presus efusi pleura radiologi
DESCRIPTION
presus radiologi efusi pleuraTRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
EFUSI PLEURA
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat dalam Mengikuti Kepaniteraan Klinik
Bagian Radiologi RSUD Kota Yogyakarta
Diajukan kepada:
dr. M.A. Budi Prawati, Sp.Rad
Disusun oleh:
Rhisa Oviani
20100310002
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
BAGIAN RADIOLOGI RSUD KOTA YOGYAKARTA
2016
IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Ny. K
No. RM : 606542
Umur : 63 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Agama : Islam
Alamat : Banguntapan, Bantul Yogyakarta
Masuk RS tanggal : 27 Januari 2016
Tanggal Pemeriksaan : 27 Januari 2016
Bangsal : Bangsal Edelweiss I
Pembimbing : dr. M.A. Budi Prawati, Sp.Rad
Dokter yang merawat: dr.Ihsan Nur Cahyo, SpPD Ko-asisten: Rhisa Oviani
A. SUBYEKTIF AUTOANAMNESA (tanggal: 30 Januari 2016)
Keluhan Utama :Sesak napas
Keluhan Tambahan :Batuk berdahak
Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang wanita berusia 63 tahun datang ke IGD RSUD Jogja dengan keluhan
utama sesak napas. Keluhan sudah dirasakan sejak 2 minggu yang lalu. Sesak napas
terutama dirasakan saat beraktivitas dan sedikit berkurang bila beristirahat, namun
tidak hilang sepenuhnya. Sesak napas seperti ini tidak pernah dirasakan pasien
sebelumnya. Untuk tidur pasien menggunakan 3-4 bantal. Keluhan tambahan berupa
batuk berdahak dan nyeri dada sedangkan keluhan pilek, demam disangkal. Pasien
sudah pernah berobat kepuskesmas kemudian diberi obat sesak napas dan obat batuk,
namun keluhan belum berkurang. Pasien sebelumnya mempunyai kebiasaan merokok
sejak SMP sampai sekarang.
Anamnesis Sistem
Sistem Saraf Pusat :penurunan kesadaran (-), kejang (-), demam (-),
menggigil (-)
Sistem Kardiovaskuler : nyeri dada (+), berdebar-debar (-)
Sistem Respirasi : sesak nafas (+), batuk (+) berdahak, pilek (-), mengi (-)
Sistem Pencernaan : mual (-) muntah (-), nyeri ulu hati (-), BAB hitam (-),
konstipasi (-), diare (-)
Sistem Urogenital : nyeri berkemih (-), anyang- anyangan (-), rasa panas saat
berkemih (-), batu (-), sering berkemih (-), hematuria (-)
Sistem Muskuloskeletal : gerakan bebas (-), nyeri seluruh badan (-), nyeri tulang (-)
peradangan sendi(-), tremor jari-jari tangan (-)
Sistem Integumentum : biru (-), kuning (-), ruam kemerahan (-), gatal (-), pucat (-)
Sistem Hematologi : mimisan (-), gusi berdarah (-), bintik-bintik merah (-)
Sistem Saraf : kesemutan (-), rasa tebal di kaki (-)
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat penyakit hipertensi : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat penyakit paru : disangkal
Riwayat penyakit diabetes melitus : disangkal
Riwayat penyakit asma : disangkal
Riwayat penyakit alergi : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Rwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat penyakit hipertensi : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat penyakit paru : disangkal
Riwayat penyakit diabetes melitus : disangkal
Riwayat penyakit ginjal : disangkal
Riwayat penyakit asma : disangkal
Riwayat penyakit alergi : disangkal
B. PEMERIKSAAN FISIK (tanggal: 30 Januari 2016)
Kesan umum
KU : CM, tampak sesak
Kesadaran : CM, GCS → E4 V5 M6
Gizi : kurang
Vital sign
Tekanandarah : 130/90 mmHg
Heart Rate : 80x/ menit, isi tegangan cukup, reguler
Pernapasan : 28x/menit
Suhu : 36,50C, aksilla
Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan kulit : hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-), ikterik (-), turgor
elastisitasitas kulit kembali cepat (+), ruam makulopapular (-), ulkus (-).
2. Pemeriksaan kepala
- Bentuk kepala : mesocephal
- Rambut : hitam putih, distribusi merata
3. Pemeriksaan mata
- Palpebra : edema (-/-), ptosis (-/-)
- Konjungtiva : anemis(+/+), hiperemis (-/-)
- Sklera : ikterik (-/-)
- Pupil : reflek cahaya(+/+), isokor
- Bola Mata : eksoftalmus (-/-)
4. Pemeriksaan telinga : nyeri tekan tragus (-/-), gangguan pendengaran (-), discharge
(-/-), serumen (-/-)
5. Pemeriksaan hidung : nafascupinghidung (-/-), epistaksis(-/-), rhinorrea (-/-)
6. Pemeriksaan mulut tenggorokan : mukosa bibir basah (+), bibir sianosis (-), lidah
sianosis (-), stomatitis (-), uvula simetris (+), gusi berdarah (-), lidah kotor (-), nyeri
telan (-), faring dan tonsil dalam batas normal.
7. Pemeriksaan gigi : gigi tidak lengkap (+)
8. Pemeriksaan leher
- Kelenjar tiroid & lnn : tidak membesar (-)
- JVP : tidak meningkat
9. Pemeriksaan Dada :
a. Paru Depan
Inspeksi:
Statis : bentuk dada normochest, simetris, ketinggalan gerak (-)
Dinamis : simetris, ketinggalan gerak (-) sela iga tidak melebar, retraksi
intercostal (+).
Palpasi : vokal fremitus kiri lebih lemah dibanding vokal fremitus
kanan
Perkusi : sonor (+/-) redup (-/+)
Auskultasi : suara dasar : vesikular (+/↓)
suara tambahan : RBK(-/-),RBB (-/+), wheezing (-/-)
b. Paru Belakang
Inspeksi :
Statis : simetris, ketinggalan gerak (-)
Dinamis : ketinggalan gerak (-)
Palpasi : vokal fremitus kiri lebih lemah dibanding vokal fremitus
kanan
Perkusi : sonor (+/-) redup (-/+)
Auskultasi : suara dasar : vesikular (+/↓)
suara tambahan : RBK(-/-),RBB(-/+), wheezing(-/-)
c. Jantung
Inspeksi: Ictus cordis tak terlihat.
Palpasi: Ictus cordis teraba di SIC VI
Perkusi : Batas jantung
Kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra
Kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dextra
Kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Kiri bawah : SIC VI linea mid-klavikularis sinistra
Auskultasi : S1-S2 reguler, bising (-)
10. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dengan dinding dada, tanda peradangan
(-)
Auskultasi : peristaltik usus (+) normal.
Perkusi : timpani (+), nyeri ketok ginjal (-)
Palpasi : supel (+), defans muskular (-), nyeri tekan ulu hati (-), hepar
dan lien tidak teraba.
11. Pemeriksaan ekstremitas : edema (-), tremor (-), akral hangat (+), nadi kuat (+),
gerakan bebas (-), deformitas (-), tanda peradangan (-)
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah Rutin dan Kimia Darah
Tanggal 27-01-2016
PARAMETER HASIL NILAI
NORMAL
UNIT
HEMATOLOGY AUTOMATIC
Leukosit 13,0 4.0-10,6 10e3/ul
Eritrosit 4,03 3,50-5.50 10e3/ul
Hemoglobin 11,7 12.0-16.0 gr/dl
Hematokrit 34,5 37-47 %
MCV 86,7 81-99 Fl
MCH 29,0 27-31 Pg
MCHC 33,5 33-37 gr/dl
Trombosit 525 150-450 10e3/ul
Differential Telling Mikroskopis
Neutrofil 82,8 50-70 %
Limfosit 12,0 20-40 %
Monosit 4,8 3-12 %
Eosinofil 0,7 0,5-5,0 %
Basofil 0,3 0-1 %
Neutrofil 10,69 2-7 10e3/ul
Limfosit 1,56 0,8-4 10e3/ul
Monosit 0,62 0,12-1,2 10e3/ul
Eosinofil 0,09 0,02-0,50 10e3/ul
Basofil 0,04 0-1 10e3/ul
KIMIA
Gula Darah
Glukosa Darah
Sewaktu
109 70-140 mg/dl
Hati
SGOT 104 <31 mg/dl
SGPT 69 <32 mg/dl
KIMIA
Ginjal
Ureum 10 10-50 mg/dl
Kreatinin 0,8 <0,9 mg/dl
Elektrolit
Natrium 127 135-148 mmol/l
Kalium 4.0 3,7-5,3 mmol/l
Chlorida 102 98-109 mmol/l
Pemeriksaan Radiologi
Pada tanggal 27 Januari 2016
Interpretasi :
Foto thorax AP, posisi semi errect
Inspirasi cukup, kondisi cukup, simetris
Sistema tulang intak
Diagfarma dextra licin, sedangkan diagfarma sinistra tidak dapat dinilai
Sinus costophrenicus kanan lancip dan kiri tidak dapat dinilai
Tampak perselubungan homogen pada seluruh hemithorax sinistra yang
mendesak mediastinum kekanan, perselubungan homogen menutupi sinus
costophenicus, diagfarma dan batas sinistra jantung.
Besar Cor tidak dapat dinilai
Kesan : Efusi Pleura Sinistra
Pada tanggal 30 januari 2016
Setelah dilakukan pungsi pleura
Interpretasi :
Foto thorax AP, posisi semi errect
Inspirasi cukup, kondisi cukup, simetris
Sistema tulang intak
Diagfarma dextra licin, sedangkan diagfarma sinistra tidak dapat dinilai
Sinus costophrenicus kanan lancip dan kiri tidak dapat dinilai
Tampak perselubungan inhomogen setinggi vertebra VII hemithorax sinistra
menutupi sinus costophenicus dan diagfarma
Besar Cor dalam batas normal
Kesan : Efusi Pleura Sinistra telah berkurang
D. ASSESMENT
Efusi Pleura Sinistra
E. PENATALAKSANAAN
Terapi yang diberikan oleh dr Sp. PD
1. O2 3 lpm
2. Infus Nacl 0,9 % 16 tpm
3. Inj. Cefim 1gr/12 jam
4. Inj. Ranitidin 1 Amp/ 12 jam
5. Curcuma 3x1
6. Nebu Farbiven : Flexotide / 12 jam
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat cairan berlebihan di rongga
pleura, jika kondisi ini dibiarkan akan membahayakan jiwa penderita. Dalam keadaan
normal seharusnya tidak ada rongga kosong di antara kedua pleura, karena biasanya
hanya terdapat sekitar 10-20 cc cairan yang merupakan lapisan tipis serosa yang selalu
bergerak secara teratur.
B. ANATOMI PLEURA
Pleura merupakan membran serosa yang melingkupi parenkim pulmo,
mediastinum, diafragma, serta tulang iga yang terdiri dari pleura viseral dan pleura
parietalis. Rongga pleura terisi sejumlah tertentu cairan yang memisahkan kedua pleura
tersebut sehingga memungkinkan pergerakan kedua pleura tanpa hambatan selama proses
respirasi.
Cairan pleura berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler pleura, ruang interstitial
pulmo, kelenjar getah bening intrathoraks, pembuluh darah intrathoraks, dan rongga
peritoneum. Jumlah cairan pleura dipengaruhi oleh perbedaan tekanan antara pembuluh-
pembuluh kapiler pleura dengan rongga pleura serta kemampuan eliminasi cairan oleh
sistem limfatik pleura parietalis.
Tekanan pleura merupakan gambaran dari tekanan di dalam rongga thoraks.
Perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh pleura berperan penting dalam proses respirasi.
Karakteristik pleura seperti ketebalan, komponen selular, serta faktor-faktor fisika dan
kimiawi penting diketahui sebagai dasar pemahaman patofisiologi kelainan pleura dan
gangguan proses respirasi.
Pleura merupakan membran serosa yang tersusun dari lapisan sel yang
embriogenik berasal dari jaringan rongga intraembrional yang memungkinkan organ yang
diliputinya mampu berkembang, mengalami retraksi, atau deformasi sesuai dengan proses
perkembangan anatomis dan fisiologis suatu organisme. Pleura viseral membatasi
permukaan luar parenkim pulmo termasuk fissura interlobaris, sementara pleura parietalis
membatasi dinding dada yang tersusun dari otot dada dan tulang iga, serta diafragma,
mediastinum, dan struktur cervical.
Pleura viseral dan parietal memiliki perbedaan inervasi dan vaskularisasi. Pleura
viseral diinervasi saraf-saraf otonom dan mendapat aliran darah dari sirkulasi pulmoner,
sementara pleura parietalis diinervasi saraf-saraf intercostalis dan nervus frenikus serta
mendapat aliran darah sistemik. Pleura viseral dan pleura parietalis terpisah oleh rongga
pleura yang mengandung sejumlah tertentu cairan pleura.
Gambar 1 – Anatomi Pleura Pada Paru Normal (Kanan) dan Paru yang Kolaps (Kiri)
Inervasi
Pulmo di inervasi oleh saraf parasimpatis nervus vagus dan saraf simpatis.
Pleura parietalis di inervasi oleh nervus interkostalis dan nervus frenikus,
sedangkan pada pleura viseral tidak terdapat inervasi.
C. ETIOLOGI
Ruang pleura normal mengandung sekitar 1 ml cairan, hal ini memperlihatkan
adanya keseimbangan antara tekanan hidrostatik dan tekanan onkotik dalam pembuluh
darah pleura viseral dan parietalis dan drainase limfatik luas. Efusi pleura merupakan
hasil dari ketidakseimbangan tekanan hidrostatik dan tekanan onkotik.
Terjadinya penumpukan cairan pleura dalam rongga pleura dapat disebabkan hal-
hal sebagai berikut:
Meningkatnya tekanan hidrostatik dalam sirkulasi mikrovaskuler.
Menurunnya tekanan onkotik dalam sirkulasi mikrovaskuler.
Menurunnya tekanan negatif dalam rongga pleura.
Bertambahnya permeabilitas dinding pembuluh darah pleura.
Terganggunya penyerapan kembali cairan pleura ke pembuluh getah bening.
Perembesan cairan dari rongga peritoneum ke dalam rongga pleura.
D. KLASIFIKASI
Efusi pleura umumnya diklasifikasikan berdasarkan mekanisme pembentukan
cairan dan kimiawi cairan menjadi 2, yaitu transudat dan eksudat. Transudat merupakan
hasil dari ketidakseimbangan antara tekanan onkotik dengan tekanan hidrostatik,
sedangkan eksudat adalah hasil dari peradangan pleura atau drainase limfatik yang
menurun. Dalam beberapa kasus mungkin terjadi kombinasi antara karakteristk cairan
transudat dan eksudat.
Klasifikasi berdasarkan mekanisme pembentukan cairan:
a. Transudat
Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah
transudat. Transudat terjadi apabila terjadi ketidakseimbangan antara tekanan kapiler
hidrostatik dan koloid osmotik, sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi pleura
melebihi reabsorpsinya oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi pada:
1. Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
2. Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner
3. Menurunnya tekanan koloid osmotic dalam pleura
4. Menurunnya tekanan intra pleura
b. Eksudat
Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membran kapiler yang
permeabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi dibandingkan protein
transudat. Bila terjadi proses peradangan maka permeabilitas kapiler pembuluh darah
pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan
terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura.
Penyebab pleuritis eksudatif yang paling sering adalah karena mycobacterium
tuberculosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudatif tuberkulosa. Protein yang terdapat
dalam cairan pleura kebanyakan berasal dari saluran getah bening. Kegagalan aliran
protein getah bening ini (misalnya pada pleuritis tuberkulosis) akan menyebabkan
peningkatan konsentasi protein cairan pleura, sehingga menimbulkan eksudat.
E. MANIFESTASI KLINIK
1. Anamnesis
Keluhan pasien dengan efusi pleura sangat luas, tergantung dengan penyakit
atau gangguan yang mendasarinya. Namun secara umum, efusi pleura dapat berupa
nyeri dada pleuritik dan sesak yang kadang disertai batuk.Nyeri dada pleuritik
digambarkan sebagai nyeri tajam atau menusuk terutama saat inspirasi dalam, dan
terlokalisasi pada dinding dada atau abdomen atas.
Adanya timbunan cairan yang berlebih dalam cavum pleura mengakibatkan
timbul nyeri akibat pergesekan yang menimbulkan iritasi. Setelah cairan cukup
banyak nyeri mulai berkurang, namun mulai timbul sesak. Hal ini disebabkan karena
berkurangnya kemampuan dari pulmo untuk merenggang saat inspirasi.
Selain itu, gejala lain yang mungkin menyertai dapat berupa hemoptisis,
malaise, demam, penurunan berat badan, bahkan hingga hipoksia.
2. Pemeriksaan Fisis
Hasil pemeriksaan dapat bervariasi, tergantung dari jumlah cairan pada cavum
pleura.Pada kondisi dengan jumlah cairan < 300 ml, belum dapat ditemukan hasil
yang cukup berarti pada inspeksi. Namun, jika jumlah cairan mencapai 500 ml, dapat
ditemukan pergerakan dada yang melambat pada sisi yang mengalami efusi. [
Selain itu, vokal fremitus kesan menurun terutama pada dasar pulmo posterior.
Suara perkusi menjadi redup dan suara napas pada auskultasi terdengar melemah
walaupun sifatnya masih vesikuler. Pada kondisi yang masif (jumlah cairan > 1000
ml), dapat ditemukan adanya pelebaran sela-sela iga dan pergeseran pada organ
mediastinum ke arah pulmo yang sehat seperti terdorongnya trakea akibat desakan
dari efusi pleura.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan dengan caradrainase cairan pleura
dan dilanjutkan dengan pemeriksan laboratorium. Dengan dilakukan thoracocentesis
dapat dinilai karakteristik cairan pleura untuk menentukan kemungkinan
penyebabnya.Untuk membedakan antara cairan transudat ataupun eksudat, dapat
dinilai dari komposisi cairan pleura yang ditemukan.
F. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
a. Foto Thorax
Pada pemeriksaan foto thoraks posisi tegak, cairan pleura tampak berupa
perselubungan homogen menutupi struktur pulmo inferior yang biasanya radioopak
dengan permukaan atas cekung, berjalan dari lateral atas ke arah medial bawah.
Karena cairan mengisi ruang hemithoraks sehingga jaringan paru akan terdorong ke
arah sentral/hilus, dan kadang-kadang mendorong mediastinum ke arah kontralateral.
Jumlah cairan minimal yang dapat terlihat pada foto thoraks tegak adalah 250-300 ml.
Pemeriksaan radiografi paling sensitif mengidentifikasi cairan pleura yaitu
dengan posisi lateral dekubitus, yang mampu mendeteksi cairan pleura kurang dari 5
ml dengan arah sinar horizontal dimana cairan akan berkumpul di sisi samping
bawah. Apabila pengambilan foto toraks pasien dilakukan dalam keadaan berbaring
(AP), maka penilaian efusi dapat dilihat dari adanya gambaran apical cup sign.
Gambaran radiologi tidak dapat membedakan jenis cairan mungkin dengan tambahan
keterangan klinis atau kelainan lain yang ikut serta terlihat sehingga dapat
diperkirakan jenis cairan tersebut.
Posisi tegak posteroanterior (PA)
Pada tahap awal dengan pasien posisi tegak, cairan akan cenderung untuk
terakumulasi pada posisi infrapulmonal jika rongga pleura tidak terdapat adhesi
dan paru-parunya sehat, sehingga membentuk efusi subpulmonal. Hal ini akan
menyebabkan bergesernya titik tertinggi dari diafragma pada sisi yang mengalami
efusi.Namun, diperlukan volume cairan lebih dari 300 cc agar sinus costofrenikus
tampak tumpul pada foto tegak PA.
Gambar 3.Efusi pleura dextraminimal pada foto tegak PA.
Gambar 4.Efusi pleura massif dextra.
Gambar 5.Loculated pleural effusion. Sering disebabkan oleh empiema
dengan perlekatan pleura.
Foto tegak lateral
Foto tegak lateral dapat digunakan untuk mendeteksi efusi minimal dengan
volume cairan ± 75 ml.
Gambar 6. Efusi pleura pada foto tegak lateral.
Posisi dekubitus lateral
Posisi ini dapat digunakan untuk mendeteksi efusi yang lebih minimal
yaitu volume cairan 15-20 ml. Selain itu, dapat digunakan untuk menentukan
apakah efusi dapat mengalir secara bebas atau tidak sebelum dilakukan aspirasi
cairan pleura dan melihat bagian paru yang sebelumnya tertutup cairan sehingga
kelainan yang sebelumnya terselubung dapat terlihat.
Gambar 7. Efusi pleura sinistra pada foto dekubitus lateral.
Foto supine efusi pleura
Foto AP yang normal tidak menyingkirkan adanya efusi. Foto AP ini
merupakan yang paling sensitif untuk mendeteksi efusi pleura. Sejumlah cairan
yang cukup banyak diperlukan untuk menghasilkan temuan radiografi yang dapat
terdeteksi, terutama di efusi bilateral.
Efusi awalnya menyebabkan gambaran opak kabur dengan tepi yang tidak
jelas. Gambaran opak terlihat pertama kali pada paru bawah. Dengan adanya
akumulasi cairan yang meningkat, gambaran opak dari seluruh hemithorax
meningkat, dan hilangnya diafragma menjadi jelas.
Gambar 8. Ada densitas asimetris dengan peningkatan kekaburan pada hemithorax kanan
bawah (panah biru).
Tidak adanya air-bronchogram sign juga membantu dalam diferensiasi.
Adanya gambaran opak apical ipsilateal kadang ditemukan terutama pada efusi
massif. Gambaran opak ini dipercaya sebagi kapasitas sekunder paru pada apex
dengan pelebaran cairan bagian lateral dan superior terhadap jaringan paru.
Adanya meniskus sign ditemukan pada lebih dari 50% efusi massif.
b. CT-Scan
CT scan akan memperlihatkan adanya perbedaan densitas cairan dengan
jaringan sekitarnya. CT-Scan dapat menentukan jenis efusi apakah eksudat atau
transudat dengan menilai densitas yang diukur dengan satuan HU (Hounsfield
Unit). Efusi pleura eksudat diperkirakan mempunyai HU <18 ± 2 dan efusi pleura
transudat >18 ± 2.
Gambar 11. CT-Scan thorax pada seorang pria 20 tahun dengan limfoma non-Hodkin
dan efusi pleura yang ditunjukkan tanda panah. [10]
c. Ultrasonografi
Penampilan khas dari efusi pleura merupakan lapisan anechoic antara pleura
visceral dan pleura parietal.Bentuk efusi dapat bervariasi dengan respirasi dan
posisi. Kriteria USG untuk menetukan efusi pleura adalah: Setidaknya zona
anechogenic memiliki ketebalan 3 mm diantara pleura parietal dan visceral dan
atau perubahan ketebalan lapisan cairan pleura antara ekspirasi dan inspirasi. [10]
Gambaran anechoic terutama diamati pada transudat.Dalam sebuah penelitian
terhadap 320 pasien dengan efusi, transudat memberikan gambaran anechoic,
sedangkan anechoic dapat transudat atau eksudat.Adanya penebalan pleura dan
lesi parenkim di paru-paru menunjukkan adanya eksudat.Cairan pleura yang
memberikan gambaran echoic dapat dilihat pada efusi hemoragik atau empiema. [10]
Gambar 12. Ultrasonogram dari kiri dada bagian bawah pada wanita dengan efusi pleura metastase. Cairan anechoic (E) dapat dilihat pada hemithorax kiri. Perhatikandiafragma lengkung Echogenic (panah).
Gambar 13. Ultrasonogram dari kiri dada bagian bawah . Cairan Echogenic (E) dapatdilihat pada hemithorax kiri. Perhatikan diafragma lengkung Echogenic (panah).
G. TERAPI
Pengobatan efusi pleura dengan mengidentifikasi penyebab dan mengobati
proses penyakit yang mendasarinya. Pada efusi transudat diterapi dengan mengatasi
penyebab efusinya sedangkan efusi eksudat dengan aspirasi cairan untuk mengurangi
gejala.Hal ini dapat dilakukan dengan torakosentesis.Aspirasi cairan pleura selain
bermanfaat untuk memastikan diagnosis, aspirasi juga dapat dikerjakan dengan tujuan
terapeutik.Torakosentesis dalam dilakukan sebagai berikut:
Penderita dalam posisi duduk, jika tidak memungkinkan dapat dilakukan
dalam posisi tidur terlentang
Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru sela iga garis aksilaris posterior
dengan memakai jarum abbocath 14 atau 16.
Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap
kali aspirasi. Aspirasi sebaiknya dilakukan berulang-ulang dan pada satu kali
aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan pleura shock (hipotensi) atau
edema paru akut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Davey P. Pleural effusion. In: Medicine at a glance. 4th ed. USA: Blackwell Publishing;
2014. Pg. 45.
2. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. 6th ed. Jakarta:
EGC; 2006. Pg. 799-800.
3. Somantri I. Keperawatan medikal bedah: asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan sistem pernafasan. Jakarta: Salemba Medika; 2007. Pg. 95-100.
4. Pratomo IP, Yunus F. Anatomi dan fisiologi pleura. Jakarta: CDK; 2013;40: 1-6.
5. Garrido VV, Sancho JF, Blasco H, Gafas AP, et al. Diagnosis and treatment6,9 of pleural
effusion. La Coruna: SEPAR; 2006; 42: 349-72.
6. Djojodibroto D. Respirologi (respiratory medicine). Jakarta: EGC; 2009. Pg. 5-21, 172-
82.
7. Halim H. Penyakit-penyakit pleura. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al.Buku ajar
ilmu penyakit dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2010. Pg. 2329-36.
8. McGrath EE, Anderson PB. Diagnosis of pleural effusion: a systematic approach. USA:
AJCC; 2011; 2: 119-26.
9. Soetikno RD. Radiologi emergensi. Bandung: Refika Aditama; 2011. Pg. 62-72
10. Lababedeb O. Pleural Effusion Imaging. Medscape Oct 18, 2013. Available from URL:
http://emedicine.medscape.com/article/355524-overview
11. Tobler M. Empyema Imaging. Medscape Updated: Nov 1, 2013. Available from URL:
http://emedicine.medscape.com/article/355892-overview#a19
12. Mancini MC. Hemothorax Workup. Medscape Updated: Oct 15, 2014. Available from
URL: http://emedicine.medscape.com/article/2047916-workup
13. Herlambang KS. Karakteristik Jenis Kanker Paru Berdasrkan Peningkatan densitas
Dengan Menggunakan CT-Scan. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro; 2003. Pg.
13
14. Sutton D. Textbook of radiology and imaging. 7th ed. London: Churchill Livingstone;
2003; 1: 87-93.