presus syaraf erbs palsy

35
PRESENTASI KASUS LESI PLEXUS BRACHIALIS Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Mengikuti Ujian Stase Ilmu Penyakit Syaraf di Rumah Sakit Umum Daerah Tidar Magelang Diajukan Kepada : dr. M. Ardiansyah, M. Kes, Sp. S Disusun Oleh : Aldhimas Marthsyal Pratikna (20110310070) SMF BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF 1

Upload: ampratikna

Post on 14-Jul-2016

94 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Erbs Palsy

TRANSCRIPT

PRESENTASI KASUS

LESI PLEXUS BRACHIALIS

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Mengikuti UjianStase Ilmu Penyakit Syaraf di Rumah Sakit Umum Daerah Tidar Magelang

Diajukan Kepada :dr. M. Ardiansyah, M. Kes, Sp. S

Disusun Oleh :Aldhimas Marthsyal Pratikna(20110310070)

SMF BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAFRUMAH SAKIT UMUM DAERAH TIDAR MAGELANGFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA2015

PRESENTASI KASUS

a. IDENTITASNama: Ny. SUsia: 57 tahunAlamat: Bleder, Ngasinan Agama : IslamPekerjaan: IRTStatus : Menikah

b. ANAMNESIS Keluhan UtamaLemah pada kedua tangan, tangan kiri sama sekali tidak bisa digerakkan dan tangan kanan masih bisa digerakkan walau range of motion terbatas.

Riwayat Penyakit SekarangPasien datang ke Poli Syaraf RSUD Tidar tanggal 5 November 2015 dengan keluhan tidak bisa menggerakkan lengan bagian kiri sama sekali dan mengalami kesulitan juga dalam menggerakkan lengan sebelah kanan walaupun pasien masih dapat mengangkat lengan kanan bagian bawahnya sedikit. Keluhan ini sudah dirasakan pasien sejak 1 taun yang lalu, pertama kali yang dirasakan pasien adalah rasa dingin yang merambat di tangan kiri kemudian secara bertahap menjadi sulit untuk digerakkan hingga saat ini mencapai masa tidak dapat digerakan sama sekali.Selain tidak bisa menggerakkan lengannya pasien juga mengeluhkan tidak dapat menggerakkan bahunya baik yang kiri maupun yang kanan, selain itu pasien juga mengeluhkan tidak dapat meluruskan jari-jari di tangan kirinya dan hingga saat ini masih dalam kondisi fleksi. Berdasarkan cara berjalan pasien dapat diamati bahwa terdapat ketidaksimetrisan antara tubuh bagian kanan dan kiri. Pasien juga mengatakan telah melakukan beberapa cara untuk menghilangkan keluhannya yaitu dengan cara dipijat dan juga melakukan terapi laser di RSJ Soerojo tapi sampai saat ini tidak ada perbaikan kondisi yang dirasakan pasien.

Riwayat Penyakit DahuluRiwayat pasien pernah terjatuh dalam posisi terduduk 5 tahun yang lalu, tapi saat itu tidak ada keluhan yang pasien rasakan. Pasien dapat langsung beraktifitas seperti biasanya. Riwayat trauma kepala (-)Riwayat hipertensi (-) Riwayat penyakit DM (-)Riwayat penyakit jantung (-) Riwayat Penyakit KeluargaTidak ada keluarga yang mengalami keluhan serupa. Riwayat stroke, hipertensi, diabetes dan penyakit jantung disangkal.

c. PEMERIKSAAN FISIKKeadaan umum: baikKesadaran: GCS 15 (E4 M6 V5)Tekanan darah: 150/80 mmHgNadi: 84 x/menitNapas: 20x/menitSuhu: 36,6oCStatus gizi: sedang

Status InternusRambut: -Kulit dan kuku: tidak ditemukan kelainanKGB: tidak ditemukan pembesaranKeadaan regional Kepala: tidak ditemukan kelainanMata: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterikHidung: tak ditemukan kelainanTelinga: tidak ditemukan kelainanLeher: JVP 5-2 cmH2OPARUInspeksi: gerakan simetris kiri=kananPalpasi: fremitus kanan=kiriPerkusi: sonorAuskultasi: vesikuler N, ronkhi(-), wheezing(-) JANTUNGInspeksi: -Palpasi: ictus teraba 1 jari medial LCMS RIC VPerkusi: Kiri: 1 jari medial LMCS RIC V Kanan: linea sternalis dextra Atas: RIC IIAuskultasi: bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-)

ABDOMENInspeksi: tak tampak membuncitPalpasi: hepar dan lien tak terabaPerkusi: timpaniAuskultasi: bising usus (+) Normal

Corpus vertebrae: tidak ada kelainanGenitalia: tidak diperiksa

Status Neurologis1.Kesadaran Compos Mentis, GCS 15 (E4 M6 V5) 2.Tanda Rangsangan selaput otakKaku kuduk: -Kernig:-Brudzunsky I:-Brudzunsky II:-Laseque:-3.Tanda Peningkatan Tekanan Intra Kranial Muntah proyektil :-Sakit kepala progresif:-4.Nervus Kranialis: Nervus I: penciuman baik Nervus II: visus 6/6 ODS,pupil isokhor, diameter 3mm/3 mm, reflek cahaya +/+ Nervus III,IV,VI: ptosis (-),gerakan bola mata bebas ke segala arah, Nervus V: buka mulut (+), mengigit (+), menguyah (+), menggerakkan rahang ke kiri dan ke kanan (+), refleks kornea(+) Nervus VII: raut muka simetris kiri dan kanan, menutup mata +/+, mengerutkan dahi (+),plica nasolabialis ki=ka Nervus VIII: fungsi pendengaran baik, Nistagmus (-) Nervus IX&X: Refleks muntah (+), ,uvula ditengah Nervus XI: dapat menoleh tetapi tidak dapat mengangkat bahu kiri dan kanan Nervus XII: deviasi lidah (-), tremor (-),atrofi papil lidah (-), fasikulasi (-)

4.Koordinasi : Cara berjalan: dalam batas normalRomberg test:-Rebound phenomen: -Tes tumit lutut:-Tes supinasi pronasi:-Disartria:-

5.Motorik: ekstermitas superior dan inferiorDekstraSinistraPergerakan: sulit digerakkantidak dapat digerakkanKekuatan:440000555555

Pada bagian lengan didapatkan beberapa ciri khas dari erbs palsy seperti lengan kiri yang bagian bahunya mengalami rotasi kedepan, lengan kiri juga mengalami atrofi otot dan pemendekan, dan selain itu juga terdapat ciri khas waiter-tip pada pergelangan tangan lengan kiri.

6.Sensorik :Sensibilitas halus dan kasar baik kiri dan kanan7.Fungsi otonomMiksi: neurogenik bladder (-)Defekasi: baikSekresi keringat:baik8.Reflek fisiologis Biseps:++/++Triseps:++/++Patella: ++/++Achiles:++/++9.Reflek Patologis Babinski:-/-Gordon :-/-Chaddock:-/-schaffer:-/-Oppeinheim:-/-hoffmen trommer -/-10.Fungsi luhur : reaksi emosi baik, fungsi bicara:bicara lancar

d. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Radiologi

Hasil rontgen: Obs. Subluxation glenohumeral

e. DIAGNOSISDiagnosis Klinis : erbs palsy Diagnosis topik : plexus brachialisDiagnosis etiologi : Idiopatikf. TATA LAKSANA Tramadol 37,5 mg + paracetamol 325 mg dtd da in cup 2x1 Eperison HCL 2X1 Neurodex 2x1

TINJAUAN PUSTAKA

a. Definisi Lesi Pleksus BrachialisPleksus brachial adalah jaringan dari saraf yang berfungsi menghantarkan sinyal dari tulang belakang ke bahu, tangan, dan lengan. Cidera pada pleksus brachial dapat disebabkan karena trauma pada syaraf tersebut. Terdapat beberapa gangguan yang khas pada pleksus brachial diantaranya adalah erb-duchenne palsy yang merupakan paralysis dari bagian brachial atas. Dejerine-klumpke palsy adalah paralysis dari bagian bawah pleksus brachialis. Meskipun cidera dapat terjadi setiap saat, kebanyak cidera pleksus brachial terjadi saat proses persalinan, dimana bahu bayi mengalami distokia. Terdapat 4 macam cidera yang biasanya terjadi, yaitu avulsion, tipe yang paling parah, dimana sarafnya robek pada persambungan tulang belakang. Rupture, dimana sarafnya robek tetapi bukan di persambungan dengan tulang belakang. Neuroma, dimana saraf yang robek telah sembuh tetapi menimbulkan jaringan parut dan menimbulkan tekanan pada saraf. Neuropraxia atau stretch dimana sarafnya rusak tetapi bukan robek. Lesi pleksus brachialis adalah lesi syaraf yang menimbulkan kerusakan saraf yang membentuk pleksus brachialis, mulai dari radiks saraf hingga saraf terminal. Keadaan ini dapat menimbulkan gangguan fungsi motoric, sensorik, atau autonomic pada ekstremitas atas. Istilah lain yang sering digunakan yaitu neuropati pleksus brakhiais atau pleksus brakhialis.

b. Penyebab

Penyebab lesi pleksus brachialis bervariasi, diantaranya: Trauma, merupakan penyebab terbanyak lesi pleksus brachialis pada orang dewasa maupun neonates. Keadaan ini dapat berupa cedera tertutup, cedera terbuka, cedera iatrogenic. Tumor, dapat berupa tumor neural sheath yaitu, neuroblastoma, schawannoma, malignant peripheral nerve sheath tumor dan meningioma. Tumor non-neural: jinak(desmoid, lipoma), malignant (kanker mammae dan kanker paru) Radiation-induced, frekuensi cedera pleksus brachialis yang dipicu oleh radiasi diperkirakan sebanyak 1,8-4,9% dari lesi dan paling sering pada pasien kanker mammae dan paru. Entrapment, keadaan ini merupakan penyebab cedera pleksus brachialis pada thoracic outlet syndrome. Postur tubuh denga bahu yang lunglai dan dada yang koaps menyebabkan thoracic outlet menyempit sehingga menekan struktur neovaskular. Adanya iga accessory atau jaringan fibrosus juga berperan menyempitkan thoracic outlet. Factor lain yaitu payudara berukuran besar yang dapat menarik dinding dada ke depan. Teori ini didukung dengan hilangnya gejala setelah operasi mammoplasty reduksi. Implantasi mammae juga dikatakan dapat menyebabkan cedera pleksus brachialis karena dapat meningkatkan tegangan dibawah oto dinding dada dan mengiritasi jaringan neovaskuler. Idiopatik, pada parsonage turner syndrome terjadi pleksitis tanpa diketahui penyebab yang jelas namun didiuga terdapat infeksi virus yang mendahului. Presentasi klasik adalah nyeri dengan onset akut yang berlangsung selama 1-2 minggu dan kelemahan otot timbul lebih lambat. Nyeri biasanya hilang secara spontan dan pemulihan komplit terjadi dalam 2 tahun.

c. PatofisiologiBagian cord akar saraf dapat terjadi avulsi karena mengalami traksi atau kompresi. Setiap trauma yang meningkatkan jarak antara titik yang relative fixed pada prevertebral fascia dan mid fore arm akan melukai pleksus.Traksi dan kompresi dapat juga menyebabkan iskemi, yang akan merusak pembuluh darah. Kompresi yang berat dapat menyebabkan hematoma intraneural dimana akan menjepit jaringan saraf sekitarnya.Lokasi lesi sangat penting untuk menentukan terapi. Lesi yang dekat dengan Dorsal Root Ganglion pada sisi sensori dan pada level dari rootlets dari Anterior Horn Cells disebut Pre Ganglionic, dan lesi yang berada jauh dari struktur tersebut disebut Post Ganglionic. Lesi pre ganglionic biasanya menandakan kehilangan secara permanen, sedangkan lesi post ganglionic lebih dapat diperbaiki karena mengindakasikan posisi axon yang jauh terhadap sel tubuh yang dimana dapat beregenerasi.Sebuah tarikan atau regangan pada bagian plexus dapat menghasilkan spectrum lesi tersendiri. Contohnya adalah: Neuropraxia, dapat pulih kembali secara cepat dalam beberapa minggu, jarang yang sampai harus ditangani dokter bedah. Axonotomesis (sunderlan 1 atau 2), distal transfer diperlukan jika perkembangan pasien buruk Neuroma in continuity (sunderlan 3 dan 4), menggambarkan lesi post ganglionic, dan memerlukan proses perbaikan secara pembedahan setelah eksisi dari neuromanya. Rupture, lesi post ganglionic (sunderland 5), dapat diterapi dengan cara intra plexal nerve repair Avulsion, lesi pre ganglionic, secara umum akar tersebut harus diabaikan sebagai sumber dari regenerasi axon.

d. Derajat KerusakanDerajat kerusakan pada lesi saraf perifer dapat dilihat dari klasifikasi Sheddon dan Sunderland.Klasifikasi Sheddon: Neuropraksia, pada tipe ini terjadi kerusakan myelin namum akson tetap intak. Dengan adanya kerusakan myelin dapat menyebabkan hambatan konduksi saraf. Pada tipe cedera seperti ini tidak terjadi kerusakan struktur terminal sehingga proses penyembuhan lebih cepat dan merupakan derajat kerusakan paling ringan. Aksonotmesis, terjadi keusakan akson namun semua struktur selubung saraf termasuk endoneural masih tetap intak. Terjadi degenerasi aksonal segemen saraf distal dari lesi. Regenerasi saraf tergantung jarak lesi mencapai serabut otot yang denervasi tersebut. Pemulihan sensorik cukup baik bila dibandingkan dengan motoric. Neurometsis, terjadi rupture saraf dimana proses pemulihan sangat sulit terjadi meskipun dengan penanganan bedah. Bila terjadi pemulihan biasanya tidak sempurna dan dibutuhkan waktu serta observasi yang lama. Merupakan derajat kerusakan paling berat.

Klasifikasi Sunderland lebih merinci kerusakan saraf yang terjadi dan membaginya dalam 5 tingkat, yaitu: Tipe 1, hambatan dalam konduksi (neuropraksia) Tipe 2, cedera akson tetapi selubung endoneural tetap intak (aksonotmesis) Tipe 3, aksonotmesis yang melibatkan selubung endoneural tetapi perineural dan epineural masih intak. Tipe 4, aksonotmesis melibatkan selubung endoneural, perineural, tetapi epineural masih baik Tipe 5, aksonotmesis melibatkan seluruh seleubung (neuromesis)

Faktor pencetus

Dalam sebagian besar kasus terjadinya lesi pleksus brachialis, biasanya disebabkan oleh beberapa kejadian di lingkungan, seperti:a. Kecelakaan kendaraan roda duab. Trauma akibat terjauth benda berat pada bagian bahuc. Terjatuh dengan bagian leher dan bahu yng mengalami kontak lebih dahulud. Terkena serangan senjata tajame. Tertembak peluruPatofisiologi penyebab yang umum terjadi pada a,b, dan c biasanya melibatkan traksi pada pleksus yang disebabkan oleh sudut abnormal pada leher dan bahu ketika seseorang terjatuh dan mengalami benturan. Jika bahu mengalami adduksi saat itu maka bagian upper plexus yang terkena dampaknya melibatkan C5C6+/-C7, tetapi jika yang terkena dampaknya adalah plexus bagian bawah maka yang terlibat adalah C8T1. Jika dampak dari benturan yang dihasilkan sangat berat maka mungkin saja semua saraf akan terlibat dan menyebabkan kegagalan dalam menggerakkan seluruh bagian lengan atas.e. Jenis- jenis gangguan pada lesi pleksus brachialis

SiteRootAffected MusclesSensory Loss

Upper plexus (Erb-Duchenne)C5-C6Biceps, deltoid, spinati, rhomboids, brachioradialis (triceps, seratus anterior)Patch over deltoid

Lower plexus ( Dejerine-Klumpke)T1(C8)Bagian otot kecil dari tangan, ulnar wrist flexorUlnar border hand/ forearm

Thoracic outlet syndromeC8/T1Bagian oto kecil dari tangan, ulna forearmUlnar border hand/forearm (upper arm)

f. Klasifikasi lesi plexus brachialisLesi plekus brachialis dapat diklasifikasikan dari beberapa cara, diantaranya: Berdasarkan lokasinya,1. Root2. Cord3. Trunk4. Nerve level injury5. Gabungan semuanya Akar yang mana:1. Upper plexus C5C6+/-C72. Lower plexus C8T13. Semuanya C5C6C7C8T1 Hubungan dengan klavikula:1. Supraclavicular2. Retroclavicular3. Infraclavicular

g. Evaluasi pasienTerdiri dari: Detail dari riwayat dan hal-hal yang berhubungan dengan kecelkaan atau trauma yang terjadi Pemeriksaan klinis yang lengkapa. Penilaian kekuatan ototb. Penilaian respon sensoric. Hal yang berhubungan dengan trauma, seperti fraktur klavikulad. Memeriksa pulsasi radial untuk trauma subclavian arterye. Gambaran radiologi

h. Penilaian kekuatan ototPrinsip aturan sederhana C5C6 menginterpretasikan fungsi bahu dan siku, biasanya deltoid dan biceps. Jika terjadi abduksi dan fleksibilitas siku menghilang maka C5C6 dapat dipertimbangkan. C7 adalah akar syaraf yang menarik, dia tidak memiliki fungsi spesifik terhadap kelompok otot, tetapi keterlibatan C7 pada trauma C5C6 menghasilkan kehingan kekuatan triceps dan kadang juga menyebabkan kehilangan kemampuan ekstensi pergelangan tangan. Sedagkan fungsi dari telapak tangan dipengaruhi oleh C8T1.Jika pasien kehilangan fungsi dari bahu dan siku maka kemungkinan besar disebabkan karna ada gangguan di C5C6, sedangkan gangguan C7 dapat dilihat dari kemampuan otot tricep, dan hal ini disebut upper plexus injury. Disisi lain jika dia memiliki fungsi bahu dan siku yang baik sedangkan kemampuan gerak dari pergelangan tangannya terganggu maka dapat dimungkinkan gangguan terjadi di C8T1 atau biasa disebut lower plexus injury. Bila seluruh kemampuan lengan terganggu dari bahu sampai pergelangan tangan bahkan jari-jari makan gangguan dapat terjadi diseluruh bagian dari C5C6C7C8T1.

Evaluasi sensori, merupakan hal yang penting untuk tidak terjadi kehilangan sensasi dan biasanya pasien merasakan sensasi yang berubah. Namun pada pengujian sensorik biasanya pada daerah yang mengalami gangguan sering terjadi anestesi.

i. GambaranPemeriksaan radiologi dapat memberikan informasi yang sangat berarti tentang lesi dan juga tentang cidera yang berhubungan. Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah: Foto polos rontgen untuk melihat adanya fraktur atau peningkatan diafragma (phrenic nerve injury) CT myelography untuk mengetahui status dari akar saraf, saat ini sudah tidak menjadi gold standarnya. MR neurography, saat ini merupakan pemeriksaan yang sangat baik untuk memvisualisasikan plexusBerdasarkan penelitian terbaru saa ini penggunaan MRI sangat berguna, setidaknya pada pasien dewasa.

j. TerapiSetiap lesi plexus brachialis yang tidak menunjukkan perbaikan dalam 3 bulan memiliki keharusan untuk dieksplorasi lebih lanjut. Waktu sangatlah penting dalam hal ini karna dapat terjadi kehilangan neuromuscular end plates pada 20-24 bulan setelah denervasi. Jika didapatkan hasil global palsy berdasarkan hasil MRI pseudomeningocoeles memperlihatkan pre ganglionic avulsion type maka penundaan operasi tidak dibenarkan. Operasi dapat dilakukan dalam beberapa hari atau minggu untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Pada cidera parsial terutama pada upper plexus, periode maksimal selama 3 bulan dapat digunakan untuk melihat perkembangan CMAP dari saraf donor dan menyelesaikan neuropraxia pada akar yang bekerja. Jeda waktu terbaik adalah 3 bulan pertama dan selanjutnya adalah 3 bulan berikutnya. Setelah jeda waktu tersebut maka hasil yang kurang maksimal lebih mungkin didapatkan. Sebuah penelitian dari India juga mendapatkan hasil bahwa periode terbaik dari pembedahan adalah 3 bulan pertama sesudah cidera dan periode terbaik kedua adalah 3-6 bulan setelah cidera.Usia sendiri juga mempengaruhi hasil terapi. Pasien dengan usia muda antara 20 tahun menunjukkan perkembangan penyembuhan yang cepat dengan peningkatan kemampuan kekuatan yang baik. Sedangkan pada pasien yang berusia sekitar 40 tahun menunjukkan perkembangan yang sedikit lambat meskipun tetap mendapatkan hasil yang adekuat dari operasi.

k. Teknik pembedahanBiasanya pembedahan yang dilakukan melibatkan baik bagian bawah ataupun atas klavikula, hal ini dilakukan untuk mendapatkan visual dari seluruh plexus dan juga sarafnya

l. Strategi pengobatanSecara luas pembedahan pada kasus ini dibagi kedalam dua kategori: Pembedahan untuk perbaikan saraf Prosedur sekunderPembedahan untuk perbaikan saraf harus diutamakan dari semua prosedur, sesegera mungkin setelah pasien menyelesaikan perawatan primer pasien harus segera mendapatkan perbaikan saraf.Prosedur sekunder dilakukan setelah perbaikan saraf sudah terlambat untuk dilakukan.Pembedahan pada saraf, dibagi lagi menjadi beberapa kelompok: Intra plexal repair Extra plexal repair Distal nerve transfer Contralateral C7 transferStrategi untuk rekonstruksi.Strategi untuk pasien dewasa dan anak-anak, pada pasien anak-anak kondisi mereka memungkinkan terjadinya regenerasi dengan baik, dan jarak antara regenerasi axon semakin kecil Strategi untuk cidera C5C6Pada cidera post ganglionic yang diobati lebih awal pada pasien muda: C5 ke lateral cord/ upper trunk C6 ke posterior cordProsedur sekunderPada pasien yang lebih tua dan mengalami cidera pre ganglionic: Ulnar+/- median fascicle ke MCN untuk biceps dan brachialis (Oberlin) Saraf ke triceps ke anterior division dari saraf axillar untuk deltoid (Somsak)

Elbow flexion restored using Oberlin's Technique (a) Ulnar nerve fascicle coapted to musculocutaneous nerve (b) Result showing elbow flexion restored using Oberlin's Technique (b) Clinical result

Restoration of shoulder abduction using Somsak's technique

Saat ini Oberlin dan Somsak menjadi lebih popular bahkan pada cedera post ganglionic diantara para dokter bedah karena memiliki kemungkinan sukses yang lebih tinggi terutama pada pasien yang lebih tua dan mengalami penundaan pada proses perbaikan saraf.

Jika C7 loss terjadi pada cidera upper plexusPada cidera post ganglionic akan menghasilkan hasil yang sama seperti C5C6 pada pasien muda yang mengalami pembedahan awal. Pada kasus dengan cidera pre ganglionic yang terjadi pada pasien usia tua strateginya adalah: Ulnar ke MCN ICN ke Axillary (somsak) Median ke triceps

C8T1 atau cidera lower plexusPada cidera lower plexus yang sebenarnya, ipsilateral atau contralateral C7 dapat digunakan untuk menginervasi Lower TRUNK/ Medial cord. Jika pasien berusia muda dan dioperasi lebih awal. Pada kasus yang terlambat atau C7 tidak tersedia maka pemindahan distal nerve memungkinkan: Saraf ke brachialis atau median atau ulnar Saraf ke brachioradialis atau supinator atau PIN

Strategi untuk cidera C5-T1Pada post ganglionic dan atau pada kasus awal, tota intraplexal rekonstruksi dapat dilakukan dari akar ke trunks dan atau cord.

Cidera yang sering terjadi adalah pre ganglionic total avulsion. Pada kasus ini strategi bertingkat harus dilakukan. Contoh strategi tersebut adalah:Tahapan 1: lakukan eksplorasi plexus, dan jika ada yang layak dilakukan neurotise XIth to SSN Contralateral C7 ke lateral atau posterior cord untuk memperoleh bicep dan pectoralis major.Tahapan 2 (dilakukan 3 bulan setelah tahapan 1): Gracilis yang bebas dan fungsional dipindahkan menggunaan thoracodorsal vessels dan ICN saat bergerak kearah volar melintasi siku dan dijahit ke flexor digitorum profundus dan flexor policis longus.Tahapan 3 ( 1 tahun setelah tahapan 1): Penggabungan pergelangan tangan jika tidak ada perbaikan ECRL.Tahapan 4: pemindahan tendon untuk meningkatkan fungsi tangan untuk menggenggam dan penggabungan bahu jika bahu tidak stabil

Hampir didapatkan 50% penyembuhan fungsional dapat terjadi berupa, aktivitas keseharian, kemampuan untuk berkendara, jika semua berjaan sesuai rencana.

Functional restoration after reconstruction of flail upper limb (a) Elbow flexion (b) Functional restoration after reconstruction of flail upper limb (b) Fingers flexing against resistance using Gracilis (c) Functional restoration after reconstruction

Terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan jika tidak ada lagi hal-hal yang disebutkan diatas dapat dilakukan: Pemindahan tendon menggunakan otot yang tersedia Pemindahan trapezius untuk menstabilkan bahu Arthrodesis bahu dan pergelangan tangan untuk memperbaiki postur

KesimpulanHasil yang didapatkan bergantung terhadap beberapa parameter: Usia pasien, semakin muda pasien semakin bagus hasil yang didapatkan Waktu dari terjadinya cidera sampai dilakukannya operas, waktu terbaiknya adalah 3 bulan pertama sejak terjadinya cidera Cidera upper plexus memiliki prognosis paling bagus Fasilitas rehabilitasi yang baik akan menghasilkan fungsionalitas dan kemampuan mengangkat berat yang baik pada pasien.

Penaganan rehabilitasi medic

Rehabilitasi medik (WHO,1981) adalah segala upaya yang bertujuan untuk mengurangi dampak dari semua keadaan yang dapat menimbulkan disabilitas dan handicap serta memungkinkan penderita cacat berpartisipasi serta secara aktif dalam lingkuangan keluarga dan masyarakat. Pada pasien dengan cedera pleksus brakhialis dapat terjadi impairment kelumpuhan otot-otot ekstremitas atas yang bervariasi dan disabilitas berupa ketidakmampuan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Lebih lanjut lagi, berakibat handicap pada penderita dalam pekerjaan dan kehidupan sosialnyaProgram rehabilitasi secara individual meliputi modifikasi dari faktor resiko, perubahan gaya hidup, dan edukasi pada kesadaran tentang kesehatan dan kebugaran, juga pendekatan yang mengkombinasi teknik restorasi dan adaptasi. Pendekatan restorasi mencoba untuk mempengaruhi selama proses perbaikan dan memperoleh kembali fungsi yang hilang, meliputi therapeutic exercise (terapi latihan), aplikasi stimulasi elektrik (ES: electrical stimulation), atau pasien menyelesaikan gerakan tanpa gravitasi dengan atau tanpa bantuan terapis. Tenik adaptasi meliputi pembelajaran cara baru dalam melakukan tugas,penggunaan brace untuk menyokong otot yang lemah atau memberikan posisi yang benar,serta peralatan khusus untuk memungkinkan seseorang melakukan tugas dengan adanya deficit

Fisioterapi1. Fase akut 0 RICE (rest, ice, compression and elevan'on) a. Istirahat b. Terapi dingin : digunakan untuk mengurangi rasa nyeri, dapat diberikan dengan modalitas sederhana seperti cold pack atau dengan cryojet air yang mengluarkan uap air dingin bersuhu -40C selama 20 menit dan dapat diulang tiap 2 jam.c. Kompresi : dilakukan pada ekstremitas yang edema.d. Elevation : pada cedera pleksus brakhialis berat (adanya avulsi radiks), dapat terjadi edema yang signifikan pada ekstremitas yang terkena. Ini dikarenakan oleh pompa aliran darah balik abnormal yang biasanya dilakukan oleh otot yang lumpuh diatas batas jantung. Pada malam hari dapat dilakukan dengan cara diganjal dengan bantal dan pada beberapa kasus dimodifikasi menggunakan splint.Preventif Dilakukan untuk mempertahankan ROM dan mencegah kelemahan lebih lanjut,meliputi :- Proper positioning- Splinting- Latihan ROM- Latihan penguatan pada otot yang terkena- Pemeriksaan rutin dan perlindungan terhadap daerah yang mengalami gangguan sensorikLatihan Latihan pada ekstremitas yang lumpuh pada awal terapi bertujuan untuk memelihara lingkup gerak sendi (LGS) dan mencegah atrofi otot, dimana umumnya sering menjadi masalah pada masa penyembuhan. Latihan LGS yang diberikan dapat pasif, aktif maupun aktif dibantu (active assited). Latihan peningkatan kekuatan/ stregthening exercise dapat diberikan bilamana terdapat kontraksi otot secara aktif.Latihan penguatan otot leher, diberikan secara isometrik dimana penderita diintruksikan untuk mengkontraksikan otot leher tanpa menggerakan sendi. Pasien meletakkan tangannya ddikepala untuk menahan gerakan leher. Kontraksi dipertahankan selama lima hitungan (lima detik) diikuti relaksasi selama tiga hitungan dan kemudian diulang lagi, umumnya sebanyak tiga kali. Latihan ini diulangi untuk semua arah gerak. Alternatif lain adalah pasien berbaring terlentang/telungkup dengan kepala beralaskan bantal kemudian menekan kepala kearah bantal. Dalam melakukan latihan ini harus diperhatikan agar tidak terjadi gerakan leher. Cedera pleksus brakhialis menyebabkan kelemahan dan immobilisasi yang membatasi perenggangan normal dari Otot dan jaringan penyokong. Kontraktur berakibat, perubahan biomekanik dan peningkatan usaha yang diperlukan untuk pergerakan lebih lanjut membatasi aktivitas. Saat istirahat/tidak aktif keterbatasan kontraksi otot kurang dari 20% dari tegangan maksimal, terjadi disuse atrofi, yang berlanjut dengan perburukan dari kelemahan. hingga bulan (3-4 bulan setelah cedera). Pada tipe aksonotmesis, perbaikan diharapkan dapat terjadi dalam beberapa bulan dan biasanya komplit kecuali terjadi atrofi motor endplate dan reseptor sensorik sebelum pertumbuhan akson mencapai organ-organ ini. Perbaikan fungsi sensorik mempunyai prognosis lebih baik dibandingkan motorik karena reseptor sensorik dapat bertahan lebih lama dibandingkan motor endplate (kira-kira 18 bulan). Sedangkan neurotmesis, regenerasi dapat terjadi namun fungsional sulit kembali sempurna. Faktor~faktor yang mempengaruhi keluaran yaitu luasnya lesi jaringan saraf, usia (dimana usia tua mengurangi proses pertumbuhan akson), status medis pasien, kepatuhan dan motivasi pasien dalam menjalani terapi.Untuk lesi pleksus brakhialis yang berat, hasil yang memuaskan dapat terjadi pada lebih dari 70% pasien postoperatif setelah perbaikan primer dan 48% setelah graft saraf. Kira-kira 50-85% pasien dengan TOS non-neurogenik mengalami perbaikan dengan latihan,Prognosis lesi pleksus brakhialis pada daerah supraklavikular kurang memuaskan dibanding daerah infraklavikular, oleh karena biasanya disertai denganadanya avulsi radiks.monoplegia serta edukasi penggunaan alat-alat bantu dirumah. Latihan yang diberikan sehubungan dengan AKS vokasional adalah peningkatan kemampuan penderita dalammenulis atau mengetik bila terganggu. Pada penderita dengan defisit sensorik, dapatdiberikan latihan sensibilitas dengan obyek material yang bervariasi

Orthotik Ortosis secara umum mempunyai tujuan sebagai berikut : - Proteksi atau immobilisasi ; ortosis ini secara umum digunakan untuk stabilisasi setelah tindakan operatif atau situasi dimana stabilisasi diperlukan untuk otot yang lemah dalam melakukan aktivitas. - Koreksi ; baik splint statis atau dinamis dapat diterapkan pada sendi untuk mencegah dan bahkan memperbaiki subluksasi atau deformitas.- Bantuan fungsional ; ortosis dapat membantu fungsi otot yang lemah atau deformitas

Ortosis atau alat bantu memegang peranan penting dalam penatalaksanaan rehabilitasi cedera pleksus brakhialis lebih lanjut. Peresepan alat bantu pada penderita ini sangat bervariasi dan tergantung disabilitas yang terjadi. Tujuan pemberian ortosis pada lesi pleksus brakhialis, adalah untuk:- Mencegah nyeri sendi bahu dan subluksasi - Mencegah atau mengurangi kontraktur (kekakuan sendi) - Memperbaiki tampilan kosmetik dari anggota gerak yang terkena - Membantu positioning tangan untuk meningkatkan fungsi

Beberapa contoh pertimbangan pemberian ortosis pada lesi pleksus brakhialis misalnya : Jika fungsi tangan distal masih baik namun gerakan bahu dan fleksi siku terganggu, maka ortosis dibuat dengan untuk menstabilkan bahu dan siku serta memberikan posisi fungsional pada tangan. Pemakaian ortosis yang paling tepat dapat berupa elbow andshoulder articulated arthoses dilengkapi dengan elbow ratchet lock untuk memberikanposisi fungsional pada tangan penderita. Wilmer Orthosis merupakan contoh ortosisyang banyak dipakai untuk pasien lesi pleksus brakhialis seperti ini. Ini merupakan ortosis bahu yang sangat efektif dalam mencegah subluksasi bahu dan memegang siku dalam posisi fleksi sehingga tangan berada dalam posisi yang dapat dipakai untuk aktivitas contohnya mengetik. Namun kekurangannya adalah pada penggunaan jangka lama dapat menyebabkan kontraktur siku. Di Inggris Stanmore Brachial Plexus Orthosis merupakan ortosis yang paling sering diresepkan. Ortosis ini dikatakan dapat memenuhi semua kebutuhan pasien dimana terdapat bagian forearm yang menyokong pergelangan tangan dan tangan, kemudian terdapat batang besi disamping yang menghubungkannya dengan bagian siku. Bagian siku ini dapat diatur dalam 6 posisi. Dari bagian sikukemudian terdapat batang besi yang menghubungkannya dengan socket bahu. Beban lengan dijaga oleh socket bahu ini. Sebaliknya pada fungsi tangan yang terganggu namun fungsi otot ekstremitas proksimal yang masih baik, maka pemberian ortosis dapat berupa wrist driven flexor tenodesis splint, untuk mengembalikan fungsional tangan penderita. Pada kelumpuhan seluruh otot ekstremitas atas (monoplegia), pemberian Ortosis bertujuan uuntuk posisitioning dan mencegah terjadinya subluksasi bahu. Ortosis yang diberikan hanya berupa shoulder/ arm sling.Daftar pustaka1. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3644778/ (Brachial plexus injury in adults: Diagnosis and surgical treatment strategies)2.http://www.hopkinsmedicine.org/healthlibrary/conditions/nervous_system_disorders/brachial_plexus_injuries_134,34/3.http://www.orthopaedicsone.com/display/Main/Nerve+Transfer+for+Restoration+of+Elbow+Flexion+in+Upper+Brachial+Plexus+Injuries Nerve Transfer for Restoration of Elbow Flexion in Upper Brachial Plexus Injuries

23