program kajian cepat - kkji.kp3k.kkp.go.id
TRANSCRIPT
Program Kajian Cepat
RAP
64
BuletinKajian
Biologi
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Diedit olehPutu Liza Kusuma Mustika, I Made Jaya Ratha, Saleh Purwanto
Dinas Perikanan Dan kelautan Bali
Balai riset Dan OBservasi kelautan Bali
universitas WarmaDeWa
COnservatiOn internatiOnal inDOnesia
Denpasar, BaliAgustus 2012
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011Edisi kedua Agustus 2012
Kutipan diusulkan sbb:Mustika, P. L., Ratha, I. M. J. & Purwanto, S. (eds) 2012. Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011 (edisi kedua bahasa Indonesia). RAP Bulletin of Biological Assessment 64. Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Bali, Balai Riset dan Observasi Kelautan Bali, Universitas Warmadewa, Conservation International Indonesia, Denpasar. 142 pp.
Sumber foto:
Emre Turak:Isi Bab 5
Lyndon DeVantier:Isi Bab 5
Gerald R. Allen:Judul kiri, banner dan isi Bab 3
Mark Erdmann:Judul kanan, isi Bab 3, Foto 5.5
I Made Jaya Ratha: Banner Ringkasan Eksekutif, banner Bab 1, banner dan isi Bab 2, banner Bab 6
Muh. Erdi Lazuardi:Banner Bab 4, banner Bab 5
Kartografi:
Emre Turak/Lyndon DeVantier:Gambar 5.3, Gambar 5.4, Gambar 5.14
Ketut Sudiarta: Gambar 4.1
Gerald R. Allen:Gambar 3.19
Nur Hidayat:Gambar 1.1, Gambar 5.2, Gambar 6.1
I Made Jaya RathaGambar 1.2
Penterjemah:Jeni Shannaz (Bab 3 dan 5)
Layout:I Made Jaya Ratha
Editor:Putu Liza Mustika I Made Jaya RathaSaleh Purwanto
iiiKajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Kata Pengantar dari Gubernur Bali
SAmButAn dARi KePAlA dinAS KelAutAn dAn PeRiKAnAn PRovinSi BAli
iv Program Kajian Cepat
Sambutan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali
SAmButAn KePAlA dinAS KelAutAn dAn PeRiKAnAn PRovinSi BAli
vKajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Sambutan
Bali merupakan daerah yang sangat kental dengan kehidupan adat dan budaya yang berbasis pada alam dan sekaligus menjadi tujuan utama pariwisata dunia. Terletak di dalam kawasan segitiga karang dunia, perairan Bali adalah rumah bagi berbagai jenis biota laut yang tidak hanya menyediakan protein bagi masyarakat, namun juga menjadi pilar utama pembangunan pariwisatanya.
Namun demikian, pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut Bali merupakan tantangan besar bagi para pemangku kepentingan di Bali. Pesatnya laju pembangunan khususnya di daerah pesisir masih belum diimbangi dengan rencana pengelolaan jangka panjang yang memadai. Oleh karenanya, bukan hal yang mustahil bila dalam titik tertentu, kelangsungan ekonomi jangka panjang Bali pun dipertanyakan.
Untuk itu, berbagai inisiatif dan strategi untuk pembangunan jangka panjang di Bali terus diupayakan oleh Pemerintah, pihak swasta, masyarakat maupun LSM. Kerja keras pemerintah dengan berbagai pihak telah menghasilkan perencanaan tata ruang di wilayah darat maupun laut yang dituangkan dalam Perda 16/2009, yang menjadi kerangka dan acuan membangun Bali dalam 20 tahun ke depan. Inisiasi pengembangan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) dan Jejaringnya di seluruh Bali adalah salah satu bentuk strategi untuk menterjemahkan RTRW Bali tersebut.
Seiring dengan hal itu, Conservation International (CI) Indonesia melalui program Bali MPA Network memiliki tujuan mengupayakan terkelolanya sumber daya pesisir dan laut Bali secara efektif untuk mempertahankan fungsi lingkungan dan sosial-ekonomi bagi masyarakat lokal dan pemerintah. Dengan target membangun jejaring KKP yang terkelola secara efektif bagi seluruh Pulau Bali yang mendukung visi pengelolaan Bali (‘satu pulau, satu manajemen’ dan ‘Bali Clean and Green Province’), CII berupaya untuk memfasiltasi pemerintah dengan bekerjasama dengan para pihak yang terkait. CII berharap bahwa terbangunnya Jejaring KKP seluruh Pulau Bali ini, yang dilengkapi dengan kapasitas pengelola KKP yang handal dan professional akan mampu menjadi penunjang utama kelentingan pariwisata laut Bali.
Para pemangku kepentingan mengusulkan tidak kurang dari 25 daerah prioritas dalam lokakarya pengembangan KKP dan Jejaringnya di Bali yang dilaksanakan pada bulan Juni 2010. Untuk menyempurnakan desain jejaring KKP Bali tersebut, kami memandang sangat penting memasukan pertimbangan ilmiah (bio-ekologis serta sosial-ekonomi) dalam mentukan rancang bangun jejaring KKP Bali tersebut. Oleh karena itu pemerintah Bali dan CII memandang perlu untuk melakukan kajian secara komprehensif terhadap kondisi kelautan di Bali. Hasil Kajian Cepat Kondisi Kelautan yang dilakukan oleh berbagai pihak dan dipimpin oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Bali ini diharapkan mampu menjadi landasan ilmiah yang mampu mengarahkan Jejaring KKP Bali untuk bekerja membangun Bali menuju Ekonomi Hijau dan Pariwisata Berkelanjutan.
Kami mengucapkan terima kasih atas dukungan pendanaan yang diberikan oleh USAID untuk berlangsungnya kegiatan ini. Selain itu, kami mengucapkan terima kasih pula atas dukungan dan kepemimpinan Pemda Bali (terutama Dinas Perikanan dan Kelautan) dalam studi ini, para anggota tim Bali Marine RAP, P2O-LIPI, DKP, Universitas Warmadewa, Universitas Udayana, BKSDA Bali, Bali Diving Academy, serta para mitra lainnya atas suksesnya kegiatan ini. Kami berharap agar hasil studi dan usulan tindak lanjut dari kegiatan ini bisa bermanfaat bagi pengambil kebijakan dan pelaku pengelolaan sumberdaya laut dan pesisir di Pulau Bali.
Denpasar, 24 October 2011
Ketut Sarjana Putra Country Executive Director Conservation international Indonesia
Sambutan
Direktur Eksekutif Conservation International Indonesia
viiKajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Daftar Isi
daftar isi
Kata Pengantar dari Gubernur Bali ........................................................................................................................................................... iii
Sambutan Kepala dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali ..........................................................................................................iv
Sambutan direktur eksekutif Conservation international indonesia ................................................................................................... v
daftar Gambar ............................................................................................................................................................................................. viii
daftar Foto.......................................................................................................................................................................................................ix
daftar Foto........................................................................................................................................................................................................x
daftar tabel ....................................................................................................................................................................................................xi
Partisipan ..................................................................................................................................................................................................... xii
Ringkasan eksekutif ...................................................................................................................................................................................... 1
Bab 1 ................................................................................................................................................................................................................. 8Pendahuluan
Bab 2 ............................................................................................................................................................................................................... 12Gambaran LokasiI Made Jaya Ratha
Bab 3 ............................................................................................................................................................................................................... 17Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, IndonesiaGerald R. Allen & Mark V. Erdmann
Bab 4 ............................................................................................................................................................................................................... 72Kondisi Terumbu Karang di BaliMuhammad Erdi Lazuardi, I Ketut Sudiarta, I Made Jaya Ratha, Eghbert Elvan Ampou, Suciadi Catur Nugroho dan Putu Liza Mustika
Bab 5 ............................................................................................................................................................................................................... 82Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, IndonesiaEmre Turak dan Lyndon DeVantier
Bab 6 ............................................................................................................................................................................................................. 136Menuju Jejaring KKP BaliPutu Liza Mustika & I Made Jaya Ratha
viii Program Kajian Cepat
Daftar Gambar
daftar Gambar
Gambar 1.1. Prioritas Pengembangan kawasan konservasi Perairan di Bali (Hasil lokakarya Para Pihak, Juni 2010) ..............................................................11
Gambar 1.2. lokasi kegiatan Marine Rapid Assessment Program (Bali tahun 2011 dan nusa Penida tahun 2008) .................................................................11
Gambar 3.1. Citra satelit dari secret Bay, Gilimanuk .................................................................................................................................................................27
Gambar 4.1. Peta site-site pengamatan kondisi terumbu karang pada kegiatan , 29 april – 11 mei 2011 ...............................................................................74
Gambar 4.2. kondisi persentase penutupan karang keras pada kedalaman 5-7m dan 10-14m pada site pengamatan di Bali dalam survey Bali marine rapid assessment Program .....................................................................................................................................................................................75
Gambar 4.3. kondisi persentase penutupan rata-rata karang keras pada site-site pengamatan di Bali dalam survey , 29 april – 11 mei 2011 ......................75
Gambar 4.4. komposisi rata-rata penutupan substrat dasar pada site-site pengamatan di Bali dalam survey , 29 april – 11 mei 2011 .................................76
Gambar 4.5. komposisi rata-rata total persentase penutupan substrat dasar di Bali dalam survey , 29 april – 11 mei 2011 ..................................................76
Gambar 4.6. rata-rata komposisi 10 genus yang mendominasi karang keras di Bali berdasarkan survey Bali Marine Rapid Assessment Program, 29 april – 11 mei 2011................................................................................................................................................................................................................76
Gambar 4.7. nilai indeks mortalitas pada site-site pengamatan di Bali dalam survey Bali Marine Rapid Assessment Program, 29 april – 11 mei 2011 ...............................................................................................................................................................................................................78
Gambar 5.1. segitiga karang (merah tua, mengikuti veron dkk. 2009). Bali terletak di sudut Barat Daya ................................................................................85
Gambar 5.2. kandidat stasiun-stasiun prioritas dan nonprioritas yang diidentifikasi selama lokakarya kkP Bali, Juni 2010 ...................................................88
Gambar 5.3. Perkiraan lokasi situs survei, nusa Penida (17 situs, Oktober 2008) dan Bali (31 situs, april-mei 2011) .............................................................92
Gambar 5.4. kawasan yang telah disurvei di sekitar segitiga karang di indonesia, termasuk Bali dan nusa Penisa, komodo, kepulauan Banda, Wakatobi, Derawan, Bunaken, sangihe-talaud, Halmahera, raja ampat, teluk Cendrawasih dan Fak-Fak/kaimana. setiap wilayah survei ini cukup luas dan mendukung keragaman habitat terumbu karang. setiap survei dilakukan secara komprehensif dan praktis karena waktu yang tersedia terbatas (lihat Daftar Pustaka untuk rinciannya). .....................................................................................................................................................................92
Gambar 5.5. rata-rata % tutupan (+ s.e.) bentos sesil di Bali, april-mei 2011 dan nusa Penida (Oktober 2008) ...................................................................93
Gambar 5.6. Plot pencar tentang tingkat kerusakan terbaru pada karang pembangun terumbu karang pada 85 stasiun di Bali. ............................................99
Gambar 5.7. Dendrogram yang menggambarkan hasil-hasil analisis cluster pada komunitas karang di 48 situs di Bali (B#) dan nusa Penida (n#) ...........100
Gambar 5.8. Distribusi tipe komunitas karang di 48 situs di Bali. kelima komunitas menunjukkan tingkat pemisahan geografi yang cukup tinggi di sepanjang kawasan survei. setiap situs memiliki sebuah daerah arsir ‘persegi panjang komunitas’ yang menunjukkan identitas komunitas yang ada, di mana komunitas a diwakili oleh warna persegi panjang kuning, B oleh coklat, C oleh biru, D oleh merah, dan e oleh merah muda dan ungu ..................100
Gambar 5.9. rata-rata tutupan atribut bentik di 5 tipe komunitas karang, Bali .....................................................................................................................102
Gambar 5.10. Dendrogram yang menggambarkan tingkat kesamaan pada berbagai lokasi yang berbeda dalam hal keberadaan spesies terumbu karangnya, .................................................................................................................................................................................................................109
Gambar 5.11. Dendrogram yang menggambarkan hasil-hasil analisis cluster dari komunitas karang di 254 situs di sepanjang enam wilayah di indonesia ..............................................................................................................................................................................................................................109
Gambar 5.12. Dendrogram yang menggambarkan hasil-hasil dari analisis cluster komunitas karang di 254 situs di sepanjang enam wilayah indonesia ........ 110
Gambar 5.13. kawasan dengan berbagai habitat dan tipe komunitas karang utama di Bali. Gambar Google earth. Daerah yang diwarnai sesuai dengan tipe komunitas karang utama pada Gambar 5.7 .........................................................................................................................................................110
Gambar 5.14. terumbu karang dengan prioritas konservasi tinggi di Bali, ditunjukkan dengan bintang merah .....................................................................112
Gambar 6.1. Bakal-bakal kkP dan lokasi-lokasi yang diusulkan untuk dimasukkan ke dalam Jejaring kkP Bali (lihat tabel 6.3 untuk nama-nama kkP) .....141
ixKajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Daftar Foto
daftar Foto
Foto 2.1. Wisata bahari menjadi salah satu sumber pendapatan nelayan di Candidasa ..........................................................................................................13
Foto 2.2. Pembangunan akomodasi pariwisata di sekitar perairan Bunutan, amed ..................................................................................................................13
Foto 2.3. Panduan bagi wisatawan agar tidak merusak karang di sekitar pantai Pemuteran ...................................................................................................15
Foto 3.1. Contoh spesies ikan karang samudera Hindia yang ditemukan di Bali (dari kiri atas hingga kanan bawah): Acanthurus tristis, Amphiprion sebae, Chaetodon trifasciatus, Chromis opercularis, Leptojulis chrysotaenia, dan Melichthys indicus ...................................................................23
Foto 3.2. Apogon lineomaculus, dengan panjang 6 cm. Hanya ada di Bali dan komodo ............................................................................................................23
Foto 3.3. Contoh pasangan spesies kembar (spesies dari samudera Hindia di kiri dan Pasifik di kanan): atas – Chaetodon decussatus dan C. vagabundus; tengah – Chromis dimidiata dan C. margaritifer; bawah - Ctenochaetus cyanocheilus dan C. truncatus. .......................................................23
Foto 3.4. Contoh perkawinan silang (tengah) antara Centropyge eibli (kiri) dan C. vroliki (kanan) di nusa Penida. ..................................................................23
Foto 3.5. Contoh spesies ikan di Bali yang berhubungan dengan wilayah upwelling dingin: dari kiri ke kanan - Prionurus chrysurus, Springeratus xanthosoma, dan Mola mola .......................................................................................................................................................................................................24
Foto 3.6. Parapercis bimacula, panjang total 11 cm ..................................................................................................................................................................24
Foto 3.7. Manonichthys sp. sepanjang 3,5 cm............................................................................................................................................................................24
Foto 3.8. Dua Pseudochromis baru dari Bali dan nusa Penida sepanjang 7 cm ........................................................................................................................24
Foto 3.9. Siphamia sp. sepanjang 3,5 cm ..................................................................................................................................................................................24
Foto 3.10. Dua spesies baru jawfish (Opistognathidae) dari Bali (kiri ke kanan): spesies Opistognathus 1 sepanjang 4 cm, spesies Opistognathus 2 sepanjang 3,5 cm. ......................................................................................................................................................................................................................25
Foto 3.11. Meiacanthus abruptus, sepanjang 7 cm....................................................................................................................................................................25
Foto 3.12. spesies Meiacanthus cyanopterus sepanjang 6 cm ...................................................................................................................................................25
Foto 3.13. Priolepis sp. sepanjang 2,5 cm. .................................................................................................................................................................................25
Foto 3.14. Grallenia baliensis. dengan panjang 2,5 cm .............................................................................................................................................................25
Foto 3.15. Lepadichthys sp. sepanjang 3 cm..............................................................................................................................................................................26
Foto 3.16. Ptereleotris rubristigma, sepanjang 10 cm ................................................................................................................................................................26
Foto 3.17. Catatan distribusi baru (dari kiri ke kanan) meliputi: Chaetodon reticulatus, Abudefduf lorentzi, dan Cirrhilabrus pylei. ........................................26
Foto 3.18. Capungan banggai (Pterapogon kauderni) yang didatangkan dari luar Bali, panjang total 8 cm, secret Bay, Bali. .................................................26
Foto 5.1. tutupan luas karang pembangun terumbu di stasiun n1.2 nusa Penida didominasi oleh Acropora spp. ...................................................................94
Foto 5.2. tutupan luas karang pembangun terumbu di stasiun B30.2 Bali, didominasi oleh Porites nigrescens dan Seriatopora spp. .....................................94
Foto 5.3. tutupan luas karang pembangun terumbu di stasiun n4.2 nusa Penida, didominasi oleh Acropora spp. dan Porites spp. ........................................94
Foto 5.4. tutupan petak karang lunak yang luas yang didominasi Sarcophyton spp. di stasiun n16.2 nusa Penida .................................................................94
Foto 5.5. Euphyllia spec. nov., ditemukan oleh m. erdmann, pantai timur Bali. Detail polip dari dekat .....................................................................................94
Foto 5.6. Isopora sp. (tengah) yang belum diidentifikasi bersebelahan dengan Isopora palifera (atas dan kanan), stasiun n9.2 nusa Penida ........................94
Foto 5.7. Budi daya rumput laut, stasiun n14.2, nusa Penida. ..................................................................................................................................................98
Foto 5.8. Pemangsaan Acropora yongei oleh siput Drupella, stasiun n14.1, nusa Penida .........................................................................................................98
x Program Kajian Cepat
Daftar Foto
Foto 5.9. Pemangsaan terbaru oleh bintang laut Crown-of-thorns pada Acropora sukarnoi, stasiun n8.2, nusa Penida. .........................................................98
Foto 5.10. koloni Goniopora tenuidens yang terserang penyakit, stasiun n13.2, nusa Penida. ..................................................................................................98
Foto 5.11. kerusakan akibat penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak, stasiun n8.1, nusa Penida. ...............................................................98
Foto 5.12. sampah plastik dan lumpur mencemari terumbu karang, stasiun 31.2 Bali ............................................................................................................99
Foto 5.13. Jaring yang dibuang dan terus membelit karang, stasiun B13.2 Bali .......................................................................................................................99
Foto 5.14. Contoh komunitas karang a, stasiun B16.2, Bali, yang menunjukkan tingginya tutupan terumbu karang di perairan dangkal, sebagian besar adalah acroporidae Montipora (latar belakang) dan Acropora. .......................................................................................................................................106
Foto 5.15. Contoh komunitas karang a, stasiun B17.1, Bali, menunjukkan dampak dari lumpur. ...........................................................................................106
Foto 5.16. Contoh komunitas karang B, stasiun B30.2, Bali, yang didominasi oleh Acropora pulchra dan Seriatopora hystrix yang lebih kecil. .....................106
Foto 5.17. Contoh komunitas karang B, stasiun B22.2, Bali, dengan banyak spesies karang Heterocyathus and Heteropsammia yang kecil dan tidak menempel, tersebar di antara lamun Halophila pada substrat lunak. ......................................................................................................................................106
Foto 5.18. Contoh komunitas karang C, stasiun B5.1, nusa Penida, didominasi piringan pectiniidae dan faviidae yang mengerak. ......................................106
Foto 5.19. Contoh komunitas karang C, stasiun B4.1, Bali, dengan alga rhodofit dan didominasi oleh karang lunak. ............................................................106
Foto 5.20. Contoh komunitas karang D, stasiun n1.2 nusa Penida, yang didominasi oleh acroporidae tabular dan berdaun (foliose). ..................................107
Foto 5.21. Contoh komunitas karang D, nusa Penida stasiun n8.2, menunjukkan beragam karang yang tumbuh di atas punggung bukit terumbu karang (reef spur) yang tidak beraturan. ..................................................................................................................................................................................107
Foto 5.22. Contoh komunitas karang e, stasiun B6.2, Bali, dengan tegakan besar Acropora sukarnoi (tengah). ....................................................................107
Foto 5.23. Contoh komunitas karang e, stasiun B8.2, Bali, dengan spesies tabular Acropora cytherea besar (tengah). .........................................................107
Foto 5.24. Acropora suharsonoi, terumbu karang yang rentang penyebarannya sangat terbatas di Bali utara dan lombok Barat, (dijumpai di situs B26, di Bali). ...............................................................................................................................................................................................108
daftar Foto
Daftar Foto, continued
xiKajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Daftar Tabel
daftar tabel
Tabel 0.1. situs kajian Cepat kondisi kelautan (mraP) Bali 29 april – 11 mei 2011 ...................................................................................................................3
Tabel 1.1. Daftar survei situs dari Bali mraP 29 april – 11 may 2011. notabene: survei ikan tidak dilakukan pada situs 6, 8 dan 28, dan sebaliknya di situs 26, hanya survei ikan yang dilakukan dan bukan survei karang atau transek. .......................................................................................9
Tabel 3.1. Jumlah spesies yang diamati pada masing-masing situs (catatan: ikan-ikan tidak disurvei pada situs 6, 8 dan 27). ............................................19
Tabel 3.2. situs dengan tingkat keragaman spesies ikan karang yang tinggi yang diamati selama survei 2011 di Bali. ..........................................................19
Tabel 3.3. nilai indeks keragaman ikan karang (Coral fish diversity index / CFDI ) untuk daerah yang terbatas, jumlah spesies ikan karang diamati selama survei, dan jumlah yang diperkirakan dengan menggunakan rumus regresi CFDi. ........................................................................................................20
Tabel 3.4. Famili dengan kelimpahan spesies ikan terbanyak di Bali. ........................................................................................................................................21
Tabel 3.5. analisis zoogeografi ikan karang di Bali. setiap kategori bersifat eksklusif. ..............................................................................................................21
Tabel 3.6. spesies-spesies ikan samudera Hindia yang ditemukan di Bali. ...............................................................................................................................22
Tabel 3.7. ikan karang endemik sunda kecil yang terdapat di Bali. ...........................................................................................................................................22
Tabel 3.8. Contoh spesies kembar yang tercatat di Bali. ............................................................................................................................................................27
Tabel 3.9. spesies yang terkait dengan upwelling dingin yang terdapat di Bali. ........................................................................................................................28
Tabel 3.10. Perbandingan jumlah spesies pada kawasan geografi utama di wilayah Bali. ........................................................................................................30
Lampiran 3.1. Daftar ikan karang di Bali (termasuk nusa Penida) ............................................................................................................................................33
Tabel 4.1. Daftar lokasi survey dan site pengamatan pada Bali marine raP tahun 2011 ..........................................................................................................73
Tabel 4.2. kode dan kategori benthic lifeform .............................................................................................................................................................................74
Tabel 4.3. kondisi karang keras yang didominasi karang acropora, Porites, montipora, echinopora dan seriatopora pada site pengamatan di Bali ...............77
Tabel 4.4. kondisi rata-rata karang hidup pada site-site pengamatan di Bali dalam survey Bali marine rapid assesment Program, 29 april – 11 mei 2011 ........ 78
Lampiran 4.1. Daftar total genus karang keras dan rata-rata persentase penutupan pada site-site pengamatan di Bali dalam survey Bali marine rapid assessment Program, 29 april – 11 mei 2011.............................................................................................................................................................................81
Tabel 5.1. kategori kelimpahan relatif, kerusakan dan ukuran (diameter maksimum) setiap taksa bentik dalam inventarisasi biologi. ..................................89
Tabel 5.2. Berbagai kategori atribut bentik ...............................................................................................................................................................................90
Tabel 5.3. ringkasan statistik untuk berbagai variabel lingkungan, Bali (termasuk nusa Penida), Oktober 2008 dan april-mei 2011. ....................................93
Tabel 5.4. Perbandingan keragaman dan ciri-ciri ekologi lainnya antara Bali dengan kawasan terumbu karang lain di indo-Pasifik Barat .............................95
Tabel 5.5. karang batu azooxanthellate scleractinia, karang batu nonscleractinia, karang lunak dan biota lain yang tercatat di Bali. ...................................96
Tabel 5.6. Peringkat (nilai) situs untuk ri mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah untuk 20 situs teratas di Bali. B menunjukkan situs di pulau utama Bali, n menunjukkan situs di nusa Penida dan pulau-pulau kecil yang berdekatan. ......................................................................................................97
Tabel 5.7. 20 situs teratas dengan Replenishment index CI karang di Bali. B adalah situs di pulau utama Bali, n adalah situs di nusa Penida dan pulau-pulau kecil yang berdekatan.............................................................................................................................................................................................97
Tabel 5.8. ringkasan statistik (nilai rata-rata) untuk berbagai variabel lingkungan dan tutupan bentik untuk 5 komunitas karang di Bali. Ciri-ciri yang membedakan diberikan dalam huruf tebal ...............................................................................................................................................................................101
Tabel 5.9. Ciri-ciri spesies karang pada 5 tipe komunitas karang, Bali. taksa digunakan sebagai indikator untuk tipe komunitas yang relevan diberikan dalam huruf tebal. ....................................................................................................................................................................................................................103
Tabel 5.10. Berbagai nilai konservasi situs survei di Bali. Replenishment Index (CI) dinilai dari yang tertinggi sampai yang terendah; indeks kelangkaan (ri) dengan pemeringkatan mulai dari yang tertinggi (1, yang secara faunistik paling tidak biasa) sampai yang terendah. kekayaan spesies scleractinia – pembangun terumbu karang; nomor situs dan tipe komunitas sesuai dengan yang ada di Gambar. ...................................................111
Lampiran 5.1. Ciri lokasi survei. nusa Penida, november 2008 dan Bali, april-mei 2011 ........................................................................................................116
Lampiran 5.2. Perkiraan visual persentase tutupan berbagai atribut bentik sesil dan tipe substrat, serta kedalaman dan stasiun penghitungan untuk kekayaan spesies karang hermatypic, nusa Penida, november 2008 and Bali, april-mei 2011. ...............................................................................................118
Lampiran 5.3. Daftar spesies karang untuk Bali dan wilayah-wilayah lain yang berdekatan, termasuk komodo, Wakatobi, Derawan dan taman nasional Bunaken. Catatan spesies untuk setiap lokasi diperbarui dengan mengikuti studi taksonomi. ...............................................................................121
Tabel 6.1. Daftar spesies penyu dan lokasi peneluran dan pakan mereka di Bali ...................................................................................................................138
Tabel 6.2. Daftar spesies mamalia laut yang terlihat di Bali sejak 2001 .................................................................................................................................139
Tabel 6.3. lokasi-lokasi prioritas untuk jejaring kkP di Bali (searah jarum jam, kea rah timur) ..............................................................................................140
Gambar 6.1. Bakal-bakal kkP dan lokasi-lokasi yang diusulkan untuk dimasukkan ke dalam Jejaring kkP Bali (lihat tabel 6.3 untuk nama-nama kkP) .....141
xii Program Kajian Cepat
Partisipan
I Gusti Putu Nuriartha (Penanggung Jawab dan Penasehat)Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi BaliJl. Patimura 77 Denpasar-BaliFax. (0361) 223562
Ketut Sarjana Putra (Penanggung Jawab)Conservation International (CI) IndonesiaJl. Dr Muwardi 17 Renon, Denpasar Bali 80235Fax. +62 361 235 430Email: [email protected]
Eghbert Elvan Ampou(Pengamat Ekologi Karang)Balai Riset dan Observasi Kelautan BaliJl. Baru Perancak-Jembrana, BaliFax. 0365-44278Email: [email protected]
Mark Van Nydeck Erdman(Pengamat Ikan Karang)Conservation International (CI) IndonesiaJl. Dr Muwardi 17 Renon, Denpasar Bali 80235Fax. +62 361 235 430Email: [email protected]
Muhammad Erdi Lazuardi(Pengamat Ekologi Karang)Conservation international (CI) IndonesiaJl. Dr Muwardi 17 Renon, Denpasar Bali 80235Fax. +62 361 235 430Email: [email protected]
Suciadi Catur Nugroho(Pengamat Ekologi Karang)Balai Riset dan Observasi Kelautan BaliJl. Baru Perancak-Jembrana, BaliFax. 0365-44278Email: [email protected]
Gerald Robert Allen(Pengamat Ikan karang)Conservation International1919 M Street NW, Suite 600Washington, DC 20036, USA
I Ketut Sudiarta(Pengamat Ekologi Karang) Universitas WarmadewaJl. Akasia 10 Denpasar, BaliEmail: [email protected]
Emre Turak(Pengamat karang keras/ hard coral)Conservation International1919 M Street NW, Suite 600Washington, DC 20036, USA
Lyndon DeVantier (Pengamat karang keras/ hard coral)Conservation International1919 M Street NW, Suite 600Washington, DC 20036, USA
I Made Jaya Ratha(Pengamat Sosial-Ekonomi Daerah Pesisir)Conservation Indonesia (CI) IndonesiaJl. Dr Muwardi 17 Renon, Denpasar Bali 80235Fax. +62 361 235 430Email: [email protected]
Partisipan
1Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
RINGKASAN EKSEKUTIF
lAtAR BelAKAnG
Provinsi Bali terletak di sebelah timur Pulau Jawa. Luas Pulau Bali adalah 563.666 ha yang meliputi daratan utama Bali, Nusa Penida, Nusa Lembongan, Nusa Ceningan, pulau Serangan dan pulau Menjangan. Bali terkenal di seluruh penjuru dunia karena budaya masyarakatnya yang unik serta statusnya sebagai tujuan wisata terkemuka di dunia. Bali juga terletak di pojok barat daya Coral Triangle – sebuah kawasan yang memiliki keanekaragaman laut tertinggi di planet ini. Sumberdaya laut Bali telah lama menjadi aset ekonomi yang penting bagi pulau ini – baik sebagai sumber pangan bagi penduduk lokal (banyak penduduk Bali yang memperoleh pasokan protein dari seafood) dan untuk wisata bahari. Atraksi wisata selam dan snorkeling seperti di Nusa Penida, Candi Dasa, pulau Menjangan (Taman Nasional Bali Barat), dan runtuhan kapal USS Liberty di Tulamben telah mengundang banyak wisatawan selama beberapa dekade terakhir. Dalam beberapa tahun terakhir ini sector wisata bahari swasta telah juga mengembangkan pilihan wisata ke Puri Jati, Karang Anyar, dan Amed. Kegiatan lain yang penting bagi perekonomian pesisir Bali antara lain adalah pertanian rumput laut dan penangkapan ikan hias.
Gubernur Bali telah mengeluarkan Keputusan Gubernur No. 324/2000 tentang integrasi pengelolaan wilayah pesisir dalam pembangunan Bali. Namun, pembangunan yang cepat dan tidak terkoordinir di daerah resapan air dan pesisir Bali ditambah dengan tidak jelasnya tata ruang wilayah laut dan pesisir pulau telah menyebabkan penurunan kualitas lingkungan laut di sekitar Bali. Masalah ini ditambah dengan adanya tangkap berlebih dan perikanan yang merusak, sedimentasi dan eutrofikasi akibat pembangunan wilayah pesisir, sampah di lautan dan pengerukan di kawasan karang. Hal ini menyebabkan dipertanyakannya kelestarian jangka panjang kegiatan ekonomi di pesisir Bali.
Menyadari ancaman-ancaman ini, pemerintah provinsi Bali telah berusaha keras untuk mengembangkan strategi pembangunan jangka panjang Pulau Bali, termasuk meningkatkan kualitas tata ruang wilayah darat dan lautnya. Salah satu bagian penting dari inisiatif ini adalah bahwa pemerintah Bali telah memutuskan untuk merancang dan mengembangkan sebuah jejaring Kawasan Konservasi Perairan (KKP) di sekitar Bali yang memberikan prioritas kepada kegiatan-kegiatan ekonomi yang lestari (meliputi wisata bahari lestari, budidaya laut lestari dan perikanan skala kecil lestari)
Dalam rangka memulai perencanaan jejaring KKP tersebut, pemerintah Bali menggelar sebuah lokakarya para pihak pada bulan Juni 2010. Lokakarya ini diorganisir oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Bali, bekerja sama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali, Universitas Warmadewa, Universitas Udayana, USAID, Conservation International (CI) Indonesia dan beberapa LSM lokal yang tergabung dalam Mitra Bahari Bali. Lokakarya Jejaring KKP Bali dihadiri oleh 70 partisipan dari pemerintahan provinsi, pemerintahan kabupaten, universitas, LSM, sektor swasta, kelompok masyarakat, forum lembaga adat dan kelompok nelayan.
Salah satu hasil terpenting lokakarya tersebut adalah para peserta mengidentifikasi 25 situs prioritas yang dipandang sebagai kandidat terpenting untuk dimasukkan ke dalam jejaring KKP pulau Bali. Daftar ini meliputi kawasan lindung daerah/nasional yang sudah ada, seperti Taman Nasional Bali Barat/Pulau Menjangan dan Nusa Penida. Daftar tersebut juga meliputi banyak situs baru yang tidak memiliki bentuk perlindungan legal.
Sebagai tindak lanjut bagi jejaring KKP, pada awal 2011 pemerintah Bali (terutama DKP Provinsi) meminta bantuan program kelautan Conservation International Indonesia untuk memimpin satu tim peneliti lokal dan internasional. Tim ini diharapkan untuk melakukan survey terhadap situs-situs kandidat KKP yang telah diidentifikasi dalam lokakarya bulan Juni 2010. Survey tersebut juga didesain untuk memberikan rekomendasi guna menetapkan prioritas situs dan langkah-langkah yang perlu diambil dalam mendesain jejaring KKP. Tim survey diminta untuk melanjutkan data hasil Kajian Cepat Kondisi Kelautan Nusa Penida (dipimpin oleh CI pada bulan November 2008) sehingga dapat menghasilkan laporan menyeluruh tentang keanekaragaman,
RinGKASAn eKSeKutiF
2 Program Kajian Cepat
RINGKASAN EKSEKUTIF
struktur komunitas dan kondisi terkini terumbu karang dan ekosistem terkait di Bali. Berdasarkan informasi tersebut, tim survey juga diminta untuk memberikan rekomendasi tentang bagaimana memberikan prioritas terhadap ke-25 kandidat situs bagi jejaring KKP yang terwakili secara ekologis.
tujuAn KAjiAn CePAt KondiSi KelAutAn BAli (Bali Marine rapid assessMent prograM – Mrap)
Kajian yang dilakukan dari 29 April hingga 11 Mei 2011 tersebut memiliki tiga tujuan utama:
• Menilai status terkini sebagian besar dari ke-25 kandidat situs KKP di Bali yang sempat teridentifikasi pada lokakarya bulan Juni 2010. Status terkini termasuk keanekaragaman, kondisi terumbu karang dan status konservasi/kelentingan dari karang keras dan ikan karang, sampai pada inventarisir keanekaragaman tingkat spesies per situs.
• Mengumpulkan data spasial yang mendetil tentang fitur-fitur biologis yang harus dipertimbangkan dalam desain akhir jejaring KKP Bali, termasuk perbedaan struktur komunitas karang. Selain itu, survey juga mengumpulkan data tentang: kawasan dengan nilai konservasi yang penting karena memiliki susunan karang keras atau ikan karang yang langka atau endemik; situs pemijahan atau pembersihan ikan karang; komunitas karang yang lenting terhadap perubahan iklim global karena sering terpapar oleh upwelling air dingin; atau fitur-fitur biologis penting lainnya.
• Berdasarkan informasi di atas, tim survey diharapkan memberikan rekomendasi nyata kepada pemerintah Bali tentang langkah-langkah yang harus diambil untuk menyelesaikan desain Jejaring KKP Bali.
GAmBARAn umum
• Kajian Cepat Kondisi Kelautan (MRAP) Bali telah sukses diselenggarakan selama 13 hari dari tanggal 29 April hingga 11 Mei 2011. Esok harinya tanggal 12 Mei 2011, tim menyampaikan hasil awal MRAP kepada Gubernur Bali. Tim survey beranggotakan 12 orang, termasuk perwakilan dari Dinas Kelautan dan Perikanan, Balai Riset Oseanografi dan Kelautan, Universitas Warmadewa, serta enam ahli taksonomi lokal dan internasional dari Conservation International. Survey didanai secara keseluruhan oleh Coral Triangle Support Program (CTSP) dari United States Agency for International Development (USAID).
• Secara keseluruhan, tim sukses melakukan survey di 33 situs (lihat tabel di bawah ini) yang mewakili sebagian besar dari ke-25 situs KKP yang telah teridentifikasi pada bulan Juni 2010 yang lalu. Survey dimuali pada ujung selatan Bali dan diteruskan secara berlawanan dengan arah jarum jam mengelilingi pulau hingga ujung barat laut tercapai. Di titik ini tim survey tidak dapat meneruskan perjalanan ke pesisir barat karena kondisi ombak yang ganas berbahaya bagi penyelaman. Data dari ke-33 situs tersebut telah digabungkan dengan data yang diambil dari 19 titik pada bulan November 2008 saat MRAP Nusa Penida. Karenanya, analisis taksonomi karang dan ikan karang serta analisis struktur komunitas yang terdapat pada laporan ini berasal dari dataset di 52 situs penyelaman.
• Kajian Cepat Kondisi Kelautan Bali 2011 dilakukan selama lebih dari 350 jam selam. Selama itu, tim survey merasa terkesan dengan keanekaragaman hayati yang tinggi, termasuk ditemukannya beberapa spesies baru. Tim survey juga sangat terkesan karena terumbu karang Bali ditemukan dalam pemulihan aktif dari pemutihan karang, perikanan yang merusak dan serangan bintang laut berduri yang sempat diperkirakan menghancurkan karang-karang tersebut mulai dari akhir 1990an hingga 2001. Perbandingan karang hidup dan mati adalah 7 banding 1; suatu perbandingan yang mengesankan dan merupakan bukti kelentingan terumbu karang Bali. Pada saat yang sama, tim juga menemukan bukti masalah pengelolaan sumber daya Bali, termasuk sampah plastik yang ada di mana-mana, tanda-tanda penangkapan berlebih, serta hampir hilangnya hiu karang dan ikan-ikan bernilai komersial tinggi (seperti ikan Napoleon). Tim juga melihat betapa seriusnya konflik kepentingan antara masyarakat yang hidup dari wisata bahari dan nelayan luar yang secara tidak lestari memanen sumber daya laut yang menjadi modal wisata bahari tersebut.
KeAneKARAGAmAn iKAn KARAnG
• G. Allen dan M. Erdmann memberikan penilaian terhadap keanekaragaman ikan karang di 29 dari 33 situs survey dengan menggunakan metode sensus visual dari kedalaman 1-70m. Total 805 spesies tercatat dalam survey tersebut. Jika digabungkan dengan hasil MRAP Nusa Penida 2008, total keanekaragaman ikan karang untuk Bali menjadi 977 spesies, terdiri dari 320 genera dan 88 famili.
• Ikan kakatua (Labridae), betok (Pomacentridae), betutu (Gobiidae), capungan (Apogonidae), kerapu (Serranidae), ikan kepe-kepe (Chaetodontidae), dan butana (Acanthuridae) adalah spesies yang paling sering
3Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
RINGKASAN EKSEKUTIF
ditemui di karang Bali. Jumlahnya secara berturut-turut adalah 114, 96, 84, 59, 54, dan 39 spesies.
• Jumlah spesies per situs berkisar antara 42 hingga 248 dengan rata-rata 153 spesies per situs. Situs-situs dengan keanekaragaman tertinggi antara lain adalah Anchor wreck, Menjangan (248 spesies), Batu Klebit, Tulamben (246 spesies), Kepah di Amed (230 spesies), Jemeluk di Amed (220 spesies) dan Bunutan di Amed (217 spesies).
• Sebagian besar ikan karang Bali memiliki sebaran luas di kawasan Indo-Pasifik (56,4%) atau Pasifik Barat (25,3%). Ada pula kategori minoritas yang beranggotakan spesies yang umumnya tersebar di Samudera Hindia (3%) dan endemik Indonesia (3,3%). Sebanyak 16 spesies ikan karang saat ini hanya ditemukan di Bali dan ke arah timur ke pulau-pulau Nusa Tenggara; mereka dipandang sebagai spesies endemik.
Tabel 0.1. situs kajian Cepat kondisi kelautan (mraP) Bali 29 april – 11 mei 2011
No. situs
Tanggal survey Nama situs Koordinat
1 29 April 11 Terora, Sanur (Grand Mirage) 08° 46.228' S, 115° 13.805' E
2 29 April 11 Glady Willis, Nusa Dua (Grand Mirage) 08° 41.057' S, 115° 16.095' E
3 29 April 11 Sanur Channel 08° 42.625' S, 115° 16.282' E
4 30 April 11 Kutuh Temple, Bukit 08° 50.617' S, 115° 12.336' E
5 30 April 11 Nusa Dua 08° 48.025' S, 115° 14.356' E
6 30 April 11 Melia Bali, Nusa Dua 08° 47.608' S, 115° 14.192' E
7 1 Mei 11 West Batu Tiga (Gili Mimpang) 08° 31.527' S, 115° 34.519' E
8 1 Mei 11 East Batu Tiga 08° 31.633' S, 115° 34.585' E
9 1 Mei 11 Jepun (Padang Bai) 08° 31.138' S, 115° 30.619' E
10 2 Mei 11 Tepekong (Candidasa) 08° 31.885' S, 115° 35.167' E
11 2 Mei 11 Gili Biaha/Tanjung Pasir Putih 08° 30.270' S, 115° 36.771' E
12 3 Mei 11 Seraya 08° 26.010' S, 115° 41.274' E
13 3 Mei 11 Gili Selang North 08° 23.841' S, 115° 42.647' E
14 3 Mei 11 Gili Selang South 08° 24.079' S, 115° 42.679' E
15 4 Mei 11 Bunutan, Amed 08° 20.731' S, 115° 40.826' E
16 4 Mei 11 Jemeluk, Amed 08° 20.221' S, 115° 39.617' E
17 4 Mei 11 Kepah, Amed 08° 20.024' S, 115° 39.244' E
18 5 Mei 11 Batu Kelibit, Tulamben 08° 16.696' S, 115° 35.826' E
19 5 Mei 11 Tukad Abu, Tulamben 08° 17.603' S, 115° 36.599' E
20 6 Mei 11 Gretek, Buleleng 08° 08.969' S, 115° 24.733' E
21 6 Mei 11 Penutukang, Buleleng 08° 08.270' S, 115° 23.622' E
22 7 Mei 11 Puri Jati, Lovina 08° 11.032' S, 114° 54.869' E
23 7 May 11 Kalang Anyar, Lovina 08° 11.344' S, 114° 53.841' E
24 8 Mei 11 Taka Pemuteran 08° 07.775' S, 114° 40.007' E
25 8 Mei 11 Sumber Kima 08° 06.711' S, 114° 36.451' E
26 9 Mei 11 Anchor Wreck, Menjangan 08° 05.467' S, 114° 30.131' E
27 9 Mei 11 Coral Garden, Menjangan (hanya transek) 08° 05.485' S, 114° 30.486' E
28 9 Mei 11 Pos 2, Menjangan 08° 05.813' S, 114° 31.608' E
29 10 Mei 11 Secret Bay, Gilimanuk 08° 10.862' S, 114° 26.544' E
30 10 Mei 11 Secret Bay Reef - utara, Gilimanuk 08° 09.771' S, 114° 27.116' E
31 11 Mei 11 Klatakan Pearl-Farm 1 08° 13.911' S, 114° 27.249' E
32 11 Mei 11 Klatakan Pearl-Farm 2 08° 14.000' S, 114° 27.463' E
33 8 Mei 11 Pura Pulaki (hanya survey ikan karang) 08° 08.719' S, 114° 40.756' E
4 Program Kajian Cepat
RINGKASAN EKSEKUTIF
• Tim survey mencatat setidaknya 13 spesies baru atau yang belum terdeskripsikan, termasuk dua fang blennies (Meiacanthus), dua jawfish (Opistognathus), tiga dottybacks (Pseudochromis dan Manonichthys), seekor clingfish (Lepidichthys), seekor grubfish (Parapercis), seekor dartfish (ptereleotris) seekor butana (Siphamia), dan dua ikan gobi (Grallenia dan Priolepis). Walaupun kebanyakan spesies ini sempat ditemukan di region-region tetangga, lima spesies baru pertama kali tercatat saat MRAP 2008 dan 2011.
• Walaupun Bali memiliki keanekaragaman hayati yang mengagumkan (dibandingkan dengan luas kawasannya), kami juga menemukan tanda-tanda penangkapan berlebih di hampir setiap situs. Hampir tidak terlihat ikan karang besar yang bernilai ekonomis tinggi. Pada lebih dari 350 jam selam, tim survey hanya menemukan tiga hiu karang (hanya di Gili Selang dan Menjangan), tiga ikan Napoleon/maming (Cheilinus undulatus; hanya terlihat di Gili Selang dan Tulamben), dan empat kerapu karang dari genus Plectropomus. Yang juga menyedihkan adalah bahwa tim survey hanya menemukan lima ekor penyu selama survey.
• Dipandang dari susunan struktur ikan karang, Bali secara umum terbagi atas empat zona utama: Nusa Penida, pesisir timur (menghadap Selat Lombok), pesisir utara, dan Secret Bay (Gilimanuk). Desain jejaring KKP Bali harus mengikutsertakan situs-situs yang ada di empat zona ikan karang tersebut. Selain kawasan yang sudah termasuk dalam KKP (termasuk Menjangan, Nusa Penida, Tulamben dan Amed), situs survey yang perlu mendapat perhatian konservasi khusus (berdasarkan keanekaragaman ikan karang dan kondisi habitat yang sangat bagus) termasuk di antaranya Batu Tiga, Gili Selang, Taka Pemuteran, Sumber Kima, dan Secret Bay (Gilimanuk).
KeAneKARAGAmAn KARAnG KeRAS
• Jika digabungkan antara MRAP Nusa Penida 2008 dan Bali 2011, keanekaragaman karang keras diteliti pada 85 situs (di perairan dangkal dan dalam) pada 48 stasiun (dengan lokasi GPS). Komunitas karang diteliti dari segi hempasan ombak, arus dan suhu air. Komunitas karang juga diteliti dari sudut tipe habitat: perairan dingin dengan pantai berbatu, perairan terumbu dingin dengan paparan karang yang luas, perairan terumbu hangat dengan paparan karang dari luas hingga sempit, dan komunitas karang yang tumbuh pada substrat lunak.
• Bali memiliki fauna terumbu karang yang beragam. Tim survey mengkonfirmasi adanya 406 spesies karang hermatipik (karang pembangun terumbu). Tim survey
juga menemukan 13 spesies yang belum terkonfirmasi namanya dan memerlukan studi taksonomi yang lebih mendalam. Saat ini, setidaknya satu spesies, Euphyllia sp. nov. merupakan spesies baru. Spesies baru yang berikutnya, Isopora sp., menunjukkan perbedaan morfologis yang signifikan dari spesies terdekat. Tampaknya ada lebih dari 420 karang Scleractinia hermatipik yang ada di Bali. Sebagai perbandingan dengan region lain di Coral Triangle, angka kekayaan karang ini mirip dengan yang ditemukan di Taman Nasional Bunaken dan Wakatobi (392 dan 396 spesies), jauh lebih tinggi dari Komodo dan Kep. Banda (342 dan 301 spp.), dan lebih rendah dari Derawan, Raja Ampat, Teluk Cenderwasih, Fak-Fak/Kaimana dan Halmahera (semua sekitar atau di atas 450 spp.).
• Rata-rata kekayaan karang per situs Bali (diratakan dari beberapa stasiun di dalam situs) adalah 112 spesies (s.d. 42 spp.), berkisar dari hanya dua spesies (di Situs B22, sebuah lokasi berlumpur non-terumbu karang) hingga 181 spesies di B16 (Jemeluk, Amed). Situs-situs lain yang kaya akan karang termasuk Anchor Wreck di Menjangan (168 spp., Situs B26) dan Penuktukan (164 spp., Situs B21).
• Cluster analysis pada tingkat situs digunakan untuk menentukan lima tipe komunitas karang utama yang terkait dengan tingkat hempasan ombak, arus – upwelling, tipe substrat dan lokasi geografis. Lima komunitas karang tersebut adalah: 1) pesisir utara Bali yang relatif terlindung (Menjangan hingga Amed); 2) terumbu yang sering terpapar oleh ombak di selatan Bali, selatan Nusa Penida dan barat laut Bali; 3) perairan utara Nusa Penida yang berair jernih dan selalu terpapar arus (termasuk juga beberapa karang di Bali timur); 4) terumbu tepi di Bali timur dari Nusa Dua hingga Gili Selang; dan 5) beberapa habitat terumbu bersubstrat lunak, termasuk Puri Jati, Kalang Anyar dan Gilimanuk Secret Bay. Lima komunitas karang utama ini kemudian dibagi lagi menjadi 10 susunan karang utama. Setiap unit dari lima komunitas utama ini dicirikan oleh spesies dan atribut-atribut benthik yang unik.
• Rata-rata tutupan karang keras hidup adalah 28%. Tutupan karang mati biasanya rendah, rata-ratanya < 4%, sehingga perbandingan tutupan karang hidup dan mati sangatlah tinggi (7 : 1). Hal ini merupakan indikasi terumbu yang tutupannya berada pada kondisi sedang hingga bagus. Tutupan karang lunak yang tinggi terjadi pada hamparan patahan karang yang sepertinya terjadi karena kegiatan perikanan yang merusak, predasi karang dan pembongkaran karang untuk pertanian rumput laut. Ada sedikit bukti tentang penggunaan bom (periode baru dan ada pula yang agak lama) dan penyakit karang. Penyakit karang yang terdeteksi biasanya terlihat pada Acropora yang berbentuk tabular.
5Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
RINGKASAN EKSEKUTIF
Beberapa kerusakan akibat wisatawan selam juga terlihat. Ditemukan pula pertumbuhan cyanobacteria sebagai tanda stress pada karang di tenggara Bali (Sanur, Nusa Dua). Hal ini diduga sebagai akibat eutrofikasi dan aliran limbah dari kegiatan wisata di pesisir.
• Komposisi fauna karang Bali mengikuti tipe region di mana Bali berada, di mana kebanyakan spesiesnya juga ditemukan di tempat-tempat lain di Coral Triangle. Walaupun terdapat banyak kemiripan antara komposisi spesies karang di Bali dengan daerah lain di Indonesia, tetap juga ada beberapa perbedaan. Komposisi karang Bali paling mirip dengan Komodo, selain juga dengan pulau-pulau di Sunda Kecil karena terpapar oleh kondisi lingkungan (arus dan upwelling air dingin) yang mirip. Sedikit banyak, terdapat perbedaan antara kawasan ini dengan daerah-daerah lain, terutama jika dibandingkan dengan kawasan yang memiliki tingkat kekayaan spesies dan habitat yang lebih tinggi seperti Derawan, Sangihe-Talaud, Halmahera dan Bentang Laut Kepala Burung di Papua Barat.
• Temuan spesies baru Euphyllia di pesisir timur Bali dan kehadiran karang-karang endemik lain (terutama Acropora suharsonoi) menunjukkan bahwa kawasan ini memiliki keunikan fauna tersendiri yang mungkin berkaitan dengan arus kuat yang mengalir melalui Selat Lombok. Berdasarkan hal tersebut, dan juga karena prinsip kehati-hatian, maka terumbu Bali perlu dikelola dengan hati-hati. Kerusakan akibat kegiatan lokal dapat memerlukan waktu lama untuk pulih, terutama karena pasokan plasma nutfah dari luar akan memerlukan waktu lama untuk berdampak pada terumbu Bali.
• Terumbu yang bernilai konservasi tinggi di sekitar Bali tersebar di sepanjang pesisir timur dan utara, termasuk Jemeluk, Menjangan, Gili Tepekong, Penutukang, Bunutan, Gili Selang dan Gili Mimpang. Komunitas karang Nusa Penida sedikit berbeda dari komunitas karang di daratan Bali. Karang Nusa Penida terpapar oleh kondisi lingkungan dan pola pakai yang berbeda, sehingga memerlukan fokus pengelolaan yang berbeda. Terumbu dengan nilai konservasi tinggi di Nusa Penida antara lain ada di Crystal Bay, Toya Pakeh, Sekolah Dasar and Nusa Lembongan.
• Gelombang lautan yang tinggi membuat pesisir selatan yang terpapar ombak tidak disurvey secara menyeluruh. Banyak terumbu pesisir selatan sangat penting bagi olahraga selancar air yang mengundang banyak wisatawan ke Bali tiap tahunnya. Dalam hal selancar, konservasi kawasan selancar di masa depan harus menjadi prioritas untuk mendukung olahraga selancar di pulau ini (biasanya kondisi selancar yang baik terjadi di terumbu dangkal). Lebih ke arah laut lepas, pesisir
selatan juga penting bagi koridor migrasi cetacean (paus dan lumba-lumba) dan spesies lain.
• Keberadaan upwelling air dingin dan/atau arus yang selalu mengalir deras di beberapa kawasan (terutama Nusa Penida dan timur Bali) bisa saja menjadi faktor penting untuk melindungi terumbu dari kenaikan suhu air laut yang berkaitan dengan perubahan iklim. Karenanya, jejaring KKP Bali harus mengikutsertakan sebagian besar terumbu semacam ini untuk menjamin agar jejaring KKP lenting terhadap perubahan iklim.
KondiSi teRumBu KARAnG
• Kondisi terumbu karang diteliti pada 27 lokasi survey dengan menggunakan modifikasi metode “point intercept transect”. Dua transek sepanjang 50m ditempatkan sejajar pantai pada terumbu karang pada dua kedalaman (5-7m dan 10-14m); per situs dilakukan empat transek. Hidupan benthos pada terumbu dicatat pada interval 50cm sepanjang transek dengan kategori karang keras hidup (identifikasi sampai pada level genus), karang lunak, alga, hidupan benthos lain (misal sponge, zooanthid), karang mati tegak, patahan karang, dan substrat abiotik (misal pasir, batu, lumpur). Persentasi tutupan untuk tiap kategori kemudian dihitung, begitu juga dengan indeks kematian karang yang membandingkan persentase karang keras hidup dan mati.
• Pada kedalaman 5-7m, persentase karang keras hidup berkisar antara 21.5-68% dengan rata-rata 45.3%. Persentase karang hidup tertinggi pada kedalaman ini ditemukan di Anchor Wreck (Menjangan); yang terendah di Klatakan Timur. Karang keras hidup merupakan tutupan substrat paling dominan pada kedalaman ini, diikuti oleh substrat abiotik (rata-rata 17.3%) dan patahan karang (11.3%).
• Persentase karang keras hidup pada kedalaman 10-14m berkisar antara 11-76% dengan tutupan tertinggi tercatat di Gili Tepekong dan terendah di Kutuh. Secara rata-rata, terumbu pada kedalaman ini didominasi oleh karang keras (32.8%), diikuti oleh substrat abiotik (rata-rata 21.7%), karang lunak (14.9%) dan patahan karang (13.6%).
• Menggabungkan hasil dari dua kedalaman, terumbu Bali memiliki rata-rata tutupan karang keras hidup sebanyak 38.2%. Rata-rata tutupan tipe substrat lain adalah: substrat abiotik (20.6%), patahan karang (12.6%), karang lunak (12.1%0, fauna hidup lain (6.8%), alga (5.2%), dan karang mati tegak (4.6%).
6 Program Kajian Cepat
RINGKASAN EKSEKUTIF
• Sejumlah 54 genera karang keras tercatat dalam survey transek, tiga genera di antaranya mendominasi karang di Bali: Acropora (rata-rata 9.67% total tutupan di tiap terumbu), Porites (8.12%) and Montipora (3.92%). Jika tutupan karang keras dan lunak digabung untuk memberikan persentase tutupan karang hidup (keras dan lunak), tutupan terumbu karang di Bali pada kedalaman 5-7m berkisar antara 31.5-85% (rata-rata 54.2%). Tutupan tertinggi ada pada Coral Garden di Menjangan, sedangkan tutupan terendah ada di Sumber Kima. Tutupan karang hidup pada transek kedalaman 10-14m berkisar antara 12-80.5% (rata-rata 47.7%), tertinggi di Nusa Dua dan terendah di Tukad Abu. Perlu dicatat bahwa, walaupun karang lunak terlihat cantik dan memang memberikan perlindungan dan makanan bagi beberapa organism terumbu, karang lunak tidak menghasilkan kerangka kapur permanen (jadi dia tidak membangun terumbu). Karenanya tutupan karang lunak yang tinggi tidak begitu baik untuk pemeliharaan jangka panjang struktur terumbu.
• Kami menghitung indeks kematian karang (0 berarti 100% karang hidup dan 1 berarti 100% karang mati). Indeks kematian karang berkisar antara 0.02 hingga 0.56 untuk terumbu di sekitar daratan Bali dengan rata-rata 0.24. Hal ini menguatkan dugaan bahwa terumbu Bali saat ini sedang mengalami proses pemulihan aktif dari kejadian-kejadian besar di masa lalu (pemutihan karang dan merebaknya bintang laut berduri).
ReKomendASi:
• Hasil survey menunjukkan bahwa pemerintah Bali harus mengambil langkah tegas untuk merancang jejaring KKP-KKP multifungsi. Jejaring ini didesain untuk menjamin kelestarian perikanan bagi masyarakat lokal dan wisata bahari. KKP-KKP yang ada harus didesain, dirancang tata ruangnya, dan dikelola dengan dukungan dan partisipasi penuh dari masyarakat lokal, operator wisata dan kelompok masyarakat madani. KKP-KKP tersebut juga harus tersurat dalam kerangka kerja tata ruang wilayah pesisir dan laut yang bertujuan untuk mengurangi konflik kepentingan pengguna dan memberikan prioritas kepada kegiatan ekonomi yang paling lestari dan memberikan keuntungan terbesar bagi masyarakat Bali.
• KKP harus mengakomodasi daerah larang-ambil (“no-take zones”) untuk menjamin pemulihan ikan karang besar sebagai sumber protein penting bagi masyarakat lokal dan juga sebagai daya tarik utama bagi para penyelam dan snorkeler. Daerah larang ambil merupakan kawasan di dalam KKP yang melarang segala bentuk perikanan dan kegiatan ekstraktif lainnya untuk memberikan kesempatan bagi biota laut untuk pulih, tumbuh dan bereproduksi.
Pada akhirnya, hal ini akan membantu pertumbuhan karang Bali dan meningkatkan hasil tangkapan nelayan yang beroperasi di luar daerah larang-ambil. Agar efektif, daerah larang-ambil harus mencakup 20-30% dari habitat-habitat laut penting di Bali.
• Dalam merancang Jejaring KKP Bali, penting kiranya untuk menjamin bahwa seluruh tipe komunitas karang dan ikan karang utama terwakili dalam jejaring. Hal ini untuk menjamin perlindungan penuh bagi keanekaragaman Bali dan juga memberikan jaminan bagi adaptasi dan kelentingan terhadap perubahan iklim. Hasil Kajian Cepat Kondisi Kelautan Bali menunjukkan adanya setidaknya lima tipe komunitas karang di Bali (susunan komunitas ikan mengikuti pola ini juga): Nusa Penida utara; pantai timur Bali dari Nusa Dua hingga Gili Selang; terumbu pesisir utara dari Amed hingga Menjangan; habitat bersubstrat lunak di pesisir utara di Puri Jati/Kalang Anyar dan Gilimanuk Secret Bay; dan pesisir barat dan selatan Bali dan pesisir selatan Nusa Penida yang sering terpapar gelombang.
• Selain mengakomodasi kelima tipe komunitas karang utama ini, Jejaring KKP Bali juga sebaiknya mengakomodir situs-situs dengan nilai konservasi tinggi, seperti tempat-tempat dengan keanekaragaman yang unik, habitat yang tetap utuh, spesies yang endemik atau langka, atau kawasan untuk ikan memijah, membersihkan diri atau tempat penyu bertelur. Lokasi-lokasi bernilai konservasi tinggi yang tercatat selama survey antara lain Batu Tiga (Gili Mimpang), Tepekong, Gili Selang, Tulamben, Amed (Jemeluk dan Bunutan), Menjangan, Penutukang, Taka Pemuteran, Sumber Kima, dan Secret Bay (Gilimanuk). Lokasi-lokasi yang teridentifikasi sebagai kawasan bernilai konservasi tinggi selama MRAP Nusa Penida 2008 (karena nilai keanekaragaman hayati yang tinggi serta berfungsi sebagai tempat pembersihan bagi ikan matahari (Mola mola) dan pari manta) termasuk Crystal Bay, Toya Pakeh, Manta Point, North Lembongan, Batu Abah dan Sekolah Dasar (Penida). Pantai peneluran penyu di Perancak juga sempat diidentifikasi sebagai kawasan dengan nilai konservasi tinggi karena penyu lekang bertelur secara tahunan di sana. Perairan Lovina (Buleleng) dan Peninsula juga telah teridentifikasi sebagai daerah berkumpul paus dan lumba-lumba, sehingga lokasi-lokasi tersebut tepat untuk diikutkan dalam jejaring KKP. Daerah larang-ambil juga perlu dipertimbangkan dalam kawasan-kawasan tersebut di atas.
• Sebagai kriteria terakhir dalam prioritasis/pemilihan lokasi bagi jejaring KKP, terumbu pada pesisir timur Bali (terutama sekitar Candidasa dan Padang Bai) dan Nusa Penida dipandang penting untuk dimasukkan dalam Jejaring KKP dari segi kelentingan terhadap perubahan iklim. Terumbu-terumbu ini sering terpapar
7Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
RINGKASAN EKSEKUTIF
oleh arus yang kuat dan juga upwelling air dingin (keduanya dampak fitur-fitur oseanografis Arus Lintas Indonesia/Arlindo yang melintasi Selat Lombok) yang dapat meminimalisir akibat pemanasan global.
• Dalam survey MRAP hanya ditemukan tiga hiu karang selama 350 jam selam. Selain itu, baru-baru ini muncul bukti pembantaian hiu thresher betina yang sedang hamil akibat perikanan hiu yang terjadi di perairan antara Kusamba dan Nusa Penida. Karenanya, pemerintah Bali harus serius mempertimbangkan peraturan yang menciptakan daerah perlindungan hiu (‘shark sanctuary’) di Bali yang melarang penangkapan atau pembunuhan segala jenis hiu di perairan Provinsi Bali. Pers internasional akan menerima daerah perlindungan hiu dengan baik, karena hal ini terjadi saat Bali sedang diserang kritik-kritik lingkungan. Daerah perlindungan hiu juga akan mencegah merebaknya kritik terhadap Bali jika informasi tentang pembantaian hiu Thresher tersebut terbuka ke dunia internasional. Selain itu, inisiatif ini akan meningkatkan posisi tawar Bali di dunia wisata bahari, karena kebanyakan pesaing Bali dalam wisata bahari (termasuk Maldives, Palau, Micronesia, Bahama dan Guam) telah mencanangkan daerah perlindungan hiu. Pada bulan Oktober 2011 yang lalu, Marshall Island mencanangkan daerah perlindungan hiu terbesar di dunia (sebesar 1,990,530 km2). Adalah suatu keuntungan bagi Bali jika pemerintah daerah Bali mengikuti langkah tersebut. Daerah perlindungan hiu tidak akan hanya menciptakan citra media yang positif; bahwa Bali memiliki kemauan politik yang cukup untuk menangani satu masalah lingkungan yang serius. Pada akhirnya, saat populasi hiu mulai pulih, daerah perlindungan hiu juga akan memberikan sumbangan berarti bagi wisata bahari Bali. Bab terakhir dalam laporan ini antara lain mendiskusikan pentingnya daerah perlindungan hiu di Bali.
• Bab terakhir laporan ini juga mencakup analisis sekunder tentang fauna laut besar lain di Bali (termasuk paus, lumba-lumba, dugong, penyu dan pari manta). Lokasi-lokasi penting bagi fauna laut besar di Bali telah tercakup oleh ketujuh lokasi prioritas KKP yang teridentifikasi pada bulan Juni 2010. Laporan Kajian Cepat Kondisi Kelautan 2011 ini tidak mencakup semua data dasar penting bagi rancangan Jejaring KKP, seperti sebaran mangrove dan informasi oseanografik dasar. Analisis mendalam tentang sosial budaya dan ekonomi juga tidak ada dalam laporan ini. Namun bagaimanapun juga, prinsip kehati-hatian mengharuskan bahwa pengelolaan konservasi harus dilakukan dan diterapkan walaupun data tidak mencukupi.
• Dengan mempertimbangkan rekomendasi-rekomendasi di atas, kami sangat merekomendasikan dijadikannya
sembilan lokasi berikut ini sebagai KKP (atau jika sudah menjadi KKP, pengelolaannya ditingkatkan): kawasan Peninsula (Bukit Uluwatu hingga Nusa Dua), Nusa Penida, Padang Bai-Candidasa, Tulamben-Amed, Buleleng Timur (Tejakula), Buleleng Tengah (Lovina), Buleleng Barat (Pemuteran), Taman Nasional Bali Barat (termasuk Menjangan dan Secret Bay/ teluk Gilimanuk), dan Perancak.
• Tergantung dari kondisi lokal (oseanografi, politik, dan budaya), satu daerah dapat dijadikan satu KKP atau beberapa rantaian KKP. Apapun cakupan KKP yang dipilih, adalah penting bahwa kesembilan kawasan tersebut diberikan prioritas dalam Jejaring KKP. Rekomendasi ini tidak berarti bahwa kami tidak menyarankan pembentukan KKP-KKP di daerah-daerah di luar kesembilan kawasan tersebut. Informasi-informasi baru (termasuk data tentang faktor-faktor yang tidak dimasukkan dalam kajian ini, seperti distribusi mangrove atau padang lamun) bisa saja mendukung pembentukan KKP-KKP tersebut. Bisa juga masyarakat lokal memberikan dukungan kuat untuk membuat sebuah KKP, di dalam maupun di luar kesembilan KKP tersebut.
• Pemerintah Bali dan seluruh pemangku kepentingan harus menyadari bahwa pengelolaan efektif jejaring KKP memerlukan upaya penegakan hukum yang serius. Agar sukses, jejaring KKP juga memerlukan biaya cukup tinggi dan komitmen dana dari pemerintah. Pemerintah daerah Bali juga sebaiknya bekerja sama dengan sektor wisata bahari untuk mengembangkan system pembayaran pengguna KKP (‘user fee system’ seperti yang sudah secara efektif berjalan di KKP-KKP Bunaken dan Raja Ampat). Sistem ini akan sangat membantu biaya penegakan hukum dan pengelolaan KKP. Pemerintah juga sebaiknya mempertimbangkan untuk mengalokasikan sebagian hasil pajak dari sektor wisata dan perikanan ke dalam pengelolaan jejaring KKP.
• Wilayah pesisir Bali menghadapi masalah serius karena sampah (terutama sampah plastik) dan polusi limbah yang mengalir ke laut dari sungai dan saluran air di kawasan pengembangan wisata pesisir. Gubernur Bali memiliki tujuan untuk menghapus penggunaan pupuk kimia dan pestisida dalam pertanian Bali pada tahun 2014. Tujuan ini sangatlah mulia dan tentunya akan membawa dampak positif pada masalah sampah dan polusi pulau ini. Namun, banyak hal yang masih harus dilakukan dalam hal ini, termasuk kampanye pendidikan publik (yang didukung oleh penegakan hukum dan denda) untuk menghentikan kebiasaan buang sampah dan limbah di badan air (yang semuanya akan mengalir ke laut). Upaya-upaya untuk mengurangi penggunaan kemasan plastik dari toko-toko besar (seperti misalnya pelarangan penggunaan tas plastik) juga harus dipertimbangkan.
Chapter 1
8 Program Kajian Cepat
Chapter 1
Pendahuluan
1.1. lAtAR BelAKAnG
Daerah pesisir dan laut yang mengelilingi Bali merupakan ekosistem yang sangat produktif dan mampu memberikan berbagai bentuk barang dan jasa bagi pemenuhan kesejahteraan masyarakat. Peran industri pariwisata yang demikian dominan di Bali telah dirasakan menimbulkan dampak meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Bali. Tidak mengherankan jika potensi konflik pun cukup banyak ditemukan terutama terkait dengan status pemanfaatan kawasan yang seringkali saling bersinggungan. Disamping itu yang tidak kalah pentingnya adalah pertumbuhan pembangunan di kawasan pesisir Bali juga memicu terjadinya degradasi lingkungan hidup.
Menyadari munculnya berbagai dampak dari pesatnya pembangunan di Bali, pemerintah telah berupaya keras untuk mengembangkan strategi pengelolaan jangka panjang. Salah satunya adalah melalui rencana tata ruang wilayah provinsi Bali (Perda Provinsi Bali No 16 Tahun 2009). Salah satu bagian penting dari inisiatif ini adalah keinginan pemerintah Bali untuk merancang dan sekaligus mengimplementasikan kawasan perlindungan/ konservasi di perairan sekitar Bali dengan memprioritaskan kegiatan ekonomi yang berkelanjutan dan kompatibel (seperti misalnya: wisata bahari, aktivitas budidaya serta perikanan tangkap skala kecil yang berkelanjutan).
Untuk memulai perencanaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) beserta jejaringnya di Bali, maka pemerintah telah menyelenggarakan lokakarya para pihak pada bulan Juni 2010. Kegiatan ini diorganisir oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali bekerjasama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali, Universitas Warmadewa, Universitas Udayana, USAID, Conservation International (CI) Indonesia serta LSM lokal lainnya yang tergabung dalamMitra Bahari Bali (Bali Sea Partnership). Lokakarya ini dihadiri oleh sekittar 70 peserta yang berasal dari pemerintah provinsi maupun kabupaten, Perguruan tinggi, LSM, sektor swasta, himpunan profesi maupun kelompok masyarakat yang ada di pesisir Bali.
Berdasarkan masukkan dari peserta, hal penting yang dihasilkan dari lokakarya ini diantaranya adalah diidentifikasinya lokasi perairan di Bali yang menjadi prioritas (25 lokasi) dalam perencanaan KKP dan jejaringnya di Bali. Termasuk di dalamnya adalah lokasi yang telah memiliki pengelolaan (seperti Kawasan Taman Nasional Bali Barat-Pulau Menjangan, Nusa Penida dan Tulamben) maupun sejumlah lokasi lain yang hingga saat ini belum memiliki perlindungan resmi.
Dalam rangka menyusun rencana pengembangan KKP, maka dipandang perlu untuk melakukan kajian secara komprehensif terhadap kondisi kelautan di Bali. Marine Rapid Assessment Program (MRAP) adalah salah satu metode kajian cepat untuk kelautan yang dapat memberikan gambaran dasar mengenai kondisi keragaman hayati laut. Untuk itu, Laporan ini diharapkan mampu memberikan informasi dan data dasar mengenai kondisi keragaman hayati laut di Bali untuk kepentingan pengelolaan maupun pelestariannya di masa yang akan datang.
1.2. tujuAn
Adapun tujuan diselenggarakannya Marine Rapid Assessment Program di Bali adalah:
1. Menilai status terkini sebagian besar dari ke-25 kandidat situs KKP di Bali yang sempat teridentifikasi pada lokakarya bulan Juni 2010. Status terkini termasuk keanekaragaman, kondisi terumbu karang dan status konservasi/kelentingan dari karang keras dan ikan karang, sampai pada inventarisir keanekaragaman tingkat spesies per situs.
Bab 1
Pendahuluan
Pendahuluan
9Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
2. Mengumpulkan data spasial yang terperinci tentang fitur-fitur biologis yang harus dipertimbangkan dalam desain akhir jejaring KKP Bali, termasuk perbedaan struktur komunitas karang. Selain itu, survey juga mengumpulkan data tentang: kawasan dengan nilai konservasi yang penting karena memiliki susunan karang keras atau ikan karang yang langka atau endemik; situs pemijahan atau pembersihan ikan karang; komunitas karang yang lenting terhadap perubahan iklim global karena sering terpapar oleh upwelling air dingin; atau fitur-fitur biologis penting lainnya.
3. Memberikan rekomendasi nyata kepada pemerintah Bali tentang langkah-langkah yang harus diambil untuk menyelesaikan desain Jejaring KKP Bali sesuai dengan informasi yang diperoleh.
1.3. metode
Adapun metode yang digunakan dalam MRAP di Bali merupakan metode yang telah dikembangkan lebih dari 20 tahun oleh Conservation International (CI) dan telah dipergunakan di lebih 23 negara di kawasan Pasifik, Laut Hindia dan Atlantik. Metode yang digunakan untuk
Tabel 1.1. Daftar survei situs dari Bali mraP 29 april – 11 may 2011. notabene: survei ikan tidak dilakukan pada situs 6, 8 dan 28, dan sebaliknya di situs 26, hanya survei ikan yang dilakukan dan bukan survei karang atau transek.
No. Situs Tanggal Survey Nama Lokasi Titik Kordinat
1 29 April 11 Terora, Sanur (Grand Mirage) 08° 46.228’ S, 115° 13.805’ E2 29 April 11 Glady Willis, Nusa Dua (Grand Mirage) 08° 41.057’ S, 115° 16.095’ E3 29 April 11 Sanur Channel 08° 42.625’ S, 115° 16.282’ E4 30 April 11 Kutuh Temple, Bukit 08° 50.617’ S, 115° 12.336’ E5 30 April 11 Nusa Dua 08° 48.025’ S, 115° 14.356’ E6 30 April 11 Melia Bali, Nusa Dua 08° 47.608’ S, 115° 14.192’ E7 1 Mei 11 Batu Tiga-Barat (Gili Mimpang) 08° 31.527’ S, 115° 34.519’ E8 1 Mei 11 Batu Tiga-Timur 08° 31.633’ S, 115° 34.585’ E9 1 Mei 11 Tanjung Jepun (Padang Bai) 08° 31.138’ S, 115° 30.619’ E10 2 Mei 11 Gili Tepekong (Candidasa) 08° 31.885’ S, 115° 35.167’ E11 2 Mei 11 Gili Biaha/Tanjung Pasir Putih 08° 30.270’ S, 115° 36.771’ E12 3 Mei 11 Seraya 08° 26.010’ S, 115° 41.274’ E13 3 Mei 11 Gili Selang-Utara 08° 23.841’ S, 115° 42.647’ E14 3 Mei 11 Gili Selang-Selatan 08° 24.079’ S, 115° 42.679’ E15 4 Mei 11 Bunutan, Amed 08° 20.731’ S, 115° 40.826’ E16 4 Mei 11 Jemeluk, Amed 08° 20.221’ S, 115° 39.617’ E17 4 Mei 11 Kepah, Amed 08° 20.024’ S, 115° 39.244’ E18 5 Mei 11 Batu Klebit, Tulamben 08° 16.696’ S, 115° 35.826’ E19 5 Mei 11 Tukad Abu, Tulamben 08° 17.603’ S, 115° 36.599’ E20 6 Mei 11 Alamanda, Buleleng 08° 08.969’ S, 115° 24.733’ E21 6 Mei 11 Penuktukan, Buleleng 08° 08.270’ S, 115° 23.622’ E22 7 Mei 11 Puri Jati, Lovina 08° 11.032’ S, 114° 54.869’ E23 7 Mei 11 Kalang Anyar, Lovina 08° 11.344’ S, 114° 53.841’ E24 8 Mei 11 Taka Pemuteran 08° 07.775’ S, 114° 40.007’ E25 8 Mei 11 Sumber Kima 08° 06.711’ S, 114° 36.451’ E26 9 Mei 11 Anchor Wreck, Menjangan 08° 05.467’ S, 114° 30.131’ E27 9 Mei 11 Coral Garden, Menjangan 08° 05.485’ S, 114° 30.486’ E28 9 Mei 11 Pos 2, Menjangan 08° 05.813’ S, 114° 31.608’ E29 10 Mei 11 Secret Bay, Gilimanuk 08° 10.862’ S, 114° 26.544’ E30 10 Mei 11 Secret Bay Reef -utara, Gilimanuk 08° 09.771’ S, 114° 27.116’ E31 11 Mei 11 Klatakan- Keramba Mutiara 1 08° 13.911’ S, 114° 27.249’ E32 11 Mei 11 Klatakan-Keramba Mutiara 2 08° 14.000’ S, 114° 27.463’ E33 8 Mei 11 Pura Pulaki 08° 08.719’ S, 114° 40.756’ E
Bab 1
10 Program Kajian Cepat
masing-masing kelompok taksonomi seperti ikan karang, dan komunitas terumbu karang adalah sebagai berikut:
1.3.1. Ikan KarangKajian terhadap kondisi ikan karang dipimpin oleh pakar dunia Dr. Gerald Allen dengan menggunakan pengamatan secara visual di bawah air. Pada dasarnya, pengamatan ini dilakukan dengan melakukan penyelaman di masing-masing situs penyelaman selama 60-100 menit. Setiap jenis ikan karang yang teramati dicatat dengan menggunakan pensil pada kertas tahan air yang dilekatkan dengan menggunakan clipboard. Pada tahap awal biasanya dilakukan pengamatan di kedalaman 30-50 meter dan kemudian secara perlahan akan naik ke daerah yang lebih dangkal. Sebagian besar waktu pengamatan dihabiskan di kedalaman 5-12 meter. Pada kedalaman ini umumnya ditemukan jumlah dan jenis ikan karang yang lebih besar daripada kedalaman sebelumnya. Dalam setiap penyelaman juga dilakukan pencatatan terhadap kondisi substrat dasar seperti berbatu, terumbu datar, karang curam/ drop off, gua, pecahan karang ataupun berpasir.
1.3.2. Karang Keras (Keragaman Jenis dan Kondisi Terumbu)Survey karang keras dipimpin oleh Dr. Lyndon Devantier yang telah berpengalaman untuk melakukan pengamatan karang selama lebih dari 20 tahun. Pengamatan biasanya dilakukan di beberapa titik penyelaman yang diyakini dapat memberikan gambaran secara umum mengenai tipe habitat yang dikaitkan dengan kondisi lingkungan (seperti: kondisi paparan, sudut kemiringan dan kedalaman). Di semua situs penyelaman, area terumbu karang dalam dan dangkal disurvei secara bersamaan. Dalam hal pengamatan pada tingkat kedalaman yang berbeda dilakukan pada lereng terumbu lebih dalam (biasanya memiliki kedalaman > 10m) dan lereng dangkal, puncak terumbu dan karang datar (biasanya memiliki kedalaman <10m).
1.4. WAKtu dAn loKASi SuRvei mRAP
Dalam 13 hari MRAP berlangsung, tim telah mensurvei 33 situs, mulai dari perairan di Pura Kutuh di selatan Bali dan berputar searah jarum jam hingga Klatakan di barat Bali (Gambar 1.2, Tabel 1.1). Situs-situs ini terpilih berdasarkan rekomendasi dari hasil workshop Juni 2010, dengan tujuan tim akan dapat mensurvei sebanyak mungkin dari 25 calon KKP yang telah teridentifikasi pada workshop tersebut. Apabila hasil Bali MRAP 2011 ( pada 33 situs ) ini dikombinasikan dengan Nusa Penida MRAP 2008 ( pada19 situs), maka data dari 52 situs ini cukup representatif menggambarkan kondisi ekosistem pesisir di Bali, kecuali pesisir barat Bali (Klatakan ke arah tenggara hingga Uluwatu), yang tidak memungkinkan untuk disurvey pada MRAP 2011 karena gelombang dan arus yang kuat. Ke depannya, akan sangat penting survei dilakukan di pesisir barat ini agar melengkapi data pesisir Bali.
Pendahuluan
11Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Gambar 1.1. Prioritas Pengembangan kawasan konservasi Perairan di Bali (Hasil lokakarya Para Pihak, Juni 2010)
Gambar 1.2. lokasi kegiatan Marine Rapid Assessment Program (Bali tahun 2011 dan nusa Penida tahun 2008)
Bab 2
12 Program Kajian Cepat
2.1. KAWASAn nuSA duA
Nusa Dua merupakan kawasan wisata elit di ujung Selatan pulau Bali dengan luas lahan sekitar 350 hektar. Kawasan kering dan non produktif di wilayah Kecamatan Kuta Selatan ini diakuisisi oleh pemerintah pada tahun 70-an, kemudian dikembangkan menjadi suatu proyek pariwisata prestisius dengan rancang bangun yang komprehensif dan terpadu sebagai resor wisata.
Kawasan wisata yang dibuat terpisah dengan pemukiman penduduk (desa Bualu) ini memiliki beberapa tempat menarik bagi wisatawan seperti misalnya lokasi semburan air/ water blow, pantai Mengiat dan Sawangan. Keindahan bawah laut di sekitar perairan Nusa Dua juga menarik banyak wisatawan untuk menyelam ke lokasi ini.
Pengelolaan kawasan wisata Nusa Dua dilakukan oleh Bali Tourism Development Corporation (BTDC) yang merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Terdapat banyak hotel besar di kawasan wisata ini seperti misalnya Hotel Nikko, Grand Hyatt, Ayodya Resort, Club Med, Nusa Dua Beach.
2.2. KAWASAn SAnuR
Kawasan Sanur membentang dari pantai Padang Galak di ujung utara hingga Merta Sari di selatan. Sebagai salah satu tujuan wisata di kota Denpasar, Sanur juga merupakan jalur lalu lintas perairan dari dan menuju Nusa Penida. Hingga tahun 80an sebagian besar masyarakat Sanur berprofesi sebagai nelayan yang menangkap ikan di perairan Sanur hingga Nusa Dua dan Uluwatu. Bahkan, ada pula yang berlayar hingga ke Nusa Penida dan perairan Lombok dengan menggunakan mesin tempel sederhana dan alat tangkap pancing tonda.
Kini sebagian besar masyarakat Sanur bekerja di sektor pariwisata. Tidak hanya menawarkan beragam jenis wisata pantai, di Sanur wisatawan juga bisa melakukan aktivitas wisata selam, berkeliling dengan jukung serta memancing di perairan dalam.
Aktivitas sosial budaya terutama yang terkait dengan kegiatan adat dan agama seringkali dilakukan masyarakat di sekitar pantai di kawasan Sanur. Terdapat pura yang secara rutin dikunjungi oleh umat untuk melakukan persembahyangan seperti misalnya di pura Mertasari dan pura Tirta Empul. Daerah muntig (tanah timbul) di Sanur juga merupakan salah satu tempat yang dikeramatkan dan dijadikan lokasi untuk melakukan upacara seperti misalnya melasti. Terdapat pula kuburan masyarakat adat yang berlokasi di pinggir pantai di sekitar Santrian dan Matahari Terbit.
2.3. KAWASAn PAdAnGBAi
Padangbai merupakan lokasi pelabuhan Penyeberangan Nasional di teluk Amuk/ Padang yang menjadi pintu masuk daerah timur pulau Bali. Kapal penyeberangan dari dan menuju Lombok serta Nusa Penida berlabuh di tempat ini. Demikian pula boat dan perahu yang melayani wisatawan di sekitar kawasan perairan Padangbai hingga ke perairan Nusa Penida.
Aktivitas ekonomi masyarakat di Padangbai terutama terkait dengan kegiatan pariwisata dan penyeberangan. Daerah tujuan wisatawan di kawasan Padangbai diantaranya adalah pantai Blulagoon, Padangbai, Bias Tugel/ Pasir Putih dan pantai Betel. Pantai Blulagoon dan Bias Tugel memiliki pasir putih dan berlokasi agak tersembunyi sehingga memberikan kenyamanan
Bab 2Gambaran Lokasi
I Made Jaya Ratha
Gambaran Lokasi
13Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
bagi wisatawan. Pengunjung umumnya berasal dari Eropa (Jerman), ataupun Asia. Puncak kunjungan terjadi pada bulan Juli – Agustus, serta seringkali di bulan Desember menjelang tahun baru.
Meskipun sebagian besar perahu yang bersandar di pantai Padangbai kini telah digunakan sebagai angkutan pariwisata, namun beberapa diantaranya masih dipergunakan oleh nelayan untuk melaut. Perahu nelayan biasanya memiliki ukuran yang lebih kecil digunakan untuk melakukan penangkapan ikan di perairan sekitar hingga di sekitar Nusa Penida dan Lombok.
2.4. KAWASAn CAndidASA
Candidasa adalah daerah pariwisata pesisir lainnya di sekitar teluk Amuk, Kabupaten Karangasem. Pariwisata di Candidasa mulai berkembang pada sekitar tahun 80an. Nama Candidasa sendiri terkait dengan keberadaan sebuah pura yakni pura Candidasa yang berada di kawasan ini. Karena letaknya berdekatan dengan sebuah kolam besar, pura Candidasa pun dikenal dengan sebutan Pura Telaga Kauh.
Meskipun tidak seramai Kuta dan Sanur, kawasan Candidasa merupakan pilihan bagi wisatawan yang ingin menikmati suasana laut maupun objek wisata lainnya yang berada di Bali timur. Wisatawan yang datang umumnya adalah wisatawan Eropa yakni Jerman dan Belanda. Selain itu wisatawan Asia dan domestik juga cukup banyak.
Aktivitas wisata yang ditawarkan di Candidasa hampir sama seperti di kawasan Padangbai. Wisatawan dapat menikmati laut sambil berlayar, memancing maupun snorkeling dan diving. Karena lokasinya yang saling berdekatan maka lokasi penyelaman untuk wisatawan di Candidasa pun sama dengan Padangbai yakni di perairan sekitar Tanjung Jepun, Gili Mimpang, Gili Biaha, Gili Tepekong, maupun Blulagoon.
Sebagai alternatif pendapatan, nelayan di kawasan Candidasa juga memanfaatkan perahunya untuk kegiatan pariwisata. Usai melaut mereka biasanya menawarkan jasa transportasi bagi para tamu untuk memancing, snorkeling maupun diving secara bergantian yang diatur dalam kelompok.
2.5. KAWASAn SeRAyA
Pantai di sekitar Gili Selang merupakan pantai berbatu di kawasan Seraya yang banyak dikunjungi oleh wisatawan selam. Memiliki arus yang relatif kuat dan susah diprediksi, situs penyelaman di Gili Selang umumnya dikunjungi oleh para penyelam berkemampuan menengah hingga mahir. Namun demikian, tidak tampak adanya fasilitas seperti penginapan ataupun restoran di sekitar pantai Gili Selang. Wisatawan yang menyelam di tempat ini umumnya datang dari kawasan Amed seperti Bunutan dan Jemeluk.
Terdapat pemukiman masyarakat di sekitar pantai Gili Selang. Sebagian diantara mereka berprofesi sebagai nelayan yang memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan melaut di perairan sekitar menggunakan perahu layar bermesin tempel. Untuk mengisi waktu selain melaut, nelayan biasanya bekerja di kebun untuk menanam singkong, beternak sapi, babi dan kambing.
Nelayan di Gili Selang tidak melakukan penangkapan hiu karena jarang ditemukan di perairan ini. Namun demikian, di sekitar perairan Gili Selang sering dijumpai nelayan penangkap ikan hias. Mereka biasanya datang dari daerah Tembok yang datang melalui jalur darat dan menginap di sekitar pantai. Selain itu, ada pula nelayan dari daerah lain yang datang dengan perahu dan melakukan penangkapan ikan dengan cara menyelam menggunakan kompresor.
2.6. KAWASAn Amed
Amed merupakan kawasan wisata bahari lainnya di timur pulau Bali. Tidak hanya menyajikan keindahan biota bawah laut, bangkai kapal yang tenggelam pada masa perang dunia
Foto 2.1. Wisata bahari menjadi salah satu sumber pendapatan nelayan di Candidasa
Foto 2.2. Pembangunan akomodasi pariwisata di sekitar perairan Bunutan, amed
Bab 2
14 Program Kajian Cepat
kedua juga menjadi daya tarik bagi para penyelam di Amed. Beberapa site yang potensial sebagai situs penyelaman di kawasan ini antara lain Bunutan, Jemeluk dan pantai Kepah.
Puncak kunjungan wisatawan di Amed berlangsung pada bulan Juni hingga Agustus. Wisatawan kebanyakan berasal dari Eropa. Namun demikian, banyak pula wisatawan Asia khususnya wisatawan Jepang dan domestik. Wisatawan umumnya datang khusus untuk menyelam di Amed, sehingga banyak diantara mereka yang justru tinggal/ menginap di luar kawasan.
Seperti daerah pesisir lainnya, masyarakat di Amed pun banyak yang berprofesi sebagai nelayan. Sebagian merupakan nelayan tidak tetap karena tidak selalu melaut. Seusai menangkap ikan mereka mengantarkan tamu berwisata di sekitar kawasan dengan jukung. Bahkan, ada pula diantaranya yang bekerja menjadi buruh di rumah makan ketika tidak sedang melaut.
Nelayan yang mengantarkan tamu dengan menggunakan jukung beroperasi sesuai dengan giliran yang telah diatur oleh kelompok. Dengan dibantu oleh pemandu lokal, wisatawan biasanya melakukan aktivitas penyelaman, snorkeling, memancing ataupun sekedar berlayar dengan perahu lokal di sekitar perairan Amed. Selain perahu milik nelayan setempat, juga terdapat perahu dan boat dari tempat lain yang datang ke Jemeluk untuk membawa wisatawan menyelam.
2.7. KAWASAn tulAmBen
Kawasan Tulamben berada di Kabupaten Karengasem dan berlokasi tidak jauh dari Amed. Salah satu pantai yang banyak dikunjungi para penyelam di Tulamben adalah Pantai Tukad abu. Ada beberapa vila/ restoran serta dive operator yang beroperasi di sekitar pantai ini. Lokasi menyelam di sekitar pantai tukad abu adalah di Batu Klebit, Batu Belah dan perairan sekitarnya yang memiliki karakter penyelaman yang cukup unik terutama untuk photografi bawah laut.
Selain di sektor pariwisata, masyarakat yang tinggal di sekitar pantai juga banyak yang berprofesi sebagai nelayan. Mereka umumnya menangkap ikan tongkol untuk dijual ke pasar (Timbrah) maupun ke pengelola vila/ restoran. Namun demikian, menurut nelayan saat ini hasil tangkapan cenderung menurun dan susah diprediksi. Oleh karena itu, agar dapat memperoleh ikan secara rutin, beberapa nelayan kini membuat rumpon.
Penangkapan ikan hiu dulu sering dilakukan oleh nelayan di sekitar perairan pantai Tukad Abu. Penangkapan dilakukan dengan menggunakan rawai sekitar 300-500 meter dari bibir pantai. Musim untuk penangkapan hiu biasanya berlangsung sekitar sasih kapat hinga kalima penanggalan Bali (sekitar bulan Agustus-Oktober). Namun, saat ini penangkapan hiu sudah tidak bisa dilakukan lagi karena pada jarak tersebut sudah banyak terdapat mooring buoys dan boat yang melintas. Selain itu, banyak pula
keluhan dari para tamu yang datang untuk menyelam akibat penangkapan hiu ini.
2.8. KAWASAn tejAKulA
Kawasan Tejakula secara administratif berada di Kabupaten Buleleng. Kawasan ini memiliki lokasi yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai daerah wisata bahari. Misalnya pantai Alamanda dan Penuktukan. Pantai Alamanda atau pantai gretek merupakan pantai berpasir hitam yang berlokasi di Desa Sambirenteng Kecamatan Tejakula, Buleleng. Nama lokasi penyelaman Alamanda diambil dari nama sebuah resort/ bungalow dan dive operator yang berada dilokasi ini. Sedangkan Penuktukan merupakan daerah pesisir yang berlokasi tidak jauh dari Alamanda dan juga berada dalam kecamatan Tejakula.
Tidak banyak masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan di sekitar Alamanda. Dulunya ketika era tahun 70an banyak diantara anggota masyarakat yang melakukan pengambilan karang untuk pamor dan sebagai petani Jeruk. Ketika pengambilan karang telah dilarang dan terjadi hama jeruk pada 80an banyak diantaranya yang kemudian beralih profesi sebagai buruh proyek di Singaraja ataupun mencari kerja ke Denpasar. Sebagian masyarakat yang berada di Penuktukan merupakan nelayan yang hingga kini masih aktif melakukan kegiatan penangkapan ikan. Mereka terkumpul dalam kelompok nelayan yang umumnya menangkap tuna/ cakalang di sekitar rumpon dengan menggunakan pancing layang-layang ataupun menangkap ikan terbang dengan menggunakan jaring.
2.9. KAWASAn SeRiRit
Puri Jati dan Kalanganyar merupakan site penyelaman lumpur (muck dive) cukup terkenal yang berlokasi di sekitar kawasan Seririt. Tamu yang berkunjung ke lokasi ini adalah tamu Asia khususnya wisatawan asal Jepang. Namun demikian banyak pula wisatawan Eropa bahkan domestik yang datang untuk menyelam di di Puri Jati. Puncak kunjungan wisatawan terjadi pada bulan Juni hingga Agustus. Wisatawan yang datang menyelam adalah wisatawan yang menginap di sekitar Pemuteran maupun Lovina.
Meskipun dikenal sebagai titik penyelaman untuk fotografi bawah laut, namun belum banyak fasilitas penunjang untuk wisatawan yang terdapat di Puri Jati dan Kalanganyar. Namun demikian, telah terdapat akses untuk kendaraan menuju pantai.
Mata pencaharian masyarakat di sekitar kawasan Puri Jati umumnya adalah sebagai petani, buruh maupun pegawai swasta. Tidak jauh dari lokasi penyelaman di Puri Jati terdapat areal persawahan yang dilengkapi dengan pura Subak. Sedangkan nelayan yang berada di sekitar pantai sudah tidak lagi aktif melaut. Para nelayan yang masih
Gambaran Lokasi
15Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Foto 2.3. Panduan bagi wisatawan agar tidak merusak karang di sekitar pantai Pemuteran
memiliki perahu hanya melaut sebagai sambilan. Demikian pula dengan nelayan di sekitar Kalanganyar kini jumlahnya sudah semakin berkurang. Hingga tahun 80an jumlah nelayan mencapai ratusan orang dan kini tersisa beberapa puluh orang. Banyak nelayan di Kalanganyar yang beralih profesi dan memilih bekerja sebagai petani dan buruh.
2.10. KAWASAn PemuteRAn
Daerah wisata Pemuteran berlokasi tidak jauh dari pura Pulaki di kecamatan Gerokgak, Singaraja. Pemuteran merupakan daerah wisata yang cukup berkembang serta telah dilengkapi dengan beberapa hotel/ villa serta restoran dan penyedia jasa lainnya bagi wisatawan.
Kegiatan pariwisata yang banyak dinikmati di tempat ini adalah snorkeling dan menyelam. Paket wisata menyelam yang ditawarkan oleh para dive operator yang ada di Pemuteran umumnya berada di sekitar perairan Pemuteran hingga ke pulau Menjangan.
Selain memiliki keindahan terumbu karang alami dan beragam ikan yang ada di dalamnya, Pemuteran juga terkenal dengan kegiatan konservasi karang yang dilakukan oleh masyarakat dengan menggunakan teknologi “Biorock”. Menggunakan listrik bertegangan rendah masyarakat membangun berbagai bentuk karang buatan sebagai rumah ikan sekaligus menarik wisatawan.
Penyu juga menjadi salah satu ikon yang menarik wisatawan untuk berkunjung ke Pemuteran. Pada salah
satu resort yang ada di Pemuteran wisatawan dapat melihat penyu secara langsung. Dengan dibantu oleh masyarakat sekitar melalui “Proyek Penyu” dilakukan relokasi terhadap sarang yang ditemukan di sekitar pantai untuk ditetaskan pada penetasan buatan. Setelah menetas anak – anak penyu ini kemudian akan dilepaskan kembali ke laut.
Dengan tegas, masyarakat setempat bersama dengan pengelola hotel dan restoran yang ada di sepanjang pantai menyatakan peraturan bagi para wisatawan agar tidak merusak karang dan biota lainnya yang ada di sekitar pantai Pemuteran. Komitmen masyarakat yang kuat untuk melakukan konservasi telah membuatnya mendapat banyak apresiasi dari berbagai pihak.
2.11. KAWASAn PulAu menjAnGAn
Pulau Menjangan terletak di kawasan Taman Nasional Bali Barat. Secara administratif, kawasan ini berlokasi di kecamatan Gerokgak kabupaten Buleleng. Keindahan bawah laut sekitar pulau Menjangan merupakan daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung. Untuk sampai di pulau Menjangan dari pulau Bali wisatawan dapat menyeberang melalui Labuan Lalang maupun dari Banyu Wedang.
Wisatawan yang datang berkunjung untuk menikmati keindahan bawah laut pulau Menjangan biasanya menyeberang dari pulau Bali pada pagi hari dan kembali pada sore harinya. Wisatawan yang berkunjung umumnya sebagian besar adalah berasal dari Eropa seperti Belanda dan Perancis. Sebagian lainnya adalah wisatawan Asia seperti yang berasal dari Jepang dan Korea.
Banyak nelayan yang melakukan penangkapan ikan di sekitar kawasan pulau Menjangan. Nelayan ini merupakan nelayan tradisional baik yang berasal dari Bali maupun yang datang dari pulau Jawa. Waktu beroperasi nelayan ini adalah sore hari ketika wisatawan mulai meninggalkan kawasan. Sebaliknya pada pagi hari ketika wisatawan mulai berdatangan untuk ke sekitar pulau Menjangan, satu per satu nelayan ini juga bergerak meninggalkan kawasan.
2.12. KAWASAn teluK GilimAnuK
Kawasan Teluk Gilimanuk merupakan bagian dari Taman Nasional Bali Barat yang secara administratif termasuk dalam wilayah Kabupaten Jembrana. Kawasan ini merupakan daerah perairan yang dangkal (sekitar 10 meter) yang terdiri dari dua pulau kecil di dalamnya. Teluk Gilimanuk cukup banyak dikunjungi terutama oleh wisatawan lokal maupun mancanegara. Wisatawan lokal biasanya datang hanya untuk sekedar singgah sambil menikmati pemandangan di sekitar pantai maupun melakukan aktivitas memancing di sekitar kawasan.
Perairan di sekitar teluk Gilimanuk merupakan lokasi muck dive dengan beberapa gugusan karang yang menjadi tujuan para penggemar potografi bawah laut. Di kawasan
Bab 2
16 Program Kajian Cepat
ini telah dilengkapi dengan sarana penunjang aktivitas menyelam yang dikelola oleh kelompok masyarakat “Wisata Bahari”. Selain itu, juga terdapat warung/ rumah makan yang juga dikelola oleh masyarakat setempat.
2.13. KAWASAn melAyA
Perairan di sekitar Melaya merupakan daerah yang cukup banyak dilalui oleh nelayan terutama mereka yang memburu ikan lemuru. Kawasan ini belum dikenal oleh dunia pariwisata meski memiliki gugusan karang di bawah permukaan lautnya. Pengunjung di sekitar kawasan umumnya adalah masyarakat lokal yang datang untuk menikmati alam pantai khususnya pada saat hari libur maupun hari raya tertentu.
Budidaya kerang mutiara adalah salah satu bentuk kegiatan ekonomi masyarakat yang berada di sekitar pesisir Melaya. Mereka bekerja pada satu perusahaan mutiara milik asing “Ocean Blue Pearl Farm”. Perusahaan ini setidaknya mempekerjakan sekitar 60 lebih masyarakat sekitar mulai dari upaya pembibitan sampai menghasilkan mutiara.
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
17Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
RinGKASAn
• Daftar spesies ikan karang dikumpulkan dari 29 lokasi survei di Bali. Survei dilakukan dengan metode penyelaman scuba selama 80 jam hingga kedalaman 70 m oleh G. Allen dan M. Erdmann.
• Sebanyak 805 spesies ikan karang tercatat selama survei.
• Jika digabungkan dengan hasil survei sebelumnya yang dilakukan oleh penulis di Nusa Penida pada tahun 2008, maka terdapat 977 spesies ikan karang dari 320 marga dan 88 famili yang ditemukan di Bali.
• Coral Fish Diversity Index (CFDI), merupakan metode untuk memperkirakan jumlah seluruh spesies ikan karang berdasarkan jumlah spesies dari 6 famili utama (Chaetodontidae, Pomacanthidae, Pomacentridae, Labridae, Scaridae, dan Acanthuridae) menunjukkan ada sebanyak 1.312 spesies yang diperkirakan terdapat di perairan Bali.
• Wrasse (Labridae), ikan betok (Pomacentridae), ikan betutu (Gobiidae), capungan (Apogonidae), kerapu (Serranidae), ikan kepe-kepe (Chaetodontidae) dan butana (Acanthuridae) adalah famili yang paling banyak ditemukan di ekosistem karang Bali yang masing-masing jumlahnya adalah 114, 96, 84, 59, 54 dan 39 spesies.
• Jumlah spesies yang teramati di masing-masing lokasi pengamatan berkisar antara 42 hingga 248 spesies dengan rata-rata 153 spesies.
• Lokasi dengan spesies ikan yang paling beragam adalah Anchor Wreck, Menjangan (situs 26 – 248 spesies), Batu Klebit, Tulamben (situs 18 – 246 spesies), Kepah, Amed (situs 17 - 230 spesies), Jemeluk, Amed (situs 16 – 220 spesies) dan Bunutan, Amed (situs 15 – 217 spesies).
• Sebagian besar ikan karang yang dijumpai di Bali memiliki penyebaran yang luas di Indo-Pasifik (56,4%) atau bagian barat Pasifik (25,3%). Sementara sebagian kecil lainnya tersebar di Samudera Hindia (3%) dan ada pula yang endemik Indonesia (3,3%).
• Berdasarkan hasil survei terdapat 16 spesies ikan karang yang diketahui hanya ditemukan di kepulauan Nusa Tenggara.
• Setidaknya ada 13 spesies yang belum pernah digambarkan sebelumnya tercatat dan dikoleksi pada survey kali ini yang meliputi dua fang blennies (Meiacanthus), dua jawfish (Opistognathus), tiga dottybacks (Pseudochromis and Manonichthys), seekor clingfish (Lepidichthys), seekor grubfish (Parapercis), seekor dartfish (Ptereleotris), seekor butana (Siphamia), dan dua gobi (Grallenia and Priolepis). Walaupun sebagian besar jenis yang belum tergambarkan ini telah pernah terekam sebelumnya dari daerah sekitar, namun lima jenis ikan diantaranya diyakini untuk pertama kalinya dijumpai pada MRAP yang dilakukan pada tahun 2008 dan 2011.
Bab 3
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
Gerald R. Allen & Mark V. Erdmann
Bab 3
18 Program Kajian Cepat
• Berdasarkan komponen biota laut serta kondisi fisik-oseanografi skala besar yang dimilikinya, Bali dapat dibagi menjadi 4 zona atau kawasan utama yaitu Nusa Penida, pesisir Timur atau Selat Lombok, pesisir Utara, dan Secret Bay (Gilimanuk).
• Walaupun Pulau Bali memiliki keragaman ikan karang yang sangat besar dibandingkan luasnya pulau, namunditemukan banyak indikasi penangkapan berlebihan (“overfishing”) di hampir setiap situs. Ikan karang yang bernilai komersial (seperti kakap dan kerapu) jarang sekali ditemukan di perairan Bali. Bahkan dalam lebih dari 350 jam penyelaman, tim survei hanya berhasil mencatat sebanyak 3 ekor hiu (hanya terdapat di Gili Selang dan Menjangan), 3 ekor ikan Napoleon (Chelinus undulatus; hanya ditemukan di Gili Selang dan Tulamben), dan 4 ekor ikan sunu (kerapu dari marga Plectropomus). Tidak kalah pentingnya juga yakni hanya 5 ekor penyu yang dijumpai selama survei berlangsung.
• Berdasarkan keragaman ikan dan kondisi habitat yang prima, terdapat beberapa daerah yang paling berpotensi sebagai kawasan konservasi yaitu Batu Tiga, Gili Selang, Sumber Kima, dan Secret Bay (Gilimanuk), selain kawasan konservasi yang sudah ada di Bali Barat, Tulamben dan Nusa Penida.
3.1. PendAhuluAn
Kepulauan Indonesia merupakan wilayah yang memiliki keragaman spesies ikan karang terkaya di dunia (Allen, 2008). Kajian komperhensif terhadap ikan karang di Indonesia dilakukan oleh Allen dan Adrim (2003) telah mencakup 2.057 spesies yang diidentifikasi. Berdasarkan hasil pengamatan terakhir (Allen, data yang tak dipublikasi) jumlah ini bertambah hingga 2.250 spesies. Meskipun informasi dari hasil penelitian tentang ikan karang di perairan Indonesia semakin bertambah, hasil dokumentasi oleh masyarakat lokal secara akurat tetap diperlukan. Hal ini terutama terkait dengan keperluan konservasi.
Dokumentasi mengenai ikan karang berdasarkan hasil kajian singkat di perairan pesisir pulau Bali (Marine Rapid Assessment Program/ MRAP) oleh Conservation International sepanjang April-Mei 2011 akan dipaparkan lebih lanjut dalam Bab ini. Meskipun lebih difokuskan pada hasil survei tahun 2011, dalam laporan ini juga disampaikan ringkasan dari hasil survei/MRAP Nusa Penida yang telah dilaksanakan pada tahun 2008 dengan beberapa catatan tambahan yang dijumpai dalam pengamatan beberapa bulan setelah survey berakhir.
Pada prinsipnya tujuan survei ini adalah untuk melakukan inventarisasi keragaman spesies ikan karang di Bali. Ikan yang dimaksud ini adalah ikan yang hidup pada atau dekat terumbu karang hingga mencapai kedalaman sekitar 70 m.
Oleh karenanya, pengamatan ini tidak termasuk ikan yang terdapat di air payau, laut dalam, maupun spesies pelagis seperti ikan terbang, tuna, dan spesies ikan berparuh (billfish).
Hasil survei ini semoga dapat bermanfaat untuk mengetahui kondisi ikan karang di Bali dibandingkan dengan daerah lainnya di Indonesia maupun di lokasi lainnya di kawasan Indo-Pasifik. Namun demikian, daftar ikan karang yang diamati selama survey ini bukanlah daftar yang benar-benar lengkap karena pengamatan dilakukan dalam waktu yang terbatas dan sifat samar dari sebagian spesies ikan karang yang berukuran kecil.
3.2. metode
Survei ini dilakukan oleh G. Allen dan M.Erdmann dengan penyelaman scuba selama kurang lebih 80 jam hingga kedalaman 70 m. Daftar ikan di perairan pulau Bali dikumpulkan dari 29 lokasi (Lampiran Tabel 3.1) antara 29 April hingga 11 Mei 2011. Metode dasar penelitian terdiri dari pengamatan bawah laut yang dilakukan pada satu kali penyelaman (terkadang dua kali penyelaman) pada setiap situs dengan rata-rata durasi sekali penyelaman selama 80 menit. Spesies yang ditemui dicatat dengan pensil pada kertas tahan air. Teknik penyelaman yang dilakukan adalah menyelam turun hingga kedalaman 30-70 m, kemudian perlahan naik ke perairan dangkal. Sebagian besar waktu penyelaman dihabiskan di zona kedalaman 2-15 m, di mana dapat ditemui jumlah spesies yang paling banyak. Setiap penyelaman juga dicatat tipe utama dasar laut dan kondisi habitat di sekitarnya.
Foto Ikan di bawah air diambil selama penyelaman scuba menggunakan kamera Nikon Digital SLR dengan lensa 105 mm dengan rumah aluminium. Sekitar 200 spesies ikan telah diambil gambarnya.
Survei visual serta koleksi terhadap spesies ikan dilakukan dengan menggunakan minyak cengkeh, rotenone, dan tombak. Kedua bahan kimia tersebut digunakan dalam jumlah kecil. Ikan betutu yang sulit terdeteksi dan spesies lainnya yang bersembunyi disasar dengan menyemprotkan sedikit campuran minyak cengkeh dan alkohol ke goa-goa dan celah-celah karang/ batuan. Rotenone banyak digunakan di goa-goa atau di bawah tonjolan, atau pada beberapa kasus di sepanjang tepi bawah lereng di celah antara koral dan pasir/puing.
3.3. hASil SuRvei
Terdapat 805 spesies ikan karang dikumpulkan pada survei ini (Lampiran 3.1). Jika digabungkan dengan hasil suvei di Nusa Penida tahun 2008 dan catatan sebelumnya dari penulis maka tidak kurang dari 977 spesies ikan karang yang berasal dari 320 marga dan 88 famili dapat dijumpai di wilayah perairan Bali. Allen (1997), Kuiter dan Tonozuka
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
19Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
(2001), dan Allen dkk. (2007) membuat uraian untuk sebagian besar spesies ini. Sebagai tambahan, penjelasan menyeluruh mengenai seluruh spesies ikan ini bisa didapat dalam buku “Reef Fishes of the East Indies” yang terbit pada pertengahan 2012 (Allen and Erdmann, 2012).
3.3.1 Analisis dataJumlah spesies yang ditemukan pada setiap situs bisa dilihat pada Tabel 3.1. Jumlah spesies yang dijumpai pad masing-masing situs berkisar antara 42 hingga 248 spesies, dengan rata-rata 153 spesies per situs.
Daerah berbatu dan terumbu karang sejauh ini diamati sebagai habitat yang kaya akan keanekaragaman hayati ikan. Situs terbaik untuk ikan umumnya memiliki substrat yang merupakan campuran dari karang scleractinia, karang lunak, dan bebatuan dengan alga, sea whip, gorgonia, serta sponges. Arus yang kuat juga merupakan faktor yang berkontribusi terhadap tingginya keragaman spesies ikan, terutama spesies pemakan zooplankton yang terbawa arus. Sementara kawasan yang didominasi oleh substrat pasir, endapan lumpur, atau puing hanya memiliki sedikit ikan.
3.3.2 indeks Keragaman ikan Karang (Coral Fish Diversity Index = CFdi)Menanggapi perlunya metode yang sesuai untuk mengkaji dan membandingkan keragaman ikan karang pada berbagai
kawasan di wilayah Indo-Pasifik, penulis pertama (lihat Allen dan Werner, 2002) menciptakan sistem peringkat berdasarkan keberadaan jumlah spesies yang tergolong dalam 6 famili: Chaetodontidae, Pomacanthidae, Pomacentridae, Labridae, Scaridae, dan Acanthuridae. Famili-famili tersebut adalah indikator yang baik untuk seluruh keragaman ikan dengan alasan-alasan berikut:
• Terdokumentasi dengan baik secara taksonomi
• Memiliki spesies ikan diurnal yang mencolok dan relatif mudah dikenali di bawah air
• Termasuk dalam spesies ikan karang “inti”. Biasanya mencapai lebih dari 50% dari jumlah ikan-ikan yang dapat diamati
• Kecuali Pomacanthidae, famili-famili di atas termasuk dalam 10 kelompok ikan karang terbanyak yang mendiami lokasi tertentu di wilayah Indo-Pasifik Barat.
• Labridae dan Pomacentridae merupakan famili yang memiliki spesies yang cukup banyak dengan habitat yang luas, bahkan termasuk kawasan yang tidak kaya akan terumbu karang.
Penilaian dilakukan dengan hanya menghitung jumlah spesies yang dijumpai dari masing-masing famili tersebut di atas. Metode ini dapat dipakai pada beberapa tingkatan:
• Situs-situs penyelaman tunggal• Pada lokasi yang relatif terbatas (misalnya Bali)• Negara, kelompok kepulauan besar, atau wilayah yang
luas (contoh Indonesia)
Nilai CFDI dapat digunakan untuk memperkiraan jumlah ikan karang di suatu lokasi secara akurat dengan menggunakan rumus regresi. Rumus ini didapatkan dari hasil analisis terhadap 35 lokasi di Indo-Pasifik yang memiliki daftar spesies ikan karang yang komprehensif dan bisa diandalkan. Pertama-tama data dibagi menjadi 2 kelompok yakni: spesies ikan yang umumnya ditemukan pada daerah yang relatif terbatas (terumbu karang dan perairan sekitarnya dengan luas kurang dari 2.000 km2) dan spesies dengan daerah yang lebih luas (terumbu karang dan perairan sekitarnya dengan luas lebih dari 2.000 km2). Analisis regresi yang sederhana mengungkapkan perbedaan yang cukup signifikan (P = 0,0001) di antara kedua kelompok. Oleh karena itu, data dipisahkan dan dilanjutkan dengan analisis tambahan. Program Macintosh Statview digunakan untuk melakukan analisis regresi linier sederhana pada masing-masing rangkaian data untuk memperkirakan rumus prediktor, dan menggunakan CFDI sebagai variabel prediktor (x) untuk memperkirakan variabel bebas (y) atau jumlah total ikan terumbu karang. Hasilnya adalah: 1) jumlah fauna dari kawasan dengan luas lebih dari 2.000 km2
Tabel 3.1. Jumlah spesies yang diamati pada masing-masing situs (catatan: ikan-ikan tidak disurvei pada situs 6, 8 dan 27).
Situs Spesies Situs Spesies Situs Spesies
1 96 13 197 23 56
2 162 14 190 24 191
3 157 15 217 25 171
4 91 16 220 26 248
5 131 17 230 28 212
7 187 18 246 29 109
9 115 19 189 30 85
10 183 20 99 31 113
11 143 21 114 32 139
12 117 22 42
Tabel 3.2. situs dengan tingkat keragaman spesies ikan karang yang tinggi yang diamati selama survei 2011 di Bali.
No. situs Lokasi Total spesies ikan
26 Anchor Wreck, Menjangan 248
18 Batu Kelit, Tulamben 246
17 Kepa, Amed 230
16 Jemeluk, Amed 220
15 Bunutan, Amed 217
28 Pos 2, Menjangan 212
Bab 3
20 Program Kajian Cepat
= 4.234(CFDI) - 114.446 (d.f = 15; R2 = 0.964; P = 0.0001); dan 2.0 jumlah fauna dari kawasan dengan luas kurang dari 2.000 km2 = 3.39 (CFDI) - 20.595 (d.f = 18; R2 = 0.96; P = 0.0001).
CFDI berguna untuk survei-survei jangka pendek seperti survei ini karena mampu memperkirakan jumlah total fauna secara akurat. Keuntungan utama dari metode CFDI adalah pada survei jangka pendek selama15 – 20 hari telah cukup mencatat sebagian besar anggota dari 6 famili indikator karena sifatnya yang mencolok. Nilai CFDI wilayah Bali/Nusa Penida adalah 337 dengan rincian: Chaetodontidae (43), Pomacanthidae (21), Pomacentridae (96), Labridae (114), Scaridae (24), dan Acanthuridae (39). Dengan perkiraan hasil keseluruhan fauna adalah 1.312 spesies. Perbandingan jumlah ini dengan jumlah spesies yang telah tercatat (977 spesies) untuk wilayah ini menandakan bahwa paling tidak diperkirakan ada tambahan sekitar 335 spesies ikan karang. Jumlah ini termasuk beberapa spesies yang tidak bisa dicatat dengan metode visual dan yang berukuran
kecil. Moray eels (Muraenidae) contohnya, spesies ini sangat sulit disurvei tanpa menggunakan rotenone (bahan kimia racun ikan) dalam jumlah besar. Hanya 15 spesies yang terlihat selama survei ini. Namun berdasarkan perkiraan distribusi (Allen, data yang tak dipublikasi) setidaknya ada 35 spesies yang seharusnya terdapat di wilayah Bali.
Metode CFDI ini sangat berguna pada survei dengan waktu yang sangat terbatas dan sangat bergantung pada pengamatan visual, seperti yang terjadi pada survei kali ini. Nilai total CFDI menunjukkan bahwa sekitar 75% fauna telah tercatat selama survey di tahun 2008 (Nusa Penida) dan tahun 2011 (Bali).
Tabel 3.3 menampilkan perbandingan Bali dengan lokasi lainnya di Indonesia serta di Indo-Pasifik barat dan tengah yang telah disurvei oleh penulis atau peneliti lainnya. Nilai CFDI Bali/Nusa Penida hanya dilampaui oleh nilai dari Kepulauan Raja Ampat, yang menandakan keragaman ikan karangnya yang menakjubkan.
Lokasi CFDIJumlah
ikan karang
Perkiraan jumlah ikan
karang
Kep. Raja Ampat, Papua Barat, Indonesia
373 1.437 1.465
Bali dan Nusa Penida 337 977 1.312
Teluk Maumere, Flores, Indonesia
333 1.111 1.108
Mine Bay Province, Papua Nugini 333 1.109 1295
Halmahera, Indonesia 327 974 1.271
Kep. Togean dan Banggai, Indonesia
308 819 1.190
Teluk Cendrawasih, Papua Barat, Indonesia
302 965 1.165
Kepulauan Solomon 301 1019 1160
Ujung bagian Utara Palawan, Filipina
292 1003 1122
Kep. Komodo, Indonesia 280 750 928
Yap State, Micronesia 280 787 928
Verde Passage, Filipina 278 808 921
Madang, Papua New Guinea 257 787 850
Teluk Kimbe, Papua New Guinea 254 687 840
Manado, Sulawesi, Indonesia 249 624 823
Capricorn Group, Great Barrier Reef
232 803 765
Chuuk State, Micronesia 230 615 759
Brunei, Darussalam 230 673 759
Ashmore/Cartier Reefs, Laut Timor 225 669 742
Kep. Kashiwa-Jima, Jepang 224 768 738
Lokasi CFDIJumlah
ikan karang
Perkiraan jumlah ikan
karang
Kep. Samoa 211 852 694
Kep. Chesterfield, Coral Sea 210 699 691
Pohnpei dan atol di sekitarnya, Micronesia
202 470 664
Atol Layang Layang, Malaysia 202 458 664
Kep. Bodgaya, Sabah, Malaysia 197 516 647
Pulau Weh, Sumatra, Indonesia 196 533 644
Kep. Izu, Jepang 190 464 623
Kep. Christmas, Samudera Hindia 185 560 606
P. Sipadan, Sabah, Malaysia 184 492 603
Rowley Shoals, Australia Barat 176 505 576
Atol Cocos-Keeling, Samudera Hindia
167 528 545
Semenanjung North-West, Australia Barat
164 527 535
Kep. Tunku Abdul Rahman, Sabah
139 357 450
P. Lord Howe, Australia 139 395 450
Kep. Monte Bello, Australia Barat 119 447 382
P. Bintan, Indonesia 97 304 308
Pantai Kimberley, Australia Barat 89 367 281
P. Johnston, Pasifik Tengah 78 227 243
Midway Atoll 77 250 240
P. Norfolk 72 220 223
Norfolk Island 72 220 223
Tabel 3.3. nilai indeks keragaman ikan karang (Coral fish diversity index / CFDI ) untuk daerah yang terbatas, jumlah spesies ikan karang diamati selama survei, dan jumlah yang diperkirakan dengan menggunakan rumus regresi CFDi.
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
21Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
3.3.3 Analisis fauna ikan karang BaliFamili dengan jumlah spesies yang paling tinggi adalah wrasse (Labridae), betok (Pomacentridae), ikan betutu (Gobiidae), capungan (Apogonidae), kerapu (Serranidae), ikan kepe-kepe (Chaetodontidae), butana (Acanthuridae), ikan kakatua (Scaridae), dan kakap (Lutjanidae). Sekitar 59% dari total jumlah spesies ikan karang yang dijumpai di Bali berasal famili tersebut (Tabel 3.4).
Kelimpahan relatif famili ikan di Bali sangat mirip dengan yang ditemukan di lokasi lainnya di kawasan Indo-Pasifik. Labridae, Pomacentridae, dan Gobiidae adalah famili dengan jumlah spesies yang terbanyak. Peringkat kelimpahan dari kelompok ini bervariasi menurut lokasi. Gobiidae seringkali yang paling melimpah. Kondisi ini tidak mengejutkan mengingat sekitar 600 spesies Gobiidae menghuni terumbu karang Indo-Pasifik. Famili ini juga memiliki lebih banyak spesies dibanding famili lainnya di Bali. Namun, Gobiidae sangat sulit disurvei karena ukurannya sangat kecil dan sebagian besar spesiesnya memiliki sifat yang cukup tersamar dengan kondisi sekitarnya. Kecenderungan lokasi hidup Gobiidae pada habitat pasir terbuka dan berpuing pun bertentangan dengan metode survey RAP, yang lebih fokus pada substrat terumbu karang.
3.3.4 AFinitAS/ huBunGAn ZooGeoGRAFi
Bali menjadi bagian komunitas fauna Pasifik Barat, yang merupakan bagian integral dari daerah biotik Indo-Barat dan Pasifik-Tengah. Ikan karangnya sangat mirip dengan yang terdapat di kawasan yang terbentang luas mulai dari Afrika Timur dan Laut merah hingga kepulauan Mikronesia dan Polinesia. Walaupun kebanyakan famili, genus dan spesiesnya secara konsisten dapat ditemukan di seluruh wilayah, namun komposisi spesiesnya sangat bervariasi tergantung lokasi.
Kemampuan menyebar dan masa hidup larva dari suatu spesies biasanya akan menggambarkan distribusi geografisnya. Kebanyakan ikan karang mengalami tahapan pelagis yang cukup panjang yang menyebabkan jumlahnya yang terdapat di lautan tropis tidak proporsional. Hal ini terlihat jelas pada komunitas ikan karang di Bali. Sekitar 56% spesies memperlihatkan pola penyebaran lebih ke wilayah Indo-Barat dan Pasifik-Tengah. Sebagian besar spesies ini tersebar mulai dari Afrika Timur sampai ke ujung barat Pasifik atau ke arah timur sampai ke Mikronesia dan Polinesia.
Tabel 3.5 memperlihatkan kategori zoogeografi utama ikan karang Bali. Sebagai tambahan dari spesies Indo Pasifik yang tersebar luas, kategori besar lainnya adalah spesies yang tersebar luas di Pasifik Barat (sekitar 25%) dan spesies yang hanya ada di Kepulauan Indo-Australia (sekitar 9%), mulai dari Laut Andaman arah timur hingga ke Kepulauan Melanesia dan dari Australia ke arah utara hingga ke Filipina.
Sebanyak 29 spesies memiliki distribusi yang terbatas di Samudera Hindia (Tabel 3.6) hingga ke arah barat di pantai Afrika Timur dan Laut Merah. Walaupun begitu spesies Centropyge eibli dan Pomacentrus alleni hanya terdapat di sisi timur Samudera Hindia. Secara umum, wilayah Bali merupakan batas timur distribusi tersebut. Beberapa contoh spesies ikan karang Samudera Hindia yang terdapat di Bali digambarkan pada Foto 3.1.
Tujuh spesies ikan (Rhincodon typus, Manta birostris, Echeneis naucrates, Thunnus albacares, Melichthys niger, Diodon hystrix, dan Mola mola) menunjukkan distribusi circumtropical. Mereka merupakan spesies yang mengalami tahap larva pelagis yang panjang dan menetap pada terumbu karang sampai ukuran yang cukup besar (contoh: Melichthys) atau dapat beradaptasi untuk hidup dalam tahap pelagis, yang jauh dari pantai (contoh: Rhincodon, Manta, Thunnus, dan Mola). Ikan remora/ sharksucker , Echeneis merupakan ikan yang dapat menyebar ke seluruh lautan tropis melalui berbagai inang seperti ikan pelagis besar, mamalia laut, dan penyu.
Lima spesies ikan Bali/Nusa Penida, termasuk Hiu karpet-Wobbegong shark (Orectolobus japonicus), apogonidae (Apogon schlegeli), scorpaenidae (Scorpaenodes evides), pomacentridae (Chromis albicauda), dan gobiidae (Trimma imaii)
Tabel 3.4. Famili dengan kelimpahan spesies ikan terbanyak di Bali.
Peringkat Famili Jumlah spesies% dari total
jumlah spesies
1 Labridae 114 11,7
2 Pomacentridae 96 9,8
3 Gobiidae 84 8,6
4 Apogonidae 59 6,0
5 Serranidae 54 5,5
6 Chaetodontidae 43 4,4
7 Acanthuridae 39 4,0
8 Blenniidae 27 2,8
9 Scaridae 24 2,5
10 Lutjanidae 22 2,3
Tabel 3.5. analisis zoogeografi ikan karang di Bali. setiap kategori bersifat eksklusif.
Kategori distribusi Jumlah spesies % fauna
Indo-Pasifik Barat 551 56,39
Pasifik bagian barat 247 25,28
Kepulauan Indo-Australia 87 8,90
Endemik Indonesia 32 3,27
Samudera Hindia 29 2,97
Tidak dapat ditentukan 19 1,94
Circumtropical 7 0,07
Jepang dan Nusa Penida 5 0,05
Bab 3
22 Program Kajian Cepat
menunjukkan distribusi terpisah yang tidak lazim antara daerah Jepang dan Bali. Kemungkinan, spesies ini dulunya tersebar di perairan yang lebih dingin di Pasifik Barat sebelah utara Indonesia, namun kenaikan suhu permukaan laut menyebabkan kepunahan yang meluas. Spesies ini kemudian bertahan menjadi populasi yang menetap di perairan subtropis Jepang dan Bali, di mana upwelling dingin mengakibatkan menurunnya suhu permukaan laut. Meskipun hingga sekarang spesies ini di Indonesia hanya dijumpai di perairan Bali dan Nusa Penida, mereka kemungkinan juga akan dapat ditemukan di lokasi lainnya di Kepulauan Sunda Kecil yang masih terpapar upwelling dingin.
Secara zoogeografi, yang paling menarik dari ikan karang Bali adalah adanya kelompok dengan pola distribusi yang sangat terbatas yang meliputi 32 spesies endemik Indonesia. Bahkan 16 diantaranya hingga kini diketahui hanya terdapat di Kepulauan Sunda Kecil (Tabel 3.7 dan Foto 3.2). Allen dan Adrim (2003) serta Allen dan Erdmann (2012) mendokumkentasikan sifat yang sangat endemik dari ikan karang di Indonesia yang mengindikasikan kepulauan Nusa Tenggara (Kepulauan Sunda Kecil) sebagai daerah dengan tingkat endemisitas yang tertinggi di Indonesia maupun secara umum di kawasan Hindia Timur (East Indian Region). Sedangkan, penelitian secara intensif terhadap ikan karang di kawasan Kepala Burung (Papua Barat) menunjukkan bahwa daerah ini memiliki kelimpahan spesies endemik yang lebih rendah atau terkaya kedua di Indonesia. Berbeda dengan Sunda Kecil, evolusi ikan karang endemik di kawasan Kepala Burung didukung oleh kombinasi dari keragaman
habitat yang kaya, aktivitas tektonik, dan fluktuasi permukaan air laut. Sedangkan ikan karang endemik di Sunda Kecil dihasilkan dari kondisi habitat yang unik di sepanjang jalur pintu keluar selatan Arlindo (Arus Lintas Indonesia = Indonesian Through flow), yang menjadikannya sebagai kawasan dengan arus yang kuat disertai upwelling dingin.
3.3.5 Spesies kembar dan perkawinan silangRandall (1998) memberikan contoh dari 52 pasangan spesies yang memiliki hubungan yang sangat erat dengan spesies yang ada di Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Randall mengatakan bahwa spesies “kembar” (geminate species = spesies dengan perbedaan yang kecil karena berevolusi dari nenek moyang yang sangat dekat) tersebut telah berevolusi sebagai hasil dari suatu kondisi yang sama – suatu spesies Indo-Pasifik purba yang dahulu tersebar luas lalu terpisah oleh permukaan laut yang menurun yang kemudian menghasilkan penghalang Hindia Timur. Contohnya, pada masa Pleistosen, penghalang ini kemudian menjadi daratan kering yang memanjang mulai dari ujung utara Sumatera hingga ke Timor, dengan sedikit celah di antara Bali dan Kepulauan Sunda Kecil.
Salah satu ciri ikankarang di Bali adalah adanya anggota pasangan spesies kembar dari Samudera hindia dan Samudera Pasifik (Tabel 3.8 dan Foto 3.3). Pada hampir semua kejadian, pasangan yang berasal dari Samudera Pasifik
Tabel 3.6. spesies-spesies ikan samudera Hindia yang ditemukan di Bali.
Famili Caesionidae Labridae
Caesio xanthonota Bodianus diana
Famili Mullidae Gomphosus caeruleus
Parupeneus macronemus Halichoeres chrysotaenia
Parupenus trifasciatus Leptojulis cyanotaenia
Famili Chaetodontidae Famili Scaridae
Chaetodon collare Chlorurus capistratoides
Chaetodon decussates Famili Blenniidae
Chaetodon guttatissimus Entomacrodus vermiculatus
Chaetodon trifasciatus Famili Gobiidae
Famili Pomacanthidae Trimma fucatum
Centropyge eibli Famili Acanthuridae
Genicanthus caudivittatus Acanthurus leucosternon
Famili Pomacentridae Acanthurus tennentii
Amphiprion akallopisos Acanthurus tristis
Amphiprion sebae Ctenochaetus truncatus
Chromis dimidiate Naso elegans
Chromis opercularis Famili Balistidae
Pomacentrus alleni Melichthys indicus
Tabel 3.7. ikan karang endemik sunda kecil yang terdapat di Bali.
Famili Spesies Geographic distribution
Pseudochromidae Haliophis aethiopus Bali dan Nusa Penida
Pseudochromis aurulentus
Nusa Penida dan Komodo
Pseudochromis oligochrysus
Bali sampai Alor
Pseudochromis rutilus Nusa Penida
Pseudochromis steenei Bali sampai Alor
Manonichthys sp. Bali sampai Komodo
Apogonidae Apogon lineomaculus
Bali sampai Komodo
Siphamia sp. Bali
Pomacentridae Chromis pura Nusa Penida dan Alor
Chromis sp. Nusa Penida
Tripterygiidae Helcogramma kranos Bali sampai Komodo
Helcogramma randalli
Bali sampai Alor
Bleniidae Meiacanthus cyanopterus
Bali sampai Alor
Meiacanthus abruptus
Bali sampai Komodo
Gobiidae Grallenia baliensis Bali
Acanthuridae Prionurus chrysurus Nusa Penida sampai Komodo
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
23Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Foto 3.1. Contoh spesies ikan karang samudera Hindia yang ditemukan di Bali (dari kiri atas hingga kanan bawah): Acanthurus tristis, Amphiprion sebae, Chaetodon trifasciatus, Chromis opercularis, Leptojulis chrysotaenia, dan Melichthys indicus.
Foto 3.2. Apogon lineomaculus, dengan panjang 6 cm. Hanya ada di Bali dan komodo
Foto 3.3. Contoh pasangan spesies kembar (spesies dari samudera Hindia di kiri dan Pasifik di kanan): atas – Chaetodon decussatus dan C. vagabundus; tengah – Chromis dimidiata dan C. margaritifer; bawah - Ctenochaetus cyanocheilus dan C. truncatus.
Foto 3.4. Contoh perkawinan silang (tengah) antara Centropyge eibli (kiri) dan C. vroliki (kanan) di nusa Penida.
Bab 3
24 Program Kajian Cepat
Foto 3.5. Contoh spesies ikan di Bali yang berhubungan dengan wilayah upwelling dingin: dari kiri ke kanan - Prionurus chrysurus, Springeratus xanthosoma, dan Mola mola.
Foto 3.6. Parapercis bimacula, panjang total 11 cm
Foto 3.8. Dua Pseudochromis baru dari Bali dan nusa Penida sepanjang 7 cm
Foto 3.7. Manonichthys sp. sepanjang 3,5 cm.
Foto 3.9. Siphamia sp. sepanjang 3,5 cm.
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
25Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Foto 3.10. Dua spesies baru jawfish (Opistognathidae) dari Bali (kiri ke kanan): spesies Opistognathus 1 sepanjang 4 cm, spesies Opistognathus 2 sepanjang 3,5 cm.
Foto 3.14. Grallenia baliensis. dengan panjang 2,5 cm.
Foto 3.11. Meiacanthus abruptus, sepanjang 7 cm Foto 3.12. spesies Meiacanthus cyanopterus sepanjang 6 cm
Foto 3.13. Priolepis sp. sepanjang 2,5 cm.
Bab 3
26 Program Kajian Cepat
Foto 3.17. Catatan distribusi baru (dari kiri ke kanan) meliputi: Chaetodon reticulatus, Abudefduf lorentzi, dan Cirrhilabrus pylei.
Foto 3.16. Ptereleotris rubristigma, sepanjang 10 cm
Foto 3.15. Lepadichthys sp. sepanjang 3 cm.
Foto 3.18. Capungan banggai (Pterapogon kauderni) yang didatangkan dari luar Bali, panjang total 8 cm, secret Bay, Bali.
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
27Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
lebih sering ditemui dibandingkan dengan pasangan dari Samudera Hindia. Fenomena ini menunjukkan terjadinya dominasi aliran arus ke arah selatan.
Perkawinan silang adalah fenomena yang cukup jarang terjadi pada ikan air laut jika dibandingkan dengan di air tawar. Namun, ikan kupu-kupu tropis tropical butterflyfish (Chaetodontidae) dan ikan malaikat angelfish (Pomacanthidae) adalah pengecualian sebab telah banyak hasil kawin silangnya yang ditemukan. Pylle dan Randall (1994) memberikan rujukan bagi 15 hasil kawin silang ikan kupu-kupu dan mencatat masih ada 12 spesies lagi yang akan didokumentasikan dalam literatur. Para penulis ini juga mendokumentasi 11 contoh kemungkinan kawin silang pada ikan malaikat. Lebih dari itu, sebuah penelitian terbaru oleh Hobbs dkk. (2008) melaporkan ada 11 spesies kawin silang dari 6 famili di Kepulauan Christmas yang terletak sekitar 1.000 km barat laut Bali atau 350 km selatan Ujung Genteng, Jawa Barat.
Tidak ada hasil kawin silang yang teramati pada RAP Bali ini, namun beberapa kali terlihat pada survei Nusa Penida di tahun 2008. Kasus-kasus ini adalah persilangan antara ikan kupu-kupu Chaetodon guttatissimus dan C. punctofasciatus dan ikan malaikat Centropyge eibli dan C. Vroliki (Foto 3.4). Walaupun tidak ada hasil kawin silang yang terdeteksi antara Chaetodon lunulatus dan C. Trifasciatus yang berhubungan dekat, beberapa pasangan campuran kedua spesies terlihat pada survei tahun 2008 dan 2011.
Gambar 3.1. Citra satelit dari secret Bay, Gilimanuk
Tabel 3.8. Contoh spesies kembar yang tercatat di Bali.
Famili Spesies Samudera Pasifik
Spesies Samudera Hindia
Caesionidae Caesio teres Caesio xanthonota
Chaetodontidae Chaetodon vagabundus Chaetodon decussatus
Chaetodon punctatofasciatus
Chaetodon guttatissimus
Chaetodon lunulatus Chaetodon trifasciatus
Pomacanthidae Centropyge vroliki Centropyge eibli
Pomacentridae
Chromis margaritifer Chromis dimidiata
Chromis xanthurus Chromis opercularis
Pomacentrus coelestis Pomacentrus alleni
Scaridae Chlorurus bleekeri Chlorurus capistratoides
Acanthuridae Acanthurus pyroferus Acanthurus tristis
Ctenochaetus cyanocheilus
Ctenochaetus truncatus
Naso lituratus Naso elegans
Bab 3
28 Program Kajian Cepat
3.3.6 Upwelling dinginPantai timur Bali, termasuk Selat Lombok dan Pulau Nusa Penida, memiliki ciri khas arus yang deras dengan temperatur yang dingin sebagai akibat adanya upwelling di perairan dalam. Sangat sulit untuk menemukan suhu air serendah 20an derajat atau bahkan lebih dingin lagi. Tabel 3.9 menyajikan daftar spesies yang sering terkait dengan wilayah upwelling beserta tiga contohnya yang disajikan pada Foto 3.5.
3.3.7 Spesies baruBeberapa spesies yang belum terdeskripsikan telah tercatat selama survei RAP ini. Hal ini akan dibahas dengan lebih rinci pada paragraf selanjutnya, dimana belum ada dari sekian banyak spesies yang diketemukan ini pernah dideskripsikan sebelumnya oleh penulis maupun kolega ahli ikan karang lainnya (misal: Allen and Erdmann, 2012; Smith-Vaniz and Allen, 2011; Gill, Allen and Erdmann, 2012)
Parapercis bimacula Allen dan Erdmann, 2012 (Pinguipedidae; Gambar 6) – ikan grubfish nan indah ini kini tercatat dijumpai di Bali, Komodo, Pulau Weh (Sumatera) dan Kepulauan Andaman, dimana ia biasanya ditemukan di kawasan berpasir/ reruntuhan dasar dengan sebaran karang hidup di kedalaman 2-8 meter. Spesies ini baru saja digambarkan oleh penulis dalam buku mereka yakni di ikan karang dari Hindia Timur (reef fishes of the East Indies)
Spesies Manonichthys (Pseudochromidae; Foto 3.8) – Spesies ini teramati dan dipotret pada kedalaman 29-30 m pada dua situs (25 dan 28) di pesisir Barat Laut, termasuk Pulau Menjangan dan Pulau Komodo. Spesies ini juga diketahui berhubungan dekat dengan M. Alleni yang terdapat di bagian utara Borneo dan sekarang sedang dipelajari oleh ahli pseudochromidae Anthony Gill dari Sidney University, Australia, yang akan memastikan status spesies ini.
Pseudochromis oligochrysus Gill, Allen and Erdmann, 2012 (Pseudochromidae; Foto 3.9, kiri) – Spesies ini tidak ditemukan selama survei 2011, namun beberapa spesimen didapatkan selama RAP 2008 di Nusa Penida. Biasanya
terdapat di lereng-lereng pada kedalaman 25-50 m. Spesies ini baru saja dideskripsikan pada awal 2012 oleh Anthony Gill bersama-sama dengan penulis.
Pseudochromis rutilus Gill, Allen and Erdmann, 2012 (Pseudochromidae; Foto 3.9, kanan) – Spesies baru ini (Foto 3.9) didapat dari Nusa Penida pada tahun 2008 dan pada survei 2011 di Menjangan (situs 27) pada kedalaman sekitar 60-70 m. Biasanya terlihat pada permukaan berbatu, spons, dan celah-celah pada lereng karang bagian luar. Spesies ini juga telah dikoleksi dari wilayah Alor, Nusa Tenggara. Seperti spesies yang sebelumnya, yang satu ini juga telah dideskripsikan pada Januari 2012 oleh Anthony Gill dan penulis.
Spesies Siphamia (Apogonidae; Foto 3.10) – Sebuah spesimen ikan capungan yang unik ini ditemukan di Pulau Menjangan (situs 27) pada kedalaman 70 m. Seperti semua anggota marga Siphamia, spesies ini memiliki keunikan berupa organ tubuh yang berpendar keperakan pada bagian luar bawah tubuhnya. Spesies ini termasuk dalam spesies yang belum dideskripsi, memiliki kaitan yang erat dengan spesies S. argentea yang merupakan spesies yang belum diketahui dengan baik dimana jenis ini dapat dibedakan dari warna tubuhnya yang unik dengan cahaya bergaris, tubuh yang dalam, dan garis lateral yang lengkap. Spesies ini saat ini sedang dikaji secara mendalam oleh Ofer Gon seorang ahli apogonid di Afrika Selatan.
Opistognathus sp. 1 (Opistognathidae; Foto 3.9, kiri) – Jawfish telah menjadi kelompok ikan yang menguntungkan dengan banyaknya penemuan oleh penulis beberapa tahun terakhir. Spesies ini masih belum dideskripsi, namun sebelumnya sudah tercatat di Kepulauan Andaman, Kalimantan (Derawan), Filipina (Pulau Siquijor), dan Indonesia (Pulau Morotai dan Teluk Cendrawasih, Papua Barat). Menghuni dasar perairan berpasir/puing dekat terumbu karang pada kedalaman 20-70 m. Tiga spesimen telah dikoleksi selama survei di situs 25 (Sumber Kima). Spesies ini akan dideskripsi oleh ahli opistognathidae asal Amerika Serikat, William Smith-Vainz.
Spesies Opistognathus sp. 2 (Opistognathidae; Foto 3.7, kanan) – Spesies jawfish baru ini sebelumnya telah dikoleksi dari Brunei dan Filipina. Spesies ini menghuni pesisir terumbu karang yang keruh pada dasar perairan berpasir/puing di kedalaman 15-70 meter di kawasan yang secara berkala berarus kuat. Sebuah spesimen tunggal juga telah dikoleksi pada survei di situs 25 Bali (Sumber Kima). Spesies ini juga akan dideskripsi oleh William Smith-Vaniz.
Meiacanthus abruptus Smith-Vaniz and Allen, 2011 (Blenniidae; Foto 3.11) – Spesies baru ini pertama kali dikoleksi oleh G. Allen di Pulau Komodo pada tahun 1995. Sekitar 10 individu telah dipotret di Secret Bay, Gilimanuk (situs 30) selama survei di Bali ini. Spesies ini dapat ditemukan di petak terumbu karang kecil yang hampir 100% diselimuti koral pada kedalaman 2-4 meter. Spesies ini dicirikan dengan kepalanya yang kuning dan sepasang garis hitam pada badannya. Spesies baru ini telah dideskripsikan pada bulan Oktober 2011 (Smith-Vaniz and Allen, 2011).
Tabel 3.9. spesies yang terkait dengan upwelling dingin yang terdapat di Bali.
Famili Chaetodontidae Famili Clinidae
Chaetodon guentheri Springeratus xanthosomaHeniochus diphreutes Famili Acanthuridae
Famili Pomacanthidae Prionurus chrysurusChaetodontoplus melanosoma Molidae
Famili Pomacentridae Mola molaChromis albicauda
Chromis pura
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
29Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Meiacanthus cyanopterus Smith-Vaniz and Allen, 2011 (Bleniidae; Foto 3.12) – Sebuah spesimen tunggal dari spesies penghuni perairan dalam ini teramati pada kedalaman 70 m di situs 19. Saat ini diketahui hanya terdapat di Kepulauan Nusa Tenggara di Bali dan wilayah Alor. Spesies ini juga telah dideskripsikan pada bulan Oktober 2011 (Smith-Vaniz and Allen, 2011)
Spesies Priolepis (Gobiidae; Foto 3.13) - Spesies ini nampaknya adalah spesies yang belum dideskripsi dan sepintas mirip dengan P. Pallidicincta Winterbottom & Burridge, namun memiliki perbedaan nyata berupa garis melintang pada pipi papilla. Spesies ini telah dikoleksi dari dua situs (10 dan 26) pada survei di kedalaman 70 m.
Grallenia baliensis Allen and Erdmann, 2012 (Gobiidae; Foto 3.14) – ikan betutu berukuran kecil ini (dengan ukuran maksimum sekitar 2,5 cm) sebelumnya diketahui dari beberapa spesimen yang dikoleksi dari kawasan Tulamben di dasar perairan pasir/kerikil pada kedalaman 5-15 meter. Pada survei ini, spesies ini juga ditemukan di Amed (situs 17) dan Buleleng (situs 21). Hasil pengamatan terperinci mengungkapkan spesies ini adalah spesies baru. Dapat dikenali melalui pola warnanya yang unik, tidak memiliki selaput pada sirip punggung individu jantan, sirip anal dan sirip punggung kedua yang relatif pendek, dan sirip dada yang pendek. Spesies ini dideskripsi oleh penulis pada bukunya ‘East Indians Reef Fishes’ yang terbit pada Maret 2012.
Spesies Lepadichthys (Gobiesocidae; Foto 3.15) – Spesies yang nampaknya belum dideskripsi ini sebelumnya hanya diketahui berdasarkan foto bawah air dari Flores, Indonesia, dan Pulau Manus di Papua New Guinea. Ikan ini berwarna merah bata tua dengan belang-belang putih pada kedua sisi badan, dan di punggung mulai dari mulut hingga sirip ekor. Spesies ini biasanya berlindung pada duri-duri bulu babi Diadema dan biasanya terdapat pada kedalaman 5-15 m. Sebuah spesimen tunggal telah dikoleksi pada survei 2011 di situs 25 (Sumber Kima).
Ptereleotris rubristigma Allen, Erdmann and Cahyani, 2012 (Ptereleotridae; Foto 3.16) – Spesies ini sebelumnya salah diidentifikasi sebagai P. Hanae, tetapi berbeda pada selaput ekornya yang tidak panjang, dan pada jantan dewasa memiliki selaput pada duri punggung kedua, serta tanda kemerahan (kadang tidak ada) pada dasar sirip dada. Spesies ini tersebar luas di Indonesia dan wilayah sekitarnya. Selama survei ini, spesies ini teramati di Seraya (situs 12), Amed (situs 16), dan Taka Pemuteran (situs 24). Habitatnya terdiri dari dasar permukaan hamparan pasir dan puing pada kedalaman 5-50 m. Spesies ini baru saja dideskripsi oleh penulis (dan seorang ahli genetic Dita Cahyani) dalam buku reef fishes of the East Indies pada bulan Maret 2012.
3.3.8 daerah sebaran dan beberapa catatan pentingChaetodon reticulates Cuvier, 1831 (Chetodontidae; Foto 3.17, kiri) – Spesies ini tersebar luas di Pasifik Barat, terutama di kepulauan Oseania ke timur hingga Kepulauan Line and Society. Spesies ini tercatat di Indonesia hanya di
Halmahera dan lepas pantai utara Sulawesi, serta catatan (situs) terkini dari Bali, yang mencerminkan suatu perluasan daerah sebarannya kira-kira 1.500 km.
Abudefduf lorentzi Hensley & Allen, 1977 (Pomacentride; Foto 3.17, tengah) – Spesies ini biasa menghuni perairan dangkal Sulawesi bagian timur, Halmahera dan wilayah Papua Indonesia. Spesies ini juga terdapat di Papua New Guinea, Kepulauan Solomon, dan Filipina. Di bagian timur dan selatan Sulawesi biasanya digantikan kerabatnya A. Bengalensis. Karena itu, cukup mengejutkan ketika menemukan seekor spesies ini dalam tahap sub-dewasa di sepanjang garis pantai di situs 28 (Menjangan), yang mencerminkan suatu perluasan daerah sebarannya kira-kira 900 km.
Cirrhilabrus pylei. (Labridae; Foto 3.17, kanan) – Walaupun sebelumnya dilaporkan terdapat di Bali berdasarkan foto bawah air, kami dapat mengkonfirmasi keberadaannya di wilayah Bali dengan koleksi spesimen baik dari Nusa Penida pada tahun 2008 dan dari survei ini di situs 28 (Menjangan). Pada kebanyakan catatan sebelumnya spesies yang menakjubkan ini berasal dari Kepulauan Melanesia, termasuk Papua Barat, Papua New Guinea, Kepulauan Solomon, dan Vanuatu.
3.3.9 Spesies ikan yang didatangkan dari luar BaliWalaupun ikan-ikan yang diintroduksi hanya sebagian kecil saja dari komunitas ikan global, mereka memiliki kemampuan untuk mengubah dinamika populasi ikan lokal. Spesies ikan scorpaenidae Pterois volitans adalah contoh klasik dari fenomena ini. Walaupun spesies ini mudah dijumpai di sepanjang rentang penyebarannya di Pasifik bagian barat dan tengah, spesies ini biasanya dijumpai dalam jumlah yang sedikit. Sebagai contoh, adalah tidak biasa menemukan seekor spesies ini dalam beberapa kali penyelaman selama survei RAP. Spesies ini ditangkap untuk diperdagangkan sebagai ikan hias akuarium kemudian dilepaskan di perairan Florida sekitar 20 tahun yang lalu. Akibatnya kini spesies ini “mewabah” di beberapa kawasan di pantai timur Amerika Serikat dan Lautan Karibia serta memengaruhi komunitas ikan-ikan lokal karena perilaku predasi spesies ini yang memangsa berbagai spesies ikan kecil dan invertebrata. Selain karena pelepasliaran ikan akuarium yang tidak disengaja maupun yang disengaja, introduksi spesies ikan lainnya dimaksudkan untuk meningkatkan spesies-spesies ikan yang berharga untuk diperdagangkan (contoh: Lutjanus kasmira di Hawaii), sehingga memiliki akses ke lautan yang dulunya terpisahkan melalui pembangunan kanal (contoh: Laut Merah menuju Laut Mediterania melewati Terusan Suez), dan perpindahan larva maupun ikan bentik kecil pada tangki-tangki pengatur daya apung (ballast tank) kapal barang.
Capungan Banggai (Pterapogon kauderni, Foto 3.18) memiliki distribusi alami yang terbatas di Pulau Banggai dan kawasan yang berdekatan di bagian tengah dan timur Sulawesi. Ikan cantik ini mulai diperdagangkan sebagai ikan hias pada tahun 1995 dan langsung menghebohkan pasar
Bab 3
30 Program Kajian Cepat
dengan harga jual mencapai $100 per ikan pada bulan-bulan pertama kehadirannya. Spesies ini dijual ke luar negeri dalam jumlah besar melalui para penjual ikan di Bali dan Sulawesi Utara. Akibatnya, banyak ikan spesies ini yang kemudian dilepas dengan sengaja di Selat Lembeh, Sulawesi dan di Gilimanuk, Bali, di mana kemudian populasinya berkembang. Populasi spesies ini di Bali terbatas pada kawasan yang sangat kecil dekat pantai sisi selatan dari jalan masuk menuju Secret Bay, Gilimanuk. Spesies ini berasosiasi dengan bulu babi Diadema yang menghuni perairan dangkal dan sekitar reruntuhan kapal kecil. Diperkirakan populasinya saat ini sekitar 1.000 individu, dan jika dibandingkan dengan pengamatan biasa yang dilakukan dua tahun lalu, populasi spesies ini terus meningkat. Tidak ada tanda-tanda bahwa spesies ini telah berkembang di luar Secret Bay, dan karena metode reproduksinya aneh (telur dan ikan yang masih kecil diinkubasi di dalam mulut individu jantan) serta kemampuan penyebaran pelagisnya tidak baik, perluasan daerah sebaran spesies ini di sekitar Bali akan menjadi proses yang sangat lambat. Spesies ini memakan plankton dan invertebrata bentik kecil. Oleh karena itu dampaknya terhadap populasi ikan di sekitar teluk Gilimanuk pada umumnya sangat kecil, dan mungkin hanya kepada spesies apogonidae lain yang bersaing menumpang hidup pada duri-duri Diadema. Salah satu sisi positif dari introduksi ini adalah turis akan tertarik untuk menyelam di situs ini dan mendapat kesempatan langka memotret spesies yang menakjubkan, serta menghemat biaya dan logistik daripada berkunjung ke Kepulauan Banggai.
3.4. SituS yAnG SAnGAt PentinG BAGi iKAn denGAn nilAi KonSeRvASi yAnG PotenSiAl
Perbandingan antara berbagai kawasan geografi utama di wilayah BaliSurvei ini menunjukkan bahwa Bali memiliki ikan-ikan karang yang amat beragam, yang mencerminkan kisaran variasi habitat yang relatif luas. Metode CFDI yang memperkirakan keseluruhan jumlah fauna, didasarkan pada beberapa famili utama menunjukkan bahwa Bali adalah salah satu kawasan di Indonesia yang paling kaya akan ikan-ikan karang sehingga secara global sangat penting untuk kepentingan konservasi. Komunitas ikan yang ada juga menakjubkan mengingat ekosistem laguna yang terlindung hampir tidak ada di Bali. Maka, spesies-spesies yang berasosiasi dengan habitat ini sangat jarang atau tidak ada. Bali dapat dibagi menjadi beberapa zona atau kawasan yang berbeda, berdasarkan komponen fauna lautnya dikombinasikan dengan fitur oseanografi fisik berskala luas, terutama suhu dan arus, termasuk upwelling. Perbandingan keragaman ikan pada kawasan geografi utama dapat dilihat di Tabel 3.10.
Pesisir utara adalah kawasan yang paling kaya akan keragaman ikan. Wilayah ini memiliki contoh-contoh
perkembangan terumbu karang terbaik seperti yang dicontohkan di Amed dan Pulau Menjangan. Di dalam kawasan ini juga terdapat kawasan “muck dive” berdasar lumpur yang menarik dan merupakan tempat tinggal ikan-ikan yang tidak biasa, yang jarang terlihat pada terumbu karang biasa.
Nusa Penida pantas menjadi zona terpisah, karena lokasinya yang terisolasi, terpapar penuh oleh Samudera Hindia, dan kondisi habitat umumnya yang dicirikan oleh arus deras dan upwelling dingin.
Pantai timur Bali, yang terdiri dari Selat Lombok membentuk zona utama ketiga. Seperti Nusa Penida yang mengalami arus kuat berkala dan upwelling dingin. Beberapa spesies “khas” yang juga khas Nusa Penida, contohnya butana ekor kuning (Prionurus chrysurus) dan Mola mola-Ocean Sunfish (Mola mola).
Secret Bay di Gilimanuk membentuk zona utama keempat. Walaupun luasnya sangat kecil (sekitar 5,5 km2
), teluk ini memiliki keunikan tinggi dalam hal habitat laut dan komunitas ikan yang didukungnya. Teluk ini dibatasi oleh mangrove dan memiliki sejumlah petak terumbu karang dengan pertumbuhan karang hidup yang baik dan juga habitat dasar berlumpur yang luas dan merupakan rumah yang kaya akan spesies ikan-ikan tidak biasa yang tidak sering terlihat di bagian lain pulau.
Pesisir selatan tidak disurvei dengan memadai untuk menentukan apakah kawasan ini pantas mendapatkan status kawasan utama yang terpisah. Hanya 2 situs (31-32) yang disurvei. Pengamatan awal ini menandakan adanya pembenaran untuk memasukkan pesisir selatan ke dalam wilayah fauna yang sama dengan Bali bagian timur.
3.5. BeRBAGAi ReKomendASi untuK KonSeRvASi
Walaupun Pulau Bali memiliki keragaman ikan karang yang sangat besar dibandingkan luasnya pulau, namunditemukan banyak indikasi penangkapan berlebihan (“overfishing”) di hampir setiap situs. Ikan karang yang bernilai komersial (seperti kakap dan kerapu) jarang sekali ditemukan di perairan Bali. Bahkan dalam lebih dari 350 jam penyelaman, tim survei hanya berhasil mencatat sebanyak 3 ekor hiu (hanya terdapat di Gili Selang dan Menjangan), 3 ekor ikan
Tabel 3.10. Perbandingan jumlah spesies pada kawasan geografi utama di wilayah Bali.
Kawasan geografi Jumlah spesies Spesies/situs
Bali bagian utara 622 214*
Nusa Penida 573 161
Bali bagian timur 510 147
Gilimanuk 153 97
Jumlah total 964
* kecuali situs pada dasar perairan berlumpur (20-23) di kawasan Lovina.
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
31Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Napoleon (Chelinus undulatus; hanya ditemukan di Gili Selang dan Tulamben), dan 4 ekor ikan sunu (kerapu dari marga Plectropomus). Tidak kalah pentingnya juga yaknin hanya mencatat 5 ekor penyu selama survei berlangsung.Angka-angka yang sangat minim ini seharusnya menjadi “peringatan” bagi Pemerintah Bali, mengingat angka seperti ini seharusnya bisa ditemukan dalam satu kali menyelam saja di terumbu karang yang sehat - bukan dari 33 situs!
Agar trend overfishing di terumbu karang Bali dapat diatasi, sangat disarankan untuk membentuk jejaring kawasan konservasi perairan (KKP) dengan zona “larang ambil” di wilayah Bali yang berisi perwakilan komunitas fauna di setiap kawasan utama yang telah diuraikan di atas. Keuntungan untuk membentuk kawasan konservasi perairan yang efektif adalah untuk kelestarian keanekaragaman hayati yang tinggi dan peningkatan nilai ekonominya karena dapat menarik para penyelam, dan juga dari “efek limpahan benih” yang didokumentasikan dengan baik dan dapat langsung meningkatkan tangkapan ikan untuk bahan pangan di kawasan yang berdekatan dengan KKP.
Laporan sebelumnya (2008) juga menyarankan beberapa situs yang layak dilindungi di dalam zona larang ambil di Nusa Penida termasuk Crystal Bay, Toya Pakeh, Batu Abah dan Teluk Batu Abah, berdasarkan komunitas ikan masing-masing dan habitat terumbu karangnya yang luar biasa. Dengan menggunakan kriteria yang sama, kami juga merekomendasikan situs-situs berikut agar dipertimbangkan dijadikan zona larang ambil dalam KKP baru, berdasarkan hasil survei 2011.
Batu Tiga dekat Candi Dasa – Pulau-pulau berbatu ini mendukung komunitas koral yang kaya serta ikan-ikan yang berasosiasi dengan koral tersebut, namun tidak ada pemangsa besar seperti hiu dan kerapu. Sebanyak 187 spesies dicatat di Batu Tiga Barat (situs 7), jumlah terbanyak ketiga di pesisir timur.
Gili Selang, di daerah timur laut Bali (situs 13-14) – kawasan dengan keragaman habitat mikro yang baik dan kelompok ikan karang yang kaya serta spesies-spesies berdasar lunak yang berasosiasi dengan zona bergelombang. Di Gili Selang Utara tercatat 197 spesies dan di Gili Selang Selatan 190 spesies, keduanya merupakan jumlah yang tertinggi di pesisir timur.
Kompleks terumbu karang Taka Pemuteran dan Sumber Kima, barat laut Bali (situs 24-25) – Kedua kawasan ini menunjukkan keragaman habitat mikro yang baik dan mendukung komunitas ikan yang kaya (masing-masing 191 dan 171 spesies). Situs di Taka Pemuteran terutama kaya akan karang hidup dan ikan karang yang berasosiasi dengannya. Kedua kompleks terumbu karang ini memiliki potensi terbaik sebagai zonasi “larang ambil”, dengan tujuan memperkaya perikanan di wilayah yang berdekatan dan menyediakan wisata penyelaman berkualitas tinggi.
Secret Bay, Gilimanuk (situs 29-30) – Sistem laguna yang hampir tertutup di Secret Bay sangat unik dan mendukung keberadaan sejumlah besar ikan yang jarang ditemui atau tidak ada di bagian lain pulau. Diperlukan survei lanjutan
untuk membuat daftar ikan Secret Bay secara lebih lengkap. Teluk juga menyediakan campuran habitat dasar lumpur terbuka yang baik, terumbu karang tepi di sepanjang garis pantai, dan petak terumbu karang di tengah laguna. Begitu juga dengan pantai mangrove dan beberapa pulau-pulau yang dikelilingi mangrove. Direkomendasikan untuk membuat perlindungan konservasi khusus untuk kawasan yang unik ini, termasuk perlindungan pada habitat mangrove yang berdekatan.
ucapan terima KasihPenulis berterima kasih kepada yang terhormat bapak Gubernur Bali I Made Mangku Pastika serta Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali yang telah mengundang kami untuk melakukan survey keanekaragaman hayati laut yang membawa penemuan ini, dan Program USAID-CTSP yang telah mendanai survei. Kami berterima kasih kepada program kelautan Conservation International Indonesia yang telah mengorganisir survei, khususnya rekan kami Ketut Sarjana Putra, Made Jaya Ratha, dan Muhammad (Erdi) Lazuardi, dan kami juga berterima kasih kepada Putu (Icha) Mustika dan Made Jaya Ratha untuk kerja kerasnya dalam menyiapkan laporan ini RAP. Selanjutnya kami berterima kasih kepada Wolcott Henry dan The Clark and Edith Munson Foundation dan Keluarga Trust Paine atas dukungan kerja taksonomi penulis pertama. Akhirnya, kami berterima kasih kepada Michael Cortenbach Bali Diving Academy dan Adam Malec dari Scubadamarine atas dukungan penyelaman yang sangat baik untuk untuk survei kami.
dAFtAR PuStAKA
Allen, G.R. 1997. Marine fishes of south-east Asia. Western Australian Museum: Perth, 292 pp.
Allen, G.R. 2008. Conservation hotspots of biodiversity and endemism for Indo-Pacific coral reef fishes. Aquatic Conservation: Marine and Freshwater Ecosystems 18: 541-556.
Allen, G.R. and Adrim, M. 2003. Coral reef fishes of Indonesia. Zoological Studies 42(1): 1-72.
Allen, G.R. and Erdmann, M.V. 2012. Reef Fishes of the East Indies. Volumes I-III. Tropical Reef Research: Perth, Australia, 1292 pp.
Allen, G., Steene, R., Humann, P., and Deloach, N. 2007. Reef Fish Identification: Tropical Pacific. New World Publications: Jacksonville, USA, 457 pp.
Allen, G.R. and Werner, T.B. 2002. Coral reef fish assessment in the ‘coral triangle’ of southeastern Asia. Environmental Biology of Fishes 65: 209-214.
Gill, A.T., Allen, G.R., and Erdmann, M.V. 2012. Two new dottyback species of the genus Pseudochromis from southern Indonesia (Teleosti: Pseudochromidae). Zootaxa 3161: 53-60.
Bab 3
32 Program Kajian Cepat
Hobbs, J.P.A., Frishch, A.J., Allen, G.R., and van Herwerden, L. In press. Marine hybrid hotspot at Indo-Pacific biogeographic border. Biology letters: (doi: 10.1098/rsbl.2008.0561.
Kuiter, R.H. and Tonozuka, T. 2001. Photo guide to Indonesian reef fishes. Zoonetics: Seaford, Australia, 893 pp.
Pyle, R.L. and J.E. Randall. 1994. A Review of Hybridization in Marine Angelfishes (Perciformes, Pomacanthidae). Environmental Biology of Fishes 41:127-145.
Randall J. E. 1998. Zoogeography of shore fishes of the Indo-Pacific region. Zoological Studies 37(4): 227-268.
Smith-Vaniz, W.F. and Allen, G.R., 2011. Three new species of the fangblenny genus Meiacanthus from Indonesia, with color photographs and comments on other species. Zootaxa 3046, 39-58.
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
33Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Lam
pira
n 3.
1. D
afta
r ika
n ka
rang
di B
ali (
term
asuk
nus
a Pe
nida
). Te
mua
n ba
ru u
ntuk
Bal
i diin
dika
sika
n de
ngan
war
na m
erah
.Da
ftar i
ni m
enca
kup
sem
ua s
pesi
es ik
an k
aran
g pe
raira
n da
ngka
l (hi
ngga
ked
alam
an 7
0 m
eter
) yan
g di
jum
pai d
i per
aira
n Ba
li da
n nu
sa P
enid
a. P
ada
tiga
kolo
m p
erta
ma
juga
mel
iput
i dat
a sp
esie
s ya
ng
sebe
lum
nya
tela
h te
rcat
at d
item
ukan
di B
ali (
oleh
Gra
) dan
nus
a Pe
nida
(200
8 ra
P) ya
ng te
lah
diko
mbi
nasi
kan,
sed
angk
an k
olom
sel
anju
tnya
men
gacu
pad
a ha
sil s
urve
y di B
ali t
ahun
201
1. u
ruta
n fil
ogen
etik
da
ri fa
mili
a ya
ng m
uncu
l dal
am d
afta
r ini
men
giku
ti es
chm
eyer
(Cat
alog
of F
ishe
s, C
alifo
rnia
aca
dem
y of s
cien
ces,
199
8) d
enga
n se
diki
t mod
ifika
si (m
isal
nya
pene
pata
n Ci
rrhiti
dae)
. Gen
us d
an s
pesi
es d
isus
un
men
urut
abj
ad d
alam
mas
ing-
mas
ing
fam
ilia.
nam
a pe
nulis
dan
tahu
n pu
bika
si d
ihila
ngka
n da
ri se
tiap
spes
ies,
nam
un in
form
asi i
ni d
apat
den
gan
mud
ah u
ntuk
kem
udia
n di
akse
s di
Cal
iforn
ia A
cade
my o
f Sc
ienc
es C
atal
og o
f Fis
hes
webs
ite: h
ttp://
www.
cala
cade
my.o
rg/re
sear
ch/ic
hthy
olog
y/ca
talo
g/fis
hcat
sear
ch.h
tml.
Previous Bali
nP surveys
site 1
site 2
site 3
site 4
site 5
site 7
site 9
site 10
site 11
site 12
site 13
site 14
site 15
site 16
site 17
site 18
site 19
site 20
site 21
site 22
site 23
site 24
site 25
site 26
site 28
site 33
site 29
site 30
site 31
site 32
Present survey
Previous surveys
Grand total
nusa Penida
east Bali
north Bali
Gilimanuk
Rhi
ncod
onti
dae
(1 s
pp.)
00
00
00
0
R
hinc
odon
typu
s1
01
11
00
0
Alo
piid
ae (1
spp
.)0
00
00
00
Al
opia
s pel
agic
us1
01
11
00
0
Ore
ctob
obid
ae (1
spp
.)0
00
00
00
O
rect
olob
us ja
poni
cus
10
11
10
00
Car
char
hini
dae
(2 s
pp.)
00
00
00
0
C
arch
arhi
nus a
mbl
yrhy
ncho
s1
10
11
10
00
Tr
iaen
odon
obe
sus
11
10
10
11
0
Das
yati
dae
(3 s
pp.)
00
00
00
0
D
asya
tis k
uhlii
11
11
11
11
11
11
11
10
Ta
eniu
ra ly
mm
a1
11
11
11
11
11
11
11
01
01
10
Ta
eniu
ra m
eyen
i1
01
11
00
0
Myl
ioba
tida
e (1
spp
.)0
00
00
00
Ae
toba
tus n
arin
ari
10
11
10
00
Mob
ulid
ae (1
spp
.)0
00
00
00
M
anta
biro
stris
10
11
10
00
Mor
ingu
idae
(1 s
pp.)
00
00
00
0
M
orin
ga m
icro
chir
10
11
10
00
Chl
opsi
dae
(1 s
pp.)
00
00
00
0
K
aupi
chth
ys d
iodo
ntus
10
11
10
00
Mur
aeni
dae
(15
spp.
)0
00
00
00
An
arch
ias s
eych
elle
nsis
10
11
00
00
Ec
hidn
a ne
bulo
sa1
11
11
11
11
10
Tabe
l dila
njut
kan
di h
alam
an b
erik
utny
a
Bab 3
34 Program Kajian Cepat
Lam
pira
n 3.
1. c
ontin
ued
Tabe
l dila
njut
kan
di h
alam
an b
erik
utny
a
Previous Bali
nP surveys
site 1
site 2
site 3
site 4
site 5
site 7
site 9
site 10
site 11
site 12
site 13
site 14
site 15
site 16
site 17
site 18
site 19
site 20
site 21
site 22
site 23
site 24
site 25
site 26
site 28
site 33
site 29
site 30
site 31
site 32
Present survey
Previous surveys
Grand total
nusa Penida
east Bali
north Bali
Gilimanuk
G
ymno
thor
ax a
ngus
ticau
da1
10
10
01
0
G
ymno
thor
ax c
hilo
spilu
s1
01
11
00
0
G
ymno
thor
ax fi
mbr
iatu
s1
11
11
11
10
10
G
ymno
thor
ax fl
avim
argi
natu
s1
11
11
01
00
G
ymno
thor
ax ja
vani
cus
11
11
11
10
11
0
G
ymno
thor
ax m
elat
rem
us1
01
11
00
0
G
ymno
thor
ax m
onoc
hrou
s1
10
10
01
0
G
ymno
thor
ax ri
char
dson
ii?1
01
11
00
0
G
ymno
thor
ax th
ryso
ideu
s1
10
10
01
0
G
ymno
thor
ax zo
nipe
ctis
11
11
11
01
0
R
hino
mur
aena
qua
esita
11
11
11
01
10
Sc
utic
ara
tigrin
a1
10
10
01
0
U
ropt
eryg
ius f
usco
gutta
tus
10
11
10
00
Oph
icht
hida
e (5
spp
.)0
00
00
00
Br
achy
som
ophi
s cirr
oche
ilos
11
01
00
10
M
yric
hthy
s mac
ulos
us1
01
11
00
0
O
phic
hthu
s bon
apar
ti1
11
01
00
10
Pi
sodo
noph
is ca
ncriv
orus
1
10
10
01
0
Sc
olec
ench
elys
mac
ropt
era
11
01
00
10
Con
grid
ae (8
spp
.)0
00
00
00
Ar
ioso
ma
fasc
iatu
m1
10
10
10
0
G
orga
sia b
arne
si1
10
10
01
0
G
orga
sia m
acul
ata
11
01
00
10
H
eter
ocon
ger e
nigm
atic
us1
10
10
01
0
H
eter
ocon
ger h
assi
11
11
11
11
11
0
H
eter
ocon
ger m
ercy
ae1
10
10
01
0
H
eter
ocon
ger p
eriss
odon
11
11
11
00
10
H
eter
ocon
ger p
olyz
ona
11
01
00
10
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
35Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Lam
pira
n 3.
1. c
ontin
ued
Tabe
l dila
njut
kan
di h
alam
an b
erik
utny
a
Previous Bali
nP surveys
site 1
site 2
site 3
site 4
site 5
site 7
site 9
site 10
site 11
site 12
site 13
site 14
site 15
site 16
site 17
site 18
site 19
site 20
site 21
site 22
site 23
site 24
site 25
site 26
site 28
site 33
site 29
site 30
site 31
site 32
Present survey
Previous surveys
Grand total
nusa Penida
east Bali
north Bali
Gilimanuk
Clu
peid
ae (1
spp
.)0
00
00
00
Sp
rate
lloid
es d
elic
atul
us1
01
11
00
0
Plot
osid
ae (1
spp
.)0
00
00
00
Pl
otos
us li
neat
us1
11
11
11
11
10
11
Syno
dont
idae
(6 s
pp.)
00
00
00
0
Sa
urid
a el
onga
ta1
10
10
01
0
Sa
urid
a gr
acili
s1
10
11
10
00
Sa
urid
a ne
bulo
sa1
11
10
10
01
0
Sy
nodu
s der
mat
ogen
ys1
11
11
11
11
01
01
10
Sy
nodu
s jac
ulum
11
11
11
11
11
11
0
Sy
nodu
s var
iega
tus
11
01
01
00
Oph
idiid
ae (1
spp
.)0
00
00
00
O
phid
iid sp
. (de
ep 7
0m M
enja
ngan
)1
10
10
01
0
Byt
hiti
dae
(2 s
pp.)
00
00
00
0
D
ianc
istru
s sp
1 (b
row
n) -
live
youn
g1
01
11
00
0
N
ielse
nich
thys
pul
lus
10
11
10
00
Ant
enna
riid
ae (5
spp
.)0
00
00
00
An
tenn
ariu
s coc
cine
us1
10
11
10
00
An
tenn
ariu
s com
mer
soni
11
01
11
00
0
An
tenn
ariu
s ros
aceu
s1
10
10
01
0
An
tenn
ariu
s sp.
10
11
10
00
An
tenn
atus
tube
rosu
s1
10
10
10
0
Gob
ieso
cida
e (3
spp
.)0
00
00
00
D
iade
mic
hthy
s lin
eatu
s1
10
10
01
0
Le
padi
chth
ys li
neat
us1
10
10
01
0
Le
padi
chth
ys sp
ecie
s1
11
01
00
10
Mug
ilida
e (2
spp
.)
00
00
00
0
C
reni
mug
il cr
enila
bis
10
11
10
00
Bab 3
36 Program Kajian Cepat
Lam
pira
n 3.
1. c
ontin
ued
Tabe
l dila
njut
kan
di h
alam
an b
erik
utny
a
Previous Bali
nP surveys
site 1
site 2
site 3
site 4
site 5
site 7
site 9
site 10
site 11
site 12
site 13
site 14
site 15
site 16
site 17
site 18
site 19
site 20
site 21
site 22
site 23
site 24
site 25
site 26
site 28
site 33
site 29
site 30
site 31
site 32
Present survey
Previous surveys
Grand total
nusa Penida
east Bali
north Bali
Gilimanuk
Va
lam
ugil
sehe
li1
11
11
11
01
10
Bel
onid
ae (2
spp.
)0
00
00
00
Ty
losu
rus a
cus
10
11
10
00
Ty
losu
rus c
roco
dilu
s1
11
11
11
11
11
10
Hem
iram
phid
ae (1
spp
.)0
00
00
00
H
ypor
ham
phus
dus
sum
ieri
10
11
10
00
Ano
mal
opid
ae (2
spp
.)0
00
00
00
An
omal
ops k
atop
tron
10
11
00
00
Ph
otob
leph
aron
pal
pebr
atum
10
11
00
00
Hol
ocen
trid
ae (1
9 sp
p.)
00
00
00
0
M
yrip
ristis
ber
ndti
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
M
yrip
ristis
bot
che
11
11
11
10
10
M
yrip
riste
s chr
yser
es1
11
11
11
00
M
yrip
ristis
hex
agon
a1
11
11
01
00
10
M
yrip
ristis
kun
tee
11
11
11
11
11
11
11
11
10
M
yrip
ristis
mur
djan
11
11
11
11
11
11
11
11
0
M
yrip
ristis
pra
linia
11
10
10
01
0
M
yrip
ristis
vio
lace
a1
10
11
10
00
M
yrip
ristis
vitt
ata
11
11
11
11
01
0
N
eoni
phon
aur
olin
eatu
s1
01
11
00
0
N
eoni
phon
sam
mar
a1
11
11
11
11
11
11
11
0
Pl
ectr
ypop
s lim
a1
01
11
00
0
Sa
rgoc
entro
n ca
udim
acul
atum
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Sa
rgoc
entro
n di
adem
a1
11
11
11
10
0
Sa
rgoc
entro
n itt
odai
11
01
11
00
0
Sa
rgoc
entro
n m
elan
ospi
los
11
01
01
00
Sa
rgoc
entro
n m
icro
stom
a1
10
10
10
0
Sa
rgoc
entro
n pr
aslin
10
11
00
00
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
37Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Lam
pira
n 3.
1. c
ontin
ued
Tabe
l dila
njut
kan
di h
alam
an b
erik
utny
a
Previous Bali
nP surveys
site 1
site 2
site 3
site 4
site 5
site 7
site 9
site 10
site 11
site 12
site 13
site 14
site 15
site 16
site 17
site 18
site 19
site 20
site 21
site 22
site 23
site 24
site 25
site 26
site 28
site 33
site 29
site 30
site 31
site 32
Present survey
Previous surveys
Grand total
nusa Penida
east Bali
north Bali
Gilimanuk
Sa
rgoc
entro
n ru
brum
11
11
01
01
00
Pega
sida
e (2
spp
.)0
00
00
00
Eu
rype
gasu
s dra
coni
s1
10
10
00
1
Pe
gasu
s vol
itans
11
01
00
01
Aul
osto
mid
ae (1
spp
.)0
00
00
00
Au
losto
mus
chi
nens
is1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Fist
ular
iidae
(1 s
pp.)
11
10
10
01
0
Fi
stula
ria c
omm
erso
nii
11
11
11
11
11
11
11
10
Cen
tris
cida
e (3
spp
.)0
00
00
00
Ae
olisc
us st
rigat
us1
11
10
10
01
1
C
entr
iscus
cris
tatu
s1
10
10
00
1
C
entr
iscus
scut
atus
11
11
01
01
10
Syng
nath
idae
(6 s
pp.)
00
00
00
0
C
oryt
hoic
hthy
s hae
mat
opte
rus
11
01
00
10
D
oryr
ham
phus
mel
anop
leur
a1
10
10
00
0
D
unck
eroc
ampu
s dac
tylio
phor
us1
11
11
10
10
1
H
ippo
cam
pus h
istrix
11
01
00
10
H
ippo
cam
pus k
uda
11
01
00
01
Tr
achy
rham
phus
bic
oarc
tatu
s1
10
10
00
1
Scor
paen
idae
(21
spp.
)0
00
00
00
D
endr
ochi
rus b
rach
ypte
rus
11
10
10
01
1
D
endr
ochi
rus z
ebra
11
11
11
11
11
11
11
Pa
rasc
orpa
ena
pict
a1
11
01
00
10
Pt
eroi
s ant
enna
ta1
11
11
11
11
11
11
11
0
Pt
eroi
s mom
basa
e1
11
11
10
10
Pt
eroi
s rad
iata
11
11
11
10
0
Pt
eroi
s rus
selli
i1
11
11
11
10
11
1
Pt
eroi
s vol
itans
11
11
11
11
10
11
1
Bab 3
38 Program Kajian Cepat
Lam
pira
n 3.
1. c
ontin
ued
Tabe
l dila
njut
kan
di h
alam
an b
erik
utny
a
Previous Bali
nP surveys
site 1
site 2
site 3
site 4
site 5
site 7
site 9
site 10
site 11
site 12
site 13
site 14
site 15
site 16
site 17
site 18
site 19
site 20
site 21
site 22
site 23
site 24
site 25
site 26
site 28
site 33
site 29
site 30
site 31
site 32
Present survey
Previous surveys
Grand total
nusa Penida
east Bali
north Bali
Gilimanuk
Sc
orpa
enod
es e
vide
s1
01
11
00
0
Sc
orpa
enod
es g
uam
ensis
10
11
10
00
Sc
orpa
enod
es h
irsut
us1
01
11
00
0
Sc
orpa
enod
es k
ello
ggi
11
01
01
00
Sc
orpa
enod
es p
arvi
pinn
is1
11
11
11
00
Sc
orpa
enod
es v
arip
inni
s1
11
11
01
00
Sc
orpa
enop
sis d
iabo
lus
11
01
01
00
Sc
orpa
enop
sis m
acro
chir
10
11
00
00
Sc
orpa
enop
sis n
egle
cta
10
11
10
00
Sc
orpa
enop
sis o
xyce
phal
a1
11
11
11
11
11
00
Sc
orpa
enop
sis p
apue
nsis
11
11
01
01
10
Sc
orpa
enop
sis p
ossi
11
01
01
00
Ta
enia
notu
s tria
cant
hus
11
11
11
10
0
Syna
ncei
idae
(1 s
pp.)
00
00
00
0
In
imic
us d
idac
tylu
s1
11
01
00
10
Tetr
arog
idae
(2 s
pp.)
00
00
00
0
Ab
laby
s mac
raca
nthu
s1
10
10
01
0
Ab
laby
s tae
nian
otus
11
01
01
00
Plat
ycep
halid
ae (6
spp
.)0
00
00
00
C
ocie
lla p
unct
ata
10
11
10
00
C
ymba
ceph
alus
bea
ufor
ti1
10
10
01
0
Eu
ryce
phal
us a
reni
cola
10
11
10
00
O
nigo
cia
pedi
mac
ula
11
01
00
10
O
nigo
cia
sp. c
olle
cted
10
11
10
00
Th
ysan
ophr
ys c
hilto
nae
10
11
10
00
Car
acan
thid
ae (1
spp
.)0
00
00
00
C
arac
anth
us u
nipi
nna
10
11
00
00
Dac
tylo
pter
idae
(1 s
pp.)
00
00
00
0
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
39Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Lam
pira
n 3.
1. c
ontin
ued
Tabe
l dila
njut
kan
di h
alam
an b
erik
utny
a
Previous Bali
nP surveys
site 1
site 2
site 3
site 4
site 5
site 7
site 9
site 10
site 11
site 12
site 13
site 14
site 15
site 16
site 17
site 18
site 19
site 20
site 21
site 22
site 23
site 24
site 25
site 26
site 28
site 33
site 29
site 30
site 31
site 32
Present survey
Previous surveys
Grand total
nusa Penida
east Bali
north Bali
Gilimanuk
D
acty
lopt
ena
orie
ntal
is1
10
10
01
0
Cen
trog
eniid
ae (1
spp
.)0
00
00
00
C
entro
geny
s vai
gien
sis1
01
10
00
0
Serr
anid
ae (5
4 sp
p.)
00
00
00
0
Ae
thal
oper
ca ro
gaa
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
An
yper
odon
leuc
ogra
mm
icus
11
11
11
11
11
11
01
01
10
Be
lono
perc
a ch
aban
audi
11
01
00
10
C
epha
loph
olis
argu
s1
11
11
11
11
11
11
0
C
epha
loph
olis
boen
ak1
01
11
00
0
C
epha
loph
olis
cyan
ostig
ma
11
11
11
11
11
11
01
01
10
C
epha
loph
olis
leop
ardu
s1
11
11
11
11
01
0
C
epha
loph
olis
mic
ropr
ion
11
11
11
10
01
1
C
epha
loph
olis
min
iata
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
C
epha
loph
olis
sexm
acul
ata
11
11
11
11
11
01
0
C
epha
loph
olis
sonn
erat
i1
11
01
00
10
C
epha
loph
olis
spilo
para
ea1
10
10
10
0
C
epha
loph
olis
urod
eta
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Ep
inep
helu
s are
olat
us1
11
11
11
11
11
11
0
Ep
inep
helu
s bon
toid
es1
11
01
00
10
Ep
inep
helu
s cae
rule
opun
ctat
us1
10
10
10
0
Ep
inep
helu
s coi
oide
s1
11
10
10
11
1
Ep
inep
helu
s fas
ciat
us1
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Ep
inep
helu
s fus
cogu
ttatu
s1
01
11
00
0
Ep
inep
helu
s lan
ceol
atus
10
11
10
00
Ep
inep
helu
s mac
ulat
us1
11
11
01
01
10
Ep
inep
helu
s mel
anos
tigm
a1
01
11
00
0
Ep
inep
helu
s mer
ra1
11
11
11
11
11
11
10
Ep
inep
helu
s ong
us1
10
10
01
0
Bab 3
40 Program Kajian Cepat
Lam
pira
n 3.
1. c
ontin
ued
Tabe
l dila
njut
kan
di h
alam
an b
erik
utny
a
Previous Bali
nP surveys
site 1
site 2
site 3
site 4
site 5
site 7
site 9
site 10
site 11
site 12
site 13
site 14
site 15
site 16
site 17
site 18
site 19
site 20
site 21
site 22
site 23
site 24
site 25
site 26
site 28
site 33
site 29
site 30
site 31
site 32
Present survey
Previous surveys
Grand total
nusa Penida
east Bali
north Bali
Gilimanuk
Ep
inep
helu
s quo
yanu
s1
10
10
00
0
Ep
inep
helu
s und
ulos
us1
10
10
01
0
G
ram
mist
es se
xlin
eatu
s1
11
11
11
11
11
10
Lu
zoni
chth
ys w
aite
i1
10
10
01
0
Pl
ectr
anth
ias i
nerm
is1
10
10
01
0
Pl
ectr
anth
ias l
ongi
man
us1
11
11
11
11
11
10
Pl
ectro
pom
us la
evis
11
01
00
10
Pl
ectro
pom
us le
opar
dus
11
01
00
10
Pl
ectro
pom
us m
acul
atus
11
10
10
10
0
Po
gono
perc
a pu
ncta
ta1
01
11
00
0
Ps
euda
nthi
as b
icol
or1
11
11
11
01
0
Ps
euda
nthi
as b
imac
ulat
us1
01
10
00
0
Ps
euda
nthi
as c
harle
neae
11
11
11
11
01
0
Ps
euda
nthi
as d
ispar
11
11
11
11
11
11
10
Ps
euda
nthi
as fa
scia
tus
11
11
11
11
11
11
0
Ps
euda
nthi
as h
ucht
ii1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Ps
euda
nthi
as h
utom
oi1
11
10
10
01
0
Ps
euda
nthi
as h
ypse
loso
ma
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Ps
euda
nthi
as lo
ri1
11
11
10
10
Ps
euda
nthi
as lu
zone
nsis
11
11
11
11
11
10
Ps
euda
nthi
as p
arvi
rostr
is1
01
11
00
0
Ps
euda
nthi
as p
leur
otae
nia
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Ps
euda
nthi
as ra
ndal
li1
01
11
00
0
Ps
euda
nthi
as sq
uam
ipin
nis
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Ps
euda
nthi
as tu
ka1
11
11
11
11
11
11
1
Ps
eudo
gram
ma
poly
acan
thus
11
11
11
11
10
Ps
eudo
gram
ma
sp. 7
0 m
(pho
to)
10
11
10
00
Se
rran
ocirr
hitu
s lat
us1
01
11
00
0
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
41Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Lam
pira
n 3.
1. c
ontin
ued
Tabe
l dila
njut
kan
di h
alam
an b
erik
utny
a
Previous Bali
nP surveys
site 1
site 2
site 3
site 4
site 5
site 7
site 9
site 10
site 11
site 12
site 13
site 14
site 15
site 16
site 17
site 18
site 19
site 20
site 21
site 22
site 23
site 24
site 25
site 26
site 28
site 33
site 29
site 30
site 31
site 32
Present survey
Previous surveys
Grand total
nusa Penida
east Bali
north Bali
Gilimanuk
Va
riola
alb
imar
gina
ta1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
Va
riola
lout
i1
11
11
11
11
11
11
11
0
Cir
rhit
idae
(7 s
pp.)
00
00
00
0
C
irrhi
ticht
hys a
prin
us1
11
11
11
11
10
11
C
irrhi
ticht
hys f
alco
11
11
11
11
10
C
irrhi
ticht
hys o
xyce
phal
us1
11
11
11
11
11
11
11
0
C
irrhi
tus p
innu
latu
s1
11
11
11
11
11
0
C
yprin
ocirr
hite
s pol
yact
is1
11
11
11
11
11
11
11
0
Pa
raci
rrhi
tes a
rcat
us1
11
11
11
11
11
11
0
Pa
raci
rrhi
tes f
orste
ri1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Pseu
doch
rom
idae
(19
spp.
)0
00
00
00
C
ongr
ogad
us su
bduc
ens
10
11
10
00
H
alio
phis
aeth
iopu
s1
10
11
10
00
La
brac
inus
cyc
loph
thal
mus
11
11
11
11
11
01
Lu
bboc
kich
thys
mul
tisqu
amat
us1
10
10
01
0
M
anon
icht
hys s
p. 1
(cf.
alle
ni)
11
10
10
01
0
Pi
ctic
hrom
is pa
ccag
nella
e1
11
11
11
11
01
01
10
Ps
eudo
chro
mis
anda
man
ensis
11
11
01
01
00
Ps
eudo
chro
mis
arul
ente
us1
11
11
11
11
00
Ps
eudo
chro
mis
fusc
us1
11
11
10
01
Ps
eudo
chro
mis
litus
11
11
11
01
0
Ps
eudo
chro
mis
mar
shal
lens
is1
11
10
10
01
0
Ps
eudo
chro
mis
olig
ochr
ysus
11
11
11
01
0
Ps
eudo
chro
mis
pers
pici
llatu
s1
10
10
00
0
Ps
eudo
chro
mis
rans
onet
ti1
10
10
00
0
Ps
eudo
chro
mis
rutil
us1
10
11
10
00
Ps
eudo
chro
mis
steen
ei1
10
10
01
0
Ps
eudo
ples
iops
ann
ae1
10
10
01
0
Bab 3
42 Program Kajian Cepat
Lam
pira
n 3.
1. c
ontin
ued
Tabe
l dila
njut
kan
di h
alam
an b
erik
utny
a
Previous Bali
nP surveys
site 1
site 2
site 3
site 4
site 5
site 7
site 9
site 10
site 11
site 12
site 13
site 14
site 15
site 16
site 17
site 18
site 19
site 20
site 21
site 22
site 23
site 24
site 25
site 26
site 28
site 33
site 29
site 30
site 31
site 32
Present survey
Previous surveys
Grand total
nusa Penida
east Bali
north Bali
Gilimanuk
Ps
eudo
ples
iops
col
lare
11
01
00
10
Ps
eudo
ples
iops
imm
acul
atus
10
11
10
00
Ples
iopi
dae
(4 s
pp.)
00
00
00
0
Be
lono
pter
ygiu
m fa
scio
latu
m1
01
11
00
0
C
allo
ples
iops
alti
velis
11
01
00
10
Pl
esio
ps c
oeru
leol
inea
tus
11
11
11
10
0
St
eene
icht
hys n
ativ
itatis
11
01
01
00
Opi
stog
nath
idae
(5 s
pp.)
00
00
00
0
O
pisto
gnat
hus s
p. 1
“hy
alin
us”
11
01
00
10
O
pisto
gnat
hus r
anda
lli1
11
10
10
01
0
O
pisto
gnat
hus s
olor
ensis
11
01
01
00
O
pisto
gnat
hus v
aria
bilis
11
01
01
00
O
pisto
gnat
hus s
p. 2
“vic
inus
”1
10
10
01
0
Pria
cant
hida
e (3
spp
.)0
00
00
00
Pr
iaca
nthu
s blo
chii
11
11
01
01
00
Pr
iaca
nthu
s ham
rur
11
10
10
10
0
Pr
iaca
nthu
s sag
ittar
ius
11
01
00
10
Apo
goni
dae
(59
spp.
)0
00
00
00
Ap
ogon
ang
usta
tus
11
11
10
10
11
0
Ap
ogon
apo
goni
des
11
11
11
10
10
Ap
ogon
aur
eus
11
11
11
11
11
11
11
10
Ap
ogon
bry
x1
11
10
10
11
0
Ap
ogon
cer
amen
sis1
10
10
00
1
Ap
ogon
chr
ysop
omus
11
10
10
10
0
Ap
ogon
chr
ysot
aeni
a1
11
11
11
11
01
0
Ap
ogon
com
pres
sus
11
11
01
01
11
Ap
ogon
cra
ssic
eps
11
01
11
00
0
Ap
ogon
cya
noso
ma
11
10
10
01
1
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
43Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Lam
pira
n 3.
1. c
ontin
ued
Tabe
l dila
njut
kan
di h
alam
an b
erik
utny
a
Previous Bali
nP surveys
site 1
site 2
site 3
site 4
site 5
site 7
site 9
site 10
site 11
site 12
site 13
site 14
site 15
site 16
site 17
site 18
site 19
site 20
site 21
site 22
site 23
site 24
site 25
site 26
site 28
site 33
site 29
site 30
site 31
site 32
Present survey
Previous surveys
Grand total
nusa Penida
east Bali
north Bali
Gilimanuk
Ap
ogon
disp
ar1
11
11
00
10
Ap
ogon
eve
rman
ni1
10
11
10
00
Ap
ogon
exo
stigm
a1
01
10
00
0
Ap
ogon
fleu
rieu
11
10
10
01
0
Ap
ogon
frae
natu
s1
11
11
11
10
11
0
Ap
ogon
gua
men
sis1
11
11
01
00
11
Ap
ogon
har
tzfe
ldii
11
10
10
00
1
Ap
ogon
hoe
veni
i1
11
01
00
01
Ap
ogon
kal
lopt
erus
11
11
11
11
11
11
11
0
Ap
ogon
lept
acan
thus
11
10
10
00
1
Ap
ogon
line
omac
ulus
11
01
00
10
Ap
ogon
mon
ospi
lus
11
11
01
01
10
Ap
ogon
mol
ucce
nsis
11
11
11
00
10
Ap
ogon
mul
tilin
eatu
s1
01
11
00
0
Ap
ogon
nig
rofa
scia
tus
11
11
11
11
11
11
11
11
01
0
Ap
ogon
nov
emfa
scia
tus
10
11
10
00
Ap
ogon
par
vulu
s1
11
10
10
01
1
Ap
ogon
schl
egel
i1
01
11
00
0
Ap
gon
sem
inig
raca
udus
11
11
11
11
11
10
Ap
ogon
sem
iorn
atus
11
11
11
01
0
Ap
ogon
taen
ioph
orus
11
11
11
01
01
10
Ap
ogon
ther
mal
is1
11
01
00
01
Ap
ogon
tim
oren
sis1
01
11
00
0
Ap
ogon
trim
acul
atus
11
01
01
00
Ap
ogon
viri
a1
11
01
00
01
Ap
ogon
was
sinki
11
11
11
11
11
01
0
Ap
ogon
icht
hys p
erdi
x1
01
11
00
0
Ar
cham
ia b
igut
tata
11
11
01
01
10
Bab 3
44 Program Kajian Cepat
Lam
pira
n 3.
1. c
ontin
ued
Tabe
l dila
njut
kan
di h
alam
an b
erik
utny
a
Previous Bali
nP surveys
site 1
site 2
site 3
site 4
site 5
site 7
site 9
site 10
site 11
site 12
site 13
site 14
site 15
site 16
site 17
site 18
site 19
site 20
site 21
site 22
site 23
site 24
site 25
site 26
site 28
site 33
site 29
site 30
site 31
site 32
Present survey
Previous surveys
Grand total
nusa Penida
east Bali
north Bali
Gilimanuk
Ar
cham
ia fu
cata
11
11
01
01
10
Ar
cham
ia m
acro
pter
a1
11
10
10
10
1
Ar
cham
ia m
elas
ma
11
01
00
10
C
heilo
dipt
erus
art
us1
11
11
01
01
11
C
heilo
dipt
erus
mac
rodo
n1
11
11
11
11
11
11
11
1
C
heilo
dipt
erus
qui
nque
linea
tus
11
11
11
11
11
11
11
1
C
oran
thus
pol
yaca
nthu
s1
01
11
00
0
Fo
a fo
11
10
10
11
0
Fo
wle
ria m
arm
orat
a1
11
11
10
10
Fo
wle
ria v
aiul
ae1
10
10
10
0
Fo
wle
ria v
arie
gata
10
11
10
00
N
eam
ia n
otul
a1
10
10
01
0
N
eam
ia o
ctos
pina
10
11
10
00
Ps
euda
mia
gel
atin
osa
10
11
10
00
Ps
euda
mio
ps g
raci
licau
da1
10
10
01
0
Pt
erap
ogon
kau
dern
i1
11
11
00
01
R
habd
amia
cyp
selu
rus
10
11
00
00
R
habd
amia
gra
cilis
11
11
11
11
11
0
Siph
amia
sp. 1
(cf a
rgen
tea
70 m
M
enja
ngan
)1
10
10
01
0
Si
pham
ia tu
bife
r1
10
10
01
0
Sp
haer
amia
nem
atop
tera
11
01
00
01
Mal
acan
thid
ae (6
spp
.)0
00
00
00
H
oplo
latil
us c
hlup
atyi
11
01
01
00
H
oplo
latil
us c
unic
ulus
11
11
11
11
11
10
H
oplo
latil
us ra
ndal
li1
11
11
11
00
H
oplo
latil
us st
arck
i1
11
11
11
11
10
M
alac
anth
us b
revi
rostr
is1
11
11
11
11
11
11
11
11
10
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
45Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Lam
pira
n 3.
1. c
ontin
ued
Tabe
l dila
njut
kan
di h
alam
an b
erik
utny
a
Previous Bali
nP surveys
site 1
site 2
site 3
site 4
site 5
site 7
site 9
site 10
site 11
site 12
site 13
site 14
site 15
site 16
site 17
site 18
site 19
site 20
site 21
site 22
site 23
site 24
site 25
site 26
site 28
site 33
site 29
site 30
site 31
site 32
Present survey
Previous surveys
Grand total
nusa Penida
east Bali
north Bali
Gilimanuk
M
alac
anth
us la
tovi
ttatu
s1
11
11
11
11
11
11
0
Eche
neid
ae (1
spp
.)0
00
00
00
Ec
hene
is na
ucra
tes
11
11
11
10
10
Car
angi
dae
(10
spp.
)0
00
00
00
C
aran
goid
es b
ajad
11
11
11
01
00
10
C
aran
goid
es fe
rdau
11
10
10
11
0
C
aran
goid
es fu
lvog
utta
tus
10
11
00
00
C
aran
goid
es o
blon
gus
11
01
01
00
C
aran
goid
es p
lagi
otae
nia
11
11
11
11
11
11
0
C
aran
x ig
nobi
lis1
11
11
11
01
0
C
aran
x m
elam
pygu
s1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
C
aran
x se
xfas
ciat
us1
10
10
01
0
El
agat
is bi
pinn
ulat
a1
10
10
10
0
Sc
ombe
roid
es ly
san
11
11
01
00
10
Lutja
nida
e (2
2 sp
p.)
00
00
00
0
Ap
rion
vire
scen
s1
01
11
00
0
Lu
tjanu
s arg
entim
acul
atus
11
10
10
11
0
Lu
tjanu
s big
utta
tus
11
01
01
00
Lu
tjanu
s boh
ar1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
Lu
tjanu
s dec
ussa
tus
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
Lu
tjanu
s ehr
enbe
rgii
11
01
01
00
Lu
tjanu
s ful
vifla
mm
a1
11
11
11
11
11
11
11
11
10
Lu
tjanu
s ful
vus
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
Lu
tjanu
s gib
bus
11
11
11
11
11
11
11
11
Lu
tjanu
s kas
mira
11
11
11
11
11
11
11
0
Lu
tjanu
s lut
janu
s1
11
11
01
01
10
Lu
tjanu
s mad
ras
11
11
01
00
10
Lu
tjanu
s mal
abar
icus
11
01
00
10
Bab 3
46 Program Kajian Cepat
Lam
pira
n 3.
1. c
ontin
ued
Tabe
l dila
njut
kan
di h
alam
an b
erik
utny
a
Previous Bali
nP surveys
site 1
site 2
site 3
site 4
site 5
site 7
site 9
site 10
site 11
site 12
site 13
site 14
site 15
site 16
site 17
site 18
site 19
site 20
site 21
site 22
site 23
site 24
site 25
site 26
site 28
site 33
site 29
site 30
site 31
site 32
Present survey
Previous surveys
Grand total
nusa Penida
east Bali
north Bali
Gilimanuk
Lu
tjanu
s mon
ostig
ma
11
11
11
11
10
Lu
tjanu
s qui
nque
linea
tus
11
11
11
10
10
11
1
Lu
tjanu
s riv
ulat
us1
11
11
11
11
11
11
10
Lu
tjanu
s ruf
olin
eatu
s1
11
01
00
11
Lu
tjanu
s seb
ae1
11
01
00
10
M
acol
or m
acul
aris
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
M
acol
or n
iger
11
11
11
11
01
0
Pa
raca
esio
sord
ida
11
01
00
10
Pa
raca
esio
xan
thur
a1
11
11
11
10
0
Cae
sion
idae
(14
spp.
)0
00
00
00
C
aesio
cae
rula
urea
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
1
C
aesio
cun
ing
11
11
11
11
11
11
11
01
01
10
C
aesio
luna
ris1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
C
aesio
tere
s1
11
11
11
11
11
11
11
10
C
aesio
var
iline
ata
11
01
01
00
C
aesio
xan
thon
ota
11
11
11
11
11
10
Pt
eroc
aesio
chr
ysoz
ona
11
10
10
00
0
Pt
eroc
aesio
dia
gram
ma
11
11
11
11
11
11
0
Pt
eroc
aesio
mar
ri1
10
10
01
0
Pt
eroc
aesio
pisa
ng1
11
11
01
00
11
Pt
eroc
aesio
rand
alli
11
11
10
10
11
0
Pt
eroc
aesio
tess
ella
ta1
11
11
01
01
10
Pt
eroc
aesio
tile
11
11
11
11
11
11
10
Pt
eroc
aesio
trili
neat
a1
11
01
00
11
Sym
phys
anod
onti
dae
(1 s
pp.)
00
00
00
0
Sy
mph
ysan
odon
cf k
atay
amai
1
01
11
00
0
Ger
reid
ae (1
spp
.)0
00
00
00
G
erre
s oye
na1
11
01
00
11
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
47Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Lam
pira
n 3.
1. c
ontin
ued
Tabe
l dila
njut
kan
di h
alam
an b
erik
utny
a
Previous Bali
nP surveys
site 1
site 2
site 3
site 4
site 5
site 7
site 9
site 10
site 11
site 12
site 13
site 14
site 15
site 16
site 17
site 18
site 19
site 20
site 21
site 22
site 23
site 24
site 25
site 26
site 28
site 33
site 29
site 30
site 31
site 32
Present survey
Previous surveys
Grand total
nusa Penida
east Bali
north Bali
Gilimanuk
Hae
mul
idae
(8 s
pp.)
00
00
00
0
D
iagr
amm
a pi
ctum
11
11
01
00
11
Pl
ecto
rhin
chus
cha
etod
onto
ides
11
11
11
11
11
11
1
Pl
ecto
rhin
chus
chr
ysot
aeni
a1
01
11
00
0
Pl
ecto
rhin
chus
flav
omac
ulat
us1
11
01
01
10
Pl
ecto
rhin
chus
less
onii
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
1
Pl
ecto
rhin
chus
line
atus
11
11
11
11
11
11
11
11
10
Pl
ecto
rhin
chus
pol
ytae
nia
11
11
11
11
11
11
11
11
10
Pl
ecto
rhin
chus
vitt
atus
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Leth
rini
dae
(10
spp.
)0
00
00
00
G
nath
oden
tex
auro
linea
tus
11
11
11
11
10
0
G
ymno
cran
ius g
riseu
s1
11
01
00
10
G
ymno
cran
ius s
p.1
11
01
01
00
Le
thrin
us a
mbo
inen
sis1
10
11
10
00
Le
thrin
us h
arak
11
11
11
11
11
11
10
Le
thrin
us m
icro
don
11
11
10
01
0
Le
thrin
us o
livac
eus
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Le
thrin
us o
rnat
us1
11
11
11
11
11
11
11
0
M
onot
axis
gran
docu
lis1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
M
onot
axis
hete
rodo
n1
11
11
10
10
11
0
Nem
ipte
rida
e (1
3 sp
p.)
00
00
00
0
Pe
ntap
odus
aur
eofa
scia
tus
11
11
10
01
0
Pe
ntap
odus
nag
asak
iens
is ?
11
10
10
10
0
Pe
ntap
odus
triv
ittat
us1
11
11
11
11
11
1
Sc
olop
sis a
ffini
s1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Sc
olop
sis a
urat
us1
11
11
11
11
10
10
11
0
Sc
olop
sis b
iline
atus
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
1
Sc
olop
sis c
iliat
us1
11
11
11
11
01
01
11
Bab 3
48 Program Kajian Cepat
Lam
pira
n 3.
1. c
ontin
ued
Tabe
l dila
njut
kan
di h
alam
an b
erik
utny
a
Previous Bali
nP surveys
site 1
site 2
site 3
site 4
site 5
site 7
site 9
site 10
site 11
site 12
site 13
site 14
site 15
site 16
site 17
site 18
site 19
site 20
site 21
site 22
site 23
site 24
site 25
site 26
site 28
site 33
site 29
site 30
site 31
site 32
Present survey
Previous surveys
Grand total
nusa Penida
east Bali
north Bali
Gilimanuk
Sc
olop
sis li
neat
us1
11
11
11
11
11
11
0
Sc
olop
sis m
arga
ritife
r1
11
01
00
11
Sc
olop
sis m
onog
ram
ma
11
11
11
11
01
10
Sc
olop
sis to
rqua
ta1
11
01
00
00
Sc
olop
sis tr
iline
atus
11
11
10
10
0
Sc
olop
sis x
enoc
hrou
s1
11
11
11
11
11
01
10
Mul
lidae
(15
spp.
)0
00
00
00
M
ullo
idic
hthy
s flav
olin
eatu
s1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
M
ullo
idic
hthy
s van
icol
ensis
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
Pa
rupe
neus
bar
berin
oide
s1
10
10
00
0
Pa
rupe
neus
bar
berin
us1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
1
Pa
rupe
neus
cra
ssila
bris
11
11
11
11
11
11
10
Pa
rupe
neus
cyc
losto
mus
11
11
11
11
11
10
10
10
0
Pa
rupe
neus
hep
taca
nthu
s1
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Pa
rupe
neus
indi
cus
11
11
11
11
11
00
Pa
rupe
neus
mac
rone
mus
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Pa
rupe
neus
mul
tifas
ciat
us1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Pa
rupe
neus
ple
uros
tigm
a1
11
01
00
10
Pa
rupe
neus
spilu
rus
11
11
11
11
10
0
Pa
rupe
neus
trifa
scia
tus
11
11
11
11
11
11
00
U
pene
us su
ndai
cus
11
10
10
01
0
U
pene
us tr
agul
a1
11
10
10
10
1
Pem
pher
idae
(4 s
pp.)
00
00
00
0
Pa
rapr
iaca
nthu
s ran
sonn
eti
11
11
11
11
00
Pe
mph
eris
oual
ensis
11
11
11
01
00
Pe
mph
eris
schw
enki
i1
10
10
10
0
Pe
mph
eris
vani
cole
nsis
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Kyp
hosi
dae
(2 s
pp.)
00
00
00
0
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
49Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Lam
pira
n 3.
1. c
ontin
ued
Tabe
l dila
njut
kan
di h
alam
an b
erik
utny
a
Previous Bali
nP surveys
site 1
site 2
site 3
site 4
site 5
site 7
site 9
site 10
site 11
site 12
site 13
site 14
site 15
site 16
site 17
site 18
site 19
site 20
site 21
site 22
site 23
site 24
site 25
site 26
site 28
site 33
site 29
site 30
site 31
site 32
Present survey
Previous surveys
Grand total
nusa Penida
east Bali
north Bali
Gilimanuk
K
ypho
sus c
iner
asce
ns1
11
11
11
11
11
0
K
ypho
sus v
aige
nsis
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
Mon
odac
tylid
ae (1
spp
.)0
00
00
00
M
onod
acty
lus a
rgen
teus
11
01
00
01
Cha
etod
onti
dae
(43
spp.
)0
00
00
00
C
haet
odon
adi
erga
stos
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
C
haet
odon
aur
iga
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
1
C
haet
odon
bar
ones
sa1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
C
haet
odon
ben
netti
11
01
00
01
C
haet
odon
citr
inel
lus
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
C
haet
odon
col
lare
10
11
10
00
C
haet
odon
dec
ussa
tus
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
C
haet
odon
eph
ippi
um1
11
11
11
11
11
0
C
haet
odon
gue
nthe
ri1
11
11
11
11
11
0
C
haet
odon
gut
tatis
simus
11
11
11
11
10
0
C
haet
odon
kle
inii
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
C
haet
odon
line
olat
us1
11
11
11
10
0
C
haet
odon
lunu
la1
11
11
11
11
11
11
0
C
haet
odon
lunu
latu
s1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
C
haet
odon
mel
anno
tus
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
1
C
haet
odon
mer
tens
ii1
01
11
00
0
C
haet
odon
mey
eri
11
11
11
11
11
11
0
C
haet
odon
oce
llica
udus
11
11
11
11
01
0
C
haet
odon
oct
ofas
ciat
us1
10
10
00
1
C
haet
odon
orn
atiss
imus
11
11
11
11
10
0
C
haet
odon
oxy
ceph
alus
11
11
11
11
11
11
10
C
haet
odon
pun
ctat
ofas
ciat
us1
11
11
11
11
00
C
haet
odon
raffl
esi
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
Bab 3
50 Program Kajian Cepat
Lam
pira
n 3.
1. c
ontin
ued
Tabe
l dila
njut
kan
di h
alam
an b
erik
utny
a
Previous Bali
nP surveys
site 1
site 2
site 3
site 4
site 5
site 7
site 9
site 10
site 11
site 12
site 13
site 14
site 15
site 16
site 17
site 18
site 19
site 20
site 21
site 22
site 23
site 24
site 25
site 26
site 28
site 33
site 29
site 30
site 31
site 32
Present survey
Previous surveys
Grand total
nusa Penida
east Bali
north Bali
Gilimanuk
C
haet
odon
retic
ulat
us1
10
10
10
0
C
haet
odon
sele
ne1
11
11
11
11
11
00
C
haet
odon
spec
ulum
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
C
haet
odon
trifa
scia
lis1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
C
haet
odon
trifa
scia
tus
11
11
11
01
0
C
haet
odon
uni
mac
ulat
us1
11
11
11
11
11
11
10
0
C
haet
odon
vag
abun
dus
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
C
haet
odon
xan
thur
us1
11
11
11
00
C
orad
ion
altiv
elis
11
01
11
00
0
C
orad
ion
chry
sozo
nus
11
11
11
10
10
11
0
C
orad
ion
mel
anop
us1
10
10
01
0
Fo
rcip
iger
flav
issim
us1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Fo
rcip
iger
long
irostr
is1
11
11
11
11
11
10
H
emita
uric
hthy
s pol
ylep
is1
11
11
11
11
11
11
11
11
10
H
enio
chus
acu
min
atus
11
10
10
11
0
H
enio
chus
chr
ysos
tom
us1
11
11
11
11
11
11
11
11
0
H
enio
chus
dip
hreu
tes
11
11
11
11
11
11
11
11
11
H
enio
chus
mon
ocer
os1
11
01
01
00
H
enio
chus
sing
ular
ius
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
H
enio
chus
var
ius
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
Pom
acan
thid
ae (2
1 sp
p.)
00
00
00
0
Ap
olem
icht
hys t
rimac
ulat
us1
11
11
11
11
11
11
11
11
0
C
entro
pyge
bic
olor
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
1
C
entro
pyge
bisp
inos
a1
11
11
11
10
0
C
entro
pyge
eib
li1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
C
entro
pyge
flav
icau
da1
11
11
11
11
10
0
C
entro
pyge
nox
11
10
10
01
0
C
entro
pyge
tibi
cen
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
1
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
51Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Lam
pira
n 3.
1. c
ontin
ued
Tabe
l dila
njut
kan
di h
alam
an b
erik
utny
a
Previous Bali
nP surveys
site 1
site 2
site 3
site 4
site 5
site 7
site 9
site 10
site 11
site 12
site 13
site 14
site 15
site 16
site 17
site 18
site 19
site 20
site 21
site 22
site 23
site 24
site 25
site 26
site 28
site 33
site 29
site 30
site 31
site 32
Present survey
Previous surveys
Grand total
nusa Penida
east Bali
north Bali
Gilimanuk
C
entro
pyge
vro
liki
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
C
haet
odon
topl
us m
elan
osom
a1
11
11
10
10
10
0
C
haet
odon
topl
us m
esol
eucu
s1
10
10
00
1
G
enic
anth
us c
audi
vitta
tus
10
11
10
00
G
enic
anth
us la
mar
ck1
11
11
11
11
11
11
11
0
G
enic
anth
us m
elan
ospi
los
11
11
11
11
11
0
Pa
race
ntro
pyge
mul
tifas
ciat
a1
10
10
10
0
Po
mac
anth
us a
nnul
aris
11
01
01
00
Po
mac
anth
us im
pera
tor
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Po
mac
anth
us n
avar
chus
11
10
10
01
0
Po
mac
anth
us se
mic
ircul
atus
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
Po
mac
anth
us se
xstr
iatu
s1
11
11
11
01
01
11
Po
mac
anth
us x
anth
omet
opon
11
11
01
01
10
Py
gopl
ites d
iaca
nthu
s1
11
11
11
11
11
11
11
11
10
Pom
acen
trid
ae (9
6 sp
p.)
00
00
00
0
Ab
udef
duf l
oren
tzi
11
01
00
10
Ab
udef
duf n
otat
us1
10
11
10
00
Ab
udef
duf s
epte
mfa
scia
tus
11
11
11
11
11
10
Ab
udef
duf s
exfa
scia
tus
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
1
Ab
udef
duf s
ordi
dus
11
11
11
01
0
Ab
udef
duf v
aigi
ensis
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Am
blyg
lyph
idod
on a
ureu
s1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Am
blyg
lyph
idod
on b
atun
ai1
01
11
00
0
Am
blyg
lyph
idod
on c
urac
ao1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
Am
blyg
lyph
idod
on le
ucog
aste
r1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
Am
blyg
lyph
idod
on te
rnat
ensis
11
11
11
11
11
01
Am
blyp
omac
entr
us b
revi
ceps
11
11
11
11
01
11
Am
blyp
omac
entr
us c
laru
s1
10
10
01
0
Bab 3
52 Program Kajian Cepat
Lam
pira
n 3.
1. c
ontin
ued
Tabe
l dila
njut
kan
di h
alam
an b
erik
utny
a
Previous Bali
nP surveys
site 1
site 2
site 3
site 4
site 5
site 7
site 9
site 10
site 11
site 12
site 13
site 14
site 15
site 16
site 17
site 18
site 19
site 20
site 21
site 22
site 23
site 24
site 25
site 26
site 28
site 33
site 29
site 30
site 31
site 32
Present survey
Previous surveys
Grand total
nusa Penida
east Bali
north Bali
Gilimanuk
Am
phip
rion
akal
lopi
sos
11
11
11
11
11
10
Am
phip
rion
clar
kii
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
Am
phip
rion
frena
tus
11
01
00
01
Am
phip
rion
mel
anop
us1
01
11
00
0
Am
phip
rion
ocel
laris
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Am
phip
rion
perid
erai
on1
11
11
11
11
11
11
11
0
Am
phip
rion
poly
mnu
s1
11
11
11
11
01
10
Am
phip
rion
seba
e1
10
10
00
0
C
hrom
is al
bica
uda
11
11
11
11
10
0
C
hrom
is al
pha
11
11
01
00
10
C
hrom
is am
boin
ensis
11
11
11
11
11
11
11
0
C
hrom
is an
alis
11
11
11
11
11
11
11
11
10
C
hrom
is at
ripec
tora
lis1
11
11
11
00
0
C
hrom
is at
ripes
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
C
hrom
is ca
udal
is1
11
11
11
11
11
11
11
11
10
C
hrom
is de
lta1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
C
hrom
is di
mid
iata
10
11
10
00
C
hrom
is ea
rina
11
01
00
10
C
hrom
is el
erae
11
11
11
11
11
01
0
C
hrom
is le
pido
lepi
s1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
C
hrom
is m
arga
ritife
r1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
C
hrom
is op
ercu
laris
11
11
11
11
10
0
C
hrom
is pu
ra1
01
11
00
0
C
hrom
is re
trofa
scia
ta1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
1
C
hrom
is sc
otoc
hilo
pter
us1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
C
hrom
is sp
. (70
m B
uyuk
)1
01
11
00
0
C
hrom
is te
rnat
ensis
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
1
C
hrom
is vi
ridis
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
1
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
53Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Lam
pira
n 3.
1. c
ontin
ued
Tabe
l dila
njut
kan
di h
alam
an b
erik
utny
a
Previous Bali
nP surveys
site 1
site 2
site 3
site 4
site 5
site 7
site 9
site 10
site 11
site 12
site 13
site 14
site 15
site 16
site 17
site 18
site 19
site 20
site 21
site 22
site 23
site 24
site 25
site 26
site 28
site 33
site 29
site 30
site 31
site 32
Present survey
Previous surveys
Grand total
nusa Penida
east Bali
north Bali
Gilimanuk
C
hrom
is w
eber
i1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
C
hrom
is xa
ntho
chira
11
11
11
10
10
C
hrom
is xa
nthu
ra1
11
11
11
11
11
01
01
10
C
hrys
ipte
ra b
leek
eri
11
01
11
00
0
C
hrys
ipte
ra b
row
nrig
gii
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
C
hrys
ipte
ra g
lauc
a1
01
11
00
0
C
hrys
ipte
ra ro
lland
i1
11
11
11
11
11
11
11
11
01
1
C
hrys
ipte
ra sp
ringe
ri1
11
01
00
00
C
hrys
ipte
ra ta
lbot
i1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
C
hrys
ipte
ra u
nim
acul
ata
11
11
11
11
11
11
01
0
D
ascy
llus a
ruan
us1
11
11
11
11
11
11
D
ascy
llus m
elan
urus
11
11
11
11
00
1
D
ascy
llus r
etic
ulat
us1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
D
ascy
llus t
rimac
ulat
us1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
D
ischi
stodu
s chr
ysop
oeci
lus
11
11
11
00
1
D
ischi
stodu
s mel
anot
us1
11
11
10
10
01
1
D
ischi
stodu
s per
spic
illat
us1
11
11
11
00
1
D
ischi
stodu
s pro
sopo
taen
ia1
11
10
10
10
1
H
emig
lyph
idod
on p
lagi
omet
opon
11
01
00
01
N
eogl
yphi
dodo
n bo
nang
10
11
10
00
N
eogl
yphi
dodo
n cr
ossi
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
N
eogl
yphi
dodo
n m
elas
11
11
11
11
11
11
11
11
10
N
eogl
yphi
dodo
n ni
gror
is1
11
11
10
10
N
eogl
yphi
dodo
n ox
yodo
n1
01
11
00
0
N
eopo
mac
entr
us a
zysr
on1
11
01
00
10
N
eopo
mac
entr
us c
yano
mos
11
11
11
10
01
1
N
eopo
mac
entr
us v
iola
scen
s1
11
11
11
00
11
Pl
ectro
glyp
hido
don
dick
ii1
11
11
11
11
11
11
11
10
Bab 3
54 Program Kajian Cepat
Lam
pira
n 3.
1. c
ontin
ued
Tabe
l dila
njut
kan
di h
alam
an b
erik
utny
a
Previous Bali
nP surveys
site 1
site 2
site 3
site 4
site 5
site 7
site 9
site 10
site 11
site 12
site 13
site 14
site 15
site 16
site 17
site 18
site 19
site 20
site 21
site 22
site 23
site 24
site 25
site 26
site 28
site 33
site 29
site 30
site 31
site 32
Present survey
Previous surveys
Grand total
nusa Penida
east Bali
north Bali
Gilimanuk
Pl
ectro
glyp
hido
don
john
stoni
anus
11
11
11
11
00
Pl
ectro
glyp
hido
don
lacr
ymat
us1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
Pl
ectro
glyp
hido
don
leuc
ozon
a1
11
11
11
11
11
11
11
10
Po
mac
entr
us a
delu
s1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
Po
mac
entr
us a
lexa
nder
ae1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
Po
mac
entr
us a
lleni
10
11
10
00
Po
mac
entr
us a
mbo
inen
sis1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
1
Po
mac
entr
us a
uriv
entr
is1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
Po
mac
entr
us b
anka
nens
is1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
Po
mac
entr
us b
rach
ialis
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Po
mac
entr
us c
hrys
urus
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Po
mac
entr
us c
oele
stis
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
Po
mac
entr
us g
ram
mor
hync
hus
11
01
00
01
Po
mac
entr
us le
pido
geny
s1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
Po
mac
entr
us m
elan
ochi
r1
11
11
00
10
Po
mac
entr
us m
oluc
cens
is1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
1
Po
mac
entr
us n
agas
akie
nsis
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Po
mac
entr
us n
igro
mar
gina
tus
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Po
mac
entr
us p
avo
11
01
00
01
Po
mac
entr
us p
hilip
pinu
s1
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Po
mac
entr
us re
idi
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Po
mac
entr
us si
msia
ng1
11
01
00
01
Po
mac
entr
us tr
ipun
ctat
us1
10
10
01
0
Po
mac
entr
us v
aiul
i1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
Pr
istot
is ob
trus
irostr
is1
10
10
01
0
St
egas
tes f
asci
olat
us1
11
11
11
11
10
St
egas
tes p
unct
atus
11
10
10
00
1
Labr
idae
(114
spp
.)0
00
00
00
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
55Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Lam
pira
n 3.
1. c
ontin
ued
Tabe
l dila
njut
kan
di h
alam
an b
erik
utny
a
Previous Bali
nP surveys
site 1
site 2
site 3
site 4
site 5
site 7
site 9
site 10
site 11
site 12
site 13
site 14
site 15
site 16
site 17
site 18
site 19
site 20
site 21
site 22
site 23
site 24
site 25
site 26
site 28
site 33
site 29
site 30
site 31
site 32
Present survey
Previous surveys
Grand total
nusa Penida
east Bali
north Bali
Gilimanuk
An
amps
es c
aeru
leop
unct
atus
10
11
10
00
An
amps
es g
eogr
aphi
cus
10
11
00
00
An
amps
es m
elan
urus
11
11
11
11
11
10
11
0
An
amps
es m
elea
grid
es1
11
11
11
11
11
11
0
An
amps
es tw
istii
11
11
11
11
11
10
Bo
dian
us a
xilla
ris1
11
11
11
11
11
10
Bo
dian
us b
ilunu
latu
s1
11
11
11
11
11
00
Bo
dian
us b
imac
ulat
us1
11
11
11
00
Bo
dian
us d
iana
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Bo
dian
s izu
ensis
11
11
11
10
10
Bo
dian
us le
ucos
tictu
s1
01
11
00
0
Bo
dian
us m
esot
hora
x1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
C
heili
nus c
hlor
ouru
s1
11
11
11
11
11
11
11
10
0
C
heili
nus f
asci
atus
11
11
11
11
11
11
11
11
1
C
heili
nus o
xyce
phal
us1
11
11
11
11
11
11
10
C
heili
nus t
rilob
atus
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
C
heili
nus u
ndul
atus
11
11
11
11
11
0
C
heili
o in
erm
is1
11
11
11
11
11
10
C
hoer
odon
anc
hora
go1
11
11
11
11
11
11
C
hoer
odon
zam
boan
gae
11
01
00
10
C
irrhi
labr
us b
runn
eus
11
01
01
00
C
irrhi
labr
us c
f cya
nopl
eura
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
C
irrhi
labr
us e
xqui
situs
11
11
11
11
11
0
C
irrhi
labr
us fi
lam
ento
sus
11
11
11
11
10
0
C
irrhi
labr
us fl
avid
orsa
lis1
11
11
11
01
0
C
irrhi
labr
us lu
bboc
ki1
11
11
11
11
01
1
C
irrhi
labr
us p
ylei
11
11
11
01
0
C
irrhi
labr
us ru
brim
argi
natu
s1
11
11
11
11
10
Bab 3
56 Program Kajian Cepat
Lam
pira
n 3.
1. c
ontin
ued
Tabe
l dila
njut
kan
di h
alam
an b
erik
utny
a
Previous Bali
nP surveys
site 1
site 2
site 3
site 4
site 5
site 7
site 9
site 10
site 11
site 12
site 13
site 14
site 15
site 16
site 17
site 18
site 19
site 20
site 21
site 22
site 23
site 24
site 25
site 26
site 28
site 33
site 29
site 30
site 31
site 32
Present survey
Previous surveys
Grand total
nusa Penida
east Bali
north Bali
Gilimanuk
C
irrhi
labr
us so
lore
nsis
10
11
10
00
C
irrhi
labr
us te
mm
inck
ii1
10
11
10
00
C
oris
aygu
la1
01
11
00
0
C
oris
batu
ensis
11
11
11
11
11
11
11
C
oris
dors
omac
ula
11
11
11
11
1
11
11
00
C
oris
gaim
ardi
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
C
oris
pict
oide
s1
11
11
11
00
01
D
ipro
ctac
anth
us x
anth
urus
11
11
11
11
11
01
Ep
ibul
us b
revi
s1
01
11
00
0
Ep
ibul
us in
sidia
tor
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
1
G
omph
osus
cae
rule
us1
11
01
01
00
G
omph
osus
var
ius
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
H
alic
hoer
es a
rgus
11
01
00
01
H
alic
hoer
es b
ioce
llatu
s1
10
11
10
00
H
alic
hoer
es c
hlor
opte
rus
11
10
10
00
1
H
alic
hoer
es c
hrys
otae
nia
11
10
10
10
0
H
alic
hoer
es c
hrys
us1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
H
alic
hoer
es h
artz
feld
ii1
11
11
11
11
00
H
alic
hoer
es h
ortu
lanu
s1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
H
alic
hoer
es m
arga
ritac
eus
11
11
11
11
11
11
11
10
H
alic
hoer
es m
argi
natu
s1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
H
alic
hoer
es m
elan
ochi
r1
01
11
00
0
H
alic
hoer
es m
elan
urus
11
11
11
01
00
11
H
alic
hoer
es n
ebul
osus
11
01
11
00
0
H
alic
hoer
es n
igre
scen
s1
10
10
01
0
H
alic
hoer
es p
odos
tigm
a1
11
11
11
11
11
0
H
alic
hoer
es p
roso
peio
n1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
H
alic
hoer
es ri
chm
ondi
11
01
11
00
0
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
57Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Lam
pira
n 3.
1. c
ontin
ued
Tabe
l dila
njut
kan
di h
alam
an b
erik
utny
a
Previous Bali
nP surveys
site 1
site 2
site 3
site 4
site 5
site 7
site 9
site 10
site 11
site 12
site 13
site 14
site 15
site 16
site 17
site 18
site 19
site 20
site 21
site 22
site 23
site 24
site 25
site 26
site 28
site 33
site 29
site 30
site 31
site 32
Present survey
Previous surveys
Grand total
nusa Penida
east Bali
north Bali
Gilimanuk
H
alic
hoer
es sc
apul
aris
11
11
11
11
11
11
11
11
11
1
H
alic
hoer
es so
lore
nsis
11
11
11
11
11
11
10
0
H
alic
hoer
es ti
mor
ensis
11
11
01
01
00
H
alic
hoer
es tr
imac
ulat
us1
10
11
10
00
H
emig
ymnu
s fas
ciat
us1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
H
emig
ymnu
s mel
apte
rus
11
11
11
11
11
11
11
11
11
H
olog
ymno
sus a
nnul
atus
11
11
11
11
11
10
H
olog
ymno
sus d
olia
tus
11
11
11
11
11
11
10
In
iistiu
s ane
itens
is1
11
11
11
01
0
In
iistiu
s jav
anic
us1
10
11
10
00
In
iistiu
s mel
anop
us1
11
10
10
11
0
In
iistiu
s pav
o1
10
11
10
00
In
iistiu
s pen
tada
ctyl
us1
11
11
11
10
10
In
iistiu
s tet
razo
na1
10
11
10
00
La
bric
hthy
s uni
linea
tus
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
La
broi
des b
icol
or1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
La
broi
des d
imid
atus
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
La
broi
des p
ecto
ralis
11
01
11
00
0
La
brop
sis a
lleni
11
11
01
01
10
La
brop
sis m
anab
ei1
01
11
00
0
Le
ptoj
ulis
chry
sota
enia
11
11
11
01
01
10
Le
ptoj
ulis
cyan
ople
ura
11
11
11
11
11
0
Le
ptoj
ulis
poly
lepi
s ?1
10
10
01
0
M
acro
phar
yngo
don
negr
osen
sis1
11
10
10
11
0
M
acro
phar
yngo
don
orna
tus
11
11
11
11
11
11
11
11
0
N
ovac
ulic
hthy
s tae
niou
rus
11
11
11
11
11
10
O
xych
eilin
us b
imac
ulat
us1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
O
xych
eilin
us d
igra
mm
a1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
1
Bab 3
58 Program Kajian Cepat
Lam
pira
n 3.
1. c
ontin
ued
Tabe
l dila
njut
kan
di h
alam
an b
erik
utny
a
Previous Bali
nP surveys
site 1
site 2
site 3
site 4
site 5
site 7
site 9
site 10
site 11
site 12
site 13
site 14
site 15
site 16
site 17
site 18
site 19
site 20
site 21
site 22
site 23
site 24
site 25
site 26
site 28
site 33
site 29
site 30
site 31
site 32
Present survey
Previous surveys
Grand total
nusa Penida
east Bali
north Bali
Gilimanuk
O
xych
eilin
us u
nifa
scia
tus
11
01
01
00
Pa
rach
eilin
us sp
.1
01
11
00
0
Pa
rach
eilin
us fi
lam
ento
sus
11
11
11
01
0
Pa
rach
eilin
us fl
avia
nalis
11
11
11
11
11
11
11
11
11
Ps
eudo
chei
linus
eva
nidu
s1
11
11
11
11
00
Ps
eudo
chei
linus
hex
atae
nia
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
Ps
eudo
chei
linus
oct
otae
nia
11
01
11
00
0
Ps
eudo
coris
ble
eker
i1
10
10
10
0
Ps
eudo
coris
het
erop
tera
11
11
11
10
10
Ps
eudo
coris
yam
ashi
roi
11
01
11
00
0
Ps
eudo
dax
mol
ucca
nus
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Ps
eudo
julo
ides
cer
asin
us1
10
10
10
0
Ps
eudo
julo
ides
kal
eido
s1
10
11
10
00
Ps
eudo
julo
ides
mes
ostig
ma
11
01
00
10
Ps
eudo
julo
ides
seve
rnsi
11
01
01
00
Pt
erag
ogus
cry
ptus
11
01
01
00
Pt
erag
ogus
enn
eaca
nthu
s1
10
11
10
00
St
etho
julis
ban
dane
nsis
11
11
11
11
11
11
10
St
etho
julis
inte
rrup
ta1
11
11
11
11
11
10
St
etho
julis
strig
iven
ter
11
11
11
10
01
St
etho
julis
trili
neat
a1
11
11
11
11
11
11
0
Te
rela
brus
rubr
ovitt
atus
10
11
10
00
Th
alas
som
a am
blyc
epha
lus
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
Th
alas
som
a ha
rdw
icke
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
Th
alas
som
a ja
nsen
ii1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Th
alas
som
a lu
nare
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
1
Th
alas
som
a pu
rpur
eum
11
11
11
11
00
Th
alas
som
a qu
inqu
evitt
atum
11
01
11
00
0
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
59Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Lam
pira
n 3.
1. c
ontin
ued
Tabe
l dila
njut
kan
di h
alam
an b
erik
utny
a
Previous Bali
nP surveys
site 1
site 2
site 3
site 4
site 5
site 7
site 9
site 10
site 11
site 12
site 13
site 14
site 15
site 16
site 17
site 18
site 19
site 20
site 21
site 22
site 23
site 24
site 25
site 26
site 28
site 33
site 29
site 30
site 31
site 32
Present survey
Previous surveys
Grand total
nusa Penida
east Bali
north Bali
Gilimanuk
Th
alas
som
a tr
iloba
tum
11
11
11
11
00
W
etm
orel
la n
igro
pinn
ata
10
11
10
00
Scar
idae
(24
spp.
)0
00
00
00
Bo
lbom
etop
on m
uric
atum
11
11
10
10
11
0
C
alot
omus
car
olin
us1
11
11
11
11
10
0
C
etos
caru
s oce
llatu
s1
11
11
11
11
01
0
C
hlor
urus
ble
eker
i1
11
11
11
11
01
0
C
hlor
urus
cap
istra
toid
es1
11
11
11
11
11
11
10
C
hlor
urus
mic
rorh
inos
11
01
00
10
C
hlor
urus
sord
idus
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Le
ptos
caru
s vai
gien
sis1
01
11
00
0
Sc
arus
dim
idat
us1
11
11
11
11
01
1
Sc
arus
festi
vus
11
01
11
00
0
Sc
arus
flav
ipec
tora
lis1
11
11
11
11
00
Sc
arus
fors
teni
11
11
11
11
01
0
Sc
arus
fren
atus
11
11
11
10
10
Sc
arus
gho
bban
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
Sc
arus
nig
er1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Sc
arus
ovi
ceps
11
11
11
11
11
11
11
10
Sc
arus
pra
siogn
atho
s1
11
10
10
11
0
Sc
arus
psit
tacu
s1
11
11
11
11
11
00
Sc
arus
quo
yi1
11
11
11
11
11
11
11
0
Sc
arus
rivu
latu
s1
11
11
11
11
01
0
Sc
arus
rubr
ovio
lace
us1
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Sc
arus
schl
egel
i1
11
11
11
10
10
Sc
arus
spin
us1
11
11
11
11
11
11
0
Sc
arus
tric
olor
11
11
11
11
11
11
11
10
Tric
hono
tida
e 3
spp.
)0
00
00
00
Bab 3
60 Program Kajian Cepat
Lam
pira
n 3.
1. c
ontin
ued
Tabe
l dila
njut
kan
di h
alam
an b
erik
utny
a
Previous Bali
nP surveys
site 1
site 2
site 3
site 4
site 5
site 7
site 9
site 10
site 11
site 12
site 13
site 14
site 15
site 16
site 17
site 18
site 19
site 20
site 21
site 22
site 23
site 24
site 25
site 26
site 28
site 33
site 29
site 30
site 31
site 32
Present survey
Previous surveys
Grand total
nusa Penida
east Bali
north Bali
Gilimanuk
Pt
erop
saro
n sp
ringe
ri1
11
11
01
00
10
Tr
icho
notu
s ele
gans
10
11
10
00
Tr
icho
notu
s set
iger
11
11
11
10
11
0
Cre
ediid
ae (1
spp
.)0
00
00
00
Li
mni
chth
ys n
itidu
s1
11
11
11
11
0
Ping
uipe
dida
e (1
0 sp
p.)
00
00
00
0
Pa
rape
rcis
bim
acul
a1
01
10
00
0
Pa
rape
rcis
clat
hrat
a1
11
11
11
11
11
11
11
10
Pa
rape
rcis
cylin
dric
a1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
1
Pa
rape
rcis
flavo
linea
ta1
11
01
00
10
Pa
rape
rcis
hexo
phta
lma
11
11
11
11
11
11
11
0
Pa
rape
rcis
mac
ulat
a1
01
10
00
0
Pa
rape
rcis
mill
epun
ctat
a1
11
11
11
11
11
11
11
10
Pa
rape
rcis
scha
uins
land
ii1
11
11
11
11
11
0
Pa
rape
rcis
sp. (
phot
os)
11
11
11
01
01
10
Pa
rape
rcis
tetr
acan
tha
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Try
pter
ygiid
ae 1
4 sp
p,)
00
00
00
0
C
erat
obre
gma
hele
nae
10
11
10
00
En
neap
tery
gius
flav
occi
pitis
11
01
00
10
En
neap
tery
gius
hem
imel
as1
10
11
10
00
En
neap
tery
gius
sim
ilis
11
01
01
00
En
neap
tery
gius
tutu
ilae
11
11
01
00
10
En
neap
tery
gius
sp 1
(pho
to)
11
01
01
00
H
elco
gram
ma
kran
os?
10
11
10
00
H
elco
gram
ma
rand
alli
11
01
01
00
H
elco
gram
ma
rhin
ocer
os1
10
10
10
0
H
elco
gram
ma
sp. 1
(dar
k sa
ddle
s)1
01
11
00
0
H
elco
gram
ma
sp. 2
(pho
to)
11
10
10
01
0
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
61Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Lam
pira
n 3.
1. c
ontin
ued
Tabe
l dila
njut
kan
di h
alam
an b
erik
utny
a
Previous Bali
nP surveys
site 1
site 2
site 3
site 4
site 5
site 7
site 9
site 10
site 11
site 12
site 13
site 14
site 15
site 16
site 17
site 18
site 19
site 20
site 21
site 22
site 23
site 24
site 25
site 26
site 28
site 33
site 29
site 30
site 31
site 32
Present survey
Previous surveys
Grand total
nusa Penida
east Bali
north Bali
Gilimanuk
H
elco
gram
ma
stria
tum
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
N
orfo
lkia
bra
chyl
epis
10
11
10
00
U
cla
xeno
gram
mus
11
01
11
00
0
Clin
idae
(1 s
pp.)
00
00
00
0
Sp
ringe
ratu
s xan
thos
oma
10
11
10
00
Ble
nniid
ae (2
7 sp
p.)
00
00
00
0
As
pido
ntus
taen
iatu
s1
10
10
01
0
At
rosa
laria
s fus
cus
11
11
11
10
11
Bl
enni
ella
chr
ysos
pilo
s1
10
10
01
0
C
irrip
ecte
s aur
itus
10
11
10
00
C
irrip
ecte
s fila
men
tosu
s1
10
10
10
0
C
irrip
ecte
s pol
yzon
a1
11
01
01
00
Ec
seni
us b
athi
10
11
10
00
Ec
seni
us b
icol
or1
11
11
11
11
11
11
11
0
Ec
seni
us n
amiy
ei1
10
10
01
0
Ec
seni
us o
ps1
10
10
01
0
Ec
seni
us sh
irley
ae1
11
01
00
10
Ec
seni
us y
aeya
mae
nis
11
01
00
10
En
tom
acro
dus d
ecus
satu
s1
10
10
01
0
En
tom
acro
dus v
erm
icul
atus
11
01
01
00
Is
tible
nniu
s ede
ntul
us1
10
10
01
0
M
eiac
anth
us c
f abd
itus
11
01
00
10
M
eiac
anth
us a
brup
tus
11
01
00
01
M
eiac
anth
us a
trodo
rsal
is1
11
11
11
10
10
01
0
M
eiac
anth
us c
yano
pter
us1
10
10
01
0
M
eiac
anth
us g
ram
mist
es1
11
01
00
10
N
anno
sala
rias n
ativ
itatu
s1
11
10
10
10
0
Pe
trosc
irtes
bre
vice
ps1
11
11
11
11
11
1
Bab 3
62 Program Kajian Cepat
Lam
pira
n 3.
1. c
ontin
ued
Tabe
l dila
njut
kan
di h
alam
an b
erik
utny
a
Previous Bali
nP surveys
site 1
site 2
site 3
site 4
site 5
site 7
site 9
site 10
site 11
site 12
site 13
site 14
site 15
site 16
site 17
site 18
site 19
site 20
site 21
site 22
site 23
site 24
site 25
site 26
site 28
site 33
site 29
site 30
site 31
site 32
Present survey
Previous surveys
Grand total
nusa Penida
east Bali
north Bali
Gilimanuk
Pe
trosc
irtes
var
iabi
lis1
01
11
00
0
Pl
agio
trem
us rh
inor
hync
hus
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
Pl
agio
trem
us ta
pein
osom
a1
11
01
01
10
Sa
laria
s fas
ciat
us1
01
11
00
0
Sa
laria
s gut
tatu
s1
11
11
10
10
Cal
liony
mid
ae (7
spp
.)0
00
00
00
C
allio
nym
us fi
lam
ento
sus
11
01
00
10
C
allio
nym
us su
perb
us (p
hoto
- Tu
l)1
01
10
00
0
C
allio
nym
us sp
. 1 (p
hoto
)1
10
10
01
0
C
allio
nym
us sp
. 2 (p
hoto
)1
10
10
01
0
D
acty
lopu
s dac
tylo
pus
11
01
00
01
Sy
nchi
ropu
s oce
llatu
s1
01
11
00
0
Sy
nchi
ropu
s tud
orjo
nesi
11
01
00
10
Gob
iidae
(84
spp.
)0
00
00
00
Am
blye
leot
ris fa
scia
ta1
11
11
11
11
11
01
0
Am
blye
leot
ris fo
ntan
esii
11
01
00
10
Am
blye
leot
ris g
utta
ta1
11
01
00
10
Am
blye
leot
ris p
erio
phth
alm
a1
10
10
00
0
Am
blye
leot
ris st
eini
tzi
10
11
00
00
Am
blye
leot
ris y
anoi
11
11
10
01
0
Am
blyg
obiu
s noc
turn
us1
11
01
00
11
Am
blyg
obiu
s pha
laen
a1
11
01
00
11
As
terr
opte
ryx
ensif
era
11
11
11
11
10
11
1
As
terr
opte
ryx
stria
ta1
11
11
10
10
01
1
Br
yani
nops
am
plus
11
10
10
11
0
Br
yani
nops
tigr
is?1
01
11
00
0
C
rypt
ocen
trus
cae
rule
omac
ulat
us1
10
10
10
0
C
rypt
ocen
trus
inex
plic
atus
11
01
00
01
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
63Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Lam
pira
n 3.
1. c
ontin
ued
Tabe
l dila
njut
kan
di h
alam
an b
erik
utny
a
Previous Bali
nP surveys
site 1
site 2
site 3
site 4
site 5
site 7
site 9
site 10
site 11
site 12
site 13
site 14
site 15
site 16
site 17
site 18
site 19
site 20
site 21
site 22
site 23
site 24
site 25
site 26
site 28
site 33
site 29
site 30
site 31
site 32
Present survey
Previous surveys
Grand total
nusa Penida
east Bali
north Bali
Gilimanuk
C
rypt
ocen
trus
lept
ocep
halu
s1
10
10
00
1
C
rypt
ocen
trus
leuc
ostic
tus
11
01
01
00
C
rypt
ocen
trus
strig
illic
eps
11
11
10
10
10
1
C
teno
gobi
ops p
omas
tictu
s1
11
11
01
01
10
D
rom
bus s
peci
es 1
11
01
01
00
D
rom
bus s
peci
es 2
11
01
00
10
Ev
iota
gut
tata
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Ev
iota
pra
sites
10
11
00
00
Ev
iota
pun
ctul
ata
11
01
01
00
Ev
iota
que
ensla
ndic
a?1
01
11
00
0
Ev
iota
rubr
ispar
sa1
11
10
10
01
0
Ev
iota
sebr
eei
11
11
11
11
11
11
11
0
Ev
iota
sigi
llata
11
10
10
01
0
Ev
iota
sp. 1
(red
hea
d)1
10
10
01
0
Ex
yria
s aki
hito
11
01
00
10
Ex
yria
s fer
raris
i1
11
01
00
01
Fu
sigob
ius d
uosp
ilus
10
11
10
00
Fu
sigob
ius i
nfra
mac
ulat
us1
11
11
11
11
11
11
1
Fu
sigob
ius m
elac
ron
11
11
10
00
0
Fu
sigob
ius n
eoph
ytus
11
11
11
01
0
Fu
sigob
ius s
igni
pinn
is1
11
10
10
01
0
G
ladi
ogob
ius e
nsife
r1
10
10
00
1
G
nath
olep
is ca
uere
nsis
11
11
11
11
11
10
11
G
obiid
sp. 1
(pho
to -
Tula
mbe
n )
10
11
00
00
G
obiid
sp. 2
(pho
to -
Tula
mbe
n)1
01
1
G
obio
don
citr
inus
10
11
10
00
G
obio
don
prol
ixus
11
01
00
10
G
obio
don
quin
ques
trig
atus
10
11
00
00
Bab 3
64 Program Kajian Cepat
Lam
pira
n 3.
1. c
ontin
ued
Tabe
l dila
njut
kan
di h
alam
an b
erik
utny
a
Previous Bali
nP surveys
site 1
site 2
site 3
site 4
site 5
site 7
site 9
site 10
site 11
site 12
site 13
site 14
site 15
site 16
site 17
site 18
site 19
site 20
site 21
site 22
site 23
site 24
site 25
site 26
site 28
site 33
site 29
site 30
site 31
site 32
Present survey
Previous surveys
Grand total
nusa Penida
east Bali
north Bali
Gilimanuk
G
obio
don
sp.1
(dar
k w
ith 2
blu
e ba
rs)
10
11
00
00
G
obio
don
sp.2
(br w
ith m
any
blue
ba
rs)
10
11
00
00
G
ralle
nia
balie
nsis
11
10
10
01
0
H
azeu
s ota
kii
11
10
10
01
0
Is
tigob
ius d
ecor
atus
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
1
Is
tigob
ius s
p. 1
(70
m p
hoto
)1
10
10
01
0
Is
tigob
ius s
penc
e1
11
01
01
00
M
ahid
olia
mys
taci
nus
11
10
10
01
0
O
plop
omus
can
inoi
des
11
10
10
01
0
O
plop
omus
opl
opom
us1
11
10
10
10
1
Pa
rago
biod
on x
anth
osom
a1
10
10
10
0
Pl
euro
sicya
ann
adal
ei1
10
10
01
0
Pl
euro
sicya
labi
ata
11
01
00
00
Pl
euro
sicya
mos
sam
bica
11
10
10
01
0
Pr
iole
pis c
inct
us1
11
11
11
11
11
0
Pr
iole
pis c
ompi
ta1
01
11
00
0
Pr
iole
pis n
uchi
fasc
iatu
s1
01
11
00
0
Pr
iole
pis s
emid
olia
tus
10
11
10
00
Pr
iole
pis s
p. 1
(bro
ad y
ello
w b
ars -
70
m)
10
11
10
00
Pr
iole
pis s
p. 2
(pho
to)
11
10
10
11
0
To
miy
amic
hthy
s oni
10
11
00
00
Tr
imm
a an
nosu
m1
10
10
10
0
Tr
imm
a be
njam
ini
10
11
10
00
Tr
imm
a fu
catu
m1
11
01
01
10
Tr
imm
a ha
lone
vum
11
11
11
11
11
00
10
Tr
imm
a ku
doi
11
01
00
10
Tr
imm
a im
aii
10
11
10
00
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
65Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Lam
pira
n 3.
1. c
ontin
ued
Tabe
l dila
njut
kan
di h
alam
an b
erik
utny
a
Previous Bali
nP surveys
site 1
site 2
site 3
site 4
site 5
site 7
site 9
site 10
site 11
site 12
site 13
site 14
site 15
site 16
site 17
site 18
site 19
site 20
site 21
site 22
site 23
site 24
site 25
site 26
site 28
site 33
site 29
site 30
site 31
site 32
Present survey
Previous surveys
Grand total
nusa Penida
east Bali
north Bali
Gilimanuk
Tr
imm
a m
acro
phth
alm
a1
11
11
11
01
0
Tr
imm
a m
aian
dros
10
11
00
00
Tr
imm
a no
mur
ai1
11
01
00
10
Tr
imm
a ok
inaw
ae1
11
11
11
11
11
10
Tr
imm
a sto
bbsi
10
11
10
00
Tr
imm
a ta
ylor
i1
11
11
11
00
10
Tr
imm
a te
vega
e1
11
11
10
10
01
0
Tr
imm
a ya
noi
11
10
10
01
0
Tr
ysso
gobi
us sa
rah
11
01
00
10
Va
lenc
ienn
ea h
elsd
inge
nii
11
11
11
11
11
11
01
0
Va
lenc
ienn
ea p
uella
ris1
11
11
11
11
11
10
10
Va
lenc
ienn
ea se
xgut
tata
11
11
11
11
11
11
11
Va
lenc
ienn
ea st
rigat
a1
11
11
11
11
11
10
10
11
0
Va
nder
hors
tia la
nceo
lata
11
01
00
10
Va
nder
hors
tia sp
ecie
s 11
10
10
01
0
Xen
isth
mid
ae (1
spp
.)0
00
00
00
X
enist
hmus
pol
yzon
atus
?1
01
11
00
0
Mic
rode
smid
ae (2
spp
.)0
00
00
00
G
unne
llich
thys
cur
iosu
s1
11
01
01
10
G
unne
llich
thys
viri
desc
ens
11
10
10
01
0
Pter
eleo
trid
ae (8
spp
.)0
00
00
00
N
emat
eleo
tris
deco
ra1
11
11
11
11
11
0
N
emat
eleo
tris
mag
nific
a1
11
11
11
11
11
0
Pt
erel
eotr
is br
achy
pter
a1
11
01
00
10
Pt
erel
eotr
is ev
ides
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
Pt
erel
eotr
is gr
amm
ica
10
11
10
00
Pt
erel
eotr
is ha
nae
11
11
10
01
0
Bab 3
66 Program Kajian Cepat
Lam
pira
n 3.
1. c
ontin
ued
Tabe
l dila
njut
kan
di h
alam
an b
erik
utny
a
Previous Bali
nP surveys
site 1
site 2
site 3
site 4
site 5
site 7
site 9
site 10
site 11
site 12
site 13
site 14
site 15
site 16
site 17
site 18
site 19
site 20
site 21
site 22
site 23
site 24
site 25
site 26
site 28
site 33
site 29
site 30
site 31
site 32
Present survey
Previous surveys
Grand total
nusa Penida
east Bali
north Bali
Gilimanuk
Pt
erel
eotr
is he
tero
pter
a1
11
11
11
11
11
11
10
Pt
erel
eotr
is ru
brist
igm
a1
11
10
10
11
0
Ephi
ppid
ae (4
spp
.)0
00
00
00
Pl
atax
boe
rsi
11
11
11
11
11
01
01
11
Pl
atax
orb
icul
aris
11
11
10
10
11
0
Pl
atax
pin
natu
s1
11
01
01
10
Pl
atax
teira
10
11
00
00
Siga
nida
e (1
3 sp
p.)
00
00
00
0
Si
ganu
s arg
ente
us1
11
11
11
11
11
11
11
0
Si
ganu
s can
alic
ulat
us1
11
01
00
10
Si
ganu
s cor
allin
us1
11
11
11
11
11
11
11
10
Si
ganu
s gut
tatu
s1
11
11
11
11
10
10
11
1
Si
ganu
s lab
yrin
thod
es1
11
01
00
10
Si
ganu
s mar
garit
ifer
11
11
01
00
10
Si
ganu
s pue
llus
11
11
11
11
11
11
11
01
11
Si
ganu
s pun
ctat
issim
us1
10
10
01
0
Si
ganu
s pun
ctat
us1
11
11
01
00
11
Si
ganu
s spi
nus
11
11
11
11
11
11
10
Si
ganu
s ver
mic
ulat
us1
10
10
01
0
Si
ganu
s virg
atus
11
11
11
11
11
11
11
01
11
Si
ganu
s vul
pinu
s1
11
11
11
11
10
11
0
Zan
clid
ae (1
spp
.)0
00
00
00
Za
nclu
s cor
nutu
s1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Aca
nthu
rida
e (3
9 sp
p.)
00
00
00
0
Ac
anth
urus
bar
ine
11
11
11
11
11
10
Ac
anth
urus
blo
chii
11
11
11
10
10
01
0
Ac
anth
urus
dus
sum
ieri
11
11
11
11
11
10
Ac
anth
urus
leuc
oche
ilus
11
11
11
11
11
10
0
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
67Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Lam
pira
n 3.
1. c
ontin
ued
Tabe
l dila
njut
kan
di h
alam
an b
erik
utny
a
Previous Bali
nP surveys
site 1
site 2
site 3
site 4
site 5
site 7
site 9
site 10
site 11
site 12
site 13
site 14
site 15
site 16
site 17
site 18
site 19
site 20
site 21
site 22
site 23
site 24
site 25
site 26
site 28
site 33
site 29
site 30
site 31
site 32
Present survey
Previous surveys
Grand total
nusa Penida
east Bali
north Bali
Gilimanuk
Ac
anth
urus
leuc
oste
rnon
11
11
11
11
11
0
Ac
anth
urus
line
atus
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Ac
anth
urus
mac
ulic
eps
11
11
11
11
01
0
Ac
anth
urus
mat
a1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Ac
anth
urus
nig
rican
s1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Ac
anth
urus
nig
ricau
da1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
Ac
anth
urus
nig
rofu
scus
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Ac
anth
urus
oliv
aceu
s1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Ac
anth
urus
pyr
ofer
us1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
Ac
anth
urus
tenn
entii
10
11
00
00
Ac
anth
urus
thom
pson
i1
11
11
11
11
11
11
0
Ac
anth
urus
trio
stegu
s1
11
11
11
11
10
10
Ac
anth
urus
trist
is1
11
11
11
11
11
10
0
Ac
anth
urus
xan
thop
teru
s1
11
11
11
11
11
11
11
1
C
teno
chae
tus b
inot
atus
11
11
11
11
11
11
10
11
C
teno
chae
tus c
yano
chei
lus
11
01
11
00
0
C
teno
chae
tus s
tria
tus
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
C
teno
chae
tus t
runc
atus
11
11
11
11
10
0
N
aso
annu
latu
s1
10
11
10
00
N
aso
brac
hyce
ntro
n1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
N
aso
brev
irostr
is1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
N
aso
caer
ulea
caud
a1
10
10
01
0
N
aso
eleg
ans
11
01
11
00
0
N
aso
hexa
cant
hus
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
N
aso
litur
atus
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
N
aso
lope
zi1
11
11
11
01
0
N
aso
min
or1
11
11
11
11
11
11
11
11
0
N
aso
retic
ulat
us1
01
10
00
0
Bab 3
68 Program Kajian Cepat
Lam
pira
n 3.
1. c
ontin
ued
Tabe
l dila
njut
kan
di h
alam
an b
erik
utny
a
Previous Bali
nP surveys
site 1
site 2
site 3
site 4
site 5
site 7
site 9
site 10
site 11
site 12
site 13
site 14
site 15
site 16
site 17
site 18
site 19
site 20
site 21
site 22
site 23
site 24
site 25
site 26
site 28
site 33
site 29
site 30
site 31
site 32
Present survey
Previous surveys
Grand total
nusa Penida
east Bali
north Bali
Gilimanuk
N
aso
thyn
noid
es1
11
11
11
11
11
11
0
N
aso
unic
orni
s1
11
11
11
11
11
11
0
N
aso
vlam
ingi
i1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
Pa
raca
nthu
rus h
epat
us1
11
11
11
11
0
Pr
ionu
rus c
hrys
urus
11
11
11
11
11
10
0
Ze
bras
oma
scop
as1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Ze
bras
oma
velif
erum
11
11
01
00
10
Sphy
raen
idae
(4 s
pp.)
00
00
00
0
Sp
hyra
ena
barr
acud
a1
11
11
11
11
10
Sp
hyra
ena
jello
11
10
10
11
0
Sp
hyra
ena
obtu
sata
11
10
10
01
0
Sp
hyra
ena
qeni
e1
10
10
10
0
Scom
brid
ae (6
spp
.)0
00
00
00
Eu
thyn
nus a
ffini
s1
10
10
01
0
G
ram
mat
orcy
nus b
iline
atus
11
11
11
10
0
G
ymno
sard
a un
icol
or1
11
11
11
11
10
R
astre
llige
r kan
agur
ta1
11
10
10
01
0
Sc
ombe
rom
orus
com
mrs
onni
anus
11
11
11
01
0
Th
unnu
s alb
acar
es1
01
11
00
0
Bot
hida
e (3
spp
.)0
00
00
00
As
tero
rhom
bus i
nter
med
ius
11
01
00
10
Bo
thus
man
cus
11
11
11
11
11
10
Bo
thus
pan
ther
inus
11
11
11
11
11
10
Sole
idae
(6 s
pp.)
00
00
00
0
As
erag
gode
s cha
plea
ui1
01
11
00
0
As
erag
gode
s suz
imot
oi1
01
11
00
0
Br
achi
rus m
arm
orat
us1
01
11
00
0
Li
achi
rus m
elan
ospi
los
11
01
00
10
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
69Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Lam
pira
n 3.
1. c
ontin
ued
Tabe
l dila
njut
kan
di h
alam
an b
erik
utny
a
Previous Bali
nP surveys
site 1
site 2
site 3
site 4
site 5
site 7
site 9
site 10
site 11
site 12
site 13
site 14
site 15
site 16
site 17
site 18
site 19
site 20
site 21
site 22
site 23
site 24
site 25
site 26
site 28
site 33
site 29
site 30
site 31
site 32
Present survey
Previous surveys
Grand total
nusa Penida
east Bali
north Bali
Gilimanuk
Pa
rdac
hiru
s pav
onin
us1
10
10
01
0
So
leic
hthy
s het
eror
hino
s1
10
10
10
0
Sam
arid
ae (1
spp
.)0
00
00
00
Sa
mar
iscus
trio
cella
tus
10
11
10
00
Bal
isti
dae
(17
spp.
)0
00
00
00
Ab
alist
es st
ella
tus
11
11
01
00
10
Ba
lista
pus u
ndul
atus
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
Ba
listo
ides
con
spic
illum
11
11
11
11
11
11
0
Ba
listo
ides
viri
desc
ens
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
C
anth
ider
mis
mac
ulat
us1
11
10
10
01
0
M
elic
hthy
s ind
icus
11
11
11
10
0
M
elic
hthy
s nig
er1
11
11
11
11
11
10
M
elic
hthy
s vid
ua1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
O
donu
s nig
er1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Ps
eudo
balis
tes fl
avim
argi
natu
s1
11
11
11
11
11
11
1
Ps
eudo
balis
tes f
uscu
s1
01
11
00
0
R
hine
cant
hus r
ecta
ngul
us1
10
11
10
00
R
hine
cant
hus v
erru
cosu
s1
11
11
11
11
11
01
0
Su
fflam
en b
ursa
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
Su
fflam
en c
hrys
opte
rus
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Su
fflam
en fr
enat
us1
01
11
00
0
X
anth
icht
hys a
urom
argi
natu
s1
11
11
11
10
0
Mon
acan
thid
ae (1
4 sp
p.)
00
00
00
0
Ac
reic
hthy
s tom
ento
sus
11
11
01
00
11
Al
uter
us sc
riptu
s1
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Am
anse
s sco
pas
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
C
anth
erhi
nes d
umer
ilii
11
11
11
11
11
11
11
11
10
C
anth
erhi
nes f
ront
icin
ctua
11
11
11
11
11
10
Bab 3
70 Program Kajian Cepat
Lam
pira
n 3.
1. c
ontin
ued
Tabe
l dila
njut
kan
di h
alam
an b
erik
utny
a
Previous Bali
nP surveys
site 1
site 2
site 3
site 4
site 5
site 7
site 9
site 10
site 11
site 12
site 13
site 14
site 15
site 16
site 17
site 18
site 19
site 20
site 21
site 22
site 23
site 24
site 25
site 26
site 28
site 33
site 29
site 30
site 31
site 32
Present survey
Previous surveys
Grand total
nusa Penida
east Bali
north Bali
Gilimanuk
C
anth
erhi
nes p
arda
lis1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
C
haet
oder
mis
penc
illig
erus
11
01
00
01
O
xym
onac
anth
us lo
ngiro
stris
11
11
11
11
00
Pa
ralu
tere
s prio
nuru
s1
11
11
11
11
11
10
Pa
ram
onac
anth
us c
urto
rhyn
chos
11
01
00
10
Pe
rvag
or ja
nthi
noso
ma
11
11
11
11
00
Pe
rvag
or m
elan
ocep
halu
s1
11
11
11
01
0
Ps
euda
luta
rius n
asic
orni
s1
11
01
01
10
Ps
eudo
mon
acan
thus
mac
ruru
s1
11
11
00
10
Ost
raci
idae
(5 s
pp.)
00
00
00
0
La
ctor
ia d
iaph
anus
11
01
01
00
La
ctor
ia fo
rnas
ini
11
01
00
00
O
strac
ion
cubi
cus
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
10
O
strac
ion
mel
eagr
is1
11
11
11
11
11
11
11
11
10
O
strac
ion
solo
rens
is1
11
10
10
01
0
Tetr
aodo
ntid
ae (1
5 sp
p.)
00
00
00
0
Ar
othr
on c
aeru
leop
unct
atus
10
11
10
00
Ar
othr
on h
ispid
us1
11
11
11
11
00
Ar
othr
on im
mac
ulat
us1
01
10
00
0
Ar
othr
on m
anile
nsis
11
01
00
10
Ar
othr
on m
appa
11
11
11
11
01
10
Ar
othr
on n
igro
punc
tatu
s1
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
0
Ar
othr
on st
ella
tus
11
11
11
11
11
10
C
anth
igas
ter a
mbo
inen
sis1
11
11
11
11
10
0
C
anth
igas
ter a
xilo
gus
11
11
11
10
0
C
anth
igas
ter b
enne
tti1
11
11
11
11
11
00
C
anth
igas
ter c
ompr
essa
11
11
11
11
10
11
1
C
anth
igas
ter e
pila
mpr
us1
11
11
11
11
00
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
71Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Lam
pira
n 3.
1. c
ontin
ued
Previous Bali
nP surveys
site 1
site 2
site 3
site 4
site 5
site 7
site 9
site 10
site 11
site 12
site 13
site 14
site 15
site 16
site 17
site 18
site 19
site 20
site 21
site 22
site 23
site 24
site 25
site 26
site 28
site 33
site 29
site 30
site 31
site 32
Present survey
Previous surveys
Grand total
nusa Penida
east Bali
north Bali
Gilimanuk
C
anth
igas
ter j
anth
inop
tera
11
11
11
11
11
10
C
anth
igas
ter p
apua
11
11
11
11
11
10
C
anth
igas
ter v
alen
tini
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
Dio
dont
idae
(2 s
pp.)
00
00
00
0
D
iodo
n hy
strix
11
11
11
11
11
11
11
D
iodo
n lit
uros
us1
11
11
11
11
11
0
Mol
idae
(1 s
pp.)
00
00
00
0
M
ola
mol
a1
01
11
00
0
428
573
96
162
157
91
131
187
115
183
143
117
197
190
217
220
230
246
189
99
114
42
56
191
171
248
212
2
109
85
113
139
805
641
977
573
510
622
153
74 n
ew re
cord
s fo
r Bal
i
Previous Bali
nP surveys
site 1
site 2
site 3
site 4
site 5
site 7
site 9
site 10
site 11
site 12
site 13
site 14
site 15
site 16
site 17
site 18
site 19
site 20
site 21
site 22
site 23
site 24
site 25
site 26
site 28
site 33
site 29
site 30
site 31
site 32
Present survey
Previous surveys
Grand total
nusa Penida
east Bali
north Bali
Gilimanuk
Bab 4
72 Program Kajian Cepat
4.1. PendAhuluAn
Tutupan karang hidup penting bagi komunitas ikan karang, selain juga sebagai penyedia sumber daya alam yang terbaharui (misal, sea food, rumput laut, obat-obatan), perlindungan garis pantai dan daya tarik bagi para penyelam dalam negeri dan internasional yang dapat meningkatkan ekonomi lokal (Chabanet et al. 1997; Cesar 2000; Musa 2002). Tutupan karang total di Bali merupakan indikator kesehatan karang yang penting bagi kegiatan pengelolaan di masa depan (Hill & Wilkinson 2004). Tutupan karang yang sehat dan beragam juga menyumbang kepada kepuasan pengunjung (Musa 2002), yang pada gilirannya akan berdampak bagi ulangan kunjungan, pengunjung yang mempromosikan paket wisata tersebut kepada pihak lain, dan meningkatnya pendapatan lokal (lihat Mustika 2011).
Cesar (2000) merinci beberapa ancaman klasik bagi terumbu karang, misalnya perikanan yang menggunakan racun, perikanan dengan bom, tangkapan lebih, penambangan karang, sedimentasi, polusi dan sampah perkotaan, pemutihan karang dan kegiatan wisata yang tidak berkelanjutan. Seluruh ancaman tersebut dapat ditemukan di Bali. Gambaran singkat tutupan karang di Bali akan memberikan pemahaman tentang tingkat kesehatan terumbu karang di pulau ini. Bab ini memberikan informasi tentang tutupan substrat, komposisi genus karang keras, dan indeks kematian ekosistem terumbu karang yang disurvei.
4.2. metode
4.2.1 WaktuSurvey Bali Marine Rapid Assessment Program ini dilakukan pada 29 April – 11 Mei 2011. Pengambilan data kondisi terumbu karang dilakukan di 27 titik dari total 32 titik pengamatan.
4.2.2 lokasi surveyLokasi survey ditentukan berdasarkan masukan-masukan dari para pihak dimana kawasan perairan potensial untuk dikelola dengan baik sebagai kawasan konservasi perairan. Pemilihan lokasi juga mempertimbangkan keterwakilan ekosistem di seluruh perairan Pulau Bali. Sedangkan pemilihan site (tapak) pengamatan mempertimbangkan aspek keterwakilan site di setiap lokasi survey. Lokasi survey dan site pengamatan disajikan pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.1.
4.2.3 metode surveyMetode yang digunakan dalam pengambilan data terumbu karang ini adalah metode point transek menyinggung (point intercept transect) yang mengacu pada English et al. (1997) dengan modifikasi. Panjang transek 2 kali 50 m sejajar dengan garis pantai pada 2 kedalaman, 5-7 m dan 10-14 m. Point atau titik-titik pengamatan pada tiap transek adalah tiap 0.5 m. Substrat dasar yang diamati meliputi karang keras hingga level genus, karang lunak, karang mati, patahan karang, fauna lain dan komponen abiotik lainnya.
Bab 4
Kondisi Terumbu Karang di Bali
Muhammad Erdi Lazuardi, I Ketut Sudiarta, I Made Jaya Ratha, Eghbert Elvan Ampou, Suciadi Catur Nugroho dan Putu Liza Mustika
Kondisi Terumbu Karang di Bali
73Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
4.2.4 Analisa dataKeluaran dari pengambilan data terumbu karang adalah data persentase penutupan karang hidup dan komposisi genus karang keras, persetase penutupan alga, biota lain, patahan karang, abiotik, dan indeks mortalitas.
Data persentase karang hidup dihitung dengan rumus sebagai berikut:
L = ∑ Li × 100 % N
Keterangan: L = Persentase kemunculan Li = Jumlah kemunculan kode pengamatan ke-i N = Jumlah titik pengataman per 100 m
Data persentase karang hidup (karang keras dan karang lunak) yang diperoleh dikategorikan berdasarkan Gomez and Yap (1988), yaitu:
Buruk : 0 – 24.9% Sedang : 25 – 49.9% Bagus : 50 – 74.9% Memuaskan : 75 – 100% Indeks mortalitas merupakan nilai yang digunakan untuk
menduga tingkat kesehatan atau kondisi dari ekosistem terumbu karang dengan perhitungan (Gomez and Yap, 1988):
MI = Persentase Karang mati Persentase karang hidup + Persentase
karang mati
Keterangan : MI = Mortality index (indeks mortalitas)
Indeks mortalitas memiliki kisaran antar 0 – 1. Kondisi terumbu karang dikatakan memiliki rasio kematian karang
Tabel 4.1. Daftar lokasi survey dan site pengamatan pada Bali marine raP tahun 2011
No Site Location LokasiKoordinat Geografis
Bujur Lintang
1 Kutuh Nusa Dua 4 115,20685 -8,84418
2 Nusa Dua Nusa Dua 5 115,23918 -8,79997
3 Melia Bali Nusa Dua 6 115,23660 -8,79276
4 Terora Nusa Dua 1 115,22960 -8,77044
5 Sanur Channel Sanur 3 115,27136 -8,71027
6 Glady Willis Sanur 2 115,26820 -8,68409
7 Tanjung Jepun Padangbai 9 115,50976 -8,51941
8 Gili Batutiga/Mimpang Candidasa 7 115,57488 -8,52524
9 Gili Tepekong Candidasa 10 115,58612 -8,53141
10 Gili Biaha Candidasa 11 115,61290 -8,50379
11 Seraya Seraya 12 115,68918 -8,43350
12 Gili Selang Seraya 13 115,71062 -8,39677
13 Bunutan Amed 15 115,67892 -8,34503
14 Jemeluk Amed 16 115,66142 -8,33737
15 Kepah Amed 17 115,65391 -8,33384
16 Tukad Abu Tulamben 18 115,61071 -8,29312
17 Tulamben Drop off Tulamben 19 115,59726 -8,27829
18 Geretek Tejakula 20 115,41447 -8,15106
19 Penuktukan Tejakula 21 115,39587 -8,13868
20 Takad Pemuteran Pemuteran 24 114,66682 -8,12953
21 Sumberkima Pemuteran 25 114,60703 -8,11196
22 Anchor Wreck P. Menjangan 26 114,50653 -8,09171
23 Coral Garden P. Menjangan 27 114,51936 -8,09158
24 Pos 2 P. Menjangan 28 114,52685 -8,09687
25 Pulau Burung Teluk Gilimanuk 30 114,45142 -8,16267
26 Klatakan Barat Melaya 31 114,45432 -8,23189
27 Klatakan Timur Melaya 32 114,45653 -8,23306
Bab 4
74 Program Kajian Cepat
Gambar 4.1. Peta site-site pengamatan kondisi terumbu karang pada kegiatan , 29 april – 11 mei 2011
Tabel 4.2. kode dan kategori benthic lifeform
Kategori Kode
Hard Coral
Acropora Branching ACB
Digitate ACD
Encrusting ACE
Submassive ACS
Tabular ACT
Non Acropora Nama masing-masing genus -
Dead Coral DC
Dead Coral with Algae DCA
Other Fauna
Soft Coral SC
Sponges SP
Zoanthids ZO
Others OT
Kategori Kode
Algae Algal Assemblage AA
Coralline Algae CA
Halimeda HA
Macro Algae MA
Turf Algae TA
Abiotic Sand S
Rubble R
Silt SI
Rock RC
Sumber: English et al., 1997
Kondisi Terumbu Karang di Bali
75Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
yang kecil atau tingkat kesehatan karangnya tinggi jika nilai indeks mortalitasnya mendekati 0. Sebaliknya kondisi terumbu karang dikatakan memiliki rasio kematian karang yang tinggi atau memiliki kesehatan karang yang rendah jika nilai indeks mortalitasnya mendekati 1.
4.3 hASil dAn PemBAhASAn
4.3.1 Persentase Penutupan SubstratSubstrat dasar dalam pengamatan dikelompokkan menjadi karang keras (Hard Coral), karang lunak (Soft Coral), alga, biota lainnya (Other Biota) yang terdiri dari sponge, zoanthid dan biota dasar lainnya, karang mati (Dead Coral) yang terdiri dari karang mati dan karang mati yang ditumbuhi alga, patahan karang (Rubble), dan komponen abiotik lainnya (Abiotic) yang terdiri dari pasir, batuan (rock) dan lumpur.
4.3.2 Persentase Penutupan Karang KerasPersentase penutupan karang keras pada kedalaman 5-7m berkisar antara 21.5-68.0%. Persentase penutupan karang keras tertinggi terdapat di site 26 (Anchor Wreck, P. Menjangan), sedangkan persentase penutupan terendah terdapat di site 32 (Klatakan Timur, Melaya). Rata-rata persentase penutupan karang keras pada kedalaman ini adalah 45.3%. Jika dilihat dari rata-rata persentase substrat, karang keras masih mendominasi jika dibandingkan dengan rata-rata substrat lainnya seperti abiotic dengan rata-rata 17.3% dan rubble dengan tutupan rata-rata 11.3%.
Persentase penutupan karang keras pada kedalaman 10-14 m berkisar antara 11.0 – 76.0%. Persen penutupan tertinggi terdapat di site 10 (Gili Tepekong), sedangkan persen penutupan terendah terdapat di site 4 (Kutuh). Rata-rata persentase penutupan karang keras pada kedalaman ini adalah 32.8%. rata-rata persentase penutupan karang keras ini relatif masih mendominasi dibanding rata-rata persentase penutupan substrat lainnya seperti abiotic sebesar 21.7% dan
Gambar 4.2. kondisi persentase penutupan karang keras pada kedalaman 5-7m dan 10-14m pada site pengamatan di Bali dalam survey Bali Marine Rapid Assessment Program
Gambar 4.3. kondisi persentase penutupan rata-rata karang keras pada site-site pengamatan di Bali dalam survey , 29 april – 11 mei 2011
Bab 4
76 Program Kajian Cepat
Gambar 4.4. komposisi rata-rata penutupan substrat dasar pada site-site pengamatan di Bali dalam survey , 29 april – 11 mei 2011
Gambar 4.5. komposisi rata-rata total persentase penutupan substrat dasar di Bali dalam survey , 29 april – 11 mei 2011
Gambar 4.6. rata-rata komposisi 10 genus yang mendominasi karang keras di Bali berdasarkan survey Bali Marine Rapid Assessment Program, 29 april – 11 mei 2011
Kondisi Terumbu Karang di Bali
77Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
soft coral sebesar 14.9%, dan persentase penutupan rubble sebesar 13.6%. Secara keseluruhan, rata-rata total persentase penutupan karang keras di Bali adalah 38.2% dengan kisaran antara 11.0 – 76.0%.
4.3.3 Persentase Penutupan Substrat lainnyaDari pengamatan terlihat bahwa soft coral terlihat relatif mendominasi pada site pengamatan 4, 5, 6, dan 12 dengan persentase penutupan rata-rata sebesar 57.5 – 62.0%. Di sisi lain, substrat dasar abiotic relatif lebih mendominasi di site pengamatan 2, 15, 18, 24, dan 32 dengan persentase penutupan rata-rata sebesar 36.3 – 48.0%.
Rata-rata persentase penutupan rubble tertinggi berada di site 9 (Jepun) dengan rata-rata tutupan sebesar 44.3%, site 11 (Gili Biaha) dengan tutupan rata-rata sebesar 37.0%, dan site 16 (Jemeluk) dengan tutupan rata-rata sebesar 25.3%. Sedangkan di site pengamatan lainnya berkisar antara 0 – 22.3%.
Rata-rata persentase penutupan substrat dead coral (dead coral + dead coral with algae)tertinggi berada di site 30 (Pulau Burung, Gilimanuk) dengan rata-rata tutupan sebesar 30.0%. Sedangkan di site pengamatan lainnya rata-rata berkisar antara 1.0 – 11.3%.
Rata-rata persentase penutupan alga berkisar antara 0 – 17.0%, sedangkan rata-rata persentase penutupan other fauna berkisar antara 0.5 – 19.0%.
Secara umum rata-rata substrat dasar di site-site pengamatan baik di kedalaman 5-7 m dan 10-14 m didominasi oleh karang keras atau hard coral dengan rata-rata persen penutupan sebesar 38.2%. Diikuti oleh persentase penutupan rata-rata abiotic sebesar 20.6%, rubble sebesar 12.6%, soft coral sebesar 12.1%, other biota sebesar 6.8%, alga sebesar 5.2% dan dead coral sebesar 4.6%.
4.3.4 Kondisi Karang hidup (hard Coral + Soft Coral)Kedalaman 5-7 mPersentase penutupan karang hidup (hard coral + soft coral) pada kedalaman 5-7m m berkisar antara 31.5-85.0%. Persen penutupan tertinggi terdapat di site 27 (Coral Garden, P. Menjangan), sedangkan persen penutupan terendah terdapat di site 25 (Sumber Kima). Secara lengkap kategori penutupan karang hidup pada kedalaman 5-7m di Bali adalah sebagai berikut:
Tidak terdata (7 site) : Site 1, 4, 5, 6, 10, 11, dan 12Buruk : -Sedang (9 site) : Site 2, 9, 15, 17, 19, 24, 25, 31, dan 32Bagus (9 site) : Site 3, 7, 16, 18, 20, 21, 26, 28, dan 30Memuaskan (2 site) : Site 13 dan 27
Rata-rata kondisi pada kedalaman 5-7m adalah kategori bagus dengan persentase penutupan karang hidup rata-rata 54.2%.
Tabel 4.3. kondisi karang keras yang didominasi karang acropora, Porites, montipora, echinopora dan seriatopora pada site pengamatan di Bali
Site no.
Site Kedalaman Genus %
Tutupan
3 Sanur Channel 5–7 m Acropora (branching)
31.00 %
7 Batu Tiga/ Mimpang
5–7 m Acropora (branching)
56.00 %
7 Batu Tiga/ Mimpang
10–14 m Acropora (branching)
46.00 %
7 Batu Tiga/ Mimpang
10–14 m Acropora (branching)
58.00 %
9 Tj. Jepun 5–7 m Acropora (branching)
29.00 %
9 Tj. Jepun 10–14 m Acropora (branching)
35.00 %
10 Gili Tepekong 10–14 m Echinopora 26.00 %
10 Gili Tepekong 10–14 m Echinopora 74.00 %
13 Gili Selang 5–7 m Acropora (branching)
50.00 %
13 Gili Selang 5–7 m Acropora (branching)
47.00 %
15 Bunutan 5–7 m Porites 32.00 %
16 Jemeluk 5–7 m Acropora (submassive)
24.00 %
16 Jemeluk 5–7 m Porites 23.00 %
19 Tulamben Drop off
10–14 m Montipora 27.00 %
25 Sumberkima 5–7 m Acropora (branching)
22.00 %
26 Anchor Wreck 5–7 m Porites (branching)
45.00 %
26 Anchor Wreck 5–7 m Porites (branching)
43.00 %
26 Anchor Wreck 10–14 m Porites (branching)
22.00 %
27 Coral Garden 5–7 m Porites (branching)
26.00 %
27 Coral Garden 10–14 m Porites (branching)
23.00 %
30 Pulau Burung 5–7 m Seriatopora 51.00 %
Kedalaman 10-14 mPersentase penutupan karang hidup (hard coral + soft coral) pada kedalaman 10-14 m berkisar antara 12.0 – 80.5%. Persen penutupan tertinggi terdapat di site 5 (Nusa Dua), sedangkan persen penutupan terendah terdapat di site 18 (Tukad Abu). Secara lengkap kategori penutupan karang hidup pada kedalaman 10-14 m di Bali adalah sebagai berikut:
Bab 4
78 Program Kajian Cepat
Tabel 4.4. kondisi rata-rata karang hidup pada site-site pengamatan di Bali dalam survey Bali marine rapid assesment Program, 29 april – 11 mei 2011
Site No. Site Lokasi Kondisi Karang Hidup Nilai IM
1 Terora Nusa Dua sedang 0.30
2 Glady Willis Sanur sedang 0.32
3 Channel Sanur bagus 0.23
4 Kutuh Uluwatu bagus 0.02
5 Nusa Dua Nusa Dua memuaskan 0.02
6 Melia Hotel Nusa Dua memuaskan 0.10
7 Batu Tiga/Mimpang Candi Dasa bagus 0.21
9 Jepun Padang Bai sedang 0.56
10 Gili Tepekong Candi Dasa memuaskan 0.14
11 Biaha Candi Dasa sedang 0.48
12 Seraya Seraya memuaskan 0.02
13 Gili Selang Utara Gili Selang bagus 0.09
15 Bunutan Amed sedang 0.45
16 Jemeluk Amed sedang 0.42
17 Kepah Amed sedang 0.18
18 Tukad Abu Tulamben sedang 0.06
19 Drop off Tulamben sedang 0.15
20 Gretek Alamanda Tejakula sedang 0.16
21 Penuktukan Tejakula bagus 0.20
24 Takad Pemuteran Pemuteran sedang 0.38
25 Sumberkima Pemuteran sedang 0.38
26 Anchor Wreck P. Menjangan bagus 0.31
27 Coral Garden P. Menjangan memuaskan 0.17
28 Pos 2 P. Menjangan bagus 0.21
30 Pulau Burung Gilimanuk bagus 0.43
31 Klatakan Barat Melaya sedang 0.26
32 Klatakan Timur Melaya sedang 0.27
Gambar 4.7. nilai indeks mortalitas pada site-site pengamatan di Bali dalam survey Bali Marine Rapid Assessment Program, 29 april – 11 mei 2011.
Kondisi Terumbu Karang di Bali
79Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Tidak terdata (3 site) : Site 30, 31, dan 32Buruk (3 site) : Site 15, 18, dan 24Sedang (14 site) : Site 1, 2, 3, 9, 11, 13, 16, 17, 19, 20, 21, 25, 26, dan 28Bagus (3 site) : Site 4, 7, dan 27Memuaskan : Site 5, 6, 10, dan 12
Rata-rata kondisi pada kedalaman 10-14 m adalah kategori sedang dengan persentase penutupan karang hidup rata-rata adalah 47.7%.
Secara keseluruhan kondisi karang hidup rata-rata antara kedalaman 5-7 m dan 10-14 m memiliki kondisi kategori bagus dengan rata-rata persentase penutupan sebesar 50.4%.
4.3.5 Komposisi Genus Karang KerasGenus karang keras yang teramati merupakan karang pembentuk terumbu (zooxanthellae) ditambah karang non pembentuk terumbu (non zooxanthellae). Dari pengamatan point intercept transect tercatat 54 genus karang keras dengan rata-rata penutupan antara 0.01 – 9.67% pada tiap site dengan rata-rata total 38.16%. dari persentase penutupan tersebut, Acropora relatif mendominasi dengan persentase penutupan total rata-rata 9.67%. Sedangkan genus lainnya setelah Acropora adalah Porites (8.12%) dan Montipora (3.92%). Tiga genus di atas merupakan genus karang keras yang biasanya mendominasi dalam kehadiran karang keras lainnya.
Dari nilai di atas, jika terdapat 100% kehadiran genus karang keras, maka persentase rata-rata penutupan Acropora adalah 25.3%, disusul kemudian oleh Porites sebesar 21.3%, dan Montipora sebesar 10.3%.
Dari komposisi Acropora tersebut, sebesar 75% merupakan Acropora branching (bercabang), 15% merupakan Acropora tabulate (karang meja), 7% merupakan Acropora submassive (semi padat), dan 2% Acropora encrusting (mengerak) dan 1% Acropora digitate (menjari). Gambar 4.6 memperlihatkan 10 genus yang paling mendominasi dari 54 genus yang teridentifikasi selama survei berlangsung.
Karang genus Acropora mendominasi tutupan substrat karang keras di site Chanel Sanur, Batu Mimpang, Tanjung Jepun, Gili Selang, dan Sumberkima. Sedangkan Gili Tepekong kedalaman 10-14 m didominasi oleh genus Echinopora. Porites mendominasi di site Bunutan, Jemeluk, Anchor Wreck dan Coral Garden. Sedangkan Acropora submassive sedikit di bawah Porites di site Jemeluk kedalaman 5-7 m.
Karang Montipora relatif mendominasi di Tulamben Drop off kedalaman 5-7 m, sedangkan karang Seriatopora relatif mendominasi di site Pulau Burung, Gilimanuk.
4.3.6 indeks mortalitasMelalui pengamatan yang dilakukan kita dapat mengetahui rasio kematian karang atau tingkat kesehatan karang dengan cara menghitung indeks mortalitas. Nilai indeks mortalitas pada site pengamatan di Bali berkisar antara 0.02 – 0.56.
Nilai indeks terendah terdapat pada site 4 (Kutuh), dan 5 (Nusa Dua). Hal ini memperlihatkan bahwa kedua site tersebut memiliki rasio kematian karang yang relatif lebih rendah atau tingkat kesehatan karang yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan site lainnya. Site 4 memiliki kondisi karang kategori bagus, sedangkan site 5 memiliki kondisi karang kategori memuaskan. Namun dari kedua site tersebut didominasi oleh tutupan soft coral.
Nilai indeks tertinggi terdapat pada site 9 (Jepun). Hal ini memperlihatkan bahwa site 9 memiliki rasio kematian karang yang relatif lebih tinggi dari site lainnya atau tingkat kesehatan karangnya relatif rendah.
Nilai total rata-rata indeks mortalitas pada site-site pengamatan di Bali adalah 0.24. Jika dilihat dari histogram di atas, kecenderungan rasio tingkat kematian karang di Bali cenderung relatif rendah atau tingkat kesehatan karang relatif cenderung tinggi.
4.4 KeSimPulAn
Dari pengambilan data di 27 site pengamatan memperlihatkan bahwa kondisi terumbu karang di Bali memiliki kategori relatif bagus dengan rata-rata persen penutupan karang hidup 52.3%. arta-rata persentase penutupan karang keras adalah 38.2%. Terlihat juga bahwa nilai indeks mortalitas rata-rata 0.24. Hal ini menunjukkan bahwa rasio kematian karang cenderung rendah dan tingkat kesehatan karang relatif cenderung tinggi.
Dilihat dari persentase penutupan karang hidup (karang keras + karang lunak) yang menggambarkan kondisi terumbu karang, kondisi terumbu karang paling baik pada kedalaman 5-7m terdapat pada site 27 (Coral Garden, P. Menjangan), sedangkan terburuk ditemukan di site 25 (Sumber Kima). Kondisi terumbu karang paling baik pada kedalaman 10-14m terdapat pada site 5 (Nusa Dua), sedangkan paling buruk ditemukan di site 18 (Tukad Abu).
Kondisi terumbu karang pada site-site pengamatan di Bali berkisar antara sedang hingga memuaskan dengan rata-rata baugs. Rata-rata kondisi terumbu karang yang relatif paling baik diperlihatkan di site 5 (Nusa Dua) dengan penutupan karang hidup sebesar 80.5% dengan kondisi memuaskan, sedangkan kondisi terumbu karang relatif paling buruk terdapat di site 29 (Bunutan) dengan dengan persentase penutupan karang hidup sebesar 29.0% (kondisi kategori sedang). Secara umum terlihat bahwa kondisi terumbu karang di kedalaman 5-7m relatif lebih baik dibanding kedalaman 10-14m.
Genus karang keras yang mendominasi penutupan karang keras di site-site pengamatan di Bali adalah Acropora, diikuti oleh Porites dan Montipora. Acropora yang relatif mendominasi adalah Acropora branching (bercabang). Total tercatat 54 genus karang keras pada site-site pengamatan di Bali.
Bab 4
80 Program Kajian Cepat
dAFtAR PuStAKA
Cesar, H. S. J. 2000, ‘Coral Reefs: Their Functions, Threats and Economic Value’, in Collected essays on the economics of coral reefs, ed. H. S. J. Cesar, CORDIO, Kalmar.
Chabanet, P., Ralambondrainy, H., Amanieu, M., Faure, G. & Galzin, R. 1997, ‘Relationships between coral reef substrata and fish’, Coral Reefs, vol. 16, no. 2, pp. 93-102.
English, S., Wilkinson, C. & Baker, V. 1997, Survey Manual for Tropical Marine Resources (2nd Edition), Australian Institute of Marine Science, Townsville.
Gomez, E. D. & Yap, H. T. 1988, ‘Monitoring Reef Conditions’, in Coral Reef Management Handbook, eds R. A. Kenchington & B. E. T. Hudson, Unesco Regional Office for Science and Technology for South-East Asia, Jakarta.
Hill, J. & Wilkinson, C. 2004, Methods for Ecological Monitoring of Coral Reefs, Australian Institute of Marine Science, Townsville.
Musa, G. 2002, ‘Sipadan: a SCUBA-diving paradise: an analysis of tourism impact, diver satisfaction and tourism management’, Tourism Geographies, vol. 4, no. 2, pp. 195-209.
Mustika, P. L. K. 2011, ‘Towards Sustainable Dolphin Watching Tourism in Lovina, Bali, Indonesia (under review, submitted in July 2011)’, James Cook University.
Kondisi Terumbu Karang di Bali
81Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Lampiran 4.1. Daftar total genus karang keras dan rata-rata persentase penutupan pada site-site pengamatan di Bali dalam survey Bali marine rapid assessment Program, 29 april – 11 mei 2011
No.Genus Karang Keras
Kehadiran pada transek pengamatan (n=3.358 titik
pada 88 transek)
Rata-rata persentase penutupan
1 Acropora 851 9,67%
2 Porites 715 8,12%
3 Montipora 345 3,92%
4 Echinopora 177 2,01%
5 Pocillopora 121 1,38%
6 Hydnophora 115 1,31%
7 Seriatopora 108 1,23%
8 Millepora 90 1,02%
9 Favia 77 0,88%
10 Favites 66 0,75%
11 Galaxea 63 0,72%
12 Stylophora 52 0,59%
13 Goniastrea 42 0,48%
14 Fungia 36 0,41%
15 Psammocora 35 0,40%
16 Cyphastrea 30 0,34%
17 Lobophyllia 29 0,33%
18 Pectinia 27 0,31%
19 Montastrea 26 0,30%
20 Porites s 26 0,30%
21 Symphyllia 26 0,30%
22 Oxypora 22 0,25%
23 Mycedium 21 0,24%
24 Turbinaria 21 0,24%
25 Goniopora 20 0,23%
26 Leptoseris 20 0,23%
27 Platygyra 19 0,22%
No.Genus Karang Keras
Kehadiran pada transek pengamatan (n=3.358 titik
pada 88 transek)
Rata-rata persentase penutupan
28 Echinophyllia 18 0,20%
29 Merulina 18 0,20%
30 Tubipora 18 0,20%
31 Diploastrea 16 0,18%
32 Euphyllia 15 0,17%
33 Leptoria 11 0,13%
34 Pachyseris 8 0,09%
35 Siderastrea 7 0,08%
36 Ctenactis 7 0,08%
37 Alveopora 6 0,07%
38 Herpolitha 6 0,07%
39 Pavona 6 0,07%
40 Physogyra 6 0,07%
41 Anacropora 5 0,06%
42 Caulastrea 4 0,05%
43 Halomitra 4 0,05%
44 Astreopora 3 0,03%
45 Gardineroseris 3 0,03%
46 Oulophyllia 3 0,03%
47 Podabacia 3 0,03%
48 Tubastrea 3 0,03%
49 Acanthastrea 2 0,02%
50 Sandalolitha 2 0,02%
51 Coeloseris 1 0,01%
52 Scapophyllia 1 0,01%
53 Cycloseris 1 0,01%
54 Plerogyra 1 0,01%
Bab 5
82 Program Kajian Cepat
RinGKASAn
Survei keragaman spesies dan status komunitas karang dilakukan pada bulan November 2008 di Nusa Penida dan pada bulan April hingga Mei 2011 di pulau Bali. Kawasan ini berlokasi di kepulauan Sunda Kecil di tepi selatan Segitiga Karang (Coral Triangle) yang dikenal sebagai laut tropis yang kaya akan keragaman hayati. Survei ini dirancang untuk mengkaji keragaman hayati dan kondisi ekologi laut serta mengidentifikasi lokasi dengan prioritas konservasi guna menunjang fungsi kawasan perlindungan laut. Survei diselenggarakan atas kerjasama antara Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dengan Conservation International Indonesia.
Terdapat total 85 stasiun (perairan dalam maupun dangkal) di 48 situs pengamatan (masing-masing dengan lokasi GPS) yang telah disurvei dalam MRAP Nusa Penida maupun MRAP Bali. Komunitas terumbu karang dikaji dalam berbagai tingkat paparan gelombang, arus dan suhu laut yang mencakup seluruh tipe habitat: perairan dingin pada pantai berbatu, perairan dingin dengan permukaan terumbu karang yang luas, perairan hangat dengan permukaan terumbu karang yang sempit hingga luas, serta komunitas karang yang tumbuh pada perairan yang didominasi substrat lunak.
Survei dilakukan di daerah dengan variasi parameter kunci yang khas dan konsisten bagi pertumbuhan dan perkembangan terumbu karang yang meliputi: aliran arus (mulai dari sekitar < 1 knot sampai > 4 knot), suhu ( mulai dari 23o–30oC, Namun di beberapa tempat ada pula hingga 16oC) dan energi gelombang (mulai dari < 1 m sampai 5 m), yang terkait dengan paparan Arlindo (Arus Lintas Indonesia) di Selat Lombok, upwelling lokal serta arus laut dari Samudera Hindia.
Kelimpahan spesies dan spesies yang belum dideskripsikan: Terdapat 406 spesies karang yang diidentifikasi sebagai penyusun terumbu karang (hermatypic) di Bali. Ini belum termasuk 13 spesies lainnya yang belum dikonfirmasi dan memerlukan kajian taksonomi lebih lanjut. Setidaknya terdapat satu spesies yang dikategorikan sebagai spesies baru yakni Euphyllia spec. nov. Terdapat pula spesies Isopora sp. yang secara morfologi memiliki perbedaan signifikan dengan spesies yang telah dideskripsikan sebelumnya. Selain itu, ada pula beberapa spesies yang umumnya memiliki daerah sebaran luas, secara konsisten dijumpai di perairan Bali dengan morpho-type lokal, sehingga kemungkinan terdapat lebih dari 420 hermatypic Scleractinia di Bali.
Masing-masing situs/ titik pengamatan di Bali memiliki keragaman karang rata-rata 112 spesies (st.dev ± 42 spesies). Situs dengan keragaman yang paling rendah adalah 2 spesies di Puri Jati (Situs B22, lokasi berlumpur dan tidak berterumbu karang). Sedang yang tertinggi adalah 181 spesies di Jemeluk, Amed (B16). Lokasi lainnya yang memiliki jumlah spesies yang cukup tinggi adalah Menjangan-utara (168 spesies, Situs B26) dan Penuktukan (164 spesies, Situs B21). Hasil pengamatan ini mirip dengan kondisi karang yang dijumpai di Taman Nasional Bunaken dan Wakatobi (berturut-turut 392 dan 396 spesies), serta lebih tinggi dari Komodo dan Kepulauan Banda (342 dan 301 spesies). Akan tetapi kelimpahan ini lebih rendah dari Derawan, Raja Ampat, Teluk Cenderwasih, Fak-Fak/Kaimana dan Halmahera (seluruhnya sekitar 450 spesies atau lebih).
Struktur Komunitas: Pada tingkat situs, ada 5 tipe utama komunitas karang yang diidentifikasi. Tipe komunitas ini terkait dengan tingkat paparan gelombang, arus – upwelling, tipe substrat dan lokasi geografi. Kelima komunitas ini kemudian dibagi dalam 10 kelompok karang utama. Masing-masing dari kelima komunitas ini dicirikan dengan atribut spesies dan bentik yang berbeda.
Bab 5
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
Emre Turak dan Lyndon DeVantier
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
83Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
tutupan karang: Tutupan karang batu/ karang keras hidup rata-rata adalah 28%. Sedangkan tutupan karang mati umumnya rendah yakni rata-rata < 4%. Sehingga, rasio tutupan karang keras yang hidup : mati sangat positif yakni 7 : 1 yang menunjukkan sistem terumbu karang dalam kondisi tutupan karang yang sedang sampai bagus.
Kawasan dengan tutupan karang lunak yang tinggi terdapat pada dasar laut dengan puing karang yang terbentuk karena kegiatan penangkapan ikan yang merusak, pemangsaan karang dan pembuangan pecahan karang yang terlokalisir selama pembangunan budi daya rumput laut. Beberapa bukti (baik yang baru maupun lama) dampak kegiatan penangkapan ikan dengan bahan peledak dan penyakit karang juga ditemukan. Penyakit karang biasanya terdapat pada spesies tabular Acropora. Beberapa kerusakan lokal akibat penyelaman untuk rekreasi pun terlihat. Suatu respon akibat tekanan yang kuat (dalam bentuk pertumbuhan siano bakteri) kemungkinan terkait dengan eutrofikasi dan rembesan limbah dari pembangunan pariwisata pesisir.
Kerusakan karang: Dengan berbagai ancaman yang telah disebutkan di atas, secara keseluruhan terumbu karang di Bali saat ini menunjukkan tingkat kerusakan yang relatif rendah. Baik dalam proporsi spesies yang mengalami kerusakan maupun rata-rata tingkat kerusakan yang dialami. Hal ini ditunjukkan oleh adanya tegakan monospecific yang besar dan tutupan karang yang cukup luas. Sisa kerusakan akibat berbagai gangguan di masa lalu pun cukup kecil. Misalnya pemutihan karang terkait dengan tingkat kematian yang dipicu oleh meningkat ataupun menurunnya suhu air laut, wabah pemangsaan terhadap karang, kegiatan penangkapan ikan yang merusak, penyakit atau berbagai dampak lainnya. Hal ini sejalan dengan tingginya rasio positif antara tutupan karang hidup : karang mati.
Perbandingan antar wilayah: Komposisi terumbu karang Bali memiliki tipe yang mirip dengan kawasan yang lebih luas. Ini dicirikan dengan sebagian besar spesies yang tercatat di Bali juga dijumpai di lokasi lainnya di kawasan Segitiga karang/Coral Triangle. Meskipun memiliki kesamaan yang cukup tinggi dalam hal komposisi spesies, namun terdapat beberapa perbedaan penting dalam struktur komunitas karang yang terlihat antara masing-masing wilayah. Seperti halnya dengan pulau Komodo dan Sunda Kecil, kondisi terumbu karang di Bali bergantung pada kondisi aliran arus dan upwelling air dingin. Hal ini berbeda dengan kawasan utara seperti misalnya Derawan, Sangihe-Talaud, Halmahera dan Bentang Laut Kepala Burung di Papua Barat yang memiliki kekayaan spesies maupun habitat yang tinggi.
Berbagai prioritas konservasi: Penemuan spesies yang belum dideskripsi Euphyllia di pantai Timur Bali, dan keberadaan karang endemik lokal lainnya,
khususnya Acropora suharsonoi, memberi kesan bahwa wilayah ini memiliki tingkat keunikan fauna, yang mungkin terkait dengan aliran arus yang melalui Selat Lombok. Dalam hal ini Arlindo yang kuat, dipercaya mampu membatasi ataupun mendorong penyebaran dan rekrutmen (penambahan populasi) di berbagai tempat. Rekrutmen lokal di sekitar Nusa Penida kemungkinan dibatasi oleh arus, yang membawa larva hanyut lebih jauh lagi. Penelitian mengenai genetik, reproduksi dan kolonisasi larva diperlukan untuk menguji hipotesis ini. Bila hal ini benar, maka jika sampai terjadi kerusakan Nusa Penida dan sekitarnya akan memerlukan waktu yang sangat lama untuk memulihkannya dengan mengandalkan pengisian kembali/penambahan dari sumber dari luar.
Komunitas karang di Nusa Penida berbeda dengan yang ada di pulau utama Bali. Ini terkait dengan perbedaan kondisi lingkungan serta kegiatan penduduk yang ada di dalamnya, sehingga memerlukan fokus pengelolaan yang terpisah. Terumbu karang dengan status konservasi lokal yang tinggi di sekitar Nusa Penida meliputi Crystal Bay, Toya Pakeh, Sekolah Dasar dan Nusa Lembongan (Situs N3, N4, N7, N8, N14 dan N17). Sedangkan, terumbu karang dengan nilai konservasi tinggi di sekitar Bali terdapat di sepanjang pesisir Timur dan Utara, termasuk Jemeluk, Menjangan, Gili Tepekong, Penutukan, Bunutan, Gili Selang dan Gili Mimpang (Situs B16, B26, B10, B14, B21, B15, B25, B8, B18 dan B7).
Seluruh terumbu karang di atas berpotensi kuat untuk pengembangan KKP asalkan sumber daya logistiknya mencukupi dan disediakan dukungan jangka panjang. Khususnya, situs 26 di Menjangan sudah menjadi bagian dari kawasan lindung Taman Nasional Bali Barat. Terumbu karang di Jemeluk (Amed) dan di sekitar Gili Tepekong, Gili Selang dan Gili Mimpang juga memiliki nilai konservasi yang tinggi untuk beberapa kriteria yang berbeda. Kawasan Batu Tiga sangat berpotensi untuk pengembangan KKP, mengingat bahwa pulau-pulau di sana tidak berpenghuni dan terumbu karangnya kerap digunakan untuk rekreasi penyelaman SCUBA.
Komunitas karang di pesisir Selatan pulau Bali tidak disurvei secara menyeluruh karena besarnya ombak lautan. Terumbu karang di pesisir Selatan Bali sangat berharga bagi kegiatan selancar air yang menarik sejumlah besar wisatawan untuk datang ke Bali setiap tahunnya. Perlu diperhatikan bahwa konservasinya di masa depan harus diprioritaskan untuk mempertahankan wisata jenis ini. Lebih jauh ke lepas pantai, beberapa kawasan tersebut juga merupakan koridor migrasi penting bagi beberapa spesies cetacean dan hewan lainnya.
Adanya upwelling dingin maupun aliran arus yang kuat dan konsisten di beberapa kawasan (misalnya, Nusa Penida, Bali Timur, dan di Komodo serta wilayah lainnya di Indonesia) bisa menjadi satu hal yang sangat penting untuk menjaga terumbu karang dari meningkatnya suhu air laut terkait dengan perubahan iklim global.
Pengembangan KKP di Bali sangat potensial untuk dikembangkan asalkan disertai dengan logistik yang cukup
Bab 5
84 Program Kajian Cepat
maupun dukungan jangka panjang. Dampak dari buruknya pengaturan/ pengelolaan pengembangan pariwisata serta berbagai bentuk polusi juga merupakan beberapa hal yang mesti diperhatikan. Untuk keperluan pembentukan jejaring KKP ini dibuat beberapa rekomendasi berikut:
1. Mengingat banyaknya jenis aktivitas yang dilakukan di sekitar kawasan terumbu karang di Bali maka KKP dengan multifungsi merupakan pilihan yang paling tepat untuk dikembangkan di Bali dengan memuat zonasi kawasan pada berbagai tingkat perlindungan dan penggunaan. Namun demikian, model ini harus mencakup wilayah inti disamping kegiatan yang bersifats ekstraktif guna memastikan adanya konservasi pada habitat penting, tipe komunitas serta mendorong terjadinya pemulihan maupun peningkatan kualitas kawasan.
2. Sebisa mungkin, jejaring KKP harus mencakup kawasan representatif dan mencakup tipe komunitas karang utama (Gambar 5.7. dan 5.12), serta terumbu karang dengan nilai konservasi tinggi (keragaman, pengisian kembali/penambahan, kelangkaan, Tabel 5.10).
3. Sebisa mungkin jejaring tersebut juga mencakup terumbu karang yang bergantung pada upwelling air dingin dan/atau aliran arus yang kuat dan konsisten, sebagai pelindung terhadap potensi meningkatnya suhu air laut terkait dengan perubahan iklim global.
4. Ada banyak persaingan dalam penggunaan sumber daya pesisir dan laut di Bali yang akan menjadi tantangan untuk ditemukannya suatu keseimbangan dalam perlindungan dan penggunaan. Mengingat pentingnya kegiatan pariwisata berbasis laut (berselancar, menyelam, berenang), maka harus ada fokus khusus untuk menjaga bentang terumbu karang yang sehat dan menarik untuk berbagai kegiatan tersebut. Karenanya, kegiatan harus difokuskan pada berbagai pilihan yang tidak merusak dan non-ekstraktif di zona inti.
5. Ketika suatu jejaring KKP ditetapkan, maka penegakan hukum akan menjadi sangat penting.
6. Pertimbangan untuk menggunakan sistem ‘User-Pays’ (seperti misalnya di Taman Nasional Bunaken) di mana pengunjung membayar sejumlah biaya untuk mengakses kawasan. Hal ini akan memberikan dana yang signifikan untuk pengelolaan KKP dan bermanfaat bagi masyarakat setempat.
Dalam hal sampah dan kualitas air:
1. Ada banyak masalah terkait sampah dan berbagai bentuk polusi perairan di Bali. Sejumlah strategi dapat digunakan/dikembangkan untuk mengurangi jumlah
maupun dampak sampah plastik dan polutan lainnya yakni: a) mendorong penggunakan kemasan tradisional (menggunakan daun) sebanyak yang bisa dipraktekkan; b) melanjutkan kampanye pendidikan melalui berbagai media massa dan sekolah; c) mengadakan berbagai kegiatan secara sukarela maupun yang didanai untuk membersihkan sampah di pantai dan terumbu karang.
2. Memperbaiki aliran dan kualitas air sungai guna mengurangi perpindahan sampah/polutan ke terumbu karang dengan mengembalikan vegetasi tepi sungai; dan dengan kampanye pendidikan publik mengenai pembuangan limbah yang tepat.
5.1 PendAhuluAn
Bali-Indonesia terletak di kawasan segitiga karang dunia (The Coral Triangle) yang berbatasan dengan perairan dalam di Selat Lombok. Bali merupakan bagian dari wilayah yang lebih luas, yang dikenal sebagai Kepulauan Sunda Kecil membentang mulai dari Bali di sebelah barat hingga ke Timor di sebelah timur merupakan kesatuan wilayah/ Ekoregion (Lesser Sunda Ecoregion = LSE) (Green dan Mous 2007). Wilayah ini terkenal akan keanekaragaman hayati laut yang sangat luar biasa (Gambar 5.1).
5.1.1 Kondisi lingkungan dan oseanografi Bali memiliki kondisi oseanografi, sejarah tektonik-eustatik dan pola-pola ekologi/ biologi jajaran Kepulauan Sunda Kecil. Bali juga merupakan batas Barat Laut menuju Samudera Hindia, yang utamanya dicirikan dengan beberapa fitur klimatologi dan oseanografi.
Berbeda dengan wilayah di sebelah barat yang terletak di Paparan Sunda, ataupun dengan wilayah yang lebih ke timur (misalnya Papua) di Paparan Sahul, Kepulauan Sunda Kecil beserta pulau-pulau di sebelah utaranya, memiliki perairan dalam yang berdekatan dengan pesisir pantainya. Pulau-pulau ini diperkirakan memainkan peranan penting sebagai perlindungan biologis selama fase glasiasi Pleistosen, dengan implikasi biogeografi yang signifikan (Barber dkk. 2000):
“…ada perbedaan genetik wilayah yang sangat kuat yang mencerminkan pemisahan cekungan samudera selama permukaan air laut rendah di kala Pleistosen, yang menunjukkan bahwa koneksi ekologi jarang melintasi jarak sampai 300–400 km dan bahwa sejarah biogeografi juga memengaruhi konektivitas kontemporer antara berbagai ekosistem terumbu karang.’
Kepulauan Sunda Kecil, termasuk Bali nampaknya merupakan zona peralihan penting, dengan unsur-unsur fauna yang berbeda, termasuk stomatopoda, ikan (M. Erdmann, G. Allen kom. pri.) karang endemik, serta kelompok karang dengan kepadatan karang yang relatif
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
85Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Gambar 5.1. segitiga karang (merah tua, mengikuti veron dkk. 2009). Bali terletak di sudut Barat Daya.
rendah di beberapa kawasan karena tingginya paparan gelombang dan arus.
Bali terletak cukup dekat dengan garis khatulistiwa yang tidak terpengaruh langsung oleh badai tropis dan topan. Ada 2 musim munson setiap tahunnya yakni munson Tenggara didominasi cuaca yang kering dan panas serta muson Barat Laut yang membawa hujan pada bulan November sampai April.
Bali berlokasi di wilayah yang dipengaruhi oleh Indian Ocean Dipole (IOD). IOD menyebabkan terjadinya anomali upwelling, suhu permukaan laut yang rendah, dan ketinggian permukaan laut yang rendah di sepanjang Samudera Hindia bagian timur laut pada tahun 1997 (Abram dkk. 2004, van Woesik 2004).
“Seiring dengan upwelling di wilayah perairan, yang menyebabkan adanya mengayaan unsur hara dan berkembangnya fitoplankton di lepas pantai Bali, juga terdapat bukti berkembangnya makro alga di terumbu karang Bali. … Kematian karang merupakan akibat tekanan fisik langsung oleh makro alga ini. Acropora dan karang pocilloporidae sangat rentan. Spesies karang ini ada di mana-mana, yang juga merupakan karang yang paling peka di Samudera Hindia dan Pasifik, dan biasanya yang pertama kali merespon segala bentuk gangguan … anomali rendahnya permukaan air laut yang terkait dengan IOD diakibatkan oleh paparan udara langsung yang berkepanjangan, sehingga menyebabkan kematian karang yang cukup besar. … IOD yang terkait dengan upwelling, kebakaran hutan, dan menyebabkan kematian
karang yang signifikan yang mungkin telah menjalar sampai sejauh 4000 km...” (van Woesik 2004). “
Pengaruh pasti IOD di tahun 1997 ke arah timur masih belum diketahui, walaupun ada konsentrasi Klorofil A yang sangat tinggi di bulan September 1997 tapi tidak tampak meluas sampai ke arah timur keluar Bali. Percampuran samudera yang kuat biasanya mempengaruhi konsentrasi unsur hara maupun suhu permukaan laut. Produktivitas permukaan air laut, ditunjukkan oleh konsentrasi Klorofil A yang tersebar secara tidak merata baik secara spasial dan temporal (ruang dan waktu). Perairan di sebelah selatan gugusan pulau utama memiliki konsentrasi yang lebih tinggi daripada yang di sebelah utara. Suhu permukaan air laut biasanya lebih dingin di sepanjang pesisir bagian selatan (Samudera Hindia), terutama di kawasan bagian timur dan tengah (misal Gambar 5.4., Mei 2004). Pesisir di bagian utara biasanya lebih hangat di luar kawasan upwelling yang sangat terlokalisasi.
Pesisir yang menghadap ke selatan dan barat daya terpapar oleh gelombang laut dalam jangka panjang dari Samudera Hindia dengan ketinggian mencapai 5 m, yang dihasilkan dari badai tropis sedang yang umumnya berjarak ribuan kilometer dari Bali. Bali dan Lombok masing-masing memiliki gunung berapi dan sering mengalami gempa bumi yang terjadi secara periodik. Dengan demikian, potensi Tsunami pun dapat terjadi akibat adanya aktivitas tektonik ini.
Bab 5
86 Program Kajian Cepat
Pesisir timur Bali berbatasan dengan Selat Lombok yang memiliki kedalaman lebih dari 1.000 m di beberapa tempat yang menjadi koridor utama Arlindo (Indonesian Throughflow = ITF) yang membawa air dari Samudera Pasifik melalui Indonesia menuju Samudera Hindia. Walaupun arah utama dari pergerakan ini dari utara ke selatan, namun ada juga pertukaran air yang terbatas dari arah sebaliknya. Arlindo membawa air laut yang hangat dengan salinitas rendah dari Samudera Pasifik Utara dan Tengah-Barat ke Samudera Hindia Timur Laut.
“Sebanyak hampir 20 juta m3/detik aliran air (Godfrey 1996) … dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia melalui Kepulauan Indonesia. Air yang berasal dari Pasifik, terbawa dalam Arlindo masuk ke Laut Sulawesi, bergerak ke selatan dengan kecepatan hingga 1 m/detik (Wyrtki 1961) melalui Selat Makassar. Menyebar ke selatan dan timur ke Laut Flores dan Laut Banda, akhirnya keluar di antara Kepulauan Sunda Kecil (Gordon & Fine 1996). Arus timur-barat yang membalik secara musiman dapat mencapai 75 cm/detik dari Laut Jawa dan Laut Flores (Wyrtki 1961) kemudian bercampur dengan air permukaan.” (Barber dkk. 2002).
Upwelling lokal dihasilkan dari Arlindo menyebabkan perbedaan suhu air laut bisa mencapai 14oC dalam beberapa km (berkisar mulai 16 - 30oC). Selain efek dari Arlindo, pola arus permukaan laut di sekitar Bali dan di pulau-pulau yang berdekatan dipengaruhi oleh pasang surut, angin dan tenaga gelombang musiman. Lamanya periode gelombang besar di Samudera Hindia berdampak pada garis pantai bagian selatan yang cenderung memperlihatkan faktor pembeda utama pada komposisi spesies dan struktur komunitas Hal ini tidak terlalu terlihat di bagian utara karena ombak makin mengecil pada saat bergerak ke utara di antara pulau-pulau.
5.1.2 Pola-pola biologis dan biogeografi serta keendemikan Mungkin bersifat paradoks, karena kawasan utama Arlindo (misal Selat Lombok) dapat dianggap baik sebagai penyumbang ataupun pembatas persebaran spesies. Berbagai arus lokal dapat dibuktikan sama pentingnya dengan pengaruh Arlindo dalam menghubungkan dan mengisolasi populasi lokal.
“[Meskipun] data oseanografi skala luas dapat memberikan perkiraan persebaran yang wajar …, data lain mungkin terlalu menyederhanakan keadaan arus yang membawa larva yang berasal dari lingkungan di sekitar pantai. Pusaran arus, yang merupakan zona di mana arus stagnan, dan arus lokal yang membalik dari arus di pantai dengan garis pantai yang panjang adalah hal yang umum di terumbu karang, seperti halnya arus musiman, pasang surut dan perubahan arus yang terjadi karena cuaca … Pola arus dalam skala menengah seperti ini dapat berpengaruh besar pada pergerakan dan tertahannya larva secara lokal… dan hal ini berpengaruh pada pembentukan unit-unit populasi dengan formasi dan struktur genetik yang berbeda” (Barber dkk. 2002).
Wilayah Kepulauan Sunda Kecil yang luas mendukung kehidupan lebih dari 500 spesies karang keras Scleractinia sebagai pembangun terumbu karang (523 spesies; Veron dkk. 2009). Sebelumnya, telah dilakukan pula pengkajian terhadap 12 stasiun taksonomi - berpusat di Bali dan pantai Utara Flores (dilakukan oleh Charlie Veron), serta 104 stasiun survei ekologi - berpusat di Komodo, Lombok Barat dan Timor Barat – Roti, telah dikaji (dilakukan Turak dan De Vantier). Masing-masing lokasi ini berbeda dengan yang lain, namun sejauh mana keunikannya selaku perwakilan dari kawasan yang lebih luas hingga saat ini masih belum dinilai.
Kepulauan Sunda Kecil, memiliki beberapa perbedaan dalam hal komposisi spesies karang serta pola dalam struktur komunitas, terutama yang disebabkan oleh perbedaan oseanografi lokal – regional, khususnya upwelling dan gelombang laut. Faktor penting lainnya adalah kesesuaian antara habitat dan substrat. Garis pantai Bali dan pulau-pulau yang berdekatan terbentuk dari kapur, menunjukkan periode awal pertumbuhan dan deposisi/endapan karang.
Wilayah yang lebih luas (‘bentang pulau bagian selatan’) teridentifikasi sebagai kawasan endemik penting di dalam Segitiga Karang (Erdmann dan Manning 1998, Wallace 1994, 1997, Allen 2007, Veron dkk. 2009). Wilayah ini menjadi rumah bagi spesies, yang berdasarkan data saat ini, diyakini merupakan endemik atau sub-endemik (jarang terjadi di kawasan lain di dalam Segitiga Karang). Penemuan-penemuan yang terjadi di sekitar wilayah penelitian ini, tercantum di berikut beserta nama penulis dan tempat ditemukannya.
Acroporidae • Acropora suharsonoi Wallace, 1994 (Lombok) • Acropora sukarnoi Wallace, 1997 (Bali) • Acropora parahemprichii Veron, 2002 (Bali) • Acropora minuta Veron, 2002 (Bali) • Acropora pectinatus Veron, 2002 (Bali)
Poritidae • Alveopora minuta Veron, 2002 (Bali)
Fungiidae • Halomitra meierae Veron, 2002 (Bali)
Beberapa spesies ini (misalnya Acropora pectinatus, Acropora sukarnoi, Alveopora minuta) kemudian juga ditemukan di mana-mana. Namun demikian, kawasan Bali – Lombok hingga saat ini dianggap sebagai lokasi yang menarik karena keendemikan karangnya tersebut.
5.1.3 Sosio-ekonomi Gaya hidup tradisional Bali sangat bergantung pada berbagai bentuk kegiatan pertanian subsisten (yang dahulu berkembang pada lahan vulkanik yang subur dari gunung berapi aktif di Bali) dan perikanan (kehidupan pesisir laut yang kaya). Hal ini berubah dengan cepat pada awal
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
87Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
tahun 1970an, dengan kedatangan wisatawan internasional gelombang pertama; dan selama 40 tahun berikutnya. Semua kegiatan wisata termasuk selancar, pemandangan pantai, menyelam dan wisata budaya kemudian berkembang dan secara kolektif menyumbang sekitar 80% perkonomian di awal abad 21. Beberapa kutipan berikut ini disarikan dari dokumen latar belakang kegiatan Bali Marine RAP 2011 (M. Erdmann, CI Indonesia Marine Program):
“Kekayaan sumber daya kelautan Bali telah lama merupakan asset ekonomi penting bagi pulau Bali– baik sebagai sumber ketahanan pangan bagi masyarakat lokal (yang mendapatkan sebagian kebutuhan protein hewaninya dari makanan laut) maupun untuk wisata kelautan. Atraksi penyelaman dan snorkeling seperti di Nusa Penida, Candi Dasa, Pulau Menjangan (Taman Nasional Bali Barat), dan di bangkai kapal USS Liberty di Tulamben telah menarik wisatawan ke perairan Bali selama bertahun-tahun. Sementara itu, sektor wisata kelautan swasta telah meluaskan pilihan kegiatannya dengan menambahkan stasiun-stasiun seperti Puri Jati, Karang Anyar, dan Amed. Berbagai kegiatan perekonomian penting lainnya di zona pesisir pantai Bali mencakup budi daya rumput laut dan pengambilan ikan hias.”
5.1.4 Pembangunan Sensus penduduk di Bali tahun 2010 mencatat penduduk di Bali mencapai 3.891.428 orang. Jumlah ini terus menunjukkan peningkatan dari 2.469.930 orang di tahun 1980, 2.777.811 orang di tahun 1990 dan 3.150.057 orang di tahun 2000 (http://www.citypopulation.de/Indonesia-MU.html). Peningkatan jumlah penduduk dan dukungan infrastruktur selama beberapa dekade terakhir telah menimbulkan biaya lingkungan yang signifikan:
“Sayangnya, pembangunan yang cepat, besar dan tidak terkoordiasi di daerah aliran sungai dan pesisir Bali, disertai dengan rencana tata ruang kelautan yang kurang jelas telah menyebabkan kerusakan yang signifikan pada lingkungan laut di sekitar Bali. Kondisi ini juga diperparah oleh kegiatan penangkapan ikan berlebih dan penangkapan ikan yang merusak, sedimentasi dan eutrofikasi dari pembangunan pesisir, pembuangan limbah dan sampah ke laut, dan pengerukan/pembangunan saluran di wilayah terumbu karang. Pada titik ini, keberlanjutan berbagai kegiatan ekonomi penting dalam jangka panjang yang terletak di zona pesisir Bali kemudian jadi dipertanyakan.”
5.1.5 Perencanaan untuk keberlanjutan di masa depan Mengingat semakin meningkatnya tingkat ancaman dan dampak terhadap sumber daya laut dan terestrial Bali, Pemerintah Daerah Bali kini tengah bekerja untuk membuat strategi pembangungan jangka panjang yang komprehensif. Strategi ini salah satunya dilakukan dengan memperbaiki
rencana tata ruang kawasan laut dan terestrial Bali (M. Erdmann, CI Indonesia Marine Program):
“Salah satu bagian penting dari inisiatif ini, telah menjadi keputusan Pemerintah Daerah Bali, adalah merancang dan mengimplementasi jejaring Kawasan Konservasi Perairan yang komprehensif dan tepat di sekitar pulau dengan mengutamakan berbagai kegiatan ekonomi yang sesuai dan berkelanjutan (termasuk pariwisata kelautan, budi daya perikanan skala kecil dan berkelanjutan).”
Untuk memulai perencanaan jejaring KKP ini, …(a) lokakarya para pemangku kepentingan … telah diselenggarakan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Bali, bekerja sama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali, Universitas Warmadewa, Universitas Udayana, USAID, Conservation International (CI) Indonesia dan beberapa LSM lokal yang berada dalam kerangka kerja “Kemitraan Laut Bali”. Lokakarya jejaring KKP Bali dihadiri oleh 70 peserta dari pemerintahan propinsi, pemerintahan kabupaten, universitas, LSM, sektor swasta, kelompok-kelompok masyarakat, forum desa adat dan kelompok-kelompok nelayan.
Para peserta lokakarya telah mengidentifikasi 25 stasiun prioritas di sekitar Bali sebagai kandidat teratas untuk dimasukkan dalam jejaring KKP Bali (Gambar 5.2). Daftar stasiun-stasiun ini mencakup kawasan lindung lokal/nasional yang telah ada seperti Taman Nasional Bali Barat /Pulau Menjangan, Nusa Penida, dan Tulamben, juga sejumlah stasiun tambahan yang saat ini tidak memiliki status perlindungan resmi.”
5.1.6 dasar pemikiran dan penilaian tujuanSetelah lokakarya 2010, CI diminta oleh Pemerintah Daerah Bali, melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi, untuk memimpin sebuah tim yang terdiri dari para ahli lokal dan internasional dalam survei kandidat stasiun-stasiun KKP. Hasil survey ini kemudian akan digunakan untuk membuat suatu rekomendasi mengenai daerah prioritas dan langkah-langkah selanjutnya dalam merancang jejaring KKP.
“Pada November 2008 telah dilakukan “Marine Rapid Assessment Program” di Nusa Penida yang memberikan informasi secara komprehensif mengenai keanekaragaman hayati, struktur komunitas, serta kondisi terumbu karang di Nusa Penida beserta ekosistem terkait lainnya yang ada di sekitar Bali. Berdasarkan informasi ini didapatkan beberapa rekomendasi mengenai cara terbaik dalam memprioritaskan 25 kandidat kawasan untuk dimasukkan dalam sebuah jejaring KKP yang terwakili secara ekologi. Informasi ini kemudian digunakan untuk membantu rencana pengembangan jejaring KKP sekaligus sosialisasi rencana ini kepada pemerintah dan pemangku
Bab 5
88 Program Kajian Cepat
kepentingan masyarakat lokal dengan cara yang mudah dipahami oleh masyarakat umum.” (M. Erdmann, CI Indonesia Marine Program 2011). “
Kajian yang dilakukan selama bulan April-Mei 2011, memiliki tiga tujuan utama yakni:
• Menilai status terkini mengenai tingkat keragaman, kondisi terumbu karang dan status konservasi/kelentingan karang keras di 25 lokasi potensial KKP yang telah diidentifikasi pada lokakarya Jejaring KKP Bali Juni 2010.
• Kompilasi data tata ruang terinci mengenai fitur biologis yang harus dipertimbangkan dalam menyelesaikan rancangan jejaring KKP Bali. Ini tidak hanya termasuk analisis dari setiap perbedaan dalam struktur komunitas terumbu karang dari ke 25 stasiun prioritas, tetapi secara khusus juga mengidentifikasi kawasan yang sangat penting untuk konservasi karena adanya kumpulan karang batu yang langka atau endemik, komunitas terumbu karang yang sering terpapar upwelling air dingin yang mungkin tahan terhadap perubahan iklim global, atau fitur biologis yang lain luar biasa.
• Dengan memperhitungkan hal tersebut di atas, diharapkan mampu memberikan rekomendasi konkrit
kepada Pemerintah Daerah Bali mengenai langkah-langkah yang harus diambil untuk menyelesaikan rancangan Jejaring KKP Bali.
Untuk mencapai hal tersebut di atas, maka penelitian ini dirancang untuk menginventarisasikan spesies karang, struktur komunitas dan status ekologi karang pembangun terumbu karang di Bali. Hasilnya kemudian dibandingkan dengan survei sebelumnya yang dilakukan di wilayah Segitiga Karang, terutama dengan pulau-pulau yang berdekatan (Nusa Penida), Derawan (Berau, Kalimantan Timur, TNC REA 2004), wilayah Sangihe-Talaud (Sulawesi Utara, TNC REA 2001), Taman Nasional Bunaken (Sulawesi Utara, IOI 2003), Raja Ampat (CI Marine RAP 2001dan TNC REA 2002), Teluk Cendrawasih (CI Marine RAP 2006), garis pantai FakFak/ Kaimana (CI Marine RAP 2006). Hasinya adalah untuk menilai secara kuantitatif kesamaan ekologi dan taksonomi kumpulan karang di sepanjang wilayah Segitiga Karang.
5.2 metode Rapid Ecological Assessment (REA) ini dilakukan dengan penyelaman SCUBA di 31 daerah karang di sekitar Bali pada bulan April-Mei 2011. Pengamatan ini juga sekaligus melengkapi 17 lokasi lainnya yang telah disurvei di Nusa Penida pada tahun 2008. Masing-masing lokasi dicatat posisinya dengan menggunakan GPS (Gambar 5.3, Lampiran I). Pada situs pengamatan umumnya dijumpai
Gambar 5.2. kandidat stasiun-stasiun prioritas dan nonprioritas yang diidentifikasi selama lokakarya kkP Bali, Juni 2010.
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
89Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
stasiun-stasiun terumbu karang dalam dan dangkal (masing-masing ditetapkan sebagai stasiun #.1 dan #.2) yang disurvei bersamaan. Jumlah total stasiun yang mewakili terumbu karang dalam (kedalaman > 10m) dan dangkal, terumbu karang rata dan berpuncak (crest and flat) (kedalaman < 10m) adalah 85 stasiun. Sesuai dengan panduan penyelaman yang aman, stasiun perairan yang dalam (mencapai 30-40 meter) disurvei terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan secara bertahap ke perairan yang lebih dangkal. Pada laporan ini, istilah ‘situs’ mengacu pada hasil gabungan dari dua stasiun (kedalaman), kecuali bila ditentukan dengan penanda kedalaman tertentu (masing-masing stasiun #.1 dan #.2).
Metode ini serupa dengan yang dilakukan di sekitar 35 wilayah lain di Indonesia dan Indo Pasifik. Sehingga, dengan demikian dapat dilakukan perbandingan secara terinci mengenai keragaman spesies, komposisi dan struktur komunitas, serta keterwakilan dan sifat saling melengkapi komunitas karang yang ada di kawasan yang berbeda. Metode di lapangan dan analisis dijelaskan secara rinci di tempat lain (misalnya pada DeVantier dkk. 1998).
Pada setiap stasiun, luasan total kawasan yang disurvei melalui penyelaman mencakup sekitar 1 hektar. Secara ‘semi-kuantitatif ’, metode ini terbukti lebih unggul dari metode kuantitatif yang lebih tradisional (transek, petak). Dalam penilaian keaneka-ragaman hayati metode ini memungkinkan pencarian aktif untuk catatan spesies baru di setiap stasiun, daripada hanya terbatas pada area petak yang telah ditentukan atau pada garis transek. Sebagai contoh, dengan metode ini biasanya menghasilkan catatan spesies karang dua sampai tiga kali lipat dibandingkan dengan metode transek garis yang dilakukan bersamaan di stasiun yang sama (DeVantier dkk. 2004).
Ada dua tipe informasi yang dicatat pada lembar data selama penyelaman di masing-masing stasiun yakni:
1. Inventarisasi spesies, genus dan famili dari taksa-taksa bentik yang menetap atau sesil (sesile); dan
2. Kajian persentase tutupan substrat berdasarkan kelompok bentik utama dan status berbagai parameter lingkungan (sesuai dengan Done 1982, Sheppard dan Sheppard 1991).
5.2.1 inventarisasi taksonomi Inventarisasi taksa-taksa bentik sesil secara terinci dikumpulkan di setiap penyelaman. Taksa diidentifikasi in situ berdasarkan tingkatan berikut:
• Karang batu/ karang keras – spesies apapun yang termasuk dalam kategori (sesuai dengan: Veron dan Pichon 1976, 1980, 1982, Veron, Pichon dan Wijsman-Best 1977, Veron dan Wallace 1984, Veron 1986, 1993, 1995, 2000, Best dkk. 1989, Hoeksema 1989, Wallace dan Wolstenholme 1998, Wallace 1999, Veron dan Stafford-Smith 2002, Turak dan DeVantier 2011), ataupun berdasarkan genus dan bentuk pertumbuhan
(misal, Porites sp. dengan bentuk pertumbuhan yang sangat besar).
• Karang lunak, zoanthidae, corallimorpharia, anemon dan beberapa genus makro-alga, famili atau kelompok taksonomi yang lebih luas lagi (Allen dan Steen 1995, Colin dan Arneson 1995, Gosliner dkk. 1996, Fabricius dan Alderslade 2000);
• Makro-bentos sesil lainnya, seperti spons, ascidian dan kebanyakan spesies alga – biasanya filum dengan bentuk pertumbuhan (Allen dan Steen 1995, Colin dan Arneson 1995, Gosliner dkk. 1996).
Pada setiap akhir survei, inventarisasi tersebut diulas dimana masing-masing taksa dikelompokkan berdasarkan kelimpahan relatif taksa tersebut dalam suatu komunitas (Tabel 5.1.). Pemberian peringkat berdasarkan urutan ini serupa dengan analisis vegetasi (Barkman dkk. 1964, van der Maarel 1979, Jongman dkk. 1997).
Untuk setiap taksa karang yang didapat, dibuat perkiraan visual (kasat mata) mengenai jumlah karang yang rusak (daerah permukaan yang mati) di setiap koloni pada setiap stasiun, dengan nilai kenaikan 0-1 di mana 0 = tidak ada kerusakan dan 1 = semua koloni mati. Proporsi perkiraan koloni masing-masing taksa pada setiap tiga kelas ukuran juga dibuat perkiraannya. Ukuran kelas tersebut adalah diameter 1 - 10 cm, diameter 11 - 50 cm dan diameter > 50 cm (Tabel 5.1.).
Kepastian taksonomi: Meskipun ada kemajuan terbaru dalam identifikasi lapangan dan menstabilkan taksonomi karang (Hoeksema 1989, Veron 1986, Wallace 1999, Veron 2000, Veron dan Stafford-Smith 2002), namun masih tetap ada ketidakpastian taksonomi substansial dan ketidaksepakatan di antara para ahli (Fukami dkk. 2008). Hal ini terutama terjadi pada famili Acroporidae dan Fungiidae, di mana setiap tenaga ahli yang berbeda memberikan klasifikasi taksonomi dan catatan kronologi nama ilmiah yang berbeda untuk berbagai spesies karang (Hoeksema 1989, Sheppard dan Sheppard 1991, Wallace 1999, Veron 2000). Karena itu analisisnya bergantung
Tabel 5. 1. kategori kelimpahan relatif, kerusakan dan ukuran (diameter maksimum) setiap taksa bentik dalam inventarisasi biologi.
Peringkat Kelimpahan Relatif Kerusakan Ukuran Distribusi
Frekuensi
0 Tidak ada 0 - 1 dengan nilai 0,1 untuk setiap kenaikan maupun penurunan
Masing-masing proporsi karang dikategorikan dalam 3 ukuran:1-10 cm11-50 cm> 50 cm
1 Jarang
2 Tidak umum
3 Umum
4 Berlimpah
5 Dominan
Bab 5
90 Program Kajian Cepat
pada sintesis dan interpretasi kita pada berbagai perbaikan tersebut, dengan memperhatikan peta penyebaran spesies oleh Veron (2000), yang saat ini tengah diperbarui dalam basis data biogeografi Coral Geographic (www.coralreefresearch.org).
Penggunaan fotografi digital bawah air yang ekstensif dan koleksi beberapa spesimen spesies karang pembangun terumbu karang yang sulit diidentifikasi secara taksonomi dilakukan oleh CI Indonesia (Erdi Lazuardi), dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Sampel-sampel kecil dengan ukuran <30 cm yang sulit diamati diidentifikasi secara in situ diambil dari koloni yang utuh untuk dilakukan pengamatan. Jaringan hidup karang dihilangkan dari spesiemen dengan pemutihan menggunakan cairan pemutih. Kebanyakan spesimen telah diidentifikasi, menggunakan materi referensi di atas, yang kemudian disimpan di Kantor CI, Bali untuk penyimpanan sementara.
5.2.2 tutupan bentik dan pertumbuhan terumbu karang Enam atribut ekologi dan enam atribut substrat disesuaikan dengan salah satu dari enam kategori standar (Tabel 5.2.), yang didasarkan pada pengkajian terpadu terhadap panjang dan kisaran kedalaman penyelaman (mengikuti Done 1982, Miller & De’ath 1995). Karena perkiraan tutupan diterapkan untuk kisaran luas dan kedalaman di mana setiap survei penyelaman dilakukan (misalnya, berturut-turut pada kedalaman 40-9m; kedalaman 8-1m), hal ini mungkin tidak berhubungan pasti dengan perkiraan dari transek garis yang dibuat pada kedalaman tunggal atau pada serial kedalaman (ed: lihat Bab 3).
Stasiun-stasiun tersebut kemudian digolongkan dalam satu dari empat kategori berdasarkan jumlah pertumbuhan terumbu karang biogenik (mengikuti Hopley 1982, Hopley dkk. 1989, Sheppard & Sheppard 1991):
1. Komunitas karang yang tumbuh langsung di atas batuan nonbiogenik, pasir atau puing;
2. Terumbu karang yang baru terbentuk, dengan beberapa pertumbuhan kalsium karbonat tetapi belum ada tutupan terumbu karang;
3. Terumbu karang dengan tutupan sedang (luasnya < 50m); dan
4. Terumbu karang dengan tutupan yang sangat luas (luasnya > 50m).
Stasiun-stasiun ini juga digolongkan berdasarkan tingkat paparan terhadap energi gelombang, yaitu:
1. terlindungi2. semi-terlindungi 3. semi-terpapar 4. terpapar
Kedalaman stasiun (maksimum dan minimum dalam meter), derajat rata-rata kemiringan terumbu terhadap garis horizontal (secara visual diperkirakan mendekati 10 derajat), dan jarak pandang (visibilitas) di bawah air (sampai meter terdekat) juga dicatat. Keberadaan setiap fitur biologis yang unik dan mengagumkan, seperti karang yang sangat besar atau komposisi komunitas yang tidak biasa dan bukti dari berbagai dampak juga dicatat, seperti:
• sedimentasi • penangkapan ikan dengan bahan peledak • penangkapan ikan dengan racun • pembuangan jangkar dampak pemutihan • predasi oleh bintang laut crown-of-thorns • predasi oleh siput Drupella • berbagai penyakit karang
Semua data dimasukkan dalam lembar data EXCEL untuk disimpan dan dianalisis ringkasan statistik.
Indeks Pemulihan (Replenishment Index - CI) Adanya kelimpahan dan tutupan spesies karang yang tinggi sebagai pembangun terumbu karang dapat membuat beberapa stasiun jauh lebih penting dari stasiun lainnya dalam hal peran mereka sebagai sumber reproduksi untuk pemulihan /penambahan kembali populasi di tingkat lokal. Indeks pemulihan pada stasiun lokal dinilai berdasarkan kombinasi tutupan karang pembangun terumbu karang dan tingkat kelimpahan masing-masing spesies (DeVantier dkk. 1998) untuk setiap stasiun (kedalaman):
CI = Σ AiiHi/100
Di mana Ai= tingkat kelimpahan taksa karang pembangun terumbu karang ke i (seperti pada Tabel 5.1.), dan Hi = peringkat kategori tutupan karang batu (1-5, seperti pada Tabel 5.2.), pada setiap stasiun. Indeks ini akan memberikan nilai yang tinggi untuk stasiun-stasiun yang memiliki tutupan, kekayaan spesies dan kelimpahan karang pembangun terumbu karang yang tinggi.
Tabel 5.2. Berbagai kategori atribut bentik
AtributPeringkat yang digunakan
dalam menghitung Replenishment Index CI
Ekologi Fisik % tutupan peringkat
Karang batu Substrat keras 0 0
Tegakan karang mati
Blok Panjang 1 – 10 % 1
Karang lunak Blok besar (diameter > 1 m)
11 – 30 % 2
Alga Coralline Blok kecil (diameter < 1 m)
31 – 50 % 3
Alga Turf Puing 51 – 75 % 4
Makro-alga Pasir 76 – 100 % 5
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
91Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Indeks Kelangkaan (Rarity index - RI) Keberadaan spesies langka di daerah penelitian membuat beberapa stasiun menjadi lebih penting dari stasiun lainnya dalam hal konservasi keanekaragaman hayati karang. Indeks kelangkaan- RI, menggambarkan kepentingan relatif suatu stasiun berdasarkan spesies karang langka yang terdapat di dalamnya ( DeVantier dkk. 1998):
Di mana Ai = tingkat kelimpahan untuk taksa karang ke-i pada suatu stasiun (1-5, seperti pada Tabel 5.2.), dan Pi = proporsi semua stasiun di mana taksa tersebut terdapat. Indeks ini memberi bobot pada spesies dalam suatu rangkaian sesuai dengan frekuensinya di dalam set data dan memberikan nilai yang tinggi pada stasiun yang mewakili atau yang secara faunistik paling tidak biasa (yaitu dengan kelimpahan tinggi pada taksa yang jarang ditemukan pada kumpulan data).
Kerusakan Karang Setiap spesies karang dinilai tingkat kerusakannya, mulai dari 0 – 1 dengan tingkat kenaikan 0,1 (dari 0 = tidak ada kerusakan di setiap koloni spesies di stasiun tersebut sampai 1= semua koloni spesies mati, lihat Metode di atas). Stasiun-stasiun tersebut kemudian dibandingkan untuk jumlah kerusakan di dalam komunitas karangnya untuk diketahui proporsi jumlah spesies yang terdapat di setiap stasiun yang mengalami kerusakan dan rata-rata kerusakan spesies karang tersebut di setiap stasiun.
Tipe komunitas karang Kelompok stasiun ditentukan berdasarkan tipe komunitas yang dihasilkan dari analisis hirarki cluster dengan menggunakan peringkat kelimpahan seluruh karang yang diinventarisasi pada masing-masing stasiun. Analisis dilakukan dengan menggunakan Jarak Euclidean Persegi (Squared Euclidean Distance) sebagai pengelompokan algoritma dan Metode Ward sebagai strategi campuran untuk menghasilkan kelompok-kelompok stasiun yang memiliki kelimpahan dan komposisi komunitas yang serupa. Analisis dilakukan pada data mentah (belum diubah). Hasil pengelompokan digambarkan sebagai dendrogram untuk melukiskan hubungan di antara stasiun dalam hal tingkat kesamaan di antara berbagai kelompok komunitas. Ada dua set analisis yang dilakukan:
i. Bali ii. Berbagai analisis regional di wilayah Segitiga Karang,
termasuk Komodo, Wakatobi, Derawan, Sangihe-Talaud, Kepulauan Banda, Taman Nasional Bunaken, Raja Ampat, Teluk Cendrawasih dan Fak-Fak/Kaimana (Gambar 5.4.).
Untuk memfasilitasi perbandingan yang akurat, semua data yang digunakan dalam analisis regional telah dicatat
untuk semua survei yang dilakukan oleh penulis (tercantum dalam Daftar Pustaka).
5.3 hASil
5.3.1 Penataan lingkungan (environmental Setting)Kisaran pertumbuhan terumbu karang yang luas hampir dijumpai di seluruh daerah survei. Mulai dari komunitas karang yang tumbuh langsung di atas substrat bukan terumbu karang, terumbu karang yang baru tumbuh dengan beberapa akresi, hingga terumbu karang besar subpasang-surut dan inter pasang-surut dengan luasasan lebih dari 50 m (Tabel 5.3, Lampiran I). Komunitas karang ini tumbuh mulai dari daerah surut hingga kedalaman > 60 m, dengan sebagian besar tumbuh pada kedalaman 30 m, dengan kisaran kemiringan mulai < 5o (rataan terumbu karang) sampai 90o dari bidang horisontal (dinding terumbu karang tegak lurus). Namun demikian, fenomena yang terakhir ini sudah tidak umum dijumpai lagi (Lampiran I). Sebaran komunitas karang dalam proses terpapar gelombang mulai dari yang ternaungi sampai yang sangat terbuka. Ini tergantung dari tingkat perlindungan yang diberikan oleh fitur pesisir yang berasal dari gelombang samudera di Samudera Hindia. Gelombang samudera yang besar selama masa survei menghalangi survei di pesisir Selatan yang sangat terbuka, seperti Situs 4 di Bali pada pesisir Tenggara sampai Selatan Nusa Dua merupakan situs yang relatif terbuka, demikian juga dengan Situs 5 dan 6 di Nusa Penida.
Kebanyakan komunitas karang tumbuh di kawasan dengan substrat terumbu karang keras ataupun bukan terumbu karang (rata-rata tutupan 76%) dengan sedikit yang ditemukan pada area berpasir (rata-rata 14%). Semuanya tergantung dari tingkat aliran arus, berkisar dari yang tenang sampai > 2 knot, dan sangat terkait dengan pengaruh Arlindo melalui Selat Lombok serta pergerakan pasang surut. Tingkat sedimentasi biasanya tidak terlalu berpengaruh, kecuali pada situs berlumpur di pantai Utara Bali. Rendahnya tingkat pelumpuran berkontribusi pada tingkat kejernihan perairan yang cukup tinggi rata-rata 15 m dan selama masa survei berkisar antara 3 m sampai 30 m (Tabel 5.3).
Pada perairan sekitar Nusa Penida dijumpai banyak tutupan terumbu karang datar pasang surut yang luas tertutupi oleh budi daya rumput laut. Karang hidup yang berada di sekitar pantai telah disingkirkan dalam proses pembuatan dan pemeliharaan kegiatan budi daya ini. Beberapa bagian karang yang disingkirkan tersebut ada yang digunakan di darat, dan sebagian lainnya termasuk puing karang maupun bentuk bongkahan yang cukup besar dibuang ke lereng-lereng terumbu karang di sekitarnya. Kegiatan ini menimbulkan dua dampak negatif bagi terumbu karang tepi. Pertama, secara visual komunitas karang pasang surut yang kini hampir tidak bisa ditemukan karena sudah sangat jarang dan diperkirakan beberapa spesies kini benar-benar sudah habis. Kedua, puing-puing
Bab 5
92 Program Kajian Cepat
Gambar 5.3. Perkiraan lokasi situs survei, nusa Penida (17 situs, Oktober 2008) dan Bali (31 situs, april-mei 2011).
Gambar 5.4. kawasan yang telah disurvei di sekitar segitiga karang di indonesia, termasuk Bali dan nusa Penisa, komodo, kepulauan Banda, Wakatobi, Derawan, Bunaken, sangihe-talaud, Halmahera, raja ampat, teluk Cendrawasih dan Fak-Fak/kaimana. setiap wilayah survei ini cukup luas dan mendukung keragaman habitat terumbu karang. setiap survei dilakukan secara komprehensif dan praktis karena waktu yang tersedia terbatas (lihat Daftar Pustaka untuk rinciannya).
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
93Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Tabel 5.3. ringkasan statistik untuk berbagai variabel lingkungan, Bali (termasuk nusa Penida), Oktober 2008 dan april-mei 2011.
Variabel lingkungan Rata-rata (s.d.) Kisaran Sedang Modus
Pertumbuhan terumbu karang (peringkat 1-4)
2,8 (1,1) 1-4 3 4
Sudut kemiringan (derajat) 16 (15) 2-90 10 5
Paparan (peringkat 1 - 4) 2,4 (0,7) 1-4 2 2
Kejernihan Perairan (jarak pandang dalam m)
15 (8) 3-30 16 20
Substrat keras (%) 76 (25) 0-100 85 90
Pasir (%) 14 (18) 0-95 5 5
Suhu perairan (0C)
28,6 (1,2)
23-30 29 29
Gambar 5.5. rata-rata % tutupan (+ s.e.) bentos sesil di Bali, april-mei 2011 dan nusa Penida (Oktober 2008). HC – karang batu; rDC – karang yang baru mati; aDC – semua tegakan karang mati; rBl – Puing-puing karang; sC – karang lunak; ma – makro-alga; ta – alga turf; Ca – alga Coralline.
labil di lereng bagian atas seringkali berpindah karena gerakan gelombang dan arus yang kuat dan menyebabkan kerusakan karang yang berlanjut di kawasan ini.
5.3.2 tutupan karang dan bentos sesil lainnya Tingkat tutupan karang keras hidup berkisar antara sedang hingga tinggi (contoh Foto 5.1-5.3), dengan rata-rata 28% (Gambar 5.5.) dan mulai dari 1–70% dengan situs yang memiliki tutupan karang hidup yang tinggi tersebar luas (Lampiran II). Tutupan tertinggi (60% atau lebih) banyak terdapat di stasiun-stasiun yang dangkal (kedalaman < 10m), khususnya di stasiun 1.2, 3.1, 7.2 dan 17.2 di Nusa Penida, serta stasiun 15.2, 26.2 dan 30.2 di Bali. Tutupan
tegakan monospecific besar mendominasi banyak stasiun, menunjukkan pentingnya reproduksi aseksual dengan cara fragmentasi untuk menjaga tingginya tutupan di tingkat lokal. Pada tempat lain, kehadiran karang massif dengan ukuran besar dan utuh, dengan sedikit atau tidak ada tanda parut ditemukan secara konsisten dengan dampak yang relatif kecil dari berbagai gangguan jangka panjang selama beberapa dekade terakhir.
Secara keseluruhan, puing-puing dan karang mati menyumbang sekitar 10% tutupan yang sebagian besar berupa puing (8%). Situs dengan tutupan puing yang tinggi (20% atau lebih) adalah stasiun 7.1, 13.2, 14.1 dan 15.2 di Nusa Penida, serta stasiun 7.1, 8.1, 9.1, 9.2, 11.1, 11.2, 15.1 dan 16.1 di Bali. Stasiun dengan tegakan karang mati yang relatif tinggi (20% atau lebih) hanya di stasiun 7.1, 9.1 dan 9.2 di Bali. Kebanyakan kematian karang disebabkan pemangsaan oleh bintang laut crown-of-thorns dan/atau siput Drupella, penyakit serta pertumbuhan alga akibat eutrofikasi lokal. Penyakit karang dengan tingkat yang rendah seperti penyakit ‘White-band’ juga diamati terutama menyerang spesies tabular Acropora. Namun demikian, hanya sebagian kecil tutupan karang mati baru (< 1%) dan gangguan kecil terus berlangsung hingga kini. Rasio tutupan karang batu yang hidup : mati secara umum dinilai sangat positif (7 : 1). Kondisi ini menunjukkan sistem terumbu karang dalam kondisi yang sedang sampai bagus dalam hal tutupan karang. Rasio tutupan karang batu hidup terhadap karang mati dan puing juga positif, sekitar 5 : 2, ini konsisten dengan terumbu karang yang setidaknya mendukung sekitar 40% tutupan karang batu hidup selama periode gangguan rendah.
Dijumpai tutupan karang lunak dengan tingkat sedang (rata-rata 10%) hingga tinggi di beberapa petak khususnya pada hamparan puing karang. Situs dengan tutupan karang
Bab 5
94 Program Kajian Cepat
Foto 5.5. Euphyllia spec. nov., ditemukan oleh m. erdmann, pantai timur Bali. Detail polip dari dekat.
Foto 5.6. Isopora sp. (tengah) yang belum diidentifikasi bersebelahan dengan Isopora palifera (atas dan kanan), stasiun n9.2 nusa Penida.
Foto 5.1. tutupan luas karang pembangun terumbu di stasiun n1.2 nusa Penida didominasi oleh Acropora spp.
Foto 5.2. tutupan luas karang pembangun terumbu di stasiun B30.2 Bali, didominasi oleh Porites nigrescens dan Seriatopora spp.
Foto 5.3. tutupan luas karang pembangun terumbu di stasiun n4.2 nusa Penida, didominasi oleh Acropora spp. dan Porites spp.
Foto 5.4. tutupan petak karang lunak yang luas yang didominasi Sarcophyton spp. di stasiun n16.2 nusa Penida.
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
95Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
lunak tinggi (30% atau lebih) terdapat di stasiun 7.2, 12.1, 12.2 dan 13.2 Nusa Penida, dan beberapa stasiun di Bali 4.1, 12.1, 12.2, 13.2 dan 28.2 (Lampiran II).
Keragaman karang lunak dan taksa terkait di beberapa situs ini mulai dari sedang sampai tinggi (Gambar 5.5), biasanya didominasi oleh taksa stoloniferous, terutama xeniidae. Pada kebanyakan stasiun hanya ada sedikit tutupan makro-alga, rata-rata keseluruhan < 2%. Hanya dua situs yang memiliki tutupan makro-alga dengan tingkat sedang (20%, Nusa Penida stasiun 1.2 dan 2.2). Tutupan alga turf dan alga coralline seluruhnya dari rendah sampai sedang, dengan rata-rata tutupan berturut-turut 13% dan 9% (Gambar 5.5.).
5.3.3 Kekayaan Spesies Bali mendukung keberadaan fauna karang dengan 406 spesies hermatypic Scleractinia yang telah dikonfirmasi. Ada 367 spesies di antaranya yang tercatat dari pulau utama Bali dan 296 spesies dari Nusa Penida. Ada 13 spesies lagi yang tercatat selama survei lapangan namun sampai saat ini masih belum dikonfirmasi (Lampiran III). Dengan demikian, kemungkinan seluruhnya ada 420 hermatypic Scleractinia. Satu spesies, Euphyllia spec. nov. merupakan catatan ilmiah baru (Foto 5.5), dan spesies ke dua, Isopora sp., juga belum dideskripsi (Foto 5.6), menunjukkan variasi morfologi yang signifikan dari suatu spesies di dalam marganya. Selain itu, beberapa spesies dengan penyebaran luas juga memperlihatkan tipe-morfo lokal yang konsisten di sekitar Bali.
Lebih lanjut, ada sekitar 100 spesies yang memiliki kisaran penyebaran meliputi seluruh kawasan Kepulauan Sunda Kecil (Wallace 1999, Veron 2000, Veron dkk. 2009). Akan tetapi, spesies ini tidak tercatat di sekitar Bali atau Nusa Penida selama survei. Secara lokal spesies ini kemungkinan tidak berhubungan, terkait dengan kegagalan dalam penyebaran dan/atau rekrutmen.
Dari 406 spesies yang tercatat di Bali, hampir seluruhnya ditemukan juga di kawasan lain di Indonesia (Lampiran III). Meskipun tingkat kesamaan biogeografi keseluruhannya tinggi, namun berbagai perbedaan terlihat di antara kawasan ini seperti kelimpahan relatif spesies yang ada yang juga
menimbulkan dampak pada perbedaan struktur komunitas karang.
Rata – rata kelimpahan pada masing-masing situs di perairan sekitar Bali adalah 112 spesies ( Sdev. 42 spesies). Kelimpahan ini berkisar dari hanya dua spesies (Situs B22, lokasi tidak berterumbu karang yang berlumpur) hingga 181 spesies (Situs B16, di Jemeluk, Amed). Situs kaya spesies lainnya adalah Menjangan Utara (168 spesies, Situs B26) dan Penuktukan (164 spesies, Situs B21). Hasil-hasil dari situs dan kekayaan keseluruhan serupa dengan hasil pengamatan di Taman Nasional Bunaken dan Wakatobi, lebih tinggi dari Komodo dan Kepulauan Banda, serta lebih rendah dari Raja Ampat, Teluk Cendrawasih, Fak-Fak/Kaimana dan Halmahera (Tabel 5.4).
Karang batu, karang lunak dan biota lainnya Selain Scleractinia hermatypic, juga tercatat sejumlah karang batu dan karang lunak lainnya, dengan kepastian taksonomi yang lebih besar atau lebih kecil (lihat Metode dan Tabel 5.5). Termasuk di dalamnya 3 spesies dendrophyllidae Tubastrea ahermatypic, ‘karang biru’ Heliopora coerulea, 5 spesies hidroid ‘karang api’ Millepora, ‘karang pipa organ’ Tubibora musica dan karang renda Stylaster dan Distichopora spp., termasuk Distichopora vervoorti Cairns dan Hoeksema, 1998 (Tabel 5.5) yang baru dideskripsi. Tambahan 57 marga karang lunak alcyonacean, ditambah zoanthidae, corallimorpharian, hidroid dan bentos sesil terkait juga tercatat. Terutama marga karang lunak xeniidae dan neptheidae juga terwakili baik dengan kelimpahan tinggi. Keragaman dan kelimpahan spons juga sangat tinggi.
KelangkaanIndeks Kelangkaan (Rarity Index/ RI) menilai kondisi situs berdasarkan keberadaan atau kelangkaan spesies. Data karang di Bali menunjukkan berbagai nilai RI, dengan Situs B7 (W Gili Mimpang, Batu Tiga) yang secara faunistik paling tidak biasa, diikuti oleh Situs B16 (Jemeluk, Amed) (Tabel 5.6).
Terumbu karang Menjangan, Penuktukan, Sumberkima dan Cenigan channel juga memiliki nilai yang tinggi,
Tabel 5.4. Perbandingan keragaman dan ciri-ciri ekologi lainnya antara Bali dengan kawasan terumbu karang lain di indo-Pasifik Barat. kO – taman nasional komodo; De – Derawan, kalimantan timur; W – wilayah Wakatobi, sulawesi selatan; Bn – taman nasional Bunaken; s-t – kepulauan sangihe-talaud; Bru – Brunei Darussalam; ra – wilayah raja ampat, Papua; Bi – kep. Banda, laut Banda, maluku. Data dari turak 2002, turak 2004, turak 2005, turak 2006, turak dan Devantier 2003, turak dan Devantier 2009, turak dan Devantier dalam pencetakan, turak dan shouhoko 2003, turak dkk. 2003.
Atribut Bali KO DE W BN ST BI RA TC FFK
Jumlah total spesies 406 342 449 396 392 445 301 487 469 469
Jumlah rata-rata spesies per situs 112 100 164 124 155 100 106 131 178 171
% situs dengan lebih dari 1/3 jumlah spesies 38 43 78 41 85 8 61 18 79 65
% rata-rata tutupan karang batu 28 32 36 32 41 21 40,3 33 27 26
Jumlah situs yang disurvei 48 21 36 27 20 52 18 51 33 34
Perkiraan wilayah yang tercakup (×1000 km2)
3,7 2 20 10 0,9 23 0,4 30 27 12
Bab 5
96 Program Kajian Cepat
Tabel 5.5. karang batu azooxanthellate scleractinia, karang batu nonscleractinia, karang lunak dan biota lain yang tercatat di Bali.
Taksa karang keras Jumlah Stasiun Karang lunak (sambungan) Jumlah stasiun Lainnya Jumlah stasiunScleractinia Nidaliidae AntipathariaDendrophylliidae Chironephthya 7 AntipathidaeTubastrea micrantha 18 Nephthyigorgia 3 Antipathes 15Tubastrea coccinae 14 Siphonogorgia 4 Cirrhipathes 19Tubastrea folkneri 6 Xeniidae ZoanthidaeMilleporina Anthelia 20 Palythoa 69Milleporidae Cespitularia 11 Zoanthus 9Millepora dichotoma 16 Efflatounaria 13 Coralimorpharian 31Millepora exesa 43 Heteroxenia 6 Anemon 26Millepora intricata 10 Sympodium 3 Cerianthus 1Millepora platyphylla 18 Xenia 43 Plumulariidae 2Millepora tenera 8 Briareidae Aglophenia 30Hydroida Briareum 28 Lytocarpus philippinus 9Stylastridae AnthothelidaeDistichopora 4 Alertigorgia 1 LAIN-LAIN Jumlah StasiunStylaster 2 Annella 7 Spons 31Helioporacea Melithaeidae Cliona 6Helioporidae Acabaria 1 Carterospongia 8Heliopora coerolea 18 Melithaea 18 Xestospongia 33Alcyonacea Acanthogorgiidae Sponge encrusting 25Tubiporidae Acanthogorgia 3 Sponge massive 17Tubipora musica 38 Muricella 4 Sponge blue thin rope 1
Plexauridae Sponge blue tubes 8Taksa karang lunak Jumlah Stasiun Echinogorgia 1 Sponge rope 4Alcyonacea Menella 3 AscidianClavulariidae Paraplexaura 1 Botryllus 1Carijoa 1 Villogorgia 1 Lissoclinum 2Cervera 1 Gorgoniidae Diademnum 18Clavularia 11 Hicksonella Polycarpa 8Alcyoniidae Pinnigorgia 9 TridacnaCladiella 15 Rumphella 8 Tridacna crocea 4Dampia 5 Ellisellidae Tridacna squamosa 12Klyxum 2 Dichotella 5 Tridacna maxima 17Lobophytum 30 Elisella 13 EchinodermataRhytisma 4 Junceella 12 Linckia 18Sarcophyton 63 Ifalukellidae Culcita 13Sinularia spp. 67 Ifalukella 1 AlgaSinularia brascica Isididae Halimeda 9Sinularia flexibilis 10 Isis 3 Caulerpa serrulata 7Nephtheidae Pennatulacea Dictyosphaeria 15Capnella 28 Veretillidae Turbinaria ornata 12Dendronephthya 28 Veretillum 1 CRA 33Lemnalia 16 Virgulariidae Peyssonnelia 18Litophyton 1 Virgularia 2 LamunNephthea 40 Pteroeididae Thalassodendron 3Paralemnalia 29 Pteroeides 1 Halophila ovalis 2Scleronephthya 25 Enhalus 1Stereonepthya 2 Syringodium 1Umbellulifera 3
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
97Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
menunjukkan komposisi dan kelimpahan karang yang secara lokal tidak biasa (Tabel 5.6).
Lebih dari seperempat spesies karang adalah spesies yang jarang ditemukan. Spesies ini maksimum hanya terdapat di empat (dari 48) situs pengamatan. Tiga puluh tiga spesies terumbu karang tercatat hanya dari satu situs, 41 spesies dari dua situs, 22 spesies dari tiga situs dan 26 spesies dari empat situs.
5.3.4 Pengisian kembali/penambahan karang Situs dengan keragaman yang melimpah dan tutupan karang hidup yang tinggi dianggap penting untuk berlangsungnya pemulihan/ pengisian kembali populasi. Situs-situs ini diberi peringkat dengan menggunakan Replenishment Index CI karang yang sederhana (Tabel 5.7 dan lihat Metode). Situs-situs ini tersebar di seluruh Bali dan Nusa Penida, dengan nilai tertinggi pada situs di Jemeluk, Amed (B16), Crystal Bay South (N7), Menjangan North (B26) dan Toya Pakeh (N3).
Khusus untuk perairan sekitar Nusa Penida, reproduksi secara aseksual lazim terjadi dengan cara fragmentasi, tunas dan/atau pertumbuhan stoloniferous - terjadi pada karang lunak. Hal ini mungkin merupakan kompensasi atas rendahnya tingkat rekrutmen oleh planula, yang
menyebabkan pembatasan koloni lokal akibat aliran arus yang kuat.
5.3.5 Kerusakan Karang Secara keseluruhan karang di Bali memperlihatkan kerusakan baru pada tingkat yang relatif rendah baik dalam hal proporsi spesies maupun tingkat kerusakan rata-rata pada spesies tersebut (Gambar 5.6.). Angka ini konsisten dengan rasio positif yang tinggi antara tutupan karang yang hidup : mati. Kondisi kesehatan keseluruhan karang terwakili baik dengan adanya tegakan monospecific yang luas dan adanya karang besar yang utuh. Hanya terdapat sedikit bukti yang tersisa dari berbagai gangguan besar di masa lalu seperti pemutihan karang terkait dengan kematian yang dipicu oleh meningkatnya atau turunnya suhu air laut di tahun 1998, wabah pemangsaan karang, penangkapan ikan, berbagai penyakit serta dampak lainnya. Beberapa dampak awal dari pembersihan karang untuk pembangunan budi daya rumput laut juga dijumpai. Sumber utama dari kerusakan karang yang relatif kecil adalah pemangsaan oleh siput Drupella dan bintang laut Crown-of-thorns, serta penyakit karang (Foto 5.7-5.11).
5.3.6 Sampah dan Polusi Dampak yang terus berlanjut, terutama dari sampah dan berbagai bentuk polusi lain akibat buruknya peraturan/
Tabel 5.6. Peringkat (nilai) situs untuk ri mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah untuk 20 situs teratas di Bali. B menunjukkan situs di pulau utama Bali, n menunjukkan situs di nusa Penida dan pulau-pulau kecil yang berdekatan.
Nama Situs No. Situs RI
West Gili Mimpang (Batu Tiga) B7 16,22419
Jemeluk, Amed B16 14,30168
Menjangan North B26 11,07563
Penutukang B21 10,40893
Menjangan East B28 10,13587
Sumber Kima B25 10,03883
Ceningen channel N14 9,164788
Taka Pemutaran B24 8,910188
Batu Kelibit, Tulamben B18 8,842868
Kepa, Amed B17 8,476171
Gili Biaha/Tanjung Pasir Putih B11 8,115602
Tukad Abu, Tulamben B19 7,867889
East Gili Mimpang (Batu Tiga) B9 7,466243
Secret Bay, Reef north shore B30 7,202368
Gretek B20 6,80481
Malibu Point N10 6,659188
Crystal Bay South N17 6,472372
Gili Selang North B13 6,375295
Batu Abah N8 6,288729
South of Batu Abah N9 6,284583
Tabel 5.7. 20 situs teratas dengan Replenishment index CI karang di Bali. B adalah situs di pulau utama Bali, n adalah situs di nusa Penida dan pulau-pulau kecil yang berdekatan.
Nama Situs No. Situs CI
Jemeluk, Amed B16 8,46
Crystal Bay South N7 8,2
Menjangan North B26 7,95
Toya Pakeh N3 7,64
Gili Tepekong, Candi Dasa B10 6,84
Sekolah Dasar N17 6,63
Mangrove N Lembongan N4 6,36
Gili Selang South B14 6,27
Batunggul N11 6,12
Batu Abah N8 5,88
Penutukang B21 5,72
Teluk Lembongan Pantoon N1 5,72
Bunutan, Amed B15 5,67
East Gili Mimpang (Batu Tiga) B8 5,55
Sumber Kima B25 4,98
Batu Kelibit, Tulamben B18 4,92
West Gili Mimpang (Batu Tiga) B7 4,82
Gretek B20 4,82
Menjangan East B28 4,7
Gili Biaha/Tanjung Pasir Putih B11 4,62
Bab 5
98 Program Kajian Cepat
Foto 5.7. Budi daya rumput laut, stasiun n14.2, nusa Penida. Foto 5.8. Pemangsaan Acropora yongei oleh siput Drupella, stasiun n14.1, nusa Penida.
Foto 5.9. Pemangsaan terbaru oleh bintang laut Crown-of-thorns pada Acropora sukarnoi, stasiun n8.2, nusa Penida.
Foto 5.10. koloni Goniopora tenuidens yang terserang penyakit, stasiun n13.2, nusa Penida.
Foto 5.11. kerusakan akibat penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak, stasiun n8.1, nusa Penida.
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
99Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
pengelolaan pembangunan pariwisata, juga harus menjadi perhatian. Seperti yang dicatat oleh van Woesik sekitar 15 tahun yang lalu:
“… antara September 1992 dan September 1997, terdapat perubahan besar pada terumbu karang di Sanur dan Nusa Dua, di kawasan tenggara Bali, Indonesia. Terumbu karang telah berubah dari yang mulanya didominasi oleh karang kini didominasi oleh makro alga, spons dan hewan yang menyaring makanan (filter feeders). Hal ini merupakan tanda yang jelas akan terjadinya eutrofikasi dan kerusakan terumbu karang. (Berbagai) sumber eutrofikasi saat ini belum diketahui, dan perlu segera dilakukan investigasi. Eutrofikasi nampaknya berasal dari pembuangan limbah lokal dari Pelabuhan
Benoa dan hotel-hotel lokal. … Sepertinya prioritas untuk bagian tenggara Bali adalah untuk memperbaiki kualitas air, dengan berinvestasi pada pengolahan limbah.”
Dalam hal kondisi karang– tutupan alga pada tahun 2011 di kawasan Sanur – Nusa Dua tidak tampak memburuk sejak tahun 1997, walaupun berbagai bentuk polusi, khususnya plastik dan berbagai jenis sampah lainnya terdapat di seluruh situs di sekitar pulau utama Bali (Foto 5.12-5.13). Sumber-sumber polusi ini termasuk juga pembuangan sampah dari perahu dan kapal, daerah sungai dan pesisir, serta dari sumber lainnya yang jauh yang terbawa oleh arus laut.
Salah satu dari kami (Lyndon Devantier) telah menjalani waktu di Bali sejak tahun 1975, berdasarkan pengamatan pribadi dan bukti anekdot lainnya menunjukkan bahwa jumlah sampah, dan juga polusi pada umumnya, telah meningkat secara signifikan selama beberapa dekade terakhir. Ini sejalan dengan proporsi pertumbuhan penduduk di Bali serta peningkatan penggunaan massal kemasan plastik, sesuai pula dengan pengamatan van Woesik’s di tahun 1997.
Selama penelitian ini, kami tidak memiliki kesempatan khusus untuk melakukan pengamatan terhadap pengolahan limbah maupun pembuangannya yang terkait dengan kualitas air di terumbu karang pesisir. Namun demikian, pengamatan pribadi di tahun 1975 menunjukkan bahwa satu-satunya sungai yang jelas terpolusi adalah yang di tengah kota Denpasar. Sayangnya, kini hampir semua sungai yang dilalui selama perjalanan menuju lokasi survei di sekitar Bali nampaknya sudah tercemar dalam tingkat ringan hingga berat akibat plastik maupun berbagai bentuk limbah lainnya yang umumnya terbawa masuk ke lingkungan laut pesisir oleh aliran sungai. Ada peluang untuk mengurangi berbagai dampak ini melalui program pendidikan maupun mendorong dan memperluas penggunaan kemasan tradisional yang mudah terurai (misalnya bungkus dari daun pisang dan kelapa), pengelolaan limbah dan pembuangan
Foto 5.12. sampah plastik dan lumpur mencemari terumbu karang, stasiun 31.2 Bali
Foto 5.13. Jaring yang dibuang dan terus membelit karang, stasiun B13.2 Bali
Gambar 5.6. Plot pencar tentang tingkat kerusakan terbaru pada karang pembangun terumbu karang pada 85 stasiun di Bali.
Bab 5
100 Program Kajian Cepat
Gambar 5.7. Dendrogram yang menggambarkan hasil-hasil analisis cluster pada komunitas karang di 48 situs di Bali (B#) dan nusa Penida (n#).
Gambar 5.8. Distribusi tipe komunitas karang di 48 situs di Bali. kelima komunitas menunjukkan tingkat pemisahan geografi yang cukup tinggi di sepanjang kawasan survei. setiap situs memiliki sebuah daerah arsir ‘persegi panjang komunitas’ yang menunjukkan identitas komunitas yang ada, di mana komunitas a diwakili oleh warna persegi panjang kuning, B oleh coklat, C oleh biru, D oleh merah, dan e oleh merah muda dan ungu.
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
101Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
yang lebih baik, serta restorasi zona riparian/ hunian di sepanjang sungai.
5.3.7 Struktur komunitas karang di sekitar Bali Analisis cluster menunjukkan ada empat kelompok komunitas karang utama di tingkat Situs (Gambar 5.7.). Salah satu diantaranya dibagi menjadi dua komunitas (B dan C) berdasarkan perbedaan utama dalam keterpaparan, jenis substrat dan variabel lingkungan lainnya (Gambar 5.7., 5.8). Setiap komunitas dicirikan dengan keberadaan spesies dan atribut bentik yang khas (Tabel 5.8, 5.9, Gambar 5.9), meskipun beberapa spesies kurang lebih terdapat di mana-mana di beberapa tipe komunitas, terutama Acropora dan Porites spp. serta berbagai faviidae. Karena sifatnya yang umum, taksa ini tidak dapat digunakan untuk membedakan suatu komunitas, meskipun memberikan kontribusi yang signifikan dalam tutupan karang di wilayah tersebut (Foto 5.14-5.23).
Komunitas A: Komunitas agariciidae – faviidae Sebagian besar komunitas karang ini terdapat di sepanjang pesisir Utara Bali dengan karakteristik perairan hangat (suhu rata-rata 29,6oC) dan kejernihan air yang baik (jarak pandang rata-rata 15 m). Lokasi yang cukup terlindungi (tingkat paparan rata-rata 2,1), membantu terumbu karang tumbuh dengan baik (rata-rata 2,5) dengan kemiringan yang cukup curam (rata-rata 24 derajat) (Gambar 5.8., Tabel 5.8). Berbagai spesies indikator yang khas adalah agariciidae Leptoseris explanulata dan L. mycetoseroides serta Pavona varians, faviidae Favites abdita, Favia pallida, Goniastrea retiformis dan G. aspera (Tabel 5.9). Spesies tabular dan bercabang Acropora dan foliose Montipora juga banyak dijumpai. Komunitas A memiliki tutupan karang batu hidup yang cukup tinggi (rata-rata 28%) dengan keragaman spesies paling tinggi (rata-rata 154 spesies karang per situs) (Foto 5.14, 5.15).
Komunitas B: Komunitas pocilloporidae – poritidae Komunitas karang ini di pesisir Utara Bali mengelompok dengan Komunitas C dalam dendrogram (Gambar 5.7.) karena keduanya terdiri dari keragaman spesies yang rendah dan memiliki spesies karang yang toleran terhadap tekanan (stress). Namun demikian, kedua komunitas ini berbeda nyata berdasarkan perbedaan ciri lingkungan, khususnya tingkat keterpaparannya yang cukup terlindungi (rata-rata 1,8), tingkat pertumbuhan terumbu karangnya rendah (rata-rata 1,8), kejernihan perairan rendah (rata-rata 5 m) dan tingkat substrat kerasnya yang sangat rendah (rata-rata 19%) dan memiliki tingkat pasir dan lumpur yang tinggi (rata-rata 54% dan 25%) (Gambar 5.6., Tabel 5.8). Komunitas ini memiliki tutupan karang batu hidup yang sedang (22%) dan dicirikan dengan adanya pocilloporidae (Seriatopora, Pocillopora dan Stylophora spp.), poritidae yang besar dan bercabang-cabang (Porites spp). dan staghorn acroporidae (Acropora pulchra) (Tabel 5.9). Pocilloporidae adalah spesies yang biasa hidup berkoloni, dengan kecepatan
tumbuh tinggi. Sementara Porites yang besar adalah spesies yang lebih bertoleransi terhadap tekanan. Juga terdapat spesies karang kecil yang hidup bebas Heterocyathus dan Heteropsammia, serta spesies lamun Halophila ovalis, yang biasanya berasosiasi dengan sedimen yang lunak. Komunitas B memiliki kekayaan spesies terendah (rata-rata 19 spesies karang terumbu karang per situs) (Foto 5.16, 5.17). Ciri-ciri lingkungan dan biotik yang beragam ini konsisten dengan habitat komunitas terumbu karang tepi dan/atau yang tertekan.
Komunitas C: Komunitas faviidae – pectiniidae Komunitas ini terdapat di lokasi yang lebih terpapar di pesisir Selatan Bali dan Nusa Penida, membentang ke pesisir
Tabel 5.8. ringkasan statistik (nilai rata-rata) untuk berbagai variabel lingkungan dan tutupan bentik untuk 5 komunitas karang di Bali. Ciri-ciri yang membedakan diberikan dalam huruf tebal
Atribut komunitas karang
A B C D E
Jumlah situs 11 4 4 17 11
Kedalaman maksimum (m) 20 16 20 19 14
Kedalaman minimum (m) 6 1 7 5 5
Kemiringan (sudut) 24 8 9 13 17
Substrat keras (%) 73 19 87 80 82
% tutupan bentos
Karang keras 28 22 12 35 26
Karang lunak 5 0 18 11 12
Makro-alga 1 1 4 2 2
Alga turf 17 3 17 10 13
Alga coralline 10 0 2 8 13
Karang yang baru mati 1 0 0 1 1
Semua karang yang mati 2 0 2 3 2
% tutupan substrat
Paving menerus 50 15 75 62 54
Blok besar 12 0 8 11 16
Blok kecil 11 4 6 7 11
Puing 9 3 2 11 5
Pasir 15 54 10 9 14
Lumpur 3 25 0 0 0
Variabel lingkungan
Keterpaparan 2,1 1,8 2.8 2,4 2,6
Pertumbuhan terumbu karang 2.5 1.8 1.8 3,2 2,8
Visibilitas (m) 15 5 7 19 13
Suhu air (C) 29,6 28,5 27,8 28,1 28,6
Rata-rata jumlah spesies karang pembangun terumbu karang
154 19 59 117 119
Bab 5
102 Program Kajian Cepat
Gambar 5.9. rata-rata tutupan atribut bentik di 5 tipe komunitas karang, Bali. Hs: substrat keras, HC: karang batu, sC: karang lunak, ma: makro alga, ta: alga turf, Ca: alga Coralline, DC: karang yang baru mati, aD: karang yang sudah lama mati. Garis error merupakan standar eror (se).
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
103Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Tabel 5.9. Ciri-ciri spesies karang pada 5 tipe komunitas karang, Bali. taksa digunakan sebagai indikator untuk tipe komunitas yang relevan diberikan dalam huruf tebal.
Community A Community B
Scleractinia abn stn Scleractinia abn stn
Leptoseris explanata 27 11 Porites massive 5 3
Porites massive 26 11 Seriatopora hystrix 6 2
Pocillopora verrucosa 24 11 Porites nigrescens 6 2
Favites abdita 24 11 Seriatopora caliendrum 4 2
Porites cylindrica 24 11 Stylophora pistillata 4 2
Montipora grisea 23 11 Acropora pulchra 4 2
Pavona varians 23 11 Hydnophora rigida 4 2
Galaxea fascicularis 22 11 Pavona decussata 3 2
Favia pallida 22 11 Cyphastrea serailia 3 2
Goniastrea retiformis 22 11 Heterocyathus aequicostatus 4 1
Platygyra daedalea 22 11 Pocillopora damicornis 3 1
Favites pentagona 21 11 Euphyllia paraancora 3 1
Goniastrea pectinata 21 11 Heteropsammia cochlea 3 1
Leptoseris mycetoseroides 20 11 Porites flavus 3 1
Goniastrea aspera 20 11 Goniopora stokesi 3 1
Montastrea colemani 20 11 Stylophora subseriata 2 1
Porites rus 20 11 Montipora aequituberculata 2 1
Acropora tenuis 19 11 Montipora altasepta 2 1
Hydnophora microconos 19 11 Montipora delicatula 2 1
Symphyllia recta 19 11 Acropora tenuis 2 1
Taksa lain Taksa lain
Palythoa 23 11 Pennatulacea 4 2
Sinularia spp. 19 11 Caulerpa taxifolia 4 2
Sarcophyton 14 10 Halophila ovalis 4 2
Sponge massive 21 9 Culcita 3 2
Dendronephthya 18 9 Sponge 3 1
Xestospongia 16 8 Millepora exesa 2 1
Millepora exesa 15 8 Millepora intricata 2 1
Linckia 14 8 Clavularia 2 1
Sponge encrusting 14 7 Dendronephthya 2 1
CRA 14 7 Xenia 2 1
Carterospongia 13 7 Antipathes 2 1
Melithaea 12 7 Sponge rope 2 1
Lobophytum 11 7 Padina 2 1
Tridacna maxima 10 7 Caulerpa serrulata 2 1
Sponge 15 6 Caulerpa racemosa 2 1
Diademnum 14 6 Syringodium 2 1
Polycarpa 11 6 Lobophytum 1 1
Tridacna squamosa 7 6 Heteroxenia 1 1
Culcita 7 6 Zoanthus 1 1
Aglophenia 12 5 Anemon 1 1
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
Bab 5
104 Program Kajian Cepat
Komunitas C Komunitas D
Scleractinia abn stn Scleractinia abn stn
Favites pentagona 12 5 Galaxea fascicularis 40 17
Galaxea fascicularis 11 5 Favites pentagona 33 17
Platygyra daedalea 10 5 Platygyra daedalea 33 17
Plesiastrea versipora 10 5 Pavona explanulata 28 17
Symphyllia recta 8 5 Lobophyllia hemprichii 27 17
Favia speciosa 8 5 Symphyllia recta 26 17
Pachyseris speciosa 7 5 Goniopora tenuidens 43 16
Mycedium elephantotus 7 5 Echinopora lamellosa 37 16
Cyphastrea serailia 6 5 Porites massive 32 16
Acropora sukarnoi 8 4 Pavona varians 31 16
Oxypora lacera 8 4 Hydnophora exesa 30 16
Hydnophora exesa 8 4 Acropora microclados 25 16
Favites russelli 8 4 Symphyllia agaricia 21 16
Leptoseris explanata 7 4 Lobophyllia robusta 20 16
Pocillopora eydouxi 6 4 Pocillopora verrucosa 31 15
Echinopora lamellosa 6 4 Pectinia lactuca 27 15
Symphyllia agaricia 5 4 Merulina scabricula 25 15
Symphyllia valenciennesii 5 4 Favia favus 23 15
Favia favus 5 4 Favia matthaii 22 15
Porites massive 5 4 Symphyllia radians 19 15
Taksa lain Taksa lain
Sinularia spp. 13 5 Sarcophyton 34 17
Sarcophyton 9 4 Xenia 45 16
Xestospongia 8 4 Sinularia spp. 31 16
Capnella 6 4 Palythoa 31 16
Junceella 6 4 Millepora exesa 30 16
Palythoa 6 4 Tubipora musica 32 15
Lobophytum 7 3 Coralimorpharian 30 15
Sponge 7 3 Capnella 26 13
Tubipora musica 6 3 Nephthea 26 13
Dampia 6 3 CRA 27 12
Xenia 6 3 Paralemnalia 25 12
Anemon 4 3 Anthelia 25 12
Tubastrea micrantha 6 2 Anemon 19 12
Amphiroa 6 2 Sponge 27 11
Aglophenia 5 2 Briareum 19 11
Coralimorpharian 4 2 Cirrhipathes 15 11
Dictyosphaeria 4 2 Scleronephthya 23 10
Nephthea 3 2 Lemnalia 19 10
Melithaea 3 2 Xestospongia 18 10
Elisella 3 2 Dictyosphaeria 17 9
Tabel 5.9. continued
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
105Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Barat sampai ke sudut Barat Laut Bali (tingkat paparan rata-rata 2,8). Hidup pada perairan yang lebih dingin (suhu rata-rata 27,8oC) dengan kejernihan rendah (rata-rata 7 m), dan tingkat pertumbuhan terumbu karang yang rendah (rata-rata 1,8) (Tabel 5.8, Gambar 5.8.). Komunitas ini dicirikan dengan campuran masif dan encrusting/ mengerak faviids favia, Favites, Platygyra, Plesiastrea, Cyphastrea dan Echinopora serta piringan karang yang mengerak pectiniidae Mycedium elephantotus dan Oxypora lacera (Tabel 5.9). Komunitas C memiliki kekayaan spesies karang yang rendah (rata-rata 56 spesies per situs), tutupan karang batu hidup yang terendah (rata-rata 12%) dan tutupan karang lunak tertinggi (rata-rata 18%) (Foto 5.18, 5.19). Komunitas ini tersebar di sepanjang garis pantai Bali dan Nusa Penida yang lebih banyak terpapar gelombang laut.
Komunitas D: Komunitas mussidae – merulinidae Sebagian besar komunitas ini terdapat di sepanjang garis pantai di Nusa Penida dan sekitarnya yang lebih terlindungi dari gelombang. Komunitas ini juga menyebar di pesisir Timur Bali (Gambar 5.8.) di daerah dengan pertumbuhan terumbu karang yang baik (rata-rata 3,2) dengan kejernihan air yang tinggi (rata-rata 19 m) dan umumnya memiliki aliran arus yang sedang sampai kuat. Komunitas ini memiliki tutupan karang batu hidup tertinggi (rata-rata 36 %) juga tutupan karang lunak yang cukup tinggi (rata-rata 11%) serta memiliki keragaman spesies yang sedang (rata-rata 117 spesies per situs, Tabel 5.8). Dicirikan dengan adanya mussidae Lobophyllia dan Symphyllia spp. serta merulinidae Hydnophora dan Merulina spp. (Tabel 5.9, Foto 5.20, 5.21). Spesies Acropora tabular dan bercabang serta (foliose) Montipora berdaun juga umum dijumpai. Komunitas ini memiliki tutupan puing dan karang mati yang tertinggi (berturut-turut rata-rata 11% dan 3%). Seperti yang digambarkan pada dendrogram (Gambar 5.7.), komunitas ini meliputi empat dari lima komunitas karang yang sebelumnya diidentifikasi untuk kawasan Nusa Penida berdasarkan analisis sederhana yang dipusatkan pada kawasan tersebut (Turak dan DeVantier 2008), sebelum penambahan data set Bali dalam analisis yang lebih besar.
Komunitas E: Komunitas Acropora sukarnoi Komunitas ini hanya dijumpai di sepanjang pesisir Timur Bali (Gambar 5.8.). Komunitas E dapat dibagi ke dalam dua sub-komunitas (dilukiskan pada Gambar 5.8. masing-masing dengan persegi panjang berwarna merah muda dan ungu). Sub-komunitas pertama terdapat di pesisir Tenggara di Nusa Dua – kawasan Sanur. Lainnya terdapat di daerah Timur Laut, di sekitar Candi Dasa – Padang Bai – Talumben. Komunitas ini memiliki tutupan karang batu hidup dan karang lunak yang cukup tinggi (berturut-turut rata-rata 26% dan 12%) dan keragaman spesies yang cukup tinggi (rata-rata 119 spesies per situs, Tabel 5.8). Dicirikan oleh adanya acroporidae Acropora sukarnoi dan A. microclados serta Montipora vietnamensis, poritidae Porites cylindrica dan pocilloporidae Pocillopora eydouxi (Tabel 5.9, Foto 5.22, 5.23).
Community E Scleractinia abn stn
Favites pentagona 29 11
Seriatopora hystrix 27 11
Porites cylindrica 27 11
Pocillopora verrucosa 23 11
Acropora sukarnoi 23 11
Favia matthaii 22 11
Echinophyllia aspera 21 11
Favia favus 21 11
Lobophyllia hemprichii 20 11
Favia speciosa 20 11
Platygyra daedalea 20 11
Pocillopora eydouxi 19 11
Acropora microclados 19 11
Symphyllia agaricia 19 11
Plesiastrea versipora 19 11
Symphyllia radians 17 11
Symphyllia recta 17 11
Porites massive 17 11
Favites russelli 15 11
Montipora vietnamensis 13 11
Taksa lain
Sarcophyton 25 11
Sinularia spp. 25 11
Aglophenia 22 10
Palythoa 21 10
Xenia 23 9
Lobophytum 16 9
CRA 20 8
Xestospongia 15 8
Tubipora musica 15 7
Nephthea 14 7
Peyssonnelia 14 6
Capnella 13 6
Briareum 10 6
Millepora exesa 9 6
Paralemnalia 11 5
Sponge encrusting 11 5
Cespitularia 9 5
Millepora platyphylla 7 5
Sponge massive 7 4
Millepora dichotoma 6 4
Tabel 5.9. continued
Bab 5
106 Program Kajian Cepat
Foto 5.14. Contoh komunitas karang a, stasiun B16.2, Bali, yang menunjukkan tingginya tutupan terumbu karang di perairan dangkal, sebagian besar adalah acroporidae Montipora (latar belakang) dan Acropora.
Foto 5.15. Contoh komunitas karang a, stasiun B17.1, Bali, menunjukkan dampak dari lumpur.
Foto 5.16. Contoh komunitas karang B, stasiun B30.2, Bali, yang didominasi oleh Acropora pulchra dan Seriatopora hystrix yang lebih kecil.
Foto 5.17. Contoh komunitas karang B, stasiun B22.2, Bali, dengan banyak spesies karang Heterocyathus and Heteropsammia yang kecil dan tidak menempel, tersebar di antara lamun Halophila pada substrat lunak.
Foto 5.18. Contoh komunitas karang C, stasiun B5.1, nusa Penida, didominasi piringan pectiniidae dan faviidae yang mengerak.
Foto 5.19. Contoh komunitas karang C, stasiun B4.1, Bali, dengan alga rhodofit dan didominasi oleh karang lunak.
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
107Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Foto 5.20. Contoh komunitas karang D, stasiun n1.2 nusa Penida, yang didominasi oleh acroporidae tabular dan berdaun (foliose).
Foto 5.21. Contoh komunitas karang D, nusa Penida stasiun n8.2, menunjukkan beragam karang yang tumbuh di atas punggung bukit terumbu karang (reef spur) yang tidak beraturan.
Foto 5.22. Contoh komunitas karang e, stasiun B6.2, Bali, dengan tegakan besar Acropora sukarnoi (tengah).
Foto 5.23. Contoh komunitas karang e, stasiun B8.2, Bali, dengan spesies tabular Acropora cytherea besar (tengah).
5.3.8 Perbandingan antara Bali dan wilayah-wilayah yang berdekatan Kecuali Acropora suharsonoi (Foto 5.24) dan spesies Euphyllia yang belum dideskripsi yang baru ditemukan dalam penelitian terakhir (Foto 5.6), hampir semua spesies karang di Bali dapat ditemukan di kawasan lainnya di Indonesia (Lampiran III). Pembandingan tingkat kesamaan dalam komposisi dan struktur komunitas karang di Bali dilakukan dengan yang ada di wilayah lainnya di Indonesia, termasuk Komodo, Wakatobi, Derawan, Kepulauan Banda, Bunaken, Halmahera Utara dan tiga daerah lainnya di Bentang Laut Kepala Burung (Raja Ampat, Teluk Cendrawasih dan Fak-Fak/Kaimana)
Dalam pembandingan wilayah ini digunakan dua set analisis:
1. Berdasarkan kehadiran spesies yang dijumpai di masing-masing wilayah
2. Berdasarkan kelimpahan spesies di setiap tingkat situs:
a. Untuk Bali dengan Komodo, Kepulauan Banda, Bunaken dan Wakatobi (134 situs)
b. Untuk Bali dengan Derawan, Sangihe-Talaud, Raja Ampat, Fak-Fak/Kaimana dan Teluk Cendrawasih (254 situs).
1. Kehadiran spesies: Karang di Bali dan Nusa Penida hampir serupa dengan karang yang ada di Komodo yang secara geografis berlokasi paling dekat sekaligus terbentuk sebagai bagian dari kepulauan Sunda Kecil, dan bergantung pada upwelling air dingin lokal. Kedua lokasi ini sebagai cluster kedua dari Wakatobi dan Bunaken, lalu kemudian dengan Kepulauan Banda (Gambar 5.10.).
Kelompok besar lokasi lainnya mencakup Derawan, Sangihe-Talaud, Halmahera, Raja Ampat, Fak-Fak/Kaimana dan Teluk Cendrawasih, yang menggambarkan tingginya kekayaan spesies keseluruhan (dan keragaman habitat) di lokasi tersebut.
Bab 5
108 Program Kajian Cepat
2. Kelimpahan spesies: Sebagian besar situs di Bali dan Nusa Penida terbentuk dari satu atau lebih sub-kelompok koheren (Gambar 5.11. dan 5.12, digambarkan dalam warna ungu dan merah muda). Berbagai komunitas karang di Bali dan Nusa Penida sangat mirip satu dengan lainnya termasuk dengan yang ada di Komodo (dan beberapa situs di Pulau Banda). Komunitas ini secara bersama-sama membentuk satu dari dua kelompok situs utama (di sebelah kiri Gambar 5.11.). Kelompok komunitas utama kedua didominasi oleh situs dari Wakatobi, Kepulauan Banda dan Bunaken, dengan beberapa situs dari Bali Utara yang berbagi kemiripan dengan beberapa situs Bunaken.
Pada analisis tingkat situs kedua (Gambar 5.12.), ada pengelompokan yang jelas pada komunitas karang di Bali dengan yang ada di Nusa Penida. Membentuk sub-kelompok koheren dalam pengelompokan komunitas yang besar (di sebelah kiri Gambar 5.12.). Sub-kelompok koheren lainnya sedikit banyak terbentuk pada situs Fak-Fak/Kaimana; Derawan dan Raja Ampat (sebagian) dan Sangihe-Talaud (dengan beberapa situs RA). Beberapa situs dari Teluk Cendrawasih tersebar luas pada dendrogram, beberapa pengelompokan dengan Fak-Fak/Kaimana, yang lainnya dengan Derawan dan Raja Ampat (Gambar 5.12.).
Hasil-hasil yang beragam ini menunjukkan bahwa Bali dan Nusa Penida memiliki tingkat kemiripan dalam hal komposisi spesies karang (keberadaan, Gambar 5.10.) dan kelimpahan (struktur komunitas, Gambar 5.11. dan 5.12). Hasil ini juga menunjukkan Bali dan Nusa Penida memiliki perbedaan dengan kebanyakan wilayah di Indonesia termasuk dengan daerah terdekat kepulauan Komodo serta gugusan Kepulauan Sunda Kecil.
5.4 diSKuSi
Walaupun habitat karang Bali tidak seberagam wilayah Indonesia lainnya, tapi Bali memiliki kondisi lingkungan
yang bervariasi dan dapat dibedakan berdasarkan ciri-ciri berikut ini (mengikuti DeVantier dkk. 2008):
1. Pesisir selatan – upwelling dan/atau terpapar gelombang 2. Selat Lombok– suhu bervariasi dan aliran arus kuat,
dengan beberapa kawasan yang nampaknya secara biologi terisolasi oleh kuatnya Arlindo
3. Pesisir utara dan timur laut – perairan lebih hangat dan lebih terlindungi, campuran substrat keras dan lunak
4. Pesisir barat laut – pertumbuhan terumbu karang terbaik, tetapi juga merupakan kawasan dengan substrat lunak yang signifikan (contoh, Situs 22, 23, 29, 30).
Tipe-tipe habitat di atas memiliki pengaruh besar dalam penataan berbagai komunitas karang, seperti yang disederhanakan dalam Gambar 5.13.. Perencanaan untuk suatu jejaring Kawasan Konservasi Perairan (KKP) seharusnya bertujuan untuk memasukkan perwakilan habitat utama/tipe komunitas di dalam jejaring, terutama stasiun-stasiun terumbu karang penting pada setiap habitat yang disorot di sini (Tabel 5.10, Gambar 5.14).
Kekayaan spesies terumbu karang di wilayah Bali (sebanyak 406 spesies) lebih tinggi dari Komodo (342 spesies, juga di Kepulauan Sunda Kecil), dan Kepulauan Banda (301 spesies) serta sangat serupa dengan yang ada di Taman Nasional Bunaken dan Wakatobi (Tabel 5.4). Komposisi dan struktur komunitas karang di Bali memperlihatkan kemiripan dengan Komodo (Gambar 5.10., 5.11) yang mencerminkan bahwa keduanya mengalami berbagai kondisi lingkungan fisika-kimia yang hampir sama terkait dengan suhu air laut (upwelling air dingin lokal), aliran arus dan peredaman energi gelombang di sekitar pulau. Lebih jauh lagi, komposisi spesies di Bali secara substansi berbeda dengan wilayah Derawan, Sangihe-Talaud dan Bentang Laut Kepala Burung di Papua Barat yang memiliki spesies (dan habitat) yang lebih beragam (Gambar 5.10., 5.12).
Penemuan spesies yang belum terdeskripsikan Euphyllia di pesisir Timur Bali (Foto 5.5), dan keberadaan beberapa karang endemik lokal lainnya, khususnya Acropora suharsonoi (Foto 5.24), menunjukkan bahwa Bali memiliki tingkat keunikan fauna. Hal ini mungkin terkait dengan kuatnya arus yang mengalir melalui Selat Lombok. Arlindo yang kuat, secara paradoks mungkin dapat membatasi atau pun mendorong penyebaran dan rekrutmen (penambahan populasi) di berbagai wilayah masing-masing. Rekrutmen lokal di sekitar Nusa Penida kemungkinan dibatasi oleh arus yang dapat membawa larva lebih jauh lagi. Diperlukan penelitian mengenai genetik, reproduksi dan kolonisasi larva untuk menguji hipotesis ini.
5.4.1 Prioritas Konservasi Nusa Penida Tingginya tutupan karang di banyak situs di sekitar Nusa Penida, mungkin lebih terpelihara dengan reproduksi aseksual dan pertumbuhan fragmen-fragmen. Ini dibuktikan
Foto 5.24. Acropora suharsonoi, terumbu karang yang rentang penyebarannya sangat terbatas di Bali utara dan lombok Barat, (dijumpai di situs B26, di Bali).
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
109Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Gambar 5.10. Dendrogram yang menggambarkan tingkat kesamaan pada berbagai lokasi yang berbeda dalam hal keberadaan spesies terumbu karangnya, di mana Bal – Bali dan nusa Penida, kOm – komodo, Wak – Wakatobi, Bun – Bunaken, Ban – kepulauan Banda, Der – Derawan, st – sangihe-talaud, Hal – Halmahera, ra – raja ampat, FF – Fak-Fak/kaimana dan CW – teluk Cendrawasih.
Gambar 5.11. Dendrogram yang menggambarkan hasil-hasil analisis cluster dari komunitas karang di 254 situs di sepanjang enam wilayah di indonesia: Bali (dengan lokasi geografis situs), nusa Penida (nP), komodo (kOm), Bunaken (Bun), Wakatobi (Wak) dan kepulauan Banda (Ban).
Bab 5
110 Program Kajian Cepat
Gambar 5.12. Dendrogram yang menggambarkan hasil-hasil dari analisis cluster komunitas karang di 254 situs di sepanjang enam wilayah indonesia: Bali dan nusa Penida (nP-Bal), Derawan (Der), Fak-Fak/kaimana (FF), teluk Cendrawasih (CW), raja ampat (ra) dan sangihe talaud (st).
Gambar 5.13. kawasan dengan berbagai habitat dan tipe komunitas karang utama di Bali. Gambar Google earth. Daerah yang diwarnai sesuai dengan tipe komunitas karang utama pada Gambar 5.7.
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
111Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Tabel 5.10. Berbagai nilai konservasi situs survei di Bali. Replenishment Index (CI) dinilai dari yang tertinggi sampai yang terendah; indeks kelangkaan (ri) dengan pemeringkatan mulai dari yang tertinggi (1, yang secara faunistik paling tidak biasa) sampai yang terendah. kekayaan spesies scleractinia – pembangun terumbu karang; nomor situs dan tipe komunitas sesuai dengan yang ada di Gambar.
Nama situs No Situs CI RI Tutupan HC Kekayaan Spesies
Tipe komunitas
Jemeluk, Amed B16 8,46 2 32,5 181 A Crystal Bay South N7 8,2 25 55 123 D Menjangan North B26 7,95 3 50 168 A Toya Pakeh N3 7,64 33 55 114 D Gili Tepekong, Candi Dasa B10 6,84 23 40 137 E Sekolah Dasar N17 6,63 17 45 138 D Mangrove N Lembongan N4 6,36 22 45 134 D Gili Selang South B14 6,27 29 32,5 125 E Batunggul N11 6,12 21 35 140 D Batu Abah N8 5,88 19 50 121 D Penutukang B21 5,72 4 27,5 164 A Teluk Lembongan Pantoon N1 5,72 39 60 81 D Bunutan, Amed B15 5,67 28 32,5 120 A East Gili Mimpang B8 5,55 35 32,5 122 E Sumber Kima B25 4,98 6 30 154 A Batu Kelibit, Tulamben B18 4,92 9 30 157 A West Gili Mimpang B7 4,82 1 27,5 142 D Gretek B20 4,82 15 20 150 A Menjangan East B28 4,7 5 20 150 A Gili Biaha/Tanjung Pasir Putih B11 4,62 11 17,5 142 E Tukad Abu, Tulamben B19 4,56 12 21 156 A Kepa, Amed B17 4,54 10 22,5 158 A Malibu Point N10 4,38 16 30 141 D Glady Willis, Nusa Dua B2 4,32 27 22,5 133 E Jepun, Amuk Bay, Candi Dasa B9 4,04 13 12,5 126 D Ceningen channel N14 4,04 7 20 119 D Taka Pemutaran B24 3,96 8 25 138 A Gili Selang North B13 3,88 18 27,5 117 E Sental N13 3,86 24 20 126 D Seraya B12 3,84 31 30 110 E Terora, Sanur B1 3,82 26 22,5 126 E Mushroom Bay North N2 3,75 40 50 74 D Melia Bali hotel B6 3,74 32 27,5 121 E South of Batu Abah N9 3,62 20 17,5 116 D Buyuk N12 3,62 34 30 115 D Secret Bay, Reef north shore B30 3,36 14 60 44 B Crystal Bay Rock N16 3,34 30 25 103 D Mushroom Bay South N15 2,64 36 30 81 D Sanur Channel N side B3 2,46 37 20 79 E Pearl farm, NW Bali B31 2,18 41 20 75 C Nusa Dua - Public beach B5 1,51 38 10 102 E Manta Point N5 1,04 42 10 70 C Pura Kutuh B4 0,8 46 10 62 C Peternakan mutiara, Barat laut Bali B32 0,72 47 10 45 C Old Manta Bay N6 0,71 44 3 42 C Secret Bay, Muck dive B29 0,36 45 3 21 B Kalang Anyar B23 0,1 48 1 8 B Puri Jati B22 0,07 43 2 2 B
Bab 5
112 Program Kajian Cepat
dengan banyaknya tegakan karang monospecific besar dan penyebaran karang lunak stoloniferous. Berdasarkan tingkat pertumbuhan yang diketahui, tegakan monospecific terbesar (seperti Acropora horrida) kemungkinan berusia ratusan tahun, dan memainkan peranan penting dalam menjaga struktur komunitas serta menyediakan tingkat kestabilan ekologi yang tinggi pada stasiun-stasiun sekitarnya. Keberadaan tipe-morfo lokal pada beberapa karang yang tersebar di sekitar Nusa Penida dan tidak dijumpainya spesies dari kawasan yang berdekatan (misalnya Acropora surharsonoi (Foto 5.24) dari Gili, Lombok dan Timur Laut pulau utama Bali) memperkuat perkiraan bahwa Arlindo mengisolasi kepulauan Nusa Penida dari sumber pengisian kembali/penambahan baik secara lokal maupun daerah yang lebih jauh. Jika hal ini terjadi, maka pulau-pulau ini memerlukan pengelolaan yang cermat terhadap berbagai dampak lokal, karena pemulihan/ pengisian kembali dari sumber daya luar memerlukan proses yang panjang.
Di tingkat lokal, kebanyakan komunitas karang di Nusa Penida berbeda dengan yang ada di pulau utama Bali (Gambar 5.7.-5.13), dan bergantung pada berbagai kondisi lingkungan dan pemanfaatan oleh manusia. Karenanya Nusa Penida memerlukan fokus pengelolaan yang terpisah. Terumbu karang dengan status konservasi lokal yang tinggi terdapat di sekitar Nusa Penida termasuk
yang berada di Crystal Bay, Toya Pakeh, Sekolah Dasar dan Nusa Lembongan (Situs N3, N4, N7, N8, N14 dan N17, Tabel 5.10, Gambar 5.14). Meskipun semua situs ini dikelompokkan dalam tipe Komunitas D dalam analisis yang meluas yang mencakup semua situs Bali (Gambar 5.7.), mereka mendukung beberapa tipe kumpulan karang yang berbeda, yang digambarkan dengan sub-kelompok berbeda warna pada Gambar 5.7. (dan seperti yang disajikan dalam Turak dan DeVantier 2009).
Bali Terumbu karang dengan nilai konservasi tinggi di sekitar Bali tersebar di sepanjang pesisir Timur dan Utara, termasuk Jemeluk, Menjangan, Gili Tepekong, Penuktukan, Bunutan, Gili Selang dan Gili Mimpang (Situs B16, B26, B10, B14, B21, B15, B25, B8, B18 dan B7). Sebagian besar diantaranya merupakan perwakilan tipe komunitas A dan E.
Sejalan dengan terumbu karang Nusa Penida yang telah diidentifikasi (Tipe komunitas D), seluruh terumbu karang di atas berpotensi kuat untuk pengembangan KKP asalkan sumber daya logistiknya mencukupi dan disediakan dukungan jangka panjang. Khususnya, Situs 26 di Menjangan sudah menjadi bagian dari kawasan lindung (Taman Nasional Bali Barat). Terumbu karang di Jemeluk (Amed) dan di sekitar Gili Tepekong, Gili Selang dan Gili
Gambar 5.14. terumbu karang dengan prioritas konservasi tinggi di Bali, ditunjukkan dengan bintang merah
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
113Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Mimpang juga memiliki nilai konservasi yang tinggi untuk beberapa kriteria yang berbeda (Tabel 5.10). Kawasan Batu Tiga pun sangat berpotensi untuk pengembangan KKP mengingat bahwa pulau-pulau tersebut tidak berpenghuni serta memiliki terumbu karang yang kerap digunakan untuk rekreasi penyelaman SCUBA.
Keragaman karang pada Komunitas B dan C yang lebih rendah tidak memberikan nilai tinggi pada berbagai kriteria yang dikaji pada Tabel 5.10, namun demikian tidak boleh diabaikan dari perencanaan konservasi. Khususnya, paparan gelombang pada komunitas di pesisir selatan yang tidak disurvei secara menyeluruh karena besarnya ombak lautan (Gambar 5.13.). Kebanyakan terumbu karang di pesisir selatan amat berharga bagi kegiatan berselancar, dan menarik sejumlah besar wisatawan ke Bali setiap tahunnya. Perlu diperhatikan juga bahwa upaya konservasinya di masa depan harus diprioritaskan untuk mempertahankan pariwisata selancar. Lebih jauh ke lepas pantai, beberapa kawasan ini merupakan koridor migrasi penting bagi spesies Cetacea dan hewan lainnya Adanya upwelling air dingin dan/atau aliran arus yang kuat dan konsisten di beberapa kawasan (misalnya, Nusa Penida, Bali Timur, dan tentu saja di Komodo dan wilayah lainnya di Indonesia) amat penting dalam menahan terumbu karang dari meningkatnya suhu air laut yang terkait dengan perubahan iklim global.
5.4.2 Berbagai rekomendasi untuk jejaring KKP Dalam hal penetapan jejaring KKP, dibuat beberapa rekomendasi berikut ini:
1. Penggunaan model KKP berganda dengan zonasi kawasan untuk berbagai tingkat perlindungan dan penggunaan merupakan hal yang paling tepat mengingat banyak kegiatan yang sudah dilakukan pada terumbu karang di Bali. Namun demikian, model ini harus mencakup wilayah inti termasuk untuk kegiatan ekstraktif guna memastikan adanya konservasi pada habitat penting dan tipe komunitas untuk mendorong pengisian kembali/penambahan.
2. Sejauh yang memungkinkan, jejaring KKP harus mencakup perwakilan kawasan dan pelengkap yang meliputi tipe komunitas karang utama (Gambar 5.7. dan 5.12), serta terumbu karang dengan nilai konservasi tinggi (keragaman, pengisian kembali/penambahan, kelangkaan, Tabel 5.10).
3. Sejauh yang memungkinkan, jejaring juga harus mencakup terumbu karang yang bergantung pada upwelling air dingin dan/atau aliran arus yang kuat dan konsisten, sebagai pelindung yang berpotensi terhadap meningkatnya suhu air laut terkait dengan perubahan iklim global. Terumbu karang di Nusa Penida dan Bali Timur, terutama yang berada dalam pengaruh oleh Selat Lombok, harus dimasukkan dalam jejaring.
4. Ada banyak persaingan dalam penggunaan sumber daya pesisir dan laut Bali sehingga menimbulkan tantangan yang cukup besar untuk menciptakan suatu kebijakan yang seimbang dalam berbagai tingkat perlindungan dan penggunaannya. Mengingat pentingnya wilayah pesisir dan laut untuk kegiatan wisata (berselancar, menyelam, berenang) maka dipandang perlu untuk melakukan fokus penjagaan terhadap bentang terumbu yang sehat dan menarik untuk berbagai kegiatan tersebut, dan karenanya difokuskan pada berbagai kegiatan yang tidak merusak dan tidak ekstraktif di dalam zona inti.
5. Ketika suatu jejaring KKP ditetapkan, maka penegakan peraturan akan menjadi sangat penting.
6. Pertimbangan untuk menggunakan sistem ‘User-Pays’ (seperti di Taman Nasional Bunaken) di mana pengunjung membayar sejumlah biaya untuk mengakses kawasan. Hal ini dapat memberikan dana yang signifikan untuk pengelolaan KKP dan bermanfaat bagi masyarakat setempat.
Dalam hal sampah dan kualitas air:
1. Ada banyak masalah terkait sampah dan berbagai bentuk polusi perairan lainnya. Sejumlah strategi dapat digunakan/dikembangkan untuk mengurangi jumlah/ dampak plastik dan polutan lainnya, dengan cara: a) mendorong penggunakan kemasan tradisional sebanyak yang bisa dipraktekkan; b) melanjutkan kampanye pendidikan pada berbagai media massa dan sekolah lokal; c) berbagai kegiatan sukarela dan didanai untuk bersih sampah di pantai dan terumbu karang.
2. Bertujuan untuk memperbaiki aliran dan kualitas air sungai untuk mengurangi perpindahan sampah/polutan ke terumbu karang dengan mengembalikan vegetasi tepi sungai dan dengan kampanye pendidikan publik mengenai pembuangan limbah yang baik.
ucapan terima kasihKami mengucapkan terima kasih kepada Dr. Mark Erdmann dan staf Conservation International Indonesia dan CI International untuk pengaturan selama survei. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Joanne Wilson dari The Nature Conservancy dan Laure Katz dari CI atas bantuannya selama di lapangan, kolega kami dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Balai Konservasi Sumberdaya Alam, Kementerian Perikanan dan Kelautan, dan seluruh kolega di Indonesia dan internasional yang telah memfasilitasi dan mendukung survei lapangan. Terima kasih tak terhingga juga kami sampaikan kepada Dr. Suharsono dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Dr. Mark Erdmann (CI), Erdi Lazuardi (Kantor CI Sorong), dan Dr. Carden Wallace beserta staff dari Museum of Tropical Queensland (MTQ) yang telah memfasilitasi kelanjutan
Bab 5
114 Program Kajian Cepat
penelitian taksonomi karang. Dr. Charlie Veron (Penelitian Terumbu Karang) dan Dr. Carden Wallace (MTQ) yang menyediakan saran taksonomi yang amat berharga.
dAFtAR PuStAKA
Abram N.J., M.K. Gagan, M.T. McCulloch, J. Chappell dan W.S. Hantoro, 2003. Coral reef death during the 1997 Indian Ocean Dipole linked to Indonesian wildfires. Science 301: 952.
Allen, G.R., 2007. Conservation hotspots of biodiversity and endemism for Indo-Pacific coral reef fishes. Aquatic Conservation: Marine and Freshwater Ecosystems 18: 541-556.
Allen, G. dan Steen, R. 1994. Indo-Pacific Coral Reef Field Guide. Singapore, Tropical Reef Research.
Barber, P.H., S.R. Palumbi, M.V. Erdmann dan M.K. Moosa, 2000. A marine Wallace’s line? Nature 406: 392–693.
Barber, P.H., S.R. Palumbi, M.V. Erdmann dan M.K. Moosa, 2002. Sharp genetic breaks among populations of Haptosquilla pulchella (Stomatopoda) indicate limits to larval transport: patterns, causes, and consequences. Molecular Ecology 11: 659–674.
Barkman, J.J., H. Doing, dan Segal, S. 1964. Kritische bemerkungen und vorschlage zur quantitativen vegetationsanalyse. Acta Botanica Neerlandica 13: 394-419.
Colin, P.L. and Arneson, C. 1995. Tropical Pacific Invertebrates. Coral Reef Press, California, USA.
DeVantier, L.M., De’ath, G., Done, T.J. dan Turak, E. 1998. Ecological assessment of a complex natural system: a case-study from the Great Barrier Reef. Ecological Applications 8: 480-496.
DeVantier, L.M., De’ath, G., Klaus, R., Al-Moghrabi, S., Abdal-Aziz, M., Reinicke, G.B., dan Cheung, C.P.S. 2004. Reef-building corals and coral communities of the Socotra Islands, Yemen: A zoogeographic ‘crossroads’ in the Arabian Sea. Fauna of Arabia 20: 117-168.
DeVantier, L.M., Turak, E., dan Skelton, P. 2006. Ecological Assessment of the coral communities of Bunaken National Park: Indicators of management effectiveness. Proceedings of the 10th International Coral Reef Symposium, Okinawa.
DeVantier, L.M., Turak, E., dan Allen, G. 2008. Lesser Sunda Ecoregional Planning Coral Reef Stratification Reef- and Seascapes of the Lesser Sunda Ecoregion. Report to The Nature Conservancy, Jl. Pengembak No. 2, Sanur – Bali 80228, Indonesia, 30 hal. ditambah Lampiran.
Done, T.J. 1982. Patterns in the distribution of coral communities across the central Great Barrier Reef. Coral Reefs 1: 95-107.
Erdmann, M.V. dan R.B. Manning, 1998. Nine new stomatopod crustaceans from coral reef habitats in Indonesia and Australia. Raffles Bulletin of Zoology 46(2): 615-626.
Fukami, H., Chen, C.A., Budd, A.F., Collins, A., Wallace, C., Chuang, Y.-Y., Chen, C., Dai, C.-F., Iwao, K., Sheppard, C., dan Knowlton, N. 2008. Mitochondrial and nuclear genes suggest that stony coral sare monophyletic but most families of stony corals are not (Order Scleractinia, Class Anthozoa, Phylum Cnidaria). PLOS One http://dx.plos.org/10.1371/journal.pone.0003222.
Gosliner, T.M., Behrens, D.W. dan Williams, G.C. 1996. Coral Reef Animals of the Indo-Pacific. Monterey, USA. Sea Challengers.
Green A.L. dan P.J. Mous, 2007. Delineating the Coral Triangle, its ecoregions and functional seascapes. Report based on an expert workshop held at the TNC Coral Triangle Center, Bali Indonesia (April - May 2003), and subsequent consultations with experts held from 2005 to 2007. Version 4.0 (August 2007). Report from The Nature Conservancy, Coral Triangle Center (Bali, Indonesia) and the Global Marine Initiative, Indo-Pacific Resource Centre (Brisbane, Australia). 78 hal.
Hoeksema, B.W. 1989. Taxonomy, phylogeny and biogeography of mushroom corals (Scleractinia: Fungiidae). Zoologische Verhandelingen 254: 1-295.
Hoeksema, B.W. dan Putra, K.S. 2000. The reef coral fauna of Bali in the centre of marine biodiversity. Proceedings of the 9 th International Coral Reef Symposium, Bali, Vol 1.
Hopley, D. 1982. The Geomorphology of the Great Barrier Reef: Quaternary Development of Coral Reefs. New York. John Wiley-Interscience, 453 hal.
Hopley, D., Parnell, K.E. dan Isdale, P.J. 1989. The Great Barrier Reef Marine Park: Dimensions and regional patterns. Australian Geographic Studies 27: 47-66.
Jongman, R.H.G., ter Braak, C.J.F. dan van Tongeren, O.F.R. 1995. Data analysis in community and landscape ecology. Cambridge University Press, 299 hal.
Miller, I.R. dan De’ath, G. 1995. Effects of training on observer performance in assessing benthic cover by means of the manta tow technique. Marine and Freshwater Research 47: 19-26.
Sheppard, C.R.C. dan Sheppard, A.L.S. 1991. Corals and coral communities of Arabia. Fauna of Saudi Arabia 12: 13-170.
Turak, E. 2002. Assessment of coral biodiversity and coral reef health of the Snagihe-Talaud Islands, North Sulawesi, Indonesia, 2002. Final Report to The Nature Conservancy.
Turak, E. 2004. Coral Reef Surveys During TNC SEACMPA RAP of Wakatobi National Park, Southeast Sulawesi, Indonesia, May 2003. Final Report to The Nature Conservancy.
Turak, E. 2005. Coral Biodiversity and Reef Health. Dalam: Mous, PJ, B. Wiryawan dan L.M. DeVantier (eds.) 2006. Report on a rapid ecological assessment of Derawan Islands, Berau district, East Kalimantan, Indonesia, October 2003. TNC Coastal Marin Program Report.
Turak, E. 2006a. Corals and Coral Communities of the Komodo National Park. Dalam: Beger, M dan Turak, E (2006) A Rapid Ecological Assessment of the reef fishes and scleractinian corals of Komodo National Park, Indonesia in 2005. The Nature Conservancy.
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
115Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Turak, E. dan DeVantier, L.M. 2003. Corals and coral communities of Bunaken National Park and nearby reefs, North Sulawesi, Indonesia: Rapid ecological assessment of biodiversity and status. Final Report to the International Ocean Institute Regional centre for Australia and western Pacific.
Turak, E. dan DeVantier, L.M. 2009. Biodiversity and Conservation Priorities of Reef-building Corals in Nusa Penida. Final report to Conservation International, Indonesia.
Turak, E. dan DeVantier, L.M. 2011. Field Guide to Reef-building Corals of Brunei Darussalam. Department of Fisheries, Brunei Darussalam, 256 hal.
Turak, E. dan DeVantier, L. Dalam pencetakan. Biodiversity and conservation priorities of reef-building corals in the Papuan Bird’s Head Seascape. Conservation International, Indonesia.
Turak, E. dan Shouhoka, J. 2003. Coral diversity and status of the coral reefs in the Raja Ampat islands, Papua province, Indonesia, November 2002. Final Report to The Nature Conservancy
Turak, E., Wakeford, M. dan Done, T.J. 2003. Kepulauan Banda rapid ecological assessment, May 2002: Assessment of coral biodiversity and coral reef health. Dalam, Mous, P.J (ed), Report on a rapid ecological assessment of the Kepulauan Banda, Maluku, Eastern Indonesia, held April 28 – May 5 2002, TNC and UNESCO publication, 150 hal.
van der Maarel, E. 1979. Transformation of cover-abundance values in phytosociology and its effects on community similarity. Vegetatio 39: 97-114.
van Woesik, R. 1997. A comparative survey of coral reefs in south-eastern Bali, Indonesia, 1992 and 1997. Laporan tidak dipublikasi.
Van Woesik, R. 2004. Comment on “Coral Reef Death During the 1997 Indian Ocean Dipole Linked to Indonesian Wildfires”. Science 303: 1297.
Veron, J.E.N., DeVantier, L.M., Turak, E., Green, A.L., Kininmonth, S., Allen, G.R., Stafford-Smith, M.G., Mous, P.A. dan Petersen, N.A. (tidak dipublikasi) Global coral biodiversity: a blueprint for reef conservation.
Veron, J.E.N. 1986. Corals of Australia and the Indo-Pacific. Angus and Robertson, Australia, 644 hal.
Veron, J.E.N. 1990. New Scleractinia from Japan and other Indo-west Pacific countries. Galaxea 9: 95-173.
Veron, J.E.N. 1993. A Biogeographic Database of Hermatypic Corals Species of the Central Indo-Pacific Genera of the World. Australian Institute of Marine Science Monograph Series Vol. 10, 433 hal.
Veron, J.E.N. 1995. Corals in Space and Time The Biogeography and Evolution of the Scleractinia. University of New South Wales Press, 321 hal.
Veron, J.E.N. 1998. Corals of the Milne Bay Region of Papua New Guinea. Dalam: Werner, TA dan Allen GR (eds). A rapid biodiversity assessment of the coral reefs of Milne Bay
Province, Papua New Guinea. Conservation International, RAP Working Papers, 11.
Veron, J.E.N. 2000. Corals of the World. Australian Institute of Marine Science publ.
Veron, J.E.N. 2002. New Species Described in Corals of the World. Australian Institute of Marine Science Monograph Series, Vol. 11. Australian Institute of Marine Science publ.
Veron, J.E.N. dan Pichon, M. 1976. Scleractinia of Eastern Australia. Part I Families Thamnasteriidae, Astrocoeniidae, Pocilloporidae. Australian National University Press, Canberra, Australian Institute of Marine Science Monograph Series 1, 86 hal.
Veron, J.E.N. dan Pichon, M. 1980. Scleractinia of Eastern Australia. Part III Families Agariciidae, Siderastreidae, Fungiidae, Oculinidae, Merulinidae, Mussidae, Pectiniidae, Caryophylliidae, Dendrophylliidae. Australian National University Press, Canberra, Australian Institute of Marine Science Monograph Series 4, 422 hal.
Veron, J.E.N. dan Pichon, M. 1982. Scleractinia of Eastern Australia. Part IV. Family Poritidae Australian National University Press, Canberra, Australian Institute of Marine Science Monograph Series 5, 159 hal.
Veron, J.E.N., Pichon, M. dan Wijsman-Best, M. 1977. Scleractinia of Eastern Australia. Part II Families Faviidae, Trachyphylliidae. Australian National University Press, Canberra, Australian Institute of Marine Science Monograph Series 1, 233 hal.
Veron, J.E.N. dan Wallace, C.C. 1984. Scleractinia of Eastern Australia. Part V Family Acroporidae. Australian National University Press, Canberra, Australian Institute of Marine Science Monograph Series 1, 485 hal.
Veron, J.E.N., DeVantier, L.M., Turak, E., Green, A.L., Kininmonth, S., dan Petersen, N.A. 2009. Delineating the Coral Triangle. Galaxea 11: 91-100.
Wallace, C.C. 1999. Staghorn corals of the World. CSIRO publ., Australia.
Wallace, C.C. dan Wolstenholme, J. 1998. Revision of the coral genus Acropora (Scleractinia: Astrocoeniina: Acroporidae) in Indonesia. Zoological Journal of the Linnean Society 123: 199-384.
Wallace, C.C., Turak, E. dan DeVantier, L.M. Submitted. Novelty, parallelism and record stasiun diversity in a conservative coral genus: three new species of Astreopora (Scleractinia; Acroporidae) from the Papuan Bird’s Head Seascape. Proc. Royal Society B.
World Fish Center (diakses pada 19 Mei 2007). An Institutional Analysis of Sasi Laut in Maluku, Indonesia. http://www.worldfishcenter.org/Pubs/Sasi/.pdf
Bab 5
116 Program Kajian Cepat
Lampiran 5.1. Ciri lokasi survei. nusa Penida, november 2008 dan Bali, april-mei 2011. eXP – Peringkat paparan; rD – peringkat Perkembangan terumbu karang; vis – visibilitas bawah air (kejernihan perairan, dalam meter); sP – suhu Perairan (derajat celcius, lihat metode).
Lokasi Nama tempat Stasiun TanggalLintang Selatan
Bujur Timur EXP RD VIS SP
Lembongan Lembongan Bay Pantoon 1.2 20-Nov-08 8o40.455 115o26.328 3 4 20 23
Lembongan Mushroom Bay North 2.2 20-Nov-08 8o40.781 115o25.977 3 4 20 23
Nusa Penida Toya Pakeh 3.1 21-Nov-08 8o40.997 115o28.957 2 4 25 29
Nusa Penida Toya Pakeh 3.2 21-Nov-08 8o39.84 115o28.017 3 4 20 29
Lembongan Mangrove N Lembongan 4.1 21-Nov-08 8o39.84 115o28.017 2 4 20 28
Lembongan Mangrove N Lembongan 4.2 21-Nov-08 8o47.943 115o31.584 3 4 20 29
Nusa Penida Manta Point 5.1 22-Nov-08 8o47.943 115o31.584 3 1 15 26
Nusa Penida Old Manta Bay 6.1 22-Nov-08 8o45.242 115o28.194 3 1 12 28
Nusa Penida Crystal Bay South 7.1 26-Nov-08 8o42.977 115o27.431 2 3 25 27
Nusa Penida Crystal Bay South 7.2 22-Nov-08 8o42.977 115o27.431 3 3 25 29
Nusa Penida Batu Abah 8.1 23-Nov-08 8o46.461 115o37.616 2 2 30 28
Nusa Penida Batu Abah 8.2 23-Nov-08 8o46.461 115o37.616 3 2 25 29
Nusa Penida South of Batu Abah 9.1 23-Nov-08 8o47.848 115o36.409 2 2 10 28
Nusa Penida South of Batu Abah 9.2 23-Nov-08 8o47.848 115o36.409 3 2 10 28
Nusa Penida Malibu Point 10.1 24-Nov-08 8o42.833 115o35.623 2 4 20 29
Nusa Penida Malibu Point 10.2 24-Nov-08 8o42.833 115o35.623 3 4 5 30
Nusa Penida Batunggul 11.1 24-Nov-08 8o41.381 115o34.923 2 3 30 29
Nusa Penida Batunggul 11.2 24-Nov-08 8o41.381 115o34.923 3 3 20 29
Nusa Penida Buyuk 12.1 25-Nov-08 8o40.47 115o32.596 2 3 25 29
Nusa Penida Buyuk 12.2 25-Nov-08 8o40.47 115o32.596 3 3 10 29
Nusa Penida Sental 13.1 27-Nov-08 8o40.576 115o31.691 2 3 20 28
Nusa Penida Sental 13.2 25-Nov-08 8o40.576 115o31.691 3 3 15 29
Lembongan Ceningen channel 14.1 27-Nov-08 8o41.079 115o27.942 2 4 20 28
Lembongan Ceningen channel 14.2 26-Nov-08 8o41.079 115o27.942 2 4 15 29
Lembongan Mushroom Bay South 15.2 26-Nov-08 8o40.763 115o25.852 3 2 25 27
Nusa Penida Crystal Bay Rock 16.1 29-Nov-08 8o42.905 115o27.338 2 2 20 28
Nusa Penida Crystal Bay Rock 16.2 27-Nov-08 8o42.905 115o27.338 3 2 20 28
Nusa Penida Sekolah Dasar 17.1 28-Nov-08 8o40.349 115o30.515 2 4 25 27
Nusa Penida Sekolah Dasar 17.2 28-Nov-08 8o40.349 115o30.515 3 4 25 27
Bali SE Terora, Sanur 1.1 29-Apr-11 8o46.228 115o13.805 3 4 8 29
Sanur Terora, Sanur 1.2 29-Apr-11 8o46.228 115o13.805 4 4 6 29
Nusa Dua Glady Willis, Nusa Dua 2.1 29-Apr-11 8o41.057 115o16.095 3 4 6 29
Glady Willis, Nusa Dua 2.2 29-Apr-11 8o41.057 115o16.095 3 4 8 29
Sanur Sanur Channel N side 3.1 29-Apr-11 8o42.625 115o16.282 2 4 8 29
Sanur Sanur Channel 3.2 29-Apr-11 8o42.625 115o16.282 4 4 4 28
Nusa Dua Kutuh Temple 4.1 30-Apr-11 8o50.617 115o12.336 4 4 6 28
Nusa Dua - Public beach 5.1 30-Apr-11 8o50.617 115o12.336 3 4 12 29
Nusa Dua Nusa Dua - Public beach 5.2 30-Apr-11 8o48.025 115o14.356 4 4 10 28
Nusa Dua Melia Bali hotel 6.1 30-Apr-11 8o47.608 115o14.192 3 4 10 28
Melia Bali hotel 6.2 30-Apr-11 8o47.608 115o14.192 2 4 8 29
Padang Bai West Gili Mimpang (Batu Tiga) 7.1 1-Mei-11 8o31.527 115o34.519 1 2 20 29
Padang Bai West Gili Mimpang (Batu Tiga) 7.2 1-Mei-11 8o31.527 115o34.519 3 2 20 28
Padang Bai East Gili Mimpang (Batu Tiga) 8.1 1-Mei-11 8o31.633 115o34.585 2 2 20 28
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
117Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Lokasi Nama tempat Stasiun TanggalLintang Selatan
Bujur Timur EXP RD VIS SP
Padang Bai East Gili Mimpang (Batu Tiga) 8.2 1-Mei-11 8o31.633 115o34.585 2 2 20 29
Padang Bai Jepun, Amuk Bay, Candi Dasa 9.1 1-Mei-11 8o31.138 115o34.619 1 4 7 29
Padang Bai Jepun, Amuk Bay, Candi Dasa 9.2 1-Mei-11 8o31.138 115o34.619 2 4 6 28
Padang Bai Gili Tepekong, Candi Dasa 10.1 2-Mei-11 8o31.885 115o35.167 2 2 30 28
Padang Bai Gili Tepekong, Candi Dasa 10.2 2-Mei-11 8o31.885 115o35.167 2 2 25 29
Padang Bai Gili Biaha/ Tanjung Pasir Putih 11.1 2-Mei-11 8o30.27 115o36.771 1 2 15 29
Padang Bai Gili Biaha/Tanjung Pasir Putih 11.2 2-Mei-11 8o30.27 115o36.771 3 2 15 28
NE Bali Seraya 12.1 3-Mei-11 8o26.01 115o41.274 3 1 6 28
NE Bali Seraya 12.2 3-Mei-11 8o26.01 115o41.274 2 1 10 29
NE Bali Gili Selang North 13.1 3-Mei-11 8o23.841 115o42.647 1 3 25 29
NE Bali Gili Selang North 13.2 3-Mei-11 8o23.841 115o42.647 3 1 16 28
NE Bali Gili Selang South 14.1 3-Mei-11 8o24.079 115o42.679 3 1 12 29
NE Bali Gili Selang South 14.2 3-Mei-11 8o24.079 115o42.679 2 2 20 29
NE Bali Bunutan, Amed 15.1 4-Mei-11 8o20.731 115o40.826 1 1 20 30
NE Bali Bunutan, Amed 15.2 4-Mei-11 8o20.731 115o40.826 3 2 20 30
NE Bali Jemeluk, Amed 16.1 4-Mei-11 8o20.221 115o39.617 2 3 20 30
NE Bali Jemeluk, Amed 16.2 4-Mei-11 8o20.221 115o39.617 1 3 20 30
NE Bali Kepa, Amed 17.1 4-Mei-11 8o20.024 115o39.244 1 3 20 30
NE Bali Kepa, Amed 17.2 4-Mei-11 8o20.024 115o39.244 3 3 20 30
NE Bali Batu Kelibit, Tulamben 18.1 5-Mei-11 8o16.696 115o35.826 2 2 20 30
NE Bali Batu Kelibit, Tulamben 18.2 5-Mei-11 8o16.696 115o35.826 2 2 20 30
NE Bali Tukad Abu, Tulamben 19.1 5-Mei-11 8o17.603 115o36.599 1 1 15 30
NE Bali Tukad Abu, Tulamben 19.2 5-Mei-11 8o17.603 115o36.599 3 2 10 30
NE Bali Gretek 20.1 6-Mei-11 8o8.969 115o24.733 2 2 3 28
NE Bali Gretek 20.2 6-Mei-11 8o8.969 115o24.733 2 2 5 30
NE Bali Penutukang 21.1 6-Mei-11 8o8.27 115o23.622 2 2 6 29
NE Bali Penutukang 21.2 6-Mei-11 8o8.27 115o23.622 2 2 5 30
NW Bali Puri Jati 22 7-Mei-11 8o11.032 114o54.869 2 1 6 29
NW Bali Kalang Anyar 23 7-Mei-11 8o11.344 114o53.841 2 1 4 29
NW Bali Taka Pemutaran 24.1 8-Mei-11 8o7.775 114o40.007 2 2 20 29
NW Bali Taka Pemutaran 24.2 8-Mei-11 8o7.775 114o40.007 3 2 16 29
NW Bali Sumber Kima 25.1 8-Mei-11 8o6.711 114o36.451 2 4 15 29
NW Bali Sumber Kima 25.2 8-Mei-11 8o6.711 114o36.451 3 4 12 29
NW Bali Menjangan North 26.1 9-Mei-11 8o5.467 114o30.131 2 4 25 30
NW Bali Menjangan North 26.2 9-Mei-11 8o5.467 114o31.131 3 4 18 30
NW Bali Menjangan East 28.1 9-Mei-11 8o5.813 114o31.608 2 3 16 28
NW Bali Menjangan East 28.2 9-Mei-11 8o5.813 114o31.608 3 3 10 30
NW Bali Secret Bay, Muck dive 29 10-Mei-11 8o9.862 114o26.302 1 1 4 28
NW Bali Secret Bay, Reef north shore 30 10-Mei-11 8o9.771 114o27.116 2 4 6 28
NW Bali Pearl farm 31.1 11-Mei-11 8o13.911 114o27.249 2 3 3 28
NW Bali Pearl farm 31.2 11-Mei-11 8o13.911 114o27.249 3 3 3 28
NW Bali Pearl farm 32.2 11-Mei-11 8o14 114o27.463 2 1 4 29
Lampiran 5.1. continued.
Bab 5
118 Program Kajian Cepat
Lampiran 5.2. Perkiraan visual persentase tutupan berbagai atribut bentik sesil dan tipe substrat, serta kedalaman dan stasiun penghitungan untuk kekayaan spesies karang hermatypic, nusa Penida, november 2008 and Bali, april-mei 2011. maks – kedalaman maksimum (m); min – kedalaman minimum (m). Bentos sesil: Hs – substrat keras; HC – karang batu; sC – karang lunak; ma – makro-alga; ta – turf algae; Ca – Coralline algae; DC – karang yang baru mati; aD – semua karang mati. tipe substrat: CP – paving menerus; lB – blok besar (diameter > 2m.); sB – blok kecil (diameter < 2m); rBl – Puing; sn – Pasir.
Nama stasiun
Stasiun
maks
min
Kemiringan HS HC SC MA TA CA DC AD CP LB SB RBL SN
Jumlah spesies
Jumlah Situs
Lembongan Bay Pantoon 1.2 13 5 5 95 60 10 20 5 5 1 1 80 10 5 0 5 81 81
Mushroom Bay North 2.2 6,5 2 3 90 50 5 20 5 2 0 1 80 5 5 0 10 74 74
Toya Pakeh 3.1 23 10 20 85 60 10 0 5 10 1 0 70 10 5 10 5 79
Toya Pakeh 3.2 8 1 3 80 50 30 0 10 10 0 2 60 15 5 15 5 79 114
Mangrove N Lembongan 4.1 27 10 20 100 40 5 0 5 5 0 0 85 10 5 0 0 88
Mangrove N Lembongan 4.2 8 1 10 80 50 10 0 5 5 0 0 70 5 5 10 10 90 134
Manta Point 5.1 34 10 10 90 10 5 0 20 0 0 0 100 0 0 0 0 70 70
Old Manta Bay 6.1 30 12 5 100 3 20 15 20 0 0 0 100 0 0 0 0 42 42
Crystal Bay South 7.1 29 10 30 70 50 20 0 5 10 0 0 65 0 5 25 5 52
Crystal Bay South 7.2 8 1 5 90 60 30 5 5 5 1 2 70 15 5 5 5 96 123
Batu Abah 8.1 35 10 20 90 50 2 0 5 10 1 3 80 5 5 5 5 89
Batu Abah 8.2 8 1,5 5 95 50 10 0 5 10 1 3 85 5 5 5 0 76 121
South of Batu Abah 9.1 29 10 10 85 15 5 0 20 5 1 3 55 20 10 10 5 80
South of Batu Abah 9.2 8 1,5 5 90 20 5 0 20 10 1 2 50 30 10 5 5 67 116
Malibu Point 10.1 40 10 30 90 30 5 0 5 10 1 5 80 5 5 10 0 90
Malibu Point 10.2 8 1 5 90 30 1 0 20 5 1 3 60 20 10 5 5 101 141
Batunggul 11.1 38 10 20 95 20 2 0 5 5 1 2 70 20 5 0 5 92
Batunggul 11.2 8 1 10 95 50 0 0 20 10 0 0 70 20 5 5 0 95 140
Buyuk 12.1 38 10 20 95 30 30 0 5 5 0 0 80 10 5 0 5 62
Buyuk 12.2 8 1 10 80 30 40 0 10 5 0 0 65 5 10 5 15 78 115
Sental 13.1 38 10 30 80 20 10 0 10 5 0 0 60 10 10 10 10 88
Sental 13.2 8 1 5 70 20 30 0 10 5 1 3 50 10 10 20 10 72 126
Ceningen channel 14.1 31 10 10 70 20 10 0 10 5 1 3 55 10 5 20 10 73
Ceningen channel 14.2 8 1 5 60 20 20 2 10 5 1 2 40 10 10 10 30 78 119
Mushroom Bay South 15.2 10 3 3 60 30 10 5 5 10 1 3 40 15 5 20 20 81 81
Crystal Bay Rock 16.1 45 10 30 90 20 10 0 5 10 0 0 75 0 5 5 5 82
Crystal Bay Rock 16.2 10 2 5 90 30 20 0 5 10 0 0 80 5 5 5 5 61 103
Sekolah Dasar 17.1 38 10 20 80 30 3 0 0 5 0 0 70 5 5 0 20 73
Sekolah Dasar 17.2 8 1 5 90 60 5 0 5 10 0 0 70 15 5 5 5 103 138
Terora, Sanur 1.1 13 6 20 90 15 5 1 20 20 1 5 50 20 20 3 7 880
Terora, Sanur 1.2 6 2 2 100 30 20 5 10 10 0 0 90 5 5 0 0 83 126
Glady Willis, Nusa Dua 2.1 10 5 20 80 20 5 0 10 5 0 0 60 10 10 5 15 88
Glady Willis, Nusa Dua 2.2 5 0,5 10 95 25 5 2 20 15 1 2 70 15 10 0 5 90 133
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
119Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Nama stasiun
Stasiun
maks
min
Kemiringan HS HC SC MA TA CA DC AD CP LB SB RBL SN
Jumlah spesies
Jumlah Situs
Sanur Channel N side 3.1 15 7 40 90 10 5 2 10 30 1 3 70 10 10 5 5 57
Sanur Channel 3.2 6 2 2 100 30 5 0 10 10 0 0 90 5 5 0 0 44 79
Kutuh Temple 4.1 13 8 5 80 10 30 10 0 10 0 0 80 0 0 0 20 62 62
Nusa Dua - Public beach 5.1 16 7 30 95 10 20 10 10 20 1 2 85 10 0 0 5 67
Nusa Dua - Public beach 5.2 7 2 2 100 10 5 5 20 10 0 0 90 10 0 0 0 65 102
Melia Bali hotel 6.1 15 7 5 90 30 10 5 5 10 0 0 80 5 5 0 10 66
Melia Bali hotel 6.2 7 2 15 90 25 20 5 20 20 1 3 70 10 10 5 5 95 121
West Gili mimpang (Batu Tiga) 7.1 23 9 10 50 15 5 2 20 30 1 25 20 20 10 30 20 100
West Gili Mimpang (Batu Tiga) 7.2 8 4 5 70 40 5 0 5 10 0 0 50 10 10 10 20 82 142
East Gili Mimpang (Batu Tiga) 8.1 30 10 30 70 30 5 1 10 10 0 0 50 10 10 20 10 84
East Gili Mimpang (Batu Tiga) 8.2 9 5 20 90 35 5 2 20 20 1 5 50 20 20 5 5 79 122
Jepun, Amuk Bay, Candi Dasa 9.1 21 9 30 40 15 2 5 40 10 3 20 20 10 10 30 30 82
Jepun, Amuk Bay, Candi Dasa 9.2 8 1 10 30 10 2 0 30 5 5 20 20 5 5 60 10 87 126
Gili Tepekong, Candi Dasa 10.1 33 11 20 70 30 3 0 5 10 0 0 50 10 10 10 20 99
Gili Tepekong, Candi Dasa 10.2 10 3 30 100 50 5 1 10 10 1 3 70 30 0 0 0 83 137
Gili Biaha/ Tanjung Pasir Putih 11.1 24 9 10 50 15 3 1 30 20 1 10 10 20 20 20 30 108
Gili Biaha/Tanjung Pasir Putih 11.2 8 1 20 80 20 2 0 5 10 0 0 60 10 10 20 0 76 142
Seraya 12.1 16 10 5 20 30 30 0 10 5 0 0 0 10 10 0 80 67
Seraya 12.2 8 3 10 80 30 40 1 10 10 1 2 0 50 30 0 20 79 110
Gili Selang North 13.1 31 9 25 50 15 15 1 10 10 1 2 20 20 10 10 40 78
Gili Selang North 13.2 8 1 2 95 40 30 0 5 10 0 0 40 30 25 0 5 76 117
Gili Selang South 14.1 31 10 30 70 30 10 0 10 10 0 0 40 20 10 0 30 72
Gili Selang South 14.2 9 3 15 90 35 15 2 20 20 1 2 50 20 20 5 5 92 125
Bunutan, Amed 15.1 32 9 20 50 5 5 1 10 10 1 2 10 20 20 20 30 46
Bunutan, Amed 15.2 8 1 5 90 60 0 0 19 10 0 0 50 30 10 0 10 97 120
Jemeluk, Amed 16.1 31 10 40 20 30 0 0 30 10 0 0 0 10 10 80 0 104
Jemeluk, Amed 16.2 8 1 10 80 35 5 3 20 20 1 10 50 20 10 10 10 132 181
Kepa, Amed 17.1 30 9 15 50 15 3 1 30 20 1 3 20 20 10 10 20 111
Kepa, Amed 17.2 8 1 2 80 30 1 0 20 5 0 0 50 10 20 10 5 94 158
Batu Kelibit, Tulamben 18.1 35 10 60 100 40 0 0 10 5 0 0 80 10 10 0 0 117
Lampiran 5.2. continued.
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
Bab 5
120 Program Kajian Cepat
Nama stasiun
Stasiun
maks
min
Kemiringan HS HC SC MA TA CA DC AD CP LB SB RBL SN
Jumlah spesies
Jumlah Situs
Batu Kelibit, Tulamben 18.2 9 1 15 95 20 2 1 30 20 1 3 70 10 15 2 3 95 157
Tukad Abu, Tulamben 19.1 33 9 25 10 2 5 1 5 10 1 2 0 5 5 10 40 68
Tukad Abu, Tulamben 19.2 8 2 10 90 40 1 0 20 10 0 0 60 10 20 5 5 121 156
Gretek 20.1 24 10 20 40 20 1 0 20 10 10 5 10 20 10 0 60 80
Gretek 20.2 9 2 10 90 20 3 5 30 10 1 5 60 20 10 5 5 121 150
Penuktukan 21.1 25 10 20 40 20 0 0 20 0 0 1 10 20 10 0 60 76
Penuktukan 21.2 9 2 30 90 35 2 2 30 10 1 10 60 20 10 5 5 132 164
Puri Jati 22 26 1 10 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 60 2 2
Kalang Anyar 23 15 1 5 2 <1 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 40 8 8
Taka Pemutaran 24.1 35 10 30 70 20 5 0 10 5 1 5 50 10 10 10 20 90
Taka Pemutaran 24.2 8 3 2 80 30 3 0 10 10 1 3 50 10 20 10 10 97 138
Sumber Kima 25.1 34 10 60 95 30 5 1 10 10 0 0 80 10 5 5 0 104
Sumber Kima 25.2 8 1 5 80 30 5 1 10 5 0 0 50 10 20 10 10 109 154
Menjangan North 26.1 39 10 40 90 30 3 0 5 10 0 0 80 5 5 5 5 115
Menjangan North 26.2 8 1 2 70 70 3 0 5 5 0 0 60 0 10 0 30 106 168
Menjangan East 28.1 38 10 90 100 20 10 0 10 10 0 0 100 0 0 0 0 82
Menjangan East 28.2 8 1 20 95 20 40 0 20 5 0 0 90 0 5 0 5 111 150
Secret Bay, Muck dive 29 8 1 10 5 3 0 0 2 0 0 0 0 0 5 0 95 21 21
Secret Bay, Reef north shore 30 13 2 5 70 60 0 2 10 0 0 0 60 0 10 10 20 44 44
Pearl farm 31.1 21 10 20 80 20 20 0 20 0 0 5 70 5 5 10 10 47
Pearl farm 31.2 8 2 10 90 20 20 0 20 0 0 5 60 20 10 0 10 48 75
Pearl farm 32.2 12 2 5 80 10 10 0 20 0 0 0 40 20 20 0 20 45 45
Lampiran 5.2. continued.
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
121Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
Lampiran 5.3. continued.
Lampiran 5.3. Daftar spesies karang untuk Bali dan wilayah-wilayah lain yang berdekatan, termasuk komodo, Wakatobi, Derawan dan taman nasional Bunaken. Catatan spesies untuk setiap lokasi diperbarui dengan mengikuti studi taksonomi.
•-spesiesyangtelahdikonfirmasi;U–belumdikonfirmasi,didasarkanpadapengamatandan/ataubuktifoto,danmemerlukankonfirmasi;H – Hoeksema & Putra, 2000; 1998. KOM – Komodo, (Turak, 2006); WAK – Wakatobi, (Turak, 2004); BNP – TN Bunaken (DeVantier dkk. 2006) dan DER – Derawan (Turak, 2005).
Zooxanthellate scleractinia BALI KOM WAK BNP DER
Family Astrocoeniidae Koby, 1890
Genus Stylocoeniella Yabe and Sugiyama, 1935
Stylocoeniella armata (Ehrenberg, 1834) • • • • •
Stylocoeniella guentheri Bassett-Smith, 1890 • • • • •
Genus Palauastrea Yabe and Sugiyama, 1941 •
Palauastrea ramosa Yabe and Sugiyama, 1941 • • • •
Genus Madracis Milne Edwards and Haime, 1849
Madracis kirbyi Veron and Pichon, 1976 • •
Family Pocilloporidae Gray, 1842
Genus Pocillopora Lamarck, 1816
Pocillopora ankeli Scheer and Pillai, 1974 • • • •
Pocillopora damicornis (Linnaeus, 1758) • • • • •
Pocillopora danae Verrill, 1864 • • • • •
Pocillopora elegans Dana, 1846 • •
Pocillopora eydouxi Milne Edwards and Haime, 1860 • • • • •
Pocillopora kelleheri Veron, 2002 • • • •
Pocillopora meandrina Dana, 1846 • • • • •
Pocillopora verrucosa (Ellis and Solander, 1786) • • • • •
Pocillopora woodjonesi Vaughan, 1918 • • •
Genus Seriatopora Lamarck, 1816
Seriatopora aculeata Quelch, 1886 • • • • •
Seriatopora caliendrum Ehrenberg, 1834 • • • • •
Seriatopora dendritica Veron, 2002 • •
Seriatopora guttatus Veron, 2002 • • •
Seriatopora hystrix Dana, 1846 • • • • •
Seriatopora stellata Quelch, 1886 • • •
Genus Stylophora Schweigger, 1819
Stylophora pistillata Esper, 1797 • • • • •
Stylophora subseriata (Ehrenberg, 1834) • • • • •
Family Acroporidae Verrill, 1902
Genus Montipora Blainville, 1830
Montipora aequituberculata Bernard, 1897 • • • • •
Montipora altasepta Nemenzo, 1967 • • • •
Montipora angulata (Lamarck, 1816) • •
Montipora cactus Bernard, 1897 • • • •
Montipora calcarea Bernard, 1897 • • • • •
Montipora caliculata (Dana, 1846) • • • • •
Montipora capitata Dana, 1846 • • • • •
Bab 5
122 Program Kajian Cepat
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
Lampiran 5.3. continued.
Zooxanthellate scleractinia BALI KOM WAK BNP DER
Montipora capricornis Veron, 1985 •
Montipora cebuensis Nemenzo, 1976 • • • • •
Montipora confusa Nemenzo, 1967 • • • • •
Montipora corbettensis Veron and Wallace, 1984 • • • • •
Montipora crassituberculata Bernard, 1897 • • •
Montipora danae (Milne Edwards and Haime, 1851) • • • • •
Montipora deliculata Veron, 2002 • • • •
Montipora digitata (Dana, 1846) • • • • •
Montipora dilatata Studer, 1901 •
Montipora efflorescens Bernard, 1897 • • • • •
Montipora effusa Dana, 1846 •
Montipora florida Nemenzo, 1967 U • • • •
Montipora floweri Wells, 1954 • • • • •
Montipora foliosa (Pallas, 1766) • • • • •
Montipora foveolata (Dana, 1846) • • • • •
Montipora friabilis Bernard, 1897 • • • •
Montipora gaimardi Bernard, 1897 •
Montipora grisea Bernard, 1897 • • • • •
Montipora hirsuta Nemenzo, 1967 •
Montipora hispida (Dana, 1846) • • • • •
Montipora hodgsoni Veron, 2002 • • • •
Montipora hoffmeisteri Wells, 1954 • • • • •
Montipora incrassata (Dana, 1846) • • • • •
Montipora informis Bernard, 1897 • • • • •
Montipora mactanensis Nemenzo, 1979 • • • • •
Montipora malampaya Nemenzo, 1967 • •
Montipora millepora Crossland, 1952 • • • • •
Montipora mollis Bernard, 1897 • • • •
Montipora monasteriata (Forskål, 1775) • • • • •
Montipora nodosa (Dana, 1846) • • • • •
Montipora palawanensis Veron, 2002 • • • • •
Montipora peltiformis Bernard, 1897 • • •
Montipora porites Veron, 2002 • • •
Montipora samarensis Nemenzo, 1967 • • • • •
Montipora spongiosa (Ehrenberg, 1834) •
Montipora spongodes Bernard, 1897 • • • •
Montipora spumosa (Lamarck, 1816) • • • •
Montipora stellata Bernard, 1897 • • • •
Montipora tuberculosa (Lamarck, 1816) • • • • •
Montipora turgescens Bernard, 1897 • • • • •
Montipora turtlensis Veron dan Wallace, 1984 • • • •
Montipora undata Bernard, 1897 • • • • •
Montipora venosa (Ehrenberg, 1834) • • •
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
123Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
Lampiran 5.3. continued.
Zooxanthellate scleractinia BALI KOM WAK BNP DER
Montipora verrucosa (Lamarck, 1816) • • • •
Montipora verruculosus Veron, 2002 • • • •
Montipora vietnamensis Veron, 2002 • • • • •
Genus Anacropora Ridley, 1884
Anacropora forbesi Ridley, 1884 • • • •
Anacropora matthai Pillai, 1973 • •
Anacropora puertogalerae Nemenzo, 1964 • • • • •
Anacropora reticulate Veron dan Wallace, 1984 • • • • •
Anacropora spinosa Rehberg, 1892 • •
Genus Acropora Oken, 1815
Acropora abrolhosensis Veron, 1985 • • •
Acropora abrotanoides (Lamarck, 1816) • • • • •
Acropora aculeus (Dana, 1846) • • • • •
Acropora acuminata (Verril, 1864) • • • • •
Acropora anthocercis (Brook, 1893) • • • • •
Acropora aspera (Dana, 1846) • • • •
Acropora austera (Dana, 1846) • • • • •
Acropora awi Wallace dan Wolstenholme, 1998 • •
Acropora bifurcate Nemenzo, 1971 •
Acropora carduus (Dana, 1846) • • • •
Acropora caroliniana Nemenzo, 1976 • • •
Acropora cerealis (Dana, 1846) • • • • •
Acropora clathrata (Brook, 1891) • • • • •
Acropora convexa (Dana, 1846) •
Acropora cophodactyla (Brook, 1892) U • • •
Acropora copiosa Nemenzo, 1967 U • •
Acropora cytherea (Dana, 1846) • • • • •
Acropora derawanensis Wallace, 1997 • •
Acropora desalwii Wallace, 1994 • •
Acropora digitifera (Dana, 1846) • • • • •
Acropora divaricata (Dana, 1846) • • • • •
Acropora donei Veron dan Wallace, 1984 • • • • •
Acropora echinata (Dana, 1846) • • • •
Acropora efflorescens (Dana, 1846) •
Acropora elegans Milne Edwards dan Haime, 1860 • • •
Acropora elseyi (Brook, 1892) • • • •
Acropora florida (Dana, 1846) • • • • •
Acropora formosa (Dana, 1846) • • • • •
Acropora gemmifera (Brook, 1892) • • • • •
Acropora glauca (Brook, 1893) •
Acropora grandis (Brook, 1892) • • • •
Acropora granulosa (Milne Edwards dan Haime, 1860) • • • • •
Acropora halmareae Wallace & Wolstenholme, 1998 •
Bab 5
124 Program Kajian Cepat
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
Lampiran 5.3. continued.
Zooxanthellate scleractinia BALI KOM WAK BNP DER
Acropora hoeksemai Wallace, 1997 U • • •
Acropora horrida (Dana, 1846) • • • • •
Acropora humilis (Dana, 1846) • • • • •
Acropora hyacinthus (Dana, 1846) • • • • •
Acropora indonesia Wallace, 1997 • • • •
Acropora insignis Nemenzo, 1967 • • • • •
Acropora jacquelineae Wallace, 1994 •
Acropora kimbeensis Wallace, 1991 •
Acropora kirstyae Veron dan Wallace, 1984 • • • •
Acropora latistella (Brook, 1891) • • • • •
Acropora listeri (Brook, 1893) • • • • •
Acropora loisetteae Wallace, 1994 •
Acropora lokani Wallace, 1994 •
Acropora longicyathus (Milne Edwards dan Haime, 1860) U • • •
Acropora loripes (Brook, 1892) • • • • •
Acropora lovelli Veron dan Wallace, 1984 U
Acropora lutkeni Crossland, 1952 • • • • •
Acropora microclados (Ehrenberg, 1834) • • • • •
Acropora microphthalma (Verril, 1859) • • • • •
Acropora millepora (Ehrenberg, 1834) • • • • •
Acropora minuta Veron, 2002 •
Acropora mirabilis (Quelch, 1886) •
Acropora monticulosa (Brüggemann, 1879) • • • • •
Acropora nana (Studer, 1878) • • • • •
Acropora nasuta (Dana, 1846) • • • • •
Acropora nobilis (Dana, 1846) • • • • •
Acropora ocellata (Klunzinger, 1879) •
Acropora orbicularis (Brook, 1892) U •
Acropora palmerae Wells, 1954 • •
Acropora paniculata Verril, 1902 • • • • •
Acropora papillare Latypov, 1992 • • •
Acropora parahemprichii Veron, 2002 •
Acropora pectinatus Veron, 2002 •
Acropora pichoni Wallace, 1999 •
Acropora pinguis Wells, 1950 U
Acropora plana Nemenzo, 1967 • •
Acropora plumosa Wallace & Wolstenholme, 1998 • •
Acropora polystoma (Brook, 1891) • • • • •
Acropora pulchra (Brook, 1891) • • • • •
Acropora retusa (Dana, 1846) U
Acropora robusta (Dana, 1846) • • • • •
Acropora russelli Wallace, 1994 • •
Acropora samoensis (Brook, 1891) • • • •
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
125Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
Lampiran 5.3. continued.
Zooxanthellate scleractinia BALI KOM WAK BNP DER
Acropora sarmentosa (Brook, 1892) • • • • •
Acropora secale (Studer, 1878) • • • • •
Acropora selago (Studer, 1878) • • • • •
Acropora seriata (Ehrenberg, 1834) •
Acropora simplex Wallace & Wolstenholme, 1998 • • •
Acropora solitaryensis Veron dan Wallace, 1984 • • • • •
Acropora spathulata (Brook, 1891) • • •
Acropora speciosa (Quelch, 1886) • • • • •
Acropora spicifera (Dana, 1846) • • • • •
Acropora striata (Verrill, 1866) • • •
Acropora subglabra (Brook, 1891) • • • • •
Acropora subulata (Dana, 1846) • • • • •
Acropora suharsonoi Wallace, 1994 •
Acropora sukarnoi Wallace, 1997 •
Acropora tenella (Brook, 1892) • •
Acropora tenuis (Dana, 1846) • • • • •
Acropora turaki Wallace, 1994 • •
Acropora tutuilensis Hoffmeister, 1925 •
Acropora valenciennesi (Milne Edwards dan Haime, 1860) • • • • •
Acropora valida (Dana, 1846) • • • • •
Acropora vaighani Wells, 1954 • • • • •
Acropora vermiculata Nemenzo, 1967 •
Acropora verweyi Veron dan Wallace, 1984 • • • •
Acropora willisae Veron dan Wallace, 1984 • • •
Acropora yongei Veron dan Wallace, 1984 • • • • •
Genus Isopora Studer, 1878
Isopora brueggemanni (Brook, 1893) • • • • •
Isopora crateriformis (Gardiner, 1898) • •
Isopora cuneata (Dana, 1846) • • • •
Isopora palifera (Lamarck, 1816) • • • • •
Isopora “Komodo” • •
Genus Astreopora Blainville, 1830
Astreopora cucullata Lamberts, 1980 • • • • •
Astreopora expansa Brüggemann, 1877 • •
Astreopora gracilis Bernard, 1896 • • • • •
Astreopora incrustans Bernard, 1896 • • •
Astreopora listeri Bernard, 1896 • • • • •
Astreopora myriophthalma (Lamarck, 1816) • • • • •
Astreopora ocellata Bernard, 1896 • •
Astreopora randalli Lamberts, 1980 • • • •
Astreopora suggesta Wells, 1954 • • • • •
Family Euphyllidae Veronm 2000
Genus Euphyllia Dana, 1846
Bab 5
126 Program Kajian Cepat
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
Lampiran 5.3. continued.
Zooxanthellate scleractinia BALI KOM WAK BNP DER
Euphyllia ancora Veron dan Pichon, 1979 • • • • •
Euphyllia cristata Chevalier, 1971 • • • • •
Euphyllia divisa Veron dan Pichon, 1980 • • • • •
Euphyllia glabrescens (Chamisso dan Eysenhardt, 1821) • • • • •
Euphyllia paraancora Veron, 1990 • • •
Euphyllia yaeyamaensis (Shirai, 1980) • • •
Euphyllia sp. New •
Genus Catalaphyllia Wells, 1971
Catalaphyllia jardinei (Saville-Kent, 1893) • • •
Genus Nemenzophyllia Hodgson and Ross, 1981
Nemenzophyllia turbida Hodgson and Ross, 1981 •
Genus Plerogyra Milne Edwards and Haime, 1848
Plerogyra simplex Rehberg, 1892 • • • •
Plerogyra sinuosa (Dana, 1846) • • • • •
Genus Physogyra Quelch, 1884
Physogyra lichtensteini (Milne Edwards and Haime, 1851) • • • • •
Family Oculinidae Gray, 1847
Genus Galaxea Oken, 1815
Galaxea acrhelia Veron, 2002 • • •
Galaxea astreata (Lamarck, 1816) • • • •
Galaxea fascicularis (Linnaeus, 1767) • • • • •
Galaxea horrescens (Dana, 1846) • • • •
Galaxea longisepta Fenner & Veron, 2002 • • • •
Galaxea paucisepta Claereboudt, 1990 •
Family Siderasteridae Vaughan and Wells, 1943
Genus Pseudosiderastrea Yabe and Sugiyama, 1935
Pseudosiderastrea tayami Yabe and Sugiyama, 1935 •
Genus Psammocora Dana, 1846
Psammocora contigua (Esper, 1797) • • • •
Psammocora decussataYabe and Sugiyama, 1937 •
Psammocora digitata Milne Edwards and Haime, 1851 • • • •
Psammocora explanulata Horst, 1922 • • • • •
Psammocora haimiana Milne Edwards and Haime, 1851 • • • • •
Psammocora nierstraszi Horst, 1921 • • • • •
Psammocora obtusangula (Lamarck, 1816) • • • • •
Psammocora profundacella Gardiner, 1898 • • • • •
Psammocora stellata Verrill, 1868 •
Psammocora superficialis Gardiner, 1898 • • • •
Genus Coscinaraea Milne Edwards and Haime, 1848
Coscinaraea columna (Dana, 1846) • • • • •
Coscinaraea crassa Veron and Pichon, 1980 • •
Coscinaraea exesa (Dana, 1846) • • •
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
127Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
Lampiran 5.3. continued.
Zooxanthellate scleractinia BALI KOM WAK BNP DER
Coscinaraea monile (Foskål, 1775) • • • •
Coscinaraea wellsi Veron and Pichon, 1980 • • • •
Genus Craterastrea Head 1981
Family Agariciidae Gray, 1847
Genus Pavona Lamarck, 1801
Pavona bipartita Nemenzo, 1980 • • • • •
Pavona cactus (Forskål, 1775) • • • • •
Pavona clavus (Dana, 1846) • • • • •
Pavona danai Milne Edwards and Haime, 1860 • •
Pavona decussata (Dana, 1846) • • • • •
Pavona duerdeni Vaughan, 1907 • • • • •
Pavona explanulata (Lamarck, 1816) • • • • •
Pavona frondifera (Lamarck, 1816) • • •
Pavona maldivensis (Gardiner, 1905) • • •
Pavona minuta Wells, 1954 • • • • •
Pavona varians Verrill, 1864 • • • • •
Pavona venosa (Ehrenberg, 1834) • • • • •
Genus Leptoseris Milne Edwards and Haime, 1849
Leptoseris explanata Yabe and Sugiyama, 1941 • • • • •
Leptoseris foliosa Dinesen, 1980 • • • • •
Leptoseris gardineri Horst, 1921 • •
Leptoseris hawaiiensis Vaughan, 1907 • • • • •
Leptoseris incrustans (Quelch, 1886) • • • •
Leptoseris mycetoseroides Wells, 1954 • • • • •
Leptoseris papyracea (Dana, 1846) • • •
Leptoseris scabra Vaughan, 1907 • • • • •
Leptoseris solida (Quelch, 1886) • • • •
Leptoseris striata Fenner & Veron 2002 U • • • •
Leptoseris tubulifera Vaughan, 1907 •
Leptoseris yabei (Pillai and Scheer, 1976) • • •
Genus Coeloseris Vaughan, 1918
Coeloseris mayeri Vaughan, 1918 • • • • •
Genus Gardineroseris Scheer and Pillai, 1974
Gardineroseris planulata Dana, 1846 • • • • •
Genus Pachyseris Milne Edwards and Haime, 1849
Pachyseris foliosa Veron, 1990 • • • •
Pachyseris gemmae Nemenzo, 1955 • • • • •
Pachyseris rugosa (Lamarck, 1801) • • • • •
Pachyseris speciosa (Dana, 1846) • • • • •
Family Fungiidae Dana, 1846
Genus Cycloseris Milne Edwards and Haime, 1849
Cycloseris colini Veron, 2002 • •
Cycloseris costulata (Ortmann, 1889) • • • • •
Bab 5
128 Program Kajian Cepat
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
Lampiran 5.3. continued.
Zooxanthellate scleractinia BALI KOM WAK BNP DER
Cycloseris curvata (Hoeksema, 1989) •
Cycloseris cyclolites Lamarck, 1801 • • •
Cycloseris erosa (Döderlein, 1901) •
Cycloseris hexagonalis (Milne Edwards and Haime, 1848) •
Cycloseris patelliformis (Boschma, 1923) •
Cycloseris sinensis (Milne Edwards and Haime, 1851) • • •
Cycloseris somervillei (Gardiner, 1909) •
Cycloseris tenuis (Dana, 1846) • • • •
Cycloseris vaughani (Boschma, 1923) • •
Genus Diaseris
Diaseris distorta Alcock, 1893 • •
Diaseris fragilis Alcock, 1893 • •
Genus Cantharellus Hoeksema and Best, 1984
Cantharellus jebbi Hoeksema, 1993 •
Genus Heliofungia Wells, 1966
Heliofungia actiniformis Quoy and Gaimard, 1833 • • • • •
Genus Fungia Lamarck, 1801
Fungia concinna Verrill, 1864 • • • • •
Fungia corona Döderlein, 1901 • • •
Fungia danai Milne Edwards and Haime, 1851 • • • • •
Fungia fralinae Nemenzo, 1955 • • • • •
Fungia fungites (Linneaus, 1758) • • • • •
Fungia granulosa Klunzinger, 1879 • • • • •
Fungia gravis Nemenzo, 1955 • • • • •
Fungia horrida Dana, 1846 • • • • •
Fungia klunzingeri Döderlein, 1901 • • • • •
Fungia moluccensis Horst, 1919 • • • • •
Fungia paumotensis Stutchbury, 1833 • • • • •
Fungia repanda Dana, 1846 • • • • •
Fungia scabra Döderlein, 1901 •
Fungia scruposa Klunzinger, 1879 • • • • •
Fungia scutaria Lamarck, 1801 • • • • •
Fungia spinifer Claereboudt and Hoeksema, 1987 • • •
Fungia taiwanensis Hoeksema and Dai, 1991 • •
Genus Ctenactis Verrill, 1864
Ctenactis albitentaculata Hoeksema, 1989 H • • •
Ctenactis crassa (Dana, 1846) • • • • •
Ctenactis echinata (Pallas, 1766) • • • • •
Genus Herpolitha Eschscholtz, 1825
Herpolitha limax (Houttuyn, 1772) • • • •
Herpolitha weberi Horst, 1921 • • • • •
Genus Polyphyllia Quoy and Gaimard, 1833
Polyphyllia novaehiberniae (Lesson, 1831) •
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
129Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
Lampiran 5.3. continued.
Zooxanthellate scleractinia BALI KOM WAK BNP DER
Polyphyllia talpina (Lamarck, 1801) • • • • •
Genus Sandalolitha Quelch, 1884
Sandalolitha dentata (Quelch, 1886) • • • • •
Sandalolitha robusta Quelch, 1886 • • • • •
Genus Halomitra Dana, 1846
Halomitra clavator Hoeksema, 1989 • • •
Halomitra pileus (Linnaeus, 1758) • • • • •
Genus Zoopilus Dana, 1864
Zoopilus echinatus Dana, 1846 • • • • •
Genus Lithophyllon Rehberg, 1892
Lithophyllon lobata Hoeksema, 1989 •
Lithophyllon mokai Hoeksema, 1989 • • •
Lithophyllon undulatum Rehberg, 1892 • •
Genus Podabacia Milne Edwards and Haime, 1849
Podabacia crustacea (Pallas, 1766) • • • • •
Podabacia lankaensis Veron, 2002 •
Podabacia motuporensis Veron, 1990 • • • •
Family Pectiniidae Vaughan and Wells, 1943
Genus Echinophyllia Klunzinger, 1879
Echinophyllia aspera (Ellis and Solander, 1788) • • • • •
Echinophyllia echinata (Saville-Kent, 1871) • • • • •
Echinophyllia echinoporoides Veron and Pichon, 1979 • • • • •
Echinophyllia orpheensis Veron and Pichon, 1980 • •
Genus Echinomorpha Veron, 2000
Echinomorpha nishihirai (Veron, 1990) •
Genus Oxypora Saville-Kent, 1871
Oxypora crassispinosa Nemenzo, 1979 • • • • •
Oxypora glabra Nemenzo, 1959 • • • • •
Oxypora lacera Verrill, 1864 • • • • •
Genus Mycedium Oken, 1815
Mycedium elephantotus (Pallas, 1766) • • • • •
Mycedium mancaoi Nemenzo, 1979 • • • • •
Mycedium robokaki Moll and Best, 1984 • • • • •
Mycedium steeni Veron, 2002 •
Genus Pectinia Oken, 1815
Pectinia africanus Veron, 2002 U
Pectinia alcicornis (Saville-Kent, 1871) • • • • •
Pectinia ayleni (Wells, 1935) • • • • •
Pectinia elongata Rehberg, 1892 • •
Pectinia lactuca (Pallas, 1766) • • • • •
Pectinia maxima (Moll and Borel Best, 1984) • • • • •
Pectinia paeonia (Dana, 1846) • • • • •
Pectinia teres Nemenzo and Montecillo, 1981 • • • •
Bab 5
130 Program Kajian Cepat
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
Lampiran 5.3. continued.
Zooxanthellate scleractinia BALI KOM WAK BNP DER
Family Merulinidae Verrill, 1866
Genus Hydnophora Fischer de Waldheim, 1807
Hydnophora exesa (Pallas, 1766) • • • • •
Hydnophora grandis Gardiner, 1904 • • • •
Hydnophora microconos (Lamarck, 1816) • • • • •
Hydnophora pilosa Veron, 1985 • • • •
Hydnophora rigida (Dana, 1846) • • • • •
Genus Paraclavarina Veron, 1985
Genus Merulina Ehrenberg, 1834
Merulina ampliata (Ellis and Solander, 1786) • • • • •
Merulina scabricula Dana, 1846 • • • • •
Merulina scheeri Head, 1983 •
Genus Boninastrea Yabe and Sugiyama, 1935
Genus Scapophyllia Milne Edwards and Haime, 1848
Scapophyllia cylindrica Milne Edwards and Haime, 1848 • • • •
Family Dendrophylliidae Gray, 1847
Genus Turbinaria Oken, 1815
Turbinaria frondens (Dana, 1846) • • • • •
Turbinaria heronensis Wells, 1958 •
Turbinaria irregularis, Bernard, 1896 • • • • •
Turbinaria mesenterina (Lamarck, 1816) • • • • •
Turbinaria patula (Dana, 1846) • •
Turbinaria peltata (Esper, 1794) • • • • •
Turbinaria reniformis Bernard, 1896 • • • • •
Turbinaria stellulata (Lamarck, 1816) • • • • •
Genus Heteropsammia Milne Edwards and Haime, 1848
Heteropsammia cochlea (Spengler, 1781) • •
Family Caryophylliidae Gray, 1847
Genus Heterocyathus Milne Edwards and Haime, 1848
Heterocyathus aequicostatus Milne Edwards & Haime, 1848 • •
Family Mussidae Ortmann, 1890
Genus Blastomussa Wells, 1961
Blastomussa wellsi Wijsmann-Best, 1973
Genus Micromussa Veron, 2000
Micromussa amakusensis (Veron, 1990) • • • •
Micromussa minuta (Moll and Borel-Best, 1984) • • •
Genus Acanthastrea Milne Edwards and Haime, 1848
Acanthastrea bowerbankiMilne Edwards and Haime, 1851 •
Acanthastrea brevis Milne Edwards and Haime, 1849 • • • •
Acanthastrea echinata (Dana, 1846) • • • • •
Acanthastrea hemprichii (Ehrenberg, 1834) • • • • •
Acanthastrea hillae Wells, 1955 •
Acanthastrea ishigakiensis Veron, 1990 • •
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
131Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
Lampiran 5.3. continued.
Zooxanthellate scleractinia BALI KOM WAK BNP DER
Acanthastrea lordhowensis Veron & Pichon, 1982 • • •
Acanthastrea regularis Veron, 2002 • • • •
Acanthastrea rotundoflora Chevalier, 1975 • • •
Acanthastrea subechinata Veron, 2002 • • • •
Genus Lobophyllia Blainville, 1830
Lobophyllia corymbosa (Forskål, 1775) • • • • •
Lobophyllia dentatus Veron, 2002 • •
Lobophyllia flabelliformis Veron, 2002 • • • •
Lobophyllia hataii Yabe and Sugiyama, 1936 • • • • •
Lobophyllia hemprichii (Ehrenberg, 1834) • • • • •
Lobophyllia robusta Yabe and Sugiyama, 1936 • • • • •
Lobophyllia serratus Veron, 2002 U •
Genus Symphyllia Milne Edwards and Haime, 1848
Symphyllia agaricia Milne Edwards and Haime, 1849 • • • • •
Symphyllia hassi Pillai and Scheer, 1976 • •
Symphyllia radians Milne Edwards and Haime, 1849 • • • • •
Symphyllia recta (Dana, 1846) • • • • •
Symphyllia valenciennesii Milne Edwards and Haime, 1849 • • • • •
Genus Scolymia Haime, 1852
Scolymia australis (Milne Edwards and Haime, 1849) •
Scolymia vitiensis Brüggemann, 1878 • •
Genus Mycetophyllia Milne Edwards and Haime, 1848
Genus Australomussa Veron, 1985
Australomussa rowleyensis Veron, 1985 • • • •
Genus Cynarina Brüggemann, 1877
Cynarina lacrymalis (Milne Edwards and Haime, 1848) • • • •
Family Faviidae Gregory, 1900
Genus Caulastrea Dana, 1846
Caulastrea curvata Wijsmann-Best, 1972 •
Caulastrea furcata Dana, 1846 • • • • •
Caulastrea tumida Matthai, 1928 • • •
Genus Favia Oken, 1815
Favia danae Verrill, 1872 • • • •
Favia favus (Forskål, 1775) • • • •
Favia helianthoides Wells, 1954 •
Favia laxa (Klunzinger, 1879) •
Favia lizardensis Veron, Pichon & Wijsman-Best, 1977 • • • • •
Favia maritima (Nemenzo, 1971) • • • •
Favia marshae Veron, 2002 • •
Favia matthaii Vaughan, 1918 • • • • •
Favia maxima Veron, Pichon & Wijsman-Best, 1977 • • • •
Favia pallida (Dana, 1846) • • • • •
Favia rosaria Veron, 2002 • •
Bab 5
132 Program Kajian Cepat
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
Lampiran 5.3. continued.
Zooxanthellate scleractinia BALI KOM WAK BNP DER
Favia rotumana (Gardiner, 1899) • • • • •
Favia rotundata Veron, Pichon & Wijsman-Best, 1977 • • • • •
Favia speciosa Dana, 1846 • • • • •
Favia stelligera (Dana, 1846) • • • • •
Favia truncatus Veron, 2002 • • • • •
Favia veroni Moll and Borel-Best, 1984 • • • • •
Favia vietnamensis Veron, 2002 • • •
Genus Barabattoia Yabe and Sugiyama, 1941
Barabattoia amicorum (Milne Edwards and Haime, 1850) • • •
Barabattoia laddi (Wells, 1954) • • • •
Genus Favites Link, 1807
Favites abdita (Ellis and Solander, 1786) • • • • •
Favites acuticollis (Ortmann, 1889) • •
Favites chinensis (Verrill, 1866) • • • • •
Favites complanata (Ehrenberg, 1834) • • • • •
Favites flexuosa (Dana, 1846) • • • • •
Favites halicora (Ehrenberg, 1834) • • • • •
Favites micropentagona Veron, 2002 • •
Favites paraflexuosa Veron, 2002 • • •
Favites pentagona (Esper, 1794) • • • • •
Favites russelli (Wells, 1954) • • • • •
Favites spinosa (Klunzinger, 1879) • •
Favites stylifera (Yabe and Sugiyama, 1937) • • • •
Favites vasta (Klunzinger, 1879) • • • •
Genus Goniastrea Milne Edwards and Haime, 1848
Goniastrea aspera Verrill, 1905 • • • • •
Goniastrea australensis (Milne Edwards and Haime, 1857) • • • • •
Goniastrea columella Crossland, 1948 •
Goniastrea edwardsi Chevalier, 1971 • • • • •
Goniastrea favulus (Dana, 1846) U • •
Goniastrea palauensis (Yabe and Sugiyama, 1936) •
Goniastrea pectinata (Ehrenberg, 1834) • • • • •
Goniastrea retiformis (Lamarck, 1816) • • • • •
Genus Platygyra Ehrenberg, 1834
Platygyra acuta Veron, 2002 • • • • •
Platygyra carnosus Veron, 2002 •
Platygyra contorta Veron, 1990 • • • • •
Platygyra daedalea (Ellis and Solander, 1786) • • • • •
Platygyra lamellina (Ehrenberg, 1834) • • • • •
Platygyra pini Chevalier, 1975 • • • • •
Platygyra ryukyuensis Yabe and Sugiyama, 1936 • • • • •
Platygyra sinensis (Milne Edwards and Haime, 1849) • • • • •
Platygyra verweyi Wijsman-Best, 1976 • • • • •
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
133Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
Lampiran 5.3. continued.
Zooxanthellate scleractinia BALI KOM WAK BNP DER
Platygyra yaeyamaensis Eguchi and Shirai, 1977 • • • •
Genus Australogyra Veron & Pichon, 1982
Genus Oulophyllia Milne Edwards and Haime, 1848
Oulophyllia bennettae (Veron, Pichon & Wijsman-Best, 1977) • • • • •
Oulophyllia crispa (Lamarck, 1816) • • • • •
Oulophyllia laevis (Nemenzo, 1959) • • • • •
Genus Leptoria Milne Edwards and Haime, 1848
Leptoria irregularis Veron, 1990 • •
Leptoria phrygia (Ellis and Solander, 1786) • • • • •
Genus Montastrea Blainville, 1830
Montastrea annuligera (Milne Edwards and Haime, 1849) • • • •
Montastrea colemani Veron, 2002 • • • • •
Montastrea curta (Dana, 1846) • • • • •
Montastrea magnistellata Chevalier, 1971 • • • • •
Montastrea salebrosa (Nemenzo, 1959) • • • •
Montastrea valenciennesi (Milne Edwards and Haime, 1848) • • • • •
Genus Plesiastrea Milne Edwards and Haime, 1848
Plesiastrea versipora (Lamarck, 1816) • • • • •
Genus Oulastrea Milne Edwards and Haime, 1848
Oulastrea crispata (Lamarck, 1816) • •
Genus Diploastrea Matthai, 1914
Diploastrea heliopora (Lamarck, 1816) • • • • •
Genus Leptastrea Milne Edwards and Haime, 1848
Leptastrea aequalis Veron, 2002 • • •
Leptastrea bewickensis Veron & Pichon, 1977 •
Leptastrea inaequalis Klunzinger, 1879 •
Leptastrea pruinosa Crossland, 1952 • • • • •
Leptastrea purpurea (Dana, 1846) • • • • •
Leptastrea transversa Klunzinger, 1879 • • • • •
Genus Cyphastrea Milne Edwards and Haime, 1848
Cyphastrea agassizi (Vaughan, 1907) • • •
Cyphastrea chalcidium (Forskål, 1775) • • • • •
Cyphastrea decadia Moll and Best, 1984 • • •
Cyphastrea japonica Yabe and Sugiyama, 1932 • • • •
Cyphastrea microphthalma (Lamarck, 1816) • • • • •
Cyphastrea ocellina (Dana, 1864) • •
Cyphastrea serailia (Forskål, 1775) • • • • •
Genus Echinopora Lamarck, 1816
Echinopora ashmorensis Veron, 1990 •
Echinopora gemmacea Lamarck, 1816 • • • • •
Echinopora hirsutissima Milne Edwards and Haime, 1849 •
Echinopora horrida Dana, 1846 • • • • •
Echinopora lamellosa (Esper, 1795) • • • • •
Bab 5
134 Program Kajian Cepat
Lampiran 5.3. continued.
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
Zooxanthellate scleractinia BALI KOM WAK BNP DER
Echinopora mammiformis (Nemenzo, 1959) • •
Echinopora pacificus Veron, 1990 • • • •
Echinopora taylorae (Veron, 2002) • • •
Family Trachyphylliidae Verrill, 1901
Genus Trachyphyllia Milne Edwards and Haime, 1848
Trachyphyllia geoffroyi (Audouin, 1826) • • • • •
Family Poritidae Gray, 1842
Genus Porites Link, 1807
Porites massive • • • •
Porites annae Crossland, 1952 • • •
Porites aranetai Nemenzo, 1955 •
Porites attenuata Nemenzo 1955 • • • •
Porites australiensisVaughan, 1918 •
Porites cumulatus Nemenzo, 1955 • • • •
Porites cylindrica Dana, 1846 • • • • •
Porites deformis Nemenzo, 1955 • •
Porites densa Vaughan, 1918 •
Porites evermanni Vaughan, 1907 • • • •
Porites flavus Veron, 2002 •
Porites horizontalata Hoffmeister, 1925 • • •
Porites latistella Quelch, 1886 • • • • •
Porites lichen Dana, 1846 • • • • •
Porites lobata Dana, 1846 • •
Porites lutea Milne Edwards & Haime, 1851 •
Porites mayeri Vaughan, 1918 •
Porites monticulosa Dana, 1846 • • • •
Porites murrayensis Vaughan, 1918 •
Porites napopora Veron, 2002 • •
Porites negrosensis Veron, 1990 • • • •
Porites nigrescens Dana, 1846 • • • • •
Porites profundus Rehberg, 1892 • •
Porites rugosa Fenner & Veron, 2002 • • • • •
Porites rus (Forskål, 1775) • • • • •
Porites sillimaniana Nemenzo, 1976 •
Porites solida (Forskål, 1775) • • •
Porites stephensoni Crossland, 1952 • • •
Porites tuberculosa Veron, 2002 • • • • •
Porites vaughani Crossland, 1952 • • • • •
Genus Goniopora Blainville, 1830
Goniopora albiconus Veron, 2002 • • • •
Goniopora burgosi Nemenzo, 1955 • • • • •
Goniopora columna Dana, 1846 • • • • •
Goniopora djiboutiensis Vaughan, 1907 • • • •
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
135Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Lampiran 5.3. continued.
Zooxanthellate scleractinia BALI KOM WAK BNP DER
Goniopora eclipsensis Veron and Pichon, 1982 • • •
Goniopora fruticosa Saville-Kent, 1893 • • • • •
Goniopora lobata Milne Edwards and Haime, 1860 • • • • •
Goniopora minor Crossland, 1952 • • • • •
Goniopora palmensis Veron and Pichon, 1982 • • • •
Goniopora pandoraensis Veron and Pichon, 1982 • • • •
Goniopora pendulus Veron, 1985 • • • • •
Goniopora somaliensis Vaughan, 1907 • • • • •
Goniopora stokesi Milne Edwards and Haime, 1851 • • • • •
Goniopora stutchburyi Wells, 1955 • • • •
Goniopora tenella (Quelch, 1886) • • • •
Goniopora tenuidens (Quelch, 1886) • • • • •
Genus Alveopora Blainville, 1830
Alveopora allingi Hoffmeister, 1925 •
Alveopora catalai Wells, 1968 • • •
Alveopora daedalea (Forskål, 1775) • •
Alveopora excelsa Verrill, 1863 • •
Alveopora fenestrata (Lamarck, 1816) • • • • •
Alveopora gigas Veron, 1985 • • •
Alveopora marionensis Veron & Pichon, 1982 • • •
Alveopora minuta Veron, 2002 • •
Alveopora spongiosa Dana, 1846 • • • • •
Alveopora tizardi Bassett-Smith, 1890 • • • • •
Alveopora viridis Quoy and Gaimard, 1833 •
406 350 388 370 444
Catatan Editor 27 Agustus 2012:
Spesies karang baru yang disebutkan dalam bab ini telah memiliki nama resmi ‘Euphyllia baliensis sp. nov.’ seperti dijelaskan dalam publikasi berikut ini:
Turak, E., DeVantier, L. & Erdmann, M. 2012, ‘Euphyllia baliensis sp. nov. (Cnidaria: Anthozoa: Sclearctinia: Euphylliidae): a new species of reef coral from Indonesia’, Zootaxa, no. 3422, pp. 52-61.
Bab 6
136 Program Kajian Cepat
6.1 lAnGKAh-lAnGKAh menuju jejARinG KKP BAli
Hasil Kajian Cepat Kelautan Bali 2011 telah kami jelaskan dalam laporan ini. Dari kondisi terkini terumbu karang dan ikan karang Bali saja, kami menyimpulkan bahwa perlu dilakukan upaya-upaya yang lebih serius untuk konservasi kelautan di Bali. Berdasarkan laporan ini, terumbu karang Bali terbagi menjadi lima tipe komunitas karang utama (Bab 4) dan pada umumnya berada dalam kondisi baik (Bab 3). Keanekaragaman spesies ikan karang Bali ternyata sangat tinggi dan merupakan yang kedua terkaya di Asia-Pasifik (Bab 5), tetapi di sisi lain, ada indikasi kuat bahwa terumbu karang Bali telah mengalami penangkapan berlebihan (“overfishing”) yang serius, seperti yang digambarkan dengan hasil pengamatan hanya mencatat tiga ekor hiu dan tiga ekor ikan maming dalam lebih dari 350 orang-jam penyelaman. Selain itu, ditemukannya 13 spesies ikan karang baru, satu spesies karang baru dan 13 spesies karang lain yang kemungkinan besar merupakan spesies baru juga di Bali makin memperkuat diperlukannya perlindungan terhadap sumber daya kelautan Bali.
Sekalipun istilahnya kedengarannya sederhana, ada beberapa definisi untuk ‘Marine Protected Area (MPA)’ atau Kawasan Konservasi Perairan (KKP). IUCN mendefinisikannya sebagai “Kawasan pasang surut atau di bawah garis surut, termasuk juga air, flora, fauna dan segi-segi historis dan budayanya, yang telah diamankan baik oleh hukum maupun metode efektif lainnya, untuk melindungi seluruh atau sebagian dari lingkungan tertutup tersebut” (Kelleher 1999). Hampir satu dekade kemudian, IUCN merevisi definisi KKP sebagai “Sebuah kawasan yang memiliki batas geografis yang jelas yang diakui, diperuntukkan dan dikelola, baik secara formal maupun tidak formal, agar dalam jangka panjang melindungi alam berikut jasa-jasa ekosistem dan nilai-nilai budayanya” (IUCN-WCPA 2008). Pemerintah Indonesia secara longgar menterjemahkan KKP sebagai “kawasan konservasi perairan”, yang didefinisikan sebagai “kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan system zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan” (Permen KP 2 2009, Pasal 1).
Sebagai sebuah propinsi, saat ini Bali memiliki satu KKP (Taman Nasional Bali Barat) di Kabupaten Buleleng dan sebuah KKP yang sudah dideklarasikan (KKP Nusa Penida di Kabupaten Klungkung, lihat Darma et al.(2010)). Beberapa KKP tingkat desa sudah diadakan di Bali, antara lain di Kecamatan Tejakula. Kawasan-kawasan konservasi yang saling berdekatan ini tidak dapat dikelola secara terpisah tanpa menyadari keterkaitan di antara mereka. Untuk lebih efektif mengelola KKP-KKP inilah konsep Jejaring KKP dilahirkan.
Sebuah Jejaring KKP didefinisikan sebagai “Sekumpulan unit KKP atau kawasan perlindungan yang bekerja sama secara sinergis pada berbagai skala ruang, dengan berbagai tingkat perlindungan untuk mencapai tujuan yang tidak dapat dicapai oleh satu KKP saja” (IUCN-WCPA 2008). Sebuah jejaring KKP harus dirancang “untuk memulihkan ekosistem laut dan populasi-populasi di dalamnya menuju tingkat produktivitas dan keanekaragaman yang paling maksimum” (IUCN-WCPA 2008, p. 24). Terdapat delapan metode atau langkah-langkah yang diperlukan untuk mengembangkan sebuah jejaring KKP (UNEP-WCMC 2008):
1. Mengidentifikasi dan melibatkan para pemangku kepentingan 2. Mengidentifikasi tujuan dan sasaran3. Mengumpulkan data 4. Menetapkan target-target konservasi dan prinsip-prinsip rancangan jejaring
Bab 6
Menuju Jejaring KKP Bali
Putu Liza Mustika & I Made Jaya Ratha
Menuju Jejaring KKP Bali
137Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
5. Meninjau KKP-KKP yang sudah ada6. Memilih KKP-KKP baru7. Menerapkan jejaring8. Memelihara dan memantau jejaring kawasan konservasi
Selain itu, IUCN-WCPA (2008) juga memberikan enam panduan untuk merencanakan jejaring KKP (beberapa di antaranya mirip dengan langkah-langkah UNEP-WCMC:
1. Tujuan dan sasaran yang jelas2. Adanya otoritas resmi dan komitmen politis jangka
panjang3. Libatkan para pemangku kepentingan4. Gunakan informasi yang terkini dan prinsip
kehati-hatian5. Gunakan rancang bangun pengelolaan terpadu6. Gunakan prinsip-prinsip tolok ukur pengelolaan adaptif
Kajian Cepat Kelautan Bali 2011 merupakan satu capaian penting bagi Jejaring KKP Bali. Hasil-hasil dalam dokumen ini merupakan bagian dari proses pengumpulan data (#3 di langkah-langkah UNEP-WCMC dan #4 di panduan IUCN-WCPA). Karena datanya dikumpulkan secara cepat, informasi dari MRAP ini memang bukanlah gambaran lengkap kondisi karang dan ikan karang di Bali. Hasil MRAP ini lebih merupakan potret situasi terkini untuk terumbu karang dan ikan karang Bali.
Data terumbu karang dan ikan karang yang tercakup dalam dokumen ini sangatlah penting, namun tetap kurang untuk menyadari seberapa kayanya pesisir dan laut Bali. Kami mencoba menyeimbangkan kekurangan ini dengan memasukkan data sekunder tentang beberapa taxa ruaya di Bagian 6.2 di bawah ini.
6.2 inFoRmASi tAmBAhAn menGenAi FAunA lAut BeSAR di BAli
6.2.1 Penyu lautWalaupun terdapat banyak dokumen tentang perdagangan penyu laut di Bali (lihat Adnyana et al. 2010), hanya sedikit publikasi yang ditemukan tentang status penyu laut di pulau ini. Informasi anekdot dari akhir abad ke-20 menyebutkan bahwa Bali tidak lagi memiliki penyu laut, selain tempat peneluran di Perancak (Kab. Negara) dan Pemuteran (Kab. Buleleng). Namun data-data terakhir mulai memberikan indikasi bahwa Bali masih memiliki tempat-tempat peneluran (dan mungkin juga tempat pakan) yang perlu dilindungi.
Informasi anekdot menyatakan bahwa Bali merupakan lokasi peneluran dan pakan bagi empat jenis penyu laut: penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu lekang (Lepidochelys olivacea) dan penyu belimbing (Dermochelys coriacea). Bali memiliki 11 lokasi peneluran di seluruh pulau. KSDA (Konservasi Sumber Daya Alam, http://www.ksda-bali.go.id/?page_id=26)
memiliki daftar lokasi-lokasi peneluran penyu yang sudah dalam pengelolaan: Kuta (Badung), Lepang (Klungkung), Perancak (Jembrana), dan Pemuteran (Buleleng). Namun, lebih banyak lagi lokasi peneluran yang belum ada pengelolaannya: Kedonganan (Jimbaran, Badung), Nusa Dua (Badung), Sanur (Denpasar), Serangan (Denpasar), Saba (Gianyar), Tembok (Karangasem) dan Yeh Gangga (Tabanan).
Para peneliti Bali MRAP 2011 mencatat lima lokasi di mana penyu laut sempat terlihat: Terora/Sanur (1 penyu hijau besar), Gili Biaha/Tanjung Pasir Putih (Padang Bai, 1 penyu sisik besar), Gili Selang (Seraya, 1 penyu sisik besar), Menjangan (Anchor Wreck dan Coral Garden, 2 penyu sisik). Penyu sisik (Eretmochelys imbricata) sering ditemukan makan di terumbu karang. Karenanya, ada kemungkinan bahwa lokasi terumbu karang di mana mereka terlihat merupakan ruaya pakan bagi spesies ini. Terora memiliki ekosistem padang lamun yang cukup luas yang mendukung teori bahwa tempat ini merupakan ruaya pakan penyu hijau turtles (Chelonia mydas). Sebagai informasi tambahan, di tahun 2009 seekor penyu hijau dilepaskan dari Pulau Serangan dan diberi tag satelit. Tag tersebut menunjukkan jalur pakan di sekitar Sanur (UNUD-WWF 2009).
Tabel 6.1 di bawah ini merupakan daftar spesies penyu laut yang dapat ditemukan di Bali saat ini. Informasi ini juga memberikan indikasi pentingnya segera dilakukan pengelolaan untuk kawasan peneluran dan pakan penyu, terutama yang paling menonjol seperti Perancak (lokasi peneluran di Kuta saat ini sudah dikelola oleh Profauna, KSDA dan Balawista local). Karenanya, Perancak harus, dan memang sudah (lihat Bagian 6.3), dilibatkan dalam daftar lokasi penting yang perlu dikelola sebagai KKP dan dimasukkan dalam Jejaring KKP Bali.
6.2.2 mamalia lautPerairan Bali sepertinya cocok bagi mamalia laut, dalam hal ini cetacean (paus dan lumba-lumba) dan dugong. Perairan Bali dihuni oleh setidaknya 11 spesies cetacean (termasuk dua sub-spesies lumba-lumba spinner), setidaknya satu paus baleen yang belum teridentifikasi dan dugong (sebagai satu-satunya anggota ordo Sirenian di kawasan Indo-Pasifik)(Tabel 6.2).
Wisata lihat mamalia laut adalah satu sektor ekonomi yang makin penting di Bali. Lokasi utama wisata lihat lumba-lumba di Bali adalah di Lovina (Buleleng) dan Peninsula (Badung). Spesies target utama untuk kedua lokasi tersebut adalah lumba-lumba spinner, walaupun yang sub-spesies Hawaii (Stenella longirostris longirostris) agak jarang terlihat di Lovina (Mustika 2011). Tidak ada kegiatan perburuan mamalia laut di Bali, walaupun kami kadang mengamati penggunaan bangkai paus yang terdampar oleh masyarakat.
Kawasan pariwisata Lovina merupakan nama kolektif untuk beberapa desa di barat Singaraja yang termasuk dalam dua kecamatan: Banjar dan Buleleng. Desa Temukus dan Kaliasem termasuk di wilayah Kec. Banjar. Desa
Bab 6
138 Program Kajian Cepat
Kalibukbuk, Anturan, Tukad Mungga dan Pemaron masuk ke dalam Kec. Buleleng. Lovina adalah lokasi wisata lihat lumba-lumba pertama di Bali dan di Indonesia (Gouyon 2005). Industri ini dimulai tahun 1987 ketika, atas anjuran para backpacker asing, para nelayan di desa Kaliasem membentuk kelompok kapten kapal pemandu lumba-lumba yang pertama di Lovina (Mustika 2011). Sejak saat itu, jenis wisata ini tumbuh pesat, menghasilkan empat kelompok pemandu (Kaliasem, Kalibukbuk, Aneka and Banyualit) dan tidak kurang dari 179 jukung yang berpotensi untuk mengantar tamu setiap pagi.
Seperti halnya kegiatan wisata lihat bahari lainnya (Zwirn et al. 2005; Carlson 2010), kegiatan wisata lihat lumba-lumba di Lovina juga harus dikelola dengan baik. Hingga saat ini tidak ada bentuk pengelolaan resmi untuk wisata lumba-lumba di Lovina, walaupun penelitian Mustika (2011) melibatkan pula para kapten kapal dalam diskusi tentang tata cara wisata lihat lumba-lumba yang lestari. Pada intinya para kapten kapal setuju untuk melakukan tiga hal: 1) matikan mesin (atau jika tidak praktis, angkat baling-baling), 2) jaga jarak dari lumba-lumba, dan 3) jangan potong jalan lumba-lumba.
KKP Buleleng Tengah (yang sejatinya mencakup seluruh wilayah Lovina) telah dideklarasikan pada bulan September
2011. Deklarasi ini dilakukan oleh Bupati Buleleng dengan tujuan membuat KKP Buleleng Tengah menjadi taman wisata perairan. Dalam hal ini, penerapan panduan laku bagi wisata lihat lumba-lumba sangatlah penting. Tetap disadari bahwa diperlukan upaya pendekatan masyarakat dan pelatihan dalam kurun lebih dari setahun untuk membuat seluruh kapten kapal menerapkan tiga kesepakatan di atas (plus kesepakatan-kesepakatan lain).
6.2.3 Fauna laut besar lainnya Tidak cukup banyak ditemukan informasi tertulis tentang distribusi fauna laut besar lainnya. Namun, tercatat empat spesies hiu (hiu sirip hitam, hiu sirip putih, hiu bamboo dan hiu Wobbegong), empat spesies manta (Manta birostris, pari burung, dan pari totol biru) dan Mola mola yang tersohor dapat ditemukan di Nusa Penida di Kab Klungkung (Darma et al. 2010). Informasi anekdot juga mengkonfirmasikan keberadaan hiu bodoh (Rhincodon typus) di Nusa Penida (Reef Check Indonesia dan Conservation International), Tejakula (Yayasan LINI) dan Lovina (pengamatan pribadi Mustika).
Penurunan jumlah hiu di perairan Bali merupakan isu pengelolaan yang penting untuk segera ditangani karena pentingnya peranan hiu dalam menjaga kesehatan
Tabel 6.1. Daftar spesies penyu dan lokasi peneluran dan pakan mereka di Bali
No. SPESIES STATUS DAFTAR MERAH IUCN Tempat bertelur (alfabet) Ruaya pakan (alfabet)
1 PENYU HIJAU (CHELONIA MyDAS)
DALAM BAHAyA/ENDANGERED (V 3.1)
Nusa Penida (Klungkung)
Sanur (Denpasar)
2 PENYU SISIK (ERETMOCHELyS IMBRICATA)
KRITIS/CRITICALLY ENDANGERED (V 3.1)
Pemuteran (Buleleng)Saba (Gianyar)
Gili Selang (Seraya, Karangasem)
Menjangan (Buleleng)
Nusa Penida (Klungkung)
Padang Bai (Karangasem)
3 PENYU LEKANG (LEPIDOCHELyS OLIVACEA)
RAWAN/VULNERABLE (V 3.1) Kedonganan (Jimbaran, Badung)
Kuta (Badung)
Lepang (Klungkung)
Nusa Dua (Badung)
Pemuteran (Buleleng)
Perancak (Jembrana)
Saba (Gianyar)
Sanur (Denpasar)
Serangan (Denpasar)
Yeh Gangga (Tabanan)
4 PENYU BELIMBING (DERMOCHELyS CORIACEA)
KRITIS/CRITICALLY ENDANGERED (V 2.3)
Perancak (Jembrana)
5 UnIDEntIfIED SPECIES
Nusa Penida (Klungkung)
Tembok (Karangasem)
Sumber: UNUD-WWF (2009), KSDA (KSDA 2009), Darma et al. (2010)
Menuju Jejaring KKP Bali
139Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
ekosistem laut (Stevens et al. 2000; Baum & Worm 2009) dan terutama untuk mencegah hilangnya potensi wisata hiu yang dapat sangat menguntungkan bagi Bali. Populasi hiu karang di Bali memang sudah berkurang karena ditangkap. Kini beberapa nelayan di tenggara Bali dengan giat juga menangkap hiu-hiu pelagis yang hidup di perairan dalam, termasuk hiu thresher. Hanya dalam kurun waktu September dan Oktober 2011, hampir 4.500 hiu thresher (Alopias sp.) diperkirakan ditangkap oleh nelayan di perairan lepas Nusa Penida, antara Klungkung dan Karangasem (Shingler & Perez 2011). Saat ini, ketiga spesies di dalam genus Alopias tercatat sebagai ‘rawan/vulnerable’ dalam
Daftar Merah IUCN (versi 2011.1). Sekitar 90% hiu yang ditangkap di perairan tenggara Bali adalah hiu betina yang sedang hamil (Shingler & Perez 2011). Dalam waktu dekat, cepatnya laju tangkapan hiu thresher saat ini ditakutkan akan membuat Bali kehilangan genus ini.
Daerah Perlindungan Hiu Berdasarkan hasil pemantauan akhir-akhir ini, kami sangat menyarankan agar pemerintah Bali harus serius mempertimbangkan peraturan yang menciptakan daerah perlindungan hiu (‘shark sanctuary’) di Bali yang melarang penangkapan atau pembunuhan segala jenis hiu di perairan
Tabel 6.2. Daftar spesies mamalia laut yang terlihat di Bali sejak 2001
No. Spesies (nama Latin)Spesies (nama Indonesia)
Status Daftar Merah IUCN (v 3.1)
Lokasi Kabupaten
1a Stenella longirostris longirostris2
Lumba-lumba spinner Hawaii Kekurangan data (Data deficient)
Peninsula Badung
Lovina Buleleng
1b Stenella longirostris roseiventris2
Lumba-lumba spinner kerdil/Asia Tenggara
Kekurangan data (Data deficient)
Peninsula Badung
Lovina Buleleng
2 Stenella attenuata2 Lumba-lumba totol tropis Tidak perlu diperhatikan (Least concern)
Peninsula Badung
Lovina Buleleng
3 Grampus griseus 124 Lumba-lumba Risso Tidak perlu diperhatikan (Least concern)
Peninsula Badung
Lovina Buleleng
4 Lagenodelphis hosei 2 Lumba-lumba Fraser Tidak perlu diperhatikan (Least concern)
Lovina Buleleng
5 Globicephala macrorhynchus 234
Paus pilot sirip pendek Kekurangan data (Data deficient)
Lovina Buleleng
Serangan Denpasar
6 Pseudorca crassidens25 Paus pembunuh palsu Kekurangan data (Data deficient)
Nusa Penida Klungkung
Peninsula Badung
7 Tursiops sp. 25 Lumba-lumba hidung botol Kekurangan data (T. aduncus), tidak perlu diperhatikan (T. truncatus)
Lovina Buleleng
Nusa Penida Klungkung
Peninsula Badung
8 Feresa attenuata1234 Paus pembunuh kerdil Kekurangan data (Data deficient)
Peninsula Badung
Semawang Denpasar
9 Steno bredanensis3 Lumba-lumba gigi kasar Tidak perlu diperhatikan (Least concern)
Suwung Badung
10 Physeter macrocephalus134 Koteklema (sperm whale) Rawan (Vulnerable) Badung, Jembrana, Klungkung
11 Megaptera novaeangliae 134 Paus bongkok Tidak perlu diperhatikan (Least concern)
Tanah Lot Tabanan
12 Balaenoptera sp. 2 Paus baleen Tergantung spesiesnya Peninsula Badung
Lovina Buleleng
13 Dugong dugon345 Dugong Rawan (Vulnerable) Tanjung Benoa Badung
Nusa Penida Klungkung
Catatan: 1 ditemukan terdampar (Mustika et al. 2009), 2 terlihat saat survei kapal (Mustika 2011), 3 data pribadi Ratha 2011, 4 data Marine Mammals Indonesia, 5 terlihat saat survei kapal (Darma et al. 2010)
Bab 6
140 Program Kajian Cepat
Provinsi Bali. Pers internasional akan menerima daerah perlindungan hiu dengan baik, karena hal ini terjadi saat Bali sedang diserang kritik-kritik lingkungan. Daerah perlindungan hiu juga akan mencegah merebaknya kritik terhadap Bali jika informasi tentang pembantaian hiu thresher tersebut terbuka ke dunia internasional. Selain itu, inisiatif ini akan meningkatkan posisi tawar Bali di dunia wisata bahari, karena kebanyakan pesaing Bali dalam wisata bahari (termasuk Maldives, Palau, Micronesia, Bahama dan Guam) telah mencanangkan daerah perlindungan hiu. Hanya pada bulan Oktober 2011 yang lalu, Marshall Island mencanangkan daerah perlindungan hiu terbesar di seluruh dunia (sebesar 1,990,530 km2). Adalah suatu keuntungan bagi Bali jika pemerintah daerah Bali mengikuti langkah tersebut. Daerah perlindungan hiu tidak akan hanya menciptakan citra media yang positif; bahwa Bali memiliki kemauan politik yang cukup untuk menangani satu masalah lingkungan yang serius. Pada akhirnya, saat populasi hiu mulai pulih, daerah perlindungan hiu akan juga memberikan sumbangan berarti bagi wisata bahari Bali. Bab terakhir dalam laporan ini antara lain mendiskusikan pentingnya daerah perlindungan hiu di Bali.
Wisata selam melihat hiu semakin populer di antara para penyelam internasional di seluruh dunia. Seekor hiu hidup dapat bernilai hingga USD 179.000 per tahun untuk wisata selam di Palau; suatu angka yang sangat kontras dengan nilai jika hiu tersebut mati karena perdagangan karena hanya mencapai USD 274 per ekor di pasaran (Vianna et al. 2010). Perlu juga ditemukan tempat yang ideal untuk melihat hiu, misalnya daerah pembersihan hiu oleh ikan remora kecil.
Daerah ini penting bagi wisata hiu karena turis hanya akan mau membayar paket wisata melihat hiu yang mahal jika ada kemungkinan besar mereka dapat melihat hewan tersebut (lihat Topelko & Dearden 2005; Vianna et al. 2010). Lokasi relatif tempat melihat hiu juga penting karena jika lokasinya terlalu jauh (sehingga tidak dapat terjangkau oleh perahu harian), maka wisata selam untuk melihat hiu juga tidak akan memberikan sumbangan berarti bagi ekonomi lokal (Topelko & Dearden 2005).
Menuju Jejaring KKP Bali Kami memandang informasi dalam laporan ini cukup
untuk memicu peningkatan pengelolaan KKP-KKP yang sudah ada, berikut dengan bentuk-bentuk konservasi yang lain. Pengelompokan terumbu karang Bali ke dalam lima komunitas (Bab 4) dan kesadaran bahwa Bali memiliki komunitas ikan karang terkaya nomor dua di Indo-Pasifik (setelah Raja Ampat di Papua – Bab 5) menguatkan diperlukannya jejaring KKP Bali untuk meningkatkan kelentingan source-sink (hilir-hulu) (UNEP-WCMC 2008). Informasi singkat tentang fauna laut besar, terutama penyu dan mamalia laut (Bagian 6.2) juga mencerminkan pentingnya jejaring KKP di Bali. Dalam hal KKP, spesies ruaya paling baik dikelola dalam KKP yang besar yang wilayahnya mencakup seluruh atau sebagian besar siklus hidup fauna ruaya tersebut. Hal ini biasanya tidak praktis, atau malah sering tidak mungkin dilakukan. Kumpulan KKP yang berdekatan yang terhubungkan secara ekologis mengamankan bagian dari jalur migrasi dan habitat-habitat kritis spesies tersebut. Kumpulan KKP yang berjejaring
Tabel 6.3. lokasi-lokasi prioritas untuk jejaring kkP di Bali (searah jarum jam, kea rah timur)
No. Nama lokasi Tempat lokasi Karakteristik biologi Status pengelolaan
1 Taman Nasional Bali Barat Bali Barat, Buleleng Terumbu karang, ikan karang, penyu, paus dan lumba-lumba (cetacean)
KKP resmi
2 KKP Buleleng Barat Pemuteran, Buleleng Terumbu karang, ikan karang, penyu Sudah dicadangkan sebagai KKP *
3 KKP Buleleng Tengah Lovina, Buleleng Terumbu karang, ikan karang, cetacean, hiu bodoh Sudah dicadangkan sebagai KKP *
4 KKP Buleleng Timur Tejakula, Buleleng Terumbu karang, ikan karang, hiu bodoh Sudah dicadangkan sebagai KKP *
5 Tulamben Karangasem Terumbu karang, ikan karang, penyu n.a.
6 Padang Bai – Candidasa Karangasem Terumbu karang n.a.
7 Nusa Penida Klungkung Terumbu karang, mangrove, ikan karang, cetacean, hiu bodoh, penyu, hiu, manta, ikan matahari (Mola mola)
Sudah dicadangkan sebagai KKP **
8 Peninsula (termasuk Nusa Dua dan Bukit Uluwatu)
Badung Terumbu karang, ikan karang, penyu, cetacean n.a.
9 Perancak Negara Penyu, mangrove n.a.
Catatan:*dideklarasikan pada 22 Agustus 2011 **dideklarasikan pada bulan September 2010
Menuju Jejaring KKP Bali
141Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
inilah yang dapat menggantikan fungsi satu KKP besar (lihat Sciara 2007 untuk contoh bagi cetacean).
Diakui bahwa laporan ini tidak mencakup informasi dasar penting lain untuk membentuk sebuah jejaring MPA, misalnya distribusi mangrove dan informasi dasar oseanografis (terutama pola arus air di kolom tengah dan dasar). Data yang disebut belakangan ini adalah penting untuk membangun pemahaman tentang prinsip kesinambungan ekologis antar KKP di dalam jejaring. Dokumen ini juga tidak mencakup analisis social dan ekonomi. Namun, berdasarkan prinsip kehati-hatian, pengelolaan konservasi tetap harus terjadi sekalipun belum seluruh data terkumpulkan (Lauck et al. 1998).
Untuk melengkapi capaian jejaring KKP, saat ini Conservation International Indonesia (CII) sedang menjalani proses identifikasi dan pendekatan dengan partner lokal (antara lain masyarakat lokal, pemerintahan, LSM dan lembaga penelitian). Sebelum Bali MRAP 2011 dilakukan, pada bulan Juni 2010 CII sempat melaksanakan beberapa pertemuan antar para pemangku kepentingan untuk mengidentifikasi lokasi-lokasi prioritas di sekitar Bali. Berdasarkan hasil identifikasi tersebut, termasuk karakter ekologis dan status pengelolaan diusulkan setidaknya
sembilan lokasi yang termasuk ke dalam Jejaring KKP Bali sperti yang dimuat dalam Tabel 6.3.
Padang Bai – Candidasa termasuk dalam daftar karena lokasi tersebut memiliki komposisi terumbu karang dan ikan yang unik, dengan indikasi sering terjadi “cold water upwelling” yang dipercaya bisa memberikan “kelentingan” terhadap perubahan iklim. Di perairan Padang Bai-Candidasa tersebut juga terdapat sebuah spesies karang baru (Euphyllia sp. – Bab 4); saat ini spesies ini diduga endemik di kawasan Bali timur. Taman Nasional Bali Barat (TNBB) juga dimasukkan ke dalam daftar jejaring karena merupakan lokasi penting bagi terumbu karang dan ikan karang (Bab 3-5). Sebagai KKP pertama di Bali, TNBB memiliki banyak pengalaman yang dapat dibagikan kepada KKP-KKP lainnya. Sebaran kawasan-kawasan konservasi yang disebutkan di Tabel 6.3 digambarkan di Gambar 6.1.
Dari sembilan lokasi yang diusulkan, hanya satu yang memiliki bentuk pengelolaan resmi (Taman Nasional Bali Barat). Empat lokasi lain (tiga di Buleleng dan satu di Nusa Penida) telah dicadangkan sebagai KKP dan kini sedang menjalani proses perencanaan dan zonasi. Belum ada bentuk pengelolaan resmi untuk empat lokasi terakhir (Tulamben, Padang Bai-Candidasa, Peninsula dan Perancak).
Gambar 6.1. Bakal-bakal kkP dan lokasi-lokasi yang diusulkan untuk dimasukkan ke dalam Jejaring kkP Bali (lihat tabel 6.3 untuk nama-nama kkP)
Bab 6
142 Program Kajian Cepat
Lokasi-lokasi tersebut perlu dikelola secara kolaboratif antara pemerintah, masyarakat lokal dan sektor swasta, dengan bantuan LSM dan lembaga-lembaga penelitian. Pembentukan daerah perlindungan hiu juga semestinya bisa tersambungkan dengan baik dengan jejaring KKP seluruh pulau karena jejaring tersebut akan memberikan tambahan tenaga pemantauan dan penegakan hukum untuk menghentikan perikanan hiu di Bali.
dAFtAR PuStAKA:
Adnyana, I. W., Damriyasa, I. M., Trilaksa, I., Ratha, I. M. J. & Hitipeuw, C. 2010, Laporan Sigi Pemanfaatan dan Perdagangan Penyu di Bali Serta Rekomendasi Pengentasannya (Investigative report on the sea turtle trade in Bali and its alleviation recommendations), Faculty of Veterinarian, Udayana University, Denpasar.
Baum, J. K. & Worm, B. 2009, ‘Cascading top-down effects of changing ocean predator abundance’, Journal of Animal Ecology, vol. 78, no. 4, pp. 699-714.
Carlson, C. 2010, A review of whale watch guidelines and regulations around the world (version 2009), International Whaling Commission, Maine.
Darma, N., Basuki, R. & Welly, M. 2010, Profil Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Propinsin Bali, Pemda Klungkung, Kementrian Kelautan dan Perikanan, The Nature Conservancy - Indonesia Marine Program, Denpasar.
Gouyon, A. (ed.) 2005, The Natural Guide to Bali, Bumi Kita Foundation, Denpasar.
IUCN-WCPA 2008, Establishing Resilient Marine Protected Area Networks - Making It Happen, IUCN-WCPA, National Oceanic and Atmospheric Administration and The Nature Conservancy, Washington, D.C.
Kelleher, G. (ed.) 1999, Guidelines for Marine Protected Areas, IUCN, Cambridge.
KSDA, 2009, Konservasi Ex-situ (Ex-situ conservation) [Online], Balai KSDA (Konservasi Sumber Daya Alam) Bali, Available: http://www.ksda-bali.go.id/?page_id=26 [7 September 2011].
Lauck, T., Clark, C. W., Mangel, M. & Munro, G. R. 1998, ‘Implementing the precautionary principle in fisheries management through marine reserves’, Ecological Applications, vol. 8, no. 1, pp. S72-S78.
Mustika, P. L. K. 2011, ‘Towards Sustainable Dolphin Watching Tourism in Lovina, Bali, Indonesia (under review, submitted in July 2011)’, James Cook University.
Mustika, P. L. K., Hutasoit, P., Madusari, C. C., Purnomo, F. S., Setiawan, A., Tjandra, K. & Prabowo, W. E. 2009, ‘Whale strandings in Indonesia, including the first record of a humpback whale (Megaptera novaeangliae) in the Archipelago’, The Raffles Bulletin of Zoology, vol. 57, no. 1, pp. 199-206.
Permen KP 2 2009, Tata Cara Penetapan Kawasan Konservasi Perairan Nomor Per.02/Men/2009, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, Jakarta.
Sciara, G. N. d. 2007, Draft Guidelines for the Establishment and Management of Marine Protected Areas for Cetaceans. UNEP(DEPI)/MED WG.308/8, United Nations Environment Programme, Palermo.
Shingler, A. & Perez, G. 2011, Shark Fishing in Nusa Penida September - October 2011, Denpasar.
Stevens, J. D., Bonfil, R., Dulvy, N. K. & Walker, P. A. 2000, ‘The effects of fishing on sharks, rays, and chimaeras (chondrichthyans), and the implications for marine ecosystems’, ICES Journal of Marine Science, vol. 57, no. 3, pp. 476-494.
Topelko, K. N. & Dearden, P. 2005, ‘The Shark Watching Industry and its Potential Contribution to Shark Conservation’, Journal of Ecotourism, vol. 4, no. 2, pp. 108-128.
UNEP-WCMC 2008, National and Regional Networks of Marine Protected Areas: A Review of Progress, UNEP-WCMC, Cambridge.
UNUD-WWF, 2009, Satellite tracking of DC Bali turtles [Online], Seaturtle.org, Available: http://www.seaturtle.org/tracking/index.shtml?tag_id=53811&full=1&lang= [7 September 2011].
Vianna, G., Meekan, M., Pannell, D., Marsh, S. & Meeuwig, J. 2010, Wanted Dead or Alive? The relative value of reef sharks as fishery and an ecotourism asset in Palau, Australian Institute of Marine Science and University of Western Australia, Perth.
Zwirn, M., Pinsky, M. & Rahr, G. 2005, ‘Angling Ecotourism: Issues, Guidelines and Experience from Kamchatka’, Journal of Ecotourism, vol. 4, no. 1, pp. 16-31.
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Conservation International2011 Crystal Dr., Suite 500Arlington, VA 22202 USA
TELEPHONE: +1 703 341-2400
WEB: www.conservation.org
Conservation International – Indonesia JI Pejaten Barat 16 AKemangJakarta 12550, Indonesia
WEB: http://www.conservation.or.id/