preskas bedah anak
DESCRIPTION
PRESENTASI KASUSTRANSCRIPT
Presentasi Kasus Bedah Anak
SEORANG BAYI PEREMPUAN USIA 11 HARI DENGAN TUMOR INTRA
ABDOMEN SUSPEK TERATOMA SAKROKOKSIGEUS
Oleh :
Dea Saufika Najmi G99142056
Abdullah Al-Hazmy G99142059
Periode : 7 Maret – 12 Maret 2016
Pembimbing:
dr. Nunik Agustriani, Sp.B, Sp.BA.
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2016
BAB I
STATUS PASIEN
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : By. Ny. OWA
Umur : 11 hari
Pekerjaan : -
Agama : Islam
Alamat : Jogonalan, Klaten
Tanggal masuk : 29 Febuari 2016
Tanggal Pemeriksaan : 7 Maret 2016
No. RM : 01331042
2. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Benjolan di perut
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merupakan rujukan RSUD Surakarta datang di IGD RSUD Dr.
Moewardi dengan benjolan di perut. Pasien lahir dari seorang ibu G1P0A0, lahir
spontan di bidan, usia kehamilan 37 minggu, BBL : 3000 gram, PB : 50 cm,
APGAR 5-7-8. Dari lahir hingga sekarang belum buang air kecil, di perutnya
terdapat benjolan ukuran 10x10cm, konsistensi keras, imobile.
Telah dilakukan pemeriksaan USG dengan hasil massa intra abdomen dan
hidronefrosis. Telah dilakukan pemasangan rectal tube dan OGT, tetapi tidak bias
dipasang DC karena OUE tidak teridentifikasi.
Pasien merupakan anak ketiga, anak pertama dan kedua tidak memiliki
keluhan serupa. Riwayat ANC di bidan. Riwayat sakit selama kehamilan disangkal,
riwayat ibu merokok disangkal. Oleh karena keluhan tersebut pasien dirujuk ke
RSUD Dr. Moewardi untuk penanganan lebih lanjut.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat operasi : disangkal
2
Riwayat trauma : disangkal
Riwayat mondok : disangkal
Riwayat alergi : belum diketahui
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat penyakit bawaan : disangkal
5. Riwayat Kelahiran
Pasien lahir dari ibu G1P0A0 pada usia kehamilan 39 minggu lahir spontan di
RSUD Surakarta. Saat lahir APGAR 5-7-8, ketuban jernih, tidak berbau, mekoneum
(-). Pasien minum kuat (+)
Panjang badan : 50 cm
Berat badan lahir : 3000 gram
6. Riwayat Kehamilan
Riwayat Ibu ANC : rutin di bidan setempat
Riwayat keguguran : disangkal
Riwayat Ibu sakit saat hamil : disangkal
Riwayat konsumsi jamu saat hamil : disangkal
7. Riwayat Imunisasi
Pasien telah mendapatkan hepatitis B
3. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Baik, menangis kuat, gerak aktif, gizi kesan cukup.
2. Vital sign :
N : 154 x/menit regular, simetris, isi dan tegangan cukup
RR : 42 x/menit
T : 36,4o C
SO2 : 96%
3. Kulit : Kulit tak tampak ikterik, kering (-), , hiperpigmentasi (-)
4. Kepala : mesocephal, ubun-ubun cekung (-)
5. Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), cekung (-/-)
3
6. Telinga : sekret (-/-), darah (-/-)
7. Hidung : bentuk simetris, napas cuping hidung (-), sekret (-), keluar
darah (-).
8. Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-), lidah kotor (-), jejas (-).
9. Leher : pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi (-).
10. Thorak : normochest, retraksi (+) minimal, gerakan dinding dada
simetris
11. Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak.
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat, sulit teraba
Perkusi : batas jantung sulit dievaluasi
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-).
12. Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan kiri.
Palpasi : fremitus raba kanan sama dengan kiri
Perkusi : sonor/sonor.
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+) normal, suara tambahan (-/-).
13. Abdomen
Inspeksi : dinding perut > dinding dada
Auskultasi : bising usus (+) normal, metalic sound (-)
Perkusi : timpani
Palpasi : distended (+), terdapat massa di region suprapubik
sampai dengan umbilikalis meluas di kuadran kanan, diameter 10x10cm,
immobile, konsistensi keras, permukaan rata.
14. Urinaria : BAK darah (-)
15. Ekstremitas : CRT < 2 detik, arteri dorsalis pedis (+) teraba kuat
Akral dingin Oedema
- -
- -
16. Genitalia : phallus (+) 1cm, OUE tidak terlihat, VU sulit dievaluasi
17. Status Lokalis:
4
- -
- -
Regio Abdomen
Abdomen distended (+), terdapat massa di region suprapubik sampai dengan
umbilikalis meluas di kuadran kanan, diameter 10x10cm, immobile, konsistensi
keras, permukaan rata.
4. ASSESMENT I
Tumor intra abdomen ec susp teratoma kistik dd nefroblastoma
5. PLANNING I
1. Transfer HCU nenonatus
2. O2 nasal 1 lpm
3. Diet ASI 8x5ml naik bertahap
4. IVFD D10% 11ml/jam
5. Inj. Ampicilin 50mg/kgBB/12jam
6. Pemeriksaan darah dan GDT
7. Rontgen Babygram
8. MSCT whole abdomen dengan kontras
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium darah (26/02/2016)
5
2.
Gambaran Darah Tepi
Ritrosit : Normokrom, normosit, sel target, polikromasi, eritroblast (+)
Leukosit : Jumlah dalam batas normal (Koreksi jumlah leukosit 13.83), sel muda (-),
IT ratio : 0.06
Trombosit : Jumlah dalam batas normal, makrotrombosit, clumping (+)
Gambaran darah tepi tidak ditemukan kelainan hematologi primer
3. Foto Baby Gram (24/2/2016)
6
Pemeriksaan Hasil Satuan RujukanHematologi RutinHemoglobin 8.8 g/dL 13.4 – 19.8Hematokrit 25 % 50 – 82Leukosit 18. ribu/µl 5.0 – 19.5Trombosit 42 ribu/µl 150 – 450Eritrosit 2.50 juta/µl 3.90 – 5.90Golongan darah BKimia Klinik Albumin 3.2 g/dl 2.8 – 4.4HemostasisPT 14.6 Detik 10,0-15,0APTT 33.5 Detik 20,0-40,0INR 1.210 -ElektrolitNatrium darah 137 mmol/L 129 - 147Kalium darah 4.1 mmol/L 3.6 – 6.1Calsium Ion 1.45 mmol/L 1.17 – 1.29Serologi HepatitisHbsAg Nonreaktif Nonreaktif
Kesimpulan :
Ground glass opacity di cavum abdomen region hipogastrica dan sebagian
regioinguinal bilateral yang mendesak bayangan usus ke superior curiga massa.
4. MSCT Whole Abdomen dengan Kontras
1. Massa solid kistik dan komponen fat, berkapsul tebal pada region
scrococcygeal, meluas ke perineum-gluteal kanan, mendesak bladder ke
superior dan rectum ke lateral kiri disertai multiple limfadenopati inguinal
bilateral dan obstruksi uropati bilateral (hidronefrosis sedang bilateral) suspect
DD:
- Dermoid cyst
- Cystic teratoma
2. Bronkopneumonia
7. ASSESMENT II
Tumor intra abdomen susp teratoma sakrokoksigeus
8. PLANNING II
1. Mondok HCU Neonatus
2. Perbaikan KU
3. Terapi TS pediatric
4. Awasi KUVS
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendahuluan
Teratoma merupakan tumor ke-2 terbanyak pada anak prapubertas. Manifestasi pada
usia 18 bulan, namun bisa dijumpai pada masa neonatus. Teratoma yang berasal dari sel
embrional biasanya terjadi di garis tengah tubuh: otak, tengkorak, hidung, lidah, bawah
lidah dan leher, mediastinum, retroperitoneum dan menempel di coccyx. Teratoma
embrional paling sering terjadi di daerah sacrococcygeus. Teratoma bentuk ini adalah
yang paling sering terjadi pada bayi baru lahir.
Insiden teratoma sakrokoksigeus 1 dari 35.000 sampai 40.000 kelahiran hidup dan
paling sering ditemukan pada wanita dengan Rasio 3:1 sampai 4:1 pernah dilaporkan.
Sakrokoksigeus adalah bagian yang sering terdapat teratoma pada neonatus (46-65%)
Lokasi selanjutnya yang paling sering adalah : gonad (10-35 %), mediastinal (10-12
%),retroperitoneal (3-5%), cervical (3-6%), Presakral (3-5 %), system saraf pusat (2-4 %).
Terjadinya teratoma adalah karena embrio awal (tingkat clivage, blastula, awal
grastula) lepas dari kontrol organizer. Ia seperti tubuh yang kembar tidak seimbang yang
satu dapat tumbuh normal yang lain hanya gumpalan jaringa yang tdak utuh atau tidak
wajar. Teratoma disebut juga fetus in fetu atau bayi dalam bayi.
Untuk terapi biasanya dilakukan pembedahan atau kemoterapi. Prognosis tergantung
dengan stadiumnya. Orkhidektomi umumnya kuratif, karena biasanya tidak dijumpai
adanya metastasis. Tumor biasanya berkapsul, sehingga ada yang menyarankan tindakan
enukleasi.
8
B. Definisi
Teratoma adalah tumor yang mengandung jaringan derivat dua, tiga lapis benih.
Terjadi saat janin masih embrio. Terjadinya teratoma adalah karena embrio awal (tingkat
clivage, blastula, awal grastula) lepas dari kontrol organizer. Ia seperti tubuh yang kembar
tidak seimbang yang satu dapat tumbuh normal yang lain hanya gumpalan jaringa yang
tdak utuh atau tidak wajar. Teratoma disebut juga fetus in fetu atau bayi dalam bayi.
Teratoma yang berasal dari sel embrional biasanya terjadi di garis tengah tubuh:
otak, tengkorak, hidung, lidah, bawah lidah dan leher, mediastinum, retroperitoneum dan
menempel di coccyx. Jarang sekali bisa timbul di organ padat seperti jantung dan hati dan
organ rongga seperti usus dan kandung kencing. Teratoma embrional paling sering terjadi
di daerah sacrococcygeus. Teratoma bentuk ini adalah yang paling sering terjadi pada
bayi baru lahir.
Teratoma sakrokoksigeus adalah neoplasma yang terdiri dari bermacam-macam
jaringan yang berbeda dari ketiga lapisan sel germinal asing pada tempat anatomi dimana
jaringan tersebut muncul yaitu sering terjadi dekat tulang ekor (coccyx), dimana
konsentrasi terbesar sel primitive berada untuk periode waktu yang lama. Teratoma
diklasifikasikan kedalam tiga kategori histopatologi :
1. Teratoma benigna : Terdapat deferensiasi baik, benigna, matur, hanya jaringan
dewasa
2. Teratoma dengan imatur jaringan embrionik yang bukan maligna seutuhnya, dengan
atau tanpa jaringan matur.
3. Teratoma maligna , dengan jaringan maligna seutuhnya, ditambah jaringan matur
dan /atau embrionik.
C. Etiologi
Teratoma terbentuk dan berkembang selama kehidupan intrautrin, dapat menjadi
sangat besar pada teratoma sakrokoksigeus seiring dengan perkembangan fetus.Teratoma
sakrokoksigeus muncul dari primitif knot atau hensen’s node. Hensen’s node adalah suatu
agregasi dari sel totipotensial yang merupakan pengatur utama pada perkembangan
embrionik. Semula terletak di bagian posterior embrio yang bermigrasi secara caudal
pada minggu pertama kehidupan didalam ekor embrio, akhirnya berhenti di anterior
tulang ekor (coccyx). Alur migrasi dari sel germinal menunjukan lokasi dan patologi yang
paling sering terdapat teratoma (sakrokoksigeus dan gonad). Sel-sel ini dapat meluas ke
9
postero-inferior masuk daerah glutea dan /atau postero-superior masuk ke rongga
abdominopelvik. Pemisahan sel totipotensial dari hansen’s node mungkin menyebabkan
munculnya teratoma sakrokoksigeus. Sel pleuripotensial ini melarikan diri dari kontrol
pengatur embrionik dan berdiferensiasi masuk dalam jaringan yang tidak biasa ditemukan
pada daerah sakrokoksigeus. Tumor terjadi dekat dengan tulang ekor, dimana konsentrasi
terbesar primitif sel berada untuk waktu yang lama selama masa perkembangan. Tumor
ini diklasifikasikan berdasarkan Altman classification of Surgical Section of the
American Academy of Pediatrics kedalam 4 tipe yaitu :
1. Tipe I – tumor terutama di bagian luar mengarah dari daerah sakrokoksigeus dan
muncul dengan distorsi bokong
2. Tipe II – tumor terutama diluar , tetapi ada bagian yang luas didalam pelvis.
3. Tipe III – tumor terutama didalam pelvis dengan sedikit pada bagian luar, benjolan
pada bokong.
4. Tipe IV – tumor deluruhnya didalam tanpa ada dibagian luar atau bagian bokong
Sebagian besar teratoma terdapat daerah baik yang padat dan kistik, walaupun
teratoma padat secara lengkap terjadi. Cairan kista dapat sereus, mukoid, darah, dan
lapisan kista sering terdiri dari epitel skuamous serta sebasea dan gigi. Terutama tumor
kistik lebih mungkin benigna dan insiden malignansi meningkat pada sejumlah jaringan
padat.
Teratoma benigna biasanya berkapsul, dan adanya bagian yang nekrosis atau
perdarahan memberi kesan adanya kanker. Pemeriksaan mikroskopik pada teratoma
biasanya menunjukkan variasi jaringan lebih dari satu lapisan germinal. Pentingnya
memiliki keseragaman dalam klasifikasi histology teratoma agar evaluasi prognosis yang
sesuai dan kelangsungan hidup serta dapat membandingkan hasil dari laporan bertahap
dari institut yang berbeda.
D. Manifestasi Klinis
Secara klinis, Tumor paling sering muncul sebagai massa yang menonjol antara
coccyx dan anus yang biasa ditutupi dengan kulit normal yang intak. Beberapa pasien,
seluruh atau sebagian benjolan terletak pada permukaan retrorektal atau retroperitoneum.
Pada bayi dan anak-anak, Tumor muncul sebagai massa pada daerah sakropelvis yang
menekan kandung kemih dan rectum. Seringnya gejala obstruksi pada traktus urinarius
yang disebabkan oleh kompresi ureter dan urethra terhadap pubis atau kompresi ureter
10
terhadap pinggiran pelvis dan terjadi kesulitan defekasi sebagai tanda obstruksi yang
mungkin tidak cukup dikenali.
Sebagian kecil pasien dapat mengalami paralysis, nyeri, atau kelemahan pada kaki,
terutama pada stadium lambat dari invasi maligna dari tumor. Pada teratoma
sakrokoksigeus pada fetus, jika tumornya besar, dapat menyebabkan distosia, kesulitan
melahirkan dan perdarahan atau laserasi tumor.
E. Patofisiologi
Teratoma terbentuk dan berkembang selama kehidupan intrautrin, dapat menjadi
sangat besar pada teratoma sakrokoksigeus seiring dengan perkembangan fetus. Teratoma
sakrokoksigeus muncul dari primitif knot atau hensen’s node. Hensen’s node adalah suatu
agregasi dari sel totipotensial yang merupakan pengatur utama pada perkembangan
embrionik. Semula terletak di bagian posterior embrio yang bermigrasi secara caudal
pada minggu pertama kehidupan didalam ekor embrio, akhirnya berhenti di anterior
tulang ekor (coccyx). Alur migrasi dari sel germinal menunjukan lokasi dan patologi yang
paling sering terdapat teratoma (sakrokoksigeus dan gonad). Sel-sel ini dapat meluas ke
postero-inferior masuk daerah glutea dan /atau postero-superior masuk ke rongga
abdominopelvik. Pemisahan sel totipotensial dari hansen’s node mungkin menyebabkan
munculnya teratoma sakrokoksigeus. Sel pleuripotensial ini melarikan diri dari kontrol
pengatur embrionik dan berdiferensiasi masuk dalam jaringan yang tidak biasa ditemukan
pada daerah sakrokoksigeus. Tumor terjadi dekat dengan tulang ekor, dimana konsentrasi
terbesar primitif sel berada untuk waktu yang lama selama masa perkembangan.
F. Diagnosa
1. Prenatal
USG prenatal dapat mendeteksi tumor ini mulai pada usia kehamilan 13minggu.
USG menunjukkan peningkatan ukuran uterus, placentomegaly,polihidramnion,
hidrops fetalis, massa inhomogen pada sakrum dengan gambaran kalsifikasi. Ibu
pasien bergejala polihidramnion, meningkat kadar alfa fetoproteindarah sebelum
partus dan partus prematur. Bila gejala ini timbul sebelum usia 30 minggu kehamilan
maka prognosis anak adalah buruk. Persalinan akan beresiko pada ibu sehingga untuk
menghindari distosia atau ruptur tumor dianjurkan untuk dilakukan sectio cesarea bila
ukuran tumor lebih dari 5 cm atau tumor lebih besardari diameter fetus.
2. Postnatal
11
Teratoma benign hanya sedikit bergejala atau bahkan tidak bergejala samasekali.
Massa pada pelvis yang besar dapat menyebabkan dekompresi traktusurinarius
maupun rektum. Defisit neurologis jarang terjadi, bila terjadi mengindikasikan
malignansi. Tanda metastasis perlu dicari pada anak lebih tua
Diagnosis teratoma sakrokoksigeus biasanya ditegakkan melalui pemeriksaan
fisik. Tumor ini biasanya didiagnosa ketika ditemukan benjolan sacrum yang besar
setelah kelahiran yang sulit atau obstruksi pada kelahiran. Anamnesis didapatkan adanya
nyeri rectum, konstipasi, dan adanya sebuah benjolan.
Teratoma sakrokoksigeus juga sering didiagnosa sebelum bayi lahir dengan
pemeriksaan ultrasonografi fetal. Laporan bertahap diagnosis antenatal pada teratoma
sakrokoksigeus menunjukkan bahwa sebagian besar fetus yang didiagnosa teratoma
sakrokoksigeus kemungkinan meninggal sebelum kelahiran. Diagnosis prenatal penting
karena tumor ini mungkin cukup besar untuk menyebabkan distosia dan ruptur dari tumor
dengan perdarahan masif dapat terjadi selama kehamilan.
Pada sebagian besar kasus, teratoma sakrokoksigeus sangat khas sehingga
diagnosisnya sangat jelas. Kadang-kadang, bagaimanapun diagnosis tidak begitu jelas dan
adanya lesi lain seperti kondroma, fibroma, duplikasi rektal, terutama mielomeningocele
dan tumor neurogenic presakral, harus dikeluarkan. Apabila sulit membedakan teratoma
sacrococygeal dengan lesi lain, studi diagnostic seperti Foto polos, Ultrasonografi,
computer tomografi (CT) atau MRI.
Foto thoraks membantu menyingkirkan penyakit metastase. Foto polos pada sacral
dapat menunjukkan adanya kalsifikasi dalam tumor. Ultrasonografi berguna untuk
menentukan sifat lesi (padat atau kistik, adanya komponen intraabdominal dan
keterlibatan hati). Baik CT Scan lateral dan magnetic resonance imaging ( MRI )akan
menunjukkan perluasan intrapelvis dan intraspinal dari lesi sacral dengan rincian yang
jelas. Beberapa teratoma mengandung elemen yolk salk, dimana mengeluarkan alfa–
fetoprotein. Deteksi AFP dapat membantu memperjelas diagnosis dan sering digunakan
sebagai marker untuk rekurensi atau efektifitas pengobatan, tapi metode yang jarang pada
diagnosis awal.
Klasifikasi Altman membagi tumor berdasarkan fungsi bentanganatominya ke dalam
4 kelompok:
1. Altman I : eksternal tumor yang mendominasi, dengan perluasan minimal
2. Altman II : eksternal tumor dengan perluasan signifikan intrapelvis.
3. Altman III : tumor eksternal dengan perluasan intra-abdominal
12
4. Altman IV : hanya tumor intra pelvis, tidak dapat dilihat dari luar.
G. Penatalaksanaan
Teratoma sakrokoksigeus harus dieksisi lengkap. Lesi Tipe I dan II dapat dimulai
pada daerah posterior melalui chevron insisi dan sagital. Lesi tipe III dan IV harus insisi
tambahan transversal pada perut bagian bawah. Bagian penting pada prosedur termasuk
pengangkatan lengkap pada tumor intak, ligasi arteri sakral tengah, dan eksisi tulang ekor
( coccyx ) bersama tumor.
Jika tumor secara histologi benigna ( hanya jaringan matur) atau mengandung
jaringan embrionik tanpa maligna seutuhnya, eksisi lengkap adekuat. Jika lesi benigna
(97 %), tidak diindikasikan terapi lanjutan. Untuk Tumor yang agresif dan terdapat
jaringan malignan seutuhnya, pembedahan eksisi sendiri tidak adekuat dan pasien harus
mendapatkan kemoterapi dan atau radioterapi. Pasien dengan rekurensi kanker dan tidak
dapat dieksisi diberikan terapi VAC (vinkristin, dactinomycin, cyclophosphamide)
ditambah radiasi lokal.
Pasien ini harus dievaluasi setiap 3 bulan selama 2 tahun pertama dengan
pemeriksaan rectal dan jumlah AFP. Pasien yang diperkirakan rekurensi harus dievalusi
dengan pemeriksan radiologi yang sesuai, Ultrasonografi dan/ atau CT.
Lesi ini paling baik direseksi dalam 24 jam pertama, sejak usus tidak dikoloni pada
24 jam pertama setelah kelahiran., mengurangi resiko infeksi pada daerah yang
terkontaminasi feses selama reseksi. Perioperatif antibiotic diberikan segera sebelum
pembedahan dan dilanjutkan 24-48 jam setelah operasi.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. African health sciences. (2008) Mature coccygeal teratoma case report. 54-57
2. Alpers, Ann. (2006). Buku Ajar Pediatri Rudolph, Edisi 20,. Jakarta : EGC,p: 86
3. Chad A Hamilton, MD. (2012). Cystic teratoma.
http://emedicine.medscape.com/article/281850-overview
4. Grosfeld J, O’Neill J, Coran A, Fonkalsrud E.(2006). Pediatric Surgery 6th edition.
Philadelphia: Mosby elseivier,p; 1566-99.
5. Levitt M.A., Pena A. (2010 ). Imperforate anus and cloacal malformations. In
Ashcraft’s Pediatric Surgery, p. 468-90
6. Mitchell R, Kumar Vinay. Et.al. Buku saku Dasar Patologis Penyakit, Edisi 7. Jkarta
7. Oldham K, Colombani P, Foglia R, Skinner M.(2005). Principles and Practice of
Pediatric Surgery Vol.2. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins,p; 1395-1434
8. Pena A: Sacroccygeal teratoma (1998). In Pediatric Surgery 5th ed. Mosby p1425-48
9. R Tuladhar, S K Patole, J S Whitehall. (2000). Sacrococcygeal teratoma in the
perinate periode. Post graduate medical journal.
10. Sadler T.W. In Langman’s Medical Embryology 9th ed. p.285-320
11. Sjamsuhidajat R., Wim de Jong. Buku ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta : EGC, 2004.
12. Wong, Donna L. (2004). Pedoman Klinis Pediatrik Edisi 4. Jakarta : EGC,p : 7
13. Zachariou Z.( 2008) . Sacroccygeal teratoma. In Pediatric Surgery. p 474-93
14