propsl revital ins ksman r
TRANSCRIPT
PROPOSAL DISERTASI
REVITALISASI SISTEM RUANG PENDIDIK INS KAYUTANAM
Oleh :
P A R I A D I NIM. 1104311
KONSENTRASI MANAJEMEN PENDIDIKAN PROGRAM DOKTOR ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2012
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Fokus Penelitian 14
C. Pertanyaan Penelitian 14
D. Tujuan Penelitian 14
E. Kegunaan Penelitian 15
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Teori Sistem
1. Pengertian Sistem 17
2. Pentingnya Pendekatan Sistem 20
3. Macam-macam sistem 21
4. Karakteristik Sistem 22
5. Berpikir Sistem 23
6. Pendekatan Sistem 26
7. Pendekatan Sistem dalam Pemecahan Masalah 28
8. Model-model Pendekatan Sistem 29
B. Pendidikan sebagai Suatu Sistem
1. Arti dan Makna Pendidikan 39
2. Tujuan Pendidikan 40
3. Fungsi Pendidikan 42
4. Komponen Inti Ilmu Pendidikan 42
5. Sistem Pendidikan Nasional 45
6. Pendidikan sebagai Suatu Sistem 47
C. Komponen-komponen dalam Sistem Pendidikan 48
D. Sistem Ruang Pendidik INS Kayutanam
1. Dasar Filosofi INS Kayutanam 51
2. Ruh Ajaran Engkoe Mohammad Sjafe'i 52
3. Dasar-dasar pendidikan INS Kayutanam 53
4. Ruang Pendidik INS Kayutanam sebagai sebuah sistem
54
ii
E. Penelitian yang Relevan 59
F. Kerangka Berpikir
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian 62
B. Definisi Operasional 64
C. Situasi Sosial Penelitian 65
D. Langkah-langkah Penelitian 67
E. Lokasi Penelitian 69
F. Informan Penelitian 69
G. Teknik dan Alat Pengumpul Data 71
H. Validasi Data 75
I. Analisis Data 76
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD ’45 yang
diamandemen) diamanatkan agar “Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan
keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa”. Selain itu juga ditegaskan bahwa sistem pendidikan
nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan,
peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi sesuai dengan tuntutan
perubahan. Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan formal yang
dilaksanakan di sekolah/lembaga.
Pendidikan memegang peranan penting untuk menciptakan generasi
muda menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Melalui pendidikan
diharapkan dapat menguasai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pendidikan akan dapat membuka pintu menuju dunia modern, karena hanya
dengan pendidikan dapat dilakukan perubahan sosial budaya yaitu
perkembangan ilmu pengetahuan, penyesuaian nilai-nilai dan sikap yang
mendukung pembangunan dan penguasaan berbagai keterampilan dan
menggunakan teknologi maju untuk mempercepat proses pembangunan
(Manan, 1989).
2
Kemudian dalam Bab I Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia
tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 (UUSPN, 2003:4) disebutkan
bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Dapat disimpulkan bahwa pendidikan pada hakikatnya tidak
mengembangkan satu potensi kognitif saja. Lebih dari itu hasil pendidikan
dikehendaki agar potensi yang ada dalam diri peserta didik dapat dimunculkan
dan dikembangkan. Hal ini sejalan dengan fungsi dan tujuan sistem
pendidikan nasional menurut Undang-undang nomor 20 tahun 2003; sistem
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Bab II, Pasal 3)
Hal ini merupakan gambaran dari sekolah yang bermutu sebagaimana
yang dikemukakan oleh Sagala (2004:145) yaitu: “sekolah dikatakan bermutu
apabila siswa menunjukkan prestasi yang tinggi dalam : 1) akademik, yaitu
nilai rapor, kejujuran, ketakwaan, kesopanan, 2) mengapresiasi nilai-nilai
budaya, dan 3) tanggung jawab dan kemampuan yang diujudkan dalam
3
bentuk keterampilan sesuai dasar ilmu yang diterimanya di sekolah.
Pemerataan mutu sekolah harus diupayakan agar terbentuk mutu pendidikan
nasional yang tinggi”.
Sejauh ini mutu pendidikan nasional Indonesia masih belum seperti
yang diharapkan. Irmawita (2006:1) menggambarkan sebagai berikut:
Diukur dari berbagai aspek, mutu pendidikan di Indonesia tampak belum menggembirakan: indek pembangunan manusia atau Human Development Index (HDI) tahun 2004 Indonesia menduduki peringkat ke-111 dari 173 negara. Kualitas SDM dalam melaksanakan IPTEK juga rendah, belum ada teknologi modern yang dihasilkan. Moral bangsa juga rendah karena terbukti banyak koruptor, kejahatan, pencurian, saling berantam sesama warga, tuding menuding kesalahan dan sebagainya. Pendidikan nasional mempunyai visi terujudnya sistem pendidikan
sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa. Dengan demikian untuk
memberdayakan semua warga negara Indonesia masa depan, masing-masing
diri diharapkan dapat berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga
mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah
(UUSPN, 2003:38). Manusia yang berkualitas akan mampu menghadapi
tantangan yang semakin meningkat dan kompetitif terutama di zaman modern
yang penuh dengan arus globalisasi.
Secara lebih jelas misi pendidikan nasional dalam Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 adalah sebagai berikut:
1) mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia; 2) membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar; 3) meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian
4
yang bermoral; 4) meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap dan nilai berdasarkan standar nasional dan global; dan 5) membudayakan peran serta masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan berdasarkan prinsip ekonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Visi dan misi pendidikan nasional Indonesia seperti dikatakan di atas,
mengisyaratkan pentingnya pembentukan manusia yang utuh secara mental,
spiritual dan intelektual sehingga mampu dan handal dalam mengarungi arus
globalisasi. Untuk mewujudkan harapan itu tentu diperlukan lembaga
pendidikan yang mampu melahirkan manusia yang berkualitas. Namun pada
kenyataannya mutu pendidikan Indonesia masih jauh dari yang diharapkan hal
ini terlihat dari peringkat kemajuan pendidikan di Asia dimana Indonesia
berada di bawah Vietnam (UNDP dalam Agustiar, 2001:2)
Rendahnya mutu pendidikan banyak dikaitkan dengan lembaga
pendidikan seperti halnya sekolah. Karena itu sekolah sering dijadikan
kambing hitam. Sekolah sering dijadikan sorotan karena fungsinya sebagai
tempat pembelajaran dan pendidikan. Sekolah merupakan salah satu unit dari
keseluruhan sistem pendidikan nasional. Sekolah sangat berperan dalam
meningkatkan mutu pendidikan. Karena itu rendahnya mutu pendidikan
menunjukkan betapa sekolah belum lagi berhasil melakukan perannya dengan
baik.
Penyelenggara pendidikan bukan hanya pemerintah saja. Masyarakat
juga dapat menyelenggarakannya. Penyelenggaran pendidikan formal oleh
masyarakat dikenal dengan sebutan sekolah swasta. Banyak sekolah swasta
5
yang telah didirikan di berbagai bidang dan berbagai tingkatan, mulai dari
Sekolah Dasar sampai ke Perguruan Tinggi. Disayangkan bahwa kebanyakan
sekolah swasta di Sumatera Barat belum mampu bersaing sebaik sekolah
negeri, walaupun ada jumlahnya belum seberapa. Namun kenyataannya
masyarakat lebih memilih menyekolahkan anaknya ke sekolah negeri. Apabila
anaknya tidak diterima di sekolah negeri maka sekolah swasta menjadi pilihan
berikutnya. Alhasil sekolah swasta memperoleh calon dari sisa calon yang
tidak diterima di sekolah negeri.
Ruang Pendidik INS Kayutanam merupakan salah satu lembaga
pendidikan tingkat SLTP dan SLTA yang pengelolaannya di bawah Yayasan
Badan Wakaf Ruang Pendidik INS Kayutanam. Sebagai salah satu sekolah
swasta di Kabupaten Padang Pariaman, Ruang Pendidik INS Kayutanam tetap
menyelenggarakan kurikulum formal pemerintah terutama pada bidang
akademik di samping kurikulum sendiri sebagai ciri khas pendidikannya.
Navis (1996:106) menegaskan “Untuk keperluan formal program pendidikan
akademik pada Ruang Pendidik INS Kayutanam disesuaikan dengan program
sekolah umum negeri, seperti SMP dan SMA. Sedangkan tiga komponen
lainnya yang disebut kurikulum plus berfungsi untuk mengembangkan sikap
mental murid agar mampu mengembangkan kewajiban sebagai bangsa yang
bernegara merdeka serta pemegang amanah Tuhan agar menjadi khalifah-Nya
di bumi. Pendidikan yang terprogram dengan tepat dapat merubah watak
bangsa”.
6
Perguruan Ruang Pendidikan INS Kayutanam selanjutnya disebut INS
Kayutanam didirikan oleh Engkoe Mohammad Sjafe’i pada tanggal
31 Oktober 1926 di Nagari Kayutanam, Kecamatan 2X11 Kayutanam,
Kabupaten Padang Pariaman, Provinsi Sumatera Barat. Pada era pemerintahan
Belanda INS merupakan singkatan dari Indonesisch Nederlandsc School, dan
ketika Jepang berkuasa berubah menjadi Indonesisch Nippon School. Pada era
kemerdekaan lebih populer dengan nama INS Kayutanam dan Institut
Nasional Sjafe’i. Seiring dengan kemajuan zaman, maka dilakukan revitalisasi
konsep Ruang Pendidik INS Kayutanam 1926, sebagai upaya mambangkik
batang tarandam, mengasah intan tersimpan, maka lahirlah Institut Talenta
Indonesia INS Kayutanam 1926 pada pertengahan tahun 2006. Namun secara
prinsip dan hakekat tetap pada nilai-nilai dan konsep pendidikan Engkoe
Mohammad Sjafe’i.
Pendirian perguruan ini sebagai ujud nyata cita-cita besar Bangsa
Indonesia seperti yang terungkap dalam gubahan lagu Indonesia Subur tahun
1925 setelah beliau kembali dari Belanda tahun 1924. Beliau diutus belajar ke
Belanda oleh Inyiak Marah Sutan orang tua angkat beliau pada tanggal 31 Mei
1922. Tanggal keberangkatan ini dijadikan sebagai hari cita-cita INS.
Konsep pendidikan INS merupakan konsep pendidikan yang relatif
ideal dan diyakini relevan dengan konsep pendidikan nasional Bangsa
Indonesia. Berikut beberapa pernyataan tokoh penting tentang keberadaan dan
kebenaran konsep pendidikan INS tersebut. Kolusi antara Ki Hadjar
Dewantara dengan Mohammad Sjafe’i: “Kami berusaha menarik rakyat
7
sebanyak mungkin ke pihak kita, supaya kita kuat kebangsaannya. Tugas
saudara Sjafe’i di sebelah sana menarik pemuda mencari suatu bentuk
pendidikan yang selaras dengan bangsa kita di kemudian hari”. (Ki Hadjar
Dewantara, 1932 dalam Farid Anfasa Moeloek, 2009:2).
Berikut pernyataan Wakil Presiden Republik Indonesia Bung Hatta
tanggal 27 Oktober 1966 yang dibacakan pengganti Deputy Mentri P dan K,
M. Said tokoh Taman Siswa, isinya antara lain: “Tidak saja Engkoe
Mohammad Sjafe’i yang merasa lega dengan tindakan-tindakan bekas murid-
muridnya itu, melainkan setiap orang yang paham akan arti pendidikan yang
membangun tenaga dan pikiran yang kreatif. INS mempunyai sifat istimewa,
tidak saja pengetahuan umum yang diberikan kepada murid-muridnya tetapi
juga mereka didik menjadi orang yang pandai berbuat”. Di akhir
pernyataannya Bung Hatta menambahkan : “Engkoe Mohammad Sjafe’i boleh
merasa lega dan gembira pada hari tuanya bahwa tidak sia-sia ia sekian lama
menunaikan tugas dalam bidang pendidikan yang diciptakannya sendiri”.
Selanjutnya Mashuri, Menteri Departemen P dan K saat menjabat
sebagai Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) di
Padang bulan April 1968 menegaskan: “Sistem pendidikan Negara Republik
Indonesia akan menjalankan ala Indonesisch Nederland School (INS),
dipimpin oleh Mohammad Sjafe’i di Kayutanam di zaman Hindia Belanda
dahulu”. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Azwar Anas (2008) yang
menjelaskan bahwa salah satu keberhasilan Negara Malaysia bila
8
dibandingkan dengan Indonesia ialah karena mereka menerapkan konsep dan
sistem pendidikan INS Kayutanam.
Winarno (2007:1) mengemukakan sebagai berikut:
Engkoe Mohammad Sjafe’i merupakan seorang pendidik yang religius, nasionalis, visioner, intuitif dan inovatif yang pemikirannya tidak jarang mendahului zamannya. Pemikiran yang terlalu maju untuk kebijakan pemerintah yang sampai saat sekarang cenderung konservatif, birokratis, statis dan bertahan. Beliau bukan saja pelopor tetapi sekaligus adalah pahlawan pendidikan yang menekankan pada kewajaran dan kebermaknaan. Hal ini sejalan dengan pendapat yang ditulis Harian Singgalang 11
Februari 2008 halaman 2: “Konsep pendidikan Engkoe Mohammad Sjafe’i
melalui Institut Nasional Sjafe’i (INS) Kayutanam tahun 1926 lebih
menonjolkan kebermaknaan pendidikan ketimbang mutu pendidikan itu
sendiri”.
Dari pendapat-pendapat di atas jelas terlihat bahwa konsep dan sistem
pendidikan INS Kayutanam adalah salah satu alternatif konsep pendidikan
yang dinilai cocok untuk bangsa Indonesia sekarang dan masa yang akan
datang. Namun dalam kenyataan implementasinya masih jauh dari harapan.
Agar INS dapat implementatif, maka dilakukanlah revitalisasi sistemnya yang
sesuai dengan zaman kekinian.
Sistem pendidikan INS pada dasarnya adalah gabungan antara sistem
sekolah umum dan sistem sekolah kejuruan yang memadukan antara tiga
aspek pokok manusia yakni otak, tangan dan hati. Dalam pandangan INS tidak
ada satu yang lebih penting dari yang lainnya, melainkan sama pentingnya.
Sistem pendidikan ini berbeda dengan sekolah pemerintah lainnya. Namun
9
tidak banyak orang yang tahu, termasuk pendidik dan tokoh pendidikan
lainnya.
INS Kayutanam memiliki fasilitas fisik yang relatif memadai. Fasilitas
tersebut antara lain: “Gedung belajar akademik, ruang praktek keterampilan
dan sanggar, asrama siswa putra dan putri, masjid, amphi teater, ruang
pertunjukan, ruang pameran, lapangan basket, lapangan volley, lapangan
takraw, lapangan sepak bola, lapangan tenis, fasilitas diklat, gedung utama,
kolam ikan, areal pertanian dan perkebunan, fasilitas peternakan, pustaka,
laboratorium IPA, ruang komputer, tungku pembakaran keramik dan asrama
atau rumah dinas guru”. Selain itu kampusnya relatif strategis karena mudah
dijangkau dari beberapa pusat kota di Sumatera Barat. INS Kayutanam juga
memiliki lahan ± 18 Ha dan kampus yang relatif aman dan nyaman yang
sangat sesuai untuk suasana belajar. Disamping itu juga terjalin kerjasama dan
dukungan oleh pemerintah provinsi dan daerah kabupaten kota se-Sumatera
Barat. Namun dalam kenyataannya perkembangan sekolah relatif lambat dan
cenderung statis. Mungkin terdapat sejumlah kendala dan permasalahan dalam
pengelolaannya yang harus dianalisis untuk dapat direvitalisasi agar dapat
berfungsi kembali.
INS Kayutanam pernah eksis dan sukses di zamannya dan melahirkan
tokoh hebat. Tercatat beberapa nama besar sebagai ahli politik, ahli
kedokteran, ahli pendidikan, ahli kepemerintahan, ahli ekonomi, seniman,
pelukis, pemain tonil, sastrawan, budayawan, enterpreneur, termasuk mereka
sebagai pejuang-pejuang kemerdekaan Bangsa Indonesia. Fakta menunjukkan
10
bahwa akhir-akhir ini terjadi kemunduran dalam perkembangannya, tidak
sebagus pada awal berdirinya perguruan. Apa yang salah dalam
pengelolaannya, menjadi tanda tanya besar yang harus dijawab melalui
penelitian ini.
Walaupun mengalami pasang surut, namun INS Kayutanam masih
tetap dapat bertahan. Tentu ada sejumlah cara atau alternatif kebijakan yang
diambil pihak pengelola sehingga masih bisa bertahan sampai sekarang,
walaupun mengalami masa-masa yang sulit. Penelitian ini ingin mengungkap
lebih jauh tentang alternatif pemecahan dan kebijakan yang diambil oleh
pengelola, sehingga perguruan INS dapat bertahan sampai saat ini.
Agustiar (2008:8) menjelaskan sistem pendidikan INS Kayutanam
mengandung karakteristik yang hampir sama dengan pendidikan nasional.
Yang menjadi perhatian kita adalah bagaimana mengimplementasikan nilai-
nilai tersebut dalam kegiatan pendidikan pada setiap jenjang, jenis, lokasi dan
budaya yang variatif. Kalau nilai tersebut dibiarkan tidak tergali dan tidak
termanfaatkan dengan efektif, maka nilai-nilai INS Kayutanam Engkoe
Mohammad Sjafe’i akan tetap tinggal menjadi mutiara yang terpendam saja.
Agar konsep dan nilai pendidikan yang ada di INS Kayutanam dapat di
implementasikan sesuai zaman kekinian tentu perlu dilakukan revitalisasi
terhadap Sistem Ruang Pendidik INS Kayutanam.
Hampir tidak ada jawaban yang pasti mengapa INS Kayutanam tidak
berkembang. Fakta mengungkapkan INS Kayutanam memiliki konsep yang
hebat, fasilitas yang relatif memadai, letak yang strategis, adanya dukungan
11
Pemda Provinsi dan Kabupaten Kota, pengurus yayasan yang representatif
tokoh-tokoh nasional. Namun kenyataannya sekolah tidak berkembang,
sekolah tidak populer, sekolah hanya menjadi mutiara terpendam dan hampir
tidak dikenal. Kenyataan lain menunjukkan bahwa konsep pendidikan INS
diyakini relevan dengan pendidikan sekarang dan merupakan salah satu
alternatif sistem pendidikan yang tepat untuk bangsa yang sedang mengalami
krisis saat ini. Hal-hal inilah yang menjadi latar belakang penulis melakukan
penelitian di INS Kayutanam.
Dari permasalahan dan kenyataan di atas, memberi inspirasi dan
motivasi yang kuat kepada penulis untuk mendapatkan gambaran yang lebih
nyata tentang bagaimana sistem pendidikan INS Kayutanam dan
pengimplementasiannya. Untuk itu penulis melakukan grand tour sejak
Januari sampai dengan September 2012. Dari beberapa kali observasi yang
dilakukan selama grand tour di INS Kayutanam dan informasi yang didapat
melalui wawancara dengan pimpinan, guru, karyawan, siswa dan alumni dapat
diidentifikasi beberapa gejala umum sebagai berikut:
1. Kondisi lingkungan sekolah relatif kurang terawat, hal ini ditandai dengan
hampir seluruh lingkungan sekolah ditumbuhi oleh rumput-rumput liar.
2. Sebagian lapangan olah raga rusak dan tidak terawat, sehingga tidak dapat
difungsikan.
3. Sebagian peralatan praktek di workshop rusak dan tidak dapat
dipergunakan.
4. Beberapa bagian asrama siswa rusak dan kurang terawat.
12
5. Pasokan air bersih di asrama tidak memadai dibandingkan dengan
kebutuhan dan jumlah siswa.
6. Belum semua guru memahami kurikulum INS yang berbasis talenta.
7. Siswa merasa beban kurikulum antara 72 sampai 78 jam perminggu terlalu
berat.
8. Masyarakat belum dilibatkan dalam penyusunan kurikulum.
9. Kurikulum yang dijalankan cenderung tidak konsisten dan berubah-ubah.
10. Warga sekolah (guru, karyawan dan siswa) relatif kurang memahami
konsep pendidikan Engkoe Mohammad Sjafe’i INS Kayutanam.
11. Sering terjadi mutasi guru di INS Kayutanam.
12. Kesejahteraan guru belum sepenuhnya terealisasi.
13. Belum semua guru berkualifikasi sarjana (S1) dan belum memiliki akta
mengajar.
14. Tingkat kepuasan kerja guru relatif rendah.
15. Hubungan dan kerjasama antar guru kurang baik.
16. Tingginya tingkat putus sekolah dan mutasi siswa di INS.
17. Siswa cenderung kurang disiplin, hal ini ditandai dengan banyaknya siswa
yang tidak mengikuti kegiatan pembelajaran dan banyaknya pelanggaran
tata tertib.
18. Tidak semua siswa yang belajar di INS atas kemauan sendiri.
19. Siswa kurang puas dengan pelayanan yang diberikan pihak sekolah.
20. Rendahnya tingkat kepercayaan siswa terhadap penyelenggara pendidikan.
21. Kondisi siswa yang belajar di INS sangat heterogen.
13
22. Proses belajar mengajar sering terganggu karena kekurangan dan tidak
lengkapnya bahan praktek.
23. Proses belajar mengajar sering terganggu karena banyaknya acara
serimonial dan formalitas.
24. Proses belajar mengajar belum menerapkan team teaching, terutama pada
pembelajaran life skill di workshop.
25. INS termasuk sekolah yang banyak meliburkan siswanya dalam setahun.
26. Masyarakat relatif kurang peduli terhadap sekolah.
27. Rendahnya partisipasi masyarakat dan orang tua dalam pendidikan
28. Kepala sekolah kurang peduli dan kurang dekat dengan bawahan.
29. Pengambilan keputusan oleh yayasan dan kepala sekolah cenderung
otoriter.
30. Sistem komunikasi antara atasan dan bawahan cenderung tidak lancar.
31. Yayasan terlalu ikut campur dengan urusan pendidikan.
Jika diamati dari fenomena dan permasalahan di atas, sepertinya
sekolah mengalami masalah dalam hal fasilitas fisik, sistem komunikasi,
manajemen, pengambilan keputusan, sistem pendidikan yang belum efektif
meliputi antara lain: kurikulum, guru, siswa, proses belajar mengajar dan
peran serta masyarakat dalam pendidikan. Karena keterbatasan peneliti
dari biaya dan waktu, maka yang dijadikan fokus penelitian ini adalah sistem
pendidikan INS Kayutanam yang meliputi aspek tujuan pendidikan,
program pendidikan, kurikulum, guru, siswa dan asrama dan dalam
bentuk revitalisasi yang sesuai dengan zaman agar sistemnya dapat efektif.
14
Penelitian ini selanjutnya diberi judul “Revitalisasi Sistem Ruang Pendidik
INS Kayutanam .
Untuk memudahkan kita dalam memahami penelitian ini, maka judul
penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Revitalisasi
Kata revitalisasi mengandung makna proses atau cara menghidupkan atau
memfungsikan kembali. Revitalisasi dalam kontek penelitian ini
mengandung arti penataan Sistem Ruang Pendidik INS Kayutanam yang
meliputi upaya untuk mengaktifkan, mengefektifkan, mengefisienkan
dengan tidak menambah fungsi yang ada, tetapi lebih berupaya
optimalisasi fungsi sub komponen sisitem yang ada.
2. Sistem
Menurut Sagala (2007: 272) sistem adalah suatu keseluruhan yang
terbentuk dari bahagian yang mempunyai hubungan fungsional dalam
mengubah masukan menjadi hasil yang diharapkan. Dalam konteks penelitian
ini hubungan keseluruhan fungsional yang dimaksud meliputi filosofi,
kurikulum, proses belajar mengajar, guru, siswa, dan asrama sebagai sistem
pendidikan INS Kayutanam dalam menyelenggarakan pendidikannya. Sistem
ini selanjutnya dikenal sebagai sistem Ruang Pendidik INS Kayutanam.
3. Ruang Pendidik
Makna ruang pendidik dalam penelitian ini ialah suatu tempat yang
luas yang digunakan untuk belajar dan mengajar, bukan hanya terbatas pada
15
adanya guru dan murid, tetapi belajar dari pengalaman dan kehadiran alam di
sekitarnya (M.Sjafe’i, dalam Executive Summary, 2006)
4. INS Kayutanam
INS Kayutanam adalah salah satu lembaga pendidikan swasta
setingkat SLTP, SLTA dan community college yang pengelolaannya berada di
bawah Yayasan Badan Wakaf. Dalam penelitian ini INS yang dimaksudkan
adalah SMA INS Kayutanam
B. Fokus Penelitian
Sesuai identifikasi masalah terdahulu maka fokus penelitian ini adalah:
Pengkajian sistem Ruang Pendidik INS Kayutanam dan Bentuk
RevitalisasiSistemnya agar efektif.
C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka dapat dirumuskan
pertanyaan penelitian yang perlu dicari jawabannya melalui penelitian ini
yaitu :
1) Apakah konsep pendidikan Engkoe Mohammad Sjafe’i ?
2) Bagaimanakah bentuk sistem Ruang Pendidik INS Kayutanam ?
3) Faktor-faktor penghambat dan pendukung apakah yang ditemui dalam
pengimplementasian konsep Ruang Pendidik INS Kayutanam?
16
4) Upaya-upaya apakah yang dilakukan Ruang Pendidik INS Kayutanam,
dalam meneruskan, meningkatkan kualitas mutu dan layanan
pendidikannya ?
5) Kebijakan dan strategi apakah yang dilkukan dalam menata Sistem Ruang
Pendidik INS Kayutanam?
6) Apakah Bentuk Pokok-pokok Program Revitalisasi Ruang Pendidik INS
Kayutanam?
D. Tujuan Penelitian
Mengacu pada upaya mencari jawaban atas pertanyaan penelitian
seperti yang dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk
melakukan kajian terjadap:
1. Konsep pendidikan Engkoe Mohammad Sjafe’i
2. Bagaimanakah bentuk sistem Ruang Pendidik INS Kayutanam
3. Faktor-faktor penghambat dan pendukung apakah yang ditemui dalam
pengimplementasian konsep Ruang Pendidik INS Kayutanam
4. Upaya-upaya yang dilakukan Ruang Pendidik INS Kayutanam, dalam
meneruskan, meningkatkan kualitas mutu dan layanan pendidikannya
5. Kebijakan dan strategi apakah yang dilkukan dalam menata Sistem Ruang
Pendidik INS Kayutanam
6. Bentuk Pokok-pokok Program Revitalisasi Ruang Pendidik INS
Kayutanam
17
E. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan berguna bagi berbagai pihak antara lain:
1. Pihak INS Kayutanam dalam hal ini adalah pengurus yayasan, kepala
sekolah beserta staf dan guru sebagai bahan masukan untuk meningkatkan
kualitas layanan dan mutu pendidikan terutama dalam mengantisipasi
faktor-faktor yang menjadi penghambat dan kendala kemajuan INS
Kayutanam ke depan.
2. Pemda Provinsi Sumatera Barat, sebagai bahan masukan guna menentukan
arah kebijakan yang tepat dalam kerjasama antara INS Kayutanam dengan
pemerintah Provinsi Sumatera Barat. Karena selain aset Padang Pariaman,
INS Kayutanam juga aset bersejarah Sumatera Barat dan Indonesia.
3. Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat sebagai bahan masukan untuk
menentukan kebijakan yang tepat dalam upaya mendorong percepatan
terealisasinya Institut Talenta Indonesia sebagai bentuk revitalisasi konsep
Ruang Pendidik INS Kayutanam yang sesuai dengan zaman kekinian.
4. Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman dan kabupaten kota lainnya yang
turut memberi dukungan beasiswa bagi siswa berbakat yang belajar di
Ruang Pendidik INS Kayutanam.
5. Program Doktor Ilmu Pendidikan, Pascasarjana Universitas Negeri Padang
sebagai bahan kajian akademik dan dasar penelitian lanjutan yang relevan.
6. Bagi peneliti sendiri sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Doktor
Pendidikan (Dr) pada Program Pascasarjana Universitas Negeri Padang.
18
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Teori Sistem
1. Pengertian Sistem
Kata sistem berasal dari bahasa Yunani “systema” yang berarti
“serangkaian obyek-obyek yang digabung oleh suatu kerangka interaksi
yang teratur atau saling bergantung” (Billy, 2007:17). Menurut Richard A.
Johnson dkk (1980:4) suatu sistem adalah “Suatu kebulatan keseluruhan
yang komplek atau terorganisir; suatu himpunan atau perpaduan hal-hal
atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan/keseluruhan yang
komplek (utuh). Pendapat lain dikemukakan oleh Ibnu Syamsi (1994:8)
bahwa yang dimaksud dengan sistem yaitu suatu rangkaian prosedur yang
merupakan suatu kebulatan untuk melaksanakan suatu fungsi.
Berikut dikemukakan beberapa pengertian sistem menurut para
ahli (dalam Billy, 2007:17-19) sebagai berikut :
a. Menurut Immegart (1972) menyatakan bahwa sistem juga dapat
dipahami sebagai berbagai bentuk dari struktur atau operasi, konsep
atau fungsi yang terdiri dari bagian-bagian yang bersatu dan
terintegrasi”. Sistem mempunyai tujuan dan merupakan totalitas yang
terdiri dari bagian-bagian yang terstruktur dan saling berkaitan dalam
wadah transformasi serta berintegrasi secara teratur dan dipengaruhi
oleh aspek-aspek lingkungan.
19
b. Menurut Mc Dermott (1997) mengemukakan bahwa sistem adalah
suatu entitas yang mempertahankan eksistensi dan fungsinya secara
keseluruhan melalui interaksi antar bagian-bagiannya.
c. Sistem menurut Ackoff (1999) satu set dari dua atau lebih elemen yang
memenuhi tiga kondisi berikut : 1) perilaku dari setiap elemen yang
mempunyai pengaruh kepada perilaku dari keseluruhannya; 2) perilaku
dari elemen-elemennya dan pengaruh dari elemen-elemen itu terhadap
keseluruhannya mempunyai saling ketergantungan; 3) elemen-elemen
yang ada dalam satu sistem sedemikian berkaitan satu dengan yang
lainnya, sehingga tidak mungkin ada sekelompok elemen yang bisa
bebas sepenuhnya dari pengaruh keseluruhannya. Jadi sistem sebagai
suatu kumpulan yang kompleks, dalam fungsinya tergantung kepada
bagian-bagiannya. Dengan demikian jika kita ingin memahami suatu
sistem dan ingin memprediksi perilaku dari sistem, maka perlu dikaji
sistemnya secara keseluruhan.
d. Menurut General Systems Theory dinyatakan bahwa kita tidak dapat
memahami sesuatu dengan benar bila kita melihatnya secara berdiri
sendiri atau terisolasi, jadi harus melihatnya sebagai bagian dari suatu
keseluruhan. Menurut teori umum sistem tersebut, dunia dianggap
sebagai suatu sistem yang terdiri dari berbagai sub sistem yang saling
bergantung dan berhubungan, membentuk satu kesatuan yang utuh
atau merupakan sistem yang holistik.
20
e. Menurut Sagala (2007:272) sistem adalah suatu keseluruhan yang
terbentuk dari bagian-bagian yang mempunyai hubungan fungsional
dalam mengubah masukan menjadi hasil yang diharapkan.
Dari beberapa pendapat yang telah diuraikan di atas dapat
disimpulkan bahwa sistem adalah kumpulan dari bagian-bagian yang
saling bergantung atau berinteraksi secara teratur dan membentuk suatu
kesatuan yang utuh (holistik). Sistem biasanya terdiri dari beberapa
subsistem yang satu sama lainnya saling berkaitan dan saling
mempengaruhi. Setiap sistem dianggap terdiri dari sejumlah subsistem,
sedangkan setiap subsistem dapat dibagi lagi dalam jumlah sub-subsistem
(Winardi, 1989:3). Setiap subsistem mempunyai peranan atau fungsi
tertentu terhadap sistemnya. Semua komponen dari sistem harus ada dan
berfungsi sebagaimana mestinya agar sistem dapat bekerja secara optimal
dan sesuai peranannya.
Dalam konteks penelitian ini makna sistem yang dimaksud adalah
Sistem Ruang Pendidik INS Kayutanam berupa sejumlah bagian-bagian
yang saling terkait dan berintegrasi secara teratur dalam pendidikan INS
mulai dari kurikulum, guru, proses belajar mengajar, siswa, asrama dan
komponen lain yang relevan. Semua komponen atau bagian-bagian ini
dianggap saling berpengaruh dan satu kesatuan yang utuh dalam
penyelenggaraan sistem pendidikan INS.
21
2. Pentingnya Pendekatan Sistem
Mengingat hampir tidak ada suatu masalah yang berdiri sendiri,
maka semua pimpinan atau manejer yang bertanggung jawab dalam suatu
organisasi diharapkan perlu menggunakan pendekatan yang menyeluruh
dalam proses pengambilan keputusan terutama dalam menentukan tujuan,
mengalokasikan sumber daya, dan membuat perencanaan. Proses
pengambilan keputusan yang dilakukan harus memperhatikan semua
faktor yang terkait dan keputusan yang diambil harus ditekankan kepada
upaya untuk penilaian kinerja dari keseluruhan (sistem) organisasi bukan
hanya kinerja dari salah satu bagiannya (subsistem) saja (Billy, 2007:5).
Peter Senge (1990) berkaitan dengan masalah ini pernah
mengingatkan bahwa “kita harus dapat melihat hutannya jangan hanya
pohon ke pohon saja”. Artinya dalam menghadapi suatu persoalan kita
jangan hanya memperhatikan detailnya tetapi juga kedudukan
persoalannya dalam perspektif yang lebih luas. Dalam hal ini pendekatan
sistem merupakan suatu metodologi yang akan dapat menjawab kebutuhan
tersebut (Billy, 2007:6)
Selanjutnya Winardi (1989:12) menyarankan; “sekalipun saudara
merupakan seorang pembuat keputusan yang cukup baik, sebaiknya
saudara membiasakan diri menggunakan sebuah sistem. Kebaikan
menggunakan sebuah sistem adalah bahwa kita dapat memperbaiki
pekerjaan kita. Apabila kita ingin mengajarkan orang lain tentang
bagaimana membuat keputusan-keputusan yang lebih baik, maka kita
22
perlu mengajarkan mereka cara-cara menggunakan sebuah sistem”.
Demikian pentingnya pendekatan sistem.
3. Macam-macam Sistem
Menurut Billy (2007:20-21) secara umum dan karakteristiknya
sistem dapat dibedakan menjadi berbagai macam antara lain:
a. Sistem alam dan sistem buatan manusia. Sistem buatan manusia
diciptakan untuk keperluan tertentu atau mempunyai tujuan tertentu
bagi manusia sedangkan sistem alam tidak mempunyai tujuan tertentu
tetapi mempunyai peranan atau fungsi tertentu bagi manusia.
b. Sistem mekanik dan sistem organisnik. Contoh: mobil dan mesin
adalah sistem mekanik, sedangkan sistem biologis dan sistem
masyarakat adalah sistem organisnik.
c. Sistem konsep atau sistem abstrak, dan sistem yang kongkrit. Contoh:
sistem pengadilan adalah sistem konsep dan organisasi adalah sistem
kongkrit.
d. Sistem terbuka dan sistem tertutup. Menurut Winardi (1989:10) sebuah
sistem terbuka adalah sistem yang mempunyai hubungan-hubungan
dengan lingkungannya. Sebaliknya sebuah sistem tertutup tidak
mempunyai relasi dengan lingkungannya. Dengan demikian dapat
dipertegas bahwa sistem yang tertutup, dalam proses kegiatannya tidak
berhubungan dengan lingkungannya atau sistem di luarnya. Sistem
terbuka adalah sebuah sistem yang berhubungan dengan sistem lain
23
atau lingkungannya dalam melakukan proses kegiatannya. Sistem
terbuka ini mengambil input dari luar sistem atau lingkungannya dan
mengeluarkan output kepada lingkungannya.
4. Karakteristik Sistem
Dari perspektif aliran kesisteman, semua sistem apakah sistem
terbuka atau tertutup pada umumnya mempunyai karakteristik universal,
antara lain sebagai berikut :
a. Tendensi ke arah entropi semua sistem tanpa melihat hakekat, ukuran,
atau macamnya cenderung mengarah ke keadaan tidak beraturan.
(intertia) atau pengakhiran. Semua sistem seperti organisme,
mekanikal atau konseptual dapat berubah dari keadaan bisa digunakan
atau berfungsi, menjadi keadaan rusak atau tidak berfungsi.
b. Semua sistem mempunyai batas (boundary), yang membedakan dia
dengan yang lainnya. Garis batasnya memang tidak begitu jelas
terlihat. Jadi sistem dapat dilihat dari berbagai sudut pandang dimana
di luar batas tersebut, aspek-aspek yang unik dari sistem yang
bersangkutan tidak lagi dapat dibedakan.
c. Lingkungan (environment). Lingkungan sistem adalah semua yang
diluar batas (boundary) sistem. Lingkungan sistem terdiri dari faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi kinerja sistem yang berbeda di luar
kemampuan pengambilan keputusan (dari sistem yang bersangkutan)
untuk mengendalikannya karena pengaruh lingkungan itu sangat
24
signifikan bagi suatu sistem (terutama sistem terbuka) maka sistem
perlu pengetahuan yang komprehensif tentang semua aspek yang
terkait dengan lingkungannya.
d. Subsistem. Sistem mempunyai subsistem-subsistem. Seperti sistem,
maka subsistem adalah suatu unit terbatas yang terdiri dari bagian-
bagian dan atribut.
e. Suprasistem; ciri sistem yang terakhir adalah sistem keseluruhan yang
merupakan suprasistem. Sistem berada di bawah suprasistem.
Suprasistem dapat dibagi-bagi secara analitis dan praktis menjadi
beberapa sistem. Jadi suprasistem adalah sistem yang lebih besar dan
lebih komplek (Immegart dalam Billy, 2007:21-23)
5. Berfikir Sistem
Berfikir sistem merupakan kerangka berfikir yang menekankan
melihat keterkaitan-keterkaitan yang ada dari suatu entitas atau suatu
masalah daripada melihatnya sebagai suatu yang berdiri sendiri;
mengamati pola-pola perubahan yang ada padanya daripada sebagai
kejadian-kejadian yang terpisah; dan memperhatikan strukturnya yang
mendasari terjadinya kompleksitas situasi yang dihadapi. Jadi berfikir
kesisteman memfokuskan perhatiannya kepada keterkaitan dan dinamika
dari komponen yang ada pada sistem itu, dimana hubungan sebab akibat
dilihat dalam konteks ruang dan waktu yang berlaku. Dengan kata lain
berfikir kesisteman adalah suatu cara pandang yang luas yang melihat
25
individu-individu dan organisasi sebagai suatu bagian dari sistem yang
lebih besar, jadi tidak berdiri sendiri (Billy, 2007:36).
Berikut dikemukakan beberapa konsep tentang berfikir sistem yang
dikemukakan oleh para ahli :
a. Menurut Senge (1990), berfikir sistem adalah suatu kerangka dasar
konseptual yang telah dikembangkan lebih dari lima puluh tahun yang
lalu, untuk dapat memahami suatu pola secara utuh dan jelas dan untuk
membantu kita dalam melihat bagaimana melakukan perubahan suatu
sistem secara efektif.
b. Menurut Checkland (1999), merupakan suatu epistomologi yang bila
diterapkan kepada masalah kegiatan manusia, adalah didasarkan
kepada pertimbangan terhadap empat karakteristik pokok dari sistem;
1) bahwa prilaku suatu sistem secara keseluruhan muncul dari hasil
resultan prilaku-prilaku dari bagian-bagiannya, 2) bahwa sistem
mempunyai hierarkis, 3) bahwa bahagian-bahagian dari sistem saling
berkait dan berhubungan, dan 4) bahwa sistem mempunyai
kemampuan pengendalian.
c. Suriasumantri (1981) (dalam Billy, 2007:39) mengemukakan bahwa
dalam berfikir kesisteman, fakta dan kejadian perlu dilihat dalam
konteks keseluruhan yang membentuk kumpulan aset yang terintegrasi
yang mempunyai sifat.
d. Sherwood (2003) juga menyatakan bahwa: 1) bila kita ingin memakai
suatu sistem, termasuk untuk bisa memprediksi perilakunya maka kita
26
perlu mempelajari sistem secara keseluruhan. Bila kita pelajari bagian
demi bagiannya secara terpisah, ini sama saja mengabaikannya dari
bagian-bagiannya yang ada dalam sistem itu, akibatnya kita tidak akan
dapat memahami perilaku dari sistem itu secara utuh. 2) Demikian pula
bila kita ingin mempengaruhi atau mengendalikan perilaku suatu
sistem, maka kita harus bertindak di atas sistem secara keseluruhan,
karena sistem terdiri dari bagian yang saling berkaitan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa berfikir kesisteman
merupakan cara berfikir yang menyeluruh (holistik) untuk dapat
menghadapi situasi-situsi yang komplek. Berfikir kesisteman akan dapat
memberikan kemampuan melihat kejadian individu dalam konteks yang
lebih besar dimana kejadian tadi merupakan salah satu bagian dari suatu
permasalahan yang lebih besar dan memahami hubungan antar kejadian-
kejadian yang satu dengan yang lain yang hakikatnya terpisah dalam ruang
dan waktunya. Berfikir kesisteman menuntut kita untuk mengeksplorasi
dan mengembangkan pemikiran kita, dengan cara kita pertama-tama
mempertimbangkan dahulu konteks dari permasalahan sebelum
memecahkannya menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Jadi berfikir
kesisteman bukan meniadakan analisis, tetapi melengkapinya dengan
pemikiran yang lebih menyeluruh dan utuh.
27
6. Pendekatan Sistem
Pendekatan sistem adalah suatu cara untuk menangani suatu
masalah. Pendekatan sistem (system approach) merupakan cara untuk
menangani suatu masalah berdasarkan cara berfikir kesisteman.
Pendekatan sistem terhadap satu masalah, adalah suatu cara untuk
menangani suatu masalah dengan mempertimbangkan semua aspek yang
terkait dengan masalah itu, dan mengkonsentrasikan perhatiannya kepada
interaksi antara aspek-aspek yang terkait dari permasalahan tersebut. Jadi
pendekatan sistem adalah suatu pendekatan pemecahan masalah yang
dilakukan secara sistematis dan menyeluruh (sistematik). Dalam hal ini
yang dimaksud sistematik buat analisis dan evaluasi yang memperhatikan
seluruh faktor yang berhubungan dengan masalah itu termasuk keterkaitan
antara faktor yang bersangkutan. Dengan pendekatan sistem pemecahan
masalah akan dapat dilakukan secara efektif, komprehensif, dan terpadu
dengan memperhatikan dan mempertimbangkan semua faktor yang
mempengaruhinya termasuk kesaling-terkaitannya secara menyeluruh
(Billy : 2007 : 45).
Menurut Billy (2007 : 45) istilah sistem mengandung dua konotasi
penting yang bersifat implisif. Yaitu yang pertama, sistem berkonotasi
sebagai entitas atau sesuatu yang mempunyai susunan tertentu. Yang
kedua, berkonotasi sebagai rencana metoda, alat, atau prosedur untuk
mencapai sesuatu. Pendekatan yang berkonotasi pada yang pertama
disebut pendekatan deskriptif, sedangkan pendekatan yang berkonotasi
28
pada yang kedua disebut pendekatan preskriptif. Dalam pendekatan
sistem, kedua pendekatan tersebut digunakan bersama-sama, karena untuk
dapat memahami suatu masalah dengan baik kita harus mengetahui
struktur dari masalahnya dan juga pola serta proses yang ada dalam
masalah itu. Sejalan dengan itu Capra (dalam Billy : 2007 : 46)
menyatakan bahwa untuk memakai suatu sistem perlu kita lakukan dua
macam pendekatan yang terpadu, yaitu pendekatan substansi guna
mengetahui struktur atau susunan komponen dari sistem itu, dan
pendekatan pola (patterns) untuk mengetahui hubungan yang ada atau
berlaku dari komponen-komponen pada sistem yang bersangkutan.
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Immegart bahwa untuk
memahami atau bekerja dengan suatu sistem kita tidak hanya harus tahu
komponen-komponen yang ada pada sistem itu tetapi juga harus
mengetahui bagaimana keterkaitan fungsi dari komponen-komponen itu
dan juga kesaling bergantungannya satu sama lain.
Suriasumantri (1981) mengemukakan bahwa pendekatan sistem
merupakan pendekatan interdisipliner, namun bukan merupakan fusi
antara berbagai disiplin keilmuan yang menimbulkan anarki keilmuan,
melainkan suatu federasi yang diikat oleh suatu pendekatan tertentu,
dimana tiap disiplin keilmuan dengan otonominya masing-masing, saling
menyumbangkan analisisnya dalam mengkaji objek yang menjadi telaah
bersama.
29
Menurut Stuter pendekatan sistem berlandaskan bahwa dunia
merupakan sistem berlandaskan dari beberapa subsistem yang semuanya
saling bergantung dan berhubungan membentuk suatu sistem yang
holistik. Berdasarkan anggapan ini, maka tidak ada sistem yang berdiri
sendiri atau dapat berdiri sendiri. Setiap sistem bergantung pada sistem
lainnya agar semuanya dalam keadaan seimbang. Disamping itu
pendekatan sistem juga memandang dunia sebagai sesuatu yang teratur.
Mereka menganggap keteraturan adalah ilmiah, dan dari sudut pandang
etika keteraturan itu baik, atau paling tidak adalah lebih baik dari ketidak
aturan. Oleh karena itu, ahli sistem menginginkan dunia itu teratur. Dalam
konteks ini, mereka bersifat deterministik, mereka menganjurkan agar
upaya-upaya perlu dilakukan untuk membuat dunia itu teratur
(Billy : 2007:46).
7. Pendekatan Sistem Dalam Pemecahan Masalah
Pendekatan sistem dalam pemecahan suatu masalah adalah suatu
upaya pemecahan masalah yang didasarkan pertimbangan bahwa masalah
yang dihadapi itu diasumsi sebagai suatu sistem sehingga dengan
memahami struktur, proses, umpan balik dan karakteristik dari sistem
yang dihadapi itu kita akan dapat memecahkan secara lebih sistematis,
sistematik dan efektif (Billy, 2007 : 55). Dalam hal ini semua karakteristik
sistem dan konsep-konsep yang berkaitan dengan pendekatan sistem
30
seperti yang telah diutarakan sebelum dipakai sebagai pertimbangan secara
saling melengkapi.
Menurut Smith (dalam Billy, 2007 : 55-56) asumsi yang digunakan
dalam pendekatan sistem dalam menangani suatu masalah adalah sebagai
berikut:
a. Bahwa suatu masalah timbul oleh karena lebih dari satu sebab (situasi)
b. Bahwa oleh karena adanya berbagai alternatif pemecahan yang
potensial yang perlu dipertimbangkan.
c. Bahwa setiap pemecahan disamping mendukung tercapainya tujuan
yang diinginkan, juga mempunyai dampak samping yang juga harus
dipertimbangkan.
d. Bahwa oleh karena itu, hasil pemecahan suatu masalah harus
dievaluasi baik terhadap pencapaian tujuan yang diinginkan maupun
dampak sampingan yang diakibatkannya.
e. Bahwa pemecahan suatu masalah bersifat sementara atau tidak
langsung, karena akan timbul lagi permasalahan baru bila situasi
berubah.
8. Model-Model Pendekatan Sistem
Model adalah suatu abstraksi dari dunia nyata yang disederhanakan
sehingga hanya parameter-parameter dan variabel- variabel yang penting
saja yang muncul dalam bentuknya. Sebuah model adalah pencerminan
atau abstraksi dari sebuah objek, proses, peristiwa, situasi atau sistem.
31
Secara lebih luas, sebuah model adalah suatu yang mengungkap dan
menjelaskan tentang hubungan dari berbagai komponen, aksi dan reaksi
serta sebab akibat (Billy, 2007 : 63).
Dalam rangka melakukan pemecahan masalah dengan
menggunakan pendekatan sistem diperlukan model-model sistem yang
tepat. Semakin cocok model yang dipilih semakin efektif pula langkah-
langkah pemecahan yang akan diambil, dan pada gilirannya akan dapat
menghasilkan situasi yang sesuai dengan apa yang diharapkan.
Model-model yang digunakan dalam pemecahan suatu masalah ada yang
diilustrasikan dalam bentuk diagram, gambar, tabel, matriks, hingga
bentuk hubungan matematis. Berikut akan dikemukakan beberapa model
pendekatan sistem menurut para ahli (dalam Billy, 2007: 64-84) sebagai
berikut:
a. Model Venn Diagram dan Tree Diagram
Diagram-diagram sederhana seperti berikut ini akan dapat
membantu memahami sistem yang sedang diselidiki. Misalnya untuk
mendapatkan gambaran dimana kedudukan dari sistem yang sedang
dikaji relatif terhadap sistem-sistem lainnya dan suprasistemnya dapat
digunakan “Venn diagram”. Diagram ini banyak digunakan dalam
pembahasan teori kelompok atau set theory.
Dengan menggunakan venn diagram seperti terlihat pada
gambar 1 ini akan terlihat suprasistem dan subsistem dari sistem yang
bersangkutan, sehingga dengan demikian dapat diketahui kedudukan
32
dari sistem yang dipelajari dan apa yang mempengaruhi sistem itu
(subsistem-subsistemnya). Misalnya sistem universitas adalah di
bawah pendidikan nasional sebagai suprasistemnya, dan sistem
universitas membawahi atau mempunyai fakultas-fakultas sebagai
subsistem-subsistemnya.
Gambar 1. Venn Diagram
Keterangan : 1. Suprasistem 2. Sistem 3. Subsistem 4. Sistem lain
Disamping diagram Venn, adapula tree diagram seperti
diagram-diagram relevance tree, infuence tree, dan objective tree, yang
juga sangat membantu dalam mengidentifikasi faktor-faktor apa saja
yang berhubungan dengan masalah/sistem yang dibahas.
Melalui tree diagram seperti yang terlihat pada gambar 2, kita
dapat menjelaskan subsistem-subsistem angkutan apa saja yang
menjadi bagian dari sistem yang menjadi transportasi atau angkutan
pada umumnya.
33
Gambar 2. Tree Diagram
b. Model Kotak Hitam (Black Box)
Model lain yang sangat populer dalam mendeskripsikan
konseptualisasi dari suatu sistem berdasarkan hubungan proses
masukan-keluaran adalah model kotak hitam (black box model) atau
model masukan keluaran. Model kotak hitam adalah model yang
banyak digunakan pada pendekatan sistem dalam bidang cybernetis.
Model ini dikembangkan berdasarkan pertimbangan bahwa pada
kenyataannya, dasar dari sebahagian besar berfikir kesisteman
berlandaskan pada hubungan proses masukan dan keluaran
(input-output-proses).
Sesungguhnya model black box dalam arti sebenarnya adalah
benar-benar kotak hitam artinya kita menganggap proses transformasi
dari sistem yang kita bahas adalah sebagai suatu kotak hitam yang isi
dan kegiatan di dalamnya kita tidak tahu sama sekali (atau kita
memang sengaja tidak mau tahu), jadi yang diamati/diperhatikan
34
hanyalah bila kondisi input berubah maka kondisi outputnya juga
berubah. Dalam hal ini kita tidak mau tahu dengan sistem prosesnya.
Model klasik “Kotak Hitam” yang digunakan untuk mengilustrasikan
hubungan input – proses – output secara sederhana dapat diperhatikan
pada gambar 3 berikut ini, :
Gambar 3. Model Black Box Dari Suatu Sistem
Dalam suatu sistem, seperti sebuah organisasi, misalnya
sebagaimana kita ketahui terdapat subsistem-subsistem masukan-
keluaran yang sangat banyak yang semuanya esensial bagi keutuhan
struktur dan proses dari sistem secara keseluruhan. Jadi ada lebih dari
satu sistem yang dipergunakan untuk melakukan transformasi masukan
menjadi keluaran. Oleh karena itu, untuk dapat mengetahui subsistem-
subsistem apa saja yang ada dalam sistem itu, sebaiknya model kotak
hitam dikembangkan menjadi model kotak yang transparan seperti
gambar 4 berikut ini:
35
Gambar 4. Keterkaitan masukan keluaran antar subsistem yang ada
dalam suatu sistem pengambilan keputusan.
Gambar 4. Menunjukkan bagaimana beberapa subsistem
tertentu terhubung dalam suatu kegiatan organisasi, seperti dalam
pengambilan keputusan. Terlihat bahwa setiap subsistem proses dalam
kenyataannya mempunyai masukan dan keluaran sendiri. Semua
kegiatan sistem, kegiatan sistem yang terbatas, pada umumnya saling
berhubungan. Semua keluaran subsistem terhubung langsung sebagai
masukan bagi subsistem atau sistem yang lainnya.
c. Model Sistem Versi Kaufman atau Organizational Element Model
Model yang disampaikan oleh Kaufman (1983) ini
menggambarkan hubungan antar parameter sistem dari suatu sistem
organisasi dengan menggunakan model aliran seperti terlihat pada
gambar. Dalam model ini input merupakan bahan mentah atau sumber
36
daya. Proses adalah subsistem-subsistem organisasi yang
mentransformasikan input menjadi produk. Produk merupakan hasil
transformasi dari input yang masih berupa output tahap awal. Output
adalah hasil akhir dari proses. Outcome adalah dampak yang diterima
oleh sistem dan outputnya, atau tanggapan atau reaksi pengguna atau
lingkungannya kepada output dari sistem. Contoh outcome tersebut
dapat berupa rasa puas atau kecewa pelanggan, manfaat atau kerugian
kepada masyarakat dan keuntungan atau kerugian perusahaan akibat
outputnya. Model sistem versi Kaufman dapat dilihat dari gambar 5
berikut ini:
Gambar 5. Model Sistem Versi Kaufman
d. Model Sistem Versi August W. Smith
Smith (1982) memberikan alternatif lain dalam model
pendekatan sistem bagi organisasi dan manajemen. Dalam hal ini
semua parameter penting dari sistem dijelaskan. Parameter tersebut
mencakup: Sumber (source), masukan (input), prosesor
(transformation process), keluaran (output), pengguna output (receiver
utilities), dan umpan balik (feedback). Umpan balik dari kegiatan
sistem dapat dibagi dalam dua jenis, unpan balik internal yang terjadi
masih dalam sistem umpan balik eksternal yang datang dari hasil
evaluasi lingkungan sistem. Kedua umpan balik ini mempengaruhi
37
kegiatan sistem mendatang dalam bentuk masukan kepada struktur
sistem atau subsistem proses.
Model Smith ini akan memudahkan kita dalam memahami dan
mengidentifikasi komponen-komponen dan faktor-faktor apa saja yang
terkait dengan sistem organisasi yang sedang kita selidiki. Gambar 6
berikut ini mengilustrasikan sesuatu sistem organisasi berikut kedua
jenis umpan balik yang ada padanya.
Gambar 6. Model Sistem Versi August W Smith
(The Basic Systems Framework)
38
e. Model Sistem Versi Haines
Model yang dibuat Stephen G. Haines yang mengacu dari
General System Theory juga merupakan model input – proses – output
namun substansi dari parameter sistem agak berbeda. Gambar 7
memperlihatkan model Haines mengenal bagaimana pola pikir
kesisteman kita dalam upaya memperbaiki keadaan yang diinginkan di
masa depan. Pendekatan yang dilakukan berdasarkan backward
thinking dimana dimulai dengan fokus kepada visi atau outcome apa
yang ingin kita capai di masa depan bagi organisasi kita, kemudian
berfikir ke belakang tentang keadaan kita saat ini, lalu berdasarkan
perbedaan antara apa yang kita inginkan dengan apa yang ada
sekarang, kita menentukan tindakan/strategi apa yang akan kita
lakukan untuk membawa kondisi yang ada mencapai kondisi yang
diinginkan.
Gambar 7. Model Input – Proses – Output Versi Haines
39
Gambar 7, memperlihatkan tahapan langkah yang bisa
ditempuh dalam memecahkan masalah berdasarkan pendekatan sistem
yaitu:
1. Tahap A: pertama adalah berkonsentrasi untuk merumuskan
tujuan, sasaran, output, outcome yang diinginkan. Yaitu upaya-
upaya untuk menjawab pertanyaan kita, ingin apa atau kita mau
kemana?
2. Tahap B: membuat sistem umpan balik yang dapat diukur, yang
dapat digunakan untuk mengukur sejauh mana organisasi telah
mencapai apa yang diinginkan. Yaitu suatu upaya untuk menjawab
pertanyaan bagaimana kita bisa mengetahui bahwa tujuan kita telah
tercapai atau kebutuhan pelanggan kita telah terpenuhi?
3. Tahap C: menentukan sekarang kita dimana. Yaitu suatu upaya
untuk menjawab kondisi kita sekarang seperti apa atau ada
dimana?
4. Tahap D: menentukan tindakan-tindakan apa yang kita butuhkan
untuk mencapai tujuan itu. Yaitu suatu upaya untuk menjawab
pertanyaan bagaimana caranya kita mencapai tujuan?
5. Tahap E: sementara itu secara terus-menerus kita mengamati
perkembangan lingkungan sekitar kita. Yaitu suatu upaya untuk
menjawab pertanyaan perubahaan apa yang akan atau bisa terjadi
di masa datang.
40
B. Pendidikan Sebagai Suatu Sistem
1. Arti dan Makna Pendidikan
Pendidikan adalah karya bersama yang berlangsung dalam suatu
pola kehidupan insan tertentu. Menurut Websters New World Dictionary,
1992 (dalam Sagala, 2007:1) Pendidikan adalah “proses pelatihan dan
pengembangan pengetahuan, keterampilan, pikiran, karakter dan
seterusnya, khususnya lewat persekolahan formal”. Pemahaman mengenai
pendidikan mengacu pada konsep tersebut menggambarkan bahwa
pendidikan memiliki sifat dan sasarannya yaitu manusia. Manusia itu
sendiri mengandung banyak aspek dan sifatnya sangat komplek. Karena
itu tidak ada batasan yang cukup memadai untuk menjelaskan arti
pendidikan secara lengkap. Batasan pendidikan yang dibuat oleh para ahli
tampak begitu beragam dan kandungannya berbeda antara satu dengan
yang lainnya.
Menurut Sagala (2007:270) pendidikan adalah usaha sadar dan
bertujuan untuk membantu peserta didik mendewasakan dirinya sebagai
pribadi bermoral dan bertanggung jawab sehingga terjadi proses-proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan
sebagai layanan belajar.
Dalam Bab I Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia tentang
Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 (UUSPN, 2003: 4) disebutkan:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
41
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Untuk mewujudkan pendidikan dibutuhkan ilmu pendidikan, yaitu
ilmu yang secara sistematis dan sistematik mempelajari interaksi sosial
budaya antara peserta didik sebagai subjek didik dan pendidik untuk
mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan. Interaksi antara peserta
didik dan pendidik ditandai dengan: 1) berlangsung secara sadar,
2) terwujud melalui media tertentu, situasi dan lingkungan tertentu, di
sekolah maupun di luar sekolah secara berkesinambungan, 3) dapat
ditinjau dari aspek mikro dan makro, dan 4) selalu sarat makna, yaitu
subyek dan objeknya tidak dapat dilihat terpisah satu dengan yang lainnya
dalam menjelaskan realitas pendidikan (Billy, 2007:2-3).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan pada
hakikatnya tidak hanya mengembangkan satu aspek kognitif saja,
melainkan mencakup ketiga aspek vital manusia yaitu kognitif, afektif,
dan psikomotrik. Oleh karena itu, akan sangat keliru jika pendidikan yang
dimaksud hanya mampu mengembangkan salah satu dari aspek belajar
tersebut.
2. Tujuan Pendidikan
Dalam arti luas tujuan pendidikan terkandung dalam setiap
pengalaman belajar, tidak ditentukan dari luar. Tujuan pendidikan tidak
42
hanya pertumbuhan, dan tidak terbatas. Tujuan pendidikan sama dengan
tujuan hidup. Dalam arti yang lebih sempit tujuan pendidikan terbatas
pada pengembangan kemampuan- kemampuan tertentu. Karena itu tujuan
pendidikan adalah mempersiapkan hidup (Mudhyaharjo dalam Sagala,
2007:7).
Menurut Sagala, (2007:7) tujuan pendidikan adalah
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya untuk menguasai ilmu
pengetahuan, dengan sasaran untuk menjangkau segenap peserta didik dari
semua jenis dan kategori umur (sepanjang hayat). Tujuan pendidikan yang
ingin dicapai melalui interaksi belajar mengajar menuntut pengembangan
dimensi kognitif, afektif, dan psikomotor secara terpadu.
Interaksi dinamis itu menggambarkan bahwa penyusunan tujuan
pendidikan dilaksanakan bertingkat: 1) tujuan pendidikan nasional yang
hendak dicapai dalam sistem pendidikan yang berskala nasional. Tujuan
Pendidikan Nasional (TPN) oleh UUSPN No. 20 tahun 2003 pasal 3
menyatakan bahwa pendidikan bertujuan mengembangkan potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratif serta bertanggung jawab;
2) tujuan institusional yaitu tujuan yang hendak dicapai oleh suatu
lembaga pendidikan atau satuan pendidikan tertentu; 3) tujuan kurikulum
yaitu tujuan yang hendak dicapai oleh satu bidang ilmu atau program
studi, bidang studi, mata pelajaran dan suatu ajaran yang disusun
43
berdasarkan tujuan instruksional; 4) tujuan instruksional atau tujuan
pengajaran yaitu tujuan yang hendak dicapai setelah selesai
diselenggarakan suatu proses pembelajaran disusun berdasarkan tujuan
kurikulum sesuai dengan pokok bahasan dan subpokok bahasan yang
dituangkan dalam alokasi waktu tertentu.
Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa, tujuan pendidikan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya dan menguasai ilmu
pengetahuan, dengan sasaran menjangkau segenap peserta didik dari
semua jenis dan kategori umur atau sepanjang hayat (Sagala, 2007: 7).
3. Fungsi Pendidikan
Menurut UUSPN No.20 tahun 2003 pada Bab II pasal 3 dijelaskan
bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. Fungsi pendidikan membimbing anak ke
arah satu tujuan yang kita nilai tinggi. Pendidikan yang baik adalah usaha
yang berhasil membawa semua anak didik kepada tujuan itu.
4. Komponen Inti Ilmu Pendidikan
Menurut konsersium ilmu pendidikan yang membentuk batang
tubuh ilmu pendidikan bertitik tolak pada landasan filosofis, psikologis,
dan sosial budaya menggambarkan rincian dan objek studi ilmu
44
pendidikan. Ada lima komponen inti ilmu pendidikan (dalam Sagala,
2007: 9) sebagai berikut:
a. Kurikulum yaitu seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan
bahan pengajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Pada prinsipnya
kurikulum mengandung arti sebagai: 1) program pelajaran, 2) isi
pelajaran, 3) pengalaman belajar yang direncanakan, 4) sebagai
pengalaman di bawah tanggung jawab sekolah, dan 5) rencana tertulis
untuk dilaksanakan. Dilihat dari sisi peran, bahwa peran kurikulum
adalah: 1) konservatif yaitu mentransmisikan dan menafsirkan warisan
sosial kepada generasi muda, 2) kritis atau evaluatif, yaitu aktif
berpartisipasi dalam kontrol sosial dan menekankan unsur berfikir
kritis, dan 3) kreatif, yaitu menciptakan dan menyusun suatu yang baru
sesuai kebutuhan sekarang dan masa datang dalam masyarakat.
Kompetensi yang dikembangkan dalam kurikulum adalah: 1)
kompetensi akademik, yaitu penguasaan ilmu pengetahuan, 2)
keterampilan hidup termasuk wirausaha, 3) pengembangan moral dan
semangat untuk lebih baik dan memenangkan persaingan dengan
sportif, 4) pembentukan karakter yang kuat, 5) kebiasaan hidup sehat,
6) semangat bekerjasama dan sama-sama bekerja, dan 7) apresiasi
etika terhadap dunia sekitarnya. Kurikulum merupakan komponen-
komponen pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan
interaksi baik yang bersifat eskplisit maupun implisit/tersembunyi.
45
Teori-teori yang dikembangkan dalam komponen ini meliputi antara
lain meliputi tentang tujuan pendidikan, organisasi kurikulum dan
model pengembangan kurikulum.
b. Belajar yang merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan
dengan proses pelaksanaan interaksi ditinjau dari sudut peserta didik.
Belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan
tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eskplisit maupun
implisit/tersembunyi. Sejalan dengan itu, belajar dapat dipahami
sebagai usaha atau berlatih supaya mendapat suatu kepandaian. Dalam
implementasinya, belajar adalah suatu kegiatan individu memperoleh
pengetahuan, prilaku dan keterampilan dengan cara mengolah bahan
belajar.
c. Mendidik dan mengajar, yang merupakan komponen ilmu pendidikan
berkenaan dengan proses pelaksanaan interaksi ditinjau dari sudut
pendidik. Menyampaikan bahan pelajaran berarti melaksanakan
beberapa kegiatan, tetapi kegiatan itu tidak akan ada gunanya jika
tidak mengarah pada tujuan tertentu. Seorang pengajar harus
mempunyai tujuan dalam kegiatan pengajarannya.
d. Lingkungan pendidikan yang merupakan komponen ilmu pendidikan
yang berkenaan dengan situasi yaitu interaksi tersebut berlangsung
beserta unsur-unsur penunjangnya. Institusi tempat interaksi
pendidikan berlangsung secara formal di ruang kelas, di laboratorium,
46
perpustakaan dan tempat lain yang ditentukan yang ada di satuan
pendidikan pada semua jenis dan jenjang persekolahan.
e. Penilaian, yang merupakan komponen ilmu pendidikan yang
berkenaan dengan cara mengetahui tujuan yang ingin dicapai melalui
interaksi tersebut telah terwujud dalam diri peserta didik.
5. Sistem Pendidikan Nasional
Sistem adalah sebagai satu keseluruhan yang utuh yang hidup dan
sengaja dirancang dengan komponen-komponennya yang berkaitan
perkiraan untuk berfungsi secara terpadu demi tercapainya tujuan yang
sebelumnya telah ditetapkan, yaitu tujuan akan menentukan makna dari
sistem. Sehubungan dengan itu Sistem Pendidikan Nasional adalah alat
dan tujuan untuk mencapai cita-cita pendidikan nasional. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa sistem pendidikan nasional adalah suatu
keseluruhan terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan yang
berkaitan satu dengan yang lainnya untuk mengusahakan tercapainya
tujuan pendidikan nasional (Sagala, 2007: 13 dan 272).
Ciri sistem pendidikan nasional berakar pada kebudayaan nasional
berdasarkan pancasila, merupakan suatu kebulatan yang dikembangkan
dalam usaha mencapai tujuan nasional mencakup jalur pendidikan sekolah
dan luar sekolah. Sistem dapat dipahami sebagai suatu model berfikir atau
suatu cara memandang, yaitu sekolah dipandang sebagai satu kesatuan
tempat belajar para siswa yang mempunyai kaitan dengan lingkungannya.
47
Sistem menurut Immegart (dalam sagala, 2007: 14) merupakan satu
kesatuan yang utuh dengan bagian yang tersusun secara sistematis yang
mempunyai relasi satu dengan yang lainnya sesuai dengan konteknya.
Sedangkan pendekatan sistem adalah cara berfikir dan bekerja
menggunakan konsep-konsep teori sistem yang relevan dalam
memecahkan masalah (Pidarta, dalam sagala, 2007:14).
Menurut pada fungsi dan tujuan pendidikan nasional dapat
dikemukakan unsur-unsur penting dalam pendidikan nasional sebagai
berikut: 1) sistem pendidikan mempunyai satuan kegiatan merupakan alat
dan tujuan yang sangat penting dalam mencapai cita-cita nasional. Satuan
pendidikan sebagai alat dan kegiatan untuk mencapai tujuan suatu
pendidikan adalah lembaga kegiatan belajar mengajar yang dapat
mempunyai wujud sekolah, kursus, kelompok belajar, ataupun kelompok
lain yang berlangsung dalam bangunan tertentu atau tidak. Dengan
kegiatan pendidikan semua usaha dan kegiatan yang menyangkut semua
usah ditujukan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, 2) sistem
pendidikan nasional dilaksanakan secara semesta, menyeluruh dan
terpadu, dan 3) sistem pendidikan nasional harus dilihat secara
keseluruhan unsur atau komponen dan kegiatan pendidikan yang ada di
nusantara yang saling berkaitan satu sama lain dan saling menunjang
dalam mencapai tujuan pendidikan nasional.
UUSPN No.20 tahun 2003 menyatakan bahwa sistem pendidikan
nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait
48
secara terpadu untuk mencapai pendidikan nasional. Keseluruhan
komponen itu dilihat dari desain organisasinya terdiri dari komponen
sekolah sebagai penyelenggara pelayanan belajar, komponen pemerintah
sebagai pihak yang memberikan dan menyediakan fasilitas serta anggaran
pendidikan, komponen legistatif sebagai pihak yang menentukan aturan
main di bidang pendidikan, dan masyarakat sebagai pengguna jasa
pendidikan, dalam sistem pendidikan nasional daerah kabupaten kota
dapat melaksanakan kewenangan di bidang pendidikan sebagaimana yang
diharapkan. Karena itu pemerintah daerah/kota perlu memberikan
pedoman penyusunan standar pelayanan minimal penyelenggaraan
sekolah.
6. Pendidikan Sebagai Suatu Sistem
Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen
pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional. Sekolah merupakan bagian yang terpenting dalam
sistem itu. Sekolah sebagai satuan pendidikan adalah kelompok layanan
pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal,
nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan
(UUSPN No.20 Tahun 2003).
Pendidikan sebagai suatu sistem dapat digambarkan dalam bentuk
model dasar input-output. Segala sesuatu yang masuk (input) dalam sistem
49
dan berperan dalam proses pendidikan disebut masukan pendidikan
(Sagala, 2007:16).
P. H. Coombs dan W. J. Platt (dalam Sagala, 2007:16)
mengemukakan tiga macam sumber masukan pendidikan yang terdiri atas:
1) pengetahuan, nilai-nilai dan cita-cita yang terdapat dalam masyarakat,
2) pendidik dan persediaan layanan belajar dan lukisan sebagai output
berupa tenaga kerja yang memenuhi persyaratan dan juga tenaga ahli di
berbagai bidang keahlian, dan 3) hasil produksi pendidikan dan
penghasilan berupa outcome.
Gambar 8 berikut ini memperlihatkan model input-output
pendidikan:
Gambar 8 Model Input-Output Pendidikan
C. Komponen-Komponen Dalam Sistem Pendidikan
Menurut P. H. Coombs (dalam Sagala, 2007:18-19) terdapat dua belas
komponen utama sistem pendidikan sebagai berikut:
1. Tujuan dan prioritas. Komponen ini bertumpu pada sumber masukan
pendidikan pertama, dan merupakan informasi tentang apa yang hendak
50
dicapai oleh sistem pendidikan serta urutan pelaksanaannya. Komponen
ini berfungsi memandu kegiatan-kegiatan dalam penyelenggaraan sistem
pendidikan.
2. Pelajar atau peserta didik. Komponen ini berasal dari penduduk, dan
merupakan orang yang turut serta dalam proses pendidikan sesuai jenjang,
jenis, dan permintaannya. Fungsi komponen ini adalah benar, sehingga
mengalami proses perubahan kualitas tingkah laku seperti yang diharapkan
oleh sistem dan tujuan pendidikan.
3. Manajemen. Bersumber pada sistem nilai atau budaya dan cita-cita. Hal ini
merupakan informasi tentang pola kepemimpinan pengelolaan sistem
pendidikan. Komponen ini mempunyai fungsi merencanakan,
mengorganisasikan, melaksanakan, dan memberi penilaian atau
memberikan pengawasan terhadap sistem pendidikan.
4. Struktur dan jadwal waktu. Komponen ini bertumpu pada sumber masukan
pendidikan pertama, dan merupakan informasi tentang pengaturan
pembagian waktu dan kegiatan dalam proses pendidikan. Fungsinya
mengatur pembagian waktu dan arus kegiatan yang terprogram dengan
baik.
5. Isi bahan belajar. Komponen ini juga bersumber dari sumber masukan
pendidikan pertama dan merupakan hal-hal pokok yang harus dipelajari.
Isi bahan ajar berfungsi menggambarkan luas dan dalamnya bahan ajar.
Dengan demikian mengarahkan dan mempolakan kegiatan-kegiatan dalam
proses pendidikan.
51
6. Guru dan pelaksanaan. Komponen ini bersumber dari tenaga kerja yang
tersedia dalam masyarakat (sumber masukan pendidikan), dan merupakan
tenaga penggerak utama sistem pendidikan. Guru membantu terciptanya
kesempatan belajar dan memperlancar proses pendidikan menunjang
tercapainya sistem pendidikan.
7. Alat bantu belajar. Komponen ini terutama bersumber pada barang-barang
hasil produksi, yang antara lain berupa buku pelajaran, papan tulis, peta,
alat-alat praktikum, film, laboratorium, dan modul belajar. Komponen ini
berfungsi memungkinkan terjadinya proses pendidikan yang lebih
lengkap, menarik, bervariasi, dan menyenangkan.
8. Fasilitas. Komponen ini terutama bersumber pada barang-barang hasil
produksi, yang antara lain berupa gedung, ruang kelas, fasilitas belajar dan
perlengkapannya yang berfungsi menyediakan tempat berlangsungnya
proses pendidikan.
9. Teknologi. Komponen ini diambil dari sumber masukan yang pertama dan
berupa cara-cara yang dipergunakan menggiatkan kerja dalam sistem
pendidikan. Fungsinya memperlancar, memperkaya dan meningkatkan
hasil guna proses pendidikan.
10. Pengawasan mutu. Komponen ini bersumber pada sistem nilai dan
merupakan informasi tentang pengaturan kualitas sistem pendidikan, yang
berfungsi membina peraturan-peraturan pendidikan dan standar
pendidikan.
52
11. Penelitian. Komponen ini bersumber pada pengetahuan yang ada dalam
masyarakat, dan kegiatannya menghasilkan informasi mengenai fakta-
fakta yang berguna untuk memperbaiki pengetahuan dan penampilan
sistem pendidikan.
12. Ongkos pendidikan. Komponen ini merupakan satuan biaya yang
dipergunakan untuk memperlancar proses pendidikan dan bersumber dari
penghasilan masyarakat maupun bantuan pemerintah. Ongkos pendidikan
berfungsi menjadi petunjuk tentang tingkat efektifitas dan efisiensi
penyelenggaraan sistem pendidikan.
D. Sistem Ruang Pendidik INS Kayutanam
1. Dasar Filosofi INS Kayutanam
a. Filsafat Budaya
Dasar filosofi INS Kayutanam berangkat dari falsafah alam
yang menjadi filsafat budaya. Filsafat budaya sistem Ruang Pendidik
INS Kayutanam adalah : “Alam Takambang Menjadi Guru”. Filsafat
ini menggambarkan ekspresi lahir bathin akan keagungan, kecintaan,
akan kemahaagungan Allah dan hasrat untuk menggali sebanyak
mungkin pengetahuan-Nya. (M. Sjafe’i dalam Farid. A, 2008:2).
Selanjutnya Engkoe Mohammad Sjafe'i menjelaskan bahwa
segala fenomena di alam ini dipenuhi oleh gerak yang ditamsilkan juga
sebagai kerja. Dengan kata lain dapat dikatakan alam ini penuh dengan
dinamika. Dinamika alam memberikan dampak negatif dan dampak
53
positif, dan keterkaitan satu sama lainnya. Kesemuaannya
menimbulkan keselarasan, keseimbangan dan keharmonisan di alam
ini. demikianlah gerak dalam alam diciptakan Tuhan secara teratur
yang dikenal dengan hukum-hukum alam yang berlaku tetap. Bahwa di
alam terdapat realitas bantu-membantu, gerak alam juga dipenuhi
dengan perjuangan yang memerlukan sikap kerja keras untuk
mempertahankan hidup. (M. Ansjar, tt : 10-11).
b. Karakter
Selain filsafat budaya, terkenal pula filosofi “Jadilah engkau
menjadi engkau”. Sekolah berfungsi mengasah kecerdasan dan akal
budi murid, bukan membentuk manusia lain dari dirinya sendiri.
Terkenal betul ungkapan Engkoe Mohammad Sjafe'i “Jangan minta
buah mangga kepada pohon rambutan, tapi jadikanlah setiap pohon
berbuah manis”.
2. Ruh Ajaran Engkoe Mohammad Sjafe'i
Ruh ajaran Engkoe Mohammad Sjafe'i adalah mendidik murid-
muridnya untuk memberdayakan potensi diri dan berkembang pada aspek-
aspek berikut ini :
a. Logika, etika, estetika dan talenta / bakat
b. Akhla mulia
c. Etos kerja
d. Kemandirian dan enterpreneurship
e. Kebangsaan
54
Tentang etos kerja kita kenal nasehat Engkoe Mohammad
Sjafe'i kepada muridnya yang telah menamatkan kuliah di Fakultas
Ekonomi. “Bagus, kamu dapat ilmu; Cina yang mempunyai ekonomi.
Kamu tahu mengapa bisa begitu, Karena cina itu mau bekerja keras.”
(M. Sjafe’i dalam Farid. A, 2008 : 3).
3. Dasar-dasar pendidikan INS Kayutanam
Menurut Engkoe Hamid (dalam Navis, 1996: 238) pendidikan
hendaklah dapat menanamkan dan memupuk sifat-sifat berikut ini :
a. Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
b. Kemampuan untuk mengembangkan bakat
c. Percaya kepada diri sendiri
d. Berakhlak
e. Bertanggung jawab atas keselamatan nusa dan bangsa
f. Berwatak aktif
g. Mempunyai daya cipta
h. Cerdas, logis dan rasional
i. Berperasaan tajam dan kritis
j. Gigih dan ulet
k. Ketekunan berusaha
l. Percaya diri
m. Kejujuran
n. Sikap hidup Pancasilais
55
Dasar-dasar inilah yang melahirkan konsep pendidikan aktif
kreatif, inovatif, kerja keras dan pantang menyerah. Engkoe
Mohammad Sjafe'i menegaskan mengeluh berarti kalah.
4. Ruang Pendidik INS Kayutanam sebagai Sebuah Sistem
Mengacu pada judul penelitian tentang konsep pendidikan INS
Kayutanam, Navis (1996: 102-143) mengemukakan beberapa komponen
pendidikan yang terkait dengan Ruang Pendidik INS Kayutanam sebagai
sebuah sistem yaitu:
a. Tujuan pendidikan
Merujuk Pancasila dan UUD 1945, tujuan kemerdekaan bagi
bangsa Indonesia sudah jelas dan gamblang, yaitu menyempurnakan
kehidupan bangsa agar setara dengan bangsa-bangsa yang maju di
bidang ilmu dan teknologi, sosial dan ekonomi serta seni dan budaya.
Perangkat untuk mencapai tujuan itu tidak lain menjadikan bangsa
Indonesia agar memiliki otak yang cerdas, mental yang kuat dan budi
luhur serta kemauan dan ketangkasan yang terampil dan etos kerja
yang tinggi. Bangsa yang memiliki etos kerja akan dapat menjadi
bangsa yang dinamis, aktif, kreatif, dan produktif sebagaimana yang
dimiliki oleh budaya yang maju.
b. Program pendidikan
Berdasarkan filsafat dan tujuan pendidikan, konsep pendidikan
INS membagi program atas empat kelompok, yaitu pendidikan
56
akademik, keterampilan, kerohanian, dan kesiswaan. Dalam konsep
dan program pendidikan di sekolah umum yang diakui pemerintah,
posisi pendidikan keterampilan, kerohanian dan kesiswaan dinamakan
ekstrakurikuler yang boleh diadakan juga boleh ditiadakan. Akan
tetapi, dalam konsep pendidikan INS ke empat kelompok pendidikan
itu sama nilai dan sama pentingnya.
c. Kurikulum
Menurut UUSPN No.20 tahun 2003 kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu. Pada
pendidikan INS kurikulum dikelompokkan pada empat bidang, yakni
bidang akademik, keterampilan, kerohanian dan kesiswaan.
Bidang akademik terdiri dari ilmu-ilmu eksakta, sosial, dan
bahasa sesuai dengan program pendidikan di sekolah negeri. Bidang
keterampilan terdiri dari kerajinan tangan, keteknikan dan bengkel
kerja. Bidang kerohanian terdiri dari pendidikan kesenian, olahraga,
dan keagamaan. Bidang kesiswaan terdiri dari pengorganisasian,
kegiatan kemasyarakatan di dalam dan di luar kampus.
57
d. Guru
Yang dimaksud dengan guru adalah semua tenaga-tenaga yang
karena tugasnya akan berhadapan langsung dengan murid, termasuk di
dalamnya para pembina asrama. Dalam istilah sekarang sebutan guru
lebih dikenal dengan istilah pendidik. Menurut UUSPN No. 20 tahun
2003 pendidik adalah tenaga kependidikan yang yang berkualifikasi
sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaswara, tutor
instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan
kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan
pendidikan.
Guru yang bertahan lama ialah mereka yang memiliki dedikasi
dan menghayati tujuan dan sistem pendidikan INS kayutanam. Guru
yang berwatak seperti priayi atau orang gajian, datang, mengajar, lalu
pulang dan selanjutnya tidak hirau lagi dengan murid dan sekolah.
Lebih-lebih yang berjiwa pedagang yang menjadikan sekolah sebagai
ajang mencari keuntungan pribadi dengan mengekploitasi program
atau murid adalah guru yang tidak cocok mengajar di INS.
Achar dan Hudaya (2008: 90-97) mengemukakan bahwa guru
adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik dan
mengajar dan mengevaluasi peserta didik, pada pendidikan anak usia
dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan
menengah. Profesionalisme seorang guru akan dicirikan oleh tanggung
jawab yang jelas dalam tugasnya, antara lain: 1) tanggung jawab
58
pribadi; 2) tanggung jawab sosial; 3) tanggung jawab intelektual; 4)
tanggung jawab spiritual dan moral; dan 5) tanggung jawab. Kualitas
profesional seorang guru akan tercermin melalui sikap: 1) keinginan
untuk selalu menampilkan prilaku yang mendekati standar adab;
2) selalu meningkatkan dan memelihara citra profesi; 3) selalu
mengejar kesempatan untuk mengembangkan diri; 4) mengejar
kualitas dan cita-cita dalam profesi; dan 5) memiliki kebanggaan
terhadap profesi.
e. Siswa
Fungsi utama pendidikan kesiswaan di INS Kayutanam ialah
untuk mendidik dan sekaligus melatih murid untuk hidup
bermasyarakat, baik selaku pribadi maupun fungsional. Apabila di
bidang lain murid secara individual atau kelompok dipacu agar
berprestasi secara aktif dan kreatif, pendidikan kesiswaan ini melatih
murid untuk menempatkan diri secara integratif dalam lingkungan
yang lebih menyeluruh. Murid, guru dan karyawan harus sampai pada
perasaan bahwa mereka hidup dalam satu rukun tetangga dengan
melepas atribut maupun status sosial.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:1077) siswa
dapat diartikan “murid” terutama pada tingkat sekolah dasar dan
menengah, atau pelajar tingkat SMU. Sedangkan siswa sebagai peserta
didik menurut UUSPN No. 20 tahun 2003 adalah anggota masyarakat
59
yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses
pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan
tertentu. Siswa INS adalah peserta didik yang sedang belajar untuk
mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang ada di
SMA INS Kayutanam.
f. Asrama
Menurut M. Sjafe’i (dalam Navis, 1996:160) karena
keterbatasan orang tua dalam memberikan pendidikan kepada anak-
anaknya di rumah dalam keluarga, maka ada baiknya diadakan asrama
untuk anak-anak yang memberikan pendidikan yang beraturan pada
mereka. Lebih jelas M. Sjafe’i menjelaskan bahwa asrama berguna
untuk mengajarkan anak agar mampu mengurus dirinya sendiri,
terbiasa mengatasi kesulitan, tidak enggan bekerja keras, yang
nantinya akan bermanfaat dalam menempuh hidup di masyarakat.
Dalam asrama anak diajarkan menjalankan pikirannya sendiri,
bukan atas pikiran orang lain. Di sekolah mereka diajar mengasah
otak, di asrama mengasah budi, tenaga dan bakat. Oleh karena itu
peranan asrama sangat penting dalam sistem pendidikan INS
Kayutanam.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:72) asrama
adalah bangunan tempat tinggal bagi kelompok orang untuk sementara
waktu, terdiri atas sejumlah kamar, dan dipimpin oleh seorang kepala
60
asrama. Dalam konteks penelitian ini, asrama yang dimaksud adalah
bangunan yang ditempati oleh sejumlah siswa selama mengikuti
pendidikan INS Kayutanam terdiri dari asrama siswa putra dan siswa
putri di bawah asuhan pembina asrama dan kepala asrama.
E. Penelitian yang Relevan
Berikut dikemukakan penelitian yang relevan yang diharapkan dapat
memberikan dukungan terhadap penelitian ini, yakni sebagai berikut :
1. Penelitian yang dilakukan oleh Syafwandi (2001) tentang Seni Rupa dalam
Falsafah Pendidikan M. Sjafe’i dan Sejarah Pendidikan INS Kayutanam
serta Relevansinya bagi Pendidikan di Masa Depan. Dari penelitian
tersebut disimpulkan beberapa temuan antara lain:
a. INS memiliki falsafah pendidikan yang berorientasi kepada bakat serta
sifat aktif, kreatif dan produktif yang berlandaskan kepada alam
takambang jadi guru.
b. Program seni rupa di INS bertujuan untuk menciptakan manusia yang
mandiri, aktif, kreatif dan produktif sesuai bakat serta kemampuan.
c. Sistem pendidikan sebagaimana yang telah dikembangkan oleh INS
Kayutanam kiranya dapat dijadikan bahan rujukan dalam menata
sistem pendidikan nasional dan dinyatakan relevan dengan sistem
pendidikan saat ini.
d. Bahwa sesungguhnya seni rupa hendaklah ditempatkan menjadi bagian
yang penting dalam sistem pendidikan kita.
61
Temuan yang dinyatakan relevan dengan penelitian ini adalah
temuan pertama dan temuan ketiga. Temuan pertama berkenaan dengan
konsep pendidikan dan falsafah pendidikan yang akan diungkap secara
lebih tajam dan lebih jelas. Sedangkan temuan ketiga berkenaan dengan
sistem pendidikan INS sebagai bahan rujukan dalam menata sistem
pendidikan nasional dan dinyatakan relevan dengan sistem pendidikan saat
ini. Dari temuan tersebut peneliti ingin melihat lebih jauh dan mendalam
tentang bagaimana sistem pendidikan INS Kayutanam tersebut secara utuh
menyeluruh, terutama berdasarkan komponen sistem pendidikan yang ada
di INS antara lain tujuan pendidikan, program pendidikan, kurikulum,
guru, siswa dan asrama.
2. Jurnal pendidikan dan pembelajaran yang ditulis oleh Agustiar (2008)
tentang Relevansi Nilai-Nilai Pendidikan INS Kayutanam dengan Konsep
Pembangunan Pendidikan Nasional. Salah satu kesimpulan isi jurnal
adalah apabila dilihat dan dikaji secara cermat dalam konteks pendidikan
baik pada landasan filsafat, landasan berpikir, konsep dan nilai-nilai INS
Engkoe M. Sjafe’i Kayutanam dan sistem pendidikan nasional
mengandung karakteristik yang hampir sama (relevan). Temuan ini
memberi inspirasi dan lebih menguatkan peneliti untuk melihat lebih tajam
tentang sistem pendidikan INS Kayutanam yang sebenarnya dalam sebuah
penelitian ilmiah yang berjudul Sistem Ruang Pendidik INS Kayutanam :
Antara Idealisme dan Realita. Hal ini sejalan dengan apa yang
dikemukakan Agustiar pada bagian akhir jurnal “yang perlu menjadi
62
perhatian kita ialah bagaimana mengimplementasikan nilai-nilai
pendidikan INS tersebut dalam setiap kegiatan pendidikan pada setiap
jenjang, jenis, lokasi dan budaya yang variatif”. Atas dasar hal di atas,
maka penelitian ini selain mengungkap tentang sistem pendidikan Ruang
Pendidik INS juga melihat bagaimana pengimplementasiannya.
63
F. Kerangka Berpikir
64
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap sistem pendidikan INS
Kayutanam dan implementasinya. Untuk mencapai tujuan tersebut digunakan
metode penelitian kualitatif yang sering disebut dengan pendekatan
naturalistik. Penelitian dengan pendekatan naturalistik menurut Lincoln dan
Guba (1985) peneliti berperan sebagai human instrument dan secara
menyeluruh menyesuaikan diri ke dalam situasi yang wajar sesuai dengan
natural setting berdasarkan lingkungan yang dimasuki.
Pendekatan naturalistik dipandang cocok dengan permasalahan yang
diteliti dalam penelitian ini, dengan alasan bahwa data gejala-gejala yang akan
diperoleh dari lapangan lebih banyak menyangkut perbuatan dan kata-kata
dari responden. Data dari responden tersebut sedapat mungkin tidak
dipengaruhi dari luar sehingga bersifat alami sesuai dengan apa adanya.
Bogdan dan Taylor (1992) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif merupakan
suatu proses penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dan perilaku yang dapat diamati dari responden itu sendiri.
Hal yang sama dikemukakan oleh Nasution (1992) bahwa penelitian kualitatif
pada hakikatnya adalah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya
berintegrasi dengan mereka berusaha memahami bahasa, dan tafsiran mereka
dengan dunia sekitar.
65
Pemilihan metode ini berdasarkan pertimbangan bahwa penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui lebih jauh tentang sistem Ruang Pendidik INS
Kayutanam menurut konsep ideal dan kenyataan implementasiannya, dan
berusaha memahami makna yang mendasarinya. Makna ini tentunya dapat
dipahami melalui para aktor yang terlibat di dalamnya. Faisal (1990)
mengemukakan bahwa: 1) manusia itu berbuat atas dasar makna yang melekat
pada tujuan yang diperbuatnya, 2) makna yang berkembang dari atau melalui
interaksi antar manusia dalam kehidupan sehari-hari. Artinya makna itu dapat
dipelajari, direvisi, dipelihara dan diberi batasan-batasan dalam konteks
interaksi manusia, dan 3) makna itu dipegang, dijadikan acuan, dan
diinterpretasikan oleh seseorang dalam hubungan dengan sesuatu yang
dihadapinya. Jadi inti penelitian ini adalah memahami makna suatu tindakan
dan peristiwa yang terjadi dalam latar sosial yang menjadi objek penelitian.
Selain itu pendekatan kualitatif dalam penelitian ini memungkinkan
peneliti dapat membuat dan menyusun konsep yang hakiki yang dialami oleh
masyarakat secara riil dalam kehidupan mereka (Bogdan dan Taylor,
1992:31). Peneliti meyakini bahwa dengan menggunakan pendekatan
kualitatif ini akan sangat membantu peneliti dalam mengkaji sistem Ruang
Pendidik INS Kayutanam dan implementasinya.
Di samping berusaha menemukan makna perilaku dalam latar sosial
yang diteliti dan menyusun konsep-konsep hakiki yang dialami oleh
masyarakat secara rill dalam kehidupan mereka. Pendekatan kualitatif juga
memiliki 11 (sebelas) karakteristik. Karakterisitik pendekatan kualitatif
66
menurut Moleong (2007: 4-8) adalah sebagai berikut: 1) Latar alamiah, 2)
manusia sebagai alat (instrumen), 3) metode kualitatif, 4) analisis data secara
induktif, 5) teori dari dasar (grounded theory), 6) deskriptif, 7) lebih
mementingkan proses daripada hasil, 8) adanya kriteria khusus untuk
keabsahan data, 9) desain bersifat sementara, dan 10) hasil penelitian
dirundingkan dan disepakati antara peneliti dan instrumen.
B. Situasi Sosial Penelitian
Sebagaimana yang dikemukakan oleh banyak ahli penelitian kualitatif
seperti Bogdan, Taylor, Spradley, Mails, Huber, Lincoln dan Guba (dalam
Agustiar, 2002:12) setidaknya terdapat tiga elemen utama pada sebuah situasi
sosial yang diteliti; 1) ada tempat atau lokasi (place) dimana ada orang yang
melakukan aktivitas, 2) ada pelaku (actors) kegiatan di tempat tertentu, dan
3) ada aktivitas (activities) yang dilakukan oleh aktor pada tempat tertentu.
Situasi sosial dimaksud terjadi di sekolah, dimana personil Ruang Pendidik
INS Kayutanam dan masyarakat terkait sebagai aktor-aktor yang akan diteliti
sebagai pelaksana pendidikan.
Bogdan dan Taylor (1992: 63-64) mengemukakan bahwa dalam
pemilihan situasi penelitian (tempat riset) sering ditentukan oleh beberapa
faktor diantaranya: 1) adanya orang yang bisa bertindak sebagai gate keeper
yaitu semacam penerima yang dapat membantu pelaksanaan penelitian,
2) tempat penelitian tersebut mudah dikunjungi dan sering dikunjungi, 3)
sambutannya terhadap peneliti, dan 4) terdapat pokok-pokok masalah yang
menarik dan belum pernah dipecahkan dengan pengetahuan dan kemampuan
67
profesional. Sesuai dengan faktor penelitian yang dikemukakan terdahulu,
maka setting sosial yang dipilih untuk penelitian ini adalah Ruang Pendidik
INS Kayutanam, Kecamatan 2X11 Kayutanam, Kabupaten Padang Pariaman.
Peneliti memilih setting sosial penelitian pada sekolah ini dengan
pertimbangan sebagai berikut: 1) sekolah tersebut saat ini sedang mengalami
masalah kemerosotan pendidikan dan perkembangannya cenderung statis,
2) sekolah merupakan sekolah bersejarah di Indonesia dan sekaligus menjadi
aset dan kebanggaan daerah dan nasional, 3) peneliti adalah salah satu
pendidik yang telah mengabdi di INS sejak tahun 1997 sampai sekarang,
4) keyakinan akan kebenaran konsep pendidikannya, dan 5) pemberdayaan
fasilitas yang dimiliki INS dalam rangka perbaikan mutu kualitas dan layanan
pendidikan kepada masyarakat.
C. Langkah-Langkah Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan sebagaimana langkah yang dikemukakan
oleh Miles dan Huberman (1990: 56) yaitu: 1) merumuskan masalah fokus
penelitian, 2) menyusun kerangka teoritis, 3) melaksanakan penelitian dan
pengumpulan data, 4) melakukan analisis data, dan 5) menyusun laporan
penelitian.
1. Merumuskan Fokus Masalah Penelitian
Untuk merumuskan fokus masalah penelitian, peneliti mengadakan
grand tour. Hasil grand tour dirumuskan dalam bentuk beberapa masalah
yang layak diteliti. Untuk itu penelitian ini fokus tentang kajian Sistem Ruang
68
Pendidik INS Kayutanam menurut konsep ideal dan kenyataan
implementasinya saat ini.
Langkah di atas sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh
Suharsimi (1997) bahwa dengan dipahaminya masalah yang menjadi fokus
penelitian, maka penulis dapat: 1) mengetahui dengan pasti masalah yang akan
diteliti, 2) mengetahui dimana dan dari siapa informasi atau data dapat
diperoleh, 3) menentukan bagaimana cara memperoleh informasi yang
diperlukan, 4) menentukan dengan cepat cara untuk menganalisis data, dan
5) merumuskan kesimpulan atau menyusun laporan penelitian. Dengan
demikian penulis yakin bahwa penelitian yang dilakukan penting dan dapat
dilaksanakan.
2. Menyusun Kerangka Teori
Kerangka teori dalam penelitian ini disusun berdasarkan teori-teori
yang relevan dengan masalah yang diteliti, antara lain diperoleh melalui buku-
buku di perpustakaan dan studi literatur lainnya yang berhubungan dengan
cara yang dilaksanakan dalam meneliti masalah ini. Penyusunan kerangka
teoritis dan kerangka berfikir ini dimaksudkan sebagai acuan untuk melakukan
penelitian dalam mengumpulkan data penelitian. Kerangka teoritis diperlukan
untuk menjelaskan fenomena-fenomena sosial atau gejala yang diamati.
3. Pengumpulan Data
Secara kongkrit penelitian ini dilaksanakan dengan mengumpulkan
data lapangan yang berpatokan pada fokus penelitian yang telah ditetapkan.
Kegiatan yang dilakukan berdasarkan tahap penelitian ini, antara lain:
69
1) memahami situasi sosial yang menjadi objek penelitian, yaitu bagaimana
sistem pendidikan INS Kayutanam dan implementasinya dengan keterlibatan
semua komponen yang terkait, 2) mengumpulkan data termasuk pengolahan
data (Suharsimi, 1989). Penelitian ini menggambarkan kondisi sebenarnya
atas objek yang diteliti.
4. Melakukan Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan melalui tiga langkah yaitu:
Pertama, mereduksi data, yang meliputi proses memilih, menyederhanakan,
memfokuskan, mengabstraksi dan mengubah data kasar kedalam catatan
lapangan. Kedua, menyajikan data, yakni merangkai data dalam suatu
organisasi data, sehingga memudahkan untuk menarik kesimpulan atau
merumuskan tindakan yang diusulkan berdasarkan temuan penelitian. Ketiga,
memverifikasi data atau menyimpulkan data, yakni menjelaskan tentang
makna data dalam suatu konfigurasi, sehingga dapat menunjukkan alur
kausalnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Miles dan Huberman (1990:16-20)
bahwa analisis data dapat dilakukan melalui: 1) mengumpulkan data,
2) menyajikan data, dan 3) menyimpulkan serta melakukan verifikasi.
5. Menyusun Laporan Penelitian
Penyusunan laporan penelitian merupakan tahap akhir dalam suatu
kegiatan penelitian. Laporan penelitian di samping sebagai media untuk
mengkomunikasikan hasil temuan penelitian juga merupakan bahan
pertanggungjawaban dari kegiatan penelitian yang dilakukan. Sedangkan bagi
70
penulis merupakan persyaratan untuk menyelesaikan studi pada Program
Pascasarjana Universitas Negeri Padang.
D. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kampus Ruang Pendidik INS Kayutanam,
Jalan Raya Padang – Bukittinggi Km. 53, Desa Palabihan Kayutanam,
Kecamatan 2X11 Kayutanam, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat.
E. Informan Penelitian
Salah satu masalah utama dalam kegiatan kualitatif adalah masalah
cara memperoleh informasi yang akurat dan objektif. Hal ini sangat penting
artinya karena kesimpulan penelitian hanya akan dapat dipercaya apabila yang
menjadi sumber informasi juga dapat dipercaya (Saifuddin, 1997: 1).
Kesalahan dalam memilih informan akan membawa dampak terhadap
validitas dan reabilitas suatu temuan penelitian.
Dalam penelitian ini informan ditetapkan dengan teknik sampling.
Pemilihan teknik ini didasarkan atas pertimbangan tidak mungkin meneliti
seluruh jumlah populasi yang ada di lapangan. Teknik sampling yang
digunakan adalah purposive sampling yaitu pemilihan informan dengan
pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2007: 300). Dalam hal ini yang menjadi
pertimbangan adalah “ketahuan dan pengalaman” tentang permasalahan yang
akan diteliti.
Sehubungan dengan teknik purposive sampling ini peneliti memilih
informan berdasarkan keterwakilan dan pengetahuannya tentang objek
71
penelitian tidak diragukan lagi. Informan yang peneliti gunakan adalah orang-
orang yang terkait dengan sistem pendidikan INS Kayutanam dan
pengimplementasiannya yaitu:
1. Pengurus Yayasan
2. Kepala Sekolah
3. Wakil Kepala Sekolah
4. Koordinator-koordinator Bidang
5. Kepala Asrama dan Pembina Asrama
6. Guru/Instruktur
7. Karyawan dan Pegawai Lapangan
8. Alumni
9. Siswa-Siswi
10. Mantan Pengelola / Mantan Pimpinan
Informasi yang berkenaan dengan konsep dan sistem Ruang Pendidik
INS Kayutanam, informannya adalah kepala sekolah, wakil kepala sekolah,
koordinator bidang, guru, pengurus yayasan dan alumni. Informasi yang
berkenaan dengan faktor-faktor penghambat dan pendukung yang ditemui di
INS Kayutanam informannya adalah pengurus yayasan, kepala sekolah, wakil
kepala sekolah, koordinator bidang, kepala asrama, pembina asrama,
guru/instruktur, karyawan, alumni, siswa-siswi dan mantan pengelola/mantan
pimpinan. Informasi yang berkenaan dengan upaya-upaya yang dilakukan
Ruang Pendidik INS Kayutanam dalam meneruskan dan meningkatkan
kualitas mutu pendidikannya, informannya adalah pengurus yayasan, kepala
72
sekolah, wakil kepala sekolah, koordinator bidang dan mantan
pengelola/mantan pimpinan. Informasi yang berkenaan dengan bagaimana
cara menerapkan konsep pendidikan Engkoe Mohammad Sjafe’i dalam Ruang
Pendidik INS Kayutanam, informannya adalah pengurus yayasan, kepala
sekolah, wakil kepala sekolah, koordinator bidang, kepala dan pembina
asrama, guru/instruktur, alumni dan mantan pengelola/mantan pimpinan.
Selain itu penetapan informan juga memperhatikan pendapat Spradley
(dalam Faisal, 1990) yang menjelaskan bahwa kriteria yang dapat dijadikan
dalam pemilihan informan adalah sebagai berikut :
1. Informan telah cukup dan menyatu dengan aktivitas yang menjadi sasaran
penelitian.
2. Informan masih terlibat secara penuh/aktif pada lingkungan yang menjadi
sasaran penelitian.
3. Informan masih memiliki cukup banyak waktu/kesempatan untuk diminta
kesediaannya memberikan informasi.
4. Diperkirakan informan dianggap jujur dan mau memberi data apa adanya.
Aspek lain yang tidak kalah pentingnya ialah bahwa informan yang
dipilih dan ditetapkan betul-betul memiliki pengalaman. Hal ini sesuai dengan
pendapat Nasution (1992) yang menyatakan bahwa informan haruslah orang-
orang yang mempunyai banyak pengalaman tentang masalah yang berkaitan
dengan fokus penelitian.
73
F. Teknik dan Alat Pengumpul Data
Dalam penelitian ini, peneliti sendiri yang menjadi instrumen atau alat
pengumpul data dan informasi. Peneliti merupakan instrumen kunci dalam
penelitian kualitatif (the researcher is the key instrument) (Sugiono: 2007).
Dalam usaha mengumpulkan data dan informasi di lapangan, peneliti
kualitatif menggunakan jenis kegiatan utama yaitu observasi dan interviu
(dialog). Kedua teknik ini oleh banyak para ahli dinamakan dengan
“participant observation” atau observasi partisipan.
Guna mendapatkan data yang diharapkan dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan beberapa teknik yang dianjurkan dalam pendekatan kualitatif
seperti diuraikan di bawah ini:
1. Observasi
Teknik observasi dilakukan dalam dua tahapan yaitu: 1) melalui
kegiatan observasi pendahuluan atau grand tour, dan 2) hasil deskripsi
lanjutan yang dilakukan secara lebih mendalam dan terfokus sesuai dengan
pokok masalah yang diteliti. Alasan penggunaan metode ini adalah :
1) observasi dapat mengoptimalkan kemampuan peneliti baik dari segi motif,
kepercayaan, perhatian, maupun perilaku lainnya, 2) observasi memungkinkan
peneliti untuk dapat mengidentifikasi apa yang dirasakan dan dihayati oleh
subyek penelitian, dan 3) observasi memungkinkan pembentukan pengetahuan
yang diketahui bersama baik dari pihak peneliti maupun dari subyek penelitian
(Moleong, 2002).
74
Kegiatan observasi dalam penelitian ini menggunakan observasi tak
berstruktur dan dilakukan berulang-ulang sampai memperoleh semua data
yang dibutuhkan. Menurut Marjono (2004: 158) observasi dapat diartikan
sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang
tampak pada objek diteliti. Menurut Bogdan dan Taylor (1993: 31) penelitian
kualitatif merupakan observasi partisipan yang menuntut peneliti sendiri yang
melakukan observasi atau menceburkan diri dalam kehidupan masyarakat dan
situasi tempat melakukan penelitian.
2. Wawancara
Selain teknik observasi yang dipaparkan di atas, penelitian ini juga
menggunakan teknik wawancara atau interviu. Menurut Esterberg (dalam
Sugiono, 2007: 317) wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk
bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat
dikonstruksikan makna dalam satu topik tertentu. Wawancara yang digunakan
dapat berupa wawancara terstruktur maupun tidak terstruktur. Wawancara
dilakukan untuk memperoleh data yang lengkap dan mendalam.
Menurut Lincoln dan Guba (1985: 266) tujuan wawancara adalah
untuk mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi,
perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain. Dalam wawancara
diusahakan menjalin hubungan yang harmonis, akrab, dan saling percaya
antara peneliti dengan informan untuk dapat menggali informasi yang
diperlukan. Menurut Miles dan Huberman (dalam Agustiar, 2002: 14-15)
untuk menjaga suasana dengan informan agar selalu akrab dan santai,
75
wawancara dapat dilakukan secara formal ataupun informal, demikian pula
dengan waktu dan tempat pelaksanaan wawancara disesuaikan dengan situasi
(situasional).
Wawancara dilakukan dengan orang-orang yang dianggap potensial,
dalam arti orang tersebut memiliki banyak informasi tentang keadaan dan
permasalahan yang sedang diteliti. (Faisal, 1990). Dalam hubungannya dengan
penelitian ini, orang yang dianggap memiliki potensi memberi informasi
adalah pengurus yayasan, kepala sekolah, wakil kepala sekolah, koordinator-
kordinator bidang, kepala asrama dan pembina asrama, guru/instruktur,
karyawan dan pegawai lapangan.
3. Studi Dokumentasi
Selain observasi dan wawancara, studi dokumentasi dapat digunakan
untuk melengkapi data penelitian. Hal ini sesuai dengan pendapat Guba dan
Lincoln (dalam Moleong, 2002) yang menjelaskan bahwa dokumen pribadi
maupun dokumen resmi dapat digunakan sebagai sumber data yang dapat
dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan bahkan untuk meramalkan.
Selanjutnya Guba dan Lincoln menyatakan bahwa dokumen dapat berupa
bahan tertulis atau film. Studi dokumentasi yang dilakukan dalam penelitian
ini untuk melengkapi informasi yang diperoleh pada teknik observasi dan
wawancara.
Adapun informasi yang ingin dicari melalui studi dokumentasi antara
lain berkaitan dengan data guru dan karyawan, data siswa, dokumen
kurikulum, foto-foto sejarah, prestasi sekolah, data pengurus yayasan, data
76
tentang inventaris dan fasilitas sekolah, data tentang peraturan dan tata tertib,
data alumni dan data lain yang relevan.
G. Validasi Data
Untuk menguji kevalidan data menurut Lincoln dan Guba (1985) dan
Moleong (2002) ada beberapa cara: 1) perpanjang keterlibatan, 2) ketekunan
pengamatan, 3) triangulasi (sumber, metode, peneliti dan teori), 4)
pengecekan responden, dan 5) penggalian data pada agen lainnya (kelompok
sebaya, guru, karyawan, alumni, masyarakat yang relevan dan siswa).
Pada penelitian ini, pengecekan validitas data dilakukan dengan teknik
triangulasi , diskusi dengan teman sejawat dan analisis kasus negatif (negative
case analysis). Ketiga teknik pengujian kesahihan data tersebut dijelaskan
sebagai berikut:
1. Teknik Triangulasi
Teknik triangulasi dilakukan sesuai dengan yang dikemukakan Denzin
(dalam Patton, 1987) yaitu triangulasi dengan sumber, metode dan teori.
Triangulasi dengan sumber yaitu pengujian kesahihan data dengan
membandingkan informasi yang sama pada waktu dan alat yang berbeda.
Teknik ini dilakukan dengan: 1) membandingkan hasil pengamatan dan
wawancara, 2) membandingkan apa yang dikatakan aktor yang pertama
dengan apa yang dikatakan aktor kedua, 3) membandingkan informasi dari
responden dengan informasi yang bukan responden, dan 4) membandingkan
perspektif orang dalam dengan pandangan orang luar, seperti orang tua dan
77
masyarakat sekitar. Teknik triangulasi dengan metode, dengan cara
membandingkan hasil wawancara dengan hasil pengamatan dan dokumentasi.
Triangulasi dengan teori, yaitu mencari dan mempelajari teori-teori yang
diperlukan untuk mendukung dan menginterpretasikan data.
2. Diskusi dengan Teman Sejawat
Diskusi dengan teman sejawat dilakukan setelah mendapat informasi
dan data dari pengamatan, wawancara dan studi dokumentasi. Diskusi
dilakukan untuk pengujian kesahihan data. Data yang telah dikumpulkan
didiskusikan dengan teman-teman sesama unsur pimpinan INS, sesama guru,
sesama mahasiswa pascasarjana dan dosen pembimbing.
3. Analisis Kasus Negatif (Negative Case Analysis)
Salah satu standar keabsahan data yang disarankan oleh Guba dan
Lincoln (1985: 307) adalah keterpercayaan (credibility). Analisis kasus negatif
merupakan salah satu cara untuk mendapatkan keterpercayaan data penelitian.
Analisis kasus negatif sangat dibutuhkan untuk validasi data. Dalam penelitian
ini peneliti menganalisis dan mencari kasus atau keadaan yang menyanggah
temuan, menganalisis, mempelajari dan mengambil kesimpulan.
H. Analisis Data
Menganalisis data merupakan langkah yang sangat penting dalam
penelitian karena memungkinkan peneliti memberi makna terhadap data yang
dikumpulkan. Menganalisis data sejak awal harus dilakukan dengan tujuan
bahwa apabila data yang diperoleh masih belum memadai, maka sedini
78
mungkin dapat segera dilengkapi. Hal ini akan terus berlanjut sampai akhir
penelitian. Patton (1987) mengemukakan bahwa analisis data adalah proses
mengatur data, mengorganisasikan data kedalam pola, kategori, dan satuan
uraian dasar.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat menganalisis data penelitian
ini, penulis mengikuti langkah-langkah yang disarankan oleh Miles dan
Huberman (1990) yaitu sebagai berikut: 1) reduksi data, 2) penyajian data, dan
3) kesimpulan.
SKEMA TEKNIK ANALISIS DATA
1. Reduksi Data
Data yang didapat harus segera direduksi agar tidak terlalu bertumpuk-
tumpuk, serta memudahkan dalam pencarian data dan memudahkan dalam
menyimpulkannya. Miles dan Huberman (1990) mendefinisikan reduksi data
79
sebagai suatu proses pemulihan, memfokuskan pada penyederhanaan,
pengabsahan dan transformasi data “mentah/kasar” yang muncul dari catatan
tertentu di lapangan. Reduksi data merupakan bentuk analisis yang
menajamkan, menonjolkan hal-hal yang penting, menggolongkan,
mengarahkan, membuang yang tidak dibutuhkan dan mengorganisasikan data
agar lebih sistematis, sehingga didapat kesimpulan yang bermakna. Data yang
telah direduksi akan dapat memberikan gambaran yang lebih tajam tentang
hasil pengamatan.
2. Penyajian Data
Penyajian data merupakan proses pemberian sekumpulan informasi
yang sudah disusun dimana memungkinkan untuk pencarian kesimpulan dan
pengambilan tindakan (Miles dan Huberman, 1990). Penyajian data
merupakan gambaran secara keseluruhan dari sekelompok data yang diperoleh
agar mudah dibaca secara menyeluruh. Penyajian data dapat berupa matriks,
grafik, jaringan kerja dan lainnya. Dengan adanya penyajian data maka
peneliti dapat memahami apa yang sedang terjadi dalam kancah penelitian dan
apa yang akan dilakukan peneliti dalam mengantisipasinya.
3. Kesimpulan
Data awal yang berwujud kata-kata tulisan, tingkah laku sosial di
Kampus Ruang Pendidik INS Kayutanam yang didapat dari hasil observasi,
wawancara dan studi dokumentasi, kemudian diproses/dianalisis agar menjadi
80
data yang siap disajikan. Dari hasil proses dan analisis, data disajikan untuk
selanjutnya dibuat suatu kesimpulan hasil penelitian. Kesimpulan pada
awalnya masih longgar, namun kemudian meningkat menjadi lebih rinci dan
mendalam dengan bertambahnya data. Miles dan Huberman (1990)
menyatakan kesimpulan merupakan suatu konfigurasi yang utuh.
DAFTAR RUJUKAN
Anas, Azwar. (2008). “Institut Talenta Indonesia INS Kayutanam”. Makalah disajikan pada Sarasehan dengan Tokoh Rantau, Pengusaha, Pejabat, Politikus dan Eksekutif Alumni SMA se-Sumatera Barat. Padang, 19 Oktober.
Anfasa Moeloek, Farid. (2008). “Institut Talenta Indonesia 2020 INS Kayutanam
Revitalisasi Konsep Ruang Pendidik INS Kayutanam”. Disajikan pada Lokakarya Pendidikan Menuju Institut Talenta Indonesia 2020 INS Kayutanam. Jakarta, 9 Februari.
Ansjar M. (Ed). (tt). Dasar-dasar Pendidikan Mohammad Sjafei – Suatu
Pemahaman. Tidak diterbitkan. Arikunto, Suharsimi. (1997). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara. Bogdan R.C dan Taylor, SJ. (1992). Pengantar Metodologi Penelitian Kualitatif.
Alih Bahasa Arief Furchan. Surabaya: PN Usaha Nasional. Chalil Achjar dan Hudaya L. (2008). Pembelajaran Berbasis Fitrah. Jakarta : PT.
Balai Pustaka (Persero). Departemen Depdiknas. (2007). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta
PT. Balai Pustaka. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. (2003). Undang-undang
Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Faisal, Sanafiah. (1990). Penelitian Kualitatif Dasar-dasar dan Aplikasi. Malang:
Yayasan Asah Asih Asuh. Ibrahim Thalib. (1978). Pendidikan Mohd. Sjafei INS Kayutanam (cetakan
kedua). Jakarta: Mahabudi. INS Kayutanam. (2006). Institut Talenta Indonesia 2020. Executive Summary. INS. (tt). Ruang Pendidik INS Kayutanam: “SMP-SMA Plus”. Irmawita. (2006). “Standarisasi Kompetensi Pamong Belajar SKB dan BPKB”.
Makalah disampaikan pada Semiloka Nasional Standarisasi Kompetensi Profesi PTK-PNF, Padang, Juli.
Lincold, Y.S dan Guba E. E. (1985). Naturalistic Inquiry. California: Stage Publication.
Manan, Imran. (1989). Dasar-dasar Budaya Pendidikan. Jakarta : PPLPTK
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Miles, MB and Huberman, A.M. (1990) Qualitative Data Analysis. Terjemahan
Thetjep Rohendi. Jakarta: UI Press. Moleong, Lexy J. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya. Nasution, S. (1992). Metode Penelitian Naturalistik. Bandung: Tarsito. Navis, A.A. (1996) Filsafat dan Strategi Pendidikan M. Sjafei Ruang Pendidik
INS Kayutanam. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Nur, Agustiar Syah. (1978). Penelitian Kualitatif: Penentuan Responden dan
Instrumen. Program Pascasarjana Universitas Negeri Padang. _____. (2001). “Peralihan Manajemen Pendidikan dari Sistem Sentralisasi ke
Desentralisasi”. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar disampaikan pada Rapat Senat Terbuka Universitas Negeri Padang, Padang, 2 Mei.
_____. (2008). “Relevansi Nilai-Nilai Pendidikan INS Kayutanam dengan Konsep
Pembangunan Pendidikan Nasional”. Jurnal Wawasan Pendidikan dan Pembelajaran, 3 (2) : 161-167.
Patton, Q. (1987). Qualitative Evaluation Methods. Beverly Hills: Sage
Publication. Sagala, Syaiful. (2004). Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat Strategi
Memenangkan Persaingan Mutu. Jakarta : PT. Nimas Multima. _____. (2007). Manajemen Strategik dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan.
Bandung: Alfabeta. Singgalang. (2008). 11 Februari. INS Lebih Menonjolkan Kebermaknaan
Pendidikan. Hlm. 2. Sjafei, Mohammad. (1976). Dasar-Dasar Pendidikan. Diterbitkan oleh Alumni
INS Kayutanam. _____. (1979). Dasar-dasar Pendidikan. Jakarta: CSIS.
Surachmad, Winarno. (2008). “Menanggapi Gagasan Talenta dalam Pendidikan INS Kayutanam”. Makalah disajikan dalam Lokakarya Pendidikan Menuju ITI-INS Kayutanam 2020, Jakarta, 9 Februari.
Syafwandi. (2001). “Seni Rupa dalam Falsafah Pendidikan M. Sjafei dan Sejarah
Pendidikan INS Kayutanam serta Relevansinya bagi Pendidikan di Masa Depan”. Tesis tidak diterbitkan. Bandung: Program Pascasarjana ITB.
Tunas, Billy. (2007). Memahami dan Memecahkan Masalah dengan Pendekatan
Sistem. Jakarta : PT. Nimas Multima. Winardi. (1989). Pengantar tentang Teori Sistem dan Analisis Sistem. Bandung :
Mandar Maju.