prospek kpr

Upload: juni

Post on 13-Jul-2015

691 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

MENYOROT PROSPEK KREDIT PEMILIKAN RUMAHOleh: Budi Santosa 1

Sebagai salah satu kebutuhan primer dalam masyarakat, kebutuhan akan rumah tidak akan pernah ada habisnya. Untuk memenuhinya, umumnya masyarakat memanfaatkan bantuan finansial dari perbankan dalam bentuk kredit pemilikan rumah atau lebih dikenal dengan KPR. Fakta tersebut merefleksikan bahwa potensi bisnis KPR cukup menjanjikan bagi perbankan. Disamping sifat kebutuhannya yang sustainable, potensi KPR juga berkembang sejalan dengan perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat. Bagaimana sesungguhnya prospek KPR ini? Tulisan ini akan mengulas mengenai perkembangan kinerja bisnis KPR di Indonesia serta analisis mengenai prospek perkembangannya dimasa yang akan datang.

Karakteristik Pasar dan Industri Salah satu daya tarik dari KPR adalah pasarnya yang senantiasa tumbuh berkelanjutan. Tumbuhnya pasar ini dipicu oleh kebutuhan masyarakat akan pemenuhan tempat tinggal yang selalu berkembang dari waktu ke waktu. Ini berarti pertumbuhan KPR akan sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan perkembangan pendapatan masyarakat. Disamping itu, faktor lain yang mempengaruhi perkembangan pasar KPR adalah inisiatif bisnis dari para pelaku pasar itu sendiri yang saling beradu program penjualan untuk menarik calon pembeli. Untuk melihat karakteristik pasar KPR lebih jauh, ada beberapa aspek yang bisa disorot. Yang pertama adalah melihat bagaimana segmentasi pasarnya. Segmentasi pasar KPR ini tercermin dari klasifikasi produknya, yaitu KPR dan KPA (Kredit Pemilikan Apartemen) di atas 70 m2, KPR dan KPA di bawah 70 m2 dan fasilitas KPR untuk kepemilikan ruko dan rukan. Dalam istilah segmentasi, klasifikasi produk tersebut sama artinya dengan segmentasi pasar KPR yang terbagi tiga, yaitu menengah-atas, menengahbawah dan segmen bisnis. Kedua segmen pertama ini merupakan pasar dari pembeli akhir atau dikenal dengan segmen konsumer. Sedangkan segmen pasar ketiga merupakan kelompok pembeli yang membeli tempat tinggal sekaligus sebagai tempat usaha atau lebih dikenal dengan rumah kantor (rukan) dan rumah toko (ruko). Aspek ke dua yang perlu dilihat adalah sorotan pasar KPR dengan kerangka analisis struktur industri atau dikenal dengan Porters Five Forces Model. Kerangka ini membantu menyimpulkan seberapa besar daya tarik suatu industri berdasarkan 5 paramater yang1

Pengamat dan praktisi perbankan dari salah satu Bank BUMNEconomic Review No. 217 September 2009

1

berpengaruh, yaitu persaingan dalam industri (rivalry among determinants), posisi tawarmenawar dari supplier (bargaining power of suppliers), posisi tawar-menawar dari nasabah (bargaining power of buyers), hambatan untuk masuk ke dalam industri (barrier

to entry) dan keberadaan produk substitusi dari KPR tersebut. Ringkasan dari analisisPorters Five Forces tersebut ada di Tabel 1 berikut ini:

Tabel 1: Resume Analisis KPR dengan Menggunakan Porters Five ForcesParameterRivalry among Determinants

Daya Tarik IndustriKurang menarik

Analisis Persaingan antar pelaku pasar dalam industri cukup tinggi, dengan dominasi ada pada 5 pemain terbesar. Terjadi perang program promosi yang cukup ketat sehingga berdampak pada menipisnya margin.

Bargaining Power of Suplliers

Menarik

Posisi bank sangat kuat karena supply atas bahan baku juga dikuasai (funding aspect). Posisi bank terhadap supplier lain (notaris & asuransi) juga cukup kuat.

Bargaining Power of Buyers Barrier to Entry

Tidak menarik

Dengan penyedia produk yang cukup banyak maka nasabah bisa leluasa memilih penyedia produknya. Terjadilah persaingan program penjualan yang ketat. Persyaratan untuk mendirikan bank semakin sulit, menguntungkan para pelaku yang ada. Hambatan timbul karena regulasi, skala ekonomis yang sulit dicapai dan kesulitan membangun infrastruktur.

Menarik

Substitution Products

Sangat menarik

Substitusi relatif jarang, kurang familiar dan kurang menarik bagi nasabah. KPR sudah cukup identik kebutuhan tempat tinggal. dengan pemenuhan

Dari lima parameter yang ada dalam analisis struktur industri tersebut, dapat disimpulkan bahwa industri KPR ini masih menarik bagi para pelaku pasar yang ada ataupun pelaku baru dari bank yang sudah ada. Hanya untuk masuk sebagai pelaku pasar dengan mendirikan bank baru, terdapat barrier to entry yang cukup signifikan yang berasal dari regulasi, jaringan maupun bisnis. Dilihat dari peta penguasaan pasar, kelompok bank swasta dan bank pemerintah bisa dikatakan menguasai pasar sepenuhnya, yaitu dengan pangsa pasar sebesar hampir 97%. Kedua kelompok bank tersebut berbagi pasar secara berimbang dengan bank swasta 48.4% dan bank pemerintah 47.4%. Sedangkan dilihat dari nama banknya, lima besar penguasa pasar KPR adalah BTN, CIMB Niaga, Bank Mandiri, BCA dan BNI. Kelima bank ini mendominasi pasar dengan pangsa lebih dari 70%.

Economic Review No. 217 September 2009

2

Aspek ketiga yang juga terlihat di pasar KPR adalah perilaku nasabah dalam merespon atribut produk KPR. Dipicu oleh iklim kompetisi ketat dan strategi para pelaku pasar yang berlomba menarik nasabah, sebagian besar nasabah KPR cukup sensitif terhadap suku bunga. Tipikal nasabah seperti ini cenderung lebih memilih bank dengan suku bunga yang lebih rendah dibandingkan dengan pertimbangan lain, seperti kecepatan proses, layanan yang memuaskan atau kemudahan persyaratan. Perilaku ini mempengaruhi strategi bank dalam memasarkan produk-produk KPR. Bank-bank akan berlomba untuk menawarkan program penjualan yang berorientasi pada pemenuhan hal yang menarik bagi nasabah, misalnya diskon harga atau kemudahan cicilan uang muka. Aspek keempat yang bisa disorot adalah bahwa dalam industri KPR terdapat kebijakan pemerintah untuk memberi subsidi bunga atau diskon harga kepada kelompok nasabah yang memenuhi syarat. Program ini merupakan bentuk kebijakan Pemerintah untuk membantu menyediakan tempat tinggal bagi masyarakat golongan ekonomi lemah. Dengan demikian, program ini hanya berdampak pada pertumbuhan segmen pasar menengah ke bawah atau KPR untuk rumah kurang dari 70 m2. Sedangkan segmen pasar lain lebih banyak dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi dan perang strategi promosi dari para pelaku pasar. Bagi pelaku pasar sendiri, kebijakan ini memberi keuntungan yang signifikan karena dapat mendorong daya beli masyarakat. Namun manfaat terbesar dirasakan oleh bank yang fokus pada segmen menengah ke bawah, seperti BTN. Terbukti sebagai bank yang memang fokus pada segmen menengah ke bawah, BTN saat ini menguasai pasar secara signifikan dengan pangsa sekitar 30%.

Analisis Kinerja KPR Dengan peluang bisnis yang cukup menjanjikan maka KPR merupakan produk favorit bagi pelaku bisnis perbankan. Akibatnya KPR kini menjadi salah satu produk perbankan dengan tingkat persaingan yang paling ketat di pasar perbankan konsumer. Banyak instrumen yang digunakan oleh para pelaku pasar untuk dapat menarik simpati nasabah. Dengan kondisi demikian, tentu menarik untuk menyimak bagaimana kinerja KPR dalam beberapa tahun terakhir dan bagaimana prospeknya ke depan. Yang membuat lebih menarik masa sekarang ini kondisi pasar masih dipengaruhi oleh krisis ekonomi global. Hal pertama yang dapat disorot dari kinerja KPR ini adalah pertumbuhan bisnis. KPR terbukti secara konsisten tumbuh di atas tingkat pertumbuhan kredit secara umum. Dengan tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi tersebut, total nilai KPR perbankan yang pada akhir tahun 2004 mencapai Rp 32,4 trilyun berkembang hampir 4 kali lipat menjadi Rp 112.3 trilyun per Juni 2009. Dalam periode yang sama, total kredit perbankan hanya berkembang menjadi 2.3 kali lipat, yaitu dari Rp 559,5 trilyun menjadi Rp 1.335 trilyun. Demikian juga terhadap kredit konsumtif non KPR, pertumbuhan KPR secara umum jugaEconomic Review No. 217 September 2009

3

berada di atasnya. Data perbandingan tingkat pertumbuhan selengkapnya dapat dilihat dalam Gambar 1. Dari gambar tersebut terlihat bahwa pola pertumbuhan ketiganya cenderung serupa yaitu trend pertumbuhan yang menurun dengan penurunan signifikan terjadi pada tahun 2006 dan 2009 ini.

Gambar 1: Perbandingan Tingkat Pertumbuhan Kredit (%)

Total kredit60%

KPR

Konsumtif non KPR

40%

20%

0%

2005

2006

2007

2008

Jun-09

Sumber: SEKI, Bank Indonesia (Juni 2009)

Sementara itu, apabila dilihat dari pertumbuhan per segmennya terlihat bahwa ketiga segmen pasar tumbuh secara fluktuatif dengan arah pergerakan yang berlainan, khususnya pada periode 2005 sampai 2007. Sedangkan pada periode 2008 dan 2009, dimana bisnis KPR ini sudah dipengaruhi oleh dampak krisis global, ketiga segmen pasar memiliki pola pertumbuhan yang cenderung seragam. Hanya yang perlu dicatat bahwa ketiga segmen tersebut mencapai pertumbuhan bisnis rata-rata yang sangat tinggi selama periode 2005 sampai 2008, yaitu masing-masing tumbuh di atas 35% per tahun. Pertumbuhan masing-masing segmen ini terlihat pada Gambar 2. Gambar 2: Pertumbuhan Pinjaman KPR Menurut Segmen Pasar (%)61.9% 54.0% 29.6% 29.3% 26.9% 15.9% 5.6% 2.7% 1.9% Jun-09 Ruko & Rukan

58.1% 43.5%

38.5%

30.1% 13.1%

42.3%

2005

2006 KPR s/d Tipe 70

2007 KPR >Tipe 70

2008

Sumber: SEKI, Bank Indonesia (Juni 2009)Economic Review No. 217 September 2009

4

Dengan pola pertumbuhan seperti di atas, komposisi KPR menurut segmen pasar dari tahun ke tahun juga sedikit terpengaruh, namun dominasi tetap sepenuhnya dipegang oleh pembeli segmen konsumer. Per Juni 2009, dua segmen konsumer tersebut menguasai 93.6% pangsa pasar yang terbagi rata kepada segmen menengah-atas dan menengah-bawah masing-masing sebesar 46.8%. Sedangkan segmen bisnis hanya memiliki portfolio KPR sebesar Rp 7.1 trilyun atau sekitar 6.3% pangsa pasar. Hal kedua yang bisa dilihat dari kinerja KPR adalah rendahnya tingkat NPL. Telah terbukti bahwa risiko kredit pada bisnis KPR secara konsisten lebih rendah dibandingkan risiko kredit perbankan secara umum. Hal ini dapat dilihat dari tingkat NPL KPR yang selalu lebih rendah dibandingkan dengan NPL perbankan umum selama kurun waktu 2005 sampai dengan Juni 2009. Per Juni 2009, NPL KPR hanya sebesar 3.06% yang berarti lebih rendah dari NPL kredit secara umum yang masih 3.94%. Perbandingan lengkap mengenai tingkat NPL KPR dengan NPL kredit secara keseluruhan ada di Gambar 3. Dibandingkan kredit sektor lain, tingkat NPL KPR juga lebih rendah, misalnya konstruksi yang mencapai 4,5%, sektor real estat 4,5%, dan industri yang 4,2%. Apabila dianalisis lebih lanjut, rendahnya NPL ini kemungkinan disebabkan beberapa faktor, yaitu (i) Pola pemberian KPR yang berasaskan asset based financing (berjaminan rumah yang dibiayai) terbukti mampu memacu nasabah untuk membayar cicilan tepat waktu, (ii) Sistem pemrosesan kredit yang berlaku di best practice pasar KPR sekarang ini, yaitu scoring system dan centralized

processing yang dibantu pemanfaatan teknologi informasi, sudah teruji mampumenyaring nasabah yang berkualitas, dan (3) Sistem monitoring dan penagihan/

collection kredit di sektor konsumer ini terbukti berjalan dengan efektif.Gambar 3: Perbandingan Tingkat NPL KPR dengan NPL Perbankan Secara Umum8% 6% 4% 3.70% 2% 0% 2005 2006 2007 2008NPL KPR (%)

7.56% 6.07% 4.07% 3.32% 2.58% 3.08% 2.50% 3.06% 3.94%

Jun-09

NPL Total Kredit (%)

Sumber: SEKI, Bank Indonesia (Juni 2009)

Economic Review No. 217 September 2009

5

Hal lain yang bisa dilihat dari kinerja KPR ini adalah proporsi KPR terhadap total kredit. Dengan tingkat pertumbuhan KPR yang selalu di atas laju pertumbuhan kredit, dapat dipastikan bahwa proporsi KPR terhadap total kredit selalu meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005, proporsi KPR ini hanya sekitar 7% terhadap total kredit dan sekarang sudah meningkat menjadi sekitar 8.4%. Meskipun demikian, proporsi KPR tersebut dipandang pengamat perbankan masih terlalu kecil dan masih sangat berpotensi untuk terus meningkat.

Prospek dan Tantangan yang Dihadapi Berdasarkan trend pertumbuhan bisnis di atas, KPR diperkirakan akan tetap memiliki kinerja yang menjanjikan di masa yang akan datang, baik dari pertumbuhan bisnis maupun kualitas aset. Di samping potensi pasarnya yang tumbuh sustainable serta didukung kondisi ekonomi yang makin stabil, setidaknya terdapat tiga faktor lain yang memperkuat prospek bisnis KPR ke depan. Pertama, strategi bisnis yang digunakan oleh para pelaku pasar yang terus berupaya menarik minat pembeli. Kompetisi ini berpengaruh positif pada peningkatan daya beli masyarakat. Dalam satu tahun terakhir bank-bank terlihat menawarkan produk KPR secara agresif. Mereka mengklaim keunggulan paket produknya masing-masing sebagai daya tarik kepada pembeli, seperti suku bunga yang rendah, kemudahan prosedur pengajuan kredit, kemudahan angsuran dan luasnya jaringan kerjasama dengan pengembang. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka mampu bersaing menjadi pelaku pasar di produk KPR sekaligus menyediakan lebih banyak pilihan KPR kepada masyarakat. Tak tanggung-tanggung bank-bank papan atas juga beramairamai terjun ke produk kredit ini. Sebut saja Bank Central Asia (BCA), Bank Mandiri, BNI sampai bank sekelas Bank Bukopin sekalipun tidak rela membiarkan potensi pasar KPR hanya dinikmati para pemain lama yang sudah mapan, seperti BTN dan CIMB Niaga. Akibatnya mereka pun berupaya sedemikian rupa agar produk mereka masuk dalam daftar pilihan yang dipertimbangkan calon debitur KPR. Kedua, segmen pasar menengah ke bawah diperkirakan akan semakin prospektif dan menjadi idaman bagi pelaku pasar. Hal ini diperkuat adanya kebijakan pemerintah yang terus mendukung percepatan penyediaan tempat tinggal untuk masyarakat menengah ke bawah. Pemerintah memberikan subsidi bunga atau diskon harga kepada pembeli golongan ekonomi lemah ini sehingga daya beli di segmen ini tetap terjaga. Disamping itu, pemerintah saat ini juga memprakarsai penyediaan rumah susun sederhana dengan harga yang terjangkau. Pemerintah juga melibatkan para pengembang swasta besar untuk berpartisipasi mendukung tercapainya program pembangunan 1.000 menara. Hal-hal di atas semakin menguatkan perkiraan para pengamat bahwa sektor menengah ke bawah ini memiliki potensi pasar yang masih sangat terbuka.Economic Review No. 217 September 2009

6

Ketiga, faktor pergerakan suku bunga dengan trend yang menurun seperti sekarang ini akan berdampak pada peningkatan daya beli masyarakat. Kebijakan penurunan suku bunga ini sudah dimulai para pelaku utama KPR pada triwulan kedua 2009 yang lalu. Pengamat properti menilai bahwa bank memang sudah semestinya menurunkan suku bunga KPR mengingat tingkat inflasi kini hanya sekitar 6%. Dengan suku bunga yang lebih menarik, diperkirakan bank akan menggenjot ekspansi KPR lebih intensif pada paruh kedua 2009 ini. Para bankir kini jadi lebih optimistis karena selama beberapa bulan terakhir ekspansi tersendat akibat kenaikan bunga KPR. Disamping itu, bank diharapkan dapat bekerja sama dengan pengembang untuk menarik minat pembeli melalui diskon uang muka atau keringanan cara pembayaran uang muka. Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa ekspansi KPR masih menghadapi beberapa kendala. Kendala utamanya adalah sumber pembiayaan perbankan yang masih tergantung pada penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) yang umumnya relatif mahal dan sifatnya dana jangka pendek (mengakibatkan missmatch pendanaan dan pembiayaan). Akibatnya pasar primer pembiayaan perumahan menjadi kurang efisien. Inefisiensi ini pada akhirnya akan ditanggung oleh nasabah. Kendala lain yang dihadapi adalah tidak semua bank mampu melakukan ekspansi pembiayaan KPR karena terkendala oleh kecukupan modal. Jika terlalu ekspansif, mereka akan terganggu rasio kecukupan modal minimumnya. Sementara itu, ditinjau dari aspek regulasi hal yang perlu disempurnakan adalah perlunya penataan di pasar primer agar pasar sekunder pembiayaan perumahan berjalan lebih baik. Beberapa yang bisa dilakukan antara lain standarisasi prosedur pemberian KPR, memastikan permintaan sebelum melakukan sekuritisasi, serta pengembangan sistem informasi debitur KPR. Dengan penguatan seperti ini pasar sekunder KPR akan bisa mendapat dukungan aset berkualitas tinggi.

Penutup Dilihat dari kinerjanya selama lima tahun terakhir, terbukti bahwa produk KPR memiliki kinerja yang secara konsisten lebih unggul dibandingkan dengan kredit perbankan secara umum. Hal ini terlihat dari pencapaian beberapa indikator utama, seperti pertumbuhan bisnis dan kualitas aset. Demikian juga dilihat dari prospek ke depan, KPR diperkirakan akan tumbuh agresif kembali yang momentumnya dimulai dari paruh kedua tahun ini. Dengan kata lain, prospek KPR ke depan masih sangat menjanjikan. Perkiraan ini diperkuat dengan beberapa faktor yang mendukung, seperti kondisi ekonomi makro yang semakin stabil, pertumbuhan ekonomi yang cenderung meningkat, kebijakan pemerintah yang mendorong perumahan rakyat dan pergerakan suku bunga akan makin menguntungkan bagi nasabah.

Economic Review No. 217 September 2009

7

Agar dapat terus berkembang secara sustainable, para pelaku pasar hendaknya dapat mengembangkan strategi bisnis yang semakin menarik bagi nasabah, seperti program penjualan secara bundling dengan fasilitas lain, kerjasama dengan pengembang secara mutualistik dan aliansi strategis dengan institusi terkait. Disamping itu, perbankan juga terus dituntut untuk terus melakukan inovasi dan pengembangan di dalam model penjualannya yang memungkinkan perbankan dapat memberikan layanan yang lebih cepat, mudah dan menjangkau nasabah lebih luas.

Economic Review No. 217 September 2009

8