proposal penelitian ptk 3
DESCRIPTION
sTRANSCRIPT
Proposal Penelitian PTK: MENINGKATKAN KECERDASAN VISUAL-SPASIAL ANAK MELALUI PEMANFAATAN BAHAN LIMBAH ANORGANIK PADA ANAK KELOMPOK B2 DI RA/TK “AL-MU’MININ” KECAMATAN KAMBU KOTA KENDARI
Sabtu, 01 Juni 2013
PROPOSAL PENELITAN: MENINGKATKAN KECERDASAN VISUAL-SPASIAL ANAK MELALUI PEMANFAATAN BAHAN LIMBAH ANORGANIK PADA ANAK KELOMPOK B2 DI RA/TK ‘AL-MU’MININ’ KECAMATAN KAMBU KOTA KENDARI
PROPOSAL PENELITIAN
MENINGKATKAN KECERDASAN VISUAL-SPASIAL ANAK
MELALUI PEMANFAATAN BAHAN LIMBAH ANORGANIK
PADA ANAK KELOMPOK B2 DI RA/TK “AL-MU’MININ” KECAMATAN KAMBU KOTA KENDARI
UMK
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIK ANAK USIA DINIFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDARI
HALAMAN PERSETUJUAN
MENINGKATKAN KECERDASAN VISUAL-SPASIAL ANAKMELALUI PEMANFAATAN BAHAN LIMBAH ANORGANIK
PADA ANAK KELOMPOK B2 DI RA/TK ‘AL-MU’MININ’KECAMATAN KAMBU KOTA KENDARI
Telah disetujui untuk diajukan dalam ujian proposal
Pembimbing Tanda Tangan Tanggal
1. Drs. Fahruddin Hanafi, M.Pd .................................... .....................
2. Dra. Sri Astuti, M.Pd .................................... .....................
Mengetahui,
Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu PendidikanUniversitas Muhammadiyah Kendari
Drs. H. Muh. Natsir, M.Si.NIP. 19640828 199303 1 002
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-Undang (UU) No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah
mengamanatkan dilaksanakannya pendidikan kepada seluruh rakyat Indonesia sejak usia dini,
yakni sejak anak dilahirkan. Disebutkan secara tegas dalam Undang-Undang tersebut bahwa
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak
sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (pasal 1, butir 14). Pendidikan bagi
anak usia dini semakin popular. Orang tua semakin merasakan pentingnya memberikan
pendidikan kepada anak sejak dini dan berlomba memberikan fasilitas pendidikan terbaik pada
anak-anaknya. Perkembangan tersebut mendorong semakin menggeliatnya pertumbuhan
lembaga pendidikan pra sekolah atau yang lebih dikenal dengan sekolah Raudatul Athfal/Taman
Kanak-Kanak.
Ditengah beragam alternatif Pendidikan Raudatul Athfal/Taman Kanak-Kanak, pada
dasarnya tujuan Pendidikan Raudatul Athfal/Taman Kanak-Kanak adalah membantu peserta
didik mengembangkan berbagai kemampuan atau kecerdasan yang dimiliki oleh setiap anak
baik psikis maupun fisik, yang biasa disebut “Multiple Intelegences”.
Kecerdasan visual-spasial merupakan salah satu kecerdasan majemuk yang dikemukakan
oleh Gardner. Anak yang memiliki kecerdasan ini memiliki kemampuan untuk
memvisualisasikan berbagai hal dan memiliki kelebihan dalam hal berpikir melalui gambar
Hildayani, (2005:5.16). Anak yang memiliki kecerdasan visual-spasial dapat dilihat dari
kesehariannya misalnya anak dapat menceritakan gambar dengan jelas, lebih senang membaca
peta, diagram, lebih menyukai gambar daripada teks, menyukai kegiatan seni, pandai
menggambar, yang terkadang mendekati atau persis aslinya, dapat membangun konstruksi tiga
dimensi yang menarik, lebih mudah belajar dengan gambar daripada teks, dan membuat coretan-
coretan yang bermakna dibuku kerja atau kertas.
Kecerdasan visual-spasial dapat dikembangkan melalui kegiatan membayangkan,
menggambar, membuat kerajinan, mengatur, dan merancang, membentuk dan bermain
konstruktif, bermain sandiwara boneka, meniru gambar objek, bermain dengan lilin mainan,
menyusun objek mainan, bermain peran, membaca buku, dan bermain video game. Kegiatan
tersebut merupakan kegiatan yang melibatkan semua indera anak terlibat dalam pembelajaran
yang diawali dengan menampilkan model dan diakhiri dengan membuat atau menciptakan
sesuatu klinik Pediatri, (2009:2). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Kostelnik Masitoh,
(2005:7.4) bahwa pengalaman langsung harus mendahului penggambaran atau sesuatu yang
lebih abstrak dan model lebih konkret daripada gambar, dan gambar lebih konkret daripada kata-
kata.
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 2 sampai 25 April 2012
menunjukkan bahwa kemampuan visual-spasial anak di RA/TK Al-Mu’minin Kecamatan
Kambu kota Kendari tidak begitu tampak. Ketika diberikan bahan limbah anorganik berupa kulit
aqua gelas anak hanya mampu mengguntingnya yang menghasilkan bentuk tidak beraturan,
ketika kegiatan menggambar orang sebagian besar anak hanya mampu membuat coretan
sederhana berupa garis, lingkaran dan titik, setelah mencuci tangan anak tidak langsung
mengeringkannya padahal sudah disampaikan oleh ibu gurunya, dan ketika kegiatan
menggambar bebas ada anak yang masih bingung gambar apa yang akan dibuat, sedangkan
sekolah sendiri menginginkan anak memiliki kecerdasan visual-spasial diantaranya anak sudah
mengenal spasial dua arah berpasangan seperti arah depan-belakang, atas-bawah, dan kanan-kiri,
anak mampu menggambar figur orang, anak dapat membedakan beberapa warna dan anak dapat
membuat bentuk dari bahan limbah anorganik yang diberikan oleh ibu gurunya. Kondisi di
lapangan tidak sesuai dengan apa yang menjadi tujuan sekolah, hal tersebut dipicu oleh
penggunaan metode pembelajaran yang kurang bervariasi. Metode ceramah merupakan metode
yang mendominasi pembelajaran di RA/TK, khususnya pembelajaran di RA Al- Mu’minin
kecamatan Kambu kota Kendari. Selain itu media yang digunakan juga kebanyakan berupa
lembar kerja dalam bentuk buku yang berupa latihan-latihan yang lebih menekankan pada
kemampuan akademik. Minimnya pembelajaran yang bisa menggali kecerdasan visual-spasial
anak serta kurangnya keterlibatan anak dalam mengeksplorasi media atau sumber belajar yang
bisa mengasah kecerdasan mereka merupakan faktor utama yang menjadi masalah mengapa anak
memiliki kecerdasan yang minim khususnya kecerdasan visual-spasial. Meskipun demikian,
berdasarkan amatan penulis, potensi kecerdasan visual-spasial masih memiliki peluang yang
potensial untuk dikembangkan secara optimal, dengan catatan perlu melakukan tindakan
perbaikan pembelajaran dalam aktivitas belajar sambil bermain anak.
Pemanfaatan bahan limbah anorganik bagi usia RA/TK merupakan kegiatan bermain dan
memiliki unsur pendidikan yang kompleks, disamping harganya yang murah dan menarik bagi
anak, juga bahannya banyak dan mudah diperoleh disekitar lingkungan anak, maka dipandang
perlu untuk melakukan upaya-upaya perbaikan dalam program pelaksanaan kegiatan
pengembangan potensi anak. Upaya tersebut, dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab kongkrit
dan kewajiban untuk mengoptimalkan perkembangan kecerdasan visual-spasial yang dimiliki
anak, yang mana penulis memandangnya masih memiliki peluang yang potensial untuk lebih
dikembangkan lagi.
Bertolak dari keinginan pada latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk menerapkan
kegiatan memanfaatan bahan limbah anorganik dalam meningkatkan kecerdasan visual-spasial
anak RA/TK Al-Mu’minin Kendari. Ketertarikan ini, selanjutnya mendorong penulis dan
berkolaborasi dengan guru RA/TK Al-Mu’minin kota Kendari untuk melaksanakan Penelitian
Tindakan Kelas dengan judul “Meningkatkan Kecerdasan Visual-Spasial Anak Dengan
Memanfaatkan Bahan Limbah Anorganik Pada Anak Kelompok B2 di RA/TK Al-Mu’minin
kecamatan Kambu Kota Kendari”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas , maka permasalahan yang akan dijawab dalam
penelitian ini adalah “ Apakah melalui pemanfaatan bahan limbah anorganik dapat
meningkatkan kecerdasan visual spasial pada anak kelompok B2 di RA/TK Al-Mu’minin
kecamatan Kambu kota Kendari?”
C. Tujuan Penelitian
Mengacu pada rumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian
ini adalah untuk meningkatan kecerdasan visual-spasial pada anak kelompok B2 di RA/TK Al-
Mu’minin kecamatan Kambu kota Kendari melalui pemanfaatan bahan limbah anorganik.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat bermanfaat :
1. Bagi anak didik kelompok B2 RA/TK Al-Mu’minin kecamatan Kambu kota Kendari: agar
mereka terstimulasi sehingga memiliki pola pikir, daya nalar dan pola berimajinasi secara
kompleks, motivasi positif, respon, aktif, kreatif dan meningkatkan interaksi positif antar
mereka (anak).
2. Dari segi teoritis/keilmuwan, hasil penelitian ini diharapkan menjadi kontribusi khasanah ilmiah
dalam mengembangkan kecerdasan visual- spasial anak RA/TK Al-Mu’minin melalui
pemanfaatan bahan limbah anorganik yang banyak terdapat disekitar lingkungan anak sesuai
dengan karakteristik dan kebutuhan anak secara khusus dan memperkaya kajian ilmu Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD) pada umumnya.
3. Bagi guru RA/TK Al-Mu’minin kecamatan Kambu kota Kendari sebagai tambahan
pengetahuan keprofesian yang selalu dituntut untuk melakukan upaya inovatif sebagai
implementasi berbagai teori dan teknik pembelajaran bagi anak usia dini di RA/TK serta bahan
ajaran yang dapat dikembangkan lebih lanjut dan dipakainya dalam kegiatan belajar sambil
bermain bagi anak didiknya terutama dalam hal meningkatkan kecerdasan visual-spasial anak
usia dini.
4. Bagi Lembaga PAUD/RA/TK Al-Mu’minin kecamatan Kambu kota Kendari dan bagi pihak-
pihak yang berkompeten dengan masalah perkembangan anak usia dini, diharapkan hasil
penelitian ini nantinya dapat dimanfaatkan sebagai bahan informasi untuk menyusun lankah-
langkah yang lebih konkrit dan dalam penyusunan kebijakan usaha pengembangan dan
peningkatan kecerdasan visual-spasial anak usia dini di RA/TK dan sekolah PAUD lain yang
sederajat, khususnya yang relevan dengan pemanfaatan bahan limbah anorganik yang ada
dilingkungan sekitar sebagai media pembelajaran untuk meningkatkan kecerdasan visual-spasial
anak.
5. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis serta sebagai bahan rujukan atau kajian
lebih lanjut bagi peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian yang lebih luas dan mendalam
mengenai peningkatan kecerdasan visual-spasial anak usia RA/TK, khususnya dengan
memanfaatkan bahan limbah anorganik yang banyak terdapat dilingkungan sekitar.
E. Defenisi Operasional
Untuk menyamakan persepsi dan menghindari terjadinya kesalahan penafsiran terhadap
aspek-aspek atau variabel-variabel pengamatan dalam penelitian ini, maka perlu untuk diperjelas
terlebih dahulu batasan-batasan konsepsinya pada bagian defenisi operasional, yakni seperti
berikut:
1. Kecerdasan visual-spasial adalah kemampuan untuk membentuk suatu gambaran tentang tata
ruang didalam pikiran. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada warna, garis, bentuk, ruang dan
hubungan antar unsur-unsur tersebut. Anak dengan kecerdasan visual-spasial yang tinggi
cenderung berpikir secara visual. Mereka kaya khayalan internal (internal imagery) sehingga
cenderung imajinatif dan kreatif.
2. Pemanfaatan bahan limbah anorganik yang dimaksud adalah suatu kegiatan pengelolaan sumber
pembelajaran berupa penggunaan atau pemanfaatan bahan limbah anorganik yang terdapat di
lingkungan sekitar anak untuk tujuan peningkatan kecerdasan visual spasial anak dalam kegiatan
belajar sambil bermain di RA/TK Al-Mu’minin kecamatan Kambu kota Kendari. Melalui
pemanfaatan bahan limbah anorganik itu, diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran yang
memfasilitasi capaian perkembangan kecerdasan visual-spasial anak secara optimal sesuai yang
diharapkan.
3. Bahan limbah anorganik yang dimaksud adalah bahan bekas atau bahan sisa pakai yang terbuat
dari bahan plastik dan dianggap tidak memiliki manfaat yang terdapat dilingkungan, seperti:
bekas minuman ringan (bekas; aqua gelas, teh gelas, juice gelas, dan lain sejenisnya), bekas botol
minuman plastik, bekas pembungkus makanan dari plastik, dan lain sebagainya. Yang semua
bahan limbah anorganik tersebut, dimanfaatkan dalam kegiatan belajar sambil bermain anak
didik (anak “RA/TK Al-Mu’minin” kecamatan Kambu kota Kendari), dalam rangka
meningkatkan kecerdasan visual-spasial anak didik.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep Kecerdasan Visual-Spasial Anak
1. Konsep Kecerdasan
Teori “Multiple Intelegence” yang dikemukakan oleh Howard Gardner merupakan gebrakan
yang sangat fundamental dibidang ilmu pengetahuan, yakni: a. Kecerdasan Linguistik/bahasa,
berkaitan dengan kemampuan membaca, menulis, berdiskusi, berargumentasi dan berdebat; b.
Kecerdasan Matematis-Logis, berkaitan dengan kemampuan berhitung, menalar dan berpikir
logis, memecahkan masalah; c. Kecerdasan Visual-Spasial, berkaitan dengan kemampuan
menggambar, memotret, membuat patung, mendesain; d. Kecerdasan Musikal, berkaitan dengan
kemampuan menciptakan lagu, mendengar nada dari sumber bunyi atau alat-alat music; e.
Kecerdasan kinestetik/gerak, berkaitan dengan kemampuan gerak motorik dan keseimbangan; f.
Kecerdasan Interpersonal, berkaitan dengan kemampuan bergaul dengan orang lain, memimpin,
kepekaan soasial, kerja sama dan empati; g. Kecerdasan Intrapersonal, berkaitan dengan
pemahaman terhadap diri sendiri, motivasi diri, tujuan hidup dan pengembangan diri; dan h.
Kecerdasan Naturalis, berkaitan dengan kemampuan meneliti perkembangan alam, melakukan
identifikasi dan observasi terhadap lingkungan sekitar.
Teori tersebut membuka mata dunia yang selama ini mengidentikkan suatu kecerdasan
dengan nilai IQ. Munculnya teori “Multiple Intelegence” atau kecerdasan majemuk
membuktikan bahwa tidak ada anak yang bodoh atau pintar, yang ada hanyalah anak yang lebih
menguasai satu bidang tertentu dan kurang menguasai bidang lain. Maksud dari pernyataan
tersebut adalah kedelapan kecerdasan yang diungkapkan oleh Gardner bisa saja dimiliki oleh
individu, hanya saja dalam taraf yang berbeda. Selain itu, kecerdasan ini tidak berdiri sendiri
terkadang bercampur dengan kecerdasan lain Agustin, (2006:36). Misalnya saja bila anak pintar
bernyanyi sebagai kecerdasan musikal, ia juga pada umumnya cerdas dalam gerakan tubuh, ia
dapat mengikuti dan menyesuaikan gerakannya dengan ritme atau alunan musik yang
didengarkannya.
Kecerdasan bukanlah sesuatu yang bersifat kebendaan, melainkan sesuatu fiksi ilmiah
untuk mendeskripsikan perilaku individu yang berkaitan dengan kemampuan intelektual. Dalam
mengartikan kecerdasan ini, para ahli mempunyai pengertian yang beragam, sebagaimana yang
dikemukakan oleh Yusuf (2005:106), diantara pengertian itu adalah sebagai berikut:
a. Kecerdasan sebagai kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara
cepat dan efektif.
b. Intelegensi meliputi tiga pengertian, yaitu kemampuan untuk belajar, keseluruhan pengetahuan
untuk diperoleh, dan kemampuan untuk beradaptasi secara berhasil dengan situasi baru atau
lingkungan pada umumnya.
c. Kecerdasan dibagi dalam dua kategori, yaitu: (1) “Fluid Inteligence”, yaitu tipe kemampuan
analisis kognitif yang relatif tidak dipengaruhi oleh pengalaman belajar sebelumnya; (2)
“Crystalized Inteligence ”, yaitu keterampilan-keterampilan atau kemampuan nalar (berpikir)
yang dipengaruhi oleh pengalaman belajar sebelumnya.
Menurut Thurstone Syaodih, (2007:93) individu memiliki sejumlah faktor kecerdasan yang
berkelompok menjadi tujuh faktor kemampuan, yaitu:
1. Verbal Comprehension, kemampuan untuk memahami hal-hal yang dinyatakan secara verbal
atau menggunakan bahasa.
2. Word Fluecy, kelancaran dan kefasihan menyatakan buah pikiran dengan menggunakan kata-
kata.
3. Number Ability, kemampuan untuk memahami dan memecahkan masalh-masalah matematis,
yaitu masalah yang menyangkut dan menggunakan angka-angka atau bilangan-bilangan.
4. Spatial Ability, kemampuan untuk memahami ruang.
5. Memory, kemampuan untuk mengingat.
6. Paceptual Ability, kemampuan untuk mengamati dan memberikan penafsiran atas hasil
pengamatan.
7. Reasoning, kemampuan berpikir logis.
2. Konsep Kecerdasan Visual-Spasial pada Anak
Kecerdasan Visual-Spasial berkaitan dengan kemampuan menangkap warna, arah, dan
ruang secara akurat. Sebagaimana dikemukakan oleh Armstrong Masfiroh, (2004:67) bahwa
“anak yang cerdas dalam visual-spasial memiliki kepekaan terhadap warna, garis-garis, bentuk-
bentuk, dan bangunan-bangunan”. Sedangkan menurut Indra Masfiroh, (2004:67) anak yang
memiliki kemampuan visual-spasial dapat mengenali identitas objek ketika objek tersebut ada
dari sudut pandang yang berbeda, dan mampu memperkirakan jarak dan kecerdasan darinya
dengan sebuah objek.
Kecerdasan Visual-Spasial memiliki manfaat yang luar biasa dalam kehidupan manusia.
Hampir semua pekerjaan yang menghasilkan karya nyata memerlukan sentuhan kecerdasan ini.
Bangunan yang dirancang arsitektur, desain taman, lukisan, rancangan busana, pahatan, bahkan
benda-benda sehari-hari yang dipakai manusia pun adalah hasil buah kecerdasan visual-spasial
yang tinggi mengesankan kreativitas. Kemampuan mencipta satu bentuk, seperti bentuk pesawat
terbang, rumah, mobil, burung, mengesankan adanya unsur transformasi bentuk yang rumit.
Kecerdasan Visual-Spasial dapat distimulasi melalui berbagai program seperti melukis,
membentuk sesuatu dengan plastisin, mencecap, dan menyusun potongan gambar. Guru perlu
menyediakan berbagai fasilitas yang memungkinkan anak mengembangkan daya imajinasi
mereka, seperti alat-alat permainan konstruktif (Lego, puzzle, lasie), balok-balok bentuk
geometri berbagai warna dan ukuran, peralatan menggambar, pewarna, alat-alat dekoratif (kertas
warna-warni, gunting, lem, benang), dan berbagai buku bergambar. Akan lebih baik, jika
menyediakan beberapa miniatur benda-benda yang disukai anak, seperti mobil-mobilan, pesawat
terbang, rumah-rumahan, hewan dan orang-orangan.
Menurut Gardner Musfiroh, (2004:69) kecerdasan visual-spasial mempunyai lokasi diotak
bagian belakang hemisfer kanan. Kecerdasan ini berkaitan erat dengan kemampuan imajinasi
anak. Pola pikir topologis (bersifat mengurai bagian-bagian dari suatu objek) pada awal masa
kanak-kanak memungkinkan mereka menguasai kerangka pikir euclidean pada usia 9-10 tahun.
Kepekaan artistik pada kecerdasan ini tetap bertahan hingga seseorang itu berusia tua.
Anak usia 4 tahun, umumnya, sudah mengenal spasial dua arah biner (berpasangan) seperti
arah depan-belakang, atas-bawah, sana-sini, meskipun adakalanya masih bingung dengan arah
kanan dan kiri. Mereka belum dapat memahami arah mata angin, meskipun diantaranya dapat
menyebutkan nama mata angin.
Menurut Beredekamp dan Copple Musfiroh, (2004:93) anak usia 4 tahun sudah dapat
menata balok-balok menjadi bentuk yang tinggi dan agak kompleks. Mereka yang menunjukkan
kemampuan memperkirakan secara spasial yang masih terbatas, dan cenderung merusak posisi
atau benda. Mereka cenderung mengubah mainan yang memiliki bagian-bagian yang masih
bagus. Menurut Amstrong Musfiroh, (2004:137) untuk mengasah kecerdasan visual-spasial,
anak-anak perlu dibelajarkan melalui gambar, metafora, visual dan warna. Cara terbaik untuk
menstimulasi mereka adalah film, video, diagram, peta, dan grafik.
Secara umum deskripsi tentang kecerdasan spasial pada anak beserta indikatornya yang
dicetuskan oleh Howard Gardner Agustin, (2006:37) diuraikan sebagai berikut :
Kecerdasan visual-spasial adalah kemampuan memahami, memproses, dan berpikir dalam
bentuk visual. Anak dengan kecakapan ini mampu menerjemahkan bentuk gambaran dalam
pikirannya ke dalam bentuk dua atau tiga dimensi.
Adapun cirri-ciri yang tampak pada aktifitas anak adalah sebagai berikut :
a. Memiliki kepekaan terhadap warna, garis, bentuk, ruang, dan bangunan.
b. Memiliki kemampuan membayangkan sesuatu, melahirkan ide secara visual dan spasial.
c. Memiliki kemampuan mengenai identitas objek ketika objek itu ada pada sudut pandang yang
berbeda.
d. Mampu memperkirakan jarak dan keberadaan dirinya dengan sebuah objek.
e. suka mencoret-coret, membentuk gambar, mewarnai, dan menyusun unsur-unsur bangunan.
Secara karier kecerdasan spasial biasanya dimiliki oleh arsitek, insyinyur mesin, seniman,
fotografer, pilot, navigator, pemahat, dan penemu Lwin Mubiar, (2006:57). Adapun Yusuf dan
Nurihsan Agustin, (2006:36) mengemukakan, kecerdasan spasial sebagai sekumpulan
kemampuan-kemampuan yang berhubungan dengan pemilihan, pemahaman, proyeksi visual,
imajinasi mental pemahaman ruang, manipulasi imajinasi, serta penggadaan imajinasi nyata
maupun imajinasi dalam diri/abstrak.
Dalam kaitannya dengan upaya membantu mengembangkan kecerdasan spasial anak,
Rachmani, Agustin, (2006:36) menjelaskan bahwa stimulasi-stimulasi berikut dapat digunakan
guru untuk membantu mengembangkan kecerdasan spasial anak : (a) menggambar dan melukis;
(b) mencoret-coret; (c) membuat prakarya; dan (d) melakukan permainan konstruktif.
Kecerdasan ini melibatkan imajinasi aktif yang membuat seseorang mampu mempersiapkan
warna, garis dan luas, serta menetapkan arah dengan tepat Andi Yudha, (2009:53). Selain itu
Andi Yudha mengemukakan mengenai bagaimana cara mengembangkan kecerdasan visual-
spasial anak, salah satunya adalah dengan belajar bentuk geometri, salah satu caranya yaitu
dengan meminta anak memperhatikan bentuk-bentuk rumah, bola, atau benda yang ada dalam
buku, seperti menyebutkan konsep garis, lurus, zig-zag, bulat, persegi, atau kerucut.
Menurut Apriany (2007:8) kemampuan visual-spasial sangat dibutuhkan anak ketika belajar,
terutama ketika anak diperkenalkan dengan huruf-huruf, angka, dan bentuk. Anak yang kurang
memiliki kemampuan visual-spasial akan merasa kebingungan saat diperkenalkan dengan huruf
sehingga terjadi penafsiran huruf yang terbalik seperti pada huruf b dan d, anak sering salah
dalam membaca dan menuliskan huruf-huruf tersebut. Untuk itu kecerdasan visual-spasial
sangat berperan penting dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan kemampuan visual-spasial
yang dimilikinya, anak dengan mudah mempelajari materi ajar yang diberikan oleh guru
khususnya menulis dan membaca. Selain itu, kecerdasan visual-spasial juga dibutuhkan anak
untuk dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang membutuhkan manipulasi motorik halus
misalnya menggambar, menyusun mainan bongkar pasang, melukis, dan lain-lain..
Menurut Abdurrahman Apriani, (2007:57) ada lima jenis kecerdasan visual-spasial, yaitu:
1. Hubungan keruangan (Spasial relation)
Menunjukkan persepsi tentang posisi berbagai objek dalam ruang. Dimensi fungsi visual ini
mengimplikasikan prsepsi tentang suatu objek atau symbol (gambar, huruf, dan angka) dan
hubungan ruangan yang menyatu dengan sekitarnya.
2. Diskriminasi Visual (Visual discrimination)
Menunjukkan pada kemampuan membedakan suatu objek dari objek yang lain. Dalam tes
kesiapan belajar misalnya anak diminta menemukan gambar kelinci yang bertelinga satu dari
sederetan gambar kelinci yang bertelinga dua. Jika anak diminta untuk membedakan antara huruf
m dan n, anak harus mengetahui jumlah bongkol pada tiap huruf tersebut.
3. Diskriminasi Bentuk dan latar belakang (figure-ground discrimination)
Menunjuk pada kemampuan membedakan suatu objek dari latar belakang yang mengelilinginya.
Anak yang memiliki kekurangan dalam bidang ini tidak dapat memusatkan perhatian pada suatu
objek karena sekeliling objek tersebut ikut mempengaruhi perhatiannya, akibatnya dari keadaan
semacam itu anak menjadi terkecoh perhatiannya oleh berbagai rangsangan yang berada
disekitar objek yang harus diperhatikan.
4. Visual Clouser
Menunjuk pada kemampuan mengingat dan mengidentifikasi suatu objek, meskipun objek
tersebut tidak diperhatikan secara keseluruhan.
5. Mengenal Objek (Object recognition)
Menunjuk pada kemampuan mengenal sifat berbagai objek pada saat mereka memandang.
Pengenalan tersebut mencakup berbagai bentuk geometri, hewan, huruf, angka, kata, dan
sebagainya.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan visual-spasial sangat penting.
Dimana kemampuan tersebut dapat membantu anak dalam proses belajar mengajar serta
mengenali lingkungan sekitarnya. Misalnya kemampuan hubungan keruangan merupakan bagian
yang sangat penting dalam belajar matematika, demikian juga kemampuan membedakan huruf
dan kata secara visual merupakan bagian yang esensial dalam belajar membaca.
B. Mengembangkan Potensi Kecerdasan Visual-Spasial Anak Usia Raudatul Athfal/Taman Kanak-Kanak
Menurut Hildayani Watiah, (2011:24) anak dengan kecerdasan visual-spasial bisa melihat
aneka perbedaan warna yang hampir tidak kentara dan berbagai pola yang tidak biasa serta
mampu menerjemahkan desain-desain ini pada media ekspresi yang dipilih. Anak senang dengan
alat seni, termasuk pensil, krayon, lukisan, kuas-lukis, dan grafik computer, dan akan
menghabiskan waktu senggangnya untuk membuat sketsa, menggambar, dan mendesain. Sering
kali, karya-karya yang sempurna dari anak ini menunjukan berbagai hubungan visual-spasial
seperti pola-pola inovatif dan pengubahan imajinatif atas berbagai objek sehari-hari.
Muslihuddin dan Agustin (2008:80) mengemukakan guru dapat merangsang kecerdasan spasial
dengan melakukan berbagai program seperti melukis, membentuk sesuatu dengan plastisin,
mengecap dan menyusun potongan gambar.
C. Peran Guru dalam Meningkatkan Kecerdasan Visual-Spasial
Peran pendidik atau guru bertugas merangsang dan membina kecerdasan visual-spasial anak.
Pentingnya pengembangan visual-spasial pada anak usia Raudatul Athfal/Taman Kanak-Kanak
berdampak positif bagi perkembangan mental dan fisik. Perkembangan mental antara lain:
emosi, intelektual, persepsi, sosial, estetik, dan kreatif. Dalam hal perkembangan fisik motorik
halusnya, anak sudah dapat melakukan aktifitas seperti menggunakan pensil atau krayon,
mencoret-coret, meniru bentuk gambar, untuk mengembangkan imajinasinya sehingga
merangsang aktifitas kreatifnya.
Metode pembelajaran dengan menggunakan permainan adalah cara atau pendekatan yang
dipergunakan dalam menyajikan atau menyampaikan materi pembelajaran di Raudatul
Athfal/Taman Kanak-Kanak. Pembelajaran disusun sehingga menggembirakan dan demokratis
agar anak tertarik untuk terlibat dalam setiap kegiatan pembelajaran. Anak tidak hanya duduk
tenang mendengarkan ceramah guru, tetapi mereka aktif berinteraksi dengan berbagai benda dan
orang dilingkungannya, baik secara fisik maupun mental. Pembelajaran di Raudatul
Athfal/Taman Kanak-Kanak harus menerapkan esensi bermain. Esensi bermain meliputi
perasaan menyenangkan, merdeka, bebas memilih, dan merangsang anak terlibat aktif.
Menurut Purba Watiah, (2011:25) untuk mengembangkan dan menginspirasi kecerdasan
visual-spasial ini di ruang kelas, guru dapat melengkapi ruang kelas dengan berbagai bahan seni,
kamera, peta, program computer atau grafik, dan model karya seni. Untuk merangsang
kecerdasan ini, bebaskan anak untuk bereksperimen disemua wilayah seni visual secara bebas,
juga dalam kaitannya dengan berbagai tugas dibidang kurikulum yang lain.
D. Ragam Aktifitas Pembelajaran Untuk Mengembangkan Kecerdasan Visual-Spasial Anak
Ragam aktifitas pembelajaran yang dapat meningkatkan kecerdasan visual-spasial salah
satunya adalah dengan permainan balok. Menyusun balok, dapat membantu anak menguasai
konsep bidang. Metode pengajaran yang memasukkan berpikir spasial seperti bentuk-bentuk
balok yang menghubungkan konsep spasial dapat membantu terhadap pemecahan masalah dalam
dunia anak-anak, Elliot dalam Sulistyowati, (2010:46).
Bermain merupakan suatu kegiatan yang sangat disenangi anak. Melalui kegiatan bermain,
anak dapat memuaskan keinginannya yang terpendam. Pada berbagai situasi dan tempat anak
selalu menyempatkan untuk menggunakan tempat serta media sebagai arena bermain dan
permainan. Permainan dapat membantu anak mengerti lebih baik melalui indera penglihatan dan
pendengaran, anak dapat mengerti pelajaran dengan memahami perbedaan arah, perbedaan
warna serta bentuk. Anak-anak usia Raudatul Athfal/Taman Kanak-Kanak dalam berekspresi
seni rupa memiliki kekuatan yang menunjukkan karakteristik dan hal ini penting bagi
terwujudnya karya seni.
Menurut Edy Sulistyowati, (2010:46) kecerdasan visual-spasial dapat dikembangkan dengan
pembelajaran seni rupa. Ekspresi seni anak-anak usia dini pada umumnya menunjukkan
keunikan, naïf, spontan, ekspresif, jujur, dan orisinal. Hasil karya seni anak ini termasuk dalam
kecerdasan visual-spasial. Kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan menangkap warna, arah,
dan ruang secara akurat serta mengubah penangkapannya tersebut ke dalam bentuk lain, seperti
lukisan atau menggambar bebas. Potensi ini ditumbuhkembangkan, sehingga kreatifitas anak
dapat tersalurkan dengan baik.
Kegiatan menggambar bebas, permainan warna atau mewarnai gambar merupakan kegiatan
kreatif anak usia dini yang dapat mengenalkan warna pada anak, melatih motorik halus, serta
mampu menceritakan tentang hasil karya yang dibuat. Anak usia dini rasa keingintahuan serta
kemampuan menyimpan memori diingatannya masih sangat tinngi. Oleh karena itu,
pengembangan kecerdasan visual-spasial hendaknya mendapatkan kesempatan dan pembinaan
secara terarah lebih intensif dan efektif sesuai dengan masa perkembangannya. Melalui bermain
warna atau membuat coretan gambar anak akan berekspresi dan bereksplorasi, yang berarti akan
menumbuhkan kecerdasan visual-spasial anak.
Banyak Raudatul Athfal/Taman Kanak-Kanak dalam menyampaikan pembelajaran kurang
memperhatikan potensi, bakat dan minat yang dimiliki anak. Lembaga ataupun pendidik kurang
memahami karakteristik anak, kebebasan yang diinginkan anak, kebutuhan anak, kurang
memberikan kesempatan pada anak dan kurang memahami pemberian penilaian kepada anak.
Metode pembelajaran yang digunakan kurang menyenangkan, monoton, dan guru menjelaskan
materi pembelajaran di papan tulis. Sehingga kurang mempengaruhi tingkat berpikir, kecerdasan
anak, minat belajar anak, dan kurang dapat mengembangkan potensi yang dimiliki anak.
Pelaksanaan pembelajaran di Raudatul Athfal/Taman Kanak-Kanak seharusnya guru
menggunakan berbagai metode yang sesuai dengan rancangan. Metode pembelajaran tersebut
antara lain terdiri dari metode bermain, karyawisata, demonstrasi, proyek, dan bercerita.
E. Peningkatan Kecerdasan Visual-Spasial Anak Melalui Pemanfaatan Bahan Limbah Anorganik yang Terdapat Di Lingkungan Sekitar Anak
Sehubungan dengan kegiatan belajar sambil bermain anak terhadap sesuatu yang ada pada
alam sekitar mereka, menurut Moeslichatoen, (1995:37), akan memberikan kesempatan kepada
anak untuk memahami dan memanfaatkan oleh jajahannya atau sifat petualangannya yang
merupakan salah satu ciri sifat khas pada anak, berupa: (1) wawasan informasi yang lebih luas
dan lebih nyata; (2) menumbuhkan rasa keingintahuan anak tentang sesuatu yang telah ataupun
baru diketahuinya; (3) dapat memperjelas konsep dan mengembangkan kemampuan,
keterampilan, kecerdasan, serta imajinasi dan daya kreativitas anak; (4) memperoleh pemahaman
penuh tentang kehidupan manusia, hewan, tanaman, cuaca, dan sebagainya yang terdapat di
lingkungan dengan berbagai situasi dan kondisi yang ada; (5) memperoleh pengetahuan tentang
bagaimana memahami lingkungan yang ada disekitar serta bagaimana pemanfaatannya.
Berkaitan dengan hal tersebut Rachmawati dan Euis. K., (2005:74), juga mengemukakan
pandangan bahwa dalam proses membelajarkan anak, hendaknya guru mampu memanfaatkan
bahan limbah anorganik/materi yang terdapat di lingkungan sekitar anak sebagai media
pembelajaran dalam suatu bentuk kegiatan pendekatan seperti, menuntun dan mengajak anak
mengeksplorasi bahan limbah anorganik/materi tersebut menjadi bentuk mainan yang edukatif
baginya. Dalam konsep ini, guru dapat mengamati dan memilih benda-benda kongkrit apa saja
yang terdapat di lingkungan sekitar anak, untuk selanjutnya benda-benda yang sesungguhnya
tersebut di eksplorasi secara lebih mendalam yang dilakukan anak sambil bermain sehingga
didapatkan pengetahuan-pengetahuan baru yang bermakna bagi anak dalam mengembangkan
kecerdasan visual-spasial dan daya kreatifitasnya.
Lingkungan kita memang kaya dengan bahan-bahan yang dapat digunakan/dimanfaatkan
guru untuk membuat media bermain atau permainan bagi anak, baik itu yang masih alami
maupun yang sudah terbuang atau merupakan bahan sisa yang telah dibuang. Hal tersebut
dipandang sebagai pemanfaatan yang menunjuang pendidikan kreativitas anak ke arah yang
lebih baik, seperti pandangan yang dikutip dari http://asepsofyan.multiply.com, (2009), yang
mengemukakan bahwa pendidikan kreatifitas yang baik adalah mengajak, menuntun dan
membantu anak untuk membuat mainan kerajinan sendiri dari bahan limbah anorganik yang
dianggap tak digunakan lagi yang banyak terdapat di lingkungan sekitar mereka. Mengajak
mereka dengan perasaan riang dan gembira membuat mainan dari bahan limbah anorganik aneka
minuman kaleng dan gelas, kardus, botol bekas, gabus, dan lain sebagainya, dengan kegiatan
seperti permainan membuat robot-robot dari kardus bekas, menghias botol bekas menjadi
binatang, membuat mobil-mobilan dari bahan kaleng bekas, dan sebagainya. Lebih lanjut
dijelaskan bahwa, anak memang perlu terus dilatih untuk mampu bekerja memgembangkan
kecerdasan visual-spasial dan kreatifitasnya dalam durasi yang relatif lama dan berorientasi hasil,
pujilah proses mereka dalam membuat suatu karya sehingga anak tidak akan stres, anak-anak
juga penting untuk terus dibiasakan membuat aneka mainan sendiri dan berilah terus dia support
dalam kegiatan tersebut. Dukungan, dorongan, dan penghargaan yang tulus atas hasil kerja anak
akan membekas, membuat anak tambah semangat bekerja, dan lebih kreatif serta termotivasi
mengembangkan daya imajinasi dan kreatifitasnya untuk selalu ingin membuat hal-hal yang
unik, original, baru, dan lebih menarik lagi.
Berkaitan dengan hal pemanfatan media yang mampu mengembangkan imajinasi dan
kecerdasan visual-spasial anak, Yuliani N. Sujiono, dkk, (2005:8.5) dalam kajiannya
mengungkapkan bahwa adanya keluhan dari berbagai kalangan masyarakat tentang rendahnya
kemampuan imajinatif dan kecerdasan visual-spasial yang dimiliki anak saat ini, disebabkan
antara lain oleh minimnya para guru RA/TK mengunakan atau memanfaatkan media belajar
ketika mereka mengajar, seperti permainan dan mainan dari bahan-bahan sederhana yang banyak
terdapat dilingkungan sekitar anak selanjutnya dikatakan bahwa media, meskipun itu dibuat dari
bahan limbah anorganik dalam bentuk yang sederhana, namun dapat menjadikan anak mampu
lebih berpikir kreatif, mampu menyelesaikan permasalahan dari tugas perkembangannya, mampu
berpikir logis, mampu menstimulasi anak untuk melakukan kegiatan belajar yang bermakna,
mampu meningkatkan daya nalarnya dan mampu menemukan satu jawaban yang paling tepat
terhadap masalah yang diberikan berdasarkan informasi yang tersedia. Penerapan media juga
bisa lebih mampu memenuhi kepuasan diri anak dalam belajar sambil bermain. Misalnya saja,
anak yang sedang bermain dengan menggunting-gunting kertas atau bahan limbah dari plastik
atau dengan media permainan konstruktif lainnya, nampak mereka sangat asyik sekali dan
bahkan tidak mau diganggu. Mereka terus mencoba dan mencoba lagi untuk membuat berbagai
bentuk pola-pola dengan kombinasi baru atau membuat berbagai kombinasi susunan baru dari
bahan-bahan tersebut. Nampaklah bahwa media yang sederhana dengan hanya memanfaatkan
bahan limbah anorganik, seperti yang terbuat dari bahan kertas dan pelastik yang banyak terdapat
dilingkungan sekitar anak, juga dapat berperan sebagai sumber munculnya inspiratif, imajinatif,
dan kreatifitas anak sehingga dapat meningkatkan kecerdasan visual-spasial anak.
F. Hipotesis tindakan
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dipaparkan pada bagian kajian pustaka di atas, maka
dapat di kemukakan hipótesis tindakan dalam penelitian ini, yaitu “ melalui pemanfaatan bahan
limbah anorganik dalam proses kegiatan belajar sambil bermain, maka dapat meningkatkan
kecerdasan visual-spasial anak kelompok B2 RA Al – Mu’minin kecamatan Kambu kota
Kendari”.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Setting Penelitian
1. Tempat
Penelitian ini bertempat di kelas anak kelompok B2 RA/TK Al-Mu’minin kecamatan Kambu
kota Kendari.
2. Waktu
Waktu pelaksanaan, di rencanakan dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2012.
3. Subjek
Subjek yakni seluruh anak didik yang tergabung dalam kelas kelompok B2 yang seluruhnya
berjumlah 15 anak, terdiri dari 7 anak laki-laki dan 8 anak perempuan, dengan melibatkan atau
berkolaborasi dengan seorang mitra peneliti yakni guru RA/TK Al-Mu’minin Kenadri itu
sendiri.
B. Faktor Yang Diteliti
Adapun faktor-faktor yang ingin diamati peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Faktor anak RA/TK, mengamati aktifitas anak-anak dalam proses kegiatan sambil bermain
dengan bahan limbah anorganik di dadalam kelas, dalam upaya peningkatan kecerdasan visual-
spasial anak.
2. Faktor guru RA/TK, mengamati dan memperhatikan segala aktifitas guru RA/TK yang
mempersiapkan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran sambil bermain bagi anak sebagai
upaya peningkatan kecerdasan visual-spasial anak.
3. Faktor sumber, bahan atau perangkat pembelajaran yang diterapkan atau dimanfaatkan guru
yang dapat mendukung dan melancarkan pelaksanaan kegiatan belajar sambil bermain bagi anak
pada bidang pengembangan kemampuan dasar kognitif khusus kecerdasan visual-spasial anak.
4. Faktor proses pembelajaran, mengamati dan memperhatikan proses tindakan-tindakan
pembelajaran yang diberikan selama kegiatan pembelajaran bidang pengembangan kecerdasan
visual-spasial anak berlangsung dengan aktivitas pemanfaatan bahan limbah anorganik.
C. Data dan Teknik Pengumpulan Data
Sumber data, jenis data dan teknik dalam pengumpulannya pada penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Sumber data penelitian diperoleh dari guru dan anak RA/TK. Selain itu, bersumber dari
dokumen-dokumen yang dipandang penting berupa catatan-catatan khusus tentang program-
program kegiatan belajar anak yang belum terdapat dalam pedoman observasi namun dianggap
dapat mendukung hasil penelitian.
2. Jenis data yang dikumpulkan adalah data kualitatif berupa nilai perolehan yang dinyatakan
dengan simbol huruf (BSB = Berkembang Sangat Baik, BSH = Berkembang Sesuai Harapan,
MB = Mulai Berkembang, dan BB = Belum Berkembang), yang diperoleh dengan menggunakan
pedoman atau lembar checklist penilaian yang berisikan sejumlah indikator penilaian.
3. Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan teknik penilaian dengan melakukan
observasi yaitu cara pengumpulan data dengan menggunakan pengamatan langsung terhadap
suatu objek yang diteliti dalam satu periode tertentu, dan dengan mengadakan pencatatan secara
sistematis atau pengkodean tentang hal-hal atau aspek-aspek tertentu yang diamati, lalu
mencheklist atau memberi tanda pada lembar pengamatan penilaian dan atau pada pedoman
observasi sesuai hasil yang tampak di lapangan. Menurut Sujiono, N. Yuliani, (2005:7.14),
observasi merupakan salah satu alat dalam kegiatan evaluasi di lembaga PAUD yang digunakan
dalam mengevaluasi pengembangan berbagai aspek perkembangan anak. Kegiatan observasi
adalah suatu teknik pengamatan yang dapat dilakukan guru RA/TK/PAUD untuk mengetahui
kemajuan perkembangan kemampuan, unjuk kerja/kinerja, dan sikap anak, yang dilakukan
dengan mengamati aktivitas dan tingkah laku anak dalam kegiatan belajar sambil bermain
dengan berbagai bentuk permainan untuk setiap aspek perkembangan anak.
4. Disamping teknik observasi, peneliti juga menggunakan teknik tanya jawab dengan anak yang
bermaksud untuk mengetahui kelancaran anak dalam memberikan jawaban verbal atas
pertanyaan-pertanyaan sederhana yang berkisar tentang apa yang dibuatnya dengan bahan
limbah anorganik.
Data yang sudah berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini, berikutnya diolah dan
dideskripsikan secara kualitatif dalam bentuk paparan logis sesuai keadaan apa adanya yang
diperoleh dari hasil pengamatan di dalam kelas, kemudian dilakukan interpretasi sebagai
jawaban terhadap permasalahan yang diajuakan dalam penelitian ini. Selanjutnya, atas dasar
hasil jawaban tersebut dapat ditarik suatu kesimpulannya.
D. Teknik Analisis Data
Sebelum data-data dianalisis (nilai tingkat pencapaian perkembangan kecerdasan visual-
spasial anak didik), peneliti terlebih dahulu melakukan evaluasi atau penilaian dengan observasi.
Selanjutnya melakukan analisis data setelah semua data yang dibutuhkan telah terkumpul. Untuk
keperluan analisis data-data, peneliti menggunakan teknik analisis deskriptif-kualitatif dengan
presentatif hasil, yang disesuaikan dengan indikator-indikator atau ketentuan yang telah
ditetapkan. Untuk maksud analisis data berupa nilai-nilai capaian perkembangan kecerdasan
visual-spasial anak, peneliti menggunakan kriteria tertentu yang disesuaikan dengan bentuk
penilaian yang digunakan guru di RA Al-Mu’minin Kendari dalam menilai capaian
perkembangan kemampuan dasar anak didiknya dan memperhatikan pula pedoman penilaian di
TK yang disarankan Depdiknas, Direktorat PAUD, (2010).
Penilaian terhadap pencapaian perkembangan kecerdasan visual-spasial yang ditampakkan
setiap anak terhadap tagihan indikator penilaian dalam memanfaatkan bahan limbah anorganik
untuk menghasilkan sebuah karya seperti yang telah diperlihatkan guru, dilakukan atau diberi
nilai dengan mengacu pada pedoman pemberian penilaian dalam satuan pendidikan Taman
Kanak-Kanak, yakni dengan diberikan dalam bentuk simbol-simbol dengan huruf seperti : (
) = Berkembang Sangat Baik (BSB), yakni jika anak menunjukkan kecerdasan visual-
spasial sesuai tagihan indikator tanpa bantuan guru; ( ) = Berkembang Sesuai Harapan
(BSH), yakni jika anak mampu menampakkan kecerdasan visual-spasial sesuai tagihan indikator
namun terkadang masih harus diberikan bimbingan dan bantuan guru; ( ) = Mulai
Berkembang (MB), yakni jika anak telah mampu menampakkan kecerdasan visual-spasial sesuai
tagihan indikator namun masih sering dibimbing dan dibantu langsung oleh guru; ( ) =
Belum Berkembang (BB), yakni jika anak belum menampakkan kecerdasan visual-spasial sesuai
tagihan indikator pencapaian perkembangan kecerdasan visual-spasial karena dalam
melakukannya harus selalu dibimbing dan dibantu secara langsung dari awal oleh guru,
Direktorat Pembinaan TK dan SD (2010), Usman Uzer dan Lilisetiawati, (1993:75), yang telah
dipersiapkan sebelumnya pada tahap kegiatan perencanaan (seperti terlampir), untuk sampai
pada data perolehan nilai akhir pengembangan kemampuan masing-masing anak didik (setiap
siklus tindakan), melakukan pengamatan dan penilaian dengan memberi nilai terhadap aspek
pengembangan yang dicapai anak didik berdasarkan indikator penilaian yang diamati/dinilai
disetiap kegiatan evaluasi.
Perolehan Nilai AkhirAnak Didik Adapun rumus yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: melakukan perhitungan berdasarkan jumlah perolehan nilai yang dicapai masing-masing anak didik sesuai yang ada dalam penilaian setiap siklus, seperti berikut :
Dengan ketentuan perolehan nilai (secara individu) dengan kriteria hasil hitungan berdasarkan
konversi, anak dikatakan mampu jika minimal 2,50-3,49 atau minimal BSH (Berkembang Sesuai
Harapan) seperti berikut :
Nilai Konversi 3,50-4,00 (BSB = Berkembang Sangat Baik)
Nilai Konversi 2,50-3,49 (BSH = Berkembang Sesuai Harapan)
Nilai Konversi 1,50-2,49 ( MB = Mulai Berkembang)
Nilai Konversi 0,01-1,49 ( BB = Belum Berkembang).
Direktorat Pembinaan TK dan SD, .(2010). Usman Uzer dan Lilis Setiawati, (1993:75)
Indikator kinerja yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan kinerja secara klasikal pada
setiap siklus tindakan, (dalam penelitian ini menggunakan acuan patokan 75% secara klasikal)
sebagai berikut :
Jumlah anak yang memperoleh nilai bintang ( , & )
% P = X100%
Total banyaknya anak didik dalam kelas (B2)
P = Perolehan nilai klasikal
Jika : Hasil hitungan berada pada persentase 95% - 100% = BSB
Hasil hitungan berada pada persentase 85% - 94% = BSH
Hasil hitungan berada pada persentase 75% - 84% = MB
Hasil hitungan berada pada persentase di bawah 75% = BB
Selanjutnya adalah tahap pelaporan berdasarkan hasil pelaksanaan pembelajaran peningkatan
kecerdasan visual-spasial anak dengan pemanfaatan bahan limbah anorganik selama kegiatan,
dan tahap akhir adalah penarikan kesimpulan dalam bentuk penulisan penelitian.
E. Indikator Keberhasilan Kinerja
Berdasarkan hasil evaluasi/penilaian yang telah disesuaikan tersebut dan hasil perhitungan
dengan formulasi diatas, selanjutnya diberi makna secara kualitatif berupa nilai kemampuan
dasar kecerdasan visual-spasial anak dalam konveksi, kemudian disesuaikan dengan indikator
keberhasilan kinerja yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun persentase indikator kinerja
yang diterapkan dalam penelitian ini adalah dengan menghitung banyaknya anak didik yang
memperoleh nilai konversi 2,50 – 4,00 atau jumlah anak didik yang memperoleh nilai akhir
kecerdasan visual-spasial dengan nilai BSB (Berkembang Sangat Baik) dan BSH (Berkembang
Sesuai Harapan), dan secara klasikal 75% sebagai acuan apakah penelitian tindakan ini telah
dapat diselesaikan ataukah masih harus dilanjutkan ke siklus selanjutnya. Berdasarkan hasil
penilaian dari tagihan indikator penilaian berupa item-item aspek perkembangan kecerdasan
spasial anak yang diamati dan diberi nilai (terdapat pada lembar observasi/assesmen checklist
pada halaman lampiran), maka kegiatan penilitian tindakan ini dihentikan karena dipandang telah
terselesaikan. Berarti, secara individu anak kelompok B2 RA/TK Almuminin Kendari dikatakan
berhasil jika telah memperoleh perkembangan kecerdasan visual spasial dengan nilai BSB
Berkembang Sangat Baik) dan BSH (Berkembang Sesuai Harapan), dan secara klasikal 75%
yang diterapkan guru RA/TK Al-Mu’minin kota Kendari.
F. Model Rancangan Pendekatan dan Prosedur Penelitian Tindakan
Sesuai dengan maksud dan tujuan yang terkandung dalam pelaksanaan penelitian ini, maka
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan tindakan atau yang oleh Hopkins (1993) disebut
penelitian tindakan (action research) yang merupakan bagian dari penelitian kualitatif, yaitu
penelitian yang dilakukan untuk mencari makna yang melatarbelakangi kinerja guru, sehingga
akan diperoleh tingkat pemahaman tentang masalah atau situasi yang ada dilapangan, khususnya
yang menyangkut pelaksanaan pengelolaan dan proses pembelajaran di kelas.
Proses penelitian tindakan kelas menggunakan proses penelitian observasi dan wawancara
yang bersifat reflektif, partisipatif, dan kolaboratif sebagaimana yang dikemukakan oleh Hopkins
(1993:88-89), dengan langkah-langkah sebagai berikut: Pertama, diadakan perencanaan
bersama (planning converence) anatara guru (Guru RA/TK) dengan penelitian. Kedua, observasi
kelas (classroom observation) pada kegiatan ini peneliti mengobservasi guru (Guru RA/TK)
yang sedang melakukan kegiatan pembelajaran atau mengajar di kelas dan selanjutnya
mengumpulkan data yang objektif tentang aspek-aspek pengamatan yang telah direncanakan
semula. Dan langkah Ketiga, pertemuan balikan (feedback conference), peneliti dan guru (Guru
RA/TK) mengadakan diskusi untuk saling memberi penilaian (evaluation) atau yang merupakan
refleksi terhadap tampilan pembelajaran. Kemmis dan Mc Taggar, lebih lanjut mengemukakan
bahwa penelitian tindakan dilaksanakan dalam beberapa siklus tindakan dengan beberapa kali
tindakan dalam setiap siklusnya yang mengacu pada empat langkah utama yaitu (1) perencanaan,
(2) tindakan, (3) observasi, (4) refleksi. Keemapat langkah tersebut akan dilaksanakan secara
bersiklus dengan jumlah putaran akan ditentukan berdasarkan perkembangan efektifitas solusi
aksi yang ditawarkan kepada subjek (guru dan siswa). Kedua model tersebut dipadukan dengan
formulasi sesuai dengan kebutuhan penelitian ini yang disesuaikan dengan kondisi lapangan
yang tahapannya dapat digambarkan dalam bentuk siklus seperti pada halaman berikut:
Alternatif pemecahan(Rencana TindakanI)
Pelaksanaan
Tindakan I
SKETSA SIKLUS PENELTIAN TINDAKAN
PERMASALAHAN
SIKLUS I
ANALISISDATA I
Terselesaikan
REFLEKSI I
OBSERVASI
(Monitoring)
BELUMTERSELESAIKAN
SIKLUSII(ProgramPerbaikan)
Alternatif Pemecahan
(Rencana Tindakan II)
PELAKSANAAN
TINDAKAN II
Terselesaikan
REFLEKSIII
ANALISISDATAII
OBSERVASI
(Monitoring)
SIKLUS SELANJUTNYA
BELUM
TERSELESAIKAN
Sri Wuryan Aziz, (2000:57)
Memperhatikan bagan tahapan atau prosedur penelitian tindakan kelas yang disajikan pada
halaman sebelumnya, terlihat bahwa aktifitas penelitian tindakan berlangsung dari siklus ke
siklus selanjutnya. Begitu pun juga pada penelitian yang penulis akan lakukan kali ini
direnacakan dan diupayakan kegiatan tindakan yang dilakukan dapat terselesaikan dengan baik
dalam dua siklus saja. Oleh sebab itu, dalam perencanaannya, prosedur kegiatan tindakan yang
akan dilakukan didesain seoptimal mungkin bersama mitra peneliti (Guru) dan pengamatannya
disesuaikan dengan perubahan-perubahan yang ingin dicapai seperti apa yang telah didesain
dalam aspek-aspek yang akan diamati mengenai faktor perkembangan kreatifitas anak RA/TK
Al-Mu’minin Kendari.
Dalam pelaksanaan penelitian tindakan ini, langkah-langkah prosedur kegiatan yang akan
dilakukan juga mengikuti tahapan kegiatan sebagaimana yang nampak terlihat pada gambar
skema di halaman sebelumnya. Secara garis besar menurut gambar tersebut, tahapan atau
prosedur kegiatan dalam penelitian tindakan ini yakni: (1) Perencanaan kegiatan dan tindakan
yang akan dilakukan; (2) Pelaksanaan tindakan (dalam proses belajar-mengajar di kelas); (3)
Pengadaaan observasi/pengamatan dan penilaian (evaluasi); dan (4) Refleksi.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada setiap tahapan prosedur tersebut, secara rinci dapat
dijabarkan sebagai berikut:
1. Kegiatan perencanaan; hal-hal yang dilakukan pada tahapan ini adalah:
a. Membuat skenario kegiatan belajar sambil bermain bagi anak dengan memanfaatkan bahan
limbah anorganik (RKH).
b. Membuat lembar daftar pengamatan atau pedoman observasi untuk dijadikan acuan pengamatan
dalam mengetahui perkembangan daya kecerdasan visual-spasial anak yang diamati, serta
bagaimana situasi atau keadaan dalam proses kegiatan pembelajaran anak yang bermain dengan
anak yang bermain dengan memanfaatkan media dari bahan limbah anorganik, baik untuk guru
RA/TK (untuk keperluan perbaikan tindakan pada setiap siklus kegiatan pembelajaran), maupun
untuk anak RA/TK guna menilai kecerdasan visual-spasialnya dalam kegiatan belajar sambil
bermain membuat pola-pola bahan limbah anorganik dan membentuknya menjadi objek seperti
yang telah diperlihatkan guru.
c. Mempersiapkan berbagai bahan limbah anorganik dan peralatan permainan serta perlengkapan
lainnya yang diperlukan dan yang dapat membantu guru dalam membimbing dan
membelajarkan anak RA/TK secara baik.
d. Mendesain alat evaluasi/penilaian yang digunakan untuk melihat dan mengetahui hasil
pelaksanaan tindakan dan perkembangan kecerdasan visual-spasial anak dalam program kegiatan
belajar sambil bermain membuat pola-pola dari bahan limbah anorganik dan membentuknya
menjadi objek seperti yang akan diperlihatkan atau dicontohkan guru.
e. Mempersiapkan pedoman untuk jurnal refleksi diri.
2. Pelaksanaan tindakan
Kegiatan yang dilakukan dalam tahapan ini adalah melaksanakan aktivitas proses belajar sambil
bermain bersama anak di dalam kelas dalam rangka mengembangkan kecerdasan visual-spasial
anak, yang sesuai dengan rencana kegiatan pembelajaran yang telah disusun dan direncanakan
sebelum tindakan dilakukan, dan tentunya dengan memilih tema yang sesuai dengan kurikulum
RA/TK dan lingkungan kehidupan sekitar anak.
3. Kegiatan Observasi dan Evaluasi
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah mengadakan observasi atau pengamatan yang
skema dan faktual terhadap pelaksanaan tindakan dalam proses kegiatan pembelajaran anak
RA/TK. Kegiatan ini dilakukan secara berkolaborasi dengan salah satu guru RA/TK Al-
Mu’minin kota Kendari, dan selanjutnya mencatat semua kejadian-kejadian penting dan
perubahan-perubahan serta hal-hal lain yang nampak dalam aktivitas mengajar dan belajar
sambil bermain anak, semaua hal ini dalam pengamatan dan pencatatannya diupayakan evaluasi
atau penilaiannya relevan dan sesuai dengan aspek-aspek pengamatan yang ingin diselidiki pada
anak.
4. Refleksi
Hasil-hasil pengamatan dan pencatatan yang diperoleh pada tahap observasi dan evaluasi
dikumpulkan serta dianalisis. Berdasarkan hasil analisis ini, dapat diketahui kelemahan dan
kekurangan yang terjadi dari tindakan yang dilakukan pada setiap kegiatan pembelajaran dalam
satu siklus. Setelah diketahui hal-hal yang dimaksud, maka diambil suatu keputusan apakah
tindakan tersebut dapat dianggap terselesaikan ataukah dipandang masih perlu perbaikan-
perbaikan sehingga siklus tindakan selanjutnya masih harus dilakukan lagi.
Lampiran 1.
Lembar Observasi Guru
Berkaitan dengan Pelaksanaan Pembelajaran Peningkatan Kecerdasan Visual-Spasial melalui Pemanfaatan Bahan Limbah Anorganik
Hari / Tanggal :
Tempat : RA/TK ‘Al-Mu’minin
Responden : Guru
No. Aspek Yang Diamati
Hasil
Pengamatan Keterangan
Ya Tidak
1. Melaksanakan Apersepsi
2. Menyampaikan materi sesuai dengan tujuan
pembelajaran mengenal bilangan yang akan
disampaikan
3. Melaksanakan prosedur peningkatan
kecerdasan visual-spasial yang akan
dilaksanakan
4. Menyediakan dan menjelaskan media yang
akan digunakan dalam peningkatan
kecerdasan visual-spasial
5. Memberikan kesempatan kepada setiap anak
untuk memanfaatkan bahan limbah
anorganik dalam proses pembelajaran
6. Melakukan evaluasi dengan mereview
materi pembelajaran kecerdasan visual-
spasial yang telah disampaikan
Kendari,
Guru Kelompok B2 Peneliti
Mengetahui,
Kepala RA/TK Al-Mu’minin
Lampiran 2.
Pedoman Observasi Anak
Berkaitan dengan Aktivitas Anak
Hari / Tanggal :
Tempat : RA/TK ‘Al-Mu’minin
Responden : Anak
No. Aspek Yang Diamati
Hasil
Pengamatan Keterangan
Ya Tidak
1. Anak mengetahui permasalahan peningkatan
kecerdasan visual-spasial yang disampaikan
2. Anak mampu memegang dan menggunakan
peralatan secara baik dan benar
3. Anak berinteraksi aktif dalam pembelajaran
4. Anak melakukan yang diperintahkan
5. Anak dapat memegang dan menggunting
bahan limbah anorganik (gelas air mineral)
hingga terbagi dua mengikuti garis lengkung
6. Anak mengemukakan hasil perlakuannya
7. Anak memberikan tanggapan terhadap
perlakuan yang telah diselesaikannya
8. Anak mampu secara kreatif memanfaatkan
bahan limbah anorganik dalam berbagai
bentuk media yang bisa meningkatkan
kecerdasan visual-spasial
9. Anak mengalami kesulitan dengan
permasalahan yang disajikan
10. Anak merapikan peralatan yang telah
digunakan
Kendari,
Guru Kelompok B2 Peneliti
Mengetahui,
Kepala RA/TK Al-Mu’minin
Lampiran 3.
Lembar Instrumen Penilaian
Instrumen Penilaian AnakMeningkatkan Kecerdasan Visual-Spasial Anak Melalui Pemanfaatan Bahan Limbah Anorganik
Pada Anak Kelompok B2 RA/TK Al-Mu’minin Kendari.
Nama Anak Didik : ………………………………
No. Indikator
Nilai Perolehan
BSB BSH MB BB
1. Anak mampu memegang dan
menggunakan peralatan gunting secara
baik dan benar
2. Anak dapat menggunting kertas karton
dan plastik membentuk 6-8 lekukan
gerigi
3. Anak dapat membuat pola gambar
kursi dan meja serta mampu
menggunting pola gambar kursi dan
meja yang telah anak buat sendiri
4. Anak dapat memegang dan
menggunting bahan limbah anorganik
(gelas air mineral) hingga terbagi dua
mengikuti garis vertikal
5. Anak dapat memegang dan
menggunting bahan limbah anorganik
(gelas air mineral) hingga terbagi dua
mengikuti garis lengkung
6. Anak dapat memegang dan
menggunting bahan limbah anorganik
(gelas air mineral) menjadi bentuk
gelang-gelang
7. Anak mampu membuat guntingan
mengikuti pola garis lurus tidak
terputus yang dibuat guru
8. Anak mampu membuat guntingan
mengikuti pola gambar bentuk
segitiga, segi empat, dan kerucut
seperti yang telah dibuat dan
ditunjukkan oleh guru
9. Dengan kecerdasan visual-spasialnya,
anak mampu membuat guntingan
membentuk 1-2 buah kursi dan meja
mengikuti pola yang telah dibuat dan
ditunjukk an guru serta mampu
menghiasinya atau mewarnainya
dengan spidol warna yang telah
disiapkan guru
10. Dengan memanfaatkan bahan limbah
anorganik, anak mampu membuat
guntingan membentuk 1-2 buah mata
angin dan mampu menghiasinya atau
mewarnainya dengan cat warna
Keterangan:
= (BSB) Berkembang Sangat Baik, jika anak mampu menunjukkan
kecerdasan visual-spasial sesuai tagihan indikator tanpa
bantuan guru.
= (BSH) Berkembang Sesuai Harapan, jika anak menunjukkan
kecerdasan visual-spasial sesuai tagihan indikator namun
terkadang masih harus diberikan bimbingan dan bantuan guru.
= (MB) Mulai Berkembang, yakni jika anak telah mampu
menampakkan kecerdasan visual-spasial sesuai tagihan
indikator namun masih sering dibimbing dan dibantu langsung
oleh guru.
= (BB) Belum Berkembang, yakni jika anak belum menampakkan
kecerdasan visual-spasial sesuai tagihan indikator pencapaian
perkembangan kecerdasan visual-spasial karena dalam
melakukannya harus selalu dibimbing dan dibantu secara
langsung dari awal oleh guru.
(Jml nilai BSB x 4) + (Jml nilai BSH x 3) + (Jml nilai MB x 2) + (Jml nilai BB x 1)Perolehan
Nilai Akhir = Anak Didik Jumlah Seluruh Indikator = 10
Sedangkan untuk mengetahui keberhasilan kinerja secara klasikal pada setiap siklus tindakan
menggunakan acuan patokan 75% secara klasikal sebagai berikut :
Jumlah anak yang memperoleh nilai bintang ( , & )
% P = X100%
Total banyaknya anak didik dalam kelas (B2)
P = Perolehan nilai klasikal
Jika : Hasil hitungan berada pada persentase 95% - 100% = BSB
Hasil hitungan berada pada persentase 85% - 94% = BSH
Hasil hitungan berada pada persentase 75% - 84% = MB
Hasil hitungan berada pada persentase di bawah 75% = BB
Lampiran 4.
RENCANA KEGIATAN HARIAN (RKH)
Meningkatkan Kecerdasan Visual-Spasial AnakMelalui Pemanfaatan Bahan Limbah Anorganik
Pada Anak Kelompok B2 Di RA/TK Al-Mu’mininKecamatan Kambu Kota Kendari
Kelompok : Kelompok B2
Semester : II
Tema / Sub Tema : Lingkungan / Peralatan Dalam Rumah
Bidang Pengembangan : Motorik Halus
Tingkat Pencapaian Perkembangan : Melakukan Eksplorasi dengan Berbagai Media dan
Kegiatan
Capaian Perkembangan : Bereksplorasi dengan Berbagai Media
: Membuat Mainan dengan Teknik Melipat,
Menggunting dan Menempel.
Hari / Tanggal : …………………………………… 2012
Waktu : ± 60 Menit
I. Tujuan
A. Tujuan Umum
Anak dengan kecerdasan visual-spasialnya dapat memanfaatkan bahan limbah anorganik yang
terbuat dari plastik yang banyak berserakan di lingkungan sekitarnya.
B. Tujuan Khusus
Anak dapat atau mampu mengembangkan kecerdasan visual-spasialnya untuk membuat bentuk
kursi, meja, dan mata angin mainan dengan memanfaatkan limbah plastik.
II. Materi, Media, Sumber Data, dan Metode
a. Materi : Meningkatkan Kecerdasan Visual-Spasial Anak
b. Media : Bahan Limbah Anorganik(aqua gelas, teh gelas, juice gelas, dan
lain sejenisnya.
c. Sumber Data : Kurikulum berdasarkan Permen 58 Tahun 2009 tentang
Standar Pendidikan Anak Usia Dini
d. Metode : Penugasan dan Hasil Karya
III. Kegiatan Pembelajaran
Pendahuluan (± 10 Menit)
1. Guru membimbing anak untuk berdo’a sebelum belajar, bernyanyi dan mengucapkan salam.
2. Guru memberi penjelasan sambil bercerita tentang macam-macam peralatan dalam rumah,
memperlihatkan dan memperagakan serta memberi contoh-contoh konkrit bagaimana mengolah
bahan limbah anorganik menjadi suatu hasil karya sesuai indikator yang dinilai dan
menghubungkan materi pembelajaran (tema dan sub tema) dengan tindakan penelitian.
Kegiatan Inti (± 40 Menit)
1. Anak mendengarkan penjelasan guru dan perhatian tertuju pada proses pembelajaran.
2. Guru menjelaskan jenis dan fungsi alat dan bahan yang akan digunakan dalam kegiatan
menggunting, mebuat pola-pola bentuk kursi, meja, dan mata angin.
3. Guru mengajak, mengarahkan dan memotivasi anak untuk bermain sambil belajar membuat
sesuatu dengan memperlihatkan atau memperagakan bagaimana mempergunakan alat (gunting)
dan bahan-bahan limbah plastik yang telah dipersiapkan dengan hati-hati dan benar untuk
membuat sesuatu (kursi, meja dan mata angin).
4. Membelajarkan, memotivasi, dan membimbing/menuntun anak bagaimana menggunting secara
hati-hati dengan menggunkan gunting agar hasil guntingan juga baik (menggunting lurus,
membelokan guntingan, menggunting dari arah berlawanan, menggunting dengan irisan kecil-
kecil, memegang bahan-bahan limbah seperti kertas, karton, plastik lalu mengguntingnya, dan
sebagainya).
5. Guru mengajak dan meminta anak untuk memperhatikan guru mengerjakan atau membuat
bentuk kursi, meja, dan mata angin dari bahan limbah plastik hingga selesai menjadi hasil karya.
6. Guru mengajak, memotivasi, dan meminta anak untuk melakukanya sendiri seperti contoh dan
cara yang telah diperlihatkan guru.
7. Dua orang guru keliling ruangan mengamati dan memperhatikan aktifitas anak-anak untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan (karena anak memengang gunting dalam bermain
sambil belajar) dan membantu anak yang mengalami kesulitan.
8. Guru terus berkeliling kelas, menyantuni anak, memberikan bantuan seperlunya, menanggapi
permintaan dan pertanyaan-pertanyaan anak, memotivasi dan menstimulasi kecerdasan visual-
spasial anak dalam memberdayakan alat dan bahan-bahan limbah anorganik untuk membuat
sesuatu, hingga waktu istrahat tiba.
9. Guru mengajak, mengarahkan dan meminta, anak untuk membersikan diri, duduk tertib, lalu
berdoa, kemudian menikmati bekalnya.
10. Guru mengajak dan mengarahkan anak untuk istrahat dan bermain bebas diluar kelas.
Kegiatan Penutup (± 10 Menit)
1. Guru mendiskusikan kegiatan anak yang telah dilaksanakan seharian.
2. Guru membimbing anak untuk bernyanyi, berdoa pulang, dan ucapkan salam.
IV. Kegiatan Evaluasi
a. Pelaksanaan evaluasi dilakukan dalam proses pembelajaran.
b. Alat Evaluasi :
= (BSB) Berkembang Sangat Baik, jika anak mampu menunjukkan
kecerdasan visual-spasial sesuai tagihan indikator tanpa
bantuan guru.
= (BSH) Berkembang Sesuai Harapan, jika anak menunjukkan
kecerdasan visual-spasial sesuai tagihan indikator
namun terkadang masih harus diberikan bimbingan
dan bantuan guru.
= (MB) Mulai Berkembang, yakni jika anak telah mampu
menampakkan kecerdasan visual-spasial sesuai
tagihan indikator namun masih sering dibimbing dan
dibantu langsung oleh guru.
= (BB) Belum Berkembang, yakni jika anak belum
menampakkan kecerdasan visual-spasial sesuai
tagihan indikator pencapaian perkembangan
kecerdasan visual-spasial karena dalam
melakukannya harus selalu dibimbing dan dibantu
secara langsung dari awal oleh guru.
Perolehan (Jml nilai BSB x 4) + (Jml nilai BSH x 3) + (Jml nilai MB x 2) + (Jml nilai BB x 1)
Nilai Akhir =
Anak Didik Jumlah Seluruh Indikator = 10
c. Hasil evaluasi tercantum pada format penilaian.
Kendari,
Guru Kelompok B2 Peneliti