preskas anestesi yo2

21
Presentasi Kasus LAPORAN KASUS ANESTESI “Fibroadenoma Mammae Multiple Sinistra dengan tindakan General Anestesi (Narkose Umum) Tehnik Intubasi Endotrakheal” Disusun oleh : Martina Alifa (1102005 ) Satrio Bagoes Putro Wijaya (1102007255) Pembimbing : Dr. Widodo Sp.An  Tugas Kepaniteraan Klinik SMF Anestesiologi dan Rawat Intensif RSUD Gunung Djati Cirebon Periode 8 Oktober – 27 Oktober 2012 1

Upload: rio-bp-wijaya

Post on 14-Apr-2018

241 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Preskas Anestesi Yo2

7/27/2019 Preskas Anestesi Yo2

http://slidepdf.com/reader/full/preskas-anestesi-yo2 1/21

Presentasi Kasus

LAPORAN KASUS ANESTESI

“Fibroadenoma Mammae Multiple Sinistra

dengan tindakan General Anestesi(Narkose Umum) Tehnik Intubasi

Endotrakheal”

Disusun oleh :

Martina Alifa (1102005 )

Satrio Bagoes Putro Wijaya (1102007255)

Pembimbing :

Dr. Widodo Sp.An

 Tugas Kepaniteraan Klinik

SMF Anestesiologi dan Rawat Intensif 

RSUD Gunung Djati Cirebon

Periode 8 Oktober – 27 Oktober 2012

Page 2: Preskas Anestesi Yo2

7/27/2019 Preskas Anestesi Yo2

http://slidepdf.com/reader/full/preskas-anestesi-yo2 2/21

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

 Nama pasien : Nn. Noni

Umur : 17 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : kejaksaan

Suku : Sunda

Agama : Islam

Status : Belum menikah

Pekerjaan : Pelajar  

 Nomor RM : 702424

Tanggal masuk RS : 09 Oktober 2012

Tanggal operasi : 10 Oktober 2012

B. ANAMNESIS

Autoanamnesa pada tanggal 09 Oktober 2012 Pukul 16:00

1. Keluhan utama

Benjolan di payudara kanan

Keluhan Tambahan: -

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien dating dengan keluhan benjolan di payudara sebelah kanan dirasakan sejak 

satu tahun yang lalu. Awalnya benjolan sebesar biji kacang hijau namun sekarang

dirasakan makin membesar. Pasien merasa nyeri pada benjola saat seminggu

sebelum haid. Haid pertama umur 13 tahun.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

 –  Riwayat darah tinggi : disangkal

 – Riwayat rutin minum obat darah tinggi : disangkal.

 – Riwayat penyakit kencing manis : disangkal.

 –  Riwayat asma/alergi : disangkal.

 – Riwayat penyakit jantung : disangkal.

 

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Page 3: Preskas Anestesi Yo2

7/27/2019 Preskas Anestesi Yo2

http://slidepdf.com/reader/full/preskas-anestesi-yo2 3/21

 –  Riwayat penyakit kencing manis : disangkal.

 –  Riwayat asma/alergi : disangkal.

 – Riwayat penyakit jantung : disangkal.

C. PEMERIKSAAN FISIK 

1. Status Generalis

 –  Keadaan umum : cukup.

 –  Kesadaran : compos mentis

 –  Tanda vital : TD 100/60 mmHg

Nadi 76x/ menit

Respirasi 20x/ menit

Suhu 36,70C.

 – Berat badan : 50 kg.

 – Kepala : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

 – Telinga : DBN

 – Mulut : Buka Mulut 3 Jari, Malampati Grade 1

 – TMJ : 11 cm

 – Leher : pembesaran kelenjar limfe (-), ROM (+)

 – Thorak : bentuk normal, simetris, cor dan pulmo dalam batas normal

 –  Abdomen : peristaltik (+) N, supel, NT (-), hepar dan lien

tidak teraba.

 –  Ekstremitas : akral hangat (+), edema (-).

2. Status Lokalis mammae sinistra region kanan atas

- Inspeksi : Terlihat adanya benjolan, tidak terlihat kemerahan

- Palpasi : Teraba benjolan dengan diameter 2 cm, konsistensi kenyal,

mobile, batas tegas, nyeri tekan(-), panas (-).

Page 4: Preskas Anestesi Yo2

7/27/2019 Preskas Anestesi Yo2

http://slidepdf.com/reader/full/preskas-anestesi-yo2 4/21

Pemeriksa

an

Hasil Satuan Nilai

Normal

Hb 12,8 gr/ 12,0 – 14,0

Hematokrit 37,7 % 37- 43

Leukosit 4,7 103 uL 5,0 – 10,0

Trombosit 298 103 uL 150 – 400

Gol darah B

GDS 84 Mg/dl 70 -120

Ureum 18,4

Kreatinin 0,81

SGOT 26

SGPT 16

Page 5: Preskas Anestesi Yo2

7/27/2019 Preskas Anestesi Yo2

http://slidepdf.com/reader/full/preskas-anestesi-yo2 5/21

E.  PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Foto Thoraks PA

Pulmo : dalam batas normal

Cor : dalam batas normal

F. DIAGNOSA

Fibroadenoma mammae multiple sinistra

G. KESIMPULAN

Berdasakan pemeriksaan fisik, diklasifikasikan dalam ASA (I) pasien dalam

keadaan sehat yang memerlukan operasi.

H. PENATALAKSANAAN

Terapi Operatif : Biopsi Eksterpasi dengan anastesi umum

I. TINDAKAN ANESTESI (NARKOSE UMUM)

a. Pre-operatif 

Pasien puasa selama ±6 jam sebelum dimulainya operasi. Keadaan pasien tenang,

kooperatif.

Keadaan umum : Compos Mentis

Tanda Vital

• Tekanan darah : 100/60 mmHg

•  Nadi : 76x/menit

• Pernapasan : 20x/menit

• Temperature : 36,7°C

- Pre-loading cairan :

Cairan yang digunakan NaCl 0,9%

Kebutuhan cairan 24 jam dewasa = 30-35 ml/kgBB/24 jam

= 30 ml x 50 kg = 1500 ml/24 jam

Pre-load operatif =10-20 ml/kgBB dalam 15 menit = 500-1000

Pasien Puasa ± 8 jam preoperatif pengganti cairan puasa 500 ml/8jam

Page 6: Preskas Anestesi Yo2

7/27/2019 Preskas Anestesi Yo2

http://slidepdf.com/reader/full/preskas-anestesi-yo2 6/21

b. Peri-operatif 

- Pasien masuk ke ruang OK, diposisikan di meja operasi, diukur kembali

tekanan darah, nadi dan saturasi TD : 114/77 mmHg, N : 85 x/menit,

saturasi O2 100 %.

- Kemudian dilakukan induksi anastesi dengan menggunakan petidine 50 mg,

atracurium besylate 25 mg dan propofol 100 mg secara intavena

- Setelah ini, pasien diposisikan dengan kepala ekstensi serta trakea dan

laringoskop berada di satu garis lurus.

- Setelah dilakukan anastesi dan diberi pelumpuh otot dilakukan oksigenasi

dengan pemberian O2 100% selama 4 menit. Sungkup muka dipegang

dengan tangan kiri dan balon dengan tangan kanan.

- Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan, gagang laringoskop dipegang

dengan tangan kiri. Daun laringoskop dimasukkan dari sudut kanan mulut.

Lidah pasien didorong dengan daun tersebut ke kiri dan lapangan pandang

akan terbuka. Daun laringoskop didorong ke dalam rongga mulut. Gagang

diangkat dengan lengan kiri sehingga terlihat uvula, laring dan epiglotis.

- Ekstensi kepala dipertahankan dengan tangan kanan. Epiglotis diangkat dan

tampak pita suara yang keputihan dan berbentuk huruf V. pipa endotrakeladimasukkan dengan tangan kanan melalui sudut kanan mulut sampai balon

 pipa tepat melewati pita suara.

- Ventilasi/oksigenasi diberikan dengan tangan kanan memompa balon dan

tangan kiri memfiksasi pipa. Balon pipa dikembangkan dan daun laringoskop

dikeluarkan. Pipa difiksasi dengan plester.

- Setelah dipastikan dada berkembang saat ventilasi dilakukan auskultasi

dengan stetoskop didapatkan suara nafas kanan dan kiri sama.

- Lalu berikan maintenance anastesi dengan 02 2 liter/menit, N20 2 liter/menit

dan Ethrane 2,5 volume %.

- Selama tindakan anestesi berlangsung, tekanan darah dan nadi senantiasa

dikontrol setiap 5 menit. Selama berlangsungnya operasi, pasien mengalami

 penurunan tekanan darah berkisar pada tekanan sistolik 110 – 90 mmHg dan

tekanan diastolnya 70-60 mmHg. Frekuensi nadi relative naik berkisar antara

70 – 90x/menit. Saturasi oksigen stabil pada nilai 100%.

- Resusitasi cairan peri-operatif :

T 1 j l i f d t k 4 k lf N Cl 0 9%

Page 7: Preskas Anestesi Yo2

7/27/2019 Preskas Anestesi Yo2

http://slidepdf.com/reader/full/preskas-anestesi-yo2 7/21

c. Post-operatif 

- Operasi berakhir pukul 10.45 WIB

- Post-operatif pasien diberikan injeksi ketorolac 25 mg bolus dan Ondansentron 4

mg bolus.

- Setelah operasi selesai, pasien di observasi di Recovery Room. Tekanan darah,

nadi dan pernapasan normal.

Pasien boleh pindah ke ruangan bila Alderette Score >8

Pergerakan 1

Pernapasan 2

Warna Kulit 2

Tekanan Darah 2

Kesadaran 2

Dalam hal ini, pasien memiliki score 9, sehingga bisa dipindahkan ke ruang rawat.

- TD: 106/69 mmHg, N : 82 x/menit R: 20x/menit

Page 8: Preskas Anestesi Yo2

7/27/2019 Preskas Anestesi Yo2

http://slidepdf.com/reader/full/preskas-anestesi-yo2 8/21

TINJAUAN PUSTAKA

Anastesi Umum

Anestesi umum ( general anesthesia) disebut pula dengan nama narkose umum (NU).

Anestesi umum adalah meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran yang

 bersifat reversibel.

Dengan anestesi umum, akan diperoleh triad (trias) anestesia, yaitu :

- Hipnosis (tidur)

- Analgesia (bebas dari nyeri)

- relaksasi otot

Relaksasi otot diperlukan untuk mengurangi tegangnya tonus otot sehingga akan

mempermudah tindakan pembedahan.

Hanya eter yang memiliki trias anestesia. Karena anestesi modern saat ini menggunakan

obat-obat selain eter, maka trias anestesi diperoleh dengan menggabungkan pelbagai

macam obat.

Hipnosis didapat dari sedatif, anestesi inhalasi (halotan, enfluran, isofluran, sevofluran).Analgesia didapat dari N2O, analgetika narkotik, NSAID tertentu. Sedangkan relaksasi

otot didapatkan dari obat pelemas otot (muscle relaxant ).

INDUKSI ANESTESI UMUM

Induksi adalah usaha membawa / membuat kondisi pasien dari sadar ke stadium pembedahan (stadium III Skala Guedel).

Ko-induksi adalah setiap tindakan untuk mempermudah kegiatan induksi anestesi.Pemberian obat premedikasi di kamar bedah, beberapa menit sebelum induksi anestesi

dapat dikategorikan sebagai ko-induksi.

8

Page 9: Preskas Anestesi Yo2

7/27/2019 Preskas Anestesi Yo2

http://slidepdf.com/reader/full/preskas-anestesi-yo2 9/21

Induksi anestesi umum dapat dikerjakan melalui cara / rute :

- intravena (paling sering)

- inhalasi

- intramuskular 

-  per rektal.

Induksi intravena dapat dikerjakan secara full dose maupun sleeping dose. Induksiintravena sleeping dose yaitu pemberian obat induksi dengan dosis tertentu sampai pasien

tertidur. Sleeping dose ini dari segi takarannya di bawah dari full dose ataupun maximal 

dose.

Induksi sleeping dose dilakukan terhadap pasien yang kondisi fisiknya lemah (geriatri,

 pasien presyok).

Induksi intramuskular biasanya menggunakan injeksi ketamin.

Induksi inhalasi dapat dikerjakan dengan teknik :

- steal induction

- gradual induction

- single breath induction.

Obat yang digunakan untuk induksi inhalasi adalah obat-obat yang memiliki sifat-sifat :

- tidak berbau menyengat / merangsang

-  baunya enak 

- cepat membuat pasien tertidur.

Sifat-sifat tadi ditemukan pada halotan dan sevofluran.

Tanda-tanda induksi berhasil adalah hilangnya refleks bulu mata. Jika bulu matadisentuh, tidak ada gerakan pada kelopak mata.

BERBAGAI TEKNIK ANESTESI UMUM

9

Page 10: Preskas Anestesi Yo2

7/27/2019 Preskas Anestesi Yo2

http://slidepdf.com/reader/full/preskas-anestesi-yo2 10/21

1. INHALASI dengan Respirasi Spontan

a. Sungkup wajah

 b. Intubasi endotrakeal

c. Laryngeal mask airway (LMA)

2. INHALASI dengan Respirasi kendali

a. Intubasi endotrakeal

 b. Laryngeal mask airway

1. ANESTESI INTRAVENA TOTAL (TIVA)

a. Tanpa intubasi endotrakeal

 b. Dengan intubasi endotrakeal

Anestesi dengan menggunakan sungkup wajah dianjurkan apabila :

-  pembedahan singkat ½ - 1 jam tanpa membuka peritoneum

-  bukan operasi daerah kepala atau leher 

- lambung kosong

- ASA 1 – 2.

Jika di luar dari kriteria di atas, sebaiknya digunakan intubasi endotrakeal.

Anestesi umum dengan menggunakan intubasi endotrakeal diindikasikan untuk :

-  pembedahan lama (> 1 jam)

-  pembedahan daerah kepala dan leher 

-  jika kesulitan mempertahankan jalan napas karena berbagai sebab.

LMA hanya dianjurkan pada pasien yang puasanya cukup (lambung kosong).

Operasi sangat singkat

Teknik induksi anestesi umum respirasi spontan dengan menggunakan sungkup wajah

dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut :

1. berikan O2 100% 5 L/menit selama 3-5 menit

10

Page 11: Preskas Anestesi Yo2

7/27/2019 Preskas Anestesi Yo2

http://slidepdf.com/reader/full/preskas-anestesi-yo2 11/21

2. induksi dengan tiopental (4-6 mg/kg berat badan) atau propofol (2 mg/kg berat

 badan)

3. pasien geriatri dosisnya dikurangi, sedang alkoholis dinaikkan dosisnya.

4. Setelah pasien tertidur (refleks bulu mata menghilang), sungkup wajah

ditempelkan rapat-rapat menutupi mulut dan hidung pasien.

5. Buka jalan napas pasien – ekstensikan leher.

6. Buka / putar dial agent inhalasi dan N2O.

7. N20 diberikan 50%-70% dari volum semenit. Oksigen diberikan 30%-50% darivolum semenit.

8. Halotan/enfluran/Isofluran/Sevofluran diberikan dengan konsentrasi 2%,kemudian tiap lima kali inspirasi, kosentrasinya tingkatkan secara bertahap

sampai diperoleh kedalaman anestesi yang diinginkan.

9. Konsentrasi diturunkan jika anestesi terlalu dalam.

10. Lakukan rumatan anestesi.

11. Halotan/enfluran/isofluran/sevofluran dihentikan beberapa menit sebelum operasi.

12. N2O dihentikan ketika akhir penjahitan kulit.

13. Berikan O2 saja sampai pasien terbangun.

Teknik anestesi umum, respirasi spontan dengan intubasi endotrakeal dapat dikerjakan

langkah sebagai berikut :

1. Lakukan langkah 1 – 7.

2. Buka Halotan/enfluran/Isofluran/Sevofluran diberikan dengan konsentrasi 2%

3. Berikan pelemas otot sesuai dosis.

4. Lakukan laringoskopi dan pemasangan pipa endotrakeal (intubasi endotrakeal).

5. Lakukan rumatan anestesi.

6. Halotan/enfluran/isofluran/sevofluran dihentikan beberapa menit sebelum operasi.

7. N2O dihentikan ketika akhir penjahitan kulit.

8. Berikan O2 saja sampai pasien terbangun.

Intubasi endotrakeal dapat dilakukan dengan bantuan pelemas otot ataupun tanpa pelemas

otot.

11

Page 12: Preskas Anestesi Yo2

7/27/2019 Preskas Anestesi Yo2

http://slidepdf.com/reader/full/preskas-anestesi-yo2 12/21

Pelemas otot yang dapat digunakan antara lain suksinil kolin, atrakurium, vekuronium,

 pankuronium, mivakurium, dan rokuronium. Tiap-tiap obat pelemas otot memiliki

kelebihan dan kekurangan serta memiliki mula kerja (onset of action) dan durasi kerja(duration of action) yang berbeda. Sehingga penggunaannya disesuaikan dengan

kebutuhan.

Atrakurium, misalnya, onset kerja setelah dua menit dan durasi kerja di atas 25 menit.

Oleh karena itu intubasi endotrakeal dilakukan setelah dua menit pemberian atrakurium.

Untuk menghemat waktu, atrakurium dapat diberikan 1 menit sebelum induksi. Jadi,

setelah pasien tertidur, intubasi endotrakeal sudah dapat dilakukan 1 menit sesudah

induksi. Karena durasi kerja atrakurium terbilang panjang, maka dilakukan pengendalianrespirasi pasien oleh anestetis.

Suksinilkolin sering dipilih untuk teknik anestesi umum dengan respirasi spontan karena

mula kerja yang sangat cepat (sekitar 40 detik) dan durasi kerja suksinil yang singkat

(sekitar 5 menit) sehingga respirasi pasien yang semula dilumpuhkan dapat segera pulih.

Hanya saja, suksinilkolin menimbulkan fasikulasi ketika diberikan. Fasikulasi inimenyebabkan mialgia pasca anestesi. Selain fasikulasi, suksinilkolin juga memiliki

kelemahan lain. Untuk mengurangi fasikulasi, dua menit sebelum pemberian suksinil

kolin, terlebih dahulu diberikan pelemas otot nondepolarisasi dengan dosis ¼ dari dosisintubasi.

Agar dapat melakukan intubasi tanpa pelemas otot, diperlukan waktu yang lebih lama

sejak induksi hingga tercapai kondisi ideal untuk dilakukan intubasi endotrakeal. Kondisi

ideal adalah apabila sudah terdapat relaksasi optimal pada otot-otot rahang (masseter),

leher, dan abdomen.

Setelah terpasang pipa endotrakeal, apabila pasien masih bergerak-gerak, dapat diberikan

50-100 mg tiopental (pasien dewasa) atau 30-40 mg propofol (pasien dewasa) atau

dengan suksinilkolin ½ dosis intubasi.

Apabila diinginkan teknik respirasi kendali, berikan pelemas otot sesuai dosis dan kondisi

 pasien. Pilihan pelemas otot misalnya atrakurium, pankuronium, vekuronium dan

rokuronium.

Tehnik Intubasi Endotrakheal.

Pengertian

Menurut Hendrickson (2002), intubasi adalah memasukkan suatu lubang atau pipa

melalui mulut atau melalui hidung, dengan sasaran jalan nafas bagian atas atau trakhea.

12

Page 13: Preskas Anestesi Yo2

7/27/2019 Preskas Anestesi Yo2

http://slidepdf.com/reader/full/preskas-anestesi-yo2 13/21

Pada intinya, Intubasi Endotrakhea adalah tindakan memasukkan pipa endotrakha ke

dalam trakhea sehingga jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah dibantu dan

dikendalikan (Anonim, 2002).

Tujuan Intubasi Endotrakhea.

Tujuan dilakukannya tindakan intubasi endotrakhea adalah untuk membersihkan salurantrakheobronchial, mempertahankan jalan nafas agar tetap paten, mencegah aspirasi, serta

mempermudah pemberian ventilasi dan oksigenasi bagi pasien operasi. Pada dasarnya,tujuan intubasi endotrakheal (Anonim, 1986) :

a. Mempermudah pemberian anestesia.

 b. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas serta mempertahankan kelancaran

 pernafasan.

c. Mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi isi lambung (pada keadaan tidak sadar,

lambung penuh dan tidak ada refleks batuk).

d. Mempermudah pengisapan sekret trakheobronchial.

e. Pemakaian ventilasi mekanis yang lama.

f. Mengatasi obstruksi laring akut.

Indikasi dan Kontraindikasi.

 Indikasi bagi pelaksanaan intubasi endotrakheal menurut Gisele tahun 2002 antara lain :

a. Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat (karena menurunnya tekanan oksigen arteri dan

lain-lain) yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian suplai oksigen melalui masker 

nasal.

 b. Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya tekanan karbondioksida diarteri.

c. Kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan sekret pulmonal atau sebagai

 bronchial toilet.

d. Menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan yang gawat atau pasiendengan refleks akibat sumbatan yang terjadi.

Dalam sumber lain(Anonim, 1986) disebutkan indikasi intubasi endotrakheal antara lain:

a. Menjaga jalan nafas yang bebas dalam keadaan-keadaan yang sulit.

13

Page 14: Preskas Anestesi Yo2

7/27/2019 Preskas Anestesi Yo2

http://slidepdf.com/reader/full/preskas-anestesi-yo2 14/21

 b. Operasi-operasi di daerah kepala, leher, mulut, hidung dan tenggorokan, karena pada

kasus-kasus demikian sangatlah sukar untuk menggunakan face mask tanpa

mengganggu pekerjaan ahli bedah.

c. Pada banyak operasi abdominal, untuk menjamin pernafasan yang tenang dan tidak ada

ketegangan.

d. Operasi intra torachal, agar jalan nafas selalu paten, suction dilakukan dengan mudah,

memudahkan respiration control dan mempermudah pengontrolan tekanan intra pulmonal.

e. Untuk mencegah kontaminasi trachea, misalnya pada obstruksi intestinal.

f. Pada pasien yang mudah timbul laringospasme.

g. Tracheostomni.

h. Pada pasien dengan fiksasi vocal chords.

 Indikasi intubasi nasal (Anonim, 1986) antara lain :

a. Bila oral tube menghalangi pekerjaan dokter bedah, misalnya tonsilektomi, pencabutan

gigi, operasi pada lidah.

 b. Pemakaian laringoskop sulit karena keadaan anatomi pasien.

c. Bila direct vision pada intubasi gagal.

d. Pasien-pasien yang tidak sadar untuk memperbaiki jalan nafas.

Selain intubasi endotrakheal diindikasikan pada kasus-kasus di ruang bedah, ada

 beberapa indikasi intubasi endotrakheal pada beberapa kasus nonsurgical, antara lain:

a. Asfiksia neonatorum yang berat.

 b. Untuk melakukn resusitasi pada pasien yang tersumbat pernafasannya, depresi atau

abcent dan sering menimbulkan aspirasi.

c. Obstruksi laryngeal berat karena eksudat inflamatoir.

d. Pasien dengan atelektasis dan tanda eksudasi dalam paru-paru.

14

Page 15: Preskas Anestesi Yo2

7/27/2019 Preskas Anestesi Yo2

http://slidepdf.com/reader/full/preskas-anestesi-yo2 15/21

e. Pada pasien-pasien yang diperkirakan tidak sadar untuk waktu yang lebih lama dari 24

 jam seharusnya diintubasi.

f. Pada post operative respiratory insufficiency.

Menurut Gisele, 2002 ada beberapa kontra indikasi bagi dilakukannya intubasi

endotrakheal antara lain :

a. Beberapa keadaan trauma jalan nafas atau obstruksi yang tidak memungkinkan untuk 

dilakukannya intubasi. Tindakan yang harus dilakukan adalah cricothyrotomy pada beberapa kasus.

 b. Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra servical,sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi.

Posisi Pasien untuk Tindakan Intubasi.

Gambaran klasik yang betul ialah leher dalam keadaan fleksi ringan, sedangkan kepala

dalam keadaan ekstensi. Ini disebut sebagai Sniffing in the air possition. Kesalahan

yang umum adalah mengekstensikan kepala dan leher.

Teknik Pemasangan.

Kesukaran yang sering dijumpai dalam intubasi endotrakheal (Mansjoer Arif et.al., 2000)

 biasanya dijumpai pada pasien-pasien dengan :

a. Otot-otot leher yang pendek dengan gigi geligi yang lengkap.

 b. Recoding lower jaw dengan angulus mandibula yang tumpul. Jarak antara mentalsymphisis dengan lower alveolar margin yang melebar memerlukan depresi rahang

 bawah yang lebih lebar selama intubasi.

c. Mulut yang panjang dan sempit dengan arcus palatum yang tinggi.

d. Gigi incisium atas yang menonjol (rabbit teeth).

e. Kesukaran membuka rahang, seperti multiple arthritis yang menyerang senditemporomandibuler, spondilitis servical spine.

f. Abnormalitas pada servical spine termasuk achondroplasia karena fleksi kepala pada

leher di sendi atlantooccipital.

g. Kontraktur jaringan leher sebagai akibat combusio yang menyebabkan fleksi leher.

15

Page 16: Preskas Anestesi Yo2

7/27/2019 Preskas Anestesi Yo2

http://slidepdf.com/reader/full/preskas-anestesi-yo2 16/21

Alat-alat.

Alat-alat yang dipergunakan dalam suatu tindakan intubasi endotrakheal (Anonim, 1989)

antara lain :

a. Laringoskop, yaitu alat yang dipergunakan untuk melihat laring. Ada dua jenis

laringoskop yaitu :i. Blade lengkung (McIntosh). Biasa digunakan pada laringoskop dewasa.

ii. Blade lurus. Laringoskop dengan blade lurus (misalnya blade Magill) mempunyaiteknik yang berbeda. Biasanya digunakan pada pasien bayi dan anak-anak, karena

mempunyai epiglotis yang relatif lebih panjang dan kaku. Trauma pada epiglotis

dengan blade lurus lebih sering terjadi.

 b. Pipa endotrakheal. Biasanya terbuat dari karet atau plastik. Pipa plastik yang sekali

 pakai dan lebih tidak mengiritasi mukosa trakhea. Untuk operasi tertentu misalnya di

daerah kepala dan leher dibutuhkan pipa yang tidak bisa ditekuk yang mempunyai

spiral nilon atau besi. Untuk mencegah kebocoran jalan nafas, kebanyakan pipa

endotrakheal mempunyai balon (cuff) pada ujunga distalnya. Terdapat dua jenis balonyaitu balon dengan volume besar dan kecil. Balon volume kecil cenderung bertekanan

tinggi pada sel-sel mukosa dan mengurangi aliran darah kapiler, sehingga dapatmenyebabkan ischemia. Balon volume besar melingkupi daerah mukosa yang lebih luas

dengan tekanan yang lebih rendah dibandingkan dengan volume kecil. Pipa tanpa balon

 biasanya digunakan pada anak-anak karena bagian tersempit jalan nafas adalah daerahrawan krikoid. Pada orang dewasa biasa dipakai pipa dengan balon karena bagian

tersempit adalah trachea. Pipa pada orang dewasa biasa digunakan dengan diameter 

internal untuk laki-laki berkisar 8,0 – 9,0 mm dan perempuan 7,5 – 8,5 mm. Untuk 

intubasi oral panjang pipa yang masuk 20 – 23 cm. Pada anak-anak dipakai rumus :Panjang pipa yang masuk (mm) =

Rumus tersebut merupakan perkiraan dan harus disediakan pipa 0,5 mm lebih besar danlebih kecil. Untuk anak yang lebih kecil biasanya dapat diperkirakan dengan melihat besarnya jari kelingkingnya.

c. Pipa orofaring atau nasofaring. Alat ini digunakan untuk mencegah obstruksi jalan

nafas karena jatuhnya lidah dan faring pada pasien yang tidak diintubasi.

d. Plester untuk memfiksasi pipa endotrakhea setelah tindakan intubasi.

e. Stilet atau forsep intubasi. Biasa digunakan untuk mengatur kelengkungan pipaendotrakheal sebagai alat bantu saat insersi pipa. Forsep intubasi (McGill) digunakan

untuk memanipulasi pipa endotrakheal nasal atau pipa nasogastrik melalui orofaring.

f. Alat pengisap atau suction.

Tindakan Intubasi.Dalam melakukan suatu tindakan intubasi, perlu diikuti beberapa prosedur yang telah

ditetapkan (Anonim, 1989) antara lain :

16

Page 17: Preskas Anestesi Yo2

7/27/2019 Preskas Anestesi Yo2

http://slidepdf.com/reader/full/preskas-anestesi-yo2 17/21

a. Persiapan. Pasien sebaiknya diposisikan dalam posisi tidur terlentang, oksiput diganjal

dengan menggunakan alas kepala (bisa menggunakan bantal yang cukup keras atau

 botol infus 1 gram), sehingga kepala dalam keadaan ekstensi serta trakhea danlaringoskop berada dalam satu garis lurus.

 b. Oksigenasi. Setelah dilakukan anestesi dan diberikan pelumpuh otot, lakukanoksigenasi dengan pemberian oksigen 100% minimal dilakukan selama 2 menit.

Sungkup muka dipegang dengan tangan kiri dan balon dengan tangan kanan.

c. Laringoskop. Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan gagang laringoskop

dipegang dengan tangan kiri. Daun laringoskop dimasukkan dari sudut kiri dan

lapangan pandang akan terbuka. Daun laringoskop didorong ke dalam rongga mulut.Gagang diangkat dengan lengan kiri dan akan terlihat uvula, faring serta epiglotis.

Ekstensi kepala dipertahankan dengan tangan kanan. Epiglotis diangkat sehingga

tampak aritenoid dan pita suara yang tampak keputihan berbentuk huruf V.

d. Pemasangan pipa endotrakheal. Pipa dimasukkan dengan tangan kanan melalui sudutkanan mulut sampai balon pipa tepat melewati pita suara. Bila perlu, sebelum

memasukkan pipa asisten diminta untuk menekan laring ke posterior sehingga pita

suara akan dapat tampak dengan jelas. Bila mengganggu, stilet dapat dicabut. Ventilasi

atau oksigenasi diberikan dengan tangan kanan memompa balon dan tangan kirimemfiksasi. Balon pipa dikembangkan dan daun laringoskop dikeluarkan selanjutnya

 pipa difiksasi dengan plester.

e. Mengontrol letak pipa. Dada dipastikan mengembang saat diberikan ventilasi. Sewaktuventilasi, dilakukan auskultasi dada dengan stetoskop, diharapkan suara nafas kanan

dan kiri sama. Bila dada ditekan terasa ada aliran udara di pipa endotrakheal. Bila

terjadi intubasi endotrakheal akan terdapat tanda-tanda berupa suara nafas kanan berbeda dengan suara nafas kiri, kadang-kadang timbul suara wheezing, sekret lebih banyak dan tahanan jalan nafas terasa lebih berat. Jika ada ventilasi ke satu sisi seperti

ini, pipa ditarik sedikit sampai ventilasi kedua paru sama. Sedangkan bila terjadi

intubasi ke daerah esofagus maka daerah epigastrum atau gaster akan mengembang,terdengar suara saat ventilasi (dengan stetoskop), kadang-kadang keluar cairan

lambung, dan makin lama pasien akan nampak semakin membiru. Untuk hal tersebut

 pipa dicabut dan intubasi dilakukan kembali setelah diberikan oksigenasi yang cukup.

f. Ventilasi. Pemberian ventilasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan pasien bersangkutan.

Obat-Obatan yang Dipakai.Berikut ini adalah obat-obat yang biasa dipakai dalam tindakan intubasi endotrakheal

(Anonim, 1986), antara lain :

a. Suxamethonim (Succinil Choline), short acting muscle relaxant merupakan obat yang paling populer untuk intubasi yang cepat, mudah dan otomatis bila dikombinasikan

dengan barbiturat I.V. dengan dosis 20 –100 mg, diberikan setelah pasien dianestesi,

 bekerja kurang dari 1 menit dan efek berlangsung dalam beberapa menit. Barbiturat

17

Page 18: Preskas Anestesi Yo2

7/27/2019 Preskas Anestesi Yo2

http://slidepdf.com/reader/full/preskas-anestesi-yo2 18/21

Suxamethonium baik juga untuk blind nasal intubation, Suxamethonium bisa diberikan

I.M. bila I.V. sukar misalnya pada bayi.

 b. Thiophentone non depolarizing relaxant : metode yang bagus untuk direct visionintubation. Setelah pemberian nondepolarizing / thiophentone, kemudian pemberian O2

dengan tekanan positif (2-3 menit) setelah ini laringoskopi dapat dilakukan. Metode initidak cocok bagi mereka yang belajar intubasi, dimana mungkin dihadapkan dengan

 pasien yang apneu dengan vocal cord yang tidak tampak.

c. Cyclopropane : mendepresi pernafasan dan membuat blind vision intubation sukar.

d. I.V. Barbiturat sebaiknya jangan dipakai thiopentone sendirian dalam intubasi.

Iritabilitas laringeal meninggi, sedang relaksasi otot-otot tidak ada dan dalam dosis

 besar dapat mendepresi pernafasan.

e.  N2O/O2, tidak bisa dipakai untuk intubasi bila dipakai tanpa tambahan zat-zat lain.

 penambahan triklor etilen mempermudah blind intubation, tetapi tidak memberikanrelaksasi yang diperlukan untuk laringoskopi.

f. alotan (Fluothane), agent ini secara cepat melemaskan otot-otot faring dan laring dandapat dipakai tanpa relaksan untuk intubasi.

g. Analgesi lokal dapat dipakai cara-cara sebagai berikut :

- Menghisap lozenges anagesik.

- Spray mulut, faring, cord.- Blokade bilateral syaraf-syaraf laringeal superior.

- Suntikan trans tracheal.

h. Cara-cara tersebut dapat dikombinasikan dengan valium I.V. supaya pasien dapat lebih

tenang. Dengan sendirinya pada keadaan-keadaan emergensi. Intubasi dapat dilakukantanpa anestesi. Juga pada necnatus dapat diintubai tanpa anestesi.

Komplikasi Intubasi Endotrakheal.

1. Komplikasi tindakan laringoskop dan intubasi (Anonim, 1989)

a. Malposisi berupa intubasi esofagus, intubasi endobronkial serta malposisi laringeal

cuff.

 b. Trauma jalan nafas berupa kerusakan gigi, laserasi bibir, lidah atau mukosa mulut,cedera tenggorok, dislokasi mandibula dan diseksi retrofaringeal.

c. Gangguan refleks berupa hipertensi, takikardi, tekanan intracranial meningkat, tekanan

intraocular meningkat dan spasme laring.

d. Malfungsi tuba berupa perforasi cuff.

18

Page 19: Preskas Anestesi Yo2

7/27/2019 Preskas Anestesi Yo2

http://slidepdf.com/reader/full/preskas-anestesi-yo2 19/21

2. Komplikasi pemasukan pipa endotracheal.

 Malposisi berupa ekstubasi yang terjadi sendiri, intubasi ke endobronkial dan

malposisi laringeal cuff.

 Trauma jalan nafas berupa inflamasi dan ulserasi mukosa, serta ekskoriasi kulithidung.

 Malfungsi tuba berupa obstruksi.

3. Komplikasi setelah ekstubasi.

 Trauma jalan nafas berupa edema dan stenosis (glotis, subglotis atau trachea), suarasesak atau parau (granuloma atau paralisis pita suara), malfungsi dan aspirasi laring.

 Gangguan refleks berupa spasme laring

RUMATAN ANESTESIA

Rumatan anestesi adalah menjaga tingkat kedalaman anestesi dengan cara mengatur 

konsentrasi obat anestesi di dalam tubuh pasien. Jika konsentrasi obat tinggi maka akandihasilkan anestesi yang dalam, sebaliknya jika konsentrasi obat rendah, maka akan

didapat anestesi yang dangkal. Anestesi yang ideal adalah anestesi yang adekuat. Untuk 

itu diperlukan pemantauan secara ketat terhadap indikator-indikator kedalaman anestesi.

Pada penggunaan eter sebagai anestetik tunggal, indikator kedalaman anestesi sangatgampang dilihat. Anestetis tinggal mencocokkan dengan Skala Guedel.

 Namun ketika eter tidak lagi digunakan, maka cara menilai kedalaman anestesi perlu

modifikasi. Indikator klinis yang sering dipakai untuk menilai kedalaman anestesi adalahrespon terhadap rangsang bedah yaitu ;

1. respon otonomik berupa tekanan darah, nadi, respirasi, air mata, dan keringat

(PRST).

2. respon somatik (gerakan, batuk, menahan napas).

Hitungan secara kasar, kebutuhan rumatan anestesi pasien dewasa adalah :

-  N2O 3-4 liter per menit

- O2 3 liter permenit

- Halotan 1-2 volum %

19

Page 20: Preskas Anestesi Yo2

7/27/2019 Preskas Anestesi Yo2

http://slidepdf.com/reader/full/preskas-anestesi-yo2 20/21

- Isofluran 2- 3 volum %

- Enfluran 2 – 3 volum %

- Sevofluran 2- 3 volum %

Angka-angka tadi disesuaikan dengan kondisi pasien, jenis pembedahan, dan teknik anestesi. Pasien lemah, bedah obstetri (peripartum), dan respirasi kendali membutuhkan

konsentrasi obat yang lebih sedikit. Pasien berotot kekar, atlet, dan respirasi spontan

membutuhkan konsentrasi obat yang lebih tinggi. Jika anestesi tanpa menggunakan N2O,

maka kebutuhan konsentrasi halotan/enfluran/isofluran/sevofluran menjadi lebih tinggi.

Dalam melakukan rumatan anestesi, jika anestesi dangkal, maka lakukan penambahan

konsentrasi obat. Namun jika anestesi dalam lakukan pengurangan konsentrasi obat.

Tanda-tanda anestesi dangkal (kurang dalam) di antaranya :

- takikardi

- hipertensi

- keluar air mata

-  berkeringat (kening menjadi basah)

-  pasien bergerak-gerak (kecuali pasien mendapat pelemas otot)

- napas lebih cepat (jika respirasi spontan)

Untuk mengembalikan ke anestesi yang adekuat, dapat dilakukan cara-cara berikut :

- hiperventilasi

-  penambahan narkotika

-  penambahan sedatif 

-  penambahan pelemas otot

- atau kombinasi semua di atas.

Jika pembedahan masih berlangsung lama, sementara durasi pelemas otot hampir 

 berakhir dan teknik respirasi kendali tetap ingin dipertahankan, maka dapat diberikan

tambahan pelemas otot dengan dosis ½ dari dosis intubasi. Jika durasi obat pelemas ototadalah 30 menit, maka di menit 25 sudah harus diberikan tambahan obat.

20

Page 21: Preskas Anestesi Yo2

7/27/2019 Preskas Anestesi Yo2

http://slidepdf.com/reader/full/preskas-anestesi-yo2 21/21

DAFTAR PUSTAKA

1. Muhiman dkk. 1998 Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi

Intensif Fakultas Kedokteran Indonesia. Jakarta.

2. Latief Said A dkk. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian

Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Indonesia. Jakarta.

3. Ganiswarna S dkk. 1995. Farmakologi dan Terapi. Bagian Farmakologi

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta

1. Mansjoer, Arief dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Jakarta

21