proses standarisasi (sni ttg sda)
DESCRIPTION
SNI ttg SDATRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1. Pengertian Standarisasi
Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia definisi kata standar adalah
penyesuaian bentuk dengan pedoman yg ditetapkan, sedangkan untuk definisi secara
menyeluruh merupakan suatu norma atau persyaratan yang biasanya berupa suatu
dokumen formal yang menciptakan kriteria, metode, proses, dan praktik rekayasa atau
teknis yang seragam. Suatu standar dapat pula berupa suatu artefak atau perangkat formal
lain yang digunakan untuk kalibrasi. Suatu standar primer biasanya berada dalam
yurisdiksi suatu badan standardisasi nasional. Standar sekunder, tersier, cek, serta bahan
standar biasanya digunakan sebagai rujukan dalam sistem metrologi. Suatu kebiasaan,
konvensi, produk perusahaan, atau standar perusahaan yang telah diterima umum dan
bersifat dominan sering disebut sebagai "standar de facto".
Standar merupakan dokumen yang ditetapkan oleh konsensus dan disetujui oleh
badan yang diakui, yang menyediakan, untuk penggunaan umum dan berulang, peraturan,
pedoman atau karakteristik untuk kegiatan atau mereka hasil, bertujuan untuk pencapaian
derajat optimal agar dalam konteks tertentu. Standar harus didasarkan pada hasil
konsolidasi ilmu pengetahuan, teknologi dan pengalaman, dan bertujuan untuk
mempromosikan manfaat masyarakat yang optimal; manfaat penting dari standarisasi
adalah peningkatan kesesuaian produk, proses dan jasa untuk tujuan yang dimaksudkan,
pencegahan hambatan untuk perdagangan dan fasilitasi kerjasama teknologi.
2. Latar Belakang
persepsi masyarakat terhadap standar tidak baik. Dalam skenario ini perkembangan
SNI akan mengalami stagnasi karena walaupun jumlah SNI terus bertambah, namun para
pelaku pasar tidak merasakan kebutuhannya sehingga SNI tersebut tidak dimanfatkan.
Dalam kondisi ini SNI tidak akan berkembang sebagai faktor pasar. Dengan demikian
pasar bagi bisnis penilaian kesesuaian juga terbatas sehingga perkembangan lembaga
penilaian kesesuaian juga akan terhambat.
Dengan demikian posisi kita menghadapi liberalisasi perdagangan regional dan
internasional akan melemah pula. Pada skenario kedua, masyarakat khususnya produsen,
memiliki persepsi yang cukup baik terhadap kegunaan standar namun kepercayaan
terhadap proses pengembangan SNI dan penilaian kesesuian tidak baik. Dalam kondisi ini
masyarakat akan kecewa dan tidak akan berpartisipasi dalam pengembangan SNI serta
menggunakan SNI sebagai acuan. Mereka akan lebih mengandalkan standar internasional
atau standar negara lain. Seperti skenario pertama, perkembangan SNI tidak akan
menstimulasi pasar bagi bisnis penilaian kesesuaian, yang pada akhirnya akan
memperlemah posisi kita dalam berbagai perjanjian perdagangan regional maupun
internasional.
Pada skenario ketiga, masyarakat memiliki persepsi yang baik terhadap kegunaan
standar, kepercayaan pada proses penilaian kesesuaian juga baik, namun kepercayaan
terhadap proses pengembangan SNI masih buruk. Pada kondisi seperti yang kita alami
dewasa ini, perkembangan SNI tidak menentu. Pada area bisnis yang mengalami tekanan
kuat dari produk impor berkualitas rendah yang murah, produsen dalam negeri akan
berusaha menggunakan pemberlakuan SNI wajib sebagai proteksi. Sementara pada area
bisnis lain SNI tidak terlalu dipertimbangkan sebagai faktor pasar. Walaupun demikian,
keberadaan penilaian kesesuaian
BAB II
MEKANISME PENETAPAN SNI
Proses yang berkaitan dengan perumusan, penetapan, publikasi dan pemeliharaan
SNI. Agar SNI memperoleh keberterimaan yang luas diantara para pemangku kepentingan,
maka sesuai dengan WTO – Code of good practice pengembangan SNI harus memenuhi
sejumlah norma,
yakni: (a) terbuka bagi semua pemangku kepentingan yang berkeinginan untuk
terlibat; (b) transparan agar semua pemangku kepentingan dapat dengan mudah memperoleh
semua informsi yang berkaitan dengan pengembangan SNI; (c) tidak memihak dan konsensus
agar semua pemangku kepentingan dapat menyalurkan kepentingannya dan diperlakukan
secara adil; (d) efektif karena memperhatikan kebutuhan pasar dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku; (e) koheren dengan pengembangan standar internasional untuk
memperlancar perdagangan internasional; dan (f) berdimensi pembangunan yakni
memperhatikan kepentingan publik dan kepentingan nasional dalam meningkatkan daya
saing perekonomian nasional. Untuk menerapkan norma tersebut, pengembangan SNI
dilaksanakan melalui sejumlah tahap sebagai berikut:
Tahap 1 – Pemrograman
Pada tahap ini rencana perumusan SNI diprogramkan oleh BSN yang diusulkan oleh Panitia
Teknis berdasarkan masukan dari berbagai pihak termasuk Masyarakat Standardisasi
Indonesia (MASTAN). Panitia Teknis dibentuk oleh BSN untuk menangani lingkup standar
tertentu dan beranggotakan para ahli yang mewakili pemangku kepentingan seperti produsen,
konsumen dan regulator, serta para ahli lain yang relevan atau pihak-pihak lain yang
berkepentingan. Program ini akan dipublikasikan oleh BSN agar dapat diketahui secara luas
oleh semua pemangku kepentingan, termasuk menginformasikan ke organisasi internasional
melalui ISONET.
Tahap 2 – Perumusan Rancangan SNI (RSNI)
Pada tahap ini rancangan RSNI yang telah diprogramkan oleh BSN akan dirumuskan oleh
Panitia Teknis terkait melalui proses sebagai berikut:
Perumusan rancangan awal (RSNI – 1) oleh suatu kelompok kerja yang dibentuk oleh
Panitia Teknis. Kelompok kerja bersifat ad-hoc karena tugasnya hanya berkaitan
dengan perumusan suatu RSNI tertentu. Rapat Panitia Teknis untuk membahas dan
menjaring masukan dan pandangan semua anggota Panitia Teknis untuk dipergunakan
oleh kelompok kerja memperbaiki rancangan SNI (RSNI – 2).
Rapat konsensus Panitia Teknis untuk memutuskan apakah substansi RSNI –2 dapat
disepakati berdasarkan suara terbanyak. Setelah dilaksanakan perbaikan editorial
rancangan SNI tersebut (RSNI – 3) siap untuk di sampaikan ke BSN untuk jajag
pendapat.
Tahap 3 – Jajak Pendapat RSNI
Pada tahap ini RSNI – 3 yang dihasilkan oleh Panitia Teknis akan disebarluaskan oleh BSN
ke pemangku kepentingan melalui organisasi MASTAN untuk jajag pendapat. Apabila
sebagian besar dari pemangku kepentingan mendukung substansi RSNI – 3 tersebut, maka
setelah mengalami perbaikan non-substansial berdasarkan masukan yang diperoleh rancangan
tersebut (RSNI – 4) dapat memasuki tahap persetujuan. Sedangkan apabila sebagian besar
dari pihak tersebut menyatakan keberatan, maka rancangan tersebut dikembalikan ke tahap –
2. Apabila seluruh pemangku kepentingan (100%) menyatakan setuju, maka RSNI-3 tersebut
dapat langsung menjadi RASNI dan ditetapkan oleh BSN menjadi SNI.
Tahap 4 – Persetujuan RSNI
Pada tahap ini RSNI – 4 akan disebarluaskan melalui MASTAN untuk voting akhir. Apabila
sebagian besar dari pemangku kepentingan menyatakan setuju, maka RSNI – 4 tersebut
dinyatakan “mencapai konsensus” menjadi RASNI dan dapat ditetapkan menjadi SNI oleh
BSN. Apabila sebagian besar pihak tersebut menyatakan tidak setuju, maka rancangan
tersebut dapat dikembalikan ke tahap – 3 apabila tidak memerlukan perubahan substansial,
atau ke tahap – 2 apabila ternyata masih memerlukan perbaikan substansial.
Tahap 5 – Penetapan SNI
RASNI akan ditetapkan menjadi SNI yang berlaku di seluruh wilayah negara, melalui
ketetapan BSN. SNI tersebut akan dipublikasi oleh BSN untuk dipergunakan seluas mungkin
oleh pemangku kepentingan.
Tahap 6 – Pemeliharaan SNI
Pada tahap ini penerapan SNI yang telah ditetapkan akan dipantau oleh BSN. Apabila
ternyata terdapat banyak masukan yang menyatakan bahwa suatu SNI sukar diterapkan, maka
BSN dapat meminta Panitia Teknis untuk melakukan kaji-ulang terhadap SNI tersebut.
Demikian pula apabila SNI telah berumur 5 tahun, maka SNI tersebut akan secara otomatis
dikaji-ulang oleh Panitia Teknis. Hasil kaji-ulang dapat menyatakan sejumlah kemungkinan;
(a) SNI masih layak dipergunakan; (b) SNI masih layak dipergunakan namun memerlukan
amandemen untuk melengkapi informasi atau perbaikan tertentu; (c) SNI perlu direvisi
karena telah tidak layak dipergunakan namun masih diperlukan; dan (d) SNI perlu diabolisi
karena telah tidak diperlukan. Proses penyusunan amandemen dan revisi dilaksanakan
melalui tahap 1 sampai 5. Uraian di atas menunjukkan bahwa pada dasarnya SNI
dikembangkan oleh para pemangku kepentingan. Peran BSN lebih pada pembentukan Panitia
Teknis, pembentukan keteraturan agar norma yang diperlukan dapat diterapkan secara
konsisten dalam setiap proses pengembangan standar dan menetapkan SNI.
BAB III
MANFAAT STANDARISASI
1. Melindungi Konsumen
Ketika berbicara mengenai standar, ada pertanyaan yang cukup menggelitik, kenapa
ketika ekspor kita akan mati-matian memenuhi standar negara tujuan ekspor, sementara kalau
mereka yang masuk ke Indonesia dan tak memenuhi SNI, kita tenang-tenang saja? Ini berarti
kita sendiri yang tidak fair terhadap bangsa ini. Seolah-olah kalau untuk luar negeri harus
memenuhi standar tinggi, sementara untuk dalam negeri barang apkiran pun boleh-boleh saja.
Padahal kalau berbicara kualitas, tak jarang barangbarang kelas dua (di bawah standar)
masuk ke Indonesia. Tak jarang yang masuk itu merupakan produk dumping.
Dengan adanya standar, barang yang masuk ke Indonesia dan yang diproduksi di
dalam negeri semuanya dijamin sebagai produk kelas satu yang memberikan kenyamanan
dan keamanan bagi konsumen. Lalu,kenapa helm menjadi perhatian BSN dalam kampanye
SNI ini? Karena berdasarkan data statistik Polda Metro Jaya, angka kecelakaan sepeda motor
sudah sangat memprihatinkan. Pada 2007 terdapat 4.933 kasus, lalu naik menjadi 5.898 kasus
pada 2008. Terakhir pada2009 mencapai 6.608 kasus, jadi kenaikan per tahun rata-rata 1.000
kasus. Dari jumlah tersebut, 1 dari 3 orang yang mengalami kecelakaan sepeda motor
mengalami cedera kepala. Sementara 88% dari korban meninggal dalam kecelakaan sepeda
motor diakibatkan oleh cedera kepala. Yang lebih memprihatinkan korban yang meninggal
dunia adalah usia produktif antara 20 sampai dengan 39 tahun.
Dalam konteks inilah BSN mengedepankan SNI dalam kerangka melindungi
keselamatan dan mengurangi fatalitas akibat kecelakaan, bukan justru untuk menyusahkan
atau membebani masyarakat. Penerapan SNI juga akan memberikan perlindungan konsumen
yang selama ini haknya kadang terlupakan. Misalkan untuk kasus helm impor yang berharga
jutaan yang sudah dijelaskan di atas. Kadang helm-belm tersebut diimpor langsung bukan
oleh distributor resmi sehingga tak ada hubungan langsung antara konsumen dan produsen.
Dengan kewajiban helm im¬por juga harus SNI, minimal distributor resmi akan terdaftar di
Indonesia dan bisa dimintakan pertanggung jawaban atas segala kerugian konsumen yang
mungkin terjadi
2. Makin Kompetitif
Karena Indonesia mengusung semangat fair trade, tentu kita tak mau dikomplain oleh
bangsa lain dalam masalah standar ini. Masalah standardisasi ini sudah diatur dalam
perjanjian WTO. Kita harus transparan. Ketika dikatakan suatu produk memenuhi standar,
ada batasan yang tangible dan proven. Jadi pengeluaran sertifikat itu ada batasan yang sesuai
dengan persyaratan dan tak bisa dibeli. Misalnya untuk konteks helm, para produsen harus
melakukan 9 parameter uji di laboratorium uji yang sudah terakreditasi. Setelah melewati
kesemua tahapan uji itu, produsen dapat mengajukan Sertifikat Produk Penggunaan Tanda
SNI (SPPTSNI) melalui Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) yang sudah terakreditasi dan
ditunjuk oleh pemerintah. Setelah itu baru produsen berhak untuk meng-emboss tanda SNI
yang diletakkan di samping kiri helm.
Ketika mendapatkan SPPT SNI, ada tiga aspek yang kita dapatkan. Pertama, aspek
legal bahwa perusahaan tersebut memang benar ada dan memproduksi barang yang
mendapatkan sertifikat tersebut. Kedua, aspek system manajemen yang mengikuti tata aturan
yang baku seperti menerapkan SNI-ISO 9001.
Ketiga, aspek mutu dari produknya karena memang produknya sudah teruji dan dapat
menjadi jaminan bagi konsumen yang membelinya. Untuk menjaga kualitas dan kepercayaan
terhadap SNI, dalam pelaksanaan teknis perumusan SNI pun Indonesia harus mengacu pada
ketentuan perumusan standar yangberlaku secara internasional. Ada beberapa prinsip yang
perlu dipatuhi dalam perumusan standar ini, yaitu terbuka, transparan, nondiskriminatif dan
imparsial, efisien, efektif, serta koheren/selaras dengan standar internasional dan bersifat
membangun. Dengan penerapan SNI ini, produk lndonesia akan terdorong untuk lebih
kompetitif. Pada umumnya standar yang ada pada SNI mengacu pada standar internasional
dan standar beberapa negara maju. Bahkan dalam beberapa produk, standar Indonesia dinilai
lebih tinggi dari standar di negara lain seperti standar ban dan helm tersebut.
BAB IV
DAFTAR SNI
1. 9441_PENGUKURAN ALIRAN AIR DALAM SALURAN TERTUTUP-METER
UNTUK AIR MINUM DINGIN BAG 2
2. Air dan air limbah - Bagian 58 Metoda pengambilan contoh air tanah
3. Air dan air limbah Cara uji warna secara spektrofotometri
4. Cara pengukuran debit air
5. Cara uji kadar air total agregat dengan pengeringan
6. Metode pengujian kadar air tanah dengan alat speedy
7. Pengukuran aliran air dalam saluran tertutup untuk meter air Bagian 2 Persyaratan
pemasangan meter air minum
8. Pengukuran aliran air dalam saluran tertutup untuk meter air minum Bagian 3
Metode peralatan pengujian meter air minum
9. Pengukuran aliran air dalam saluran tertutup untuk meter air minum Bagian 3
Metode peralatan pengujian meter air minum
10. Pengukuran aliran air dalam saluran tertutup untuk meter air minum Bagian 3
Metode peralatan pengujian meter air minum
11. Spesifikasi material baja tahan karat unit instalasi pengolahan air
12. Spesifikasi saluran air hujan pracetak berlubang untuk lingkungan pemukiman
13. Tata cara pembuatan model fisik sungai dengan dasar tetap
14. Tata cara pengambilan contoh dalam rangka pemantauan kualitas air pada suatu
daerah pengaliran sungai
15. Tata cara pengambilan contoh dalam rangka pemantauan kualitas air pada suatu
daerah pengaliran sungai
16. Tata cara pengukuran geolistrik Schlumbeger untuk ekplorasi air tanah
17. Tata cara pengukuran geolistrik Schlumbeger untuk ekplorasi air tanah
18. Tata cara perencanaan teknik jaringan distribusi dan unit pelayanan sistem
penyediaan air minum.