prakiraan cuaca pada saat gerhana matahari total … · 2016-03-03 · dalam acara pers release...
TRANSCRIPT
1
Prakiraan Cuaca Pada Saat Gerhana Matahari Total
Menggunakan Model Analogi dan Statistik
Oleh:
Achmad Sasmito, Rahayu Sapta Sri Sudewi, Linda Fitrotul
Puslitbang BMKG
Gerhana Matahari Total (GMT) merupakan sebuah fenomena langka yang terjadi belasan atau
bahkan ratusan tahun. Kejadian pada tanggal 9 Maret 2016 sangat istimewa bagi bangsa
Indonesia karena fenomena Gerhana Matahari Total (GMT) akan melewati 11 propinsi yaitu
meliputi Propinsi Bengkulu, Sumatera Selatan, Jambi, Bangka Belitung, Kalimantan Tengah,
Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah dan
Maluku Utara.
Dalam rangka menyongsong fenomena Gerhana matahari 9 Maret 2016 Puslitbang ditunjuk
sebagai koordinator pelaksanaan kegiatan di lingkungan BMKG. Dimana didalamnya akan
dilakukan pengamatan MKG khususnya untuk mengetahui sejauh mana perubahan unsur
meteorologi dan geofisika (medan magnet) terhadap fenomena Gerhana Matahari Total (GMT)
tersebut. Mengingat peristiwa GMT merupakan peristiwa yang sangat langka yaitu dengan
periode ulang 300 tahun pada tempat yang sama, dan sesuai dengan tupoksinya BMKG juga
telah menginformasikan kondisi cuaca secara umum yang disampaikan oleh Kepala BMKG
dalam acara pers release dimana pada tanggal tersebut dikatakan cuaca cukup bersahabat3. Untuk
melengkapi pernyataan Kepala BMKG tersebut telah dikeluarkan prakiraan cuaca dasarian
pertama bulan Maret untuk 2016 yang dikeluarkan oleh Deputi Klimatologi. Sedang prakiraan
jangka pendek nanti akan di keluarkan oleh Deputi Meteorologi baik di pusat maupun di daerah/
stasiun.
Dalam memprakirakan cuaca, BMKG mengeluarkan berbagai jenis prakiraaan yaitu prakiraaan
jangka panjang yang diterbitkan setiap 6 bulan sekali, prakiraan bulanan, prakiraan dasarian yang
dibuat untuk keperluan khusus, prakiraan jangka pendek yang dibuat 1-7 hari kedepan yang
diperbarui setiap hari, dan prakiraan nowcasting yang berlaku 2 jam kedepan menggunakan input
data radar cuaca. Secara rinci jenis prakiraan berdasarkan tinjauan temporal dapat dilihat seperti
2
pada lampiran yang dibuat oleh WMO. BMKG dalam rangka menyongsong GMT tersebut telah
menginformasikan prakiraan curah hujan dasarian pertama bulan Maret 2016 disepanjang jalur
lintasan GMT, dimana hasilnya secara rinci dapat dilihat pada alamat
http://gmt.bmkg.go.id/prakiraan-curah-hujan-dasarian-i-maret-2016-pada-saat-terjadi-gmt-9-
maret-2016/. Informasi tersebut bersifat umum yaitu keadaan CH yang diprakirakan akan jatuh
dipermukaan bumi selama 10 hari (dasarian) di wilayah tersebut. Namun perlu diingat bahwa
apakah CH sebanyak itu akan ditumpahkan setiap hari selama 10 hari berturut-turut atau
beberapa hari tertentu saja. Prakiraan tersebut tidak menyebutkan secara rinci sejauh itu.
Untuk mengetahui keadaan cuaca yang lebih rinci pada saat terjadinya gerhana matahari tanggal
9 Maret 2016 dapat dilakukan dengan menggunakan informasi prakiraan model NWP yang dapat
dilakukan kurang lebih 7 hari sebelum tanggal kejadian tersebut (tanggal 2 Maret 2016). Sesuai
dengan tinjauan fisis dinamis, semakin lama jangka waktu prakiraan, akurasi produk prakiraan
yang dihasilkan tersebut semakin berkurang. Prakiraan cuaca jangka pendek selain menggunakan
model NWP juga dapat dilakukan dengan model output statistik (MOS), dan time series trend
dimana model tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan dua model input data yaitu
menggunakan time series data lampau sampai data terakhir sebelum terjadinya GMT dan
dikombinasikan dengan model analogi yang memperhatikan data meteorologi hanya pada
tanggal 9 Maret tahun-tahun sebelumnya. Dengan memperhatikan karakteristik dinamika
atmosfer yang menyertainya pada tahun tersebut, dan dengan mempertimbangkan dinamika
atmosfer akhir-akhir ini, digunakan sebagai pertimbangan untuk membuat prakiraan cuaca
tanggal 9 Maret 2016 yang akan datang.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa matahari adalah mesin penggerak pembentukan cuaca
di bumi, oleh karena matahari bergerak sejauh 23o lintang utara dan lintang selatan yang
mengakibatkan faktor geometri kedudukan matahari terhadap suatu wilayah sangat menentukan
besarnya intensitas radiasi matahari yang diterima dan selanjutnya menentukan proses fisis
pembentukan cuaca di tempat tersebut. Berdasarkan tinjauan dinamis pada tanggal 9 Maret
deklinasi berada pada -5o lintang selatan hal ini memberikan makna bahwa untuk wilayah
Indonesia posisi matahari tersebut akan memicu pembentukan ITCZ atau daerah konvergensi
dominan disekitar Equator. Adanya daerah konversi tersebut akan mentriger gerak vertikal yang
3
membangkitkan pembentukan awan. Khusus untuk wilayah Indonesia bilamana disekitar benua
Australia (teluk Carpentaria atau di sebelah baratnya) tumbuh Siklon Tropis dan dibarengi
dengan adanya ITCZ, maka di wilayah Indonesia disekitar Equator dan Selatan umumnya
banyak tumbuh awan yang potensial menerbitkan awan dibeberapa wilayah.
Disamping tinjauan fisis dinamis seperti tersebut diatas pada tahun 2015 telah muncul fenomena
global El~Nino dengan katagori yang sangat kuat dimana keadaan ini serupa dengan kejadian
El~Nino tahun 1997 dan 1982. Berdasarkan catatan pada saat terjadi tahun El~Nino dalam
katagori kuat biasanya tahun berikutnya disertai tahun La~Nina seperti yang terjadi tahun 1998
dan 1983, dan apakah tahun 2016 nantinya akan terjadi tahun La~Nina atau terjadi kemarau
basah maka hal tersebut akan menjadi pertimbangan dalam membuat prakiraaan bulan Maret
yang akan datang khususnya pada tangal 9 Maret 2016.
Puslitbang BMKG yang anggotanya terdiri peneliti dan perekayasa juga berupaya untuk
membuat prakiraan dengan model analogi dan statistik (moving average) dengan
mempertimbangkan dinamika atmosfer akhir-akhir ini. Hasil prakiraan cuaca khusus di beberapa
tempat tersebut hasilnya hanya digunakan di lingkungan BMKG saja, tidak untuk pelayanan
masyarakat karena informasi cuaca untuk pelayanan masyarakat kewenangan berada di Deputi
Meteorologi yang diterbitkan oleh stasiun dan kantor pusat BMKG. Akan tetapi hasil kajian ini
dapat juga digunakan sebagai bahan masukan atau pertimbangan.
Mengingat luas wilayah dan letak geografi Indonesia yang istimewa yaitu dikenal sebagai
Negara maritim kontinen dimana 1/6 wilayahnya berupa daratan, 2/6 berupa lautan, dan 3/6
wilayah udara yang membangkitkan proses fisis pembentukan awan, berada di sekitar
katulistiwa sebagian wilayah berada di BBU dan sebagian lagi berada di BBS, berada diantara
dua benua (Asia-Australia) dan dua Samudera (Pasifik-Hindia), memiliki banyak gunung yang
sudah mati maupun yang masih aktif, memiliki hutan yang cukup luas, mendominasi wilayah
ITCZ sekitar 38 %, sebagai wilayah pertemuan tiga sirkulasi udara yaitu Hadley (utara-selatan),
Walker (timur-barat), dan lokal. Dengan keadaan tersebut Indonesia ditengarai memiliki banyak
hujan sepanjang tahun, namun secara garis besar mempunyai tiga tipe iklim yaitu equatorial yang
ditengarai memiliki pola dua puncak (April dan Oktober), monsun, dan tipe lokal. Sedangkan
4
untuk mengetahui keadaan cuaca berdasarkan tinjauan temporal antar propinsi/kota yang satu
dengan yang lainnya sangat beragam dan membutuhkan analisa tersendiri.
Dengan menggunakan data satelit MTSAT pukul 00.00 UTC dan data synop ME.45 tanggal 9
Maret tahun 2009-2015 hasil prakiraaan cuaca tanggal 9 Maret 2016 khususnya antara pukul
00.00-03.00 UTC diperlihatkan seperti gambar 1 berikut ini.
2009
2010
5
2011
2012
2013
2014
6
2015
?
2016
Berdasarkan data time series satelit MTSAT kanal IR3 (water vapour) tanggal 9 Maret pukul
00.00 UTC tahun 2009-2015, menunjukkan bahwa wilayah Indonesia disekitar Equator bagian
selatan relatif banyak pertumbuhan awan, sedang di daerah Sulawesi bagian Utara pertumbuhan
awan relatif sedikit. Keadaan tersebut berkaitan erat pembentukan pola angin belokan (wind
shear) dan adanya pertemuan angin dari BBS dan BBU yang membentuk daerah ITCZ disekitar
equator, serta keberadaan udara panas (warna merah) yang membentang di sekitar laut pasifik
barat, Philipina dan sampai di semenanjung benua Asia (Vietnam, Kamboja, China, dan
Thailand) yang lebih dominan membangkitkan cuaca cerah di wilayah Indonesia Tengah bagian
utara (Sulawesi Utara, Maluku Utara). Hasil tersebut tidak akan jauh berbeda untuk prakiraan
tanggal 9 Maret 2016.
Sedang berdasarkan data synop tanggal 9 Maret 2009-2015 dengan menggunakan model moving
average diprakirakan bahwa keadaan cuaca tanggal 9 Maret 2016 di sekitar Ternate cerah,
sedang di Balikpapan cerah berawan, Palu berawan dan wilayah Pangkalan Bun cuaca
diprakirakan juga berawan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat seperti gambar 2 berikut ini:
7
21
23
25
27
29
31
33
35
22 2 6 10141822 0 4 8 12162022 2 6 10141822 0 4 8 12162022 2 6 10141822 0 4 8 12162022 2 6 10141822 0 4 8 121620
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Prak.2016
Su
hu
(o
C)
JamTgl
Bln…
Distribusi Spatial-temporal Suhu Udara Tanggal 8-9 Maret 2009-2015 Pukul 22.00 - 23 UTC dan
Prakiraaan tanggal 9 Maret 2016 Stasiun Ternate, Balikpapan, Palu dan Pangkalan Bun
Ternate PK.bun BLPP Palu
8
Oleh karena Indonesia memiliki wilayah yang cukup luas (6o LU - 11o LS dan 95o -141o BT),
menyebabkan Indonesia memiliki 3 zona waktu standar yaitu waktu Indonesia barat (WIB),
tengah (WITA), dan timur (WIT). Khusus untuk pengamatan gerhana matahari atau pengamatan
radiasi matahari digunakan waktu matahari. Dimana semakin ke arah timur pengamatan
fenomena gerhana matahari semakin jelas karena hari relatif lebih terang bila dibandingkan
dengan wilayah Indonesia bagian barat.
9
Lampiran
DEFINITIONS OF METEOROLOGICAL FORECASTING RANGES
1. Nowcasting A description of current weather parameters and 0
-2 hours description of forecasted weather
parameters
2. Very short-range weather forecasting Up to 12 hours description of weather parameters
3. Short-range weather forecasting Beyond 12 hours and up to 72 hours description of
weather parameters
4. Medium-range weather forecasting Beyond 72 hours and up to 240 hours description
of weather parameters
5. Extended-range weather forecasting Beyond 10 days and up to 30 days description of
weather parameters, usually averaged and
expressed as a departure from climate values for
that period.
6. Long-range forecasting From 30 days up to two years
6.1 Monthly outlook Description of averaged weather parameters
expressed as a departure (deviation, variation,
anomaly) from climate values for that month (not
necessarily the coming month).
6.2 Three month or 90 day outlook Description of averaged weather parameters
expressed as a departure from climate values for
that 90 day period (not necessarily the coming 90
day period).
6.3 Seasonal outlook Description of averaged weather parameters
expressed as a departure from climate values for
that season.
7. Climate forecasting Beyond two years
7.1 Climate variability prediction Description of the expected climate parameters
associated with the variation of inter-annual,
decadal and multi-decadal climate anomalies.
7.2 Climate prediction Description of expected future climate including
the effects of both natural and human influences.
10
Daftar Pustaka
1. 9 Maret, Fenomena Gerhana Matahri Total di wilayah Indonesia.
http://gmt.bmkg.go.id/prakiraan-curah-hujan-dasarian-i-maret-2016-pada-saat-terjadi-
gmt-9-maret-2016/ diakses tanggal 29 februari 2016
2. WMO. DEFINITIONS OF METEOROLOGICAL FORECASTING RANGES.
http://www.wmo.int/pages/prog/www/DPS/GDPS-Supplement5-AppI-4.html diakses
tanggal 29 februari 2016
3. BMKG Prediksi Cuaca di Kota Gerhana 2016 Cenderung Bersahabat.
https://news.detik.com/berita/3139876/bmkg-prediksi-cuaca-di-kota-gerhana-2016-
cenderung-bersahabat diakses tanggal 29 februari 2016