proposal isi

87
PERBANDINGAN PEMAHAMAN MATEMATIK SISWA ANTARA YANG MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DENGAN MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG (Penelitian Terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 4 Rancah Kabupaten Ciamis Tahun Ajaran 2009/2010) A. Latar Belakang Masalah Percepatan arus informasi dalam era globalisasi dewasa ini menuntut semua bidang kehidupan untuk menyesuaikan visi, misi, tujuan, dan strategisnya agar sesuai dengan kebutuhan dan tidak ketinggalan zaman. Sistem pendidikan harus senantiasa dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi baik di tingkat lokal, nasional maupun global, karena melalui pendidikan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) akan semakin unggul dan kompetitif. Mengingat peran pendidikan begitu besar, sudah seharusnya bidang ini menjadi perhatian pemerintah dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas. Banyak faktor yang saling 1

Upload: saefulambari

Post on 20-Dec-2015

249 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

nj

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal Isi

PERBANDINGAN PEMAHAMAN MATEMATIK SISWA ANTARA YANG MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

JIGSAW DENGAN MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG

(Penelitian Terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 4 Rancah Kabupaten Ciamis Tahun Ajaran 2009/2010)

A. Latar Belakang Masalah

Percepatan arus informasi dalam era globalisasi dewasa ini menuntut

semua bidang kehidupan untuk menyesuaikan visi, misi, tujuan, dan strategisnya

agar sesuai dengan kebutuhan dan tidak ketinggalan zaman. Sistem pendidikan

harus senantiasa dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan yang

terjadi baik di tingkat lokal, nasional maupun global, karena melalui pendidikan

kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) akan semakin unggul dan kompetitif.

Mengingat peran pendidikan begitu besar, sudah seharusnya bidang ini

menjadi perhatian pemerintah dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia

Indonesia yang berkualitas. Banyak faktor yang saling mempengaruhi dan saling

menunjang dalam pendidikan, diantaranya adalah faktor guru, siswa, sekolah,

pemerintah, masyarakat, dan kurikulum. Pendidikan dapat dilaksanakan secara

formal maupun non formal, kegiatan utama dari pendidikan adalah proses belajar

dan mengajar.

Keberhasilan kegiatan belajar mengajar di sekolah harus ditunjang oleh

berbagai aspek, tidak terkecuali oleh peran guru yang harus bisa mengkondisikan

proses pembelajaran sebaik mungkin. Pembelajaran juga harus ditunjang oleh

model, metode, teknik, pendekatan pembelajaran yang digunakan sesuai dengan

1

Page 2: Proposal Isi

mata pelajarannya. Hal tersebut harus diterapkan pada setiap mata pelajaran

termasuk matematika.

Dalam proses belajar mengajar guru sangat berpengaruh bagi siswa untuk

memperoleh pengetahuan. Disamping pola struktur kurikulum yang baik

keberhasilan pembelajaran matematika diperlukan pula keahlian guru dalam

memilih metode dan pendekatan pembelajaran yang tepat untuk mencapai

kegiatan belajar mengajar yang efektif.

Menurut Suherman, Erman (2003 : 58), “pada umumnya masyarakat

berpandangan bahwa citra pengajaran matematika itu kurang baik. Kebanyakan

dari mereka mempunyai pengalaman yang kurang menyenangkan terhadap

pembelajaran matematika baik terhadap gurunya maupun materinya”. Sama

halnya dengan anggapan siswa terhadap pembelajaran matematika itu bervariasi,

ada yang menganggap matematika itu mudah tetapi sebagian besar siswa

menganggap matematika itu sulit. Hal ini dapat dilihat dari proses pembelajaran

yang terjadi, tidak semua siswa dapat memahami secara keseluruhan materi yang

telah disampaikan oleh guru. Kondisi tersebut berdampak pada rendahnya

pemahaman matematik siswa.

Menurut Sudjana, Nana (2009 : 24) “tipe hasil belajar yang lebih tinggi

daripada pengetahuan adalah pemahaman”. Dengan demikian ketika siswa belajar

matematika, ia harus mencapai pemahaman yang mendalam dan bermakna akan

matematika. Salah satu sasaran yang perlu dicapai siswa untuk memperoleh

pemahaman yang mendalam dan bermakna adalah memahami matematika yang

2

Page 3: Proposal Isi

dipelajarinya melalui pengkonstruksian pemahaman pengetahuan yang

dipelajarinya.

Menurut Kurniawan, Rudi (2009 : 19), “Pemahaman matematik dapat

dipandang sebagai proses dan tujuan dari suatu pembelajaran matematika”.

Pemahaman matematik sebagai proses berarti pemahaman matematik adalah

suatu proses pengamatan kognisi yang tak langsung dalam menyerap pengertian

dari konsep/teori yang akan dipahami. Sedangkan sebagai tujuan, pemahaman

matematik berarti suatu kemampuan memahami konsep, membedakan sejumlah

konsep-konsep yang saling terpisah, serta kemampuan melakukan perhitungan

secara bermakna pada situasi atau permasalahan-permasalahan yang lebih luas.

Untuk mencapai pemahaman matematik siswa, dapat digunakan

berbagai model pembelajaran, salah-satunya adalah pembelajaran kooperatif.

Pembelajaran kooperatif yaitu merupakan model pembelajaran yang lebih

menekankan pada proses pembelajaran dengan mengutamakan bekerja sama

dalam kelompok. Sesuai dengan pendapat Slavin, Robert E. (2009:4)

“pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran

dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling

membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran”. Model ini

tidak hanya unggul dalam membantu siswa memahami konsep matematika tetapi

juga sangat berguna untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, bekerja

sama dan membantu teman.

3

Page 4: Proposal Isi

Salah satu model pembelajaran kooperatif yang diterapkan adalah model

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Menurut Lie, Anita (2005:69) “Dalam

teknik jigsaw siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong

dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan

keterampilan berkomunikasi”. Model pembelajaran ini merupakan model yang

baik untuk digunakan dalam setiap pembelajaran di kelas, karena dalam

pembelajaran ini siswa dapat memperkaya pengalaman dalam menyelesaikan

permasalahan yang sedang dihadapi secara bersama-sama dan dapat

meningkatkan pemahaman matematik.

Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini diharapkan

dapat memberi rangsangan belajar yang lebih terarah bagi siswa dalam

meningkatkan pemahaman matematik siswa. Selain itu siswa dapat meningkatkan

sikap positif dan membangun kepercayaan diri terhadap kemampuannya untuk

menyelesaikan masalah-masalah matematika dan akan mengurangi rasa takut

terhadap pelajaran matematika.

Selain model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, untuk mencapai

pemahaman matematik siswa dapat juga digunakan model pembelajaran

langsung. Arends (Trianto. 2007:29) mengemukakan, “model pembelajaran

langsung adalah salah satu pendekatan belajar yang dirancang khusus untuk

menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif

dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan

dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah”.

4

Page 5: Proposal Isi

Kedua tipe model pembelajaran ini dipilih untuk mengetahui

perbandingan pemahaman matematik siswa, karena memiliki strategi

pembelajaran yang sangat berbeda. Model pembelajaran kooperatif lebih

menekankan pada aktivitas siswa secara kelompok dalam menyelesaikan

permasalahan-permasalahannya, serta mengembangkan rasa sosial siswa, seperti

bekerja dalam kelompok kecil, aktif dalam mengemukakan pendapat, serta saling

menghargai pendapat yang dikemukakan siswa yang lain. Adanya keinginan

yang timbul dari diri siswa akan melahirkan motivasi dan komunikasi yang baik

dalam kelompok sehingga seluruh siswa dapat mengatasi permasalahan dan

kesulitan siswa dalam memecahkan masalah. Sedangkan model pembelajaran

langsung tidak terlalu menuntut keaktifan siswa dan kendali dalam kegiatan

belajar ada pada guru.

Penelitian ini akan dilaksanakan pada materi Lingkaran semester 2 kelas

VIII SMP Negeri 4 Rancah Kabupaten Ciamis Tahun Ajaran 2009/2010 dengan

judul “Perbandingan Pemahaman Matematik Siswa antara yang

Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dengan Model

Pembelajaran Langsung. (Penelitian Terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri

4 Rancah Kabupaten Ciamis Tahun Ajaran 2009/2010).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah manakah yang lebih baik pemahaman matematik siswa

5

Page 6: Proposal Isi

antara yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan

yang menggunakan model pembelajaran langsung ?

C. Definisi Operasional

1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah salah satu tipe

pembelajaran kooperatif yang didalamnya terdapat kelompok asal dan

kelompok ahli. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw mendorong siswa

aktif dan saling bekerja sama di dalam penguasaan materi pelajaran untuk

mencapai prestasi yang maksimal. Langkah-langkah model pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw yang dilaksanakan pada penelitian ini meliputi :

pembagian kelompok (kelompok asal), penugasan kelompok (yang kemudian

membentuk kelompok ahli), diskusi kelompok ahli, transfer ilmu (anggota

kelompok ahli kembali ke kelompok asal untuk menyampaikan hasil diskusi),

tes individu dan penghargaan kelompok

2. Model Pembelajaran Langsung

Model pembelajaran langsung adalah model pembelajaran yang

selama kegiatannya banyak dilakukan oleh guru serta guru mengajar secara

klasikal. Fase-fase pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran

langsung yaitu a) Fase menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa, b)

Fase mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan, c) Fase

membimbing pelatihan, d) Fase mengecek pemahaman dan memberikan

umpan balik, dan e) Fase memberikan latihan dan penerapan konsep.

6

Page 7: Proposal Isi

3. Pemahaman Matematik

Pemahaman adalah tingkat pengetahuan siswa tentang konsep –

konsep algoritma dan kemahiran siswa menggunakan strategi penyelesaian

terhadap soal atau masalah yang disajikan. Pemahaman matematik siswa

dalam penelitian ini meliputi pemahaman instrumental dan pemahaman

relasional. Pemahaman instrumental yaitu siswa hafal konsep atau prinsip

tanpa kaitan dengan yang lainnya, dapat menerapkan rumus dalam

perhitungan sederhana dan mengerjakan perhitungan secara algoritmik.

Sedangkan pemahaman relasional yaitu siswa dapat mengaitkan satu konsep

atau prinsip dengan konsep atau prinsip lainnya.

D. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui manakah yang lebih baik pemahaman

matematik siswa antara yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw dengan model pembelajaran langsung.

E. Kegunaan Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, maka kegunaan penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Sebagai gambaran sejauh mana pemahaman matematik siswa setelah

diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan model

pembelajaran langsung.

7

Page 8: Proposal Isi

2. Sebagai bahan masukan kepada guru untuk dijadikan pertimbangan dalam

menentukan model pembelajaran yang akan digunakan sehari-hari.

3. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat lebih kreatif dan dapat

menciptakan suasana belajar kelompok yang kondusif dan efektif.

4. Sebagai masukan bagi para pembaca, dan memberikan sumbangan pemikiran

bagi dunia pendidikan.

F. Landasan Teoretis

1. Kajian Teori

a. Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara siswa

dengan lingkungannya sehingga terjadi proses perubahan tingkah laku ke

arah yang lebih baik. Fontana (Tim MKPBM, 2001:8) mengemukakan,

“Pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang memberi

nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang optimal”. Ruang

kelas merupakan tempat yang sangat baik untuk kegiatan pembelajaran

kooperatif. Siswa sebagai individu yang memiliki potensi, kecakapan,

latar belakang dan harapan masa depan yang berbeda-beda diberi

kesempatan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk

menyelesaikan masalah bersama-sama. Para siswa dalam penyelesaian

masalah diberikan kesempatan untuk berdiskusi, bekerja sama dan

menentukan strategi yang digunakan.

8

Page 9: Proposal Isi

Model kooperatif menekankan pada aspek sosial antara siswa

dalam satu kelompok yang heterogen. Model cooperatif learning yaitu

suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang

untuk memberi dorongan kepada peserta didik agar bekerja sama selama

berlangsungnya proses pembelajaran.

Menurut Slavin, Robert E. (2009:4), “pembelajaran kooperatif

merujuk pada berbagai macam metode pengajaran di mana para siswa

bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu

sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran”. Dalam kelas yang

pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif siswa

diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan saling

berargumen untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai.

Keberhasilan bekerja dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya

dipengaruhi oleh keterlibatan siswa sebagai anggota dari kelompok itu

sendiri secara utuh dan bukan pula diperoleh dari guru, melainkan teman

sebaya yang saling bekerja sama dalam kelompok kecil yang terstruktur

dengan baik. Masih menurut Slavin, Robert E. (2009:10) menyatakan

“Semua metode pembelajaran kooperatif menyumbangkan ide bahwa

siswa yang bekerja sama dalam belajar dan bertanggung jawab terhadap

teman satu timnya mampu membuat diri mereka belajar sama baiknya”.

Dengan demikian, siswa mempunyai kesempatan untuk

mendapatkan perannya, bergaul dengan orang lain, dan bahkan

9

Page 10: Proposal Isi

mendapatkan pengetahuan serta pengalaman dalam menyelesaikan

permasalahan.

Agar pembelajaran kooperatif lebih efektif, perlu diutamakan

unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif. Unsur-unsur dasar

pembelajaran kooperatif menurut Ibrahim, Muslimin, et.al (2000:6) adalah

sebagai berikut :

1) Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka “sehidup sepenanggungan bersama”.

2) Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri.

3) Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.

4) Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya.

5) Siswa yang dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga dikenakan untuk semua anggota kelompok.

6) Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.

7) Siswa diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Dalam pembelajaran kooperatif ada langkah-langkah yang harus

diperhatikan oleh guru sehingga pembelajaran kooperatif tersebut berjalan

dengan baik. Menurut Ibrahim, Muslimin, et.al. (2000:10), langkah-

langkah dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :

10

Page 11: Proposal Isi

Tabel. 1Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Fase Tingkah Laku guru

Fase-1Menyampaikan tujuan dan memotivasi

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar

Fase-2Menyajikan Informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa

dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

Fase-3Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Fase-4Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Fase-5Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar atau masing-

masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Fase-6Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya ataupun hasil belajar individu dan kelompok.

Sumber : Ibrahim, Muslimin, et.a.l ( 2000:10 )

Roger dan Johnson (Lie, Anita, 2005:31) menyatakan ada lima

unsur model pembelajaran kerja sama yang harus diterapkan yaitu :

1) Saling ketergantungan positif. Dalam interaksi kooperatif ini, guru memberikan motivasi kepada siswa untuk menciptakan

11

Page 12: Proposal Isi

suasana belajar yang saling membutuhkan. Adanya interaksi yang saling membutuhkan ini disebut saling ketergantungan positif.

2) Tanggung Jawab Perseorangan. Jika setiap tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Pengajaran yang efektif dalam model pembelajaran Cooperative Learning membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri-sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.

3) Tatap Muka. Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing.

4) Komunikasi antara anggota. Tidak setiap siswa memiliki keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu kelompok juga tergantung pada kesediaan antara anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka.

5) Evaluasi proses kelompok. Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.

Untuk memudahkan guru dalam pembentukan kelompok

kooperatif Lie, Anita (2005 : 41) menjelaskan tentang prosedur pembagian

kelompok, yakni:

Kelompok heterogenitas bisa dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender, latar belakang, sosio-ekonomi, dan etnik, serta kemampuan akademis. Dalam hal kemampuan akademis, kelompok pembelajaran Cooperative Learning biasanya terdiri dari satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua orang dengan kemampuan sedang, dan satu lainnya dari kelompok akademis kurang.

12

Page 13: Proposal Isi

Di bawah ini merupakan contoh dalam pengelompokkan

heterogenitas yang disusun berdasarkan kemampuan akademis.

Sumber: Lie, Anita (2007:42)Slavin (Widaningsih, Dedeh, 2008 : 4) memberikan petunjuk

perhitungan skor perkembangan individu seperti pada tabel berikut ini.

Sumber: Lie, Anita (2005:42)

Diagram 1Pengelompokan Heterogenitas Berdasarkan Kemampuan

Slavin, Robert E. (2009 : 159) memberikan petunjuk perhitungan

skor perkembangan individu seperti pada tabel berikut ini.

13

Langkah I Langkah II Langkah IIIMengurutkan siswa Membentukkelompok Membentuk kelompokberdasarkan kemampuan pertama keduaakademis

1. Ani 1. Ani 1. Ani2. David 2. David 2. David3. 3. 3.4. 4. Citra Ani 4.5. 5. 5. Yusuf David6. 6. 6.7. 7. Dian Rini 7.8. 8. 8. Slamet Basuki9. 9. 9.10. 10. 10.11. Yusuf 11. Yusuf 11. Yusuf12. Citra 12. Citra 12. Citra13. Rini 13. Rini 13. Rini14. Basuki 14. Basuki 14. Basuki15. 15. 15.16. 16. 16.17. 17. 17.18. 18. 18.19. 19. 19.20. 20. 20.21. 21. 21.22. 22. 22.23. 23. 23.24. Slamet 24. Slamet 24. Slamet25. Dian 25. Dian 24. Dian

Prosedur Pengelompokan Heterogenitas Akademis

Sumber : Lie (2003 : 41)

Page 14: Proposal Isi

Tabel 2Pedoman Pemberian Skor Perkembangan Individu

Skor Kuis Skor KemajuanLebih dari 10 poin di bawah skor awal 510 hingga 1 poin di bawah skor awal 10 Skor awal sampai 10 poin di atasnya 20 Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30 Nilai sempurna (tidak berdasarkan skor awal)

40

Selanjutnya untuk lebih memotivasi siswa dalam setiap

pembelajaran, maka dalam pembelajaran kooperatif setelah guru memberi

penilaian kepada setiap siswa dalam kelompok kooperatif, guru

hendaknya memberikan penghargaan kepada kelompok-kelompok yang

memiliki nilai sumbangan kelompoknya memenuhi kriteria. Kriteria yang

digunakan untuk menentukan pemberian penghargaan terhadap kelompok

dikemukakan oleh Slavin, Robert E. (2009 : 160) adalah sebagai berikut :

”(1) Kelompok dengan skor rata-rata 15, sebagai kelompok baik (2)

Kelompok dengan skor rata-rata 20 sebagai kelompok sangat baik (3)

Kelompok dengan skor rata-rata 25, sebagai kelompok super”.

b. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw

Tipe dari model pembelajaran kooperatif yang sering digunakan

dalam pembelajaran matematika diantaranya : Student Teams

Achievement Division (STAD), Teams Games Tournaments (TGT),

Teams Assisted Individualization (TAI), Cooperatif Integrated Reading

and Composition (CIRC), jigsaw dan Group Investigation (GI). Model

14

Page 15: Proposal Isi

pembelajaran kooperatif yang akan dikaji lebih dalam hanya model

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.

Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model

pembelajaran yang merangsang siswa supaya lebih aktif dan bekerja sama

antara yang satu dengan yang lainnya serta mempunyai rasa tanggung

jawab yang sama, sangat tepat diterapkan untuk memotivasi siswa supaya

berani mengungkapkan pendapat, menghargai pendapat orang lain, dan

saling memberikan pendapat karena dalam pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw siswa dituntut untuk dapat saling bekerja sama dan saling tolong

menolong mengatasi tugas yang dihadapinya. Selain itu, model

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw sangat membantu siswa dalam

memahami konsep matematika sehingga berguna untuk meningkatkan

pemahaman matematik siswa.

Menurut Aronson (Wardani, Sri, 2006 : 10), terdapat lima tahap

dalam pemyelenggaraan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw,

yaitu:

1) Pembentukan kelompok siswaJumlah yang tepat adalah sekitar 4-6 orang. Menurut hasil penelitian Slavin kelompok yang beranggotakan 4-6 orang lebih sepaham dalam menyelesaikan suatu permasalahan dibandingkan dengan kelompok yang beranggotakan 2-3 orang.

2) Kegiatan kelompokSetiap anggota kelompok ditugaskan untuk mempelajari suatu materi matematika tertentu. Kemudian siswa-siswa

15

Page 16: Proposal Isi

atau perwakilan dari kelompoknya masing-masing bertemu dengan anggota-anggota dari kelompok lain yang mempelajari amteri yang sama

3) Siswa diberi tes/kuis4) Perhitungan skor perkembangan individu

Skor pekembangan individu dihitung berdasarkan skor awal. Perhitungan skor perkembangan individu ini dimaksudkan agar siswa terpacu untuk memperoleh prestasi yang terbaik menurut kemampuannya.

5) Penghargaan kelompokPenghitungan skor kelompok dilakukan dengan cara menjumlahkan masing-masing perkembangan skor individu dan hasil dibagi sesuai jumlah anggota kelompok. Pemberian penghargaan diberikan berdasarkan perolehan skor rata-rata , yang dikategorikan menjadi kelompok baik, sangat baik, dan super.

Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dikembangkan oleh

Elliot Aronson dan kawan-kawan dari Universitas Texas, kemudian

diadaptasi oleh Slavin dan kawan-kawan. Widaningsih, Dedeh ( 2009 : 5)

menyatakan :

Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dapat melibatkan secara aktif dalam pengetahuan, sikap dan keterampilannya dalam suasana belajar mengajar yang bersifat terbuka dan demokratis. Selain itu siswa dilatih untuk saling bekerjasama dalam kelompoknya, sehingga mampu menumbuhkan rasa tanggung jawab siswa dalam memahami dan menyelesaikan secara kelompok.

Kegiatan kooperatif tipe jigsaw diungkapkan oleh Lie, Anita

(2005:69) yang menyatakan “Teknik mengajar Cooperatif Learning tipe

Jigsaw menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan

16

Page 17: Proposal Isi

ataupun berbicara”. Hal tersebut dijelaskan pula oleh Slavin, Robert E.

(2009 : 241) aktivitas-aktivitas Jigsaw meliputi :

1) Membaca. Para siswa menerima topik ahli dan membaca materi yang diminta untuk menemukan informasi.

2) Diskusi kelompok ahli. Siswa yang telah mendapatkan topik permasalahan yang sama bertemu dalam satu kelompok (kelompok ahli) untuk mendiskusikan topik permasalahan tersebut.

3) Laporan tim. Para ahli kembali ke kelompok asalnya untuk menjelaskan hasil diskusinya kepada anggota kelompoknya masing-masing.

4) Kuis, siswa memperoleh kuis individu/perorangan yang mencakup semua topik permasalahan.

5) Perhitungan skor kelompok dan menentukan penghargaan kelompok.

Dalam pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw siswa didorong

untuk lebih aktif dan setiap pembelajaran yang dilakukannya pun akan

lebih bermakna. Hal ini juga dikemukakan oleh Lie, Anita (2005:69)

Dalam teknik mengajar jigsaw, memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.

Berdasarkan uraian di atas, secara umum pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw dapat melibatkan siswa secara aktif dalam

mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilannya dalam suasana

belajar mengajar yang bersifat terbuka dan demokratis. Selain itu siswa

17

Page 18: Proposal Isi

dilatih untuk saling bekerjasama dalam kelompoknya, sehingga mampu

menumbuhkan rasa tanggung jawab siswa dalam memahami dan

menyelesaikannya secara kelompok.

Keterlibatan guru sebagai pusat kegiatan kelas dalam proses

belajar mengajar dengan model kooperatif tipe Jigsaw ini semakin

berkurang. Guru hanya sebagai fasilitator yang mengarahkan dan

memotivasi siswa untuk belajar mandiri dan mengembangkan potensi

yang dimilikinya sendiri, karena dalam kegiatan pembelajaran siswa tidak

hanya sebagai objek belajar, melainkan juga sebagai subjek belajar

sehingga setiap siswa dapat menjadi tutor sebaya bagi siswa lainnya.

Menurut Widaningsih, Dedeh, (2009:6) ilustrasi model

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw sebagai berikut:

A1 B1 C1 D1 A2 B2 C2 D2

A1 A2 B1 B2 C1 C2 D1 D2

A3 A4 B3 B4 C3 C4 D3 D4

A3 B3 C3 D3 A4 B4 C4 D4

Widaningsih, Dedeh, (2009:6) mengemukakan kelebihan dan

kelemahan dalam pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah sebagai

berikut :

18

Page 19: Proposal Isi

1) Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsawa) Memberikan kemampuan kepada siswa untuk

berkembang dan berlatih komunikasi.b) Adanya interaksi sosial yang baik dalam kelompok.c) Membuat siswa lebih aktif dan kreatif.d) Dengan adanya penghargaan yang diberikan pada

kelompok mencapai prestasi yang baik.2) Kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw

a) Terdapat kelompok yang siswanya kurang untuk berani mengungkapkan pendapat atau bertanya.

b) Memerlukan waktu yang cukup lama dan persiapan yang matang dalam pembuatan bahan ajar.

c) Membutuhkan biaya yang sangat besar.

Untuk menciptakan suasana belajar kelompok yang efektif, perlu

diadakan pembentukan kelompok heterogenitas. Tipe Jigsaw yang

merupakan contoh dari modelpembelajaran kooperatif, jelas harus

memperhatikan hal tersebut, seperti halnya yang diungkapkan oleh

Aronson (Lie, Anita, 2005:32) yaitu :

Jumlah anggota dalam teknik jigsaw dibatasi dengan empat orang saja dan ke empat orang anggota ini ditugaskan membaca bagian yang berlainan. Keempat anggota ini lalu berkumpul dan bertukar informasi, selanjutnya pengajar akan mengevaluasi mereka mengenai seluruh bagian. Dengan cara ini, mau tidak mau setiap anggota merasa bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugasnya agar yang lain bisa berhasil

Dari berbagai pandangan di atas dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan potensi dalam

diri siswa, sehingga muncul sifat positif dan keterampilan diri melalui

interaksi antara siswa satu dengan yang lainnya.

c. Model Pembelajaran Langsung

19

Page 20: Proposal Isi

Salah satu model pembelajaran yang biasa diterapkan guru

dalam pengajaran matematika di sekolah adalah model pembelajaran

langsung. Pembelajaran langsung memerlukan perencanaan dan

pelaksanaan yang sangat hati-hati di pihak guru. Agar efektif,

pembelajaran langsung mensyaratkan tiap detil keterampilan atau isi

didefinisikan secara seksama. Demonstrasi dan jadwal juga harus

direncanakan dan dilaksanakan secara seksama.

Dalam kegiatan pembelajarannya, model pembelajaran langsung

lebih berpusat pada guru. Namun, sistem pengelolaan pembelajaran yang

dilakukan oleh guru harus menjamin terjadinya keterlibatan siswa,

terutama melalui memperhatikan, mendengarkan, dan resitasi (tanya

jawab) yang terencana.

Ciri-ciri model pembelajaran langsung menurut Depdiknas

(Trianto, 2007:29) adalah sebagai berikut:

1) Adanya tujuan pembelajaran dan prosedur penilaian hasil belajar.

2) Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran.

3) Sistem pengelolaan dari lingkungan pembelajaran yang mendukung berlangsung dan berhasilnya pembelajaran.

Pembelajaran ini dinamakan pembelajaran langsung bukan

berarti segala sesuatu yang dipersiapkan untuk pelaksanaannya,

direncanakan langsung pada saat akan dilaksanakannya pembelajaran

tersebut. Tetapi harus tetap memerlukan perencanaan yang rinci, agar

20

Page 21: Proposal Isi

pelaksanaannya berlangsung dengan baik. Menurut Kardi dan Nur

(Trianto. 2007 : 32) :

Pengajaran langsung memerlukan perencanaan dan pelaksanaan sangat hati-hati di pihak guru. Agar efektif pengajaran langsung mensyaratkan tiap detil keterampilan atau isi didefinisikan secara seksama dan demonstrasi serta jadwal pelatihan direncanakan dan dilaksanakan secara seksama.

Untuk mengetahui perencanaan yang dimaksud, terdapat

langkah-langkah dalam pembelajaran langsung. Seperti yang

dikemukakan oleh Kardi dan Nur (Trianto. 2007 : 32):

Langkah-langkah pembelajaran langsung pada dasarnya mengikuti pola-pola pembelajaran secara umum, diantaranya :1) Menyampaikan Tujuan

Siswa perlu mengetahui dengan jelas, mengapa mereka berpartispasi dalam suatu pelajaran tertentu, dan mereka perlu mengetahui apa yang harus mereka lakukan setelah selesai berperan serta dalam pelajaran itu.

2) Menyiapkan SiswaKegiatan ini bertujuan untuk menarik perhatian siswa, memusatkan perhatian siswa pada materi pokok pembicaraan, dan mengingatkan kembali pada hasil belajar yang telah dimilikinya, yang relevan dengan pokok pembicaraan yang telah dipelajari.

3) Presentasi dan DemonstrasiFase kedua pengajaran langsung adalah melakukan presentase atau demonstrasi pengetahuan dan keterampilan. Kunci untuk berhasil ialah mempresentasikan informasi sejelas mungkin dan mengikuti langkah-langkah demonstrasi yang efektif.

4) Mencapai KejelasanKemampuan guru untuk memberikan informasi yang jelas dan spesifik kepada siswa, mempunayai dampak positif terhadap proses belajar siswa.

5) Mencapi Pemahaman dan PenguasaanGuru perlu benar-benar memperhatikan apa yang terjadi pada setiap tahap demonstrasi, ini berarti bahwa jika guru menghendaki agar siswa-siswanya dapat melakukan sesuatu

21

Page 22: Proposal Isi

yang benar, guru perlu berupaya agar segala sesuatu yang didemonstrasikan juga benar.

6) Memberikan Latihan TerbimbingKeterlibatan siswa secara aktif dalam pelatihan dapat meningkatkan retensi, membuat belajar berlangsung dengan lancar dan memungkinkan siswa menerapkan konsep/ keterampilan pada situasi yang baru.

7) Mengecek Pemahaman dan Memberikan Umpan BalikGuru memberikan beberapa pertanyaan lisan atau tertulis kepada siswa dan guru memberikan respon terhadap jawaban mereka.

8) Memberikan Kesempatan Latihan MandiriGuru memberikan tugas kepada siswa untuk menerapkan keterampilan yang baru saja diperoleh secara mandiri.

Dari uraian di atas pelaksanaan pembelajaran langsung dilakukan

dalam beberapa tahap, mulai dari menyampaikan tujuan, menyiapkan

siswa, presentasi dan demonstrasi hingga memberikan kesempatan latihan

mandiri, semuanya dilakukan dan dikomandoi oleh guru. Kita dapat

mengetahui pembelajaran langsung lebih berpusat pada guru dalam

pengelolaan pembelajarannya, sehingga tidak terlalu banyak menuntut

keaktifan siswa. Siswa hanya mendengarkan, memahami pelajaran dan

mengerjakan soal-soal latihan yang diberikan oleh guru.

d. Perbandingan antara Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

dengan Model Pembelajaran Langsung

Persamaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan

model pembelajaran langsung adalah semua pembelajaran bertujuan

22

Page 23: Proposal Isi

supaya siswa dapat memahami materi yang disampaikan dan bentuk tes

pemahaman siswa. Sedangkan perbedaan dari dua model pembelajaran

tersebut adalah sebagai berikut :

1) Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw

Terdapat kelompok diskusi, diberikannya bahan ajar, LKS, pusat

kegiatan ada pada siswa dan diskusi kelompok, penghargaan untuk

yang berprestasi, tuntutan siswa untuk aktif dalam menggali materi

dan menyampaikannya pada teman, perhitungan skor

perkembembangan individu dan skor kelompok.

2) Model pembelajaran langsung

Materi disampaikan/didemonstrasikan oleh guru, tidak ada kelompok

diskusi, siswa hanya dituntut mendengarkan, memahami pelajaran dan

mengerjakan soal-soal latihan yang diberikan oleh guru dan semua

kegiatan pembelajaran di kelas berpusat pada guru.

Perbandingan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan

model pembelajaran langsung adalah sebagai berikut :

Tabel 3

Perbandingan Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Jigsaw dengan Model Pembelajaran Langsung

Model Pembelajaran

23

Page 24: Proposal Isi

Aspek Jigsaw Langsung

Struktur Tim Kelompok belajar heterogen

dengan 5-6 orang anggota

menggunakan pola “kelompok

asal” dan “kelompok ahli”.

Tidak ada kelompok.

Tugas Utama Siswa mempelajari materi dalam

“kelompok ahli”, kemudian

membantu anggota “kelompok

asal” mempelajari materi itu.

Mendengarkan dan

memahami materi yang

disampaikan guru.

Penilaian Tes individu, tugas individu dan

LKS.

Tes individu dan tugas

individu.

Bahan Ajar Diberikan bahan ajar. Tidak ada.

LKS Mengerjakan LKS dengan cara

diskusi kelompok.

Tidak ada.

Penghargaan Ada, berdasarkan skor rata-rata. Pujian

Kerjasama Kerjasama kelompok/tim. Tidak ada.

Demonstrasi

Materi

Dilaksanakan oleh siswa. Dilaksanakan oleh guru.

Diskusi Diskusi kelompok dan bertanya

pada guru.

Diskusi dengan teman

sebangku dan dengan guru

Pusat Kegiatan

Kelas

Siswa dan diskusi kelompok. Demonstrasi guru.

Perhitungan

Skor

Ada Tidak ada.

e. Pemahaman Matematika

Pemahaman berasal dari kata paham yang berarti mengerti benar,

secara indikator pemahaman matematik meliputi: mengenal, memahami

24

Page 25: Proposal Isi

dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip dan ide matematika. Menurut

Purwanto, Ngalim ( 2004 : 44 ) “Pemahaman adalah tingkat kemampuan

yang mengharapkan testee mampu memahami arti atau konsep serta fakta

yang diketahuinya”. Dalam hal ini testee tidak hanya hafal secara

verbalistis, tetapi memahami konsep dari masalah atau fakta yang

dinyatakan. Sudjana, Nana ( 2009 : 24 ) menyatakan bahwa tipe hasil

belajar yang lebih tinggi daripada pengetahuan adalah pemahaman. Dalam

pembelajaran matematika pemahaman yang dimaksud adalah pemahaman

terhadap suatu konsep matematika dimana siswa harus mempunyai

pengetahuan terhadap konsep tersebut setelah proses pembelajaran

berlangsung.

Pemahaman menurut Sudjana, Nana (2009 : 24) dapat dibedakan

kedalam tiga kategori :

1) Tingkat rendah adalah pemahaman terjemahan,mulai dari terjemahan dalam arti yang sebenarnya.

2) Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yakni mehubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnyha, atau menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan kejadian, membedakan yang pokok dan yang bukan pokok.

3) Pemahaman tingkat ketiga atau tingkat tertinggi adalah pemahan ekstrapolasi.

Sedangkan menurut Polya (Sumarmo, Utari, 2006 : 3) merinci

kemampuan pemahaman pada empat tahap, yaitu :

1) Pemahaman mekanikal yang dicirikan oleh mengingat dan menerapkan rumus secara rutin dan menghitung secara sederhana;

25

Page 26: Proposal Isi

2) Pemahaman induktif : menerapkan rumus atau konsep dalam kasus sederhana atau dalam kasus serupa;

3) Pemahaman rasional : membuktikan kebenaran suatu rumus dan teorema;

4) Pemahaman intuitif : memperkirakan kebenaran dengan pasti (tanpa ragu-ragu) sebelum menganalisa lebih lanjut.

Berbeda dengan Polya, Pollastek (Sumarmo, Utari, 2006 : 4)

pemahaman digolongkan ke dalam dua jenis, yaitu :

1) Pemahaman Komputasional : menerapkan rumus dalam perhitungan sederhana dan mengerjakan perhitungan secara algoritmik.

2) Pemahaman Fungsional : mengaitkan suatu konsep atau prinsip dengan konsep atau prinsip lainnya, dan menyadari proses yang dikerjakannya.

Serupa dengan pollatsek, Skemp (Sumarmo, Utari, 2006 : 4)

menggolongkan pemahaman dalam dua jenis, yaitu :

1) Pemahaman Instrumental : hafal konsep atau prinsip tanpa kaitan dengan yang lainnya, dapat menerapkan rumus dalam perhitungan sederhana, dan mengerjakan perhitungan secara algoritmik.

2) Pemahaman Relasional : mengaitkan satu konsep atau prinsip dengan konsep atau prinsip lainnya.

Mengacu pada beberapa pendapat tentang pemahaman matematik

yang telah diuraikan di atas, pemahaman yang dimaksud dalam penelitian

ini adalah pemahaman menurut Skemp yaitu pemahaman instrumental dan

pemahaman relasional.

f. Teori Belajar yang Mendukung Model Pembelajaran Kooperatif

Tipe Jigsaw

1) Teori Belajar Piaget

26

Page 27: Proposal Isi

Teori belajar Piaget dikenal dengan teori perkembangan

mental manusia. Mental yang dimaksud Piaget dalam teorinya adalah

kemampuan kognitifnya. Menurut Piaget (Russeffendi, E.T., 2006 :

133) “Belajar matematika pada dasarnya adalah pengubahan struktur

kognitif dengan melalui asimilasi dan akomodasi”. Sejalan dengan

Piaget, Tim MKPBM. (2001:38) mengemukakan ”Perkembangan

kognitif pada dasarnya adalah perubahan dari keseimbangan yang telah

dimiliki ke keseimbangan baru yang diperolehnya”. Russeffendi, E.T.

(2006 : 133) menyatakan “asimilasi adalah penyerapan informasi baru

dalam pikiran. Sedangkan akomodasi adalah menyusun kembali

struktur fikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi baru

tersebut mempunyai tempat”.

Perkembangan kognitif seorang individu dipengaruhi pula

oleh lingkungan dan transmisi sosialnya, karena efektifitas hubungan

antar individu berbeda, maka tahap perkembangan kognitif seseorang

pun berbeda pula. Piaget (Depdiknas, 2005) menyatakan, “Semua

organisme lahir dengan kecenderungan untuk menyesuaikan diri atau

beradaptasi dengan lingkungannya mereka”. Adaptasi dengan

lingkungan pun merupakan suatu proses memperoleh keseimbangan

apa yang telah diketahui dengan hal baru dilihat sebagai pengalaman

atau persoalan.

27

Page 28: Proposal Isi

Berdasarkan uraian di atas, maka teori tersebut mendukung

penerapan model kooperatif tipe Jigsaw karena dalam proses

pembelajaran siswa menerima pengetahuan baru kemudian

menempatkan pengetahuannya di tempat yang tepat, sehingga mereka

bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

2) Teori Vygotsky

Teori Vigotsky mempunyai kontribusi yang penting dalam

pembelajaran kooperatif, yaitu menekankan pada prinsip kerjasama,

saling tukar pendapat antara siswa dalam proses pembelajaran. Pada

teori Vigotsky terdapat dua buah konsep penting yaitu Zone of

Proximal Development (ZPD) dan Scaffolding. Ratnaningsih, Nani

(2006 : 17) mengemukakan :

Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa pada tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya.

Lebih jauh mengenal hal itu, Ratnaningsih, Nani (2006 : 17)

mengemukakan ”Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan,

peringatan, menguraikan masalah-masalah kedalam langkah-langkah

pemecahan, memberikan contoh dan tindakan lain yang

memungkinkan siswa itu belajar mandiri”. Teori Vigotsky lebih

menekankan pada pentingnya interaksi sosial dengan orang yang

mempunyai pengetahuan lebih baik.

28

Page 29: Proposal Isi

Lev Vygotsky (Budiningsih, C. Asri, 2005:99), mengatakan

“jalan pikiran seseorang harus dimengerti dari latar sosial-budaya dan

sejarahnya”. Artinya untuk memahami pikiran seseorang bukan

dengan cara menelusuri apa yang ada dibalik otaknya dan pada

kedalaman jiwanya, melainkan dari asal-usul tindakan sadarnya, dari

interaksi sosial yang dilatari oleh sejarah hidupnya.

Tingkat perkembangan aktual tampak dari kemampuan

seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan

berbagai masalah secara mandiri. Ini disebut sebagai kemampuan

intramental. Sedangkan tingkat perkembangan potensial tampak dari

kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas dan

memecahkan masalah ketika di bawah bimbingan orang dewasa atau

ketika berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten. Ini

disebut sebagai kemampuan intermental.

Menurut Vigotsky ( Wardani, Sri, 2006 : 27) ”menekankan

pada hakekat sosio cultural dalam pembelajaran, yaitu interaksi sosial

melalui dialog dan komunikasi verbal dengan orang dewasa dalam

perkembangan pengertian anak”. Pada tahap awal pembelajaran

kooperatif, siswa tidak hanya sendiri dalam memecahkan persoalan

tapi juga berinteraksi dengan guru dan teman sebayanya, namun pada

tahap-tahap akhir siswa diberi tes individual yang harus dikerjakan

29

Page 30: Proposal Isi

secara mandiri. Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa teori

Vygotsky mendukung model pembelajaran kooperatif.

g. Teori Belajar yang Mendukung Model Pembelajaran Langsung

Salah satu teori yang mendukung model pembelajaran langsung

adalah teori Ausubel, teori ini terkenal dengan belajar bermaknanya dan

pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai. Tim MKPBM

(2001:35) “metode penemuan maupun metode ceramah bisa menjadi

belajar menerima atau belajar bermakna, tergantung situasinya”. Pada

belajar menerima siswa hanya menerima, tinggal menghafal materi yang

sudah diperolehnya. Menurut Ausubel (Trianto, 2007:25) “Belajar

bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada

konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang”.

Akan tetapi pada belajar bermakna menurut Tim MKPBM, (2001:35) “

materi yang telah diperoleh itu dikembangkan dengan keadaan lain

sehingga belajarnya lebih dimengerti”. Konsep yang sudah ditemukan

oleh siswa kemudian dikembangkan dengan keadaan lain sehingga

belajarnya lebih mudah diterima dan dimengerti.

Proses pembelajaran dimungkinkan dapat berjalan lancar apabila

seorang siswa sudah memahami materi yang telah dipelajarinya, sehingga

akan lebih memudahkan siswa dalam mempelajari materi baru yang ada

hubungannya dengan materi sebelumnya. “... siswa mampu mengerjakan

permasalahan yang autentik sangat memerlukan konsep awal yang sudah

30

Page 31: Proposal Isi

dimiliki siswa sebelumnya untuk suatu penyelesaian nyata dari

permasalahan yang nyata” (Trianto, 2007:26).

Menurut Tim MKPBM (2001:35) “metode ceramah adalah

metode yang merupakan belajar menerima”. Teori Ausubel mendukung

model pembelajaran langsung karena melalui belajar menerima dilakukan

dalam pembelajaran langsung. Siswa diharapkan dapat belajar bermakna

sehingga diakhir pembelajaran, siswa dapat menghubungkan informasi

baru yang didapatnya dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya.

h. Deskripsi Materi Lingkaran

Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan materi pokok

lingkaran disampaikan di kelas VIII SMP pada semester genap. Berikut

diuraikan Kompetensi Dasar dan Indikator Materi Pokok Lingkaran yang

akan dijadikan bahan dalam penelitian.

Tabel 4 Deskripsi Materi Lingkaran

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator

4. Menentukan

unsur, bagian

lingkaran serta

ukurannya

4.2Menghitung

keliling dan luas

lingkaran

4.2.1 Menemukan nilai

phi

4.2.2 Menentukan dan

menghitung

31

Page 32: Proposal Isi

keliling lingkaran

4.2.3Menentukan dan

menghitung luas

lingkaran.

1) Pendekatan Nilai Phi

Nilai merupakan nilai yang diperoleh dari perbandingan

keliling lingkaran dengan diameternya. Untuk membuktikannya

perlu dilakukan percobaan mengukur perbandingan keliling

beberapa lingkaran dengan ukuran diameter berbeda-beda, misalnya

3 cm, 6 cm, dan 9 cm seperti pada gambar berikut :

Selanjutnya mengukur diameter dan keliling lingkaran-lingkaran

tersebut dengan menggunakan benang dan penggaris, dan catatlah

hasilnya dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 5

32

3 cm 6 cm 9 cm

( i ) ( ii ) ( iii )

Page 33: Proposal Isi

Hasil Percobaan Manentukan nilai

LingkaranDiameter (d) satuan cm

Keliling Lingkaran (k) satuan cm

=

Dari hasil percobaan tersebut, ternyata rata-rata nilai

perbandingan keliling lingkaran dengan diameternya adalah 3,14

Nilai perbandingan disebut

atau:

= (phi)

Bilangan tidak dapat dinyatakan secara tepat dalam bentuk

pecahan biasa maupun pecahan desimal. Bilangan merupakan

bilangan irasional yang berada antara 3,141 dan 3,142. Oleh karena

itu nilai phi hanya dapat dinyatakan dengan nilai pendekatan saja,

yaitu 3,14 dengan pembulatan sampai dua tempat desimal.

Nilai terletak diantara 3,141 sampai dengan 3,142.

Menurut penelitian yang cermat ternyata nilai =

3,141592653589793238462..... Jika dalam sebuah perhitungan hanya

33

Page 34: Proposal Isi

membutuhkan ketelitian sampai dua desimal.Maka nilai = 3,14.

Pecahan biasa yang nilainya hampir mendekati nilai adalah .

2) Keliling Lingkaran

Perbandingan = . Jika k adalah keliling

lingkaran dan d adalah diameternya, maka = .

Jadi K = d

Karena d = 2r, maka K = 2r = 2r

Untuk setiap lingkaran berlaku rumus:

Keliling = d atau Keliling = 2r

Dengan d = diameter, r = jari-jari dan = 3,14

3). Luas Lingkaran

Untuk menentukan rumus luas lingkaran, lakukan kegiatan berikut

untuk kegiatan siswa.

a) Buatlah lingkaran dengan panjang jari-jari 10 cm.

b) Bagilah lingkaran tersebut menjadi dua bagian yang sama besar,

dengan cara membuat diameter (garis tengah) dan berilah warna

yang berbeda.

34

Page 35: Proposal Isi

c) Bagilah lingkaran itu menjadi juring-juring dengan besar sudut

pusat masing-masing 30 seperti pada gambar 1.

d) Bagilah salah satu juring yang terjadi menjadi dua bagian yang

sama.

e) Guntinglah lingkaran tersebut sesuai dengan juring-juring yang

jadi.

f) Letakkan potongan-potongan dari juring-juring tersebut secara

berdampingan seperti tampak pada gambar 2.

Gambar 1

Gambar 2

Ternyata hasil dari potongan-potongan juring yang diletakkan

secara berdampingan membentuk bangun yang menyerupai persegi

panjang. Jika juring-juring lingkarannya memiliki sudut pusat

35

Page 36: Proposal Isi

semakin kecil, misalnya 15, 10, 5, 4 dan seterusnya, maka bangun

yang terjadi sangat mendekati bentuk persegi panjang dengan:

Panjang = Keliling lingkaran dan lebar = r, sehingga:

Luas lingkaran = luas persegi panjang

L = panjang lebar

L = keliling lingkaran r

L = 2r

L = r r

L = r2

Karena d = 2r atau r = d, maka luas lingkaran dapat dinyatakan

pula

L = r2

L = d d

L = d2

L = d2

36

Page 37: Proposal Isi

Untuk setiap lingkaran berlaku rumus berikut

2. Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dilaporkan

oleh Nurkamilah, Mia ( 2009 ) dengan judul pengaruh penggunaan model

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap hasil belajar matematik

siswa, ( penelitian dilaksanakan dikelas VIII SMP Negeri 1 Leuwisari

Tasikmalaya Tahun ajaran 2008/2009 ). Kesimpulan penelitian

menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw terhadap hasil belajar matematik

siswa.

Penelitian tentang model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw

dilaporkan oleh Faridah, Ida ( 2008 ) dengan judul pengaruh penggunaan

model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap kemampuan

pemecahan masalah matematik siswa, ( penelitian dilaksanakan dikelas

VII SMP Negeri 8 Tasikmalaya Tahun ajaran 2007/2008 ). Kesimpulan

penelitian menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif penggunaan

37

Luas lingkaran = L = r2 atau luas lingkaran = L =

d2

dengan d = diameter, r = jari-jari, = 3,14

Page 38: Proposal Isi

model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap kemampuan

pemecahan masalah matematik siswa.

Penelitian tentang kooperatif tipe jigsaw dilaporkan oleh Marliani,

Yuni ( 2009 ) dengan judul pengaruh penggunaan model pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw terhadap hasil belajar matematik siswa, ( Studi

dikelas VII SMP Negri 1 Cikatomas Tahun ajaran 2008/2009).

Kesimpulan penelitian menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif

penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap hasil

belajar matematik siswa.

G. Anggapan Dasar

Menurut Surakhmad, Winarno (Arikunto, Suharsimi, 2006:65)

“Anggapan dasar atau postulat adalah sebuah titik tolak pemikiran yang

kebenarannya diterima oleh penyelidik”. Anggapan dasar yang penulis

kemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pembelajaran matematika pada materi lingkaran di kelas VIII semeter 2 SMP

Negeri 4 Rancah Kabupaten Ciamis sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP).

2. Peneliti mampu merencanakan dan melaksanakan pembelajaran pada materi

lingkaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw

dan model pembelajaran langsung.

38

Page 39: Proposal Isi

3. Siswa mampu mengikuti pembelajaran pada materi lingkaran dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan model

pembelajaran langsung.

4. Hasil tes pemahaman matematika menunjukan pemahaman matematik siswa

yang sebenarnya pada materi lingkaran di kelas VIII semester 2 SMP Negeri 4

Rancah Kabupaten Ciamis.

H. Hipotesis

Sudjana (2005 :219) menyatakan “Hipotesis adalah asumsi atau dugaan

mengenai sesuatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal itu yang sering dituntut

untuk melakukan pengecekan. Menurut Ruseffendi, E.T. (2005:23) “Hipotesis

adalah penjelasan atau jawaban tentatif (sementara) tentang tingkah laku,

fenomena (gejala), atau kejadian yang akan terjadi, bisa juga mengenai kejadian

yang sedang berjalan”. Maka berdasarkan landasan teoretis dan anggapan dasar,

peneliti merumuskan hipotesis dalam penelitian ini adalah “pemahaman

matematik siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw

lebih baik daripada yang menggunakan model pembelajaran langsung.

I. Prosedur Penelitian

1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen.

Menurut Ruseffendi, E.T. (2005:35) “Penelitian eksperimen atau percobaan

(eksperimental research) adalah penelitian yang benar-benar untuk melihat

hubungan sebab-akibat”. Untuk melihat hubungan sebab-akibat diantara

39

Page 40: Proposal Isi

variabel-variabel tersebut dengan cara menghadapkan kelompok eksperimen

terhadap suatu perlakuan dan membandingkan akibat atau sebabnya dengan

kelompok kontrol yang tidak dikenai suatu perlakuan. Menggunakan metode

eksperimen karena dalam penelitian ini menerapkan model pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw dan model pembelajaran langsung melihat

pengaruhnya terhadap pemahaman matematik.

2. Variabel penelitian

Arikunto, Suharsimi (2006:118) berpendapat “ Variabel adalah objek

peneliti, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian “... Penelitian

ini melibatkan dua variabel yaitu variabel pertama (x) sebagai variabel bebas

yakni model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan model pembelajaran

langsung, (y) sebagai variabel terikat yaitu pemahaman matematik siswa. Hal

ini sesuai dengan pendapat Arikunto, Suharsimi (2006:119), bahwa “variabel

yang mempengaruhi disebut variabel penyebab, variabel bebas atau

independent variabel (x), sedangkan variabel akibat disebut variabel tidak

bebas variabel tergantung, variabel terikat atau dependent variabel (y)”.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data sangat diperlukan dalam melaksanakan

penelitian dan pengumpulan data agar data yang diperoleh relevan dengan

tujuan dan pokok masalah. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik

pengumpulan data yaitu melaksanakan tes pemahaman matematik,

dilaksanakan sebanyak 2 kali secara periodik. Tes pemahaman matematik ke 1

40

Page 41: Proposal Isi

dilaksanakan setelah materi menghitung keliling lingkaran, sedangkan untuk

tes pemahaman ke 2 dilaksanakan setelah materi luas lingkaran disampaikan.

Hal ini dimaksudkan untuk mengungkap penguasaan pemahaman matematik

siswa terhadap materi yang telah disampaikan.

4. Instrumen Penelitian

Kegunaan dari instrumen penelitian adalah untuk memperoleh data

yang diinginkan untuk menjawab permasalahan penelitian. Menurut Arikunto,

Suharsimi, (2006:160) “Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang

digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih

mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan

sistematis sehingga lebih mudah diolah”. Instrumen penelitian yang

digunakan dalam penelitian soal tes pemahaman matematik berbentuk uraian

sebanyak 6 soal. Masing-masing soal diberikan skor berdasarkan penskoran

tes pemahaman matematik dengan Skor Maksimal Ideal (SMI) adalah 24.

Instrumen yang akan digunakan dalam pengumpulan data harus

memenuhi persyaratan. Soal dibuat berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP). Menurut Ruseffendi, E.T. (2001:132), “Dalam penelitian

instrumen atau alat evaluasi harus memenuhi persyaratan sebagai instrumen

yang baik. Dua dari persyaratan-persyaratan penting itu adalah validitas dan

reliabilitasnya harus tinggi. ” Agar instrumen penelitian baik, maka peneliti

akan menguji validitas dan reliabilitasnya. Validitas dan reliabilitas tersebut

41

Page 42: Proposal Isi

diujicobakan terlebih dahulu kepada siswa di luar sampel penelitian tetapi

sudah menerima materi lingkaran.

a. Uji Validitas Butir Soal

Validitas butir soal merupakan derajat ketepatan soal. Menurut

Ruseffendi, E. T. (2001:132) “Suatu instrumen dikatakan valid bila

instrumen itu, untuk maksud dan kelompok tertentu, mengukur apa yang

semestinya diukur, derajat ketepatan mengukurnya benar.” Sejalan dengan

pendapat di atas, Widaningsih, Dedeh, (2008:1) “Validitas berkenaan

dengan ketepatan tes tersebut sebagai alat ukur kemampuan siswa”. Suatu

alat evaluasi dikatakan valid jika dapat mengevaluasi dengan tepat.

Untuk menentukan tingkat atau indeks validitas yaitu dengan

mencari koefisien product moment dengan angka kasar (raw score)

menurut Nurjamil, Dedi dan Redi Hermanto, (2008:43):

Keterangan:

= koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y

= banyak subjek (responden)

= Skor masing-masing butir soal

= Skor total

42

Page 43: Proposal Isi

Untuk menentukan tingkat (derajat) validitas soal tinggi, sedang,

rendah maka perlu diinterpretasikan terlebih dahulu. Klasifikasi

interpretasi koefisien korelasi menurut J.P.Guilford, (Nurjamil, Dedi dan

Redi Hermanto, 2008:43) sebagai berikut:

= Validitas sangat tinggi (sangat baik)

= Validitas tinggi (baik)

= Validitas sedang (cukup)

= Validitas rendah (kurang)

= Validitas sangat rendah

= Tidak valid

b. Uji Reliabilitas Soal

Reliabilitas soal merupakan derajat ketetapan soal. Ruseffendi, E.

T. (2001:142) menyatakan “reliabilitas instrumen atau alat evaluasi adalah

ketetapan alat evaluasi dalam mengukur atau ketetapan siswa dalam

menjawab alat evaluasi itu. Kalau alat evaluasi itu reliabel, maka hasil dari

dua kali atau lebih pengevaluasian dengan dua atau lebih alat evaluasi

yang senilai (ekivalen) pada masing-masing pengetesan di atas akan

sama”. Pada penelitian ini nilai reliabilitas dihitung dengan menggunakan

rumus Alpha Cronbach menurut Nurjamil, Dedi dan Redi Hermanto

(2008:44) adalah

43

Page 44: Proposal Isi

Keterangan:

= koefisien reliabilitas

= banyak butir soal

= jumlah varians skor setiap item

= varians skor total

Kriteria koefisien reliabilitas menurut Guilford (Nurjamil, Dedi

dan Redi Hermanto, 2008:44):

adalah sebagai berikut:

= reliabilitas sangat rendah

= reliabilitas rendah

= reliabilitas sedang

= reliabilitas tinggi

= reliabilitas sangat tinggi

5. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Menurut Sudjana (2005 : 6) “Totalitas semua nilai yang mungkin,

hasil menghitung ataupun pengukuran, kuantitatif maupun kualitatif

mengenai karakteristik tertentu dari semua anggota kumpulan yang

lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya, dinamakan

populasi”. Sedangkan menurut Arikunto, Suharsimi (2006 : 130)

44

Page 45: Proposal Isi

“Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian”. Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Rancah

Kabupaten Ciamis tahun ajaran 2009/2010.

b. Sampel

Arikunto, Suharsimi (2006 : 131) menyatakan “Sampel adalah

sebagian atau wakil populasi yang diteliti”. Sedangkan menurut Sudjana

(2005 : 6) “Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi”. Dalam

penelitian ini sampel dipilih 2 kelas secara acak menurut kelas karena

setiap kelas memiliki karakteristik yang hampir sama yaitu terdiri dari

siswa yang kurang, sedang dan pandai. Sampel sebanyak dua kelas, satu

kelas sebagai kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw dan Satu kelas lagi sebagai kelas kontrol dengan

menggunakan model pembelajaran langsung.

6. Desain Penelitian

Menurut Arikunto, Suharsimi (2006:51) “Desain penelitian adalah

rencana atau rancangan yang dibuat oleh peneliti sebagai ancang-ancang

kegiatan yang akan dilaksanakan”. Untuk menentukan desain penelitian, perlu

dilihat hal-hal sebagai berikut:

a. Sesuai dengan hipotesis dalam penelitian ini diperlukan dua kelompok

subjek penelitian, yaitu kelompok 1 dan kelompok 2.

b. Kelompok 1 menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw

dan kelompok 2 menggunakan model pembelajaran langsung.

45

Page 46: Proposal Isi

c. Untuk mengetahui adanya perbedaan pemahaman matematik siswa antara

kelompok 1 dan kelompok 2, maka dilakukan tes akhir yang kedua tesnya

sama.

Berdasarkan hal di atas, maka desain data peneliti ini merupakan

desain penelitian kelompok kontrol hanya-postes menurut Russeffendi, E.T.

(2005:51) adalah sebagai berikut:

R X O

R O

Keterangan:

R = Pengambilan sampel secara acak kelas

X = Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw

O = Tes Pemahaman Matematik

7. Langkah-langkah Penelitian

Langkah-langkah penelitian merupakan operasionalisasi pelaksanaan

penelitian. Secara umum penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahap

kegiatan, yaitu:

a. Tahap Persiapan

Pada tahap ini penulis melaksanakan tahapan-tahapan sebagai berikut:

1) Memperoleh surat keputusan dari Dekan FKIP Universitas

Siliwangi tentang penetapan bimbingan skripsi,

46

Page 47: Proposal Isi

2) Melakukan konsultasi dengan pembimbing I dan pembimbing II

dengan mengajukan judul atau permasalahan yang akan diteliti,

kemudian ditanda tangani Dewan Bimbingan Skripsi (DBS),

3) Menyusun proposal penelitian yang kemudian dikonsultasikan

dengan pembimbing I dan pembimbing II untuk diseminarkan,

4) Mengajukan permohonan penyelenggaraan seminar proposal

penelitian kepada Dewan Bimbingan Skripsi (DBS), setelah

proposal penelitian disetujui pembimbing I dan pembimbing II,

5) Melaksanakan seminar proposal penelitian,

6) Konsultasi dengan pembimbing I dan pembimbing II untuk

evaluasi atau perbaikan proposal penelitian,

7) Mengurus perizinan untuk pelaksanaan penelitian,

8) Konsultasi dengan pembimbing I dan pembimbing II mengenai

pelaksanaan penelitian.

b. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap ini penulis melaksanakan tahapan-tahapan sebagai berikut:

1) Konsultasi dengan Kepala Sekolah dan Guru Mata Pelajaran

Matematika kelas kelas VIII SMP Negeri 4 Rancah Kabupaten

Ciamis mengenai penelitian yang akan dilaksanakan,

2) Mengadakan observasi mengenai tempat penelitian dan kondisi

lingkungan sekolah,

47

Page 48: Proposal Isi

3) Melaksanakan pembelajaran dikelas eksperimen dengan menggunakan

Model Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan dikelas kontrol

dengan menggunakan model pembelajaran langsung,

4) Melaksanakan tes untuk memperoleh data penelitian,

5) Mengumpulkan data yang diperoleh yang selanjutnya untuk diolah dan

dianalisis.

c. Tahap Pengolahan dan Analisis Data

1) Pengolahan data hasil tes,

2) Menganalisis data,

3) Membuat kesimpulan.

8. Teknik pengolahan analisis data

a. Teknik pengolahan data

1) Pensekoran Tes Pemahaman Matematik

Pensekoran tes pemahaman matematik menggunakan skor rubrik,

menurut Sumarmo, Utari (2006:16) seperti terlihat pada tabel berikut:

Tabel 6Pedoman Penskoran Tes Pemahaman Akademik

Skor Level 4

Skor Level 3

Skor Level 2

Skor Level 1

Skor Level 0

Math. Knowledge:Pemahaman

konsep prinsip,

menggunakan

Math. Knowledge Pemahaman konsep prinsip,

terminology, dan

Math. Knowledge Pemahaman

konsep prinsip,

terminology, dan notasi

Math. Knowledge Pemahaman konsep prinsip,

terminology, dan

Math. Knowledge: Tidak ada

pemahaman

48

Page 49: Proposal Isi

terminology dan notasi

matematika secara benar,

menghitung dengan

benar dan tepat

hampir benar,

algoritma benar,

perhitungan sedikit

eror

sebagian benar,

perhitungan memuat eror

serius

notasi sangat minim,

perhitungan memuat eror serius

Sumber : Sumarmo, Utari (2006:16)

2) Penskoran Akhir

Penskoran akhir atau skor pemahaman matematik diperoleh

dari rata-rata tes pemahaman matematik ke-1 dan tes pemahaman

matematik ke-2 yang dihitung dengan menggunakan rumus:

Skor Akhir =

Keterangan : TP1 = Skor Tes Pemahaman Matematik ke-1

TP2 = Skor Tes Pemahaman Matematik ke-2

b. Teknis analisis data

1) Statistika Deskriptif

a) Membuat distribusi frekuensi,distribusi frekuensi relatif,

kumulatif dan histogram (Sudjana, 2005 : 46-53).

b) Menentukan ukuran data statistika, yaitu: banyak data (n), data

terbesar (db), data terkecil (dk), rentang (r), rata-rata ( ), median

(Me), modus (Mo), dan standar deviasi (ds).

49

Page 50: Proposal Isi

2) Uji Persyaratan Analisis

a) Menguji normalitas dari masing-masing kelompok dengan chi-

kuadrat menurut Sudjana (2005:273).

Dengan : H0 = distribusi sampel berasal dari populasi

berdistribusi normal

H1 = distribusi sampel berasal dari populasi

berdistribusi tidak normal

Rumus yang digunakan adalah :

Kriteria pengujian adalah tolak H1 jika : ,

dengan taraf nyata pengujian dan db = k – 3. dalam hal lainnya

H1 diterima.

b) Menguji homogenitas varians dengan mencari nilai F.

pasangan hipotesis : H0 :

H1 :

Keterangan H0 = Kedua kelompok data homogen

H1 = Kedua kelompok data tidak homogen

Statistik yang digunakan adalah :

50

Page 51: Proposal Isi

Kriteria pengujian adalah : tolak H0 jika F > dengan

taraf nyata pengujian, artinya variansi kedua populasi tidak

homogen. Dalam hal lainnya H0 diterima.

3) Uji Hipotesis

a) Jika distribusinya normal, dilanjutkan dengan menghitung perbedaan

dua rata-rata kedua kelompok dengan menggunakan uji-t. Menurut

Ruseffendi, E.T. (1998:315) rumus pengujian dua sampel bebas dan

kedua variansi populasinya tidak diketahui tetapi diasumsikan sama

adalah sebagai berikut :

Pasangan hipotesis ; H0 : H1 :

Maka dengan hipotesis nol H0 : , rumus yang digunakan untuk

uji statistiknya adalah:

untuk mencari nilai dengan menggunakan rumus sebagai

berikut:

dengan :

51

Page 52: Proposal Isi

Kriteria pengujian adalah : tolak H0 jika dengan

taraf nyata pengujian. Artinya pemahaman matematik siswa antara

yang menggunakan model pempelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih

baik dari pada model pembelajaran langsung.

b) Jika distribusinya tidak normal, maka pengujian hipotesis

menggunakan Uji Wilcoxon.

c) Jika kedua sampel berdistribusi normal tetapi variannya tidak

homogen, maka pengujian hipotesis menggunakan uji-t1.

9. Waktu dan tempat penelitian

a. Waktu penelitian

Penelitian ini direncanakan mulai bulan Februari 2010 s.d bulan

Maret 2010. Untuk lebih jelasnya, rencana jadwal penelitian dapat dilihat

dalam tabel berikut ini.

Tabel 7 Jadwal Rencana Kegiatan Penelitian

no Kegiatan Penelitian Nov 2009

Des 2009

Jan 2010

Feb 2010

Mar 2010

Apr 2010

1 Pengajuan judul2 Pembuatan proposal

penelitian3 Seminar proposal4 Pengajuan surat

perijinan penelitian5 Melakukan observasi6 Penyusunan

perangkat tes7 Melakukan KBM

pada kelas eksperimen, uji coba

52

Page 53: Proposal Isi

instrument diluar sampel

8 Pengolahan data dan analisis data

9 Penyelesaian penulisan skripsi

b. Tempat penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di SMP Negeri 4 Rancah

Kabupaten Ciamis yang beralamat di Desa Cisontrol Kecamatan Rancah

Kabupaten Ciamis.

53

Page 54: Proposal Isi

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

Budiningsih, C. Asri. (2005). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta

Depdiknas. (2005). Model-model Pembelajaran Matematika. Jakarta. Depdiknas.

Faridah, Ida. (2008). Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa. Skripsi Universitas Siliwangi. Tasikmalaya : Tidak diterbitkan.

Ibrahim, Muslimin. et.all. (2000). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya. University Press.

Kurniawan, Rudi. (2009). [online]. Tersedia http://rudyks3-majalengka.blogspot. com/2009/01/ kemampuan-pemahaman-dan-pemecahan.html [April 2009].

Lie, Anita. (2005). Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo.

Marliani, Yuni (2009). Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw Terhadap Hasil Belajar Matematik Siswa. Skripsi Universitas Siliwangi. Tasikmalaya : Tidak diterbitkan.

Nurjamil, Dedi dan Redi Hermanto. (2008). Program Komputer Aplikasi Microsoft Excel dan SPSS untuk Pengolahan Data Statistik Hasil Penelitian. Modul Pembelajaran : Tidak diterbitkan.

Nurkamilah, Mia. (2009). Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa. Skripsi Universitas Siliwangi. Tasikmalaya : Tidak diterbitkan.

Purwanto, Ngalim. (2004). Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Ratnaningih, Nani. (2006). Belajar Berbasis Masalah (Problem-Based Learning) Suatu Alternatif Pendekatan Dalam Pembelajaran Matematika. Makalah pada Seminar Pendidikan Matematika Universitas Siliwangi. Tasikmalaya : Tidak diterbitkan.

54

Page 55: Proposal Isi

Russefendi, E.T. ( 2005). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung : Tarsito.

Russeffendi, E.T. (2006). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya Dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito.

Slavin, Robert E. (2009). Cooperative Learning. Bandung : Nusa Media.

Sudjana. (2005) Metoda Statistika . Bandung : Tarsito.

Sudjana, Nana (2009). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Tarsito.

Suherman, Erman. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung : JurusanPendidikan Matematika FPMIPA UPI.

Sumarmo, Utari. (2006). Berfikir Matematik Tingkat Tinggi: Apa, Mengapa, dan Bagaimana dikembangkan pada Siswa Sekolah Menengah dan Mahasiswa Calon Guru. Makalah pada seminar Pendidikan Matematika. FMIPA Universitas Padjajaran. Bandung. Tidak diterbitkan.

Tim MKPBM. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI.

Trianto. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher.

Wardani, Sri. (2006). Model Pembelajaran Kooperatif dalam Inovasi Pendidikan Matematika. Makalah : Tidak diterbitkan.

Widaningsih, Dedeh.(2008). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Diktat Kuliah : Tidak Diterbitkan.

Widaningsih, Dedeh.(2009). Perencanaan Pembelajaran Matematika. Paket Modul Pembelajaran : Tidak diterbitkan.

55