prosidingseminardampakperubahan peruntukan dan...
TRANSCRIPT
0
PROSIDING SEMINAR DAMPAK PERUBAHAN PERUNTUKAN
DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DALAM REVISI RTRWP TERHADAP
NERACA KARBON DALAM KAWASAN HUTAN
DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN
KEMENTERIAN KEHUTANAN
BOGOR 2010
1
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Alloh SWT,maka selesailah penyusunan prosiding “Seminar Dampak PerubahanPeruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan dalam Revisi RTRWPterhadap Neraca Karbon dalam Kawasan Hutan”.
Seminar ini merupakan forum komunikasi dan konsultasiantar berbagai pihak yang terkait dibidang penataan ruang kawasanhutan dalam rangka menyikapi perubahan kawasan hutan dalamrevisi RTRWP terkait dengan upaya-upaya mitigasi perubahan iklim.
Seminar ini dihadiri 100 orang peserta yang terdiri dari UnitEselon I dan II Lingkup Kementerian Kehutanan, Pokja PerubahanIklim Kementerian Kehutanan, Instansi teknis yang tergabungdalam keanggotaan BKPRN, Dinas Kehutanan Provinsi, PerguruanTinggi, Dewan Kehutanan Nasional, APHI, Perhutani, Inhutani danundangan lainnya
Prosiding ini disusun dari kumpulan presentasi pada seminartersebut yang terdiri dari 4 pembicara dengan judul Neraca atausiklus karbon di dalam hutan oleh Dr. Ir. Bahruni , Rantai produksiyang dimulai dari pemanenan sampai dengan pengguna akhir hasilhutan kayu oleh Dr. Ir. Sudarsono Sudomo, Politik ekonomi dalamperdagangan karbon oleh Prof. Dr. Sofyan Warsito, Strateginasional dalam menghadapi isu karbon oleh Dr. Ir. HariadiKartodiharjo, dan 3 makalah pembahas yaitu oleh Dr. Ir. ImanSantoso, Ir. Wandojo Siswanto, MSc dan Prof. Dr. Rizaldi Boer .
Akhirnya, kami sampaikan ucapan terima kasih danpenghargaan yang setinggi - tingginya atas kerjasama dari semuapihak dalam penyelenggaraan seminar dan penyusunan prosidingini.
Jakarta, 5 Juli 2010Direktur Perencanaan Kawasan Hutan
Ir. Basoeki Karyaatmadja, MSc
2
RUMUSAN SEMINAR DAMPAK PERUBAHAN PERUNTUKAN DANFUNGSI KAWASAN HUTAN DALAM REVISI RTRWP TERHADAP
NERACA KARBON DALAM HUTAN
Penataan ruang mengatur alokasi sumberdaya lahan untukberbagai penggunaan, yang mengharmoniskan kepentingkan tujuanekonomi, lingkungan ataupun kepentingan masyarakat secara luassebagai prasyarat optimalisasi penggunaan ruang/lahan. Kawasaanhutan merupakan bagian integral dari ruang wilayah, sehinggadalam setiap revisi RTRWP selalu memasukkan variabel kawasanhutan ke dalam subyek perubahan.
Siklus karbon pada ekosistem hutan menyangkut prosespenyerapan dan emisi karbon ke atmosfer. Proses ini dipengaruhioleh beberapa faktor atau kondisi yaitu : 1) Kondisi vegetasi yangmeliputi jenis atau tipe vegetasi atau hutan; 2) Kondisi tempattumbuh dan lingkungan yang meliputi faktor edafis, klimatis danfaktor hayati lainnya; 3) Kondisi pengelolaan yang meliputipengaturan ruang (tata ruang), penentuan peruntukan/penggunaanlahan dan hutan; 4) Kondisi gangguan seperti perubahanlingkungan, kemarau, ledakan gangguan hama dan penyakit,gangguan perbuatan manusia seperti pembakaran, eksploitasi tidakterkelola dengan baik dan lain-lain.
Siklus Karbon merupakan proses penyerapan dan emisikarbon, yang hasil akhirnya adalah akumulasi atau stok karbon ditegakan atau hutan. Neraca Karbon akan menggambarkanperubahan stok karbon dari waktu ke waktu di dalam ekosistemhutan tersebut di dalam suatu ruang. Ada beberapa konsep umumyang mengukur hasil yang terjadi pada siklus karbon ini yaitu: 1)Produksi Primer Bruto (Gross Primary Production) yang merupakanpenyerapan karbon dari atmosfer melalui proses fotosintesis denganbantuan energi matahari dan klorofil pada vegetasi; 2) ProduksiPrimer Neto (Net Primary Production) merupakan gambaran jumlahenergi yang difiksasi menjadi bahan kimia (karbon) oleh vegetasidikurangi oleh energi respirasi oleh vegetasi (autotrophic) berupapelepasan karbon dioksida ke atmosfer; dan Produksi EkosistemNeto (Net Ecosystem Production), merupakan gambaranmetabolisme ekosistem total yaitu pembentukan bahan organik(karbon) neto di suatu ekosistem.
Neraca Karbon dapat sebagai salah satu cermin kualitas tatakelola ekosistem hutan. Faktor penting yang terkait mempengaruhineraca karbon antara lain: 1) Faktor yang mempengaruhi sikluskarbon (fotosintesis, respirasi dan dekomposisi); 2) Faktor prasyarat
3
berupa kepastian ruang kelola, kepastian bentukpenggunaan/pengelolaan, kepastian hak pengelolaan, yang dijaminsecara legal; dan Faktor harmonisasi kepentingan para pihak didalam pengelolaan ekosistem hutan, untuk pencapaian tujuanekonomi, sosial dan lingkungan.
Dalam mitigasi perubahan iklim, hutan berperan dalam waktuterbatas, karena pada hutan klimaks stok karbon relatif stabil,penyerapannya sangat kecil, dibandingkan tegakan muda. Padahutan yang dikelola secara lestari stok karbon dapat dianggapkonstan. Kecuali ada gangguan deforestasi dan degradasi yangmengancam emisi dari stok karbon hutan tersebut.
Estimasi neraca karbon hutan Indonesia dengan skenario danasumsi tersebut, diperoleh peningkatan stok karbon dari awal 2007sampai tahun 2020. Peningkatan ini pengaruh pembangunan HTIyang dilakukan pada HP tanah kosong (tidak berhutan). Sehinggapenting untuk menekankan prioritas pembangunan HTI di areal tidakberhutan, agar peningkatan serapan karbon terjadi.
Neraca karbon setelah tahun 2020 mengalami defisit karenaproses deforetasi terus terjadi. Jadi meskipun sudah dilakukanupaya penyerapan karbon melalui pembangunan HTI sehinggaterjadi surplus karbon (peningkatan stok karbon), tetapi setelahselesai pembangunan HTI proses deforestasi tetap terjadi. Jadipenting adanya upaya yang nyata dari berbagai pendekatan secarakomprehensif antara lain kepastian kawasan hutan (tata ruang)untuk menurunkan laju deforestasi.
Hutan untuk kepentingan memproduksi kayu tidak perludipertentangkan dengan hutan untuk tujuan menyimpan karbon.Keduanya dapat berjalan seiring. Melalui hutan produksi yangdikelola dengan baik, jumlah karbon yang tersimpan dalam biomaslebih tinggi dibandingkan jumlah karbon yang tersimpan dalamhutan yang ditujukan hanya untuk menyimpan karbon. Disampingkeunggulan dalam menambat dan menyimpan karbon, hutanproduksi dapat membangkitkan kegiatan ekonomi masyarakat.Pemanenan hutan dan pemanfaatan kayunya dengan bijaksanaberpotensi meningkatkan jumlah karbon yang tersimpan danmeningkatkan kegiatan ekonomi. Oleh karenanya bukan trade-offantar keduanya, melainkan bergerak dalam satu arah.
Untuk menduga neraca karbon sepanjang rantai suplai kayukita perlu mengetahui total karbon di dalam tegakan hutan, polapertumbuhan tegakan, tingkat efisiensi perubahan dari satu tahap ke
4
tahap berikutnya, daur yang digunakan, dan masa pakai produkkayu.
Proses pengolahan kayu dari kayu bulat menjadi produk akhirdapat dibagi dua, yakni pengolahan primer dan sekunder. Efisiensipengolahan sekunder ini sangat beragamyang tergantung pada jenisproduk akhir yang hendak dihasilkan. Jenis produk akhir ini jugaakan menentukan masa pemakaian. Perlakuan pengawetan terhadapkayu tentu saja akan dapat memperpanjang masa pakainya.
Agar terdapat pergerakan satu arah antara hutan untukkepentingan memproduksi kayu dan dalam m itigasi perubahan iklimmaka:
1. Untuk menambah penambatan karbon, Indonesia harus lebihbanyak menanam dan memanen kayu dari hutan. Antara hutanproduksi dan hutan karbon tidak perlu dipertentangkan karenamelalui hutan produksi karbon yang tersimpan dalam biomassangat mungkin lebih banyak ketimbang karbon yang tersimpandalam hutan karbon.
2. Hutan produksi memberikan dampak ekonomi yang lebihmenguntungkan dibanding hutan yang melulu untuk karbon.Aktivitas ekonomi dapat terguncang hebat dengan dialihkannyahutan produksi menjadi hutan karbon.
3. Konstruksi rumah Indonesia masa depan seharusnya dari kayu,bukan dari tembok dan beton. Disamping menyimpan lebihbanyak karbon, rumah kayu lebih tahan gempa. Ini sangat cocokuntuk Indonesia yang sering dilanda gempa.
Produk barang dan jasa oleh SDH adalah joint product, iniberarti produk barang dan jasa SDH adalah dalam satu paket.Produksi berupa jasa penyerapan karbon adalah tidak terpisahdengan produksi jasa dan barang lainnya. Oleh karena itu,sebenarnya pembangunan SDH akan sekaligus menghasilkan jasapenyerapan karbon dan jasa hutan lainnya (pengurangan resikobanjir dan kekeringan bentang alam) adalah merupakan kepentinganekonomi nasional
Perdagangan jasa lingkungan termasuk perdagangan karbon,adalah menyangkut efektifitas terbentuknya titik temu antarawillingness to pay (WTP) dan willingness to accept (WTA). Hukumekonomi pasar baru bisa bekerja secara efektif apabila bekerjanyakomponen penyusunnnya adalah sudah menjadi realitas. Selamasuatu kejadian masih merupakan ramalan, maka selama itu pula
5
pasar bebas karbon akan sangat sulit untuk terlaksana, artinyamemerlukan negosiasi-negosiasi global yang tidak terlalu gampang.
Eksistensi Sumber Daya Hutan secara serentak memberikanmanfaat yang besar bagi kepentingan ekonomi bangsa paling tidakdalam hal penurunan resiko bencana alam. Oleh karena itu,sebenarnya kalaupun kita tidak terlalu sukses dalam perdagangankarbon, tidaklah merugi apabila pengelolaan hutan bisadilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Oleh sebab itu diperlukanstrategi ke depan untuk dapat menetapkan kawasan hutan tetapsehingga secara bertahap dapat mengeluarkan kawasan hutansebagai variabel perubahan di dalam revisi RTRWP, karenakeberadaan hutan adalah ditentukan oleh bentang alam, bukankepentingan lain.
Beperapa program dalam rangka pengurangan emisi darisektor kehutanan, antara lain:
1. Menekan laju deforestasi melalui a) Pengendalian penggunaandan pelepasan kawasan hutan; dan b) Penghentian izin baru dankonversi di hutan gambut untuk pertanian dan pemukiman.Untuk implementasi program ini diperlukan penyiapan peraturanperundangan, antisipasi/strtegi untuk memfasilitasi kebutuhansek tor lain baik secara parsial maupun dalam revisi RTRWP,serta upaya mengatasi terjadinya deforestasi yang tidak tencana
2. Mengurangi degradasi melalui a) Penerapan RIL (Reduced ImpactLogging); b) Rehabilitasi hutan gambut; dan c) Pengaturan &penurunan jatah tebang. Disamping langkah/solusi teknistersebut diperlukan kebijakan yang tegas tehadap IUPHHK-HAdan IUPHHK-HT yang kinerjanya buruk.
3. Pengelolaan hutan produksi lestari melalui a) Penerapan multisystem silvikultur; dan b) Penerapan sertifikasi legalitas kayu(SVLK).
4. Peningkatan Peran Konservasi melalui a) Intensifikasipengelolaan kawasan konservasi; dan b) Menetapkan areallindung lokal (setempat) yang mempunyai nilai konservasi tinggi(HCV) di areal kerja IUPHHK-HA dan IUPHHK-HT. Sebagaimanadiketahui sebagian kawasan konservasi yang berdasarkan kondisieksistingnya tadak lagi berfungsi sebagai kawasan konservasi.
6
5. Peningkatan Stok Karbon Hutan melalui pembangunan hutan 1,6jt ha/th dalam bentuk HKm/Hutan Desa, RHL DAS, HTI/HTR,Restorasi HPH, dan Hutan Rakyat kemitraan
Program-program tersebut dalam implementasinyamemerlukan dukungan antara lain berupa perlunya kebijakan lintassektor, penyiapan peraturan perundangan terkait karbon(pembatasan pemanfaatan lahan gambut, hutan alam primer, dsb),mekanisme penyelesaian konflik kawasan termasuk di dalamnyaadanya keterlanjuran kegiatan non kehutanan di dalam kawasanhutan, reformasi birokrasi yang antara lain percepatan pembentukanKPH, serta pemutakhiran data dan informasi.
Pada akhir seminar, diharapkan bahasan tentang topik-topikdi dalam seminar ini dapat dianjutkan untuk dapat terbangunnyapemahaman yang sama dari seluruh pemangku kepentingan, yanglebih lanjut dapat dibangun sinergisitas dalam gerak langkahpembangunan ke depan untuk dapat mewujudkan penataan ruangyang selaras, seras, seimbang dan terpadu dengan tetapmempertimbangkan upaya-upaya mitigasi perubahan iklim.
7
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................... 1
Rumusan Seminar Dampak Perubahan Peruntukan dan FungsiKawasan Hutan dalam Revisi RTRWP terhadap Neraca Karbondalam Kawasan Hutan........................................................... 2
Daftar Isi ............................................................................ 7
Daftar Lampiran .................................................................. 9
Laporan Ketua Panitia Seminar............................................... 11
Sambutan Direktur Jenderal Planologi Kehutanan...................... 15
MAKALAH PEMBICARA
Neraca atau Siklus Karbon di dalam Hutan(oleh: Dr.Ir. Bahruni – Fakultas Kehutanan IPB)....................... 22
Karbon dalam Rantai Suplai Kayu(oleh: Dr. Ir. Sudarsono Sudomo – Fakultas Kehutanan IPB)..... 55
Politik Ekonomi dalam Perdagangan Karbon(oleh: Prof. Dr. Sofyan P.Warsito, Ph.D. – Fakultas KehutananUGM).................................................................................. 70
Posisi Kelembagaan Kehutanan dan Kawasan Hutandi dalam Strategi Nasional terkait Isu Karbon(oleh: Dr.Ir. Hariadi Kartodihardjo – Fakultas Kehutanan IPB)... 78
MAKALAH PEMBAHAS
Bahasan Terkait dengan Revisi RTRWP terhadap Neraca Karbondi dalam Hutan (oleh: Prof. Dr. Rizaldi Boer –CCROM SEAPIPB)................................................................................... 77
Bahasan terhadap Presentasi( oleh: Ir. Wandojo Siswanto, M.Sc- SAM Bidang Kermitraan/Ketua Harian Pokja Perubahan Iklim KementerianKehutanan)......................................................................... 88
Kelembagaan dan Ekonomi Karbon Hutan Indonesia(Oleh: Dr. Ir. Iman Santoso- Direktur Bina PerencanaPemanfaatan Hutan Produksi/ Anggota Pokja Perubahan IklimKementerian Kehutanan........................................................ 93
Tanggapan.......................................................................... 106
8
Diskusi dan Tanggapan Nara Sumber.................................... 109
Kesimpulan Moderator........................................................ 114
Lampiran.......................................................................... 115
9
DAFTAR LAMPIRAN
Daftar Peserta Seminar Dampak Perubahan Peruntukandan Fungsi Kawasan Hutan dalam Revisi RTRWP terhadapNeraca Karbon dalam Kawasan Hutan................................... 116
Dokumentasi Peserta Seminar Dampak Perubahan Peruntukandan Fungsi Kawasan Hutan dalam Revisi RTRWP terhadapNeraca Karbon dalam Kawasan Hutan.................................. 120
Keputusan Direktur Perencanaan Kawasan Hutan tentangPembentukan Panitia......................................................... 121
10
LAPORAN KETUA PANITIA
Seminar Dampak Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan
Hutan Dalam Revisi RTRWP Terhadap Neraca Karbon Dalam
Kawasan Hutan
Ir. Basoeki Karyaatmadja, M.Sc.(Direktur Perencanaan Kawasan Hutan Kementerian
Kehutanan)
11
LAPORAN KETUA PANITIA
Seminar Dampak Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan
Hutan Dalam Revisi RTRWP Terhadap Neraca Karbon Dalam
Kawasan Hutan
(Hotel Menara Peninsula, Jakarta 2 Juni 2010)
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Salam Sejahtera bagi kita semua dan selamat pagi
Yth. Bapak Direktur Jenderal Planologi Kehutanan;
Yth. Narasumber/Pakar/Fasilitator;
Yth. Para Undangan dan Peserta Seminar;
Perkenankanlah kami secara singkat menyampaikan laporan tentangpenyelenggaraan Seminar “Dampak Perubahan Peruntukan danFungsi Kawasan Hutan dalam revisi RTRWP Terhadap Neraca Karbondalam Kawasan Hutan” sebagai berikut :
Dasar Pelaksanaan :
Keputusan Direktur Perencanaan Kawasan Hutan No.SK.15/VII/Ren-
3/2010 tanggal 19 Mei 2010 tentang Panitia Penyelenggara Seminar
”Dampak Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan dalam
Revisi RTRWP Terhadap Neraca Karbon dalam Kawasan Hutan”
Latar Belakang
Isu global perubahan iklim akan memberikan dampak perhatian
dunia terhadap pengelolaan hutan, karena posisi hutan sebagai
penyerap karbon terkait mitigasi perubahan iklim.
Maksud dan Tujuan Seminar
Melalui penyelenggaraan seminar ini dimaksudkan untuk dapat
menyampaikan permasalahan dampak perubahan peruntukan dan
fungsi kawasan hutan dalam revisi RTRWP terhadap neraca karbon
dalam kawasan hutan.
Tujuan seminar ini antara lain:
12
1. Membangun pemahanan dan langkah yang sama dalam
menyingkapi pengelolaan dan perubahan kawasan hutan
dalam review RTRWP terkait dalam mitigasi perubahan iklim;
2. Terwujudnya penataan hutan yang selaras serasi, seimbang.
Tempat dan waktu penyelenggaraan
Seluruh rangkaian kegiatan seminar dilaksanakan di Hotel Peninsula,Jakarta selama 1 (satu) hari pada tanggal 2 Juni 2010.
Persidangan
Seminar diawali dengan sambutan Direktur Jenderal Planologi
Kehutanan yang sekaligus membuka secara resmi pelaksanaan
seminar, yang dilanjutkan dengan sesi pengantar diskusi dengan
topik :
a. Neraca atau siklus karbon di dalam hutan, yang akan
disampaikan oleh Dr. Ir. Bahruni
b. Rantai produksi yang dimulai dari pemanenan sampai dengan
pengguna akhir hasil hutan kayu yang akan disampaikan oleh Dr.
Ir. Sudarsono Sudomo
c. Politik ekonomi dalam perdagangan karbon yang akan
disampaikan oleh Prof. Dr. Sofyan Warsito
d. Strategi nasional dalam menghadapi isu karbon, yang akan
disampaikan oleh Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo
Selanjutnya diiskusi diawali dengan penyampaian bahasan dari Dr.
Ir. Iman Santoso,Ir. Wandojo Siswanto, MSc, Prof. Dr. Rizaldi Boer.
Peserta Seminar
Peserta seminar direncanakan sebanyak ± 100 peserta yang terdiri
dari : Unit Eselon I dan II Lingkup Kementerian Kehutanan, Pokja
Perubahan Iklim Kementerian Kehutanan, Instansi teknis yang
tergabung dalam keanggotaan BKPRN, Dinas Kehutanan Provinsi,
Perguruan Tinggi, Dewan Nasional Perubahan Iklim, Dewan
Kehutanan Nasional, APHI, Perhutani, Inhutani dan undangan
lainnya.
13
Akhirnya, kami mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kapada para pakar yang telah berkenan menjadi
narasumber dan pembahas pada pelaksanaan seminar ini.
Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Bapak/Ibu atas
kehadirannya untuk mengikuti acara ini, dan atas nama
keseluruhan anggota panitia kami sampaikan permohonan maaf apa
bila ada hal-hal yang kurang berkenan dalam penyelenggaraan
kegiatan ini.
Untuk selanjutnya, kami mohon perkenan Bapak Direktur Jenderal
Planologi Kehutanan untuk memberikan arahan dan sekaligus
membuka secara resmi Seminar ” Dampak Perubahan Peruntukan
dan Fungsi Kawasan Hutan dalam Revisi RTRWP Terhadap Neraca
Karbon dalam Kawasan Hutan” Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 2 Juni 2010
Direktur Perencanaan Kawasan Hutan
Ttd
Basoeki Karyaatmadja
14
Sambutan dan Pembukaan Direktur Jenderal Planologi
Kehutanan pada Seminar Dampak Perubahan
Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan Dalam Revisi
RTRWP Terhadap Neraca Karbon Dalam Kawasan Hutan
yang diwakili oleh Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang
Ekonomi
Dr. Ir. Achmad Fauzi Mas’ud, M.Sc (Staf Ahli Menteri
KehutananBidang Ekonomi)
15
SAMBUTAN
DIREKTUR JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN
PADA ACARA PEMBUKAAN
SEMINAR DAMPAK PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN
FUNGSI KAWASAN HUTAN TERHADAP
NERACA KARBON DALAM KAWASAN HUTAN
Assalamu’alaikum Warakhmatullahi Wabarakatu,
Salam sejahtera bagi kita semua.
Yth. Para Pembicara;
Yth. Para Pembahas;
Yth. Pejabat Eselon I dan Eselon II Lingkup Kementerian Kehutanan;
Yth. Dekan Fakultas Kehutanan UGM dan IPB;
Yth. Anggota BKPRN;
Yth. Para Kepala Dinas Kehutanan Provinsi;
Yth. Sekretaris Dewan Nasional Perubahan Iklim;
Yth. Anggota Pokja Perubahan Iklim Kementerian Kehutanan;
Yth. Direktur Utama Perum Perhutani;
Yth. Direktur PT. Inhutani I s/d V;
Yth. Ketua Dewan Kehutanan Nasional (DKN);
Yth. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI)
Bapak, Ibu Hadirin sekalian yang berbahagia.
Marilah kita awali pertemuan ini dengan memanjatkan puji dan
syukur kehadirat Allah SWT. karena atas berkat rahmat dan karunia-
Nya kita semua dapat berkumpul untuk mengikuti acara seminar
"Dampak Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan Dalam
Revisi RTRWP Terhadap Neraca Karbon Dalam Kawasan Hutan" pada
hari ini.
Akhir-akhir ini isu perubahan iklim semakin mengemuka untuk
dibicarakan dan dibahas di berbagai belahan dunia. Meskipun saat ini
masih terdapat berbagai pandangan dalam menyikapi isu perubahan
16
iklim tersebut, baik yang menyangkut tingkat bahaya lingkungan
yang akan ditimbulkan, cara atau pendekatan mitigasi dan adaptasi
terhadap perubahan iklim, mekanisme insentif terhadap upaya
pengurangan dampak perubahan iklim, dan sebagainya. Dari
kesemuanya tersebut, yang sudah pasti adalah isu perubahan iklim
saat ini dapat kita rasakan bersama telah memberikan pengaruh
yang sangat luar biasa terhadap posisi (peran strategis) hutan dalam
perubahan iklim tersebut. Kiranya tidak berlebihan jika di dalam
kondisi "Dunia di Tengah Perubahan Iklim" seperti saat ini,
menempatkan hutan pada posisi yang strategis tersebut, karena
hutan tidak hanya mampu menyerap CO2 dari udara tetapi juga
mampu menyimpan CO2 dalam jangka waktu yang panjang.
Saudara-saudara sekalian,
Pandangan terhadap peran strategis hutan dalam isu perubahan
iklim tersebut, di satu sisi dapat merupakan pendorong bagi upaya
perbaikan kondisi dan pelestarian hutan, tetapi di sisi lain dapat pula
menjadi pembatas bagi upaya pengelolaan hutan yang diarahkan
untuk memperoleh manfaat ekonomi dari hasil hutan dan
pemanfaatan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di
luar sektor kehutanan. Pemanfaatan hutan khususnya pemanfaatan
hasil hutan berupa kayu saat ini sangat erat dikaitkan dengan isu
deforestasi. Lebih lanjut, isu deforestasi tersebut diposisikan sebagai
penyebab signifikan terjadinya perubahan iklim, meskipun kita
ketahui bersama bahwa emisi CO2 lebih banyak berasal dari hasil
pembakaran bahan bakar fosil untuk kepentingan industri,
transportasi, listrik, dsb.
Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa dengan terbitnya UU
No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, saat ini sebagian besar
provinsi melakukan review Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
nya. Dalam review RTRW tersebut sebagian besar provinsi
mengusulkan perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi areal
penggunaan lain (APL) untuk memenuhi kebutuhan lahan bagi
kepentingan pembangunan di luar sektor kehutanan. Seperti
pertanian, perkebunan, permukiman dan infrastruktur fisik seperti
jalan, perkantoran dsb. Kondisi ini tentunya akan menjadi perhatian
serius bagi semua pihak, karena kebutuhan lahan bagi
pembangunan tersebut akan menjadi bagian dari isu perubahan
17
iklim melalui isu deforestasi. Dengan demikian isu deforestasi
tersebut dipicu oleh adanya kegiatan konversi (perubahan
peruntukan) kawasan hutan menjadi APL, dan kegiatan pemanfatan
hutan khususnya hasil hutan kayu.
Pandangan pentingnya insentif bagi upaya pengurangan dan/atau
menghambat terjadinya perubahan iklim tersebut, memunculkan
berbagai skema yang antara lain menjadikan insentif tersebut ke
dalam mekanisme pasar (carbon trading). Mekanisme tersebut pada
prinsipnya diarahkan pada upaya untuk menunda pemanfaatan
dan/atau untuk lebih mengkonservasi hutan meskipun fungsi
pokoknya adalah hutan produksi. Hal ini pula yang dapat
menimbulkan isu baru ketika kebutuhan akan hasil hutan khususnya
kayu menjadi terbatas, demikian juga terhadap kebutuhan lahan
bagi pembangunan di luar sektor kehutanan.
Sebagaimana sudah kita ketahui bersama, terdapat berbagai sistem
silvikultur di dalam pemanfaatan hutan baik untuk hutan alam
maupun hutan tanaman, yang kesemuanya diharapkan dapat
menjamin keberlanjutan fungsi ekonomi/produksi, ekologi dan sosial
yang diperankan oleh kawasan hutan (SFM). Namun dalam isu
perubahan iklim masih diperlukan kejelasan terhadap posisi sistem
silvikultur ini, karena terdapat sebagian pandangan yang
memposisikan sistem ini sebagai penyebab emisi CO2.
Terhadap tuntutan kebutuhan lahan bagi pembangunan di luar
sektor kehutanan melalui konversi (perubahan peruntukan) kawasan
hutan menjadi APL, kiranya perlu ditempatkan secara proporsional di
dalam isu perubahan iklim melalui isu deforestasi. Keberhasilan
pembangunan tegakan hutan di luar kawasan hutan seperti di Desa
Selopuro dan Sumber Rejo di Kabupaten Wonogiri dan di desa-desa
lain di P. Jawa, ternyata mampu menjawab terbatasnya atau tidak
terpenuhinya luas minimum kawasan hutan yang harus ada di
sebuah DAS atau wilayah.
Mungkin lebih jelas dan mudah dipahami ketika isu deforestasi
tersebut muncul sebagai akibat konversi (perubahan peruntukan)
kawasan hutan menjadi APL untuk kepentingan pembangunan diluar
sektor kehutanan , tetapi tidak demikan halnya ketika upaya
18
pemanfaatan hutan berdasarkan sistem silvikultur tertentu yang
direncanakan dipandang (dikategorikan) sebagai penyebab
deforestasi.
Saudara-saudara sekalian
Banyak hal yang masih menjadi pertanyaan khususnya terkait
dengan pengaturan urusan kehutanan di Indonesia dikaitkan dengan
isu perubahan iklim tersebut. Pembagian kawasan hutan menjadi 3
(tiga) fungsi pokok secara relative permanen (yang masih
dimungkinkan terjadi perubahan dalam batas-batas dan kriteria
tertentu) dengan kejelasan arahan pemanfaatannya yaitu sebagai
hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi tentunya akan
mempunyai implikasi yang berbeda terhadap peran hutan di dalam
isu perubahan iklim tersebut.
Pada seminar kali ini kita berharap dapat memperoleh penjelasan
dari pakar manajemen hutan untuk menjelaskan bagaimana siklus
hidup hutan baik hutan alam maupun hutan tanaman dalam
kaitannya dengan rantai penyerapan dan penyimpanan karbon di
dalam hutan. Dari pakar lain diharapkan dapat diperoleh penjelasan
bagaimana rantai produksi hasil hutan yang dimulai dari pemanenan
(penebangan pohon), pengolahan sampai dengan pengguna akhir
dalam kaitannya dengan emisi CO2. Disamping hal-hal teknis
tersebut, juga diperlukan penjelasan bagaimana peluang
implementasi mekanisme perdagangan karbon di Indonesia
khususnya di sektor kehutanan, serta strategi nasional dalam
menghadapi isu perubahan iklim khususnya kesiapan kelembagaan
kehutanan saat ini dan ke depan.
Saudara-saudara sekalian
Demikian beberapa hal yang ingin saya sampaikan. Terima kasih
atas kehadiran dan peran sertanya dalam Seminar “Dampak
Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan Dalam Revisi
RTRWP Terhadap Neraca Karbon Dalam Kawasan Hutan ini”.
Terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kami
sampaikan kepada seluruh pihak yang telah memberikan dukungan
atas penyelenggaraan ini.
19
Khususnya kepada para narasumber yang diantara kesibukannya
masih menyempatkan untuk dapat memenuhi undangan kami, sekali
lagi kami ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-
tingginya.
Akhirnya, saya mengucapkan selamat berseminar dengan harapan
dapat dihasilkan rumusan solusi permasalahan pemanfaatan ruang.
Dengan mengucapkan Bismillahirrohmanirahim SEMINAR “DAMPAK
PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DALAM
REVISI RTRWP TERHADAP NERACA KARBON DALAM KAWASAN
HUTAN” saya nyatakan dengan resmi dibuka.
Wassalamualaikum Wr.Wb.,
DIREKTUR JENDERAL
PLANOLOGI KEHUTANAN,
Ttd
SOETRISNO
20
2010
Seminar Dampak Perubahan
Peruntukan dan Fungsi Kawasan
Hutan Dalam Revisi RTRWP
Terhadap Neraca Karbon Dalam
Kawasan Hutan
MAKALAH
PEMBICARA
21
Pembicara
Dr. Ir. Bahruni
Fakultas Kehutanan IPB
Neraca atau Siklus Karbon di dalam Hutan
22
NERACA ATAU SIKLUS KARBON DI DALAM HUTAN
(Oleh: Dr. Ir. Bahruni)
A. PERKEMBANGAN HUTAN INDONESIA
Tanah atau lahan negara merupakan sumberdaya pentinguntuk berbagai keperluan pembangunan nasional dan daerah.Adanya tata ruang yang mengatur alokasi sumberdaya lahan untukberbagai penggunaan, yang mengharmoniskan kepentingkan tujuanekonomi, lingkungan ataupun kepentingan masyarakat secara luasmerupakan prasyarat optimalisasi penggunaan ruang/ lahan.Alokasi lahan yang ditujukan untuk pembangunan kehutanan di aturdalam tata ruang wilayah nasional, akan memberikan kepastianstatus kawasan hutan dan sasaran pengurusan hutan dankehutanan, dilakukan melalui penetapan dan pengukuhan kawasanhutan. Sesuai dengan fungsi utama setiap ekosistem hutan yangmemiliki karakteristik tertentu ditetapkan untuk hutan konservasi,hutan lindung, hutan produksi yang akan membentuk hutantetap/permamen. Di samping itu ada kawasan hutan yang bersifattemporal yaitu hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) untukberbagai kepentingan pembangunan.
Tutupan lahan pada suatu kawasan hutan bisa berupa hutandengan berbagai tingkatan kualitas, ataupun non hutan. Kondisihutan ini akan menentukan besar kerapatan karbon di setiap hutan.Kebijakan pemanfaatan hutan alam yang umumnya dalam kondisiklimaks (dilihat dari segi riwayat gangguan disebut hutan primer),menggunakan sistem silvikultur tebang pilih (manajemen hutantidak seumur). Salah satu karakteristik ekonomi dan manajemenhutan adalah adanya multi sifat dalam satu wujud tegakan. Sifat ituberupa produk yaitu kayu dan non kayu juga sekaligus sebagaipabrik yang menghasilkan produk itu. Pemanenan hasil kayusekaligus menghilangkan pabriknya, yang dapat menggangguketersediaan sumberdaya hutan dalam jangka panjang.
Berdasarkan data statistik kehutanan yang dibuat dandidokumentasikan oleh Ditjen Planologi, seperti dokumen neracasumberdaya hutan (NSDH 1998, 2002, 2005), peta deforestasiIndonesia periode 2003-2006, menunjukkan penurunan luas danpotensi hutan Indonesia. Banyak data dan pendapat yangmenyatakan bahwa kerusakan hutan disebabkan kombinasi berbagaifaktor.
Faktor teknis manajerial, motif ekonomi yang tidak disertaikemauan mempertahankan ketersediaan hutan jangka panjang, tata
23
kelola dan regulasi yang tidak mampu menumbuhkan perilakupengelolaan hutan yang baik, birokrasi yang yang belum efisien,karakter opportunis, ketidakpastian lahan (masalah tenurial & tataruang) dan lain-lain.
Fakta bahwa hutan alam semakin berkurang sedangkanpembangunan hutan tanaman (HTI) relatif lambat dan keberhasilanreboisasi, penghijauan, rehabilitasi lahan dan hutan juga masihrendah. Pada tahun 2005 dari luas total 131, 65 juta ha, hutanprimer hanya tersisa 35,85%, sedangkan hutan sekunder mencapai32,37% dan tidak berhutan cukup luas yaitu 31,78%. Data luaskawasan hutan Indonesia menurut fungsi hutan tahun 2005 diLampiran 1. Berdasarkan data Peta Deforestasi Indonesia Periode2003-2006 dan data luas pada akhir tahun 2005 (awal 2006),diestimasi laju deforestasi di setiap kondisi hutan (hutan primer dansekunder) untuk masing-masing fungsi hutan. Secara umumdeforestasi tertinggi terjadi di HP sebesar 0,8%/thn, sedangkankondisi hutan yang tercepat terdeforestasi adalah hutan sekunder diHPK yaitu 1,77%/thn diikuti hutan sekunder di HP sebesar1,16%/thn (Tabel 1).
Tabel 1. Analisis laju deforestasi Indonesia periode 2003-2006
a. Deforestasi terhadap luas total setiap fungsi hutan 2003-2006
Deforestasi KSA+KPA HL HPT+HP HPK
Hutan primer 0,04% 0,05% 0,04% 0,02%
Hutan sekunder 0,21% 0,35% 0,63% 0,43%
Total 0,26% 0,42% 0,80% 0,48%
b. Deforestasi terhadap luas masing-masing kondisi hutan
Deforestasi KSA+KPA HL HPT+HP HPK
Hutan primer 0,08% 0,11% 0.16% 0,07%
Hutan sekunder 0,88% 1,18% 1.62% 1.77%
Total 0,26% 0,42% 0.80% 0,48%
Note: diolah dari informasi peta deforestasiIndonesia 2003-2006
Apakah perkembangan hutan yang semakin menurun ini, akan terusterjadi dengan kecepatan yang semakin cepat atau semakinmelambatkah. Bagaimana pengaruh review Rencana Tata Ruang
24
Wilayah (nasional dan propinsi, kabupaten/kota) terhadap kuantitasdan kualitas hutan Indonesia, untuk mendukung berbagaikelangsungan sistem produksi hutan dan industri berbasis hasilhutan, serta memberikan jasa ekologis skala lokal nasional danglobal. Diantara jasa ekologis itu adalah penyerapan karbon padahutan baru (hutan tanaman) maupun hutan alam. Sebagaimanadiketahui perkembangan hutan dan stok karbon hutan dipengaruhioleh banyak faktor, diantaranya kepastian kawasan, melaluikemantapan tata ruang.
B. SIKLUS & NERACA KARBON HUTAN
Pembahasan tentang stok atau neraca karbon ekosistemhutan tidak terlepas dari pemahaman tentang siklus atau alirankarbon itu. Ekosistem memiliki empat komponen dasar yaitu a)substansi abiotik, b) produser (autotrophic), c) konsumer, d)dekomposer. Di dalam ekosistem (termasuk ekosistem hutan)terjadi proses pertukaran materi seperti air,unsur-unsur hara,ataupun bahan kimia, polutan dll, dan perubahan energi secara terusmenerus, yang mempengaruhi kelangsungan ekosistem sepertitingkat produktivitas, integritas dan kelestariannya.
Di dalam ekosistem dengan seluruh unsur pembentuknyatersebut terdapat tujuh atribut yang menjadi karakteristiknya(Kimmins, 1987 dalam Vogt et. al, 1997) yaitu a) strukturekosistem, b) fungsi ekosistem, c) kompleksitas sifat setiap unsurmaupun hubungan fungsional diantara komponennya, d) adanyainteraksi dan ketergantungan setiap komponen di dalam ekosistem,e) ekosistem tidak terlepas dengan dimensi ruang, f) ekosistemselalu mengalami perubahan temporal. Dalam konteks perubahantemporal ini sumber perubahan bisa dari faktor alam seperti cuacaataupun iklim, ataupun perbuatan manusia (antrophogenic).Tindakan manusia ini bisa secara terorganisir berupa tindakanpengelolaan ekosistem itu ataupun tindakan lainnya atau mengubahekosistem tersebut. Di dalam ekosistem terdapat kemampuan atauproses yang setelah adanya gangguan ekosistem akan menujukondisi semula (kondisi stabil) dinamakan proses suksesi(succession), sedangkan proses yang semakin menjauh dari kondisistabil karena adanya gangguan yang kronis dinamakan prosesretrogesi (retrogession), menuju degradasi dan deforestasi.
Siklus karbon pada ekosistem hutan menyangkut prosespenyerapan dan emisi karbon ke atmosfer. Proses ini dipengaruhioleh beberapa faktor atau kondisi yaitu :
25
1. Kondisi vegetasi : meliputi jenis atau tipe vegetasi atau hutan halini terkait dengan sifat biologi tanaman, dan umur tanaman,yang mempengaruhi respon vegetasi terhadap karbon dioksida diatmosfer.
2. Kondisi tempat tumbuh dan lingkungan (faktor edafis, klimatisdan faktor hayati lainnya) : menyangkut geomorfologi, kondisitanah, unsur-unsur hara di tanah, curah hujan, kelembaban,suhu, jenis dan kepadatan populasi herbivor dan lain-lain.
3. Kondisi pengelolaan dan gangguan : menyangkut pengaturanruang (tata ruang), penentuan peruntukan/ penggunaan lahandan hutan, kegiatan pengelolaan sesuai dengan fungsi hutan dantujuannya. Adapun gangguan yang bersifat alami seperti stresoleh perubahan lingkungan, kemarau, ledakan gangguan hamadan penyakit, gangguan perbuatan manusia seperti pembakaran,eksploitasi tidak tidak terkelola (berlebihan) dan lain-lain.
Tata ruang berperan memberikan kepastian ruang bagi suatuekosistem yang memungkinkan atau prasyarat untuk pelaksanaanpengelolaan ekosistem dengan tujuan kepentingan sosial secaraluas. Di dalam hal peningkatan atau pemeliharaan akumulasi ataustok karbon di dalam produk primer (biomasa). Disamping faktortata ruang, tentu saja ada beberapa faktor lain yangmempengaruhinya, sebagaimana disebutkan di atas.
26
Gambar 1. Proses siklus karbon hutan berdasarkan prosespenyerapan dan emisi karbon ke atmosfer
Pengelolaan ekosistem hutan merupakan upaya untukmeningkatkan pengaruh positif terhadap proses ekologis danmeminimalkan perubahan dari kondisi ekologis yang diinginkan(terkait dengan sistim output seperti berbagai hasil hutan yangdapat dipanen, tata air yang baik, keindahan bentang alam, kualitashabitat, dll) ke arah yang kurang diinginkan seperti banjir, erosi,kematian tegakan, penurunan populasi satwaliar,penurunan atauperubahan tutupan tajuk, penurunan stok karbon, dll). Di dalampengelolaan ekosistem hutan sistem outputnya terkait dengan sikluskarbon. Untuk memahami siklus karbon ditunjukkan pada Gambar 1.
Siklus Karbon merupakan proses penyerapan dan emisikarbon, yang hasil akhirnya adalah akumulasi atau stok karbon ditegakan atau hutan. Neraca Karbon akan menggambarkanperubahan stok karbon dari waktu ke waktu di dalam ekosistemhutan tersebut di dalam suatu ruang.
Ada beberapa konsep umum yang mengukur hasil yang terjadipada siklus karbon ini yaitu Produksi Primer Bruto (Gross PrimaryProduction), Produksi
DEFORESTASI,
DEGRADASI
DEKOMPOSISI,
RESPIRASI
HETEROTROPHIC
RESPIRASI
AUTOTROPHICFOTOSINTESIS
REGENERASI
, MATI
O2
TEGAKAN :
PRODUKSIPRIMERNETO;
PRODUKSIEKOSISTEMNETO
PERTUMBUHAN
NETO
PANEN, PAKAN
HERBIVOR
A
T
M
O
S
F
E
R
G
CO2
MANAJEMEN EKOSISTEM , ANTHROPOGENIC
TANAH & SERASAH
CO2
SPACE
O2
E
M
I
S
E
M
I
S
MATAHARI
27
Primer Neto (Net Primary Production) dan Produksi Ekosistem Neto(Net Ecosystem Production), yang diacu dari Vogt et. al (1997). Produksi primer bruto (PPB) merupakan penyerapan karbon dari
atmosfer melalui proses fotosintesis dengan bantuan energimatahari dan klorofil pada vegetasi.
Produksi primer neto (PPN) merupakan gambaran jumlah energiyang difiksasi menjadi bahan kimia (karbon) oleh vegetasidikurangi oleh energi respirasi (R) oleh vegetasi (autotrophic)berupa pelepasan karbon dioksida ke atmosfer. Secara matematikPPN = PPB – R, namun pengkuran fotosintesis dan respirasi inirelatif sulit. Di dalam keperluan manajemen diperlukan carapraktis, yaitu mengukur biomasa pada vegetasi/hutan, ditambahbiomasa yang ada pada bagian yang mengalami regenerasi/mati(serasah) dan ditambah bagian vegetasi yang dimakan hewanherbivor.
Produksi ekosistem neto (PEN) merupakan gambaranmetabolisme ekosistem total yaitu pembentukan bahan organik(karbon) neto di suatu ekosistem. Yaitu biomasa vegetasidikurangi pelepasan karbon keatmosfer oleh respirasiheterotrophic, berupa dekomposisi bahan organik dari bagianyang mati (nekromasa) atau dekomposisi bahan organik olehorganisme tanah, termasuk juga dekomposisi dari yang dimakanoleh hewan herbivor.
Di dalam kepentingan pengelolaan, maka dimensi ruang yangtidak dapat dipisahkan dengan ekosistem dimasukan dalamperhitungan. Skala ruang ini bisa pada berbagai tingkatan. Produksiprimer pada skala ruang ini adalah PEN dikurangi denganpengurangan biomasa (karbon) oleh tindakan pengelolaan ataupungangguan, seperti pemanenan, kebakaran dll. Skala ruang ini bisadari tingkat sempit sampai luas, yaitu :
Produksi biomasa pada skala ekoton. Ekoton merupakan zonatransisi diantara individu vegetasi ataupun diantara komunitasvegetasi.
Produksi biomasa neto pada skala tegakan (stand level) atauProduksi tegakan neto (PTN). Tegakan didefinisikan sebagaiwilayah yang dicirikan oleh struktur vegetasi yang cukuphomogen, kesamaan umur, tipe tanah, topografi, iklim mikro,kesamaan riwayat gangguan masa lalu dan sekarang, sertadikelola sebagai suatu unit pengelolaan.
Produksi biomasa neto pada skala DAS (watershed level), atauwilayah sungai (PDN). Produksi neto pada daerah yang dicirikanoleh kesatuan proses hidrologis.
28
Produksi neto pada skala bentang alam (landscape level).
Produksi biomasa neto pada skala biome (biome level). Biometerdiri dari komunitas vegetasi yang signifikan berbeda dengankomunitas vegetasi lainnya, dicirikan oleh kesamaan kualitasseperti tinggi tajuk, jumlah strata vegetasi dll (kimmins, 1987dalam Vogt et. al, 1997). Deliniasi biome biasanya didasarkanatas variabel iklim seperti curah hujan tahunan, temperatur rata-rata tahunan sebagai pembagian komunitas vegetasi, disebut jugatipe vegetasi klimatis. Seperti hutan tropis dibagi atas hutanhujan tropis, hutan musim dan lain-lain.
Pengelolaan lahan dan vegetasi pada level biome dapat Lebihlanjut mempertimbangkan faktor penciri edafis digabungkan denganfaktor klimatis sehingga lebih rinci menjadi tipe-tipe hutan. Padaskala ini memungkinkan membuat beberapa skenario pengelolaanperubahan lahan dan hutan. Apabila dipertimbangkan unsur waktupada suatu siklus karbon maka PPN merupakan pembentukan stokkarbon jangka pendek. Sedangkan proses dekomposisi bahanorganik yang akan melepas karbon ke atmosfer membutuhkanwaktu cukup panjang, yang akan mengurangi stok biomasa (karbon)di dalam ekosistem (PEN). Produksi biomasa neto pada skalategakan, tipe vegetasi ataupun bentang alam memperhitungkanpengurangan-pengurangan biomasa (karbon) oleh faktor diluarsistem alami, yaitu tindakan pengelolaan seperti penebangan danpembinaan hutan. Oleh karena itu diperlukan evaluasi neraca karbonterkait dengan ruang dan waktu.
Neraca Karbon dapat sebagai salah satu cermin kualitas tatakelola ekosistem hutan. Faktor penting yang terkait mempengaruhineraca karbon antara lain, adalah :
Faktor yang mempengaruhi siklus karbon (fotosintesis, respirasidan dekomposisi)
Faktor prasyarat berupa kepastian ruang kelola, kepastian bentukpenggunaan/ pengelolaan, kepastian hak pengelolaan, yangdijamin secara legal.
Faktor harmonisasi kepentingan para pihak di dalam pengelolaanekosistem hutan, untuk pencapaian tujuan ekonomi, sosial danlingkungan.
Gambaran perubahan kondisi hutan di dalam kawasan hutan,kemungkinannya dapat secara gradual atau secara cepat dari satukondisi ke kondisi lainnya. Perubahan ini kearah peningkatan karbon(kuantitas dan kualitas hutan) berupa reforestasi atau restorasi, atauperubahan penurunan stok karbon atau peningkatan emisi karbon ke
29
atmosfer, suatu proses deforestasi dan degradasi hutan. Proses itudisajikan pada Gambar 2 berikut ini.
Gambar 2. Proses reforestasi, deforestasi & degaradasi hutan
Dalam mitigasi perubahan iklim hutan berperan dalam waktuterbatas, karena pada hutan klimaks stok karbon relatif stabil,penyerapannya sangat kecil, dibandingkan tegakan muda. Padahutan yang dikelola secara lestari stok karbon dapat dianggapkonstan. Kecuali ada gangguan deforestasi dan degradasi yangmengancam emisi dari stok karbon hutan tersebut.
Berikut ini diuraikan pengelolaan hutan alam dan hutantanaman pada siklus dan neraca karbon di dalam kawasan hutanIndonesia.
1. Pengelolaan pada HP mencakup dua skenario yang digunakanadalah :
a. Skema pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL), untukhutan alam dan hutan tanaman.
b. Skema pengelolaan hutan alam dan hutan tanaman padakondisi terjadi deforestasi, data historis 2003-2006.
2. Pengelolaan hutan pada fungsi HL, KSA & KPA, HPK diasumsikansebagaimana pengelolaan yang ada sekarang ini. Programintervensi terhadap deforestasi dan degradasi di HL, KSA & KPA,dan HPK tidak secara khusus atau tidak ada peningkatan. Skemadeforestasi berdasarkan data historis periode 2003-2006
KAWASAN NON HUTAN
PERKEBUNAN
PERTANIAN
SEMAK BELUKAR
PEMUKIMAN
HUTAN ALAM
KLIMAKS
HUTAN
DIKELOLA/PHPL
HUTAN SEKUNDER
TERDEGRADASI
SEMAK BELUKAR,
RUMPUT
Deforestasi
Degradasi
Reforestasi,
Restorasi
KA
W
AS
A
N
H
UT
A
N
30
digunakan pada neraca karbon HL, KSA & KPA serta HPK.Penghitungan neraca karbon pada skala nasional.
Siklus karbon Hutan Produksi (HP) akan menghasilkanpertumbuhan neto tegakan. Pada hutan alam terkait dengandinamika tegakan, yang dianalisis dengan model pertumbuhan klasdiameter, yaitu (Michie, 1985; Michie & McCandless, 1986; Davis &Johnson, 1987; Vanclay, 1994; Tarumingkeng, 1994; Suhendang,1999)
Nk,t+1 = Nk,t +Ik - Uk - Mk - Hk,
Nk,t+1 adalah jumlah pohon kelas diameter k pada periode t+1;
Nk,t adalah jumlah pohon kelas diameter k pada periode t;
Ik adalah ingrowth ke kelas diameter k selama periode;
Uk adalah upgrowth dari kelas diameter k selama periode;
Mk adalah mortalitas pada kelas diameter k selama periode;
Hk adalah jumlah pohon yang dipanen pada kelas diameter k selamaperiode
Data pertumbuhan tegakan hutan alam menggunakaninformasi hasil penelitian dibeberapa lokasi pada ekosistem hutanhujan tropis dataran rendah (Bahruni, 2008). Potensi karbon hutanalam primer dari lembaga Penelitian IPB (1992), hutan bekastebangan dan sekunder hutan rawa dari Bahruni (2010),Rochmayanto (2009), Rahayu (2009). Pengelolaan hutan alammenggunakan sistem TPTI siklus tebang 35 tahun, dan TPTII dengansiklus tebang 25 tahun. Data siklus karbon hutan alam TPTII selama25 tahun pertumbuhan dari Hardiansyah (2009).
Adapun pertumbuhan tegakan hutan tanaman bersumber daridata tiga lokasi Unit Manajemen HTI di Sumatera dan Kalimantan.Hasil inventarisasi plot contoh & plot permanen untuk jenis A.crassicarpa, A. mangium dan E. pellita. Riap diduga dengan modelpertumbuhan yaitu :
A. crassicarpa : C = 42,032 Ln X + 2,5573. (R2 = 09882)
E. Pellita : C = -0,1301 X3 + 2,4791 X2 + 3,2142 X + 1,0174 (R2
= 09896)
A. mangium : C= -0,0955 X3 +1,6646 X2 + 13,732 X –15,698 (R2
= 09928)
Kurva perkembangan stok karbon (neraca) hutan alam terbagiatas TPTI, TPTII (TPTII-1 hanya memasukan stok karbon tegakan,TPTII-2 memperhitungkan karbon tegakan+serasah+pohon mati,
31
sebagai Produksi Primer Neto). Pada Gambar 3 pengelolaan hutanalam dimulai dari penebangan hutan alam klimaks (primer) stok 237tC/ha. Penebangan TPTI menurunkan stok karbon menjadi (hutanbekas tebangan/LOA) TPTI menjadi 101 tC/ha. Pada skenario PHPLmaka melalui model penduga dinamika tegakan hutan bekastebangan (Bahruni, 2008) pada saat siklus tebang ke 2 (35 tahunkemudian) stok hutan alam naik mencapai 186 tC/ha. Adapunpenebangan TPTII mengakibatkan stok karbon hutan alam bekastebangan turun menjadi 49-98 tC/ha. Setelah 25 tahun kemudianstok karbon meningkat mencapai 219 tC/ha untuk stok tegakansaja, dan mencapai 271 tC/ha untuk stok karbon tegakan + serasah+ pohon mati. Produksi primer neto pada TPTI dan TPTII itu polanyatetap selama analisis, karena tidak ada faktor gangguan, kelestarianhutan dan hasil hutan dapat tercapai.
0
50
100
150
200
250
300
1 10 19 28 37 46 55 64 73 82 91 100
Waktu (thn)
Sto
kK
arb
on
Hu
tan
Ala
m(t
C/h
a)
HA-TPTII-2 HA-TPTI HA-TPTII-1
Gambar 3. Dinamika stok karbon pengelolaan hutan alam TPTI &TPTII
Pada skenario terjadi deforestasi, yang mempengaruhi kelajukematian di luar data kematian pada model, yaitu deforestasisebesar 0,8%/thn. Akibat deforestasi terjadi pada areal HP yangdikelola dengan TPTI dan TPTII (TPTJ), maka laju produksi biomasamenurun dibandingkan pada PHPL (Gambar 4).
32
-
50
100
150
200
250
1 7 13 19 25 31 37 43 49 55 61 67 73 79 85 91
Waktu (thn)
Sto
kK
arb
on
(tC
/ha
)
Def HA-TPTI Def HTI
Gambar 4. Dinamika stok karbon pada pengelolaan hutan alam TPTIdan pengelolaan HTI pada pengaruh deforestasi.
Siklus karbon pada pengelolaan HTI, dimulai dari perubahanhutan alam sekunder dan hutan bekas tebangan. Pada hutansekunder Rawa stok karbon 50 tC/ha, dan bekas tebangan sebesar126 tC/ha, dan pada hutan lahan kering bekas tebangan 101 tC/ha.Model pertumbuhan digunakan melalui program Stella untukmenduga penyerapan karbon selama daur. Semua HTI (jenisMangium, Crassicarpa dan Pellita) dapat mengakumulasi karbonsebagai produksi primer neto lebih tinggi dari hutan alam semula,kecuali HTI jenis Crassicarpa yang dikembangkan di Hutan Gambutbekas tebangan yang memiliki stok karbon 126 tC/ha (Gambar 5).Apabila HTI dikembangkan di lahan tidak berhutan semua jenis HTIakan meningkatkan stok karbon di hutan.
0
50
100
150
200
250
1 5 9 13 17 21 25 29 33 37 41 45 49 53 57 61 65
Waktu (thn)
Sto
kK
arb
on
HA
-HT
I(t
C/h
a)
Skd-Crassicarpa LOA-CrassicarpaLOA-Mangium LOA-Eucaliptus
33
Gambar 5. Dinamika stok karbon pada pengelolaan HTI skema PHPL
Neraca karbon pengelolaan hutan alam dan HTI pada satuUnit Manajemen (UM), dianalisis untuk luas 35 ha (hutan alam danHTI) agar dapat diperbandingkan produksi biomasa yang diperoleh disetiap UM. Dinamika karbon skala Unit Manajemen jugamenggunakan skenario PHPL dan skenario pengaruh deforestasi.Pada luas UM yang sama masing-masing 35 ha, dengan daur atausiklus tebang yang berbeda-beda, diperoleh akumulasi stok karbonkondisi stabil (steady state pada pola pengaturan hasil selama siklustebang bukan steady state pada pertumbuhan) skenario PHPL.
Akumulasi stok karbon pada skenario PHPL, TPTI sebesar5.017,8 ton, TPTII-1 sebesar 4.050 ton dan TPTII-2 sebesar 5.885ton. Stok kondisi semula hutan primer di dalam satu UMpengelolaan hutan alam TPTI & TPTII sebesar 8.305 ton. Dengandemikian stok karbon kondisi steady state pengelolaan hutan alamTPTI & TPTII, lebih rendah dari stok hutan klimaks (steady statepertumbuhan). (Gambar 6).
Akumulasi stok karbon pengelolaan HTI pada skenario PHPLsatu UM luas 35 ha setelah selesai masa pembangunan satu daurmulai memasuki daur kedua mencapai 3.332 ton. Kondisi stok awalyaitu pada lahan kosong adalah 0 ton, sedangkan pada hutansekunder stok karbon awal 1.960 ton (35 ha x 56/ha ton). Dengandemikian akumlasi stok akrbon HTI lebih besar dari stok hutansemula, jadi berperan positif meningkatkan simpanan karbon dihutan (Gambar 6).
-1,0002,0003,0004,000
5,0006,0007,0008,0009,000
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49
Waktu (thn)
Sto
kK
arb
on
Un
it
Ma
na
jem
en
(to
n)
UM HA-TPTI UM-HTIhs UM-HTInh UM HA-TPTII
Gambar 6. Neraca karbon pada skala satu UM hutan alam dan HTIpada skenario PHPL
34
Skenario pengaruh deforestasi pada satu Unit Manajemenhutan alam maupun hutan tanaman tentu akan menurunkanakumlasi stok karbon, sehingga semakin lama kondisi stok semakinmenurun yang berarti emisi telah menguras stok karbon dihutan.
Gambar perkembangan atau neraca karbon pada satu UM pengaruhdeforestasi disajikan pada Gambar7.
-
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49
Umur (thn)
Sto
kK
arb
on
Un
it
Ma
na
jem
en
(to
n)
UM HA-TPTI UM-HTIhs UM-HTInh UM HA-TPTII
Gambar 7. Neraca karbon pada skala satu UM hutan alam dan HTIpada skenario pengaruh deforestasi
Neraca karbon di dalam kawasan hutan Indonesia diestimasimenggunakan beberapa asumsi/ skenario, yaitu :
Stok karbon hutan alam primer di semua fungsi hutan 237,29tC/ha, hutan sekunder sebesar 101 tC/ha.
Hutan sekunder pada HP merupakan keseluruhan UM pengelolaanhutan alam dengan TPTI yang sudah mencapai siklus tebangkedua stok karbon 35 ha sebesar 5.018 ton.
HTI yang sudah ada sebesar (definitif) 4.600.000 ha sudahmemasuki daur kedua. Pembangunan HTI ditargetkan total 15juta hektar, sehingga masih ada pembangunan HTI sebesar10.400.000 ha. Keseluruhan HTI baru dari HP yang tidakberhutan.
Laju deforestasi di masing-masing hutan (primer dan sekunder) disetiap fungsi hutan mengacu angka laju deforestasi pada Tabel 1.
Neraca karbon hutan di dalam kawasan hutan Indonesiamenggunaakan data luas kawasan tahun 2005 (Lampiran 1).
35
Analisis neraca karbon hutan di dalam kawasan selama 20 tahun.
Estimasi neraca karbon hutan Indonesia dengan skenario danasumsi tersebut, diperoleh peningkatan stok karbon dari awal 2007sampai tahun 2020. Peningkatan ini pengaruh pembangunan HTIyang dilakukan pada HP tanah kosong (tidak berhutan). Sehinggapenting untuk menekankan prioritas pembangunan HTI di areal tidakberhutan, agar peningkatan serapan karbon terjadi.
Neraca karbon setelah tahun 2020 mengalami defisit karenaproses deforetasi terus terjadi. Jadi meskipun sudah dilakukanupaya penyerapan karbon melalui pembangunan HTI sehinggaterjadi surplus karbon (peningkatan stok karbon), tetapi setelahselesai pembangunan HTI proses deforestasi tetap terjadi. Jadipenting adanya upaya yang nyata dari berbagai pendekatan secarakomprehensif antara lain kepastian kawasan hutan (tata ruang)untuk menurunkan laju deforestasi.
-100
-50
0
50
100
150
200
250
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19
Waktu (thn)
Peru
bah
an
Sto
kK
arb
on
Hu
tan
(ju
tato
n)
Surplus/Defisit
Gambar 8. Surplus dan defisit neraca karbon hutan Indonesiaselama 2006 - 2005
Data lebih rinci stok karbon di awal tahun dan di akhir tahunselama 20 tahun disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Estimasi neraca karbon hutan di dalam kawasan hutanIndonesaia 2006-2025
36
NERACA KARBON DI DALAM KAWASAN HUTAN 2006-2025 (jutaton)
Tahun Awal Tahun Akhir Tahun Surplus/Defisit
2006 - 17,473
2007 17,473 17,400 (73)
2008 17,400 17,348 (52)
2009 17,348 17,317 (31)
2010 17,317 17,308 (9)
2011 17,308 17,319 12
2012 17,319 17,352 33
2013 17,352 17,406 54
2014 17,406 17,481 75
2015 17,481 17,578 96
2016 17,578 17,695 117
2017 17,695 17,833 138
2018 17,833 17,992 159
2019 17,992 18,173 180
2020 18,173 18,374 201
2021 18,374 18,297 (77)
2022 18,297 18,221 (76)
2023 18,221 18,146 (75)
2024 18,146 18,071 (74)
2025 18,071 17,998 (73)
Note : pengolahan data NSDH 2005, peta deforestasi Indonesia, riaphutan alam, dan hutan tanaman
37
DAFTAR PUSTAKA
Badan Planologi. 1998. Neraca Sumberdaya Hutan Nasional 1998.Pusat Inventarisasi SDH dan Kebun. Badan Planologi DepartemenKehutanan dan Perkebunan.
Badan Planologi . 2002. Neraca Sumberdaya Hutan Nasional 2002.Pusat Inventarisasi & Statistik Kehutanan, Badan PlanologiKehutanan. Departemen Kehutanan dan Perkebunan.
Badan Planologi. 2008. Peta Deforestasi Indonesia Periode 2003-2006. Pusat Inventarisasi dan Perpetaan Hutan, Badan PlanologiDepartemen kehutanan.
Bahruni. 2009. Bahan Training Analisis Biaya Manfaat PenggunaanLahan dan Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan.Puslitsosek. Badan Litbang Kehutanan Departemen Kehutanan.Bogor.
Bahruni. 2008. Pendekatan Sistem dalam Pendugaan Nilai EkonomiTotal Ekosistem Hutan. Studi Kasus Hutan Alam Bekas Tebangan dikalimantan Tengah. Disertasi. Program Pascasarjana IPB. Bogor.
Bahruni. 2010. Valuasi Ekonomi Alternatif Pengelolaan KolaboratifBentang Alam Semenanjung Kampar. Tropenbos International -Indonesia Programme, Balikpapan.
Departemen Kehutanan. 2008. Peraturan Menteri Kehutanan RI NoP.68/Menhut-II/2008 Tentang Penyelenggaraan DemontrationActivities Pengurangan Emisi Karbon dari Deforestasi dan DegradasiHutan. Departemen Kehutanan.
Departemen Kehutanan. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan RI NoP.30/Menhut-II/2009 Tentang Tata Cara Pengurangan Emisi dariDeforestasi dan Degradasi Hutan (REDD). Departemen Kehutanan.
Departemen Kehutanan. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan RI NoP.36/Menhut-II/2009 Tentang Tata Cara Perizinan UsahaPemanfaatan Penyerapan dan /atau Penyimpanan Karbon padaHutan Produksi dan Hutan Lindung. Departemen Kehutanan.
Hardiansyah G. 2009. Potensi Pemanfaatan Sistem TPTII untukMendukung Upaya Penurunan Emisi dari Deforestasi dan DegradasiHutan (REDD). Studi Kasus Areal IUPHHK-HT PT. Sari Bumi Kusumadi kalimantan Tengah. Draft Disertasi. Sekolah Pascasarjana, IPB.Bogor.
Leuschner WA. 1990. Forest Regulation Harvest Scheduling andPlanning Techniques. New York, Chichester, Brisbane, Toronto,Singapore : John Wiley & Sons, Inc.
38
Lembaga Penelitian IPB. 1992. Studi Evaluasi Lingkungan HakPengusahaan Hutan PT. Sari Bumi Kusuma. IPB Bogor.
Pemerintah RI. 2008. Peraturan Pemerintah RI No 26 Tahun 2008Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
Rahayu, S. 2008. Kajian Perolehan Karbon Sebagai DampakIntervensi. Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol XIV (3) : 125-129.
Vogt KA, Gordon JC, Wargo JP, Vogt DJ, Asbjornsen H, Palmiotto PA,Clark HJ, O’Hara JL, Keaton WS, Weynand TP,Witten E. 1997.Ecosystem : Balancing Science with Management. Springer-VerlagNew York.
Wulansari M. 2008. Perbandingan Stok Karbon pada Hutanmangrove dan Non Mangrove di Pulau Dua Banten. Skripsi. ProgramStudi Sarjana Biologi, SITH ITB.
Yuli. 2003. Prospek Pengelolaan Agroforestry untuk TujuanPerdagangan Karbon. Studi Kasus di Kecamatan LeuwiliangKabupaten Bogor. Skripsi. IPB. Bogor.
39
Lampiran 1. Luas hutan Indonesia di setiap fungsi hutan 2005
FungsiHutan
HutanPrimer
HutanSekunder
TidakBerhutan Total
KSA+KPA 11,102,557 4,924,975 5,129,203 21,156,735
LH 15,696,537 9,403,474 6,232,122 31,332,133
HP 14,680,320 22,806,529 19,044,337 56,531,186
HPK 5,720,288 5,485,238 11,433,228 22,638,754
Total 47,199,702 42,620,216 41,838,890 131,658,808
Prosentase(%) 35,85 32,37 31,78 100
Note : sumber NSDH 2005
40
Lampiran 2. Perkembangan neraca karbon hutan primer dan
sekunder HL selama 20 tahun
4:15 AM Mon, May 31, 2010
Neraca Karbon HL
Page 4
1.00 27.00 53.00 79.00 105.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3.3e+009
3.55e+009
3.8e+009
250000000
650000000
1.05e+009
1: C HL[Hprimer] 2: C HL[Hsekunder]
1
1
1
1
2
2
2
2
Lampiran 6. Perkembangan neraca karbon HP (hutan primer, hutan
sekunder/ TPTI dan HTI) selama 20 tahun
41
7:52 PM Mon, May 31, 2010
Neraca Karbon HP
Page 5
1.00 5.75 10.50 15.25 20.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
3.35e+009
3.45e+009
3.55e+009
2.45e+009
2.95e+009
3.45e+009
500000000
2e+009.
3.5e+009
1: C HP[HA hp] 2: C HP[HA hs] 3: C HP[HTI]
1
1
1
1
2
2
2
23
3
3
3
Lampiran 3. Perkembangan neraca karbon hutan primer dan
sekunder KSA & KPA selama 20 tahun
4:47 AM Mon, May 31, 2010
Neraca Karbon KSA&KPA
Page 6
1.00 5.75 10.50 15.25 20.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
2.59e+009
2.615e+009
2.64e+009
420000000
460000000
500000000
1: C KSA&KPA[Hprimer] 2: C KSA&KPA[Hsekunder]
1
1
1
1
2
2
2
2
42
Lampiran 4. Perkembangan neraca karbon hutan primer dan
sekunder HPK selama 20 tahun
4:47 AM Mon, May 31, 2010
Neraca Karbon HPK
Page 7
1.00 5.75 10.50 15.25 20.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
1.335e+009
1.35e+009
1.365e+009
350000000
500000000
650000000
1: C HPK[Hprimer] 2: C HPK[Hsekunder]
1
1
1
1
2
2
2
2
43
NERACA ATAU SIKLUSKARBON DI DALAM HUTAN
BAHRUNIFAKULTAS KEHUTANAN IPB
Email: [email protected]
TATA RUANG
• Tata ruang yang mengatur alokasi sumberdaya
lahan untuk berbagai penggunaan, yang
mengharmoniskan kepentingan tujuan ekonomi,
lingkungan ataupun kepentingan masyarakat secara
luas merupakan prasyarat optimalisasi penggunaan
ruang/ hutan
• Tata ruang bukan satu-satunya faktor penentu
keberhasilan
44
KEMUNGKINAN RTRW THD HUTAN
TETAP BERUBAH
PERUNTUKAN & FUNGSI HUTAN
HUTAN PRIMER, SEKUNDER, NON HUTAN
BERTAMBAH
BERKURANG
KEMUNGKINAN RTRW THD HUTAN &KARBON HUTAN
KAWASAN NO NH UTAN
PERKEBU NAN
PERTANIAN
SEMAKBELUKAR
PEMUKIMAN
PERKO TAANDLL
HUTANALAMKLIMAKS
HUTANDIKELOLA/PHPL
HUTAN SEKUNDERTERDEGRADASI
SEMAKBELUKAR,RUMPUT
Deforestasi
Degradasi
Re forestasi,
Re storasi
KAWA
SAN
H
UTA
N
45
KONDISI HUTAN
• Banyak data yang menunjukkan kerusakan hutan
• Banyak pendapat yang menyatakan bahwa kerusakan hutan
disebabkan kombinasi berbagai faktor.
– Tata kelola danregulasi yang tidak mampu menumbuhkan perilaku
pengelolaanhutan yang baik, birokrasi yang yang belum efisien,
– Ketidakpastian lahan(masalahtenurial & tata ruang) dan lain-lain.
– Faktor teknis manajerial,
– Motif ekonomi yang tidak disertai kemauan mempertahankan
ketersediaan hutan jangka panjang,
– Karakter opportunis,
DEFORESTASI
•Tabel 1. Analisis lajudeforestasi Indonesia periode 2003-2006
a. Deforestasi terhadap luas total setiap fungsi hutan 2003-2006
Deforestasi KSA+KPA HL HPT+HP HPK
Hutan primer 0,04% 0,05% 0,04% 0,02%
Hutan sekunder 0,21% 0,35% 0,63% 0,43%
Total 0,26% 0,42% 0,80% 0,48%
b. Deforestasi terhadap luas masing-masingkondisi hutan
Deforestasi KSA+KPA HL HPT+HP HPK
Hutan primer 0,08% 0,11% 0,16% 0,07%
Hutan sekunder 0,88% 1,18% 1,62% 1,77%
Total 0,26% 0,42% 0,80% 0,48%
Note: diolah dari informasi peta deforestasi Indonesia2003-2006
46
SIKLUS KARBON
PROSES PENYERAPAN DAN EMISI KARBON, DENGANHASIL BIOMASA / STOK KARBON
PROSES INI PENGARUHI OLEH :
– KONDISI VEGETASI
– KONDISI TEMPAT TUMBUH & LINGKUNGAN (faktor
edafis, klimatis dan faktor hayati lainnya)
– KONDISI PENGELOLAAN & GANGGUAN
SIKLUS KARBON
DEFORESTASI ,DEGRADAS I
DEKOMPOSISI,RESPIRASIHETEROTROPHIC
RESPIRASIAUTOTROPHIC
FOTOSINTESIS
REGENERASI,MATI
O2
TEGAKAN : PRODUKSI PRIMER
NETO; PRODUKSI
EKOSISTEM NETO
PERTUMBUHANNETO
PANEN, PAKANHERBIVOR
ATMOSFER
GEOSFER
CO2
MANAJEMENEKOSISTEM , ANTHROPOGENIC
TANAH &SERASAH
CO 2
SPACE
O2
E
MISI
EMISI
MATAH ARI
47
HASIL SIKLUS KARBON
• Produksi Primer Bruto (PPB) :– Karbon hsl fotosintesis pada vegetasi.
• Produksi Primer Neto (PPN) :– Karbon hsl fotosistensis dikurangi respirasi vegetasi.
– PPN = PPB – R.
– Cara praktis : B vegetasi + B. serasah + B. vegetasi yangdimakan herbivor.
• Produksi Ekosistem Neto (PEN) :– PPN – Dekomposisi bahan organik bagian veg yang mati
• KARBON AREAL HUTAN :– PEN – PANEN – GANGGUAN LAIN
NERACA KARBON
• PENGELOLAAN HP :
– Skema PHPL (HA & HTI)
– Skema deforestasi, data historis 2003-2006.
• PENGELOLAAN HL, KSA & KPA, HPK:
– Skema pengelolaan sekarang (deforestasi, datahistoris periode 2003-2006).
48
MODEL PERTUMBUHAN
• SIKLUS KARBON PERTUMBUHAN TEGAKAN NETO
• HA : PERTUMBUHAN KLS DIAMETER
– Nk,t+1 = Nk,t + Ik - Uk - Mk – Hk
• HTI :
– A.crassicarpa :
– C = 42,032 Ln X + 2,5573. (R2 = 0,9882)
– E. pellita :
– C = -0,1301 X3 + 2,4791 X2 + 3,2142 X + 1,0174 (R2 = 0,9896)
– A. mangium :
– C= -0,0955 X3 +1,6646 X2 + 13,732 X –15,698 (R2 = 0,9928)
MODEL SIKLUS KARBON HA
pancang
t iang phn20
m p40
l j teb50
t eb total
m p30
phn40
up pan
kel uar
up t iang
lj up p m ti ang
m al am t
m p20
phn30up p20
lj up t
m teb t
m alam p30
m teb p30
l j up p20
up p30
j l up p30
m al am p20
m teb p20
phn50up p40
t eb50
m p50
teb40
l j up p40
phn60up p50
teb60
m alam p40
m teb p40
l j teb60
l j up p50
m teb p50
lj t eb40
m p60
m teb p60
m alam p50m alam p60
phn20
phn30 umur st lh t eb
masuksikl us teb
mul ai
teb total
karbon teg tot
phn40 phn50
phn60karbon VF
SUB SIST EM KA RBONT EGAKA NHA
49
MODEL SIKLUS KARBON HTI
S tok K arbon
Riap M Crss E u
Panen
O ut
M ode l Riap
Daurl j tebUm ur
In
m ulai
S UB S IST E M KA RB ON HTI
NERACA KARBON HP (PHPL)
0
50
100
150
200
250
1 5 9 13 17 21 25 29 33 37 41 45 49 53 57 61 65
Wa ktu (thn )
Sto
kK
arb
on
HA
-HT
I(t
C/h
a)
Skd-Crassicarpa LOA-CrassicarpaLOA-Mangium LOA-Eucaliptus
0
50
100
150
200
250
300
1 10 19 28 37 46 55 64 73 82 91 100
Waktu(thn)
Stok
Karb
onH
utan
Ala
m(tC
/ha)
HA-TPTII-2 HA-TPTI HA-TPTII-1
50
NERACA KARBON HP DEF.
-
50
100
150
200
250
1 7 13 19 25 31 37 43 49 55 61 67 73 79 85 91
Waktu (thn)
Sto
kKar
bon
(tC/h
a)
Def HA-TPTI DefHTI
NERACA PD SKALA UM (PHPL)
-1,0002,0003,0004,000
5,0006,0007,0008,0009,000
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49
Waktu (thn)
Sto
kK
arb
on
Un
it
Man
aje
men
(to
n)
UM HA-TPTI UM-HTIhs UM-HTInh UM HA-TPTII
51
NERACA PD SKALA UM DEF.
-
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49
Umur (thn)
Sto
kK
arb
on
Un
it
Man
aje
men
(to
n)
UM HA-TPTI UM-HTIhs UM-HTInh UM HA-TPTII
NERACA C KAWASAN HUTAN INDONESIA
Stok karbon hutan alam primer di semua fungsi hutan 237,29 tC/ha,hutan sekunder sebesar 101 tC/ha.
Hutan sekunder pada HP merupakan keseluruhan UM pengelolaan hutanalam dengan TPTI yang sudah mencapai siklus tebang kedua stokkarbon 35 ha sebesar 5.018 ton.
HTI yang sudah ada sebesar (definitif) 4.600.000 ha sudah memasukidaur kedua. Pembangunan HTI ditargetkan total 15 juta hektar,sehingga masih ada pembangunan HTI sebesar 10.400.000 ha.Keseluruhan HTI baru dari HP yang tidak berhutan.
Laju deforestasi di masing-masing hutan (primer dan sekunder) disetiap fungsi hutan mengacu angka laju deforestasi pada Tabel 1.
Neraca karbon hutan di dalam kawasan hutan Indonesia menggunakandata luas kawasan tahun 2005 (Lampiran 1).
Analisis neraca karbon hutan di dalam kawasan selama 20 tahun.
52
MODEL NERACA C HTN IND
L KSA&KPA Hp
L KSA&KPA Hs
KSA&KPA Nh
HL Hp
HL Hs
HL Nh
def1a
def1b
Ljdef1a
Ljdf1b
def2a
def2b
C KSA&KPA
Def HK
Lj def HK
Lj def2a
Ljdef2bC HL
Def HL
LjdefHL
C HP
Def HPRefHP
Lj ref
Lj defHP
Luas in
C HPK
Def HPK
LjdefHPK
HP Hp
Ref in
In HT
HP Hs
HPNh
Ljdef4a
def4a
def4b
HPK Hp
HPK Hs
HPK Nh
def3a
def3b
Ljdef3a
Ljdef3bLjdef4b
NERACA HUTAN
NERACA KARBON HTN INDNERACA KARBON DI DALAM KAWASAN HUTAN 2006 -2025 (juta ton)
Tahun Awal Tahun Akhir Tahun Surplus/Defisit
2006 - 17,473
2007 17,473 17,400 (73)
2008 17,400 17,348 (52)
2009 17,348 17,317 (31)
2010 17,317 17,308 (9)
2011 17,308 17,319 12
2012 17,319 17,352 33
2013 17,352 17,406 54
2014 17,406 17,481 75
2015 17,481 17,578 96
2016 17,578 17,695 117
2017 17,695 17,833 138
2018 17,833 17,992 159
2019 17,992 18,173 180
2020 18,173 18,374 201
2021 18,374 18,297 (77)
2022 18,297 18,221 (76)
2023 18,221 18,146 (75)
2024 18,146 18,071 (74)
2025 18,071 17,998 (73)
53
SURPLUS/DEFISIT KARBON HUTAN
-100
-50
0
50
100
150
200
250
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19
Waktu (thn)
Pe
rub
ah
an
Sto
kK
arb
on
Hu
tan
(ju
tato
n)
Surplus/Defisit
KESIMPULAN
• TATA RUANG DIHARAPKAN MEMBERIKANKEPASTIAN PENGGUNAAN LAHAN
• NERACA KARBON HUTAN DIPENGARUHIBANYAK FAKTOR
• PERLU UPAYA MENEKAN LAJU DEFORESTASI &DEGRADASI
• PENINGKATAN SERAPAN KARBON OLEH HUTANBARU : RESTORASI, HTI, HTR, HR dll
54
Pembicara
Dr. Ir. Sudarsono SudomoFakultas Kehutanan IPB
KARBON DALAM RANTAI SUPLAI KAYU
55
Karbon dalam Rantai Suplai Kayu
Sudarsono SoedomoFakultas Kehutanan IPB, Bogor
Ringkasan
Hutan untuk kepentingan memproduksi kayu tidak perlu
dipertentangkan dengan hutan untuk tujuan menyimpan karbon.
Keduanya dapat berjalan seiring. Melalui hutan produksi yang dikelola
dengan baik, jumlah karbon yang tersimpan dalam biomas lebih tinggi
dibandingkan jumlah karbon yang tersimpan dalam hutan yang
ditujukanmelulu untukmenyimpan karbon. Disamping keunggulan
dalammenambat danmenyimpan karbon, hutan produksi
dapatmembangkitkan kegiatan ekonomi masyarakat.
1. Pengantar
Tiga kata yang akhir-akhir ini sangat populer dalam diskursus
lingkungan adalah emisi, karbon, dan deforestasi. Bila satu hektar
hutan ditebang habis, imaginasi banyak orang adalah 200 ton karbon
terlepas ke udara. Adalah benar bahwa hutan yang masih berdiri
menyimpan karbon yang diambilnya dari udara selama proses
fotosintesis, tetapi sangat menyesatkan menyimpulkan bahwa bila
hutan yang bersangkutan ditebangmaka otomatis seluruh karbon
yang terkandungnya akan dilepaskan kembali ke udara. Kesesatan
pikir ini kemudianmenghasilkan kesesatan baru yangmenempatkan
kepentingan menghasilkan jasa penyimpanan karbon dan kepentingan
ekonomi dalam relasi trade-off.
Dewasa ini, penjualan karbon yang ditambat oleh hutan dapat
dilakukan dengan mempertahankan hutan tetap berdiri. Sementara
pasar bagi karbon hutan adalah problematik, banyak upaya telah
dilakukan untuk membuat pasar karbon berjalan, misalnya susunan
kelembagaan (Corbera et al., 2009), bank karbon untuk membuka
kesempatan bagi pemilik hutan skala kecil (Bigsby, 2009), penentuan
harga karbon yang tersimpan dalamtegakan (Hunt, 2008).
Sistem perdagangan karbon yang menyaratkan penyimpanan
karbon dalam tegakan hutan merupakan sistem yang rumit dan
56
berpotensi tidak efisien. Pembeli harus memantau karbon yang
disimpan secara periodik karena principal-agent problem.1
Kebocoran kayu dari hutan tanaman yang didedikasikan untuk
menyerap karbon sangat mungkin terjadi yang pada gilirannya
mempengaruhi pasar kayu (Sedjo and Sohngen, 2000). Kesalahan
adalah sangat mungkin terjadi dalam menghitung simpanan karbon
(Tavoni et al., 2007). Biaya transaksi berpotensi sangat tinggi (van
Noordwijk et al., 2008). 2
Dalam paper ini, saya akanmenunjukkan bahwa pemanenan
hutan dan pemanfaatan kayunya dengan bijaksana
berpotensimeningkatkan jumlah karbon yang tersimpan
danmeningkatkan kegiatan ekonomi. Bukan trade-off antar keduanya,
melainkan bergerak dalam satu arah. Organisasi paper ini dibuat
sesederhana mungkin. Setelah seksi pengantar ini, seksi
2mendiskusikan rantai suplai kayu dan neraca karbon. Berikutnya
adalah seksi 3 yangmenyampaikan kesimpulan.
2. Rantai Suplai Kayu dan Neraca Karbon
Untuk menduga neraca karbon sepanjang rantai suplai kayu
kita perlu mengetahui total karbon di dalam tegakan hutan, pola
pertumbuhan tegakan, tingkat efisiensi perubahan dari satu tahap ke
tahap berikutnya, daur yang digunakan, dan masa pakai produk kayu.
Secara garis besar, tahapan dalam rantai suplai kayu dapat dilihat
pada Gambar 1. Dalam pemanenan, kayu bulat yang diperoleh
merupakan suatu fraksi (sebesar α) dari biomas total tegakan hutan,
sedangkan selebihnya akan menjadi limbah di dalam hutan.
Pengolahan kayu bulatmenjadi produk akhir juga akanmenghasilkan
limbah. Rendemen pengolahan dicatat dengan β. Selanjutnya, produk
akhir akan digunakan oleh konsumen untuk beberapa waktu.
Disampaikan dalam Seminar “Dampak Perubahan Peruntukan dan Fungsi
KawasanHutan dalam Revisi RTRWP terhadap Neraca Karbon dalamKawasan Hutan”
tanggal 2 Juni 2010 di Jakarta.1 Pembeli merupakan principal dan penjual merupakan agent. Penjual mengetahui
informasi lebih lengkap ketimbang pembeli tentang hutan yang sedang ditransaksikan.2 Saat ini sangat banyak calo perdagangan karbon yang berkeliaran di sekitar kita.
57
Gambar 1: Rantai Suplai Kayu dari Hutan Produksi
Proses pengolahan kayu dari kayu bulat menjadi produk akhirdapat dibagi dua, yakni pengolahan primer dan sekunder. Efisiensipengolahan sekunder ini sangat beragamyang tergantung pada jenisproduk akhir yang hendak dihasilkan. Produk ukiran, misalnya,banyakmenghasilkan limbah tetapi untungnya tidak banyak kayu yangdiperuntukkan bagi produk ukiran. Jenis produk akhir ini juga akanmenentukanmasa pemakaian (Tabel 1). Secara kasar 50%karbonhutan dari panen diubahmenjadi produk bermasa pakai lama dansisanya digunakan untuk memproduksi barang bermasa pakai pendek(Perez-Garcia et al., 2005). Ingerson (2009) yang mengutip Smith etal menyebutkan 60% dari produk kayu solid primer dipakai untukpenggunaan yang berumur panjang. Perlakuan pengawetan terhadapkayu tentu saja akanmemperpanjang masa pakainya.
Tabel 1: Jangka Sekuestrasi Karbon dalam Penggunaan Akhir (Skog
and Nicholson, 1998)
58
Untuk analisis neraca karbon, kita akan mulai dengan satu unit
kayu olahan yang diperdagangkan dan kemudian digunakan oleh
konsumen per tahun. Dua model penyusutan terhadap kayu produk
akhir akan digunakan dalam analisis, yaitu:
1. Penyusutan per periode merupakan fraksi konstan (sebesar δ)
dari kayu produk akhir yangmasih tersisa. Jadi, setiap satu unit
kayu produk akhir yang dipakai selama satu periode akan
menyusut sebesar δ×1 dan menyisakan 1−δ.3 Setiap periode t
satu unit kayu produk akhir segar memasuki pemakaian dan
pada periode yang sama terjadi penyusutan sebesar δ dikalikan
dengan stok pada periode tersebut s(t ). Perubahan stok pada
periode t tersebut dapat diformulasikan sebagai berikut:
(1)
Solusi terhadap persamaan ini dengan kendala stok di awal periode s
(0) = 1 adalah
Penyusutan per tahun merupakan jumlah konstan sebesar d, sehingga
satu unit kayu produk akhir yang dipakai akan habis dalam jangka
waktu tahun. Model ini digunakan oleh Aber dan Melillo dalam Perez-
Garcia et al. (2005). Dengan model penyusutan ini, satu unit kayu
produk akhir akan tersisa sebesar 1−d setelah terpakai selama satu
tahun. Pemakaian dua tahun akan menyisakan 1−2d. Kayu akan
benar-benar habis ketika sisanya sama dengan nol, yakni 1−td = 0.
Dengan kata lain, kayu benar-benar habis terpakai setelah digunakan
selama t = 1/d. Model penyusutan
3Dinamika satu unit ini dari waktu ke waktu mengikuti s(t ) = e−δt . Dalam notasi diskrit,
ekspresi 1 dapat dituliskan sebagai berikut:
st = st−1 −δst−1 +1
Ketika kondisi steady state tercapai dimana stok kayu produk akhir terpakai sama untuk
sembarang t, yakni st = st+1 = s∗,maka jumlah stok kayu terpakai adalah sebesar s∗ = 1/δ
59
ini akanmenghasilkan dinamika stok kayu produk akhir dalam
pemakaian sebagai berikut:
Contoh dinamika stok kayu dalam penggunaan untuk kasus δ = 0,1
dan d = 0,1 dapat dilihat pada Gambar 2. Kondisi steady state untuk
model penyusutan pertama terjadi lebih lambat ketimbang pencapaian
kondisi steady state menurut model penyusutan kedua. Tingkat
steady state model penyusutan pertama lebih tinggi dari tingkat
steady state model penyusutan model penyusutan kedua. Jika setiap
tahun satu unit kayu olahan masuk dalam peredaran pemakai, maka
model penyusutan
pertama menghasilkan tingkat steady state 10 unit, sedangkan model
penyusutan kedua memberikan steady state 5 unit.
Gambar 2: Dinamika Stok Kayu Produk Akhir Dalam Pemakaian
60
Untuk memperkirakan berapa stok kayu dalam pemakaian yang lebih
realistis, kita perlu memilih berapa nilai δ dan d yang cukup realistis
dan
asumsi yang digunakan tentang keterpakaian kayu. Nilai δ dan d akan
sangat tergantung pada teknologi pengawetan dan jenis pemakaian
produk kayu.
Data pada Tabel 1 dapat digunakan sebagai pedoman untuk
menentukan nilai δ. Misalnya, half-life 100 adalah setara dengan δ =
0,007, sedangkan half-life 70 setara dengan δ = 0,010. Keterpakaian
kayu dapat dijelaskan sebagai berikut. Misalnya, suatu produk
dianggap masih dalam pemakaian jika setengah darinyamasih utuh.
Sebagai contoh, jika satu unit kayu produk akhir digunakan dan setiap
tahun mengalami penyusutan 0,1 unit, maka pada tahun keenam
akan tersisa 0,5 unit. Sisa ini dianggap tidak dapat dipakai lagi, lalu
dibuang, dan dianggap segera terdekomposisi untukmelepaskan CO2
ke udara.
Tabel 2 menyajikan hasil perhitungan stok kayu produk akhir dalam
pemakaian dalam keadaan steady state
Pertanyaan yang hendak dijawab sekarang adalah lebih banyak mana
stok kayu, dengan demikian juga stok karbon, antara bentuk hutan
61
berdiri atau hutan yang dikelola untuk dipungut kayunya? Pertanyaan
ini tidak terlalumudah untuk dijawab karena banyak faktor yang
mempengaruhinya. Saya memfokuskan diri pada penggunaan yang
berumur panjang yang menyerap sekitar 50% kayu dari hutan,
khususnya konstruksi. Jika tingkat efisiensi untuk menghasilkan satu
unit kayukonstruksi adalah β = 0,50, maka kayu bulat yang
dibutuhkan untuk memproduksinya adalah 2 unit. Kayu bulat yang
dipanen ini kurang lebih 60% dari total biomas dalam hutan atau
dengan kata lain α = 0,60 (Ingerson, 2009). Jadi 2 unit kayu bulat
yang dipungut adalah setara dengan 2/0.60= 3,33 unit biomas dalam
hutan.
Artinya, setiap periode (satu tahun) 3,33 unit biomas dari hutan harus
ditebang untuk menghasilkan satu unit kayu konstruksi. Untuk sampai
kepada jawaban yang dikehendaki, kita perlu tahu masa pakai dari
kayu konstruksi dan daur hutannya. Diasumsikan masa pakai kayu
adalah 100 tahun - penyusutan konstan sebesar 0,005 unit per tahun
dan masa pemakaian berlangsung hingga kayu yang tersisa adalah
50%. Pada kondisi steady state, jumlah unit kayu dalam pemakaian
mencapai 75,75 unit. Jumlah ini kurang lebih setara dengan biomas
hutan produksi normal yang berdaur 23 tahun dan dibiarkan tidak
ditebang.4 Jika daur yang digunakan kurang dari 23 tahun, maka
karbon yang tersimpan dalam produk akhir akan lebih tinggi
ketimbang karbon yang tersimpan dalam hutan berdiri.
Baik secara ekonomis maupun penambatan dan penyimpanan
karbon, hutan produksi menunjukkan keunggulan dibanding hutan
yang dibangun hanya untuk tujuan penambatan dan penyerapan
karbon.
Perlu pula diingat bahwa hutan produksi yang menghasilkan
kayu olahan tersebut juga masih menyimpan karbon. Berapa sesilih
biomas antara hutan produksi normal dengan hutan yang dibiarkan
khusus untukmenyimpan karbon? Kita perlu melihat dari pertumbuhan
tegakan. Misalnya fungsi pertumbuhan biomas adalah V (t ), yakni
biomas merupakan fungsi dari waktu. Gambar 3memperlihatkan
pertumbuhan tipikal dari suatu tegakan hutan. Selisih biomas antara
hutan produksi normal dan hutan karbon adalah daerah antara kurva
V (t ) dan garis putus-putus yang merepresentasikanbiomas
maksimal.5
62
2. Kesimpulan
4. Untuk menambah penambatan karbon, Indonesia harus lebih
banyak menanam dan memanenkayu dari hutan. Antara hutan
produksi dan hutan karbon tidak perlu dipertentangkan karena
melalui hutan produksi karbon yang tersimpan dalam biomas
sangat mungkin lebih banyak ketimbang karbon yang tersimpan
dalam hutan karbon.
5. Hutan produksi memberikan dampak ekonomi yang lebih
menguntungkan dibanding hutan yang melulu untuk karbon.
Aktivitas ekonomi dapat terguncang hebat dengan dialihkannya
hutan produksimenjadi hutan karbon.
6. Konstruksi rumah Indonesia masa depan seharusnya dari kayu,
bukan dari tembok dan beton. Disampingmenyimpan lebih
banyak karbon, rumah kayu lebih tahan gempa. Ini sangat
cocok untuk Indonesia yang sering dilanda gempa.
Pustaka
Bigsby, H. 2009. Carbon banking: Creating flexibility for forest
owners. Forest Ecology and Management, 257(1):378 – 383.
Corbera, E., Soberanis, C. G., and Brown, K. 2009. Institutional
dimensions of payments for ecosystem services: An analysis of
Mexico’s carbon forestry programme. Ecological Economics, 68(3):743
– 761.
Galik, C. S. and Jackson, R. B. 2009. Risks to forest carbon offset
projects in a changing climate. Forest Ecology and Management,
257(11):2209 – 2216.
Hunt, C. 2008. Economy and ecology of emerging markets and credits
for bio-sequestered carbon on private land in tropical Australia.
Ecological Economics, 66(2-3):309 – 318.
Ingerson, A. 2009. Wood Products and Carbon Storage: Can Increased
Production Help Solve the Climate Crisis? The Wilderness
Society,Washington, D.C.
63
Perez-Garcia, J., Lippke, B., Comnick, J., and Manriquez, C. 2005. An
assessment of carbon pools, storage, and wood products market
substitution using life-cycle analysis results. Wood and Fiber Science,
37:140–148. Corrim Special Issue.
Sedjo, R. and Sohngen, B. 2000. Forestry sequestration of CO2 and
markets for timber. Discussion Paper 00-35, Resources for the Future.
Skog, K. E. and Nicholson, G. A. 1998. Carbon cycling through wood
products: The role of wood and paper products in carbon
sequestration. Forest Product Journal, 48(7/8):75–83.
Tavoni, M., Sohngen, B., and Bosetti, V. 2007. Forestry and the
carbon market response to stabilize climate. Energy Policy, 35:5346–
5353.
Van Noordwijk, M., Suyamto, D. A., Lusiana, B., Ekadinata, A., and
Hairiah, K. 2008. Facilitating agroforestation of landscapes for
sustainable benefits: Tradeoffs between carbon stocks and local
development benefits in Indonesia
according to the fallow model. Agriculture, Ecosystems and
Environment, 126(98-112):5346–535
64
OUTLINEKARBON DALAM RANTAI SUPLAI KAYU
KARBON DALAM RANTAI SUPLAI KAYU
KA DALAM RANTAI SUPLAI KAYU
Sudarsono [email protected] Agricultural University
Jakarta, 2 Juni 2010
1. PENGANTAR
2. RANTAI SUPLAI KAYU
3. KESIMPULAN
65
1. Dewasa ini, penjualan karbon yang ditambat olehhutan dapat dilakukan dengan mempertahankanhutan tetap berdiri. Sementara pasar bagi karbonhutan adalah problematik, banyak upaya telahdilakukan untuk membuat pasar karbon berjalan,misalnya susunan kelembagaan (Corbera et al.,2009), bank karbon untuk membuka kesempatanbagi pemilik hutan skala kecil (Bigsby, 2009),penentuan harga karbon yang tersimpan dalamtegakan (Hunt, 2008).
2. Dalam paper ini, saya akan menunjukkan bahwapemanenan hutan dan pemanfaatan kayunya denganbijaksana berpotensi meningkatkan jumlah karbonyang tersimpan dan meningkatkan kegiatanekonomi. Hubungan keduanya tidak harus trade-off,melainkandapat berjalan searah.
66
67
68
Pembicara
Prof. Dr. Sofyan P.Warsito, Ph.D.
Fakultas Kehutanan UGM
POLITIK EKONOMI DALAM PERDAGANGAN KARBON
69
POLITIK EKONOMI DALAMPERDAGANGAN KARBON
Oleh: Sofyan P.Warsito, Ph.D.
Fakultas Kehutanan UGM
PENYERAPAN KARBON ADALAHJASA LINGKUNGAN (JL)
• Banyak jenis jasa lingkungan, ada yang sudah mencapaitahap komersial dan ada yang belum mencapai tahap itu.
• Pertama: Jasa Lingkungan adalah salah satu bentukeconomics goods and services. Apa itu ? Periksa gambar 1dan 2.
70
A
B
Demand foroks igen oleh A
Demand for oksigen
oleh B
PriceO2
PriceO2
Quan tity
Gambar 1
A
B
Demand oksigenoleh A
Demand oksigenolehB
PriceO2
PriceO2
QuantityGambar 2
P-1
Q O2
P-2
71
•Kedua: Jasa Lingkungan adalah“public property”. Apakarakteristiknya ?
•Ketiga: rendahnya Kebudayaanuntuk menghargai dan memeliharabersama public property,mempengaruhi kinerja pengelolaanSDH.
GAP ANTARA KEINGINANDENGAN KENYATAAN
• Sering diberitakan bahwa Indonesia memiliki potensi kuatdalam perdagangan karbon, sehubungan dengan potensihutan Indonesia yang melimpah.
• Melimpahnya hutan indonesia dikatakan sebagai yangakan ditingkatkan, terutama untuk ikut mendukungpengurangan emisi karbon yang 26 % itu, dengan caramelaksanakan reboisasi dan pencegahan illegal logging.Premisnya: melaksanakan reboisasi tanpa penghilanganIllegal Logging adalah pemborosan ekonomi.
72
• Reboisasi bisa mudah dilaksanakan, namun illegal loggingdan perambahan hu tan adalah re latif sulit dibrantas.
Misalnya , bisakah d ilaksanakan penghentian “peladanganberpindah” yang jelas merupakan salah sa tu faktorpengurang luas tu tupan hutan ?
• Kemudian, berkenaan dengan pinjam pakai kawasan hutan(PP nomor 2/208), apakah PP ini adalah konsisten dengankomitmen Pemerintah dalam hal perdagangan karbon ?Kalau tidak konsisten, apakah PP in i bisa ditinjau ulang ?
• Sehubungan dengan itu, definisi “reklamasi hutan”semestinya didefinisikan ulang. Beranikah itu ?
• Berkenaan dengan RTRW di level manapun (di levelPropinsi atau Kabupaten), apakah akan terus dibiarkandengan memasukkan variabel kawasan hutan ke dalamsubyek perubahan. Bandingkan dengan Jawa, yang posisikawasan hutan tetapnya relatif tidak bisa diubah sejakzaman Belanda
73
• Dengan pasar karbon yang belum terbentuk secaraotomatis itu (dikarenakan degree of scarcity penyerapkarbon yang belum begitu menghawatirkan), tentu sajamemerlukan negosiasi-negosiasi global. LoI Oslo(Norwegia) yang belum lama ini ditandatangani adalahmerupakan berita baik bagi pasar karbon Indonesia.
• Namun, perlu diperhatikan apakah LoI tsb adalah beritapositif bagi Indonesia atau berita positif bagi Norwegia,atau keduanya. Perhatikan, kewajiban-kewajiban bagiIndonesia dalam LoI tsb yang adalah tidak mudah untukdilaksanakan, yakni dalam hal mencegah kebocorankarbon oleh illegal logging dan konversi hutan baik yanglegal maupun yang tidak.
STRATEGI PERDAGANGAN KARBON
• Produk barang dan jasa oleh SDH adalah joint product, iniberarti produk barang dan jasa SDH adalah dalam satupaket. Produksi berupa jasa penyerapan karbon adalahtidak terpisah dengan produksi jasa dan barang lainnya.Oleh karena itu, sebenarnya pembangunan SDH akansekaligus menghasilkan jasa penyerapan karbon dan jasahutan lainnya (pengurangan resiko banjir dan kekeringanbentang alam) adalah merupakan kepentingan ekonominasional
74
• Di fihak Pemerintah juga harus memberi contoh sayanghutan, misalnya bisakah kita memasukkan kembali(ulang) usulan pasal dalam PP yang mengatur bahwahutan yang sudah disetujui bersama sebagai hutan tetaptidak bisa diubah oleh adanya perubahan RTRW (sepertidi Jawa ?)
• Pekerjaan reklamasi yang merupakan kewajibanpembangunan kembali hutan oleh yang berkewajiban,diusulkan agar indikator kinerja keberhasilannya bisaditinjau kembali.
• Apabila kita tidak mampu memenuhi kewajiban yangtersebut dalam LOI terutama yang menyangkutpencegahan terjadinya perusakan termasuk konversihutan, tentunya harus merasa malu.
• Langkah minimal yang berupa mempertahankankeberadaan hutan tetap (di luar Jawa) adalah langkah yangtidak memerlukan banyak biaya fisik lapangan, namunmemerlukan usaha nyata (bukan hanya slogan saja) dariseluruh komponen bangsa.
75
Penutup
• Perdagangan jasa lingkungan termasuk perdagangankarbon, adalah menyangkut efektifitas terbentuknya titik temuantara willingness to pay (WTP) dan willingness to accept(WTA). Hukum ekonomi pasar baru bisa bekerja secara efektifapabila bekerjanya komponen penyusunnnya adalah sudahmenjadi realitas. Selama suatu kejadian masih merupakanramalan, maka selama itu pula pasar bebas karbon akansangat sulit untuk terlaksana, artinya memerlukan negosiasi-negosiasi global yang tidak terlalu gampang.
• Eksistensi Sumber Daya Hutan secara serentak memberikanmanfaat yang besar bagi kepentingan ekonomi bangsa palingtidak dalam hal penurunan resiko bencana alam. Oleh karenaitu, sebenarnya kalaupun kita tidak terlalu sukses dalamperdagangan karbon, tidaklah merugi apabila pengelolaanhutan bisa dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Strategi pertama dan utama yang perlu diterapkanadalah keteladanan Pemerintah, dalam halpencegahan konversi hutan untuk kepentinganapapun:a. Perubahan RTRW harus mengeluarkan kawasan
hutan sebagai variabel perubahan, karenakeberadaan hutan adalah ditentukan oleh bentangalam, bukan kepentingan lain.
b. peninjauan ulang PP2 2008, danc. segera deklarasikan kawasan hutan tetap di negeri
ini sebelum unit-unit KPH ditetapkan.
76
Pembicara
Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo
Posisi Kelembagaan Kehutanan dan Kawasan Hutan di
dalam Strategi Nasional Terkait Isu Karbon
77
Posisi Kelembagaan Kehutanan dan KawasanHutan di dalam Strategi Nasional TERKAIT Isu
Karbon
HARIADI KARTO DIHARDJO
SeminarDampak Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan dalam RevisiRTRWP terhadap Neraca Karbon dalam Kawasan Hutan, 2 Juni 2010 di Jakarta
P e n g a n t a r D i s k u s i
Isi Pr e sen t a si
1. Situasi Pengelolaan SDH
2. Penentu Deforestasi dan Degradasi danPembangunan Hutan
3. Evaluasi Program Pengurangan Emisi KemenHut
4. Masalah Kelembagaan
5. Strategi:1. Posisi kawasan hutan dalam tata ruang nasional
2. Posisi kelembagaan kehutanan dalam strategi nasional
78
Sit u a s i Pe n g e l o l a a n SDH
• 46,5% kawasan hutan (55,93 jtHa) tdk dikelola secara intensif.30 jt Ha dikelola Pemda.
• 17,6-24,4 jt Ha konflik: tumpang-tindih klaim, desa/kampung(16.755 desa di 15 prop), sertaizin sektor lain.
• Rendahnya insentif pelestarianhutan dan keadilan pemanfaatanSDH (25 juta penduduk miskin).
1
1. Program: PerUU,KPH, RTRW, data,anggaran, SDM
2. Soal birokrasi &ekonomi biayatinggi
3. Kapasitas danprioritas rendah
4. Tidak adadukungan politik
terkait kepastianhak & akses.
Lampiran 1
PENEN TU D D & PEMB HTN
• Konversi hutan alamberstatus HPK
• Kepastian kawasan &resolusi konflik
• Pemberdayaanmasyarakat
• Pembangunan KPH
• Iklim investasi danbirokrasi perijinan
2
1. TDK ADA KEBIJAKANLINTAS SEKTOR (Zero sumgame: hutan, tambang,kebun, pemukiman
penduduk);
2. TDK ADA INOVASI PER-
UU TERKAIT KARBON;
3. TDK ADA MEKANISME
RESOLUSI KONFLIK;
4. TIDAK ADA REFORMASI
BIROKRASI;
5. Semua kebijakan BAU.
79
3. Pengelolaan hutan produksi lestari
a. Penerapan multi sistem silvikultur
b. Penerapan sertifikasi legalitas kayu
4. Peningkatan Peran Konservasi :
a. Intensifikasi pengelolaan kawasankonservasi
b. Menetapkan areal lindung lokal di HPHdan HTI
5. Peningkatan Stok Karbon Hutan.
Pembangunan hutan 1,6 jt ha/th melalui :
• HKm/Hutan Desa,
• RHL DAS,
• HTI/HTR,
• Restorasi HPH, dan
• Hutan Rakyat kemitraan
Status kws konservasi yg tdklagi berfungsi sbg kws konser-Vasi.
Tambang di Hutan Produksi ?
5 FAKTOR PENENTU !!!
Lampiran 2
PROGRAM PENGURANGAN EMISI (REDD+)Bahan Sidang Kabibet Paripurna, 14 April 2010
1. Menekan laju deforestasi :
a. Pengendalian penggunaan danpelepasan kawasan hutan.
b. Penghentian izin baru & konversi dihutan gambut untuk pertanian danpemukiman.
2. Mengurangi degradasi :
a. Penerapan RIL (Reduced ImpactLogging)
b. Rehabilitasi hutan gambut
c. Pengaturan & penurunan jatahtebang
PerUU, kebutuhan sektor lain,proses RTRW, deforestasi tdkterencana
Bukan solusi teknis; Bagaimana80% IUPHHK yang kinerjanyaBURUK ??
3
80
MASALAH KELEMBAGAANPemerintah/Pemda mengurus ijin, bukan pengelolaan SDA
1. KEBIJAKAN LINTASSEKTOR (Zero sumgame:hutan, tambang, kebun,pemukiman penduduk);
2. INOVASI PER-UU TERKAITKARBON (HA, gambut, dll);
3. MEKANISME RESOLUSIKONFLIK KAWASAN;
4. REFORMASI BIROKRASI;
5. PEMBARUAN DATA DANINFORMASI.
4
1. BIROKRAT TERJEBAK (thetrapped administrators);
2. Persoalan “historicalinstitutionalism”;
3. SEKTOR DAN DAERAH
MERUMUSKANMASALAHNYA SENDIRI-SENDIRI.
STRATEGI PENGUATANKELEMBAGAAN SECARA
NASIONAL
PROGRAM SAAT INI TERKAIT KARBON
1. Perhitungan emisi,transaksi,komitmen dana;
2. Hak atas karbondan keadilandistribusi manfaat;
3. Peraturan-Perundangan &Komnas REDDI
4. Dll.
CO2
$Re fe re nc e
E m is sio n Le ve lSt rat eg i Mo nito ring P as a r/
F und ingDis trib usi
1 2 3 4 5
WG-FCCPerat uran-
p eratur an
REDD IKomnas REDD I
Emisi se carahistories/scenariokedepan
• Tutupan hutan perubahanstok k arbon,
• Na ti onal registry
Pendekat an nasional,
Implementasi sub-
national
Daya ta rik,Sumbe rdana
Tanggungjawabdanmanfaat
Peningkatan
pemahamanPeningkatan kapas itas
A kseske data
A kseske teknologi
Sumber: StrategiREDDI , KemHut, 2009
1.1. Kegiatan utama terkait isu karbon
1.2. H utan dan Karbon terkait D eforestasi, Degradasi dan PembangunanTegakan Hutan. Akar masalahnya ???
81
t e r i m a k a s i h
S T R A T E G I
1. PEMANFAATAN SDA ~ SPASIAL(Penetapan Cadangan SDA):Pelaksanaan UU PPLH dan UUSektor;
2. STATUS H Alam, Gambut & Pemb HTanaman;
3. Keputusan ttg keterlanjuranpenggunaan kawasan;
4. Penetapan lokasi ij in tiap wilayahadministrasi, bukan per lokasi i jin;
5. Rekap data dan informasi spasialpemanfaatan SDH.
5
JIKA BERORIENTASIJANGKA PENDEK
AKAN GAGAL
A p a ? S y a r a t ?
1. BKPRN
2. Pusat – Pemda: ijin
3. Pembangunan KPH
4. Resolusi konflik(DKN, dll)
5. Kegiatan rutin
S i n e r g i ?
82
Lampiran 1.
Realisasi PNBP & Anggaran, 2004 – 2009
• PNBP kehutanan rata-rata/th Rp. 2.914 milyar
• Rata-rata/th realisasi anggaran negara (termasuk DR)(2004-2008) ~ Rp. 3.303 milyar. Terbagi setiap Eselon I,sebesar:– Sekretariat Jenderal = 11,78% 1.791 orang
– Inspektorat Jenderal = 0,72% 195 orang
– Ditjen BPK = 5,99% 962 orang
– Ditjen RLPS = 16,60% 2.840 orang
– Ditjen PHKA = 46,98% 8.210 orang
– DitjenPlan = 6,07% 1.248 orang
– Balitbang = 4,49% 1.744 orang
• Strategi Taktis, Jangka Pendek: Fokus Program
Lampiran 2.Skenario Deforestasi yg Direncanakan (pada HPK)
• B: Semua HPK berhutandikonversi sd 2015
• M: HPK berhutandipertahankan sbg kawasanhutan
• Implementasi PP. 10/2010 dankebijakan nasionalpencegahan konversi hutanalam, tambang di htn prod.
0
2
4
6
8
10
12
2007-09 2009-11 2012-15 2016-20 2020-25
DalamJutaHA
Baseline M iti gasi 1 Mitig asi 2
Sumber: Pokja Kebijakan, Kementerian Kehutanan, 2010
83
Skenario Deforestasi yg Tidak Direncanakan
• B: Terjadi di hutan denganpengelola yg lemah/tdkada (79% total deforestasi)
• M: Tergantungkeberhasilanpembangunan KPH
• PembentukanKPH, SDM, dana.
0
2
4
6
8
10
12
2007-09 2009-11 2012-15 2016-20 2020- 25
DalamJutaHA
Baseline Mi ti gasi 1 Mi ti gasi 2
Sumber: Pok ja Kebijakan, Kementerian Kehutanan, 2010
Skenario Degradasi – IUPHHK HA
• Tebangan lestari akan
naik, seiringpembangunan KPH
• B: Tebangan lestari +tebangan illegal
• M: Penurunanprosentase tebangan
illegal
JutaM3perTahun
0
5
10
15
20
25
2007-09 2009-11 2012-15 2016-20 2020-25
Tebangan Lestari Basel ine Mi ti gasi 1 Mitigasi 2
Sumber: Pokja Kebijakan, Kementerian Kehutanan, 2010
84
Skenario Pembangunan HTI
• B: Sesuai data historis
• M: Target 10 juta Hadan target produksiterbesar ketiga duniatercapai
• Masalah lahan daniklim investasi
terselesaikan0
2
4
6
8
10
12
20 07 -09 200 9- 11 2012 -1 5 20 16 - 20 202 0- 25
DalamJutaHA
Ba seli ne M itiga si 1 M itiga si 2
v5,8 jt Ha(TargetKemHut)
Sumber: Pok ja Kebijakan, Kementerian Kehutanan, 2010
Skenario Hutan Tanaman Rakyat
• B: Sesuai data historis
• M: Sesuai target 5,4juta HA, tetapi hanya1,4 yg dpt ditanami
• Masalah lahan daniklim investasiterselesaikan, ada
dukungan daerah.0
0, 2
0, 4
0, 6
0, 8
1
1, 2
1, 4
1, 6
1, 8
2007-09 2009-11 2012-15 2016-20 2020-25
DalamJutaHA
Basel ine Mitigasi 1 Mitigasi 2
v 5,6 jt Ha (Target KemHut)
Sumber: Pokja Kebijakan, Kementerian Kehutanan, 2010
85
Skenario RHL DAS
• B: Sesuai data historis rata-rata 300.000 Hananam, berhasil < 25%
• M: TergantungKPH, kelembagaanmantap danberfungsi, bibitberkualitastersedia, danatersedia, programpendampingan berjalandengan baik.0
2
4
6
8
10
12
2007-09 2009-11 2012-15 2016-20 2020- 25
DalamJutaHA
Baseli ne M itigasi 1 M itigasi 2
v3,3 jt Ha(Target
KemHut)
Sumber: Pok ja Kebi jakan, Kementerian Kehutanan, 2010
Skenario Hutan Kemasyarakatan dan Hutan Desa
• B: Sesuai data historis
• M: Sesuai target 5,4juta HA, tetapi hanya1,4 yg dpt ditanami
• Masalah lahan daniklim investasiterselesaikan, adadukungan daerah.0
0,02
0,04
0,06
0,08
0,1
0,12
0,14
0,16
0,18
2007-09 2009-11 2012-15 2016-20 2020-25
Da
lam
Juta
HA
Baseline Mitigasi 1 Mitigasi 2
■ 5,5 jt Ha (Target KemHut)
Sumber: Pokja Kebijakan, Kementerian Kehutanan, 2010
86
Skenario Hutan Rakyat
• B: Sesuai data historisdi P Jawa tersedia lagi800.000 Ha
• M: Masalah lahan daniklim investasiterselesaikan, adadukungan daerah.
0
0, 2
0, 4
0, 6
0, 8
1
1, 2
1, 4
1, 6
1, 8
2007-09 2009-11 2012-15 2016-20 2020-25
DalamJutaHA
Baseline Mitig asi 1 Mitigasi 2
Sumber: Pokja Kebijakan, Kementerian Kehutanan, 2010
87
2010
Seminar Dampak Perubahan
Peruntukan dan Fungsi Kawasan
Hutan Dalam Revisi RTRWP
Terhadap Neraca Karbon Dalam
Kawasan Hutan
MAKALAH PEMBAHAS
88
Pembahas
Prof. Dr. Rizaldi Boer
Centre for Climate Risk and Opportunity Management in
Southeast Asia and Pacific-Bogor Agriculture University (CCROM
SEAP-IPB)
BAHASAN TERKAIT DENGAN REVISI RTRWP TERHADAP
NERACA KARBON DI DALAM HUTAN
89
BAHASAN TERKAIT DENGANREVISI RTRWP TERHADAP
NERACA KARBON DI DALAM HUTAN
Rizaldi Boer
Centre for Climate Risk and OpportunityManagement in Southeast Asia and Pacific-
Bogor Agriculture University (CCROM SEAP-IPB)
REDD+ menurut Definisi IPCC
Conservation
REDD
Forest managementEnhancement offorest carbon stocks
Original graph: Lucio Pedroni Modified by Markku Kanninen (CIFOR, 2009)
90
LAHAN BERHUTANFOREST LANDS
LAHAN PERTANIANCROP LANDS
ALANG2/SEMAKGRASSLAND
LAHAN BASAH/WETLAND
PEMUKIMANSETTLEMENTS
LAINNYAOTHER LANDS
SAAT INI
LAHAN BERHUTANFOREST LANDS
LAHAN PERTANIANCROP LANDS
ALANG2/SEMAKGRASSLAND
LAHAN BASAH/WETLAND
PEMUKIMANSETTLEMENTS
LAINNYAOTHER LANDS
KE DEPAN
RTRW
KEBUTUHANLAHAN
MASYARAKAT
FAKTOREKONOMI
KEBUTUHANKONSERVASI
KONDISIBIOFISIK
KEBIJAKAN,REGULASI,
PENEGAKANHUKUM
SKENARIOLAND USE/
FORESTMNGT
BAU vs MITIGATIONDA-REDD
SISTEM MRV: PROYEKSI VS ACTUAL LULUCF
Lahan Hutan(Forest Land)
Lahan Pertanian(Crop land)
Lahan Semak/Alang2(Grassland)
Lahan Basah(Wetland)
Lahan Pemukiman(Settelement)
Lahan Lainnya(Other Lands)
Terdegradasi BeratTerdegradasi Sedang
Terdegradasi Ringan
Agroforestri Multitrata
Monokultur
Sawah
Pertanian campuran
Kolam ikan,Embung kecil
Kebun SawitKebun Karet
HTI Lainnya
AF berbasis karet
AF berbasis Damar
AF berbasis buah2an
Kebun Kopi
Kebun CoklatKebun Teh
HTI SengonHTI Jati
Hutan Primer LKHutan Primer GambutHutan Primer Mangrove
Hutan Skunder LKHutan Skunder Gambut
Hutan Skunder Mangrove
Semak BelukarBelukar rawa gambutPadang alang-alang
Pertanian semusim LK
Tanaman tahunan LK
Danau, badan airsungai, rawa, dam
Pemukiman, perumahan,perkampungan
Padang pasirBebatuanLahan kosong
Pertanian semusim Gambut
Tanaman tahunan gambut
HTI lahan Kering (LK)
HTI Lahan Gambut
Termasuk pengukuran dan pemantauansistem pengelolaan lahan & hutan
Sampai pada tingkat apa kita dapat mengukurperubahan luas antar kategori lahan danpengukuran stok karbon, faktor emisi dan serapanoleh berbagai jenis tutupan lahan pada berbagaisistem pengelolaan hutan dan lahan (pemupukan,pengolaan air irigasi, pola tanam, liming,pembukaan lahan dll)???
MRV?
91
APA STRATEGI
• Demonstration Activities sebagai salah satusarana untuk mendapatkan pembelajarandalam melakukan perubahan dari BAU ke yanglebih baik yang mungkin dalam pelaksanaanstrategi tersebut belum ada aturannya, atautidak sejalan dengan aturan yang ada (atauaturan yang ada tidak mendukung bahkanmenghambat) ~ Apakah bisa diberikanprivilage (flexibelitas dalam melakukaninovasi/terobosan)
StrategiNasionalREDD+
Kajianilmiah
Penyusunanstrategi mitigasi
R-Plan padatingkat Provinsi
Pemilihan Kabupatendan membangunkonsensus dan
kesepakatan denganpihak terkait (WG)
Dampak ekonomimikro dan makro
(nasional, provinsidankabupaten)
Modelinvestasi/Bisnis LC
Desainsistem MRV
PelaksanaanProgram
Kebijakan tata-guna lahan,RTRW dan
PERDAPendukung
Masukan pembuatkebijakan
KonsultasiPublik
2010
Bantuanfinansial/dukunganinvestasi/kebijakan
fiskal/revisi
aturannasional
2Program BAPPENAS UNTUK GAMBUTAPA STRATEGI
Penyusunan programpenurunan emisi
lahan gambut PEMDAKabupaten
Keselarasandengan
kebijakan/peraturannasional
PelaksanaanMRV
92
Pembahas
Ir. Wandojo Siswanto, M.Sc
Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Kemitraan/Ketua Harian Kelompok Kerja Perubahan Iklim Kementerian
Kehutanan
Bahasan Terhadap Presentasi
93
BAHASAN TERHADAPPRESENTASI
Wandojo Siswanto
Seminar Dampak Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutandalam Revisi RTRWPterhadap Neraca Karbon dalam Kawasan Hutan,
Jakarta,2 Juni 2010
PRESENTASI
1. KARBON DALAM RANTAI SUPLAI KAYUoleh: Sudarsono Soedomo;
2. POLITIK EKONOMI DALAMPERDAGANGAN KARBON oleh:Sofyan P.Warsito,Ph.D.;
3. POSISI KELEMBAGAAN KEHUTANAN DANKAWASAN HUTAN DI DALAM STRATEGINASIONALTERKAIT ISU KARBON oleh:Hariadi Kartodihardjo;dan
4. NERACA ATAU SIKLUSKARBON DI DALAMHUTAN oleh:Bahruni
94
LATAR BELAKANG SEMINAR
Hutan yang mampu berperan dalam mitigasiperubahan iklim adalah hutan yang kondisinyamasih baik, menyerap dan menyimpan karbon(CO2) dalam jangkawaktu yang lama.
Pengelolaan hutan lestariharus mampu menjaminkeberlanjutan penyediaan hasil hutan yang mampumenyerap dan menyimpan karbon untuk jangkawaktu panjang dan membawa manfaat ekonomi,sosial dan sekaligus mempertahankankeanekaragaman hayati.
Kondisi hutan dalam kapasitasnya sebagaipenyerap dan penyimpan karbon mempengaruhineraca karbon dalam kawaasan hutan.
MAKSUD
Menyamakan persepsi
Menghimpun pendapat dan masukanterhadap neraca karbon dalam hutan
Dampak perubahan kawasan hutan dalamrevisi RTRWP terhadap neraca karbon
95
TUJUAN
Membangun pemahaman serta langkah yangsama dalam menyikapi perubahan kawasanhutan dalam revisi RTRWPterkait denganupaya-upayamitigasi perubahan iklim.
Terwujudnyapenataan ruang yang selaras,serasi,seimbang dan terpadu dengan tetapmempertimbangkan upaya-upaya mitigasiperubahan iklim.
Kebijakan yang didasarkan atas kajian keilmuan(scientific based) ?
CATATANPak Sudarsono menyimpulkan:1. Untuk menambah penambatan karbon, Indonesia
harus lebih banyak menanam dan memanen kayu darihutan. Antara hutan produksi dan hutan karbon tidakperlu dipertentangkan karena melalui hutan produksikarbon yang tersimpan dalam biomas sangat mungkinlebih banyak ketimbang karbon yang tersimpandalam hutan karbon.
2. Hutan produksi memberikan dampak ekonomi yanglebih menguntungkan dibanding hutan yang meluluuntuk karbon. Aktivitas ekonomi dapat terguncanghebat dengan dialihkannya hutan produksi menjadihutan karbon.
96
CATATANPak Sofyan dalam Penutupnya menyatakan:
1. Perdagangan jasa lingkungan termasuk perdagangan karbon,adalah menyangkut efektifitas terbentuknya titik temu antarawillingness to pay (WTP) dan willingness to accept (WTA).Hukum ekonomi pasar baru bisa bekerja secara efektifapabila bekerjanya komponen penyusunnnya adalah sudahmenjadi realitas.Selama suatu kejadian masih merupakanramalan,maka selama itu pula pasar bebas karbon akansangat sulit untuk terlaksana,artinya memerlukan negosiasi-negosiasi global yang tidak terlalu gampang.
2. Eksistensi Sumber Daya Hutan secara serentak memberikanmanfaat yang besar bagi kepentingan ekonomi bangsa palingtidak dalam hal penurunan resiko bencana alam.Oleh karenaitu,sebenarnya kalaupun kita tidak terlalu sukses dalamperdagangan karbon, tidaklah merugi apabila pengelolaanhutan bisa dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
CATATAN
Pak Sofyan: Strategi pertama dan utama yang perlu
diterapkan adalah keteladanan Pemerintah,dalam hal pencegahan konversi hutan untukkepentingan apapun:a. Perubahan RTRW harus mengeluarkan kawasan
hutan sebagai variabel perubahan, karenakeberadaan hutan adalah ditentukan olehbentang alam,bukan kepentingan lain.
b. peninjauan ulang PP2 2008, danc. segera deklarasikan kawasan hutan tetap di
negeri ini sebelum unit-unit KPH ditetapkan.
97
CATATAN
Pak Hariadi,antara lain menyampaikanpermasalahan:
1. KEBIJAKAN LINTASSEKTOR(Zero sumgame:hutan, tambang,kebun,pemukimanpenduduk);
2. INOVASI PER-UUTERKAIT KARBON (HA,gambut,dll);
3. MEKANISMERESOLUSI KONFLIK KAWASAN;4. REFORMASI BIROKRASI;5. PEMBARUAN DATA DAN INFORMASI.Perlu:Strategi Penguatan Kelembagaan SecaraNasional
CATATANPak Hariadi juga menyampaikan Strategi apa yangdirumuskan untuk:1. PEMANFAATAN SDA ~ SPASIAL (Penetapan
Cadangan SDA):Pelaksanaan UU PPLH dan UUSektor;
2. STATUSHutanAlam,Gambut & Pembangunan HutanTanaman;
3. Keputusan ttg keterlanjuran penggunaan kawasan;4. Penetapan lokasi ijin tiap wilayah administrasi,bukan
per lokasi ijin;5. Rekap datadan informasi spasial pemanfaatan SDH.Perlu sinergi:BKPRN;Pusat – Pemda: ijin;PembangunanKPH;Resolusi konflik (DKN,dll);Kegiatan rutin
98
CATATAN
Pak Bahruni, tidak menyimpulkan tetapimemberikan penjelasan dan gambaran mengenai:“Pengelolaan hutan alam dan hutan tanaman padasiklusdan neraca karbon di dalam kawasan hutanIndonesia.”
1. Pengelolaan pada HPmencakup dua skenario yangdigunakan adalah :
◦ Skema pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL),untuk hutan alam dan hutan tanaman.
◦ Skemapengelolaan hutan alam dan hutan tanamanpadakondisi terjadi deforestasi,data historis 2003-2006.
CATATAN
2. Pengelolaan hutan pada fungsi HL,KSA &KPA,HPK diasumsikan sebagaimanapengelolaan yang ada sekarang ini. Programintervensi terhadap deforestasi dandegradasi di HL,KSA & KPA,dan HPK tidaksecarakhusus atau tidak ada peningkatan.Skema deforestasi berdasarkan data historisperiode 2003-2006 digunakan padaneracakarbon HL,KSA & KPA serta HPK.Penghitungan neraca karbon padaskalanasional.
99
CATATANNeracakarbon di dalam kawasan hutan Indonesia diestimasimenggunakan beberapaasumsi/ skenario,yaitu :
Stok karbon hutan alam primer di semua fungsi hutan 237,29 tC/ha,hutan sekunder sebesar 101 tC/ha.
Hutan sekunder pada HPmerupakan keseluruhan UM pengelolaanhutan alam denganTPTI yang sudah mencapai siklus tebangkeduastok karbon 35 ha sebesar 5.018 ton.
HTI yang sudah ada sebesar (definitif) 4.600.000 hasudahmemasuki daur kedua. Pembangunan HTI ditargetkan total 15 jutahektar,sehingga masih ada pembangunan HTI sebesar 10.400.000ha. Keseluruhan HTI baru dari HPyang tidak berhutan.
Laju deforestasi di masing-masing hutan (primer dan sekunder) disetiap fungsi hutan mengacu angka laju deforestasi padaTabel 1.
Neracakarbon hutan di dalam kawasan hutan Indonesiamenggunaakan data luas kawasan tahun 2005 (Lampiran 1).
Analisis neraca karbon hutan di dalam kawasan selama 20 tahun.
Do we?
Pemahaman serta langkah yangsama
Menyikapi perubahan kawasan hutan
dalam revisi RTRWP
Upaya-upayamitigasi perubahan iklim.
Terwujudnyapenataan ruangyangselaras,serasi,seimbangdan terpadu dengan tetapmempert imbangkan upaya-upayamitigasiperubahan iklim.
100
Shall we?
Gambaran awal (baseline) kondisi hutan(kabupaten/kota,provinsi,nasional)
Proyeksi Perubahan yang:direncanakan,berdasarkan usulan, tidak direncanakan (termasukillegal)
RTRWPUsulan daerah vs versi Pusat Toleransi sejalan dengan upaya penurunan emisi
26%dari BAU pada tahun 2020 Peningkatan sampai dengan 41%dari BAU pada
tahun 2020 dengan bantuan LN Sinergi dari upaya sektor yang relevan dan
ditetapkan secaranasional terbagi ke dalamprovinsi serta kabupaten/kota.
101
Pembahas
Dr. Ir. Iman Santoso
Direktur Bina Rencana Pemanfaatan Hutan Produksi/
Anggota Kelompok Kerja Perubahan Iklim Kementerian
Kehutanan
Kelembagaan dan Ekonomi Karbon Hutan Indonesia
102
Kelembagaan dan Ekonomi KarbonHutan Indonesia
Bahasan pada Sesi I
Seminar Dampak Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan dalamRevisi RTRWP Terhadap Neraca Karbon dalam Kawasan Hutan
Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan
Kepastian status lahannon-kehutanan: kota danpermukiman
Penyelesaian konflikpenguasaan lahan
Ekonomi : produk hutan vstambang, pertanian/kebun,state capture phenomena
Dorongan Politik : prokonstituen & kekuasaan
Murni pertimbangankriteria kawasan
103
Aspek Legal:UU/PP/Perda/Permen
Governance:Uncertain policies/Moral Hazard/ law
enforcement Pasar:Taste & preference/
harga/diversifikasi input
Aspek Politik :Pergeseran kekuatan
Kondisi PemungkinPerubahan Kawasan Hutan
Pertimbangkan Posisi Hutan
Penyerap GRK:• Potensi ekonomi &
keuntungan ekologis• opportunity costs; Backward &
forward linkages,• Carbon cowboys & transaction
costs• Ketersidaan dana dan
willingness to pay• Moral lingkungan global• Penerima keuntungan
Emiter GRK:• serangan balik dari Annex 1
tanpa counter memadai• konteks pembangunan
ekonomi /wilayah• teknik pengelolaan hutan &
gambut• peran konservasi ,
rehabilitasi, dan reboisasi• pengalihan mata pencarian
Be smart .... Tingkatkan pengetahuan untuk negosiasiinternasional maupun domestik & melakukan perubahan
104
Kerjasama Internasional
Membangun kesiapan a.l.:• Mencermati peraturan perundangan• Mencermati eksistensi kawasan hutan (RTRW)• Peningkatan kapabilitas• Penentuan level emisi• Menduga manfaat dan biaya ekonomis• Membangun organisasi dan tata laksana
Mencoba implementasi REDD+ dengan Norway
Dengan Oslo-Norway (1 Milyar USD)
• Badan pelaksana seperti BRR Aceh, langsungbertanggung jawab ke Presiden
• Membangun Sistem MRV• Membangun Renstra REDD+ sebagai bagian dari
RAN PE• Moratorium pemberian konsesi baru (yang
mengakibatkan) koversi hutan alam dan lahangambut
• Membentuk instrumen dan lembaga pembiayaanyang bereputasi
• Melibatkan seluruh pihak, termasuk CSO & IP
105
Menyikapi Kerjasama Int’l
• Perbaikan pengelolaan kawasan dan SDHmerupakan kebutuhan domestik;
• Secara global bersifat sukarela;
• Jangan mengorbankan kepentingan/rencanaspatial nasional;
• Hindari menjadi wahana politik lingkungandonor
• Serap IPTEK semaksimal mungkin;
Implikasinya ..... ?
Penguatan posisi tawar:
• mempertahankan kawasan hutan
• penganggaran perlindungna, konservasi,rehabilitasi, dan reboisasi
Introspeksi:
• Perbaikan forest governance
• Perbaikan sistem silvikultur dan pemanenan
106
TANGGAPAN
Tanggapan dari Ir.I. Made SubadiaGelgel (Staf Ahli Menteri BidangPenanganan Perkara Kehutanan)1. Departemen Kehutanan
mengikuti konferensi mengenaihutan dan karbon di Oslo dalamrangka mengambil bagian dalamkomitmen-komitmen/ perjanjianinternasional yang merupakanbagian dari strategi kehutanan.
2. Untuk menurunkan emisi karbonsampai dengan 26% akan dibuatmoratorium / penundaan izinkonversi hutan alam primer dangambut selama 2 tahun melaluiPerpres.
107
Tanggapan dari Ir. Soetrisno,MM(Dirjen Planologi Kehutanan)1. Terdapat dua persoalan besar di
Departemen Kehutanan yaituKawasan dan Manajemen Hutan.
2. Berdasarkan data terakhir penyebabkerusakan hutan 70% karena openacces.
3. Yang berperan dalam penataan ruangbukan hanya kehutanan tetapi semuasektor. Hal terpenting dari penataanruang adalah adanya kepastianhukum. Untuk itu keserasian aturanPenataan Ruang sangat penting
4. Isu karbon yang sebenarnya sudah
kelihatan, tetapi resepnya atau
strateginya itu belum tepat.
5. Starategi penurunan emisi 25%
bukan tekanan dari luar karena itu
merupakan rencana jangka panjang
dari pemerintah.
6. Perubahan tata ruang terus berjalan,
dalam kontek deforestasi perubahan
tata ruang harus menghindari
kawasan hutan menjadi APL.
108
Tanggapan dari Dr.Ir. Yetti Rusli(Staf ahli Menteri BidangLingkungan)1. Perdagangan karbon ditengah
perubahan iklim merupakan papancatur dunia yang amat dipengaruhioleh politik dan kebijakan bukanhanya teknis. Saat ini sedang dicaricalon-calon ambassador untukclimate change dari Indonesia.
2. Terdapat jalur-jalur yang harusdisambungkan di papan catur yanglebih banyak diwarnai oleh politikekonomi dunia.
3. Sebenarnya di dunia sudah adapasar untuk karbon, tetapiIndonesia belum bisa masuk kepasar karena terdapatpermasalahan yang complicatedyang diwarnai oleh politik.
4. Negara maju sudah mengeluarkaninvestasi besar untuk menurunkanemisi dengan mencari terobosanteknologi baru dan energi baru.Perubahan emisi 1 ton karbondihargai 50-200 US$.
5. Hal yang bisa dilakukan adalahsimpan stock karbon kita, hitungdan negosiasikan.
6. Untuk menyambungkan climatechange dengan tata ruang dapatdilakukan pada diskusi-diskusiselanjutnya.
109
DISKUSI
Pertanyaan dari Ir. Budi Effiudin(Dishut Jatim)
1. Hasil hutan berupa kayu dan nonkayu, untuk karbon masuk ke dalamjasa lingkungan. Bagaimanamenstabilkan hasil hutan kayu dannon kayu di Indonesia terkaitperdagangan karbon?
2. Dalam PDRB Jatim dari sektorkehutanan turun dan rendah karenayang diukur hanya kayu bulat.Supaya disampaikan ke BPS untukmetode pengukuran kayu terdapatkayu dan non kayu.
3. Belum adanya peraturanpenyimpanan karbon dalam bentuklain supaya dijadikan pegangan didaerah.
4. Politik berpengaruh terhadapperdagangan karbon.
5. Konsep dan pola serta kebijakanpemerintah khususnya tentangkehutanan masih banyak yang tidakbisa disalurkan ke politikpemerintahan.
6. Dalam UU No.26 tahun 2007, UUNo.41 tahun 1999 dan UU No.5tahun 1990 mengisyaratkankawasan budidaya dan kawasanlindung, seolah2 HPT berada dikawasan lindung. Untuk itu perlumensinkronkan fungsi kawasanhutan.
7. Hutan rakyat belum dihitung.
110
Pertanyaan Ir. Budi Winarno (DishutJateng)
1. Aturan dari Kemenhut supayabisa seperti di KementerianESDM yang sudah ada DMA-nya(Badan Pendaftaran Nasional),sehingga dengan adanya seminarini DMA/Badan PendaftaranNasional dapat terwujud.
Pertanyaan Prof. Herwint Simbolon(LIPI)1. Terkait perubahan kawasan hutan
dalam RTRW dan perubahan iklimterkait perdagangan karbon halutama sebenarnya adalah tataruang, namun belum adanya dasarhukum yang mengikat dalampenentuan hutan tetap yang tidakdapat diubah-ubah, sehinggapedagangan karbon hanya sebagaiside effect.
2. Hutan gambut tidak cocok menjadihutan produksi (produksi biomasa)
111
Pertanyaan dari Ir. MadaniMukarom (Dishut NTB)1. Proses perubahan kawasan
hutan mengenai pelepasanuntuk HPK sudah ada aturandalam perundangannya.
2. Kelembagaan KPHmerupakan hal yang strategissecara nasional dalamperdagangan karbon.
3. Perusahaan Karbonmenawarkan akanmemberikan kontribusisebesar 1 juta rupiah per HApada semua KPH di NTB
Pertanyaan dari Pak Sambusir(APHI)1. Latar belakang gubernur
mengajukan perunahanRTRWP karena kawasanhutan sudah tidak berhutanlagi dan sudah digunakansehingga melanggar hukumkarena tidak ada kepastianhukum tentang kawasanhutan. Karenanya Kemenhutharus lebih tegas dalammenetapkan kawasan hutantersebut.
2. Kemenhut belum ada konsepmemberikan insentif kepelaku kehutanan yangmelakukan rehabilitasikawasan hutan yang sudahterdegradasi parah.
112
Pertanyaan dari Pak Sugiyanto(APHI)
1. Harus ada tindak lanjut dariseminar ini untuk meneruskanisu-isu prioritas yang bisadigarap dalam perdagangankarbon.
2. Membuat list isu negatif untukdapat dibuatkan counter issue-nya.
3. Menyarankan supaya secaranasional adanya guidelineuntuk menggiring isu yangsifatnya implementatifmengenai perdagangan karbon.
4. Adanya wadah secara nasionaluntuk menjadi lembagaakreditasi terhadap unitmenajemen yang akanmengajukan kaitan denganperdagangan karbon.
113
TANGGAPAN NARA SUMBER
1. Permasalahan kehutanan dapat ditinjau dari dua hal yaitu dari segi
politik dan substansi. Persoalan kehutanan dari dulu tidak berubah
yaitu mengenai masalah kawasan hutan dan masalah birokrasi.
2. PDRB hanya menghitung produk-produk komersil, sedangkan produk
ekonomi total belum dihitung.
3. PP no 2 2008 perlu ditinjau kembali, karena belum ada kejelasan
masalah perijinan pinjam sewa menyewa kawasan hutan. Misalnya:
menyewakan hutan ke tambang.
4. Banyak hal yang perlu direnungkan intinya kita jangan terbawa
agenda- agenda dari luar,kita harus terfokus pada kebutuhan sendiri.
5. Kalau kita bicara stok karbon jangan bicara tebang pohon menjadi
emisi, harusnya memindahkan stoknya,jadi dengan konsep tebang
tanam tebang bukan menyeimbangkan saja tetapi akan meningkatkan
karbon.
114
KESIMPULAN MODERATOR
1. Harus ada tindak lanjut dari seminar ini untuk meneruskan isu-isu
prioritas yang bisa digarap dalam perdagangan karbon.
2. Adanya wadah secara nasional untuk menjadi lembaga akreditasi
terhadap unit manajemen yang akan mengajukan kaitan dengan
perdagangan karbon.
3. Salah satu faktor yang mempengaruhi perdagangan hutan dan stok
karbon adalah kepastian kawasan melalui kemantapan tata ruang.
4. Tata ruang berperan memberikan kepastian ruang bagi ekosistem
yang memungkinkan/prasyarat untuk pelaksanaan pengelolaan
ekosistem dengan tujuan kepentingan sosial secara luas.
115
116
DAFTAR PESERTA SEMINAR DAMPAK PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN
FUNGSI KAWASAN HUTAN DALAM REVISI RTRWP TERHADAP NERACA
KARBON DALAM KAWASAN HUTAN
NO NAMA INSTANSI
1 Ir. Indriastuti,M.MDirjenl Rehabilitasi Lahan dan PerhutananSosial
2 Dr.Ir. Yetti Rusli,M.ScStaf Ahli Menteri Kehutanan BidangLingkungan
3 Ir.I Made Subadia GelgelStaf Ahli Menteri Kehutanan BidangPenanganan Perkara Kehutanan
4Dr. Ir. Ahmad FauziMas'ud,M.Sc Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Ekonomi
5 Ir. Wandojo Siswanto,Msc Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Kemitraan
6 Dr.Ir. Imam SantosoDirektur Bina Rencana Pemanfaatan hutanProduksi
7 Ikhsan PrabowoKementerian Koordinator BidangPerekonomian
8 Kiki RachmawatiBAPPENAS, Pengembangan Regional danOtonomi Daerah
9 Tiurma JuniarBAPPENAS, Pengembangan Regional danOtonomi Daerah
10 Aulia UBAPPENAS, Pengembangan Regional danOtonomi Daerah
11 Althariq FebrianoDirektorat Jenderal Penataan Ruang,Departemen Pekerjaan Umum
12 Syaiful AzizDirektorat Jenderal Penataan Ruang,Departemen Pekerjaan Umum
13 Lidya PKDirektorat Jenderal Penataan Ruang,Departemen Pekerjaan Umum
14 Aji Noor MDirektorat Jenderal Penataan Ruang,Departemen Pekerjaan Umum
15 Detty Th PutungDirektorat Jenderal Penataan Ruang,Departemen Pekerjaan Umum
16 Nursyah RizalDirektorat Jenderal Pemerintahan Umum,Departemen Dalam Negeri
17 TukinoDirektorat Jenderal Strategi Pertahanan,Departemen Pertahanan
18 SuhariBadan Geologi Departemen Energi danSumber Daya Mineral
19 W SiaraingDirektorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air,Departemen Pertanian
20 Endang Rosadi Sekretariat Jenderal Departemen Perhubungan
21 Paudo PDirektorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau– Pulau Kecil, DKP
22 Moh syarifDirektorat Jenderal Hukum dan PerjanjianInternasional , Departemen Luar Negeri
117
NO NAMA INSTANSI
23 Chairuddin Kementerian Negara Lingkungan Hidup
24 Ratih N Sekretariat Kabinet
25 Prita Brada Bumi BAKOSURTANAL
26 Umi Hidayati BAKOSURTANAL
27 Dianouta
Lembaga Penerbangan dan Antariksa NasionalBidang Penginderaan Jauh, LembagaPenerbangan dan Antariksa Nasional
28 Mulia Indra Rahayu
Lembaga Penerbangan dan Antariksa NasionalBidang Penginderaan Jauh, LembagaPenerbangan dan Antariksa Nasional
29 Monang SimarmataDirektorat Jenderal P4 Trans DepartemenTenaga Kerja dan Transmigrasi
30 Freddy SiantarDirektorat Jenderal P4 Trans DepartemenTenaga Kerja dan Transmigrasi
31 Asti PDirektorat Jenderal P4 Trans DepartemenTenaga Kerja dan Transmigrasi
32 Herwint Simbolon Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
33 Joeni S Rahadi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
34Ir. BasoekiKaryaatmadja,M.Sc Direktur Perencanaan Kawasan Hutan
35 Adi Susmianto Puslitbang
36 Ari Ridwan Puslitbang
37 Maryunus Dit BPHA
38 Mayasih Wisati RLPS
39 FX Heri Irawan IPSDH
40 Darmawan Dewan Kehutanan Nasional
41 SaminuddinDinas Kehutanan Provinsi Nanggroe AcehDarussalam
42 JB SiNangorango Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara
43 Hendri Octavia Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat
44 Fredik Suli Dinas Kehutanan Provinsi Riau
45 Erizal Dinas Kehutanan Provinsi Jambi
46 Ir. Atmojo Dadas Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan
47 Barton Simarmata Dinas Kehutanan Provinsi Lampung
48 Tahan Simamora Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu
49 Ir. R Budhi Effiudin Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur
50 Boedi Winarno Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah
51 Hiarsorih B Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat
52 Gusti Eka Saputra Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah
53 Djony Rommi Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara
54 A.M. Katuuk Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara
118
NO NAMA INSTANSI
55 Nahardi Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah
56 Deri Pisba H Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tenggara
57 StefabiahDinas Kehutanan Provinsi Nusa TenggaraTimur
58 Melky Pattiasina Dinas Kehutanan Provinsi Maluku
59 Samsu Dinas Kehutanan Provinsi Maluku Utara
60 G. WinduadjiDinas Kehutanan dan Perkebunan ProvinsiPapua Barat
61 Hendra PurnawadiDinas Pertanian dan Kehutanan ProvinsiKepulauan Bangka Belitung
62 Mursid Marsono Dinas Kehutanan Kalteng
63 Anung S Dinas Kehutanan Kalteng
64 HendrayantoDekan Fakultas Kehutanan Institut PertanianBogor
65 Dr. Setyawan RudyatmokoWakil Dekan Fakultas Kehutanan UniversitasGajah Mada
66 Prof. Dr. Sofyan Warsito Fakultas Kehutanan UGM
67 Prof. Dr. Rizaldi Boer CCROM SEAP - IPB
68 Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo Fakultas Kehutanan IPB
69 Dr. Ir. Sudarsono Sudomo Fakultas Kehutanan IPB
70 Dr. Ir. Bahruni Fakultas Kehutanan IPB
71 Ir. Haryanto S.Putro, MS Fakultas Kehutanan IPB
72 Syaiful RamadhonPokja Perubahan Iklim KementerianKehutanan
73 Sambusir Asosiasi Pengusahaan Hutan Indonesia (APHI)
74 Eddy Sudiono Asosiasi Pengusahaan Hutan Indonesia (APHI)
75 Aris Adhianto Asosiasi Pengusahaan Hutan Indonesia (APHI)
76 Sugijanto Asosiasi Pengusahaan Hutan Indonesia (APHI)
77 Fathan Asosiasi Pengusahaan Hutan Indonesia (APHI)
78 Diah Djayanti Perum Perhutani
79 Azuss Prastyawan Perum Perhutani
80 Oga Dhani PT Inhutani I
81 Pupung PT Inhutani I
82 Tri Djoko S PT Inhutani II
83 Slamet S. Wasta PT Inhutani III
84 Thomas Delianto PT Inhutani IV
85 Ir. Yayat Surya,MMKepala Sub Direktorat Penataan RuangKawasan Hutan Wilayah I
86 Syahrir Penataan Ruang Kawasan Hutan Wilayah I
87 Ir. Tri Joko Mulyono,MMKepala Sub Direktorat Penataan RuangKawasan Hutan Wilayah II
119
NO NAMA INSTANSI
88 Ir. Iman SantosaKepala Sub Direktorat Statistik dan JaringanKomunikasi Data Kehutanan
89 Heri IriawanKepala Seksi Penataan Ruang Kawasan HutanWilayah Sumatera
90 Ir. Rita ZaharaKepala Seksi Penataan Ruang Kawasan HutanWilayah Kalimantan dan Sulawesi
91 Ir. Dewi SetijawatiKepala Seksi Penataan Ruang Kawasan HutanWilayah Maluku dan Papua
92 Sutoto Direktorat Perencanaan Kawasan hutan
93 Sabaris Staf Direktorat Perencanaan Kawasan Hutan
94 Erna Staf Direktorat Perencanaan Kawasan Hutan
95 Popi Susan Staf Direktorat Perencanaan Kawasan Hutan
96 Untung S Staf Direktorat Perencanaan Kawasan Hutan
97 Sanusi Staf Direktorat Perencanaan Kawasan Hutan
98 Ivana Fitriani Staf Direktorat Perencanaan Kawasan Hutan
99 Sulung Wahyu W Staf Direktorat Perencanaan Kawasan Hutan
100 Santi Nur Desmita Staf Direktorat Perencanaan Kawasan Hutan
101 Winarto Staf Direktorat Perencanaan Kawasan Hutan
102 Edi Zulfan Staf Direktorat Perencanaan Kawasan Hutan
103 Maurinus Roy Staf Direktorat Perencanaan Kawasan Hutan
104 Marsel IPB
105 Teguh Purwanto IPB
106 Ikhsan IPB
107 Nur Auliya UGM
120
Peserta Seminar Dampak Perubahan Peruntukan dan FungsiKawasan Hutan dalam Revisi RTRWP terhadap Neraca Karbon dalamKawasan Hutan Terdiri dari: Unit Eselon I dan II LingkupKementerian Kehutanan, Pokja Perubahan Iklim KementerianKehutanan, Instansi teknis yang tergabung dalam keanggotaanBKPRN, Dinas Kehutanan Provinsi, Perguruan Tinggi, DewanKehutanan Nasional, APHI, Perhutani, Inhutani dan undanganlainnya.
121
KEPUTUSAN DIREKTUR PERENCANAAN KAWASAN HUTANNo. : SK.15/VII/Ren – 3/2010
Tentang
PEMBENTUKAN PANITIA PENYELENGGARASEMINAR “DAMPAK PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN
DALAM REVISI RTRWP
TERHADAP NERACA KARBON DALAM KAWASAN HUTAN”
Menimbang : a. Bahwa sebagai tindak lanjut UU No. 26 tahun 2007 sebagian besar provinsimelakukan peninjauan/penyesuaian rencana tata ruang wilayahnya, yangsebagian besar berimplikasi terhadap adanya usulan perubahanperuntukan dan fungsi kawasan hutan;
b. Bahwa kondisi hutan dalam kapasitasnya sebagai penyerap dan penyimpankarbon akan mempengaruhi neraca karbon dalam kawasan hutan yangsaat ini menjadi isu strategis di dalam mitigasi perubahan iklim;
c. Bahwa untuk membangun pemahaman serta langkah yang sama demiterwujudnya penataan ruang yang selaras, serasi, seimbang dengan tetapmempertimbangkan upaya mitigasi perubahan iklim akan diselenggarakanseminar;
d. Bahwa untuk penyelenggaraan seminar dengan tema ”Dampak PerubahanPeruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan dalam Revisi RTRWP TerhadapNeraca Karbon dalam Kawasan Hutan” dipandang perlu untuk membentukpanitia penyelenggara melalui Keputusan Direktur Perencanaan KawasanHutan.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi SumberdayaAlam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 No. 49,Tambahan Lembaran Negara No. 3419) ;
2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan;3. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang5. Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup;6. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan
Kehutanan;7. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan
Hutan;8. Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007 jo. No. 3 Tahun 2008 tentang
Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan sertaPemanfaatan Hutan;
9. Peraturan Pemerintah No 26 tahun 2008 Tentang Rencana Tata RuangWilayah Nasional;
10. Peraturan Menteri Kehutanan No. P. 64/Menhut-II/2008 tentangPerubahan Ketujuh atas Peraturan Menteri Kehutanan No. 13/Menhut-
DEPARTEMEN KEHUTANANDIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN PERENCANAAN KAWASAN HUTAN
Alamat : Gedung MANGGALA WANABAKTI Blok I Lt. 2Jl. Jendral Gatot Subroto PO.Box 7 Jkwb
Jakarta 10270Fax : (021) 5720216 Telepon : (021) 5730295
122
II/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehutanan.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
Pertama : Membentuk Panitia Penyelenggara Seminar “Dampak Perubahan Peruntukandan Fungsi Kawasan Hutan dalam Revisi RTRWP Terhadap Neraca Karbondalam Kawasan Hutan”
Kedua : Tugas panitia adalah :
a. Menyiapkan pelaksanaan Seminar ”Dampak Perubahan Peruntukan danFungsi Kawasan Hutan dalam Revisi RTRWP Terhadap Neraca Karbondalam Kawasan Hutan”
b. Melaporkan hasil pelaksanaan Seminar “Dampak Perubahan Peruntukandan Fungsi Kawasan Hutan dalam Revisi RTRWP Terhadap NeracaKarbon dalam Kawasan Hutan” kepada Direktur Perencanaan KawasanHutan.
Ketiga : Segala biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan kegiatan Seminar“Dampak Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan dalam RevisiRTRWP Terhadap Neraca Karbon dalam Kawasan Hutan” bersumber dariDIPA Direktorat Perencanaan Kawasan Hutan, Direktorat Jenderal PlanologiKehutanan Tahun Anggaran 2010
Keempat : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan akanditinjau dan diatur kembali sebagaimana mestinya apabila di kemudian hariternyata terdapat kekeliruan dalam penetapannya.
Ditetapkan di: JakartaPada tanggal: 19 Mei 2010
Direktur ,
Basoeki KaryaatmadjaNIP. 19571002 198203 1 004
Salinan keputusan ini disampaikan kepada Yth:1. Direktur Jenderal Planologi Kehutanan2. Sekretaris Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan
123
Lampiran Keputusan Direktur Perencanaan Kawasan Hutan
Nomor :
Tanggal :
SUSUNAN PANITIA PENYELENGGARASEMINAR DAMPAK PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DALAM
REVISI RTRWP TERHADAP NERACA KARBON DALAM KAWASAN HUTAN
Pengarah : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan
Penanggung JawabRegu Kerja / Pelaksana
: Direktur Perencanaan Kawasan Hutan
Ketua
Sekretaris
:
:
Kasubdit Penataan Ruang Kawasan Hutan Wilayah II
Kepala Seksi Penataan Ruang Kawasan Hutan Wilayah Malukudan Papua
Anggota : 1. Kepala Seksi Penataan Ruang Kawasan Hutan WilayahKalimantan dan Sulawesi
2. Kepala Seksi Penataan Ruang Kawasan Hutan Wilayah Jawa,Bali, Nusa Tenggara
3. Kepala Seksi Penataan Ruang Kawasan Hutan WilayahSumatera
4. Ir. Sabaris Wantono5. Popi Susan, S.Hut6. M. Roy Anggun Cahyadi, ST7. Edi Zulfan, S.Si8. Untung Subarno9. Erna Purdiantari10. A. Sanusi
Ditetapkan di : JakartaPada tanggal : 19 Mei 2010Direktur,
Basoeki KaryaatmadjaNIP. 19571002 198203 1 004