proposal odhi
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin penting,
dengan dua pertiga stroke sekarang terjadi di negara-negara yang sedang
berkembang. Secara global, pada saat tertentu sekitar 80 juta orang menderita
akibat stroke. Menurut WHO setiap tahun, diperkirakan 15 juta orang tersebar
diseluruh dunia menderita stroke, dimana kurang lebih 5 juta orang meninggal dan
5 juta orang mengalami cacat permanen (Suryani, 2008).
American Heart Association (AHA) menyebutkan bahwa setiap 45 menit ada
satu orang di Amerika yang terkena serangan stroke. Stroke menduduki peringkat
ke-3 setelah penyakit jantung dan kanker. Menurut (Adams et al, 2004) setiap
tahunnya 500.000 orang Amerika terserang stroke, 400.000 orang terkena stroke
iskemik dan 100.000 orang menderita stroke hemoragik, dengan 175.000 orang
diantaranya mengalami kematian. Sedangkan di Inggris terdapat sekitar 250.000
orang yang mengalami stroke.
Menurut Riskesdas Depkes RI 2011, dalam laporannya mendapatkan bahwa di
Indonesia, setiap 1000 orang, 8 orang diantaranya terkena stroke. Stroke
merupakan penyebab utama kematian pada semua umur, dengan proporsi 15,4%.
Setiap 7 orang yang meninggal di Indonesia, 1 diantaranya karena stroke (Depkes
RI, 2011).
1
Menurut Yayasan Stroke Indonesia terdapat kecenderungan meningkatnya
jumlah penyandang stroke di Indonesia dalam dasawarsa terakhir. Berdasarkan
data dilapangan, angka kejadian stroke meningkat secara deramatis seiring usia.
Setiap penambahan usia 10 tahun sejak usia 35 tahun, resiko stroke meningkat
dua kali lipat. Sekitar lima persen orang berusia di atas 65 tahun pernah
mengalami setidaknya satu kali stroke. Berdasarkan data prevalensi hipertensi
sebagai faktor resiko utama yang makin meningkat di Indonesia adalah sekitar
95%, maka para ahli epidemiologi meramalkan bahwa saat ini dan masa yang
akan datang sekitar 12 juta penduduk Indonesia yang berumur diatas 35 tahun
mempunyai potensi terkena stroke (Yastroki, 2011).
Dari data yang diperoleh di Irina F Neuro BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado, pada tahun 2013 dari bulan Januari – Maret tercatat ada 69 pasien stroke.
Stroke Hemoragik 16 orang dan stroke Iskemik 53 orang (Buku registrasi pasien
Irina F Neuro BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado).
Berdasarkan penelitian oleh Herin Mawarti dan Farid mengenai Pengaruh
Latihan ROM (Range Of Motion) pasif terhadap peningkatan kekuatan otot pada
pasien stroke pada tahun 2013, terbukti adanya pengaruh yang signifikan dari
Latihan ROM pasif terhadap peningkatan kekuatan otot pada pasien stroke
(Mawarti & Farid , 2013).
Penderita stroke dapat mengalami kesulitan saat berjalan karena gangguan
pada kekuatan otot, keseimbangan dan koordinasi gerak, sehingga kesulitan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari. Latihan gerak mempercepat penyembuhan pasien
stroke, karena akan mempengaruhi sensasi gerak di otak (Irdawati, 2008).
2
Dari sekian banyak pasien stroke yang dirawat inap, dapat terlihat para pasien
stroke yang mengalami kondisi kelemahan otot sendi. Berdasarkan kondisi
tersebut, saya tertarik untuk melakukan penelitian tentang memberikan Latihan
range of motion (ROM) kepada pasien stroke yang berada di ruang inap Irina F
Neurologi BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah Apakah ada Pengaruh Latihan ROM (Range Of Motion) terhadap kekuatan
otot sendi pasien stroke di BLU RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui Pengaruh Latihan ROM terhadap kekuatan otot sendi
pasien stroke di BLU RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui kekuatan otot sendi sebelum latihan ROM dilakukan pada
pasien stroke.
b. Mengetahui kekuatan otot sendi sesudah latihan ROM dilakukan pada
pasien stroke.
c. Mengetahui kemampuan otot sendi sebelum dan sesudah latihan ROM
pada pasien stroke.
3
D. Manfaat Penelitian
1. Perkembangan Ilmu Keperawatan
Bila didalam penelitian ini terbukti ada pengaruh latihan range of motion
terhadap kekuatan otot sendi pada pasien stroke, penelitian ini dapat dijadikan
bahan acuan dalam perkembangan ilmu keperawatan di era globalisasi saat ini.
2. Aplikasi Ilmu Keperawatan
Bila didalam penelitian ini terbukti ada pengaruh latihan range of motion
terhadap kekuatan otot sendi pada pasien stroke, penelitian ini dapat
menambah wawasan bagi perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan
tebaik kepada pasien khususnya pasien stroke yang berada di Irina F Neuro
BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
3. Penelitian Keperawatan
Dengan hasil penelitian ini dapat menambah bahan referensi dan dapat
memberikan ide-ide baru bagi penelitian keperawatan selanjutnya mengenai
pengaruh latihan ROM terhadap kekuatan otot sendi pada pasien stroke.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Stroke
Stroke merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau
tanda klinis yang berkembang dengan cepat yang berupa gangguan fungsional
otak fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam (kecuali da
intervensi bedah atau membawa kematian), yang tidak disebabkan oleh sebab
lain selain penyebab vaskuler (Gofir, 2009).
Stroke adalah cedera vaskular akut pada otak. Ini berarti bahwa stroke
adalah suatu cedera mendadak dan berat pada pembuluh-pembuluh darah otak.
cedera dapat disebabkan oleh sumbatan bekuan darah, penyempitan pembuluh
darah, sumbatan dan penyempitan, atau pecahnya pembuluh darah. Semua ini
menyebabkan kurangnya pasokan darah yang memadai (Feigin, 2007). Otak
yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dari zat makanan menjadi
terganggu. Kekurangan pasokan oksigen ke otak akan memunculkan kematian
sel saraf (neuron) (Pinzon & Asanti, 2010).
Stroke adalah kedaruratan medik. Semakin lambat pertolongan medis
diperoleh akan seemakin banyak kerusakan sel saraf yang terjadi. Penelitian
eksperimen mental menunjukan bahwa setiap menit ada kerusakan 1,9 juta sel
saraf pada stroke yang belum mendapat terapi. Perhimpunan stroke di
5
Amerika Serikat mengungkapkan istilah “brain attack”. Hal ini untuk
menunjukkan bahwa kedaruratan stroke adalah sama dengan serangan
jantung/heart attack (Pinzon & Asanti, 2010).
Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang
disebabkan terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada
siapa dan kapan saja (Mutaqqin, 2008). Stroke adalah sindrom yang terdiri
dari tanda/atau gejala hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal (atau global)
yang berkembang cepat (dalam detik atau menit). Gejala-gejala ini
berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian (Ginsberg, 2008).
Namun, seseorang dikatakan mengalami serangan iskemik sesaat (transient
ischemic attack atau TIA) jika semua gejala lenyap dalam 24 jam.
2. Patofisiologi Stroke
Setiap kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi darah pada otak
akan menyebabkan keadaan hipoksia. Hipoksia yang berlangsung lama dapat
menyebabkan iskemik otak. Iskemik yang terjadi dalam waktu yang singkat
kurang dari 10-15 menit dapat menyebabkan defisit sementara dan bukan
defisit permanen. Sedangkan iskemik yang terjadi dalam waktu lama dapat
menyebabkan sel mati permanen dan mengakibatkan infark pada otak.
Setiap defisit lokal permanen akan bergantung pada daerah otak mana
yang terkena. Daerah otak yang terkena akan menggambarkan pembuluh
darah otak yang terkena. Pembuluh darah yang paling sering mengalami
iskemik adalah arteri serevral tengah dan arteri karotis interna. Defisit fokal
6
permanen dapat tidak diketahui jika klien pertama kali mengalami iskemik
otak total yang dapat teratasi.
Jika aliran darah ke tiap bagian otak terhambat karena trombus atau
emboli, maka mulai terjadi kekurangan suplai oksigen ke jaringan otak.
Kekurangan oksigen dalam satu menit dapat menunjukkan gejala yang dapat
pulih seperti kehilangan kesadaran. Sedangkan kekurangan oksigen dalam
waktu yang lebih lama menyebabkan nekrosis mikroskopik neuron-neuron.
Area yang mengalami nekrosis disebut infark.
Gangguan peredaran darah otak akan menimbulkan gangguan
metabolisme sel-sel neuron, di mana sel-sel neuron tidak mampu menyimpan
glikogen sehingga kebutuhan metabolisme tergantung dari glukosa dan
oksigen yang terdapat pada arteri-arteri yang menuju otak.
Perdarahan intrakranial termasuk perdarahan ke dalam ruang
subarakhnoid atau kedalam jaringan otak itu sendiri. Hipertensi
mengakibatkan timbulnya penebalan dan degeneratif pembuluh darah yang
dapat menyebabkan rupturnya arteri serebral sehingga perdarahan menyebar
dengan cepat dan menimbulkan perubahan setempat serta iritasi pada
pembuluh darah otak.
Perdarahan biasanya berhenti karena pembentukan trombus oleh fibrin
trombosit dan oleh tekanan jaringan. Setelah 3 minggu, darah mulai
direabsorbsi. Ruptur ulangan merupakan resiko serius yang terjadi sekitar 7-
10 hari setelah perdarahan pertama.
7
Ruptur ulangan mengakibatkan terhentinya aliran darah ke bagian
tertentu, menimbulkan iskemik fokal, dan infark jaringan otak. hal tersebut
dapat menimbulkan geger otak dan kehilangan kesadaran, peningkatan
tekanan cairan serebrospinal (CSS), dan menyebabkan gesekan otak (otak
terbelah sepanjang serabut). Perdarahan mengisi ventrikel atau hematoma
yang merusak jaringan.
Perubahan sirkulasi CSS, obstruksi vena, adanya edema dapat
meningkatkan tekanan intrakranial yang membahayakan jiwa dengan cepat.
Peningkatan tekanan intrakranial yang tidak diobati mengakibatkan herniasi
unkus atau serebellum. Di samping itu, terjadi bradikardia, hipertensi
sistemik, dan gangguan pernapasan.
Darah merupakan bagian yang merusak dan bila terjadi hemodialisa,
darah dapat mengiritasi pembuluh darah, meningen dan otak. Darah dan
vasoaktif yang dilepas mendorong spasme arteri yang berakibat menurunnya
perfusi serebral. Spasme serebri atau vasospasme biasa terjadi pada hari ke-4
sampai ke-10 setelah terjadinya perdarahan dan menyebabkan konstriksi
arteri otak. Vasospasme merupakan komplikasi yang mengakibatkan
terjadinya penurunan fokal neurologis, iskemik otak, dan infark (Suratun et
al, 2008).
3. Klasifikasi Stroke
Stroke dapat dibagi menjadi 2 kategori utama yaitu, stroke perdarahan
dan stroke iskemik. Dua kategori ini merupakan suatu kondisi yang
berlawanan. Pada stroke hemoragik kranium yang tertutup mengandung darah
8
yang terlalu banyak, sedangkan pada stroke iskemik terjadinya gangguan
ketersediaan darah pada suatu area diotak dengan kebutuhan oksigen dan
nutrisi area tersebut. Setiap kategori dari stroke dapat dibagi menjadi beberapa
subtipe, yang masing-masing mempunyai strategi penanganan yang berbeda
(Gofir, 2009).
a. Stroke Iskemik
Stroke Iskemik disebabkan oleh trombus atau emboli yang menyumbat
aliran darah dalam pembuluh darah serebri. Sekitar 80-85% dari semua stroke
merupakan stroke iskemik (Oman et al, 2008).
Stroke iskemik dapat dibagi lagi berdasarkan lokasi penggumpalan,
yaitu stroke iskemik trombiotik dan iskemik embolik.
1) Stroke Iskemik Trombiotik
Stroke trombiotik ini terjadi akibat oklusi aliran darah, biasanya
karena aterosklerosis berat. Seringkali, individu mengalami satu
atau lebih serangan iskemik sementara (transient ischemic attack,
TIA) sebelum stroke trombotik yang sebenarnya terjadi (Corwin,
2009).
2) Stroke Iskemik Embolik
Stroke embolik ini merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh bekuan darah, lemak, dan udara. Pada umumnya, emboli
berasal dari trombus di jantung yang terlepas dan menyumbat
9
sistem arteri serebri. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala
tibul kurang dari 10-30 detik (Mutaqqin, 2008).
b. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan intraserebrum atau
hematom intraserebrum) atau ke dalam ruangan subaraknoid, yaitu ruang
sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak
(disebut hemoragia subaraknoid). Ini adalah jenis stroke yang paling
mematikan, tetapi relatif hanya menyusun sebagian kecil dari stroke total: 10-
15% umtuk perdarahan intraserebrum dan sekitar 5% untuk perdarahan
subaraknoid (Feigin 2007).
Stroke hemoragik dibagi menjadi dua :
1) Stroke Hemoragik Intraserebral
Perdarahan Intraserebral (PIS) : Perdarahan primer yang berasal
dari pembuluh darah dalam parenkim otak (Dewanto et al, 2009).
2) Stroke Hemoragik Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid (PSA) : Keadaan terdapatnya atau
masuknya darah kedalam ruangan subaraknoid karena pecahnya
aneurisma,AVM (arteriovenosus malformation), atau sekunder
dari PIS (Dewanto et al, 2009).
10
4. Faktor Resiko Terjadinya Stroke
Pada saat awal serangan stroke, selain menegakkan diagnosis
untuk menentukan terapi stroke, pelacakan faktor-faktor resiko juga
penting untuk prevensi primer sebagai pencegahan perburukan stroke
maupun prevensi sekunder untuk mencegah stroke berulang (Gofir,2009).
Menurut (Wahyu, 2009) Faktor resiko tersebut dikelompokkan
menjadi dua : Pertama, faktor resiko stroke yang tidak dapat diubah yaitu :
a. Usia
b. Jenis Kelamin
c. Riwayat Keluarga
d. Ras atau Etnis
Kedua, faktor resiko stroke yang dapat diubah :
a. Hipertensi
b. Kebiasaan merokok
c. Penyakit dan kelainan irama jantung, dan
d. DM tipe II
5. Komplikasi Stroke
Komplikasi lain terjadi pada pasien yang terpaksa harus terus
berbaring disebabkan parahnya akibat serangan stroke. Ini menimbulkan
masalah-masalah emosional dan fisik, antara lain :
11
a. Dekubitus : luka-luka lecet pada bagian tubuh yang tergencet karena
pasien tidak dapat bergerak, misalnya pinggul, bokong, sendi kaki,
sendi tumit. Untuk menghindariny, pasien harus sering digerakkan atau
diganti posisi tidurnya.
b. Bekuan darah : mudah terjadi pada kaki yang lumpuh; penumpukkan
cairan dan pembengkakan; dan embolisme paru-paru.
c. Pneumonia : disebabkan pasien tidak dapat menelan dengan baik dan
juga tidak dapat batuk. Akibatnya cairan terkumpul di paru-paru yang
bisa menimbulkan infeksi.
d. Kaku pada otot sendi : disebabkan terlalu lama dalam posisi berbaring.
Diperlukan fisioterapi untuk mengurangi kekakuan tersebut.
e. Stress : disebabkan ketidakberdayaan yang dialami pasien yang tentu
saja mengkhawatirkan masa depannya. Untuk itu diperlukan bantuan
psikolog.
f. Nyeri pundak dan dislokasi : keadaan pangkal bahu yang lepas dari
sendinya. Ini disebabkan otot disekitar bahu yang mengontrol sendri
dapat rusak karena gerakan saat berganti pakaian atau sedang ditopang
orang lain. Sebaiknya lengan digendong dengan kain agar tidak dalam
keadaan terkulai (Waluyo, 2009).
B. Tinjauan Umum ROM (Range Of Motion)
1. Pengertian
Range Of Motion adalah gerakan dalam keadaan normal dapat dilakukan
oleh sendi yang bersangkutan (Suratun et al, 2008)
12
Latihan yang dilakukan untuk meningkatkan fungsi sistem
muskuloskeletal yang terdiri dari tulang-tulang skeletal yang menempel pada
sendi dan otot-otot skeletal yang menempel pada dua tulang sendi untuk
mencapai gerakan masksimum yang dapat dicapai atau dilakukan oleh sendi.
Jenis-jenis ROM sangat banyak dan bervariasi pada masing-masing orang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ROM seseorang adalah keturunan, pola
perkembangan, ada atau tidaknya penyakit kronis yang diderita, jenis aktivitas
fisik yang dilakukan, koordinasi gerakan (yang dipengaruhi dari sistem syaraf
pusat (NASS, 2007).
Latihan ROM (Range Of Motion) merupakan istilah baku untuk
menyatakan batas atau batasan gerak sendi yang normal dan sebagai dasar
untuk menetapkan adanya kelainan ataupun untuk menyatakan batas gerak
sendi yang abnormal (Mutaqqin, 2008).
2. Jenis – Jenis Latihan ROM
a) Pasif ROM, klien tidak mampu melakukan latihan, tanpa bantuan
orang lain.
b) Aktif-assistif ROM, klien mampu melakukan latihan dengan bantuan
orang lain.
c) Aktif ROM, klien mampu melakukan latihan tanpa bantuan apapun
dari orang lain.
d) Resistif ROM, klien mampu melakukan latihan dan menunjukkan
pergerakkan dengan mampu menahan beban atau memberikan tahanan
yang berlawanan dengan orang lain.
13
3. Tujuan ROM (NASS, 2007).
a) Mempertahankan atau memelihara kekuatan otot.
b) Memelihara mobilitas persendian.
c) Merangsang sirkulasi darah.
d) Mencegah terjadi kelaian bentuk.
4. Prinsip dasar Latihan ROM (range of motion) yaitu :
a) Latihan dilakukan 5 kali sahari dalam waktu 10 menit dan dilakukan
sebanyak 8 kali latihan (Brunner, 2008).
b) ROM dilakukan perlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan
pasien (Heryati, 2008).
c) Dalam merencanakan program latihan ROM, perhatikan umur pasien,
diagnosis, tanda vital, dan lamanya tirah baring (Heryati, 2008).
d) Bagian-bagian tubuh yang dapat dilakukan ROM adalah leher, jari,
lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki (Heryati, 2008).
e) ROM dapat dilakukan pada semua persendian atau hanya pada bagian-
bagian yang dicurigai mengalami proses penyakit (Heryati, 2008).
f) Dalam melakukan latihan tidak boleh memaksakan sendi melebihi
kemampuannya (Potter & Perry, 2002).
g) Melakukan ROM harus sesuai waktunya, misalnya setelah mandi atau
perawatan rutin telah dilakukan (Potter & Perry, 2002).
14
5. Jenis-jenis Latihan ROM (Carpenito, 2009).
a) Latihan ROM pasif
Gerakan otot klien yang dilakukan dengan bantuan orang lain.
b) Latihan ROM aktif
Kontraksi otot secara aktif melawan gaya gravitasi, seperti mengangkat
tungkai dalam posisi lurus.
6. Sendi yang digerakkan
a) ROM Aktif
Gerakan yang dilakukan pasien di seluruh tubuh dari kepala sampai
ujung kaki oleh pasien sendiri secara aktif.
b) ROM Pasif
Gerakan yang tidak mampu dilakukan pasien secara mandiri dan
membutuhkan bantuan perawat atau ahli pada seluruh persendian.
1) Leher (fleksi/ekstensi, fleksi lateral)
2) Bahu tangan kanan dan kiri (fleksi/ekstensi, abduksi adduksi,
Rotasi bahu)
3) Siku tangan kanan dan kiri (fleksi/ekstensi, pronasi/supinasi)
4) Pergelangan tangan (fleksi/ekstensi/hiperekstensi, abduksi/adduksi)
5) Jari-jari tangan (fleksi,ekstensi/hiperekstensi, abduksi/adduksi,
oposisi)
6) Pinggul dan lutut (fleksi/ekstensi, abduksi/adduksi, rotasi
internal/eksternal)
7) Pergelangan kaki (fleksi/ekstensi, Rotasi)
8) Jari kaki (fleksi/ekstensi)
15
7. Gerakan ROM (Potter & Perry, 2012)
Bagian
Tubuh
Tipe Sendi Tipe Gerakan Rentang
(derajat)
Otot-otot Utama
Leher,
Spina
Servikal
Pivital
(putar)
Fleksi : menggerakan dagu
menempel ke dada.
Ekstensi : mengembalikan
kepala ke posisi tegak.
Hiperekstensi : menekuk
kepala ke belakang sejauh
mungkin.
Fleksi lateral : memiringkan
kepala sejauh mungkin ke
arah setiap bahu.
Rotasi : memutar kepala
sejauh mungkin dalam
gerakan sirkuler.
45ᴼ
45ᴼ
10ᴼ
40ᴼ-45ᴼ
180ᴼ
Sternocleidomastoid.
Trapezius.
Trapezius.
Sternocleidomastoid.
Sternocleidomastoid,
Trapezius.
Bahu Ball &
Socket
Fleksi : menaikan lengan
dari posisi di samping tubuh
ke depan ke posisi di atas
kepala.
Ekstensi : mengembalikan
lengan ke posisi di samping
tubuh.
180ᴼ
180ᴼ
Korakobrakhialis,
bisepbrakhialis,
deltoid, pectoralis
mayor.
Lattisimus dorsi,
teres mayor, trisep
brakhii.
Lattisimus dorsi,
16
Hiperekstensi :
menggerakan lengan ke
belakang tubuh, siku tetap
lurus.
Abduksi : menaikan lengan
ke posisi samping di atas
kepala dengan telapak
tangan jauh dari kepala.
Adduksi : menurunkan
lengan ke samping dan
menyilang tubuh sejauh
mungkin.
Rotasi dalam : dengan siku
fleksi, memutar bahu
dengan menggerakkan
lengan sampai ibu jari
menghadap ke dalam dan ke
belakang.
Rotasi luar : dengan siku
fleksi, menggerakan lengan
sampai ibu jari ke atas dan
samping kepala.
Sirkumduksi : menggerakan
lengan dengan lingkaran
45ᴼ-60ᴼ
180ᴼ
320ᴼ
90ᴼ
90ᴼ
360ᴼ
teres mayor, deltoid.
Deltoid,
supraspinatus.
Pektoralis mayor
Pektoralis
mayor,latissimus
dorsi, teres mayor,
subskapularis.
Infraspinatus, teres
mayor, deltoid.
Deltoid,
korakobrankhialis,
latissimus dorsi, teres
mayor.
17
penuh (sirkumduksi adalah
kombinasi semua gerakan
sendi ball-and-socket.
Siku Hinge Fleksi : menekuk siku
hingga lengan bawah
bergerak ke depan sendi
bahu dan tangan sejajar
bahu.
Ekstensi : meluruskan siku
dengan menurunkan tangan.
150ᴼ
150ᴼ
Bisep brakhii,
brakhialis,
brakhioradialis.
Trisep brakhii.
Lengan
bawah
Pivotal
(putar)
Supinasi : memutar lengan
bawah dan tangan sehingga
telapak tangan menghadap
ke atas.
Pronasi : memutar lengan
bawah sehingga telapak
tangan menghadap ke
bawah
70ᴼ-90ᴼ
70ᴼ-90ᴼ
Supinator, bisep
brakhii.
Pronator teres,
pronator quadratus.
Pergelangan
tangan
kondiloid Fleksi : menggerakan
telapak tangan ke sisi bagian
dalam lengan bawah.
Ekstensi : menggerakan jari-
jari sehingga jari-jari,
tangan dan lengan bawah
80ᴼ-90ᴼ
80ᴼ-90ᴼ
Fleksor karpi ulnaris,
fleksor carpi radialis.
Ekstensor, karpi
ulnaris, ekstensor
karpi radialis brevis,
18
berada dalam arah yang
sama.
Hiperekstensi : membawa
permukaan tangan dorsal ke
belakang sejauh mungkin.
Abduksi (fleksi radial) :
menekuk pergelangan
tangan miring (medial) ke
ibu jari.
Adduksi (fleksi ulnar) :
menekuk pergelangan
tangan miring (lateral) ke
arah lima jari.
89ᴼ-90ᴼ
Sampai
30ᴼ
30ᴼ-50ᴼ
ekstensor karpi
radialis longus.
Ekstensor karpi
radialis brevis,
ekstensor karpi
radialis longus,
ekstensor karpi
ulnaris.
Fleksor karpi radialis,
ekstensor karpi
radialis brevis,
ekstensor karpi
radialis longus.
Fleksor karpi ulnaris,
ekstensor carpi
ulnaris.
Jari-jari
Tangan
Condyloid
hinge
Fleksi : membuat
genggaman.
Ekstensi : meluruskan jari-
jari tangan.
Hiperekstensi :
menggerakkan jari-jari
90ᴼ
90ᴼ
30ᴼ-60ᴼ
Lumbrikales,
interosseus volaris,
interosseus dorsalis.
Ekstensor digiti
quinti proprius,
ekstensor digitorum
kommunis, ekstensor
19
tangan kebelakang sejauh
mungkin.
Abduksi : merenggangkan
jari-jari tangan satu dengan
yang lain.
Adduksi : merapatkan
kembali jari-jari tangan.
30ᴼ
30ᴼ
indicis, proprius.
Interosseus dorsalis.
Interosseus volaris.
Ibu Jari Pelana Fleksi : menggerakan ibu
jari menyilang permukaan
telapak tangan.
Ekstensi : menggerakan ibu
jari lurus menjauh dari
tangan.
Abduksi : menjauhkan ibu
jari ke samping (biasa
dilakukan ketika jari-jari
tangan berada abduksi dan
adduksi).
Adduksi : menggerakan ibu
jari kedepan tangan.
Oposisi : menyentuhkan ibu
jari ke setiap jari-jari tangan
pada tangan yang sama.
90ᴼ
90ᴼ
30ᴼ
30ᴼ
Fleksor pollisis
brevis.
Ekstensor pollisis
longus, ekstensor
pollisis brevis.
Abduktor pollisis
brevis.
Adduktor pollisis
obliquus, adduktor
pollisis transversus.
Opponeus pollisis,
opponeus digiti
minimi.
20
Pinggul Baal &
Socket
Fleksi : menggerakan
tungkai ke depan dan atas.
Ekstensi : menggerakan
kembali ke samping tungkai
yang lain.
Hiperekstensi :
menggerakan tungkai ke
belakang tubuh.
Abduksi : menggerakan
tungkai ke samping
menjauhi tubuh.
Adduksi : menggerakan
tungkai kembali ke posisi
medial dan melebihi jika
mungkin.
Rotasi dalam : memutar
kaki dan tungkai ke arah
tungkai lain.
Rotasi luar : memutar kaki
dan tungkai menjauhi
tungkai lain.
90ᴼ-120ᴼ
90ᴼ-120ᴼ
30ᴼ-50ᴼ
30ᴼ-50ᴼ
30ᴼ-50ᴼ
90ᴼ
Psoas mayor, iliakus,
iliopsoas, sartorius.
Gluteus maksimus,
semitendinosus,
semimembranosus.
Gluteus maksimus,
semitendonosus,
semimembranosus.
Gluteus medius,
gluteus minimus.
Adduktor longus,
adduktor levis,
adduktor magnus.
Gluteus medius,
gluteus minimus,
tensor fasciae latae.
Obturatorius,
intermus,
obturatorius internus,
obturatorius
eksternus.
Psoas mayor, gluteus
21
Sirkumduksi : menggerakan
tungkai melingkar.
maksimus, gluteus
maksimus, gluteus
medius, adduktor
magnus.
Lutut Hinge Fleksi : menggerakan tumit
ke arah belakang paha.
Ekstensi : mengembalikan
tungkai ke lantai.
120ᴼ-
130ᴼ
120ᴼ-130
Bisep femoris,
semitendonusus,
semimembranosus,
sartorius.
Rektus femoris,
vastus lateralis,
vastus medialis,
vastus intermedius.
Mata Kaki Hinge Dorsifleksi : menggerakan
kaki sehingga jari-jari kaki
menekuk ke atas.
Plantarfleksi : menggerakan
kaki sehingga jari-jari kaki
menekuk ke bawah.
20ᴼ-30ᴼ
45ᴼ-50ᴼ
Tibialis arterior.
Gastroknemus,
soleus.
Kaki Gliding Inversi : memutar telapak
kaki ke samping dalam
(medial).
Eversi : memutar telapak
kaki ke samping luar
(lateral).
10ᴼ atau
kurang
10ᴼ atau
kurang
Tibalias anterior,
tibialis posterior.
Peroneus longus,
peroneus brevis.
22
Jari-jari
Kaki
Condyloid Fleksi : melengkungkan
jari-jari kaki ke bawah.
Ekstensi : meluruskan jari-
jari kaki
Abduksi : meregangkan jari-
jari kaki satu dengan yang
lain.
Adduksi : merapatkan
kembali bersama-sama.
30ᴼ-60ᴼ
30ᴼ-60ᴼ
15ᴼ atau
kurang
15ᴼ atau
kurang
Fleksor digitorum,
lumbrikalis pedis,
fleksor hallusis
brevis.
Ekstensor digitorum
longus, ekstensor
digitorium brevis,
ekstensor hallusis
longus.
Abduktor hallusis,
interosseus dorsalis.
Adduktor hallusis,
interosseus plantaris.
Tabel 2.1 Gerakan-gerakan Latihan ROM (Potter & Perry, 2012).
C. Tinjauan Umum kekuatan otot sendi
Kekuatan otot adalah kemampuan tubuh untuk mengerahkan daya
maksimal terhadap obejek yang ada diluar tubuh (Lutan, 2002)
Gradasi ukuran kekuatan otot : (Suratun et al, 2008)
Skala (0-5) Karakteristik
0 (zero) Tidak ada kontraksi saat palpasi, paralisis
1 (trace) Terasa adanya kontraksi otot, tetapi tidak ada gerakan
23
2 (poor) Dengan bantuan atau menyangga sendi dapat melakukan
gerakan sendi (range of motion, ROM) secara penuh
3 (fair) Dapat melakukan gerakan sendi (ROM) secara penuh
dengan melawan gravitasi, tetapi tidak dapat melawan
tahanan
4 (good) Dapat melakukan ROM secara penuh dan dapat melawan
tahanan yang sedang
5 (normal) Dapat melakukan gerakan sendi (ROM) secara penuh dan
dapat melawan gravitasi dan tahanan
Tabel 2.2 Gradasi ukuran kekuatan otot (Suratun et al, 2008).
D. ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN STROKE. (Nugroho,
2011).
1. Pengkajian fisik (Brunner & Suddarth, 2001) :
a. Biodata
Pengkajian difokuskan pada :
Umur : karena usia di atas 55 tahun merupakan resiko tinggi serangan
stroke. Jenis kelamin : laki-laki lebih tinggi 30% di banding wanita.
Ras : kulit hitam lebih tinggi angka kejadiannya.
b. Keluhan utama
Stroke Hemoragic : klien mengatakan nyeri kepala hebat, mual dan
muntah
24
Stroke non Hemoragic : klien mengatakan tiba-tiba tidak dapat
menggerakkan salah satu anggota tubuhnya saat bangun pagi
Stroke
c. Riwayat penyakit dahulu
Hipertensi, Diabetes melitus
d. Riwayat penyakit sekarang
Stroke
2. Pemeriksaan fisik
Tekanan darah,
3. Pemeriksaan penunjang
Lab, fungsi lumbal (atas indikasi), EKG, Radiologi
4. Terapi
a. Stroke non Hemoragic:
Anti edema, Gliserol 10%, Manitol 15-20%, Antiagregasi, Platelet,
Asetosal, Nootropok, diberikan obat sekunder.
b. Stroke Hemoragic:
Anti edema, Antifibrinolitik, Rebleeding, Antispasme, Antagonis
kalsium, Nootropik.
5. Lama rawatan
a. 2 minggu untuk non hemoragic
b. 3-4 minggu untuk hemoragic, tergantung keadaan.
Diagnosa keperawatan :
25
1. Keterbatasan aktivitas dan merawat diri berhubungan dengan
kelemahan neurumuskuler
DO :
a. Penurunan kesadaran
b. Kehilangan sensai/reflek
c. Kelumpuhan
d. Tekanan darah meningkat
e. Sesak
DS:
a. Sakit kepala, kabur
b. Kesemutan, lemas
Tujuan :
Peningkatan mobilitas sampai dengan maksimal (selama dirawat)
Kriteria:
a. Tampak peningkatan mobilitas
b. Kekuatan otot meningkat
Intervensi:
a. Kaji keterbatasan aktivitas yang dialami.
b. Cegah komplikasi imobilitas : ganti posisi, latihan pernafasan, jaga
kebersihan kulit.
26
c. Ajarkan untuk melakukan latihan rentang gerak aktif/pasif (ROM)
pada anggota gerak yang sehat bila tidak ada kontra indikasi.
d. Lakukan mobilisasi progresif.
e. Beri dorongan penggunaan anggota gerak yang sakit/lemah jika
memungkinkan. Gunakan lengan yang tidak sakit untuk melatih
lengan yang sakit/lemah.
f. Observasi status penyebab kerusakan mobilitas fisik : tingkat
kerusakan neuromuskuler, kondisi klien akibat peningkatan TIK,
dll.
g. Kolaborasi dengan medis untuk penanganan medis dan fisioterapi.
2. Gangguan menelan berhubungan dengan / kelumpuhan otot-otot
menelan
DO:
a. Penurunan kesadaran
b. Apasia, pelo
c. Sulit menelan
d. Muntah
DS:
a. Leher terasa kaku
b. Susah mengunyah
Tujuan :
Klien dapat menelan tanpa aspirasi (1-3 hari)
27
Kriteria :
a. Reflek menelan baik
b. Tidak terjadi aspirasi saat makan/minum
Intervensi :
1. Kaji kemampuan menelan.
2. Beri posisi setengah duduk dengan kepala agak fleksi untuk
memudahkan proses menelan.
3. Hidangkan makanan lunak dan mudah ditelan.
4. Observasi tanda-tanda aspirasi
5. Ajarkan batuk efektif
6. Sunction kalo perlu
7. Bantu menyuapkan makanan secara perlahan
8. Kolaborasi dokter untuk pemberian terapi.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Hemiperese/hemiplegia
(Padila, 2012).
Tujuan :
Kriteria Hasil :
a. Tidak terjadi kontraktur sendi
Bertambahnya kekuatan otot
b. Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
Intervensi :
a. Ubah posisi klien tiap 2 jam
28
b. Ajarkan klien melakukan latihan gerak aktif pada ekstremitas yang
tidak sakit
c. Lakukan gerak pasif pada ekstremitas yang tidak sakit
d. Tinggikan kepala dan tangan
Rasional :
a. Menurunkan resiko terjadinya iskemia jaringan akibat sirkulasi
darah yang jelek pada daerah yang tertekan.
b. Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta
memperbaiki fungsi jantung pernapasan.
c. Otot Volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak
dilatih untuk digerakkan.
4. Resiko peningkatan TIK berhubungan dengan penambahan isi otak
sekunder terhadap hipoksia, edema otak (Padila, 2012).
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan klien tidak
mengalami peningkatan intra kranial (TIK):
a. Peningkatan tekanan darah.
b. Nadi melebar.
c. Pernafasan cheyne strokes.
d. Muntah projectile.
e. Sakit kepala hebat.
Intervensi :
a. Pantau tanda dan gejala peningkatan TIK
1. Tekanan darah
29
2. Nadi
3. Gcs
4. Respirasi
5. Keluhan sakit kepala hebat
6. Muntah projectile
7. Pupil unilateral
b. Tinggikan kepala tempat tidur 15-30 derajat kecuali ada kontra
indikasi. Hindari mengubah posisi dengan cepat.
c. Pertahankan lingkungan tenang, sunyi dan pencahayaan redup.
d. Berikan obat-obatan sesuai dengan pesanan:
1. Anti hipertensi
2. Anti koagulan
3. Analgetik
4. Vasodilator perifer
Rasional :
a. Deteksi dini peningkatan TIK untuk melakukan tindakan lebih
lanjut.
b. Meninggikan kepala dapat membantu drainage vena untuk
mengurangi kongestive vena.
c. Meningkatkan istirahat dan menurunkan rangsangan menbantu
menurunkan TIK.
d. Menurunkan tekanan darah, mencegah terjadinya trombus,
mengurangi nyeri.
30
BAB III
KERANGKA KONSEP PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
Variabel
DEPENDENT
Variabel
INDEPENDENT
Keterangan:
: Diteliti
: Punya pengaruh
: Tidak diteliti
31
Ada PengaruhLatihan
Range of MotionTidak ada
Pengaruh
- Usia- Jenis Kelamin- Hipertensi- DM tipe II- Komplikasi
Stroke- Stroke berulang
- Tirah baring lama- Dekubitus- Kaku pada otot
sendi
Kekuatan Otot Sendi Pasien
Stroke
B. Hipotesis
Ho : Tidak ada pengaruh pemberian latihan Range Of Motion dengan
kekuatan otot sendi pada pasien stroke di Irina F Neurologi BLU RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
H1 : Ada pengaruh pemberian latihan Range Of Motion dengan kekuatan
otot sendi pada pasien stroke di Irina F Neurologi BLU RSUP Prof. Dr. R.
D. Kandou Manado.
C. Variabel Penelitian
1. Variabel Independent : Latihan ROM (Range Of Motion)
2. Variabel Dependent : Kekuatan otot sendi pasien Stroke
D. Definisi Operasional
N
o
Variabel Definisi
Operasional
Alat ukur Kategori Skala
1 Variabel
Independent :
Latihan Range
Of Motion
Latihan gerak
yang dilakukan
oleh pasien
dengan bantuan
dari peneliti.
Lembar
Observasi
Nominal
2 Variabel
Dependent :
Kekuatan otot
Kekuatan otot
pasien yang
dinilai
berdasarkan
gerakan yang
dapat dilakukan
pasien tersebut
Lembar
Observasi
0 (zero) : Tidak ada
kontraksi saat palpasi,
paralisis
1 (trace) : Terasa
adanya kontraksi otot,
tetapi tidak ada
gerakan
Ordinal
32
dengan
menggunakan
Gradasi ukuran
kekuatan otot.
2 (poor) : Dengan
bantuan atau
menyangga sendi
dapat melakukan
gerakan sendi (range
of motion, ROM)
secara penuh
3 (fair) : Dapat
melakukan gerakan
sendi (ROM) secara
penuh dengan
melawan gravitasi,
tetapi tidak dapat
melawan tahanan
4 (good) : Dapat
melakukan ROM
secara penuh dan
dapat melawan
tahanan yang sedang
5 (normal) : Dapat
melakukan gerakan
sendi ( ROM) secara
penuh dan dapat
melawan gravitasi dan
tahanan
33
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini bersifat Kuasi Eksperimen dengan metode Nonequivalent
Control Group Desain. Desain satu kelompok Pre-Post Test, sebelum uji
coba dilakukan pada sebuah kelompok tanpa kelompok kontrol, dilakukan
lebih dahulu penilaian atau pengukuran pada kelompok tersebut.
Selanjutnya dilakukan uji coba kelompok dan setelah uji coba kelompok
tersebut dinilai kembali (Suryanto, 2011).
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Irina F Neurologi BLU RSUP Prof.
Dr. R. D. Kandou Manado.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan dari tanggal 03 Juni 2013 – 21 Juni
2013.
34
Kekuatan Otot pasien sebelum Latihan Range
Of Motion
Latihan Range Of Motion
Kekuatan Otot pasien setelah Latihan Range
Of Motion
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien stroke yang dirawat di
Irina F Neurologi BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, dari bulan
Januari 2013 sampai dengan Maret 2013 sebanyak 69 pasien.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang mengalami stroke
di Irina F Neurologi BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Teknik
pengambilan data sampel menggunakan cara Purposive Sampling,
pengambilan sampel yang didasarkan atas pertimbangan peneliti sendiri
dan pada kasus-kasus yang kebetulan dijumpai saja.
D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
1. Kriteria Inklusi
a) Seluruh pasien yang sedang dirawat di Irina F Neurologi BLU
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
b) Bersedia menjadi responden
c) Pasien stroke 2-3 hari setelah serangan
2. Kriteria Eksklusi
a) Pasien stroke yang akan rawat jalan
b) Pasien yang dalam kondisi tidak sadar
c) Kelainan sendi (atrofi,ankilosis dan dislokasi)
35
E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data penelitian ini adalah
Lembar observasi untuk Latihan range of motion dan kekuatan otot.
F. Prosedur Pengumpulan Data
1. Data Primer
a) Tahap awal penelitian, peneliti mendapatkan surat izin dari bagian
akademik Institusi pendidikan Program Studi Ilmu Keperawatan
Unsrat untuk dapat mengambil data di BLU RSUP Prof. R. D.
Kandou Manado.
b) Setelah itu peneliti membawa surat izin dari bagian akademik
Institusi pendidikan Program Studi Ilmu Keperawatan Unsrat
kepada kepala bagian pusat pendidikan dan penelitian di BLU
RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado.
c) Setelah surat izin dari kepala bagian pusat pendidikan dan
penelitian di BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou keluar, kemudian
surat tersebut di teruskan kepada kepala instalasi atau kepada
kepala ruangan di Irina F Neurologi.
d) Penelitian akan dimulai setelah surat persetujuan diterima oleh
kepala instalasi atau kepala ruangan Irina F Neurologi.
2. Data Sekunder
Data sekunder, penelitian yang diperoleh dari data bagian medical
record BLU RSUP Prof. Dr. R. D Kandou Manado.
36
G. Cara penelitian
Setelah mendapatkan persetujuan dari kepala ruangan dan mendapatkan
data-data penelitian di ruang Irina F Neurologi BLU RSUP Prof Dr. R. D.
Kandou Manado, maka penelitian akan dilaksanakan. Penelitian akan
dilaksanakan melalui tahap-tahap :
1. Memulai dengan memperkenalkan diri
2. Melakukan survei pendahuluan
3. Menentukan sampel sesuai kriteria Inklusi dan Eksklusi
4. Melakukan observasi awal (pre-test), yaitu mengukur kekuatan otot
pasien dengan lembar observasi Gradasi kekuatan otot
5. Setelah itu dilakukan perlakuan latihan range of motion sebanyak 2
kali sehari dengan rentang waktu latihan 10 menit untuk setiap kali
latihan dan dalam waktu 2 minggu.
6. Kemudian melakukan observasi akhir (post-test), dengan melihat ada
atau tidak pengaruh latihan range of motion terhadap kekuatan otot
pasien
H. Pengolahan dan Analisa Data
1. Pengolahan Data
Data yang dikumpulkan dari hasil yang telah diisi oleh responden,
kemudian diolah dengan tahap-tahap berikut:
a. Editing
Merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengecek kembali data-
data yang telah diisi responden sebagai bahan pelengkapan data yang
masih diperlukan.
37
b. Coding
Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi
berbentuk angka/bilangan, untuk mempermudah pengolahan data.
c. Cleaning
Merupakan pembersihan data-data yang sudah diambil apakah sudah
benar atau belum.
d. Tabulating
Merupakan pengelompokkan data menurut sifat yang dimiliki sesuai
dengan tujuan penelitian kedalam satu table.
2. Analisa Data
a. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan terhadap variabel dan hasil penelitian,
untuk menghasilkan distribusi dan presentasi dari tiap variabel
yang diteliti.
b. Analisis Bivariat
Untuk melihat adanya pengaruh latihan range of motion terhadap
kekuatan otot sendi pada pasien stroke dilakukan analisis statistik
dengan menggunakan uji statistik Wilcoxon test dengan komputer
program SPSS versi 16 dengan nilai (α = 0,05).
I. Etika Penelitian
Etika pengolahan data dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Lembar persetujuan (Informed Consent)
38
Informed Concent akan dibagikan kepada semua responden yang ada.
Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan peneliti terlebih dahulu dan
dampak yang akan terjadi nanti. Peneliti menerima segala keputusan
responden yang memilih menerima atau menolak lembar persetujuan
tersebut.
2. Tanpa nama (Anonimity)
Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak akan menulis
nama responden.
3. Kerahasiaan (Confidentialy)
Seluruh data dan informasi yang telah dikumpulkan akan dijamin
kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu saja yang
akan dilaporkan pada hasil riset kemudian seluruh data yang tidak
dibutuhkan akan dimusnahkan.
39
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Gofir, (2009). Manajemen stroke. Yogyakarta: Pustaka
Cendekia Press.
Adams, et al., (2007). American of Academy of Neurology affirms the
value of this guideline as an Quality of Care Outcomes in Research
Interdisciplinary Working.
Groups. Stroke,;38:16655-1771.
Brunner dan Suddarth, (2008). Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta:
EGC.
Carpenito, Lynda Jual. (2009). Nursing Care Plans & Documentation.
New York: ISBN.
Corwin, (2009). Buku Saku Patologi. Lippincott Williams & Wilkins,
USA.
Depkes RI, (2011) http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-
release/1703-8-dari-1000-orang-di-indonesia-terkena-stroke.html
di akses tanggal 13 mei 2013 jam 05.20 WITA.
Dewanto et al, (2009). Diagnosa & Tata laksana Penyakit Saraf.
Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC.
Ginsberg, Lionel. (2008). Lecture notes neurologi. Jakarta: Erlangga.
Irdawati,(2008). http://ejournal.undip.ac.id/index.php/mmi/article/view/
di akses tanggal 05 mei 2012 jam 08.00 WITA.
40
Lucia Parti Suryani, (2008). Gejala Stroke tidak hanya lumpuh.
http://m.suaramerdeka.com. di akses tanggal 20 mei 2013 jam
10.30 WIB.
Mawarti & Farid, (2013) http://www.google.com/jurnal.undip.ac.id
di akses tanggal 11 mei 2013 jam 00.25 WITA.
Mutaqqin, Arif. (2008). Buku ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan
gangguan sistem musculoskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
North American Spine Society, (2007): http//www// north american spine
society.com
diperoleh tanggal 20 januari 2007.
Oman et al, (2008). Keperawatan Emergency. Jakarta. Hanley & Belfus,
INC.
Philadhelpia, Pennsylvania. USA
Padila, (2012). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta.
Nuha Medika.
PSIK Universitas Sam Ratulangi, (2004). Pengantar penulisan ilmiah.
Potter & Perry, (2002). Fundamental Keperawatan: Konsep, proses, dan
praktik. Jakarta: EGC.
Potter & Perry, (2012). Fundamental Keperawatan: Konsep, proses, dan
praktik. Jakarta: EGC.
Rizaldy Pinzon, & Laksmi Asanti, (2010). Awas Stroke!. Yogyakarta:
Andi Offset.
Rusli Lutan et al, (2002). Pendidikan Kebugaran Jasmani: Orientasi
41
Pembinaan di sepanjang hayat. Jakarta: Depdiknas
Suratin & Heryati, (2008). Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Sistem Musculoskeletal. Jakarta: EGC.
Suratun et al, (2008). Pelayanan Keluarga Berencana dan Pelayanan
Kontrasepsi. Trans Info Media Jakarta.
Suryanto, (2011). Metodologi dan Aplikasi Penelitian Keperawatan.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Taufan Nugroho, (2011). Asuhan Keperawatan (maternitas, anak,
bedah, penyakit dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
Valery Feigin, (2007). Stroke. Jakarta: Buana Ilmu Populer. Kelompok
Gramedia.
Wahyu, Genis. (2009). Stroke hanya menyerang orang tua ?.Yogyakarta:
B. First.
Waluyo. S, (2009). 100 Questions & Answers Stroke.
Jakarta: Gramedia.
Yastroki, (2011) http://www.yastroki.or.id/read.php?id=340
di akses tanggal 07 mei 2013 jam 11.00 WITA.
42