prosiding - · pdf filependelegasian wewenang yang lebih besar kepada daerah. ... sop...
TRANSCRIPT
PROSIDING
BKPRN Badan
Koordinasi
Penataan
Ruang
Nasional
Pilot Survey
Penjajakan Ekspektasi
Peran BKPRN
Jakarta, Januari 2015
Nusa Tenggara Barat, 23 Desember 2014
Daftar Isi
I. PENDAHULUAN ........................................................................................................................................................ 1
I.1 Latar Belakang ............................................................................................................................................. 1
I.2 Tujuan dan Sasaran ..................................................................................................................................... 2
I.3 Ruang Lingkup ............................................................................................................................................... 2
II. PELAKSANAAN ........................................................................................................................................................ 3
II.1 Review BKPRN ............................................................................................................................................... 3
II.1.1 Mengoordinasikan Penyiapan Kebijakan dan Regulasi ............................................................... 3
II.1.2 Mengoordinasi Penanganan dan Penyelesaian Masalah yang Timbul dalam
Penyelenggaraan Penataan Ruang dan Memberikan Pengarahan serta Saran Pemecahannya ... 4
II.1.3 Mengoordinasikan Pengawalan Pelaksanaan RTRWN dan Penentuan Prioritas Kawasan
Strategis Nasional (KSN) ................................................................................................................................. 5
II.1.4 Mengoordinasikan dan Memfasilitasi Kerjasama Penataan Ruang Antar Provinsi ................. 5
II.1.5 Mengoordinasikan Peningkatan Kapasitas Kelembagaan .......................................................... 5
II.1.6 Mengoordinasikan Penyebarluasan Informasi ................................................................................ 6
II.2 Ekspektasi Peran BKPRN ............................................................................................................................. 6
II.2.1 Hasil FGD ................................................................................................................................................ 6
II.2.2 Hasil Kuesioner ...................................................................................................................................... 8
II.3 BKPRD Provinsi dan BKPRD Kota ............................................................................................................... 8
II.3.1 BKPRD Provinsi ....................................................................................................................................... 8
II.3.2 BKPRD Kota ............................................................................................................................................ 9
III.KESIMPULAN DAN TINDAKLANJUT .................................................................................................................. 10
III.1 Review Pelaksanaan Fungsi BKPRN ......................................................................................................... 10
III.2 Ekspektasi Peran BKPRN ke depan .......................................................................................................... 10
III.3 Ekspektasi Penguatan Kapasitas dan Media Sosialisasi ..................................................................... 11
II.4 Tindak Lanjut .................................................................................................................................................. 11
V.LAMPIRAN .............................................................................................................................................................. 12
1. Bahan Paparan
2. Hasil Rekapitulasi Kuesioner Pilot Survey Penjajakan Ekspektasi Peran BKPRN
3. Kuesioner Pilot Survey Penjajakan Ekspektasi Peran BKPRN
4. Notulensi
5. Daftar Hadir
6. Dokumentasi
Prosiding Pilot Survey: Penjajakan Ekspektasi Peran BKPRN | I. PENDAHULUAN 1
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) dibentuk sebagai respon atas
kebutuhan berbagai instansi pemerintah dalam menangani masalah pemanfaatan ruang bagi
keperluan pembangunan yang terkoordinasi. Sesuai dengan Keppres Nomor 4 Tahun 2009,
BKPRN terdiri atas 14 K/L dengan tugas diantaranya sebagai berikut: i)Koordinasi
penanganan dan penyelesaian masalah yang timbul dalam penyelenggaraan penataan
ruang dan memberikan pengarahan serta saran pemecahannya; ii)Koordinasi
pemaduserasian berbagai peraturan perundang-undangan terkait penyelenggaraan
penataan ruang; iii)Koordinasi Sinkronisasi Rencana Umum dan Rencana Rinci Tata Ruang
Daerah dengan peraturan perundang-undangan, termasuk dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional dan rencana rincinya; dan iv)Koordinasi Upaya peningkatan kapasitas
kelembagaan Pemerintah dan Pemda dalam penyelenggaraan penataan ruang.
Jika ditelusuri sejarahnya, lembaga BKPRN telah terbentuk sejak tahun 1989 dengan
terbitnya Keputusan Presiden Nomor 57 tentang Tim Koordinasi Pengelolaan Tata Ruang
Nasional. Dengan keberadaannya yang telah menginjak 25 tahun, patut dilakukan review
terhadap pelaksanaan peran dan kelembagaan BKPRN.
Dalam Pameran Perencanaan Pembangunan pada kesempatan Musrenbangnas 19-20 April
2014, telah dilakukan penjaringan informasi melalui angket yang diisi oleh berbagai
kalangan pengunjung pameran. Dari angket tersebut diketahui 5 (lima) isu penataan ruang
yang dianggap penting ditangani oleh BKPRN yaitu i)Harmonisasi peraturan perundangan
terkait penataan ruang, ii)Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau/Ruang Terbuka Publik,
iii)Ketersediaan rencana tata ruang skala rinci, iv)Keefektifan kelembagaan
penyelenggaraan penataan ruang; dan v)Konektivitas jaringan transportasi antar wilayah.
Temuan tersebut perlu dikonfirmasi lebih lanjut secara terarah pada stakeholders yang
berkaitan langsung dengan BKPRN yaitu instansi yang menjadi anggota BKPRD.
Konfirmasi yang akan dilakukan melalui pilot survei diharapkan dapat mengidentifikasi
ekspektasi daerah (market assessment) pada lokasi pilot, yakni Provinsi Nusa Tenggara Barat
(NTB). Penentuan lokasi pilot tersebut didasarkan pada kriteria: i)Provinsi NTB merupakan
provinsi yang telah memiliki SOP BKPRD; ii)Perda RTRW Provinsi telah ditetapkan tahun 2010
dan tahun 2015 akan memasuki masa peninjauan kembali; dan iii)Karakteristik kawasan
pesisir dan pulau-pulau kecil. Lebih lanjut, hasil pilot survei ini akan dikembangkan sebagai
masukan bagi perumusan positioning BKPRN (termasuk BKPRD) terutama dengan kehadiran
Kementerian Agraria dan Tata Ruang dalam Kabinet Kerja. Temuan pilot survei ini akan
diolah lebih lanjut sebagai bahan untuk survei pada daerah-daerah lainnya dan juga pada
instansi terkait di tingkat pusat, khususnya yang menjadi anggota BKPRN.
Prosiding Pilot Survey: Penjajakan Ekspektasi Peran BKPRN | I. PENDAHULUAN 2
I.2 Tujuan dan Sasaran
Tujuan kegiatan ini adalah untuk memperoleh gambaran ekspektasi fungsi kelembagaan
BKPRN (termasuk BKPRD) mendatang menurut pandangan pemerintah daerah, khususnya
para anggota BKPRD.
Sasaran yang ingin dicapai dari kegiatan ini:
a. Diperolehnya hasil review pelaksanaan peran BKPRN;
b. Teridentifikasinya isu-isu yang menjadi prioritas untuk ditangani BKPRN;dan
c. Teridentifikasinya ekspektasi peran BKPRN ke depan (setelah adanya Kementerian ATR).
I.3 Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan ini mencakup; i) Instansi daerah anggota BKPRD yang
bertanggungjawab terhadap penataan ruang; dan ii) Aspirasi mengenai peran dan fungsi
BKPRN dan BKPRD.
Prosiding Pilot Survey: Penjajakan Ekspektasi Peran BKPRN | II. PELAKSANAAN 3
II. PELAKSANAAN
Kegiatan ini diselenggarakan selama 1 (satu) hari pada hari Selasa, 23 Desember 2014 di
Kantor Bappeda Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). FGD ini dibuka dan dipimpin oleh
Kepala Bappeda Provinsi NTB. Peserta yang hadir berjumlah 15 orang yang mencakup unsur
Bappeda Provinsi NTB; Dinas Pekerjaan Umum; Dinas Pertambangan dan Energi; Dinas
Perhubungan, Komunikasi, dan Informasi; Badan Pertanahan Nasional (BPN); Dinas Kelautan
dan Perikanan; dan World Wildlife Fund (WWF).
Pilot Survey ini menggunakan metode Focus Group Discussion (FGD) dengan pertanyaan kunci
berupa review fungsi BKPRN selama ini dan ekspektasi fungsi BKPRN ke depan. Selain itu,
peserta FGD juga diminta mengisi kuesioner Pilot Survey: Penjajakan Ekspektasi Peran BKPRN.
Adapun hasil pilot survey ini meliputi:
I.1 Review BKPRN
Keberadaan BKPRD Provinsi NTB memiliki komitmen yang kuat serta berperan aktif dalam
mengoordinasikan penyelesaian permasalahan penataan ruang. Review BKPRN dilakukan
untuk mendapat pandangan BKPRD Provinsi NTB terhadap pelaksanaan 6 (enam) tugas dan
fungsi utama BKPRN berikut ini:
I.1.1 Mengoordinasikan Penyiapan Kebijakan dan Regulasi
Untuk melaksanakan fungsi ini, salahsatu kegiatan yang telah dilakukan BKPRN adalah i)Mengoordinasikan penyiapan Inpres Nomor 8 Tahun 2013 Tentang Penyelesaian Penyusunan RTRW Provinsi dan Kab/kota; dan ii)Mengoordinasikan pembahasan inisiasi regulasi Pengelolaan Ruang Udara Nasional (PRUN).
Berdasarkan hasil FGD, secara umum peserta memandang bahwa BKPRN telah
melaksanakan fungsi ini namun demikian belum optimal, sehingga diusulakan
pendelegasian wewenang yang lebih besar kepada daerah. Beberapa poin hasil diskusi
yaitu:
a. Rencana Rinci Tata Ruang (RRTR)
RRTR merupakan instrumen penting dalam menyikapi semakin maraknya isu pengendalian pemanfaatan ruang di Provinsi NTB dan Kota Mataram. Terlebih-lebih BKPRD Provinsi NTB merupakan wadah yang mendapat kepercayaan banyak pihak dalam penajaman isu-isu aktual Penataan Ruang.
Dalam rangka koordinasi percepatan penyusunan RRTR, perlu dilakukan pendelegasian
persetujuan substansi (persub) RRTR kepada Pemda yang telah dilakukan pembinaan oleh
Pemerintah Pusat.
Kewenangan pendelegasian pemberian persub penyusunan RRTR diberikan kepada
Pemda melalui Permen PU No. 1/PRT/M/2013, namun belum seluruhnya dilengkapi
dengan NSPK terkait seperti pedoman penyusunan Kawasan Strategis Provinsi (KSP). Hal
Prosiding Pilot Survey: Penjajakan Ekspektasi Peran BKPRN | II. PELAKSANAAN 4
ini mengakibatkan dari 16 KSP di NTB hanya 3 RRTR KSP yang telah tersusun RRTR-nya,
dengan mengacu pada rancangan Pedoman Penyusunan KSP yang disusun oleh
Kementerian PU.
Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP-3-K): Pendelegasian
kewenangan juga diharapkan diberikan dalam hal pemberian pemberian tanggapan
dan/atau saran RZWP-3-K.
b. Sinkronisasi peraturan perundangan: BKPRN perlu menyiapkan kebijakan pemaduserasian peraturan perundang-undangan terkait Penataan Ruang.
Persub RTRW: Pemberian persub RTRW yang dilakukan oleh Kementerian PU atas nama BKPRN dipandang Pemda tidak efektif dan efisien karena memakan waktu yang lama sementara dana Pemda terbatas dan masih harus berkonsultasi secara parsial dengan K/L. Selain itu, perwakilan K/L yang hadir dalam forum pemberian persub dipandang kurang berkompeten.
Adapun saran yang disampaikan meliputi:
Perlunya melengkapi regulasi turunan terkait penyusunan RRTR seperti penyusunan Pedoman Penyusunan Kawasan Strategis Provinsi (KSP), pedoman pengintegrasian pengaturan matra darat dan matra laut, dan pedoman pengintegrasian rencana pembangunan dengan rencana tata ruang.
Perlu pendelegasian pemerintah pusat ke daerah terkait i)Persub RDTR; ii)Persub RTRW;
dan iii)Pengintegrasian pengaturan matra laut dan matra darat dalam bentuk RZWP-3-K.
c. Review mekanisme persub RTRW oleh BKPRN agar lebih efektif dan efisien.
Walaupun dalam diskusi dinyatakan perlunya pendelegasian wewenang ang lebih besar dalam pemberian persub Rencana Tata Ruang (RTR), namun dari hasil kuesioner didapatkan 93 % responden menyatakan bahwa proses persub BKPRN telah memberikan banyak masukan berharga terhadap perbaikan kualitas draft RTRW Provinsi maupun Kab/kota.
I.1.2 Mengoordinasi Penanganan dan Penyelesaian Masalah yang Timbul dalam
Penyelenggaraan Penataan Ruang dan Memberikan Pengarahan serta Saran Pemecahannya
Kegiatan yang telah dilakukan BKPRN dalam melaksanakan tugas ini adalah fasilitasi pembahasan permasalahan kehutanan dalam proses penetapan RTRW Kalimantan Selatan dan fasilitasi integrasi UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dengan UU No 27 Tahun 2007 jo UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Peserta FGD berpendapat bahwa fungsi ini telah dilakukan oleh BKPRN, namun memang
belum optimal. Guna mengoptimalkan fungsi tersebut, salasatu usulan yang disampaikan
adalah perlunya kejelasan batas kewenangan BKPRN dalam pengelolaan Pusat Kegiatan
Nasional (PKN) terutama terkait penyelesaian konflik pemanfaatan ruang di PKN. Untuk itu,
SOP Penanganan Konflik yang tengah disusun Kemenko Perekonomian sepatutnya memuat
pembagian kewenangan K/L dan pemerintah daerah.
Prosiding Pilot Survey: Penjajakan Ekspektasi Peran BKPRN | II. PELAKSANAAN 5
Berdasarkan hasil isian kuesioner, diketahui bahwa peran BKPRN yang paling diperlukan
daerah saat ini adalah masukan BKPRN terhadap substansi Rencana Tata Ruang Wilayah
(termasuk peta). Sementara peran BKPRN seperti pengawalan dan pembinaan implementasi
kebijakan nasional di daerah, sinkronisasi peraturan perundangan bidang tata ruang,
penyelesaian konflik penataan ruang, dan masukan terhadap rancangan peraturan daerah
menempati prioritas berikutnya.
I.1.3 Mengoordinasikan Pengawalan Pelaksanaan RTRWN dan Penentuan Prioritas
Kawasan Strategis Nasional (KSN)
Berdasarkan hasil FGD ini, terungkap bahwa Provinsi NTB berpandangan bahwa
pengawalan pemerintah pusat belum optimal terhadap implementasi KSN. Hal ini dialami
dalam proses penyusunan RTR KSN Kapet Bima dan Taman Nasional Gunung Rinjani yang
hingga hari ini belum ditetapkan. Diharapkan BKPRN dapat mendorong penetapan untuk RTR
KSN dan menjadi koordinator untuk pengelolaan Kapet.
Diketahui pula bahwa responden merasa penentuan Kawasan Strategis Provinsi (KSP) dan
Kawasan Strategis Kabupaten/Kota (KSKab/Kota) memerlukan masukan dari BKPRN pada
tahap persub Rencana Tata Ruang (termasuk lokasi dan peta). Selain itu, sebagian besar
responden menyatakan bahwa keikutsertaan pemda telah dipastikan dalam proses
penentuan dan penilaian KSN terutama pada tahap penyusunan Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional (RTRWN) dimana dokumen ini diacu dalam penyusunan RTRW Provinsi dan
RTRW Kab/kota.
I.1.4 Mengoordinasikan dan Memfasilitasi Kerjasama Penataan Ruang Antar Provinsi
Melalui FGD diketahui bahwa BKPRN dipandang telah melakukan tugas mengoordinasikan fasilitasi kerjasama penataan ruang antar provinsi namun belum optimal. Sebagai contoh, pada proses penyusunan RTR KSN Sunda Kecil (Prov. Bali-Prov. NTT-Prov. NTB) yang belum kunjung ditetapkan sebagai Peraturan Presiden. Disamping itu pembinaan oleh K/L masih lebih bersifat parsial (bukan sebagai BKPRN) dan masih terbatasnya upaya mengoordinasikan 3 provinsi tersebut.
Selanjutnya, 67% responden berpendapat bahwa daerah mendapatkan manfaat dalam
kerjasama penataan ruang antar provinsi dengan adanya Perpres Rencana Tata Ruang
Kepulauan Nusa Tenggara yang penyusunan dan penerapannya difasilitasi BKPRN.
I.1.5 Mengoordinasikan Peningkatan Kapasitas Kelembagaan
Dalam rangka pelaksanaan tugas ini, BKPRN telah melakukan penyusunan Pedoman Tata Kerja BKPRN. Dengan output tersebut, BKPRN dipandang telah melaksanakan tugas koordinasi peningkatan kapasitas kelembagaan. Peserta FGD menyusulkan perlunya penyusunan pedoman peningkatan kapasitas kelembagaan penataan ruang di pusat dan daerah pada tahap perencanaan, pemanfaatan, dan terutama pada tahap pengendalian pemanfaatan ruang. Selain itu, BKPRN diharapkan mampu mengoordinasikan peningkatan kapasitas PPNS dan peningkatan pendanaan bagi pelaksanaan tugas BKPRD. Melalui FGD ini dapat diidentifikasi kebutuhan pembinaan BKPRD dalam hal : i) Peningkatan pemahaman terhadap regulasi dan kebijakan bidang penataan ruang yang terkini; dan ii) Pemahaman mengenai informasi spasial dan perpetaan.
Prosiding Pilot Survey: Penjajakan Ekspektasi Peran BKPRN | II. PELAKSANAAN 6
Berdasarkan hasil kuesioner, hanya 50% responden yang mengetahui Rapat Kerja Nasional
BKPRD yang telah dilaksanakan sejak 2010. Responden yang mengetahui Rapat Kerja
Nasional BKPRD menyatakan rapat kerja tersebut bermanfaat bagi pengembangan wilayah
dan/atau penyelesaian masalah penataan ruang di daerah.
I.1.6 Mengoordinasikan Penyebarluasan Informasi
Tugas koordinasi penyebarluasan informasi BKPRN diwujudkan dalam pengembangan situs BKPRN (www.bkprn.org). Situs ini diharapkan menjadi wadah pertukaran informasi dan media sosialisasi penataan ruang lintas sektor. Peserta FGD menyatakan bahwa melalui pengembangan dan pengelolaan situs tersebut BKPRN telah melaksanakan fungsi koordinasi penyebarluasan informasi. Untuk mengoptimalkan fungsi BKPRN tersebut, penyiapan sistem informasi terpadu terutama untuk mendukung pelaksanaan fungsi pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang/ kegiatan monitoring dan evaluasi.
Berdasarkan, hasil kuesioner didapatkan bahwa pemerintah Provinsi NTB belum mengetahui
dan belum aktif memanfaatkan situs BKPRN ini. Besar kemungkinan disebabkan oleh belum
optimalnya sosialisasi di tingkat pemda. Sementara itu, media sosialisasi yang dipandang
paling bermanfaat bagi daerah adalah leaflet peraturan perundangan dan CD regulasi.
I.2 Ekspektasi Peran BKPRN
Setelah dilakukan review terhadap pelaksanaan peran dan fungsi BKPRN saat ini, melalui
Pilot Survey ini juga digali harapan stakeholders (terutama anggota BKPRD Provinsi NTB dan
BKPRD Kota Mataram) terhadap fungsi BKPRN dimasa mendatang sehubungan dengan telah
terbentuknya Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR). Penjaringan ekspektasi dilakukan
melalui FGD dan pengisian kuesioner.
I.2.1 Hasil FGD Berikut ekspektasi terhadap 6 (enam) tugas dan fungsi utama BKPRN:
a. Mengoordinasikan Penyiapan Kebijakan dan Regulasi Fungsi koordinasi penyiapan kebijakan dan regulasi diharapkan tetap diemban oleh BKPRN. Dengan adanya Kementerian ATR, BKPRN tetap diperlukan dengan struktur yang dapat disesuaikan.
b. Mengoordinasi Penanganan dan Penyelesaian Masalah yang Timbul dalam Penyelenggaraan Penataan Ruang dan Memberikan Pengarahan serta Saran Pemecahannya Tugas ini, diharapkan tetap diemban oleh BKPRN. Hal ini mengingat fungsi penyelesaian masalah pemanfaatan penataan ruang bersifat lintas sektor dan akan lebih mudah dilakukan oleh BKPRN. Selain itu, untuk mengefektifkan dan mengoptimalkan penataan ruang di daerah, perlu dilakukan peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan penyusunan pedoman pembangunan sistem informasi bagi daerah.
c. Mengoordinasikan Pengawalan Pelaksanaan RTRWN dan Penentuan Prioritas Kawasan Strategis Nasional (KSN) Fungsi koordinasi ini diharapkan tetap diemban oleh BKPRN. Namun, mengingat tugas ini berhubungan dengan kebijakan di tingkat pusat, maka fungsi ini dapat dilakukan dengan lebih efektif dan efisien oleh Kementerian ATR.
Prosiding Pilot Survey: Penjajakan Ekspektasi Peran BKPRN | II. PELAKSANAAN 7
d. Mengoordinasikan dan Memfasilitasi Kerjasama Penataan Ruang Antarprovinsi Koordinasi dan fasilitasi kerjasama penataan ruang antar provinsi, secara teknis dapat dilakukan oleh kementerian ATR dengan syarat ada lembaga di daerah yang menjadi kepanjangan tangan fungsi kementerian ATR. Hal ini dilakukan untuk dapat memperkuat efektifitas fungsi pengawasan dan pengendalian di daerah.
e. Mengoordinasikan Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Terkait fungsi ini, baik BKPRN maupun Kementerian ATR dapat melaksanakannya. Secara tupoksi Kementerian, ATR dapat melaksanakan peningkatan kapasitas kelembagaan penataan ruang di daerah melalui pembinaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan pelaksanaan pendampingan pusat dengan daerah. Untuk kegiatan peningkatan kapasitas kelembagaan yang memerlukan koordinasi lintas sektor, BKPRN dapat melakukan pertemuan rutin pada tingkat nasional sebagai sarana sosialisasi dan pelatihan bagi daerah.
f. Mengoordinasikan penyebarluasan informasi Koordinasi penyebarluasan informasi dilakukan BKPRN melalui pengembangan website dan penyebarluasan media cetak berupa leaflet dan CD regulasi kepada para stakeholders. Kedepan, fungsi ini diharapkan dapat dilakukan baik oleh BKPRN maupun Kementerian ATR.
Selain 6 tugas dan fungsi utama diatas, dalam FGD ini diperoleh masukan 3 (tiga) fungsi lain
yang dipandang perlu dimiliki oleh BKPRN dan/atau Kementerian ATR terkait penataan
ruang yaitu a) Fungsi pengawasan dan pengendalian di daerah oleh pusat; b) Fungsi evaluasi
hubungan pusat dan daerah (dapat dikaji terkait revitalisasi peran BKPRD dan BKPRN); dan
c) Fungsi hubungan antar lembaga (peran BIG dengan ATR).
Temuan dari hasil FGD dapat diringkas dalam tabel berikut:
Tabel Pemetaan Tugas dan Fungsi kepada BKPRN dan Kementerian ATR
Berdasarkan Hasil FGD
No Tugas dan Fungsi BKPRN Kementerian ATR
1 Mengoordinasikan Penyiapan Kebijakan dan Regulasi √
2
Mengoordinasi Penanganan dan Penyelesaian Masalah yang Timbul dalam Penyelenggaraan Penataan Ruang dan Memberikan Pengarahan serta Saran Pemecahannya
√
3
Mengoordinasikan Pengawalan Pelaksanaan RTRWN dan Penentuan Prioritas Kawasan Strategis Nasional (KSN)
√
4 Mengoordinasikan dan Memfasilitasi Kerjasama Penataan Ruang Antarprovinsi
√
5 Mengoordinasikan Peningkatan Kapasitas Kelembagaan √ √
6 Mengoordinasikan penyebarluasan informasi √ √
Prosiding Pilot Survey: Penjajakan Ekspektasi Peran BKPRN | II. PELAKSANAAN 8
I.2.2 Hasil Kuesioner
Dari 5 (lima) isu penataan ruang yang dirinci dalam kuesioner dan diisi oleh responden,
dapat diketahui urutan prioritas isu penataan ruang yang membutuhkan peran koordinasi
lintas K/L dan instansi:
1) Harmonisasi peraturan perundangan terkait penataan ruang/konflik perencanaan dan
pemanfaatan ruang (85 %)
Instansi yang dipandang mampu dan berkompeten menangani isu ini adalah BKPRN
(77%), Kementerian PPN/Bappenas (62%), dan Kementerian ATR (62%).
2) Ketersediaan rencana tata ruang skala rinci RRTR/RDTR (77%)
Instansi yang dipandang mampu dan berkompeten menangani ini adalah BKPRN (79%).
3) Konektivitas jaringan transportasi antar wilayah (69%)
Instansi yang dipandang mampu dan berkompeten menangani isu ini adalah Kementerian
ATR (57%) dan Kementerian PPN/Bappenas (57%).
4) Kapasitas Institusi/Organisasi Penyelenggara Penataan Ruang (54%)
Instansi yang dipandang mampu dan berkompeten menangani isu ini adalah BKPRN
(86%) dan Kementerian ATR (86%).
5) Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau/Ruang Terbuka Publik (46%)
Instansi yang dipandang mampu dan berkompeten menangani isu ini adalah Kementerian
ATR (85%).
Dapat disimpulkan bahwa daerah masih memandang isu harmonisasi peraturan
perundangan terkait penataan ruang merupakan isu penataan ruang yang paling
membutuhkan koordinasi lintas K/L dan memandang BKPRN sebagai institusi pusat yang
paling mampu menangani isu ini.
Adapun harapan sebagian besar responden (67%) di masa mendatang terkait peran dan
fungsi kelembagaan adalah BKPRN tetap melaksanakan peran, tugas dan fungsinya dengan
Menteri Agraria dan Tata Ruang sebagai Ketua.
I.3 BKPRD Provinsi dan BKPRD Kota
Dari 18 responden yang mengisi kuesioner, sebanyak 13 responden merupakan perwakilan
BKPRD Provinsi NTB dan 5 responden merupakan perwakilan BKPRD Kota Mataram (2
responden mewakili BKPRD Kota Mataram dan 3 responden mewakili baik BKPRD Provinsi
maupun BKPRD Kota).
I.3.1 BKPRD Provinsi
92% responden mengetahui bahwa Provinsi NTB telah memiliki BKPRD dan dipandang
mampu menyelesaikan isu penataan ruang di daerah terutama terkait isu Harmonisasi
peraturan perundangan terkait penataan ruang. Adapun intensitas pertemuan BKPRD Provinsi
dan BKPRD Kab/kota lebih dari 4 kali per tahun (54%). Dengan pertemuan yang relatife
intensif ini, diharapkan BKPRD mampu menyelesaikan sebagian besar permasalahan
penataan ruang yang terjadi di daerah. Harapan responden kepada BKPRD ke depan
Prosiding Pilot Survey: Penjajakan Ekspektasi Peran BKPRN | II. PELAKSANAAN 9
adalah tetap melaksanakan peran, tugas dan fungsinya seperti sekarang, namun dengan
penyesuaian struktur terkait adanya Kementerian Agraria dan Tata Ruang.
Beberapa saran pelaksanaan peran BKPRD Provinsi meliputi:
Penguatan kapasitas anggota BKPRD, regulasi dan alokasi anggaran yang memadai
Pengembangan sistem informasi, koordinasi penyelenggaraan penataan ruang, serta
sinkronisasi perencanaan sektor dan wilayah
Tersedianya sekretariat BKPRD yang berdiri sendiri dengan menempatkan SDM yang
tetap sebagai perwakilan berbagai sektor agar lebih efektif
I.3.2 BKPRD Kota
Selain BKPRD Provinsi NTB, Kota Mataram juga telah memiliki BKPRD. Berdasarkan hasil
kuesioner, responden telah mengetahui keberadaan BKPRD Kota, namun belum mengetahui
tanggungjawab penyusunan laporan rutin tahunan pelaksanaan koordinasi penataan ruang
provinsi dan pembinaan penataan ruang kabupaten/kota kepada Gubernur dengan
tembusan Mendagri (sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 50 Tahun 2009 tentang
Pedoman Koordinasi Tata Ruang Daerah).
Terkait peran dan fungsi BKPRD, 40% responden berpendapat BKPRD Kota mampu
menyelesaikan isu penataan ruang terutama terkait isu ketersediaan Ruang Terbuka
Hijau/Ruang Terbuka Publik dan ketersediaan rencana tata ruang skala rinci. Dalam hal, isu
penataan ruang tidak dapat diselesaikan, sebesar 60% responden menyatakan akan
membawa hal ini ke BKPRD Provinsi. Selain itu, koordinasi antara BKPRD Provinsi dan BKPRD
Kota, dianggap sangat membantu penyelesaian masalah penataan ruang di daerah.
Kedepan, 80% responden berharap BKPRD tetap melaksanakan peran, tugas dan fungsinya
seperti sekarang (tidak ada perubahan). Saran untuk perbaikan fungsi dan peran BKPRD
Kota kedepan adalah memaksimalkan koordinasi lintas sektor di kota maupun provinsi dan
peningkatan kapasitas anggota BKPRD Provinsi/Kabupaten/Kota.
Prosiding Pilot Survey: Penjajakan Ekspektasi Peran BKPRN | III.KESIMPULAN DAN TINDAKLANJUT 10
III.KESIMPULAN DAN TINDAKLANJUT
BKPRD NTB dan BKPRD Kota Mataram merupakan forum antar sektor yang memiliki komitmen
kuat, mampu memberikan solusi persoalan aktual penataan ruang serta dianggap penting
dalam memberikan pertimbangan penerbitan izin mengingat kedudukannya yang independent
dan terlepas dari ego sektoral. Oleh karenanya BKPRD Provinsi NTB dan Kota Mataram
dipilih sebagai lokasi Pilot Survey dalam rangka mereview pelaksanaan fungsi BKPRN serta
menjaring ekspektasi peran BKPRN paska terbentuknya Kementerian ATR.
III.1 Review Pelaksanaan Fungsi BKPRN
BKPRN telah menjalankan tugas dan fungsi namun belum optimal. kedepan
direkomendasikan pendelegasian wewenang terkait persetujuan substansi RDTR, persetujuan
substansi RTRW, dan pengintegrasian pengaturan matra laut dan matra darat dalam bentuk
RZWP-3-K serta perlunya melengkapi regulasi turunan terkait penyusunan RRTR seperti
penyusunan pedoman Kawasan Strategis Provinsi.
Sementara itu, urutan isu prioritas yang memerlukan koordinasi lintas K/L sebagai berikut:
a. Harmonisasi peraturan perundangan terkait penataan ruang (konflik perencanaan dan pemanfaatan ruang);
b. Ketersediaan rencana tata ruang skala rinci (RRTR/RDTR);
c. Penguatan kapasitas institusi/organisasi penyelenggara Penataan Ruang;
d. Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau/Ruang Terbuka Publik; dan
e. Konektivitas jaringan transportasi antar wilayah.
Dengan demikian, harmonisasi peraturan perundangan terkait penataan ruang dinilai yang paling prioritas memerlukan koordinasi lintas K/L.
III.2 Ekspektasi Peran BKPRN ke depan
BKPRN diharapkan tetap ada dengan pertimbangan bahwa persoalan penataan ruang
merupakan persoalan yang membutuhkan koordinasi lintas sektor yang tidak
diselenggarakan oleh satu Kementerian/Lembaga tertentu. Disamping itu, BKPRD juga
membutuhkan wadah koordinasi di tingkat nasional.
Fungsi BKPRN yang bersifat teknis, seperti mengoordinasikan dan memfasilitasi kerja sama
penataan ruang antar provinsi, serta mengoordinasikan peningkatan kapasitas kelembagaan,
idealnya dapat diemban langsung oleh Kementerian ATR, dengan catatan Kementerian ATR
memiliki unit kerja di daerah. Sementara tugas yang masih memerlukan koordinasi antarsektor
tetap diemban oleh BKPRN, diantaranya seperti penyiapan kebijakan serta pemaduserasian
peraturan perundang-undangan bidang tata ruang.
Sebagian besar isian kuesioner menyatakan ke depan BKPRN diketuai Menteri ATR.
Sehubungan dengan ekspektasi tersebut diusulkan adanya masa transisi dan roadmap
peralihan tugas yang sebelumnya dijalankan oleh BKPRN.
Prosiding Pilot Survey: Penjajakan Ekspektasi Peran BKPRN | III.KESIMPULAN DAN TINDAKLANJUT 11
III.3 Ekspektasi Penguatan Kapasitas dan Media Sosialisasi
Sebagian besar responden menyatakan bahwa kegiatan pendampingan pusat dengan
daerah merupakan metode peningkatan kapasitas kelembagaan yang paling efektif
dibandingkan kegiatan pembinaan teknis dan training di pusat.
Untuk media sosialisasi, sebagian besar isian kuesioner menyatakan bahwa leaflet peraturan
perundangan adalah media yang paling bermanfaat bagi daerah dibanding CD regulasi,
leaflet BKPRN, dan leaflet Tata Ruang dan Pertanahan.
I.4 Tindak Lanjut
Sebagai tindaklanjut, Sekretariat BKPRN merencanakan FGD serupa di pemerintah pusat
(terutama anggota BKPRN) dan 3 (tiga) daerah yaitu Jogjakarta, Surabaya, dan Semarang
III.KESIMPULAN DAN TINDAKLANJUT
Prosiding Pilot Survey: Penjajakan Ekspektasi Peran BKPRN | VI.LAMPIRAN 12
VI.LAMPIRAN
1. Bahan Paparan
2. Hasil Rekapitulasi Kuesioner Pilot Survey Penjajakan Ekspektasi Peran BKPRN
3. Kuesioner Pilot Survey Penjajakan Ekspektasi Peran BKPRN
4. Notulensi
5. Daftar Hadir
6. Dokumentasi
Lampiran
1. Bahan Paparan
1
PILOT SURVEY: PENJAJAKAN EKSPEKTASI
PERAN BKPRN
Mataram, 23 Desember 2014
Oleh:Direktur Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas
OUTLINE
2
1. Latar Belakang2. Tujuan dan
Sasaran3.Metode
4. Waktu, Tempat, dan Peserta
5. Agenda Pilot Survey: Penjajakan Ekspektasi Peran
BKPRN
6. Diskusi: Review terhadap Fungsi
BKPRN
7. Diskusi:
Ekspektasi Terhadap BKPRN di
masa mendatang
2
1.Latar Belakang
3
PILOT SURVEY
Dasar hukumBKPRN:
Keppres Nomor 57 Tahun 1989 tentang Tim Koordinasi Pengelolaan Tata Ruang Nasional sampai denganterbitnya
Keppres Nomor 4 Tahun 2009 TentangBadan KoordinasiPenataan RuangNasional (BKPRN)
KementerianAgraria &
Tata Ruang(ATR) pada
Kabinet Kerja(UU 26/2007 tentang
Penataan Ruang & Perpres 165/2014tentang PenataanTugas & FungsiKabinet Kerja)
Apakah BKPRN selama ini sudah
berfungsi?
Apakah ekspektasi terhadap BKPRN
ke depan?
12
Tupoksi BKPRN:a. Mengkoordinasikan penyiapan kebijakan &
regulasib. Mengkoordinasikan penanganan &
penyelesaian masalah dalampenyelenggaraan penataan ruang & memberikan pengarahan serta saran pemecahannya
c. Mengkoordinasikan pengawalanpelaksanaan RTRWN & penentuan prioritasKSN
d. Mengkoordinasikan & memfasilitasikerjasama penataan ruang antar provinsi
e. Mengkoordinasikan peningkatan kapasitaskelembagaan
f. Mengkoordinasikan penyebarluasaninformasi
1. Latar Belakang..(2)
Persandingan Tupoksi Kementerian PenyelenggaraPenataan Ruang (ATR) & BKPRN
4
Kementerian Penyelenggaraan Penataan Ruang
(Berdasarkan UU 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang)
BKPRN (Berdasarkan Keppres 4 tahun 2009 tentang BKPRN)
Pasal 9 ayat 1: Penyelenggaraanpenataan ruang dilaksanakan olehseorang MenteriPasal 9 ayat 2: Tugas dan tanggungjawab Menteri dalampenyelenggaraan penataan ruangsebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:a. Pengaturan, pembinaan dan
pengawasan penataan ruangb. Pelaksanaan penataan ruang
nasional; danc. Koordinasi penyelenggaraan
penataan ruang lintas sektor, lintaswilayah, dan lintas pemangkukepentingan.
1. Mengkoordinasikan penyiapan kebijakan & regulasi
2. Mengkoordinasikan penanganan & penyelesaian
masalah yang timbul dalam penyelenggaraan
penataan ruang & memberikan pengarahan serta
saran pemecahannya
3. Mengkoordinasikan mengawal pelaksanaan RTRWN
& penentuan prioritas KSN
4. Mengkoordinasikan & memfasilitasi kerjasama
penataan ruang antar provinsi
5. Mengkoordinasikan peningkatan kapasitas
kelembagaan
6. Mengkoordinasikan penyebarluasan informasi
3
2. Tujuan dan Sasaran
• Tujuan :Memperoleh gambaran ekspektasi fungsikelembagaan BKPRN mendatang dalam pandangan pemerintah daerah.
• Sasaran:a. Diperolehnya hasil review pelaksanaan peran
BKPRN; b. Teridentifikasinya isu-isu yang menjadi prioritas
untuk ditangani BKPRN;danc. Teridentifikasinya ekspektasi peran BKPRN ke
depan (setelah adanya Kementerian ATR).
5
3. Metode
Pilot Survey menggunakan metode:
a. Focus Group Discussion (FGD)
• Review
• Ekspektasi peran BKPRN
b. Pengisian kuesioner oleh peserta FGD
6
4
4. Waktu, Tempat, dan Peserta
• Waktu & Tempat– Selasa, 23 Desember 2014 – Tempat : Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)– Penentuan lokasi pilot tersebut didasarkan pada kriteria:
a. Provinsi NTB telah memiliki Tata Kerja (SOP) BKPRD; b. Perda RTRW Provinsi telah ditetapkan tahun 2010 dan tahun 2015 akan
memasuki masa peninjauan kembali; danc. Karakteristik kawasan pesisir & pulau-pulau kecil
• PesertaAnggota BKPRD di Provinsi NTB & di kota Mataram, di antaranya:i) Bappeda; ii) Dinas Kehutanan; iii) Dinas Pekerjaan Umum; iv) Kanwil BPN & Kantor Pertanahan; v) Dinas Kelautan &Perikanan
7
5. Agenda Pilot Survey: Penjajakan Ekspektasi PeranBKPRN
WAKTU (WITA)
AGENDA Oleh
Selasa, 23 Desember 2014
09.00-09.30 Registrasi Panitia
09.30-09.45 Sambutan Bappeda Prov. NTB
09.45-10.00 Paparan Tujuan Pilot SurveyDirektur Tata Ruang dan
Pertanahan, Bappenas
10.00-12.20 FGD
Moderator & Peserta FGD
55’ Review pelaksanaan peran BKPRN dari sudut pandang
BKPRD Provinsi NTB dan BKPRD Kota Mataram
55’ Ekspektasi Peran dan Fungsi Kelembagaan BKPRN serta
keterkaitannya dengan BKPRD dimasa mendatang
30’ Pengisian Kuesioner
12.20-12.35 Kesimpulan dan PenutupanDirektur Tata Ruang dan
Pertanahan, Bappenas
12.35-13.30 Ishoma
13.30-15.00 Konsolidasi Internal Sekretariat BKPRN Sekretariat BKPRN
5
6. Review: Apakah BKPRN telah menjalankan fungsinya?
9
No
BKPRN
(Berdasarkan Keppres 4
tahun 2009 tentang BKPRN)
Contoh kegiatan yang telah
dilakukan BKPRN Ya Tidak Ket
1. Mengkoordinasikan penyiapan
kebijakan & regulasi
Mengkoordinasikan
penyiapan Inpres Nomor 8
Tahun 2013 Tentang
Penyelesaian Penyusunan
RTRW Prov & Kab/kota
Mengkoordinasikan inisiasi
regulasi Pengelolaan Ruang
Udara Nasional (PRUN)
v
belum
optimal
Belum lengkapnya turunan regulasi
seperti belum tersusunnya
Pedoman Penyusunan Kawasan
Strategis Provinsi (KSP)
Pendelegasian pusat ke daerah
terkait i) RDTR; ii)Persub RTRW
;dan iii) Pengintegrasian
pengaturan matra laut dan matra
darat.
2. Koordinasi penanganan dan
penyelesaian masalah yg
timbul dalam
penyelenggaraan penataan
ruang & memberikan
pengarahan serta saran
pemecahannya
Fasilitasi pembahasan
permasalahan kehutanan
dalam proses penetapan
RTRW Kalimantan Selatan
Fasilitasi integrasi UU no.
26/2007 dg UU no 27/2007
jo UU no. 1/2014
Batas kewenangan BKPRN dalam
PKN
6. Review: Apakah BKPRN telah menjalankan fungsinya?..(2)
10
No BKPRN
(Berdasarkan Keppres 4
tahun 2009 tentang BKPRN)
Contoh kegiatan yang telah
dilakukan BKPRN
Ya Tidak Ket
3
Mengkoordinasikan mengawal
pelaksanaan RTRWN &
penentuan prioritas KSN
Mengoordinasikan proses
Peninjauan Kembali (PK)
RTRWN
Mengkoordinasikan proses
penyusunan Perpres KSN
Belum optimalnya
pengawalan pusat
terhadap KSN (
KSN Gunung
Rinjani & KAPET
Bima)
4
Mengkoordinasikan dan
memfasilitasi kerjasama
penataan ruang antar provinsi
Mengkoordinasikan proses
penyusunan & penetapan
Penataan Ruang Kawasan
Jabodetabekpunjur (Perpres
54 tahun 2008)
Belum
difasilitasinya
sinergi rencana
tata ruang yang
bersifat lintas
provinsi
6
6.Review:Apakah BKPRN telah menjalankan fungsinya?..(3)
11
No
BKPRN
(Berdasarkan Keppres 4
tahun 2009 tentang
BKPRN)
Contoh kegiatan yang
telah dilakukan BKPRN Ya Tidak Ket
5
Mengkoordinasikan
peningkatan kapasitas
kelembagaan
Penyusunan
Pedoman Tata Kerja
BKPRN
Perlu pedoman peningkatan
kapasitas kelembagaan di
pusat dan daerah
Peningkatan kapasitas
pengawasan dan
pengendalian kapasitas
perencanaan, pemanfaatan
& pengendalian
pemanfaatan(misal melalui
PPNS lintas ruang: darat,
laut, udara)
6
Mengkoordinasikan
penyebarluasan informasi
Pengembangan
website BKPRN
(www.bkprn.org)
7. Ekspektasi: Bagaimana Fungsi BKPRN setelah Terbentuknya Kementerian Agraria & Tata Ruang?
12
No BKPRN Tetap
diemban oleh
BKPRN
Dialihkan
kepada
Kemen. ATR
Keterangan
1.
Mengkoordinasikan
penyiapan kebijakan &
regulasi
v Kelembagaan & fungsi tetap diperlukan
dengan penyesuaian struktur
kelembagaan (dgn adanya ATR).
2.
Koordinasi penanganan
dan penyelesaian masalah
yang timbul dalam
penyelenggaraan
penataan ruang dan
memberikan pengarahan
serta saran
pemecahannya
v
V
v
Fungsi penyelesaian masalah tetap
dilakukan BKPRN karena lintas sektor
Peningkatan kapasitas SDM
penataan ruang sehingga mampu
mengefektifkan dan
mengefesiensikan penyelenggaraan
penataan ruang
Perlu pedoman bisa menjadi acuan
bagi daerah dan pembangunan
sistem informasi
7
7. Ekspektasi: Bagaimana Fungsi BKPRN setelah Terbentuknya Kementerian Agraria & Tata Ruang?..(2)
13
No BKPRN
(Berdasarkan Keppres 4
tahun 2009 tentang BKPRN)
Tetap
diemban
oleh BKPRN
Dialihkan
kepada
Kemen.
ATR
Keterangan
3 Mengkoordinasikan mengawal
pelaksanaan RTRWN &
penentuan prioritas KSN
v
v
4 Mengkoordinasikan dan
memfasilitasi kerjasama
penataan ruang antar provinsi
v v Secara teknis
bisa dilakukan
oleh ATR (jika ada
di daerah)
7. Ekspektasi:Bagaimana Fungsi BKPRN setelah Terbentuknya Kementerian Agraria & Tata Ruang?..(3)
14
No BKPRN
(Berdasarkan Keppres 4 tahun
2009 tentang BKPRN)
Tetap
diemban oleh
BKPRN
Dialihkan
kepada
Kemen
ATR
Keterangan
5 Mengkoordinasikan peningkatan
kapasitas kelembagaan
v v
6 Mengkoordinasikan penyebarluasan
informasi
v v
7 Fungsi lain yang dipandang perlu
(sebutkan):
a. Fungsi pengawasan &
pengendalian di daerah
b. Revitalisasi peran BKPRD &
BKPRN
c. Hubungan peran BIG dengan ATR
v
v Dengan syarat ada
unit di daerah.
Dilakukan oleh
Bappenas?
Perlu diperjelas
Lampiran
2. Hasil Rekapitulasi Kuesioner
Pilot Survey Penjajakan
Ekspektasi Peran BKPRN
Prosiding Pilot Survey: Penjajakan Ekspektasi Peran BKPRN | i
Hasil Rekapitulasi Kuesioner Pilot Survey Penjajakan
Ekspetasi Peran BKPRN
BAGIAN I: Review Pelaksanaan Peran BKPRN
Prosiding Pilot Survey: Penjajakan Ekspektasi Peran BKPRN | ii
Prosiding Pilot Survey: Penjajakan Ekspektasi Peran BKPRN | iii
BAGIAN II: Ekspektasi Peran BKPRN Ke depan
Keterangan: 1. Harmonisasi peraturan
perundangan terkait penataan ruang (konflik perencanaan dan pemanfaatan ruang)
2. Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau/Ruang Terbuka Publik
3. Ketersediaan rencana tata ruang skala rinci (RRTR/RDTR)
4. Kapasitas institusi/organisasi penyelenggara Penataan Ruang
5. Konektivitas jaringan transportasi antar wilayah
Keterangan: 1. Harmonisasi peraturan
perundangan terkait penataan ruang (konflik perencanaan dan pemanfaatan ruang)
2. Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau/Ruang Terbuka Publik
3. Ketersediaan rencana tata ruang skala rinci (RRTR/RDTR)
4. Kapasitas institusi/organisasi penyelenggara Penataan Ruang
5. Konektivitas jaringan transportasi antar wilayah
Prosiding Pilot Survey: Penjajakan Ekspektasi Peran BKPRN | iv
Keterangan: 1. Harmonisasi peraturan
perundangan terkait penataan ruang (konflik perencanaan dan pemanfaatan ruang)
2. Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau/Ruang Terbuka Publik
3. Ketersediaan rencana tata ruang skala rinci (RRTR/RDTR)
4. Kapasitas institusi/organisasi penyelenggara Penataan Ruang
5. Konektivitas jaringan transportasi antar wilayah
Keterangan: 1. Harmonisasi peraturan
perundangan terkait penataan ruang (konflik perencanaan dan pemanfaatan ruang)
2. Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau/Ruang Terbuka Publik
3. Ketersediaan rencana tata ruang skala rinci (RRTR/RDTR)
4. Kapasitas institusi/organisasi penyelenggara Penataan Ruang
5. Konektivitas jaringan transportasi antar wilayah
Keterangan: 1. Harmonisasi peraturan
perundangan terkait penataan ruang (konflik perencanaan dan pemanfaatan ruang)
2. Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau/Ruang Terbuka Publik
3. Ketersediaan rencana tata ruang skala rinci (RRTR/RDTR)
4. Kapasitas institusi/organisasi penyelenggara Penataan Ruang
5. Konektivitas jaringan transportasi antar wilayah
Keterangan: 1. Harmonisasi peraturan
perundangan terkait penataan ruang (konflik perencanaan dan pemanfaatan ruang)
2. Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau/Ruang Terbuka Publik
3. Ketersediaan rencana tata ruang skala rinci (RRTR/RDTR)
4. Kapasitas institusi/organisasi penyelenggara Penataan Ruang
5. Konektivitas jaringan transportasi antar wilayah
Prosiding Pilot Survey: Penjajakan Ekspektasi Peran BKPRN | v
BAGIAN III : Harapan Kelembagaan/ Format BKPRN ke depan
BAGIAN IV: Review Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah
(BKPRD) Provinsi
Prosiding Pilot Survey: Penjajakan Ekspektasi Peran BKPRN | vi
BAGIAN V: Review Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah
(BKPRD) Kota
Lampiran
3. Kuesioner Pilot Survey
Penjajakan Ekspektasi Peran
BKPRN
Kuesioner Pilot Survei Refleksi Kelembagaan BKPRN 2014 Page 1
Kuesioner Pilot Survey: Penjajakan Ekspektasi Peran BKPRN
TUJUAN: Melalui kuesioner ini, diharapkan akan didapat gambaran ekspektasi peran dan kelembagaan BKPRN termasuk BKPRD mendatang menurut pandangan pemerintah daerah terutama dengan adanya Kementerian Agraria dan Tata Ruang.
RESPONDEN: Pemerintah daerah yang merupakan anggota BKPRD/perwakilan instansi Bidang Tata Ruang/ perwakilan instansi lain yang berkaitan:
IDENTITAS RESPONDEN:
Nama :……………………………………………………..
Jabatan & Instansi : …………………………………………
Telpon & Email :……………………………………………
Kuesioner Pilot Survei Refleksi Kelembagaan BKPRN 2014 Page 2
Sesuai dengan Perpres 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja dan Keppres 4 tahun 2009 Tentang BKPRN, tupoksi Kementerian Agraria dan Tata Ruang khususnya Bidang Tata Ruang dan tupoksi BKPRN dapat digambarkan sebagai berikut:
Perpres 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja: Menteri Agraria dan Tata Ruang mengkoordinasikan Tata Ruang dan Agraria
Keppres 4 tahun 2009: BKPRN memiliki garis
besar tugas untuk mengkoordinasikan:
Tata Ruang Agraria a. Penyiapan Kebijakan & Regulasi
b. Mengawal Pelaksanaan RTRWN & Penentuan Prioritas KSN
c. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan
d. Penyebarluasan Informasi
Penyelenggaraan tugas dan fungsi di bidang tata ruang yang dilaksanakan oleh Kementerian PU Penyelenggaraan urusan pemerintah di bidang pertanahan yang dilaksanakan oleh BPN.
Tupoksi Dirjen Penataan Ruang, Kemen PU (berdasarkan data Kementerian PU sebelum adanya Perubahan
Nomenklatur K/L)
UU 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
a. Tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang penataan ruang sesuai peraturan perundang-undangan.
b. Fungsi: 1) Perumusan kebijakan di bidang penataan ruang sesuai
dengan peraturan perundang-undangan 2) Pelaksanaan kebijakan di bidang penataan ruang sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang meliputi perwujudan tata ruang nasional, penyiapan rencana terpadu pengembangan infrastrukturjangka menengah, penyelenggaraan penataan ruang wilayah nasional, pulau, dan kawasan strategis nasional, serta penyiapan dukungan pelaksanaan koordinasi penataan ruang secara nasional.
3) Penyusunan NSPK di bidang penataan ruang sesuai perundang-undangan
4) Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang penataan ruang; dan
5) Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal.
Pasal 9 ayat 1: Penyelenggaraan penataan ruang dilaksanakan oleh seorang Menteri Pasal 9 ayat 2: Tugas dan tanggung jawab Menteri dalam penyelenggaraan penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup: a. Pengaturan, pembinaan dan
pengawasan penataan ruang b. Pelaksanaan penataan ruang
nasional; dan c. Koordinasi penyelenggaraan
penataan ruang lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan.
Keterangan Kuesioner: Kuesioner ini menggunakan 2 jenis pertanyaan yaitu: i) Pertanyaan terbuka, dan ii) Scoring, dengan bentuk Diartikan: semakin kecil angka (angka 1), semakin penting/paling berpeluang besar. Sementara semakin besar angka (>2), semakin kurang penting/paling tidak berpeluang besar.
1 2 3 4
Kuesioner Pilot Survei Refleksi Kelembagaan BKPRN 2014 Page 3
BAGIAN I: Review BKPRN a. Struktur Organisasi
1) Ketua BKPRN saat ini adalah: o Menteri Koordinasi Perekonomian o Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat o Menteri Dalam Negeri o Menteri PPN/Kepala Bappenas
b. Persuratan dan Respon BKPRN 1) Selama ini, apabila Anda ingin mengirimkan surat kepada BKPRN, maka Anda akan
mengirimkan kepada: o Menteri Koordinasi Perekonomian o Menteri Pekerjaan Umum o Menteri Dalam Negeri o Menteri PPN/Kepala Bappenas
2) Pernahkah Anda mengirimkan surat kepada BKPRN untuk membantu menyelesaikan masalah penataan ruang? o Iya, sebutkan….. o Tidak
3) Apakah ada tanggapan terhadap surat tersebut? o Iya o Tidak
4) Jika ada tanggapan, apakah telah sesuai dengan harapan Anda? o Iya o Tidak
BAGIAN II: Ekspektasi Isu No Isu Penataan Ruang
Isu penataan ruang yang berpeluang besar terjadi di daerah
1. Harmonisasi peraturan perundangan terkait penataan ruang (konflik perencanaan dan pemanfaatan ruang)
2. Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau/Ruang Terbuka Publik
3. Ketersediaan rencana tata ruang skala rinci (RRTR/RDTR)
4. Koordinasi Lintas Sektor dalam Penyelenggaraan Penataan Ruang (Penetapan Raperda RTRW bisa terhambat walaupun telah lolos tahapan persetujuan substansi di Kemen PU)
5. Konektivitas jaringan transportasi antar wilayah
6. Lainnya: ……………………………………..
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
Kuesioner Pilot Survei Refleksi Kelembagaan BKPRN 2014 Page 4
BAGIAN III: Ekspektasi Instansi
No Isu Penataan Ruang
Instansi yang Anda pandang paling kompeten menyelesaikan
Isu penataan ruang yang dianggap prioritas untuk diselesaikan oleh BKPRN
1.
Harmonisasi peraturan perundangan terkait penataan ruang (konflik perencanaan dan pemanfaatan ruang)
Kementerian Agraria dan Tata Ruang
BKPRN
Ombudsman
Menteri Koordinasi Perekonomian
Menteri Dalam Negeri
Menteri PPN/Kepala Bappenas
2.
Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau/Ruang Terbuka Publik
Kementerian Agraria dan Tata Ruang
BKPRN
Menteri Koordinasi Perekonomian
Menteri Dalam Negeri
Menteri PPN/Kepala Bappenas
3.
Ketersediaan rencana tata ruang skala rinci (RRTR/RDTR)
Kementerian Agraria dan Tata Ruang
BKPRN
Menteri Koordinasi Perekonomian
Menteri Dalam Negeri
Menteri PPN/Kepala Bappenas
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
Kuesioner Pilot Survei Refleksi Kelembagaan BKPRN 2014 Page 5
4.
Koordinasi Lintas Sektor dalam Penyelenggaraan Penataan Ruang (Penetapan Raperda RTRW bisa terhambat walaupun telah lolos tahapan persetujuan substansi di Kemen PU)
Kementerian Agraria dan Tata Ruang
BKPRN
Menteri Koordinasi Perekonomian
Menteri Dalam Negeri
Menteri PPN/Kepala Bappenas
5. Konektivitas jaringan transportasi antar wilayah
Kementerian Agraria dan Tata Ruang
BKPRN
Menteri Koordinasi Perekonomian
Menteri Dalam Negeri
Menteri PPN/Kepala Bappenas
6. Lainnya:
BAGIAN IV : Kelembagaan/ Format BKPRN 1) Kedepan, Anda berharap BKPRN menjadi:
o Tetap melaksanakan peran, tugas dan fungsinya seperti sekarang (tidak ada perubahan) o Tetap melaksanakan peran, tugas dan fungsinya dengan Ketua di Kementerian Agraria dan Tata
Ruang o Tetap melaksanakan peran, tugas dan fungsinya dengan Ketua di Kementerian PPN/Bappenas o Cukup berbentuk forum komunikasi (knowledge/experince sharing) lintas kementerian dan
pelaku di luar pemerintahan (LSM, akademisi, asosiasi profesi, dan sebagainya). o Tidak perlu ada BKPRN
BAGIAN V: Media Sosialisasi 1) Apakah Anda mengetahui tentang website BKPRN yaitu www.bkprn.org?
o Iya o Tidak
2) Seberapa sering Anda melihat website tersebut dalam setahun terakhir? o Tidak pernah o 1-2 kali o > 3 kali
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
Kuesioner Pilot Survei Refleksi Kelembagaan BKPRN 2014 Page 6
3) Apakah Anda mengetahui leaflet yang disebarluaskan oleh BKPRN? o Iya o Tidak
4) Dari daftar media sosialisasi berikut manakah yang Anda ketahui/miliki? o Leaflet BKPRN o Leaflet Tata Ruang dan Pertanahan o Leaflet Peraturan Perundangan o CD Regulasi
5) Dari daftar media sosialisasi berikut manakah yang Anda pandang paling penting dimiliki daerah? o Leaflet BKPRN o Leaflet Tata Ruang dan Pertanahan o Leaflet Peraturan Perundangan o CD Regulasi
BAGIAN VI: Review Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Provinsi 1) Apakah daerah Anda telah memiliki BKPRD Provinsi?
o Iya, sebutkan tahun pembentukannya: o Tidak
2) Dalam Permendagri Nomor 50 Tahun 2009 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah, Gubernur melaporkan pelaksanaan koordinasi penataan ruang provinsi dan pembinaan penataan ruang kabupaten/kota kepada Mendagri. Dalam 1 (satu) tahun, berapa kali BKPRD Provinsi Anda menyampaikannya laporan tersebut? o 1 (satu) kali/tahun o 2(dua) kali/tahun
3) Apakah BKPRD Provinsi Anda pandang dapat menyelesaikan isu penataan ruang di daerah? o Iya o Tidak
4) Jika iya, dari daftar Isu Penataan Ruang berikut, manakah yang mampu diselesaikan BKPRD Provinsi? (silakan memilih lebih dari 1) o Harmonisasi peraturan perundangan terkait penataan ruang o Keefektifan kelembagaan penyelenggaraan penataan ruang o Ketersediaan rencana tata ruang skala rinci o Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau/Ruang Terbuka Publik o Konektivitas jaringan transportasi antar wilayah o Lainnya……..
5) Jika tidak, siapakah yang Anda pandang mampu menyelesaikan isu penataan ruang? o BKPRN o Kementerian/Lembaga lainnya, sebutkan:
6) Seberapa sering pertemuan koordinasi BKPRD Provinsi dan BKPRD Kab/kota dilakukan? o 1-2 kali/ tahun o 2-4 kali / tahun o > 4 kali / tahun
7) Kedepan, Anda berharap BKPRD Provinsi menjadi: o Tetap melaksanakan peran, tugas dan fungsinya seperti sekarang (tidak ada perubahan) o Tetap melaksanakan peran, tugas dan fungsinya seperti sekarang namun dengan penyesuaian
struktur terkait adanya Kementerian Agraria dan Tata Ruang o Tidak perlu ada BKPRD. Koordinasi langsung dilakukan kepada BKPRN o Tidak perlu ada BKPRD
8) Saran Perbaikan BKPRD Provinsi: ………………………………………………………
BAGIAN VII: Review Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Kota 1) Apakah daerah Anda telah memiliki BKPRD Kota?
o Iya, sebutkan tahun pembentukannya: o Tidak
Kuesioner Pilot Survei Refleksi Kelembagaan BKPRN 2014 Page 7
2) Dalam Permendagri Nomor 50 Tahun 2009 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah,
Bupati/Walikota melaporkan pelaksanaan koordinasi penataan ruang provinsi dan pembinaan penataan ruang kabupaten/kota kepada Gubernur dengan tembusan Mendagri. Dalam 1 (satu) tahun, berapa kali BKPRD Kota Anda menyampaikannya laporan tersebut? o 1 (satu) kali/tahun o 2(dua) kali/tahun
3) Apakah BKPRD Kota Anda pandang dapat menyelesaikan isu penataan ruang di daerah? o Iya o Tidak
4) Jika iya, dari daftar Isu Penataan Ruang berikut, manakah yang mampu diselesaikan BKPRD Kota? (silakan memilih lebih dari 1) o Harmonisasi peraturan perundangan terkait penataan ruang o Keefektifan kelembagaan penyelenggaraan penataan ruang o Ketersediaan rencana tata ruang skala rinci o Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau/Ruang Terbuka Publik o Konektivitas jaringan transportasi antar wilayah o Lainnya……..
5) Jika tidak, siapakah yang Anda pandang mampu menyelesaikan isu penataan ruang? o BKPRD Provinsi o Kementerian/Lembaga lainnya, sebutkan:
6) Seberapa sering pertemuan koordinasi BKPRD Provinsi dan BKPRD Kab/kota dilakukan? o 1-2 kali/ tahun o 2-4 kali / tahun o > 4 kali / tahun
7) Kedepan, Anda berharap BKPRD Kota menjadi: o Tetap melaksanakan peran, tugas dan fungsinya seperti sekarang (tidak ada perubahan) o Tidak perlu ada BKPRD. Koordinasi langsung dilakukan kepada BKPRD Provinsi o Tidak perlu ada BKPRD Kota
8) Saran Perbaikan BKPRD Kota: ………………………………………………………
-Terima Kasih Atas Partisipasi Anda-
Lampiran
4. Notulensi
1
NOTULENSI FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD)
Pilot Survei Penjajakan Ekspektasi BKPRN
Hari, Tanggal : Selasa, 23 Desember 2014
Waktu : 10.00 – 12.30 WITA
Tempat : Ruang Rapat Bappeda Provinsi Nusa Tenggara Barat
PimpinanRapat : Direktur Tata RuangdanPertanahan, Kementerian PPN/Bappenas
No. Agenda Keterangan 1. Pembukaan 1.1 Kepala Bappeda Provinsi
Nusa Tenggara Barat Sebagai pengantar saya ingin menginformasikan bahwa di Nusa Tenggara Barat (NTB) ini, peran dan fungsi
BKPRD, baik provinsi maupun kabupaten/kota tidak tergantikan. Namun, kami tidak mengetahui mengenai peran dan keberljalanan BKPRD di daerah lain yang bisa saja tidak efektif.
Melalui FGD ini akan kita diskusikan bersama bagaimana hubungan antara daerah dan pusat terkait dengan adanya pembentukan Kementerian Agraria dan Tata Ruang dan kaitannya dengan keberadaan BKPRD dan BKPRN.
2. Pembahasan 2.1 Direktur Tata Ruang dan
Pertanahan, Kementerian PPN/Bappenas
Pemilihan Provinsi NTB sebagai lokasi pilot survei didasarkan pada penilaian dari Kemendagri sebagai salah satu BKPRD yang terlibat aktif dalam mengkoordinasikan penataan ruang di daerah.
Melalui survei ini kami ingin mendapatkan masukan dari pihak lain terkait keberadaan BKPRN, khususnya kepada BKPRD sebagai mitra terdekat dari BKPRN. Kami ingin melihat bagaimana keberjalanan BKPRN selama ini dari sudut pandang BKPRD.
Kedua, terkait dengan keberadaan BKPRN, ada asumsi-asumsi: (1) BKPRN akan dibubarkan; dan (2) Jika dibubarkan, apakah ada fungsi-fungsi yang dapat dilaksanakn oleh forum baru yang tidak bisa dilaksanakan oleh BKPRN?
Hasil dari survei ini nantinya akan kami olah dan akan kami sampaikan kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang: fungsi apa saja yang seharusnya ada.
Ada dua hal yang akan menjadi fokus pembahasan: (1) Penilaian fungsi BKPRN, apakah sudah berjalan baik; (2) Dengan adanya Kementerian Agraria dan Tata Ruang, apa fungsi BKPRN yang harus tetap dijalankan? Agar tidak ada kekosongan fungsi.
Dasar hukum pembentukan BKPRN: Keppres No. 57 Tahun 1989 tentang Tim Koordinasi Pengelolaan Tata Ruang Nasional sampai dengan terbitnya Keppres No. 4 Tahun 2009 Tentang Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN).
2
No. Agenda Keterangan
Tupoksi BKPRN ada terbagi ke dalam 14 tupoksi, namun kami sarikan menjadi enam: a. Mengkoordinasikan penyiapan kebijakan dan regulasi b. Mengkoordinasikan penanganan dan penyelesaian masalah dalam penyelenggaraan penataan ruang dan
memberikan pengarahan serta saran pemecahannya c. Mengkoordinasikan pengawalan pelaksanaan RTRWN dan penentuan prioritas KSN d. Mengkoordinasikan dan memfasilitasi kerjasama penataan ruang antar provinsi e. Mengkoordinasikan peningkatan kapasitas kelembagaan f. Mengkoordinasikan penyebarluasan informasi
Sebenarnya keenam tupoksi ini sudah dimiliki oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang, namun yang menjadi pertanyaan apakah sudah bisa dilaksanakan dengan kondisi struktur kementerian yang belum jelas.
Pembentukan Kementerian Agraria dan Tata Ruang dalam Kabinet Kerja didasarkan pada UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Perpres No.165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja.
Dalam pilot survei ini ada bebrapa hal yang harus dijawab: (1) Apakah BKPRN selama ini sudah berfungsi? (2) Apakah ekspektasi terhadap BKPRN ke depan?
Pilot Survei ini menggunakan metode: (1) Focus Group Discussion (FGD) untuk melakukan review dan mengetahui ekspektasi peran BKPRN oleh daerah; serta (2) Pengisian kuesioner oleh peserta FGD.
2.2 Sekretariat BKPRN Sudah disampaikan sebelumnya oleh Direktur Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas bahwa FGD ini akan membidik 2 pertanyaan: (1) Apakah BKPRN sudah berfungsi sebagaimana mestinya; dan (2) Ke depan, dengan Adanya Kementerian Agraria dan Tata Ruang dengan fungsi koordinasi yang bisa dikatakan mirip dengan BKPRN, lantas seperti apa ke depannya?
Untuk membidik dua pertanyaan kunci tersebut, kami mencoba membuat dua tipe kuisioner. Yang pertama merupakan kuisioner sebagai panduan jalannya diskusi, dan yang kedua kuisioner yang akan diisi oleh individu masing-masing peserta FGD. Sehubungan dengan itu kami mencoba untuk membuat dua tipe.
Bergerak kepada kuisioner untuk FGD. Kami akan membahas peran BKPRN berdasarkan fungsinya satu persatu.
Fungsi 1: Mengkoordinasikan penyiapan kebijakan dan regulasi. Sehubungan dengan fungsi tersebut, kami telah melakukan beberapa hal diantaranya: (1) Mengkoordinasikan penyiapan Inpres No. 8 Tahun 2013 Tentang Penyelesaian Penyusunan RTRW Provinsi dan kabupaten/kota yang kemudian dilanjutkan dengan SEB Menteri Dalam Negeri, Menteri PU, dan Menteri Kehutanan tentang kawasan kehutanan yang belum ditetapkan perubahan peruntukkannya (holding zone); serta (2) Mengkoordinasikan inisiasi regulasi Pengelolaan Ruang Udara Nasional (PRUN) sesuai dengan amanat UU No. 26 Tahun 2007, yang sudah diinisiasi sejak bulan Maret 2014 yang akan mengarah kepada kajian dan penyusunan naskah akademis.
Untuk fungsi 1 apakah menurut jajaran BKPRD, BKPRN sudah menjalankan fungsinya? 2.3 Kepala Bappeda Provinsi
Nusa Tenggara Barat Belum ada pedoman penyusunan Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Strategis Provinsi (KSP) dan Kawasan
Strategis Kabupaten/Kota (KSK).
3
No. Agenda Keterangan 2.4 Sekretariat BKPRN Apakah dengan demikian dapat dikatakan bahwa BKPRN belum berjalan secara optimal? 2.5 Kabid Penataan Ruang
Bappeda Provinsi Nusa Tengga Barat
Jika berbicara mengenai kinerja, saya yakin permasalahan utama terkait dengan SDM. Saya melihat BKPRN orangnya sedikit namun tugas yang diemban sangat besar. Salah satunya adalah terkait dengan RDTR sebagai pengendalian penataan ruang. Kami sudah membawa RDTR Kota Bima untuk dibahas dalam persub BKPRN, dan akan sangat banyak RDTR yang akan disusun oleh Provinsi NTB.
Tidak mungkin BKPRN dapat memfasilitasi seluruh Persub RDTR, karena itu mengharapkan pendelegasian dari pusat. Khususnya dari segi pendanaan, tidak lagi fokus kepada infrastruktur tapi kepada software. Ini yang belum dilakukan BKPRN kepada provinsi kami, saya tidak mengetahui untuk provinsi lain.
Pedoman penyusunan RTR KSP memang lebih kepada tugas dari tim teknis (Kementerian PU). Kementerian PU sudah punya konsep final yang sudah dibahas selama 2 tahun dan sudah disampaikan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kami sudah menyusun 3 KSP yang masih mengacu kepada draft pedoman. Kami belum mau maju untuk raperda karena belum ada pedoman legal yang mendasari penyusunan KSP ini.
2.6 Sekretariat BKPRN Kami akan mencatat perihal ini. KSP ini juga menjadi perhatian kami dan saat ini masih kami kejar, karena tidak hanya NTB saat yang telah mengajukan RTR KSP namun juga untuk provinsi lain. Pedoman Penyusunan RTR KSP ini juga sebenarnya penting untuk penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) di daerah.
Telah ada Peraturan Menteri PU No. 1 Tahun 2013 yang diajukan dalam Rakernas BKPRN tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Rinci Tata Ruang Kabupaten/Kota. Perlu ada dasar agar Persub dapat diberikan oleh gubernur.
2.7 Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat
Terkait dengan fungsi 1, nampaknya ada beberapa hal yang menurut kami mengalami kevakuman, dimana peran BKPRN yang harus dijalankan terkendala regulasi yang belum rampung. Sebelum diusulkan menjadi raperda, setiap RTR harus melalui proses Persub di BKPRN. Terjadi overload di BKPRN dimana daerah berlomba-lomba menyelesaikan RTR dikarenakan terbatas target penyelesaian 2 tahun setelah diterbitkannya UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Kemudian ada pula regulasi yang sifatnya turunan, dimana setiap RTR bersifat hierarki mulai dari RTRWN di pusat hingga turun ke daerah dalam bentuk RTRW Provinsi maupun RTRW kabupaten/kota harus mengikuti RTR yang berada di atasnya.
Terkait dengan bentuk legalisasi KSP, jika dilihat bahwa Kawasan Strategis Nasional (KSN) di pusat diatur dalam bentuk Perpres. Perlu dipikirkan apakah KSP juga sebaiknya diatur oleh Peraturan Kepala Daerah (Perkada).
Menurut saya, BKPRN selama ini sudah berfungsi namun belum optimal. Terdapat hal-hal yang seharusnya diatur secara teknis namun masih terdapat kekosongan dalam hal regulasi.
Untuk pendelegasian, saya merasa bahwa tidak seluruh provinsi mampu untuk memproses dan mengeluarkan persub. Perlu dipertegas apakah seluruh provinsi bisa didelegasikan. Atau hanya provinsi tertentu yang mampu saja.
Dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa penataan ruang meliputi darat, laut,
4
No. Agenda Keterangan dan udara. Selama ini peraturan perundang-undangan turunan dari UU Penataan Ruang masih terfokus kepada matra darat saja. Untuk laut pun, meskipun telah ada UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, justru menimbulkan konflik baru.
Yang kami rasakan diNTB adalah belum ada aturan yang mengintegrasikan bahwa darat dan laut menjadi satu peraturan daerah. Sehingga kasus seperti di Sumbawa, mereka sudah menyiapakan RZWP3-K namun kami bdi BKPRD belum berani untuk memperdakan karena bingung apakah akan dijadikan satu perda atau tidak. Sementara di sisi lain mereka sudah mendapatkan instruksi dari KKP untuk menyusun RZWP3-K tersebut. Apakah kami bisa melaksanakan persub untuk RZWP3-K ini? Menurut kami untuk pengaturan matra darat dan laut ini perlu diselesaikan.
Terkait dengan ruang udara, perlu diperhatuikan apakah nantinya pengaturan di ruang udara akan bersentuhan atau konflik dengan sektor terkait seperti TNI, LAPAN, Kementerian Perhubungan, dll.
Untuk fungsi 1 pada intinya kami merasa sudah berfungsi namun belum optimal karena masih adanya kekosongan pengaturan: (1) Regulasi terkait pendelegasian persub; dan (2) Regulasi terkait pengintegrasian pengaturan matra darat laut dan darat.
2.8 Direktur Tata Ruang dan Pertanahan, Kementerian PPN/Bappenas
Kami punya mimpi besar untuk mengintegrasikan penataan ruang dalam satu regulasi, karena itulah dibentuk Kementerian Agraria dan Tata Ruang.
Terkait laut, ada UU No. 32 tahun 2014 tentang Kelautan yang mengamanatkan adanya penyusunan PP Penataan Ruang Laut Nasional. Ada pula UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menyebutkan bahwa kewenangan kabupaten/kota terkait laut ditarik ke tingkat provinsi.
Terdapat konflik antara UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, dimana kedua UU ini sama-sama mengatur kecamatan pesisir.
Kami di tingkat pusat sudah menginisiasi integrasi RZWP3K hingga akhirnya disepakati oleh KKP bahwa RZWP3K untuk pengaturan kecamatan pesisir akan mengikuti aturan matra darat (Kementerian PU) dengan catatan bahwa KKP akan mengawal atau memberikan rekomendasi terkait pengaturan di kecamatan pesisir ini. Hal ini baru disetujui oleh KKP, namun belum disetujui oleh Kementerian PU.
Disepakati pula bahwa RZWP3K dan RTRW ini diatur dalam satu perda, dimana untuk daerah-daerah yang ingin menyusun RZWP3K dapat menunggu waktu Peninjauan Kembali (PK) RTRW agar kemudian dapat diintegrasikan muatan pengaturan RZWP3K ke dalam RTRW.
Kami sepakati pula bahwa dalam penyusunan RZWP3K, pokja-pokja agar melebur ke dalam BKPRD sehingga pembahasan akan dilakukan secara langsung oleh BKPRD.
Belum disetujui pengintegrasian ini oleh Kementerian PU dikarenakan Kementeria PU memandang RZWP3K dan RTRW tidak selevel. Memang secara prinsip mereka tidak selevel, namun secara kenyataan mereka selevel. Selanjutnya kami akan menyerahkan kesepakatan ini kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang.
2.9 Kepala Bappeda Provinsi Usul agar dibahas secara keseluruhan per lembaga sehingga setiap lembaga dapat menyampaikan pandangan
5
No. Agenda Keterangan Nusa Tenggara Barat mereka satu-persatu mengenai keseluruhan fungsi BKPRN.
2.10 Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat
Mengenai fungsi 3: Di Nusa Tenggara Barat terdapat dua KSN, yaitu KSN Rinjani dan KSN Kapet Bima yang dibubarkan.
2.11 Direktur Tata Ruang dan Pertanahan, Kementerian PPN/Bappenas
Yang dibubarkan hanya dewan Kapet, bukan KSN-nya. Kita saat ini sedang dalam tahap revitalisasi Kapet. Dari 13 Kapet yang ada, dipandang hanya 5 yang efektif. Dewan Kapet yang bagus diharapkan dapat mengawal Kapet lainnya, bersaan dengan pemerintah pusat mengevaluasi penetapan Kapet. Jika penetapan Kapet tersebut dipandang mengandung unsur politis maka akan dihapuskan.
2.12 Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat
Fungsi 3: Dari 2 KSN yang ada di Provinsi NTB kami memandang bahwa pengawalan Kapet oleh pusat belum optimal. Dua Kapet ini juga sampai saat ini belum dilegalkan melalui perpres. Tentu pengawalan BKPRN khususnya Kemenhut dan Kementerian Pariwisata pada Kapet Geopark Rinjani sangat diperlukan. Untuk Kapet Bima, terdapat Badan pengelola (BP) Kapet Bima (dana operasional dari Kementerian PU), namun sejauh ini tidak ada hasil signifikan yang dirasakan. Dengan adanya pencabutan Dewan Kapet, perlu dipikirkan lebih lanjut mengnai fungsi BKPRN dalam mengawasi KSN.
Fungsi 4: Terkait dengan RTR Kepulauan Nusa Tenggara dibutuhkan peran BKPRN agar pembangunan/tata ruang kepulauan ini sinergi. Kementerian PU sudah mencoba mensinergiskan namun masih terasa kesan kedaerahan muncul dominan dalam pengaturannya.
Fungsi 5: Peran kelembagaan belum optimal, seringkali kami menerima kegiatan yang mengatasnamakan BKPRN namun masih menbawa misi kementerian. Contohnya adalah antara Kemenhut dengan kawasan hutannya dan Kementerian PU dengan kawasan perkotaannya. Masih terasa kementerian membawa misi masing-masing.
Apakah dimungkinkan peningkatan kelembagaan di pusat atau apakah diperlukan peran kelembagaan daerah untuk memfasilitasi peran-peran yang selama ini telah dilaksanakan di pusat untuk kegiatan yang bisa dilakukan di daerah (pedoman penyusunan teknis untuk menyusun peningkatan kelembagaan dan kapasitas).
2.13 Kepala Bappeda Provinsi Nusa Tenggara Barat
Untuk fungsi 5 yang dimaksud apakah BKPRN bisa meningkatkan kapasitas dalam perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang?
2.14 Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat
Fungsi 1: Dengan adanya Kementerian Agraria dan Tata Ruang maka ada menteri yang secara khusus melaksanakan amanat UU N0. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Sangat besar harap bahwa penataan ruang bisa dikoordinasikan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang.
Namun, tetap kelembagaan BKPRN ini diperlukan, hanya mungkin dapurnya bisa di Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Tentu ke depannya akan menyesuaikan dengan perubahan, apakah kesekretariatannya ada di Bappenas karena fungsi sekretarisnya tetap di Bappenas, dengan Ketua di Kementerian Agraria dan Tata Ruang? Fungsi-fungsi sekretariat sangat penting terutama untuk menyusun agenda kerja, karena harus melalui satu pintu.
Pengalaman kami saat pembahasan Persub, pada saat Kementerian PU mengundang kabupaten/kota nampaknya
6
No. Agenda Keterangan dari kementerian teknis lainnya tidak seantusias bila Persub diselenggarakan oleh Bappenas. Yang mengahdiri Persub tersebut saat diundang oleh Kementerian PU bukanlah pejabat yang berwenang mengambil keputusan dalam rapat sehingga apa yang disepakati dalam rapat berubah karena berubahnya kebijakan pimpinan saat perihal Persub tersebut dilaporkan. Ini menjadi kesulitan tersendiri bagi daerah. Harapannya, ada yang mengkoordinir kementerian tersebut, dan peran BKPRN sangat diperlukan.
Fungsi 2: Tetap di BKPRN, tidak perlu dialihkan ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang karena perkembangannya bersifat lintas sektor.
Fungsi 3: Tetap di BKPRN, tidak perlu dialihkan ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang.
Fungsi 4: Secara teknis, fungsi ini dapat dialihkan ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Namun, apakah nanti akan ada SKPD teknis di daerah sebagai perpanjangan tangan dari pusat (fungsi ini bisa diemban oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang yang ada di daerah (SKPD)).
Fungsi 6: Bisa dialihkan ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang karena sifatnya hanya publikasi dan informasi (tidak melibatkan lintas sektor).
Fungsi 7: Fungsi yang perlu adalah pengendalian dan pengawasan pemanfaatan ruang, namun ini bisa diserahkan kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang, dengan catatan ada SKPD yang dibentuk di daerah untuk menjalankan fungsi pengendalian pengawasan ini.
Karena sifat pengendalian yang langsung eksekusi atau memberikan sanksi langsung, sehingga perlu didelegasikan kepada SKPD di daerah.
2.15 Kepala Bappeda Provinsi Nusa Tenggara Barat
Sesuai dengan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, tata ruang merupakan urusan daerah, dari mulai perencanaan hingga pengendalian diserahkan ke daerah. Tidak bisa dilaksanakan secara vertikal.
2.16 Pimpinan WWF Nusa Tenggara Barat
Belum semua provinsi kabupaten/kota menyelesaikan RTRW. Jika diserahkan ke daerah dengan kapasitas yang secara struktural akan dipegang oleh orang BPN, dikhawatirkan akan memunculkan permasalahan baru, karena itu BKPRN berperan sangat penting.
Hal lain terkait dengan koordinasi konflik penataan ruang, untuk meminimalisasi konflik, bagaimana BKPRN bisa memaduserasikan kebijakan terkait penataan ruang sehingga dapat menjadi satu komando atau acuan untuk panduan daerah bagi daerah?
Optimalisasi peran BKPRN dan BKPRN sangat erat dengan faktor kapasitas SDM. Jika dilihat dari proses konsultasi penataan ruang yang cukup panjang dari beragam input dan beragam latar belakang pendidiikan yang berbeda sehingga pembahasan menjadi panjang, sementara di sisi lain daerah memiliki keterbatasan dana, hal ini menjadi suatu hamnbatan tersendiri. Apalagi jika konsultasi mengikutsertakan BKPRD. Perlu menjadi perhatian agar input saat proses konsultasi bisa menjadi konkret.
Dibutuhkan pedoman umum yang bisa menjadi acuan bagi semua daerah. Jika Menteri Agraria dan Tata Ruang berpendapat bahwa BKPRN ini sebaiknya dibubarkan, mungkin saja beliau tidak melihat banyaknya sisi positif dari BKPRN atau melihat dari sudut pandang yang berbeda. Perlu diinvetarisir mengenai acuan apa saja yang perlu
7
No. Agenda Keterangan dipersiapkan.
Sistem informasi terpadu, baik sebagai sumber informasi atau untuk membantu pelaksanaan monitoring atau pemantauan, saya nilai belum efektif dan perlu diperkuat.
2.17 Kepala Bappeda Provinsi Nusa Tenggara Barat
Nampaknya mahzab yang dianut oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang dengan Pemerintah Provinsi NTB berbeda. Di Provinsi NTB tidak terdapat Dinas Penataan Ruang dan Permukiman seperti di Provinsi Sulawesi Selatan, meskipun tetap saja pada kenyataannya keberadaan dinas tersebut tidak menyelesaikan masalah yang bersifat lintas sektor.
Di Provinsi NTB, BKPRD bangga dengan keberadaannya dan sangat berperan dalam pengendalian pemanfaatan ruang khususnya di kabupaten/kota, termasuk di dalamnya pencegahan terhadap investasi yang tidak tertib tata ruang.
Persoalannya, tidak selamanya BKPRN akan bertahan dengan fungsinya yang dulu, pada akhirnya akan ada fungsi yang diserahkan kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang.
2.18 Sekretaris Bappeda Provinsi Nusa Tenggara Barat
Penataan ruang terdiri dari tiga aspek yaitu perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Ketiga aspek ini terkendala persoalan disharmonisasi regulasi antar sektor. Ini merupakan ranah BKPRN untuk menghimpun atau menselaraskan regulasi tersebut sehingga tidak ada tumpang tindih penataan ruang yang terjadi di daerah.
Kami memandang pengawalan teknis oleh Kemendagri (proses persub) yang harus dilaksanakan di Jakarta, tidak akan mampu diselesaikan dengan banyaknya urusan pemerintahan pusat lainnya. Serahkanlah persoalan persub ini kepada daerah.
Mengapa pada saat persub RTR bukan pembuat kebijakan berwenang yang datang sehingga koordinasi dan pemberian masukan dapat lebih efektif?
Keterlambatan pengaturan tata ruang skala rinci (RRTR) juga berpengaruh terhadap konflik pemanfaatan ruang. Diusulkan agar RRTR tidak hanya mencakup KSP dan KSK tetapi juga kawasan cepat tumbuh, dimana terkait hal ini daerah yang mengetahui persis data tersebut. Dibutuhkan regulasi terkait pedoman penyusunan KSP dan KSK.
Sampai batas mana kewenangan BKPRN untuk masuk ke dalam KSN dan PKN?
BKPRD merupakan suatu hal positif, meskipun bersifat adhoc namun bisa mengkoordinaikan persoalan lintas sektor. Jika dilakukan oleh dinas yang merupakan perpanjangan Kementerian Agraria dan Tata Ruang di daerah, saya rasa akan sulit karena fungsi dinas bersifat teknis bukan koordinatif. Keberadaan BKPRD ini hanya perlu direvitalisasi, khususnya dalam penguatan peran dan pemberdayaan PPNS.
Tata ruang (darat, laut, dan udara), bisa ditangani oleh Bappenas karena setara dengan Kemenko dan bertanggungjawab langsung dngan Presiden. Sementara menurut saya, BPN yang notabene menjadi Kementerian agraria dan Tata Ruang hanya sebagai pengguna darat, tidak menyeluruh.
2.19 Direktur Tata Ruang dan Pertanahan,
Untuk persub tidak mungkin eselon II untuk selalu hadir karena adanya pertemuan lain yang mungkin bersifat lebih urgent. Namun, selama ini apa yang disampaikan oleh peserta yang menghadiri rapat sudah dibahas dan
8
No. Agenda Keterangan Kementerian PPN/Bappenas
disetujui oleh Eselon II (untuk Bappenas). Kami sudah mengusulkan kepada anggota BKPRN lain agar dapat mengikuti apa yang kami lakukan, tapi kami tidak bisa memaksa juga untuk K/L lain karena belum ada SOP yang mengikat.
Terkait dengan keberadaan BKPRN selanjutnya, kami akan mencoba membuat berbagai alternatif bentuk sesuai dengan fungsi yang nanti diperlukan dan harus diemban.
2.20 Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat
Segala fungsi BKPRN yang sifatnya koordinasi lintas sektor agar tetap diemban oleh BKPRN karena menurut saya BKPRN ini sebagai wadah yang kompeten dalam pengawalan penataan ruang.
Agar pelaksanaan penataan ruang (pemanfaatan dan pengawasan) di fungsikan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Namun, diharapkan terdapat unit kerja di daerah yang dapat mengimplementasikan regulasi dari pusat ke daerah.
Berharap agar penyelenggaraan penataan ruang tetap di BKPRN dan BKPRD tetap ada. 2.21 Kabid Penataan Ruang
Bappeda Provinsi Nusa Tengga Barat
Berbicara mengenai penataan ruang tidak terlepas dari perihal pemetaan. Sebenarnya saya belum tau keterkaitan BIG dengan penataan ruang karena one map policy masih berada di bawah koordinasi BIG. Perlu dipikirkan bagaimana cara untuk menterpadukan penataan ruang dengan BIG. Perlu diperjelasperan BIG ke depan dalam bentuk regulasi.
Kami belum mengetahui apakah BKPRN ini akan berganti nama atau diperkecil kewenangannya. Namun, kami usul agar fungsi koordinasi ini tetap ada. Dari ketiga aspek penataan ruang bisa saja perencanaan dilakukan oleh Kementerian agraria dan Tata Ruang. Namun dalam hal mengkoordinasikan penataan ruang ini kami rasa merupakan peran Bappenas.
Seperti halnya yang terjadi di daerah, koordinasi lintas sektor dilakukan oleh Bappeda, dimana Bappeda tidak memiliki peran apa-apa, sektor-sektor lah yang berperan. Terlebih lagi saat ini Bappenas berada langsung di bawah Presiden sehingga fungsi koordinasi tersebut kami rasa seharusnya diemban oleh Bappenas.
2.22 Pimpinan WWF Nusa Tenggara Barat
Kementerian Agraria dan Tata Ruang mengurusi persoalan register pertanahan di satu sisi dan pengaturan land use di sisi lain. Siapa yang akan mengontrol keberjalanan pelaksanaan fungsi kementerian ini?
Penataan ruang ini melekat di seluruh sektor, tidak hanya Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Ada fungsi-fungsi strategis yang harus dipilah, karena konflik-konflik kepentingan antar wilayah antar sektor harus diminimalisir.
Jika dipandang dari dimensi ruang, terdapat pengaturan untuk darat, laut, udara. Sementara jika dipandang dari dimensi administrasi, terdapat pengaturan untuk nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Apakah Kementerian Agraria dan Tata Ruang akan mampu mengatur perihal tersebut sendiri?
Perlu diperhatikan bahwa Kementerian Agraria dan Tata Ruang ini baru, dan jika memang seluruh tugas tersebut mampu diemban oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang diperlukan roadmap yang jelas sehingga kita dapat mengetahui kapan saatnya Kementerian ini dapat melakukan fungsi ideal BKPRN.
2.23 Sekretaris Bappeda Provinsi Nusa Tenggara
Terkait pengendalian, banyaknya persoalan pemanfaatan ruang dikarenakan beberapa hal: (1) Kurangnya sosialisasi penataan ruang sehingga masyarakat kurang paham; (2) Kualitas dari Rencana Tata Ruang yang
9
No. Agenda Keterangan Barat berusaha mengatur ruang secara seimbang terkadang berbenturan dengan faktor sosial kemasyarakatan,
khususnya terkait hak atas tanah.
Saya tidak yakin pola perencanaan saat ini bisa menyelesaikan permasalahan penataan ruang yang terjadi. Perlu direnungi apakah kita akan bertahan dengan pola perencanaan seperti ini.
Jika kita lihat waktu yang dibutuhkan konsultan membuat rencana tata ruang paling lama 6 bulan, apakah ini merupakan waktu yang cukup untuk konsolidasi berbagai kepentingan. Apakah tidak diperpanjang saja waktu penyusunannya.
Tahun pertama bisa saja hanya untuk pendataan (mapping), khususnya terkait dengan tanah. Jika sudah disepakati baru pada tahun kedua disusun rencana bersama, sehingga bersifat lebih partisipatif. Selama ini perencanaan ruang terkesan disusun secara sepihak. Tidak pernah ada kesepakatan yang matang dalam proses penyusunan rencana tata ruang.
2.24 Direktur Tata Ruang dan Pertanahan, Kementerian PPN/Bappenas
Kami mengusulkan agar BIG berada di bawah koordinasi kementerian Agraria dan Tata Ruang, seperti halnya BPS yang berada di bawah koordinasi Bappenas. Bahkan kami usul agar LAPAN juga melepas terkait dengan peta citra untuk diserahkan ke BIG sehingga mereka fokus kepada antariksa.
Terkait land register yang dilakukan oleh BPN, saya tidak melihat hal ini sebagai user tetapi fungsi pengendalian. Memang kelemahan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang tidak secara spesifik mengatakan land register harus mengikuti tata ruang, namun di UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang menyebutkan secara eksplisit. Di sisis lain RTRW tidak bisa dijadikan patokan untuk land register karena skalanya tidak rinci dan sifatnya hanya dominasi fungsi.
Karena itu kita perlu menggandeng Kementerian Agraria dan Tata Ruang untuk bekerjasama dalam penyediaan tanah, karena hanya tanah (darat) yang bisa dimiliki, sementara udara dan laut tidak bisa dimiliki, hanya bisa dekelola. Land register ini sebagai alat untuk pengendalian tata ruang.
Terkait pengendalian ini, kami saat ini juga sedang menginisiasi pengadaan bank tanah. Menurut saya penggabungan penataan ruang dengan pertanahan melalui bank tanah ini akan sangat baik.
Terkait dengan partisipasi dalam penataan ruang, menurut saya ini cenderung memakan waktu yang lama. Ada saatnya negara memaksa kepada masyarakat untuk kepentingan publik dalam rangka optimalisasi pemanfaatan ruang.
Kualitas tata ruang selama ini jauh dari apa yang diharapkan. Selama ini saat proses persub, seringkali kesalahan yang kami temui itu umum sama, kesalahan dasar yang tidak sesuai dengan pedoman, terutama peta, dan juga kesalahan terhadap rujukan peraturan perundang-undangan.
Perencanaan itu memang idealnya 2 tahun, harusnya juga daerah mawas diri dan sadar akan hal ini saat akan menghadapi peninjauan kembali RTRW. Kami sudah punya roadmap penyusunan RRTR dan RTRW. Kami akan menyurati daerah 1 tahun sebelum peninjauan kembali agar pemda dapat bersiap siap.
Kami juga sedang menyusun pedoaman integrasi RTR dengan RPJMN. Kalau BKPRN perencanaannya ada di
10
No. Agenda Keterangan Bappenas kita bisa dengan mudah untuk mengintegrasikan RTR dengan RPJMN. Namun, untuk pelaksanaannya tidak.
2.25 Kasubdit Tata Ruang Bappeda Provinsi Nusa Tenggara Barat
Yang perlu ditingkatkan: (1) Kualitas SDM BKPRD terkait dengan integrasi regulasi; dan (2) Kapasitas fiskal yang menjadi hambatan penataan ruang khususnya di daerah.
Provinsi NTB memiliki 16 KSP, namun baru 3 KSP yang telah disusun ke dalam bentuk raperda. Perlu pembinaan intensif dari K/L terkait.
Bagaimana mengawal pengendalian pemanfaatan ruang di kabupaten/kota yang berkapasitas terbatas. Perlu peningkatan dan dukungan dari pusat.
2.26 Direktur Tata Ruang dan Pertanahan, Kementerian PPN/Bappenas
Kami akan melakukan pembinaan, tetapi lebih ke software bukan infrastruktur.
Terkait dengan keberadaan PPNS, Bareskrim memiliki keterbatasan dalam penyediaan PPNS sementara kebutuhan PPNS sangat banyak. Mungkin solusi yang terbaik adalah pembinaan PPNS terlebih dahulu sebelum pada tahun berikutnya ditetapkan (pelatihan dan penetapan tidak berjalan pada tahun yang sama).
Peningkatan kapasitas terkait dengan SDM penataan ruang memang menjadi salah satu prioritas pemerintah pusat saat ini.
2.27 Kabid Penataan Ruang Bappeda Provinsi Nusa Tengga Barat
Pemerintah daerah terkendala biaya yang besar untuk penyusunan RRTR, sehingga perlu koordinasi antara BIG dan pemerintah daerah untuk berkoordinasi dalam menentukan prioritas penyediaan peta skala rinci sehingga BIG dapat mengalokasikan dana untuk penyelesian peta skala rici tersebut.
Selain itu, dalampenyelesaian dokumen teknis RRTR ini pemda membutuhkan bantuan untuk penyusunan dari pemerintah pusat.
2.28 Direktur Tata Ruang dan Pertanahan, Kementerian PPN/Bappenas
Roadmap penyediaan peta skala rinci untuk penyusunan RRTR sudah selesai kami susun dan sudah diserahkan kepada BIG. Namun, karena Kementerian Agraria dan Tata Ruang belum memiliki struktur yang jelas maka proses penyelesaian ini ini menjadi terhambat. Kami akan menunggu kepastian selesainya struktur Kementerian Agraria dan Tata Ruang untuk kemudian akan dilakukan pembahasan lebih lanjut.
Terkait bantuan teknis akan kita kondisikan kembali sesuai dengan struktur Kementerian Agraria dan Tata Ruang. 2.29 Kasubdit Tata Ruang
Bappeda Provinsi Nusa Tenggara Barat
Kami sadar APBD sangat terbatas, kami mohon dukungan untuk penyediaan peta. Termasuk juga dekonsentrasi dalam perencanaan penataan ruang.
2.30 Direktur Tata Ruang dan Pertanahan, Kementerian PPN/Bappenas
Terkait dekonsentrasi pernah kami canangkan untuk dilakukan review kembali, namun kita tunggu saja review ini hingga jelas struktur Kementerian Agraria dan Tata Ruang.
Untuk dana dekonsentrasi yang diberikan kami mengusulkan agar di dalamnya termasuk juga dana untuk peningkatan kapasitas BKPRN, karena harapan kami: (1) Kualitas RTR baik; (2) Implementasi RTR sesuai dengan yang diharapkan; dan (3) Ketika melakukan evaluasi menghasilkan sesuatu yang membangun.
Kami sudah menyarankan peningkatan kapasitas terkait dekonsentrasi berupa: (1) Peng-update-an data setiap dua tahun, setidaknya satu tahun sebelum peninjauan kembali data harus sudah data terbaru; (2) Peningkatan
11
No. Agenda Keterangan kapasitas BKPRD, termasuk di dalamnya peningkatan kapasitas berupa pelatihan tematik dan juga pelatihan legal drafting; dan (3) Peningkatan kemampuan untuk evaluasi RTR.
Jika semua proses perencanaan di tingkat BKPRD berjalan dengan optimal, maka mungkin tidak perlu lagi persoalan penataan ruang dibahas di BKPRN.
2.31 Kepala Bappeda Provinsi Nusa Tenggara Barat
Berdasarkan diskusi tadi, nampaknya kami masih membutuhkan peran BKPRN. Namun ini dari sudut pandang kami yang notabene BKPRD berperan aktif dalam penataan ruang, kami tidak mengetahui bagaimana pandangan dari daerah-daerah yang BKPRD-nya kurang berperan dalam penataan ruang.
Terkait PPNS kami sangat membutuhkan peran mereka. Sejauh ini peran PPNS di Provinsi NTB cukup berjalan baik dimana kami bekerjasama dengan Polda untuk menindak pelanggaran tata ruang, terutama kasus pelanggaran bangunan.
BKPRD mem-back-up penyelesaian kriminalisasi dengan melakukan pembahasan bersama Polda dengan narasumber dari akademisi bidang hukum sehingga Polda terbekali mengenai regulasi terkait penataan ruang.
Selain itu kami juga mengadvokasi teman-teman untuk berani mengungkap kepada media terkait indikasi pelanggaran penataan ruang sehingga membantu publikasi penataan ruang secara tidak langsung.
Gubernur sudah menjadwalkan rapat koordinasi penataan ruang dengan seluruh Bupati/Walikota di NTB, namun masih tertunda hingga menemukan waktu yang tepat, termasuk di dalamnya akan mengundang Polda, Kejaksaan Tinggi, dan akademisi dari perguruan tinggi.
Terkait peran dan fungsi BKPRD Provinsi ini, kami seringkali melakukan pembahasan untuk penyelesaian penataan ruang. Kami berharap solidaritas BKPRD di Provinsi NTB ini dapat terwadahi juga di tingkat pusat melalui BKPRN sehingga kami dapat terus menjalin komunikasi terkait koordinasi penataan ruang.
Jika kami harus menyelesaikan persoalan penataan ruang kepada masing-masing K/L terkait akan membutuhkan waktu yang lama, karena itu peran BKPRN sangat dibutuhkan, seperti yang sudah sering terjadi adalah penyelesaian persoalan kehutanan.
Kami sudah sering melakukan pembahasan di BKPD terkait dengan perubahan struktur dalam kabinet baru. Kami sepakat bahwa BKPRN dengan fungsi koordinasi tetap dibutuhkan, namun kemudian apakah nanti akan dilakukan penyesuaian beban kerja dengan adanya Kementerian Agraria dan Tata Ruang kami serahkan kepada pusat.
Kami yakin satu institusi tidak bisa menyelesaikan seluruh persoalan, namun juga institusi yang terlalu banyak dapat menimbulkan masalah baru. Kami mengharapkan suatu wadah yang ramping namun efektif dan perspektif. Kami juga tidak menginginkan adanya duplikasi fungsi.
Lampiran
5. Daftar Hadir
Lampiran
6. Dokumentasi
Foto Kegiatan FGD Pilot Survey Penjajakan Ekspektasi Peran BKPRN di Bappeda Provinsi NTB