proposal penelitian perilaku masyarakat
DESCRIPTION
perawatan komunitasTRANSCRIPT
1
I. Judul Penelitian
HUBUNGAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK USIA DI BAWAH 4 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BONTO BAHARI KECEMATAN BONTO BAHARI KABUPATEN BULUKUMBA
II. Ruang Lingkup
KEPERAWATAN KOMUNITAS
III. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Sehat adalah manusia yang bisa kreatif produktif, melakukan aktualisasi diri,
bekerja, menambah ilmu pengetahuan, bersosialisasi dan pada akhirnya sehat.
Sehat adalah tugas manusia, sehat dengan akal dan pikirannya, sehat
menggali pengetahuan agar manusia bebas dari penyakit, sehat sebagian
prasyarat untuk bisa dikatakan sehat secara optimal dan bertahan hidup
menjalankan tugas-tugasnya selama didunia (Achmadi, 2011). Salah satu
kalau tidak satu-satunya ’ancaman’ kesehatan dalam artian bebas penyakit
datangnya dari perilaku manusia itu sendiri, Perilaku masyarakat setidaknya
menjadi variabel utama dalam proses timbulnya kejadian penyakit pada
manusia.
Dalam membicarakan pendidikan kesehatan secara konseptual,
pendidikan kesehatan adalah upaya untuk mempengaruhi, dan atau mengajak
orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat agar melaksanakan
perilaku hidup sehat. Sedangkan pendidikan kesehatan secara operasional,
2
pendidikan kesehatan adalah semua kegiatan untuk memberikan dan atau
meningkatkan kesehatan mereka sendiri (Adnani, 2011).
Sekarang ini, di masing-masing negara banyak penyakit yang menjadi
perhatian khusus dan menjadi topik utama dalam masalah kesehatan di
Negaranya. misalnya penyakit diare yang masih merupakan masalah global
dengan derajat kesakitan dan kematian yang tinggi di berbagai negara
terutama di negara berkembang, dan sebagai salah satu penyebab utama
tingginya angka kesakitan dan kematian anak di dunia. Secara umum,
diperkirakan lebih dari 10 juta anak berusia kurang dari 5 tahun meninggal
setiap tahunnya, sekitar 20 % meninggal karena infeksi diare. Kematian yang
disebabkan diare di antara anak-anak terlihat menurun dalam kurun waktu
lebih dari 50 tahun. Meskipun mortalitas dari diare dapat diturunkan dengan
program rehidrasi/terapi cairan namun angka ke-sakitannya masih tetap
tinggi. Pada saat ini angka kematian yang disebabkan diare adalah 3,8 per
1000 per tahun, median insidens secara keseluruhan pada anak usia dibawah
5 tahun adalah 3,2 episode anak per tahun (KemenKes, 2011).
Di Indonesia sendiri, berdasarkan data laporan Surveilan Terpadu
Penyakit (STP) puskesmas dan rumah sakit (RS) secara keseluruhan angka
insidens Diare selama kurun waktu lima tahun dari tahun 2002 sampai tahun
2006 cenderung berfluktuasi dari 6,7 per 1000 pada tahun 2002 menjadi 9,6
per 1000 pada tahun 2006 ( angka insiden bervariasi antara 4,5- 25,7 per
1000). Dari Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 penyakit
3
diare menduduki urutan ke dua dari penyakit infeksi dengan angka
morbiditas sebesar 4,0% dan mortalitas 3,8%. Dilaporkan pula bahwa
penyakit Diare menempati urutan tertinggi penyebab kematian (9,4%) dari
seluruh kematian bayi. Dari data riset kesehatan dasar (Riskesdas)
Balitbangkes tahun 2007, dilaporkan bahwa prevalensi Diare 9,0%, dan
diantara 33 provinsi bervariasi antara 4,2% - 18,9%.
Penyebab utama kematian akibat diare adalah dehidrasi akibat
kehilangan cairan dan elektroit melalui tinja. Penyebab lainnya adalah
disentri, kurang gizi, dan infeksi. Organisasi kesehatan dunia (WHO)
melaporkan bahwa penyebab utama kematian pada balita adalah Diare (post
neonatal) 14% dan Pneumonia (post neo-natal) 14% kemudian Malaria 8%,
penyakit tidak menular (post neonatal) 4% injuri (post neonatal) 3%,
HIVAIDS 2%, campak 1% , dan lainnya 13%, dan kematian yang bayi <1
bulan (newborns death) 41%. Kematian pada bayi umur <1 bulan akibat
Diare yaitu 2%.16 Terlihat bahwa Diare sebagai salah satu penyebab utama
tingginya angka kematian anak di dunia.
Data survei kesehatan rumah tangga (SKRT) menunjukkan angka
kematian akibat diare pada balita pada SKRT 2003 (19%), angka ini
ditemukan lebih tinggi pada Riskesdas 2007 yaitu 25,2% dan menduduki
urutan pertama / tertinggi. Demikian pula kelompok umur 29 hari-11 bulan
(31,4%), juga menduduki urutan pertama/ tertinggi (KemKes, 2011). Dalam
hal ini ditemukan adanya peningkatan yang cukup tinggi pro-porsi kematian
4
balita akibat diare. Dari data SKRT tampak kematian akibat kejadian diare
pada balita diare tetap masih tinggi.
Masih seringnya terjadi wabah atau kejadian luar biasa (KLB) diare
menyebabkan pemberantasannya menjadi suatu hal yang sangat penting di
Indonesia, KLB diare masih terus terjadi hampir setiap musim sepanjang
musim di setiap tahun. diare hampir menyerang selurung provinsi di
Indonesia. Angka kematian yang jauh lebih tinggi dari pada kejadian kasus
diare biasa membuat perhatian para ahli kesahat tercurah pada
penananggulangan kasus diare secera cepat.
Di provinsi Sulawesi selatan perkiraan jumlah kasus diare pada tahun
2010 ialah sebanyak 339.871 penderita, diantaranya penderita lakilaki
sebenyak 166.003 orang dan perempuan sebanyak 173.871 orang. Khusus di
daerah kabupaten bulukumba jumlah kejadian diare sebanyak 16.690 kasus,
dan yang ditangani sebanyak 2,668 kasus atau 15.93%. (profil kesehatan
Sulawesi selatan, 2011).
Data dari puskesmas bonto bahari dari 9 desa di kecematan bonto
bahari kabupaten bulukumba, penderita diare dari tiga tahun terakhir
mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2010 terhitung sebanyak 293 kasus,
pada tahun 2011 sebanyak 355 kasus, dan tahun 2012 sebanyak 418 kasus.
Pada tahun 2012 jumlah penderita diare pada anak usia di bawah 4 tahun
sebanyak 227 kasus.
5
Berdasarkan data diatas maka peneliti perlu meneliti “hubungan
perilaku Masyarakat dengan kejadian diare pada anak usia di bawah 4 tahun
di wilayah kerja puskesmas Bonto Bahari kecematan bonto bahari kabupaten
Bulukumba bulan juni sampai juli tahun 2013.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah penelitian
ini adalah Hubungan perilaku masyarakat dengan kejadian diare pada anak
usia di bawah 4 tahun di wilayah Puskesmas Bonto Bahari Kecematan Bonto
Bahari Kabupaten Bulukumba.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan perilaku masyarakat dengan kejadian diare pada
anak usia di bawah 4 tahun di Puskesmas Bonto Bahari Kecematan Bonto
Bahari Kabupaten Bulukumba.
2. Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat yang
berhubungan dengan kejadinya diare pada anak usia di bawah 4 tahun
di Puskesmas Bonto Bahari Kecematan Bonto Bahari Kabupaten
Bulukumba.
2. Menganalisis hubungan pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat
dengan kejadian diare pada anak usia di bawah 4 tahun di Puskesmas
Bonto Bahari Kecematan Bonto Bahari Kabupaten Bulukumba.
6
D. Manfaat Penelitian
1. Keilmuan Keperawatan
a. Institusi Keperawatan
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan bagi
perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya disiplin ilmu
keperawatan mengenai perilaku masyarakat yang dapat menyebabkan
diare pada anak usia di bawah 4 tahun.
b. Penelitian Lanjutan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar bagi
penelitian selanjutnya untuk meneliti faktor penyebab diare yang lain.
2. Praktik
a. Puskesmas
Memberikan masukan bagi Puskesmas untuk meningkatkan upaya
promosi kesehatan yang tepat pada masyarakat mengenai penyakit
diare pada anak usia di bawah 2 tahun.
b. Keluarga / Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kesadaran kepada
keluarga/masyarakat tentang pengetahuan, sikap, dan tindakan
sehingga dapat melakukan pencegahan terhadap diare pada anak
secara dini.
IV. Tinjauan Pustaka
7
A. Tinjauan Tentang Diare Pada Anak Usia di bawah 4 tahun (Variabel
Dependen Yang Diteliti)
1. Pengertian
Diare adalah perubahan frekuensi dan konsistensi tinja. Menurut
Organisasi kesehatan dunia (WHO) pada tahun 1984 mendefinisikan
diare sebagai berak cair tiga kali atau lebih dalam sehari semalam (24
jam). Para ibu mungkin mempunyai istilah tersendiri seperti lembek, cair,
berdarah, berlendir, atau dengan muntah, ibu biasa menyebutnya
muntaber (Widoyono, 2011).
2. Patofisiologi
Diare dapat meningkatkan motilitas dan cepatnya pengosongan pada
intestinal merupakan akibat dari gangguan absorbsi dan ekskresi cairan
dan elektrolit yang berlebihan. Cairan, sodium, potasium dan bikarbonat
berpindah dari rongga ekstraseluler ke dalam tinja, sehingga
mengakibatkan dehidrasi kekurangan elektrolit dan dapat terjadi asidosis
metabolik. Transport aktif akibat rangsangan toksin bakteri terhadap
elektrolit ke dalam usus halus. Sel dalam mukosa intestinal mengalami
iritasi dan meningkatnya sekresi cairan dan elektrolit. Mikroorganisme
yang masuk akan merusak sel mukosa intestinal sehingga menurunkan
area permukaan intestinal, perubahan kapasitas intestinal dan terjadi
gangguan absorbsi cairan dan elektrolit. Peradangan akan menurunkan
kemampuan intestinal untuk mengabsorbsi cairan dan elektrolit dan
8
bahanbahan makanan. Ini terjadi pada sindrom malabsorbsi.
Meningkatnya motilitas intestinal dapat mengakibatkan gangguan
absorbsi intestinal (Surasmi, 2003).
3. Penyebab diare
Penyebab diare menurut Widoyono (2011) dapat di kelompokkan
menjadi:
a. Virus: Rotavirus (40-60%), Adenovirus.
b. Bakteri: Echerechia coli (20-30%), Shiglla sp. (1-2%), Vibrio
cholera, dan lain-lain.
c. Parasit: Entamoeba histolytica (<1%), giargia lamblia,
Criptosporodium (4-11%).
d. Keracunan makanan
e. Malabsorpsi: karbohidrat, lemak, dan protein.
f. Alergi: makanan susu sapi.
g. Imminodifisiensi: AIDS.
4. Media transmisi penyakit diare
Komponen lingkungan yang dapat memindahkan agen penyakit pada
hakikatnya ada lima komponen lingkungan yang lazim kita kenal sebagai
media transmisi penyakit (Achmadi, 2011) yakni:
a. Udara ambient.
b. Air baik di komsumsi maupun keperluan lainnya.
c. Tanah atau pangan
9
d. Binatang/serangga penular penyakit/vector
e. Manusia melalui kontak langsung
Media transmisi tidak akan memiliki potensi penyakit kalu
didalamnya tidak mengandung agen penyakit. Air dikatakan memiliki
potensi dan menjadi media transmisi kalu didalamnya terdapat bakteri
Echerechia coli, bakteri vibrio cholerae. Demikian pula, Udara dikatakan
berbahaya kalau mengandung bahan toksin, atau jamur. Udara dikatakan
sehat atau air dikatakan bersih kalau didalamnya tidak mengandung satu
atau lebih agen penyakit.
5. Jenis-jenis diare
Menurut Hidayat (2008) ada 3 jenis diare:
a. Diare cair akut
Diare cair akut memiliki 3 ciri utama:
Gejalanya dimulai secara tiba-tiba, tinjanya encer dan cair, pemulihan
biasanya terjadi 3-7 hari. Kadang kala gejalanya bias berlangsung
sampai 14 hari. Lebih dari 75 % orang yang terkena siare mengalami
diare cair akut.
b. Disentri
Disentri memiliki 2 ciri utama:
Adanya dara dalam tinja, mungkin de sertai kram perut berkurangnya
nafsu makan dan penurunan berat badan yang cepat. Sekitar 10-15 %
anak-anak yang di bawah usia lima tahun (balita) mengalami disentri.
10
c. Diare yang menetap atau persisten
Diare yang menetap atau persisten memiliki 3 ciri utama:
Pengeluaran tinja encer disertai darah, gejalla berlangsung lebih dari
14 hari dan ada penurunan berat badan
6. Gejala dan Tanda
Menurut Widoyono (2011) gejala dan tanda diare antara lain:
1. Gejala Umum
a. Berak cair atau lembek dan sering adalah gejalah khas diare
b. Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroenteritis akut
c. Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare
d. Gejala dehisrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun,
apatis, bahkan gelisa
2. Gejala Spesifik
a. Vibrio cholera: diare hebat, warnah tinja seperti cucian beras dan
berbau amis.
b. Disenteriform: tinja berlendir dan berdarah
7. Penularan
Penyakit diare sebagian besar (75 %) disebabkan oleh kuman seprti virus
dan bakteri. Menurut Widoyono (2011), penularan penyakit diare melalui
orofekal terjadi seperti mekanisme berikut ini:
a. Melalui air yang merupakan media penularan utama.
11
Diare dapat terjadi bila seseorang menggunakan air minum yang
sudah tercemar, baik tercemar dari sumbernya, tercemar selama
perjalanan sampai kerumah, atau tercemar pada saat di simpan di
rumah. Pencemaran di rumah terjadi bila tempat penyimpanan tidak
tertutup atau apabila tangan yang tercemar menyantuh air pada saat
mengambil air dari tempat penyimpanan.
b. Melalui tinja terinfeksi.
Tinja yang sudah terinfeksi mengandung virus atau bakteri dalam
jumlah besar. Bila tinja tersebut di hinggapi oleh binatang dan
kemudian binatang tersebut hunggap di makanan maka makanan itu
dapat menularkan diare ke orang yang memekannya.
8. Faktor-faktor yang meningkatkan resiko diare adalah:
a. Pada usia empat bulan bayi sudah tidak diberi ASI eksklusif lagi. Hal
ini akan meningkatkan resiko kesakitan dan kematian karena diare
karena ASI banyak mengandung zat-zat kekebalan terhadap infeksi.
b. Memberikan susu formula bayi dalam botol pemakaian botol akan
meningkatkan resiko pencemaran kuman, dan susu akan
terkontaminasi oleh kuman dari botol. Kuman akan cepat berkembang
bila susu tidak segera diminum.
c. Menyimpan makan pada suhu kamar. Kondisi tersebut akan
menyebabkan permukaan makanan mengalami kontak dengan
12
peralatan makan yang merupakan media yang sangat baik baij
perkembangan mikroba.
d. Tidak mencuci tangan pada saat masak, makan, atau sesudah buang
besar (BAB) akan memungkinkan kontaminasi langsung.
9. Komplikasi
Menurut Sudarti (2010) komplikasi akibat diare yang berkepanjangan
adalah:
a. Dehidrasi (kekurangan cairan)
Tergantung dari presentase cairan tubuh yang hilang, dehidrasi dapat
terjadi ringan, sedang atau berat.
b. Gangguan Sirkulasi
Pada diare akut, kehilangan cairan dapat terjadi dalam waktu yang
singkat. Bila kehilangan cairan ini lebih dari 10% berat badan, pasien
dapat mengalami syok atau presyok yang disebabkan oleh
berkurangnya volume cairan (hipovolemia).
c. Gangguan asam-basa (asidosis)
Hal ini terjadi akibat kehilangan cairan elektrolit (bikarbonat) dari
dalam tubuh. Sebagai kompensasinya tubuh akan bernafas cepat
untuk membantu meningkatkan pH arteri.
d. Hipoglikemia (kadar gula darah rendah)
Hipoglikemia sering terjadi pada anak yang sebelumnya mengalami
malnutrisi (kurang gizi). Hipoglikemia dapat mengakibatkan koma.
13
Penyebab yang pasti belum diketahui, kemungkinan karena cairan
ekstraseluler menjadi hipotonik dan air masuk ke dalam cairan
intraseluler sehingga terjadi edema otak yang mengakibatkan koma.
e. Gangguan Gizi Ganguan ini terjadi karena asupan makanan yang
kurang dan output yang berlebihan. Hal ini akan bertambah berat bila
pemberian makanan dihentikan, serta sebelumnya penderita sudah
mengalami kekurangan gizi (malnutrisi).
10. Pengobatan Diare pada Anak
Menurut Widjaja (2004) pengobatan diare antara lain sebagai berikut :
1. Pengobatan Medis
Pengobatan medis dilakukan setelah diketahui dengan tepat penyebab
munculnya diare. Jika penyebabnya infeksi, pengobatan hanya
ditujukan untuk menghilangkan infeksi tersebut. Dalam pengobatan
laboratorium agar diketahui dengan pasti antibiotik yang dapat
digunakan. Di samping itu, jenis antibiotik yang digunakan juga harus
disesuaikan dengan umur penderita. Pengobatan medis hanya dapat
dilakukan oleh dokter.
2. Pengobatan Dietis
Pengobatan dietis dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase puasa,
realimentasi (pemulihan), dan fase kembali ke makan semula.
a. Fase puasa
14
Pada diare ringan cukup diberi teh pahit kental ditambah garam
seujung pisau untuk mengganti cairan tubuh. Lamanya pemberian
air teh pahit kental ini biasanya 6-12 jam. Penderita dengan gejala
diare berat harus diberi cairan oralit lengkap atau cairan intravena
(infus).
b. Fase Realimentasi (Pemulihan)
Cara realimentasi tergantung dari umur dan berat badan penderita.
Bayi berumur di bawah 1 tahun, setelah menjalani puasa minum
teh, diberi ASI selama 3-5 hari, kemudian sesudah diare berhenti
diberi pisang (1 hari), selanjutnya secara berturut-turut diberi
bubur susu dan nasi tim dengan porsi sesuai dengan berat
badannya.
c. Fase Makan Biasa
Setelah terapi dietis berhasil dilaksanakan, diet anak dikembalikan
kepada porsi yang normal. Namun, pemberian makanan normal
tetap berpegang kepada tahapan-tahapan, agar anak tidak stress
atau emosional. Misalnya dengan memberikan makanan cair
terlebih dahulu, baru makanan lunak, kemudian makanan biasa.
1) Makanan Biasa
Makanan biasa diberikan kepada penderita yang badannya
normal dan sudah tidak menderita diare. Untuk penderita
15
seperti ini dapat digunakan semua bahan, hanya tidak boleh
menggunakan bumbu yang merangsang.
2) Makanan Lunak
Makanan lunak diberikan kepada penderita yang bersuhu
badan makin meninggi, dengan syarat bahan yang digunakan
tidak mengandung serat, mudah dicerna, tidak bergas, tidak
mengandung banyak minyak, tidak menggunakan bumbu yang
merangsang, dan diberikan dalam porsi kecil-kecil tapi sering.
3) Makanan Cair
a) Diberikan kepada penderita yang tidak dapat membuka
mulut secara lebar, penderita typus dengan perdarahan
usus, atau anak yang kekurangan gizi
b) Jumlah cairan harus disesuaikan dengan kalori yang
dikeluarkan tubuh dan diberikan dalam porsi kecil, lima
kali sehari
c) Bahan yang digunakan tidak merangsang (jangan diberi
bumbu pedas atau yang mengandung banyak serat)
d) Variasi warna dan rasa harus diperhatikan
e) Suhu makanan harus sesuai dengan suhu badan
f) Makanan dapat dibuat encer atau agak kental
4) Makanan Bayi
16
Bayi tetap diberi ASI, kemudian ditambah makanan
pendamping. Penyembuhan diare dengan memperhatikan
konsumsi gizi dimaksudkan agar anak tidak mengalami
kekurangan gizi. Dahulu anak yang diare dianggap tidak perlu
diberi menyembuhkan usus yang luka.
3. Pemberian ASI
Jika produksi susu ibu tidak memadai, harus dipikirkan cara
menanggulanginya agar produksi air susu meningkat. Jika tidak, harus
dicarikan alternatif pengganti ASI. Seperti sudah diketahui, diare
persisten dapat disebabkan oleh intoleransi laktosa. Maka, susu
pengganti ASI harus dipilih yang bebas laktosa atau rendah laktosa.
Bahkan, sebagian bayi ada yang tidak tahan terhadap lemak, sehingga
harus dipilihkan susu yang mengandung lemak tak jenuh. Ada juga
bayi yang intoleransi gula (karbohidrat). Ia harus diberi susu yang
rendah gula. Makanan bayi berupa susu formula sudah banyak
diperjual-belikan, terutama di perkotaan. Berbeda dengan yang hidup
di pedesaan, yang menjadikan ASI sebagai satu-satunya pilihan.
Itulah sebabnya, ASI harus ditingkatkan produksinya.
4. Memberi Makanan Tambahan
Makanan tambahan harus diberikan secara tepat. Biasanya, makanan
tambahan diberikan setelah bayi berumur 6 bulan. Makanan tambahan
yang diberikan terlalu cepat akan menganggu perkembangan lambung
17
atau usus bayi. Makanan tambahan dapat berupa buahbuahan, biskuit,
bubur susu, dan nasi tim. Pemberian makanan terlalu dini, selalu
dapat menyebabkan gangguan lambung juga akan menyebabkan anak
kekenyangan, sehingga tidak mau lagi minum ASI. Karena itu,
pemberian makanan tambahan boleh diberikan setelah bayi berusia 6
bulan, setelah enzim pencernaannya terbentuk dengan sempurna.
Makanan tambahan yang hendak diberikan kepada bayi
hendaknya diperkenalkan sedikit demi sedikit untuk membina selera
makan bayi. Pemberiannya harus dilakukan ketika bayi sedang lapar
atau tidak sedang mengalami diare. Ada pun makanan tambahan yang
dapat diberikan pada usia tersebut berupa biskuit, agar-agar, dan sari
buah (jeruk, tomat, alpukat, apel, pepaya, atau pisang ambon).
11. Pencegahan
Menurut Widoyono (2011) penyakit diare dapat dicegah melalui promosi
kesehatan, antara lain:
a. Menggunakan air bersih. Tanda-tanda air bersih adalah “3 tidak”,
yaitu tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa
b. Memasak air sampai mendidih sebelum diminum untuk mematikan
sebagian besar kuman penyakit
c. Mencuci tangan dengan sabun pada waktu sebelum makan, sesudah
makan, dan sesudah buang air besar (BAB)
d. Memberikan ASI pada anak sampai berusia dua tahun
18
e. Menggunakan jamban yang sehat
f. Membuang tinja bayi dan anak dengan benar
B. Tinjauan Tentang Perilaku Masyarakat (Variabel Independen yang Diteliti)
1. Konsep Perilaku
Perilaku menurut Suryani (Machfoedz dan Suryani, 2003) dalam buku
Adnani (2011) adalah aksi dari individu terhadap reaksi dari hubungan
dengan lingkungannya. Dengan kata lain, Perilaku baru terjadi apabila
ada suatu rangsangan yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi. Jadi,
suatu rangsangan tertentu akan manghasilkan reaksi berupa Perilaku
tertentu.
Untuk kepentingan kerangka analisis dapat dikatakan bahwa
perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh mahluk hidup, baik yang
diamati secara langsung atau tidak langsung (Notoadmodjo 1997).
Skinner menegaskan dalam buku Notoatmodjo (1997) bahwa
Perilaku itu merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan
respon.
2. Bentuk Perilaku
Secara operasiona, Perilaku dapat diartikan sebagai respon seseorang
terhadap rangsangan dari luar subyek tersebut. Menurut Adnani (2011)
bentuk Perilaku ada 2 yaitu:
a. Bentuk pasif (respon internal): terjadi di dalam diri manusia dan tidak
secara langsung dapat terlihat oleh orang lain. Misal: berpikir,
19
tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan. Perilaku masih
terselubung.
b. Bentuk aktif, yaitu apabila Perilaku tersebut jelas dapat di observasi
secara langsung. Oleh karena itu Perilaku mereka sudah tanpak dalam
tindakan nyata.
Perilaku manusia sebagian besar adalah Perilaku yang dibentuk,
atau Perilaku yang dipelajari. Menurut Adnani (2011) cara membentuk
Perilaku agar sesuai dengan yang diharapkan adalah:
a. Pembentukan Perilaku dengan kebiasaan (conditioning)
b. Cara pembentukan Perilaku dengan membiasakan diri untuk
berperilaku seperti yang diharapkan, akan terbentuk perilaku tersebut.
Misalnya: membiasakan diri untuk bangun pagi atau menggosok gigi
sebelum tidur.
c. Bentuk perilaku dengan pengertian (insight)
Cara membentuk perilaku ini didasarkan atas teori belajar kognitif,
yaitu belajar dengan disertai adanya pengertian. Misalnya: datanga
kuliah jangan sampai terlambat karena dapat mengganggu teman-
temanyang lain atau bila naik motor harus pakai helm karena untuk
keamanan diri.
d. Pembentukan perilaku dengan menggunakan model
Cara ini didasarkan atas teori belajar sosial (social learning theory)
atau observational learning theory. Misalnya: orang tua sebagai
20
contoh anak-anaknya atau pemimpin sebagai panutan yang
dipimpinnya
3. Aspek Perilaku Dalam Upaya Kesehatan
Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit adalah cara manusia
berespon baik secara pasif (mengetahui, bersikap dan mempersepsi
tentang suatu penyakit yang ada pada dirinya dan di luar dirinya) maupun
secara aktif (praktek) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit
tersebut.
Upaya kesehatan yang dilakukan untuk mewujudkan kesehatan
seseorang di selenggarakan dengan empat macam pendekatan yaitu
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan
penyakit (preventive), penyembuhan penyakit (kurative) dan pemulihan
kesehatan (rehabilitative) (Depkes RI, 1992). Dengan sendirinya perilaku
dalam upaya kesehatan meliputi empat hal tersebut yaitu:
a. Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan
(health promotion behaviour) misalnya makan makanan bergizi.
b. Perilaku pencegahan penyakit (prevention behaviour) merupakan
respon untuk pencegahan penyakit, misalnya imunisasi, termasuk juga
perilaku untuk tidak menularkan penyakit kepada orang lain.
c. Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan (health seeking
behaviour) dan penyembuhan penyakit (kuratif behaviour) yaitu
perilaku untuk melakukan atau mencari pengobatan misalnya dengan
21
usaha mengobati sendiri penyakitnya, pengobatan ke fasilitas
kesehatan modern maupun pengobatan ke fasilitas tradisional.
d. Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health
rehabilitation behaviour) yaitu perilaku yang berhubungan dengan
usaha-usaha pemulihan kesehatan.
4. Domain Perilaku
Menurut Benyamin Bloom membagi perilaku terdiri dari ranah kognitif
(cognitive domain), ranah afektif (affective domain) dan ranah psikomotor
(psycomotor domain). Untuk kepentingan pengukuran, pengukuran
Perilaku dari ranah kognitif diukur dari pengetahuan, ranah afektif diukur
dari sikap dan ranah psikomotor dari tindakan atau ketrampilan yang
dilakukan.
a. Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar menjawab
pertanyaan “what”, misalnya apa air, apa manusia, apa alam, dan
sebagainya (Notoadmodjo, 2012)
Pengetahuan adalah sesuatu bangunan statis yang berisi fakta–
fakta yang dibangun secara bertahap, langkah demi langkah dan
mencakup tentang ide bahwa pengetahuan merupakan sebuah cara
pandang terhadap sesuatu, sebuah perspektif yang belum tentu benar,
tetapi cukup baik sampai ditemukan sesuatu yang cukup baik (Kate
dan Barbara, 1992).
22
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Over Behaviour),
karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari
oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari perilaku yang tidak
didasari oleh pengetahuan.
Menurut Benyamin Bloom pengetahuan yang dicakup dalam
domain kognitif mempunyai enam tingkatan yakni:
1. Tahu (know) tahu diartikan sebagai mengingat sebagai mengingat
suatu materi yang telah dipelajari. Termasuk dalam pengetahuan,
tingkat ini adalah mengingat kembali (Recall) terhadap sesuatu
yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima, oleh sebab itu “tahu “ ini adalah merupakan
tingkat pengetahuan yang paling rendah.
2. Memahami (komprehensif) memahami diartikan sebagai suatu
kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang
diketahui, dan dapat diinterpretasikan materi terebut secara benar.
Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyimpulkan terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (Application) diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi
real (sebenarnya).
23
4. Analisis (Analysis) adalah sesuatu kemampuan untuk menjabarkan
materi atau suatu objek keadaan komponen-komponen, tetapi
masih dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya
satu sama lainnya.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan
seseorang yakni:
a. Pendidikan.
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan
kepribadian dan kemampuan di dalam dan diluar sekolah dan
berlangsung seumur hidup (Notoatmodjo, 1993).
Pendidikan mempengaruhi proses belajar menurut I.B Mantra
(1994) makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang
tersebut untuk menerima informasi dengan pendidikan tinggi
maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi
baik dari orang lain maupun media massa, makin banyak
informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang
didapat tentang kesehatan.
b. Pengalaman
Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan
memberikan pengetahuan dan ketrampilan yang professional serta
pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan
kemampuan mengambil keputusan yang merupakan motivasi
24
yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara
ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang
keperawatan (Jones dan Beck, 1996).
c. Dari sikap tradisional mengenai jalannya perkembangan selama
ini:
1. Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi
yang dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan
sehingga menambah pengetahuannya.
2. Tidak dapat mengerjakan kepandaian baru kepada orang yang
sudah tua karena mengalami kemunduran baik fisik maupun
mental. Dapat diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan
dengan bertambahnya usia, khususnya pada beberapa
kemampuan yang lain seperti misalnya kosakata dan
pengetahuan umum. Beberapa teori berpendapat ternyata akan
menurun cukup cepat sejalan dengan berjalan tumbuhnya usia.
b. Sikap (Attitude)
Sekap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masi tertutup
terhadap suatu stimulus atau obyek. Manifestasi dari sikap tidak
dapat langsung dilihat, tetapi hanya ditafsirkan terlebih dahulu dari
Perilaku yang tertutup (Adnani, 2011).
Sikap adalah suatu pola prilaku, tendensi dan kesiapan antisipasif
predisposisi untuk menyesuaikan diri, atau cara sederhana, sikap
25
adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan
(Azwar, 2002).
Sikap itu mempunyai 3 komponen pokok yaitu:
1. kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek
2. kehidupan nasional atau emosional terhadap suatu objek dan
3. kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).
Ketiga komponen di atas secara bersama-sama membentuk
sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh,
yang yang menjadi perang penting adalah pengetahuan, dara berpikir,
keyakinan dan emosi seseorang.
Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu:
a. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek) misalnya sikap
orang terhadap kejadian diare dapat dilihat dari kesediaan dan
perhatian terhadap ceramah-ceramah.
b. Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari
sikap. Karena dengan satu usaha untuk menjawab suatu
pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas
26
pekerjaan itu benar atau salah atau orang yang menerima ide
tersebut.
c. Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan dan mendiskusikan
dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah terindikasi sikap
tingkat tiga. Misalnya :seorang ibu yang mengajak ibu lain
(tetangga, saudaranya dan sebagainya) untuk melakukan
pencegahan penyakit diare pada anknya dengan menjaga
Lingkungan yang sehat dan bersih di rumah, adalah suatu bukti
bahwa si ibu tersebut mempunyai sikap positif terhadap anaknya.
d. Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggungjawab terhadap sesuatu yang dipilihnya dengan
segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi misalnya:
seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun mendapat
tantangan dari mertua atau dari orang tuanya sendiri. Sikap
mungkin terarah terhadap benda, orang tetapi juga peristiwa,
pandangan, lembaga, norma dan nilai.
Sikap merupakan suatu pandangan, tetapi dalam hal ini masih
berbeda dengan suatu pengetahuan yang dimiliki seseorang.
Pengetahuan mengenai suatu objek tidak sama dengan sikap terhadap
objek itu. Pengetahuan saja belum, menjadi penggerak terlebih
halnya terhadap sikap. Pengetahuan mengenai suatu objek baru
27
menjadi sikap apabila pengetahuan disertai kesiapan untuk bertindak
sesuai dengan pengetahuan objek itu sikap dapat dibentuk atau
berubah melalui berbagai macam cara.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap ialah (1) faktor
intern: yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri orang yang
bersangkutan seperti selektivitas (2) faktor ekstern merupakan faktor
yang berasal dari luar manusia yaitu:
1. Sifat objek yang dijadikan sasaran sikap
2. Kewibawaan orang yang mengemukakan suatu sikap
3. Sikap orang atau kelompok yang mendukung sikap tersebut
4. Media komunikasi yang disediakan dalam penyampaian sikap
5. Situasi pada sikap tersebut.
Struktur sikap terdiri dari tiga komponen yang saling
menunjang yaitu komponen kognitif, afektif dan konatif (Azwar,
1995).
1. Komponen kognitif
Komponen kognitif merupakan representatif apa yang dipercayai
orang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek
sikap. Sekali kepercayaan itu sudah terbentuk, maka ia akan
menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang
diharapkan dari objek tertentu. Tentu saja kepercayaan itu
28
terbentuk justru dikarenakan kurang atau tidak adanya informasi
yang benar mengenai objek yang dihadapi.
2. Komponen afeksi
Komponen afeksi merupakan perasaan yang menyangkut
emosional subjektif terhadap suatu objek sikap. Secara umum
komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki
terhadap sesuatu. Pada umumnya reaksi emosional yang
merupakan komponen afeksi ini banyak dipengaruhi oleh
kepercayaan atau apa yang kita percayai sebagai benar atau
berlaku bagi objek termaksud.
3. Komponen Konatif
Komponen Konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku
yang ada dalam diri seorang berkaitan dengan objek sikap yang
dihadapinya. Kaitan ini didasari oleh asumsi bahwa kepercayaan
dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku. Maksudnya,
bagaimana orang berperilaku dalam situasi tertentu dan terhadap
stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana
kepercayaan dan perasaan itu membentuk sikap individual.
Karena itu adalah logis untuk mengharapkan bahwa sikap
seseorang dicerminkan dalam bentuk tendensi perilaku dalam
objek. Pengertian kecenderungan berperilaku menunjukkan
bahwa komponen Afektif meliputi pula bentuk-bentuk perilaku
29
yang berupa pernyataan atau perkataan yang diucapkan oleh
seseorang. Memang kemudian masalahnya adalah tidak ada
jaminan bahwa kecenderungan untuk berperilaku itu akan benar-
benar ditampakkan dalam berperilaku yang sesuai apabila
individu berada dalam situasi yang termaksud.
Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan
sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan orang lain yang
dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan
dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu (Azwar
1995). Berikut ini diuraikan peranan masing-masing faktor tersebut
dalam ikut membentuk sikap manusia:
1. Pengalaman Pribadi
Apa yang telah dan sedang kita alami ikut membentuk dan
mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus. Tanggapan
akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat
mempunyai tanggapan dan penghayatan, seseorang harus
mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan objek
psikologis. Apakah penghayatan itu kemudian akan membentuk
sikap positif atau negatif, akan tergantung berbagai faktor.
2. Pengaruh orang lain yang di anggap penting
Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu di antara
komponen yang mempengaruhi sikap. Pada umumnya individu
30
cenderung untuk memiliki sikap dan konfirmasi atau searah
dengan sikap orang yang di anggap penting. Kecenderungan ini
antara lain di motivasi oleh keinginan untuk menghindari konflik
dengan orang yang di anggap penting tersebut.
3. Media massa
Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti
televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai
pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang
lain dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya,
media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti
yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi
baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan berfikir baru
bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Apabila cukup
kuat, akan memberi dasar efektif dalam menilai sesuatu hal
sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.
4. Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai sesuatu system
mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap di karenakan
keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam
diri individu. Pemahaman tentang baik dan buruk, garis pemisah
antara satu yang boleh dan yang tidak boleh.
c. Tindakan Practice atau Praktek
31
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt
behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata
diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan
antara lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas juga diperlukan
faktor dukungan (support) dari pihak lain, misalnya suami atau istri,
orang tua atau mertua sangat penting untuk mendukung praktek
keluarga berencana.
Tingkat–tingkat praktek :
1. Persepsi (Perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan
tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat
pertama. Misalnya seorang ibu dapat memilih makanan yang
bergizi tinggi bagi anak balitanya.
2. Respon Terpimpin (Guided Respons)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai
dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua.
Misalnya : seorang ibu dapat memasak sayur dengan benar, mulai
dari cara mencuci dan memotong-motongnya, lamanya memasak,
menutup pancinya dan sebagainya.
3. Mekanisme (Mecanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar
secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka
32
ia sudah mencapai praktek tingkat tiga. Misalnya : seorang ibu
yang sudah biasa mengimunisasikan bayi pada umur-umur
tertentu, tanpa menunggu perintah atau ajakan orang lain.
4. Adaptasi (Adaptation)
Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah
berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah
dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya
tersebut. Misalnya : ibu dapat memilih dan memasak makanan
yang bergizi tinggi berdasarkan bahan-bahan yang murah dan
sederhana.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung,
yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah
dilakukan beberapa jam, hari atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran
juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi
tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo, 2003).
5. Teori Perilaku Yang Berhubungan Dengan Kesehatan
Berbagai teori yang sudah dicoba untuk mengungkapkan factor penentu
yang dapat mempengaruhi perilaku, khususnya perilaku yang
berhubungan dengan kesehatan.
Lawrence Green (1991) pernah menganalisis perilaku manusia
dari tingkat kesehatan. Dikatakan dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu
33
faktor perilaku (behaviour causes). Perilaku itu sendiri dipengaruhi oleh
tiga faktor yaitu:
a. Faktor dasar / predisposisi (predisposing factor) yang mencakup
dalam pengetahuan, sikap, kebiasaan, kepercayaan, keyakinan,
nilai-nilai sosial dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam diri
individu dan masyarakat serta faktor-faktor demografi (umur,
jenis kelamin)
b. Faktor pendukung (enabling factor) meliputi pendidikan, status
sosial, status ekonomi, pekerjaan, sumber daya atau potensi
masyarakat seperti lingkungan fisik dan sarana yang tersedia
misalnya Puskesmas, obat-obatan, Posyandu, dan sebagainya.
c. Faktor pendorong (reinforcing factor meliputi sikap dan perilaku
dari orang lain misalnya teman, orang tua, tokoh masyarakat
serta petugas kesehatan.
Model diatas dapat digambarkan sebagai berikut:
B = f (PF, EF, RF)
Keterangan:
B: Behaviour
PF: Predisposing Factor
EF: Enabling Factor
RF: Reinforcing Factor
34
Dalam buku Achmadi (2011) menjelaskan paradigma kesehatan
lingkungan menyebutkan prognosis atau proses kejadian penyakit dapat
diuraikan kedalam 5 simpul, yakni simpul 1 kita sebut sebagai sumber
penyakit; simpul 2, komponen lingkungan yang merupakan media
transmisi penyakit; simpul 3, penduduk dengan berbagai variabel
kependudukan seperti pendidikan, Perilaku, kepadatan, gendre;
sedangkan simpul 4, penduduk yang dalam keadaan sehat atau sakit
setelah mengalami interaksi dengan komponen lingkungan yang
menggunakan agen penyakit. Sedangkan simpul ke-5 adalah semua
variabel yang memiliki pengaruh terhadap keempat simpul tersebut.
Perilaku pemajangan (Behavioral Exposure) yang termasuk pada
simpul ke-3 dari skematik paradigma kesehatan lingkungan yang
dimaksud adalah jumlah kontak antara manusia dengan komponen
lingkungan yang mengandung potensi bahaya penyakit (agen penyakit).
V. Kerangka Konsep
A. Dasar Pemikiran Variabel penelitian
a. Variabel independen
Variabel Independen adalah merupakan variabel yang mempengaruhi
atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel
dependen. Dalam penelitian ini, perilaku Masyarakat adalah variabel
independen dengan pengukurannya melalui kognitif (pengetahuan), afektif
(sikap) dan psikomotor (tindakan).
35
b. Variabel dependen
Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel dependen dalam penelitian ini
adalah kejadian diare pada anak usia di bawah 4 tahun.
B. Kerangka Konsep
Bagan 1.0 kerangka konsep penelitian hubungan perilaku Masyarakat
dengan kejadian diare pada anak usia di bawah 4 tahun
Keterangan: = variabel independen
= variabel dependen
C. Hipotesis Penelitian
Untuk mengarahkan kepada hasil penelitian ini maka dalam perancanaan
penelitian perlu dirumuskan jawaban sementara dari penelitian. Rumusan
jawaban sementara penelitian ini adalah:
1. Ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian diare pada anak usia
di bawah 4 tahun.
2. Ada hubungan antara sikap dengan kejadian diare pada anak usia di
bawah 4 tahun.
- Kognitif (pengetahuan)- Afektif (sikap)- Psikomotor (tindakan)
Kejadian diare pada anak usia di bawah 4 tahun
36
3. Ada hubungan antara tindakan dengan kejadian diare pada anak usia di
bawah 4 tahun
D. Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif
a. Variabel Dependen
Diare pada anak usia di bawah 4 tahun
kejadian buang air besar dengan konsitensi lembek hingga cair dengna
frekuensi lebih dari 3 kali sehari pada Anak usia di bawah 4 tahun.
Kriteria obyektif :
Ya: bila buang air besar dengan konsitensi lembek hingga cair dengan
frekuensi lebih dari 3 kali sehari pada Anak usia di bawah 4 tahun.
Tidak: bila buang air besar dengan konsitensi lembek hingga cair dengna
frekuensi kurang dari 3 kali sehari pada Anak usia di bawah 4
tahun.
b. Variabel Independent
Perilaku Masyarakat berdasarkan domain perilaku:
a. Pengetahuan
Pemahaman masyarakat tentang penyakit diare diantaranya
Pengertian diare, Penyebab diare, Media transmisi penyakit diare,
Jenis-jenis diare, Gejala dan Tanda diare, cara penularan , dan
komplikasi diare. Alat ukur yang di gunakan berbentuk kuesioner
dengan skor untuk jawaban benar adalah 1 dan jawaban salah adalah
37
0, untuk tingkat pendidikan dikatakan tinggi bila > 75%, tingkat
pengetahuan sedang bila 60-75%, dan rendah bila < 60%.
b. Sikap
pandangan atau tanggapan responden terhadap penyakit diare,
kesadaran dalam kejadian diare, dan cara memilih pencegahan. Alat
ukur yang di gunakan adalah kuesioner dengan skor menggunakan
skala likert di mana untuk jawaban pertanyaan positif (No. 2,3,5,7,10)
jawaban sangat setuju = 4, setuju = 3, tidak setuju = 2, dan sangat
tidak setiju = 1. Sedangka Skor untuk jawaban pertanyaan negative
(No. 1, 4, 5, 8, 9) jawaban sangat setuju = 1, setuju = 2, tidak setuju =
3, dan sangat tidak setuju = 4. Sikap dikatakan baik bila skor 30-40,
cukup bila skor 20-29, dan sikap kurang bila skor 10-19.
c. Tindakan
kegiatan atau pelaksanaan yang dilakukan oleh responden/masyarakat
dalam upaya pencegahan penyakit diare. Alat ukur yang digunakan
adalah kuosioner dengan pertanyaan hanya di srdiakan 3 jawaban atau
alternatif, yaitu untuk pertanyaan positif (No. 1,4,5,7,9) jawaban
sering = 3, kadang-kadang = 2, tidak pernah = 1. Sedangkan untuk
pertanyaan negetif (No. 2,3,6,8,10) jawaban sering = 1, kadang-
kadang = 2, tidak pernah = 3. Untuk tindakan dikatakan baik bila
jumlah skor 20-30. tindakan dikatakan buruk bila responden
menjawab pertanyaan dengan skor 10-19.
38
IV. Metode Penelitian
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini perupakan penelitian survei analitik dengan menggunakan
rancangan potong lintang atau cross sectional yaitu pengumpulan data
variabel dependen dan variabel indevenden dilakukan bersamaan.
B. Lokasi dan waktu penelitian
1. Lokasi penelitian
Peneliti memilih lokasi penelitian di puskesmas Bonto Bahari Kecematan
Bonto Bahari Kabupaten Bulukumba, dengan alasan peneliti memilih
likasi tersebut karena merupakan daerah endemis dengan angka insiden
diare pada yahun 2012 sebanyak 418 Kasus.
2. waktu penelitian
Waktu penelitian diharapkan selama 3 bulan mulai bulan juni 2013
sampai dengan agustus 2013. Waktu yang digunakan adalah untuk
pengambilan data awal, pengelolahan dan analisa data serta penyusunan
hasil penelitian.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Dalam penelitian yang menjadi obyek penelitian adalah seluruh
Masyarakat yang memiliki anak usia di bawah 4 tahun yang berada
wilayah kerja kepuskesmas Bonto Bahari kecematan bonto Bahari.
Mengingat ibu adalah orang yang paling sering di rumah dan terdekat
39
dengan anak, sehingga perilaku ibu kemungkinan besar memiliki
hubungan timbulnya kejadian diare pada anak usia di bawah 2 tahun.
Pada penelitian ini populasinya adalah ibu yang berada di wilayah kerja
Puskesmas Bonto Bahari yang memiliki anak usia di bawah 4 tahun pada
tahun 2012 yang berjumlah 227 orang.
2. Sampel
Sampel penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak usia di bawah 4
tahun dengan kejadian diare di wilayah kecematan Bonto Banari yang
berada di wilayah kerja puskesmas Bonto Bahari.
a. Besar sampel
Besar sampel di hitung berdasarkan rumus besar sampel untuk
populasi kurang dari 10.000 menurut buku Rizema (2012) yang dapat
dipergunakan untuk menentukan besar sampel, yaitu :
n= N
1−N (d2)
Ket: n = besar sampel
N = besar populasi
D = tingkat penyimpangan yang di inginkan (0.01 atau 0.05)
Diketahui besar sampel penelitian ini sebanyak 227 orang, tingkat
penyimpangan yang di inginkan dari penelitian ini sebesar 0.05,
maka ;
40
n= 227
1−277(0.052)
n= 2271+277 ( 0.0025 )
n= 2271.6925
n=134 oran g
Jadi, besar sampel dalam penelitian ini adalah 134 orang.
b. Tehnik Pengambilan Sampel
Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan cara
Systematic random sampling dalam buku Notoatmodjo (2012), yaitu
dengan membuat daftar anggota populasi secara acak antara 1 sampai
sampai dengan banyaknya populasi. Kemudian membagi jumlah
populasi dengan besar sampel yang di inginkan, hasilnya sebagai
angka interval, maka setiap kelipatan angka interval adalah sampel
yang di ambil.
D. Pengumpulan data
1. Tekhnik pengumpulan data
Cara pengumpulan data pada penelitian ini ialah Metode survey dengan
instrumen menggunakan kuisioner yang terdiri dari 5 pertanyaan untuk
data variabel dependen (diare pada anak usia di bawah 4 tahun) dimana
pertanyaan ini digunakan untuk mengetahui kejadian dan informasi
tentang diare pada anak usia di bawah 4 tahun dengan skala ukur
41
menggunakan skala nominal. Untuk data variabel independen
(pengetahuan, sikap, dan tindakan) masing-masing terdiri dari 10
pertanyaan tertutup (Closed Ended) dengan bentuk pertanyaan multiple
choise dengan skala ukur menggunakan skala ordinal.
2. Uji validasi dan reliabilitas
E. Pengelolahan data
Pengelolahan data pada penelitian ini menggunakan tekhnik komputerisasi
yaitu dengan program SPSS.
F. Analisa data
1. Analisa univariat
Analisa univariat dilakukan dengan melihat distribusi frekuensi dari
msing-masing kategori variabel dependen (kejadian diare pada anak usia
di bawah 4 tahun) dan variabel independen (pengetahuan,sikap,dan
tindakan).
2. Analisa bivariat
Analisa bivariate bertujuan untuk melihat hubungan antara masing-
masing variabel independen (pengetahuan, sikap, dan tindakan) terhadap
variabel dependen (kejadian diare pada anak usia di bawah 4 tahun)
dengan uji khorelasi kai kuadrat (Chi Square).
G. Etika penelitian
42
Etika penelitian keperawatan meliputi (pedoman penulisan slripsi edisi 9
prodi. Ilmu keperawatan STIK Makassar):
1. Informed Consent (lembar persetujuan) diberikan kepada subyek yang
akan di teliti. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan riset yang
dilakukan serta dampak yang mungkin terjadi selama dan sesudah
pengumpulan data. Jika pasien bersedia Diteliti, maka mereka harus
menandatangani lembar persetujuan tersebut, jika pasien menolak unutk
Diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghoramati hak-
haknya.
2. Anonymity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan pasien, peneliti tidak boleh mencantumkan
nama pasien pada lembar pengumpulan data, cukup dengan memberi
kode pada masing-masing lembar tersebut.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Kerahasiaan pasien dijamin oleh peneliti hanya kelompok data tertentu
saja akan disajikan atau laporan sebagai hasil riset.