prakarsa pemerintah daerah dalam upaya … · 2018. 3. 20. · pemerataan pembangunan menjadi suatu...
TRANSCRIPT
PRAKARSA PEMERINTAH DAERAH DALAM UPAYA
PENGURANGAN KESENJANGAN WILAYAH
DAN PEMBANGUNAN DAERAH
KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
STAF AHLI MENTERI PPN BIDANG PEMERATAAN DAN KEWILAYAHAN
Jl. Taman Surapati No. 2 Jakarta 20310
ii
iii
PENGARAH :
Taufik Hanafi
PENANGGUNG JAWAB :
Taufik Hanafi
TIM PENYUSUN :
Taufik Hanafi (Kontributor/editor)
Retno Dwi Surjaningsih (Kontributor)
Ira Irawati (Kontributor)
Uly Faoziyah (Kontributor)
Tri Rahayu Wulansari (Kontributor)
Fajar Sumirat (Kontributor/editor)
ISBN : 978-602-61004-1-2
INFORMASI LEBIH LANJUT :
Staf Ahli Bidang Pemerataan dan Kewilayahan
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional
Fax : (021) 31927475
Telp : (021) 31927475
iv
v
ABSTRAK
Kesenjangan antarwilayah dan antarkelompok sosial-ekonomi di Indonesia masih
merupakan salah satu tantangan penting dalam pembangunan nasional. Saat ini,
kesenjangan antar wilayah di Indonesia dipandang relatif masih cukup tinggi, khususnya
kesenjangan pembangunan antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur
Indonesia (KTI). Oleh karena itu, upaya untuk melakukan percepatan pemerataan
pembangunan, termasuk mengurangi ketimpangan pembangunan antarkelompok sosial-
ekonomi dan antarwilayah menjadi salah satu agenda pembangunan nasional. Prakarsa
pemerintah daerah dalam mengurangi kesenjangan di masing-masing daerahnya menjadi
sangat penting.
Ada beberapa masalah penting yang berkaitan dengan program inovasi pemerintah daerah
terkait pengurangan kesenjangan wilayah. Pertama, adanya ketidakjelasan penetapan
tupoksi stakeholder yang terlibat dan lemahnya penyiapan kelembagaan masyarakat
penerima manfaat. Kedua, panjangnya rentang kendali sehingga menyebabkan tahapan-
tahapan program tidak berjalan dengan baik. Selain itu, masih lemahnya pemberdayaan
masyarakat, pendampingan dan adanya perubahan kebijakan pemerintah daerah karena
adanya pergantian pimpinan kepala daerah ikut berpengaruh terhadap keberlanjutan
program inovasi di daerah.
Oleh karena itu program inovasi yang diinisiasi oleh pemerintah dengan hirarki lebih tinggi
perlu membagi peran dan kewenangan dengan pemerintah di bawahnya. Pembagian peran
dan kewenangan ini perlu diatur secara jelas melalui regulasi yang berlaku, sehingga
terdapat kepastian hukum pagi masing-masing pihak untuk melaksanakan program inovasi.
Pemberian kewenangan dan peran pada pemerintah yang lebih rendah perlu diimbangi
dengan kebijakan insentif untuk mendorong kinerja pemerintah di bawahnya dalam
pencapaian tujuan yang diharapkan.
Untuk memastikan efektifitas kelembagaan di tingkat penerima manfaat tersebut, pihak
pemerintah dan pemerintah daerah sebagai inisiator program perlu menyiapkan kebijakan
berupa penetapan mekanisme dan prasyarat bagi pembentukan kelembagaan penerima
manfaat. Kelembagaan yang kuat di tingkat masyarakat dapat meningkatkan efektifitas
pendistribusian berbagai program tersebut agar saling komplementer dan tidak saling
tumpang tindih. Selain itu, kelembagaan yang baik di tingkat masyarakat juga dapat
menjadmin kemandirian dan keberlanjuta program di masa datang.
Pada akhirnya, dalam hampir semua program inovasi, kebutuhan tenaga pendamping
(fasilitator) memegang peranan yang signfikan dalam menjamin efektifitas pencapaian
tujuan. Adapun fungsi utama pendamping adalah memfasilitasi proses belajar atau refleksi
dan menjadi mediator untuk penguatan kemitraan masyarakat dengan pihak lain. Oleh
karenanya, untuk menjamin keberlanjutan proses pendampingan, sudah saatnya
dipertimbangkan pengembangan pendamping yang memiliki kemampuan dan pemahaman
vi
yang lebih baik terhadap persoalan yang dihadapi masyarakat sebagai sasaran program
inovasi di daerah.
vii
KATA PENGANTAR
Kesenjangan antarwilayah di Indonesia disadari masih merupakan tantangan utama dalam
pembangunan nasional. Pada dasarnya kesenjangan pembangunan antarwilayah
merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu wilayah. Akibat dari
perbedaan ini, kemampuan suatu daerah dalam mendorong proses pembangunan juga
menjadi berbeda-beda. Terjadinya ketimpangan antarwilayah ini berimplikasi terhadap
kesenjangan tingkat kesejahteraan masyarakat antarwilayah, yang dapat mengganggu
stabilitas keamanan wilayah akibat kecemburuan masyarakat terutama yang berasal dari
daerah dengan tingkat kesejahteraan yang lebih rendah.
Sejalan dengan era otonomi daerah dan desentralisasi, upaya pengurangan kesenjangan
wilayah yang dilakukan oleh pemerintah daerah memiliki peran yang sangat penting.
Pemahaman terhadap karakteristik persoalan yang dihadapi serta rentang kendali yang
lebih pendek menjadi potensi bagi pengelolaan prakarsa pengurangan kesenjangan wilayah
yang lebih efektif dan lebih mudah dipantau. Dengan adanya kewenangan tersebut, maka
berbagai prakarsa dan inovasi pemerintah daerah dan masyarakat untuk menggali potensi
daerah akan lebih dapat digerakan. Bila hal ini dapat dilakukan, maka proses
pembangunan daerah secara keseluruhan akan dapat lebih ditingkatkan dan secara
bersamaan ketimpangan pembangunan antarwilayah dapat pula dikurangi.
Beberapa hal penting yang mengemuka dalam program inovasi daerah adalah pentingnya
pembagian peran antara pemerintah daerah dengan lembaga non-pemerintah serta pihak
terkait (stakeholder) lain yang memiliki peran dalam upaya pengurangan kesenjangan
wilayah. Distribusi peran yang baik akan berpengaruh terhadap efektifitas pelaksanaan
inovasi program pengurangan kesenjangan wilayah sekaligus mengurangi beban
pemerintah daerah.
Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaikan laporan ini, baik Kementerian/Lembaga, pemerintah
provinsi dan pemerintah kabupaten/kota yang telah berpartisipasi aktif dan memberikan
kontribusi penting dalam penyusunan laporan ini.
Jakarta, Desember 2017
Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional
Bidang Pemerataan dan Kewilayahan
Taufik Hanafi
viii
ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK V
KATA PENGANTAR VII
DAFTAR ISI IX
DAFTAR TABEL XI
DAFTAR GAMBAR XIII
BAB 1 PENDAHULUAN 15
1.1 KESENJANGAN WILAYAH DI INDONESIA 16 1.2 KEBIJAKAN NASIONAL PENGURANGAN KESENJANGAN WILAYAH 20 1.3 OTONOMI DAERAH DAN DESENTRALISASI 24 1.4 INOVASI 26 1.5 RUMUSAN PERMASALAHAN 28 1.6 TUJUAN DAN SASARAN KEGIATAN 29 1.7 SISTEMATIKA PEMBAHASAN 29
BAB 2 METODOLOGI 31
2.1 PENDEKATAN DAN KERANGKA BERPIKIR 32 2.2 RUANG LINGKUP 34 2.3 METODA PENGUMPULAN DATA 35
2.3.1 DATA SEKUNDER 35 2.3.2 DATA PRIMER 36
2.4 METODA ANALISIS 39 2.4.1 METODA PERHITUNGAN KESENJANGAN 39 2.4.2 METODA ANALISIS PRAKARSA INOVASI DAERAH 41
BAB 3 PRAKTEK INOVASI DAERAH UNTUK MENGURANGI KESENJANGAN WILAYAH 43
3.1 KEBIJAKAN DAN PROGRAM NASIONAL PENGURANGAN KESENJANGAN
WILAYAH 44 3.2 PRAKTEK INOVASI DI DAERAH 47 3.3 PENDEKATAN INOVASI 55 3.4 TAHAPAN INOVASI 62
3.4.1 TAHAPAN INOVASI BIDANG EKONOMI 63 3.4.2 TAHAPAN INOVASI BIDANG PENDIDIKAN 67
x
3.4.3 TAHAPAN INOVASI BIDANG KESEHATAN 69 3.5 RENTANG KENDALI 70 3.6 KELEMBAGAAN 74
3.6.1 KELEMBAGAAN INISIATOR 74 3.6.2 KELEMBAGAAN MASYARAKAT PENERIMA MANFAAT 75 3.6.3 PERAN STAKEHOLDER 76
3.7 KEBERLANJUTAN 80
BAB 4 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 83
4.1 KESIMPULAN 84 4.2 REKOMENDASI 90
DAFTAR PUSTAKA 97
LAMPIRAN PROFIL KESENJANGAN WILAYAH 99
xi
DAFTAR TABEL
TABEL 1.1 SASARAN POKOK PEMBANGUNAN NASIONAL RPJMN 2015 – 2019 TERKAIT
KESENJANGAN WILAYAH 22
TABEL 1.2 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATETGI PEMBANGUNAN LINTAS BIDANG RPJMN
2015-2019 TERKAIT KESENJANGAN WILAYAH 24
TABEL 3.1 KEBIJAKAN DAN PROGRAM NASIONAL PENGURANGAN KESENJANGAN
WILAYAH 45
TABEL 3.2 BEBERAPA INOVASI PEMERINTAH DAERAH TERKAIT PENGURANGAN
KESENJANGAN WILAYAH BIDANG EKONOMI 49
TABEL 3.3 BEBERAPA INOVASI PEMERINTAH DAERAH TERKAIT PENGURANGAN
KESENJANGAN WILAYAH BIDANG PENDIDIKAN 50
TABEL 3.4 BEBERAPA INOVASI PEMERINTAH DAERAH TERKAIT PENGURANGAN
KESENJANGAN WILAYAH BIDANG KESEHATAN 50
TABEL 3.5 BEBERAPA INOVASI PEMERINTAH DAERAH TERKAIT PENGURANGAN
KESENJANGAN WILAYAH BIDANG INFRASTRUKTUR 51
xii
Halaman ini sengaja dikosongkan
xiii
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 1.1 PERAN PULAU DALAM PEMBENTUKAN PDB NASIONAL (2010 DAN 2016)... 17
GAMBAR 1.2 PERKEMBANGAN DAN TARGET GINI RASIO ..................................................... 18
GAMBAR 1.3 SHARE KONSUMSI PER KAPITA MENURUT KELAS EKONOMI (%) TAHUN
2016-2017 ........................................................................................................ 18
GAMBAR 1.4 TIGA PILAR PERCEPATAN PEMBANGUNAN ...................................................... 21
GAMBAR 1.5 STRATEGI PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM RPJM 2015-2019 ................. 22
GAMBAR 1.6 KARAKTERISTIK INOVASI .................................................................................. 27
GAMBAR 2.1 KERANGKA PEMIKIRAN KAJIAN PRAKARSA PEMERINTAH DAERAH DALAM
UPAYA PENGURANGAN KESENJANGAN ANTARWILAYAH ................................ 34
GAMBAR 3.1 KEBIJAKAN NASIONAL TERKAIT PEMERATAAN PEMBANGUNAN DAN
PENGURANGAN KESENJANGAN ANTARWILAYAH ............................................ 44
GAMBAR 3.2 SEBARAN INOVASI TERKAIT PENGURANGAN KESENJANGAN WILAYAH
BERDASARKAN SEKTOR DAN WILAYAH ........................................................... 52
GAMBAR 3.3 TAHAPAN INOVASI BIDANG EKONOMI .............................................................. 65
GAMBAR 3.4 TAHAPAN INOVASI BIDANG PENDIDIKAN ......................................................... 68
GAMBAR 3.5 TAHAPAN INOVASI BIDANG KESEHATAN .......................................................... 70
GAMBAR 3.6 EFEKTIFITAS RENTANG KENDALI PENGURANGAN KESENJANGAN WILAYAH 72
GAMBAR 3.7 EFEKTIFITAS PROGRAM DAN RENTANG KENDALI BERDASARKAN KARAKTER
DAERAH ............................................................................................................. 72
GAMBAR 3.8 ANALISIS PERAN STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN INOVASI
PENGURANGAN KESENJANGAN ANTARWILAYAH ............................................ 79
GAMBAR 4.1 TAHAPAN REPLIKASI PROGRAM PENGURANGAN KESENJANGAN WILAYAH .. 95
14
bagian ini dikosongkan
Bab 1
PENDAHULUAN
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah
16
1.1 Kesenjangan Wilayah di Indonesia
Salah satu tantangan pembangunan nasional yang masih mengemuka adalah masih
tingginya kesenjangan (disparitas) pembangunan, yang antara lain berupa kesenjangan
sosial-ekonomi dan kesenjangan antarwilayah. Berbagai definisi dan pengertian telah
dikemukakan oleh sejumlah lembaga maupun peneliti global. Berdasarkan definisi OECD
(2003), kesenjangan wilayah (regional disparities) menggambarkan perbedaan intensitas
yang dimanifestasikan melalui fenomena ekonomi yang diamati pada sejumlah wilayah
dalam satu negara. ILO (2002) menyebutkan bahwa kesenjangan wilayah adalah perbedaan
performa ekonomi dan kesejahteraan antarwilayah. Peneliti lain (Gajdos, 2006)
menyebutkan bahwa kesenjangan wilayah adalah perbedaan atau ketidaksamaan
karakteristik, fenomena atau kondisi lokasi dan terjadi minimal di antara dua entitas dari
struktur wilayah. Ketimpangan harus dinilai dari berbagai aspek seperti sosial, kondisi lokasi,
politik dan administrasi, kelembagaan, lingkungan, infrastruktur umum, dan lain-lain.
Kesenjangan wilayah di Indonesia dipandang relatif masih cukup tinggi, khususnya
kesenjangan pembangunan antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur
Indonesia (KTI). Selama 30 tahun (1986-2016) kontribusi Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) KBI sangat dominan dan tidak pernah kurang dari 80 persen terhadap PDB.
Kesenjangan antarwilayah juga dapat dilihat dari masih terdapatnya 122 kabupaten yang
merupakan daerah tertinggal. Di samping itu juga terdapat kesenjangan antara wilayah desa
dan kota. Kesenjangan pembangunan antara desa-kota maupun antara kota-kota perlu
ditangani secara serius untuk mencegah terjadinya urbanisasi, yang pada gilirannya akan
memberikan beban dan masalah sosial di wilayah perkotaan.
Dilihat dari peran masing-masing pulau dalam pembentukan PDB Nasional, peranan Pulau
Jawa dan Sumatera dalam pembentukan PDB Nasional masih mendominasi (lebih kurang
80%). Meskipun tidak terlampau signifikan, kontribusi wilayah Timur terhadap PDB Nasional
mulai mengalami peningkatan (Gambar 1.1). Untuk mengurangi kesenjangan wilayah, RPJM
Nasional 2014 – 2019 menargetkan kontribusi PDB luar Jawa terhadap pembentukan PDB
Nasional sebesar 45 – 47% pada tahun 2019, meningkat dibanding tahun dasar 2014
sebesar 41%. Salah satu kebijakan yang dikembangkan untuk mencapai sasaran tersebut
adalah mengembangkan dan memeratakan pembangunan daerah melalui peningkatan
kinerja pusat-pusat pertumbuhan wilayah di Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku
dan Papua; menjamin pemenuhan pelayanan dasar di seluruh wilayah; mempercepat
pembangunan daerah tertinggal dan kawasan perbatasan; serta mengoptimalkan
pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah.
Isu kesenjangan wilayah ini juga terkait dengan isu pemerataan pembangunan, dimana isu
pemerataan pembangunan menjadi suatu keniscayaan bila kita cermati komparasinya
dengan perkembangan kawasan regional, melalui peringkat indeks pembangunan inklusif
atau Inclusive Development Index (IDI), yang dirilis World Economic Forum (WEF) tahun
2017. Secara umum, WEF melihat negara-negara berkembang menunjukkan peningkatan
pembangunan dan pemerataan kesejahteraan masyarakatnya. Dari 79 negara berkembang,
Indonesia menempati peringkat ke-22 indeks pemerataan pembangunan, di bawah Thailand
dan Malaysia, yang masing-masing menempati posisi 12 dan 16.
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah 17
Gambar 1.1
PERAN PULAU DALAM PEMBENTUKAN PDB NASIONAL (2010 DAN 2016) Sumber: BPS, 2016
Secara umum, perkembangan tingkat kesenjangan antarwilayah di Indonesia dapat dilihat
dari nilai Gini Rasio. Gini Rasio (atau koefisien) adalah alat untuk mengukur derajat
ketidakmerataan distribusi pendapatan penduduk. Ini didasarkan pada kurva Lorenz, yaitu
sebuah kurva pengeluaran kumulatif yang membandingkan distribusi dari suatu variabel
tertentu (misalnya pendapatan) dengan distribusi uniform (seragam) yang mewakili
persentase kumulatif penduduk. Semakin besar rasio semakin tinggi pula kesenjangan
pendapatan antara kelompok masyarakat satu dan yang lainnya
Berdasarkan perkembangan Gini Rasio nasional, sejak 2015 terjadi penurunan Gini Rasio
meskipun belum mencapai target yang ditetapkan. Pada tahun 2014 Gini Rasio Indonesia
tercatat sebesar 0,408, dimana pada tahun 2015 dan 2016 mengalami penurunan masing-
masing menjadi 0,397 dan 0,393 (Gambar 1.2).
Laporan Bank Dunia tahun 2015 juga menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi
Indonesia selama dekade terakhir lebih banyak memberikan manfaat yang begitu besar bagi
kelompok 20 persen penduduk terkaya di Indonesia (World Bank, 2015). Kondisi ini
mendorong tingkat kesenjangan kehidupan ekonomi penduduk Indonesia saat ini mencapai
tingkat yang relatif tinggi. Bahkan, kesenjangan ekonomi Indonesia ini tumbuh lebih cepat
dibandingkan dengan ketimpangan yang terjadi di negara-negara tetangga Asia Timur.
Laporan Bank Dunia tersebut juga menyebutkan bahwa Gini Rasio di Indonesia berkaitan erat
dengan pergerakan harga komoditas, dimana kenaikan dan penurunan harga komoditas
tersebut berpengaruh terutama pada 20% penduduk terkaya di Indonesia. Penurunan harga
komoditas melemahkan pendapatan dan daya beli kelompok berpenghasilan tinggi ini.
Berdasarkan data Susenas 2016-2017 yang diolah oleh Bappenas (2017), Gini Rasio pada
bulan Maret 2017 mencatat angka sebesar 0,393 atau turun sebesar 1,5 Gini poin dibanding
tahun 2015. Penurunan Gini Rasio tersebut terjadi karena adanya pengurangan proporsi per
kapita pada desil paling atas, sementara kelompok menengah dan terbawah mulai
mengalami kenaikan (Gambar 1.3).
Sumatera(
Jawa(
Kalimantan(
Sulawesi(
Bali(dan(Nusa(Tenggara(
Maluku(dan(Papua(
Sumatera(
Jawa(
Kalimantan(
Sulawesi(
Bali(dan(Nusa(Tenggara(
Maluku(dan(Papua(
P. JAWA 56,27%
P. JAWA 58,51%
P. SUMATERA 22,38%
P. SUMATERA 22,03%
P. KALIMANTAN 9,40%
P. KALIMANTAN 7,83%
P. SULAWESI 5,19%
P. SULAWESI 6,04%
P. BALI & NUSA TENGGARA
3,03%
P. BALI & NUSA TENGGARA
3,12% P. MALUKU &
PAPUA 2,70%
P. MALUKU & PAPUA 2,46%
2010 2016
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah
18
Gambar 1.2
PERKEMBANGAN DAN TARGET GINI RASIO
Sumber: Bappenas, 2017
Gambar 1.3
SHARE KONSUMSI PER KAPITA MENURUT KELAS EKONOMI (%) TAHUN 2016-2017
Sumber: Pengolahan data Susenas maret 2016-2017, Bappenas, 2017
Gambaran di atas menunjukkan bahwa ketimpangan dan kesenjangan antarwilayah di
Indonesia relatif masih cukup tinggi. Percepatan pemerataan dan keadilan serta kesenjangan
antarwilayah masih menjadi salah satu tantangan utama pembangunan Indonesia,
sebagaimana juga termaktub dalam RPJM Nasional 2014 – 2019.
0.368
0.378
0.410
0.410
0.413 0.406 0.408
0.397
0.393 0.400
0.390
0.380 0.380
0.340
0.350
0.360
0.370
0.380
0.390
0.400
0.410
0.420
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Gin
i R
asi
o
Tahun Realisasi Target
17.02
36.09
46.89
17.12
36.47
46.41
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
40% Kelompok Terbawah
40% Kelompok Menengah
20% Kelompok Teratas
%
2016
2017
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah 19
Pada dasarnya kesenjangan pembangunan antarwilayah merupakan aspek yang umum
terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu wilayah. Ketimpangan disebabkan oleh adanya
perbedaan potensi sumber daya alam dan perbedaan kondisi geografi yang terdapat pada
masing-masing wilayah. Akibat dari perbedaan ini, kemampuan suatu daerah dalam
mendorong proses pembangunan juga menjadi berbeda-beda. Selain itu juga dapat terjadi
akibat adanya perbedaan kondisi demografis, kurang lancarnya arus mobilitas barang dan
jasa, konsentrasi ekonomi kegiatan wilayah, serta alokasi dana pembangunan antar wilayah.
Terjadinya ketimpangan antarwilayah ini berimplikasi terhadap tingkat kesejahteraan
masyarakat antarwilayah, yang dapat mengganggu stabilitas keamanan negara akibat
kecemburuan masyarakat terutama yang berasal dari daerah dengan tingkat kesejahteraan
lebih rendah.
Syafrizal (1996) mengemukakan bahwa kesenjangan antarwilayah dapat diakibatkan oleh
berbagai faktor, di antaranya adalah: (a) perbedaan kandungan sumberdaya alam; (b)
perbedaan kondisi geografis; (c) kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa; (d) konsentrasi
kegiatan ekonomi wilayah; serta (e) alokasi dana pembanagunan antar-wilayah.
Meskipun kesenjangan antarwilayah hampir tidak mungkin dihilangkan sama sekali, namun
upaya untuk mengurangi tingkat kesenjangan antarwilayah perlu dilakukan. Hal ini untuk
menghindari berbagai dampak negatif yang dapat ditimbulkan akibat tingginya kesenjangan
antarwilayah. Tingginya kesenjangan antarwilayah dapat mengancam kestabilan kondisi
sosial-ekonomi diantaranya:
Tingginya kesenjangan antarwilayah memiliki potensi dampak negatif terutama
terhadap kohesi sosial politik. Meskipun pertumbuhan ekonomi berlangsung cukup
tinggi, namun akan muncul persepsi publik bahwa kesejahteraan belum dapat
dinikmati oleh semua orang, sehingga keadilan dan pemerataan belum terjadi;
Kesenjangan yang meningkat akan mengurangi pertumbuhan ekonomi melalui
beberapa hal, diantaranya: perubahan pola permintaan, perubahan ukuran pasar
domestik, berkurangnya kegiatan kewirausahaan, keterkaitan ekonomi politik dan
instabilitas bagi perlambatan pertumbuhan ekonomi, dan lain sebagainya;
Ketidakmampuan kelompok miskin kronis keluar dari kemiskinan akan
memperlebar kesenjangan dan melemahkan pertumbuhan ekonomi. Dalam hal ini
masih cukup besar jumlah masyarakat miskin dan rentan yang tidak terlindungi
atau mendapatkan manfaat bantuan dan jaminan sosial.
Oleh karena itu, upaya untuk melakukan percepatan pemerataan pembangunan, termasuk
mengurangi ketimpangan pembangunan dan hasil-hasil pembangunan antarkelompok sosial-
ekonomi dan antarwilayah menjadi salah satu agenda pembangunan nasional. Sasaran
pembangunan untuk meningkatkan pemerataan pembangunan ini mempunyai peran penting
dalam mendukung terwujudnya agenda prioritas (Nawa Cita) Pemerintahan Presiden Joko
Widodo dan Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla, khususnya dalam pasal 3 Nawacita,
yaitu “membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah–daerah dan desa
dalam kerangka negara kesatuan”. Komitmen nasional ini tertuang dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 – 2019 dalam dimensi
pembangunan “Pemerataan dan Kewilayahan”.
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah
20
1.2 Kebijakan Nasional Pengurangan Kesenjangan Wilayah
Kebijakan Nasional Pengurangan Kesenjangan Wilayah di Indonesia bertolak dari Nawacita
sebagai visi dan misi Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Nawacita
kemudian diintegrasikan ke dalam RPJMN 2015 – 2019 sebagai dokumen perencanaan
pembangunan nasional.
Nawa (sembilan) Cita (harapan, agenda, keinginan) pemerintahan, merupakan konsep besar
untuk memajukan Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian; dengan tiga ciri
utama, yaitu: NEGARA HADIR, MEMBANGUN DARI PINGGIRAN, DAN REVOLUSI MENTAL. 9
(sembilan) agenda untuk mewujudkan visi tersebut adalah sebagai berikut:
dimana kebijakan 5, 6, dan 7 mengarah pada upaya untuk peningkatan pemerataan dan
keadilan.
Kesembilan agenda tersebut, selanjutnya diperkuat dengan tiga kebijakan fundamental, yang
kesemuanya terkait langsung dengan pengurangan kesenjangan wilayah, yaitu:
Terdapat tiga pilar yang menjadi fokus percepatan pembangunan, dengan dua pilar pertama
dan kedua yang terkait khusus dengan pengurangan kesenjangan wilayah. Berikut ketiga
pilar tersebut beserta tujuannya:
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah 21
Gambar 1.4
TIGA PILAR PERCEPATAN PEMBANGUNAN
RPJM 2015-2019 menetapkan visi pembangunan nasional:
“TERWUJUDNYA INDONESIA YANG BERDAULAT, MANDIRI, DAN BERKEPRIBADIAN
BERLANDASKAN GOTONG-ROYONG”
Dari 7 (tujuh) Misi Pembangunan Nasional yang ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi
pembangunan nasional tersebut, terdapat misi yang terkait langsung dengan pengurangan
kesenjangan yaitu: Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan, dan demokratis
berlandaskan negara hukum.
Adapun secara umum strategi pembangunan nasional yang dilakukan dalam kurun waktu
tahun 2015-2019 terdiri dari tiga dimensi sebagaimana tertera pada Gambar 1.5. Dimensi
pembangunan pemerataan dan kewilayahan ditujukan untuk antarkelompok pendapatan dan
antarwilayah (desa, luar Jawa, dan kawasan timur).
MENGURANGI KETIMPANGAN EKONOMI ANTAR JAWA DAN LUAR JAWA,
KHUSUSNYA INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI DARAT, LAUT DAN UDARA
• KUALITAS MANUSIA INDONESIA MENINGKAT
• AKSES DAN INFRASTRUKTUR PENDIDIKAN MENINGKAT
• MENINGKATKAN GURU GARIS DEPAN KE KAWASAN 3T (TERLUAR,
TERDEPAN, TERTINGGAL)
• PENGUATAN KEBUDAYAAN DALAM PENDIDIKAN
• MENINGKATKAN KAPABILITAS MASYARAKT LEWAT PENDIDIKAN
• MEWUJUDKAN KELUARGA INDONESIA SEHAT
• MENURUNKAN KEMATIAN IBU, BAYI DAN BALITA
• PROGRAM NUSANTARA SEHAT
• MEWUJUDKAN INDONESIA SEHAT
· DEREGULASI UNTUK MENINGKATKAN DAYA SAING DAN
PERTUMBUHAN EKONOMI
· PERIZINAN USAHA MAKIN SEDERHANA DAN CEPAT
· PERATURAN DAERAH YANG MENGHAMBAT PERDAGANGAN DAN
USAHA DIPANGKAS
DEREGULASI DAN
DEBIROKRASI
PERCEPATAN
INFRASTRUKTUR
PERCEPATAN PEMBANGUNAN
MANUSIA
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah
22
Gambar 1.5
STRATEGI PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM RPJM 2015-2019
Adapun sasaran pokok pembangunan nasional pada kesenjangan wilayah ialah sebagai
berikut.
Tabel 1.1
SASARAN POKOK PEMBANGUNAN NASIONAL RPJMN 2015 – 2019
TERKAIT KESENJANGAN WILAYAH
NO PEMBANGUNAN BASELINE 2014 SASARAN 2019
1. SASARAN MAKRO
Pembangunan Manusia dan Masyarakat
a. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 73,8 76,3
b. Indeks Pembangunan Masyarakat*) 0,55 Meningkat
c. Indeks Gini 0,41 0,36
d. Meningkatnya persentase penduduk yang menjadi peserta
jaminan kesehatan melalui SJSN Bidang Kesehatan
51,8%
(Oktober 2014)
Min. 95%
e. Kepesertaan Program SJSN Ketenagakerjaan
Pekerja formal
Pekerja informal
29,5 Juta
1,3 Juta
62,4 Juta
3,5 Juta
manusia
kemakmuran
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah 23
NO PEMBANGUNAN BASELINE 2014 SASARAN 2019
Ekonomi maktro
a. Pertumbuhan ekonomi 5,1%
(perkiraan)
8,0%
b. PDB per Kapita (Rp ribu) Tahun Dasar 2010
PDB per Kapita (Rp ribu) Tahun Dasar 2000
43.403
41.163
72.217
c. Inflasi 8,4% 3,5%
d. Rasio Pajak Tahun Dasar 2010 ***) 11.5% 16,0%
e. Tingkat Kemiskinan 10,96% **) 7,0-8,0%
f. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 5,94% 4,0-5,0%
2. SASARAN PEMBANGUNAN MANUSIA DAN MASYARAKAT
Pendidikan
a. Rata-rata lama sekolah penduduk usia diatas 15 tahun 8,1 (tahun)
(2013)
8,8 (tahun)
b. Rata-rata angka melek aksara penduduk usia di atas 15
tahun
94,1% (2013) 96,1%
3. SASARAN PEMBANGUNAN DIMENSI PEMERATAAN
Menurunkan kesenjangan antar kelompok ekonomi
1. Tingkat kemiskinan (%) 10,96% 7,0 - 8,0%
2. Tingkat Pengangguran Terbuka 5,94% 4,0%-5,0%
5. SASARAN PEMBANGUNAN KEWILAYAHAN DAN ANTARWILAYAH
Pemerataan Pembangunan Antar Wilayah
1. Peran Wilayah dalam Pembentukan PDB Nasional
a. Sumatera 23,8 *) 24,6
b. Jawa 58,0 *) 55,1
c. Bali – Nusa Tenggara 2,5 *) 2,6
d. Kalimantan 8,7 *) 9,6
e. Sulawesi 4,8 *) 5,2
f. Maluku - Papua 2,2 *) 2,9
2 Pembangunan Perdesaan
a. Penurunan desa tertinggal -- d.d. 5.000 desa
tertinggal
b. Peningkatan desa -- Paling sedikit 2.000
desa mandiri
3. Pengembangan Kawasan Perbatasan
a. Pengembangan Pusat Ekonomi Perbatasan (Pusat
Kegiatan Strategis Nasional/PKSN)
3 (111 lokasi
prioritas)
10 (187 lokasi
priorias)
b. Peningkatan keamanan dan kesejahteraan
masyarakat perbatasan
12 pulau-pulau
kecil terluar
berpenduduk
92 pulau kecil
terluar/terdepan
4. Pembangunan Daerah Tertinggal
a. Jumlah Daerah Tertinggal 122 (termasuk
9 DOB)
42
b. Kabupaten terentaskan 70 80
c. Rata-rata pertumbuhan ekonomi di daerah
tertinggal
7,1% *) 7,24%
d. Persentase penduduk miskin di daerah tertinggal 16,64% 14,0%
e. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di daerah
tertinggal
68,46 69,59
Keterangan
*) rata-rata 2010-2014
Sumber: Buku I RPJMN 2015 – 2019
Lebih lanjut, arah kebijakan umum pembangunan nasional 2015-2019 yang tekait dengan
pengurangan kesenjangan antarwilayah adalah :
1) Meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan;
2) Mempercepat pembangunan infrastruktur untuk pertumbuhan dan pemerataan;
3) Mengembangkan dan memeratakan pembangunan daerah.
Terdapat pula arah kebijakan dan strategi pengarusutamaan dan pembangunan lintas bidang
naisonal terkait kesenjangan wilayah. Untuk pemerataan dan penanggulangan kemiskinan,
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah
24
sasaran utama dan arah kebijakan yang terkait dengan pengurangan kesenjangan adalah
sebagai berikut.
Tabel 1.2
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATETGI PEMBANGUNAN LINTAS BIDANG RPJMN 2015-2019 TERKAIT
KESENJANGAN WILAYAH
Pembangunan Lintas Bidang Arah Kebijakan
Pemerataan dan Penanggulangan
Kemiskinan
Sasaran utama (impact) :
1. Menurunnya tingkat kemiskinan pada kisaran 7 – 8 persen pada akhir
2019.
2. Mengupayakan penurunan tingkat ketimpangan pada akhir tahun 2019
sekitar 0,36, agar pendapatan penduduk 40,0 persen terbawah meningkat,
dan beban penduduk miskin berkurang.
Arah Kebijakan:
1. Membangun landasan yang kuat agar ekonomi terus tumbuh;
2. Menghasilkan kesempatan kerja yang berkualitas;
3. Meningkatkan produktivitas sektor/subsektor ekonomi;
4. Penyelenggaraan perlindungan sosial yang komprehensif;
5. Perluasan dan peningkatan pelayanan dasar.
Sumber: Buku II RPJMN 2015 – 2019
NAWACITA dan RPJMN 2015-2019 tersebut di atas selanjutnya akan menjadi arahan dalam
penentuan keberhasilan pengurangan kesenjangan wilayah, baik bagi Pemerintah Pusat
maupun Pemerintah Daerah. Khusus untuk pelaksanaan kebijakan di tingkat pemerintah
daerah, prinsip desentralisasi menjadi penting. Kebijakan mengenai desentralisasi ini
tercantum dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, di mana
desentralisasi merupakan penyerahan urusan Pemerintah dari Pemerintah Pusat kepada
daerah otonom (pemerintah daerah) berdasarkan asas otonomi. Berdasarkan undang-
undang tersebut, asas desentralisasi untuk pengurangan kesenjangan wilayah, diterapkan
dengan pertimbangan bahwa penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan,
pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan
memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan suatu daerah dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tentunya pembagian urusan pemerintahan di
pusat dan daerah sesuai dengan pembagian urusan konkuren (dibagi antara Pemerintah
Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota), dengan prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan
eksternalitas, serta kepentingan strategis nasional.
1.3 Otonomi Daerah dan Desentralisasi
Sejak diterapkannya UU No. 29 tahun 1999 yang direvisi menjadi UU No. 32 tahun 2004 dan
direvisi lagi menjadi UU No. 34 Tahun 2014, telah terjadi pergeseran pelaksanaan
administrasi publik di Indonesia yang semula menganut asas sentralisasi menjadi
desentralisasi. Dengan penerapan sistem desentralisasi ini maka pemerintah daerah
mempunyai wewenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah 25
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan UU No. 34 Tahun 2014, yang dimaksud dengan desentralisasi adalah
penyerahan urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom
berdasarkan asas otonomi. Hoessein (dalam, Muluk 2007: 9) mengungkapkan bahwa
desentralisasi mencakup dua elemen pokok, yaitu pembentukan daerah otonom, dan
penyerahan urusan pemerintahan kepada daerah otonom tersebut. Dari kedua elemen pokok
tersebut lalu lahirlah apa yang disebut sebagai local government.
Sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, terdapat urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah
pusat yang dikenal dengan istilah urusan pemerintahan absolut dan ada urusan
pemerintahan konkuren. Urusan pemerintahan konkuren terdiri atas urusan pemerintahan
wajib dan urusan pemerintahan pilihan yang dibagi antara pemerintah pusat, daerah provinsi,
dan daerah kabupaten/kota. Berdasarkan urusan konkuren tersebut dilakukan pembagian
kewenangan antara pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.
urusan pemerintah konkuren yang diserahkan ke daerah menjadi dasar pelaksanaan
otonomi daerah.
Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU No. 23/2014). Pemberian otonomi yang seluas-
luasnya kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Di
samping itu melalui otonomi luas dalam lingkungan strategis globalisasi, diharapkan daerah
mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan,
keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam menjalankan otonomi daerah, kebijakan
yang dibuat dan dilaksanakan oleh daerah merupakan bagian integral dari kebijakan
nasional. Pembedaannya adalah terletak pada bagaimana memanfaatkan kearifan, potensi,
inovasi, daya saing, dan kreativitas daerah untuk mencapai tujuan nasional tersebut di
tingkat lokal yang pada gilirannya akan mendukung pencapaian tujuan nasional secara
keseluruhan.
Pelaksanaan otonomi daerah pada dasarnya bertujuan agar daerah terdorong untuk kreatif
dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya dalam melakukan pembangunan sesuai
dengan kebutuhan dan karekteristik masing-masing daerah. Pada umumnya desentralisasi
dilaksanakan oleh adanya dorongan politik yang bertujuan untuk: (1) meningkatkan
wewenang dan tanggung jawab pemerintah daerah; (2) meningkatkan keikutsertaan
masyarakat dan penyelenggaraan pelayanan masyarakat, yang resposif terhadap kebutuhan
masyarakat; (3) memperkuat kerja sama dan integrasi pelayanan masyarakat di daerah; (4)
restrukturisasi dan efisiensi pelayanan masyarakat; serta (5) mendukung inovasi dan
pengembangan pelayanan masyarakat.
Pelaksanaan otonomi daerah dan disentralisasi pembangunan diyakini juga dapat digunakan
untuk mengurangi tingkat kesenjangan pembangunan antarwilayah. Hal ini jelas karena
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah
26
dengan dilaksanakannya otonomi daerah dan desentralisasi pembangunan daerah, termasuk
daerah terbelakang akan dapat lebih digerakan karena ada wewenang yang berada pada
pemerintah daerah dan masyarakat tersebut. Dengan adanya kewenangan tersebut, maka
berbagai inisiatif dan aspirasi masyarakat untuk menggali potensi daerah akan lebih dapat
digerakan. Bila hal ini dapat dilakukan, maka proses pembangunan daerah secara
keseluruhan akan dapat lebih ditingkatkan dan secara bersamaan ketimpangan
pembangunan antar wilayah dapat pula dikurangi.
Berdasarkan hal tersebut, upaya pengurangan kesenjangan wilayah dan pengentasan
kemiskinan serta pemerataan pembangunan yang mengacu pada berbagai hal yang
termasuk dalam urusan konkuren perlu dilakukan pula oleh Pemerintah Daerah sesuai
dengan pembagian kewenangan yang diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2014.
Pengembangan upaya pengurangan kesenjangan dan pengentasan kemiskinan serta
pemerataan pembangunan yang dilakukan di daerah ditujukan untuk mengejar
ketertinggalan daerah terhadap wilayah lainnya dalam rangka pengurangan kesenjangan
wilayah secara nasional, penurunan tingkat kemiskinan untuk mengejar ketertinggalan
wilayah, maupun mengurangi kesenjangan antarwilayah di wilayahnya masing-masing.
Pengembangan upaya tersebut tentunya memanfaatkan kearifan masing-masing wilayah,
potensi yang dimiliki, daya saing wilayah, kreatifitas daerah, maupun inovasi daerah.
Inovasi yang dilakukan pada suatu daerah dapat mendorong majunya daerah tersebut
dibanding daerah lainnya. Oleh karenanya, diperlukan upaya dan perlindungan untuk
mendorong setiap kegiatan yang bersifat inovatif di daerah dalam rangka memajukan
daerahnya dan mensejahterakan masyarakatnya.
1.4 Inovasi
Inovasi adalah sebuah ide, praktek atau objek yang dianggap baru oleh individu. Inovasi
dapat berupa produk atau jasa baru, teknologi proses produksi yang baru, sistem struktur
dan administrasi baru atau rencana baru bagi anggota organisasi. Pada dasarnya terdapat
berbagai definisi terkait dengan inovasi. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2002
mendefinisikan Inovasi sebagai kegiatan penelitian, pengembangan, dan/atau perekayasaan
yang bertujuan mengembangkan penerapan praktis nilai dan konteks ilmu pengetahuan yang
baru, atau cara baru untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada ke
dalam produk atau proses produksi. Definisi yang dikemukakan oleh peraturan perundang-
undangan tersebut lebih mengacu pada inovasi terhadap penerapan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Dalam literatur modern, inovasi sendiri memiliki pengertian yang sangat beragam serta
banyak perspektif yang mencoba memaknainya. Salah satu pengertian menyebutkan bahwa
inovasi adalah kegiatan yang meliputi seluruh proses menciptakan dan menawarkan jasa
atau barang baik yang sifatnya baru, lebih baik atau lebih murah dibandingkan dengan yang
tersedia sebelumnya. Pengertian ini menekankan pemahaman inovasi sebagai sebuah
kegiatan (proses) penemuan (invention). Sedangkan dalam Damanpour dijelaskan bahwa
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah 27
sebuah inovasi dapat berupa produk atau jasa yang baru, teknologi proses produksi yang
baru, sistem struktur dan administrasi baru atau rencana baru bagi anggota organisasi.
Sejalan dengan itu menurut Everett M. Rogers (1983), salah satu penulis buku inovasi
terkemuka, menjelaskan bahwa an innovation is an idea, practice, or object that is perceived
as new by individual or other unit of adopter. Jadi inovasi adalah suatu ide, gagasan, praktek
atau objek/benda yang disadari dan diterima sebagai suatu hal yang baru oleh seseorang
atau kelompok untuk diadopsi.
Pengertian dari Damanpour maupun Rogers ini menunjukkan bahwa inovasi dapat
merupakan sesuatu yang berwujud (tangible) maupun sesuatu yang tidak berwujud
(intangible). Sehingga dimensi dari inovasi sangatlah luas. Memaknai inovasi sebagai sesuai
yang hanya identik dengan teknologi saja akan jadi menyempitkan konteks inovasi yang
sebenarnya. Sedang Stephen Robbins (1994) mengemukakan bahwa Inovasi adalah suatu
gagasan baru yang diterapkan untuk memprakarsai atau memperbaiki suatu produk atau
proses dan jasa.
Albury (2003) secara lebih sederhana mendefinisikan inovasi sebagai new ideas that work.
Ini berarti bahwa inovasi adalah berhubungan erat dengan ide-ide baru yang bermanfaat.
Inovasi dengan sifat kebaruannya harus mempunyai nilai manfaat. Sifat baru dari inovasi
tidak akan berarti apa-apa apabila tidak diikuti dengan nilai kemanfaatan dari kehadirannya.
Berdasarkan berbagai definisi dan pengertian terkait inovasi tersebut, setidaknya terdapat 3
(tiga) komponen utama pembentuk inovasi, yaitu: (a) adanya gagasan baru; (b) adanya
produk/jasa yang dihasilkan; serta (c) adanya kebaruan.
Gambar 1.6
KARAKTERISTIK INOVASI
Selanjutnya terdapat lima prinsip yang dapat menumbuhkan inovasi dari dalam diri individu
atau organisasi. Kelima pronsip yang dimaksud meliputi
a. Inovasi yang mempunyai tujuan dan sistematis, dimulai dengan menganalisis
sumber peluang inovatif;
INOVASI
GAGASAN BARU
PRODUK/JASA
KEBARUAN
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah
28
b. Inovasi yang bersifat konseptual dan perseptual. Keharusan inovasi adalah pergi
keluar untuk melihat, bertanya, dan mendengarkan, memperhatikan para
pelanggan, para pemakai, mempelajari harapan mereka, menilai kebutuhan
mereka;
c. Agar efektif sebuah inovasi harus sederhana dan harus difokuskan;
d. Inovasi yang efektif dimulai dari kecil, pertama kali membutuhkan dana seadanya,
orang seadanya, dan sekedar pasar yang kecil dan terbatas;
e. Sebuah inovasi yang berhasil harus mengarah pada kepemimpinan di dalam
lingkungan tertentu.
1.5 Rumusan Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas, pada dasarnya Indonesia masih menghadapi permasalahan dan
tantangan terkait kesenjangan antar-wilayah, baik antara kawasan Barat dan kawasan Timur
Indonesia, antara kawasan perkotaan dan perdesaan, antara kawasan perbatasan dan
hinterland, dan lain sebagainya.
Kesenjangan antarwilayah di Indonesia tidak terlepas dari adanya keragaman potensi sumber
daya alam, letak geografis, kualitas sumber daya manusia, ikatan etnis atau politik.
Keberagaman ini dapat menjadi sebuah keunggulan dalam satu sisi, namun disisi lain dapat
berpotensi menjadi sumber instabilitas sosial dan politik nasional. Dalam konteks
kenegaraan kesenjangan akan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah
yang kemudian akan mengancam keutuhan suatu negara. Kesenjangan antarwilayah juga
dapat mengakibatkan instabilitas. Kesenjangan antarwilayah yang terjadi di Indonesia selain
mengakibatkan adanya perbedaan tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat, juga dapat
mendorong timbulnya kecemburuan sosial dari masyarakat di wilayah yang kurang
berkembang terhadap masyarakat yang lebih maju.
Oleh karenanya perhatian terhadap upaya pengurangan kesenjangan wilayah perlu menjadi
prioritas pembangunan. Meskipun tidak bisa dihilangkan sepenuhnya, kesenjangan
antarwilayah tetap harus diupayakan untuk dikurangi. Salah satu prinsip dasar yang harus
dipegang para pengambil kebijakan adalah bahwa kesenjangan perekonomian antarwilayah
masih dapat ditoleransi sejauh tidak mengganggu pertumbuhan ekonomi nasional dan tidak
menciptakan ketidakmerataan pendapatan yang luar biasa dalam masyarakat. Dengan kata
lain, upaya melakukan redistribusi pendapatan masyarakat haruslah mendapatkan prioritas
utama dibandingkan redistribusi perekonomian daerah.
Upaya untuk mengurangi kesenjangan antarwilayah yang dilakukan oleh Pemerintah saat ini
adalah mengupayakan untuk meningkatkan pemerataan pembangunan yang diwujudkan
dalam konsep pembangunan nawacita yang diwujudkan melalui nawacita ke tiga, yaitu
“membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah–daerah dan desa dalam
kerangka negara kesatuan”. Komitmen nasional ini tertuang dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 – 2019 dalam dimensi pembangunan
“Pemerataan dan Kewilayahan”.
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah 29
Sejalan dengan upaya yang dilakukan oleh pemerintah, seiring dengan berkembangnya
otonomi daerah dan desentralisasi, upaya pengurangan kesenjangan antarwilayah juga perlu
dilakukan di tingkat pemerintah daerah, baik dalam rangka mengejar ketertinggalan
wilayahnya maupun dalam rangka mengurangan kesenjangan antarwilayah di masing-masing
wilayahnya. Upaya pengurangan kesenjangan antarwilayah yang dilakukan di daerah tentu
saja perlu disesuaikan dengan karakteristik dan kondisi serta permasalahan yang dihadapi
masing-masing daerah. Otonomi daerah memberi keleluasaan untuk upaya kreatifitas dan
inovasi bagi daerah dalam mengembangkan kebijakan dan strategi untuk mengurangi
kesenjangan antarwilayah di masing-masing daerah.
Upaya prakarsa inovasi di daerah dalam rangka mengurangi kesenjangan antarwilayah
tersebut perlu didorong dan dikembangkan. Untuk itu diperlukan pemahaman terhadap
upaya dan prakarsa dari berbagai inovasi yang telah dilakukan di daerah dalam rangka
mengurangan kesenjangan antarwilayah.
Hal inilah yang mendasari dilakukannya kajian terhadap prakarsa dan inovasi di daerah
dalam rangka mengurangi kesenjangan antarwilayah. Kajian ini dilakukan Bappenas untuk
menghasilkan masukan bagi penyiapan rekomendasi untuk penyiapan kebijakan bagi upaya
untuk lebih mendorong prakarsa daerah dalam pengurangan kesenjangan antarwilayah
maupun memberikan rekomendasi bagi upaya replikasi praktek-praktek baik (good practices)
yang sudah dilakukan.
1.6 Tujuan dan Sasaran Kegiatan
Tujuan pelaksanaan kajian prakarsa pemerintah daerah dalam pengurangan kesenjangan
antarwilayah dan pembangunan ini adalah untuk memberikan masukan kebijakan dalam dan
strategi nasional dalam mendorong prakarsa dan inovasi Pemerintah Daerah dalam
pengurangan kesenjangan dan pembangunan daerah.
Adapun sasaran yang diharapkan adalah:
a. Identifikasi kesenjangan pembangunan antarwilayah di Indonesia;
b. Identifikasi kebijakan pengurangan kesenjangan pembangunan antarwilayah di
Indonesia;
c. Identifikasi prakarsa dan inovasi pemerintah daerah dan masyarakat dalam
pengurangan kesenjangan pembangunan wilayah;
d. Penyusunan rekomendasi kebijakan dan strategi pengurangan kesenjangan dan
pembangunan daerah.
1.7 Sistematika Pembahasan
Secara umum laporan akhir Prakarsa Pemerintah Daerah dalam Pengurangan Kesenjangan
Wilayah dan Pembangunan Daerah ini akan terdiri dari 4 (empat) Bab. Pada bagian pertama
ini merupakan uraian terkait latar belakang dan konsideran terhadap diperlukannya
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah
30
pengkajian terhadap berbagai prakarsa pemerintah daerah yang dilakukan melalui berbagai
inovasi dalam rangka pengurangan kesenjangan wilayah yang terjadi di Indonesia.
Pada bab selanjutnya secara berturut-turut diuraikan sebagai berikut:
Bab 2 Metodologi
Pada bagian ini diuraikan metodologi yang digunakan dalam melaksanakan
pengkajian prakarsa pemerintah daerah dalam pengurangan kesenjangan wilayah,
antara lain meliputi pendekatan dan kerangka berpikir yang digunakan, ruang
lingkup kajian, serta metoda pengumpulan data dan metoda analisis yang
digunakan.
Bab 3 Praktek Inovasi Daerah dalam Pengurangan Kesenjangan Antarwilayah
Bagian ketiga ini menguraikan berbagai praktek inovasi yang dilakukan di daerah
terkait dengan upaya pengurangan kesenjangan antarwilayah. Pada bagian ini
dimulai dengan identifikasi terhadap berbagai kebijakan pemerintah dalam upaya
pengurangan kesenjangan antarwilayah di Indonesia, dilanjutkan dengan
identifikasi praktek inovasi terkait pengurangan kesenjangan antarwilayah, serta
berbagai analisis yang mengkaji bentuk, proses, kelembagaan, rentang kendali, dan
hal-hal lain yang terkait dengan pengembangan inovasi.
Bab 4 Kesimpulan dan Rekomendasi
Pada bagian terakhir ini diuraikan kesimpulan dan rekomendasi. Kesimpulan
terutama menguraikan simpulan terhadap sintesa yang dilakukan pada bagian
sebelumnya terhadap pembelajaran dari hasil proses-proses inovasi yang dilakukan
di daerah terkait upaya pengurangan kesenjangan antarwilayah. Sedang
rekomendasi diberikan sebagai masukan bagi pengembangan kebijakan nasional
untuk mendorong pengembangan inovasi di daerah dalam rangka pengurangan
kesenjangan antarwilayah serta rekomendasi untuk proses replikasi praktek baik
inovasi yang sudah dilakukan.
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah 31
Bab 2
METODOLOGI
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah
32
2.1 Pendekatan dan Kerangka Berpikir
Upaya untuk mempercepat pemerataan pembangunan antar kelompok sosial ekonomi dan
antar wilayah menjadi salah satu agenda pembangunan nasional. Hal ini diwujudkan oleh
agenda prioritas (Nawacita) Pemerintahan Bapak Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden
Bapak Muhammad Jusuf Kalla, khususnya dalam membangun Indonesia dari pinggiran
dengan memperkuat daerah–daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Komitmen
nasional ini selanjutnya tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2015 – 2019.
Pada skala global, bagaimana metoda untuk mengukur kesenjangan (disparitas) antar
wilayah telah menjadi perhatian di kalangan peneliti dan pengambil keputusan. Ukuran
untuk melihat kesenjangan antarwilayah yang umum dilakukan adalah perbedaan distribusi
pendapatan masyarakat. Berdasarkan kajian Villaverde dan Maza (2011), meskipun
sejumlah peneliti dan pengambil keputusan serta berbagai lembaga internasional telah
memberikan berbagai indikator yang berbeda-beda terkait pengukuran kesenjangan
(disparitas) antarwilayah, namun umumnya indikator yang biasa digunakan adalah indikator
PDRB per kapita. Berdasarkan hal tersebut, pengukuran tingkat kesenjangan antarwilayah
secara sederhana dapat diukur berdasarkan kesenjangan pendapatan perkapita
antarwilayah. Metoda yang digunakan untuk mengukur kesenjangan tersebut dapat
menggunakan berbagai cara, diantaranya yang umum digunakan antara lain adalah gini
rasio, Indeks Theill, Indeks Williamson, Tipologi Klassen, dan lain sebagainya.
Mengacu pada teori pembangunan wilayah, tingkat kesenjangan antarwilayah dapat
disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain faktor geografi, sejarah, politik, kebijakan
pemerintah, administrasi, sosial dan ekonomi (Murti 2000; Rustiadi et.al, 2004). Syafrizal
(2012) mengemukakan bahwa setidaknya terdapat 5 (lima) faktor yang menjadi penyebab
kesenjangan wilayah, yaitu :
a. Perbedaan kandungan sumber daya alam;
b. Perbedaan kondisi geografis;
c. Kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa;
d. Konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah;
e. Alokasi dana pembangunan antarwilayah.
Upaya untuk penanggulangan kesenjangan antarwilayah pada dasarnya dapat dilakukan baik
oleh pemerintah maupun pemerintah daerah. Lahirnya undang-undang tentang otonomi
daerah telah mendorong proses desentralisasi berbagai aspek dan kewenangan di daerah.
Pelaksanaan otonomi daerah pada dasarnya bertujuan untuk mendorong kreatifitas daerah
dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya dalam melakukan pembangunan sesuai
dengan kebutuhan dan karakteristik masing-masing daerah. Proses pelaksanaan otonomi
daerah bertujuan untuk melakukan pembangunan yang berkeadilan dan mampu mengangkat
secara ekonomi kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik.
Di sisi lain, desentralisasi yang diwujudkan dalam bentuk otonomi daerah memberikan
kewenangan bagi pemerintah daerah untuk mengelola wilayahnya sesuai dengan potensi dan
kebutuhan wilayahnya, termasuk terkait dengan kesenjangan antarwilayah. Adanya
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah 33
pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat ini memberikan peluang bagi daerah untuk
menentukan kebijakan dan program yang akan dilakukan di wilayahnya dan disesuaikan
dengan kondisi dan kebutuhan wilayahnya. Selain itu, desentralisasi juga memberikan
peluang bagi daerah untuk melakukan inovasi–inovasi untuk mendorong percepatan
pembangunan daerahnya, yang secara langsung maupun tidak langsung berkontribusi
terhadap pengurangan kesenjangan.
Mengacu pada hal tersebut, maka upaya dan strategi untuk penanggulangan kesenjangan
antar-wilayah perlu didorong untuk dilaksanakan tidak hanya oleh pemerintah tetapi juga
oleh pemerintah daerah. Upaya dan strategi penanggulangan kesenjangan antar-wilayah
oleh pemerintah daerah dilakukan baik untuk mengejar ketertinggalan pembangunan di
wilayahnya terhadap wilayah lainnya, maupun dalam upaya untuk mengurangi kesenjangan
antarwilayah di dalam wilayahnya sendiri.
Upaya dan strategi penanggulangan kesenjangan antar-wilayah, baik yang dilakukan oleh
pemerintah maupun pemerintah daerah perlu didasarkan pada persoalan kesenjangan yang
dihadapi. Persoalan tersebut dapat mengacu pada upaya untuk mengurangi tingkat
kesenjangan pendapatan per kapita yang menjadi ukuran dasar tingkat kesenjangan
antarwilayah, maupun upaya/strategi untuk mengurangi tingkat kesenjangan berbagai faktor
yang mempengaruhi tingkat kesenjangan antarwilayah, seperti kondisi demografis, tingkat
aksesibilitas dan mobilitas, dan lain sebagainya.
Berbagai upaya dan strategi penanggulangan kesenjangan antarwilayah yang dilakukan di
daerah merupakan prakarsa dan inovasi yang dilakukan di masing-masing daerah yang
tentunya disesuaikan dengan kondisi masing-masing wilayah.
Inovasi yang akan diamati dalam kajian ini sendiri akan difokuskan pada inovasi–inovasi
dalam rangka mengatasi faktor penyebab kesenjangan wilayah, baik upaya untuk mengatasi
kesenjangan sumber daya alam, demografi, mobilitas dan aksesibilitas, konsentrasi ekonomi,
maupun alokasi dana pembangunan. Penilaian inovasi sendiri hanya didasarkan pada
dimensi inovasi terkait dengan kepemimpinan, kelembagaan dan monitoring evaluasi,
keberlanjutan, transparansi, serta peran serta masyarakat. Berdasarkan analisa tersebut
diperoleh beberapa hal seperti bentuk dan pola prakarsa inovasi, pola keterlibatan
stakeholder serta pembelajaran good practices dari tiap prakarsa inovasi. Hasil analisis
tersebut menjadi landasan penyusunan rekomendasi kebijakan dan strategi pemerintah
dalam rangka mendorong peningkatan prakarsa pemerintah daerah.
Secara lebih detail, Gambar 2.1 di bawah ini menggambarkan alur kerangka pemikiran
pelaksanaan kajian prakarsa pemerintah daerah dalam upaya pengurangan kesenjangan
wilayah dan pembangunan daerah di Indonesia.
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah
34
Gambar 2.1
KERANGKA PEMIKIRAN KAJIAN PRAKARSA PEMERINTAH DAERAH
DALAM UPAYA PENGURANGAN KESENJANGAN ANTARWILAYAH
2.2 Ruang Lingkup
Ruang lingkup substansi kegiatan kajian Prakarsa Pemerintah Daerah dalam Upaya
Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah adalah sebagai berikut.
1. Kajian literatur terhadap pengembangan wilayah dan kesenjangan wilayah, pengukuran
tingkat kesenjangan wilayah, strategi pengurangan kesenjangan, teori inovasi, dan lain
sebagainya;
2. Kajian terhadap peraturan perundang–undangan dan kebijakan terkait pengurangan
kesenjangan dan pembangunan daerah serta kewenangan pemerintah pusat dan
pemerintah daerah;
3. Identifikasi tingkat kesenjangan antar wilayah dan pembangunan daerah antarprovinsi
di Indonesia;
4. Identifikasi prakarsa inovasi daerah dalam pengurangan kesenjangan;
5. Identifikasi model-model prakarsa inovasi daerah menurut bidang pembangunan
(bidang ekonomi, bidang pendidikan, dan bidang kesehatan);
6. Identifikasi praktek-praktek baik (good practices) terkait inovasi di tingkat daerah, baik
dari sisi program, mekanisme dan dampak pelaksanaan program, serta pembelajaran
yang dapat diambil dari masing-masing good practices;
7. Identifikasi tahapan prakarsa inovasi daerah pada masing-masing bidang
pembangunan;
FAKTOR YANG BERPENGARUH
1. KESENJANGAN SUMBER DAYA ALAM
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah 35
8. Identifikasi keberhasilan program pengurangan kesenjangan, meliputi karakteristik
daerah, rentang kendali, serta peran masing-masing stakeholder dalam mendukung
pelaksanaan prakarsa inovasi daerah;
9. Rekomendasi kebijakan dan strategi pemerintah dalam mendorong peningkatan
prakarsa pemerintah daerah dan masyarakat dalam pengurangan kesenjangan wilayah
dan pembangunan daerah.
2.3 Metoda Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan kegiatan mengumpulkan data dan informasi yang akurat dan
relevan serta dapat dipertanggung jawabkan dalam rangka penyusunan Kajian Prakarsa
Pemerintah Daerah dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan
Daerah. Berdasarkan cara pengumpulan dan jenis data menurut sumbernya, ada dua jenis
data yaitu data ada dan berasal dari sumber terpercaya (data sekunder), dan data yang
diperoleh secara langsung di lapangan (data primer).
2.3.1 Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang dikumpulkan oleh orang lain dan ditujukan bukan untuk
kepentingan studi yang sedang dilakukan saat ini, tapi untuk beberapa tujuan lain. Hal yang
membedakan jenis data ini dengan data primer adalah apabila dalam data primer, telah
secara spesifik dirancang untuk menjawab tujuan penelitian dan peneliti terlibat aktif dalam
hal pengumpulan data dan melakukan analisis data tersebut, tapi pada data sekunder
peneliti tidak melakukan secara langsung melakukan survey lapangan, tapi menerima data
yang telah diolah oleh orang lain yang sebenarnya tidak ditujukan untuk menjawab
pertanyaan penelitian dari peneliti secara spesifik (Boslaugh 2007).
Dalam konteks kajian ini, data sekunder dibutuhkan untuk memberikan gambaran
kesenjangan antar wilayah di Indonesia dalam bentuk penilaian terhadap gini rasio dan
Indeks Williamson (akan dijelaskan mendetail pada bagian metode analisis). Gambaran
kesenjangan ini dibutuhkan untuk memberikan profil dan pola kesenjangan di Indonesia,
serta menjadi bahan pertimbangan dalam pemilihan lokasi yang akan diteliti secara
mendalam. Selain memberikan gambaran kesenjangan, data sekunder juga dibutuhkan
untuk memberikan gambaran kebijakan dan program pemerintah dalam pengurangan
kesenjangan wilayah. Peran penting lain data sekunder adalah memberikan gambaran awal
prakarsa inovasi yang telah dilakukan di tingkat daerah, baik yang diinisiasi oleh pemerintah
pusat, pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, lembaga donor, maupun lembaga-
lembaga lainnya. Profil prakarsa inovasi daerah menjadi dasar dalam penyusunan identifikasi
model prakarsa inovasi daerah serta menjadi bahan pertimbangan dalam pemilihan inovasi
yang akan diteliti secara mendetail di tingkat daerah.
Adapun data-data sekunder yang dikumpulkan dalam kajian ini sebagai berikut.
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah
36
1. Data ketimpangan di Indonesia
Data-data ketimpangan yang dikumpulkan meliputi data-data statistik yang mampu
menggambarkan ketimpangan Indonesia secara garis besar (gini rasio) serta data-data
lain yang mampu menggambarkan faktor penyebab ketimpangan antar wilayah, seperti
sumber daya alam, demografi, mobilitas dan aksesibilitas, konsentrasi ekonomi, serta
alokasi dana pembangunan. Data ini didapatkan dari berbagai sumber, seperti BPS,
Bappenas, dan kementerian lain dengan unit kedalaman data provinsi di Indonesia.
2. Data kebijakan dan program pemerintah dalam pengurangan kesenjangan wilayah
Data kebijakan dan program pemerintah meliputi dokumen perencanaan pembangunan
pemerintah pusat, pemerintah daerah, yang secara spesifik berupaya untuk mengurangi
kesenjangan pembangunan antar wilayah. Dokumen-dokumen tersebut meliputi:
a. Kebijakan pemerintah pusat, seperti RPJMN, renstra kementerian/lembaga (yang
berkontribusi dalam pengurangan kesenjangan), dan rencana lain yang bertujuan
untuk mengurangi kesenjangan pembangunan
b. Kebijakan pemerintah daerah yang difokuskan pada daerah-daerah yang diperdalam
kajiannya dan atau daerah yang menjadi lokasi kunjungan lapangan, meliputi RPJPD,
RPJMD, dan dokumen perencanaan daerah lain terkait pengurangan kemiskinan dan
pengurangan kesenjangan.
3. Data dan informasi prakarsa inovasi daerah
Data dan informasi prakarsa inovasi daerah yang dikumpulkan adalah prakarsa inovasi
pada bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan dan infrastruktur dengan data dan
informasi berupa tahun pelaksanaan program (beserta tahun berhentinya pelaksanaan),
deskripsi program (latar belakang, tujuan, mekanisme), instansi yang terlibat, serta
sasaran pelaksanaan program. Data dan informasi prakarsa inovasi dikumpulkan melalui
desk study dan pencarian dengan internet pada sumber-sumber antara lain:
a. Daftar Inovasi Administrasi Negara (LAN, 2016) (www.inovasi.lan.go.id);
b. Daftar Peraih Penghargaan Kepala Daerah Inovatif 2016 (http://daerah.
sindonews.com/read/1130600/21/ini-22-bupati-inovatif-2016-1470931806);
c. Top 99 Inovasi Pelayanan Publik di Indonesia Tahun 2014;
d. Model Community Development di Daerah, Pusat Kajian Otonomi Daerah, LAN,
2010;
e. http://indonesiaberinovasi.com/;
f. Dokumen Best Practice Kota-Kota, Apeksi, 2013 & 2015;
g. beberapa sumber lainnya.
2.3.2 Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari sumber datanya. Dalam
kajian ini data primer dibutuhkan untuk mendapatkan informasi secara lebih mendetail
terkait pelaksanaan prakarsa inovasi daerah dalam rangka pengurangan kesenjangan
wilayah. Informasi mendetail yang didapatkan meliputi mekanisme pelaksanaan program,
peran dan keterlibatan masing-masing stakeholder untuk mendukung keberhasilan program,
dampak setelah program dilaksanakan, tantangan pelaksanaan program, serta pembelajaran
pelaksanaan program. Pengumpulan data primer dilakukan di tingkat pusat dan daerah.
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah 37
1. Pengumpulan data di tingkat pusat
Pengumpulan data di tingkat pusat dilakukan dengan metode Focus Group Discussion
untuk mendapatkan informasi
a. Focus Group Discussion 1 dilakukan pada tanggal 5 April 2017 dengan tujuan untuk
membangun pemahaman terkait konsep kesenjangan wilayah secara komprehensif,
baik berupa konsep dasar kesenjangan wilayah dan pembangunan, konsep
pengukuran kesenjangan wilayah dan pembangunan, pemahaman terhadap
persoalan terkait kesenjangan wilayah serta strategi pengurangan kesenjangan
wilayah dan pembangunan. FGD ini mengundang Kementerian/Lembaga (BPS;
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi; Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan; Kementerian Kesehatan; Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat; Kementerian Dalam Negeri; Kementerian Sosial;
Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan; serta Bappenas) serta akademisi;
b. Focus Group Discussion 2 dilaksanakan pada tanggal 23 Mei 2017 dengan tujuan
membangun pemahaman dan pembelajaran terhadap praktek-praktek prakarsa dan
inovasi di bidang ekonomi yang sudah dilakukan oleh daerah dalam rangka
pengurangan kesenjangan. Adapun prakarsa yang didiskusikan dalam kajian ini
adalah prakarsa yang diinisiasi oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah (Program
Anggur Merah Provinsi Nusa Tenggara Timur), serta lembaga non pemerintahan. FGD
ini mengundang Kementerian/Lembaga yang secara spesifik menangani
ketimpangan pembangunan.
2. Pengumpulan data di tingkat daerah
Pengumpulan data di tingkat daerah dilakukan dengan metode Focus Group Discussion,
in depth interview serta observasi lapangan.
a. Focus Group Discussion dilakukan pada kelompok diskusi dalam jumlah peserta
kecil yang dilakukan untuk menggali informasi dari berbagai pihak yang terkait upaya
pengurangan kesenjangan dengan menghadirkan SKPD terkait, lembaga non
pemerintah, serta kelompok-kelompok masyarakat yang terlibat dalam program
prakarsa inovasi;
b. In-Depth Interview dilakukan pada sejumlah informan kunci yang dipandang memiliki
pemahaman dan pengetahuan yang cukup baik terkait prakarsa inovasi daerah.
Kegiatan wawancara dimaksudkan untuk memperoleh informasi secara lebih detail
mengenai sesuatu hal sekaligus melakukan verifikasi terhadap informasi yang
diperoleh dari pihak lain. Untuk keperluan wawancara mendalam ini digunakan
panduan daftar pertanyaan, agar pertanyaan yang diajukan lebih terstruktur.
Responden potensial dalam kegiatan wawancara mendalam ini antara lain adalah:
pejabat pemerintah daerah dimana institusinya memiliki kewenangan terkait
program/prakarsa/inovasi pengurangan kesenjangan wilayah; tokoh dalam
kelompok penerima manfaat dari program/prakarsa/inovasi pengurangan
kesenjangan wilayah; lembaga non-pemerintah yang terlibat/memiliki inisiatif dalam
prakarsa/inovasi pengurangan kesenjangan; dan lain sebagainya;
c. Observasi Lapangan, dimaksudkan untuk memperoleh gambaran langsung
mengenai kondisi lapangan, khususnya kondisi sosial-ekonomi masyarakat penerima
program serta dampak pelaksanaan program di lapangan.
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah
38
Adanya keterbatasan waktu kajian, menyebabkan tidak seluruh provinsi di Indonesia
dilakukan survey secara mendalam di tingkat lokal. Survey lapangan dilakukan pada
wilayah-wilayah yang memenuhi beberapa pertimbangan sebagai berikut.
1. Lokasi kunjungan lapangan memiliki beberapa prakarsa inovasi terkait pengurangan
kesenjangan wilayah yang telah diidentifikasi oleh tim kajian sebelumnya;
2. Prakarsa inovasi pengurangan kesenjangan wilayah yang ada di lokasi kunjungan
mewakili bentuk-bentuk inovasi, seperti bentuk pemberdayaan masyarakat, bentuk
stimulan, dan lain sebagainya;
3. Prakarsa inovasi terkait pengurangan kesenjangan wilayah yang ada di lokasi
kunjungan telah dilakukan dalam beberapa tahun dan menunjukkan dampak positif
terhadap pengurangan kesenjangan wilayah;
4. Diupayakan prakarsa dan inovasi terkait pengurangan kesenjangan wilayah yang ada
di lokasi kunjungan wilayah masih berlangsung hingga saat dilakukannya kegiatan
kunjungan lapangan.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, wilayah-wilayah yang dikunjungi sebagai berikut.
1. Provinsi Nusa Tenggara Timur
Kunjungan lapangan dilakukan untuk mengidentifikasi prakarsa inovasi yang
dilakukan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. pada
pemerintah provinsi Nusa Tenggara Timur dilakukan penelitian mendetail terkait
praktik pelaksanaan Program Anggur Merah, Program Sekretariat Terpadu
Kerjasama Pembangunan Lembaga Internasional (SPADU KPLI), serta Program
Kerjasama G to G PRISMA (kerjasama antara Pemerintah Indonesia dan AusAID).
Selain itu penelitian mendalam juga dilakukan di tingkat kabupaten/kota di provinsi
Nusa Tenggara Timur, yakni di Kota Kupang (Program Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat kota Kupang, Brigade Kupang Sehat, dan lain sebagainya), kabupaten
Kupang (implementasi Program Anggur Merah dan PRISMA), dan kabupaten Sumba
Barat (prakarsa inovasi yang diinisiasi oleh Lembaga Non Pemerintah).
Dalam kunjungan lapangan ini dilakukan metode Focus Group Discussion untuk
memahami secara mendetail Program Anggur Merah, sementara untuk program-
program prakarsa inovasi lainnya dilakukan melalui wawancara mendalam. Selain itu
juga dilakukan observasi lapangan untuk melihat keberhasilan implementasi
program di tingkat lokal.
2. Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta
Kunjungan lapangan pada dua provinsi ini tidak mengidentifikasi atau meneliti
secara mendalam program prakarsa inovasi yang diinisiasi oleh pemerintah provinsi,
melainkan langsung pada program prakarsa dan inovasi yang diinisiasi oleh
kabupaten. Di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dilakukan penelitian mendalam
mengenai prakarsa yang diinisiasi oleh kabupaten Kulonprogo, yakni Gerakan Bela
Beli Kulon Progo. Sementara di provinsi Jawa Tengah, penelitian mendalam
dilakukan di Kabupaten Boyolali untuk meneliti program Desa Inovatif, yang diinisiasi
oleh Asosiasi Sapi Ternak Indonesia, Koperasi Unit Desa Boyolali (pengelolaan sapi
perah), serta program Pendampingan Petani (diinisiasi oleh lembaga non pemerintah
Rikolto).
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah 39
Pada kunjungan lapangan ini dilakukan dengan metode Focus Group Discussion
untuk memahami secara mendetail Gerakan Bela Beli Kulonprogo, sementara untuk
program-program prakarsa inovasi lainnya dilakukan melalui wawancara mendalam.
Selain itu juga dilakukan observasi lapangan untuk melihat keberhasilan
implementasi program di tingkat lokal.
3. Provinsi Jawa Timur
Kunjungan lapangan dilakukan untuk mengidentifikasi prakarsa inovasi yang
dilakukan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Pada tingkat
provinsi, program yang diteliti secara mendetail adalah Program Jalin Matra.
Sementara di tingkat kabupaten, program yang diteliti mendalam adalah Program
Satrya Emas yang diinisiasi oleh pemerintah kabupaten Pasuruan. Pada kunjungan
lapangan ini metode yang digunakan adalah Focus Group Discussion pada
stakeholder yang terlibat dalam pelaksanaan program.
2.4 Metoda Analisis
Secara umum metoda analisis yang digunakan dalam kajian ini terbagi menjadi 2 (dua)
bagian, yaitu metoda untuk mengukur kesenjangan serta metoda analisis prakarsa inovasi
daerah. Metoda pengukuran kesenjangan dibutuhkan untuk memberikan gambaran
kesenjangan antar wilayah yang terjadi di Indonesia dan sebagai salah satu pertimbangan
dalam penentuan wilayah yang akan diteliti secara lebih mendetail. Sementara metoda
analisis prakarsa inovasi daerah dibutuhkan untuk menilai bentuk dan model prakarsa
inovasi daerah yang tepat diimplementasikan di tingkat lokal sesuai karakteristik wilayahnya
serta bentuk pelibatan pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun lembaga non
pemerintah dalam menunjang keberhasilan pelaksanaan program tersebut.
2.4.1 Metoda Perhitungan Kesenjangan
Pada awalnya, teori indeks ketimpangan (kesenjangan) dikembangkan untuk mengukur
ketimpangan pendapatan antar individu (Habanik et al 2013). Dalam perkembangannya
indeks tersebut diaplikasikan untuk mengukur fenomena yang lebih luas, yakni pengukuran
dengan basis wilayah. Melalui pengukuran ini dapat diketahui sejauh mana level
perkembangan wilayah dan seberapa besar perbedaan antara wilayah tersebut dengan
wilayah lain yang dijadikan sebagai acuan referensi (ketimpangan wilayah). Meskipun
digunakan pada cakupan yang lebih luas (wilayah), basis utama perhitungan kesenjangan ini
masih menggunakan basis pendapatan per kapita yang dianggap dapat merepresentasikan
kesejahteraan masyarakat serta distribusi pendapatan antar golongan masyarakat.
Metoda ini dibutuhkan dalam kajian ini untuk memberikan gambaran kesenjangan antar
wilayah yang terjadi di Indonesia dan sebagai salah satu pertimbangan dalam penentuan
wilayah yang akan diteliti secara lebih mendetail. Adapun teknik analisis yang digunakan
adalah Gini Rasio serta Indeks Williamson.
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah
40
1. Gini Rasio
Gini rasio merupakan salah satu ukuran untuk distribusi pendapatan atau kekayaan
yang menunjukkan pemerataan pendapatan dan kekayaan di antara populasi. Kurva
Lorenz menggambarkan persentase kumulatif total pendapatan yang diterima terhadap
jumlah kumulatif penerima, yang dimulai dengan individu atau rumah tangga termiskin.
Gini rasio mengukur luas daerah antara kurva Lorenz dan garis hipotetis dari
kesetaraan mutlak.
Indeks ini memiliki nilai antara 0 hingga 1. Nilai 0 menunjukkan distribusi yang sangat
merata, yang artinya setiap orang memiliki jumlah penghasilan atau kekayaan yang
sama persis. Sementara nilai 1 menunjukkan bahwa distribusi pendapatan timpang
sempurna, sehingga satu orang sangat kaya, sementara orang lainnya miskin.
𝐺 = 1
𝑛(𝑛 + 1 − 2 (
∑ (𝑛 + 1 − 𝑖)𝑦𝑖𝑛𝑖=1
∑ 𝑦𝑖𝑛𝑖=1
))
dimana yi adalah pengeluaran per kapita rumah tangga i, dan i = 1 hingga n indexed di
indeks tidak dalam urutan yang menurun (𝑦𝑖 ≤ 𝑦𝑖+1)
Penggunaan gini rasio dalam kajian ini menggambarkan ketimpangan antar distribusi
pendapatan antar kelompok masyarakat di Indonesia (masyarakat berpendapatan
tinggi, menengah, dan rendah). Meskipun demikian penggunaannya belum mampu
menggambarkan ketimpangan pendapatan regional serta kaitannya dengan proporsi
jumlah penduduk antar wilayah di Indonesia, sehingga dibutuhkan teknik analisis lain
untuk membantu menggambarkan ketimpangan di Indonesia secara lebih
komprehensif.
2. Indeks Williamson
Indeks Williamson merupakan pendekatan untuk mengukur derajat ketimpangan antar
wilayah yang didasarkan pada PDRB per kapita dalam kaitannya dengan jumlah
penduduk per daerah. Apabila Indeks Williamson mendekati nol, maka ketimpangan
pendapatan antar kabupaten/kota rendah juga pertumbuhan ekonomi antar daerah
merata. Namun, apabila Indeks Williamson bernilai mendekati satu, maka ketimpangan
distribusi pendapatan antar kabupaten/kota tinggi dan mengindikasikan pertumbuhan
ekonomi antar daerah tidak merata. Adapun rumus dari Indeks Williamson sebagai
berikut.
𝐶𝑉𝑤 = √∑(𝑌𝑖 − ��)2𝑓𝑖/𝑛
��
Keterangan
CVw = Indeks Williamson
fi = Jumlah penduduk kabupaten/kota ke-i (jiwa)
n = Jumlah penduduk pada wilayah yang lebih luas (jiwa)
Yi = PDRB per kapita kabupaten/kota ke-i (Rupiah)
y = PDRB per kapita rata-rata pada wilayah yang lebih luas (Rupiah)
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah 41
Penggunaan Indeks Williamson dilakukan untuk melengkapi kekurangan teknik analisis
gini rasio, sehingga ketimpangan dapat digambarkan dengan mempertimbangkan
pendapatan regional serta proporsi jumlah penduduk dalam wilayah tersebut. Selain itu
melalui perhitungan ini dapat pula diketahui seberapa besar pengaruh sumber daya
(khususnya migas) terhadap ketimpangan wilayah di dalam suatu provinsi.
2.4.2 Metoda Analisis Prakarsa Inovasi Daerah
Secara umum metode yang digunakan dalam kajian ini adalah analisis kualitatif. Analisis
kualitatif mengkaji hubungan, kegiatan, situasi, atau material dengan penekanan kuat pada
deskripsi menyeluruh dalam menggambarkan rincian segala sesuatu yang terjadi pada suatu
kegiatan atau situasi tertentu (Fraenkel & Wallen, 1993). Analisis kualitatif tidak menekankan
pada angka-angka, melainkan kata-kata tertulis atau lisan dari orang dan perilaku yang dapat
diamati (Taylor & Bogdan, 1998). Definisi lain menjelaskan bahwa analisis kualitatif
merupakan ilmu yang tidak berusaha untuk mengkuantifikasikan hasilnya melalui statistik,
tapi melibatkan wawancara dan observasi tanpa pehitungan formal dan seirngkali digunakan
sebagai sumber dari hipotesis untuk pengujian lebih lanjut dalam analisis kuantitatif
(Marczyk, DeMatteo, & Festinger, 2005). Oleh karenanya dapat dikatakan bahwa analisis
kualitatif merupakan penelitian yang memahami secara data nominal dibandingkan dengan
numeriknya untuk mengkaji hubungan, kegiatan, situasi, atau material yang menggambarkan
permasalahan secara rinci dan dapat digunakan sebagai sumber hipotesis untuk penelitian
selanjutnya.
Dalam kajian ini, analisis kualitatif digunakan untuk menguraikan model-model pendekatan
inovasi, tahapan inovasi dalam pengurangan kesenjangan, serta keberhasilan program
pengurangan kesenjangan antar wilayah di Indonesia. Adapun tahapan analisis kualitatif yang
dilakukan sebagai berikut.
1. Analisis model/bentuk pendekatan prakarsa inovasi pada tiap bidang pembangunan
Analisis ini dilakukan per bidang pembangunan, yakni ekonomi, pendidikan, dan
kesehatan, pada seluruh prakarsa inovasi yang ditemukan, dengan melakukan
kategorisasi pola pelaksanaan masing-masing prakarsa inovasi daerah. Kategorisasi ini
didasarkan pada kesamaan karakter dalam mekanisme pelaksanaan prakarsa inovasi
daerah. Hasil dari analisis ini adalah model-model utama dalam pelaksanaan prakarsa
inovasi. Semisal dalam bidang kesehatan seperti peningkatan akses pelayanan
kesehatan, peningkatan prasarana dan sarana kesehatan, advokasi, serta peningkatan
upaya pemulihan kesehatan.
2. Analisis pembelajaran pada masing-masing good practices prakarsa inovasi daerah
Analisis dilakukan secara spesifik pada masing-masing good practices prakarsa inovasi
daerah, yakni Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Kota Kupang, Jalin Matra provinsi
Jawa Timur, Gerakan Bela Beli kabupaten Kulonprogo, Program Pemberdayaan Petani
Boyolali oleh Rikolto, serta Program Satrya Emas. Pada masing-masing good practices
akan diidentifikasi terkait dengan latar belakang, mekanisme, intervensi, dan dampak
pelaksanaan program, serta keunggulan dan tantangan pelaksanaan program.
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah
42
Selanjutnya akan dianalisis secara keseluruhan pembelajaran yang didapat dari good
practices tersebut.
3. Analisis tahapan prakarsa inovasi pada tiap bidang pembangunan
Analisis yang dilakukan pada tiap bidang pembangunan ini berupaya untuk memberikan
gambaran tahapan pelaksanaan prakarsa inovasi yang didasarkan pada tahapan
permasalahan yang dihadapi di tingkat daerah, sehingga dapat diposisikan
bentuk/model prakarsa inovasi yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan
tersebut. Permasalahan sendiri diidentifikasi dari hulu hingga hilir. Apabila
permasalahan di bagian hulu telah diatasi, maka inovasi dapat dilakukan untuk
menyelesaikan permasalahan di tingkat hilirnya. Analisis ini akan memberikan
gambaran tahapan permasalahan, tujuan inovasi yang akan dilakukan, serta metoda
pendekatan penyelesaian masing-masing tahapan.
4. Analisis rentang kendali dalam pelaksanaan prakarsa inovasi daerah
Rentang kendali merupakan jumlah subordinat yang menunjukkan seorang
manager/pengelola dapat melakukan kontrol. Terkait hal tersebut, analisis rentang
kendali dilakukan untuk menilai bagaimana rentang kendali yang seharusnya dilakukan
oleh masing-masing tingkatan pemerintah, baik pusat, provinsi, dan kabupaten/kota
dalam setiap tahapan pembangunan, dimulai dari perencanaan, implementasi hingga
evaluasi pembangunan. Selain itu analisis ini juga berupaya untuk mengkaitkan ukuran
rentang kendali masing-masing tingkatan pemerintah terhadap efektivitas pelaksanaan
program prakarsa inovasi di tingkat daerah.
5. Analisis Kelembagaan dalam pelaksanaan prakarsa inovasi daerah
Analisis kelembagaan menerangkan seberapa besar peran kelembagaan dalam
pelaksanaan praktek inovasi, baik kelembagaan dari sisi pemprakarsa maupun
kelembagaan dari sisi penerima manfaat, baik saat ini maupun yang seharusnya
dilakukan. Selain itu analisis ini juga menjelaskan peran masing-masing stakeholder
dalam mendukung pelaksanaan prakarsa inovasi daerah, baik dari sisi kebijakan,
pendanaan, bantuan teknis, informasi, advokasi, jejaring, monitoring dan evaluasi,
fasilitasi akses, penerima bantuan, keterlibatan, serta pemberdayaan.
6. Analisis proses pemantauan dan evaluasi dalam mendukung pelaksanaan prakarsa
inovasi daerah
Tahap analisis ini dilakukan dengan cara menerangkan proses pemantauan dan
evaluasi yang dilakukan dalam menjamin efektivitas program. Analisis dilakukan
dengan membahas kondisi pemantauan dan evaluasi eksisting beserta kelemahan dan
kelebihannya, untuk selanjutnya dipaparkan proses pemantauan dan evaluasi prakarsa
inovasi daerah yang seharusnya dilakukan.
7. Analisis peluang keberlanjutan prakarsa inovasi daerah
Analisis ini dilakukan dengan mensintesakan seluruh praktek prakarsa inovasi daerah
untuk menerangkan peluang keberlanjutan dalam praktek-praktek prakarsa inovasi
yang telah dilakukan. Selain itu analisis ini juga akan memberikan rekomendasi untuk
memastikan keberlanjutan program prakarsa inovasi yang dilakukan di daerah.
Bab 3
PRAKTEK INOVASI DAERAH
UNTUK MENGURANGI
KESENJANGAN WILAYAH
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah
44
3.1 Kebijakan dan Program Nasional Pengurangan Kesenjangan
Wilayah
Kebijakan dan program nasional pengurangan kesenjangan wilayah di Indonesia pada
dasarnya terdiri dari dua tujuan, yaitu:
1. Pemerataan pembangunan, merupakan kebijakan dan program dengan alokasi sumber
daya maupun pendaan seragam pada seluruh daerah di Indonesia.
2. Pengurangan kesenjangan antar wilayah, merupakan kebijakan dan program yang fokus
pada wilayah-wilayah yang tertinggal, miskin, sehingga dibutuhkan intervensi pemerintah
untuk menguatkan wilayah-wilayah tersebut agar bisa berdaya saing.
Kebijakan penguatan pemerataan pembangunan dan pengurangan kesenjangan antar
wilayah adalah saling mendukung dan melengkapi.
Gambar 3.1
KEBIJAKAN NASIONAL TERKAIT PEMERATAAN PEMBANGUNAN DAN PENGURANGAN
KESENJANGAN ANTARWILAYAH
sumber: diolah dari RPJMN, 2014
Program nasional pengurangan kesenjangan wilayah sendiri mengacu pada NAWACITA dan
RPJMN 2015-2019. Adalah program sektoral yang difokuskan pada sektor-sektor khusus
terkait langsung pada upaya pengurangan kesenjangan wilayah. Sektor yang terkait dan
tujuan dari program tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
Dilakukan melalui keseragaman
program-program/kebijakan
peningkatan pelayanan
Kelemahan: rentang kendali
panjang, pencapaian ke target
sasaran sering tidak efektif
Sifat program seragam untuk
semua wilayah sampai dengan
tingkat desa
Contoh:
RASKIN, BLT, BOS, BPJS, Dana
Desa
Dilakukan melalui program/
kebijakan spesifik untuk
pengurangan kesenjangan
antarwilayah atau
meningkatkan daya ungkit
ekonomi
Kelebihan: target efisien
Sifat program fokus pada
wilayah pinggiran dan wilayah
karakter khusus (perkotaan) à
kawasan kumum, regional à
kawasan khusus
Contoh:
Kawasan Ekonomi Khusus,
pembangunan infrastruktur,
kawasan perbatasan,
infrastruktur desa tertinggal
KEBIJAKAN NASIONAL
PEMERATAAN
PENGURANGAN KESENJANGAN
TANTANGAN
Dilakukan untuk program-program/kebijakan
peningkatan pelayanan
Rentang kendali panjang
Sifat program relatif seragam untuk semua wilayah sampai
dengan tingkat desa
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah 45
Tabel 3.1
KEBIJAKAN DAN PROGRAM NASIONAL PENGURANGAN KESENJANGAN WILAYAH
Sektor Program Keterangan
1. Ekonomi Program
pengembangan pusat
pertumbuhan **
Melibatkan lintas kementerian/lembaga
Pengembangan fasilitas dan insentif khusus
bagi kawasan ini sebagai daya tarik investasi
2. Pendidikan Program Indonesia
Pintar* Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
sebagai koordinator
Pemberian bantuan tunai pendidikan kepada
anak usia sekolah (usia 6 - 21 tahun) yang
berasal dari keluarga miskin, rentan miskin:
pemilik Kartu Keluarga Sejahtera (KKS),
peserta Program Keluarga Harapan (PKH),
yatim piatu, penyandang disabilitas, korban
bencana alam/musibah. PIP merupakan
bagian dari penyempurnaan program Bantuan
Siswa Miskin (BSM).
Pelaksanaan menggunakan Kartu Indonesia
Pintar (KIP)
Anggaran 20%
pendidikan* Amanat konstitusi
Berlaku untuk APBN dan APBD
Bantuan Biaya
Pendidikan BIDIKMISI* Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan
Tinggi sebagai koordinator
Berupa Bantuan biaya pendidikan bagi calon
mahasiswa tidak mampu secara ekonomi dan
memiliki potensi akademik baik untuk
menempuh pendidikan di perguruan tinggi
pada program studi unggulan sampai lulus
tepat waktu)
Bantuan operasional
Sekolah* Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
sebagai koordinator
program pemerintah yang pada dasarnya
adalah untuk penyediaan pendanaan biaya
operasi nonpersonalia bagi satuan pendidikan
dasar sebagai pelaksana program wajib
belajar.
3. Kesehatan Gerakan Masyarakat
Hidup Sehat
(GERMAS)*
Kementerian Kesehatan sebagai koordinator
Merupakan program promosi dan preventif
untuk melakukan aktivitas fisik 30 menit per
hari, 2) Mengonsumsi buah dan sayur; dan 3)
Memeriksakan kesehatan secara rutin
minimal 6 bulan sekali sebagai upaya deteksi
dini penyakit.
Dilakukan melalui Puskesmas
JAMKESMAS – Jaminan
Kesehatan
Nasional/KIS PBI
(Penerima Bantuan
Iuran)*
Program BPJS
Jaminan kesehatan bagi masyarakat tidak
mampu berbasis asuransi, namun masyarakat
tersebut tergolong dibantu pemerintah untuk
membayar iurannya
4. Infrastruktur Prasarana dan sarana
permukiman MBR
KOTAKU Kementerian Pekerjaan Umum, Ditjen Cipta
Karya sebagai koordinator
Tujuan program, adalah memperbaiki akses
masyarakat terhadap infrastruktur
permukiman sesuai dengan 7 + 1 indikator
kumuh, penguatan kapasitas pemerintah
daerah untuk mengembangkan kolaborasi
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah
46
Sektor Program Keterangan
dengan pemangku kepentingan (stakeholder),
dan memperbaiki tingkat kesejahteraan
masyarakat melalui pengembangan
penghidupan berkelanjutan (sustainable
livelihood).
Integrasi pembangunan
infrastruktur pada:
KEK, KSPN, kawasan
perdesaan prioritas,
provinsi lumbung
pangan nasional,
kawasan perbatasan**
Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian
Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi;
Kementerian Pertanian, Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian sebagai
koordinator
Pembangunan infrastruktur pendukung
Kawasan Strategis Nasional
Energi** Program Kementerian ESDM sebagai
koordinator
50% Anggaran yang berkaitan dengan rakyat:
- Pembangkit Listrik Tenaga Surya
- Konverter kit nelayan
- Energi Baru Terbarukan
- Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro
- Subsidi solar, minyak tanah, LPG 3 kg
5. Lintas Sektor
Desa,
Pembangunan
Daerah
Tertinggal Dan
Transmigrasi
Dana Desa * Landasan: UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa
Bersumber dari APBN, program berbasis desa,
bersumber dari dana perimbangan, masuk
dalam APBD Kabupaten. Pemerintah
kabupaten wajib menganggarkan dana desa
paling sedikit 10% dr APBD kabupaten setelah
dikurangi Dana Alokasi Khusus.
Bentuk dana desa bisa digunakan untuk
embung, sarana olahraga desa, dan BUMDes
STRANAS-PPDT
(Strategi Nasional
Percepatan
Pembangunan Daerah
Tertinggal) dan RAN-
PPDT (Rencana Aksi
Nasional Percepatan
Pembangunan Daerah
Tertinggal)**
Landasan: Peraturan Presiden Nomor 78
Tahun 2014 Tentang Percepatan
Pembangunan Daerah Tertinggal (PPDT)
Aspek pembangunan: (a) ekonomi; (b) sumber
sumber daya manusia dan sosial budaya; (c)
sumber daya alam dan lingkungan hidup; (d)
sarana dan prasarana; dan (e) kelembagaan.
Pemerintah pusat melakukan penetapan 122
kabupaten sebagai daerah tertinggal yang
tersebar di 24 provinsi (Perpres No. 131
Tahun 2015 tentang Penetapan Daerah
Tertinggal Tahun 2015-2019)
Produk unggulan
kawasan perdesaan
(Prukades)*
Program Kementerian Desa, Daerah
Tertinggal, dan Transmigrasi 2017
Produk unggulan disesuaikan dengan
kebutuhan dan karakter desa
Badan Usaha Milik
Desa (BUMDes) * Program Kementerian Desa, Daerah
Tertinggal, dan Transmigrasi
Produk unggulan disesuaikan dengan
kebutuhan dan karakter desa Program
pengembangan dan pendampingan BUMDes
Rumah Sehat Desa** Program Kementerian Desa, Daerah
Tertinggal, dan Transmigrasi; dan
Kementerian Kesehatan
Target: 50.000 rumah sehat desa dari tahun
2017 – 2019
Sarana dan Prasarana
Desa, pembangunan* Kementerian Desa, Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi sebagai koordinator
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah 47
Sektor Program Keterangan
Program berupa pembangunan embung dan
sarana olah raga
Percepatan
Penanggulangan
Kemiskinan
Program Keluarga
Harapan (PKH) ** Kementerian Sosial sebagai koordinator
Merupakan program perlindungan sosial yang
memberikan bantuan tunai kepada Rumah
Tangga Sangat Miskin (RTSM) dan bagi
anggota keluarga RTS
Bentuk: bantuan langsung tunai, pelayanan
kesehatan ibu dan anak, pelayanan
pendidikan anak usia wajib belajar 9 tahun
RASKIN – Beras
Miskin** Program Raskin merupakan subsidi pangan
dalam bentuk beras yang diperuntukkan bagi
rumahtangga berpenghasilan rendah sebagai
upaya dari pemerintah untuk meningkatkan
ketahanan pangan dan memberikan
perlindungan sosial pada rumah tangga
sasaran
Integrasi PNMP Mandiri
& Perencanaan Desa Program-program penanggulangan
kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja
yang berbasis pemberdayaan masyarakat
dicirikan dengan: a) menggunakan
pendekatan partisipasi masyarakat; b)
melakukan penguatan kapasitas
kelembagaan masyarakat; dan c) kegiatan
program dilaksanakan secara swakelola oleh
masyarakat. Sumber: Dari berbagai sumber, 2017
Keterangan: * = Pemerataan
** = Pengurangan kesenjangan
Program-program di atas, baik merupakan program pemerataan maupun pengurangan
kesenjangan antarwilayah seringkali memiliki kelemahan terkait dengan ketidakefektifan
program karena tidak sesuai karakter wilayah, serta lemahnya monitoring dan evaluasi atas
program berjalan. Lemahnya monitoring dan evaluasi terhadap program yang sedang berjalan
juga terkaiat dengan besarnya rentang kendali terhadap program yang dilakukan oleh
pemerintah dengan penerima manfaat di daerah. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan
program pemerataan yang memahami perbedaan karakter wilayah, perbaikan mekanisme
kelembagaan serta pemantauan dan evaluasi di tingkat kabupaten/kota, kerja sama dengan
lembaga lain melalui proses pendampingan
3.2 Praktek Inovasi di Daerah
Dengan semakin berkembangnya pelaksanaan otonomi daerah, kegiatan inovasi di daerah
semakin berkembang. Inovasi yang dilakukan pemerintah daerah pada dasarnya dapat
meliputi berbagai sektor dengan tujuan yang beragam. Namun secara umum inovasi yang
dilakukan di daerah dilaksanakan dalam rangka meningkatkan pelayanan publik dan
kesejahteraan masyarakat.
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah
48
Inovasi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah pada dasarnya tidak selalu bertujuan utama
untuk mengurangi kesenjangan antarwilayah. Namun demikian, sejumlah program inovasi
dipandang mendorong upaya untuk pengurangan kesenjangan antarwilayah, baik untuk
mengurangi kesenjangan wilayahnya terhadap wilayah lainnya maupun dalam rangka
mengurangi kesenjangan di dalam wilayahnya sendiri.
Secara umum inovasi/prakarsa daerah terkait pengurangan kesenjangan antarwilayah dapat
dikategorikan berdasarkan konsep kesenjangan wilayah, dimana berdasarkan konsep
kesenjangan wilayah tersebut, upaya inovasi/prakarsa daerah terkait penanggulangan
kesenjangan dapat dilakukan pada bidang ekonomi sebagai upaya langsung untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat; maupun pada bidang pendidikan, kesehatan, dan
infrastruktur untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan aksesibilitas
masyarakat dalam mendukung peningkatan pendapatan masyarakat. Berdasarkan hal
tersebut, berbagai inovasi/prakarsa daerah tersebut dikategorikan menjadi inovasi/prakarsa
bidang ekonomi, bidang pendidikan, bidang kesehatan, dan bidang infrastruktur.
Daftar praktek inovasi yang diidentifikasi dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber
antara lain:
Daftar Inovasi Administrasi Negara (LAN, 2016) (www.inovasi.lan.go.id);
Daftar Peraih Penghargaan Kepala Daerah Inovatif 2016 (http://daerah.sindonews.
com/read/1130600/21/ini-22-bupati-inovatif-2016470931806);
Top 99 Inovasi Pelayanan Publik di Indonesia Tahun 2014;
Model Community Development di Daerah, Pusat Kajian Otonomi Daerah, LAN,
2010;
http://indonesiaberinovasi.com/;
Dokumen Best Practice Kota-Kota, Apeksi, 2013 & 2015; serta
beberapa sumber lainnya.
Berdasarkan kajian data sekunder terhadap berbagai sumber (desk study), penelitian ini
mengidentifikasi sejumlah inovasi yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah di seluruh
Indonesia. Inovasi dilakukan baik oleh pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, maupun
pemerintah kota. Beberapa kegiatan inovasi dilakukan juga dengan bekerja sama dengan
pihak ketiga, seperti pihak donor, lembaga non-pemerintah, pemerintah pusat, dan lain
sebagainya.
Beberapa catatan terhadap proses identifikasi praktek inovasi dan prakarsa Pemerintah
Daerah dalam upaya pengurangan kesenjangan wilayah yanag dilakukan antara lain:
Tidak semua inovasi yang terdaftar dalam berbagai sumber data sekunder yang
diperoleh terkait dengan upaya pengurangan kesenjangan wilayah. Oleh karenanya
dilakukan penapisan terhadap inovasi dan prakarsa yang terkait upaya
pengurangan kesenjangan wilayah yang didasarkan pada tujuan memperbaiki
berbagai indikator kesenjangan, baik di bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan,
maupun infrastruktur. Terkait dengan bidang ekonomi, inovasi pengurangan
kesenjangan wilayah ditapis terhadap inovasi yang bertujuan untuk
mengentaskan/mengurangi kemiskinan, meningkatkan pendapatan masyarakat,
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah 49
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maupun meningkatkan pertumbuhan
ekonomi wilayah. Pada bidang pendidikan, invovasi terkait pengurangan
kesenjangan wilayah ditapis pada inovasi yang bertujuan untuk mengurangi angka
putus sekolah serta meningkatkan partisipasi anak sekolah. Pada bidang
kesehatan, inovasi yang terkait upaya pengurangan kesenjangan adalah inovasi
yang bertujuan untuk mengurangi angka kematian, meningkatkan kualitas
kesehatan masyarakat, serta meningkatkan angka harapan hidup. Sedang pada
sektor infrastruktur, inovasi terkait pengurangan kesenjangan wilayah adalah
pengembangan infrastruktur untuk meningkatkan pelayanan dan aksesibilitas bagi
masyarakat dan sektor produksi.
Sejumlah program merupakan inisiatif Pemerintah (Pusat), dimana daerah menjadi
pelopor pelaksanaan program
Sebagian program difasilitasi oleh lembaga donor/lembaga non-pemerintah.
Dengan demikian, pada dasarnya inovasi dan prakarsa dilakukan tidak murni
merupakan inisiatif Pemerintah Daerah, tetapi terkait pula dengan inisiasi dan
tujuan pemberian program dari lembaga yang mendampingi
Program yang diinisiasi oleh pihak non pemerintah (LSM/donor/swadaya) tidak
tercakup dalam daftar ini. Program yang diinisiasi oleh lembaga non-pemerintah
pada dasarnya dipandang penting untuk menjadi pembanding (benchmark) bagi
proses-proses pengembangan inovasi dan prakarsa pengurangan kesenjangan
wilayah.
Tabel di bawah ini menyajikan daftar inovasi Pemerintah Daerah yang diidentifikasi dari
berbagai sumber data sekunder.
Tabel 3.2
BEBERAPA INOVASI PEMERINTAH DAERAH TERKAIT PENGURANGAN KESENJANGAN WILAYAH
BIDANG EKONOMI
1) PENGEMBANGAN CADANGAN PANGAN DAERAH
(Kota Surakarta, 2013)
2) PEMBERDAYAAN PENGRAJIN TENUN
TRADISIONAL (Kota Denpasar)
3) PEMBENTUKAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH
KREDIT MIKRO (Kota Kendari, 2012)
4) PELAYANAN TERPADU PENANGANAN
KEMISKINAN (Kab. Sragen, 2012)
5) PROGRAM SAMISAKE/Satu Milyar Satu
Kecamatan (Prov. Jambi, 2012-2015)
6) LORONG GARDEN & LORONG BULO (Kota
Makassar, 2016)
7) KREDIT MELATI (Kota Bandung, 2015)
8) JALIN MATRA (Prov. Jatim, 2014)
9) PROGRAM KETAHANAN PANGAN (Kab. Tapanuli
Utara)
10) PRODAMAS (Kota Kediri, 2016)
11) PROGRAM GEMERLAP (Kab. Lamongan, 2011)
12) PEMBENTUKAN UPTP2K (Kab. Kebumen, 2015)
13) ASURANSI PETANI (Kota Banda Aceh, 2015)
14) SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN BERBASIS
MASYARAKAT (Kota Banda Aceh, 2015)
15) PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS
22) PROGRAM DESA MANDIRI ANGGUR MERAH (Prov.
NTT, 2015)DESA INOVASI (Kab. Bengkulu Utara,
2014)
23) HUTAN KEMASYARAKATAN (Kab. Bengkulu)
24) GERAKAN RUMAH PINTAR PETANI JAWA TENGAH
(2014)
26) PROGRAM TANIMAS (Kab. Badung)
27) PENATAAN PASAR TRADISIONAL DAN
PEMBERDAYAAN PEDAGANG GARENDONG (Kota
Payakumbuh, 2015)
28) SATRYA EMAS (Kab. Pasuruan, 2016)
29) GERAKAN BELA-BELI KULONPROGO (Kab.
Kulonprogo)
30) PROGRAM AGAM MENYEMAI (Kab. Agam, 2015)
31) TATA KELOLA PERENCANAAN PEMBANGUNAN
UNTUK PERCEPATAN PENANGGULANGAN
KEMISKINAN (Kab. Sumba Barat, 2014)
32) PROGRAM DESA EMAS (Prov. Sulawesi Selatan,
2015)
33) PROGRAM PANGAN LOKAL (Kab. Buru Selatan,
2015)
34) PENGEMBANGAN INDUSTRI KREATIF (Kota
Cimahi)
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah
50
PEDESAAN (Kab. Labuhan Batu, 2015)
16) PROGRAM RUMAH TANGGA MANDIRI PANGAN &
ENERGI (Kab. Kampar, 2015)
17) PUSAT KULINER KECAMATAN (Kab. Pelalawan,
2015)
18) AGROFORESTRY (Kab. Sigli, 2015)
19) COMMUNITY DEVELOPMENT PENANGGULANGAN
KEMISKINAN (Kab. Bantul, 2006-2009)
20) PEREMPUAN PAHLAWAN EKONOMI (Kota
Surabaya, 2010)
21) DESA INOVATIF (Prov. Jateng, 2013)
35) PENGEMBANGAN TRIANGLE DIAMONDS (Kab.
Banyuwangi, 2016)
36) BANTAENG TECHNO PARK (Kab. Bantaeng, 2016)
37) JARINGAN INOVASI KARET SUMATERA SELATAN
(Prov. Sumatera Selatan)
38) KOTA TERPADU MANDIRI PAWONSARI (Kab.
Badung, 2015)
39) FESTIVAL BUDAYA PERTANIAN (Kab.
Badung,2014)
40) PROGRAM ONE VILLAGE ONE SISTER COMPANY
(Kab. Kulonprogo, 2012
sumber: diolah dari berbagai sumber
Tabel 3.3
BEBERAPA INOVASI PEMERINTAH DAERAH TERKAIT PENGURANGAN KESENJANGAN WILAYAH
BIDANG PENDIDIKAN
1) PROGRAM OPTIMALISASI PELAKSANAAN
PENDIDIKAN KESETARAAN KOTA DEPOK (Kota
Depok)
2) KOTA LAYAK ANAK (Kota Denpasar)
3) PROGRAM BASEKOLAH (Kota Bitung, 2015)
4) PROGRAM SUMIKOLAH (Kab. Minahasa Utara,
2015)
5) PERPUSTAKAAN KAMPUNG & TAMAN CERDAS
(Kota Surakarta)
6) PROGRAM SANGIHE MENGAJAR (Kab. Sangihe,
2015)
7) PELAYANAN BUS SEKOLAH GRATIS (Kab. Pakpak
Barat, 2014)
sumber: diolah dari berbagai sumber
Tabel 3.4
BEBERAPA INOVASI PEMERINTAH DAERAH TERKAIT PENGURANGAN KESENJANGAN WILAYAH
BIDANG KESEHATAN
1) GREEN HOSPITAL BERBASIS KEARIFAN LOKAL
(Kab. Kulonprogo)
2) PROGRAM INTEGRASI CONTRA WAR DAN SUTERA
EMAS (Kab. Malang)
3) FAMILY GATHERING TERPADU RSJ GRHASIA
(Prov. DIY)
4) KONSEP GAMPONG SEHAT (Kota Banda Aceh)
5) PROGRAM PELAYANAN KOMPREHENSIF PEDULI
IBU DAN ANAK (Provinsi Riau)
6) PENGATURAN AKSES SERTA PENYELENGGARAAN
PELAYANAN DAN PEMBIAYAAN KB MOP DAN
MOW (Kab. Salatiga)
7) RUMAH PEMULIHAN GIZI (Kota Yogyakarta, 2010)
8) DESA MANDARA MANDIDOHA ( Kab. Konawe
Selatan)
9) KEMITRAAN BIDAN DAN DUKUN (Kab. Takalar)
10) PEMBERIAN INSENTIF BAGI IBU BERSALIN
KELUARGA MISKIN (Kab. Buton Utara)
11) PUSKESMAS RAMAH ANAK (Kota Surakarta)
12) KAWASAN TERTIB ROKOK (Kab. Padang Panjang)
13) KARTU INSENTIF ANAK (Kota Surakarta)
14) PUSKESMAS REFORMASI (Kota Kupang)
15) PROGRAM SUTERA EMAS (Kab. Malang)
16) PROGRAM DESA MANDIRI SEHAT (Kab.
Purbalingga)
17) (Kab. Bantaeng)
18) KAMPOENG KB BANJAR (Kab. Banjar)
19) PROGRAM KAMPO WARAKA (Kab. Buton Utara)
22) LAYANAN MEMIKAT KABUPATEN SEHAT
23) PEMELIHARAAN KESEHATAN MASYARARAKAT
(Kota Surakarta)
24) PROGRAM RAWAT INAP TANPA KELAS BAGI
KELUARGA MISKIN (Kab. Kulonprogo)
25) GERAKAN MASYARAKAT MENCINTAI
LINGKUNGAN (GEMILANG) (Kab. Banyuwangi)
26) PROGRAM KESEHATAN REPRODUKSI DLM
RANGKA PENURUNAN ANGKA PERNIKAHAN DINI
(Kab. Bondowoso)
27) PELAYANAN OBSTETRIC NEONATAL EMERGENCY
DASAR (Kab. Lampung Selatan)
28) RUMAH PEMULIHAN GIZI (Kab. Purwakarta)
29) PEMBERDAYAAN KELOMPOK PENDUKUNG ASI
DESA BATARA (Kab. Pangkep)
30) UNIT PERINATOLOGI PENURUNAN ANGKA
KEMATIAN BAYI (Kab. Pinrang)
31) PELAYANAN BAYI BARU LAHIR RENDAH TANPA
DINDING (Kab. Kulonprogo)
32) INTERNET KECAMATAN SEHAT GRATIS (Kab.
Madiun)
33) JAMINAN KESEHATAN SEMESTA (Kota Manado)
34) RUMAH SEHAT LANSIA (Kota Yogyakarta)
35) BRIGADE KUPANG SEHAT (Kota Kupang)
36) PELAYANAN PANGGILAN EMERGENCY PUBLIK
(Prov. Sulawesi Tenggara)
37) DOKTER PANGGILAN/DOKTER ONLINE (Kab.
Purwakarta)
38) KAMPUNG KB (Kab. Musirawas)
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah 51
20) SISTEM KOMPUTERISASI PELAYANAN
KESEHATAN DASAR PUSKESMAS (Kota Tegal)
21) PROGRAM MULTIGUNA JAMINAN KESEHATAN
(Kota Tangerang)
39) PELAYANAN TUMBUH KEMBANG ANAK (Kota
Solok)
40) PROGRAM PUBLIC SAFETY CENTER (PSC)(Kab.
Tulungagung)
sumber: diolah dari berbagai sumber
Tabel 3.5
BEBERAPA INOVASI PEMERINTAH DAERAH TERKAIT PENGURANGAN KESENJANGAN WILAYAH
BIDANG INFRASTRUKTUR
1) GERAKAN PEMBANGUNAN SWADAYA
MASYARAKAT (GERBANG SWARA) (Kab. Serdang
Bedagai)
2) PROGRAM BERBASIS LINGKUNGAN MAPALUSE
(Kota Manado)
3) LOCUS SINERGITAS (Kab. Poso)
4) PENGEMBANGAN BIOGAS (Kab. Agam)
5) PEMBANGKIT LISTRIK BIOGAS (Kab. Rokan Hulu)
6) BIOGAS TERPADU (Kota Pekanbaru)
7) WIRAUSAHA SANITASI (Prov. Riau)
8) INTERNET TERAPUNG (Kab. Pangkep)
9) PROGRAM BEDAH KAMPUNG (Kab. Enrekanag)
10) PROGRAM KELOMPOK ASUH KELUARGA
BINANGUN (Kab. Kulonprogo
11)
sumber: diolah dari berbagai sumber
Berdasarkan daftar inovasi terkait upaya pengurangan kesenjangan wilayah yang
diidentifikasi, sebagian besar inovasi dikembangkan di sektor ekonomi dan kesehatan.
Sebanyak lebih kurang 47% inovasi yang dikembangkan oleh Pemerintah Daerah untuk
pengurangan kesenjangan wilayah dilakukan di sektor ekonomi, sedang 42% inovasi
dikembangkan di sektor kesehatan. Hal ini didorong oleh upaya langsung Pemerintah Daerah
untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengurangi tingkat kemiskinan melalui
pengembangan program ekonomi. Inovasi di bidang pendidikan dan infrastruktur masing-
masing hanya sebesar 7% dan 4% dari seluruh inovasi Pemerintah Daerah terkait upaya
pengurangan kesenjangan wilayah. Inovasi di bidang pendidikan pada dasarnya cukup
banyak, tetapi sebagian besar tidak terkait langsung dengan upaya untuk mengurangi angka
putus sekolah maupun peningkatan lama pendidikan dan partisipasi anak untuk sekolah.
Sedang inovasi di bidang infrastruktur di daerah relatif tidak terlampau banyak oleh karena
dibutuhkan sumberdaya keuangan yang relatif cukup besar. Selain itu, pembangunan
infrastruktur pada dasarnya sudah termasuk dalam program pembangunan rutin Pemerintah
Daerah.
Berdasarkan tingkat pemerintahan yang menjadi inisiator pengembangan inovasi terkait
upaya pengurangan kesenjangan wilayah, sebagian besar inovasi dilakukan oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota.
Sedang ditinjau berdasarkan wilayahnya, sebagian besar inovasi masih dilakukan oleh
Pemerintah Daerah di Pulau Jawa. Inovasi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah di Pulau
Jawa meliputi lebih kurang 40% dari total inovasi terkait pengurangan kesenjangan wilayah
yang ada di Indonesia. Sedang inovasi yang dilakukan di Pulau Sumatera sebesar 28% dan
inovasi yang dilakukan di Pulau Sulawesi sebesar 24%. Sedang inovasi di Pulau Kalimantan,
Kepulauan Maluku, dan Pulau Papua relatif sangat terbatas. Oleh karenanya Pemerintah
perlu mendorong upaya-upaya di daerah, terutama pada daerah yang masih rendah kuallitas
dan kuantitas inovasinya untuk mengembangkan inovasi daerah yang dapat mendukung
upaya pengurangan kesenjangan antarwilayah.
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah
52
Gambar 3.2
SEBARAN INOVASI TERKAIT PENGURANGAN KESENJANGAN WILAYAH
BERDASARKAN SEKTOR DAN WILAYAH
sumber: pengolahan data, 2017
Secara umum jenis-jenis inovasi di lingkungan pemerintah daerah dapat meliputi:
a. Inovasi Adoptif, yaitu inovasi yang bersumber pada program-program yang sebelumnya
telah ada, dan dinilai cukup berhasil oleh pemerintah daerah. Untuk selanjutnya ditiru
seutuhnya atau diambil sebagian dari program tersebut dengan nama program yang
sama atau nama baru. Yang membedakan hanya sumber dan alokasi pembiayaan,
serta penanggung jawab kegiatan.
Program-program yang bersifat inovasi adoptif memiliki kelebihan dan
kekurangan/kelemahan, antara lain: mudah untuk diikuti oleh masyarakat (tidak perlu
sosialisasi), karena yang menjadi kelompok sasaran biasanya telah mengenal dengan
baik program-program yang ditawarkan karena telah ada sebelumnya. Bagi program-
program sebelumnya yang dianggap berhasil akan diikuti oleh masyarakat secara
pastisipatif. Namun, sebaliknya bila belum menunjukkan keberhasilan akan sukar
mengajak masyarakat untuk mau berpartisipasi di dalamnya. Terlebih bila kinerja
pemerintah setempat dinilai rendah oleh masyarakat. Sehingga akan menjadi hal yang
sia-sia saja. Bahkan ada kesan pemerintah melaksanakan program hanya untuk
menghabiskan anggaran, bukan untuk kesejahteraan rakyat.
Jenis inovasi adoptif ini merupakan inovasi yang banyak dilakukan oleh pemerintah
daerah. Adopsi inovasi dapat dilakukan baik bersumber dari program sejenis yang
sudah dilakukan di daerah lain, program yang dilakuan oleh pemerintah (pusat), maupun
program yang sudah dilakukan oleh lembaga lain.
Contoh inovasi adoptif diantaranya adalah program pemberian stimulan berupa modal
bergulir seperti yang dilakukan pada Program Desa Mandiri Anggur Merah (provinsi NTT),
Program Jalin Matra (prov. Jawa Timur), Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
INOVASI'BIDANG'EKONOMI' INOVASI'BIDANG'PENDIDIKAN'
INOVASI'BIDANG'KESEHATAN' INOVASI'BIDANG'INFRASTRUKTUR'
P.#JAWA# P.#BALI#&#NUSA#TENGGARA#
P.#SUMATERA# P.#KALIMANTAN#
P.#SULAWESI# P.#MALUKU#&#PAPUA#
BERDASARKAN BIDANG BERDASARKAN WILAYAH
BIDANG
PENDIDIKAN
7%
BIDANG
EKONOMI
47%
BIDANG
KESEHATAN
42%
BIDANG
INFRASTRUKTUR
9%
P. SULAWESI
24% P. JAWA
40%
P. SUMATERA
28% P. BALI & NUSA
TENGGARA
8%
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah 53
(kota Kupang), Program Kredit Melati (kota Bandung), Program Brigade Kupang Sehat
(kota Kupang), dan lain sebagainya.
Meskipun sifatnya mengadaptasi program lain, namun masing-masing program memiliki
karakteristik yang berbeda satu dengan lainnya disesuaikan dengan kondisi masing-
masing daerah, seperti kemampuan keuangan, kearifan, kapasitas SDM, kreativitas
daerah, dan lain sebagainya.
b. Inovasi Instruktif, yaitu inovasi yang dilakukan pemerintah daerah yang bersumber pada
Instruksi Presiden (Inpres), Keputusan Presiden (Keppres), Keputusan Menteri
(KepMen), dan sebagainya, yang yang pada prinsipnya berasal dari kebijakan
pemerintah pusat. Program-program tersebut biasanya dilaksanakan berdasarkan pada
Juknis atau Juklak baku yang dibuat pemerintah pusat untuk dilaksanakan di daerah-
daerah.
Klaim-klaim atas keberhasilan yang diraih dari program yang bersifat instruktif tidak
salah untuk disampaikan kepada publik. Hanya saja kembali pada prinsip-prinsip yang
terkandung pada Undang-Undang Otonomi Daerah yaitu, demokrasi, pemerataan,
keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia, maka jelas bahwa adanya pengakuan atas kekhasan dari setiap
daerah diperlukan pola kerja yang berbeda pula. Karena, salah satu sumber kegagalan
sebuah program pemerintah adalah program-program yang ditawarkan bersifat umum
(yang kebanyakan mengadopsi di pulau Jawa).
Beberapa program inovasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah dilakukan dengan
mengacu pada instruksi yang diamanatkan oleh pemerintah pusat. Program dipandang
sebagai inovasi karena daerah tersebut merupakan daerah pertama yang menerapkan
program pemerintah dibanding daerah di sekitarnya. Contoh inovasi instruktif
diantaranya adalah Program Desa Siaga, Program Tanimas, dan lain sebagainya.
c. Inovasi Mandiri, yaitu terobosan-terobosan inovatif pemerintah daerah yang dilakukan
atas dasar kebutuhan, yaitu kebutuhan untuk menyelesaikan masalah yang ada di
masyarakat. Inovasi yang dihasilkan disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang ada
dan kemampuan yang dimiliki.
Meskipun belum banyak program inovasi yang benar-benar inovasi mandiri berupa
terobosan inovatif pemerintah daerah, namun program inovasi tersebut sudah mulai
muncul. Contoh inovasi mandiri diantaranya adalah Gerakan Bela Beli Kulonprogo,
pengembangan kawasan pariwisata Diamond Triangle, dan lain sebagainya.
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah
54
Kotak 1
PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT (PEM) KOTA KUPANG
Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (PEM) yang diinisiasi oleh Pemerintah Kota Kupang
dimaksudkan untuk memperbaiki struktur ekonomi masyarakat dengan menyediakan Dana
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat bagi pengembangan usaha. Dana Pemberdayaan Ekonomi sendiri
adalah dana pengembangan usaha ekonomi produktif (segala jenis usaha, baik pertanian, perikanan,
peternakan, perindustrian, dan perdagangan serta jenis usaha lainnya) skala kecil yang diberikan pada
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) di tingkat kelurahan dan disalurkan kepada masyarakat
berupa dana bergulir tanpa bunga dengan maksimum pinjaman 25 juta rupiah. Dana ini harus
dikembalikan kepada kas LPM untuk digulirkan kembali pada masyarakat. Harapan dari pelaksanaan
program ini adalah tidak hanya meningkatkan kemampuan usaha masyarakat, tapi adanya sikap
tanggung jawab masyarakat untuk mengembalikan dana tersebut.
Pelaksanaan Program PEM tidak serta merta hanya memberikan dana stimulan pada masyarakat, tapi
lebih lanjut juga dilakukan dengan meningkatkan kapasitas masyarakat sebagai penerima bantuan
dengan pelatihan manajemen dan perluasan usaha serta meningkatkan kapasitas LPM sebagai
pengelola dana dengan pelatihan pengelolaan dana. Untuk menunjang pelaksanaan program ini, pada
setiap kelurahan diberikan fasilitator yang berfungsi untuk mengidentifikasi usaha produktif masyarakat;
melakukan pendampingan dan bimbingan usaha; menata administrasi, pelaporan, verifikasi dokumen;
melakukan penagihan pembayaran; mendampingi tim teknis dan tim ahli; serta melaporkan pelaksanaan
tugas pada Bappeda Kota Kupang.
Dampak dari pelaksanaan program ini adalah adanya peningkatan pemodalan masyarakat di Kota
Kupang. Tercatat hingga tahun 2016, total dana bergulir yang diberikan sebesar 38,87 Milyar Rupiah
untuk 6.144 penerima (rata-rata 1 Milyar Rupiah per kelurahan). Selain itu juga terjadi peningkatan
kapasitas masyarakat, baik LPM maupun penerima bantuan dengan adanya pelatihan peningkatan
kapasitas. PEM juga berdampak pada peningkatan kemandirian masyarakat yang tampak dari total
pengembalian mencapai 60,22% dari total dana yang telah bergulir. Dampak lainnya adalah
meningkatkan wirausaha produktif di Kota Kupang.
Dari Program PEM dapat diambil beberapa pembelajaran. Pertama, PEM mengajarkan adanya rentang
kendali yang cukup pendek antara Pemerintah Kota Kupang dengan kelurahan selaku pengelola dana
PEM, berimplikasi pada efektivitas penyaluran dan monitoring pelaksanaan yang lebih baik. Semakin
rendahnya rentang kendali ini akan memudahkan perencanaan, implementasi, dan evaluasi dilakukan
secara lebih baik dan sinergis dengan lembaga pendukung lainnya. Kedua, PEM memberikan pelajaran
bahwa prakarsa inovasi tidak selalu membutuhkan lembaga baru, tapi dapat dilakukan dengan
memanfaatkan dan meningkatkan kapasitas organisasi yang ada di tingkat kelurahan, dalam hal ini
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) di tingkat kelurahan. LPM berperan untuk menerima dan
memverifikasi proposal dari masyarakat; menyalurkan, mengelola, dan mengawasi dana PEM; serta
menyampaikan laporan pada Pemerintah Kota Kupang. Ketiga, dengan karakteristik pendapatan dan
kapasitas usaha masyarakat yang rendah, maka PEM berupaya mendekatkan masyarakat dengan
lembaga keuangan, sehinga usaha masyarakat dapat berkembang dan mandiri. Terakhir, PEM
memberikan pelajaran pentingnya koordinasi dan integrasi antar stakeholder, baik di internal Kota
Kupang maupun dengan provinsi, baik pemerintah maupun non pemerintah dalam rangka menunjang
keberhasilan program.
Meskipun demikian, pelaksanaannya memiliki beberapa tantangan, seperti bantuan pada usaha baru
masih terbatas karena diprioritaskan pada usaha yang telah ada. Selain itu, pendampingan teknis untuk
pengembangan usaha masih terbatas serta pemerataan kualitas fasilitator masih belum merata.
Sumber: Hasil Analisis dari berbagai sumber (2017)
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah 55
3.3 Pendekatan Inovasi
Upaya pengembangan inovasi Pemerintah Daerah terkait pengurangan kesenjangan wilayah
di Indonesia dilaksanakan melalui berbagai bentuk dan pendekatan yang beragam, baik dari
jenis kegiatan atau program yang dilakukan, kelompok sasaran, pelibatan penerima manfaat,
dan lain sebagainya. Dari berbagai bentuk program yang dikembangkan berdasarkan bidang,
dapat dicermati terdapat berbagai pendekatan yang digunakan dalam rangka mencapai
tujuan. Pendekatan tersebut berbeda-beda untuk setiap bidangnya. Berdasarkan identifikasi
bentuk program inovasi terkait pengurangan kesenjangan wilayah, dapat diidentifikasi
berbagai pendekatan yang digunakan dalam mengembangkan inovasi di berbagai bidang.
Pendekatan yang digunakan dalam pengembangan inovasi bidang ekonomi terkait
pengurangan kesenjangan wilayah adalah sebagai berikut:
Bantuan Pemenuhan
Kebutuhan Dasar
Pendekatan ini dilakukan melalui pemberian bantuan uang
tunai dan/atau barang untuk memenuhi kebutuhan dasar
bagi keluarga miskin (sandang, pangan, papan, pendidikan,
kesehatan, dll).
Tujuan utama dari pendekatan ini adalah untuk memberikan
bantuan bagi pemenuhan kebutuhan dasar bagi keluarga
miskin serta upaya untuk pengurangan kemiskinan.
Umumnya pendekatan ini digunakan sebagai upaya safety net
bagi kelompok paling miskin agar kebutuhan dasarnya dapat
terpenuhi. Pendekatan ini juga biasa digunakan saat terjadi
krisis ekonomi untuk mengurangi angka kemiskinan.
Contoh inovasi yang dikembangkan melalui pendekatan ini
antara lain adalah Program pembangunan cadangan pangan
daerah (Kota Surakarta); Program Jalin Matra Bantuan Rumah
Tangga Sangat Miskin dan Feminisasi Kemiskinan (Provinsi
Jawa Timur).
Pemberian Stimulan
Pendekatan ini pada dasarnya dilakukan melalui pemberian
bantuan uang tunai dan/atau barang yang berfungsi untuk
menstimulasi/menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat/
peningkatan pendapatan masyarakat. Umumnya pendekatan
pemberian stimulan digunakan untuk mengembangkan usaha
mikro, kecil & menengah, termasuk pemberian akses ke
lembaga keuangan
Tujuan utama dari pendekatan ini adalah memberikan
stimulan dan mendorong kegiatan ekonomi masyarakat untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat.
Bentuk yang paling banyak dilakukan adalah pemberian
bantuan keuangan berupa kredit dengan bunga rendah bagi
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah
56
Pemberian Stimulan
kegiatan ekonomi mikro, kecil dan menengah.
Pendekatan ini relatif banyak digunakan oleh Pemerintah
Daerah, diantaranya adalah Program Kredit Melati (Kota
Bandung), Program Desa Mandiri Anggur Merah (Provinsi NTT),
Program Community Development Mengentaskan
Kemiskinnan (Kabupaten Bantul), Program Pemberdayaan
Ekonomi Masyarakat (Kota Kupang), Program Badan Layanan
Umum Daerah Kredit Mikro (Kota Kendari), Program Gemerlap
(Kabupaten Lamongan), Program Jalin Matra Penanggulangan
Kerentanan Kemiskinan (Provinsi Jawa Timur), dan lain
sebagainya.
Penyediaan dan Fasilitasi
Pemasaran
Pendekatan ini dilakukan melalui pemberian bantuan
penyediaan pasar dan jejaring bagi pengembangan
pemasaran produk masyarakat. Fasilitas pemasaran dapat
berupa membuka pasar bagi produk-produk yang dihasilkan
oleh masyarakat maupun mengembangkan jejaring antara
masyarakat penghasil produk dengan pasar.
Tujuan dari pendekatan ini adalah menyediakan dan/atau
peningkatkan pemasaran bagi produk-produk yang dihasilkan
oleh masyarakat untuk meningkatkan pendapatan serta
meningkatkan usaha & pasar
Contoh inovasi yang menggunakan pendekatan ini antara lain
adalah Program Bela Beli Kulonprogo (Kabupaten
Kulonprogo), Program Pengembangan Pertanian Tanaman
Pangan di Boyolali (Rikolto), dan lain sebagainya.
Pendampingan Teknis
Pendekatan ini dilakukan melalui pemberian pendampingan
teknis bagi pengembangan usaha masyarakat. Dalam hal ini
Pemerintah menyediakan tenaga pendamping (fasilitator)
untuk memberikan pendampingan teknis, baik berupa
perencanaan usaha, perencanaan keuangan, pengembangan
produk, hingga pengembangan pasar yang dibutuhkan oleh
masyarakat untuk pengembangan usahanya. Proses
pendampingan dapat dilakukan secara langsung kepada
individu atau berkelompok.
Tujuan pendekatan ini adalah memberikan bantuan berupa
pendampingan teknis bagi kelompok masyarakat untuk
pengembangan usaha maupun peningkatan pendapatan.
Contoh inovasi yang menggunakan pendekatan
pendampingan teknis diantaranya adalah Program Bela Beli
Kulonprogo (Kabupaten Kulonprogo), Program Desa Inovatif
(Provinsi Jawa Tengah), Program Satrya Emas (Kabupaten
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah 57
Pasuruan), Program Perempuan Pahlawan Ekonomi (Kota
Surabaya), dan lain sebagainya.
Advokasi
Pendekatan ini dilakukan melalui upaya mendorong perilaku
dan budaya masyarakat untuk dapat meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraannya. Upaya tersebut dapat
dilakukan melalui sosialisasi, gerakan bersama, maupun
pendampingan masyarakat untuk mendorong perilaku dan
budaya yang diharapkan.
Tujuan dari pendekatan ini adalah perubahan perilaku dan
budaya masyarakat yang dapat menstimuli peningkatan
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
Contoh inovasi yang menggunakan pendekatan ini antara lain
adalah Program Pemberdayaan Pedagang Garendong
(Kabupaten Payakumbuh), Program Agam Bersemai
(Kabupaten Agam), Program Lorong Garden-Lorong Bulo
(Kota Makassar), dan lain sebagainya.
Pengembangan Klaster
Ekonomi
Pendekatan ini dilakukan melalui pengembangan sektor
ekonomi baru dan/atau pengembangan klaster ekonomi
untuk menciptakan sumber pertumbuhan ekonomi baru
wilayah. Termasuk dalam pendekatan ini adalah
pengembangan pusat-pusat pengembangan baru yang dapat
menstimulai efek berganda dari kegiatan ekonomi
masyarakat.
Tujuan pendekatan ini adalah untuk pengembangan sumber
ekonomi baru yang dapat dikembangkan oleh daerah maupun
masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
Contoh inovasi yang menggunakan pendekatan ini antara lain
adalah Program Pengembangan Diamond Triangle
(Kabupaten Banyuwangi), Program Industri Kreatif (Kota
Cimahi), dan lain sebagainya.
Pengembangan Event
Kegiatan/Fasilitasi Promosi
Pendekatan ini dilakukan melalui penyelenggaraan event
kegiatan dalam rangka memperkenalkan dan
mempromosikan produk masyarakat sebagai upaya
mengembangkan pasar bagi produk masyarakat.
Tujuan pendekatan ini adalah pemberian bantuan promosi
untuk meningkatkan pasar maupun membangun pasar bagi
produk-produk yang dihasilkan oleh masyarakat.
Contoh inovasi yang menggunakan pendekatan ini antara lain
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah
58
adalah Program Festival Budaya Pertanian (Kabupaten
Badung).
Secara umum pendekatan yang paling banyak digunakan oleh pemerintah daerah dalam
rangka mengembangkan inovasi bidang ekonomi adalah pendekatan pemberian stimulan.
Program pemberian stimulan yang dilakukan oleh pemerintah daerah dapat berupa
pemberian modal usaha dengan bunga rendah, pemberian modal usaha melalui dana
bergulir, pemberian peralatan untuk usaha, dan lain sebagainya. Program jenis ini banyak
dilakukan baik oleh sa.
Selain itu, meskipun inovasi dan prakarsa pemerintah daerah dalam rangka pengurangan
kesenjangan wilayah di bidang ekonomi dapat dikelompokkan dalam berbagai pendekatan,
namun beberapa program inovasi dan prakarsa pemerintah daerah tersebut dapat
menggunakan lebih dari satu pendekatan. Gabungan pendekatan tersebut dapat
meningkatkan efektifitas pencapaian tujuan, dimana gabungan berbagai pendekatan
digunakan untuk mengatasi persoalan yang berbeda-beda yang dihadapi.
Sebagai contoh, program inovasi Desa Mandiri Anggur Merah (provinsi Nusa Tenggara Timur),
program inovasi Jalin Matra (provinsi Jawa Timur), program inovasi Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat (kota Kupang), dan beberapa program sejenis lainnya menggunakan pendekatan
pemberian stimulai melalui pemberian akses terhadap permodalan bagi pengembangan
usaha, yang digabungkan dengan pendekatan pemberian bantuan teknis bagi kelompok
usaha, baik berupa pendampigan teknis perencanaan usaha, perencanaan keuangan,
maupun pengembangan produk dan pemasaran.
Kotak 2
PROGRAM JALIN MATRA PROVINSI JAWA TIMUR
Program Jalin Matra (Jalan Lain Menuju Mandiri Sejahtera) merupakan program yang diinisiasi oleh
Pemerintah Provinsi Jawa Timur pada tahun 2015 dalam rangka meningkatkan dan memperluas
cakupan program penanggulangan kemiskinan dengan memberikan bantuan pada masyarakat miskin
sesuai karakteristik kemiskinannya. Program ini memiliki tiga kegiatan unggulan sebagai berikut:
1) Jalin Matra Bantuan Rumah Tangga Sangat Miskin (JMBRTSM), dengan sasaran rumah tangga
sangat miskin dengan status kesejahteraan 1-5% terendah (desil 1). Kegiatan yang memberikan
bantuan sebesar 2,5 juta rupiah/RTSM untuk modal usaha dan pemenuhan kebutuhan dasar ini
menargetkan penerima sebanyak 42.857 RTSM
2) Jalin Matra Penanggulangan Feminisasi Kemiskinan (JMPFK), dengan sasaran kepala rumah tangga
perempuan dengan status kesejahteraan 1-10% terendah (desil 1). Kegiatan yang memberikan
bantuan sebesar 2,5 juta rupiah/KRTP untuk modal usaha dan pemenuhan kebutuhan dasar ini
menargetkan penerima sebanyak 76.238 KRTP.
3) Jalin Matra Penanggulangan Kerentanan Kemiskinan (JMPKK) dengan sasaran rumah tangga rentan
miskin dengan status kesejahteraan 11-30% terendah (desil 2 dan 3). Kegiatan yang memberikan
bantuan sebesar 75 juta/desa untuk pinjaman murah melalui BUMDesa ini, menargetkan penerima
bantuan sebanyak 700 desa.
Dampak pelaksanaan program ini di Provinsi Jawa Timur adalah adanya peningkatan pendapatan bagi
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah 59
penerima program. Pada JMBRTSM peningkatan pendapatan sebesar Rp 220.920/bulan, JMPFK
sebesar Rp 486.692/bulan, dan JMPKK sebesar Rp 500.750/bulan (Pemprov Jatim, 2017). Peningkatan
pendapatan ini juga sejalan dengan tumbuhnya usaha kecil masyarakat yang bergerak di bidang
peternakan, perdagangan dan jasa, maupun pertanian. Selain itu, program ini juga dinilai mampu
meningkatkan partisipasi masyarakat melalui tumbuhnya kader-kader pemberdayaan masyarakat serta
pendamping desa dan kabupaten.
Program Jalin Matra memberikan beberapa pembelajaran yang dapat direplikasi di daerah lain. Pertama,
Jalin Matra mengajarkan pengentasan kemiskinan tidak bisa dilakukan secara seragam, tapi harus
melihat karakteristik kemiskinan dan masalah yang dihadapi dari masyarakat miskin tersebut. Hal ini
terlihat pada program yang menyasar pada rumah tangga sangat miskin, kepala rumah tangga
perempuan, serta rumah tangga rentan miskin. Selain itu, bantuan diberikan dalam bentuk sarana
prasarana penunjang usaha sesuai dengan kebutuhan dan usaha produktif yang dibidangi masing-
masing penerima. Kedua, Jalin Matra memberikan pelajaran pelibatan masyarakat dalam setiap tahapan
pembangunan. Pelibatan masyarakat dimulai dari pelaksanaan rembug warga untuk menentukan
penerima bantuan dan jenis bantuan yang dibutuhkan, verifikasi penerima bantuan, hingga proses
monitoring dan evaluasi pelaksanaan program. Ketiga, Jalin Matra mengajarkan adanya proses
koordinasi dan monitoring evaluasi berjenjang dari tingkat desa hingga provinsi dengan mendorong peran
aktif lembaga desa maupun masyarakat setempat. Terakhir, Jalin Matra memberikan pembelajaran pada
program responsif terhadap isu gender yang selama ini jarang mendapatkan perhatian dari banyak pihak.
Meskipun demikian pelaksanaan Program Jalin Matra mendapatkan beberapa tantangan terkait dengan
pemerataan kualitas pendamping, kontrol pengendalian dari tingkat provinsi ke penerima bantuan yang
sangat tinggi, serta mendorong rumah tangga yang mendapatkan bantuan tepat sasaran dan dana yang
digunakan sesuai tujuan. Selain itu program ini juga disulitkan oleh database kemiskinan yang menjadi
dasar pemberian bantuan sulit diakses dengan format tidak sama serta keterbatasan pendanaan
program.
Sumber: Hasil Analisis dari berbagai sumber (2017)
Pendekatan yang digunakan dalam pengembangan inovasi bidang pendidikan terkait
pengurangan kesenjangan wilayah adalah sebagai berikut:
Bantuan Akses Pelayanan
Dasar
Pendekatan ini dilakukan melalui upaya memberian bantuan
untuk meningkatkan akses masyarakat pada layanan
pendidikan (bantuan pembiayaan sekolah, transportasi,
peralatan sekolah, dsb). Pendekatan ini mirip dengan
pendekatan pemberian bantuan pada pemenuhan kebutuhan
dasar di bidang ekonomi, dimana Pemerintah Daerah
memberikan bantuan bagi siswa sekolah untuk dapat
mengakses kebutuhan pendidikan yang merupakan
kebutuhan dasar masyarakat.
Tujuannya memberikan dan meningkatkan akses bagi
masyarakat yang kurang mampu untuk mendapatkan
pelayanan pendidikan. Peningkatan akses masyarakat
terhadap layanan pendidikan tersebut diharapkan dapat
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah
60
menurunkan angka putus sekolah maupun meningkatkan
lama belajar anak sekolah.
Contoh inovasi yang menggunakan pendekatan ini antara lain
adalah Program Pelayanan Bus Sekolah Gratis (Kabuapten
Pakpak Barat)
Advokasi
Pendekatan ini dilakukan melalui upaya advokasi untuk
mendorong dan meningkatkan kesadaran masyarakat
terhadap pendidikan (akses, peningkatan kualitas, dsb).
Tujuannya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
terhadap pentingnya memberikan pendidikan yang baik bagi
putra putri mereka. Dengan meningkatnya kesadaran
masyarakat tersebut, diharapkan angka putus sekolah dapat
dikurangi.
Contoh inovasi yang menggunakan pendekatan ini antara lain
adalah Program Basakola (Kota Bitung), Program Sumikolah
(Kab. Minahasa Utara), dan lain sebagainya.
Peningkatan Pelayanan
Prasarana dan Sarana
Pendidikan
Pendekatan ini dilakukan melalui pemberian bantuan
langsung, berupa penyediaan/pembangunan sarana
prasarana sekolah yang digunakan oleh siswa dan pihak
sekolah untuk meningkatkan akses dan pelayanan sekolah
bagi semua kalangan masyarakat, khususnya masyarakat
berpendapatan rendah. Bantuan prasarana dan sarana yang
diberikan tidak hanya berupa fisik (seperti bangunan sekolah,
peralatan sekolah, dan lain sebagainya), tetapi termasuk juga
tenaga pengajar, sistem pengajaran, dan lain sebagainya yang
diperlukan untuk memastikan program belajar mengajar
dapat berjalan dengan lancar.
Tujuan pendekatan ini adalah meningkatkan kualitas
pendidikan melalui penyediaan prasarana dan sarana
pendidikan yang memenuhi standar. Penyediaan bantuan
prasarana dan sarana pendidikan ini diharapkan dapat
memperlancar proses belajar mengajar yang pada gilirannya
juga dapat mengurangi angka putus sekolah maupun
memperpanjang lama sekolah.
Contoh inovasi yang menggunakan pendekatan ini antara lain
adalah Program Sangihe Mengajar (Kabupaten Sangihe).
Peningkatan Kualitas
Pendidikan
Pendekatan ini dilakukan melalui pemberian program untuk
meningkatkan kualitas penyelenggaraan pembelajaran terkait
dengan proses transfer pengetahuan melalui peningkatan
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah 61
Peningkatan Kualitas
Pendidikan
kualitas dan kemerataan tenaga pengajar, bahan ajar, dan
kurikulum.
Tujuan pendekatan ini adalah meningkatkan kualitas
pendidikan yang ada, dan tidak lagi terfokus pada upaya
untuk mengurangi angka putus sekolah. Oleh karenanya,
inovasi ini tidak dikategorikan dalam upaya untuk
pengurangan kesenjangan wilayah.
Sebagaimana halnya inovasi di bidang ekonomi, program inovasi di bidang pendidikan juga
dapat menggunakan lebih dari satu pendekatan untuk saling melengkapi pengentasan
persoalan yang berbeda. Sebagai contoh program bantuan layanan akses pendidikan perlu
dilengkapi dengan pendekatan advokasi untuk memastikan peningkatan akses terhadap
pelayanan pendidikan dibarengi dengan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya
pendidikan bagi putra putrinya.
Sedang pendekatan yang digunakan dalam pengembangan inovasi bidang kesehatan terkait
pengurangan kesenjangan wilayah adalah sebagai berikut:
Bantuan Akses Pelayanan
Kesehatan
Pendekatan ini dilakukan melalui pemberian program
peningkatan pelayanan kesehatan yang diberikan dalam
bentuk uang/tindakan untuk mencapai atau meningkatkan
akses pada pelayanan kesehatan ataupun peningkatan
kapasitas yang diberikan para tenaga medis dan
penunjangnya.
Tujuan pendekatan ini adalah memberikan/meningkatkan
akses masyarakat terutama keluarga miskin terhadap layanan
kesehatan. Dengan meningkatkan akses masyarakat
terhadap layanan kesehatan, diharapkan angka kematian
akan menurun dan angka harapan hidup dapat meningkat.
Contoh inovasi yang menggunakan pendekatan ini adalah
Program Jamkesda yang dikembangkan di sejumlah daerah,
Program Rawat Inap Tanpa Kelas (Kab. Kulonprogo), Program
Insentif ibu bersalin (Kabupaten Buton), dan lain sebagainya.
Peningkatan Sarana dan
Prasarana Kesehatan
Pendekatan ini dilakukan melalui pemberian bantuan
langsung, baik berupa uang maupun barang berupa sarana
prasarana kesehatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan.
Tujuan pendekatan ini adalah menyediakan prasarana dan
sarana kesehatan sesuai standar untuk meningkatkan akses
masyarakat terhadap layanan kesehatan. Dengan
tersedianya prasarana dan sarana kesehatan yang memadai
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah
62
dan memenuhi standar, maka diharapkan angka kematian
dapat berkurang dan angka harapan hidup dapat meningkat.
Contoh inovasi yang menggunakan pendekatan ini adalah
Program Brigade Kupang Sehat (Kota Kupang), program
Puskesmas Ramah Anak, dan lain sebagainya.
Advokasi
Pendekatan ini dilakukan melalui pemberian
pelatihan/bimbingan teknis/dsb dalam rangka meningkatkan
kemampuan masyarakat maupun upaya advokasi masyarakat
di bidang kesehatan.
Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran masyarakat
terhadap kesehatan serta meningkatkan kemampuan
masyarakat untuk mengelola lingkungan yang sehat.
Contoh inovasi yang meneggunakan pendekatan ini antara
lain adalah Program Family Gathering RSJ Yogyakarta (kota
Yogyakarta), Program Gampong Sehat, Program Gemilang,
dan lain sebagainya.
Peningkatan Upaya
Pemulihan Kesehatan
Pendekatan ini dilakukan melalui program untuk memberikan
tindakan kuratif yang inovatif bagi pasien. Tujuannya adalah
meningkatkan kemampuan untuk pemulihan kesehatan
pasien sehingga angka kematian berkurang dan angka
harapan hidup bertambah.
Contoh inovasi yang menggunakan pendekatan ini adalah
program PONED (pelayanan Obstetric Neonatal Emergency
dasar), program Unit perinatologi, program layanan kesehatan
komprehensif, dan lain sebagainya.
3.4 Tahapan Inovasi
Pemilihan bentuk dan jenis inovasi perlu didasarkan pada pemahaman terhadap
permasalahan yang dihadapi, baik di bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan
infrastruktur. Pemahaman permasalahan dapat diidentifikasi berdasarkan tahapan
perkembangan masing-masing bidang. Penetapan program inovasi didasarkan pada
permasalahan yang dihadapi. Pemahaman terhadap tahapan/kedudukan permasalahan
akan mendorong ketepatan pencapaian efektifitas tujuan inovasi.
Penetapan program inovasi untuk pengurangan kesenjangan wilayah yang sudah dilakukan
pada dasarnya dapat dikelompokkan berdasarkan tahapan (klasifikasi) permasalahan yang
dihadapi. Permasalahan di bagian hulu diatasi dengan inovasi pada penyelesaian persoalan
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah 63
penyediaan kebutuhan dasar. Selanjutnya permasalahan di bagian hilir diatas dengan
inovasi untuk peningkatan kualitas pada sektor yang dituju.
3.4.1 Tahapan Inovasi Bidang Ekonomi
Bentuk dan jenis inovasi di bidang ekonomi perlu disiapkan dengan memperhatikan tahapan
dan tingkat permasalahan ekonomi yang dihadapi. Secara umum upaya peningkatan
pendapatan masyarakat perlu dilakukan terhadap 2 (dua) kelompok, kelompok pertama
adalah masyarakat yang memperoleh pendapatan dari upah/gaji sedang kelompok kedua
adalah masyarakat yanag memperoleh pendapatan dari surplus usaha. Dari sisi masyarakat
yang memperoleh pendapatan dari upah/gaji permasalahan masyarakat miskin adalah
rendahnya gaji/upah yang diterima disebabkan keterampilan yang terbatas dan sikap mental
yang buruk. Rendahnya keterampilan masyarakat disebabkan akses atau kesempatan untuk
mendapatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan pada umumnya kurang memadai. Pada
kelompok masyarakat ini maka upaya peningkatan pendapatan masyarakat perlu diupayakan
pada tindakan afirmatif (sebagai contoh pemberian subsidi pendidikan, pemberian bantuan
pemenuhan kebutuhan dasar, pemberian bantuan akses pelayanan kesehatan, dan lain
sebagainya) yang diberikan dalam program inovasi bidang lainnya.
Sedang dari sisi masyarakat yang memperoleh pendapatan dari surplus produksi, upaya
peningkatan pendapatan dapat dilakukan dengan meningkatkan usahanya untuk dapat
memperoleh surplus produksi yang lebih besar. Sebagian besar masyarakat berpenghasilan
rendah yang mengandalkan pendapatannya dari surplus produksi menghadapi kendala
terkait modal (termasuk lahan), kemampuan sumberdaya manusia (penguasaan teknologi),
dan distribusi (baik pada pasar input maupun pada pasar output atau pasar barang).
Keempat kendala tersebut saling berkaitan satu sama lainnya. Oleh sebab itu perlu
pemahaman yang baik terhadap letak permasalahan yang paling siginifikan yang dihadapi.
Secara umum ditinjau dari sistem produksi, tahapan permasalahan pada kelompok
masyarakat yang memperoleh pendapatan dari suplus produksi dapat dikelompokkan
sebagai berikut:
1) Tahap peningkatan produktivitas
Pada tahapan ini permasalahan utama yang dihadapi adalah upaya untuk peningkatan
produktivitas. Umumnya hal ini dialami oleh petani, peternak, nelayan, dan lain
sebagainya yang belum mampu memenuhi tingkat produktivitas yang tinggi. Hal ini
umumnya ditandai dengan keterbatasan penguasaan modal (termasuk lahan),
keterbatasan penguasaan teknologi (sumberdaya manusia), keterbatasan prasarana dan
sarana pendukung untuk produksi, dan lain sebagainya.
Oleh karenanya inovasi untuk peningkatan pendapatan kelompok ini ditujukan untuk
meningkatkan produktivitas melalui fasilitas modal, fasilitasi penyediaan prasarana dan
sarana pendukung, peningkatan kapasitas SDM dan penguasaan teknologi, dan lain
sebagainya.
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah
64
Program inovasi yang umum dilakukan diantaranya adalah bantuan stimulan berupa
penyediaan prasarana dan sarana untuk mendukung peningkatan produksi, penyediaan
teknologi untuk meningkatkan produksi, peningkatan kapasitas SDM, bantuan modal,
peningkatan ekstensifikasi dan intensifikasi, dan lain sebagainya.
Ditinjau dari pendekatan inovasi yang digunakan dapat berupa pemberian stimulan
berupa modal kerja dan penyediaan prasarana dan sarana maupun teknologi,
pendampingan teknis untuk penguasaan teknologi dan peningkatan kapasitas SDM, dan
advokasi.
Inovasi untuk peningkatan produktivitas bahan baku umumnya dikembangkan di wlayah
yang masih menghadapi persoalan rendahnya produktivitas bahan baku, terutama di
luar Pulau Jawa.
2) Tahap peningkatan nilai tambah
Karakteristik permasalahan yang dihadapi pada tahapan ini umumnya adalah surplus
produksi dan belum adanya peningkatan nilai tambah dari produk bahan baku yang
dihasilkan. Umumnya pada tahapan ini produktivitas sudah tidak menjadi
permasalahan yang signifikan, namun pendapatan masyarakat relatif masih rendah
karena belum efektifnya pembentukan nilai tambah dari produk yang dihasilkan.
Upaya untuk peningkatan pendapatan masyarakat dalam kelompok ini ditujukan untuk
peningkatan nilai tambah bagi surplus produksi yang dihasilkan serta peningkatan
kualitas bahan jadi atau bahan setengah jadi yang dihasilkan.
Bentuk inovasi yang umum diberikan umumnya berupa pendampingan teknis untuk
meningkatkan nilai tambah produk bahan baku, pendampingan teknis untuk
peningkatan kualitas produk bahan baku maupun bahan setengah jadi/bahan jadi,
pengembangan jejaring pasar, pemberian bantuan modal, peningkatan kapasitas SDM,
pemberian bantuan prasarana dan sarana untuk meningkatkan nilai tambah, dan lain
sebagainya.
Oleh karenanya inovasi yang dikembangkan diantaranya dilakukan dengan pendekatan
pendampingan teknis untuk peningkatan nilai tambah maupun peningkatan kualitas
produksi bahan setengah jadi atau bahan jadi yang dihasilkan, fasilitas pasar untuk
produk nilai tambah yang dihasilkan, advolasi, dan stimulan berupa pemberian modal
usaha.
3) Tahap perluasan pasar
Karakteristik permasalahan yang dihadapi pada tahap ini adalah terkait pengembangan
pasar. Pada umumnya pada tahapan ini produktivitas sudah bukan menjadi masalah,
bahkan upaya untuk peningkatan produktivitas relatif tidak diperlukan karena sudah
mencapai efektifitas produksi yang cukup baik. Upaya untuk peningkatan nilai tambah
juga sudah banyak dikembangkan dan sudah mampu memproduksi dalam jumlah yang
cukup besar. Persoalan terutama terkait pemasaran produk-produk yang dihasilkan.
Inovasi pada tahapan ini ditujukan bagi perluasan pasar untuk meningkatkan penjualan
produk-produk yang dihasilkan. Peningkatan pasar dapat dilakukan dengan
memperluas pasar maupun menciptakan pasar baru melalui difersifikasi produk dan
penciptaan demand baru.
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah 65
Inovasi yang dilakukan umumnya dalam bentuk pendampingan teknis untuk pemasaran
produk, pendampingan teknis untuk peningkatan kualitas produk, fasilitasi peningkatan
jejaring pasar, bantuan modal, dan lain sebagainya.
Pendekatan yang digunakan diantaranya adalah bantuan stimulan untuk peningkatan
permodalan, penyediaan pendampingan teknis, fasilitas pasar, dan lain sebagainya.
Gambar 3.3
TAHAPAN INOVASI BIDANG EKONOMI
Pemahaman yang baik terhadap tahapan permasalahan yang dihadapi dalam sistem tahapan
pengembangan ekonomi akan mendorong efektifitas inovasi yang dilakukan. Sebagai contoh
invasi Gerakan Bela Beli Kulonprogo yang digagas Pemerintah Kabupaten Kulonprogo alam
mengembangkan pasar lokal bagi produk-produk setempat merupakan hasil dari
pemahaman yang baik terhadap permasalahan yang dihadapi di wilayahnya. Pemerintah
Kabupaten Kulonprogo memahami bahwa permasalahan peningkatan produkvitas pertanian
tanaman pangan bukan lagi menjadi permasalahan yang dihadapi petani. Namun untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat, petani masih menghadapi kendala terkait efisiensi
biaya produksi dan pemasaran produk (termasuk memperkecil rantai pasok). Oleh
karenanya Pemerintah Kabupaten Kulonprogo mengembangkan pasar beras masyarakat
setempat melalui kerjasama dengan Bulog Divre Yogyakarta untuk memasok beras raskin
bagi masyarakat Kulonprogo serta pemasaran beras premium kepada PNS yang dipasok
langsung oleh Gapoktan (Gabungan Kelompok Petani).
Umumnya permasalahan ekonomi di wilayah Pulau Jawa tidak lagi terkait pada permasalahan
produktivitas, namun lebih pada upaya untuk peningkatan nilai tambah, peningkatan efisiensi
biaya produksi, maupun pemasaran produk. Sedang permasalahan ekonomi di luar Pulau
Jawa sebagian masih pada tahapan peningkatan produktivitas. Dengan demikian inovasi
bidang ekonomi yang dilakukan di Pulau Jawa maupun di luar Pulau Jawa relatif berbeda
karakteristik dan pendekatannya.
Pengembangan jejaring pasar
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah
66
Kotak 3
GERAKAN BELA BELI KULONPROGO
Kabupaten Kulonprogo merupakan kabupaten termiskin di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam
rangka mengentaskan kemiskinan dan mengejar ketertinggalan, Bupati Hasto Wardoyo meluncurkan
program Gerakan Bela Beli Kulonprogo, yaitu sebuah gerakan untuk mengangkat perekonomian daerah
dengan langkah menjadikan produk lokal sebagai tuan rumah di pasar sendiri ditengah gempuran
produk asing di era globalisasi dan pasar bebas
Gerakan ini resmi dicanangkan pada 25 Maret 2013 dengan tujuan mendorong kemandirian ekonomi
dan kedaulatan pangan dengan 3 (tiga) sasaran utama yaitu: (a) mandiri pangan; (b) mandiri sandang;
dan (c) mandiri papan. Berbagai program diluncurkan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat,
diantaranya adalah:
(1) Program Beras Daerah (Rasda), yaitu program pemenuhan suplai raskin (beras untuk rakyat
miskin) oleh produk lokal melalui fasilitasi MOU dengan Bulog Divre DIY serta pembentukan
dan pendampingan Gapoktan.
(2) Program Beras Premium, yaitu pengembangan beras asli varietas Kulonprogo sebagai beras
unggulan serta advokasi efisiensi biaya produksi serta fasilitas pemasaran melalui pembelian
beras premium oleh PNS setempat.
(3) Program Batik Geblek Renteng, yaitu program pengembangan batik lokal yang diawali dengan
lomba motif batik lokal dan pada tahap berikutnya desain batik yang terpilih diproduksi
setempat dan diwajibkan menjadi seragam PNS dan seragam siswa sekolah.
(4) Program Air Kemasan “AirKu”, yaitu program pengembangan produk air kemasan yang
diproduksi oleh PDAM untuk memenuhi permintaan pasar air kemasan setempat. Fasilitas
pemasaran dimulai dengan kewajiban bagi semua OPD Kabupaten Kulonprogo untuk
menggunakan AirKu sebagai minuman saat kegiatan rapat dan kegiatan lain di lingkungan
PemKab.
(5) Program Toko Milik Rakyat (TOMIRA), yaitu program untuk pengembangan waralaba
minimarket lokal yang dikelola oleh Koperasi setempat dan mendorong pemasaran produk-
produk lokal melalui Tomira.
(6) Program Pengembangan Batu Andesit, yaitu program peningkatan nilai tambah produk batu
andesit menjadi batu expose dan bahan paving jalan, serta fasilitasi pemasaran melalui
kewajiban program infrastruktur PemKab untuk menggunakan batu andesit setempat.
(7) Program-program lainnya
Beberapa pembelajaran yang diperoleh dari program ini antara lain:
Program pengentasan kemiskinan dan mengejar ketertinggalan dimulai dari sebuah gerakan
bersama untuk menggunakan produk-produk lokal dan menciptakan pasar bagi produk-produk
lokal tersebut. Hal ini mendorong peningkatan pasar bagi produk lokal dan mendorong
peningkatan ekonomi masyarakat. Berdasarkan data Bappeda Kab. Kulonprogo (2017),
beberapa dampak ekonomi yang telah didapat diantaranya adalah: (1) saat ini kebutuhan
beras raskin Kab. Kulonprogo sebear 4.176 ton/tahun telah dapat dipenuhi oleh produksi
petani lokal dengan HPP tetap; (2) beras premium telah diserap oleh PNS dan memperpendek
rantai pasok sehingga biaya produksi lebih efisien; (3) produksi air kemasan AirKu telah
mencapai 10.000 karton untuk produksi air mineral 220 ml serta 1.000 galon per bulan dan
PDAM sudah mampu menyumbang PAD bagi Kab. Kulonprogo; (4) omzet produksi batik lokal
meningkat dari 2000 yard/bulan menjadi 40.000 yard/bulan serta bertambahnya jumlah
pengrajin dan sentra batik dari semula 2 sentra menjai 50-an sentra batik; (5) terdapat 13
Tomira yang sudah dimiliki oleh koperasi setempat; (6) dan lain sebagainya.
Gerakan ditindaklanjuti dengan program pengembangan ekonomi yang menyeluruh pada
seluruh sektor usaha yang menjadi unggulan daerah melalui fasilitasi sektor-sektor tersebut.
Dengan demikian, pengembangan ekonomi tidak hanya pada satu kelompok sasaran saja,
tetapi meliputi banyak kelompok sehingga dapat mendorong peningkatan ekonomi wilayah
secara keseluruhan. Berdasarkan data Bappeda Kab. Kulonprogo (2016), angka kemiskinan
di Kab. Kulonprogo mengalami penurunan dari 22,54% pada tahun 2013 menjadi 16,74% di
tahun 2014 dan pada akhir 2015 menjadi 12%.
Gerakan dimulai dari pemahaman yang baik dari Pemerintah Kabupaten Kulonprogo terhadap
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah 67
permasalahan utama pengembangan sektor ekonomi daerah, yaitu terkait pemasaran dan
peningkatan kualitas produk agar lebih kompetitif. Oleh karenanya, gerakan difokuskan pada
upaya hilirisasi produk melalui fasilitasi peningkatan kualitas produk serta penciptaan pasar
bagi produk lokal.
Terdapat perbedaan waktu dan tingkat keberhasilan pada berbagai program yang dilakukan.
Masing-masing sektor yang dikembangkan memiliki karakteristik potensi dan tantangan
pengembangan yang berbeda, oleh karenanya proses dan waktu yang dibutuhkan untuk
pengembangan program berbeda-beda. Saat ini setidaknya program air kemasan AirKu dan
batik geblek renteng yang dipandang sudah lebih mandiri. Sedang program lain masih
membutuhkan proses pengembangan dan fasilitasi yang lebih panjang. Hal ini juga
dipengaruhi oleh kondisi SDM serta penguasaan teknologi dan pasar dari masing-masing
sektor yang berbeda-beda.
Gerakan ini juga dilengkapi dengan program penunjang lain yang lebih bersifat philantropic
dalam rangka menurunkan angka kemiskinan, seperti program pendampingan keluarga miskin
oleh PNS, program kesehatan, program pendidikan, program bedah rumah, dan lain
sebagainya.
Sumber: Hasil Analisis dari berbagai sumber (2017)
3.4.2 Tahapan Inovasi Bidang Pendidikan
Tingkat permasalahan di bidang pendidikan secara umum dapat dikategorikan dalam 3 (tiga)
kelompok, yaitu:
1. Permasalahan pada peningkatan akses pelayanan pendidikan
Daerah yang menghadapi permasalahan ini umumnya dihadapkan pada berbagai
kendala masyarakat untuk dapat mengakses pelayanan pendidikan, seperti terbatasnya
kemampuan masyarakat untuk menyekolahkan anaknya, keterbatasan aksesibilitas
menuju sekolah, keterbatasan prasarana dan sarana pendidikan, dan lain sebagainya.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, inovasi yang dilakukan ditujukan untuk
meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan pendidikan. Bentuk inovasi yang
diberikan diantaranya berupa pemberian bantuan biaya pendidikan, pemberian bantuan
fasilitas transportasi untuk bersekolah, pemberian bantuan penyediaan prasarana dan
sarana sekolah, dan lain sebagainya. Sedang pendekatan yang dapat digunakan
diantaranya adalah peningkatan akses layanan pendidikan, pemberian banatuan
prasarana dan sarana, serta advokasi.
Contoh inovasi yang dilakukan diantaranya adalah Pelayanan Bus Sekolah Gratis
(Kabupaten Pakpak Barat), Program Basakolah, Program Sumikolah, dan lain
sebagainya.
2. Permasalahan Peningkatan Kualitas Pendidikan
Daerah yang mengembangkan inovasi ini umumnya sudah tidak lagi menghadapi
permasalahan keterbatasan akses masyarakat terhadap layanan pendidikan. Oleh
karenanya upaya yang dilakukan diarahkan untuk peningkatan kualitas pendidikan serta
pemerataannya ke seluruh wilayah.
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah
68
Program inovasi yang dilakukan dapat berupa peningkatan prasarana dan sarana
pendidikan untuk peningkatkan kualitas pendidikan, peningkatan kapasitas guru dan
pendidik, pengembangan metoda pengajaran, advokasi, dan lain sebagainya.
3. Permasalahan Pengembangan Sistem Pendidikan
Pada tahap yang tertinggi adalah inovasi terkait untuk pengembangan sistem
pendidikan. Pada tahapan ini kualitas pendidikan umumnya sudah relatif baik, demikian
pula dengan ketersedian prasarana dan sarana pendidikan. Namun demikian untuk
lebih meningkatkan daya saing pendidikan, dibutuhkan peningkatan/pembaruan sistem
pendidikan. Tujuannya adalah perubahan sistem dan tata kelola pendidikan untuk
meningkatkan daya saing pendidikan di wilayahnya.
Gambar 3.4
TAHAPAN INOVASI BIDANG PENDIDIKAN
Oleh karena inovasi di bidang pendidikan yang dipandang terkait upaya pengurangan
kesenjangan antarwilayah difokuskan pada inovasi untuk meningkatkan IPM bidang
pendidikan, terutama pada penurunan tingkat putus sekolah serta peningkatan lama
pendidikan siswa, maka inovasi yang dilakukan adalah pada upaya tahapan pertama, yaitu
peningkatan akses pendidikan. Bentuk dan pendekatan yang digunakan dapat berupa
memberian bantuan akses ke layanan pendidikan, peningkatan prasarana dan sarana
pendidikan, maupun advokasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap
pentingnya pendidikan.
Permasalahan akses terhadap fasilitas pendidikan masih banyak dirasakan oleh masyarakat
di luar Pulau Jawa. Oleh karenanya, inovasi bidang pendidikan terutapa untuk menurunkan
angka putus sekolah serta meningkatkan lama pendidikan siswa lebih banyak dilakukan di
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah 69
luar Pulau Jawa. Inovasi tersebut sebagian besar dilakukan dengan pemberian akses
terhadap pelayanan pendidikan bagi masyarakat.
3.4.3 Tahapan Inovasi Bidang Kesehatan
Permasalahan di bidang kesehatan juga dapat dikelompokkan berdasarkan tahapan
permasalahan yang dihadapi, yaitu:
1) Tahap Kuratif
Permasalahan pada tahapan ini umumnya ditandai rdengan masih rendahnya kualitas
kesehatan masyarakat serta akses masyarakat terhadap layanan kesehatan. Upaya
penurunan angka kematian ditujukan terutama pada upaya penyembuhan penyakit,
percepatan penanganan masalah kesehatan masyarakat, serta peningkatan akses
masyarakat pada layanan kesehatan.
Bentuk inovasi yang umum dilakukan diantaranya adalah pemberian akses layanan
kesehatan melalui jamkesda maupun asuransi kesehatan lainnya, peningkatan
prasarana dan sarana kesehatan, serta advokasi untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat.
Contoh inovasi yang dilakukan diantaranya adalah bantuan Jamkesda atau asuransi
kesehatan lainnya yang dilakukan oleh berbagai daerah, layanan rawat inap tanpa kelas
bagi keluarga miskin (Kab. Kulonprogo), program dokter online, dan lain sebagainya.
2) Tahap Preventif
Permasalahan utama pada tahapan ini tidak lagi difokusikan pada peningkatan akses
masyarakat pada layanan kesehatan, tetapi pada upaya untuk meningkatkan
pencegahan penyakit serta peningkatan kesadaran masyarakat pada upaya preventif.
Pada tahapan ini peningkatan kualitas kesehatan masyarakat sudah mulai menjadi
perhatian.
Pendekatan inovasi yang dilakuikan diantaranya berupa penyediaan prasarana dan
sarana kesehatan serta advokasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap
upaya preventif.
Beberapa contoh inovasi pada tahap ini diantaranya adalah Program Kesehatan
Reproduksi (Kespro), program pemberdayaan kelompok pendukung ASI (KP-ASI),
program Brigade Kupang Sehat, dan lain sebagainya.
3) Tahap Peningkatan Kualitas Layanan Kesehatan
Pada tahapan ini upaya peningkatan kesehatan masyarakat difokuskan pada upaya
untuk peningkatan kualitas layanan kesehatan. Umumnya akses masyarakat terhadap
layanan kesehatan sudah cukup baik, tinggal meningkatkan kualitas layanan kesehatan
yang disediakan.
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah
70
Bentuk inovasi yang dilakukan dapat menggunakan pendekatan penyediaan prasarana
dan sarana yang berkualitas, advokasi, serta peningkatan kemampuan penyembuhan
penyakit.
Gambar 3.5
TAHAPAN INOVASI BIDANG KESEHATAN
3.5 Rentang Kendali
Definisi rentang kendali (span of control) menurut business dictionary adalah jumlah
subordinat yang menunjukkan seorang manajer/pengelola dapat langsung melakukan
kontrol (http://www.businessdictionary.com/definision/span-of-control.html) Jumlah
subordinat menunjukkan bawahan yang harus dikontrol. Tujuan adanya kendali adalah
pengawasan dan pengendalian terhadap bawahannya agar berjalan secara efektif. Prinsip
pengelolaan yang ditawarkan Gulick dan Urwick (1937) menunjukkan bahwa jenjang hirarkis
yang tidak terlalu panjang, aktivitasnya akan lebih mudah dikendalikan.
Dalam pengelolaan pengurangan kesenjangan wilayah, terdapat beberapa rentang kendali.
Organisasi pemerintahan di Indonesia baik di masing-masing pemerintah pusat maupun
daerah memiliki rentang kendali yang panjang, hal ini tercermin dari jumlah hirarki yang
panjang. Sedangkan organisasi masyarakat atau lembaga non pemerintah umumnya
memiliki rentang kendali yang lebih pendek. Dalam pelaksanaannya, ternyata rentang kendali
tersebut menentukan keefektifan dalam keberhasilan pengurangan kesenjangan. Berikut
adalah jenis rentang kendali yang selama ini berjalan di Indonesia untuk melaksanakan
pengurangan kesenjangan wilayah, yaitu:
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah 71
1. Rentang kendali pemerintah pusat-pemerintah daerah
Dengan prinsip desentralisasi, pemerintah pusat memiliki program yang dijalankan
oleh pemerintah daerah, bahkan sampai dengan tingkat pemerintahan desa.
Contoh: Program Dana Desa dari KPDT;
2. Rentang kendali pemerintah daerah
Terdapat dua jenis rentang kendali di pemerintahan daerah. Yaitu rentang kendali
program yang dijalankan oleh pemerintah provinsi ke masing-masing
kabupaten/kota, bahkan sampai dengan masyarakat penerima program, yang
menunjukkan rentang kendali yang cukup panjang; dan rentang kendali di
pemerintah kabupaten/kota sendiri yang relatif cukup pendek;
3. Rentang kendali organisasi masyarakat dan lembaga non pemerintah
Rentang kendali pada organisasi ini relatif pendek karena struktur organisasi yang
sederhana dan tidak banyak berhirarki. Organisasi masyarakat yang biasanya
terlibat contohnya adalah asosisasi pengusaha, asosiasi petani, koperasi, atau LSM
yang terlibat dalam pengurangan kesenjangan wilayah.
Bila melihat tahapan pelaksanaan kegiatan/program yang meliputi perencanaan,
implementasi, dan evaluasi, maka secara umum tahapan perencanaan dapat dilakukan
dengan baik dan menghasilkan perencanaan (walaupun tetap memiliki terbatasan). Namun,
seiring dengan semakin panjang rentang kendali dari perencana program dengan penerima
manfaat, maka tingkat efektivitas pengurangan kesenjangan wilayah relatif makin berkurang,
terutama dalam pengawasan dan pengendalian program (penilaian keberhasilan,
keterserapan, dan keberlanjutan program). Program inovasi pengurangan kesenjangan antar
wilayah yang digagas oleh pemerintah dengan hirarki yang lebih tinggi memiliki rentang
kendali yang lebih panjang dibanding dengan inovasi yang diggagas oleh pemerintah dengan
hirarki yang lebih rendah. Masalah muncul pada saat implementasi terutama saat kegiatan
verifikasi, pendampingan, dan fasilitasi program harus melibatkan kegiatan pemberdayaan
dan analisis target masyarakat sasaran dengan jelas. Dengan rentang kendali yang semakin
panjang, upaya verifikasi, fasilitasi, dan pendampingan tersebut tidak lagi bersifat seragam
untuk semua wilayah. Kebutuhan atas fasilitator atau pendamping yang baik menjadi sulit
diterapkan karena proses kaderisasi atau pelatihan pun tidak berjalan baik. Bila rentang
kendali organisasi dengan tingkat struktur organisasi yang pendek lebih mudah untuk menilai
tingkat keberhasilannya, dan menjamin keberlangsungan programnya. Hal ini dapat
diilustrasikan seperti Gambar 3.6.
Selain keefektifan rentang kendali berdasarkan tahapan pelaksanaan kegiatan/program,
maka efektivitas dapat dilihat juga terhadap pemahaman wilayah dari target wilayah yang
disasar. Makin tinggi rentang kendali, maka program yang disusun makin seragam tanpa
melihat karakteristik wilayah, walaupun perencanaan cukup komprehensif dan anggaran
besar. Namun kegagalan pengurangan kesenjangan muncul karena program yang diberikan
tidak cocok dengan kondisi wilayah dan kondisi sosial budaya masyarakat. Pengenalan dan
pemahaman karakter daerah menjadi sulit dilakukan pada saat rentang kendali makin tinggi.
Ilustrasi dari efektifitas program dan rentang kendali berdasarkan karakter daerah dapat
dilihat pada Gambar 3.7.
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah
72
Gambar 3.6
EFEKTIFITAS RENTANG KENDALI PENGURANGAN KESENJANGAN WILAYAH
Gambar 3.7
EFEKTIFITAS PROGRAM DAN RENTANG KENDALI BERDASARKAN KARAKTER DAERAH
u PUSAT
u PROVINSI
u KABUPATEN/KOTA/
ORGANISASI NON-PEMERINTAH
Efektifitas Program berdasarkan karakter
daerah
Karakter Daerah: Kondisi
Geografis, Luas Wilayah,
Kepadatan Penduduk, Kearifan Lokal
Tidak efektif
Efektif
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah 73
Kotak 4
PROGRAM SATRYA EMAS
Program SATRYA EMAS Kabupaten Pasuruan,
dimulai pada tahun 2013, dengan tujuan
meningkatkan: kesempatan kerja, sistem
keunggulan kompetitif, keunggulan UMKM, &
kualitas SDM
KEGIATAN
Mekanisme
pelaksanaan program
yang dilakukan dengan
koordinasi oleh Dinas
Koperasi, kemudian
solusi diberikan oleh
dinas terkait sesuai
permasalahan,
menyebabkan rentang
kendali pelaksanaan
program tetap pendek.
Hal ini karena tahapan
program terbagi dalam
dua rentang kendali
DAMPAK PROGRAM
• Total UMKM 262.374 unit, dominasi usaha mikro, kecil: 11.00 unit, menengah: 1.012 unit
yang telah dipetakan
• UMKM bahkan PKL memiliki ijin, label, ijin dari dinas kesehatan, dan sertifikat lahan
• Terbentuknya Klinik Kemasan
• Kemitraan dengan industri besar (Nestle-kedelai)
• Kemitraan dengan perbankan, mitra pihak ketiga (penerima produk), 40 pondok pesantren
• Terbentuknya 10 asosiasi UMKM dan masing-masing akan membentuk koperasi
• Terbentuknya outlet pemasaran di setiap wilayah pelayanan
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah
74
3.6 Kelembagaan
Kelembagaan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap efektifitas proses pelaksanaan
inovasi pengurangan kesenjangan wilayah. Kelembagaan dalam hal ini termasuk di
dalamnya terkait dengan tata kelola (good governance) yang dilakukan.
Secara umum terdapat 2 (dua) sistem kelembagaan yang terkait dalam implementasi inovasi
pengurangan kesenjangan wilayah, yaitu (1) kelembagaan dan tata kelola yang terkait
dengan pihak inisiator inovasi, dalam hal ini terutama pemerintah daerah; dan (2)
kelembagaan dan tata kelola terkait dengan masyarakat penerima manfaat atau kelompok
sasaran program inovasi. Terkait dengan kelembagaan juga adalah pembagian peran
antarpihak (stakeholder) yang terlibat dalam upaya pengurangan kesenjangan antarwilayah.
3.6.1 Kelembagaan Inisiator
Pengembangan inovasi daerah dalam pengurangan kesenjangan antarwilayah pada dasarnya
melibatkan banyak pihak. Secara garis besar, pihak-pihak yang terlibat diantaranya adalah
pemerintah (baik pemerintah pusat, pemerintah provinsi, maupun pemerintah
kabupaten/kota); lembaga non-pemerintah, baik lembaga donor maupun lembaga swadaya
masyarakat; pendamping/fasilitator masyarakat; konsultan; pihak swasta, masyarakat
penerima manfaat, serta pihak lainnya yang terkait.
Ketidakjelasan penetapan peran masing-masing lembaga, termasuk tupoksi bagi organisasi
perangkat daerah yang berwenang dalam pelaksanaan program inovasi akan menghambat
proses inovasi yang berlangsung. Hal ini terjadi pada program inovasi One Village One Sister
Company yang dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten Kulonprogo. Program ini pada
dasarnya merupakan inovasi dengan melibatkan peran serta pengusaha untuk berpartispasi
dalam pengembangan ekonomi di Kabupaten Kulonprogo. Masing-masing perusahan
diwajibkan melakukan pendampingan pada satu desa. Ketidakjelasan konsep yang akan
dikembangkan dan OPD yang berwenang untuk mengelola dan mengkoordinir program
mengakibatkan program tersebut tidak berlangsung lama.
Dukungan kebijakan dalam bentuk peraturan perundang-undangan sangat diperlukan dalam
pencapaian tujuan pembangunan daerah, termasuk tujuan implementasi inovasi
pengurangan kesenjangan wilayah. Dalam konteks pengembangan inovasi daerah untuk
pengurangan kesenjangan antar-wilayah, dukungan kebijakan memegang peranan yang
penting, karena kebijakan menjadi landasan dan pelaksanaan inovasi yang efektif. Di dalam
kebijakan diatur mengenai tujuan dan sasaran, organisasi pelaskana, peran dari berbagai
pihak terkait, mekanisme perencanaan sampai dengan evaluasi, serta sistem
pendanaan/penganggarannya. Dengan adanya kebijakan yang memiliki kekuatan hukum,
pengembangan inovasi memiliki kepastian hukum bagi pemerintah daerah.
Untuk mendukung efektifitas pelaksanaan program dan jaminan legal basis pelaksanaan
inovasi, maka penetapan peran lembaga di lingkungan pemerintah daerah beserta
kewenangannya perlu ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan. Umumnya
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah 75
penetapan peran lembaga di lingkungan pemerintah daerah dapat dilakukan melalui
penetapan Peraturan Kepala Daerah.
Permasalahan kelembagaan juga dapat terkait dengen rentang kendali. Panjangnya rentang
kendali antara perencana (inisiator) program inovasi dengan penerima manfaat dapat
disiasati dengan pengembangan kelembagaan yang efektif. Pengembangan kelembagaan ini
dilakukan melalui pembagian kewenangan dari pemilik (inisiator) program kepada pihak-
pihak yang terkait, baik kepada pemerintahan yang lebih rendah maupun kepada pihak
lainnya yang terkait. Pembagian kewenangan ini harus diimbangi dengan penetapan peran
yang jelas.
3.6.2 Kelembagaan Masyarakat Penerima Manfaat
Pada tingkat penerima manfaat, kelembagaan diperlukan untuk menjamin distribusi
program, pelaksanaan program, dan kemandirian masyarakat dapat terbentuk.
Kelembagaan di tingkat penerima manfaat ini dikembangkan dalam bentuk community
organizing (CO). Pembentukan CO dapat menggunakan lembaga setempat yang sudah ada,
maupun mengembangkan lembaga baru. Lembaga setempat yang sudah ada yang dapat
digunakan diantaranya adalah Karang Taruna, Pemerntah Desa, PKK, Koperasi Desa, Dasa
Wisma, Kelompok Petani, dan lain sebagainya. Penggunaan lembaga setempat yang sudah
ada bergantung pada kebutuhan program inovasi yang dilaksanakan.
Program inovasi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat yang digagas oleh Kota Kupang sebagai
contoh, menggunakan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) yang berada di bawah
Pemerintah Desa untuk mengelola program di tingkat desa. LPM ini berfungsi sebagai CO
dalam pengelolaan desa di masing-masing desa. Program inovasi Desa Mandiri Anggur
Merah menggunakan koperasi desa sebagai CO di masing-masing desa. Meskipun sebagian
desa belum belum memiliki koperasi, masyarakat membentuk koperasi baru sebagai CO
sebagaimana yang dipersyaratkan dalam pelaksanaan program inovasi tersebut.
Apabila lembaga setempat yang sudah ada tidak dapat berperan sebagai CO dalam
pengelolaan program, maka masyarakat dapat membentuk CO baru sesuai dengan
kebutuhan. Hal yang perlu diperhatikan dalam pembentukan CO adalah keterwakilan
kelompok masyarakat penerima manfaat. Perlu penjaminan bahwa kelompok-kelompok
minoritas dan rentan juga terwakili dalam keanggotaan CO.
Dalam pelaksanaan program inovasi, anggota CO harus dibekali dengan pengetahuan dan
keterampilan yang memadai. Oleh karenanya pembentukan CO harus pula diimbangi dengan
upaya peningkatan kapasitas CO. Pemerintah Daerah maupun lembaga non-pemerintah lain
yang mengembangkan inovasi pengurangan kesenjangan wilayah dapat melengkapi program
inovasinya dengan upaya peningkatan kapasitas anggota CO. Hal ini untuk menjamin tingkat
keberlanjutan dan kemandirian masyarakat dalam mengelola program.
Pengembangan kelembagaan yang kuat di tingkat masyarakat penerima juga dapat menjadi
alat untuk proses sinkronisasi berbagai program yang diterima pada satu daerah/wilayah/
kelompok masyarakat yang sama. Di beberapa tempat dijumpai pada daerah/wilayah/
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah
76
kelompok masyarakat yang sama menerima beberapa program yang diinisiasi oleh lembaga
yang berbeda, baik program yang sifatnya sejenis maupun program yang sifatnya berbeda.
Sebagai contoh, desa/kelurahan di Kota Kupang mendapatkan program Desa Mandiri Anggur
Merah dari Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur dan program Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat dari Pemerintah Kota Kupang. Kedua program relatif serupa dan merupakan
program bidang ekonomi dengan pendekatan pemberian stimulan bagi pengembangan
usaha ekonomi masyarakat. Perbedaan kedua program adalah pada mekanisme dan
besaran dana yang diberikan. Agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pemberian program,
Pemerintah Desa/Kelurahan dan lembaga pendamping mengatur mekanisme lebih detail
bagi masyarakat yang dapat menerima program agar tidak terjadi duplikasi.
3.6.3 Peran Stakeholder
Berdasarkan pengkajian terhadap sejumlah praktek baik dalam pengembangan inovasi
daerah untuk pengurangan kesenjangan antarwilayah, berikut beberapa peran yang
dilakukan oleh pemerintah daerah, antara lain:
1. Penetapan Kebijakan
Dalam rangka pelaksanaan inovasi pengurangan kesenjangan wilayah, pemerintah
daerah berperan penting dalam penyiapan kebijakan yang menjadi landasan dan dasar
bagi pelaksanaan kegiatan inovasi, baik yang dilakukan oleh pemerintah daerah sendiri
maupun yang dilakukan oleh lembaga lain. Kebijakan yang ditetapkan dapat berupa
penetapan inovasi beserta kelembagaan yang berwenang melaksanakan inovasi yang
ditetapkan di lingkungan pemerintah daerah, pengembangan kebijakan dan strategi
pengurangan kesenjangan wilayah, penetapan pedoman bagi lembaga non-pemerintah
yang melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam rangka pengurangan
kesenjangan wilayah, dan lain sebagainya.
2. Penyedia dana/program pendukung
pemerintah daerah dapat berperan sebagai penyedia dana dan/atau program
pendukung yang diperlukan oleh masyarakat dalam rangka mengurangi kesenjangan
wilayah. Selain sebagai penyedia dana langsung bagi pelaksanan inovasi yang
dilakukan oleh pemerintah daerah sendiri, pemerintah daerah juga dapat berperan
sebagai penyedia program pendukung yang dapat diakses oleh masyarakat untuk
mengurangi kesenjangan wilayahnya.
Salah satu contoh program pendukung yang diberikan adalah pada Program Inovasi
Satrya Emas yang dilakukan oleh Pemerintah kabupaten Pasuruan. Inovasi
pengembangan usaha mikro dan kecil yang dikembangkan melalui program Satrya Emas
mendapat bantuan melalui fasilitasi program yang tersebar di berbagai OPD terkait.
Masyarakat penerima manfaat melalui fasilitasi pendamping dapat mengusulkan untuk
mendapatkan program pemerintah yang terkait dengan bidang usahanya.
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah 77
3. Pemberian bantuan teknis
Pemberian bantuan teknis pada dasarnya adalah pemberian pendampingan teknis bagi
masyarakat penerima manfaat. Meskipun sebagian besar inovasi menggunakan tenaga
pendamping (fasilitator) khusus untuk melakukan pendampingan teknis, namun
sebagian program inovasi melakukan pendampingan teknis yang dilakukan sendiri oleh
pemerintah daerah. Pendampingan teknis bisa dilakukan oleh OPD terkait yang
memiliki kompetensi yang diperlukan. Sebagai contoh, pendampingan untuk petani bagi
upaya peningkatan produksi pertanian dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui
Dinas Pertanian setempat maupun tenaga penyuluh pertanian.
4. Penyebaran informasi dan advokasi
pemerintah daerah juga dapat berperan dalam memberikan informasi kepada
masyarakat serta melakukan advokasi untuk perubahan perilaku ke arah yang
diharapkan. Advokasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mendorong
perubahan perilaku masyarakat umumnya banyak dikembangkan pada inovasi di bidang
kesehatan dan pendidikan. Sedang advokasi oleh pemerintah daerah di bidang
ekonomi diantaranya adalah program inovasi Pengelolaan Pedagang Pasar Galendong
(Kota Payakumbuh) merupakan salah satu contoh pengembangan advokasi oleh
pemerintah daerah untuk penataan pasar dan pedagang kaki lima. Selain itu program
inovasi Agam Menyemai yang digerakkan oleh pemerintah kabupaten Agam juga
merupakan salah satu contoh peran pemerintah daerah untuk mendorong masyarakat
mengembangkan lahan-lahan pekarangannya untuk pengembangan tanaman produktif.
5. Fasilitas Akses Pelayanan (dana, program, jejaring, pasar, dan lain sebaganya)
Selain bantuan dana dan bantuan teknis, pemerintah daerah juga dapat memfasilitasi
kelompok sukarelawan maupun kelompok berbasis masyarakat yang bergerak di bidang
pengurangan kesenjangan wilayah melalui penyediaan akses ke pelayanan yang
dibutuhkan oleh masyarakat tetapi tidak disediakan oleh pemerintah, seperti akses
kepada lembaga keuangan, akses kepada pasar, akses dalam membangun jejaring, dan
lain sebagainya.
Selain pemerintah daerah, sejumlah lembaga non-pemerintah juga terlibat dalam
pengembangan inonvasi daerah dalam pengurangan kesenjangan antar-wilayah. Salah satu
diataranya adalah lembaga donor dan lembaga swadaya masyarakat. Peran lembaga donor
dalam pengembangan inovasi daerah untuk pengurangan kesenjangan antarwilayah yang
teramati antara lain adalah:
1. Penyedia Bantuan Pendanaan
Sebagai lembaga donor, maka peran utama dari lembaga ini dalam pengurangan
kesenjangan wilayah adalah bantuan pendanaan bagi kelompok masyarakat penerima
manfaat maupun bagi Pemerintah Daerah dan/atau lembaga non-pemerintah lainnya
yang mengembangkan program inovasi dalam rangka pengurangan kesenjangan
wilayah. Berbagai lembaga donor aktif dalam upaya pengurangan kesenjangan wilayah,
diantaranya adalah AUS-AID, US-AID, FAO, UNESCO, dan lain sebagainya.
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah
78
2. Fasilitasi Program Pendampingan
Salah satu peran yang dapat dilakukan oleh lembaga donor adalah memberikan program
pendampingan. Beberapa lembaga donor memiiki agenda program tersendiri yang
terkait dengan pengurangan kesenjangan wilayah. Program tersebut dilaksanakan oleh
lembaga donoro melalui kerja sama dengan pemerintah, pemerintah daerah, konsultan,
maupun Lembaga Swadaya Masyarakat. Dalam hal ini lembaga donor terlibat langsung
dalam proses pendampingan program inovasi yang dilakukannya.
3. Pengembangan Jejaring/Kemitraan
Lembaga donor juga dapat berperan dalam membangun jejaring dan kemitraan yang
diperlukan kelompok masyarakat penerima manfaat.
4. Pendampingan Teknis
Lembaga donor juga dapat berperan dalam pemberian bantuan teknis sesuai dengan
kempetensi dan bidang yang ditangani.
Sedang peran Lembaga Swadaya Masyarakat yang dapat dilakukan dalam pengembangan
inovasi pengurangan kesenjangan wilayah di daerah diantaranya adalah:
1. Mobilisasi dan pengorganisasian masyarakat
Inovasi pengurangan kesenjangan wilayah umumnya diberikan tidak secara individu,
tetapi pada kelompok masyarakat. Pihak lembaga swadaya masyarakat dapat berperan
dalam memobilisasi dan mengorganisir masyarakat penerima manfaat agar distribusi
dan pelaksanaan program dapat berjalan secara efektif.
Masih banyak kelompok masyarakat yang rentan belum terorganisir. Seringkali
masyarakat yang rentan tidak memiliki kemampuan teknis yang memadai untuk
meningkatkan kesejahterannya. LSM dalam hal ini dapat mengambil peran untuk
menggagas upaya mobilisasi dan pengorganisasian masyarakat untuk terlibat aktif
dalam program inovasi yang dilakukan serta memberikan peningkatan kapasitas bagi
masyarakat dalam pengelolaan program.
2. Peningkatan kapasitas masyarakat
Kelompok-kelompok kemasyarakatan yang terbentuk perlu memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang memadai dalam pengelolaan program dan manfaat yang diterima.
LSM dalam hal ini dapat berperan memberikan pelatihan kepada kelompok-kelompok
masyarakat untuk pengelolaan program dan manfaat sesuai dengan pengatuan dan
keterampilan yang dibutuhkan. Peningkatan kapasitas masyarakat dapat diakukan
melalui pemberian pelatihan, baik yang dilakukan sendiri oleh LSM terkait maupun yang
melibatkan pihak lain yang memiilki pengetahuan dan keterampilan tertentu.
3. Dukungan teknis dan informasi
LSM juga dapat berperan dalam pemberian bantuan teknis maupun informasi yang
dibutuhkan masyarakat untuk meningkatkan kesejahterannya. Bantuan teknis dapat
berupa bantuan penyediaan berbagai prasarana dan sarana yang dibutuhkan oleh
masyarakat
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah 79
4. Pengembangan jejaring
Peran yang juga banyak dilakukan oleh LSM dalam membantu masyarakat mengurangi
kesenjangannya adalah bantuan terkait pengembangan jejaring. Umumnya LSM
memiliki jejaring dengan berbagai pihak yang dapat dihubungkan dengan kelompok
masyarakat yang membutuhkan. Salah satu contoh adalah mengembangkan hubungan
dengan pasar bagi upaya pemasaran produk yang dihasilkan masyarakat.
5. Mendorong kebijakan/advokasi
LSM juga dapat berperan dalam kegiatan advokasi dalam rangka mendorong kebijakan
pemerintah daerah dalam upaya pengurangan kesenjangan wilayah. Advokasi juga
dapat dikembangkan dalam rangka mendorong perubahan perilaku masyarakat.
Peran dari masing-masing pihak dalam pelaksanaan inovasi terkait pengurangan
kesenjangan antarwilayah dapat diuraikan dalam gambar berikut.
Gambar 3.8 ANALISIS PERAN STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN INOVASI PENGURANGAN
KESENJANGAN ANTARWILAYAH
ASPEKPERAN Pemerintah Masyarakat Pendamping Donor/Persh LSM
Kebijakan
Dana
BantuanTeknis
Informasi
Advokasi
Jejaring
Monitoring&Evaluasi
FasilitasiAkses
Penerimabantuan
Keterlibatan
Pemberdayaan
Analisa
Keterangan: Perencanaan Pelaksanaan Monev
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah
80
3.7 Keberlanjutan
Program pengurangan kesenjangan wilayah yang berkelanjutan dapat menunjukkan indikasi
akan keberhasilan dan efektivitas pengurangan kesenjangan. Berdasarkan hasil analisis dari
hasil praktek-praktek baik pelaksanaan program pengurangan kesenjangan wilayah di
Indonesia, berikut beberapa peluang keberlanjutan program yang dapat menjadi acuan
dalam pelaksanaan program selanjutnya:
Aspek Keberhasilan
Keberlanjutan Keterangan
1. Pengenalan karakter
wilayah dan tahapan
inovasi yang
dibutuhkan
(Positioning)
Setiap wilayah memiliki karakter yang beragam baik itu dari segi fisik
geografis, sosial budaya, maupun ketersediaan sarana prasarana
yang ada. Pemahaman atas karakter ini selanjutnya dapat
menentukan masalah apa yang dihadapi daerah dan masyarakat di
dalamnya. Dengan pengenalan ini maka akan menghasilkan program
yang sesuai dengan kebutuhan
Berdasarkan pengenalan karakter dan masalah yang dihadapi, maka
kebutuhan tingkat/tahapan inovasi dapat jelas terpetakan dan dapat
menetapkan program inovasi mana yang sesuai kebutuhan
2. Proses Pendamping Permasalahan kesenjangan wilayah pada dasarnya merupakan
permalahan di tingkat rumah tangga atau bahkan individu. Oleh
karena itu dibutuhkan pemahaman atas karakter dan masalah yang
terjadi di masyarakat dan kelompok masyarakat bahkan individu.
Kemampuan pemahaman ini bisa dihasilkan dengan teknik dan
pendekatan partisipatif khusus yang dapat dilakukan oleh
pendamping/fasilitator. Pemerintah tentunya memiliki keterbatasan
dengan tugas dan fungsinya. Oleh karena itu, peran pendamping di
luar aparat negara ini dibutuhkan.
Persyaratan pendamping yang dibutuhkan adalah: dapat
berkomunikasi baik dengan masyarakat, dapat membina relasi
dengan stakeholder terkait, dapat menghubungkan masyarakat atau
kelompok masyarakat dengan stakeholder lain maupun pasar atau
sumber pembiayaan atau sumber pelayanan, memiliki pengetahuan
dan pengalaman yang cukup untuk memberikan pendampingan
Tentunya diperlukan pelatihan tersendiri bagi pendampingan itu,
terkait substansi yang akan difasilitasi, maupun teknik
pendampingan
Pendampingan yang berhasil hanya dapat dilakukan dalam kurun
waktu panjang
Pendampingan dari proses hulu ke hilir (pendampingan menyeluruh
dalam seluruh proses produksi) mendorong kepastian pencapaian
tujuan bagi peningkatan pendapatan dan kemandirian masyarakat
3. Rentang kendali Program dengan rentang kendali yang pendek akan memungkinkan
setiap tahapan program mulai dari perencanaan, implementasi, serta
monitoring dan evaluasi dapat berjalan dengan baik.
Pembagian rentang kendali dari pemerintah pusat ke masyarakat
langsung diperlukan. Dengan demikian diperlukan pembagian peran
yang berarti pembagian rentang kendali. Pemerintah pusat atau
daerah pada tataran kebijakan dan atau sebagian implementasi,
implementasi (khususnya pendampingan dapat dilakukan oleh
lembaga lain misal LSM). Pembagian rentang kendali dapat
dilakukan pula dengan pembagian penyelesaian masalah
berdasarkan sektor-sektor yang berwenang.
4. Menghilangkan
ketergantungan pada
dana stimulan
Bantuan stimulan berupa dana atau modal usaha akan efektif bila
mendorong masyarakat memiliki akses pada lembaga keuangan. Hal
ini akan memberikan kemandirian dan tanggung jawab penerima
manfaat
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah 81
Aspek Keberhasilan
Keberlanjutan Keterangan
5. Sasaran pada seluruh
sektor ekonomi Khusus untuk kesenjangan pada sektor ekonomi, penyasaran target
pada seluruh sub sektor ekonomi (misal bukan hanya petani, tapi
pengrajin batu, penjahit, dll dalam satu wilayah) meningkatkan
kemampuan pengurangan kesenjangan dengan daya ungkit yang
lebih tinggi dan lebih cepat
6. Jangka waktu program
yang panjang Proses penurunan kesenjangan tidak bisa dilihat dari pelaksanaan
program satu tahun, tapi diperlukan proses berkesinambungan
dalam jangka panjang untuk bisa menghasilkan dampak dan
keberlanjutan yang baik
7. Sasaran pada satu
kelompok sasaran
akan baik
Kelompok sasaran yang seragam memudahkan ditangani oleh suatu
lembaga. Karena hasilnya lebih fokus dan peningkatan pendapatan
lebih cepat. Namun yang perlu diperhatikan adalah tahapan inovasi
yang dihasilkan harus mulai dari pemenuhan kebutuhan dasar
sampai dengan penciptaan gaya hidup.
Tentunya seringkali terdapat beberapa hal yang menyebabkan suatu program harus berakhir,
atau harus dimodifikasi, atau bahkan harus diganti. Baik itu karena sudah terinternalisasi
program tersebut dalam keseharian masyarakat, sehingga masuk ke dalam proses
kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya tanpa membutuhkan pendamping secara intens;
atau karena memang keterbatasan anggaran. Oleh karena itu, dibutuhkan exit strategy yang
baik, dalam arti strategi untuk dapat menghentikan program dengan baik. Arti baik ini adalah
masyarakat yang dibina akan tetap menjalan program tersebut. Pada dasarnya exit strategy
yang baik bila program tersebut bisa berkelanjutan, dan berarti peluang-peluang di atas lah
yang harus dijalankan. Exit strategy bukan berarti peran pendamping atau stakeholder
lainnya lepas tangan begitu saja, namun perlu ada monitoring berkala dengan pendamping
atau stakeholder pengelola yang lebih kepada advokasi saja, untuk memastikan tujuan
pengurangan kesenjangan wilayah tetap berjalan.
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah
82
PROGRAM PERTANIAN BERKELANJUTAN
RIKOLTO
Keberhasilan penyiapan exit strategy dalam
keberlanjutan program
Kiprah Rikolto di Indonesia telah berlangsung selama 30 tahun (dari
tahun 1987). LSM Internasional ini, dengan kantor pusat di Belgia
melakukan pendampingan praktik pertanian berkelanjutan
merupakan satu rantai tak terpisahkan, tidak hanya menekankan
aspek produksi tapi juga pemasaran, perubahan kebijakan, dan
penyadaran konsumen
KEGIATAN
KEBERHASILAN EXIT STRATEGY
Kini Rikolto tidak sepenuhnya melakukan pendampingan, kegiatan pendampingan
penjaminan international control system dilakukan pihak ketiga hanya pada
bagian administrasi produksi. Melalui pasar produk organik dengan harga
pertanian premium dengan peluang terbuka, akses petani pada pasar secara
langsung, hingga menciptakan pasar sebagai gaya hidup sehat, dan menciptakan
kemandirian petani; menjadikan RIKOLTO berperan sebagai penjamin bagi produk
petani, dan memperbesar peluang pasar, serta perubahan kebijakan. Menjadikan
kunci keberlanjutan program dengan exit strategy yang berhasil.
Bab 4
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah
84
4.1 Kesimpulan
Kesenjangan antarwilayah di Indonesia disadari masih merupakan tantangan utama dalam
pembangunan nasional. Kesenjangan antarwilayah tersebut juga terkait dengan upaya
pemerataan pembangunan dan keadilan serta upaya untuk pengentasan kemiskinan. Dalam
rangka pengurangi kesenjangan antarwilayah di Indonesia, pemerintah telah menetapkan
target sebagaimana tercantum dalam RPJM Nasional 2014-2019, dimana kontribusi
Kawasan Timur Indonesia terhadap PDB Nasional meningkat dari 20 % (2014) menjadi
sebesar minimal 22 % (2019). Salah satu kebijakan yang dikembangkan untuk mencapai
sasaran tersebut adalah mengembangkan dan memeratakan pembangunan daerah melalui
peningkatan kinerja pusat-pusat pertumbuhan wilayah di Kalimantan, Sulawesi, Nusa
Tenggara, Maluku dan Papua; menjamin pemenuhan pelayanan dasar di seluruh wilayah;
mempercepat pembangunan daerah tertinggal dan kawasan perbatasan; serta
mengoptimalkan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah.
Sejalan dengan era otonomi daerah dan desentralisasi, upaya pengurangan kesenjangan
wilayah yang dilakukan oleh pemerintah daerah memiliki peran yang sangat penting. Hal ini
didasarkan pemahaman bahwa kebijakan inovasi di tingkat daerah pada dasarnya akan
menyesuaikan dengan potensi dan permasalahan daerah yang dihadapi, sumberdaya yang
tersedia, SDM yang dimiliki, kreatifitas daerah, daya saing serta kearifan lokal. Ketidak
sesuaian program pemerintah dengan karakter dan kebutuhan daerah seringkali menjadikan
program tidak berjalan efektif dalam mencapai tujuan. Selain itu, rentang kendali yang lebih
pendek (manageable) penting bagi pengelolaan prakarsa pengurangan kesenjangan wilayah
agar lebih efektif dan lebih mudah dipantau. Dengan adanya pembagian kewenangan
tersebut, maka berbagai inisiatif dan aspirasi masyarakat untuk menggali potensi daerah
akan lebih dapat digerakan. Bila hal ini dapat dilakukan, maka proses pembangunan daerah
secara keseluruhan akan dapat lebih ditingkatkan dan secara bersamaan ketimpangan
pembangunan antar wilayah dapat pula dikurangi.
Selain upaya inovasi dan prakarsa pemerintah daerah terkait pengurangan kesenjangan
wilayah, praktek di daerah menemukan sejumlah praktek inovasi terkait pengurangan
kesenjangan wilayah yang dilakukan oleh sejumlah lembaga non-pemerintah, baik yang
dilakukan oleh lembaga donor maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM). Praktek inovasi
tersebut meskipun dilaksanakan dalam skala yang lebih kecil, tetapi memberikan kontribusi
yang cukup baik bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, lembaga non-
pemerintah memiliki pengalaman dan pengetahuan yang lebih maju sehingga dapat menjadi
pembanding (benchmark) untuk pelaksanaan program-program inovasi di pemerintah
daerah.
Hal lain yang mengemuka adalah pentingnya pembagian peran antara Pemerintah Daerah
dengan lembaga non-pemerintah serta pihak terkait (stakeholder) lain yang memiliki peran
dalam upaya pengurangan kesenjangan wilayah. Distribusi peran yang baik akan
meningkatkan efektifitas pelaksanaan inovasi program pengurangan kesenjangan wilayah
sekaligus mengurangi beban pemerintah daerah.
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah 85
Berdasarkan identifikasi program inovasi pemerintah daerah terkait pengurangan
kesenjangan wilayah serta hasil kunjungan lapangan, diperoleh pembelajaran dari beberapa
praktek baik (good practice) dalam proses pelaksanaan dan pengelolaan inovasi di daerah.
Beberapa pembelajaran (lesson learned) yang diperoleh antara lain sebagai berikut:
1) Bentuk dan pendekatan praktek inovasi daerah
Upaya pengurangan kesenjangan wilayah di daerah dikembangkan melalui prakarsa dan
inovasi yang menyesuaikan dengan kondisi setempat. Inovasi yang dilakukan oleh
pemerintah daerah pada dasarnya dapat bersifat adoptif, instruktif, maupun mandiri.
Inovasi yang bersifat adoptif artinya inovasi yang dilakukan bersumber pada program-
program sebelumnya yang sudah ada yang diadopsi oleh daerah. Model inovasi ini
merupakan model inovasi yang paling banyak dilakukan di daerah. Dalam hal ini
pemerintah daerah mengadopsi model inovasi yang sudah ada, baik yang sudah
dilakukan oleh pemerintah (pusat), pemerintah daerah lainnya, maupun oleh lembaga
lain yang selanjutnya diterapkan di daerah dengan menyesuaikan kondisi setempat.
Inovasi Instruktif merupakan model inovasi yang dilakukan pemerintah daerah
berdasarkan instruksi dari pemerintah (pusat). Dalam hal ini pemerintah daerah hanya
menjalankan amanat yang ditetapkan pemerintah (pusat) untuk dilaksanakan di daerah.
Yang terakhir adalah model inovasi mandiri yang merupakan inovasi dengan terobosan-
terobosan inovatif pemerintah daerah yang dilakukan atas dasar kebutuhan, yaitu
kebutuhan untuk menyelesaikan masalah yang ada di masyarakat. Inovasi yang
dihasilkan disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang ada dan kemampuan yang
dimiliki. Inovasi jenis ini merupakan inovasi yang paling maju (advanced) serta
membutuhkan kreatifitas dan political will yang tinggi dari pemerintah setempat.
Meskipun jumlahnya tidak sebanyak inovasi adoptif, namun inovasi yang bersifat mandiri
sudah mulai muncul di sejumlah daerah yang utamanya dipicu oleh kreatifitas Kepala
Daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan wilayahnya. Berbagai praktek baik
(good practices) prakarsa inovasi daerah terkait pengurangan kesenjangan wilayah
dapat direplikasi oleh daerah lain dengan memperhatikan berbagai hal, diantaranya
karakteristik permasalahan yang dihadapi, karakteristik masyarakat, kemampuan
pendanaan, dan lain sebagainya.
Inovasi daerah di bidang ekonomi paling banyak digunakan dalam pengurangan
kesenjangan antarwilayah. Hal ini dikarenakan inovasi bidang ekonomi terkait langsung
dengan upaya peningkatan pendapatan masyarakat. Pendekatan yang dilakukan relatif
beragam, dari mulai pemberian stimulan, pendampingan teknis, pemberian akses pasar,
advokasi, pengembangan klaster ekonomi, maupun pengembangan event/kegiatan
untuk mendorong promosi.
Dilihat dari pendekatan yang digunakan, sebagian besar praktek inovasi yang dilakukan
daerah bersifat stimulan. Pemberian stimulan pada dasarnya adalah pemberian hibah
baik berupa uang tunai maupun barang modal kepada masyarakat untuk mendorong
kemampuan masyarakat secara lebih mandiri. Contoh pemberian dana stimulan
diantaranya adalah pemberian dana bergulir untuk modal usaha; bantuan non-tunai
untuk pendidikan, kesehatan, atau kegiatan pertanian; dan lain sebagainya.
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah
86
Praktek inovasi berupa pemberian hibah modal dan/atau dana bergulir pada satu sisi
memberikan akses kepada masyarakat penerima manfaat terhadap lembaga keuangan.
Sebagian besar masyarakat memiliki kesulitan terkait kemudahan akses terhadap
lembaga keuangan untuk memperoleh modal usaha. Pemberian hibah modal dan/atau
dana bergulir menjadi salah satu upaya untuk mendekatkan akses lembaga keuangan
kepada masyarakat kecil. Pada sisi lain, pemberian hibah modal dan/atau dana bergulir
dapat pula memberikan kecenderungan “ketergantungan” penerima manfaat terhadap
pemberi dana. Oleh karenanya, pemberian modal dan/atau dana bergulir sebaiknya
dilakukan tidak melalui pemberian dana hibah akan tetapi melalui pemberian akses
kepada lembaga keuangan formal. Pemberian akses kepada lembaga keuangan formal
dapat meningkatkan tanggung jawab dan kemandirian penerima manfaat. Fasilitasi
bantuan permodalan dapat dilakukan melalui penjaminan kredit masyarakat di lembaga
keuangan yang ada dan atau memberi subsidi bunga atas pinjaman masyarakat di
lembaga keuangan. Praktek yang demikian memiliki nilai pembelajaran yang penting
bagi masyarakat agar bertanggung jawab terhadap pengembalian kredit sekaligus
menjadi wahana bagi masyarakat untuk terbiasa bekerjasama dengan lembaga
keuangan yang ada, serta membuktikan kepada lembaga keuangan bahwa tidak ada
alasan untuk diskriminatif dalam pemberian pinjaman.
Terkait dengan upaya keberlanjutan program inovasi ekonomi, hal yang perlu
diperhatikan juga adalah bahwa upaya untuk peningkataan ekonomi masyarakat tidak
cukup hanya dengan meningkatkan produktivitas, memberikan kesempatan berusaha
yang sama, dan hanya memberikan suntikan modal sebagai stimulan, akan tetapi perlu
dipastikan adanya kerjasama dan kemitraan dengan pihak lain untuk pengembangan
usaha, termasuk kemitraan dengan pemasok bahan baku, pasar, lembaga keuangan,
dan lain sebagainya.
2) Sinkronisasi dan koordinasi antarlembaga
• Pemerintah (terutama pemerintah pusat dan provinsi) memiliki beberapa program di
berbagai sektor terkait upaya pengentasan kemiskinan dan pengurangan
kesenjangan wilayah. Sejumlah program saling komplementer, sejumlah lainnya
saling tumpang tindih (overlap). Untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan
program serta efisiensi penganggaran, maka perlu dilakukan koordinasi dan
sinkronisasi antar lembaga agar tidak terjadi tumpang tindih program dan
pembiayaan. Dalam hal ini perlu ditetapkan institusi sebagai koordinator bagi
pelaksanaan berbagai program pengentasan kemiskinan dan pengurangan
kesenjangan wilayah. Koordinasi antar lembaga dapat dilakukan melalui
sinkronisasi program prioritas dalam konteks Musrenbang.
• Koordinasi dan sinkronisasi antarprogram yang dikembangkan oleh berbagai
lembaga di dalam satu wilayah (atau kelompok sasaran) yang sama juga perlu
dilakukan. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan beberapa program yang
dilakukan oleh berbagai lembaga (pemerintah, pemerintah daerah, lembaga non-
pemerintah) dapat dilaksanakan bersamaan pada satu lokasi atau satu kelompok
sasaran yang sama. Program yang relatif serupa yang diberikan pada satu
daerah/wilayah/kelompok sasaran yang sama dapat berjalan efektif jika masing-
masing program dapat saling melengkapi/komplementer. Agar tidak terjadi
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah 87
duplikasi penerima dan program berjalan dengan efektif bagi penerima manfaat,
maka diperlukan koordinasi yang baik dan efektif dalam proses pendistribusian
program. Dalam hal ini peran Kepala pemerintahan terkecil (kecamatan/
keluarahan/desa) dapat berperan aktif sebagai koordinator bagi sinkronisasi
program agar dapat bersifat saling komplementer/melengkapi.
• Terkait dengan koordinasi dan sinkronisasi berbagai program dalam satu
daerah/kelompok sasaran yang sama, diperlukan penguatan kelembagaan di
tingkat desa atau kelompok sasaran untuk mendukung ketepatan pendistribusian
manfaat program inovasi.
3) Penguatan kelembagaan
Pengembangan program Inovasi pengurangan kesenjangan wilayah perlu didukung
dengan sistem kelembagaan yang efektif, baik kelembagaan di pihak inisiator
maupun kelembagaan di tingkat penerima manfaat.
Pada sisi inisiator program (terutama pemerintah daerah) penguatan kelembagaan
salah satunya perlu dilakukan melalui penetapan tupoksi yang jelas bagi institusi
yang diberi kewenangan untuk pelaksanaan dan pengelolaan program inovasi.
Penetapan tupoksi bagi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang berwenang dapat
ditetapkan melalui peraturan Kepala Daerah. Hal ini juga untuk lebih menjamin
keberlangsungan program dalam jangka waktu yang lebih panjang.
Pada sisi penerima manfaat, penguatan kelembagaan pengorganisasian
masyarakat (community organizing) yang efektif sangat diperlukan. Sebagian besar
program inovasi terutama yang terkait pemberdayaan menyasar kelompok
masyarakat, bukan individu. Oleh karenanya diperlukan penguatan kelembagaan
masyarakat yang efektif untuk pengelolaan pelaksanaan program sehingga dapat
mendorong kemandirian masyarakat. Pembentukan community organizing bagi
penerima manfaat dapat memanfaatkan kelembagaan yang sudah ada dan
diperkuat (contoh: Lembaga Pemberdayaan Masyarakat/LPM, Karang Taruna,
Koperasi Desa, Dasa Wisma, PKK, atau lembaga lainnya yang sudah ada) atau
pembentukan kelembagaan baru yang dibentuk khusus untuk pengelolaan program
penerima manfaat. Dalam hal ini penguatan kelembagaan di tingkat masyarakat
dan penerima manfaat dapat dilakukan melalui peningkatan kapasitas dan
pendampingan teknis yang intensif.
Keberadaan community organizing di tingkat masyarakat penerima manfaat juga
dapat sekaligus berguna bagi proses sinkronisasi program-program yang diperoleh
dari berbagai lembaga sehingga dapat mendorong efektifitas dan efisiensi
pelaksanaan program dan pencapaian tujuan
4) Ketepatan pemilihan program inovasi
Pemilihan bentuk dan jenis inovasi yang dikembangkan di daerah perlu didasarkan pada
pemahaman yang baik terhadap permasalahan yang dihadapi. Beberapa pertimbangan
yang perlu dilakukan terkait pemilihan bentuk dan jenis inovasi yang akan
dikembangkan antara lain adalah:
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah
88
Pemahaman yang baik terhadap permasalahan yang dihadapi serta karakteristik
penerima manfaat.
Pemahaman terhadap permasalahan yang dihadapi menjadi kunci keberhasilan
dalam pemilihan program inovasi. Sebagai contoh dalam bidang ekonomi, inisiator
inovasi perlu memahami permasalahan yang dihadapi oleh calon penerima
manfaat. Jika tahap permasalahan pada tataran peningkatan produktivitas, maka
program inovasi dapat diberikan dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas,
seperti peningkatan prasarana produksi, ekstensifikasi, intensifikasi, peningkatan
kapasitas untuk produksi, dan lain sebagainya. Sedang jika permasalahan
peningkatan produktivitas sudah tidak menjadi permasalahan dan produk bahan
baku cukup banyak, maka permasalahan berikutnya yang dihadapi adalah
peningkatan nilai tambah dan perluasan pasar. Oleh karenanya inovasi perlu
diarahkan pada upaya untuk meningkatkan nilai tambah dari produk-produk yang
dihasilkan serta memperluas pemasaran bagi produk yang dihasilkan.
Rentang kendali terhadap perencanaan, pelaksanaan dan monitoring serta evaluasi
program
Rentang kendali memiliki pengaruh yang signifikan untuk memastikan efektifitas
pelaksanaan program inovasi. Semakin tinggi rentang kendali, semakin tinggi
kemungkinan distorsi efektifitas pelaksanaan program. Oleh karenanya inovasi di
tingkat pemerintah kabupaten/kota seringkali lebih efektif dikarenakan rentang
kendali yang lebih kecil dibanding pemerintah provinsi maupun pemerintah pusat.
Pelibatan masyarakat/penerima manfaat dalam proses perencanaan, pelaksanaan,
hingga monitoring dan evaluasi
Pelibatan masyarakat dan penerima manfaat dalam proses perencanaan,
pelaksanaan hingga monitoring dan evaluasi akan lebih menjamin efektifitas dan
tanggung jawab masyarakat dan penerima manfaat terhadap pelaksanaan program
inovasi. Pelibatan aktif masyarakat dan penerima manfaat juga dapat
meningkatkan keberlanjutan program di tingkat masyarakat. Termasuk dalam
proses pelibatan masyarakat adalah penguatan kelembagaan masyarakat penerima
untuk menjamin kemandirian masyarakat dan keberlanjutan program.
Peran pendamping/fasilitator yang kuat
Peran pendamping/fasilitator bagi masyarakat dan penerima manfaat sangat
signifikan. Penamping dan fasilitator tersebut perlu memiliki kapasitas yang baik.
Seringkali program inovasi yang digerakkan dalam skala besar dan memiliki rentang
kendali besar tidak mampu menyediakan pendamping/fasilitator dengan kapasitas
dan kualifikasi yang baik secara seragam. Akibatnya efektifitas program dapat
terganggu, dan bahkan kepercayaan masyarakat dan penerima manfaat terhadap
inisiator dapat berkurang. Oleh karenanya, diperlukan upaya untuk menjamin
tersedianya pendamping/fasilitator dengan kapsitas dan kualifikasi yang cukup
baik.
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah 89
5) Pelibatan berbagai pihak
Pengembangan program inovasi perlu melibatkan berbagai pihak, baik pemerintah
daerah, masyarakat, maupun lembaga lain yang terkait. Pelibatan berbagai pihak
tersebut meliputi juga proses membangun jejaring. Hal ini untuk memastikan program
dapat dilaksanakan secara berkesinambungan.
Pihak yang dapat terkait dalam pengembangan program inovasi antara lain adalah
pemerintah (pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota);
tenaga pendamping masyarakat; lembaga swadaya masyarakat; lembaga donor; pihak
swasta; dan lain sebagainya. Pada tahap perencanaan program inovasi, perlu terlebih
dahulu dilakukan identifikasi terhadap pihak-pihak yang terlibat untuk memastikan
jejaring yang akan dibangun. Pada tahap berikutnya masing-masing pihak perlu
diidentifikasi pembagian peran agar masing-masing pihak dapat berperan dan
berkontribusi secara lebih efektif dalam pelaksanaan program inovasi.
Pelibatan masyarakat (penerima manfaat) dalam proses perencanaan hingga monitoring
dan evaluasi dapat meningkatkan kemandirian dan tanggung jawab masyarakat
terhadap pelaksanaan program
6) Monitoring dan evaluasi
Monitoring dan evaluasi perlu menjadi satu kesatuan dalam proses perencanaan
program inovasi. Monitoring dan evaluasi perlu dilakukan secara regular untuk
memastikan ketercapaian tujuan pelaksanaan program. Monitoring diperlukan untuk
memastikan proses inovasi berjalan sesuai rencana yang ditetapkan, sedang evaluasi
diperlukan untuk menilai efektifitas pencapaian tujuan program inovasi. Hasil
monitoring dan evaluasi digunakan untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan
program inovasi.
Proses monitoring dan evaluasi juga terkait dengan rentang kendali. Semakin panjang
rentang kendali program dari inisiator program dengan penerima manfaat, semakin
besar tantangan bagi proses monitoring dan evaluasi agar dapat berjalan secara efektif.
Oleh karenanya, perlu dikembangkan pembagian kewenangan yang tepat, baik kepada
pemerintah di bawahnya maupun terhadap pihak lain yang terlibat, termasuk pelibatan
masyarakat sebagai penerima manfaat dalam proses monitoring dan evaluasi.
Monitoring dan evaluasi dapat dilakukan oleh pihak inisiator, pihak ketiga, maupun
melibatkan partisipasi masyarakat/penerima manfaat. Hasil dari monitoring dan
evaluasi menjadi bahan untuk penyempurnaan perencanaan dan pelaksaan program
inovasi
7) Exit Strategy
Untuk menghindari ketergantungan masyarakat serta meningkatkan kemandirian, perlu
disiapkan exit strategy pada setiap program inovasi. Exit strategy diperlukan untuk
memastikan manfaat program dapat tetap berlanjut meskipun program inovasi selesai
dilaksanakan. Exit Strategy perlu menjadi langkah akhir dalam pelaksanaan program
inovasi untuk membangun kemandirian masyarakat serta menghindari ketergantungan
serta memastikan keberlanjutan manfaat program bagi penerima manfaat.
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah
90
8) Pengembangan program inovasi yang lebih komprehensif dan terpadu
Upaya pengurangan kesenjangan antarwilayah pada dasarnya tidak dapat hanya
diselesaikan dari satu aspek saja, tetapi perlu melibatkan secara komprehensif dan
terpadu dengan melibatkan berbagai sektor (ekonomi, pendidikan, kesehatan,
infrastruktur, dsb).
Pada pengembangan ekonomi, hal yang perlu diperhatikan adalah: (1) pemberian
peluang atau akses yang lebih besar kepada aset produksi (khususnya modal); (2)
memperkuat posisi transaksi dan kemitraan usaha ekonomi rakyat, agar pelaku ekonomi
rakyat bukan sekadar price taker; (3) pelayanan pendidikan dan kesehatan untuk
meningkatkan kualitas SDM; (4) pengembangan jejaring pasar; dan (5) mendorong
munculnya wirausaha baru.
9) Replikasi program inovasi
Pada dasarnya praktek inovasi yang baik yang telah dilakukan di suatu daerah dapat
direplikasi oleh daerah lainnya. Namun demikian, replikasi praktek inovasi yang baik
tersebut tidak selalu dapat dilakukan secara seragam. Proses replikasi program inovasi
memperhatikan kondisi spesifik di masing-masing wilayah dan permasalahan riil yang
dihadapi.
Replikasi program inovasi dapat dilakukan pada tahap konsep, namun aplikasinya di
lapangan harus disesuaikan dengan permasalahan dan kondisi setempat. Pemahaman
terhadap tahapan permasalahan yang dihadapi menjadi kunci awal bagi ketepatan
inovasi yang dikembangkan. Inovasi yang mampu melihat permasalahan secara lebih
tepat dapat menghasilkan dampak yang lebih maksimal.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam proses replikasi program inovasi adalah kondisi
dan kemampuan daerah, baik sumberdaya manusia maupun kemampuan pendanaan;
perencanaan yang matang; kesiapan kelembagaan pengelola program; proses
monitoring dan evaluasi; serta penyiapan exit strategy.
4.2 Rekomendasi
Berdasarkan hasil analisis, sintesa dan penetapan kesimpulan terhadap proses praktek
inovasi di daerah terkait pengurangan kesenjangan antarwilayah, dapat dirumuskan
beberapa hal sebagai berikut:
1. Pembagian peran yang jelas di antara stakeholder
Berdasarkan analisis, sintesa dan kesimpulan, salah satu penyebab kurang efektifnya
pelaksanaan program inovasi pengurangan kesenjangan antarwilayah di daerah adalah
rentang kendali yang cukup panjang sehingga efektifitas pencapaian tujuan serta proses
pemantauan dan evaluasi pelaksanaan menjadi kurang efektif. Salah satu upaya untuk
mengatasi hal ini adalah pengembangan manajemen kelembagaan melalui pembagian
peran antar pihak.
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah 91
Disadari program inovasi yang dilakukan oleh pemerintah yang lebih tinggi memiliki
rentang kendali yang lebih panjang sehingga efektifitas pencapaian tujuan seringkali
lebih rendah dibandingkan program inovasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah yang
memiliki rentang kendali lebih pendek. Untuk menyiasati hal tersebut, program inovasi
yang diinisiasi oleh pemerintah dengan hirarki lebih tinggi perlu membagi peran dan
kewenangan dengan pemerintah di bawahnya. Pembagian peran dan kewenangan ini
perlu diatur secara jelas melalui regulasi yang berlaku, sehingga terdapat kepastian
hukum pagi masing-masing pihak untuk melaksanakan program inovasi.
Pemberian kewenangan dan peran pada pemerintah yang lebih rendah perlu diimbangi
dengan kebijakan insentif untuk mendorong kinerja pemerintah di bawahnya dalam
pencapaian tujuan yang diharapkan.
Pembagian peran dan kewenangan ini dapat meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan,
hingga proses monitoring dan evaluasi.
2. Pengembangan Kelembagaan di tingkat masyarakat
Selain kelembagaan di tingkat inisiator program inovasi, kelembagaan di tingkat
masyarakat penerima manfaat memegang peranan penting dalam mendukung
efektifitas pencapaian tujuan program inovasi. Salah satu permasalahan yang dihadapi
adalah kebutuhan untuk sinkronisasi dan pendistribusian secara adil dan efektif
terhadap berbagai program yang didapat dari berbagai lembaga pada satu
daerah/kelompok masyarakat yang sama. Kelembagaan yang kuat di tingkat
masyarakat dapat meningkatkan efektifitas pendistribusian berbagai program tersebut
agar saling komplementer dan tidak saling tumpang tindih. Selain itu, kelembagaan
yang baik di tingkat masyarakat juga dapat menjadmin kemandirian dan keberlanjuta
program di masa datang. Untuk itu diperlukan upaya peningkatan kapasitas bagi
kelembagaan di tingkat masyarakat.
Pengembangan kelembagaan di tingkat penerima manfaat dapat menggunakan 2 (dua)
alternatif, yaitu: (1) menggunakan lembaga yang sudah ada, seperti pemerintah desa,
LPM desa, karang taruna, PKK, koperasi, dan lain sebagainya; maupun (2) membentuk
lembaga baru. Hal yang perlu diperhatikan dalam penetapan kelembagaan di tingkat
masyarakat penerima manfaat adalah terkait dengan keterwakilan masyarakat dalam
lembaga yang digunakan.
Untuk memastikan efektifitas kelembagaan di tingkat penerima manfaat tersebut, pihak
pemerintah dan pemerintah daerah sebagai inisiator program perlu menyiapkan
kebijakan berupa penetapan mekanisme dan prasyarat bagi pembentukan kelembagaan
penerima manfaat. Kebijakan tersebut perlu diiringi dengan upaya peningkatan
kapasitas kelembagaan.
3. Fasilitator (pendamping) yang kuat
Dalam hampir semua program inovasi, kebutuhan tenaga pendamping (fasilitator)
memegang peranan yang signfikan dalam menjamin efektifitas pencapaian tujuan.
Tugas utama pendamping adalah memfasilitasi proses belajar atau refleksi dan menjadi
mediator untuk penguatan kemitraan masyarakat dengan pihak lain. Persoalan
penyediaan tenaga pendamping dengan kualifikasi yang baik seringkali menjadi kendala
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah
92
bagi pengembangan program. Penentuan bagi pendamping masyarakat yang efektif
seringkali masih menjadi persoalan. Pengalaman empirik dari pelaksanaan berbagai
program pemberdayaan masyarakat melalui pendamping dari luar, seringkali
mengakibatkan biaya transaksi bantuan modal menjadi sangat mahal. Selain kebutuhan
pemberian upah bagi tenaga pendamping, kebutuhan biaya pelatihan bagi tenaga
pendamping juga relatif tidak kecil. Oleh karenanya, untuk menjamin keberlanjutan
proses pendampingan, sudah saatnya dipertimbangkan pengembangan pendamping
lokal. Pendamping insitu juga diharapkan memiliki kemampuan dan pemahaman yang
lebih baik terhadap persoalan yang dihadapi masyarakatnya.
4. Pengembangan inovasi secara komprehensif dan integratif
Permasalahan pengurangan kesenjangan antarwilayah pada dasarnya tidak sekedar
permasalahan peningkatan pendapatan perkapita, tetapi meliputi berbagai aspek yang
berpengaruh terhadap pendapatan perkapita, seperti peningkatan kualitas sumberdaya
manusia, peningkatan mobilitas dan aksesibilitas, dan lain sebagainya. Oleh karenanya,
inovasi untuk pengurangan kesenjangan antarwilayah perlu dikembangkan secara
komprehensif dan integratif dari berbagai bidang. Upaya inovasi pengembangan
ekonomi perlu juga diimbangi dengan peningkatan pendidikan, peningkatan kesehatan
masyarakat, serta peningkatan infrastruktur wilayah.
Pada tataran yang lebih detail, terutama terkait inovasi bidang ekonomi, pengembangan
dari hulu ke hilir perlu menjadi perhatian agar permasalahan yang dihadapi masyarakat
secara menyeluruh dapat diatasi. Sebagai contoh, penyelesaian permasalahan
pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah masyarakat tidak cukup hanya
dengan pemberian stimulan berupa bantuan modal untuk pengembangan usaha, tetapi
perlu diimbangi dengan pemberian pendampingan teknis dan pengembangan pasar.
5. Penyediaan akses permodalan
Dalam berbagai program pemberian stimulan berupa modal usaha, pada satu sisi
pemberian hibah maupun dana bergilir berupa modal usaha tidak berjalan efektif dan
mengakibatkan ketergantungan. Praktek inovasi bidang ekonomi melalui aspek
permodalan yang perlu dicermati adalah: (i) bagaimana pemberian bantuan modal tidak
menimbulkan ketergantungan masyarakat terhadap pemberi banatuan; (ii) bagaimana
pemecahan aspek modal dapat dilakukan melalui penciptaan sistem yang kondusif bagi
usaha mikro, kecil dan menengah untuk mendapatkan akses terhadap lembaga
keuangan formal; serta (iii) bagaimana skema penggunaan atau kebijakan
pengalokasian modal tidak terjebak pada perekonomian subsisten.
Penyediaan modal usaha bagi usaha mirko, kecil, dan menengah antara lain dapat
dilakukan melalui penjaminan kredit masyarakat di lembaga keuangan, dan atau
memberi subsidi bunga atas pinjaman masyarakat di lembaga keuangan. Mekanisme
pemberian fasilitas akses ke lembaga keuangan tersebut dapat lebih menjamin
pengembalian kredit masyarakat melalui peningkatan tanggung jawab masyarakat,
sekaligus sebagai wahana bagi masyarakat untuk membiasakan bekerjasama dengan
lembaga keuangan yang ada serta membuktikan kepada lembaga keuangan bahwa
tidak ada alasan untuk diskriminatif dalam pemberian pinjaman.
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah 93
Sistem atau kebijakan yang kondusif untuk memperluas akses usaha mikro, usaha kecil,
dan usaha menengah ke lembaga keuangan, sebenarnya sudah cukup banyak, seperti
Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Kepada Koperasi (KKOP), Kredit Modal Kerja
Pengembangan Bank Perkreditan Rakyat (KMK-BPR), Kredit Kepada Koperasi Primer
untuk Anggota (KKPA), Kredit Trans Kawasan Timur (KKPA PIR Trans KRI), KKPA- Bagi
Hasil, Kredit Pengusaha Kecil dan Mikro (KPKM), Kredit Modal Kerja Usaha Kecil dan
Menengah (KMK-UKM), dan masih banyak lagi lainnya. Affirmative action untuk
masyarakat dalam pengembangan ekonomi, melalui mekanisme pasar ini jauh lebih
baik, bila dibanding dengan pemberian dana bergulir. Ini relevan dengan tujuan
pemberdayaan ekonomi rakyat yang akan menjadikan ekonomi rakyat sebagai ekonomi
yang tangguh, mandiri, berdaya saing, dan modern.
6. Replikasi program inovasi di daerah.
Replikasi program merupakan tahapan dalam upaya menggunakan contoh program
baik dalam pengurangan kesenjangan. Upaya ini harus melalui tahapan yang melibatkan
berbagai aspek dimulai analisis kesesuaian program dengan kondisi wilayah, penyiapan
kelembagaan (organisasi, SDM, sampai dengan pendanaan) keterlibatan stakeholder.
Terdapat empat tahapan replikasi:
a. Pemahaman terhadap persoalan
Permasalahan yang dihadapi masyarakat bersifat spesifik, baik dari aspek lokasi
maupun dari aspek permasalahannya. Oleh karena itu, maka pengembangan
program inovasi dilakukan tidak secara generik, melainkan menyesuaikan dengan
permasalahan yang bersifat spesifik.
Pemahaman yang baik terhadap persoalan yang dihadapi perlu menjadi prasyarat
utama bagi replikasi inovasi di daerah. Pihak yang akan mereplikasi program
inovasi perlu memahami tahapan persoalan yang dihadapi. Sebagai contoh, dalam
bidang ekonomi perlu dipahami apakah permasalahan yang dihadapi pada suatu
daerah masih di tahap dasar untuk memenuhi kebutuhan dasar, tahap peningkatan
produktivitas bahan baku, tahap pengembangan pasar dan diversifikasi produk,
atau sudah pada tingkatan kebutuhan pemberdayaan. Dalam pengembangan
inovasi bidang ekonomi, perubahan struktural yang menjadi tujuan pengembangan
inovasi ekonomi dimaksudkan untuk perubahan ekonomi dari tradisional ke
ekonomi modern, dari ekonomi lemah ke ekonomi kuat, dari ekonomi subsisten ke
ekonomi pasar, dari ketergantungan ke kemandirian. Oleh karenanya, langkah-
langkah proses perubahan struktur tersebut meliputi: (i) pengalokasian sumber
sumber daya; (ii) penguatan kelembagan; (iii) penguasaan teknologi; dan (iv)
pemberdayaan sumberdaya manusia.
Selain itu pemahaman karakteristik wilayah dengan kesesuaian program yang
direplikasi harus dilakukan, misal program di perkotaan belum tentu cocok untuk
program di pedesaan. Pemahaman ini akan merupakan basis data dan self
assessment bagi tahapan berikutnya, terutama terkait pemilihan jenis dan
pendekatan inovasi yang dilakukan.
b. Perencanaan
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah
94
Setelah persoalan dan kondisi yang dihadapi diidentifikasi secara baik, Pemerintah
Daerah dapat menetapkan jenis dan bentuk inovasi yang akan dikembangkan.
Pada tahapan ini dilakukan proses penyiapan perencanaan program yang akan
dikembangkan. Tahapan ini dilakukan dengan menetapkan kegiatan-kegiatan yang
akan dilakukan, sumber daya yang dibutuhkan (pembiayaan, fisik, manusia,
kearifan lokal, dll), waktu pelaksanaan, target, pengelola program, dan stakeholder
yang terlibat.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses perencanaan antara lain
adalah:
Kelembagaan
Kejelasan terhadap pembagian kewenangan dan peran yang ditetapkan
melalui regulasi yang jelas sehingga terdapat kepastian hukum bagi pelaksana
program. Termasuk di dalamnya juga dukungan kebijakan (pemerintah
daerah) dan tata kelola pelaksanaan program inovasi.
Sumberdaya yang dimiliki, baik sumberdaya manusia (perangkat daerah yang
terlibat maupun pihak lain yang dilibatkan), sumber pendanaan, dan
sumberdaya lainnya yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan program.
Mekanisme pelaksanaan program
Penetapan mekanisme pelaksanaan program, termasuk pendekatan yang
digunakan, mekanisme distribusi program, pelibatan pihak lain, pelibatan
masyarakat, kelembagaan di tingkat penerima manfaat, mekanisme monitoring
dan evaluasi, hingga perencanaan exit strategy.
Penyediaan fasilitator yang handal
Fasilitator (pendamping) memegang peran yang sangat penting untuk
memastikan efektifitas program di lapangan. Oleh karenanya diperlukan
pengembangan rekrutmen fasilitator yang efektif serta peningkatkan kapasitas
fasilitator untuk memastikan kualifikasi fasilitator sesuai yang diharapkan.
Penyediaan fasilitator lokal dapat menjadi salah sastu mekanisme yang efektif
dalam mengembangkan kemandirian masyarakat.
Kesiapan masyarakat
Karakteristik dan kesiapan masyarakat dalam menerima program perlu
menjadi perhatian dalam penentuan jenis program dan proses perencanaan
mekanisme distribusi program. Upaya peningkatan kapasitas masyarakat juga
perlu dilakukan seiirng dengan pelaksanaan program. Terkait dengan
kesiapan masyarakat, kearifan lokal perlu menjadi perhatian dalam
pengembangan kapasitas masyarakat sekaligus sebagai modal dasar
pengembangan program inovasi di masyarakat.
c. Implementasi
Pelaksanaan dari program harus dapat diterapkan sesuai dengan rencana, dengan
melibatkan stakeholder dan pendamping sesuai dengan kebutuhan. Dalam proses
implementasi, peran pendamping dan kelembagaan di tingkat penerima manfaat
memegang peranan yang besar untuk memastikan efektifitas pencapaian tujuan.
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah 95
Oleh karenanya upaya peningkatan kapasitas bagi pendamping maupun lembaga
penerima manfaat perlu menjadi perhatian.
Pelibatan masyarakat dalam proses implementasi juga dapat meningkatkan
efektifitas pelaksanaan program. Pelibatan masyarakat secara aktif bergantung
pada kesiapan dan kapasitas masyarakat. Pelibatan masyarakat juga dapat
menjadi sarana untuk memastikan kemandirian masyarakat serta keberlanjutan
manfaat yang dirasakan oleh penerima manfaat.
d. Monitoring & Evaluasi
Tingkat pencapaian program harus dapat diukur secara berkala, dinilai
keberlanjutan dan dampaknya, untuk selanjutnya menjadi bahan masukan
perencanaan berikutnya. Proses monitoring dan evaluasi wajib dilakukan untuk
memberikan masukan bagi perbaikan proses perencanaan dan implementasi
program. Pelibatan berbagai pihak (baik pemerintah daerah, pendamping, pihak
ketiga, maupun masyarakat) dapat meningkatkan efektifitas hasil monitoring dan
evaluasi yang dilakukan.
Gambaran dari tahapan replikasi tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 4.1
TAHAPAN REPLIKASI PROGRAM PENGURANGAN KESENJANGAN WILAYAH
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah
96
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah 97
DAFTAR PUSTAKA
1. Bappenas, 2012. Analisis Kesenjangan AntarWilayah 2012.
2. Boslaugh, Sarah. (2007). Secondary Data Sources for Health: A Practical Guide.
Cambridge: Cambridge University Press. [Excerpt published online: “I An Introduction to
Secondary Data Analysis”]
3. Direktorat Penanggulangan Kemiskinan – Bappenas. 2011. Evaluasi Karakteristik dan
Program Penanggulangan Kemiskinan di Daerah. Laporan Akhir.
4. Drucker, Peter., 1986. Innovation and Entrepreneurship. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
5. Dwiyanto, Agus, 2006. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Gajah Mada University
Press
6. Everette M.Rogers. 1983 . Diffusion of Innovation. New York: The Free Press A
Division of Macmilan Publishing Co.Inc
7. Fraenkel Jack, R. and Wallen Norman, E. (1993) How to design and evaluate research in
education. 2nd Edition, McGraw-Hill Inc., New York.
8. Gulick, L. and Urwick, L. (1937) Papers on the Science of Administration. Institute of
Public Administration, New York.
9. Habanik, Jozef, Peter Hostak dan Jan Kutik. 2013. Economic and Social Disparity
Development Within Regional Development of The Slovak Republik. Economic and
Development Journal. Vol. 18 No. 3.
10. Jha, S.N. & Marthur, P.C. 1999. Decentralization and Local Politics: Reading in Indian
Government and Politics-2. New Delhi London: Sage Publications.
11. Marczyk, G., DeMatteo, D., & Festinger, D. (2005). Essentials of Research Design and
Methodology. New York, NY: John Wiley & Sons, Inc.
12. Muluk, M.R Khairul. 2007. Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah. Malang: Bayu
media Publishing.
13. Pusat Kajian Kinerja Otonomi Daerah – Lembaga Administrasi Negara, 2010. Model
Community Developoment di Daerah.
14. Sinambela, Dr. Lijan Poltak, M.M., M.Pd, 2006. Reformasi Pelayanan Publik, Teori,
Kebijakan dan Implementasi. Jakarta : Bumi Aksara
15. Sumarto, Hetifah Sj, 2003. Inovasi, Partisipasi dan Good Governance, 20 Prakarsa
inovatif dan Partisipatif di Indonesia. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia
16. Sjafrizal. 2012. Ekonomi Wilayah dan Perkotaan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah
98
17. Taylor, Steve J. Robert Bogdan, dan Marjorie DeVault. 2015. Introduction to Qualitative
Research Methods: A Guidebook and Resources, 4th Edition. New York: John Wiley and
Sons.
18. Villaverde, Jose dan Maza, Adolfo. 2011. Regional Disparities in the UE: Are They Robust
to the Use of Different Measures and Indicators? Swediesh Institute for European Policy
Study.
19. Undang undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
20. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian,
Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
21. Peraturan Bersama Menteri Negara Riset dan Teknologi Nomor 03 Tahun 2012 serta
Menteri Dalam Negeri Nomor 36 Tahun 2012 tentang P enguatan Sistem Inovasi
Daerah
22. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2014 – 2019
LAMPIRAN
PROFIL KESENJANGAN WILAYAH
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah
100
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah
102
Prakarsa Pemerintah Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Kesenjangan Wilayah dan Pembangunan Daerah
104