presentasi kasus kecil dr harno belum fix
TRANSCRIPT
-
5/22/2018 Presentasi Kasus Kecil Dr Harno Belum Fix
1/36
PRESENTASI KASUS KECIL
GASTRO ESOPHAGEAL REFLUX DISEASE (GERD) DAN
INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK) BAWAH
Pembimbing:
dr. Suharno, Sp.PD
Disusun oleh:
Hafidh Riza P G4A013093
Naelin Nikmah G4A013095
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD PROF. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2014
-
5/22/2018 Presentasi Kasus Kecil Dr Harno Belum Fix
2/36
LEMBAR PENGESAHAN
Presentasi Kasus Kecil
GASTRO ESOPHAGEAL REFLUX DISEASE (GERD) DAN
INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK) BAWAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti program profesi dokter di
Bagian Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Disusun Oleh :
Hafidh Riza P G4A013093
Naelin Nikmah G4A013095
Pada tanggal Juni 2014
Mengetahui
Pembimbing,
dr. Suharno, Sp. PD
-
5/22/2018 Presentasi Kasus Kecil Dr Harno Belum Fix
3/36
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Refluks Gastroesofagus/ Gastro esophageal reflux(GERD) didefinisikan
sebagai gejala atau kerusakan mukosa esofagus akibat masuknya isi lambung ke esofagus.
Hal ini biasanya disebabkan oleh perubahan sementara atau permanen pada barrier antara
esofagus dan perut. Perubahan pada barrier ini dapat disebabkan karena tidak berfungsinya
lower esophageal sphincter (LES), efek iritan dari refluxate, klirens esofagus yang
abnormal, hiatal hernia dan penundaan pengosongan lambung. Gastro esophageal reflux
(GERD) disebut sebagai refluks yang patologis atau simptomatik, merupakan kondisi yang
kronik dan berulang, sehingga menimbulkan perubahan patologi pada traktus aerodigestif
atas dan organ lain di luar esophagus. (DW & Vaezi, 2010; Nwokediuko, 2012; Bambang
& Idrus, 2007).
GERD merupakan penyakit gastrointestinal yang sering ditemui di daerah barat,
10% - 20% populasi mengalami keluhan GERD setiap minggunya. Di Asia dilaporkan
prevalensinya bervariasi namun relatif lebih rendah. Hye-Kyung Jung melaporkan
prevalensi GERD di Asia antara lain; 10.5% di Singapura, 12.4% di Taiwan, 3.5-8.5% di
Korea, 7.7 % di Jepang, 4.1-7.7% di Cina, .3-8.2% di Iran, dan 20 % di Turki. GERD
dalam studi ini didefinisikan sebagai sensasi terbakar pada dada atau mengalami
regurgitasi asam yang dirasakan setiap minggu (Jung, 2011; Nwokediuko, 2012).
Di Indonesia belum ada data epidemiologi mengenai GERD, namun di Divisi
Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM menunjukkan
peningkatan prevalensi GERD dari 6 % pada tahun 1997 menjadi 26 % pada tahun 2002,
dan didapatkan pria lebih banyak mengalami GERD daripada wanita (Simadibrata et al.,
2011). Tingginya gejala refluks pada populasi di negara Barat diduga disebabkan karenafaktor diet dan meningkatnya obesitas.
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang dipakai untuk menyatakan
adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. Infeksi ini dapat mengenai laki-laki
maupun perempuan dari semua umur pada anak, remaja, dewasa ataupun umur lanjut.
Akan tetapi dari kedua jenis kelamin, ternyata perempuan lebih sering dibandingkan laki-
laki dengan angka populasi umum 5-15%. Untuk menyatakan adanya ISK harus ditemukan
bakteri di dalam urin. Penyakit infeksi ini merupakan salah satu penyakit infeksi yang
sering ditemukan di praktik umum, walaupun bermacam-macam antibiotika yang sudah
-
5/22/2018 Presentasi Kasus Kecil Dr Harno Belum Fix
4/36
tersedia luas di pasaran. Data penelitian epidemiologi klinik melaporkan hampir 25-35%
dari semua pria dewasa pernah mengalami ISK selama hidupnya (Tessy & Suwanto, 2007;
Sukandar, 2007)
Infeksi saluran kemih merupakan infeksi urutan kedua paling sering setelah infeksi
saluran nafas. Mikroorganisme paling sering menyebabkan ISK adalah jenis bakteri aerob.
Saluran kemih normal tidak dihuni oleh bakteri atau mikroba lain, karena itu urin dalam
ginjal dan buli-buli biasanya steril. Walaupun demikian uretra bagian bawah terutama pada
wanita dapat dihuni oleh bakteri yang jumlahnya makin kurang pada bagian yang
mendekati kandung kemih. Biasanya dibedakan atas infeksi saluran kemih atas (seperti
pielonefritis atau abses ginjal), dan infeksi saluran kemih bawah (seperti sistitis atau
uretritis). Komplikasi infeksi saluran kemih terdiri atas septisemia dan urolitiasis. Saluran
kemih sering merupakan sumber bakteriemia yang disebabkan oleh penutupan mendadak
oleh batu atau instrumentasi pada infeksi saluran kemih, seperti pada hipertrofi prostat
dengan prostatitis (Gardjito & Puruhito, 2005; Sukandar, 2007).
Untuk menegakkan diagnosis ISK harus ditemukan bakteri dalam urin melalui
biakan atau kultur dengan jumlah yang signifikan. Tingkat signifikansi jumlah bakteri
dalam urin lebih besar dari 100.000/ml urin. Pada pasien dengan simptom ISK, jumlah
bakteri dikatakan signifikan jika lebih besar dari 100/ml urin. Agen penginfeksi yang
paling sering adalahEschericia coli, Proteus sp.,Klebsiella sp., Serratia, Pseudomonas sp.
Penyebab utama ISK adalah bakteri Eschericia coli (sekitar 85%). Penggunaan kateter
terkait dengan ISK dengan kemungkinan lebih dari satu jenis bakteri penginfeksi
(Widyawati et al., 2004)
-
5/22/2018 Presentasi Kasus Kecil Dr Harno Belum Fix
5/36
BAB II
STATUS PENDERITA
I. IDENTITAS PENDERITANama : Tn. A
Umur : 49 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Cilacap
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Tgl. Masuk : 20 Juni 2014
Tgl. Periksa : 21 Juni 2014
No. CM : 786420
II. ANAMNESISAnamnesis dilakukan terhadap pasien sendiri (autoanamnesis) dan istri pasien
(alloanamnesis).
1. Riwayat Penyakit Sekaranga. Keluhan utama : nyeri dan rasa panas pada ulu hati
b. Onset : 5 hari yang laluc. Kuantitas : terus menerus sepanjang harid. Kualitas : mengganggu aktifitase. Radiasi : nyeri terasa menjalar hingga ke dadaf. Faktor memperingan : istirahatg.
Faktor memperberat : aktifitas berat, saat makan
h. Progresivitas : semakin memberati. Keluhan penyerta : nyeri dada, mual, muntah, sesak, nyeri perut bagian
bawah, saat berkemih terasa perih, sulit untuk tidur.
Pasein datang dengan keluhan nyeri pada ulu hati sejak 5 hari yang
lalu. Keluhan dirasakan terus menerus sepanjang hari dan semakin memberat
sehingga mengganggu aktifitas. Biasanya keluhan dirasa semakin ringan
setelah beristirahat.
-
5/22/2018 Presentasi Kasus Kecil Dr Harno Belum Fix
6/36
Selain kesemutan, pasien juga mengeluhkan nyeri perut menjalar
hingga ke dada, sehingga pasien merasa sesak. Pasien juga mengeluhkan mual
dan muntah. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada perut bagian bawah dan saat
berkemih terasa perih. Keluhan tersebut muncul sejak 2 hari yang lalu. Pasien
juga mengeluh sulit tidur. Dalam satu minggu terakhir pasien hanya tidur
sekitar 3 jam. Pasien pernah didiagnosis GERD oleh dokter sebelumnya dan
sempat dirawat di ruang Cendana RS Margono pada bulan Mei.
2. Riwayat Penyakit Dahulua. Riwayat keluhan yang sama : diakui
b. Riwayat hipertensi : disangkalc. Riwayat DM : disangkald. Riwayat penyakit jantung : disangkale. Riwayat penyakit ginjal : disangkalf. Riwayat alergi : disangkal
3. Riwayat Penyakit Keluargaa. Riwayat keluhan yang sama : disangkal
b. Riwayat hipertensi : disangkalc. Riwayat DM : disangkald. Riwayat penyakit jantung : disangkale. Riwayat penyakit ginjal : disangkalf. Riwayat alergi : disangkal
4. Riwayat Sosial Ekonomia. Occupational
Pasien bekerja sebagai seorang wiraswasta. Pasien jarang berolahraga akibat
sudah lelah dengan pekerjaan sehari-hari.b. Diet
Dalam sehari pasien makan hingga tiga kali sehari. Namun, sejak mengalami
keluhan nyeri perut, nafsu makan pasien menurun akibat sering merasa mual
saat makan.
c. DrugPasien tidak sedang mengkonsumsi obat apapun.
d. Habit
-
5/22/2018 Presentasi Kasus Kecil Dr Harno Belum Fix
7/36
1 tahun sebelumnya pasien memiliki kebiasaan merokok, dan sudah berhenti
hingga saat ini. Pasien mengaku tidak pernah mengkonsumsi alkohol.
III.OBYEKTIFa. Keadaan Umum : Baik
b. Kesadaran : GCS 15 (E=4, V=5, M=6). Compos Mentisc. Berat Badan : 60 kgd. Tinggi Badan : 150 cme. Tanda Vital
1)Tekanan Darah : 120/80 mmHg2)Nadi : 90 x/menit3)Pernapasan : 23 x/menit4)Suhu (Peraksiller) : 36,5 C
IV.PEMERIKSAAN FISIKa. Pemeriksaan kepala
1) Bentuk kepala : Simetris, mesocephal2) Rambut : Distribusi merata3) Venektasi temporal : tidak ada
b. Pemeriksaan mata1) Konjungtiva : Anemis (-/-)2) Sklera : Ikterik (-/-)3) Palpebra : Oedem (-/-)4) Reflek cahaya langsung/tidak langsung : (+/+) / (+/+)
c. Pemeriksaan telinga1) Simetris : (+)2) Kelainan bentuk : (-)3) Discharge : (-)
d. Pemeriksaan Hidung1) Discharge : (-)2) Nafas Cuping Hidung : (-)
e. Pemeriksaan mulut1) Bibir sianosis : (-)
-
5/22/2018 Presentasi Kasus Kecil Dr Harno Belum Fix
8/36
2) Lidah sianosis : (-)3) Lidah kotor : (-)
f. Pemeriksaan leher1) Deviasi trakea : (-)2) Perbesaran kelenjar tiroid : (-)3) Perbesaran limfonodi : (-)4) Peningkatan JVP : 5 + 2 cmH2O
g. Pemeriksaan ThoraxPulmo
1) InspeksiSimetris kanan kiri, retraksi (-), ketinggalan gerak (-)
2) PalpasiVokal fremitus lobus superior kanan sama dengan kiri.
Vokal fremitus lobus inferior kanan sama dengan kiri.
3) PerkusiSonor di seluruh lapangan paru, batas paru hepar di SIC V LMCD.
4) AuskultasiSuara dasar : vesikuler (+)
Suara tambahan : wheezing (-), RBH (-/-) RBB, RBK (-/-)
Jantung
1) Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak, pulsasi epigastrium (-).2) Palpasi :Ictus cordisdi SIC V 2 jari medial LMCS, kuat angkat (-)3) Perkusi : Batas kanan atas SIC II LPSD
Batas kiri atas SIC II LPSS
Batas kanan bawah SIC IV LPSD.Batas kiri bawah SIC V 2 jari medial LMCS.
4) Auskultasi : M1>M2, T1>T2, P1>P2, A1>A2, SI>S2 reguler,murmur (-), gallop (-).
Abdomen
1) Inspeksi : datar, jaringan parut (-)2) Auskultasi : bising usus (+) normal.
-
5/22/2018 Presentasi Kasus Kecil Dr Harno Belum Fix
9/36
3) Palpasi : Nyeri tekan (+) regio epigastrium dan hypogastrium, hepar&
lien tidak teraba
4) Perkusi : Timpani, pekak alih (-), pekak sisi (-)h. Pemeriksaan Ekstremitas
1) Superior dekstra/sinistra : Oedem (-/-)2) Inferior dekstra/sinistra : Oedem (-/-)
V. PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan penunjang dilakukan berupa pemeriksaan darah lengkap, kimia klinik,
urinalisis dan EKG pada tanggal 17 September 2013 dengan hasil sebagai berikut:
Darah Lengkap
Hemoglobin 14,7 g/dl
Leukosit 10130 /L
Hematokrit 41 %
Eritrosit 5,3 x106 /L
Trombosit 240000 /L
MCV 63.9 fl
MCH 28.0 pg
MCHC 33.3 %
RDW 14.1 %
MPV 9.3 fL
Hitung jenis
Basofil 0.4 %
Eosinofil 5.7 %Batang 1.4 %
Segmen 60.8 %
Limfosit 30.2 %
Monosit 3.8 %
Kimia Klinik
GDS 79 mg/dl
Urin Lengkap
Fisis
-
5/22/2018 Presentasi Kasus Kecil Dr Harno Belum Fix
10/36
Warna kuning
Kejernihan agak keruh
Bau khas
Kimia
Berat Jenis 1.015
pH 5.0
Leukosit 75
Nitrit negatif
Protein negatif
Glukosa normal
Keton negatif
Urobilinogen normal
Bilirubin negatif
Eritrosit negatif
Sedimen
Eritrosit negatif
Leukosit 7-10
Epitel 0-2
Silinder Hialin negatif
Silinder Lilin negatif
Granuler Halus negatif
Granuler Kasar negatif
Kristal negatif
Bakteri +1
Trikomonas negatifJamur negatif
Elektrokardiografi
Normal sinus rythm
Normal ECG
VI.DIAGNOSIS KERJADiagnosis Kerja
Gastroesofageal Reflux Disease (GERD) dan Infeksi Saluran Kemih bawah
-
5/22/2018 Presentasi Kasus Kecil Dr Harno Belum Fix
11/36
VII.USULAN-
VIII. TERAPIa.Non Farmakologis
1)Diet cukup karbohidrat, tinggi protein dan rendah lemak. Makan sedikittapi sering. Menghindari makanan yang dapat mengiritasi lambung, seperti
makanan pedas, kopi, dan makanan dengan rasa yang tajam (terlalu asin,
terlalu asam)
2)Konsumsi obat secara rutin dan teratur3)Edukasi tentang penyakit dan coping stress kepada pasien
b.FarmakologiIVFD RL 20 tpm
Inj Ceftriaxone 2x1 gr IV
Inj Rantin 2x1 ampul
Inj Buscopan 3x1 ampul
Kaltrofen supp 3x1
PO Alprazolam 1x0,5 mg
X. PROGNOSISa. Ad Vitam : bonam
b. Ad Fungsionam : dubia ad bonamc. Ad Sanastionam : dubia ad bonam
-
5/22/2018 Presentasi Kasus Kecil Dr Harno Belum Fix
12/36
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. GERD1. Definisi
Berdasarkan Konsensus Montreal tahun 2006 (the Montrealdefinition and
classification of gastroesophageal reflux disease : a global evidence-based
consensus), penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease /
GERD) didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks
kandungan lambung ke dalam esofagus yang menimbulkan berbagai gejala yang
mengganggu di esofagus maupun ekstra-esofagus dan/atau komplikasi. Komplikasi
yang berat yang dapat timbul adalah Barrets esophagus, striktur, adenokarsinoma
di kardia dan esophagus. GERD terdiri dari dua tipe, yakni : NERD (Non-erosive
Reflux disease) dan ERD (Erosive Reflux Disease) (Makmun, 2006; Faisal, 2010).
2. PatogenesisGERD dapat berupa gangguan fungsional (90% kasus) atau gangguan
struktural (10% kasus). GERD menimbulkan gejala refluks yang disebabkan oleh
disfungsi sfingter esofagus bawah, sedangkan pada GERD struktural, gejala refluks
menimbulkan kerusakan mukosa esofagus. Sfingter bawah esofagus berperan
penting dalam patofisiologi refluks. Pada orang normal, sfingter bawah esofagus
mencegah aliran retrograd refluksat dari lambung ke dalam esofagus dengan
mempertahankan sawar barrier yang berupa perbedaan tekanan antara esofagus
dan lambung. Tekanan intraabdomen lebih tinggi daripada tekanan intratoraks.
Tekanan sfingter bawah esofagus individu normal 25-35 mmHg (Kahrilas, 2009;
Faisal, 2010).Studi yang dilakukan pada 10 sukarelawan sehat ditemukan bahwa tekanan
pada sfingter bawah esofagus bervariasi dalam 12 jam. Episode refluks tidak
berhubungan tekanan pada saat istirahat. Sekitar 70% 100% episode refluks
muncul saat episode relaksasi sfingter sementara, komplit maupun parsial yang
berlangsung selama 5 30 detik. Mekanisme dari relaksasi ini tidak diketahui
namun diperkirakan berhubungan dengan aktivasi nervus vagus, yang
kemungkinan sebagai akibat distensi lambung (DW & Vaezi, 2010; Faisal, 2010).
-
5/22/2018 Presentasi Kasus Kecil Dr Harno Belum Fix
13/36
Patogenesis GERD merupakan peristiwa multifaktorial yang dipengaruhi
oleh beberapa hal, yaitu; perubahan anatomi dari sawar refluks, komponen
fisiologis seperti perbedaan tekanan abdominotoraks, efisiensi pengosongan
esofagus, faktor makanan, obesitas, kehamilan. Relaksasi sementara sfingter bawah
esofagus (transient LES relaxation) memegang peranan penting dalam patogenesis
GERD, relaksasi ini terjadi pada saat tidak ada peristaltik, periode hipotonus
sfingter sesudah makan (Faisal, 2010).
Gambar 1. Sfingter bawah esofagus
Pada pasien dengan esofagitis atau setelah makan makanan berlemak,
relaksasi sementara ini dapat terjadi yang dicetus oleh refleks vagal, distensi gaster
atau gangguan pernapasan. Peristiwa menelan memegang peranan penting pada
pembersihan asam esofagus karena dapat menimbulkan gelombang peristaltik
esofagus primer, yang mengeluarkan air liur kaya bikarbonat yang menetralkan dan
membersihkan refluksat ke bagian distal esofagus. Sfingter bawah esofagusmerupakan sawar terakhir untuk mencegah refluksat masuk ke laringofaring (DW
& Vaezi, 2010; Faisal, 2010).
Refluks gastroesofageal pada pasien GERD terjadi melalui 3 mekanisme:
1. Refluks spontan pada saat relaksasi LES (Lower esophageal sphincter) yangtidak adekuat
2. Aliran retrograde yang mendahului kembalinya tonus LES setelah menelan3. Meningkatnya tekanan intra abdomen
-
5/22/2018 Presentasi Kasus Kecil Dr Harno Belum Fix
14/36
Terjadinya aliran balik/ refluks pada penyakit GERD diakibatkan oleh
gangguan motilitas / pergerakan esofagus bagian ujung bawah . Pada bagian ujung
ini terdapat otot pengatur ( sfingter ) disebutLES , yang fungsinya mengatur arah
aliran pergerakan isi saluran cerna dalam satu arah dari atas kebawah menuju usus
besar. Pada GERD akan terjadi relaksasi spontan otot tersebut atau penurunan
kekuatan otot tersebut, sehingga dapat terjadi arus balik atau refluks cairan/ asam
lambung, dari bawah keatas ataupun sebaliknya (Sujono, 2002; Makmun, 2006) .
Gambar 2 & 3. Patogenesis Terjadinya GERD
-
5/22/2018 Presentasi Kasus Kecil Dr Harno Belum Fix
15/36
3. Manifestasi KlinisGejala klinik yang khas dari GERD adalah nyeri / rasa tidak enak di
epigastrium atau retrosternal bagian bawah, rasa nyeri biasanya dideskripsikan
sebagai rasa terbakar (heart burn), bercampur dengan gejala disfagia, mual atau
regurgitasi dan rasa pahit di lidah.Heart burnkadang-kadang dijumpai pada orang
sehat, namun bila terjadi berulang-ulang, hal ini mempunyai nilai ramal diagnostik
60%. Yang dimaksud dengan heart burn adalah rasa panas/ membakar yang
dirasakan di daerah epigastrium dan bergerak naik ke daerah retrosternal sampai ke
tenggorok. Keluhan ini terutama timbul malam hari pada waktu berbaring atau
setelah makan. Keluhan bertambah pada waktu membungkuk, atau setelah minum
minuman beralkohol. Rasa tidak enak pada retrosternal ini mirip dengan keluhan
pada serangan angina pektoris. Disfagia yang timbul saat makan makanan padat
mungkin terjadi karena striktur atau keganasan yang berkembang dari Barretts
esophagus. Odinofagia (rasa sakit saat menelan makanan) bisa timbul jika sudah
terjadi ulserasi esofagus yang berat (Makmun, 2006).
GERD dapat juga menimbulkan manifestasi gejala ekstra esofageal yang
atipik dan sangat bervariasi mulai dari nyeri dada non-kardiak (Non Cardiac
Chestpain), suara serak (hoarseness) , mulut terasa asam , laringitis, batuk karena
aspirasi sampai timbulnya bronkiektasis atau asma. Gejala GERD biasanya berjalan
perlahan-lahan, sangat jarang terjadi episode akut atau keadaan yang bersifat
mengancam nyawa.
-
5/22/2018 Presentasi Kasus Kecil Dr Harno Belum Fix
16/36
Gambar 4. Manifestasi GERD
GERD memberikan dampak negatif pada kualitas hidup pasien, karena
gejala-gejalanya sebagaimana dijelaskan di atas menyebabkan gangguan tidur,
penurunan produktivitas di tempat kerja dan di rumah, gangguan aktivitas sosial.
Short-Form-36-Item (SF-36) Health Survey, menunjukkan bahwa dibandingkan
dengan populasi umum, pasien GERD memiliki kualitas hidup yang menurun,
serta dampak pada aktivitas sehari-hari yang sebanding dengan pasien penyakit
kronik lainnya seperti penyakit jantung kongestif dan artritis kronik.
4. DiagnosisDisamping anamnesis dan pemeriksaan fisik, beberapa pemeriksaan penunjang
dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis GERD, yaitu :
a. Endoskopi saluran cerna bagian atasMerupakan standar baku untuk diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal
break di esofagus, jika tidak ditemukan keadaan ini disebut sebagai non erosive
refluks disease (NERD). Pada kebanyakan kasus hasil pemeriksaan ini normal,
atau bisa tampak esofagitis / eppitellium barret, yang merupakan suatu keadaan
praganas dan predisposisi adenokarsinoma di sepertiga bawah esofagus. Biopsi
diperlukan untuk memastikan diagnosis, menyingkirkan etiologi radang lainnya
seperti kandidiasis atau virus (herper simpleks, cytomegalovirus), selanjutnya
endoskopi menetapkan tempat asal perdarahan, striktur dan berguna pula untuk
pengobatan (dilatasi endoskopik) (Makmun, 2006; DW & Vaezi, 2010; Faisal,
2010).
-
5/22/2018 Presentasi Kasus Kecil Dr Harno Belum Fix
17/36
Tabel 1. Klasifikasi Endoskopi Los Angeles
Derajat
Kerusakan
Gambaran Endoskopi
A Erosi kecil-kecil pada mukosa esofagus dengan diameter < 5 mmB Erosi pada mukosa/lipatan mukosa dengan diameter > 5 mm tanpa
saling berhubungan
C Lesi yang konfluen tetapi tidak mengenai/mengelilingi seluruh
lumen
D Lesi mukosa esofagus yang bersifat sirkumferensial (mengelilingi
seluruh lumen esofagus)
b. Pemeriksaan radiologiPada pemeriksaan ini diberikan kontras barium, diamati secara fluoroskopi
jalannya barium dalam esofagus, peristaltik terutama bagian distal, bila
ditemukan refluks barium dari lambung kembali ke esofagus maka hal itu
dinyatakan sebagai GERD. Sering tidak menunjukkan kelainan pada kasus
esofagitis ringan. Namun pada keadaan tertentu pemeriksaan ini mempunyai
nilai lebih dari endoskopi, yaitu pada :
1) Stenosis esofagus derajat ringan akibat esofagitis peptik dengan gejaladisfagia
2) Hiatus herniac. Pemantauan PH 24 jam
Pengukuran PH pada esofagus bagian distal dapat memastikan ada tidaknya
refluks gastroesofageal. PH dibawah 4 pada jarak 5 cm di atas LES dianggap
diagnostik untuk refluks gastroesofageal.
d. Tes Provokatif1) Tes Bernstein
Tes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan memasang selang
transanal dan melakukan perfusi bagian distal esofagus dengan HCL 0,1 M
dalam waktu kurang dari 1 jam. Bila larutan ini menimbulkan nyeri dada
seperti yang biasa dialami pasien, sedangkan larutan NaCl tidak
menimbulkan rasa nyeri, maka test ini dianggap positif.
2) Tes farmakologik/edrofoniumMenggunakan obat edrophorium yang disuntikkan IV untuk
menentukan adanya komponen nyeri motorik yang dapat dilihat dari
-
5/22/2018 Presentasi Kasus Kecil Dr Harno Belum Fix
18/36
rekaman gerak peristaltik esofagus secara manometri untuk memastikan
nyeri dada berasal dari esofagus.
e. Manometri esofagusAmerican College of Gastroenterology (ACG) di tahun 2005 telah
mempublikasikan Updated Guidelines for the Diagnosis and Treatment of
Gastroesophageal Reflux Disease, di mana empat di antara tujuh poin yang ada,
merupakan poin untuk diagnosis, yaitu : (Hongo dkk, 2007)
a. Jika gejala pasien khas untuk GERD tanpa komplikasi, maka terapi empiris(termasuk modifikasi gaya hidup) adalah hal yang tepat. Endoskopi saat pasien
masuk dilakukan jika pasien menunjukkan gejala-gejala komplikasi, atau
berisiko untuk Barrets esophagus, atau pasien dan dokter merasa endoskopi
dini diperlukan. (Level of Evidence : IV)
b. Endoskopi adalah teknik pilihan yang digunakan untuk mengidentifikasidugaanBarrets esophagusdan untuk mendiagnosis komplikasi GERD. Biopsi
harus dilakukan untuk mengkonfirmasi adanya epitel Barret dan untuk
mengevaluasi displasia. (Level of Evidence : III)
c. Pemantauan ambulatoar (ambulatory monitoring) esofagus membantu untukkonfirmasi reluks gastroesofageal pada pasien dengan gejala menetap (baik
khas maupun tidak khas) tanpa adanya kerusakan mukosa; juga dapat
digunakan untuk memantau pengendalian refluks pada pasien tersebut di atas
yang sedang menjalani terapi. (Level of Evidence : III)
d. Manometri esofagus dapat digunakan untuk memastikan lokasi penempatanprobe ambulatory monitoring dan dapat membantu sebelum dilakukannya
pembedahan anti refluks. (Level of Evidence : III) (Kahrilas, 2009).
5. TerapiPada prinsipnya, penatalaksanaan GERD terdiri dari modifikasi gaya hidup,
terapi medikamentosa, terapi bedah serta akhir-akhir ini mulai dilakukan terapi
endoskopik. Tujuan terapi GERD adalah menghilangkan gejala, menyembuhkan
esofagitis (jika terjadi) dan untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Sasaran terapinya adalah asam lambung, lapisan mukosa lambung. Strategi
terapinya dengan menurunkan sekresi asam di lambung, mengurangi keasaman
pada lambung, melapisi mukosa lambung, menaikkan pH dan mengurangi
-
5/22/2018 Presentasi Kasus Kecil Dr Harno Belum Fix
19/36
terjadinya reflux, mempercepat pengosongan lambung, memperkuat LES, faktor
barier antirefluks terpenting.
Terapi untuk GERD dapat dibedakan menjadi terapi tanpa nonfarmakologi
atau modifikasi gaya hidup, terapi farmakologis atau medikamentosa, terapi bedah,
terapi endoskopik.
a. Terapi Non Medikamentosa (Makmun, 2006; Bambang & Idrus, 2007).Berikut merupakan terapi non farmakologi yang dapat dilakukan:
a) Modifikasi Gaya Hidup1) Mengurangi berat badan pada pasien yang kegemukan2) Menghindari pakaian ketat sehingga dapat mengurangi tekanan intra
abdomen.
3) Meninggikan posisi kepala saat tidur4) Menghindari makan sebelum tidur, dengan tujuan untuk meningkatkan
bersihan asam selama tidur serta mencegah refluks asam dari lambung
ke esofagus.
5) Berhenti merokok dan konsumsi alkohol, karena keduanya dapatmenurunkan tonus LES sehingga secara langsung mempengaruhi sel-
sel epitel.
6) Mengurangi konsumsi lemak dan mengurangi jumlah makanan yang dimakan, karena keduanya dapat menimbulkan distensi lambung.
7) Menghindari makanan seperti coklat, pepermint, teh, kopi, danminuman bersoda, karena dapat menstimulasi sekresi asam.
8) Menghindari konsumsi obat-obat yang dapat menurunkan tonus LESseperti anti kolinergik, teofilin, diazepam, opiat, antagonis kalsium,
agonis beta adrenergik, progesteronb. Terapi Medikamentosa (Makmun, 2006; Nwokediuko, 2012).
Untuk tatalaksana farmakologis GERD dilakukan dengan 2 pendekatan yaitu
step updanstepdown,
a) Metode step up menggunakan obat yang tergolong kurang kuat dalammenekan sekresi asam (antagonis reseptor H2) atau golongan prokinetik,
bila gagal diberikan golongan obat penekan sekresi asam yang lebih kuat
dengan terapi lebih lama (penghambat pompa proton/ PPI ).
-
5/22/2018 Presentasi Kasus Kecil Dr Harno Belum Fix
20/36
b) Metode step down pengobatan dimulai dengan PPI dan apabila berhasildapat dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan dengan menggunakan dosis
yang lebih rendah atau antagonis reseptor H2 atau prokinetik atau bahkan
antasid.
Obat-obatan yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
1) Antagonis reseptor H2Sebagai penekan sekresi asam, golongan ini efektif dalam pengobatan
GERD jika diberikan dosis 2 kali lebih tinggi dan dosis untuk terapi ulkus,
golongan ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis derajat ringan
sampai sedang serta tanpa komplikasi. Obat yang biasa diberikan adalah
simetidin dan ranitidin.
2) AntasidGolongan obat ini cukup efektif dan aman, dapat memperkuat tekanan
sfingter esofagus bagian bawah tapi tidak menyembuhkan lesi esofagitis.
Obat yang biasa diberikan adalah Aluminium Hidroksida.
3) ProkinetikProkinetik mengurangi refluks esofagus sehingga lamanya kontak dengan
bahan toksik berkurang terhadap mukosa dengan merangsang kontraksi
esofagus distal, memperbaiki klirens dan mengurangi distensi. Preparat
prokinetik yang tersedia antara lain cisaprid, metoclopramid, dan
domperidon.
4) SukralfatObat ini tidak punya efek langsung terhadap asam lambung, obat ini
bekerja dengan cara meningkatkan pertahanan mukosa esofagus, sebagai
buffer terhadap HCl di esofagus serta dapat mengikat pepsin dan garamempedu, cukup aman diberikan karena bekerja secara topikal
5) Proton Pump Inhibitor (PPI)Golongan ini merupakan drug of choicedalam pengobatan GERD, obat ini
bekerja langsung pada pompa proton sel parietal dengan mempengaruhi
enzim H, K ATP-ase yang dianggap sebagai tahap akhir proses
pembentukan asam lambung. Preparat yang tersedia antara lain adalah
omeprazole dan lansoprazole.
-
5/22/2018 Presentasi Kasus Kecil Dr Harno Belum Fix
21/36
c. Terapi Pembedahan (Nwokediuko, 2012)Pembedahan yang dapat dilakukan adalah metode Nissen Fundoplication,
yaitu fundus lambung dibungkus mengelilingi esofagus untuk meningkatkan
tekanan sfingter bagian bawah. Terapi ini dipertimbangkan pada kasus resisten
dan kasus refluks esofagitis dengan komplikasi yang tidak secara penuh
responsif terhadap terapi medis atau pada pasien dengan terapi medis jangka
panjang yang tidak menguntungkan dan gagal. Juga diindikasikan apabila
terjadi striktur yang berulang.
Gambar 5. Nissen Fundoplication
d. Terapi EndoskopiDalam terapi endoskopi, terdapat beberapa pilihan terapi:
1) Penggunaan energi radiofrekuensi2) Plikasi gastrik endoluminal3) Implantasi endoskopik, yaitu dengan menyuntikkan zat implan di
bawah mukosa esofagus bagian distal, sehingga lumen esofagus bagian
menjadi lebih kecil
Terapi endoskopi pada GERD diindikasikan pada penderita GERD yang tidak
memerlukan terapi pembedahan yang mengalami keadaan :
1) Peristaltik yang buruk dengan refluks yang banyak
-
5/22/2018 Presentasi Kasus Kecil Dr Harno Belum Fix
22/36
2) Pasien muda yang gagal dengan terapi medikamentosa3) Volume refluxate
6. Komplikasia. Esofagitis dan sekuelenya antaralain striktur, Barret Esofagus, adenocarcinoma.
Esofagitis yang berkepanjangan dan parah dapat menyebabkan pembentukan
striktur, yang biasanya berlokasi di distal esophagus, yang menghasilkan
disfagia, dan membutuhkan dilatasi esophagus yang berulang dan fundoplikasi.
Esofagitis yang berlangsung lama juga bisa menyebabkan perubahan metaplasia
dari epitelskuamosa yang disebut dengan Barret Esofagus, yaitu suatu precursor
untuk terjadinya adenocarsinoma esophagus.
b. Extra esophagus, GERD dapat menimbulkan gejala pernapasan dengan kontaklangsung terhadap refluks dari isi lambung dengan saluran pernapasan (aspirasi
atau mikro aspirasi). Seringnya, terjadi interaksi antara GERD dan penyakit
primer saluran pernapasan, dan terciptalah lingkaran setan yang semakin
memperburuk kedua kondisi tersebut. Terapi untuk GERD harus lebih intens
(biasanya melibatkan PPI) dan lama (biasanya 3 sampai 6 bulan).
B. INFEKSI SALURAN KEMIH1. Definisi dan Klasifikasi
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi yang terjadi akibat terbentuknya
koloni kuman di saluran kemih (Rani et al., 2004) Beberapa istilah yang sering
digunakan dalam klinis mengenai ISK (Tessy & Suwanto, 2007) :
a. ISK uncomplicated (sederhana), yaitu ISK pada pasien tanpa disertai kelainananatomi maupun kelainan struktur saluran kemih.
b.
ISK complicated (rumit), yaitu ISK yang terjadi pada pasien yang menderitakelainan anatomis/ struktur saluran kemih, atau adanya penyakit sistemik.
Kelainan ini akan menyulitkan pemberantasan kuman oleh antibiotika.
c. First infection (infeksi pertama kali) atau isolated infection, yaitu ISK yangbaru pertama kali diderita atau infeksi yang didapat setelah sekurangkurangnya
6 bulan bebas dari ISK.
d. Infeksi berulang, yaitu timbulnya kembali bakteriuria setelah sebelumnya dapatdibasmi dengan pemberian antibiotika pada infeksi yang pertama. Timbulnya
infeksi berulang ini dapat berasal dari re-infeksi atau bakteriuria persisten. Pada
-
5/22/2018 Presentasi Kasus Kecil Dr Harno Belum Fix
23/36
re-infeksi kuman berasal dari luar saluran kemih, sedangkan bakteriuria
persisten bakteri penyebab berasal dari dalam saluran kemih itu sendiri.5
e. Asymtomatic significant bacteriuria (ASB), yaitu bakteriuria yang bermaknatanpa disertai gejala.
2. KlasifikasiISK diklasifikasikan berdasarkan (Rani et al., 2004; Sukandar, 2007)
a. Anatomi1) ISK bawah, presentasi klinis ISK bawah tergantung dari gender.
a) PerempuanSistitis, adalah presentasi klinis infeksi saluran kemih disertai bakteriuria
bermakna Sindroma uretra akut (SUA), adalah presentasi klinis sistitis
tanpa ditemukan mikroorganisme (steril).
b) Laki-lakiPresentasi ISK bawah pada laki-laki dapat berupa sistitis,
prostatitis,epidimidis, dan uretritis.
2) ISK atasa) Pielonefritis akut (PNA), adalah proses inflamasi parenkim ginjal yang
disebabkan oleh infeksi bakteri.
b) Pielonefritis kronis (PNK), mungkin terjadi akibat lanjut dari infeksibakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran
kemih serta refluk vesikoureter dengan atau tanpa bakteriuria kronik
sering diikuti pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal yang ditandai
pielonefritis kronik yang spesifik (Sukandar, 2007).
b. Klinis1)
ISK Sederhana/ tak berkomplikasi, yaitu ISK yang terjadi pada perempuanyang tidak hamil dan tidak terdapat disfungsi truktural ataupun ginjal.
2) ISK berkomplikasi, yaitu ISK yang berlokasi selain di vesika urinaria, ISKpada anak-anak, laki-laki, atau ibu hamil (Rani et al., 2004; Sukandar, 2007)
3. EtiologiPenyebab terbanyak adalah bakteri gram-negatif termasuk bakteri yang
biasanya menghuni usus kemudian naik ke sistem saluran kemih. Dari gramnegatif
tersebut, ternyataEscherichia coli menduduki tempat teratas kemudiandiikuti oleh
Proteus sp,Klebsiella,Enterobacter,Pseudomonas.
-
5/22/2018 Presentasi Kasus Kecil Dr Harno Belum Fix
24/36
Jenis kokus gram positif lebih jarang sebagai penyebab ISK sedangkan
Enterococci dan Staphylococcus aureus sering ditemukan pada pasien denganbatu
saluran kemih, lelaki usia lanjut dengan hiperplasia prostat atau pada pasien yang
menggunakan kateter urin. Demikian juga dengan Pseudomonas aeroginosa dapat
menginfeksi saluran kemih melalui jalur hematogen dan pada kira-kira 25%pasien
demam tifoid dapat diisolasi salmonella dalam urin. Bakteri lain yang dapat
menyebabkan ISK melalui cara hematogen adalah brusella, nocardia,actinomises,
danMycobacterium tubeculosa(Sukandar, 2007; Gardjito & Puruhito, 2005)
Candida sp merupakan jamur yang paling sering menyebabkan ISK
terutama pada pasien-pasien yang menggunakan kateter urin, pasien DM, atau
pasien yang mendapat pengobatan antibiotik berspektrum luas. Jenis Candidayang
paling sering ditemukan adalah Candida albican dan Candida tropicalis. Semua
jamur sistemik dapat menulari saluran kemih secara hematogen (Tessy & Suwanto,
2007).
Faktor predisposisi yang mempermudah untuk terjadinya ISK, yaitu
(Sukandar, 2007) :
a. Bendungan aliran urin1) Anomali kongenital2) Batu saluran kemih3) Oklusi ureter (sebagian atau total)
b. Refluks vesikoureterc. Urin sisa dalam buli-buli karena :
1) Neurogenic bladder2) Striktura uretra3)
Hipertrofi prostat
d. Diabetes Melituse. Instrumentasi
Kateter, Dilatasi uretra, Sitoskopi
f. Kehamilan dan peserta KB1) Faktor statis dan bendungan2) PH urin yang tinggi sehingga mempermudah pertumbuhan kuman
g. Senggama
-
5/22/2018 Presentasi Kasus Kecil Dr Harno Belum Fix
25/36
4. PatogenesisSejauh ini diketahui bahwa saluran kemih atau urin bebas dari
mikroorganisme atau steril. Infeksi saluran kemih terjadi pada saatmikroorganisme
masuk ke dalam saluran kemih dan berkembangbiak di dalam media urin.
Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui 4 cara, yaitu ascending,
Hematogen, Limfogen dan langsung dari organ sekitar yang sebelumnya sudah
terinfeksi atau eksogen sebagai akibat dari pemakaian intrumen (Tessy & Suwanto,
2007).
Sebagian besar mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui cara
ascending. Kuman penyebab ISK pada umumnya adalah kuman yang berasal dari
flora normal usus dan hidup secara komensal di introitus vagina, prepusium penis,
kulit perineum, dan sekitar anus. Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui
uretraprostatvas deferenstestis (pada pria)buli-buliureter dansampai ke
ginjal.Dua jalur utama terjadinya ISK adalah hematogen dan ascending, tetapidari
kedua cari ini ascending-lah yang paling sering terjadi :
a) HematogenInfeksi hematogen kebanyakan terjadi pada pasien dengan daya
tahan tubuh yang rendah, karena menderita sesuatu penyakit kronis, atau
pada pasien yang mendapatkan pengobatan imunosupresif. Penyebaran
hematogen bisa juga timbul akibat adanya fokus infeksi di tempat lain,
misalnya infeksi S. aureus pada ginjal bisa terjadi akibat penyebaran
hematogen dari fokus infeksi di tulang, kulit, endotel, atau tempat lain.
M. Tuberculosis, Salmonella, pseudomonas, Candida, dan Proteus sp
termasuk jenis bakteri/ jamur yang dapat menyebar secara hematogen
(Gardjito & Puruhito, 2005).Walaupun jarang terjadi, penyebaran hematogen ini dapat
mengakibatkan infeksi ginjal yang berat, misal infeksi Staphylococcus
dapat menimbulkan abses pada ginjal.
b) Infeksi Ascending Infeksi secara ascending (naik) dapat terjadi melalui4 tahapan, yaitu (Gardjito & Puruhito, 2005; Sukandar, 2007) :
1) Kolonisasi mikroorganisme pada uretra dan daerah introitus vagina2) Masuknya mikroorganisme ke dalam buli-buli3) Multiplikasi dan penempelan mikroorganisme dalam kandung kemih
-
5/22/2018 Presentasi Kasus Kecil Dr Harno Belum Fix
26/36
4) Naiknya mikroorganisme dari kandung kemih ke ginjal.
Gambar 6. Masuknya kuman secara ascending ke dalam saluran kemih. (1)kolonisasi
kuman di sekitar uretra, (2) masuknya kumen melaui uretra ke buli-buli, (3) penempelan
kuman pada dinding buli-buli, (4) masuknya kumen melaui ureter ke ginjal
Terjadinya infeksi saluran kemih karena adanya gangguan keseimbangan
antara mikroorganisme penyebab infeksi (uropatogen) sebagai agent dan epitel
saluran kemih sebagai host. Gangguan keseimbangan ini disebabkan oleh karena
pertahanan tubuh dari host yang menurun atau karena virulensi agent yang
meningkat (Sukandar, 2007).
a. Faktor hostKemampuan host untuk menahan mikroorganisme masuk ke dalam saluran
kemih disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
1) Pertahanan lokal dari host2)
Peranan sistem kekebalan tubuh yang terdiri dari imunitas selular danhumoral.
-
5/22/2018 Presentasi Kasus Kecil Dr Harno Belum Fix
27/36
Tabel 1. Pertahanan lokal terhadap infeksi.
No Pertahanan Lokal Tubuh terhadap Infeksi
1 Mekanisme pengosongan urin yang teratur dari buli-buli dan gerakan peristaltik
ureter (wash out mechanism)
2 Derajat keasaman (pH) urin3 Osmolaritas urin yang cukup tinggi
4 Estrogen pada wanita usia produktif
5 Panjang uretra pada pria
6 Adanya zat anti bakterial pada kelenjar prostat atau PAF (prostatic antibacterial
factor) yang terdiri dari unsur Zn uromukoid (protein tamm-Horsfall) yang
menghambat penempelan bakteri pada urotelium
Pertahanan lokal dari sistem saluran kemih yang paling baik adalah
mekanisme wash out urin, yaitu aliran urin yang mampu membersihkan
kuman-kuman yang ada di dalam urin. Gangguan dari sistem ini akan
mengakibatkan kuman mudah sekali untuk bereplikasi dan menempel pada
urotelium. Agar aliran urin adekuat dan mampu menjamin mekanisme wash
out adalah jika 7 jumlah urin cukup dan tidak ada hambatan didalam saluran
kemih. Oleh karena itu kebiasaan jarang minum dan gagal ginjal menghasilkan
urin yang tidak adekuat, sehingga memudahkan terjadinya infeksi saluran
kemih. Keadaan lain yang dapat mempengaruhi aliran urin dan menghalangi
mekanisme wash outadalah adanya :
1) Stagnansi atau stasis urin (miksi yang tidak teratur atau sering menahankencing, obstruksi saluran kemih, adanya kantong-kantong pada saluran
kemih yang tidak dapat mengalir dengan baik misalnya pada divertikula,
dan adanya dilatasi atau refluk sistem urinaria.
2) Didapatkannya benda asing di dalam saluran kemih yang dipakai sebagaitempat persembunyian kuman (Purnomo, 2006).
b. Faktor agent (mikroorganisme)Bakteri dilengkapi dengan pili atau fimbriae yang terdapat di
permukaannya. Pili berfungsi untuk menempel pada urotelium melalui reseptor
yang ada dipermukaan urotelium. Ditinjau dari jenis pilinya terdapat 2 jenis
bakteri yang mempunyai virulensi berbeda, yaitu:
1) Tipe pili 1, banyak menimbulkan infeksi pada sistitis.2) Tipe pili P, yang sering menimbulkan infeksi berat pielonefritis akut.
-
5/22/2018 Presentasi Kasus Kecil Dr Harno Belum Fix
28/36
Selain itu beberapa bakteri mempunyai sifat dapat membentuk antigen,
menghasilkan toksin (hemolisin), dan menghasilkan enzim urease yang dapat
merubah suasana urin menjadi basa (Purnomo, 2006).
5. Diagnosisa. Gambaran Klinis
Gambaran klinis infeksi saluran kemih sangat bervariasi mulai dari tanpa
gejala hingga menunjukkan gejala yang sangat berat.5 Gejala yang sering timbul
ialah disuria, polakisuria, dan terdesak kencing yang biasanya terjadi bersamaan,
disertai nyeri suprapubik dan daerah pelvis. Gejala klinis ISK sesuai dengan
bagian saluran kemih yang terinfeksi, yaitu:
1) Pada ISK bagian bawah, keluhan pasien biasanya berupa nyeri supra pubik,disuria, frekuensi, hematuri, urgensi, dan stranguria
2) Pada ISK bagian atas, dapat ditemukan gejala demam, kram, nyeripunggung, muntah, skoliosis, dan penurunan berat badan (Sukandar, 2007).
Gambar 2. Hubungan antara lokasi infeksi dengan gejala klinis (Sukandar,
2007)
-
5/22/2018 Presentasi Kasus Kecil Dr Harno Belum Fix
29/36
b. Pemeriksaan Penunjang1) Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menunjang
menegakkan diagnosis infeksi saluran kemih, antara lain (Tessy & Suwanto,
2007):
a) Urinalisis- Eritrosit
Ditemukannya eritrosit dalam urin (hematuria) dapat merupakan
penanda bagi berbagai penyakit glomeruler maupun non-gromeruler.
Penyakit nongromeluler seperti batu saluran kemih dan infeksi saluran
kemih.
- PiuriaPiuria atau sedimen leukosit dalam urin yang didefinisikan oleh
Stamm, bila ditemukan paling sedikit 8000 leukosit per ml urin yang
tidak disentrifus atau setara dengan 2-5 leukosit per lapangan pandang
besar pada urin yang di sentrifus. Infeksi saluran kemih dapat
dipastikan bila terdapat leukosit sebanyak > 10 per mikroliter urin atau
> 10.000 per ml urin.
- SilinderSilinder dalam urin dapat memiliki arti dalam diagnosis penyakit
ginjal, antara lain :
a)Silinder eritrosit, sangat diagnostik untuk glomerulonefritis atauvaskulitis ginjal
b)Silinder leukosit bersama dengan hanya piuria, diagnostik untukpielonefritis
c)Silinder epitel, dapat ditemukan pada nekrosis tubuler akut ataupada gromerulonefritis akut 10
d)Silinder lemak, merupakan penanda untuk sindroma nefrotik biladitemukan bersaman dengan proteinuria nefrotik.
- KristalKristal dalam urin tidak diagnostik untuk penyakit ginjal
- Bakteri
-
5/22/2018 Presentasi Kasus Kecil Dr Harno Belum Fix
30/36
Bakteri dalam urin yang ditemukan dalam urinalisis tidak identik
dengan infeksi saluran kemih, lebih sering hanya disebabkan oleh
kontaminasi.
b) Bakteriologis- Mikroskopis, pada pemeriksaan mikroskopis dapat digunakan urin
segar tanpa diputar atau pewarnaan gram. Bakteri dinyatakan positif
bila dijumpai satu bakteri lapangan pandang minyak emersi.
- Biakan bakteri, pembiakan bakteri sedimen urin dimaksudkan untukmemastikan diagnosis ISK yaitu bila ditemukan bakteri dalam jumlah
bermakna sesuai kriteria Catteli. (Sukandar, 2007; Tessy & Suwanto,
2007)
Tabel 2. Kriteria Catteli untuk diagnosis bakteriuria yang bermakna (Sukandar, 2007;
Tessy & Suwanto, 2007).
Wanita, simptomatik 10 organisme koliform/ mL urin plus piuria
atau
105 organisme patogen apapun/ ML urin
atau
Tumbuhnya organisme patogen apapun pada
urin yang diambil dengan cara
aspirasi suprapubikLaki-laki, simptomatik 10 organisme patogen/ mL urin
Pasien asimptomatik 10 organisme patogen/ mL urin pada 2
sampel urin berurutan
c) Tes KimiawiBeberapa tes kimiawi dapat dipakai untuk penyaring adanya bakteriuria,
di antaranya yang paling sering dipakai adalah tes reduksi griess nitrate.
Dasarnya adalah sebagian besar mikroba kecuali enterococci mereduksi
nitrat.
d) Tes PlatCelup (Dip-Slide)Beberapa pabrik mengeluarkan biakan buatan yang berupa lempengan
plastik bertangkai dimana pada kedua sisi permukaannya dilapisi
pembenihan padat khusus. Lempengan tersebut dicelupkan ke dalam urin
pasien atau dengan digenangi urin. Setelah itu lempengan dimasukkan
kembali kedalam tabung plastik tempat penyimpanan semula, lalu
diletakkan pada suhu 37oC selama satu malam. Penentuan jumlah
-
5/22/2018 Presentasi Kasus Kecil Dr Harno Belum Fix
31/36
kuman/mL dilakukan dengan membandingkan pola pertumbuhan kuman
dengan serangkaian gambar yang memperlihatkan keadaan kepadatan
koloni yang sesuai dengan jumlah kuman antara 1000 dan 10.000.000
dalam tiap mL urin yang diperiksa. Cara ini mudah dilakukan, murah dan
cukup adekuat. Kekurangannya adalah jenis kuman dan kepekaannya
tidak dapat diketahui (Sukandar, 2007; Tessy & Suwanto, 2007).
2) Pemeriksaan radiologisPemeriksaan radiologis pada ISK dimaksudkan untuk mengetahui adanya
batu atau kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi ISK.
Pemeriksaan ini dapat berupa foto polos abdomen, pielonegrafi intravena,
demikian pula dengan pemeriksaan lainnya, misalnya ultrasonografi dan
CTScan (Sukandar, 2007; Tessy & Suwanto, 2007).
6. TerapiPrinsip umum penatalaksanaan ISK adalah eradikasi bakteri penyebab dengan
menggunakan antibiotik yang sesuai dan Mengkoreksi kelainan anatomis yang
merupakan faktor predisposisi. Tujuan penatalaksanaan ISK adalah mencegah dan
menghilangkan gejala, mencegah dan mengobati bakteriemia dan bakteriuria,
mencegah dan mengurangi risiko kerusakan ginjal yang mungkin timbul dengan
pemberian obat-obatan yang sensitif, murah, aman dengan efek samping yang
minimal. Oleh karenan itu pola pengobatan ISK harus sesuai dengan bentuk ISK,
keadaan anatomi saluran kemih, serta faktor-faktor penyerta lainnya. Bermacam
cara pengobatan yang dilakukan untuk berbagai bentuk yang berbeda dari ISK,
antara lain :
a. Pengobatan dosis tunggalb.
Pengobatan jangka pendek (10-14 hari)
c. Pengobatan jangka panjang (4-6 minggu)d. Pengobatan profilaksis dosis rendahe. Pengobatan supresif1) Infeksi saluran kemih (ISK) bawah
Prinsip penatalaksanaan ISK bawah meliputi intake cairan yang banyak,
antibiotik yang adekuat, dan bila perlu terapi simtomatik untuk alkalinisasi
urin. Hampir 80% pasien akan memberikan respon setelah 48 jam
denganantibiotika tunggal, seperti ampisilin 3 gram, trimetroprim 200 mg.
-
5/22/2018 Presentasi Kasus Kecil Dr Harno Belum Fix
32/36
Bila infeksi menetap disertai kelainan urinalisis (leukosuria) diperlukan
terapi konvensional selama 5-10 hari. Pemeriksaan mikroskopis urin dan
biakan urin tidak diperlukan bila semua gejala hilang dan tanpa leukosuria.
Bila pada pasien reinfeksi berulang (frequent re-infection) :
a) Disertai faktor predisposisi, terapi antimikroba yang intensif diikutidengan koreksi faktor resiko.
b) Tanpa faktor predisposisi, terapi yang dapat dilakukan adalah asupancairan yang banyak, cuci setelah melakukan senggama diikuti terapi
antimikroba dosis tunggal (misal trimentoprim 200 mg)
c) Terapi antimikroba jangka lama sampai 6 bulanPasien sindroma uretra akut (SUA) dengan hitung kuman 103-105
memerlukan antibiotika yang adekuat. Infeksi klamidia memberikan hasil
yang baik dengan tetrasiklin. Infeksi yang disebabkan mikroorganisme
anaerobik diperlukan antimikroba yang serasi (misal golongan kuinolon)
(Sukandar, 2007).
Tabel 3. Antimikroba pada ISK bawah tak berkomplikasi.
Antimikroba Dosis Lama Terapi
Trimetoprim-
SulfametoksazolTrimetroprim
Siprofloksasin
Levoflpksasin
Sefiksim
Sefpodoksim proksetil
Nitrofurantoin makrokristal
Nitrofurantoin monohidrat
Nitrofurantoin monohidrat
makrokristal
Amoksisilin/ klavulanat
2 x 160/ 800 mg
2 x 100 mg
2 x 100250 mg
2 x 250 mg
2 x 250 mg
1 x 400 mg
2 x 100 mg
4 x 50 mg
2 x 100 mg
2 x 500 mg
3 hari
3 hari
3 hari
3 hari
3 hari
3 hari
3 hari
7 hari
7 hari
7 hari
2) Infeksi saluran kemih (ISK) atasPada umumnya pasien dengan pielonefritis akut memerlukan rawat inap
untuk memelihara status hidrasi dan terapi antibiotika parenteral paling
sedikit 48 jam. Indikasi rawat inap pasien pielonefritis akut adalah sebagai
berikut:
a) Kegagalan mempertahankan hidrasi normal atau toleransi terhadapantimikroba oral.
b) Pasien sakit berat atau debilitasi
-
5/22/2018 Presentasi Kasus Kecil Dr Harno Belum Fix
33/36
c) Terapi antibiotik oral selama rawat jalan mengalami kegagaland) Diperlukan investigasi lanjutane) Faktor predisposisi untuk ISK tipe berkomplikasif) Komorbiditas seperti kehamilan, diabetes melitus, dan usia lanjut
(Sukandar, 2007).
The Infection Disease Society of America menganjurkan satu dari tiga
alternatif terapi antibiotika intravena sebagai terapi awal selama 48-72 jam
sebelum diketahui mikroorganisme penyebabnya :
a) Flurokuinolonb) Aminoglikosida dengan atau tanpa ampisilinc) Sefalosporin berspektrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida.
Tabel 5. Obat parental pada ISK atas akut berkomplikasi (Rani et al., 2004)
Antimikroba Dosis Interval
Sefepim
Siprofloksasin
Levoflpksasin
Ofloksasin
Gentamisin (+ ampisilin)
Ampisilin (+ gentamisin)Tikarsilin-klavulanat
Piperasilin-tazobaktam
Imipenem-silastatin
1 gram
400 mg
500 mg
400 mg
3-5 mg/ kgBB
1 mg/ kgBB
1-2 gram3,2 gram
3,375 gram
250-500 mg
12 jam
12 jam
24 jam
12 jam
24 jam
8 jam
6 jam8 jam
2-8 jam
6-8 jam
Terapi non medikamentosa yang dapat dilakukan adalah edukasi cara
membersihkan alat kelamin yang benar setelah berkemih, menjaga higienitas alat
vital, setia kepada pasangan, banyak minum air putih, hindari kebiasaan menahan
rasa berkemih, dan kontrol gula darah untuk pasien dengan DM.
7. KomplikasiKomplikasi yang dapat terjadi pada infeksi saluran kemih antara lain batu saluran
kemih, okstruksi saluran kemih, sepsis, infeksi kuman yang multisitem, gangguan
fungsi ginjal.
-
5/22/2018 Presentasi Kasus Kecil Dr Harno Belum Fix
34/36
BAB IV
KESIMPULAN
1. Infeksi Saluran Kemih (ISK) dan Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)merupakan penyakit dengan tingkat epidemiologi yang cukup tinggi.
2. Tujuan tatalaksana GERD adalah menghilangkan gejala, menyembuhkan esofagitis(jika terjadi) dan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Penatalaksanaan GERD
terdiri dari modifikasi gaya hidup, terapi medikamentosa, terapi bedah serta akhir-
akhir ini mulai dilakukan terapi endoskopik
3. ISK diklasifikasikan menjadi 2 jenis, berdasarkan anatomis, yaitu ISK atas dan ISKbawah, serta berdasarkan klinis, yaitu ISK tanpa komplikasi dan ISK dengan
komplikasi.
4. Prinsip umum penatalaksanaan ISK adalah eradikasi bakteri penyebab denganmenggunakan antibiotik yang sesuai dan mengkoreksi kelainan anatomis yang
merupakan faktor predisposisi. Tujuan penatalaksanaan ISK adalah mencegah dan
menghilangkan gejala, mencegah dan mengobati bakteriemia dan bakteriuria,
mencegah dan mengurangi risiko kerusakan ginjal yang mungkin timbul dengan
pemberian obat-obatan yang sensitif, murah, aman dengan efek samping yang minimal.
-
5/22/2018 Presentasi Kasus Kecil Dr Harno Belum Fix
35/36
DAFTAR PUSTAKA
Bambang, S. & Idrus, A., 2007. Gastroesofageal Refluks. In A.W. Sudoyo, ed. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FK UI.
DW, B. & Vaezi, M., 2010. Laryngopharyngeal Reflux: More questions than answers.
Cleveland Clinic journal of medicine., 77(5), pp.327-34.
Faisal, H., 2010. Diagnosis dan Tatalaksana Manifestasi Refluks Esofagus dan
Komorbiditasnya.Jurnal Universitas Indonesia, pp.1-14.
Gardjito, W. & Puruhito, I.A., 2005. Saluran Kemih dan Alat Kelamin Lelaki. In Buku
Ajar Ilmu Bedah. 2nd ed. Jakarta: EGC.
Jung, H., 2011. Epidemiology of gastroesophageal reflux disease in Asia: a systematic
review.Journal of neurogastroenterology and motility., 17(1), pp.14-27.
Kahrilas, P., 2009. Gastroesophageal Reflux Disease. New England Journal of Medicine,
III.
Makmun, D., 2006. Penyakit Refluks Gastroesofageal. In A. Sudoyo, ed. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta: Balai Penerbitan Departemen IPD FK UI. pp.315-
9.
Nwokediuko, S., 2012. Current trends in the management of gastroesophageal refluxdisease: a review.ISRN Gastroenterology.
Purnomo, B., 2006.Dasar-Dasar Urologi. 3rd ed. Jakarta: Sagung Seto.
Rani, H., Soegondo, S. & Nasir, A., 2004. Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam.
4th ed. Jakarta: Balai Penerbitan Departemen IPD FK UI.
Simadibrata, M., Rani, A. & Adi, P., 2011. The Gastro-esophageal reflux disease
questionnaire using Indonesian language: a language validation survey. Med J
Indonesia, 20, pp.125-30.
Sujono, H., 2002. Gastroenterologi. VII ed. Bandung: PT Alumni.
Sukandar, E., 2006. Infeksi Saluran Kemih pada Pasien Dewasa. In A. Sudoyo, ed. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta: Balai Penerbitan IPD FK UI.
Sukandar, E., 2007. Infeksi Saluran Kemih pada Pasien Dewasa. In A. Sudoyo, ed. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FK UI.
Tessy, A. & Suwanto, 2007. Infeksi Saluran Kemih. In Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FK UI.
-
5/22/2018 Presentasi Kasus Kecil Dr Harno Belum Fix
36/36
Widyawati, A., Wirawan & Kurharwanti, A., 2004. Kesesuaian Pemilihan Antibiotika
Dengan Hasil Kultur Dan Uji Sensitivitas Serta Efektivitasnya Berdasarkan
Parameter Angka Lekosit Urin Pada Pasien Infeksi Saluran Kemih Rawat Inap Di
Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta (Juli Desember 2004). Yogyakarta:
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma.