996, Bandung, hal. 11) yaitu :
1. Perjanjian antar negara, merupakan jenis perjanjian yang
jumlahnya banyak, hal ini dapat dimaklumi karena negara
merupakan subjek hukum paling utama
2. Perjanjian antar negara dengan subjek hukum internasional
lainnya, seperti negara dengan organisasi internasional
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
3. Perjanjian antara subjek hukum internasional selain negara satu
sama lain, misalnya negara-negara yang tergabung dalam ACP
(African, Carriban and Pasific) dengan MEE.
b) Klasifikasi perjanjian berdasarkan pihak yang membuatnya.
Penggolongan ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
1. Perjanjian bilateral, yaitu suatu perjanjian yang diadakan oleh dua
pihak (negara) saja yang mengatur soal-soal khusus yang
menyangkut kepentingan kedua belah pihak. Misalnya mengenai
perjanjian batas negara.
2. Perjanjian multilateral, yaitu suatu perjanjian yang diadakan
banyak pihak (negara) yang pada umumnya merupakan perjanjian
terbuka (open verdrag) dimana hal-hal yang diaturnya pun
biasanya menyangkut kepentingan umum yang tidak terbatas pada
kepentingan pihak-pihak yang mengadakan perjanjian tetapi juga
menyangkut kepentingan yang bukan peserta perjanjian itu sendiri.
Perjanjian ini digolongkan pada perjanjian “law making treaties”
atau perjanjian yang membentuk hukum
(Mochtar..,Pengantar..,1996, Bandung, hal. 115).
3. Klasifikasi perjanjian ditinjau dari bentuknya (Sam Suhaidi..,
Sejarah.., Bandung, 1968, hal. 250-251).
a. Perjanjian antar kepala negara (head of state form). Pihak
peserta dari perjanjian tersebut “High Contracting State
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
(pihak peserta Agung)”. Dalam praktek pihak yang
mewakili negara dapat diwakilkan kepada MENLU atau
Duta Besar maupun pejabat yang ditunjuk sebagai kuasa
penuh (full powers)
b. Perjanjian antar Pemerintah (inter-Government form).
Perjanjian ini juga sering ditunjuk MENLU atau Duta
Besar atau wakil berkuasa penuh. Pihak peserta perjanjian
ini tetap disebut “contracting state” walaupun perjanjian itu
dinamakan “inter-governmental”.
c. Perjanjian antar negara (inter-state form) pejabat yang
mewakilinya dapat ditunjuk MENLU atau Duta Besar atau
wakil berkuasa penuh (full powers).
4. Perjanjian dilihat dari proses/tahap pembentukannya
Perjanjian ini didasarkan atas dua golongan (Mochtar, Pengantar,
Bandung, 1996, hal. 112-113) :
a. Perjanjian yang dilakukan melalui tiga tahap
pembentukannya, yaitu perundingan, penandatanganan dan
ratifikasi serta biasanya diadakan untuk hal-hal yang
dianggap penting sehingga memerlukan persetujuan dari
badan legislative (Dewan Perwakilan Rakyat). Perjanjian
ini dapat disebut perjanjian internasional atau traktat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
b. Perjanjian yang melewati dua tahap pembentukan, yaitu
perundingan dan penandatanganan, diadakan untuk hal-hal
yang tidak begitu penting dan memerlukan penyelesaian
yang cepat, seperti perjanjian perdagangan yang berjangka
pendek. Untuk golongan ini dinamakan persetujuan atau
agreement.
5. Klasifikasi perjanjian dilihat dari sifat pelaksanaannya
Penggolongan ini dapat dibedakan atas dua macam (Sam
Suhaidi..,Sejarah..,Bandung, 1968, hal. 256) :
a. Dispositive treaties (perjanjian yang menentukan) yang
maksud tujuannya dianggap sudah selesai atau sudah
tercapai dengan pelaksanaan perjanjian itu. Contoh
perjanjian tapal batas.
b. Executory treaties (perjanjian yang dilaksanakan), adalah
perjanjian yang pelaksanaannya tidak sekaligus, melainkan
dilanjutkan terus menerus selama jangka waktu perjanjian
tersebut. Contoh perjanjian perdagangan.
6. Klasifikasi dari segi struktur
Penggolongan dari segi struktur dibedakan atas :
a. Law making treaties, merupakan perjanjian internasional
yang mengandung kaedah-kaedah hukum yang dapat
berlaku secara universal bagi anggota-anggota masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
bangsa-bangsa, oleh karena itu jenis perjanjian ini
dikategorikan sebagai sumber langsung dari hukum
internasional, yang terbuka bagi pihak lain yang
sebelumnya tidak turut serta dalam perjanjian.
b. Treaty contracts (perjanjian yang bersifat kontrak), dengan
ini dimaksudkan perjanjian dalam hukum perdata hanya
mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian-
perjanjian. Legal effect dari treaty contracts ini hanya
menyangkut pihak-pihak yang mengadakannya, dan
tertutup bagi pihak ketiga. Oleh karena itu treaty contract
tidak melahirkan aturan-aturan hukum yang berlaku umum,
sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai perjanjian yang
membentuk hukum (law making treaties). Contoh
perjanjian Ekstradisi Indonesia-Malaysia.
3. Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Sadono Sukirno (1996:33), pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi memiliki definisi yang berbeda. Pertumbuhan ekonomi yaitu, proses
kenaikan output perkapita yang terus menerus dalam jangka panjang.
Pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan salah satu indikator keberhasilan
pembangunan. Dengan demikian makin tingginya pertumbuhan ekonomi
biasanya makin tinggi pula kesejahteraan masyarakat, meskipun terdapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
indikator yang lain yaitu distribusi pendapatan. Sedangkan pembangunan
ekonomi yaitu, usaha meningkatkan pendapatan perkapita dengan jalan
mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui penanaman
modal, penggunaan teknologi, penambahan pengetahuan, peningkatan
ketrampilan, penambahan kemampuan berorganisasi dan manajemen.
Pembangunan ekonomi didefinisikan dalam beberapa pengertian dengan
menggunakan bahasa berbeda oleh para ahli, namun mempunyai maksud yang
tetap sama. Menurut Adam Smith, pembangunan ekonomi merupakan proses
perpaduan antara pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi
(Suryana,2002:55). Todaro (dalam Lepi T.Tarmidi,1992:11) mengartikan
pembangunan sebagai suatu proses multidimensional yang menyangkut
perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap masyarakat,
kelembagaan nasional maupun percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan
ketidakmerataan dan kemiskinan dari kemiskinan mutlak. Pembangunan
ekonomi menurut Irawan (2002:5) adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf
hidup suatu bangsa yang seringkali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan
perkapita. Prof. Meier (dalam Adisasmita, 2002:205) mendefinisikan
pembanguna ekonomi sebagai proses kenaikan pendapatan riil perkapita dalam
suatu jangka waktu yang panjang. Sadono Sukirno (1985:13) mendefinisikan
pembangunan ekonomi sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan
perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Definisi
tersebut mengandung pengertian bahwa pembangunan ekonomi merupakan suatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
perubahan yang terjadi secara terus menerus melalui serangkaian kombinasi
proses demi mencapai sesuatu yang lebih baik yaitu adanya peningkatan
pendapatan perkapita yang terus menerus berlangsung dalam jangka panjang.
Menurut Schumpeter (dalam Suryana, 2000:5), pembangunan ekonomi bukan
merupakan proses yang harmonis atau gradual, tetapi merupakan perubahan yang
spontan dan tidak terputus-putus. Pembangunan ekonomi disebabkan oleh
perubahan terutama dalam lapangan industri dan perdagangan. Pembangunan
ekonomi berkaitan dengan pendapatan perkapita dan pendapatan nasional.
Pendapatan perkapita yaitu pendapatan rata-rata penduduk suatu daerah
sedangkan pendapatan nasional yaitu nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa
yang diciptakan dalam suatu perekonomian dalam waktu satu tahun.
Pertambahan pendapatan nasional dan pendapatan perkapita dari masa ke
masa dapat digunakan untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi dan juga
perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat suatu daerah. Dalam pengertian
pembangunan ekonomi yang menjadi pedoman adalah sebagai suatu proses yang
menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat
dalam jangka panjang.
Sementara itu pertumbuhan ekonomi menurut Simon Kuznets (dalam
Jhingan, 2000:57), adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu
negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada
penduduknya. Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi dan
penyesuaian kelembagaan dan idiologis yang diperlukannya. Definisi ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
mempunyai tiga komponen, pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa
terlihat dari meningkatnya secara terus menerus persediaan barang, kedua,
teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan
derajat pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada
penduduk, ketiga, penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan
adanya penyesuaian di bidang kelembagaan dan ideologi sehingga inovasi yang
dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan secara tepat.
Dengan bahasa lain, Boediono (1999:8), menyebutkan bahwa pertumbuhan
ekonomi adalah kenaikan output dalam jangka panjang. Pengertian tersebut
mencakup tiga aspek, yaitu proses, output perkapita dan jangka panjang. Jadi,
pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses bukan gambaran ekonomi atau
hasil pada saat itu. Boediono (1999,1-2) menyebutkan lebih lanjut bahwa
pertumbuhan ekonomi juga berkaitan dengan kenaikan “output perkapita”.
Dalam pengertian ini, teori tersebut harus mencakup mengenai pertumbuhan
GDP dan teori mengenai pertumbuhan penduduk, sebab hanya apabila kedua
aspek tersebut dijelaskan, maka perkembangan output perkapita dapat dijelaskan.
Kemudian aspek yang ketiga adalah pertumbuhan ekonomi dalam perspektif
jangka panjang, yaitu apabila selama dalam jangka waktu yang cukup panjang
tersebut output perkapita menunjukan kecenderungan yang meningkat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
4. Penetrasi Ekonomi Regional dan Internasional
Karakteristik pertumbuhan ekonomi modern mempunyai kaitan erat
dengan peranan negara-negara maju. Karakteristik yang pertama, berkaitan
langsung dengan sejarah dan kecenderungan negara-negara kaya untuk secara
terus menerus berusaha untuk merambah dan merentangkan ekonominya ke
negara-negara lainnya. Langkah ini dilakukan guna memperoleh sumber pasokan
produk primer dan bahan baku, tenaga kerja yang murah dan lokasi pemasaran
yang sangat menguntungkan bagi produk-produk manufaktur mereka. Perluasan
aktivitas tersebut dimungkinkan oleh adanya kemajuan teknologi modern yang
begitu pesat, khususnya dalam bidang transportasi dan komunikasi (Ragimun,
dalam Kajian Ekonomi dan Keuangan: 2009:Volume 13 No.2).
Kegiatan perambahan yang giat dilakukan oleh negara-negara maju
tersebut membawa pengaruh besar berupa terintegrasinya perekonomian dunia.
Langkah-langkah tersebut membuka kemungkinan ke arah dominasi politik dan
ekonomi oleh negara-negara berkembang (Todaro:103).
Negara-negara modern baru seperti Korea Selatan juga melakukan
manuever tersebut, yaitu dengan mengimpor bahan baku dan mengekspor
barang-barang manufaktur. China dengan kekuatan baru akan menyusul
melakukan penetrasi ke negara-negara lainnya termasuk Indonesia. Oleh karena
itu Indonesia perlu bersiap diri menetapkan strategi untuk menghadapi kekuatan
ekonomi baru tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Menurut Faisal Basri (2007), pertumbuhan ekonomi China dan India
sangat cepat dibandingkan Negara Asia lainnya, Jepang, China dan India
termasuk tiga besar di kawasan Asia. Produk Domestik Bruto (PDB) China saat
ini mencapai 31% dengan pertumbuhan ekonominya sekitar 8,9% pertahun.
Alasan yang mendukung pesatnya investasi di China, antara lain, infrastruktur
China yang lebih bagus dibandingkan negara lain, misalnya dari segi sarana
transportasi.
5. Percepatan Ekonomi Kawasan Asia Timur (Asian Miracle)
Kawasan Perdagangan Bebas antara Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia
Tenggara (ASEAN) dan China (ACFTA) yang berlaku efektif mulai 1 Juli 2004
secara signifikan menguntungkan ekonomi dan perdagangan intra-regional serta
akan menjadi tonggak bagi hubungan ekonomi ASEAN-China di masa depan.
Sekjen ASEAN Ong Keng Yong mengatakan bahwa pembentukan
ACFTA itu dimaksudkan sebagai tonggak kerja sama antara kedua wilayah juga
akan menciptkan kawasan dengan 1,7 miliar konsumen, suatu kawasan dengan
produk domestik bruto (PDB) sekitar US$ 2,0 triliun dan total perdagangan
setiap tahunnya mencapai nilai US$ 1,23 triliun.
Penghapusan rintangan perdagangan antara ASEAN dan China akan
membantu meurunkan biaya, meningkatkan volume perdagangan dan
meningkatkan efisiensi ekonomi. ACFTA tersebut akan menjamin stabilitas di
Asia Timur dan memberikan kesempatan baik negara anggota ASEAN maupun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
China untuk mempunyai peranan lebih besar dalam perdagangan internasional
yang memberikan keuntungan bersama. Termasuk meningkatkan kerjasama
antara ASEAN dan China di bidang lain.
Semua anggota ASEAN berharap mendapatkan manfaat dari ACFTA,
namun, manfaat yang akan didapatkan tergantung dari kesiapan sektor swasta di
setiap negara untuk mengeksploitasi berbagai kesempatan dalam ACFTA.
Berdasarkan ACFTA, negara anggota ASEAN dan China terbebas dari pajak atas
7.000 kategori komoditi dan memberikan status bebas bea bagi semua komoditi
tersebut dalam perdagangan bilateral pada tahun 2010.
6. Teori Investasi
a. Teori konvensional (klasik)
Teori konvensional (klasik) tentang investasi pada pokoknya didasarkan
atas teori produktivitas batas (Marginal Productivity) dari faktor produksi modal.
Menurut teori ini besarnya kapital yang akan diinvestasikan dalam proses
produksi ditentukan oleh produktivitas marginalnya dibandingkan dengan tingkat
bunga. Sehingga investasi itu akan terus dilakukan bilamana produktifitas batas
dari investasi itu masih lebih tinggi daripada tingkat yang akan diterimanya bila
seandainya modal itu dipinjamkan dan tidak diinvestasikan (Sobri, 1984 : 140).
Teori klasik dapat disederhanakan sebagai berikut:
1. Suatu investasi akan dijalankan bilamana pendapatan dari investasi itu
lebih besar dari tingkat bunga. Dalam membandingkan antara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
pendapatan riil investasi (I) dengan tingkat suku bunga, maka
tidaklah boleh dilupakan bahwa untuk barang-barang modal
umumnya mempunyai masa penggunaan yang panjang (durable) dan
tidak hanya sekali pakai. Sehingga pendapatan dari investasi adalah
terdiri dari jumlah-jumlah pendapatan yang akan diterima setiap
akhir tahun, selama penggunaan barang modal itu dalam produksi.
(Sobri, 1984 : 141).
2. Investasi dalam suatu barang modal adalah menguntungkan bilamana
biaya (ongkos) plus bunga, lebih kecil dari hasil pendapatan yang
diharapkan dari investasi.
b. Teori J.M Keynes
Masalah investasi, baik penentuan jumlah maupun kesempatan untuk
melakukan investasi, oleh Keynes didasarkan atas konsep Marginal Efficiency
Of Invesment (MEI), yaitu bahwa investasi itu dijalankan oleh seorang
pengusaha bilamana MEI masih lebih tinggi daripada tingkat bunga. Jelaslah
investasi ditentukan oleh faktor-faktor lain diluar interest rate, (Sobri,
1984:143). Secara grafis maka MEI itu digambarkan sebagai suatu kurva yang
menurun. Kurva ini menggambarkan jumlah investasi yang akan terlaksana
pada setiap bunga. Menurunnya kurva MEI ini antara lain disebabkan oleh
dua hal yaitu :
1. Bahwa semakin banyak jumlah investasi yang terlaksana dalam
masyarakat, makin rendahlah efisiensi marginal investasi itu. Sebab
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
makin banyak investasi yang terlaksana dalam berbagai lapangan
ekonomi, maka semakin sengitlah persaingan para investor sehingga
MEI itu menurun.
2. Biaya semakin banyak investasi dilakukan, maka ongkos dari barang
modal menjadi lebih tinggi. Dari grafik MEI ini dapatlah dinyatakan
bahwa semakin rendah pendapatan maka banyaklah investasi yang
dijalankan. (Sobri, 1987 : 144).
Gambar 2.1 :Kurva Marginal Effisiensi of invesment
Menurut teori Keynes tentang investasi, jelas bahwa pertimbangan
pokok untuk terlaksananya investasi adalah faktor efisien marginal itu sendiri.
Efisiensi marginal dari investasi ini sangat penting tergantung dari perkiraan-
perkiraan dan perhitungan pengusaha terhadap perkembangan situasi ekonomi
masa depan. Sebab tingkat MEI tidak dapat ditentukan secara pasti.
Pandangan kedepan bagi pengusaha sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor ekonomis maupun faktor-faktor psikologis. Menghubungkan antara
Tingkat Pengembalian Modal
Y
MEI
Investasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
pengusaha dengan kemungkinan untuk mengadakan investasi perlulah
diketahui tentang keberanian ber-entrepreneur seorang pengusaha yang tidak
dimiliki semua pengusaha yang lain (Sobri, 1984 : 144).
Melihat kondisi Indonesia yang demikian, maka meningkatnya modal
sangat berperan penting untuk meningkatkan perekonomian. Oleh karenan itu,
pemerintah dan swasta berupaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui
perhimpunan dana yang diarahkan pada kegiatan ekonomi produksi yaitu
dengan menambah penanaman modal dalam negeri maupun penanaman
modal asing. Pemasukan modal asing sangat diperlukan untuk mempercepat
pembangunan ekonomi. Modal asing dalam industrialisasi pembangunan
ekonomi dapat menciptakan kesempatan kerja. Modal asing juga membantu
memodernisasi masyarakat dan memperkuat sektor negara maupun sektor
swasta. Penggunaan modal asing yang demikian penting untuk mempercepat
pembangunan ekonomi negara-negara terbelakang (Jhingan, 2000 : 483).
7. Penanaman Modal Asing
a. Pengertian Penanaman Modal Asing
Istilah penanaman modal asing berasal dari bahasa Inggris yaitu
investment. Penanaman modal asing atau investasi seringkali dipergunakan
dalam arti yang berbeda-beda. Perbedaan penggunaan istilah investasi terletak
pada cakupan makna yang dimaksudkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Pandji Anoraga dalam Komaruddin, investasi dijelaskan dalam tiga
pengertian, yaitu :
1. Suatu tindakan untuk membeli saham, obligasi atau surat
penyertaan lainnya
2. Suatu tindakan membeli barang modal
3. Pemanfaatan dana yang tersedia untuk produksi dengan
pendapatan di masa yang akan datang (Pandji Anoraga,
Perusahaan Multinasional Penanaman Modal Asing, Dunia
Pustaka Jaya, 1995, hal:47)
Istilah itu masih merupakan istilah dalam bentuk penjelasan tentang
investasi dan belum dihubungkan dengan istilah investasi asing.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal
Asing pada Pasal 1 menyebutkan bahwa :
“Pengertian Penanaman Modal Asing di dalam Undang-Undang ini
hanyalah penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan
menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-Undang di
Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung,
menanggung resiko dari penanaman modal tersebut.”
Ismail Sunny dan Rudioro Rochmat berpendapat perumusan Pasal 1
Undang-Undang No.1 Tahun 1967 tersebut mengandung tiga unsur pokok,
yaitu :
1. Penanaman secara langsung
2. Penggunaan modal untuk menjalankan perusahaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
3. Resiko yang ditanggung pemilik modal (Ismail Sunny dan
Rudioro, Rochmat, Tinjauan dan Pembahasan Undang-Undang
Penanaman Modal Asing dan Kredit Luar Negeri, Pradnya
Paramitha, Jakarta, 1972, hal.35).
Menurut G. Kartasapoetra dkk, dari pengertian yang terdapat dalam
Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia No.1 Tahun 1967 dapat ditarik
beberapa hal penting, yaitu :
1. Undang-undang jelas tidak mengatur perihal kredit atau pinjaman
modal melainkan mengatur tentang penanaman modal (asing),
dengan demikian hubungannya dengan kemungkinan
pembangunan-pembangunan perusahaan di tanah air dalam rangka
menunjang pembangunan
2. Dengan demikian memberi kemungkinan perusahaan tersebut
dijalankan dengan modal asing sepenuhnya (direct investment),
join venture, atau joint enterprise.
3. Direct Investment, dalam hal ini bukan hanya modal, tetapi
kekuasaan dan pengambilan keputusan dilakukan oleh pihak asing,
sepanjang segala sesuatunya memperoleh persetujuan dari
pemerintah Indonesia dan sejauh mana kebijaksanaannya tidak
melanggar hukum dan ketertiban umum yang berlaku di Indonesia
4. Joint Investment, dalam hal ini bukan hanya modal asing, tetapi
kekuasaan dan pengambilan keputusan dilakukan oleh pihak asing,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
sepanjang segala sesuatunya memperoleh persetujuan dari
pemerintah Indonesia dan sejauh mana kebijaksanaannya tidak
melanggar hukum dan ketertiban umum yang berlaku di Indonesia
5. Joint Enterprise, merupakan suatu kerjasama antara perusahaan
nasional dengan perusahaan asing (bentuk kerjasama antar
perusahaan). Bentuk kerjasama ini sangat disukai pemerintah
maupun oleh pemilik modal asing
6. Berbeda dengan kredit yang resiko penggunaannya ditanggung
oleh peminjam, sedangkan dalam penanaman modal asing resiko
penggunannya menjadi tanggungan penanaman modal (G.
Kartasapoetra,et.al, Manajemen Penanaman Modal Asing, Bina
Aksara, Cet.l. Medan, 1985,hal.90)
Berdasarkan pengertian penanaman modal asing tersebut, maka bentuk
dari modal asing adalah sangat luas, yaitu tidak hanya berbentuk valuta asing
saja tetapi juga meliputi :
1. Alat-alat perlengkapan tetap yang diperlukan untuk menjalankan
perusahaan, yang dalam hal ini merupakanalat-alat perlengkapan
yang serba mutakhir yang dimasukkan oleh penanaman ke
Indonesia
2. Keuntungan yang diperoleh perusahaan yang bersangkutan selama
operasinya di Indonesia dan yang merupakan bagian yang tidak
ditransfer ke luar negeri, tetapi oleh penanam dipergunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
kembali di Indonesia dengan maksud menambah kekuatan
modalnya (lihat Pasal 2 Undang-undang No.1 Tahun 1967 Tentang
Penanaman Modal Asing).
Mengenai peraturan kepemilikan Modal Asing seperti yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 dan dihubungkan dengan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 dapat terjadi sebagai berikut :
1. Seluruh modal asing, artinya tidak bercampur dengan modal
nasional (Pasal 1 dan 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967).
2. Sebagian modal asing dan sebagian lagi modal nasional (Joint
Venture, Pasal 23 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967).
Jadi yang dimaksud dengan modal asing adalah:
1. Alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari
kekayaan devisa Indonesia, yang dengan persetujuan pemerintah
digunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia
2. Alat-alat untuk perusahaan, termasuk penemuan-penemuan orang
asing dan bahan-bahan yang dimasukkan dari luar negeri ke
wilayah Indonesia selama alat-alat tersebut tidak dibiayai dari
devisa Indonesia
3. Keuntungan perusahaan yang berdasarkan Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1967 boleh ditransfer, namun digunakan untuk
membiayai perusahaan di Indonesia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Di dalam penjelasan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 oleh
pembuat Undang-undang ditegaskan bahwa kredit luar negeri tidak termasuk
dalam objek Undang-undang Penanaman Modal Asing ini.
Modal asing yang ditanam di Indonesia dalam suatu perusahaan
sebagai suatu kesatuan perusahaan tersendiri yang berstatus Perseroan
Terbatas (PT).
a. Bentuk-bentuk Penanaman Modal Asing
Pada umumnya dalam kegiatan PMA di Indonesia dapat dilakukan
dalam dua bentuk, yaitu :
1. Oleh pihak asing (perorangan atau badan hukum), ke dalam suatu
perusahaan yang seratus persen diusahakan oleh pihak asing
2. Dengan menggabungkan modal asing tersebut dengan modal
nasional.
8. Peranan Investasi dalam Pembangunan
Perekonomian antar negara semakin berkaitan erat, keadaan ekonomi
di sebuah negara dengan cepat dan mudah merambah ke negara-negara lain.
Dalam situasi seperti sekarang, keunggulan bisnis dan perekonomian bukan
lagi berdasarkan pada strategi keunggulan komparatif (comparative
advantage) melainkan strategi keunggulan kompetitif (competitive
advantage). Globalisasi mengubah struktur perekonomian dunia secara
fundamental. Inteterdependensi (saling ketergantungan) perekonomian negara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
semakin erat, kerataan interdependensi ini bukan saja berlangsung antara
negara maju, tetapi juga antara negara berkembang dengan negara maju.
Ekspor merupakan salah satu sumber devisa yang sangat dibutuhkan
oleh negara atau daerah yang perekonomiannya bersifat terbuka seperti di
Indonesia, karena ekspor secara luas ke berbagai negara memungkinkan
peningkatan jumlah produksi yang mendorong pertumbuhan ekonomi
sehingga diharapkan dapat memberikan andil yang besar terhadap
pertumbuhan dan stabilitas perekonomiannya. Apalagi Indonesia yang baru
saja bangkit dari keterpurukan akibat dari krisis ekonomi dan krisis
multidimensional senantiasa berupaya untuk mengembangkan ekspornya
untuk menopang pemulihan ekonomi melalui peningkatan pertumbuhan
ekonomi melalui masuknya investasi yang didukung pula dengan jaminan
pemerataan, stabilitas serta kepastian hukum.
Berdasarkan sumber modal yang akan digunakan untuk pembangunan,
usaha pengerahan modal (investasi) untuk pembangunan dapat dibedakan
kepada pengerahan modal dalam negeri dan pengerahan modal luar negeri.
Modal yang berasal dari dalam negeri biasanya berasal dari tiga sumber, yaitu
tabungan sukarela masyarakat, tabungan pemerintah dan tabungan paksa.
Hampir semua negara berkembang merasakan bahwa tabungan masyarakat
dan tabungan pemerintah tidak cukup untuk membiayai program yang
direncanakan dan untuk mencapai tingkat pertumbuhan tertentu. Kekurangan
tersebut dapat dipenuhi dari modal luar negeri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Investasi dari luar negeri dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
bantuan luar negeri dan penanaman modal asing. Bantuan dari luar negeri
dapat bersumber dari pemerintah, badan-badan internasional atau pihak
swasta. Manfaat dari adanya investasi asing atau luar negeri ini
memungkinkan suatu negara mencapai target-target pembangunan. Maka
apabila modal yang diperlukan untuk melaksanakan pembangunan yang
direncanakan adalah lebih besar daripada modal yang dapat dikerahkan di
dalam negeri, usaha pengerahan modal (investasi) dari luar negeri perlu
dilakukan. Manfaat lain investasi luar negeri adalah diikuti oleh pemasukan
teknologi modern dan pengaliran tenaga-tenaga ahli. Faktor ini dapat
mempercepat proses modernisasi di sektor-sektor yang menerima modal asing
tersebut dan mengisi tenaga-tenaga ahli yang diperlukan. Dengan demikian
modal luar negeri bukan hanya akan mengatasi masalah kekurangan modal
untuk membiayai pembangunan, tetapi juga dapat mempertinggi efisiensi
pelaksanaan pembangunan (Faishol:2008).
9. Perkembangan Kebijakan Perdagangan Indonesia
Sejak terbentuknya World Trade Organization (WTO) tahun 1995,
perkembangan perdagangan dunia mengalami perkembangan yang sangat
pesat. Jaringan produksi mendunia dan China muncul sebagai kekuatan
produksi dan perdagangan yang menakjubkan. Perubahan pola dunia
perdagangan ini ikut mempengaruhi kinerja perdagangan Indonesia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Lingkungan perdagangan internasional yang berubah sangat cepat
dimana kekuatan globalisasi perdagangan dan aliran modal sangat kuat, maka
kebijakan yang ditempuh sebaiknya harus tetap memperhatikan kepentingan
domestik. Keberhasilan reformasi dan deregulasi perdagangan sangat
ditentukan oleh faktor penekanan pada kompetisi dan pendekatan yang
gradual.
Secara ringkas perkembangan kebijakan perdagangan Indonesia dapat
dilihat sebagai berikut :
Tabel 2.1
Perkembangan Kebijakan Perdagangan Indonesia
Periode Kebijakan
1948 – 1966 Ekonomi nasionalis, nasionalisasi perusahaan
Belanda
1967 – 1973 Sedikit liberalisasi perdagangan
1974 – 1981 Substitusi impor, booming komoditas primer dan
minyak
1982 – sekarang Liberalisasi perdagangan dan orientasi ekspor Sumber : Nurhemi, Kerjasama Perdagangan Internasional, 2007, diolah.
Pada era pasca kemerdekaan tahun 1948 sampai dengan tahun 1966
banyak dilakukan nasionalisasi aset-aset Belanda oleh presiden Soekarno,
perkembangan investasi dan perekonomian relatif belum sepenuhnya bagus,
memasuki tahun 1967 sampai dengan tahun 1974, periode ini banyak ditandai
dengan perubahan orde maka terjadi perubahan perekonomian Indonesia lebih
terbuka yang berorientasi pada perekonoian dan perdagangan bebas.
Memasuki periode 1974 sampai dengan 1981, era ini ditandai booming
beberapa komoditas primer, seperti kayu, karet dan lain-lain serta komoditas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
minyak dan gas di Indonesia. Pada periode yang sama Indonesia banyak
mengimpor barang modal. Sedangkan pada orde yang sama tahun 1982
sampai sekarang masih menerapkan perekonomian terbuka dan liberalisasi
perdagangan dengan senantiasa mengedepankan orientasi ekspor nonmigas.
10. Keunggulan Komparasi ( Comparative Advantage )
Michael Porter dalam bukunya The Competitive Advantage of Nations
(1998) mengembangkan sebuah model yang membantu kita menjawab
pertanyaan mengapa sebuah negara lebih kompetitif dibandingkan dengan
negara lain dan mengapa sejumlah perusahaan yang berlokasi di negara-
negara tertentu lebih kompetitif daripada sejumlah perusahaan negara lain.
Model ini menyatakan bahwa lokasi pusat kegiatan (national home base)
perusahaan-perusahaan sangat berpengaruh terhadap daya kompetisi
perusahaan-perusaah tersebut di persaingan internasioanl. Home base ini
menyediakan faktor-faktor dasar yang dapat mendorong ataupun sebaliknya
menghambat daya kompetisi perusahaan. Porter membedakan empat faktor
dasar :
1. Faktor kondisi
2. Faktor Permintaan Domestik
3. Faktor Industri Pendukung, dan
4. Faktor strategi, struktur dan persaingan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Keempat faktor ini saling berkaitan dan secara visual seperti bentuk
diamond, sehingga dikenal dengan teori diamond, dan dapat digambarkan
sebagai berikut :
Gambar 2.2
Teori Diamond
Sumber : Porter, 1998
Faktor-faktor ini umumnya merupakan kondisi awal dan dasar yang
dimiliki oleh suatu negara. Negara tersebut dapat mengembangkan industri-
industri tertentu dengan memanfaatkan kondisi dasar ini secara optimal.
Dalam kaitan ini, kita kemudian mengenal istilah negara dengan biaya
produksi rendah (low cost countries). Faktor permintaan domestik adalah hal-
hal yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa yang dihasilkan
suatu negara. Mereka berpengaruh terhadap kecepatan dan arah dari inovasi
dan pengembangan produk.
Strategi, struktur
dan persaingan
Faktor Kondisi Kondisi
Permintaan
Domestik
Industri Pemasok
dan Pendukung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Faktor industri-industri pendukung adalah keberadaan ataupun
ketiadaan industri-industri pemasok dan pendukung yang kompetitif dalam
persaingan internasional. Industri pemasok yang kompetitif secara
internasional akan memperkuat inovasi dan internasionalisasi industri utama
pada fase perkembangan berikutnya. Industri pendukung adalah industri yang
dapat memanfaatkan kegiatan bisnis tertentu secara bersama-sama dengan
industri utama.
Faktor strategi, struktur dan persaingan usaha merujuk pada kondisi
yang berpengaruh terhadap hal-hal yang terkait dengan bagaimana
perusahaan-perusahaan di suatu negara.
Teori diamond dapat digunakan dalam berbagai tataran. Dalam
tataran nasional, pemerintah dapat merumuskan strategi untuk memperkuat
keunggulan kompetitif negara yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan-
perusahaan nasional negara tersebut dalam kancah persaingan internasional.
Menurut Porter, pemerintah dapat memperkuat keunggulan kompetitif dengan
melakukan standarisasi kualitas produk nasional, menyusun mutu baku
lingkungan dan keuangan serta mendorong kerjasama vertikal antara pemasok
dan pembeli di pasar domestik.
11. Analisis Daya Saing Produk Ekspor
Tingkat daya saing komoditas ekspor suatu negara atau industri dapat
dianalisis dengan berbagai macam metode atau diukur dengan sejumlah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
indikator. Salah satu caranya adalah dengan Revealed Comparative
Advantage, Constant Market Share dan Real Effective Exchange Rate.
Disamping itu, seperti halnya laporan tahunan dari World Economic Forum
(WEF) melalui Global Competitiveness Index dapat juga menjadi ukuran daya
saing suatu negara setiap tahunnya. GCI adalah indeks gabungan dari
sejumlah indikator ekonomi yang telah teruji secara empiris memiliki korelasi
positif dengan pertumbuhan ekonomi (PDB) untuk jangka menengah dan
panjang. Secara teoritis juga memiliki korelasi positif dengan kinerja atau
tingkat daya saing ekspor (Tambunan:2000:90).
Globalisasi pada dasarnya adalah fenomena yang mendorong
perusahaan di tingkat mikro ekonomi untuk meningkatkan efisiensi agar
mampu bersaing di tingkat lokal, nasional, regional maupun internasional.
Dengan globalisasi yang menyatukan pasar dan kompetisi investasi
internasional meningkatkan tantangan sekaligus peluang bagi semua
perusahaan baik kecil, menengah maupun besar.
Daya saing adalah kemampuan perusahaan, industri, daerah, negara
atau antar daerah untuk menghasilkan faktor pendapatan dan faktor pekerjaan
yang relatif tinggi dan berkesinambungan untuk menghadapi persaingan
internasional. Oleh karena daya saing industri merupakan fenomena di tingkat
mikro perusahaan, maka kebijakan pembangunan industri nasional didahului
dengan mengkaji sektor industri secara utuh sebagai dasar pengukurannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Untuk melihat lebih detail komoditas Indonesia yang bersaing dengan
negara-negara lain di pasar dunia dapat diukur dari Revealed Comparative
Advantage (RCA) masing-masing produk ekspor (Balassa, 1965). Perhitungan
RCA ini menggunakan data yang dikelompokkan dalam Standard Industrial
Trade Classification (SITC) 2 digit. Nilai RCA yang lebih besar dari 1
menunjukan daya saing yang kuat. Semakin tinggi komoditi, maka semakin
tangguh daya saing produk tersebut, sehingga disarankan untuk terus
dikembangkan dengan melakukan spesialisasi pada komoditi tersebut.
Perhitungan RCA digunakan rumusan sebagai berikut :
RCA =
Dimana :
X= ekspor atau nilai ekspor
i= jenis komoditi
a= Negara asal
w= dunia (world)
Bila RCA < 1 atau sampai mendekati 0, maka daya saingnya lemah.
Bila RCA > 1 maka daya saingnya kuat, semakin tinggi RCA, semakin tinggi
daya saingnya.
Salah satu indikator yang dapat menunjukan perubahan keunggulan
komparatif adalah RCA index. Indeks ini menunjukan perbandingan antara
pangsa ekspor komoditas atau sekelompok komoditas suatu negara terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
pangsa ekspor komoditas tersebut dari seluruh dunia. Dengan kata lain
indeks RCA menunjukan keunggulan komparatif atau daya saing ekspor dari
suatu negara dalam suatu komoditas terhadap dunia.
Jika nilai indeks RCA dari suatu negara untuk komoditas tertentu lebih
besar dari 1, berarti negara yang bersangkutan mempunyai keunggulan
komparatif di atas rata-rata dunia dalam komoditas tersebut. Sebaliknya, bila
lebih kecil dari 1 berarti keunggulan komparatifnya untuk komoditas tersebut
rendah atau di bawah rata-rata dunia.
12. Proses Terjadinya ACFTA
Pada tahun 2001, pada pertemuan China dan ASEAN di Bandar Sri
Begawan, Brunei Darussalam, China menawarkan sebuah proposal Asean-
China Freee Trade Agreement untuk jangka waktu 10 tahun ke depan. Dalam
prosesnya, negoisasi tersebut akan berlanjut melalui tahapan-tahapan. Satu
tahun berikutnya, yaitu tahun 2002, pemimpin ASEAN dan China siap untuk
menandatangani kerangka perjanjian Comprehensive Economic Cooperation
(CEC), yang di dalamnya terdapat pula diskusi mengenai Free Trade
Agreement (FTA). Tidak diragukan lagi bahwa proposal yang ditawarkan oleh
China sangat menarik karena China dan ASEAN sama-sama melihat
kemungkinan besar akan pertumbuhan ekonomi yang lebih signifikan dengan
perjanjian tersebut. Inisiatif untuk bekerjasama dalam pengembangan
ekonomi datang dari China (Dewitari, dkk:2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Perkembangan ekonomi China tampaknya tidak terbendung untuk
menjadi perekonomian terbesar di dunia dalam dua atau tiga dekade ke depan.
Harga produk yang murah dan jenis produk yang bervariasi serta dukungan
penuh pemerintah China membuat produk dari negara lain sulit untuk bersaing.
Pemerintah Amerika Serikat pun pada mulanya berupaya melindungi
perekonomian dalam negerinya dan berusaha menekan China, antara lain untuk
membiarkan mata uang renminbi menguat dan mengurangi surplus perdagangan.
Dalam perkembangannya, AS harus realistis bahwa China tidak dapat lagi
ditekan dan lebih baik bekerjasama dalam memulihkan perekonomian dunia dari
krisis global (Kompas:3 Februari 2010).
Kerangka persetujuan CEC berisi tiga elemen yaitu liberalisasi, fasilitas,
dan kerjasama ekonomi. Elemen liberalisasi meliputi perdagangan, servis atau
jasa dan investasi. Dalam liberalisasi, persetujuan juga menyediakan ketentuan
untuk pemeliharaan dan fleksibilitas dalam Early Harvest Program yang
mencakup binatang yang masih hidup; ikan; produk-produk binatang lainnya;
pohon; sayuran dan buah-buahan. Produk-produk yang termasuk dalam program
ini dibagi menjadi tiga kategori dan akan dikenakan pengurangan tarif serta
penghapusan tarif, tarif akan menjadi nol persen dalam jangka waktu tiga tahun
(Dewitari, dkk:2009).
ACFTA dirancang oleh para kepala Negara atau pemerintahan ASEAN
dan China pada pertemuan puncak ASEAN dan Republik Rakyat China 6
November 2001 lalu. Inisiatif tersebut kemudian dikukuhkan menjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
“ Persetujuan Kerangka Kerja Mengenai Kerjasama Ekonomi Menyeluruh
antara Negara-negara Anggota ASEAN dan RRC” yang ditandatangani di Pnom
Penh, Kamboja tanggal 4 November 2004. Kemudian pada tanggal 6 Oktober
protokol perubahan persetujuan tersebut ditandatangani oleh Menteri-menteri
Ekonomi ASEAN-RRC (Suara Merdeka:26 Januari 2010).
B. Studi Terdahulu
Tang Yihong dan Wang Weiwei (2006) melakukan riset tentang
potensi perdagangan antara China dengan ASEAN setelah ASEAN-China
Free Trade Agreement. Riset tersebut dilakukan di China dengan
mengaplikasikan model Export Similiarty Index untuk menunjukan potensi
dagang China terhadap pasar ASEAN dengan membandingkan dengan enam
anggota ASEAN (ASEAN 6). Hasil riset menunjukan bahwa kompetisi di
beberapa level industri di pasar ASEAN dan potensi perdagangan bilateral
masih belum pasti. Dengan menghitung faktor ukuran negara, jarak, integrasi
negara,dll ACFTA mempunyai efek yang signifikan secara positif pada
jumlah perdagangan bilateral. Dalam penelitian ini menggunakan gravity
modeldan panel data untuk mengujinya.
Donghyun Park, Innwon Park, Gemma Esther B. Estrada (2008) dalam
risetnya tentang prospek ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA)
dengan menggunakan analisis kualitatif. Riset tersebut dilakukan di China.
Hubungan ekonomi dan perdagangan antara ASEAN dengan China sudah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
terjalin sejak lama, ASEAN merupakan kompetitor yang baik bagi China
begitupun sebaliknya.ACFTA yang berlaku secara efektif sejak 2010 dibentuk
untuk mempermudah perdagangan antar keduanya (ASEAN dan China).
Dalam riset ini menggunakan analisis kualitatif, apakah dengan ACFTA akan
mendatangkan manfaat bagi keduanya. Hasil analisis menunjukan optimisme
bahwa ACFTA mempunyai prospek yang baik sebagai sarana untuk
memperkuat perekonomian dan hubungan ekonomi antara ASEAN dan China.
Menurut Wong dan Chan (2003), pada jenis barang dan jasa tertentu juga
akan terjadi kompetisi antara China dan Asean walaupun secara menyeluruh
perdagangan antara China dan Asean saling mendukung perekonomian
masing-masing. Wong dan Chan juga berpendapat bahwa untuk membuat
perdagangan bebas antara China dan Asean, diperlukan perubahan struktur
ekspor agar lebih bersifat komplementer, yakni Asean dikonsentrasikan dalam
mengekspor barang-barang komoditas primer untuk mendukung produksi
China atas barang-barangnya yang mengalami peningkatan permintaan di
sektor industri dan sektor jasa. Berdasarkan hal tersebut, diantara negara
Asean, Indonesia merupakan negara yang paling memenuhi kualifikasi
sebagai pemasok komoditas primer, sehingga dapat dikatakan paling
berpotensi menjadi mitra China. Di sisi lain, China dan Asean berpotensi
untuk berkompetisi dalam hal memperoleh investasi dari negara-negara lain di
dunia, sedangkan potensi terjadinya investasi antar negara tersebut (Asean dan
China) relatif kecil.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Dalam tulisannya, Vanzetti dkk (2005) mencantumkan perjanjian regional
ASEAN+3 di dalam salah satu skenario perdagangan internasional Indonesia
di masa depan. ASEAN+3 yang dimaksud adalah negara-negara ASEAN
termasuk Indonesia bersama tiga Negara lain yaitu China, Jepang dan Korea
Selatan. Skenario tersebut juga termasuk salah satu skenario yang
dikelompokan sebagai percepatan liberalisasi perdagangan internasional
Indonesia. Indonesia dapat memperoleh benefit dari impor barang-barang
konsumsi dengan harga yang relatif rendah dari China. Namun barang ekspor
Indonesia juga akan berkompetisi dengan China pada produk-produk yang
menggunakan tenaga kerja secara intensif.
Dalam penelitiannya, Pakasa Bary (2009) menyebutkan bahwa Indonesia,
India dan China mempunyai potensi besar untuk memimpin pertumbuhan
ekonomi Asia dan dunia. Hal ini ditinjau dari tingginya produksi China dan
India, dan tingginya tingkat produksi barang-barang input dan sumber energi
dari Indonesia. Selain itu, populasi tiga negara yang sangat tinggi mampu
membuat tiga negara tersebut menjaga aktivitas perekonomian dengan hanya
ditopang oleh permintaan domestik yang dengan kata lain mengurangi
kerentanan terhadap adanya guncangan pada perekonomian dunia. Tiga
negara tersebut juga memiliki kemampuan untuk memasok barang-barang
dengan harga yang relatif rendah, yang salah satunya didukung oleh biaya
tenaga kerja yang rendah. Hasil estimasi melalui gravity model menunjukan
adanya sensitifitas yang tinggi antara ekspor Indonesia ke China dan India
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
dengan kondisi perekonomian secara umum di kedua negara tersebut.
Peningkatan produksi dan pendapatan di China dan India akan secara
signifikan meningkatkan ekspor Indonesia ke negara tersebut. Dalam hal ini,
peningkatan produksi di India lebih sensitif meningkatkan ekspor Indonesia
ke India, yang secara implisit menunjukan peluang pengembangan ekspor ke
negara tersebut masih terbuka lebar.
C. Kerangka Pemikiran
ACFTA merupakan kerjasama regional yang dilakukan antara ASEAN
dan China. Sejak diberlakukannya ACFTA pada Juli 2004 dan berlaku aktif
mulai 1 Januari 2010, ACFTA membawa dampak baik negatif maupun positif
bagi perekonomian Indonesia, khususnya pada sektor investasi dan
perdagangan bilateral di Indonesia (ekspor dan impor). Investasi merupakan
salah satu indikator penting yang sangat berpengaruh terhadap variabel-
variabel yang menentukan sumber pembiayaan untuk pembangunan negara.
Sementara itu, sumber dana untuk pembangunan dapat berasal dari dua
sumber, yaitu sumber dana luar negeri dan dalam negeri. Dana dari luar negeri
yaitu berupa utang luar negeri dan penanaman modal asing yang merupakan
stok kapital atau tambahan modal dan diperlukan pemerintah guna membiayai
pembangunan-pembangunan yang dilakukan pemerintah dengan tujuan
mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dana dari luar negeri ini
digunakan untuk memacu meningkatnya investasi dalam negeri dan dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
memicu kenaikan sumber daya ekonomi yang lebih besar sehingga dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, perdagangan internasional
adalah perdagangan yang dilakukan penduduk suatu negara dengan penduduk
negara lain atas dasar kesepakatan bersama.
Banyaknya investasi yang masuk ke Indonesia dan jumlah perdagangan
yang dilakukan Indonesia ke luar negeri tergantung dari pendapatan perkapita
suatu negara.
Dalam hal ini, akan dilihat hubungan antara ACFTA dengan
perekonomian di Indonesia, khususnya pada sektor investasi dan perdagangan
Indonesia, serta melihat hubungan pendapatan perkapita China terhadap
jumlah ekspor Indonesia. Mengingat banyaknya variabel yang berhubungan
dengan investasi dan ekspor Indonesia, maka untuk mempermudah dalam
pemahaman ini, digambarkan suatu kerangka pemikiran yang sistematis,
sebagai berikut :
Gambar 2.3 : Kerangka Pemikiran
Prospek
Perdagangan
Indonesia-China
ACFTA Peluang Investasi
China ke Indonesia
Strategi Peningkatan
Investasi China ke
Indonesia
Gravity Model SWOT S-O
S-T
W-O
W-T
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk
menerangkan peluang ACFTA terhadap investasi China ke Indonesia serta
untuk menerangkan hubungan antara tingkat produksi Indonesia dan China
terhadap jumlah ekspor Indonesia untuk mengetahui prospek perdagangan
Indonesia dan China.
B. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dan diperoleh dari
Statatistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia dari BI, Biro Pusat Statistik
(BPS), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Badan Kebijakan
Fiskal (BKF) dan dari sumber-sumber lainnya yang lebih relevan.
C. Definisi Operasional Variabel
1. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua fungsi variabel, yaitu variabel
dependen dan variabel independen. Ekspor Indonesia berfungsi sebagai
variabel dependen. Sedangkan yang berfungsi sebagai variabel independen
adalah pendapatan perkapita Indonesia dan pendapatan perkapita China.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
2. Definisi Operasional
Pengertian dari variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah, sebagai berikut :
1. ACFTA merupakan perwujudan dari perdagangan bebas antara Negara
anggota ASEAN dengan China. Dengan adanya kesepakatan ini, mulai 1
Januari 2010 Indonesia harus membuka pasar dalam negeri secara luas
kepada Negara-negara anggota ASEAN dan China.
2. Investasi merupakan salah satu modal yang dapat digunakan untuk
pembangunan. Dalam hal ini investasi berkaitan dengan penanaman modal
asing Negara-negara ASEAN dan China ke Indonesia. Selain mengatasi
masalah kurangnya modal untuk pembangunan, investasi juga dapat
meningkatkan efisiensi dalam pelaksanaan pembangunan karena diikuti
oleh pemasukan teknologi modern dan pengaliran tenaga-tenaga ahli.
3. Ekspor merupakan pengeluaran penduduk negara lain terhadap barang-
barang yang dihasilkan dalam negeri.
4. Pendapatan Perkapita yaitu pendapatan rata-rata penduduk suatu daerah.
D. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan teknik
kepustakaan, yaitu teknik yang dilakukan dengan mencari literatur-litaratur
yang diperlukan yang berhubungan dengan data dan teori di dalam penelitian
ini. Studi kepustakaan ini menggunakan data Produk Domestik Bruto
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Indonesia yang bersumber dari BPS, data nilai ekspor Indonesia ke China
yang diperoleh melalui CEIC, Badan Kebijakan Fiskal – Kementerian
Keuangan RI, melalui internet dan berbagai sumber-sumber pendukung.
.
E. Metode Analisis Data
Model analisis yang digunakan untuk mengetahui bagaimanakah
peluang ACFTA terhadap pertumbuhan investasi China ke Indonesia. Jadi
analisis data-data tersebut dapat digunakan untuk mengetahui peluang
ACFTA terhadap tingkat investasi China ke Indonesia yang kemudian
digunakan untuk menentukan strategi peningkatan investasi. Model analisis
yang kedua digunakan untuk mengetahui prospek perdagangan antara
Indonesia-China pasca perjanjian ACFTA yaitu dengan melihat pengaruh
variabel independen terhadap variabel dependen.
Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis hubungan dan
peluang antar variabel berupa pendekatan teori ekonomi, teori statistika, dan
teori ekonometrika.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan analisis SWOT dan Gravity Model. Alat analisis SWOT
digunakan untuk melihat kekuatan, kelemahan, peluang dan hambatan
investasi China ke Indonesia setelah terbentuknya ACFTA serta dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
menentukan strategi pengembangan yang dapat mendorong investasi China ke
Indonesia. Gravity model digunakan untuk melihat arus perdagangan bilateral.
1. Analisis SWOT
Analisa SWOT adalah suatu cara untuk menganalisis faktor internal
dan eksternal menjadi langkah-langkah strategi dalam pengoptimalan usaha
yang lebih menguntungkan. Dalam menganalisis faktor-faktor internal dan
eksternal akan ditemukan aspek-aspek yang menjadi kekuatan (strength),
kelemahan (weakness), kesempatan (opportunities) dan yang menjadi
ancaman (threats) sebuah organisasi. Dengan begitu akan dapat ditentukan
berbagai kemungkinan alternatif strategi yang dapat dijalankan. (Freddy
Rangkuty, 2005:19).
Definisi lain dari analisis SWOT adalah sebuah bentuk analisa situasi
dan kondisi yang bersifat deskriptif (memberi gambaran). Analisa ini
menempatkan situasi dan kondisi sebagai faktor masukan yang kemudian
dikelompokkan menurut kontribusinya masing-masing.
Analisa ini terbagi atas empat komponen dasar, yaitu :
a. Strength (S), adalah situasi atau kondisi yang merupakan kekuatan
dari suatu masalah
b. Weakness (W), adalah situasi atau kondisi yang merupakan
kelemahan dari suatu masalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
c. Opportunity (O), adalah suatu situasi atau kondisi diluar masalah
dan memberikan peluang berkembang bagi suatu permasalahan di
masa depan
d. Threat (T), adalah suatu situasi atau kondisi yang merupakan
ancaman di masa depan.
Berikut merupakan representasi grafis dari kerangka SWOT :
Gambar 3.1
Kerangka Analisis SWOT
Analisis SWOT mempunyai diagram yang terdiri dari 4 kuadran,
yaitu:
Kuadran 1 : merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Organisasi
memiliki kekuatan dan peluang sehingga dapat memanfaatkan
peluang yang ada. Strategi yang dapat diterapkan adalah
dengan cara mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Kuadran 2 : meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan masih
memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus
diterapkan adalah menggunakan peluang jangka panjang.
Kuadran 3 : perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar,
tetapi di lain pihak, perusahaan tersebut menghadapi
kendala/kelemahan internal. Focus strateginya adalah dengan
meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan, sehingga
dapat merubah peluang pasar yang lebih baik.
Kuadran 4 : merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan,
perusahaan mengalami berbagai ancaman dan kelemahan
internal.
Keterangan kombinasi dari Matriks SWOT adalah sebagai berikut :
a. Strategi S-O
Yaitu strategi dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk
merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.
b. Strategi S-T
Yaitu strategi yang menggunakan kekuatan yang dimiliki
untuk mengatasi ancaman.
c. Strategi W-O
Yaitu strategi yang memanfaatkan peluang yang ada dengan
meminimalkan kelemahan yang ada.
d. Strategi W-T
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Yaitu strategi yang bersifat defensif dan berusaha
meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.
Gambar 3.2
Matriks Model Analisis SWOT
2. Gravity Model
Model gravity merupakan model ekonomi yang telah seringkali
digunakan untuk menjelaskan hubungan perdagangan antarnegara. Gravity
model didasarkan atas teori Sir Isaac Newton tentang gravitasi. Model ini
memperkirakan bahwa volume perdagangan antara dua Negara berhubungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
lurus dengan pendapatan masing-masing Negara tersebut dan berhubungan
terbalik dengan hambatan perdagangan antarnegara.
Gravity model sangat populer karena kesuksesannya dalam
menjelaskan variasi empiris pada data yang ada, namun model ini juga banyak
dikritisi karena landasan teori ekonomi yang tidak kuat.
Meskipun demikian, beberapa penelitian menjelaskan bahwa gravity
model dapat diperoleh melalui landasan beberapa teori ekonomi tentang
perdagangan internasional yang telah secara umum digunakan, yang bahkan
teori tersebut secara prinsip sangat berbeda satu sama lain. Salah satunya
dibuktikan oleh Evenett dan Keller (2002), yang membuktikan bahwa teori
Heckscher-Ohlin dapat menjelaskan kesuksesan gravity model secara empiris.
Bentuk gravity model yang paling sederhana adalah sebagai berikut :
Xij =
Dimana
Xij = ekspor dari Negara i ke Negara j
Yi = pendapatan Negara i
Yj = pendapatan Negara j
Dij = jarak antara Negara i dan Negara j.
Beberapa penelitian menerapkan formulasi sedikit berbeda dengan
persamaan aslinya untuk mempermudah estimasi dengan menggunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
minimal satu titik data dengan nilai ekspor nol. Misalnya dengan mengganti
bentuk Xij menjadi (1+Xij) seperti yang dilakukan oleh Wall (2000).
Beberapa literatur juga mengemukakan alternatif bentuk fungsional
dari gravity model, salah satunya Sanso dkk (1993). Misalnya dengan
menggunakan kombinasi PDB per kapita dan jumlah populasi atau dengan
menggunakan kombinasi PDB per kapita dan PDB suatu Negara. Literatur
yang sama juga menemukan bahwa bentuk log linier dari gravity model yang
digunakan secara statistik sedikit tidak cocok dengan data yang digunakannya.
Salah satu temuan penting oleh Anderson dan Van Wincoop (2003)
ketika merekonstruksi gravity model sesuai dengan teori adalah bahwa
terdapat biaya perdagangan relatif antarnegara yang patut diperhitungkan
dalam gravity model. Hal ini antara lain mengindikasikan bahwa metode
estimasi dengan fixed effect lebih baik karena dapat menjelaskan perbedaan
resistensi antarhubungan bilateral yang berimplikasi pada variasi nilai ekspor
impor. Walaupun demikian, resiko bias antar observasi time series tetap ada
karena resistensi perdagangan secara relatif dapat berubah sepanjang waktu.
Penelitian ini menggunakan data Produk Domestik Bruto Indonesia
yang bersumber dari BPS, data nilai ekspor Indonesia ke China yang
diperoleh dari CEIC, dan data Produk Domestik Bruto China yang diperoleh
dari IMF-IFS. Series yang digunakan adalah triwulanan, sejak triwulan I
tahun 1999 sampai dengan triwulan IV tahun 2008. Data ekspor China ke
Indonesia tidak diikutsertakan sebab selain keterbatasan data, konteks
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
penelitian ini lebih mengacu pada prospek pertumbuhan Indonesia karena
adanya peluang perdagangan dengan China, namun tidak sebaliknya.
Model yang digunakan mengasumsikan bahwa peluang PDB
Indonesia adalah sama baik untuk persamaan gravitasi China. Dari model
tersebut, estimasi dilakukan dengan menggunakan dua metode, yaitu common
intercept dan fixed effect melalui regresi data panel.
Dengan kata lain, spesifikasi model yang akan diestimasi adalah
sebagai berikut :
Model IA
Xij = eαYiYj
βj
Model IB
Xij = = eαj
YiYjβj
Dimana
Xij = ekspor dari Negara I ke Negara j
Yi = pendapatan Negara i
Yj = pendapatan Negara j
α,â,dan ê merupakan parameter. Huruf kecil j pada masing-masing parameter
menjelaskan sensitivitas spesifik pada masing-masing cross-section, i
mewakili Indonesia, sedangkan j mewakili China. Selain itu, untuk efisiensi
dalam hal degrees of freedom, variabel jarak (D) yang telah dijelaskan
sebelumnya tidak diikutsertakan dalam estimasi mengingat hal ini
dimungkinkan karena jarak Indonesia (Jakarta) ke China (Beijing) sekitar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
5.100 km telah diwakili oleh parameter α. Estimasi data panel dilakukan pada
model-model tersebut dengan mengubah bentuk model tersebut menjadi
bentuk log linier.
3. Uji Asumsi Klasik
a. Multikolinearitas
Multikolinearitas merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya lebih
dari satu hubungan linear pasti di antara beberapa atau semua variabel
independen dari model regresi (Gujarati, 1995: 320). Salah satu asumsi model
klasik yang menjelaskan ada tidaknya hubungan antara beberapa atau semua
variabel dalam model regresi. Jika dalam model terdapat multikolinearitas,
maka model tersebut memiliki kesalahan standar yang besar sehingga koefisien
tidak dapat diukur dengan ketepatan tinggi.
Salah satu metode untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas
adalah menggunakan pengujian dengan metode Klein. Metode ini
membandingkan nilai koefisien korelasi setiap variabel penjelas (r2xi, xj)
dengan nilai koefisien determinasi (R2y,xi,xj,…xn). Jika R
2y,xi,xj,…xn < r
2xi, xj,
maka terjadi masalah multikoliearitas dalam model, sedangkan jika nilai
R2y,xi,xj,…xn > r
2xi, xj, maka tidak terjadi masalah multikolinearitas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
b. Heteroskedastisitas
Asumsi dari model regresi linier klasik adalah kesalahan pengganggu
mempunyai varians yang sama. Apabila asumsi tersebut tidak terpenuhi maka
akan terjadi heteroskedastisitas yaitu suatu keadaan dimana varians dari
kesalahan pengganggu tidak sama untuk semua nilai variabel bebas. Terdapat
beberapa metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi heteroskedastisitas
dalam model empiris yaitu uji Park, uji Glejser, uji White, dan uji Breusch-
Pagan-Godfrey. Pengujian heteroskedastisitas dalam penelitian ini akan
menggunakan uji White.
Dalam uji white ditawarkan dua jenis pengujian, yaitu: White
Heteroscedasticity (no cross term) dan White Heteroscedasticity (cross term).
Untuk penelitian ini digunakan pengujian White Heteroscedasticity (no cross
term) disebabkan banyak menggunakan variabel bebas. Jika nilai probabilitas
dari semua variabel lebih besar nilai taraf signifikansi 5%, maka pada model
tersebut tidak terdapat masalah heteroskedastisitas. Sebaliknya, Jika nilai
probabilitas dari semua variabel kurang atau lebih kecil dari nilai taraf
signifikansi 5%, maka pada model tersebut terdapat masalah heteroskedastisitas
(Insukindro et al., 2003: 201).
c. Autokorelasi
Autokorelasi adalah suatu keadaan dimana kesalahan variabel
pengganggu pada suatu periode tertentu berkorelasi dengan kesalahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
pengganggu periode lain. Asumsi ini untuk menegaskan bahwa nilai variabel
dependen hanya diterangkan (secara sistematis) oleh variabel independen dan
bukan oleh variabel gangguan (Gujarati, 1995: 401).
Beberapa metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya
autokorelasi yaitu, uji d Durbin-Watson, uji Lagrange Multiplier (LM Test), uji
Breusch-Godfrey, uji ARCH. Dalam penelitian ini untuk menguji ada tidaknya
autokerelasi adalah dengan uji Lagrange Multiplier Test yakni berupa regresi
atas semua variabel bebas dalam persamaan regresi VECM tersebut dan
variabel lag t dari nilai residual regresi VECM. Langkah-langkahnya adalah
sebagai berikut:
1) Melakukan regresi variabel independen dengan menempatkan nilai residual
dari hasil regresi OLS sebagai variabel dependennya.
2) Memasukkan nilai R² hasil regresi OLS ke dalam rumus (n- 1)R², dimana n
adalah jumlah observasi.
3) Membandingkan nilai R2 dari hasil regresi tersebut dengan nilai X² dalam
tabel statistik Chi Square. Kriterianya adalah, jika:
a) Apabila nilai (n-1) R2 > nilai tabel X² berarti tidak terjadi masalah
autokorelasi.
b) Apabila nilai (n-1) R2 < nilai tabel X² berarti terjadi masalah
autokorelasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
4. Uji Statistik
Proses analisa yang akan dilakukan melalui pengujian variabel-variabel
independen yang meliputi uji t (uji individu), uji F (uji bersama-sama), dan uji R2
(uji koefisien determinasi).
a. Koefisien Determinasi (R2)
Nilai R2 untuk mengetahui berapa persen variasi variabel dependen
dapat dijelaskan oleh variabel independen. Uji ini bertujuan untuk mengetahui
tingkat ketepatan yang paling baik dalam analisis regresi, yang ditunjukkan
oleh besarnya koefisien daterminasi (R2) antara nol dan satu (0<R
2<1). Jika
koefisien daterminan 0, artinya variabel independen tidak mempengaruhi
variabel dependen, atau dengan kata lain model tersebut tidak menjelaskan
sedikitpun variasi dalam variabel tidak bebas. Sedangkan jika koefisien
determinan mendekati 1, artinya variabel independen semakin mempengaruhi
variabel dependen, atau dengan kata lain model dikatakan lebih baik apabila
koefisien determinasinya mendekati nilai 1.
b. Uji F
Uji F ini merupakan pengujian bersama-sama variabel independen yang
dilakukan untuk melihat pengaruh variabel independen secara bersama-sama
terhadap variabel dependen secara signifikan. Langkah-langkah pengujian
adalah sebagai berikut (Gujarati, 1995: 134):
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
1) Menentukan Hipotesis
a) H0 : 1 = 2 = 3 = 4 = 0
Berarti semua variabel independen secara individu tidak
berpengaruh terhadap variabel dependen.
b) Ha : 1 2 3 4 0
Berarti semua variabel independen secara individu berpengaruh
terhadap variabel dependen.
2) Melakukan penghitungan nilai F sebagai berikut:
a) Nilai F tabel = F α;K-1;N-K. ......................................................(3.2)
Keterangan:
N = jumlah sampel/data
K = banyaknya parameter
b) Nilai F hitung = KN.R1
1KR2
2
..........................................(3.3)
Keterangan:
2R = koefisien determinan
N = jumlah observasi atau sampel
K = banyaknya variabel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Ho diterima Ho ditolak
F ( ; K-1; N-K)
3) Kriteria pengujian
Gambar 3.3 Daerah Kritis Uji F.
4) Kesimpulan
a) Apabila nilai F hitung < F tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya
variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap
variabel dependen secara signifikan.
b) Apabila nilai F hitung > F tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya
variabel independen secara bersama-sama mampu mempengaruhi
variabel dependen secara signifikan.
c. Uji t
Uji t ini merupakan merupakan pengujian variabel-variabel independen
secara individu, dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh masing-
masing variabel independen dalam mempengaruhi perubahan variabel
dependen, dengan beranggapan variabel independen lain tetap atau konstan.
Langkah-langkah pengujian t test adalah sebagai berikut (Gujarati, 1995: 119):
1) Menentukan Hipotesisnya
a) Ho : 1 = 0
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70 Ho ditolak
Ho diterima
- KN;t 2α KN;t 2α
Ho ditolak
Berarti suatu variabel independen secara individu tidak
berpengaruh terhadap variabel dependen.
b) Ha : 1 0
Berarti suatu variabel independen secara individu berpengaruh
terhadap variabel dependen.
2) Melakukan penghitungan nilai t sebagai berikut:
a) Nilai t tabel = t α/2;N – K .....................................................(3.4)
Keterangan:
= derajat signifikansi
N = jumlah sampel (banyaknya observasi)
K = banyaknya parameter
b) Nilai t hitung = i
i
Se.........................................................(3.5)
Keterangan:
i = koefisien regresi
Se ( i) = standard error koefisien regresi
3) Kriteria pengujian
Gambar 3.4 Daerah Kritis Uji t.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
4) Kesimpulan
a) Apabila nilai –t tabel < t hitung < +t tabel, maka Ho diterima. Artinya
variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen
secara signifikan.
b) Apabila nilai t hitung > +t tabel atau t hitung < - t tabel, maka Ho ditolak.
Artinya variabel independen mampu mempengaruhi variabel dependen
secara signifikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Asean China Free Trade Agreement (ACFTA)
Para kepala negara anggota ASEAN dan China pada tanggal 4 November
2004 di Phnom Penh, Kamboja telah menandatangani Framework Agreement on
Comprehensive Economic Co-operation between The Association of Southeast Asian
Nations and The People’s Republic of China (ACFTA). Tujuan dari Framework
Agreement on ACFTA tersebut adalah :
e. Memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi, perdagangan,dan
investasi kedua pihak
f. Merealisasikan perdagangan barang, jasa dan investasi
g. Mencari area baru dan mengembangkan kerjasama ekonomi yang saling
menguntungkan kedua pihak
h. Memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dengan Negara baru
anggota ASEAN dan menjembatani gap yang ada di kedua belah pihak.
Selain itu, kedua pihak juga menyepakati untuk memperkuat dan
meningkatkan kerjasama ekonomi melalui :
a. Penghapusan tarif dan hambatan non tarif dalam perdagangan barang
b. Liberalisasi secara progresif perdagangan jasa
c. Membangun regim investasi yang kompetitif dan terbuka dalam kerangka
ASEAN China FTA.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Dalam hal penurunan dan penghapusan tarif perdagangan barang, telah
disepakati tiga skenario yaitu :
1. Early Harvest Programme (EHP), tujuannya adalah mempercepat
implementasi penurunan tarif produk dimana program penurunan tarif bea
masuk dilakukan secara bertahap dan efektif dimulai pada 1 Januari 2004
bagi produk EHP dan menjadi 0% pada 1 Januari 2006.
2. Normal Track Programme
3. Sensitive and Highly Sensitive
Cakupan produk yang masuk dalam EHP adalah produk yang masuk dalam
Chapter 01 s/d 08 yaitu : Hewan hidup (01), daging dan produk daging dikonsumsi
(02), Ikan (03), Dairy produk/ produk susu (04), Produk hewan lainnya (05),
Tumbuhan (06), Sayuran dikonsumsi kecuali jagung manis (07), dan buah-buahan
dikonsumsi (08). Jumlah kelompok EHP meliputi 530 pos tarif (HS 10 digit).
Sementara produk-produk spesifik yang ditentukan melalui kesepakatan bilateral,
antara lain kopi, minyak kelapa (CPO), Bubuk Kakao (HS 1806.10.00.00), barang
dari karet dan perabotan.
Pada Normal Track Programme penurunan tarif bea masuk dimulai sejak
tanggal 20 Juli 2005, yang menjadi 0% pada tahun 2010, dengan fleksibilitas pada
produk-produk yang akan menjadi 0% pada tahun 2012. Adapun produk-produk
dalam kelompok Sensitive, akan dilakukan penurunan tarif mulai tahun 2012, dengan
penjadwalan bahwa maksimum tarif bea masuk 20% pada tahun 2012 dan akan
menjadi 0-5% pada tahun 2020.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Untuk mendapatkan preferensi penurunan tarif dengan menggunakan ketiga
skenario tersebut disepakati Pengaturan Surat Keterangan Asal Barang (SKA) atau
Rules of Origin (ROO) dengan ketentuan kandungan lokal ACFTA sebesar 40% yang
secara operasional menggunakan SKA Form E. Penurunan dan penghapusan tarif bea
masuk dalam ACFTA dilakukan melalui proses bertahap atas seluruh produk, hal ini
dimaksudkan untuk tetap menjaga kepentingan perlindungan terhadap produk
Indonesia yang dianggap belum mampu untuk bersaing dengan produk negara peserta
FTA.
Industri yang masuk dalam kategori penghasil produk sensitif lebih
mendorong peningkatan impor dengan menggunakan skema aturan Perjanjian
Perdagangan Bebas ASEAN-China dibandingkan skema aturan importasi normal.
Walaupun skema perdagangan bebas ASEAN-China (ACFTA) membutuhkan
dokumen khusus, skema insentif bea masuk dalam aturan ACFTA dinilai lebih
menguntungkan. Namun, perlu diwaspadai karena komposisi impor produk industri
Indonesia dari China terhadap total impor mencapai 91,7%, sedangkan komposisi
ekspor produk industri Indonesia ke China dibandingkan total ekspor Indonesia ke
China hanya mencapai 51,3%. Impor produk elektronika dengan skema aturan
importasi normal (Most Favorable Nation/MFN) meningkat rata-rata 2,3% per bulan,
sedangkan skema ACFTA sebesar 11,9%. Impor furnitur dengan skema MFN
meningkat rata-rata 6,9% per bulan, sedangkan dengan skema ACFTA 18%. Impor
logam dan barang logam dengan skema MFN bertambah rata-rata 15,6%, sedangkan
dengan skema ACFTA sebesar 14,8% (Kompas, Kamis, 24 Maret 2011).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
B. Perkembangan Investasi China ke Indonesia Sebelum dan Sesudah ACFTA
Perjanjian kerjasama ekonomi antara ASEAN – China (ACFTA)
ditandatangani pada tanggal 4 November 2004 di Phnom Penh, Kamboja oleh para
Kepala Negara ASEAN dan RRC.
Kerjasama ekonomi dan perdaganagan kedua belah pihak akan mempengaruhi
kedua kawasan tersebut. Demikian juga bagi Indonesia, di masa mendatang akan
semakin dipengaruhi hubungan ekonomi internasional, yang berupa kesepakatan
ekonomi bilateral, regional dan multilateral serta konvensi dan perjanjian
internasional. Perkembangan ekonomi dan perdaganagan dengan China yang
mempunyai pertumbuhan tinggi dan menjadi kekuatan baru akan sangat
mempengaruhi perdagangan dan investasi bagi Indonesia. Negara-negara tersebut
mulai menuju sebagai negara yang mempunyai keunggulan komparasi dalam produk-
produk tertentu. Produk-produk mereka telah masuk di berbagai negara di dunia ini
termasuk Indonesia. Struktur perekonomiannya mulai meninggalkan sektor pertanian
menuju industrialisasi dan mulai banyak menanamkan modalnya di berbagai negara.
Perkembangan ekonomi perdagangan Indonesia dan China banyak mengalami
pasang surut. Naik turun hubungan ekonomi dagang kedua negara karena dipengaruhi
beberapa permasalahan seperti faktor social ekonomi dan politik. Sejak Negara China
merubah haluan menjadi negara terbuka maka Indonesia mempunyai kepentingan
ekonomi dan perdagangan pada negara China. Jalinan ekonomi dan perdagangan ini
kemudian diimplementasikan melalui bentuk kerjasama ekonomi baik bilateral
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
maupun regional. Salah satu diantaranya adalah kerjasama regional Asean dengan
China. Tentu saja perkembangan China yang sangat pesat saat ini menjadi peluang
dan tantangan khususnya bagi Indonesia dan negara-negara Asean lainnya.
Terjadinya krisis finansial global sejak akhir tahun 2008 yang berlanjut pada
2009 mengakibatkan banyak negara mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi.
Demikian juga pertumbuhan ekonomi China selama tahun 2008 ini tercatat menurun
hanya mencapai 8% atau menurun dibanding tahun lalu.
China merupakan tujuan utama kedua ekspor Indonesia ke pasar internasional,
menggeser posisi Amerika Serikat yang sekarang berada di urutan ketiga. Total
volume perdagangan bilateral Indonesia-China hingga akhir tahun 2007 menembus
angka $ 25,01 milyar atau melampaui target yang ditetapkan sebesar $ 20 milyar.
Namun, pada periode itu, Indonesia mencatatkan defisit sebesar $ 210 juta.
Dari sisi investasi, China mempunyai kontribusi sekitar 0,3% dari total
investasi asing (Foreign Direct Investment/FDI) setiap tahunnya pada Indonesia.
Perkembangan realisasi investasi China ke Indonesia sebelum dan sesudah
ditandatanganinya Asean China Free Trade Agreement (ACFTA) dapat dilihat pada
Tabel 4.1 sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Tabel 4.1
Perkembangan Realisasi Investasi China ke Indonesia 2002-2007
(juta US$)
Negara Sebelum ACFTA Sesudah ACFTA
2002 2003 2004 Rata-rata 2005 2006 2007 2008
Rata-rata
Asean 299,2 464,1 916,2 559,8 2.250 926,7 330,5 1855,7 2,265,2
China 6 83,2 8,1 32,43 37,3 31,5 28,9 139,6 59,33
Jepang 432,3 738,2 1.041,3 737,3 1.144,3 908,2 210,4 1365,4 890,23
Amerika 60,3 148,4 78,3 95,67 88,6 65,8 123,5 151,3 112,6
Total
dunia 3091,2 5450,6 4601,3 4381 8914,6 5976,9 3.706 14871,4 10026,1
% Inv.China ke Ind 0,002 0,015 0,002 0,01 0,004 0,005 0,001 0,009 0,005
Sumber : BKPM, 2008
*) di luar investasi sektor minyak dan gas bumi, data terakhir sampai dengan 31 Mei 2007
Secara umum investasi negara-negara Asean, Jepang, Amerika Serikat lebih
tinggi dibandingkan dengan investasi China ke Indonesia. Sebelum perjanjian
ACFTA, investasi negara-negara Asean ke Indonesia dengan rata-rata 559,83 juta
US$ dan sesudah perjanjian ACFTA dengan nilai rata-rata 1.169,07 juta US$.
Sedangkan rata-rata investasi China ke Indonesia sebesar 32,43 juta US$ sebelum
perjanjian ACFTA dan menurun menjadi sebesar 24,53 juta US$.
Hal tersebut dapat dikatakan juga bahwa presentase investasi China ke
Indonesia dibandingkan dengan total investasi dunia ke Indonesia masih sangat kecil,
sesudah perjanjian ACFTA hanya rata-rata sebesar 0,004 sedangkan sebelumnya rata-
ratanya sebesar 0,01.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
Dari tabel 4.1 terlihat peningkatan investasi China ke Indonesia setelah
dibukanya perdagangan bebas ACFTA, justru mengalami penurunan dari rata-rata
32,43 juta US$ menjadi 24,52 juta US$.
Apabila dilihat dari sisi perdagangan, dari Gambar 4.1 dapat dibandingkan
total perdagangan Indonesia-China dengan total perdagangan Indonesia-Dunia. Total
perdagangan Indonesia-China selama tahun 2002-2007 selalu mengalami peningkatan
walaupun nilainya tidak lebih dari US$ 20.000. Oleh karena itu dapat dikatakan
bahwa proporsi China dalam perdagangan internasional bagi Indonesia masih relatif
kecil.
Gambar 4.1
Total Perdagangan Indonesia-China dan Indonesia-Dunia tahun 2002-
2007
Sumber : BKPM, 2008, diolah
Berkaitan dengan perdagangan China Indonesia dapat ditunjukkan bahwa
nilai ekspor Indonesia ke China banyak didominasi oleh ekspor migas. Sementara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
jika dibandingkan peningkatan pertumbuhan beberapa komoditi nonmigas lainnya
seperti hasil pertanian dan perkebunan, hasil perikanan, kayu olahan, tekstil, dan
beberapa komoditas lainnya ternyata masih kecil. Hampir setengah dari total ekspor
Indonesia ke China adalah sektor migas. Hal ini juga menunjukan kontribusi ekspor
dari sektor nonmigas relatif belum berhasil.
Tabel 4.2
Ekspor Migas dan Nonmigas ke China tahun 2002-2007 (juta US$)
PORSI
2002 2003 2004 2005 2006 2007*
Ekpor 10,74 13,16 13,6 20,01 20,43 21,55
- Migas 5,87 7,22 7,46 14,05 13,56 14,35
- Non
Migas 4,87 5,94 6,14 5,96 6,87 7,20
Impor 13,51 17,52 15,98 18,71 19,05 20,35
- Migas 5,04 8,15 6,33 7,40 5,98 3,40
- Non
Migas 8,47 9,37 9,65 11,31 13,07 16,95
Neraca
Perdag. 2,77 4,36 2,38 -1,3 -1,38 -1,2
- Migas -0,83 0,93 -1,13 6,65 0,49 10,95
- Non
Migas 3,6 3,43 3,51 5,35 6,2 9,75
Total Perd. 24,25 30,68 29,58 38,72 39,48 41,9
- Migas 10,91 15,37 13,79 21,48 19,54 17,75
- Non
Migas 13,34 15,31 15,79 17,24 19,94 24,15
Sumber: BKPM, 2008
Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.2, ekspor sektor migas selalu
meningkat, demikian juga ekspor sektor nonmigas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Gambar 4.2
Ekspor Migas dan Nonmigas ke China ( Juta US$ ) tahun 2002-2007
Sumber : BKPM, 2008, diolah
Namun, pada tahun 2010 data terbaru menunjukan ekspor nonmigas Indonesia
ke China meningkat tajam dari US$ 8,9 milyar pada 2009 menjadi US$ 14,1 milyar
pada 2010. Hal itu menunjukan bahwa setahun pelaksanaan ACFTA Indonesia
membukukan pertumbuhan ekspor nonmigas ke China sebesar 58,4%. Sementara itu,
impor nonmigas Indonesia dari China juga meningkat pesat, dari US$ 13,5 milyar
tahun 2009 menjadi US$ 19,7 milyar pada 2010 dengan laju pertumbuhan sebesar
45,9%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
Masalah dalam hal ini terdapat pada defisit perdagangan Indonesia dengan
China, mengingat neraca perdagangan Indonesia dengan China hingga tahun 2007
selalu surplus. Namun, pada kenyataannya defisit perdagangan nonmigas Indonesia
dengan China naik setelah pemberlakuan ACFTA, yakni dari US$ 4,6 milyar tahun
2009 menjadi US$ 5,6 milyar (Faisal Basri dalam Kompas, Senin, 11 April 2011).
C. Optimalisasi Investasi China ke Indonesia
Sudah hampir lima tahun sejak tahun 2004 sampai saat ini kerjasama ekonomi
negara-negara Asean dengan China dalam bentuk Asean China Free Trade
Agreement (ACFTA) berlangsung. Kerjasama ini tentu mempunyai tujuan yang
sangat ideal mengingat China sebagai negara yang mempunyai tingkat pertumbuhan
ekonomi tertinggi di dunia sekarang ini. Dengan penduduk 1,2 milyar ditambah
dengan penduduk Asean sekitar 500 juta maka menjadi sekitar 1,7 milyar penduduk
di kawasan ini. Penduduk yang sangat besar ini tentu menjadi pasar empuk produk
dan jasa kedua belah pihak. Tujuan lainnya adalah meliberalisasi perdagangan barang
dan jasa melalui pengurangan atau penghapusan tarif serta mengembangkan
kerjasama ekonomi yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Termasuk
memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif kedua belah pihak.
Hubungan perdagangan bilateral Indonesia China sendiri sebetulnya cukup
bagus. Setelah pelaksanaan ACFTA, Indonesia mencatat surplus perdagangan dengan
China. Kalau dibandingkan surplus perdagangan sebelum penandatanganan
perjanjian ini rata-rata hanya mencapai US$ 608 pertahun, tetapi setelah pelaksanaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
perjanjian naik menjadi US$ 1.160 pertahun atau hampir dua kali lipat. Demikian
juga kita mencatat peningkatan share perdagangan Indonesia-China terhadap total
perdagangan semua negara dengan Indonesia pada era pelaksanaan ACFTA. Rata-
rata share total perdagangan Indonesia-China terhadap total perdagangan semua
negara dengan Indonesia sebelum ACFTA 6,87%, meningkat menjadi 9,40% pada
masa ACFTA. Atau bisa dikatakan telah menjadi pergeseran share sebesar 2,29% dan
impor sebesar 2,81% beralih ke China pada era pelaksanaan ACFTA.
Tabel 4.3
Perbandingan Perdagangan Indonesia-China terhadap
Indonesia-Dunia (Persen) tahun 2002-2007
ACFTA
Sebelum Sesudah Perubahan
Ekspor 5,91 8,20 2,29
Impor 8,55 11,37 2,81
Neraca Perdag. 2,27 3,15 0,88
Total Perdag. 6,87 9,40 2,53 Sumber : BPS,2008 diolah
Dari sisi ekspor, rata-rata ekspor pada pasca ACFTA juga mengalami
kenaikan berarti dibanding sebelum pelaksanaan ACFTA. Sebelum pelaksanaan
ACFTA rata-rata ekspor pertahun hanya mencapai US$ 3.770 pertahun, kemudian
naik menjadi US$ 7.940 pertahun pasca ACFTA. Ekspor migas sebelum pelaksanaan
ACFTA rata-rata hanya sebesar US$ 954 pertahun, naik menjadi US$ 2.794 pertahun
pasca ACFTA atau naik hampir tiga kali lipat. Di sisi lain, ekspor nonmigas sebelum
pelaksanaan ACFTA sebesar US$ 2.815 pertahun, kemudian naik menjadi US$ 5.146
pertahun pada era pelaksanaan ACFTA.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
Tabel 4.4
Rata-rata Perdagangan Indonesia Sebelum dan Era ACFTA (US$) tahun
2002-2007
Komponen Sebelum Era ACFTA
Ekpor 3,770.07 7,940.79
- Migas 954.70 2,794.38
- Nonmigas 2,815.37 5,146.41
Impor 3,162.06 6,780.98
- Migas 563.98 1,001.87
- Nonmigas 2,598.08 5,779.11
Neraca Perdag. 608.01 1,159.81
- Migas 390.72 1,792.51
- Nonmigas 217.29 -632.70
Total Perd. 6,932.13 14,721.78
- Migas 1,518.68 3,796.25
- Nonmigas 5,413.45 10,925.53 Sumber : BPS, 2008 diolah
Hal yang menarik diamati adalah pertumbuhan ekspor nonmigas lebih rendah
dibanding pertumbuhan ekspor migas ke China. Hal inilah yang perlu diperhatikan
pemerintah. Ini berarti kita belum berhasil meningkatkan ekspor nonmigas ke China
baik dari segi jumlah maupun nilai ekspor itu sendiri.
Apabila dilihat dari sisi impor, rata-rata impor sebelum pelaksanaan ACFTA
sebesar US$ 3.162 pertahun, naik menjadi US$ 6.780 pertahun pada pelaksanaan
ACFTA. Impor migas sebelum pelaksanaan ACFTA rata-rata sebesar US$ 563
pertahun, naik menjadi US$ 1.001 pertahun pada pelaksanaan ACFTA. Sementara
itu, impor nonmigas sebelum pelaksanaan ACFTA sebesar US$ 2.598 pertahun,
menjadi US$ 5.779 pada era pelaksanaan ACFTA. Sedangkan pertumbuhan impor
migas lebih rendah dibanding pertumbuhan impor nonmigas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
Menurut data BKPM, perkembangan realisasi investasi China ke Indonesia
sebelum dan sesudah ditandatanganinya Asean China Free Trade Agreement
(ACFTA) dapat dilihat dari realisasi investasi China ke Indonesia. Rata-rata jumlah
investasi yang masuk pada era pelaksanaan ACFTA sebanyak US$ 14,67 proyek
pertahun, hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah investasi sebelum pelaksanaan
ACFTA yang rata-rata hanya sebesar US$ 7,67 pertahun. Namun demikian, dari nilai
investasi tidak terjadi peningkatan yang signifikan. Rata-rata realisasi investasi China
di Indonesia pada era ACFTA sebesar US$ 35,17, tidak jauh berbeda dibanding
sebelum pelaksanaan ACFTA yang besarnya US$ 32,43.
Tabel 4.5
Perkembangan Realisasi Investasi (proyek) China dan Dunia di Indonesia
2002-2007
2002 2003 2004 2005 2006 2007
China
- Jml. Proyek -Cina 5 12 6 11 11 22
- Invest. Cina (Juta
US$) 6,00
83,20 8,10
45,10
31,50 28,90
Dunia
-Jml. Proyek -Dunia 442 569 547 908 867 983
- Investasi - Dunia
(Juta US$)
3.082,60
5.445,30
4.572,10
8.916,90
5.977,00
10.349,60
Prosentase (Cina thd
Total)
-Jml. Proyek 1,1% 2,1% 1,1% 1,2% 1,3% 2,2%
- Investasi 0,2% 1,5% 0,2% 0,5% 0,5% 0,3%
Sumber : BKPM, 2008, diolah
Kalau dilihat dampak ditandatanganinya perjanjian justru belum mempunyai
pengaruh besar terhadap arus iklim investasi China ke Indonesia walaupun terjadi
kenaikan. Justru investasi Negara-negara Asean, Jepang ataupun Amerika Serikat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan investasi China ke Indonesia. Dari data BKPM
menunjukan bahwa sebelum perjanjian ACFTA investasi Negara-negara Asean ke
Indonesia 18 kali lipat dengan rata-rata US$ 559,83 juta dan 33 kali lipat sesudah
perjanjian ACFTA dengan nilai rata-rata US$ 1.169,07 juta. Sedangkan rata-rata
investasi China ke Indonesia sendiri hanya sebesar US$ 32,43 juta sebelum perjanjian
ACFTA dan menjadi rata-rata hanya sebesar US$ 32,57 juta pasca ACFTA.
Demikian juga presentase investasi China ke Indonesia dibandingkan dengan
total investasi dunia ke Indonesia masih kecil, sesudah perjanjian ACFTA hanya rata-
rata sebesar 0,006% sedangkan sebelumnya juga rata-rata sebesar 0,006%. Dengan
melihat kondisi ini, semestinya pemerintah lebih agresif dan lebih kreatif untuk
mendorong masuknya investor China ke Indonesia.
Membentuk sebuah forum yang mengakomodir semua kepentingan dengan
jalan mengundang sebanyak mungkin investor china ke Indonesia untuk
menanamkan modalnya adalah salah satu cara yang dapat dilakukan. Tentu saja
forum ini menjembatani antara investor China dengan Indonesia.
Langkah yang dapat ditempuh, bisa saja dengan segera merealisasikan forum
investasi pemerintah ousat, swasta serta pemda-pemda. Sebetulnya masih banyak
sektor yang dapat ditawarkan kepada mereka terutama sektor energi, industri,
infrastruktur, pertanian, kehutanan maupun kelautan.
Hal lain yang dianggap penting adalah kesiapan infrastruktur serta dunia
usaha kita dalam menangkap peluang yang masih terbuka lebar untuk merealisasikan
dan mengeksploitasi berbagai kegiatan yang ada dalam perjanjian ACFTA tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
Oleh karena itu, jangan sampai peluang ini hanya banyak dimanfaatkan oleh Negara-
negara Asean lainnya, seperti Singapura, Malaysia atau Thailand.
D. Kekuatan, Kelemahan, Peluang serta Ancaman Investasi China ke
Indonesia Setelah Pembentukan ACFTA
1. Kekuatan
Peningkatan investasi China ke Indonesia akan dapat dicapai karena
Indonesia mempunyai banyak keunggulan, antara lain stabilitas ekonomi yang relatif
baik, pemerintahan yang stabil, termasuk masalah sosial politik yang cukup kondusif,
yang berarti risk country Indonesia semakin menurun.
Kekuatan utama lainnya adalah bahwa Indonesia mempunyai sumber-
sumber daya alam yang melimpah termasuk sumber energi yang melimpah seperti
batu bara, minyak dan gas bumi, kemudian sumber daya manusia di Indonesia yang
terbilang murah. Dengan berbagai kekuatan ini diharapkan investor China akan
tertarik untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
2. Kelemahan
Infrastruktur untuk mendukung dan mendorong peningkatan investasi di
Indonesia masih belum memadai. Infrastruktur yang dimaksud terkait dengan
investasi lunak (soft infrastructure) seperti pelayanan, iklim usaha, komunikasi,
kepastian hukum, undang-undang, dan lain-lain. Demikian juga infrastruktur keras
(hard infrastructure) seperti sarana transportasi, sarana komunikasi, pelabuhan, jalan,
dan lain-lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
Pelayanan dan birokrasi di Indonesia yang belum optimal merupakan
kelemahan lain bagi Indonesia. Beberapa keputusan pemerintah pusat dan pemerintah
daerah masih belum sinkron dalam mengambil kebijakan mengenai investasi,
termasuk banyaknya pungutan yang menimbulkan biaya tinggi (high cost).
Isu tingginya korupsi di Indonesia juga menjadi pertimbangan bagi
investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
3. Peluang
Ditinjau dari neraca perdagangan antara Indonesia dan RRT selama
periode 1999-2007, Indonesia mencatat surplus perdagangan dengan nilai 1,1
milyar pada akhir tahun 2007. Namun dua tahun berturut-turut terjadi defisit
perdagangan masing-masing sebesar 3,6 milyar dan 2,5 milyar pada tahun 2008
dan 2009 dengan nilai defisit perdagangan pada tahun 2009 yang menurun
disbanding tahun 2008. Defisit yang muncul pada kedua tahun tersebut apabila
ditinjau dari komposisi impor Indonesia dari China jumlah barang modal dan
bahan baku penolong dari China meningkat pesat dengan pertumbuhan rata-rata
tahunan masing-masing sebesar 51,4% dan 26,0%. Hal ini merupakan indikasi
bahwa terjadi added value atau proses produksi terdapat kebutuhan industri
domestik, yang tentunya menghasilkan hasil produk yang lebih murah dan
efisien. Selain itu, ditinjau dari struktur ekspor non migas menurut Negara tujuan
peranan China sebagai Negara tujuan ekspor semakin meningkat dibandingkan
dengan dominasi pangsa ekspor ke Uni Eropa, Amerika Serikat dan Jepang.Hal
ini menggambarkan diversifikasi pasar tujuan ekspor ketika krisis ekonomi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
global melanda Amerika Serikat dan wilayah Uni Eropa, yang dapat menopang
keadaan ekonomi Indonesia di teritori pertumbuhan positif. Dengan terbuka
luasnya pasar China, dimana hampir 80% lebih tarif yang menggunakan skema
ACFTA telah mencapai zero percent, hal ini membuka peluang baik dari segi
penetrasi pasar produk Indonesia ke China, maupun terbuka lebarnya sumber
bahan baku (material) yang dibutuhkan sektor industri dalam negeri sehingga
dapat bersaing secara kompetitif mengingat Indonesia bukanlah Negara tujuan
ekspor maupun impor utama bagi China. Dari segi investasi maupun penanaman
modal hal ini membawa pengaruh yang cukup baik, mengingat kebijakan
pemerintah China yang berencana merestrukturisasi perekonomian mereka
dengan melakukan ekspansi dan investasi di luar negeri.Hal ini membawa
Indonesia sebagai pasar potensial yang dapat menarik investor China untuk
membuka perusahaan sebagai basis produksi dan menanamkan modal mereka di
Indonesia.Indonesia mempunyai peluang cukup besar untuk meningkatkan
investasi dari China.Hal ini didukung peningkatan volume maupun komoditas
yang dapat di ekspor ke Negara China sebagai kekuatan ekonomi baru. Selama
ini tercatat sebesar 7,2% ekspor nonmigas Indonesia adalah ke China. Memasok
kebutuhan (raw materials, barang industri, tenaga kerja) untuk Negara China
adalah peluang paling utama.Faktor peluang utama lainnya adalah keunggulan
Indonesia karena mempunyai sumber-sumber yang melimpah. Dengan berbagai
peluang ini tentu investor China akan tertarik untuk menanamkan modalnya di
Indonesia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
Demikian juga jumlah penduduk China yang lebih dari 1,3 milyar jiwa
sangat mempengaruhi permintaan komoditi ekspor unggulan Indonesia.
Dampaknya harga komoditi seperti bahan pangan akan cenderung tinggi karena
permintaan juga tinggi, dan bagi Indonesia dapat menyediakan sumber daya alam
tersebut untuk memenuhi kebutuhan mereka karena Indonesia memiliki
keunggulan sumber daya alam yang melimpah.
Adapun cara yang ditempuh adalah mencari niche (pasar khusus)
Kawasan Perdagangan Bebas antara Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara
(ASEAN) dan China (ACFTA) yang secara signifikan menguntungkan ekonomi
dan perdagangan intra regional serta akan menjadi tonggak bagi hubungan
ekonomi ASEAN-China di masa mendatang.
Pembentukan ACFTA itu akan menciptakan kawasan dengan 1,7 milyar
konsumen, suatu kawasan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar US$ 2,0
trilyun dan total perdagangan setiap tahunnya mencapai nilai US$ 1,23 trilyun.
Penghapusan rintangan perdagangan antara ASEAN dan China akan membantu
menurunkan biaya, meningkatkan volume perdagangan dan meningkatkan
efisiensi ekonomi.
ACFTA tersebut akan menjamin stabilitas di Asia Timur dan
memberikan kesempatan baik Negara anggota ASEAN maupun China untuk
mempunyai peranan lebih besar dalam perdagangan internasional yang
memberikan keuntungan bersama. Semua anggota ASEAN mengharapkan
manfaat dari ACFTA namun tingkat manfaat tersebut akan tergantung pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
kesiapan sektor swasta di setiap Negara untuk mengeksploitasi berbagai
kesempatan dalam ACFTA.
Berdasarkan ACFTA, Negara-negara anggota ASEAN dan China
terbebas dari pajak atas 7.000 kategori komoditi mulai 1 Juli 2004 dan
memberikan status bebas bea bagi semua komoditi tersebut dalam perdagangan
bilateral pada 2010. Dilihat sebagai antisipasi banyaknya pengembangan di
Negara China sebagai tujuan investasi paling menarik di kawasan
Asia.Tujuannya adalah menjadikan China tidak sebagai saingan tetapi lebih
menjadikannya sebagai mitra kerjasama dan meningkatkan kualitas produk kita
yang berasal dari sumber alam (natural resources).
Untuk bisa melepaskan diri dari ketergantungan ekonomi dua kekuatan
ekonomi dunia yang baru itu, Indonesia harus meningkatkan daya saingnya di
pasar dunia dan menciptakan pasar khusus (niche) bagi produk Indonesia.Posisi
Indonesia mengenai daya saing pada tahun 2008-2009 menurut World Economic
Forum (WEF) adalah di urutan 55 sedangkan China berada di urutan 30.Tiga
Negara anggota Asean lainnya justru lebih baik, Singapura urutan 5, Malaysia
21, dan Thailand 34.
Saat ini dengan membanjirnya barang-barang produk China akan
membuat persaingan beberapa Negara di kawasan Asia Tenggara sebagai Negara
industri baru, sehingga mendorong memproduksi dan menonjolkan produk-
produk yang mempunyai keunggulan komparasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
Antisipasi jangka panjang untuk menghadapi dampak pertumbuhan
ekonomi China adalah Indonesia bersama Negara-negara Asean lainnya
membentuk kekuatan ekonomi regional.Ini dapat dilakukan dengan terus
melanjutkan kesepakatan-kesepakatan bersama dalam dunia perdagangan untuk
menstabilkan kawasan ini.Di samping itu, terus dijaga kemungkinan penggunaan
mata uang tunggal (single currency) di kawasan asean.
Pada umumnya, pertumbuhan ekonomi yang pesat suatu Negara akan
mengangkat golongan menengah ke atas menjadi golongan atas. Golongan ini
tentu memerlukan tempat-tempat wisata di luar negeri.Oleh karena itu, Indonesia
dapat menangkap peluang membanjirnya wisatawan dari Negara-negara tersebut
melalui peningkatan kualitas layanan daerah wisata (tourism area) maupun
banyaknya tempat wisata.
4. Ancaman
Saat ini dengan membanjirnya produk China akan membuat persaingan
beberapa negara di kawasan Asia Tenggara sebagai negara industri baru,
sehingga mendorong untuk memproduksi dan menonjolkan produk-produk yang
memiliki keunggulan komparasi.
Peningkatan daya saing Indonesia dapat terlihat dari banyaknya investasi
yang masuk. Untuk itu, pemerintah melakukan reformasi sistem pemerintahan.
Lima hal yang merupakan hambatan peningkatan investasi China ke Indonesia
antara lain, diperlukan tenaga kerja yang murah, peningkatan layanan pabean
yang cepat, peningkatan efisiensi jasa pendukung yang tinggi terutama terkait
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
masalah telekomunikasi dan transportasi, serta kepastian hukum, demikian juga
layanan pemerintah.
Tantangan terberat Indonesia sebenarnya lebih kepada faktor di dalam
negeri yaitu pembenahan sektor pendukung industri dan pertanian seperti
kesiapan energi, kualitas tenaga kerja, sistem perbankan baik dari segi suku
bunga pinjaman, pembiayaan dan lain-lain, agar dapat mendorong pertumbuhan
industri.
Salah satu faktor penghambat yang sangat mengkhawatirkan di Indonesia
muncul dari kebebasan berinvestasi dimana skor kebebasan berinvestasi di
Indonesia lebih rendah 18,8 poin dibandingkan rata-rata dunia. Selain itu
hambatan juga muncul dari sisi kebebasan dalam bisnis dan kebebasan
korupsi.Keunggulan kebebasan ekonomi signifikan dari segi besarnya
pemerintah.
Faktor-faktor penghambat bisnis lainnya adalah inflasi, etika kerja dari
tenaga kerja buruk, pemerintahan yang tidak stabil, tingginya kriminalitas,
regulasi valas, akses ke keuangan, tarif pajak, regulasi tenaga kerja restriktif,
kebijakan yang tidak stabil, kualitas SDM buruk, korupsi, regulasi perpajakan,
infrastruktur buruk dan birokrasi tidak efisien. (WEF,2005)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
E. Potensi Perekonomian dan Perdagangan Indonesia-China
Saat ini Indonesia merupakan negara pengekspor batu bara terbesar dan juga
sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia dengan permintaan yang relatif
besar dari negara-negara maju dan negara-negara di kawasan Asia. Indonesia dapat
menghasilkan komoditas primer dengan biaya marginal yang rendah yang didukung
oleh persediaan alam yang besar, luas geografis yang besar, kondisi iklim dan cuaca
yang mendukung, serta biaya tenaga kerja yang relatif rendah. Di sisi lain China tidak
memiliki keunggulan dalam memasok komoditas primer, namun China
membutuhkan pasokan energi dalam jumlah besar untuk mendukung pertumbuhan
industrinya yang tinggi. Dengan letak geografis yang cukup berdekatan, Indonesia
akan menjadi negara potensial bagi China untuk memenuhi kebutuhan sumber daya
alam dan energi dalam mengusung pertumbuhan produksi barang industri di China.
Banyak negara-negara Asia seperti Vietnam, Myanmar, India termasuk China
sebagai negara yang memiliki biaya tenaga kerja rendah. Negara-negara ini akan
dapat menekan biaya marginal produksi barang industrinya, sehingga akan membuat
barang-barang produksi China semakin kompetitif di mata dunia. Pada kondisi pasca
krisis keuangan global seperti ini, kompetitifnya produk dari sisi harga akan sangat
diperhatikan oleh konsumen, sehingga walaupun secara relatif rendah dari sisi
penggunaan teknologi terkini dibandingkan negara-negara maju, barang industri dari
China dalam waktu dekat akan semakin menjadi preferensi konsumen secara global.
Pada konteks investasi dan finansial, membaiknya arus dana ke negara
berkembang sejalan dengan pemulihan perekonomian dunia setelah terjadinya krisis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
finansial global, yang akan berpotensi untuk berperan sebagai pendukung kapital
terhadap kedua negara tersebut. Dukungan tersebut dapat berupa investasi secara
langsung maupun melalui kredit perbankan. Produksi barang-barang akan meningkat
serta infrastruktur perdagangan seperti pelabuhan, jalan, serta rel kereta api pada akan
memperlancar aktifitas ekonomi dan produksi serta meningkatkan nilai tambah kedua
negara tersebut.
Data indikator perekonomian global juga menunjukan bahwa mulai triwulan
II 2009 dana dan investasi mulai mengalir kembali ke emerging markets yang
menjanjikan return lebih besar. Hal ini termasuk Indonesia dan China. Meningkatnya
arus dana dan investasi ke negara berkembang di Asia ini antara lain terlihat dari
terapresiasinya nilai tukar mata uang dan indeks saham di negara-negara tersebut. Di
Indonesia, nilai tukar terapresiasi menjadi sekitar Rp 9.400 per US$ pada bulan
Desember 2009 dari sebelumnya Rp 11.000 per US$ pada awal tahun 2009.
Meskipun Indonesia dan China mempunyai potensi besar untuk memimpin
pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia, data menunjukan masih adanya hal-hal pada
perekonomian domestik yang dapat menjadi hambatan serius. Dari sisi kebebasan
perekonomian, Indonesia dan China secara umum masih berada di bawah rata-rata
dunia. Indonesia dan China tercatat masing-masing menduduki ranking 131,132 pada
2009 index of economic freedom. China tidak mengalami perubahan skor dari
penilaian tahun sebelumnya, sementara Indonesia untuk keseluruhan kebebasan
ekonomi mengalami peningkatan dari tahun 2008 yaitu sebesar 0,2 (The Heritage
Foundation dan Wall Street Journal).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
Pada negara China secara umum permasalahan terletak pada regulasi yang
dipandang tidak transparan. Aspek yang paling mengkhawatirkan adalah
permasalahan property rights dan kebebasan dalam hal finansial. Di sisi finansial,
sistem finansial di China dikontrol secara ketat oleh pemerintah, kredit sebagian besar
diberikan kepada badan usaha yang dimiliki oleh negara. Kemudian, permasalahan
investasi juga tinggi di China. Investor menghadapi penegakan hukum yang tidak
transparan dan tidak konsisten, serta sistem hukum yang tidak dapat menjamin
penjatuhan sanksi dalam kontrak.
Indonesia memiliki keunggulan dibandingkan China dalam hal kebebasan
perdagangan dan kebebasan fiskal yang juga relatif lebih baik dibandingkan rata-rata
dunia. Namun, kebebasan dalam menjalankan bisnis patut lebih diperhatikan di
Indonesia mengingat proses perizinan yang masih berbelit-belit. Selain itu, penutupan
usaha juga dinilai cukup sulit dan membutuhkan banyak biaya. Kebebasan
berinvestasi di Indonesia juga masih rendah. Adanya korupsi dan regulasi yang
kontradiktif dan tidak transparan dalam kegiatan investasi menjadi salah satu
penyebab rendahnya nilai Indonesia dalam hal kebebasan berinvestasi.
Dibandingkan China kebebasan dalam kaitannya dengan masalah tenaga kerja
di Indonesia sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh adanya kebijakan yang restriktif
terhadap tenaga kerja yang justru menghambat produktivitas. Biaya yang besar untuk
memecat karyawan justru dinilai menyebabkan adanya disinsentif untuk penambahan
tenaga kerja apabila diperlukan, sehingga perekonomian akan sulit memanfaatkan
adanya peluang peningkatan produksi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
Mengingat konteks potensi pertumbuhan Indonesia-China sangat terkait
dengan perdagangan internasional antar kedua Negara, pertumbuhan kedua negara
tersebut tentu membutuhkan dukungan kebijakan berkaitan dengan perdagangan
internasional dan hubungan antar negara yang baik. Pada beberapa tahun terkhir,
telah terjadi perkembangan kondisi perdagangan internasional yang pada umumnya
semakin mengarah pada meningkatnya intensitas perdagangan.
Dalam perdagangan internasional pada umumnya digunakan mata uang yang
diterima oleh bayak negara di dunia, yaitu Dolar AS. Hal ini tentu memberikan
tekanan permintaan pada mata uang tersebut dan juga sangat menyulitkan jika terjadi
perubahan nilai mata uang Dolar AS sehubungan dengan pergerakan masif arus dana
di seluruh dunia mengingat mata uang tersebut merupakan mata uang save haven. Hal
ini terjadi pada akhir tahun 2008 dan awal tahun 2009 dimana terjadi fenomena flight
to quality akibat berkurangnya risk appetite investor secara global menyusul
terjadinya krisis finansial global. Berkaitan dengan hal tersebut pada tanggal 23
Maret 2009, telah ditandatangani kerja sama Bilateral Currency Swap Arrangement
(BCSA) Rupiah/Yuan. Kerja sama ini dapat memfasilitasi transaksi perdagangan dan
investasi bilateral antara Indonesia dan China serta menyediakan likuiditas di pasar
keuangan dengan tidak mengurangi ketergantungan pada Dolar.
Namun pemerintah menangkap peluang risiko yang bisa muncul dari nilai
tukar yuan yang saat ini terus melemah terhadap rupiah. Pelemahan yuan tersebut
merupakan salah satu penyebab turunnya daya saing produk Indonesia terhadap
barang China, tetapi tidak mudah meminta Pemerintah China untuk menyeimbangkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
masalah nilai tukar tersebut. Sementara ini, Indonesia berlindung pada perjanjian
pertukaran mata uang bilateral (Bilateral Curency Swap Arrangement/BCSA) dengan
China, walaupun perjanjian tersebut belum diaktifkan. Hingga akhir 2010, ekspor
Indonesia ke China nilainya US$ 49,2 milyar sedangkan impor dari China ke
Indonesia nilainya US$ 52 milyar. Neraca perdagangan Indonesia berdasarkan
catatan China defisit sekitar US$ 2,8 milyar, sedangkan menurut catatan Indonesia,
defisit yang dialami mencapai US$ 5 milyar sampai US$ 7 milyar. Nilai tukar yuan
yang terus melemah menyebabkan barang-barang produksi Indonesia tidak sanggup
bersaing bahkan di pasar sendiri (Mari Elka Pangestu dalam Kompas, Selasa, 19
April 2011).
Di sisi lain, pada Butir-Butir Pemikiran Perdagangan Indonesia 2009-2014
yang dirilis oleh KADIN (2008), secara umum dijelaskan bahwa kebijakan
perdagangan bebas yang dilakukan beberapa dasawarsa terakhir dirasakan telah
memberikan dampak negatif bagi kesejahteraan masyarakat, sehingga perlu
membangun nasionalisme demi menghadapi perdagangan bebas yang merupakan
keniscayaan di masa depan sebagai konsekuensi dari perjanjian perdagangan
internasional ACFTA.
Pembukaan akses pasar bagi barang-barang yang menjadi keunggulan
Indonesia akan lebih ditekankan dengan dukungan ekspor dengan mengoptimalkan
produksi dalam negeri, terutama yang terkait dengan ekspor UKM. Kebijakan atas
impor juga lebih ditekankan demi kepentingan nasional terutama yang mendukung
keberlangsungan produksi di dalam negeri. Dalam hal regulasi, RUU perdagangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
juga akan dituntaskan untuk memberikan pedoman yang lebih jelas bagi pengusaha di
dalam perdagangan. Peningkatan daya saing akan diawali dengan peningkatan daya
saing di dalam negeri melalui penguatan pelaku industry dan dengan menyediakan
iklim usaha yang kondusif. Selain itu, dorongan untuk kegemaran akan produk
Indonesia juga akan dilakukan. Aspek yang sedikit “protektif” ini muncul seiring
dengan adanya defisit perdagangan Indonesia di tahun 2008 dengan China setelah
zona perdagangan bebas antar Indonesia dengan China diterapkan, setelah pada tahun
2007 Indonesia mengalami surplus perdagangan dengan China. Namun, defisit
perdagangan ini dapat terjadi karena harga komoditas primer memang mengalami
kejatuhan mendalam pada tahun 2008 akibat krisis finansial global. Sedangkan harga
barang jadi seperti Indonesia yang mengimpor dari China tidak mengalami banyak
perubahan. Dengan kata lain, kemungkinan besar defisit tersebut hanya bersifat
temporer. Kendati demikian, aspek nasionalisme harus diterapkan dalam menghadapi
perdagangan bebas agar Indonesia memperoleh manfaat positif dari perubahan iklim
perdagangan internasional menjadi lebih bebas, yang hampir merupakan suatu
keniscayaan pada era globalisasi ini.
F. Strategi Pengembangan Investasi China ke Indonesia
Berbagai langkah telah ditempuh pemerintah sebagai upaya menyikapi
pemberlakuan penuh ACFTA diantaranya dengan mengirimkan surat kepada
Sekretaris Jendral ASEAN pada tanggal 31 Desember 2009 yang menyatakan bahwa
Indonesia tetap pada komitmennya yaitu pemerintah akan tetap melanjutkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
implementasi ACFTA karena dinilai tetap ada benefit bersih dari pelaksanaan
perjanjian tersebut, namun terdapat beberapa sektor yang bermasalah khususnya pada
sector usaha kecil menengah, untuk itu akan dilakukan pembahasan dan pendekatan.
Mengingat permasalahan yang dihadapi lintas sektor, maka di bawah koordinasi
Kementerian Koordinator Perekonomian telah dibentuk Tim Koordinasi
Penanggulangan Hambatan Perdagangan dan Industri pada tanggal yang sama untuk
melakukan pembahasan bersama berbagai usaha di Tanah Air. Pembahasan sektoral
ini bertujuan untuk memetakan kondisi masing-masing sektor secara akurat,
mengidentifikasikan masalah secara jelas, dan menyusun rekomendasi kebijakan
yang tepat untuk mengatasi masalah yang dihadapi sektor yang bersangkutan. Tim
teknis yang dibentuk fokus kepada penguatan daya saing global, pengamanan pasar
domestik, serta penguatan ekspor. Berkaitan dengan sector yang bermasalah, akan
dilakukan pendekatan menggunakan Protocol Bilateral (Agreed Minutes) yang
disepakati di Yogyakarta pada April 2010. Tujuan dari kesepakatan tersebut yaitu,
menjaga supaya perdagangan bilateral tumbuh dan seimbang. Perjanjian tersebut juga
menindaklanjuti langkah-langkah seperti peningkatan investasi dan kerjasama di
industry olahan, barang penolong dan modal, kerja sama untuk pembiayaan investasi
dan perdagangan serta hubungan bussines to bussines diantara asosiasi terkait (Mari
Elka Pangestu dalam Kompas, Selasa, 19 April 2011).
Secara matriks strategi dalam menghadapi ACFTA digambarkan sebagai
berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
Tabel 4.6
Matriks Penetapan Strategi Berdasarkan Analisis SWOT
Objek/Sasaran Analisis
ACFTA
Opportunity/Peluang
- Meningkatkan
permintaan komoditi ekspor
unggulan Indonesia ke China
(raw materials)
- Meningkatkan jumlah
investasi yang masuk ke
Indonesia
Threats/Ancaman
- Produk olahan
Indonesia tidak dapat
bersaing dengan produk
China
- Kualitas produk
yang tidak memenuhi
syarat ekspor
- Munculnya
pesaing baru dalam investasi dan perdagangan
internasional
Strength/Kekuatan
- Indonesia kaya akan
SDA
- Tenaga Kerja yang
murah
- Kondisi iklim dan cuaca
yang mendukung
- Luas geografis Indonesia
besar
S-O Strategy
-mengoptimalkan ekspor
unggulan Indonesia ke China
khususnya sektor pendukung
industri dan pertanian
- mengoptimalkan peluang pasar
China dan ASEAN
- promosi pariwisata,
perdagangan dan investasi - meminimalisir kerusakan alam
- menciptakan tenaga kerja yang
terdidik
S-T Strategy - Meningkatkan
daya saing ekspor
Indonesia secara global
- Penataan lahan dan
kawasan industry
- Membangun
Kawasan Ekonomi Khusus
- Peningkatan pengawasan ketentuan
impor dan ekspor
- Menerapkan Early
Warning System untuk
pemantauan dini terhadap
kemungkinan terjadinya
lonjakan impor
- Pengawasan awal
terhadap kepatuhan SNI
Weakness/Kelemahan
- Kualitas SDM buruk
- Tingginya kriminalitas - Regulasi valas
- Akses keuangan susah
- Pemerintahan yang tidak stabil
- Kebijakan pemerintah yang tidak
stabil
- Tingginya korupsi
- Inflasi
- Regulasi perpajakan
- Infrastruktur buruk dan birokrasi
yang tidak efisien
- Kurangnya komunikasi yang
baik antara kreditur dan debitur
W-O Strategy
- Pembenahan infrastruktur
- Menciptakan iklim investasi yang kondusif
- Perluasan akses pembiayaan
dan dan pengurangan biaya
bunga
- Pemberian insentif (pajak/non
pajak)
- Perbaikan pelayanan publik
dan penyederhanaan peraturan
- Pembenahan sistem logistik
- Peningkatan kapasitas
ketenagakerjaan
- Menerapkan IRU (Investment Relation Programe)
W-T Strategy
- Membuka akses
pasar untuk barang-barang yang menjadi keunggulan
Indonesia
- Mengoptimalkan
produk dalam negeri yang
terkait dengan ekspor
UKM
- Lebih menekankan
kebijakan impor yang
mendukung
keberlangsungan produksi
dalam negeri
- Membuat RUU perdagangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
1. Penguatan daya saing global
Upaya dalam penguatan daya saing global dilakukan dari sisi :
a. Isu domestik yang meliputi :
a) Penataan lahan dan kawasan industri
b) Pembenahan infrastruktur dan energi
c) Pemberian insentif (pajak maupun non pajak lainnya)
d) Membangun Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
e) Perluasan akses pembiayaan dan pengurangan biaya bunga
(KUR, Kredit Ketahanan Pangan dan Energi, modal
ventura, keuangan syariah, anjak piutang, Lembaga
Pembiayaan Ekspor Indonesia, dll)
f) Pembenahan sistem logistik
g) Perbaikan pelayanan publik (NSW, PTSP/SPIPISE,dll) dan
penyederhanaan peraturan
h) Peningkatan kapasitas ketenagakerjaan
b. Pengawasan di border yang meliputi :
a) Peningkatan pengawasan ketentuan impor dan ekspor
dalam pelaksanaan FTA
b) Menerapkan Early Warning Sistem untuk pemantauan dini
terhadap kemungkinan terjadinya lonjakan impor
- Mensosialisasikan cinta produk dalam negeri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
c) Pengetatan kawasan dari penggunaan Surat Keterangan
Asal barang (SKA) dari Negara mitra FTA
d) Pengawasan awal terhadap kepatuhan SNI, label,
ingredient, kadaluarsa, kesehatan, lingkungan, security, dll
e) Penerapan instrumen perdagangan yang diperbolehkan
WTO (safe guard measures) terhadap industri yang
mengalami kerugian yang serius (seriously injury) akibat
dari takanan impor (import surges)
f) Penerapan instrumen anti dumping dan countervailing
duties atas importasi yang unfair
2. Pengamanan pasar domestik
a. Peredaran barang di pasar lokal
b. Task Force pengawasan peredaran barang yang tidak sesuai
dengan adanya ketentuan perlindungan konsumen dan industry
c. Kewajiban penggunaan label dan manual berbahasa Indonesia
d. Promosi penggunaan produk dalam negeri
e. Mengawasi efektivitas promosi penggunaan produk dalam negeri
(Inpres No. 2 tahun 2009)
f. Menggalakan program 100% Cinta Indonesia dan Industri Kreatif.
3. Penguatan Ekspor
a. Mengoptimalkan peluang pasar China dan ASEAN
b. Penguatan peran perwakilan luar negeri (ATDAG/TPC)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
c. Promosi pariwisata, perdagangan dan investasi (TTI)
d. Penanggulanan masalah dan kasus ekspor
e. Pengawasan SKA Indonesia
f. Peningkatan peran LPEI dalam mendukung pembiayaan ekspor .
Munculnya pesaing baru dalam investasi dan perdagangan internasional
seperti China, Vietnam maupun India memberikan pelajaran serta strategi guna
menarik investor ke Indonesia. Ada beberapa sarana dan prasarana yang sangat
diperlukan guna menarik investor menanamkan investasinya di Indonesia.
Revitalisasi sarana dan prasarana tersebut antara lain :
1.Infrastruktur
Pembangunan infrastruktur merupakan kunci utama dalam keberhasilan
pembangunan ekonomi dan perdagangan nasional, sekaligus mampu menciptakan
dan mendorong tersedianya lapangan kerja yang luas bagi masyarakat serta
menciptakan multiplier effect. Dampaknya pada ekonomipun sangat luas.
Indonesia perlu meningkatkan alokasi dana guna pembangunan
infrastrukturnya. Sebagai perbandingan saja, China membelanjakan 6,9% dari
GDPnya untuk membangun infrastruktur, bandingkan dengan Negara berkembang
lainnya yang rata-rata membelanjakan sekitar 6,3% (low income) dan 3,6% (middle
income). Sementara kondisi Indonesia saat ini sudah jauh menurun ke angka sekitar
2% dari GDP. Kita berharap melalui pembangunan infrastruktur yang dicanangkan
pemerintahan sekarang dapat kembali pada tingkat 5% GDP, sama halnya dengan
kondisi sebelum krisis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
Di samping itu segera merealisasikan pernyataan dan kesepakatan bersama
antara Negara-negara Asean dengan China terkait dengan kerjasama transportasi yang
tertuang dalam rencana strategis “ Asean China Maritime Transport Agreement “. Hal
ini penting karena fungsi pelabuhan sebagai penghubung utama dalam rantai
pergerakan logistic regional maupun internasional. Selain itu untuk mempercepat
pengembangan pelabuhan dan memenuhi kebutuhan untuk peningkatan
perekonomian, perlu dibentuk mekanisme koordinasi pelabuhan Asean-China, agar
terwujud implementasi yang efektif pada aktifitas kerjasama bidang-bidang yang
relevan. Dengan begitu minat investasi ke tanah air akan meningkat.
2.Iklim Investasi
Investasi dipercaya sebagai stimulan perekonomian. Sedangkan untuk
meningkatkan investasi dari China ke Indonesia sangat diperlukan iklim investasi
yang kondusif. Menurut Stern (2002), mendefinisikan iklim investasi sebagai semua
kebijakan, kelembagaan dan lingkungan baik yang sedang berlangsung maupun yang
diharapkan terjadi di masa mendatang, yang bisa mempengaruhi tingkat
pengembangan dan risiko suatu investasi.
Lingkungan bisnis yang sehat diperlukan tidak hanya untuk menarik investor
dari dalam dan luar negeri, tetapi juga agar perusahaan yang sudah ada tetap memilih
lokasi di Indonesia. Berbagai survei membuktikan, faktor utama yang mempengaruhi
lingkungan bisnis adalah tenaga kerja dan produktivitas, perekonomian daerah,
infrastruktur fisik, kodisi sosial politik dan institusi (Kuncoro, 2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
Alasan utama mengapa investor masih menghindari untuk melakukan bisnis
di Indonesia adalah ketidakstabilan ekonomi makro, ketidakpastian kebijakan,
korupsi (oleh pemerintah baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat),
perizinan usaha dan regulasi pasar tenaga kerja (World Bank, 2004).
Untuk itu, diperlikan perbaikan iklim investasi dan mengembalikan
kepercayaan dunia bisnis. Lemahnya perencanaan dan koordinasi peraturan
perundangan, baik tingkat vertikal (antara pemerintah pusat-provinsi-kabupaten/kota)
dan pada tingkat horizontal (antara kementerian dan badan lainnya) masih banyak
terjadi. Reformasi mendasar berkaitan dengan perbaikan iklim bisnis dan investasi di
Indonesia yang sangat diperlukan antara lain reformasi kelembagaan dan reformasi
birokrat atau para pejabat.
Reformasi kelembagaan, reformasi ini terutama dalam bidang pelayanan
investasi. Baik dalam hal prosedur aplikasi, terlebih dahulu investor harus
mendapatkan beberapa persetujuan, perizinan dan “lampu hijau” dari Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) atau BKPMD sebagai tahap awal. Demikian
juga terhadap perizinan dan implementasi proyek investasi sering tertunda karena
untuk melakukan bisnis di Indonesia butuh 168 hari dengan biaya yang dapat
mencapai rata-rata 14,5% dari rata-rata pendapatan. Koordinasi antar tingkatan
pemerintahan, baik vertikal maupun horizontal adalah sesuatu hal yang sangat
penting.
Tiga hal utama yang diinginkan investor dan pengusaha antara lain
penyederhanaan sistem dan perizinan, penurunan berbagai pungutan yang tumpang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
tindih, serta transparasi biaya perizinan. Tumpang tindih peraturan pusat dan daerah,
yang tidak hanya menghambat arus barang dan jasa tetapi juga menciptakan iklim
bisnis yang tidak sehat. Salah satu bentuk nyata yang perlu dilakukan adalah
deregulasi, harmonisasi dan sinkronisasi berbagai peraturan antara pusat dan daerah.
Reformasi peraturan dapat dimulai oleh pemerintah pusat atau pemerintah
daerah. Beberapa masalah pengawasan yang muncul dengan sistem saat ini adalah :
a. Tidak semua perda diserahkan kepada pemerintah pusta
b. Proses review peraturan daerah (perda) dinilai lambat karena
dibebankan kepada pemerintah pusat
c. Banyak pemerintah daerah mengabaikan aturan mengenai perda
bermasalah.
Oleh karena itu, agenda yang perlu dilakukan adalah pemerintah provinsi
diberi kepercayaan dan wewenang untuk :
a. Mengkaji semua perda dari pemda kabupaten/kota di wilayahnya
b. Bekerjasama dengan pemerintah pusat dan provinsi lain dalam
mengembangkan prosedur dan standar pengkajian perda.
Reformasi para birokrat dan pejabat di pusat maupun daerah yang masih
berperilaku “harus dilayani” dan belum menjadi fasilitator bagi dunia bisnis. Ini
merupakan tantangan perbaikan terhadap kinerja pemerintah.
Guna meningkatkan kegiatan ekspor impor, beberapa institusi yang perlu
dibenahi antara lain lembaga yang mengurusi jalan raya, pelabuhan, bea cukai, serta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
kepolisian. Dengan perbaikan kinerja seperti ini, diharapkan akan terjadi perubahan
iklim investasi.
Oleh karena itu pelajaran berharga yang dapat dipetik adalah menggerakan
dan mengerahkan instrument ekonomi dalam bentuk regulasi baik fiskal maupun
moneter untuk menciptakan iklim usaha yang sehat. Satu hal penting adalah
mengubah paradigm usaha yang lebih agresif dan kompetitif dengan terus
meningkatkan efisiensi. Termasuk terus melanjutkan pengembangan infrastruktur
yang mendukung pengembangan dunia usaha. Demikian juga secara bertahap
mengurangi biaya produksi (cost of production) bagi dunia usaha Indonesia.
3.Efektifitas Implementasi Investment Relation Program
Investment Relation Program adalah salah satu program yang memegang
peranan penting dalam menciptakan komunikasi yang lebih baik antara kreditur dan
debitur. Sementara Investor Relations adalah pengelolaan aliran informasi keuangan,
pemasaran dan strategi antara Negara/perusahaan dengan investor dalam rangka
membangun kepercayaan antara pihak-pihak yang terlibat terutama dalam pasar
modal. Efektifitas suatu investor relations akan tercermin dari berhasilnya
membangun image yang positif dari suatu Negara/perusahaan serta validnya penilaian
pasar yang dibuat sehingga dapat menurunkan cost of capital di suatu
perusahaan/Negara.
Oleh karena itu dengan pemikiran tersebut maka kemudian dibentukalah
Investor Relation unit (IRU) pada tahun 2006 diharapkan akan meningkatkan image
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
yang baik terhadap iklim investasi di Indonesia. IRU didirikan bertujuan untuk
membangun strategi komunikasi yang aktif dan proaktif dengan pasar pada umumnya
secara rutin dan intensif. Termasuk diharapkan dengan pengusaha/pemerintah China
pula. Tujuan lainnya adalah terciptanya komunikasi dua arah antara IRU dengan
investor guna mendukung pengambilan kebijakan yang berorientasi pada
kesinambungan pembangunan ekonomi jangka panjang yang akan menempatkan
posisi Indonesia pada tingkat rating yang baik (investment grade).
Dampak sovereign rating yang naik, investor akan percaya bahwa
berinvestasi di Indonesia mempunyai resiko kecil (less risky). Investor akan
menanamkan modalnya di Indonesia, membangun pabrik-pabrik di berbagai daerah
di Indonesia. Efeknya, tenaga kerja di daerah akan terserap, pendapatan perkapitapun
akan naik, demikian pula daya beli (purchasing power) akan naik. Positifnya lagi,
semakin banyak perusahaan-perusahaan, infrastruktur seperti jembatan atau jalan,
pelabuhan akan semakin baik.
Efektivitas IRU juga akan ditentukan oleh koordinasi yang baik seluruh
anggota yang terdiri dari kementerian terkait, baik Kementerian Keuangan, Bank
Indonesia, Menko Perekonomian, Kementerian Perdagangan, Badan Koordinasi
Penanaman Modal, Kementerian Perindustrian, Kementerian BUMN, Biro Pusat
Statistik dan Perusahaan Pengelola Aset.
G. Perkembangan Perekonomian Indonesia-China
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
PDB Negara China sejak tahun 2000mengalami peningkatan setiap tahun,
dengan tendensi percepatan pertumbuhan sepanjang waktu.Secara triwulanan PDB
China mempunyai pola musiman yang signifikan.Pertumbuhan yang robust pada
China juga tercermin dari kondisi ketika krisis finansial global terjadi pada triwulan
IV tahun 2008 dimana pertumbuhan tahunan tidak mengalami perlambatan.
Tabel 4.7
Perkembangan PDB China dan Indonesia (Milyar Dolar)
Tahun China Indonesia
2000 1,198.48 165.521
2001 1,324.81 160.657
2002 1,453.83 195.593
2003 1,640.96 234.834
2004 1,931.65 257.005
2005 2,256.92 285.856
2006 2,712.92 364.35
2007 3,494.24 432.232
2008 4,519.95 511.489
2009 4,984.73 539.377 Sumber :IMF,2009
Tabel 4.8
Perkembangan Ekspor Indonesia ke China (Juta Dolar)
Ekpor Cina 2,902.95 3,802.53 4,604.73 6,662.35 8,343.57 8,816.46
- Migas 710.99 985.81 1,167.31 2,702.59 2,876.96 2,803.59
- Non Migas 2,191.96 2,816.72 3,437.43 3,959.76 5,466.61 6,012.87
Impor 2,427.37 2,957.47 4,101.33 5,842.86 6,636.90 7,863.19
- Migas 328.78 620.12 743.04 1,291.59 1,134.91 579.10
- Non Migas 2,098.59 2,337.35 3,358.30 4,551.27 5,501.98 7,284.09
Neraca Perd. 475.58 845.06 503.40 819.49 1,706.68 953.27
- Migas 382.21 365.69 424.27 1,411.00 1,742.05 2,224.49
- Non Migas 93.37 479.38 79.13 -591.51 -35.37 -1,271.23
Total Perd. RI-Cina 5,330.32 6,760.00 8,706.06 12,505.22 14,980.47 16,679.64
- Migas 1,039.76 1,605.93 1,910.34 3,994.18 4,011.87 3,382.69
- Non Migas 4,290.56 5,154.07 6,795.72 8,511.03 10,968.59 13,296.96
2006 2007* Nop2004 20052002 2003
Sumber : CEIC,2007
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
Nilai ekspor Indonesia ke China mengalami peningkatan yang berkelanjutan
sejak tahun 2002 dengan nilai kumulatif per tahun sebesar 15-45%, sepanjang periode
2002-2007. Krisis finansial global yang terjadi pada tahun 2008 sempat menurunkan
nilai ekspor ke China dengan cukup dalam.Namun, hal ini lebih signifikan terjadi
pada nilai ekspor ke Negara tujuan lainnya.
Jika dilihat proporsi nilai ekspor berdasarkan Negara tujuan, nilai ekspor non
migas dengan tujuan Jepang dan Amerika Serikat mengalami penurunan dari tahun ke
tahun. Proporsi ekspor dengan tujuan AS dan Jepang pada Semester I 2007 masing-
masing sebesar 11,98% dan 15,52%, menurun menjadi masing-masing sebesar
11,50% dan 11,91% pada semester I 2008. Pada semester I 2009, nilai tersebut
kembali menurun menjadi masing-masing sebesar 11,24% dan 11,58%.
Hal ini berbeda dengan China dan India. Pada semester I 2007, proporsi
ekspor nonmigas dengan tujuan China dan India masing-masing sebesar 7,36% dan
5,23%, kemudian meningkat menjadi masing-masing sebesar 8,02% dan 6,05% pada
semester I 2008. Pada semester I 2009, nilai tersebut kembali mengalami peningkatan
menjadi masing-masing sebesar 8,39% dan 7,65%.
Tabel 4.9
Perkembangan Nilai Ekspor Nonmigas Indonesia Berdasarkan Negara
Tujuan 2007-2009
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
Milliar Dollar Persentase* Milliar Dollar Persentase* Milliar Dollar Persentase*
AS 5,38 11,98% 6,2 11,50% 4,82 11,24%
Singapura 4,22 9,39% 5,17 9,6% 4,34 10,12%
Malaysia 2,03 4,51% 3,17 5,88% 2,29 5,34%
India 2,35 5,23% 3,26 6,05% 3,28 7,65%
Jepang 6,97 15,52% 6,42 11,91% 4,96 11,58%
China 3,3 7,36% 4,32 8,02% 3,59 8,39%
semester I 2007 Semester I 2008 Semester I 2009
Negara
Sumber : Ditjen Bea dan Cukai via Bank Indonesia
*persentase terhadap total
H. Hasil Analisis Data
Dalam penelitian ini variable independen adalah pendapatan perkapita
Indonesia dan pendapatan perkapita China yang mempengaruhi variabel dependen
yaitu ekspor Indonesia. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh masing-masing
variable independen terhadap variabel dependen, maka digunakan alat analisis regresi
berganda.
1. Pemilihan Model (Metode Zarembaka)
Metode Zarembaka digunakan untuk menguji atau menentukan bentuk model
regresi yang akan digunakan dalam analisis regresi. Dalam uji Zarembaka apabila
RSS hitung > X2 tabel, maka bentuk yang paling tepat adalah log-linear sedangkan
apabila RSS hitung < X2 tabel, maka bentuk yang tepat adalah linear. Hasil uji
Zarembaka adalah sebagai berikut :
i. Mencari RSS1
Tabel 4.10 Uji Zarembaka
Dependent Variable: MTB Method: Least Squares Date: 04/20/11 Time: 20:09
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
Sample: 2002 2009 Included observations: 8
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.124552 0.402924 0.309121 0.7697 YI -0.000359 0.001536 -0.233947 0.8243 YJ 0.000373 4.83E-05 7.720030 0.0006
R-squared 0.931060 Mean dependent var 1.117612 Adjusted R-squared 0.903484 S.D. dependent var 0.518628 S.E. of regression 0.161123 Akaike info criterion -0.533307 Sum squared resid 0.129802 Schwarz criterion -0.503516 Log likelihood 5.133227 F-statistic 33.76325 Durbin-Watson stat 0.784500 Prob(F-statistic) 0.001248
Sumber: Print Out eviews 3.0, 2011
Dari table 4.7 dapat dilihat nilai Sum squared resid sebesar 0,129802 (RSS1=
0,129802).
ii. Mencari RSS2
Tabel 4.11 Uji Zarembaka
Dependent Variable: LMTB Method: Least Squares Date: 04/20/11 Time: 20:09 Sample: 2002 2009 Included observations: 8
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -8.832001 2.340312 -3.773856 0.0130 LYI 0.018211 0.330090 0.055168 0.9581 LYJ 1.109690 0.138530 8.010455 0.0005
R-squared 0.933479 Mean dependent var 2.02E-07 Adjusted R-squared 0.906870 S.D. dependent var 0.526364 S.E. of regression 0.160632 Akaike info criterion -0.539409 Sum squared resid 0.129013 Schwarz criterion -0.509618 Log likelihood 5.157635 F-statistic 35.08189 Durbin-Watson stat 0.773088 Prob(F-statistic) 0.001141
Sumber: Print Out eviews 3.0, 2011
Dari table 4.8 dapat dilihat nilai Sum squared resid sebesar 0,160632 (RSS2=
0,160632).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
Setelah mendapatkan nilai RSS1 dan RSS2 kemudian kita menghitung
besarnya RSS hitung dengan rumus sebagai berikut :
1
2T
2
1
RSS
RSSxLn ……………………………………..(4.1)
0,129802
0,1606328
2
1xLn
= 4* Ln 0,993922
= 4* -0,0061
= -0,02439 (menggunakan harga mutlak = 0,02439).
Setelah melakukan perhitungan tersebut didapat bahwa RSS hitung sebesar
0,02439 dan X2
tabel sebesar 15,5073, maka dapat disimpulkan bahwa RSS
hitung< X2
atau 0,02439<15,5073, sehingga model yang paling layak
digunakan adalah model linear. Model regresi linear yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
X = β0 + β1 Yi + β2 Yj + μi …………………..(4.2)
Dimana :
X = Ekspor Indonesia
Yi = Pendapatan perkapita Indonesia
Yj = Pendapatan perkapita China
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
β0 = Koefisien Intersep
β1 = Koefisien Pendapatan perkapita Indonesia
β2 = Koefisien Pendapatan perkapita China
μi = Varian pengganggu
2. Hasil Regresi Variabel Independen terhadap Variabel Dependen
Tabel 4.12 Hasil Regresi Model
Dependent Variable: EKSPOR Method: Least Squares Date: 04/20/11 Time: 19:57 Sample: 2002 2009 Included observations: 8
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 823.6806 2664.593 0.309121 0.7697 YI -2.376959 10.16026 -0.233947 0.8243 YJ 2.463829 0.319148 7.720030 0.0006
R-squared 0.931060 Mean dependent var 7390.929 Adjusted R-squared 0.903484 S.D. dependent var 3429.758 S.E. of regression 1065.526 Akaike info criterion 17.06032 Sum squared resid 5676730. Schwarz criterion 17.09011 Log likelihood -65.24129 F-statistic 33.76325 Durbin-Watson stat 0.784500 Prob(F-statistic) 0.001248
Sumber: Print Out eviews 3.0, 2011
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, dapat diperoleh persamaan regresi
sebagai berikut :
Ekspor = 823.6806 + -2.376959Yi + 2.463829Yj …………………………………….(4.3)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
Dari hasil regresi diatas akan dilakukan uji statistik yang meliputi uji t (uji
tiap-tiap individu variabel), uji F (secara bersama-sama) dan Uji R2 (Koefisien
Determinasi). Selain itu akan dilakukan uji asumsi klasik yang meliputi
multikolinearitas, heterokedastisitas, dan autokorelasi.
1. Uji Statistik
1. Uji t
Uji ini digunakan untuk melihat apakah secara individu variabel individu
berpengaruh terhadap variable dependen. Pengujian ini diawali dengan
hipotesis nol (Ho) yang menyatakan bahwa secara individu variabel
independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen pada tingkat
kepercayaan tertentu.
Apabila Ho = thitung < ttabel (berarti variabel independen tersebut secara
signifikan tidak berbeda dengan nol)
H1 = thitung ≥ ttabel (berarti variabel independen tersebut secara
signifikan berbeda dengan nol)
Atau dengan melihat tingkat signifikansi pada tabel hasil regresi linier,
jika nilai signifikansinya < 0,05 berarti variabel tersebut signifikan pada taraf
5%.
nilai signifikansinya > 0,05 berarti variabel tersebut tidak signifikan pada
taraf 5%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
Uji t yang digunakan dalam menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
(1) Pengaruh Variabel pendapatan perkapita Indonesia
a. Hipotesis statistik
H0 = β1 ≥ 0 , pendapatan perkapita Indonesia tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap ekspor Indonesia
H1 = β1 < 0, pendapatan perkapita Indonesia berpengaruh secara
signifikan terhadap ekspor Indonesia.
b. Menentukan derajat signifikan β = 0,05
c. Perhitungan uji t
Nilai t hitung = -0,233947
Nilai t tabel = t 0,05/2 ; df : 6 = 2,447
d. Kesimpulan = t hitung < t tabel atau -0,233947<2,447
Berdasarkan perhitungan diatas diperoleh nilai thitung (-0,233947) lebih
kecil dari ttabel (2,447) dan probabilitasnya sebesar 0,0006 dengan
tingkat signifikasi 0,05 maka H0 diterima dan H1 ditolak.
Kesimpulannya pendapatan perkapita Indonesia tidak mempunyai
pengaruh signifikan terhadap ekspor Indonesia.
(2) Pengaruh Variabel pendapatan perkapita China
a. Hipotesis statistik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
H0 = β1 ≥ 0 , pendapatan perkapita China tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap ekspor Indonesia
H1 = β1 < 0, pendapatan perkapita China berpengaruh secara
signifikan terhadap ekspor Indonesia.
b. Menentukan derajat signifikan β = 0,05
c. Perhitungan uji t
Nilai t hitung = 7,720030
Nilai t tabel = t 0,05/2 ; df : 6 = 2,447
d. Kesimpulan = t hitung < t tabel atau 7,720030>2,447
Berdasarkan perhitungan diatas diperoleh nilai thitung (7,720030) lebih
besar dari ttabel (2,447) dan probabilitasnya sebesar 0.8243 dengan
tingkat signifikasi 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima.
Kesimpulannya pendapatan perkapita China mempunyai pengaruh
signifikan terhadap ekspor Indonesia.
2. Uji F
Uji F digunakan untuk melihat secara keseluruhan apakah seluruh
variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Nilai Fhitung
yang diperoleh dari regresi linear sebesar 33.76325 dengan nilai
probabilitasnya 0.001248. Menggunakan derajat signifikan 5% maka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
diperoleh Ftabel sebesar 5,14 maka Fhitung lebih besar dari Ftabel , yaitu
33.76325 > 5,14, serta nilai probabilitasnya lebih kecil dari 0,05.
Hal ini berarti secara bersama-sama variabel pendapatan perkapita
Indonesia, pendapatan perkapita China berpengaruh terhadap besar kecilnya
ekspor Indonesia.
3. Uji R2
Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk melihat seberapa besar
variasi perubahan variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel
independen serta dapat digunakan untuk menunjukkan seberapa tepat garis
regresi yangdiperoleh. Besarnya nilai Adjusted R Squared yang diperoleh
dari regresi linear sebesar 0,903484. Artinya sekitar 90,3484% variasi
variabel dependen (ekspor Indonesia) dapat dijelaskan oleh variabel
independen (variabel pendapatan perkapita Indonesia dan variabel
pendapatan perkapita China). Sisanya sebanyak 9,6516% dijelaskan oleh
variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model.
4. Koefisien Korelasi
Uji ini digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan (kuat lemahnya)
antara variabel dependen dengan variabel independen. Dari hasil regresi
linear diperoleh (Adjusted R Squared) sebesar 0,903484, hal ini menunjukkan
koefisien korelasi (r) adalah 0,903484. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen sangat kuat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
2. Uji Asumsi Klasik
1. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas digunakan untuk melihat adanya hubungan di antara
variabel-variabel independen dalam model regresi (Gujarati dan Porter, 2009).
Uji multikoliniearitas digunakan untuk mengetahui terjadi tidaknya korelasi
diantara variabel independen dalam proses regresi. Jika dalam model terdapat
multikoliniearitas maka model tersebut memiliki kesalahan standart yang
besar sehingga koefisien tidak dapat ditaksir dengan ketepatan tinggi.
Untuk menguji masalah multikoliniearitas, dilakukan pengujian dengan
metode korelasi parsial, yaitu membandingkan antara nilai R2 regresi awal
dengan R2 pada regresi antar variabel bebas. Jika nilai R
2 regresi awal lebih
tinggi dari R2 pada regresi antar variabel bebas, maka dalam model empirik
tidak terdapat multikolinearitas, dan sebaliknya.
Tabel 4.13 Hasil Uji Korelasi Parsial
Persamaan Regresi Nilai R2
Ekspor f Yi Yj 0,931060
Yi f Yj 0,099700
Yj f Yi 0,099700
Sumber: Print Out eviews 3.0, 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
Dari tabel diatas terlihat bahwa semua regresi antar variabel independen
menghasilkan nilai R2 lebih kecil dari nilai R
2 persamaan awal, sehingga
dapat disimpulkan model terbebas dari masalah multikolinearitas.
2. Uji Heterokedastisitas
Heteroskedastisitas adalah kondisi dimana sebaran atau varian faktor
penganggu tidak konstan sepanjang observasi. Heteroskedastisitas terjadi jika
muncul gangguan dalam fungsi regresi yang tidak sama sehingga penaksir
OLS tidak efisien baik dalam sampel kecil ataupun besar (tetapi masih tetap
tidak bisa dan konsisten).
Salah satu cara untuk mendeteksi heteroskedastisitas adalah dengan Uji
LM ARCH. Jika regresi tersebut menghasilkan probabilitas di atas 0,05 maka
variabel bebas tersebut tidak signifikan pada tingkat = 5%. Dari hasil
tersebut dapat dikatakan bahwa pada tingkat = 5% semua koefisien regresi
tidak signifikan yang berarti tidak terdapat masalah heteroskedastisitas.
Tabel 4.14 Hasil Uji LM-ARCH
ARCH Test:
F-statistic 0.159050 Probability 0.706495 Obs*R-squared 0.215806 Probability 0.642255
Sumber: Print Out eviews 3.0, 2011
Dari tabel 4.11 terlihat nilai Obs*R-squared sebesar 0,215806, sedangkan
nilai X2
tabel dengan df 1 dan α=5% adalah 3,84. Karena nilai Obs*R-squared
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
< X2
tabel maka dapat disimpulkan model terbebas dari masalah
heteroskedastisitas.
3. Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji Breusch-Godfrey
(BG-Test) untuk menguji ada tidaknya autokorelasi. Hasil uji BG dapat dilihat
pada tabel 4.12 berikut :
Tabel 4.15 Hasil Uji Breusch-Godfrey
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 5.404181 Probability 0.080720 Obs*R-squared 4.597258 Probability 0.072023
Sumber : Print Out eviews 3.0, 2011
Dari hasil uji di atas, diketahui bahwa nilai probabilitas lebih besar dari
probabilitas 0,05. Maka hipotesa yang menyatakan pada model tidak terdapat
autokorelasi tidak ditolak. Berarti model empirik lolos dari masalah
autokorelasi.
3. Interpretasi Ekonomi
1. Pengaruh Pendapatan Perkapita Indonesia terhadap Ekspor
Indonesia
Berdasarkan regresi linear berganda yang sebelumnya telah dilakukan
dapat diketahui t statistik dari variabel pendapatan perkapita Indonesia sebesar
-0,233947 dan t tabel sebesar 2,447. Sehingga dapat disimpulkan pada taraf
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
5% variabel pendapatan perkapita Indonesia tidak mempunyai pengaruh
terhadap besarnya jumlah ekspor Indonesia. Berubahnya pendapatan perkapita
Indonesia tidak akan berpengaruh terhadap jumlah ekspor Indonesia, karena
meningkatnya jumlah pendapatan perkapita justru akan meningkatkan
konsumsi masyarakat, terutama konsumsi atas barang-barang impor yang
dengan harga yang murah.
2. Pengaruh Pendapatan Perkapita China terhadap Ekspor Indonesia
Berdasarkan regresi linear berganda yang sebelumnya telah dilakukan
dapat diketahui t statistik dari variabel pendapatan perkapita China sebesar
7,7200300 dan t tabel sebesar 2,447. Sehingga dapat disimpulkan pada taraf
5% variabel pendapatan perkapita China mempunyai pengaruh terhadap
besarnya jumlah ekspor Indonesia. China saat ini merupakan negara industri
yang sedang beralih ke negara maju, sehingga meninkatnya pendapatan
perkapita China akan meningkatkan jumlah ekspor Indonesia ke China karena
Indonesia menyediakan bahan baku terutama bahan mentah untuk proses
produksi di China. Dengan kata lain, meningkatnya pendapatan perkapita
China akan digunakan untuk belanja barang produktif, bukan konsumtif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
BAB V
PENUTUP
Dalam bab ini akan disajikan beberapa kesimpulan yang berhubungan dengan
hasil penelitian yang telah dikemukakan dalam bab sebelumnya. Berdasarkan hasil
dari penelitian dan analisa data yang dilakukan, maka dapat diambil suatu kesimpulan
dan memberikan saran sebagaiberikut :
A. Kesimpulan
1. Pertumbuhan perdagangan China Indonesia mengalami peningkatan pasca
ACFTA. Rata-rata share total perdagangan Indonesia-China terhadap total
perdagangan semua negara dengan Indonesia sebelum ACFTA 6,87%,
meningkat menjadi 9,40% pada pasca ACFTA. Rata-rata ekspor sesudah
ACFTA juga mengalami peningkatan dibandingkan sebelumnya. Sebelum
ACFTA rata-rata ekspor per tahunhanya mencapai US$ 3.770, kemudian
naik menjadi US$ 7.940 per tahun pascaACFTA. Namun dari sisi jumlah
investasi China ke Indonesia masih relatif kecil. Investasi China ke
Indonesia dibandingkan dengan total investasi dunia ke Indonesia sesudah
perjanjian ACFTA rata-rata hanya sebesar 0,006%, sama seperti sebelum
ACFTA dengan rata-rata 0,006%. Dengan kata lain, peluang Indonesia
untuk peningkatan investasi dari China masih relatif kecil.
2. Beberapa strategi yang perlu ditingkatkan untuk menumbuhkan investasi
adalah perbaikan infrastruktur, menciptakan iklim usaha yang kondusif,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
meningkatkan efisiensi produk dan daya saing usaha serta mendorong
pengusaha Indonesia untuk lebih kreatif dan agresif. Termasuk
mengefektifkan lembaga-lembaga, forum komunikasi maupun Investor
Relation Program dalam rangka meningkatkan minat berinvestasi di
Indonesia. Secara umum Indonesia dan China mempunyai potensi besar
untuk memimpin pertumbuhan ekonomi Asia dan dunia. Hal ini ditinjau
dari tingginya tingkat produksi China dan tingginya tingkat produksi
barang-barang input dan sumber energi dari Indonesia. Selain itu, populasi
Indonesia dan China yang sangat tinggi mampu membuat dua negara
tersebut menjaga aktivitas perekonomian dengan hanya ditopang oleh
permintaan domestik yang dengan kata lain mengurangi kerentanan
terhadap adanya guncangan pada perekonomian dunia. Indonesia dan
China juga memiliki kemampuan memasok barang-barang dengan harga
yang relatif rendah, yang salah satunya didukung oleh biaya tenagakerja
yang murah.
3. Hasil estimasi melalui gravity model menunjukan adanya sensitivitas yang
tinggi antara ekspor Indonesia ke China dengan kondisi perekonomian
secara umum di negara tersebut. Peningkatan produksi dan pendapatan di
China akan sangat signifikan meningkatkan ekspor Indonesia ke negara
tersebut. Peningkatan produksi dan pendapatan di China secara signifikan
meningkatkan ekspor Indonesia ke China.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
Pada kondisi ini, jumlah ekspor ke China sangat signifikan dan mampu
mempertahankan nilai ekspor Indonesia dari kejatuhan yang lebih dalam
pasca krisis finansial global. Ekspor ke China saat ini menjadi suatu
keharusan untuk memberikan stimulus pada pembangunan ekonomi di
saat permintaan dari Negara maju masih rendah.
B. Saran
1. Kebijakan peningkatan pembangunan dan perbaikan infrastruktur sebagai
elemenmen dasar untuk menarik investasi asing adalah mutlak harus
dilakukan. Pemerintah seyogyanya kembali mengambil langkah kebijakan
menerapkan pembangunan infrastruktur yang besarnya lebih dari 5% dari
GDP karena selama ini hanya sekitar 2% dari GDP.
2. Perlu semakin banyak ditingkatkan komunikasi dengan pengusaha-
pengusaha China sebagai upaya peningkatan investasi melalui berbagai
forum dialog atau komunikasi termasuk menjajagi perdagangan langsung
dengan China karena selama ini masih banyak melalui negara ketiga
seperti Singapura. Reformasi birokrasi harus terus dilakukan guna
menciptakan iklim investasi yang kondusif. Beberapa lembaga yang terus
dilakukan revitalisasi perbaikan kinerjanya antara lain adalah lembaga-
lembaga yang menangani ekspor impor, pabean, pelabuhan, jalan raya dan
kepolisian. Demikian juga lembaga-lembaga yang meberikan perizinan
serta memperbaiki kinerja Pemerintah Daerah. Indonesia dan China juga
harus memberi perhatian lebih untuk melakukan reformasi atas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
permasalahan transparasi dan konsistensi regulasi, kemudahan dalam hal
memulai bisnis, dan hal-hal lain terkait property right.
3. Pada kondisi saat ini, jumlah ekspor ke China sangat signifikan dan
mampu mempertahankan nilai ekspor Indonesia dari kejatuhan yang lebih
dalam pasca krisis finansial global. Ekspor ke China menjadi suatu
keharusan saat ini untuk memberikan stimulus pada pertumbuhan
ekonomi di saat permintaan dari Negara maju masih rendah. Oleh karena
itu, hubungan bilateral antara Indonesia perlu lebih ditingkatkan. Terlepas
dari berbagai potensi yang ada, untuk memaksimalkan potensi
perdagangan dan pertumbuhan ekonomi pada Indonesia dan China, masih
perlu melakukan pembenahan dalam berbagai aspek yang menyangkut
perekonomian. Secara umum, Indonesia dan China harus membenahi
mekanisme ACFTA yang masih menyulitkan kegiatan perdagangan
khususnya perdagangan lokal, permasalahan korupsi yang masih cukup
tinggi dan membebani perekonomian, serta kejelasan dan kemudahan
dalam menjalankan bisnis secara umum. Khusus untuk pemerintah
Indonesia, pemerintah hendaknya menyelesaikan permasalahan di dalam
negeri terkait dengan peningkatan daya saing, dari persaingan tidak sehat,
dan melakukan promosi ekspor. Kemudian perlu adanya koordinasi atau
kerja sama antar kementerian yang berkaitan, tidak hanya menyangkut
Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian saja, dalam
rangka meningkatkan daya saing produk Indonesia. Pengamanan pasar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
dalam negeri sangat perlu dilakukan, seperti mengoptimalkan Standar
Nasional Indonesia (SNI), labelisasi Bahasa Indonesia, mengoptimalkan
proses antidumping/safeguard/countervailing duty, serta meningkatkan
pengawasan di pelabuhan impor dari penyelundupan. Selain itu, dalam
upaya meningkatkan daya saing, Indonesia perlu memperhatikan
ketersediaan gas untuk industri, memecahkan masalah tingginya biaya
bahan baku dan logistik di dalam negeri, pemberian intensif fiskal, dan
ketersediaan bahan baku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, James E., dan Eric van Wincoop, Gravity with Gravitas : A Solution to the
Border Puzzle, The America Economic Review, vol 93, No.1, 2003
Arifin, Syamsul, Ediana Rae, Dian dan Joseph PR. Charles, Kerja Sama
Perdagangan Internasional, Peluang dan Tantangan bagi
Indonesia, Penerbit PT Elex media Komputindo, Jakarta, 2007
Baasir, Faisal, Indonesia Pasca Krisis, Catatan Politik dan Ekonomi 2003-2004,
Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2004
Balassa, Bella, Revealed Comparative Advantage Revisited : An analysis of Relative
Shares of the Industrial Countries, The Manchester School of
Economic & Social Studies, 1977, vol 45, issue 4, pp.327-44
Bary, Pakasa, Prospek Perekonomian Indonesia Pascakrisis Finansial Global : Isu
Segitiga Pertumbuhan Baru, Masyarakat Indonesia, Edisi khusus
„issue 2009‟, 2009
Bary Pakasa, Prospek Perdagangan Indonesia, Cina, dan India : Analisis Gravity
Model, 2009
Cashmore, Nicholas, Chindonesia : The New Golden Triangle, Strategy Outlook,
Hongkong : CLSA Asia Pasific Market, 2009
David S. Rubin, Richard I. Levin, Statistic for Management, Seventh Edition, An
Imprint of Pearson Education, new Delhi, India, 2006
International Monetary Fund. 2009b. Regional Outlook May 2009: Asia and the
Pasific. Washington D.C.: International Monetary Fund
International Monetary Fund. 2009. World Economic Outlook October 2009:
Sustaining the Recovery. Washington D.C.: International Monetary
Fund
Kuncoro, Mudrajat, Ekonometrika Industri Indonesia Menuju Negara Industri baru
2030, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2007
Mankiw, N. Gregory, Teori Makro Ekonomi, edisi kelima, Harvard University,
Penerbit Erlangga, 2003
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
Rahardja Prathama, Manurung Mandala, Teori Makroekonomi Suatu Pengantar, edisi
ketiga, LPFEUI, 2005
Subiyanto, Heru dan Riphat, Singgih, Kebijakan Fiskal, Pemikiran, Konsep dan
Implementasi, Penerbit Buku Kompas, 2004
Salvatore, Dominick, Ekonomi Internasional, Teori dan Soal-Soal, Penerbit
Erlangga, Jakarta, 1992
Tambunan, Tulus, Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran, Teori dan
Temuan Empiris, LP3ES, Jakarta, 2000
Todaro, P, Michael, dan Smith C. Stephen, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga,
Edisi Kedelapan, Penerbit Erlangga, 2006
http://id.wikipedia.org/wiki/Perdagangan_internasional diakses pada tanggal 7 Februari
2011 pukul 12:55 WIB
http://murtiningsih.blog.uns.ac.id/2009/10/07/teori-perdagangan-internasional/ diakses
pada tanggal 7 Februari 2011 pukul 12:55 WIB
http://library.usu.ac.id/download/fh/hukuminter-Rosmi5.pdf diakses pada tanggal 7
Februari 2011 pukul 15:05
http://www.ekonomi.lipi.go.id/informasi/buletin/Framejournal.asp 7 feb 21.04 diakses
pada tanggal 7 Februari pukul 15:55 WIB
http://elasq.wordpress.com/2010/08/03/pengertian-pertumbuhan-ekonomi-menurut/
diakses pada tanggal 9 Februari pukul 11:00 WIB
http://ronawajah.wordpress.com/2010/01/24/acfta-dan-kesiapan-sumberdaya-manusia/
diakses pada tanggal 9 Februari pukul 13:59 WIB
http://islamkuno.com/2009/03/29/metode-analisis-swot/ diakses pada tanggal 16
Februari pukul 17:39 WIB
http://www.goongbusiness.com/in/article-bebas/165-swot-analysis.html diakses pada
tanggal 16 Februari pukul 17:39 WIB
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
http://www.maxi-pedia.com/SWOT+analysis+matrix+method+model diakses pada tanggal
16 Februari pukul 17:39 WIB
Kompas, Kamis, 24 Maret 2011
Kompas, Senin, 11 April 2011
Kompas, Selasa, 19 April 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
131
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
132
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
133
Lampiran 1 Data Penelitian
Tahun X YI YJ
2002 2902.95 195.593 1453.83
2003 3802.53 234.834 1640.96
2004 4604.73 257.005 1931.65
2005 6662.35 285.856 2256.92
2006 8343.57 157.05 2712.92
2007 9675.5 187.005 3494.24
2008 11636.5 222.272 4519.95
2009 11499.3 192.955 4984.73
Lampiran 2 Hasil Regresi Linear
Dependent Variable: X Method: Least Squares Date: 04/20/11 Time: 19:57 Sample: 2002 2009 Included observations: 8
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 823.6806 2664.593 0.309121 0.7697 YI -2.376959 10.16026 -0.233947 0.8243 YJ 2.463829 0.319148 7.720030 0.0006
R-squared 0.931060 Mean dependent var 7390.929 Adjusted R-squared 0.903484 S.D. dependent var 3429.758 S.E. of regression 1065.526 Akaike info criterion 17.06032 Sum squared resid 5676730. Schwarz criterion 17.09011 Log likelihood -65.24129 F-statistic 33.76325 Durbin-Watson stat 0.784500 Prob(F-statistic) 0.001248
Lampiran 3 Hasil Regresi MTB
Dependent Variable: MTB Method: Least Squares Date: 04/20/11 Time: 20:09 Sample: 2002 2009 Included observations: 8
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.124552 0.402924 0.309121 0.7697 YI -0.000359 0.001536 -0.233947 0.8243 YJ 0.000373 4.83E-05 7.720030 0.0006
R-squared 0.931060 Mean dependent var 1.117612 Adjusted R-squared 0.903484 S.D. dependent var 0.518628 S.E. of regression 0.161123 Akaike info criterion -0.533307
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
134
Sum squared resid 0.129802 Schwarz criterion -0.503516 Log likelihood 5.133227 F-statistic 33.76325 Durbin-Watson stat 0.784500 Prob(F-statistic) 0.001248
Lampiran 4 Hasil Regresi Yi
Dependent Variable: YI Method: Least Squares Date: 04/20/11 Time: 20:22 Sample: 2002 2009 Included observations: 8
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 245.0801 38.10964 6.430922 0.0007 YJ -0.009918 0.012168 -0.815133 0.4461
R-squared 0.099700 Mean dependent var 216.5712 Adjusted R-squared -0.050351 S.D. dependent var 41.77499 S.E. of regression 42.81377 Akaike info criterion 10.56391 Sum squared resid 10998.11 Schwarz criterion 10.58377 Log likelihood -40.25566 F-statistic 0.664442 Durbin-Watson stat 2.081159 Prob(F-statistic) 0.446138
Lampiran 5 Hasil Regresi Yj
Dependent Variable: YJ Method: Least Squares Date: 04/20/11 Time: 20:22 Sample: 2002 2009 Included observations: 8
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 5051.412 2713.872 1.861330 0.1120 YI -10.05218 12.33195 -0.815133 0.4461
R-squared 0.099700 Mean dependent var 2874.400 Adjusted R-squared -0.050351 S.D. dependent var 1329.933 S.E. of regression 1363.004 Akaike info criterion 17.48509 Sum squared resid 11146672 Schwarz criterion 17.50495 Log likelihood -67.94035 F-statistic 0.664442 Durbin-Watson stat 0.429699 Prob(F-statistic) 0.446138
Lampiran 6 Hasil Uji Heterokedastisitas
ARCH Test:
F-statistic 0.159050 Probability 0.706495 Obs*R-squared 0.215806 Probability 0.642255
Test Equation:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
135
Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 04/20/11 Time: 20:23 Sample(adjusted): 2003 2009 Included observations: 7 after adjusting endpoints
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 774594.7 376897.6 2.055186 0.0950 RESID^2(-1) -0.188616 0.472946 -0.398811 0.7065
R-squared 0.030829 Mean dependent var 657099.5 Adjusted R-squared -0.163005 S.D. dependent var 576689.9 S.E. of regression 621917.9 Akaike info criterion 29.75396 Sum squared resid 1.93E+12 Schwarz criterion 29.73851 Log likelihood -102.1389 F-statistic 0.159050 Durbin-Watson stat 1.924696 Prob(F-statistic) 0.706495
Lampiran 7 Hasil Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 5.404181 Probability 0.080720 Obs*R-squared 4.597258 Probability 0.072023
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 04/20/11 Time: 20:34
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -2604.247 2242.748 -1.161186 0.3101 YI 15.45845 9.955098 1.552818 0.1954 YJ -0.330926 0.272798 -1.213083 0.2918
RESID(-1) 1.447656 0.622731 2.324689 0.0807
R-squared 0.574657 Mean dependent var 1.79E-12 Adjusted R-squared 0.255650 S.D. dependent var 900.5339 S.E. of regression 776.9420 Akaike info criterion 16.45546 Sum squared resid 2414556. Schwarz criterion 16.49518 Log likelihood -61.82185 F-statistic 1.801394 Durbin-Watson stat 2.082634 Prob(F-statistic) 0.286439