presentasi kasus sirosis baru (lagi)
DESCRIPTION
porto folio sirosis hepatisTRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
SIROSIS HEPATIS
Oleh :
Riski Yulianti
Sofiah
Pembimbing:
Dr. Seno M. Kamil,Sp.PD
Dr. Henny K. Koesna, Sp.PD
KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SOREANG
BANDUNG
2011
1
STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Usia : 59 Tahun
Alamat : Pamalayan cisewu kab. garut
Pekerjaan : Petani
Status : Menikah
Agama : Islam
Suku : Sunda
Tanggal masuk RS : 31 Januari 2012
B. Data Dasar
1. Anamnesis ( Autoanamnesis, dan alloanamnesis pada tanggal 02 januari 2012)
Keluhan Utama
Perut membesar
Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit, penderita mengeluh perut membesar dan
semakin lama semakin membesar yang dirasakan penderita bila memakai celana
menjadi sempit, perut yang besar ini merata, tidak dirasakan ada benjolan.
Keluhan perut membesar ini disertai keluhan badan lemas , nafsu makan berkurang,
mual, perut lekas kenyang, dan disusul dengan bengkak pada kedua kaki. buang air
besar dalam batas normal, Panas badan, muntah disangkal.
Keluhan perut membesar ini tidak disertai jantung berdebar, sesak nafas bila
melakukan aktifitas, sering terbangun malam hari karena sesak, sering buang air kecil
malam hari. Tidak disertai pula bengkak pada kelopak mata yang dirasakan pada pagi
2
hari dan bengkak seluruh tubuh. Tidak ada batuk-batuk lama dan berkeringat malam
hari.
Riwayat sakit kuning ada yaitu 2 tahun sebelum masuk rumah sakit. Riwayat transfusi
darah dan mengalami pembedahan tidak ada. Riwayat sering minum-minuman
beralkohol, menkonsumsi jamu-jamuan tidak ada. Riwayat minum obat untuk sakit
paru-paru yang menyebabkan buang air kecil penderita berwarna merah tidak ada.
Pasien telah didiagnosis sebagai sirosis hepatis sejak bulan februari 2011 yang telah
dibuktikan dengan hasil USG oleh dokter di RSUD garut. ( Hasil USG : sirosis hepar
dengan splenomegali )
Riwayat keluhan seperti ini dikeluarga tidak ada.
Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat Asma (-)
Riwayat DM (-)
Riwayat TB paru (-)
Riwayat penyakit kuning (+) 2 tahun yang lalu
2. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Compos mentis, tampak sakit sedang, gizi cukup
Tanda Vital
- Tekanan darah: 120 / 80 mmHg
- Nadi : 80 x / menit, reguler
- Respirasi : 20 x / menit.
- Suhu : 36,2 º C.
Kepala
Mata : Konjungtiva Anemis +/+ , sklera +/+
Hidung : Sekret (-), Perdarahan (-), Pernapasan cuping hidung (-)
Telinga : Sekret (-), Perdarahan (-)
Mulut : Pharing tidak hiperemis, Sianosis perioral (-)
Leher
3
KGB : tidak teraba membesar
JVP : tidak meningkat
Trakea : tidak ada deviasi
Kelenjar tiroid : tidak membesar
Spider naevi : (-)
Thorak
Spider naevi : (-)
Ginekomastia : (-)
Cor
Inspeksi : Iktus cordis tampak
Palpasi : Iktus cordis kuat angkat, thrill (-) ( ICS V linea midclavicula
sinistra)
Perkusi : Batas jantung : Kanan : ICS III linea sternalis dekstra
Kiri : ICS V linea midclavicula sinistra
Atas : ICS III linea sternalis sinistra
Auskultasi : Bunyi Jantung : BJ I & II murni reguler, gallop (-), murmur (-)
Pulmo
Inspeksi : Bentuk dan gerak ke-2 hemitorax simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Fremitus taktil dan vocal simetris kanan kiri
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : Vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : Cembung, sedikit tegang, hernia umbilikalis (-), venektasi (-),
caput medusae (-), lingkar perut : 105cm
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat
Perkusi : Pekak samping (+), Pekak pindah (+), ruang troube isi
Palpasi : Nyeri Tekan (-), Hepar dan lien sulit dinilai
Genitalia : tidak diperiksa
4
Ekstremitas
Akral hangat, Edema +/+, sianosis -/-, palmar eritema -/-, CRT < 2”, liver nail -/-,
flapping tremor -/-.
3. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium 31 Januari 2012
Hematologi
Hemoglobin : 10,0 gr/dl
Hematokrit : 31 %
Leukosit : 2200/mm3
Trombosit : 40.000/mm3
Kimia klinik
Glukosa darah sewaktu : 101 mg/dl
Protein total : 5,00 g/dl
Albumin : 2,42 gr/dl
Globulin : 2,58 gr/dl
Bilirubin total : 2,74 mg/dl
Bilirubin direk : 1,11 mg/dl
Bilirubin indirek : 1,63 g/dl
SGOT : 48,3 U/L
SGPT : 31,2 U/L
Ureum : 17,7 mg/dl
Kreatinin : 0,54 mg/dl
4. Resume
Seorang laki-laki, 59 tahun, datang ke RSUD Soreang dengan keluhan
Perut bengkak, 3 minggu SMRS os mengeluh perut semakin lama semakin besar
disertai keluhan badan lemas, nafsu makan menurun, perut cepat kenyang, dan
disusul bengkak ke-2 kaki. BAB dalam batas normal, BAK seperti teh.
Riwayat penyakit kuning sebelumnya ada yaitu 2 tahun yang lalu. Riwayat
keluhan yang sama dikeluarga (-).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal,
konjungtiva anemis, sklera tampak ikterik, asites (+), edema kaki +/+.
5
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar hemoglobin 10g/dl,
leukopeni 2200/mm3, trombositopeni 40.000/mm3, rasio albumin globulin yang
terbalik, kadar bilirubin direk dan indirek meningkat, dan peningkatan kadar
SGOT.
5. Diagnosis Kerja
o Cirrhosis hepatis Child B e.c dd / - HBV & - HCV
6. Penatalaksanaan
- Bedrest.
- Nutrisi parenteral : kalori 1500 kal / hari, protein (1 gr/kgBB/hari), rendah garam
(200-500mg/hari), pembatasan cairan 1-1,5 L/hari
- Kateter
- Monitor input dan output
- Infus D5% asnet
- Propanolol 3 x 5 mg per oral
- Spironolakton 2 x 100 mg per oral ( bila tidak ada perbaikan, tambahkan
furosemide 1 x 40 mg )
- FFP 4 labu/ 24 jam sampai albumin mendekati nilai normal
7. Usulan pemeriksaan
- Cek DR tiap 24 jam
- Urin rutin
- Serologi : HbsAg, anti-HBc, anti-HCV
- USG hepatobilier lien paraaorta
8. Prognosis
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad functionam : dubia ad malam
9. Follow Up
6
01-02-2012
S : perut bengkak (+), bengkak kaki (+) perbaikan
O : Kesadaran : compos mentis
Nadi : 80X/menit
RR : 20X/menit
Suhu : 37oC
TD : 120/80 mmHg
Kulit : normal, spider nevi (-)
Mata : SI +/+, KA +/+
Leher : KGB tidak teraba, JVp 5-2 cmHg
Toraks : ke-2 hemitoraks simetris pada keadaan statsis dan dinamis
Paru : Ves+/+, Rh-/-, whez -/-
Cor : BJ I/II normal, murmur gallop -/-
Abdomen : cembung supel, asites (+), H/L sulit dinilai, BU + normal, NTE(-)
ruang troube isi
Extermitas : akral hangat, edema +/+↓, CRT <2”
Pemeriksaan laboratorium
Trombosit : 45.000/mm3
Hitung jenis
Basofil : -
Eosinofil : -
Stab : -
Segmen : 78%
Limfosit : 17%
Monosit : 5%
LED Jam 1 : 27 mm/jam
LED Jam 2 : 60 mm/jam
HbsAg : Reaktif
AS-urat : 4.7mg/dl
Kol-tot : 97.5mg/dl
TGA : 40.3mg/dl
Diagnosis : sirosis hepatis Child B e.c HBV
Terapi : lanjut
7
02-02-2012
S : perut bengkak (+), bengkak kaki (+) perbaikan
O : Kesadaran : compos mentis
Nadi : 80X/menit
RR : 20X/menit
Suhu : 36,7oC
TD : 110/70 mmHg
Kulit : normal, spider nevi (-)
Mata : SI +/+, KA -/-
Leher : KGB tidak teraba, JVp 5-2 cmHg
Toraks : ke-2 hemitoraks simetris pada keadaan statsis dan dinamis
Paru : Ves+/+, Rh-/-, whez -/-
Cor : BJ I/II normal, murmur gallop -/-
Abdomen : cembung supel, asites (+), H/L sulit dinilai, BU+ normal, NTE (-)
ruang troube isi
Extermitas : akral hangat, edema +/+↓, CRT <2”
Pemeriksaan laboratorium
Trombosit : 50.000/mm3
Diagnosis : sirosis hepatis Child B e.c HBV
Terapi : lanjut
8
03-02-2012
S : perut bengkak (+), bengkak kaki (+) perbaikan
O : Kesadaran : compos mentis
Nadi : 82X/menit
RR : 20X/menit
Suhu : 36,5oC
TD : 110/70 mmHg
Kulit : normal, spider nevi (-)
Mata : SI +/+, KA -/-
Leher : KGB tidak teraba, JVp 5-2 cmHg
Toraks : ke-2 hemitoraks simetris pada keadaan statsis dan dinamis
Paru : Ves+/+, Rh-/-, whez -/-
Cor : BJ I/II normal, murmur gallop -/-
Abdomen : cembung supel, asites (+), H/L sulit dinilai, BU+ normal, NTE (-)
ruang troube terisi.
Extermitas : akral hangat, edema +/+↓, CRT <2”
Diagnosis : sirosis hepatis Child B e.c HBV
Terapi : lanjut
9
04-02-2012
S : perut bengkak (+), bengkak kaki (+) perbaikan
O : Kesadaran : compos mentis
Nadi : 88X/menit
RR : 20X/menit
Suhu : 36,5oC
TD : 120/80 mmHg
Kulit : normal, spider nevi (-)
Mata : SI +/+, KA -/-
Leher : KGB tidak teraba, JVp 5-2 cmHg
Toraks : ke-2 hemitoraks simetris pada keadaan statsis dan dinamis
Paru : Ves+/+, Rh-/-, whez -/-
Cor : BJ I/II normal, murmur gallop -/-
Abdomen : cembung supel, asites (+), H/L sulit dinilai, BU+ normal, NTE(-)
ruang trobe terisi.
Extermitas : akral hangat, edema +/+↓, CRT <2”
Pemeriksaan laboratorium :
Trombosit : 70.000/mm3
Bil-tot : 2.20 mg/dl
Bil-Direk : 1.05 mg/dl
Bil-indirek : 1.15 mg/dl
SGOT : 42.4 U/L
SGPT : 23.0 U/L
Diagnosis : sirosis hepatis Child B e.c HBV
Terapi : lanjut
10
05-02-2012
S : perut bengkak (+), bengkak kaki (+) perbaikan
O : Kesadaran : compos mentis
Nadi : 80X/menit
RR : 20X/menit
Suhu : 36,5oC
TD : 110/70 mmHg
Kulit : normal, spider nevi (-)
Mata : SI +/+, KA -/-
Leher : KGB tidak teraba, JVp 5-2 cmHg
Toraks : ke-2 hemitoraks simetris pada keadaan statsis dan dinamis
Paru : Ves+/+, Rh-/-, whez -/-
Cor : BJ I/II normal, murmur gallop -/-
Abdomen : cembung supel, asites (+), H/L sulit dinilai, BU+ normal, NTE (-)
ruang trobe terisi.
Extermitas : akral hangat, edema +/+↓, CRT <2”
Pemeriksaan laboratorium :
Trombosit : 71.000/mm3
Protein-tot : 7.16g/dl
Albumin : 2.45g/dl
Globulin : 4.91 g/dl
Diagnosis : sirosis hepatis Child B e.c HBV
Terapi : lanjut
11
06-02-2012
S : perut bengkak (+) perbaikan , bengkak kaki (-)
O : Kesadaran : compos mentis
Nadi : 80X/menit
RR : 20X/menit
Suhu : 36,5oC
TD : 110/70 mmHg
Kulit : normal, spider nevi (-)
Mata : SI +/+, KA -/-
Leher : KGB tidak teraba, JVp 5-2 cmHg
Toraks : ke-2 hemitoraks simetris pada keadaan statsis dan dinamis
Paru : Ves+/+, Rh-/-, whez -/-
Cor : BJ I/II normal, murmur gallop -/-
Abdomen : cembung supel, asites (+) ↓ , H/L sulit dinilai, BU+ normal, NTE
(-), ruang trobe terisi.
Extermitas : akral hangat, edema -/-, CRT <2”
Diagnosis : sirosis hepatis Child B e.c HBV
Terapi : lanjut
12
07-02-2012
S : perut bengkak (+) perbaikan, bengkak kaki (-)
O : Kesadaran : compos mentis
Nadi : 80X/menit
RR : 20X/menit
Suhu : 36,5oC
TD : 110/70 mmHg
Kulit : normal, spider nevi (-)
Mata : SI +/+, KA -/-
Leher : KGB tidak teraba, JVp 5-2 cmHg
Toraks : ke-2 hemitoraks simetris pada keadaan statsis dan dinamis
Paru : Ves+/+, Rh-/-, whez -/-
Cor : BJ I/II normal, murmur gallop -/-
Abdomen : cembung, supel, asites (+) ↓ , H/L sulit dinilai , BU + normal,
NTE (-), ruang trobe terisi, lingkar perut : 93cm.
Extermitas : akral hangat, edema -/-, CRT <2”
Input cairan : 850
Output cairan : 1500 ----- >> 650cc
Pemeriksaan laboratorium :
Hb : 10,0 g/dl
Ht : 31%
Leukosit : 2100/mm3
Trombosit : 75.000/mm3
Protein-tot : 7.16 g/dl
Albumin : 2.50 g/dl
Globulin : 4.96 g/dl
Diagnosis : sirosis hepatis Child B e.c HBV
Obat ganti oral, pasien dipulangkan
PEMBAHASAN
1. Apakah dasar diagnosis dari pasien tersebut ?
13
Pasien didiagnosis dengan sirosis hepatis Child B e.c HBV karena :
a. Dari anamnesis ditemukan :
Perut membesar merata, tidak dirasakan adanya benjolan, sejak 3
minggu SMRS.
Apabila pembesaran perut disebabkan cairan yang mengisi rongga
peritonium maka cairan akan mengisi rongga peritonium kanan dan
kiri sehingga pembesaran perut akan terlihat merata dan simetris.
Keluhan perut membesar disertai keluhan badan lemas, nafsu makan
menurun, perut cepat kenyang, dan disusul bengkak pada ke-2 kaki.
Hal ini sering dijumpai pada penderita sirosis dimana keluhan perut
membesar ini tidak disertai jantung berdebar-debar, sesak nafas bila
melakukan aktivitas, sering terbangun malam hari karena sesak, sering
buang air kecil malam hari.
Pada pasien ini tidak didapatkan bengkak pada kelopak mata di pagi
hari dan bengkak seluruh tubuh, hal ini dapat menyingkirkan diagnosis
penyakit ginjal.
Pasien juga tidak ada keluhan nyeri perut, BAB mencret, batuk-batuk
lama dan sering berkeringat malam hari. Sehingga diagnosa peritonitis
Tb dapat disingkirkan
Pasien memiliki riwayat penyakit kuning sebelumnya sejak 2 tahun
lalu.
Pada pasien ini tidak terdapat muntah darah ataupun BAB seperti
aspal, hal ini untuk mengetahui apakah telah terjadi komplikasi seperti
perdarahan gastrointestinal
b. Dari pemeriksaan fisik ditemukan :
Sklera tampak ikterik
Ikterus pada pada penderita sirosis hati berarti adanya kerusakan sel
hati.
Asites
Terjadi akibat penurunan tekanan koloid osmotik dan peningkatan
tekanan vena portal.
Diikuti edema dikaki
c. Dari hasil laboratorium ditemukan :
14
Anemia, leukopenia dan trombositopenia
Terjadi akibat hipersplenisme. Pada penderita sirosis biasanya
dijumpai normositik normokromik anemia yang ringan, kadang-
kadang dalam bentuk makrositer, yang disebabkan kekurangan asam
folik dan vitamin B12 yang disebabkan sekunder oleh kehilangan
darah, hemolisis eritrosit atau karena splenomegali.
LED meningkat
LED dapat meningkat pada penyakit kronis
Rasio albumin dan globulin terbalik
Menunjukan adanya fungsi hati yang terganggu.
Peningkatan SGOT dan SGPT
Menunjukan adanya fungsi hati yang terganggu.
HbsAg reaktif
Indikator terhadap faktor penyebab kelainan hati yaitu adanya infeksi
oleh virus hepatitis B.
Kadar bilirubin total, direk, dan indirek sedikit meningkat
Peningkatan sedikit dari kadar bilirubin ini menimbulkan manifestasi
klinis ikterik pada sklera.
Hasil USG
Kesan : sirosis hati dengan ascites, splenomegali, dan pelebaran vena porta
2. Bagaimana dasar penatalaksanaan pada pasien tersebut ?
Bedrest
Istirahat dalam posisi terlentang dapat Memperbaiki renal clearence dan
meringankan kerja hati.
Diet
15
Diet 1500-2000 kalori, rendah garam (200-500 mg na/hari), diet kaya
protein (1-2 gr/kgbb). Diberikan diet rendah natrium bertujuan untuk
mencegah semakin memburuknya asites.
Kateter
Memonitor jumlah output. .
Propanolol
Menurunkan tekanan portal dan mencegah perdarahan.
Diuretik : Spironolakton + furosemid
Diuretik dapat Mengurangi cairan yang ada di rongga peritonium (asites).
KSR
Untuk mengatasi hipokalemia akibat pemberian diuretik
Fresh Frozen Plasma (FFP)
Memperbaiki keadaan hipoalbumin
3. Bagaimana prognosis pada pasien ini ?
Menurut kriteria Child, penderita ini dokategorikan kedalam child B
(jumlah : 9) yang mempunyai prognosis sedang.
Parameter klinis 1 2 3
B
ilirubin serum
A
lbumin serum
A
sites
E
nsefalopati
N
utrisi
< 2
> 3,5
Nihil
Nihil
Sempurna
2 – 3
3 – 3,5
Mudah dikontrol
Minimal
Baik
> 3
< 3
Sukar
Berat/ Koma
Kurang/ kurus
Skor = 9
Kombinasi skor : 5-6 (Child A), 7-9 (Child B) , 10-15 (Child C). Angka kelangsungan
hidup selama satu tahun untuk pasien dengan : child A :100%, child B : 80%, child C : 45
%.
16
TINJAUAN PUSTAKA
SIROSIS HATI
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatic yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur
hepar dan pembentukan nodulus regeneratif . Gambaran ini terjadi akibat nekrosis
hepatoseluler.2 Jaringan penunjang retikulun kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi
jaringan vascular, dan regenerasi nodularis parenkim hati.6
Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti
belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai
gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata yang merupakan
kelanjutan dari proses hepatitis kronis dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaan
secara klinis. Hal ini hanya dapat dibedakan melalui pemeriksaan hati.3,5
EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian sirosis hati dari hasil autopsi sekitar 2,4% (0,9%-5,9%) di Barat.
Angka kejadian di Indonesia menunjukkan pria lebih banyak menderita sirosis hati dari
wanita (2-4,5 : 1), terbanyak didapat pada dekade kelima. Di Medan dalam kurun waktu 4
tahun dari 19914 pasien yang dirawat di bagian penyakit dalam, didapatkan 1128 pasien
penyakit hati penyakit hati (5%). Pada pengamatan secara klinis dijumpai 819 pasien
sirosis hati (72,7%). Perbandingan pria dan wanita 2,2 : 1. Dari hasil biopsi ternyata
kekerapan sirosis mikro dan makronodular hampir sama (1,6 : 1,3).3
KLASIFIKASI
1. Klasifikasi Etiologi
Etiologi yang diketahui penyebabnya:
- Hepatitis virus tipe B dan C
- Alkohol
- Metabolik: Hemokromatosis idiopatik, penyakit Wilson, defisiensi alpha I anti
tripsin, galaktosemia, tirosinemia kongenital, DM, penyakit penimbunan
glikogen.
- Kolestasis kronik/ sirosis biliar sekunder intra dan ekstrahepatik.
17
- Obstruksi aliran vena hepatik, penyakit vena eksklusif, sindrom Budd Chiari,
perikarditis konstriktiva, payah jantung kanan.
- Gangglian imunologis : hepatitis lupoid, hepatitis kronik aktif.
- Toksik dan obat: MTX, INH, Metildopa.
- Operasi pintas usus halus pada obesitas.
- Malnutrisi, infeksi seperti malaria, sistosomiasis.
Etiologi tanpa diketahui penyebabnya, dinamakan sirosis kriptogenik/
heterogenous.
2. Klasifikasi Morfologi
Sirosis Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal dan teratur,dalam septa parenkim hati
mengandimg nodul halus dan kecil merata tersebar di seluruh lobul.Besar nodul
sampai 3 mm.
Sirosis Makronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi, nodul yang
besarnya juga bervariasi. Ada nodul besar di dalanmya ada daerah luas dengan
parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi parenkim,
Sirosis Campuran
Sirosis mikronodular yang berubah menjadi makronodular.
3. Klasifikasi Fungsional
Kompensasi baik ( laten, sirosis dini)
Dekompensasi ( aktif,disertai kegagalan hati dan hipertensi portal )
1. Kegagalan hati/hepatoselular
Dapat timbul keluhan subjektif berupa lemah, berat badan menurun, kembung,
mual dan lain-lain.
- Spider nevi/angiomata pada kulit tubuh bagian atas, muka dan lengan atas.
- Eritema palmaris
- Asites
- Pertumbuhan rambut berkurang
- Atrofi testis dan ginekomastia pada pria
- lkterus/jaundice, subfebris, sirkulasi hiperkinetik dan foetor hepatik.
- Ensefalopati hepatik.
18
- Hipoalbuminemeia, edema pretibial, gangguan koagulasi darah / defisiensi
protrombin.
2. Hipertensi Portal
Bisa terjadi :
- Menigkatnya resistensi portal dan splanknik karena mengurangnya sirkulasi
akibatf ibrosis.
- Meningkatnya aliran portal karena transmisi dari tekanan arteri hepatik ke
sistem portal akibat distorsi arsitektur hati.3,4,7
PATOGENESIS
Peradangan sel hati menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas
(hepatoselular), terjadi kolaps lobulus hati dan memicu timbulnya jaringan parut disertai
terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati. Septa bisa dibentuk dari sel retikulum
penyangga yang kolaps dan berubah jadi parut. Jaringan parut dapat menghubungkan
daerah porta yang satu dengan yang lainnya atau porta dengan sentral.6
Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai ukuran dan
ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan ganggaan aliran darah
porta, dan menimbulkan hipertensi portal. Tahap berikutnya terjadi peradangan dan
nekrosis pada sel duktules, sinusoid, retikulo endotel, terjadi fibrogenesis dan septa aktif.
Jaringan kolagen bertambah dan reversible menjadi irreversibel bila telah terbentuk
septa permanen yang aselular pada daerah porta dan parenkim hati.1,2
PATOFISIOLOGI
Alcoholic Cirrhosis
Sirosis alkoholik merupakan salah satu dari konsekuensi akibat penggunaan
minuman alkohol yang lama. Dan sering disertai tipe perlukaan hati yang dirangsang oleh
alkohol seperti fatty liver alkoholik dan hepatitis alkoholik. Sirosis tipe ini mempunyai
karakteristik garis parut yang tipis dan difus, sejumlah kerusakan sel hati yang seragam,
dan nodul regeneratif kecil sehingga kadangkala disebut sebagai sirosis mikronodular.4
Para pakar umumnya setuju bahwa alkohol menimbulkan efek toksik langsung terhadap
hepar. Akumulasi lemak mencerminkan adanya sejumlah gangguan metabolik, termasuk
19
pembentukan trigliserida secara berlebihan, pemakaiannya yang berkurang dalam
pembentukan lipoprotein, dan penurunan oksidasi asam lemak.1,3
Dengan intake alkohol dan destruksi dari hepatosit, fibroblas muncul pada lokasi
perlukaan dan mendeposit kolagen. Septa seperti sarang laba-laba dari jaringan ikat
muncul di periportal dan zona perisentral dan akhirnya menghubungkan triad portal dan
vena sentral. Jaringan pengikat yang tipis ini melingkupi sejumlah kecil massa dari sel
hati yang tersisi, yang beregenerasi dan membentuk nodul. Walaupun regenerasi muncul
dalam sejumlah kecil parenkim, umumnya kerusakan sel melebihi penggantian sel
parenkim. Dengan kelanjutan destruksi hepatosit dan deposisi kolagen, hati mengisut, dan
mendapat gambaran nodular, dan menjadi keras pada stadium akhir sirosis.4
Posthepatitic dan Cryptogenic Cirrhosis
Sirosis posthepatitis atau postnekrotik mewakili jalur akhir dari berbagai tipe
penyakit hati kronis. Sirosis nodular kasar dan sirosis multilobular merupakan sebutan
lainnya. Sekitar 75% kasus cenderung berkembang dan berakhir dengan kematian dalam
1 sampai 5 tahun. Sirosis postnekrotik adalah kira-kira 20% dari seluruh kasus sirosis.
Sekitar 25% kasus memiliki riwayat hepatitis virus sebelumnya.4
Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan ini
menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoselular), terjadi kolaps lobulus
hati dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus
dan nodul sel hati. Walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologis sirosis hati sama
atau hampir sama. Septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga yang kolaps dan
berubah jadi parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta yang satu
dengan yang lainnya atau porta dengan sentral ( bridging necrosis).1,4
Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai ukuran dan
ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran darah
porta, dan menimbulkan hipertensi portal. Hal demikian dapat pula terjadi pada sirosis
alkoholik tapi prosesnya lebih lama. Tahap berikutnya terjadi peradangan dan nekrosis
pada sel duktules, sinusoid, retikulo endotel, terjadi fibrogenesis dan septa aktif. Jaringan
kolagen berubah dari reversibel menjadi irreversibel bila telah terbentuk septa permanen
yang aselular pada daerah porta dan parenkim hati. Gambaran septa ini bergantung pada
etiologi sirosis. Pada sirosis dengan etiologi hemokromatosis, besi mengakibatkan
fibrosis daerah periportal, pada sirosis alkoholik timbul fibrosis daerah sentral. Sel
limfosit T dan makrofag menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin sebagai mediator
20
timbulnya fibrinogen. Mediator ini tidak memerlukan peradangan dan nekrosis aktif.
Septal aktif ini berasal dari daerah porta menyebar ke parenkim hati.7
Kolagen ada 4 tipe dengan lokasi sebagai berikut ;
1. Tipe I : Lokasi daerah sentral
2. Tipe II : Sinusoid
3. Tipe III : Jaringan retikulin
4. Tipe IV : Membran basal
Pada sirosis terdapat peningkatan pertumbuhan semua jenis kolagen tersebut. Pada
sirosis, pembentukan jaringan kolagaen dirangsang oleh nekrosis hepatoselular, juga
asidosis laktat merupakan faktor perangsang.
Dari uraian tersebut diatas dapat dilihat bahwa mekanisme terjadinya sirosis
secara mekanik dimulai dari kejadian hepatitis viral akut, timbul peradangan luas,
nekrosis luas dan pembentukan jaringan ikat yang luas disertai pembentukan nodul
regenerasi oleh sel parenkim hati yang masih baik. Jadi fibrosis pasca nekrotik adalah
dasar timbulnya sirosis hati.
Pada mekanisme terjadinya sirosis secara imunologis dimulai dengan kejadian
hepatitis viral akut yang menimbulkan peradangan sel hati, nekrosis/nekrosis bridging
dengan melalui hepatitis kronik agresif didikuti timbulnya sirosis hati. Perkembangan
sirosis dengan cara ini memerlukan waktu sekitar 4 tahun, sel yang mengandung virus ini
merupakan sumber rangsangan terjadinya proses imunologis yang berlangsung terus
sampai terjadi kerusakan hati.6
Hati posthepatitis biasanya mengecil dalam ukuran, mempunyai bentuk yang
irreguler, dan terdiri dari nodul-nodul sel hati yang dipisahkan oleh pita-pita fibrosis yang
tebal dan lebar. Gambaran mikroskopik konsisten dengan impresi secara makro. Sirosis
posthepatitis mempunyai karakteristik : kehilangan sel hati yang luas, kolaps stromal dan
fibrosis yang menyebabkan pita lebar dari jaringan ikat yang berisi sisa dari portal triads,
dan nodul irregular dari hepatosit yang beregenerasi.5,7,3
Biliary Cirrhosis
Sirosis bilier terjadi akibat kerusakan atau obtruksi lama dari sistem bilier
intrahepatik maupun ekstrahepatik. Ini diasosiasikan dengan ekskresi bilier yang
terganggu, destruksi dari parenkim hepatik, dan fibrosis yang progresif. Sirosis bilier
primer terkarakteristik dengan inflamasi kronik dan obliterasi fibrous dari duktus-duktus
kantung empedu intrahepatik. Sirosis bilier sekunder merupakan hasil dari obstruksi lama
21
dari duktus ekstrahepatik yang lebih besar. Walaupun Sirosis bilier primer dan sekunder
dipisahkan secara patofisiologi namun dengan sebab awal yang sama, banyak gejala
klinis yang mirip.3,4
Stasis empedu menyebabkan penumpukan empedu didalam sel-sel hepar.
Terbentuk lembar-lembar fibrosa di tepi lobulus, namun jarang memotong lobulus seperti
sirosis laennec. Hepar membesar, mengeras, bergranula halus dan berwarna kehijauan.
Ikterus selalu menjadi bagian awal dan primer dari sindrom, demikian pula pruritus ,
malabsorpsi dan steatorea.6
Cardiac Cirrhosis
Gagal jantung kongestif kanan yang lama dan parah dapat menuju penyakit liver
kronis dan sirosis kardiak. Tampilan karakteristik patologis dari fibrosis dan nodul
regeneratif membedakan sirosis kardiak dari kongesti pasif dari hati akibat gagal jantung
akut dan nekrosis hepatoselular akut (shock liver) yang diakibatkan dari hipotensi
sistemik dan hipoperfusi dari liver.
Pada gagal jantung kanan, transmisi retrograd dari tekanan vena yang meningkat
melalui vena kava inferior dan vena hepatik menuju kongesti dari hepar. Sinusoid-
sinusoid hepar menjadi terdilatasi dan terisi penuh darah, dan liver menjadi bengkak dan
tegang. Dengan kongesti pasif yang lama dan iskemia dari perfusi sekunder yang buruk
sampai output jantung yang berkurang, nekrosis darei sentrilobular hepatosit
menyebabkan fibrosis pada daerah-daerah sentral ini. Akhirnya, terjadi fibrosis
sentrilobular, dengan kolagen menjulur keluar dalam karakteristik pola stellate dari vena
sentral. Pemeriksaan luar dari hepar menunjukkan warna merah yang lain (terkongestif)
dan daerah yang pucat (fibrotik), sebuah pola yang sering disebut “nutmeg liver”.
Kemajuan dalam penanganan gangguan jantung, dan kemajuan dalam ilmu pengobatan
bedah, telah mengurangi frekuensi sirosis jantung.1
MANIFESTASI KLINIS
Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan pasien mudah lelah dan lemas,
selera makan berkurang, perasaan perut kembung , mual, berat badan menurun, pada laki-
laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan
seksualitas. Bila sudah dekompensata gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul
komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan,
gangguan tidur, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Mungkin disertai gangguan
22
pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air
seni berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan atau tanpa melena, serta perubahan
mental meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, binggung, agitasi sampai koma.3
Temuan klinis sirosis meliputi spider angioma – spider angiomata (atau
spider teleangiektasi), suatu lesi vaskuler yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil.
Tanda ini sering ditemukan dibahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme terjadinya tidak
diketahui, ada anggapan dikaitkan dengan peningkatan rasio ekstradiol atau testosteron
bebas. Tanda ini juga bisa ditemukan pula pada orang sehat, walau umumnya ukuran
lesi kecil.3
Eritemapalmaris, warna merah saga pada thenar atau hipothenar telapak tangan.
Hal ini dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen. Tanda ini juga tidak
spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan, artritis reumatoid,
hiperteroidisme, dan keganasan hematologi.
Perubahan kuku-kuku muchrche berupa pita putih horizontal dipisahkan dengan
warna normal kuku. Diperkirakan akibat hipoalbuminemia. Ditemukan juga pada kondisi
sindromnefrotik.
Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis bilier. Osteoartropati hipertropi
periostisis prolifatikkronik menimbulkan nyeri.
Kontraktur dupuytren akibat fibrosis fasiapalmaris menimbulkan kontraktur fleksi
jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik tidak berkaitan dengan
sirosis. Tanda ini juga bisa ditemukan pada DM, Distrofirefleksimpatetik, dan perokok
yang juga mengkonsumsi alkohol.
Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula
mamae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenidion. Selain itu ditemukan
juga hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami
perubahan kearah feminisme. Kebalikannya pada perempuan menstruasi cepat berhenti
sehingga dikira fase menopause.
Atrofi testis hipogonodisme menyebabkan impotensi dan infertil. Tanda ini
menonjol pada alhoholik sirosis dan hemakromatosis.
Hepatomegali – ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal atau mengecil.
Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular.
Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya non
alkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta.
23
Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritonium akibat hipertensi porta dan
hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta.
24
25
Fetorhepatikum, bau napas yang khas pada sirosis disebabkan peningkatan
konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan portosistemik yang berat.
Ikterus pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila konsentrasi
bilirubin kurang dari 2-3 mg/dl tak terlihat. Warna urin terlihat gelap seperti air teh.
Asteriksis bilateral tetapi tidak sinkron berupa gerakan mengepak-ngepakan dari
tangan, dorsofleksi tangan.
Tanda-tanda lain yang menyertai diantaranya : demam yang tidak tinggi akibat
nekrosis hepar, batu pada vesika felea akibat hemolisis, pembesaran kelenjar parotis
terutama pada sirosis alkoholik, hal ini akibat sekunder infilterasi lemak, fibrosis dan
edema.4,7
Diabetes Melitus dialami 15-30% pasien sirosis. Hal ini akibat resistensi insulin
dan tidak adekuatnya sekresi insulin oleh sel β pankreas. 3
26
DIAGNOSIS
Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada waktu
seseorang memeriksakan kesehatan rutin atau waktu skrining untuk evaluasi keluhan
spesifik. Test fungsi hati meliputi aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil
transpeptidase, bilirubin, albumin dan waktu protrombin.2,4
1) Aspartat amino transferase (AST), atau serum glitamil oksaloasetat (SGOT) dan
alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamilpiruvat transaminase (SGPT)
27
meningkat tetapi tak begitu tinggi. AST lebih meningkat daripada ALT, namun
bila transaminase normal tidak mengenyampingkan adanya sirosis.
2) Alkali fosfatase meningkat kurang dari 2-3 kali batas normal atas. Konsentrasi
yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis
bilier primer.
3) Gama Glutamil Transpeptidase (GGT), konsentrasinya seperti halnya
alkalifosfatase pada penyakit hati. Meninggi pada penyakit hati alkoholik kronik,
karena alkohol selain mengindiksi GGT mikrosomal hepatik,juga bisa
menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit.
4) Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis kompensata, namun bisa
meningkat pada sirosis lanjut.
5) Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai
dengan perburukan sirosis.
6) Globulin, konsenterasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari pintasan,
antigen baketri dari sistem porta ke jairngan limfoid, selanjutnya mengindukasi
produksi imunoglobulin.
7) Waktu Protrombin mencerminkan derajat / tingkatan disfungsi sintesis hati,
sehingga pada sirosis meanjang.
8) Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites,dikaitkan dengan
ketidakmampuan ekskresi aiar bebas.
9) Kelainan hematologi anemia, penyebabnya bisa bermacan-macam, anemia
normokrom, normositer,hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer. Anemia
dengan trombositopenia, lekopenia, dan nitropenia akibat splenomegali kongestif
dengan hipertensi sehingga terjadi hipersplenisme.
10) Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi
adanya hipertensi porta. Ultra sonografi (USG) sudah secara rutin digunakan
karena pemeriksaanya non invasif dan mudah digunakan, namun sensitifitasnya
kurang. Pemeriksaan hati yang bisa dinilai dengan USG meliputi sudaut hati,
permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya masa. Pada sirosis lanjutan,
hati mengecil dan nodular, permukaan irregular, dan ada peningkatan echogenitas
parenkimal hati. Selain itu USG juga bisa untuk melihat asites, splenomegali,
tombosis vena porta dan pelebaran vena porta, serta skrining adanya karsinoma
hati pada pasien sirosis.
28
11) Tomografi komputerisasi, informasinya sama dengan USG, tidak rutin digunakan
karena biayanya relatif mahal.
Subaryono Soebandiri mernformulasikan bahwa 5 dari 7 tanda di bawah ini sudah
dapat menegakkan diagnosis sirosis hati dekompensasi.3
1. Asites
2. Splenomegali
3. Perdarahan varises (hematemesis)
4. Albumin yang merendah
5. Spider nevi
6. Eritema palmaris
7. Venakolateral
KOMPLIKASI
Sirosis hati yang berlanjut progresif maka gambaran klinis, prognosis dan
pengobatan tergantung pada dua kelompok besar komplikasi:
1. Kegagalan hati, timbul spider naevi, eritema palmaris, atrofi testis,
ginekomastia, ikterus, ensefalopati dan lain-lain.
Timbul asites akibat hipertensi portal dengan hipoalbumin akibat kegagalan hati.
2. Hipertensi portal dapat menimbulkan splenomegali, pemekaran pembuluh vena
esophagus / cardia, caput medusae, hemoroid, vena kolateral dinding perut.
Bila penyakit berlanjut maka dan kedua komplikasi tersebut dapat timbul komplikasi lain
berupa:
1. Peritonitis Bakterial Spontan
Infeksi cairan asites oleh 1 jenis bakteria tanpa ada bukti infesi sekunder
intraabdominal.
2. Sindrom Hepatorenal- terjadi fungsi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguri,
peningkatan ureum,kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal, kerusakan hati
lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi
glomerulus.
3. Hipertensi porta—varises esophagus. 20%-40% pt sirosis dengan varises esofagus
pecah yang menimbulkan perdarahan.
4. Ensephalopati Hepatik- kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati.3,7
29
PENATALAKSANAAN
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :
1. Simtomatis
2. Supportif, yaitu :
a. Istirahat yang cukup
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang; misalnya : cukup kalori, protein
1gr/kgBB/hari dan vitamin.
c. Pengobatan berdasarkan etiologi
Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan interferon.
Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien dengan
hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan pengobatan IFN seperti:
a) kombinasi IFN dengan ribavirin,
b) terapi induksi IFN,
c) terapi dosis IFN tiap hari.1,7
Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x seminggu dan
RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan (1000mg untuk berat badan
kurang dari 75kg) yang diberikan untukjangka waktu 24-48 minggu.
Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang lebih
tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta
unit 3 x seminggu selama 48 minggu dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB.
Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5
juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati.
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi
seperti
1. Astises
2. Spontaneous bacterial peritonitis
3. Hepatorenal syndrome
4. Ensefalophaty hepatic.5,7
Bila tidak ada koma hepatik maka diberikan diet hepar yaitu ; Diet protein 1g/kgBB dan
kalori 2000-3000 kkal/hari.
30
Diet rendah protein terdiri dari
Diet Hepar I : terdiri dari karbohidrat 200 kalori, garam 600-800 mg tanpa
mengandung protein. Diet ini biasanya diberikan pada pasien yanng
memperlihatkan tanda-tanda ensefalopati hepatikum atau koma
hepatikum
;Diet Hepar II : terdiri dari protein 1 gram/kgBB, karbohidrat 200 kal, garam 600-800
mg. Biasanya diberikan pada kasus sirosis disertai dengan ascites.
Diet Hepar III : terdiri dari protein, 1 gram/ kgBB, karbohidrat 200 kal, garam 1000-
1200 mg. Biasanya diberikan pada kasus sirosis disertai dengan ascites
minimal.
Diet Hepar IV : terdiri dari protein 80-125 gram/hari, karbohidrat 2000-3000 kal.
Biasanya diberikan pada kasus sirosis dengan proses yang tidak aktif.
Terapi Asites
A. Terapi Medis
1. Istirahat dan Diet Rendah Garam
Posisi berdiri pada pasien sirosis hati akan menyebabkan aktivasi sistem renin-
angiotensin aldosteron dan saraf simpatik. ltu berarti efek antidiuretik akan
meningkat dan natriuretik akan menurun. Istirahat di tempat tidur akan sangat
bermanfaat untok pasien asites karena sirosis hati. Konsumsi garam empedu perlu
dikurangi hingga kira-kira 40-60 rnEq/hari. Kira-kira 20 % pasien asites akan
mengalami perbaikan diuresisnya hanya dengan istirahat dan diet rendah garam.
2. Diuretik
Diuretik yang sampai saat ini paling banyak dipakai adalah diuretik distal
khususnya spironolakton dan diwetic loop terutama filrosemid.
- Diuretik Distal
Diuretik distal sering disebut sebagai diuretik hemat kalium karena diuretik ini
mampu menahan reabsorpsi garam pada tubulus kolektivus. Sebenarnya
potensi natriuretik diuretik distal lebih rendah dibandingkan dengan diuretik
loop. Spironolakton efektif untuk memperbaiki natriuretik pada pasien
hiperaldosterooisme primer ataupun sekunder dan orang sehat
yang mendapat diet rendah garam. Spironolakton memacu natriuretik dan
antikaliuretik dengan cara menyaingi pengaruh aldosteron pada reseptornya
31
yang terletak di tubulus kolektivus. Dosis efektif spironolakton sebanding
dengan tingginya kadar aldosteron dalam darah. Pasien dengan kadar
aldosteron plasma yang meningkat sedikit sampai sedang biasanya cukup
dengan dosis rendah yakni 100-200 mg/hari.
- Diuretik Loop
Diuretik loop merupakan salah satu diuretik yang potensinya paling tinggi
dalam menciptakan diuresis dan natriuresis. Diuretik loop hanya mampu
memperbaiki natriuresis pada kira-kira 50 % pasien sirosis tanpa azotemia.
- Rasionalisasi Terapi Diuretik pada Asites Karena Sirosis Hati
Diuretik terpilih untuk asites karena sirosis hati adalah spironolokton.
Spironolakton dapat memacu natriuresis pada sebagian besar kasus.
Kombinasi antara spironolakton dan ftirosemid secara teori dapat
meningkatkan natriuresis dan diuresis. Kombinasi tersebut juga dapat
meminimalkan hipericalemia yang disebabkan oleh spironolakton. Dosis
permulaannya biasanya terdiri atas spironolakton 100 mg/hari dan furosemid
20-40 mg/hari. Dosis ini selanjutnya disesuaikan dengan natriuresis dan
diuresisnya setiap 4-5 hari. Biasanya dosis spironolakton sehari tidak lebih
dari 400 mg dan ftirosemid 160 mg/hari. Apabila dosis total sehari sudah
dicapai sedangkan diuresis dan natriuresis behim memadai harus dipikirkan
kemungkinan suatu asites refrakter. Setelah mobilisasi cairan asites tercapai
dosis diuretik harus disesuaikan. Pada umunmya diet rendah garam dan
spironolakton tetap diperlukan untuk mencegah asites terbentuk lagi.
3. Terapi Parasentesis Abdomen
Parasentesis abdomen untuk mengeluarkan cairan asites terutama bermanfeat
membantu menegakkan diagnosis, sementara sebagai alat terapi umumnya baru
digunakan setelah pengobatan medikamentosa kurang memberikan respon.
Indikasi
- Diagnostik
Pengeluaran sejumlah kecil cairan asites (20-50 ml) merupakan pemeriksaan
rutin pada pasien dengan cairan di rongga abdomen. Kepentingannya adalah
untuk memastikan penyebab asites atau menentukan adanya asites yang
terinfeksi seperti peritonitis bacterial spontan (spontaneous bacterial
peritonitis) pada pasien sirosis hati.
32
- Parasentesis abdomen adakalanya diperlukan guna mengatasi distensi
abdomen atau sesak napas akibat tekanan asites yang belum terlalu banyak
karena pertimbangan masa perawatan yang lebih panjang dan biaya yang lebih
tinggi bila hanya memakai diuretik saja.
Kontraindikasi
- Gangguan pembekuan darah
Masa protrombin memanjang > 5 detik control
Trombosit <50.000 /mm
- Ileus obstruktif
- Infeksi pada dinding perut
- Kontraindikasi relatif
Pasien tidak kooperatif
Riwayat operasi laparatomi berulang
33
PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada luasnya kerusakan hati/kegagalan hepatoselular, beratnya
hipertensi portal dan timbulnya komplikasi lain.
Berdasarkan klasifikasi Child :
Parameter klinis 1 2 3
B
ilirubin serum
A
lbumin serum
A
sites
E
nsefalopati
N
< 2
> 3,5
Nihil
Nihil
Sempurna
2 – 3
3 – 3,5
Mudah dikontrol
Minimal
Baik
> 3
< 3
Sukar
Berat/ Koma
Kurang/ kurus
34
utrisi
Kombinasi skor : 5-6 (Child A), 7-9 (Child B), 10-15 (Child C). Angka kelangsungan
hidup selama satu tahun untuk pasien dengan child A, B, C berturut-turut 100, 80, 45 %.4
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Harrison’s 2005. principle of internal medicine, 16 ed. Editor Kurt J. Isselbacher,
A.B, MD, Eugene Braunwald, et. Al, Boston
2. Husadha Y. Fisiologi dan Pemeriksaan Biokimia Hati. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I. 1996. Balai Penerbit FK UI Jakarta
3. Jay H. Stein,MD, Panduan Klinik Ilmu Penyakit Dalam, edisi 4 EGC, Jakarta.
2006
4. Sylvia A. Price 2005. Patofisiologi : Konsep klinik proses-proses penyakit, ed. 6,
vol 2. editor : Sylvia A. Price, lorraine M. Wilson
5. www.emedicine.com. Chirrosis Hepatis
6. www.emedicine.medstudents.com . Description of Chirrosis Hepatis
7. www.usumedan.co.id . sirosis hepatis, sri maryani sutadi, fakultas kedokteran
Universitas Sumatra Utara, bagian ilmu penyakit dalam
36