pra-perencanaan - opac - online public access...

74
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi BAB VI Konsep Panduan VI-1 BAB VI KONSEP PANDUAN PENGEMBANGAN ANGKUTAN MASSAL BERBASIS JALAN YANG HEMAT ENERGI DAN RAMAH LINGKUNGAN A. Pendahuluan Perbedaan mendasar dari suatu layanan BRT dengan layanan bus standar adalah pelayanan terhadap kenyamanan dan kepuasan pengguna. Layanan BRT dibuat sedemikian rupa agar dapat memenuhi keinginan pengguna sehingga pengguna merasa aman dan nyaman dalam menggunakannya. Pengembangan sistem BRT dapat dibagi menjadi 3 (tiga) tahapan besar yaitu; tahapan pra-perencanaan, tahapan perencanaan, dan tahapan pasca perencanaan seperti yang ditunjukan dalam Gambar 6. 1. Gambar 6. 1. Pengembangan Sistem BRT PASCA PERENCANAAN PERENCANAAN & PERANCANGAN PRA-PERENCANAAN PENYIAPAN PELAKSANAAN PROYEK SAUM SOSIALISASI ANALISIS PERMINTAAN & PEMILIHAN KORIDOR PERANCANGAN OPERASIONAL PENYIAPAN RENCANA USAHA PERANCANGAN PRASARANA KEBIJAKAN PENDUKUNG EVALUASI INISIASI PROYEK SAUM RENCANA IMPLEMENTASI

Upload: vuduong

Post on 31-Aug-2018

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-1

BAB VI

KONSEP PANDUAN PENGEMBANGAN ANGKUTAN

MASSAL BERBASIS JALAN YANG HEMAT ENERGI DAN

RAMAH LINGKUNGAN

A. Pendahuluan

Perbedaan mendasar dari suatu layanan BRT dengan layanan bus

standar adalah pelayanan terhadap kenyamanan dan kepuasan

pengguna. Layanan BRT dibuat sedemikian rupa agar dapat memenuhi

keinginan pengguna sehingga pengguna merasa aman dan nyaman

dalam menggunakannya. Pengembangan sistem BRT dapat dibagi

menjadi 3 (tiga) tahapan besar yaitu; tahapan pra-perencanaan, tahapan

perencanaan, dan tahapan pasca perencanaan seperti yang ditunjukan

dalam Gambar 6. 1.

Gambar 6. 1. Pengembangan Sistem BRT

PASCA PERENCANAAN

PERENCANAAN & PERANCANGAN

PRA-PERENCANAAN

PENYIAPAN PELAKSANAAN PROYEK SAUM

SOSIALISASI

ANALISIS PERMINTAAN & PEMILIHAN KORIDOR

PERANCANGAN OPERASIONAL

PENYIAPAN RENCANA USAHA

PERANCANGAN PRASARANA

KEBIJAKAN PENDUKUNG

EVALUASI

INISIASI PROYEK SAUM

RENCANA IMPLEMENTASI

Page 2: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-2

Tahapan pra-perencanaan mencakup kegiatan insisasi dan penyiapan

proyek BRT yang ditindaklajuti dengan kegiatan sosialisasi kepada para

pemangku kepentingan seperti masyarakat, operator, dan institusi

pemerintah terkait. Tahap perencanaan mencakup kegiatan analisis

permintaan dan pemilihan koridor, perancangan operasional sistem

BRT, penyiapan rencana usaha dan perancangan prasarana baik utama

maupun pedukung. Sedangkan tahapan pasca perencanaan meliputi

kegiatan penyiapan kebijakan pendukung, proses evaluasi dan rencana

implementasi.

Walaupun tahapan kegiatan dalam pengembangan sistem BRT yang

ditunjukan dalam Gambar 6. 1nampak berurutan, namun

proses yang terjadi bersifat iteratif. Seringkali beberapa tahapan

kegiatan memiliki keterkaitan dan ketergantungan yang signifikan serta

harus dilakukan secara bersamaan. Sebagai contoh, analisis finansial

akan mempengaruhi keputusan terhadap aspek prasarana dan teknologi,

sementara pemilihan rute akan berdampak pada opsi rancangan jalur

BRT. Contoh diatas seringkali harus dilakukan dengan proses iteratif

untuk mendapatkan hasil yang paling optimal. Dilain sisi, melakukan

proses yang benar-benar ideal juga bisa berakibat situasi yang

kontraproduktif karena akan berakibat kepada penundaan dan tidak

terealisasinya rencana. Oleh karena itu perencanaan yang baik adalah

yang mampu yang mampu mengarahkan pimpinan untuk mengambil

keputusan dan menetapkan kerangka waktu pelaksanaannya tanpa

terjebak dengan paradigma berpikir untuk menyiapkan suatu rencana

yang benar-benar ideal yang kadangkala bisa berpotensi untuk

menyurutkan niat yang kuat dari pengambil keputusan untuk

melaksanakannya.

B. Komunikasi dan Sosialisasi

Proses sosialisasi dilakukan dengan melibatkan partisipasi masyarakat

untuk mengetahui pendapat dan keinginan mereka terhadap sistem BRT

yang akan dibangun. Dengan mendengarkan keinginan dari masyarakat

yang akan menggunakan maka diharapkan sistem BRT yang akan

dioperasikan dapat diterima dengan baik.

Selain itu komunikasi dengan operator angkutan umum yang ada

mutlak perlu dilakukan untuk mengenalkan BRT secara benar, agar

operator-operator tersebut dapat memandang sistem BRT sebagai suatu

peluang bisnis ke depan yang terintegrasi dengan sistem yang sudah

beroperasi.

Hal yang tidak kalah penting adalah melakukan proses komunikasi

kepada masyarakat untuk mengenalkan sistem BRT secara

komprehensif dan tepat agar masyarakat memiliki sikap yang benar dan

terbiasa untuk menggunakan sistem yang baru ini.

Page 3: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-3

C. Analisis Permintaan dan Penetapan Koridor

Secara konseptual langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam

merencanakan koridor angkutan massal berbasis jalan seperti yang

ditunjukan dalam Gambar 6. 1akan dijelaskan dalam bagian

berikut.

1. Langkah 1: Kajian terhadap Struktur Kota

Sebagaimana lazimnya untuk setiap perencanaan, adalah

melakukan evaluasi terhadap struktur ruang kota. Langkah ini

mencakup:

a) identifikasi lapangan terhadap jaringan jalan;

b) lokasi kawasan hunian, kawasan niaga dan industri;

c) karakteristik lalu lintas;

d) lingkup (cakupan wilayah) pelayanan angkutan umum

eksisting;

e) kualitas perkerasan jalan;

f) pedestrian;

g) rancang kota; dan

h) kepadatan kota dan bangunan.

Semua informasi ini dipetakan dan lebih baik menggunakan

fasilitas peta GIS maupun foto udara.

2. Langkah 2: Penyiapan Basis Data

Langkah selanjutnya adalah mengumpulkan data tentang sistem

angkutan umum eksisting yang mencakup:

a) Sistem tarif, rute-rute baru dan lain-lain;

b) Statistik populasi dan strata sosial;

c) Rencana induk kota, dan rencana pengembangan jaringan

jalan untuk jangka pendek dan panjang;

d) Dokumen kajian terhadap sistem angkutan massal;

e) Peta wilayah kota (foto udara/ peta digital) pada skala

1:18,000; dan

f) Jika dimungkinkan ketersediaan data asal-tujuan (O-D)

perjalanan sebagai pembanding terhadap koridor-koridor

angkutan umum.

Salah satu upaya yang lazim dilakukan untuk mengantisipasi

keterbatasan data dan perangkat analisis untuk perencanaan

jangka panjang, adalah dengan melakukan pendekatan

perancangan untuk jangka pendek namun tetap

mempertimbangkan jangka panjang. Langkah yang diperlukan

adalah dengan menggunakan data permintaan eksisting

(khususnya permintaan angkutan umum) sebagai basis

perencanaan dan kemudian menguji kompatibilitas terhadap

strategi rencana jangka panjang. Kebutuhan data untuk proses

Page 4: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-4

perencanaan skala penuh (prosedur empat tahap perencanaan)

adalah sebagai berikut:

a) Data asal-tujuan perjalanan pengguna angkutan umum;

b) Data sosio-ekonomi dan demografi;

c) Data rencana tata ruang wilayah;

d) Data trayek angkutan umum (termasuk rencana);

(1) Panjang trayek;

(2) Ittenerarytrayek.

e) Data karakteristik operasional angkutan umum eksisting:

(1) Okupansi/faktor muat rata-rata per arah pada jam

sibuk dan jam lengang;

(2) Frekuensi per arah pd jam sibuk dan jam lengang;

(3) Kecepatan tempuh rata-rata per arah pd jam sibuk

dan jam lengang;

(4) Besaran naik turun penumpang harian dan jam

sibuk/jam lenganga per arah per trayek di tiap titik

pelayanan;

(5) Tundaan (waktu dan penyebab) per trayek per arah;

(6) Waktu berhenti per trayek per arah;

(7) Waktu tunggu rata-rata di tiap titik layanan per arah

per trayek.

f) Data sarana dan prasarana angkutan umum eksisting;

(1) Jumlah armada beroperasi per trayek;

(2) Jenis dan kapasitas (nominal) per trayek;

(3) Usia kendaraan;

(4) Konfigurasi kursi, pintu, sirkulasi, mekanisme

pengumpulan tiket, pegangan tangan, tingkat

kebisingan (internal dan eksternal) dan tingkat

emisi;

(5) Halte, Terminal/Depo

g) Data pusat bangkitan-tarikan eksisting dan rencana;

h) Data jaringan jalan eksisting dan rencana;

i) Model permintaan angkutan umum (bangkitan, distribusi

dan pilihan moda);

j) Model jaringan transportasi.

Bila proses analisis untuk perencanaan menggunakan metoda

cepat, maka kebutuhan data minimum adalah sebagai berikut:

a) Data trayek angkutan umum (termasuk rencana);

1) Panjang trayek;

2) Ittenerary trayek.

b) Data karakteristik operasional angkutan umum eksisting:

1) Okupansi/faktor muat rata-rata per arah pada jam

sibuk dan jam lengang;

2) Frekuensi per arah pd jam sibuk dan jam lengang;

Page 5: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-5

3) Besaran naik turun penumpang harian dan jam

sibuk/jam lengang per arah per trayek di tiap titik

pelayanan (optional);

4) Kecepatan tempuh rata-rata per arah pada jam sibuk

dan jam lengang.

c) Data sarana dan prasarana angkutan umum eksisting;

d) Data pusat bangkitan-tarikan eksisting dan rencana;

e) Data jaringan jalan eksisting dan rencana.

3. Langkah 3: Analisis Permintaan

Setelah basis data disiapkan, selanjutnya adalah melakukan

analisis dan estimasi potensi permintaan (penumpang) dari

layanan ini. Metoda yang dapat digunakan adalah:

a) Menggunakan hasil survai pada trayek eksisting (faktor

muat, frekuensi, jumlah naik turun penumpang, waktu

tempuh, kondisi geometrik dan jumlah trayek yang bisa

dikonversikan);

Untuk memprediksikan besarnya permintaan dapat

menggunakan rumus berikut ini (Alvinsyah & Halim,

2012):

𝑉𝑖 = 𝑂𝑐̅̅̅̅𝑖 × 𝑓 × 𝐶𝑏 (1)

dimana:

Vi = volume penumpang pada rentang

waktu i

Oc̅̅ ̅i = Faktor muat rata-rata pada

rentang waktu i

f = frekuensi pada rentang waktu i

Cb = kapasitas kendaraan

Bila pengukuran volume dilakukan kurang dari satu jam,

maka untuk mendapatkan arus puncak dapat menggunakan

rumus berikut (Alvinsyah & Halim, 2012):

𝐹𝑚𝑎𝑥 = 4 × 𝑉15-𝑚𝑎𝑥 (2)

dimana:

Fmax = arus maksimum

V15-max = volume per 15 menit maksimum

b) Bila tidak tersedia data naik turun penumpang sepanjang

koridor rencana, maka besarnya jumlah penumpang yang

menggunakan layanan dalam satu hari dapat diestimasi

dengan rumus berikut (Alvinsyah & Halim, 2012):

Page 6: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-6

𝐹𝑚𝑎𝑥 =𝑅𝑑

sto× %ph × %pd (3)

dimana:

Fmax = arus maksimum

Rd = jumlah penumpang harian

Sto = seat-turnover rate

%ph = persentase jam sibuk

%pd = persentase arah sibuk

Sedangkan prosedur ricnci untuk estimasi permintaan dengan

metoda seperti yang disampaikan berikut ini dapat dilihat pada

berbagai referensi:

(1) Menggunakan faktor pertumbuhan dan hasil survai

preferensi;

(2) Menggunakan metoda elastisitas;

(3) Menggunakan model logit;

(4) Menggunakan model perencanaan empat tahap.

4. Langkah 4: Identifikasi kendala permintaan eksisting

Langkah berikutnya adalah menguji kendala-kendala dari

permintaan eksisting untuk sistem yang akan

diimplementasikan. Caranya adalah dengan menguji besaran

permintaan yang ada terhadap persyaratan permintaan layanan

bus untuk dua arah pergerakkan, jarak antara halte 300-400

meter, headway minimum 5 menit dan maksimum 1 menit (60

detik). Koridor sebaiknya memiliki guna lahan komersial

bersifat linier untuk menjamin tingkat turun naik penumpang

yang tinggi sepanjang rute.

Page 7: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-7

Sumber: diadaptasi dari ADB (2008)

Gambar 6.2. Proses Penetapan Koridor Angkutan Massal

Berbasis Jalan (BRT)

5. Langkah 5: Evaluasi kendala fisik (prasarana)

Langkah ke lima adalah menguji kendala fisik dari prasarana

jalan kota yang mencakup:

a) lebar jalan;

b) kesinambungan;

c) pergerakan berbelok;

d) aksesibilitas;

e) ketersediaan lahan;

f) lokasi perpindahan moda;

Page 8: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-8

g) lahan parkir;

h) akses lateral; dan

i) akses untuk pedestrian dan lain-lain .

Penerapan konsep prioritas untuk bus secara konvensional

cenderung terkendala oleh sistem jaringan jalan eksisting

(contoh manajemen SSA) karena sulitnya pembebasan lahan.

Oleh karena itu perlu pemikiran terobosan dalam hal

menggunakan ruang kota seperti pemanfaatan ROW jalur kereta,

sungai, lahan pribadi, pasar dipinggir jalan dan lain-lain.

6. Langkah 6 : Evaluasi jaringan angkutan umum eksisting

Langkah ke enam adalah menguji rute angkutan bus eksisting

terhadap kemungkinan rasionalisasi menjadi jalur utama (trunk)

dan jalur pengumpan (feeder). Tergantung dari lingkup

perencanaan dan ukuran kota, langkah ini bervariasi untuk setiap

koridor dan daerah cakupan yang dikaji. Lokasi perpindahan

(transfer) harus ditempat yang memudahkan pengguna untuk

melakukan perjalanan keseluruh wilayah kota melalui

perpindahan dari rute pengumpan ke rute utama atau sebaliknya

dan alternatif perjalanan lainnya. Selain itu lokasi ini juga

sebaiknya bisa menghubungkan beberapa koridor lainnya. Bila

kebijakannya adalah menggunakan sistem layanan langsung

(Direct Service) maka perlu ditentukan trayek-trayek eksisting

yang akan dilibatkan dalam sistem karena biasanya dengan

sistem ini tidak diperlukan restrukturisasi trayek. Kriteria untuk

menentukan trayek-trayek eksisting yang masuk kedalam sistem

BRT adalah besaran persentase tumpang tindih sepanjang

koridor (50% atau lebih) dan frekuensi layanan dalam satu jam

puncak (12 atau lebih). Trayek-trayek yang tidak masuk kriteria

ini tetap beroperasi sebagaimana biasanya diluar sistem BRT

7. Langkah 7 : Perbandingan Kendala Fisik dengan

Permintaandi Koridor

Langkah ketujuh adalah untuk membandingkan kendala fisik

dengan besaran permintaan pada koridor yang dikaji. Bila kedua

parameter diatas selaras maka koridor tersebut layak untuk

dijadikan rute pelayanan. Jika permintaan “captive” merupakan

faktor penting, maka permintaan dasar di koridor dapat

diperoleh melalui survai besaran permintaan (arus) penumpang

pada interval tertentu sepanjang koridor. Arus penumpang bisa

dihitung dari sampel hasil survai dinamis (on- board) naik-turun

penumpang untuk jam sibuk dan jam lengang. Alternatif lain

bila metoda ini sulit dilaksanakan adalah dengan melakukan

survai secara statis (off-board) yang mengamati frekuensi dan

okupansi setiap rute yang meliwati suatu titik pengamatan.

Page 9: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-9

Lokasi pengamatan dilakukan dibeberapa tempat sepanjang

koridor terutama pada segmen-segmen yang padat. Metoda

estimasi potensi permintaan seperti yang ditunjukan dalam

Langkah 3.

8. Langkah 8 : Pengujian Kendala lain pada koridor

Langkah kedelapan melibatkan evaluasi terhadap kendala-

kendala lainnya seperti ruang terbuka hijau , kawasan cagar

budaya dan faktor lingkungan lainnya.

9. Langkah9 : Identifikasi konsiderasi perencanaan untuk

lokasi perpindahan moda

Langkah kesembilan adalah mengevaluasi interaksi fasilitas

perpindahan dengan rencana tata ruang kota dan

pertumbuhannya. Kawasan hunian yang baru dapat dilayani dari

titik perpindahan dengan memperpanjang rute (bisa) berupa rute

pengumpan (tidak membuat rute yang baru).

D. Rancangan Operasional

Prinsip dasar dari perancangan sistem BRT adalah tidak diawali dari

aspek fisik atau kendaraan, namun harus diawali dengan konsep dari

sistem yang mampu memenuhi karakteristik operasional yang

diharapkan oleh pengguna. Dengan pola pendekatan perancangan seperti

ini lazimnya diperlukan langkah-langkah kompromi yang meliputi

kepentingan layanan pelanggan, efesiensi biaya, kepentingan dan

hubungan dengan operator serta kendala fisik. Sehingga untuk

menyeimbangkan berbagai kepentingan tersebut diatas diperlukan

pemahaman yang penuh terhadap opsi operasional dan implikasinya.

Secara umum, sebagai panduan awal terhadap pemilihan sistem BRT

berdasarkan besaran permintaan dapat menggunakan kriteria yang

ditunjukan dalamTabel 6. 1.

Tabel 6. 1. Panduan Pemilihan Sistem BRT

Permintaan (pax/jam/arah) Sistem BRT

< 2000

Prioritas bus yang sederhana, biasanya

tanpa pemisahan fisik, kemungkinan

penerapan lajur bus untuk waktu

tertentu

2000-8000

Lajur bus khusus dengan

separator,sistem layanan langsung

(direct service)untuk mengurangi

kebutuhan berpindah moda.

Page 10: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-10

Permintaan (pax/jam/arah) Sistem BRT

8000-12.000

Lajur bus di median dengan

separator,sistem layanan

langsung(direct service), waktu naik

bus cepat dan kecepatan operasional

yang tinggi serta pemberian Prioritas

yang baik di persimpangan

12.000-20.000

Lajur bus di median dengan

separatordan ada lajur menyiap di

halte,kombinasi layanan ekspres dan

reguler, beberapa persimpangan yang

terpisah

20.000-40.000

Lajur bus di median dengan

separatordan ada lajur menyiap di halte,

sistem trunk-feeder, layanan ekspres

dan reguler, pemberian prioritas di

persimpangan, jumlah platform lebih

dari satu di setiap halte Sumber: diolah dari berbagai sumber

1. Pola Operasi Sistem

Pembatasan jumlah operator dan kendaraan pada sistem BRT

dapat memberikan dampak yang signifikan pada kecepatan

tempuh kendaraan, lingkungan dan kualitas estetika sistem. Pola

operasi yang membatasi jumlah operator dan armada pada

koridor BRT didefinisikan sebagai sistem tertutup. Jumlah

operator, jumlah dan spesifikasi armada ditentukan berdasarkan

proses pelelangan terbuka untuk mendapatkan kualitas

pelayanan yang prima bagi pengguna. Sebaliknya pola operasi

yang tidak menerapkan pembatasan jumlah operator, armada

dan spesifikasinya didefinisikan sebagai sistem terbuka,

sehingga semua jenis armada dan pelayanan yang ada dapat

menggunakan koridor BRT.

Terkait dengan struktur jaringan pelayanan maka opsi pola

operasi untuk sistem BRT, bila tidak ada kebijakan khusus yang

disyaratkan oleh Pemerintah, dapat mengacu kepada panduan

umum dalam Tabel 6. 2.

Sebagaimana yang ditunjukan dalamTabel 6. 2, definisi terpadu

dapat diartikan sebagai operasi sistem tertutup. Sebagai catatan,

untuk sistem yang tetap mempertahankan rute layanan

menerus/langsung (direct service) dapat juga menggunakan pola

operasi sistem tertutup. Selain itu kombinasi struktur trunk-

feeder dan layanan langsung pada suatu koridor juga dapat

menggunakan pola operasi sistem tertutup.

Page 11: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-11

Tabel 6. 2. Panduan Sistem Operasi Angkutan Umum Jalan Raya

Permintaan

(Pax/jam/arah)

Pola

Operasi

Struktur

Jaringan Pelayanan

Jenis Armada

< 1000 Terbuka Konvensional (direct service)

1000 – 2000 Terbuka/Terpadu Konvensional/Trunk &Feeder Bus 12m, 3 pintu

2000 – 3000 Terpadu Trunk&Feeder Bus Tempel

(articulated) 3 pintu

3000 – 5000 Terpadu Trunk (Lajur khusus/Busway)

/Feeder

Bus Tempel

(articulated) 3 pintu

5000 – 10000 Terpadu Trunk (Lajur

khusus/Busway)&Feeder,, Pra-

bayar, Platform sejajar

Bus Tempel

(articulated) 4 pintu

10000 – 18000 Terpadu Trunk (Lajur

khusus/Busway)&Feeder, Pra-

bayar, Platform sejajar

Bus Tempel (bi-

articulated) 5 pintu,

sistem konvoi

18000 – 34000 Terpadu Trunk (Lajur

khusus/Busway)&Feeder, Pra-

bayar, Platform sejajar , Lajur

menyiap

Bus Tempel

(articulated) 4 pintu

Sumber: Transcraft (2005)

2. Perancangan Jejaring dan Layanan

Mengacu kepada hasil analisis besarnya permintaan, sebagai

acuan untuk merancang konsep operasi dan struktur jejaring

layanan pada suatu koridor yang telah ditetapkan untuk operasi

sistem BRT, maka Tabel 6. 2dapat digunakan sebagai acuan

awal, namun idealnya dilakukan analisis permintaan sesuai

dengan kondisi masing-masing kota. Sedangkan untuk

menentukan lokasi atau karakteristik kawasan/koridor yang

sesuai dengan pola operasi dan struktur jaringan BRT, ukuran-

ukuran dalam Tabel 6. 3, dapat juga dijadikan panduan awal

dalam proses perancangan.

Tabel 6. 3. Karakteristik lokasi untuk Penerapan BRT

Permintaan

(pax/ jam/arah)

Kecepatan operasional

(km/jam)

Aplikasi

500-5000

12-15

Koridor dengan Kepadatan rendah,

pinggir kota

500-2500+

15-35

Kota kecil, pusat keramaian kota

bersejarah, pinggir kota

5000-15000

18-23

Koridor dengan kepadatan medium,

penghubung pinggir/pusat kota

15.000-45.000

20-40

Koridor dengan Permintaan

tinggi,padat dan penggunaan campur,

pusat kota Sumber: adaptasi dari Thredbo-12 (2011)

Jika diperoleh informasi tentang proporsi karakteristik

perjalanan (O-D) jarak jauh cukup tinggi maka perlu

dipertimbangkan layanan dengan rute langsung baik bersifat

Page 12: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-12

ekspres atau patas yang tentunya disertai dengan ketersediaan

lajur menyiap pada setiap halte dan idealnya disediakan halte

khusus pada titik layanan untuk sistem Patas. Bila struktur

jaringan layanannya merupakan konsep trunk-feeder, maka, rute

utama (trunk) dirancang secara diametris diawali dari terminal

(titik transfer) awal dipinggir kota ke terminal akhir (titik

transfer) yang sebaiknya berada dipinggir kota juga. Untuk

mendapatkan jumlah armada yang seimbang untuk pergerakkan

di masing-masing arah, sebaiknya besaran permintaan tertinggi

berada pada segmen yang sama. Jika situasi ini tidak terjadi,

maka opsi lain seperti memotong rute layanan dipusat kota bisa

dipertimbangan sebagai opsi yang terakhir. Dengan pendekatan

seperti diatas maka:

a) Memungkinkan aksesibilitas yang lebih tinggi bagi

penumpang tanpa harus melakukan pindah moda;

b) Mengurangi biaya operasi (jarak tempuh) karena bus tidak

perlu melalui rute melingkar dengan kecepatan rendah

dikawasan pusat kota dalam rangka mencakup zona tujuan

utama sebelum kembali ke terminal awal.

Pengoperasian BRT dengan struktur jaringan trunk-feeder

didalam sistem tertutup umumnya akan efektif untuk kondisi

berikut;

a) Koridor utama memiliki permintaan yang tinggi;

b) Perbedaan kepadatan penduduk diantara kawasan yang

berbeda cukup signifikan;

c) Jarak antara pusat kota dengan kawasan pengumpan relatif

cukup jauh (lebih dari 10 km).

Pengoperasian BRT dengan struktur jaringan layanan langsung

pada sistem tertutup umumnya akan efektif untuk kondisi

berikut;

a) Koridor utama memiliki permintaan yang rendah;

b) Perbedaan kepadatan penduduk diataran kawasan yang

berbeda relatif tidak terlalu signifikan;

c) Jarak antara pusat kota dengan kawasan pengumpan relatif

tidak terlalu jauh (kurang dari 10 km).

Sistem BRT yang mempertahankan struktur jaringan layanan

langsung tidak disarankan untuk dioperasikan dengan sistem

tertutup, kecuali diterapkan sebagai sistem transisi menuju

sistem tertutup. Untuk kota yang trayek-trayeknya cenderung

menumpuk pada suatu koridor, pola operasi layanan langsung

Page 13: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-13

dengan sistem tertutup bisa dipertimbangkan secara serius

karena dapat memberikan beberapa keuntungan dalam hal

penerapannya.

Namun perlu menjadi catatan bahwa tidak ada aturan yang

menetapkan bahwa salah satu sistem berikut pola operasinya

merupakan pilihan yang terbaik. Karena kedua sistem ini akan

optimal untuk situasi dan kondisi (karakteristik demografis, dan

distribusi asal tujuan perjalanan) setempat. Oleh karenanya

untuk suatu kota sangat dimungkinkan untuk menerapkan

struktur jaringan dan pola operasi yang berbeda pada masing-

masing koridor pembentuk jaringan BRT.

3. Perancangan Rute

Sistem BRT umumnya dirancang pada koridor-koridor utama

(jalan arteri) untuk menjamin kecepatan tempuh dan keandalan

operasi yang tinggi. Untuk melayani ke kawasan-kawasan

pembangkit perjalanan melalui jalan kolektor umumnya

menggunakan layanan pengumpan, sehingga rute layanan BRT

menjadi sederhana dan mudah dipahami oleh pengguna serta

tidak perlu menempuh rute yang melingkar yang berpotensi

mengurangi kecepatan tempuh total. Rancangan sistem rute

yang baik akan mampu mengoptimalkan waktu tempuh dan

kemudahan bagi sebagian besar perjalanan serta mengurangi

biaya operasional secara signifikan. Oleh sebab itu jaringan rute

yang efektif dapat dicapai bila memenuhi prinsip dasar berikut;

a) Meminimalkan jumlah penumpang transfer;

b) Menyiapkan layanan reguler/lokal, patas dan ekspres

didalam sistem BRT;

c) Memotong beberapa rute layanan untuk berfokus pada

segmen yang memiliki permintaan yang tinggi.

Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam menentukan

rute layanan agar dapat memenuhi prinsip-prinsip efisiensi dan

efektifitas. Kriteria-kriteria tersebut antara lain;

a) Adanya Permintaan Minimum;

b) Rute bersifat selurus mungkin;

c) Meminimalkan tumpang tindih rute;

d) Sesuai dengan karakteristik geometrik jalan;

e) Panjang rute dibatasi (dalam konteks waktu tempuh pulang

pergi);

f) Menempuh jalur yang sama untuk perjalanan pulang pergi;

dan

g) Menghindari titik (terminal) akhir pelayanan di wilayah

pusat kota.

Page 14: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-14

Untuk menjamin tercapainya besaran permintaan pada rute

BRT, beberapa lokasi atau kawasan dengan potensi bangkitan

perjalanan yang signifikan perlu dihubungkan adalah sebagai

berikut:

a) Kawasan pusat bisnis;

b) Sekolah dan perguruan tinggi;

c) Pusat-pusat perbelanjaan;

d) Rumah sakit dan fasilitas pelayan kesahat utama lainnya;

e) Pusat-pusat hiburan/rekreasi dan olah raga;

f) Fasilitas transportasi antar kota (regional; bandara,

pelabuhan, setasiun ka, terminal akap dll);

g) Kawasan hunian dan komersial berkepadatan tinggi.

Tingkat kelurusan rute dapat dilihat dari nilai rasio/deviasi jarak

dan rute. Nilai rasio jarak merupakan rasio jarak rute terhadap

jarak jalan, atau bisa juga merupakan rasio waktu tempuh BRT

terhadap waktu tempuh kendaraan pribadi. Untuk nilai rasio

jarak, maksimum sebesar 1.5, sedangkan untuk nilai rasio

waktu tempuh (di dalam kendaraan), maksimum pada jam

puncak adalah sebagai berikut:

a) 1.75 untuk rute radial utama;

b) 2.00 untuk rute radial;

c) 1.25 untuk rute Patas;

d) 1.15 untuk rute Ekspres;

e) 1.5 untuk rute antar pusat kegiatan (Urban);

Sedangkan nilai rasio/deviasi rute adalah sebagai berikut:

a) Waktu deviasi maksimum 5 menit untuk perjalanan satu

arah atau;

b) Waktu deviasi tidak lebih dari 25% waktu tempuh rute

utama (lurus).

Panjang rute layanan harus dibatasi untuk menjamin keandalan

operasi yang ditentukan dari waktu tempuh pulang pergi tidak

lebih dari 2 (dua) jam dan bila terpaksa maksimum 3 (tiga) jam.

Jumlah rute layanan pada suatu koridor disesuaikan dengan

besar dan karakteristik permintaan pada koridor terkait, namun

perlu dibatasi untuk memudahkan bagi pengguna dalam

mengenali layanan yang tersedia pada koridor tersebut. Secara

prinsip jumlah rute layanan perlu dirancang seminimum

mungkin, dengan pertimbangan lebih baik menyediakan sedikit

layanan dengan frekuensi tinggi dibandingkan terhadap banyak

layanan dengan ferkuensi rendah. Bila diperlukan percabangan

rute sebaiknya tidak melebihi dari 2 (dua) rute untuk setiap rute

utamanya.

Page 15: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-15

4. Rancangan Layanan

Frekuensi layanan serta senjang jarak antar halte merupakan

aspek komplemen dari fitur rancangan fisik dari keseluruhan

sistem BRT. Rancangan layanan ini dapat meliputi rute tunggal,

sekelompok rute dan seluruh jaringan BRT. Penyiapannya dapat

dilakukan secara bertahap sejalan dengan pengembangan

prasarananya. Ada beberapa jenis layanan dalam jaringan

operasinal BRT yang dapat dikelompokan ke dalam kategori

sistem BRT atau non-BRT dan tarif terintegrasi dengan BRT

atau tidak.

Terkait dengan struktur rute yang dirancang, dapat

dikembangkan beberapa konsep seperti berikut:

a) BRT Jenis 1 - BRT Penuh

Rute ini merupakan sistem dengan kategori ROW-A yang

memiliki lajur khusus (terpisah) di median jalan dan berada

pada koridor utama (Trunk) saja.

b) BRT Jenis 2 –BRT modifikasi

Seperti jenis 1, namun dioperasikan pada lajur bahu bila

tidak dimungkinkan pada lajurmedian.

c) Rute Utama (bus dengan prioritas);

Rute ini terintegrasi dengan BRT trunk line dan beroperasi

di jalan utama (arteri). Rute ini juga berfungsi sebagai

pengumpan untuk BRT/MRT dan juga menyediakan

layanan cross suburb. Tarif dari layanan ini terintegrasi

sepenuhnya dengan menggunakan peralatan transaksi tiket

di dalam bus atau di halte. Memungkinkan penumpang

untuk turun secara langsung di platform BRT atau MRT,

sehingga dapat menciptakan pola pindah moda yang

sempurna.

Standar layanan rute jenis ini sama seperti sistem BRT atau

MRT yang fungsinya memperluas jaringan BRT/MRT ke

daerah pinggiran kota. Agar operasionalnya lebih efisien,

diperlukan berbagai langkah pemberian prioritas seperti

prioritas lampu lalu lintas, pemisahan jalur dengan marka

jalan dan jalur antrian di lampu lalu lintas.

Karena sistem tiketnya terintegrasi, maka lembaga

pengelola BRT/MRT bertugas mengumpulkan tarif dan

membayar operator untuk layanan ini di bawah pengaturan

kontrak yang sama seperti operator trunk line.

Page 16: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-16

Untuk permintaan yang tinggi pada koridor trunk line di

mana ruang platform terbatas perlu dibuat fasilitas platform

khusus untuk layanan ini agar layanan trunk line tidak

terganggu.

d) Rute Pengumpan (feeder) dan lokal;

Ruteini merupakan layanan jarak pendek (layanan

lingkungan) dengan menggunakan jenis kendaraan bus

kecil atau angkot baik sebagai feeder jalur utama

(BRT/MRT) maupun ke layanan intermediate. Rute

layanan lokal ini menembus ke kawasan hunian. Peran

utama dari rute ini adalah untuk bertindak sebagai feeder ke

jaringan bus utama. Menyediakan rute layanan ini akan

menguntungkan operator Trunk Line (operator BRT) agar

dapat meresmikan operator para-transit sebagai feeder ke

sistem trunk dengan cara kemitraan formal.

Dari aspek jenis layanan untuk masing-masing rute ada beberapa

kategori:

a) Layanan Reguler

Jenis layanan ini beroperasi persis seperti layanan angkutan

massal berbasis rel yang berhenti disetiap halte sepanjang

rute layanan. Varian dari jenis layanan ini untuk koridor

yang sama adalah layanan jarak pendek yang disesuaikan

dengan profil permintaan di rute terkait, layanan bercabang

pada halte tertentu.

b) Layanan Ekspres atau Patas

Sesuai dengan karakteristik permintaan disepanjang koridor

BRT jenis layanan ekspres dan Patas dioperasikan secara

bersamaan dengan layanan reguler. Umumnya layanan ini

untuk mengakomodasikan penumpang dengan jarak

perjalanan menengah/jauh. Umumnya jenis layanan ini

dioperasikan pada saat jam puncak dan diterapkan untuk

rute BRT dan Utama.

Secara diagramatis konsep rute dan layanan sistem BRT

ditunjukan dalam Gambar 6.3.

Page 17: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-17

Sumber: diadaptasi dari VTA (2007)

Gambar 6.3. Hirarki Jaringan Layanan sistem BRT

5. Rentang (Waktu operasional) Layanan

Waktu (hari dan jam) operasional sistem BRT mendefinisikan

rentang waktu layanan yang disediakan untuk satu hari dan satu

minggu. Idealnya konsep waktu operasional ini dirancang

semirip mungkin seperti yang diterapkan pada angkutan massal

perkotaan berbasis rel (mis. MRT, LRT dll).Hal ini untuk

menjamin pengguna bahwa layanan BRT akan selalu ada setiap

saat tanpa perlu melihat jadwal apakah layanan yang dibutuhkan

tersedia apa tidak. Tabel 6. 4dapat dijadikan panduan umum

untuk rancangan rentang waktu layanan BRT. Walaupun rentang

waktu layanan untuk rute BRT dimungkinkan dirancang secara

bertahap, namun sangat disarankan untuk diterapkan secara

penuh sepanjang hari dan sepanjang minggu agar citra dari

sistem BRT (yang serupa dengan layanan MRT atau LRT) tetap

terjaga.

Page 18: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-18

Tabel 6. 4.Rentang Layanan BRT

Jenis Jalur

Utama

Pola Layanan Rentang Waktu Layanan

Hari Kerja Sabtu Minggu

Jalan Arteri

Lalu Lintas

Campuran

Berhenti di tiap

Halte

Sepanjang hari Sepanjang hari Sepanjang hari

Lajur Bus (Bus

lane)

Rute terkoneksi Sepanjang hari Sepanjang hari Sepanjang hari

Jalan Bebas Hambatan

Lalu Lintas

Campuran

Non-Stop

(fungsi

distribusi lokal)

Sepanjang hari Sepanjang hari

-

Lajur Bus

khusus/Lajur

Kendaraan

berpenumpang

banyak

Komuter

ekspres

Jam Sibuk

- -

Jalur Bus khusus (Busway)

N/A Berhenti di tiap

halte

Sepanjang hari Sepanjang hari Sepanjang hari

N/A Pelayanan

langsung

Siang Hari atau

Jam Sibuk - -

N/A Layanan

Pengumpan

Siang Hari,

Sepanjang

Hari/Jam Sibuk

Siang Hari Siang Hari

N/A Rute

penghubung

Sepanjang hari Sepanjang hari Sepanjang hari

Sumber TCRP Report 90 (2003)

Rentang waktu layanan dalam satu hari lazimnya berkisar antara

18 – 20 jam yang diharapkan dapat mencakup:

a) Waktu awal dan akhir “shift” jam kerja pegawai (mis.

pekerja rumah sakit, pertokoan dll), terutama bagi yang jam

kerjanya berbeda dengan jam kerja konvensional;

b) Waktu buka dan tutup pusat perbelanjaan dan kawasan

komersial lainnya;

c) Jadwal jam belajar di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi;

d) Jam buka dan tutup fasilitas layanan publik seperti

museum, perpustakaan dll;

e) Jam operasional pusat hiburan dan rekreasi atau olah raga;

f) Layanan transportasi antar kota/wilayah seperti bandara,

pelabuhan, stasiun dan terminal bus.

Page 19: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-19

6. Frekuensi Layanan

Frekuensi layanan pada prinsipnya dirancang sesuai dengan

besarnya permintaan pada koridor layanan dan ukuran

kendaraan yang digunakan pada tiap jenis layanan di koridor

(rute) yang sama. Namun rancangan frekuensi layanan ini harus

tetap memenuhi standar layanan seperti untuk angkutan massal

perkotaan berbasis rel dan standar pelayanan minimum yang

ditetapkan oleh pemerintah kota setempat (atau nasional) untuk

sistem BRT.Tabel 6. 5dapat dijadikan panduan umum bagi

rancangan frekuensi layanan sistem BRT.

Tabel 6. 5.Frekuensi Pelayanan

Jenis Pelayanan

Frekuensi (menit)

Jam

Sibuk

Tengah

Hari

Malam

hari

Akhir

Pekan

Reguler (berhenti di tiaphalte) 5 – 10 8 - 12 12 - 15 12 - 15

Ekspres 8 – 12 10 - 15 - -

Pengumpan 5 – 15 10 - 20 10 - 30 10 - 30

Komuter ekspres 10 – 20 - - -

Rute bus yang terhubung 5 – 15 5 - 20 10 - 30 10 - 30 Sumber : TCRP Report 90 (2003)

Namun idealnya frekuensi layanan dihitung untuk menjamin

tercapainya kapasitas layanan sesuai dengan besarnya

permintaan berdasarkan data lapangan dengan rumus berikut

(Alvinsyah & Halim, 2012):

𝑓 =𝐹𝑚𝑎𝑥

𝐶𝑏 (4)

dimana:

f =frekuensi per jam

Fmax =arus (flow) per jam maksimum

Cb =kapasitas bus

ℎ𝑖 =60 menit

𝑓 (5)

dimana:

hi = waktu senjang waktu diawal(initial

headway)

f = frekuensi per jam

Page 20: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-20

7. Estimasi Jenis dan Jumlah Armada

Kapasitas dari sistem BRT harus dirancang untuk memenuhi

tujuan berikut:

a) Memenuhi besarnya permintaan (eksisting dan ramalan);

b) Mencapai kecepatan rata-rata komersial 25 km/jam atau

lebih;

c) Meminimalkan waktu tempuh pintu ke pintu dari

pengguna.

Secara umum kapasitas dan kinerja sistem BRT ditentukan oleh:

a) Kapasitas bus;

b) Kualitas rancangan jalur khusus bus;

c) Lajur menyiap pada halte;

d) Perlakuan prioritas di simpang;

e) Jumlah dan posisi platform serta lebar pintu di halte;

f) Waktu henti bus di halte yang yang merupakan fungsi

dari:

(1) Jumlah dan lebar pintu;

(2) Sistem pemantau dan kendali jadwal operasi Bus.

Untuk jalur utama sebaiknya menggunakan jenis armada dengan

kapasitas angkut yang tinggi (contoh bustemple/Articulated)

terutama untuksistem dengan jalur khusus. Armada eksisting

dapat digunakan, sejauh memenuhi standar minimumpelayanan

pengumpan (feeder) terutama untuk jalur-jalur tanpa lajur

khusus.

Jenis dari bus yang harus digunakan dapat ditetapkan dengan

mengestimasi kapasitas bus yang sesuai dengan besarnya

permintaan pada koridor yang dirancang sebagaimana berikut

(ITDP, 2007);

𝐾 =𝑃

𝑂 𝑥 𝐹 𝑥 𝑃𝑙𝑎 (6)

dimana,

K = Kapasitas Bus yang dibutuhkan (pax/bus)

P = Besarnya permintaan tertinggi di jam sibuk pada

koridor (pax/jam/arah)

F = Frekuensi layanan (kend/jam)

O = Faktor muat

Pla = Jumlah platform pada halte (buah)

Frekuensi layanan dapat mengacu keTabel 6. 5sedangkan faktor

muat untuk jam sibuk berkisar antara 0.8 – 0.9 dan untuk jam

tidak sibuk berkisar antara 0.65 – 0.8.

Page 21: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-21

Mengacu ke Tabel 6. 6maka dengan melihat korelasi antara

kapasitas dan jenis bus dapat ditetapkan ukuran/dimensi/jenis

bus yang sesuai untuk koridor yang dirancang.

Tabel 6. 6. Jenis, Dimensi dan Kapasitas Bus

Jenis Kendaraan Panjang

Kendaraan (m)

Kapasitas

(penumpang/

kendaraan)

Bus Tempel Ganda (Bi-

articulated)

24 240-270

Bus Tempel (Articulated) 18.5 120-170

Tandem 15 80-100

Bus Tingkat (Double Decker) 12-15 80-130

Tunggal (Standard) 12 60-80

Bus Sedang (Midi) 6 25-35

BusMini (Van) 3 10-16 Sumber: ITDP (2007)

Sedangkan untuk menentukan jumlah armada yang dibutuhkan

dan panjang rutenya belum diketahui, dapat diestimasikan

dengan menggunakan rumus (Alvinsyah&Halim, 2012):

𝑁 =(𝑃 𝑥 𝑇𝑠𝑖𝑘)

𝐾 (7)

Dimana,

N = Jumlah armada yang dibutuhkan untuk

operasional (bus)

P = Besarnya permintaan tertinggi di jam sibuk pada

koridor (pax/jam/arah)

Tsik = Waktu tempuh total pulang pergi (menit)

K = Kapasitas bus (pax/bus)

Sedangkan untuk menentukan jumlah total armada yang perlu

disediakan dihitung dengan rumus berikut (TRB-a, 2007);

𝑁𝑡 = 𝑁 + (𝑁 𝑥 𝑘) (8)

Dimana,

Nt = Jumlah total armada yang harus disediakan (bus)

N = Jumlah armada yang dibutuhkan untuk

operasional (bus)

k = konstanta cadangan ( 10% dari N)

Page 22: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-22

8. Estimasi Jumlah Platform pada titik layanan(Halte)

Karena prasarana sistem BRT dapat dibangun secara bertahap,

maka sejalan dengan pertambahan permintaan, maka kebutuhan

jumlah platform pada suatu titik layanan (Halte) dalam sistem

Trunk&Feederdapat diestimasi dengan rumus berikut (ITDP,

2007);

𝑋 = 𝑇𝑑 ∗ 𝐹 + [ (𝑃𝑏 ∗ 𝑇𝑏) + (𝑃𝑎 ∗ 𝑇𝑎)] (9)

Dimana,

X = tingkat saturasi platform pada halte

Td = Waktu henti rata-rata bus di halte (detik)

F = Frekuensi layanan (kend/jam)

Pb = Jumlah penumpang naik (pax)

Pa = Jumlah penumpang turun (pax)

Tb = waktu rata-rata tiap penumpang untuk naik (detik)

Ta = waktu rata-rata tiap penumpang untuk turun (detik)

Batas saturasi platform pada suatu halte adalah sebesar 0.4,

sedangkan waktu rata-rata yang dibutuhkan tiap penumpang

untuk menaiki bus sebesar 3 detik dan untuk turun dari bus

sebesar 2 detik (bisa menggunakan data langsung dari survey

lapangan untuk kondisi setempat). Bila dari hasil hitungan

didapati nilai saturasinya melebihi 0.4, maka situasi ini

merupakan indikasi perlunya penambahan platform pada halte

terkait.

9. Rancangan titik layanan (Halte)

a) Lokasi titik naik/turun penumpang (halte)

Secara umum, faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam

menentukan letak perhentian adalah:

(1) Lokasi dekat dengan konsentrasi pergerakan

penumpang, seperti pemukiman, perkantoran,

pertokoan, rumah sakit atau sekolah;

(2) Dapat dilakukan analisis dampak lalu lintas akibat

adanya perhentian;

(3) Jarak berjalan (walking distance) bagi calon

penumpang;

(4) Lokasi perhentian harus terlihat jelas/tidak terhalang;

(5) Pada malam hari, perhentian dapat diterangi lampu

dengan baik;

Page 23: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-23

(6) Kemiringan longitudinal jalan pada lokasi perhentian

tidak lebih dari 4%;

(7) Untuk menghindari dampak antrian, apabila bus akan

berbelok ke kanan setelah perhentian, lokasi perhentian

harus paling sedikit 50 m dari tempat berbelok dan

apabila lalu lintasnya meningkat maka jaraknya menjadi

75 m atau 100 m. Apabila bus akan berbelok ke kiri

maka jarak perhentian dengan tempat berbelok minimal

35 m;

(8) Apabila ada guna lahan yang khusus, seperti sekolah,

rumah sakit, lokasi tersebut harus diberi prioritas untuk

lokasi perhentian;

(9) Lokasi perhentian tidak boleh berdekatan dengan objek-

objek yang dapat menganggu/mempengaruhi perhentian;

(10) Cukup untuk melindungi penumpang dari panas dan

hujan pada saat mereka menunggu bus;

Selain itu, dalam penentuan lokasi perhentian, juga harus

memperhatikan satu faktor penting lainnya, yaitu pengaturan

arus lalu lintas di sekitar lokasi perhentian tersebut. Aktivitas

naik-turun penumpang yang menyebabkan bus harus berhenti

pada titik perhentian tersebut secara langsung maupun tidak

langsung mempengaruhi arus lalu lintas di sekitarnya.

Halte/stasiun harus ditempatkan dekat dengan sistem

persinyalan lalu lintas, fasilitas persimpangan dan u-turn

untuk lalu lintas umum (yang harus dibuat sistem

persinyalannya), sehingga akselerasi menuju/dari

halte/stasiun dapat membuat bus berjalan sesuai dengan

kecepatan yang diinginkan. Hal ini dimaksudkan untuk

meminimalkan hambatan pada waktu tempuh secara

keseluruhan.

Lokasi halte/stasiun dapat berdekatan dengan persimpangan,

dimaksudkan untuk meminimalkan akselerasi bus dan

memaksimalkan perpindahan penumpang dengan rute yang

berseberangan.

b) Rentang jarak antar titik naik/turun penumpang

Jarak antar halte idealnya dirancang pada rentang 400 - 500

m di koridor dengan karakteristik guna lahan campuran

(hunian dan komersial). Pada segmen yang kepadatannya

lebih rendah jaraknya bisa diperbesar. Dilain sisi bila

diperlukan, jarak tersebut dapat diperkecil (contoh

untukkawasan CBD). Berdasarkan kepadatan kegiatannya,

Page 24: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-24

maka panduan umumu ntuk jarak halte ditunjukkan dalam

Tabel 6. 7.

Tabel 6. 7. Panduan Rentang Jarak Halte

Zona Tata Guna Lahan Lokasi Jarak Tempat

Henti (m)

1 Pusat kegiatan sangat padat:

pasar, pertokoan

CBD, Kota 200 - 300*)

2 Padat : perkantoran,

sekolah, jasa

Kota 300 - 400

3 Permukiman Kota 300 - 400

4 Campuran padat : perumahan,

sekolah, jasa

Pinggiran 300 - 500

5 Campuran jarang : perumahan,

ladang, sawah, tanah kosong

Pinggiran 500 - 1000

(*) = jarak 200m dipakai bila sangat diperlukan, sedangkan jarak umumnya 300m

Sumber: Puslidat (2012)

c) Penentuan lokasi titik pindah moda (transfer)

Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan

lokasi titik transfer adalah;

(1) Titik transfer harus ditempatkan pada lokasi yang

strategis untuk memfasilitasi sistem trunk-feeder;

(2) Setiap daerah pelayanan lokal dengan bus pengumpan

harus berada dalam jangkauan halte bus (trayek utama)

atau setasiun kereta;

(3) Titik transfer harus ditempatkan sedekat mungkin

dengan pusat kegiatan utama di daerah pelayanan lokal;

(4) Titik transfer harus dihubungkan dengan jaringan jalan

dengan klasifikasi fungsi yang lebih tinggi;

Fasilitas transfer/perpindahan penumpang dari jalur feeder

menuju jalur utama dan sebaliknya juga memerlukan

perencanaan, manajemen dan kesiapan infrastruktur

pendukung. Secara global, tiga hal yang mutlak direncanakan

dan disiapkan dalam pembangunan dan operasional fasilitas

transfer meliputi:

(1) Pengaturan arus penumpang;

(2) Penyediaan sistem informasi;

(3) Pengaturan integrasi sistem tiket;

(4) Penjagaan keamanan

Page 25: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-25

E. Pemilihan Teknologi Kendaraan BRT

Pemilihan teknologi, penyediaan dan pengoperasian kendaraan

merupakan hal yang rumit dan bergantung pada faktor hukum,

operasional, kelembagaan dan strategi yang berbeda untuk setiap kasus.

Gambar 6.4menunjukkantahapan pemilihan dan mekanisme penyediaan

kendaraan. Dengan mengikuti empat tahapan utama yang dijelaskan

pada Gambar 6.4, akan menjamin bahwa karakteristik kendaraan yang

dipilih akan memenuhi semua persyaratan operasional yang diperlukan

demi menjamin kelangsungan sistem finansial. Tahap awal dan

merupakan tahap yang paling penting melibatkan identifikasi kebutuhan

spesifik dari proyek dan persyaratan untuk kebutuhan armada angkutan.

Sebagian besar proses analisisuntuk hal ini ditetapkan sebelum

merampungkan spesifikasi teknis. Secara umum, hal mendasar untuk

memilih kendaraan mencakup:

1) Ukuran kendaraan;

2) Chassis dan konfigurasi badan;

3) Pilihan desain interior;

4) Bahan bakar dan teknologi pendorong;

5) Pilihan estetika;

6) Pilihan docking kendaraan.

Gambar 6.4Tahapan pemilihan dan mekanisme penyediaan

kendaraan

Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memutuskan suatu

teknologi moda dan pabrik yang akan dipilih dirangkum dalam

Tabel 6. 8.

Tabel 6. 8. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan

Teknologi Moda

Kategori Faktor

Biaya Biaya pembelian

Biaya pemeliharaan

Nilai jual kembali

Fitur kendaraan Kapasitas penumpang

Pilihan desain interior

Estetika

Dukungan pabrik Pabrik pendukung di dalam negeri

Kompetensi teknisi

Cakupan dan kondisi jaminan layanan Pabrik

Ketahanan Rekam jejak suatu teknologi di negara maju

DEFINISIKAN

KEBUTUHAN

IDENTIFIKASI

DAN ANALISIS

TEKNOLOGI

YANG TERSEDIA

PROSES EVALUASI

DAN PEMILIHAN

DEFINISIKAN

PROSES

PENGADAAN

3 421

Page 26: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-26

Kategori Faktor

Tingkatan keahlian yang diperlukan untuk

pemeliharaan dan pengoperasian

Kelayakan untuk perbaikan di jalan

Persentase yang diharapkan dari up-time in operation

Keandalan

Daya usia kendaraan

Pengisian Bahan bakar Waktu untuk pengisian bahan bakar

Jenis dan biaya yang dibutuhkan untuk stasiun

pengisian bahan bakar

Keamanan Kekuatan struktur badan kendaraan

Disain rangka (chasis)

Efektifitas sistem rem

Proteksi anti kebakaran

Perangkat keadaan darurat

Lingkungan Emisi lokal (NOX, SOX, CO, PM, gas beracun)

Emisi global (CO2, N2O4, CH4)

Tingkat kebisingan suara

Zat buangan lain (zat buang padat, zat buang minyak,

dsb)

Aturan yang terkait dengan

regulasi lokal

Berat kendaraan maksimum

Batasan Tinggi, Lebar dan Panjang Kendaraan

Sumber: ITDP (2007)

Pemilihan jenis bahan bakar dan teknologi penggerak akan memberikan

dampak pada biaya operasional, biaya pemeliharaan, prasarana

pendukung dan juga tingkat emisi. Kondisi setempatmerupakan

pertimbangan yang sangat penting dalam pemilihan jenis bahan bakar

dari moda BRT ini karena ketersediaan bahan bakar dan pengalaman

untuk merawat suatu teknologi kendaraan tertentu merupakan faktor

kunci.Secara umum, beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menilai

kualitas lingkungan dari suatu moda BRT, yaitu:

1) Tingkat emisi.

Standar emisi merupakan mekanisme yang paling banyak

digunakan untuk membedakan tingkat emisi dari berbagai macam

pilihan bahan bakar. Standar emisi dari US EPA dan Komisi Eropa

(Tabel 6. 9) dapat dijadikan acuan.

2) Standar kualitas udara di sekitar.

Beberapa kota mempunyai standar kualitas udara yang dapat

digunakan sebagai alat untuk mengatur perbaikan kualitas

lingkungan dari kinerja operasional kendaraan. Meskipun jarang

digunakan pada negara berkembang dan secara umum tidak

terhubung secara langsung dengan sistem transportasi, standar

kualitas udara dapat memberikan justifikasi untuk bahan bakar yang

lebih bersih dan standar emisi yang lebih ketat untuk pemilihan

moda BRT.

Page 27: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-27

3) Kualitas bahan bakar.

Untuk BRT, sangat disarankan untuk menggunakan kendaraan

berbahan bakar yang lebih bersih dan kompatibel dengan bahan

bakar berkualitas yang tersedia.

4) Jenis bahan bakar dan sistem penggerak

Secara umum, regulator hanya mengatur standar tingkat emisi yang

diperbolehkan tanpa mengatur spesifikasi teknologi yang

digunakan, sehingga hal ini memberikan fleksibilitas bagi operator

untuk mempertimbangkan bahan bakar yang akan digunakan,

kecuali ada kebijakan khusus terhadap penggunaan jenis bahan

bakar tertentu

5) Tingkat kebisingan suara di dalam dan di luar bus

Suara kendaraan yang amat keras selain membahayakan kesehatan

juga merusak citra dari pelayanan angkutan umum. Sehingga

tingkat kebisingan suara yang masih dapat ditenggang perlu

ditetapkan pada saat proses pengadaan moda BRT.

Tabel 6. 9. Standar Emisi Euro untuk Kendaraan Berat

Standar CO

(g/kWh)

HC

(g/kWh)

NOx

(g/kWh)

PM

(g/kWh)

Sertifikasi

kandungan

sulfur dalam

bhn bakar(ppm)

Kemungkinan teknologi

yang dibutuhkan

Euro I 4.5 1.1 8.0 0.612 2.000 Injeksi bahan bakar

bertekanan tinggi untuk

kendali PM, timing retard

(perlambat waktu) untuk

kendali NOx

Euro II

(1996)

4.0 1.1 6.8 0.25 500 semua mesin merupakan

turbocharged,injeksi bahan

bakar bertekanan tinggi dan

optimisasi waktu yang lebih

baik.

Euro

III

(2000)

2.1 0.66 5.0 0.1

350 Terdapat tambahan dari

teknologi sblmnya, kendali

elektronik untuk injeksi

bahan bakar,

Euro

IV

(2005)

1.5 0.46 3.5 0.02 50 Sebagai tambahan dari

teknologi sebelumnya,

terdapat EGR atau Selektif

Katalis (SCR) untuk

mengurangi NOx lebih

banyak. Beberapa mesin

menggunakan penyaring

khusus diesel (DPFs) dan

sebagian besar

menggabungkan dengan

katalis oksidasi

Euro V

(2008)

1.5

0.46 2.0 0.02 10 Serupa dengan teknologi

sebelumnya tapi

menggunakan SCR yang

lebih terpercaya.

Sumber: ITDP (2007)

Page 28: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-28

Faktor-faktor yang menjadi pertimbanganpemilihan jenis bahan bakar

dan teknologi penggerak dari moda BRT adalah sebagai berikut:

1) Ketersediaan bahan bakar dan fluktuasi harga

Tidak semua jenis bahan bakar tersedia, terutama di negara-negara

berkembang bahan bakar yang paling banyak tersedia umumnya

solar dan listrik. Sementara terkait dengan fluktuasi harga, operator

harus mempertimbangkan resiko jika terjadi kelangkaan bahan

bakar yang digunakan di masa depan, sehingga teknologi moda

yang akan digunakan harus dipilih dengan resiko terjadinya

peningkatan harga bahan bakar yang paling kecil.

2) Keandalan

Merupakan hal yang serius jika terjadi kerusakan kendaraan pada

sistem BRT karena akan menyebabkan kemacetan di jalur BRT,

sehingga menimbulkan gangguan pelayanan. Jika tingkat kerusakan

kendaraan sangat tinggi, sementara kapasitas kemampuan untuk

merawat kendaraan rendah dan kemampuan pendanaan (modal)

dari operator lemah, maka lebih baik menggunakan moda dengan

bahan bakar dan teknologi penggerak alternatif lainnya.Selain itu

perlu diperhatikan, kinerja dari suatu teknologi kendaraan

tergantung pada:

a) Keadaan iklim dan suhu masing-masing tempat.

b) Kebijakan pemerintah

c) Dampak terhadap lingkungan

Jenis-jenis bahan bakar yang biasanya dipertimbangkan untuk

sistem BRT, diantaranya yaitu:

a) Solar standar;

b) Solarbersih;

c) Gas alam terkompresi (CNG);

d) Gas petrolium cair (LPG);

e) Bio-solar; Ethanol;

f) Hybrid-electric (diesel-electric and CNG electric);

g) Hydrogen (fuel cell technology).

Alternatif atau opsi lain yang juga dapat digunakan pada moda BRT

seperti teknologi fly-wheel, Di-Metil Eter (DME), dan bahan bakar

campuran (misalnya, emulsi air dalam minyak). Salah satu

teknologi yang dapat digunakan untuk mengurangi emisi pada

bahan bakar solardengan kadar sulfur rendah (Euro), adalah dengan

menggunakan alat tertentu yang ditambahkan pada mesin

kendaraan, seperti (WestStart-CALSTART,2004):

a) Diesel Particulate Filters;

b) Diesel Oxidation Catalysts;

c) Selective Catalytic Reduction (SCR);

d) Lean NOx Catalysts;

Page 29: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-29

e) Exhaust Gas Recirculation;

f) Variable Valve Timing;

g) Variable Geometry Turbochargers.

Sumber: ITDP (2007)

Gambar 6.5. Pilihan Bahan Bakar dan Sistem Penggerak

Teknologi lainnya yaitu dengan mencampur bahan bakar diesel dengan

campuran tertentu sehingga diperoleh blending stock, seperti bio-diesel

(B20), diesel/water emulsion, diesel/ethanol emulsion.

Dengan teknologi pengurangan emisi tersebut ataupun menggunakan

bahan bakar alternatif, akan diperoleh pengurangan emisi yang cukup

signifikan bila dibandingkan menggunakan bahan bakar diesel standar,

yang dirangkum dalamTabel 6. 10.Sementara itu keuntungan dan

kerugian dari masing-masing jenis bahan bakar pada moda BRT

dirangkum dalamTabel 6. 11.

Tabel 6. 10. Persentase Perubahan Emisi relatif terhadap Emisi

Buangan Diesel Standar

PM NOx

Diesel particulate filter (DPF) -90 +5

Exhaust Gas Recirculation <+5 -50

Diesel Oxidation Catalyst -20 sampai -50 0

Lean Nox Catalyst 0 -25

Lean Nox Catalyst&DPF >-85 -25

Seelctive Catalytic

Reduction(SCR) -25 -70

Bio Diesel (B20) -10 +2

Diesel w/ Water emulsion -63 -14

Page 30: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-30

PM NOx

(PuriNox)

Diesel w/ethanol emulsion

(puranol,O2diesel) -40 -5

CNG -90 -30

Dual Fuel(CNG/Diesel) -70 -50

Grid Connected(catenary

overhead wires) -100 -100

Diesel Hybrid Electric (with

after treatment) -99 -44

Gasoline Hybrid Electric >-90 >-95 Sumber: WestStart-CALSTART,(2004)

Tabel 6. 11. Keuntungan dan Kerugian Masing-Masing Jenis

Bahan Bakar dan Teknologi Penggerak

Jenis Bahan Bakar Keuntungan Kerugian

Diesel bersih Efisien dalam penggunaan

bahan bakar

Emisi kendaraan diesel

bervariasi tergantung pada

kondisi lokal seperti

ketinggian, tekanan atmosfir,

kelembaban dan iklim.

Menghasilkan emisi yang

lebih rendah bila

dibandingkan dengan mesin

diesel standar

Kualitas perawatan

kendaraan dan integritas

rantai pasokan bahan bakar

juga akan mempengaruhi

emisi beberapa mesin diesel

tertentu.

Daya tahan kendaraan yang

sangat baik

Perawatan kendaraan yang

mudah

Teknologi mesin diesel

sudah sangat matang

Merupakan mesin kendaraan

yang paling banyak

diproduksi

Harga kendaraan yang

kompetitif

CNG Hampir tidak mengandung

sulfur dan menghasilkan

pembakaran yang cukup

bersih sehingga

menghasilkan emisi yang

sangat rendah

Untuk beberapa jenis emisi

tertentu, kinerja mesin CNG

tidak lebih baik dari mesin

diesel

Dengan densitas energi yang

rendah, maka untuk

penyimpanan di dalam

kendaraan perlu di kompres

di dalam suatu silinder yang

besar.

Menghasilkan emisi gas

rumah kaca yang berbeda

sedikit dengan mesin diesel,

akan tetapi dengan adanya

kebocoran gas metana justru

menghasilkan total emisi gas

Page 31: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-31

Jenis Bahan Bakar Keuntungan Kerugian

rumah kaca yang cukup

signifikan

Membutuhkan keahlian

khusus untuk perawatan yang

mungkin tidak biasa bagi

negara berkembang

Mungkin menghadapi

masalah kekuatan mesin pada

daerah perbukitan, dataran

tinggi dan beberapa suhu

tertentu

Infrastruktur stasiun

pengisian bahan bakar

membutuhkan biaya yang

cukup besar

Membutuhkan waktu untuk

pengisian bahan bakar sekitar

20-40 menit

Listrik (Trolley) Menghasilkan nol emisi

pada saat penggunaan

(sementara total emisi yang

dihasilkan bergantung pada

jenis bahan bakar yang

dipakai untuk pembangkit

listrik)

Harga kendaraan hingga 3x

lipat harga kendaraan diesel

Pada saat beroperasi, mesin

kendaraan menghasilkan

suara yang hampir tidak

terdengar

Biaya pengoperasian sangat

bergantung pada harga listrik,

dimana deregulasi listrik

dapat mengganggu kestabilan

finansial model

Mempunyai karakteristik

berkendara yang mulus

Untuk memodifikasi rute

membutuhkan biaya yang

sangat mahal

Daya usia kendaraan yang

lebih lama (hingga 2x usia

kendaraan diesel

Membutuhkan pembangunan

jaringan saluran listrik untuk

waktu implementasi yang

lebih lama

Memiliki resiko gangguan

pelayanan jika terjadi

gangguan listrik kecuali

kendaraan mempunyai

cadangan penggerak diesel

Biaya insfrastruktur bisa

mencapai 2x lipat sistem

BRT non-trolley

Keberadaan kabel, pos dan

trafo dapat menimbulkan

masalah estetika khususnya

di daerah historis.

Dapat membahayakan

pejalan kaki/pengguna jalan

yang mempunyai masalah

pendengaran, karena suara

mesin yang hampir tidak

Page 32: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-32

Jenis Bahan Bakar Keuntungan Kerugian

terdengar.

Hibrida-Listrik Menawarkan keunggulan

bahan bakar yang ekonomis

Harga kendaraan lebih mahal

dibandingkan kendaraan

dengan mesin diesel biasa

Menghasilkan emisi yang

rendah

Dapat membahayakan

pejalan kaki/pengguna jalan

yang mempunyai masalah

pendengaran, karena suara

mesin yang hampir tidak

terdengar.

Suara mesin kendaraan yang

rendah

Biofuel Berpotensi menghasilkan nol

emisi gas rumah kaca

total emisi gas rumah kaca

yang dihasilkan dari

memproduksi biofuel dan

faktor-faktor yang dapat

meningkatkan emisi gas

rumah kaca masih sangat

sedikit dipahami.

Untuk memproduksi biofuel

dibutuhkan bahan pangan

dengan jumlah yang sangat

besar, sehingga

mempengaruhi kebutuhan

pangan masyarakat.

Harga kendaraan lebih mahal

dibandingkan kendaraan

dengan mesin diesel biasa

Bahan bakar sel

(hidrogen)

Emisi yang sangat rendah Bahan bakar hidrogen

sebagian besar diperoleh dari

proses elektrolisis, sehingga

emisi yang dihasilkan terkait

langsung dengan jenis

teknologi yang digunakan

pembangkit listrik untuk

menghasilkan hydrogen

tersebut

2-3x lebih efisien daripada

bahan bakar bensin

Belum tersedia secara

komersil sehingga

membutuhkan subsidi yang

sangat besar

Harga kendaraan lebih mahal

dibandingkan kendaraan

dengan mesin diesel biasa Sumber: diolah dari berbagai sumber

Page 33: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-33

F. Penyiapan Rencana Usaha

1. Penyiapan Kelembagaan dan Fungsinya

Lembaga pengelola merupakan komponen penting untuk

menjamin suatu sistem BRT dapat dioperasikan secara optimal.

Secara struktur, lembaga pengelola ini dapat berada dibawah

suatu Lembaga Otorita Transportasi atau dapat juga langsung

berada dibawah Pimpinan wilayah kota. Lembaga ini bersifat

otonom dalam hal perencanaan, pengelolaan dan pengendalian

layanan Bus dalam lingkup jejaring BRT.

Lembaga ini merupakan suatu entitas dangan karakteristik

korporasi (mis. BUMD, BUMN) yang beroperasi selayaknya

unit usaha komersial yang lepas dari pola struktur pemerintahan

yang ada, sehingga bisa menyelesaikan persoalan atau kendala

lintas batas wilayah administratif dengan asumsi berada dibawah

suatu lembaga (otorita) yang berwenang terhadap penetapan

kebijakan strategis perkotaan (lintas batas wilayah

administratif). Oleh karenanya kebijakan strategis transportasi

suatu kota harus memuat panduan bagi lembaga pengelola ini

untuk beroperasi dan menterjemahkan atau memformulasikan

strategi politik yang telah terkoordinasi kedalam bentuk target

usaha (bisnis), lingkup layanan, dan standar layanan. Hal ini

dipadukan dalam bentuk rencana operasional dan menjadi

rencana usaha (bisnis) lembaga ini.

Lembaga pengelola sistem BRT ini (termasuk jaringan layanan

pendukungnya) berfungsi sebagai unit usaha yang bertanggung

jawab untuk:

a) Perencanaan jaringan trayek dan pengembangan layanan;

b) Perolehan pendapatan;

c) Pengelolaan efisiensi sistem dan biaya;

d) Menjamin kinerja finansial;

e) Mengelola pengumpulan hasil tiket dan kebijakan tarif;

f) Mengelola dan meng enforce kontrak dengan operator bus;

g) Pemenuhan layanan bagi pelanggan, keluhan dan

kehumasan serta pemasaran dan promosi.

Tupoksi dari lembaga ini juga mencakup:

a) Pengembangan dan penerapan rencana perolehan

pedapatan dan pemasaran;

b) Pengelolaan finansial dan administrasi;

c) “Benchmarking”pemulihan biaya dari sistem;

d) Pemeliharaan sistem dan prasarana;

e) Analisis/evaluasi dan pengelolaan resiko;

f) Pengelolaan kontrak untuk para operator bus.

Page 34: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-34

Tugas dan administrasi dari lembaga ini dipandu melalui standar

prosedur operasi (SPO) untuk mengendalikan dan mengelola

sistem dan kontrak dengan para operator bus. Suatu SPO khusus

harus dikembangkan untuk:

a) Pemantauan dan pengendalian operasi;

b) Tindak tanggap kendaraan yang mogok;

c) Tindak tanggap keadaan darurat dan kecelakaaan;

d) Permohonan bantuan teknis dan malfungsi;

e) Tindak tanggap aspek keselamatan dan keamanan;

f) Prosedur pelaporan;

g) Prosedur pengawasan kualitas;

h) Pengawasan dan audit operasi perusahan bus (PO);

i) Pengumpulan pendapatan dan sistem tiket;

j) Penyediaan dokumen sistem manajemen kualitas (QMS)

sebagai lampiran dari dokumen kontrak operator bus yang

berisi panduan operasional dan ukuran kinerja termasuk

manual bagi pengemudi, dan manajemen serta manual

pemeliharaan kendaraan.

Konsep struktur organisasi dari lembaga pengelola ini

ditunjukan dalam Gambar 6.6.

Sumber: Adaptasi dari JICA(2012)

Gambar 6.6. Konsep Struktur Organisasi Lembaga Pengelola

Basis dari struktur organisasi ini fokus pada pola manejemen

korporasi dan manajemen operasional layanan pelanggan, yang

terdiri dari:

CEOBusiness Unit

Legal and Audit

Finance InfrastructureAdministrationMarketing &

PRPlanningOperations

Inspection Customer

Service

Human Resources

Contract Management

Control Center

Optimise Services

NetworkFare Collection

& TicketingMaintenanceIT & SystemsScheduling

Performance Evaluation

Information &

CommunicationPenjadwalan

Pusat Kendali

Manajemen Kontrak

Pengawasan

Jaringan

Optimalisasi Layanan

Evaluasi Kinerja

Layanan Pelanggan

Informasi & Komunikasi

Pengumpulan Pendapatan & Sistem Tiket

Sistem & Teknologi Informasi

SDM

Pemeliharaan

OPERASI PERENCANAANPEMASARAN

& HUMASKEUANGAN TATA USAHA PRASARANA

KEPALA LEMBAGA

Hukum & Audit

Page 35: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-35

o Dewan Pengawas: Mewakili pemangku kepentingan atau

pemegang saham.

o Kepala lembaga: Bertanggung jawab terhadap aspek

kontraktual, aspek legal yang terkait operator bus,

koordinasi dengan lembaga pengelola moda angkutan

umum dan sektor terkait lainnnya (Kereta, MRT, pusat

rekreasi/perbelanjaan). Melalui divisi-divisi yang ada,

lembaga ini menangani berbagai hal yang terkait dengan

perencanaan dan pengoperasian sistem (BRT) serta hal-hal

kehumasan, keselamatan dan kemanan.

o Kepala Divisi: Bertanggung jawab untuk kegiatan harian

dan terhadap kepala lembaga

o Jenis Divisi:

(1) Divisi Operasi: Bertanggung jawab untuk

modifikasi/penyesuaian operasi jejaring bus,

memformulasikan standar dan panduan operasional,

manajemen operasional bus, dan pemantauan

operasional bus.

(2) Divisi Keuangan : Bertanggung jawab untuk

manajemen perolehan pendapatan dan distribusi hasil

pendapatan serta operasional sistem tiket

(3) Divisi Perencanaan: Bertanggung jawab untuk

pengembangan usaha (bisnis) dan perencanaan jejaring

layanan berbasiskan panduan rencana strategi jejaring

angkutan massal dan strategi perolehan pendapatan

dan pemasaran.

(4) Divisi Pemasaran dan Humas: Bertanggung jawab

terhadap penerapan strategi perolehan pendapatan dan

pemasaran (bersama sama dengan Divisi Perencanaan)

dan mengelola hubungan dengan publik dan media

untuk mempromosikan citra dari sistem (BRT) serta

menanggapi isu-isu yang berpotensi mengurangi

tingkat kepercayaan dan penerimaan publik terhadap

sistem (BRT).

(5) Divisi Tata Usaha: Bertanggung jawab terhadap

administrasi secara umum, sumber daya manusia,

kehumasan dan masalah-masalah keuangan.

(6) Divisi Prasarana: Bertanggung jawab terhadap

perencanaan dan pengembangan prasarana, serta

manajemen aset (seperti perbaikan dan perawatan)

2. Penyiapan Model Usaha (Bisnis)

Model usaha dan manajemen sangat penting untuk disiapkan,

karena akan menentukan keberlanjutan dan kinerja keseluruhan

dari sistem operasi BRT serta mempengaruhi berbagai aspek

fitur rancangan dari sistem ini. Manajemen yang berorientasi

Page 36: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-36

pada aspek komersial akan mengarah kepada penerapan pola

operasi berbasiskan prinsip-prinsip usaha (bisnis) untuk

meningkatkan porsi pangsa pasar, meningkatkan perolehan

pendapatan dan mengelola pembiayaan secara efisien. Karena

keberlanjutan sistem ini akan sangat tergantung pada perolehan

pendapatan, maka manajemennya harus fokus pada aspek

pengembangan usaha, penyediaan layanan pelanggan dan

menjamin pemenuhan terhadap standar layanan dan operasi.

Oleh karenanya, paradigma dari penyiapan model usaha adalah

meminimalkan atau bahkan menghilangkan konsep subsidi

pemerintah, baik langsung maupun tidak langsung. Dalam

penyiapan model usaha, aspek-aspek yang perlu diperhatikan

adalah sebagai berikut;

3. Pola Manajemen dan Operasi dengan Pendekatan Kaidah

Bisnis

Rencana operasional yang merupakan bagian dari kebijakan

strategis transportasi perkotaan lazimnya menetapkan basis dari

aspek usaha (bisnis) dan kelayakan dari sistem (BRT). Karena

rencana operasional menentukan lingkup dari sistem dan standar

tingkat layanan, maka akan sangat mempengaruhi perencanaan

dan perancangan prasarana dan sarana dari sistem seperti,

dimensi halte dan kapasitas kendaraan, kondisi fisik jalur BRT

dan kebijakan tarif.

Oleh karenanya model usaha juga harus mengestimasi cakupan

layanan yang disyaratkan dan pembiayaan untuk layanan

tersebut yang pada akhirnya menentukan besarnya tarif

komersial (total biaya aktual dibagi dengan estimasi jumlah

penumpang). Bila ada kebijakan pemerintah untuk menetapkan

tarif publik dibawah tarif komersial, maka pemerintah harus

menyiapkan pengganti selisih kekurangan tarif komersial

tesebut yang lazim didefinisikan sebagai subsidi bagi pengguna.

4. Efisiensi Operasional

Upaya efisiensi penting bagi keberlanjutan sistem yang bisa

dicapai melalui dua aspek yaitu efisiensi (pengurangan) jumlah

armada yang dioperasikan (pengurangan BOK) dan efisiensi

pada sisi penumpang (peningkatan layanan, peningkatan jumlah

penumpang dan peningkatan pendapatan). Aspek utama untuk

meningkatkan efisiensi adalah meningkatkan kecepatan tempuh

rata-rata kendaraan yang dapat dilakukan melalui rancang

bangun jalur BRT dan pengaturan prioritas bus di simpang.

5. Pengembangan Perolehan Pendapatan dan Pemasaran

Aspek perolehan pendapatan dan pemasaran merupakan

penjabaran dari kebijakan strategis yang ditetapkan oleh

Page 37: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-37

lembaga (otoritas) yang berada diatasnya. Pemahaman terhadap

aspek ini tidak terbatas hanya pada mengelola sistem (BRT) dan

menyediakan layanan, namun secara aktif mengembangkan pola

layanan dan menumbuh kembangkan usaha (bisnis) nya.

Pemasaran bukan merupakan kegiatan terpisah namun bagian

terpadu dari tupoksi lembaga ini .Gambar 6.7 mengilustrasikan

hubungan antar divisi terkait dengan isu layanan pelanggan.

Sumber: Adaptasi dari JICA (2012)

Gambar 6.7. Relasi dan Respon terhadap Isu Layanan Pelanggan

Kebalikan dari situasi lazimnya, lembaga ini harus mengelola

sistem berbasiskan permintaan sehingga penekanannya pada

pengembangan perolehan pendapatan dan pemasaran dengan

strategi sebagai berikut;

a) Analisis pemangku kepentingan untuk tiap kelompok utama

(mis. pengguna, pengemudi mobil&motor, wanita, pelajar,

kelompok berkebutuhan khusus, angkot, PO, komunitas

usaha, sekolah dan perguruan tinggi);

b) Mengembangkan layanan yang memenuhi kebutuhan

pelanggan (kemudahan, keandalan, keselamatan,

keterjangkauan) dan utamanya untuk menjamin konektifitas

(kemudahan untuk mencapai tujuan dan opsi pindah moda);

c) Mengembangkan “merk” dari sistem (BRT) yang menarik

dan mudah dikenali;

d) Mengembangkan strategi komunikasi untuk kelompok-

kelompok tertentu;

Divisi Humas & PemasaranPengendalian Masalah

Peghubung ke masyarakatSiaran pers

Unit Perencanaan

Perencanaan tindakanperbaikan

Isu rancangan sistem

Data dan informasiAnalisa kinerja

Umpan balik pelangganEkspose media yang

negatifSurvey lapangan

Divisi Operasi

Isu operasionalTanggapan dan Ralat

Peghubung

Page 38: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-38

e) Menyediakan sistem informasi yang baik dan mudah

dipahami oleh pelanggan;

f) Mendorong dan mengembangkan kegiatan khusus bagi

partisipasi publik;

g) Mengembangkan konsep untuk promosi peningkatan

layanan.

Karena strategi pemasaran bukan hanya sekedar melaksanakan

kegiatan pemasaran, namun terkait dengan pembangunan kinerja

usaha (bisnis) lembaga dan kemudian menawarkan/menjualnya

pada pelanggan, maka sebagai bagian dari strategi

pengembangan usaha, rencana perolehan pendapatan dan

pemasaran harus mencakup:

a) Pencapaian kinerja usaha melalui:

(1) Pemahaman kebutuhan pelanggan, situasi persaingan

usaha, dan harapan pemerintah dan pemangku

(2) Pelatihan kompetensi dan kemampuan untuk

memberikan layanan pelanggan yang baik

(3) Penjaminan terhadap operasional, pemeliharaan,

keselamatan dan keamanan yang baik

(4) Penyediaan layanan yang handal (sistem transaksi dan

operasional armada)

(5) Pemasaran dan dan sistem informasi yang efektif serta

pencitraan lembaga yang baik

(6) Pemantauan dan pengukuran kinerja layanan

b) Mempertahankan dan meningkatkan kinerja sistem melalui:

(1) Pemantauan kepuasan dan keluhan pelanggan;

(2) Pemantauan para pesaing;

(3) Pengukuran efektifitas upaya penjualan dan

pemasaran;

(4) Identifikasi kinerja yang buruk dan pengambilan

tindakan korektif secara dini;

(5) Pengelolaan biaya dan terus menerus mencari peluang

untuk meningkatkan efisiensi;

(6) Pengembangan dan pencarian peluang untuk

meningkatkan perolehan pedapatan;

(7) Upaya mempertahankan peningkatan layanan secara

konsisten dan menerus.

c) Strategi perolehan pendapatan dan pemasaran

harusmendefinisikan:

(1) Posisi dari pemasaran produk dan layanan serta pangsa

pasarnya;

(2) Strategi memperoleh keuntungan (meningkatkan

efisiensi/mengembangkan sumber perolehan

pendapatan);

Page 39: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-39

(3) Strategi pengembangan (growth) jangka pendek dan

panjang.

d) Pembedaan “merk” melalui:

(1) Pemahaman karakteristik pelanggan dan harapannya;

(2) Pemahaman kekuatan dan kelemahan pesaing serta

pemahaman aturan main pasar;

(3) Pembedaan produk melalui “merek” (mengkaitkan

“merek” dengan kebutuhan pasar).

6. Strategi Komunikasi untuk Identitas Lembaga

Upaya kampanye yang berorientasi pada hasil untuk aspek

perolehan pendapatan dan pemasaran harus:

a) Fokus pada pelanggan dan persaingan

(1) Mentargetkan pertumbuhan secara terpola;

(2) Survey pelanggan dan pesaing - apa yang menjadi

kebutuhan dan motivator utama? Bagaimana produk

bisa dikaitkan untuk memenuhinya?

b) Menjamin konsolidasi internal yang efektif

(1) Pengukuran kinerja para staf (layanan pelanggan

merupakan paradigma dan komitmen dari seluruh

staf);

(2) Komitmen pimpinan dan sumber daya yang

dikerahkan untuk mengembangkan dan

mempertahankan kualitas layanan.

c) Membangun koalisi dengan pihak lain

(1) Sekolah, pusat perbelanjaan, instansi pariwisata dan

operator transportasi lainnya;

(2) Membangun strategi saling menguntungkan (win-win)

dengan pihak eksternal;

(3) Menyiapkan rencana komunikasi untuk membangun

hubungan;

(4) Upaya melalui mekanisme persuasif untuk penjualan

langsung.

d) Menjaring pelanggan untuk membeli layanan dengan harga

lebih tinggi

(1) Mencari peluang perolehan pendapatan yang lain dan

menggunakan metoda pemasaran langsung;

(2) Menggunakan strategi tarif yang kreatif dan

membangun nilai (value) untuk pelanggan;

(3) Memberi apresiasi dan mempertahankan kesetiaan;

Page 40: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-40

e) Mengunakan komunikasi melalui pencitraan

(1) Membangun citra dari sistem melalui berbagai atribut

yang jelas seperti kemudahan, keandalan,

penghematan waktu, penghematan biaya;

(2) Identitas “merk” yang jelas pada armada dan

prasarana, titik layanan pelanggan, sistem transaksi

dan pegawai (staf).

f) Mengukur efektifitas pemasaran

(1) Indikator kuantitatif dan kualitatif;

(2) Manfaat jangka pendek dan panjang;

(3) Hasil yang tidak bisa diukur (dampak samping dan

manfaat yang tidak bisa diukur).

7. Perencanaan Operasional

Rencana operasional menetapkan lingkup bisnis,

mempertimbangkan tujuan politik, memperhatikan kebutuhan

masyarakat, memprediksi besarnya permintaan, menentukan

persyaratan prasarana dan menetapkan tingkat pelayanan dan

standar kinerja. Dokumen ini juga menentukan bagaimana usaha

(bisnis) dioperasikan dan bagaimana menyiapkan layanan

angkutan umum di level strategis

Rencana strategis yang komprehensif dan efektif meliputi:

a) Tujuan yang jelas dan ditetapkan pada realitas komersial

(keberlanjutan finansial)

b) Menetapkan tarif yang terjangkau oleh masyarakat dan

mampu menutupi biaya operasional

c) Menetapkan tarif teknis (operator) yang sesuai bagi

operator untuk memenuhi standar kualitas layanan yang

disyaratkan

d) Menyediakan pendanaan yang memadai untuk lembaga

yang ditetapkan untuk mengelola usaha (bisnis) layanan

angkutan umum

e) Mengalokasikan dan mendistribusikan resiko usaha secara

proporsional sesuai kemampuan pihak terkait dalam usaha

layanan angkutan umum

Secara Khusus rencana operasional menetapkan:

a) Prediksi besarnya permintaan (penumpang):

(1) Berdasarkan model permintaan (jam sibuk dan

lengang)

(2) Mempertimbangkan hari libur nasional dan sekolah)

(3) Mengestimasi profil arus penumpang dan tingkat

pergantian penumpang

(4) Mengantisipasi pertumbuhan permintaaan (akibat

perpindahan moda)

Page 41: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-41

b) Prediksi perolehan pendapatan:

(1) Rata-rata tarif yang dibayar dikalikan jumlah

penumpang;

(2) Pendapatan bukan dari tiket (iklan, penyewaan dll);

(3) Kebijakan tarif untuk meningkatkan perolehan

pendapatan dan pangsa pasar;

(4) Pendapatan tidak langsung dari kebijakan pendukung

(parkir, pajak jalan, pajak BBM dll);

(5) Kompensasi dari subsidi untuk penumpang.

Bila telah ditetapkan rentang perioda layanan jam sibuk dan jam

lengangnya, maka untuk menghitung besarnya jumlah

penumpang dapat dihitung dengan menggunakan rumus

(Alvinsyah&Halim, 2012):

𝑅𝑑 = 𝑡𝑜 × [{(�̅�𝑎𝑝

+ 𝐹𝑏𝑝

) × �̅�𝑝} + {(�̅�𝑎𝑜𝑝

+ �̅�𝑏𝑜𝑝

) × 𝑇𝑜𝑝}]

(10)

dimana,

Rd = Jumlah penumpang naik (pax/hari)

�̅� = Arus penumpang maksimum rata-rata (pax/jam)

a,b = Arah pergerakk arus penumpang

to = Turnover rate

p = Jam puncak (sibuk)

op = Jam lengang (tidak sibuk)

T = Rentang waktu layanan

Mengacu ke TRB (2007),turnover rate, berkisar antara 1.2

sampai 2.0 penumpang per bus tergantung pada struktur rute dan

kawasan yang dilayani.

Dengan diketahuinya jumlah penumpang yang naik, maka dapat

dihitung potensi perolehan pendapatan berdasarkan tarif publik

yang ditetapkan.

a) Pembiayaan sistem;

b) Pembiayaan sistem mencakup biaya investasi dan biaya

operasional yang antara lain meliputi pembiayaan:

(1) armada;

(2) Manajemen (termasuk sistem transaksi (tiket);

(3) Pemeliharaan sistem;

(4) Komunikasi dan teknologi;

(5) Promisi.

c) Operator

(1) Gaji dan biaya lain (tunjangan sosial,

pelatihandanseragam);

Page 42: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-42

(2) Bahan bakar, ban dan perawatan kecil (servis);

(3) Cuci danperawatan besar;

(4) Asuransi dan kecelakaan;

(5) Cadangan.

Komponen biaya untuk menghitung biaya operasional secara

umum ditunjukan dalam Tabel 6. 12.

Tabel 6. 12. Komponen biaya operasional

KOMPONEN BIAYA KETERANGAN*

Awak Bus

Gaji Bulanan

Tunjangan harian/bulan

Tunjangan sosial/bulan

Biaya BBM Konsumsi: 1-3 km/Liter

Biaya ban

4baru and 6 rekondisi/bus

Daya tahan: 30.000 km/ban

Perawatan kecil frekuensi: setiap 5.000 km

Perawatan besar frekuensi: setiap 10.000 km

Pemeriksaan Umum frekuensi: setiap 150.000 km

STNK Tahunan

Izin trayek Tahunan

Harga Bus

- Rangka

- Karoseri

Depresiasi: 7 tahun

Nilai sisa: 20%

Mesin Pendingin(AC):

- Unit baru

- Depresiasi

- Perawatan tahunan

- Perbaikan tahunan

Depresiasi: 7 tahun

Perawatan: 5% dari harga Unit baru

Perbaikan: 15% dari harga unit baru

Penggunaan BBM 1:10

Montir 20 orang/50 bus

Gaji Bulanan&insentif

Manajemen

Pegawai Bengkel, depo, manajemen,

kantor

Biaya operasional untuk depo berikut

kantornya

Biaya perawatan peralatan kantor, depo

dan bengkel

Biaya perawatan gedung kantor, depo

&bengkel

Nilai sisa dari kantor, depo dan bengkel Sumber:Diolah dari berbagai operator bus

Page 43: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-43

Salah satu komponen dasar penyusun biaya operasional adalah

jumlah kendaraan yang dioperasikan. Untuk mengestimasikan

jumlah kendaraan minimum yang beroperasi dengan panjang

rute yang telah diketahui dapat menggunakan rumus

(Alvinsyah&Halim, 2012);

𝑛𝑜𝑝 =(2𝐿

𝑉⁄ +60)+𝑅𝑡

ℎ=

2𝐿×60

𝑉×ℎ+

𝑅𝑡

ℎ (11)

dimana,

nop = Jumlah bus operasional

Rt = Waktu “lay over” (menit)

L = Panjang rute satu arah (km)

V = Kecepatan rencana (km/jam)

H = headway (menit)

Dan jumlah total bus yang diperlukan dihitung dengan

rumus(Alvinsyah&Halim, 2012);

𝑛𝑡𝑜𝑡 = 𝑛𝑜𝑝 + 𝑆𝑝 (12)

dimana,

ntot = Jumlah total bus

Sp = Jumlah bus cadangan

Jumlah bus cadangan bisanya sebesar 10 – 20% dari jumlah bus

yang dioperasikan (TRB, 2007). Dilain sisi produktifitas

masing-masing bus merupakan bagian penting dari biaya

operasional yang dapat dihitung dengan rumus

(Alvinsyah&Halim, 2012);

𝑁𝑟𝑖𝑡 =𝑇𝑜𝑝−𝑇𝑠𝑝𝑏𝑢

𝑇𝑟𝑡+𝑅𝑡 (13)

dimana,

Nrit = Jumlah ritase total (pp)

Top = Rentang waktu operasional (menit)

Tspbu = Waktu untuk mengisi BBM (menit)

Trt = Waktu tempuhpulang pergi (menit)

Dan , 𝑇𝑟𝑡, waktu tempuh satu siklus layanan (pp) dihitung

dengan rumus (Alvinsyah&Halim, 2012);

𝑇𝑟𝑡 =(2𝐿×60)

𝑉+ 𝑇𝑙𝑜 (14)

Page 44: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-44

Dimana Tlo adalah waktu lay over di terminal. Untuk

mengestimasi produktifitas seluruh armada yang beroperasi,

maka perlu dihitung total jarak tempuh dari armada

yangdioperasikan. Ada tiga kategori jarak tempuh untuk masing-

masing bus yaitu jarak tempuh produktif (efektif), jarak tempuh

kosong dan jarak tempuh total yang dapat dihitung dengan

rumus (BSTP, 2010);

𝑬𝒇𝒇𝒅𝒊𝒔 = 𝑵𝒓𝒊𝒕 × 2L (15)

𝑬𝒎𝒑𝒅𝒊𝒔 = 𝟑% × 𝑬𝒇𝒇𝒅𝒊𝒔 (16)

𝑻𝒕𝒐𝒕𝒅𝒊𝒔 = 𝑬𝒇𝒇𝒅𝒊𝒔 + 𝑬𝒎𝒑𝒅𝒊𝒔 (17)

dimana,

Effdist = Jarak tempuh efektif (km)

Empdist = Jarak tempuh kosong (km)

Ttotdis = Total jarak tempuh (km)

Mengacu kepada Kemenhub-DitjenDat (2002) jarak tempuh

kosong direkomendasikan sebesar 3% dari jarak tempuh total.

Untuk menyiapkan model operasional perlu dikembangkan

beberapa skenario:

a) Kecepatan tempuh

b) Jenis dan konfigurasi Bus

c) Jenis bahan bakar dan sistem penggerak

d) Tingkat Layanan

e) Tarif

Keluaran dari model operasional lazimnya berupa biaya per

kilometer dan biaya per penumpang (tarif komersial) yang

menjadi dasar penetapan perolehan pendapatan dan rencana

usaha yang beroerientasi pada keuntungan.

8. Kebijakan Tarif dan Subsidi untuk Pengguna (Fare Policy

and User Subsidy)

Sistem angkutan massal yang modern harus mendasarkan

kebijakan tarifnya pada tujuan yang jelas (seperti kualitas

layanan dan keberlanjutan) tanpa mengesampingkan aspek

keterjangkauan. Basis untuk menetapkan kebijakan tarif dapat

mempertimbangkan:

a) Memaksimalkan peluang perolehan pendapatan dengan

menciptakan layanan yang mau dibeli oleh penumpang;

Page 45: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-45

b) Memberikan insentif berupa diskon untuk penggunaan

layanan yang intensif, mencitrakan BRT sebagai pilihan

gaya hidup, menjamin tarif yang terjangkau dan bersaing

bagi pelaku perjalanan komuter;

c) Memberikan diskon pada kelompok pengguna tertentu

yang paling membutuhkan (lansia & pelajar);

d) Menghitung tarif berdasarkan jarak tempuh perjalanan dan

menetapkan tarif yang sesuai dan mudah (pembulatan) bagi

pelanggan.

9. Penerapan Subsidi

Seringkali sistem BRT dianggap bebas dari subsidi karena

tingkat efisiensi dan kapasitas angkutnya. Hal ini benar untuk

situasi dan kondisi yang ideal dan memang ada beberapa sistem

yang operasional tidak memerlukan subsidi. Akan tetapi,

seringkali ditemukan berbagai isu yang menjadi beban

operasional, sehingga untuk dapat mempertahankan standar

layanan yang disyaratkan, Pemerintah perlu memberikan

dukungan berupa insentif untuk:

a) Layanan yang tidak layak secara komersial (malam hari,

akhir minggu). Bentuk layanan bisa dibantu dengan

menerapkan konsep kewajiban layanan publik (PSO) agar

pemerintah memiliki dasar hukum untuk menyediakan dana

bantuan.

b) Kepentingan strategi kebijakan transportasi yang lebih luas

seperti mempromosikan penggunaan angkutan umum

melalui kebijakan insentif atau tarif khusus (diskon) dengan

memberikan kompensasi untuk menutupi sebagian

kekurangan dari tarif komersial, atau memberikan subsidi

untuk beberapa komponen biaya atau

c) Memberikan subsidi pada komponen biaya tertentu seperti

subsidi untuk bahan bakar.

d) Suatu kebijakan tertentu yang berdampak pada

penambahan biaya seperti persyaratan penggunaan bahan

bakar alternaif seperti CNG.

e) Dukungan sementara waktu sampai sistem BRT mencapai

skala ukuran layanan yang memungkinkan untuk mandiri

secara finansial.

Page 46: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-46

G. Penyiapan Kebijakan Pendukung

1. Integrasi Moda

Untuk mengoptimalkan BRT menjadi sistem yang efisien, maka

harus terintegrasi dengan moda lainnya yang tidak boleh

dianggap sebagai pesaing, namun harus dimanfaatkan sebagai

perpanjangan layanan BRT.Akses pejalan kaki merupakan salah

satu yang mutlak untuk difasilitasi. Akses pejalan kaki harus

disediakan dengan baik setidaknya untuk radius 500meter dari

tiap–tiap halte. Akses pejalan kaki yang disediakan juga harus

aman dari kendaraan bermotor dan terlindung dari cuaca panas

ataupun hujan. Selain itu, akses pejalan kaki juga harus

mempermudah pejalan kaki untuk mengakses bangunan ataupun

toko – toko di sekitar halte. Selain dari berjalan kaki,

penggunaan sepeda ke stasiun terdekat merupakan alternatif bagi

para pengguna untuk mencapai halte. Namun penggunaan

sepeda harus dilengkapi dengan prasarana yang memadai seperti

jalur sepeda. Layaknya jalur pejalan kaki, jalur sepeda yang ada

juga harus memberikan rasa aman dan nyaman kepada para

pengguna. Tidak hanya jalur sepeda, parkir sepeda juga harus

tersedia dengan baik. Parkir yang disediakan haruslah memiliki

keamanan yang baik dan terhindar dari cuaca hujan. Moda lain

yang masih jarang diintegrasikan dengan BRT adalah taksi. Pada

banyak kota besar, peredaran taksi merupakan salah satu faktor

kemacetan yang terjadi di dalam kota. Peredaran taksi dalam

membuat kemacetan tidak hanya saat mengantarkan penumpang,

namun juga saat mencari penumpang. Untuk mengurangi

pergesekkan taksi dalam mencari penumpang, taksi dapat

dintegrasikan dengan halte BRT sehingga dapat menjadi

alternatif moda bagi para pengguna BRT dalam melanjutkan

perjalanan. Pengendara taksi juga tidak harus berputar – putar

untuk mencari penumpang mereka. Kemacetan lalu lintas pun

juga dapat berkurang dengan hilangnya aktivitas taksi dalam

mencari penumpang. Integrasi fisik, pemasaran, promosi sistem

dan struktur tarif merupakan kunci kesuksesan dalam integrasi

sistem. Integrasi fisik yang berupa bangunan dan penandaan

yang jelas dapat mempermudah pengguna untuk berganti moda.

Promosi dan pemasaran dapat dilakukan untuk memperkenalkan

sistem terintegrasi kepada publik. Sistem satu tarif merupakan

integrasi yang paling baik sehingga para pengguna tidak

bingung dengan pembayaran tarif yang berkali–kali ataupun

berbeda–beda. Selain integrasi dengan angkutan dalam kota,

integrasi yang dibangun sebaiknya juga dengan angkutan antar

kota ataupun jarak jauh, seperti bus antar kota, setasiun kereta

ataupun bandara. Integrasi dengan layanan antar kota akan

melengkapi sistem transportasi kota yang efektif.

Page 47: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-47

2. Manajemen permintaan perjalanan

Sistem BRT yang berkualitas dapat mengubah struktur mobilitas

kota. Penggunaan insentif yang tepat dapat memperkuat

perjalanan sistem angkutan yang baru, menyangga

restrukturisasi kota berkelanjutan, mengarahkan pada

penambahan pendapatan lingkungan dan ekonomi, dan

menciptakan rasa kebersamaan yang lebih besar melalui

peningkatan akses dan mobilitas. Mekanisme TDM dan teknik

manajemen mobilitas memperlihatkan bagaimana insentif yang

benar dapat mengarahkan orang menggunakan moda

transportasi berkelanjutan. Mekanisme tersebut,seperti yang

dilakukan di beberapa (misalnya Green Travel Plans, Travel

Blending, jalan berbayar, tarif perpakiran),telah sangat berhasil

dalam memindahkan pelaku perjalanan komuter keopsi

angkutan umum dan kendaraan tak bermotor.

3. Integrasi dengan Perencanaan GunaLahan

Sistem BRT yang benar dapat mendukung pengembangan

ekonomi berkelanjutan. Pemilihan titik stasiun yang tepat dapat

mengembangkan pembangunan komersial dan perumahan di

area tersebut. Pemilihan rute ataupun stasiun secara strategis

dapat membuat sistem BRT menjadi lebih baik sekaligus

mendorong perkembangan kota. Dengan berkembangnya area

komersial dan perumahan di sekitar koridor BRT, kemudahan

akses akan diperoleh para pengguna untuk menjangkau area –

area tersebut. Selain itu, sistem BRT akan menjadi sarana

transportasi kota yang efektif dan efisien. Hasil akhirnya adalah

bahwa kota dapat memberikan infrastruktur dasar seperti air,

pembuangan, dan listrik dengan penghematan yang signifikan

bagi kawasan pengembangan yang terkonsentrasi dan

terkoordinasi.

H. Proses Penyiapan Implementasi Sistem BRT

Proses implementasi ini membutuhkan kepercayaan yang tinggi dari

pengambil keputusan serta kepastian untuk menjamin proses ini. Oleh

karena itu, proses ini merupakan bagian kritis untuk mewujudkan

perencanaan BRT yang telah dipersiapkan secara efisien dan ekonomis.

1. Rencana Pendanaan

Pembiayaan BRT dapat terbagi menjadi tiga kelompok aktivitas

; perencanaan, infrastruktur dan armada ( bus). Tiap aktivitas

biasanya meliputi berbagai skema pembiayaan yang berbeda

seperti yang ditunjukan dalamTabel 6. 13.

Page 48: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-48

Tabel 6. 13. Sumber Pendanaan BRT

Aktivitas Sumber Pembiayaan

Perencanaan Sistem

Sumber-sumber lokal dan nasional

Lembaga Bantuan Asing Bilateral

Lembaga dibawah PBB

Lembaga Internasional

Lembaga Donor Swasta

Pembangunan Infrastruktur Sumber-sumber lokal dan nasional

Lembaga Internasional

Pengadaan Bus Lembaga Bantuan Asing

Bank-bank komersial

Sumber: ITDP (2007)

2. Opsi – opsi Pembiayaan Lokal

Sebelum mencari pendanaan internasional, sebaiknya pihak kota

harus mencari opsi–opsi yang memungkinkan untuk melakukan

pembiayaan lokal. Biaya implementasi BRT yang relatif rendah

memungkinkan Pemerintah kota menggali sumber pendanaan

lokal seperti;

a) Pendapatan dari pajak daerah dan pusat;

b) Pendapatan parkir;

c) Biaya kemacetan;

d) Pendapatan dari Pengembangan komersial di Terminal dan

Halte Utama serta kawasan sekitarnya;

e) Pedapatan dari Iklan.

3. Penentuan Operator

Berbagai mekanisme penentuan operatordapat dilakukan dengan

kekurangan dan kelebihan dari tiap opsi. Pemilihan

operatordapat dilakukan melalui pemilihan langsung atau

lelang/tender. Pemilihan langsung diberikan kepada operator

yang rutenya terkena restrukturisasi, dengan catatan operator

mampu memenuhi standar layanan yang ditetapkan oleh

pemerintahserta peraturan perundangan memungkinkan untuk

proses ini. Tujuan penunjukan langsung dimaksudkan untuk

meminimalkan dampak sosial dengan adanya restrukturisasi rute

tersebut.

Penetapan operator melalui lelang dikenakan untuk rute-rute

baru. Metode lelang ini merupakan metode terbaik sebagai alat

untuk menentukan operator. Melalui lelang diharapkan akan ada

evaluasi secara berkala sehingga operator yang tidak mampu

mempertahankan kinerjanya harus rela digantikan oleh operator

lain. Sehingga diharapkan akan terjadi kompetisi sehat yang

Page 49: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-49

berujung pada pengguna akan mendapatkan layanan yang

memadai sesuai dengan tarif yang dibayarkan.

Guna menunjang penetapan operator maka pemerintah harus

menetapkan terlebih dahulu standar layanan yang diharapkan,

mekanisme pembayaran tiket, kriteria pemenang lelang serta

penetapan kode trayek dan mungkin termasuk warna

armada/bus. Melalui mekanisme lelang ini diharapkan

penumpang akan mendapatkan layanan yang memadai dan dapat

melakukan pengawasan serta akan mendapatkan harga/tarif yang

semurah mungkin dengan pelayanan sebaik –

baiknya.Mekanisme pemilihan operator diilustrasikan dalam

Gambar 6.8.

Gambar 6.8. Mekanisme Pelelangan dan Perizinan

Mekanisme diawali dengan pengumuman lelang dari Lembaga

pengelola. Pada pengumuman ini disertakan persyaratan yang

harus dipenuhi dan kriteria penilaian pemenang lelang. Sebagai

kriteria penentuan pemenang lelang antara lain bahwa operator

haruslah berupa badan usaha atau koperasi, mempunyai

kesiapan untuk mengadakan armada angkutan, mempunyai

kemampuan untuk mengoperasikan angkutan, dan lain – lain

sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Berdasarkan kriteria tersebut maka dapat ditentukan pemenang

lelang yaitu operator yang akan mampu memberikan layanan

terbaik dengan tarif yang terjangkau oleh masyarakat (tidak

selalu harus yang memberikan tawaran paling murah).

Pemenang lelang akan membuat kontrak operasional dengan

Page 50: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-50

Lembaga pengelola. Isi kontrak secara umum akan meliputi

kewajiban dan hak operator serta sangsi jika operator tidak dapat

memenuhi ketentuan – ketentuan dalam kontrak. Sebaliknya

operator dapat menuntut haknya jika Lembaga Pengelola (atau

regulator/pemerintah) tidak memberikan apa yang menjadi hak

operator.

Pada saat yang sama setelah ditandatangani kontrak operasional

maka pemerintah berkewajiban untuk menerbitkan ijin

operasional kepada operator pemenang lelang. Setelah operator

pemenang lelang memegang izin operasional, maka segera

mengoperasikan armadanya tersebut sesuai dengan lingkup yang

disepakati dalam kontrak operasi. Pada jangka waktu tertentu

(misalnya setiap 2 tahun) sesuai dengan kontrak maka perlu

diadakan evaluasi kinerja operator dalam memberikan layanan

kepada penumpang pada trayek sesuai dengan hasil lelang.

Berdasarkan hasil evaluasi tersebut jika hasil kinerja operator

pemenang lelang dinilai baik maka kontrak dan ijin dapat

diperpanjang, tetapi jika dinilai tidak baik maka kontrak diputus

dan izin operasional dicabut. Dengan pencabutan ini maka untuk

kelancaran operasional bisa ditawarkan pada operator lain yang

beroperasi dalam sistem atau dilakukan lelang baru untuk

memberikan kesempatan kepada operator lain demikian

seterusnya.

4. Tahap persiapan aspek legal

Sama seperti rencana implementasi program pembangunan

lainnya, aspek legal menjadi aspek dasar pertama yang perlu

dipersiapkan karena kesemuanya, baik pada tahap perencanaan,

persiapan maupun implementasinya memerlukan suatu

perangkat hukum yang mengatur tugas, wewenang dan

pembagian tugas dari berbagai instansi yang terkait. Legalitas

memberikan batasan yang jelas arah dan tujuan dari pelaksanaan

sistem ini dan konsekuensi operasional yang nanti akan terjadi.

Secara global, komponen-komponen yang perlu dipersiapkan

perangkat hukumnya adalah:

a) Komponen sistem dan fisik operasional sistem, seperti jalur

pelayanan, infrastruktur pendukung dan sistem operasional;

b) Kelembagaan pengelola sistem, yang meliputi organisasi

pengelola, operator bus dan pengelola tiket;

c) Keterkaitannya dengan kebijakan penunjang lainnya,

seperti kebijakan pemerintah tentang perencanaan

transportasi.

Page 51: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-51

Keputusan dan peraturan yang ada tersebut harus memberikan

penjelasan dan uraian yang mendetail mengenai segala

komponen di atas agar nantinya tercipta suatu aturan dan

ketentuan yang jelas bagaimana tugas dan wewenang masing-

masing lembaga pengelola, sistem operasional dan

penyelesaiannya yang jelas.

Penyiapan perangkat hukum sepenuhnya menjadi tanggung

jawab regulator. Penyiapan perangkat hukum untuk pendukung

dokumen kontrak terutama terkait dengan hak dan kewajiban

operator, penertiban ijin trayek yang meliputi persyaratan

perijinan, dan perangkat hukum lainnya sesuai dengan Peraturan

Daerah yang ada.

5. Rencana kontrak untuk sistem

Sebagai proses pengadaan kompetitif dan terbuka, pemilihan

perangkat dan operator merupakan hal yang esensial, hal yang

sama juga berlaku untuk aktivitas kontrak, dari penggunaan

konsultan hingga pemilihan perusahaan kontraktor. Proses

lelang yang transparan didukung oleh spesifikasi yang jelas dan

tepat serta kriteria pemilihan yang terdefinisi dengan baik

merupakan hal yang esensial.

6. Pola kontrak dengan operator BRT

Lazimnya dengan dioperasikannya sistem BRT, operator yang

ada diarahkan untuk berperan serta dalam sistem sebagai

penyedia layanan. Melalui mekanisme ini, terjadi

pendistribusian resiko yang proporsional dengan kemampuan

masing-masing pihak diantara pengelola sistem dengan penyedia

layanan (operator). Secara prinsip, institusi yang membawahi

pengelola sistem (lembaga otoritas) akan menanggung resiko

politik, pengelola sistem akan menanggung resiko usaha (bisnis)

dan operator akan menanggung resiko operasional. Pengelola

sistem akan menangani dan mengelola kontrak dengan operator

untuk lingkup tanggung jawab yang sesuai dengan kapasitas

kemampuan operator. Melalui pola kontraktual seperti ini

pengelola sistem akan mendapatkan manfaat seperti:

a) Kontrak yang sederhana yang menggabungkan izin usaha,

aturan dan persyaratan, dan pengoperasion menjadi satu

paket yang dengan tegas membagi tanggung jawab

pengelola sistem dan operator bus.

b) Memegang kendali dan jaminan akan kualitas layanan.

c) Memegang kendali terhadap penugasan kepada operator

untuk menyediakan layanan disetiap rute dalam jaringan

sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak (jaminan total

kilometer tempuh).

Page 52: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-52

d) Operator bus dan pegawainya memiliki pekerjaan yang

formal dengan jaminan pendapatan dan keuntungan.

I. Rencana Penanganan Operator Non BRT

1. Restrukturisasi Jaringan Trayek dan Sistem Perizinan

Bila SAUM Jalan dioperasikan dengan pola Trunk and Feeder

pada suatu koridor, maka struktur jaringan trayek yang

beroperasi perlu ditata ulang dengan berbagai pendekatan

sebagai berikut:

a) Koridor BRT merupakan jalur utama (Trunk) dengan

sistem prasarana yang sesuai rancang operasionalnya

b) Konversi beberapa trayek yang menghubungkan wilayah

diluar cakupan koridor BRT dan dapat berfungsi sebagai

pengumpan serta mengoperasikannya secara terpadu

melalui sistem transaksi dan penggunaan jalur & Halte baik

secara penuh maupun parsial

c) Konversi menjadi layanan lokal berbasis kawasan (bukan

rute) layanan dan berfungsi sebagai pengumpan serta tidak

harus terpadu secara penuh (sistem dan fisik)

2. Mekanisme Proses Transisi

Untuk menuju sistem BRT yang sesungguhnya dibutuhkan

konsep manajemen transisi dari kondisi eksisting ke kondisi

yang diinginkan. Proses transisi ini menjadi tanggung jawab

dari pemerintah (regulator) untuk melakukan proses dialog

melalui pengembangan dan pengenalan model usaha (bisnis) dan

insentif yang baik dan menarik. Beberapa hal prinsip yang perlu

diperhatikan untuk memandu proses transisi adalah:

a) Reaksi negatif karena ada potensi ketidak pastian yang

diciptakan bagi para operator sebagai dampak dicabutnya

izin beroperasi (trayek) dan diganti dengan kontrak

berbasis kinerja.

b) Memberikan keyakinan pada operator bahwa bahwa

keikutsertaan dalam sistem (BRT) memberikan jaminan

keuntungan yang jelas dan pasti serta resiko yang minimum

dengan mekanisme kontraktual berbasiskan model usaha

yang dikembangkan.

c) Mekanisme penawaran kontrak bisa melalui pelelangan

atau negosiasi (berbasiskan kemampuan operator sebagai

bentuk kompensasi).

d) Kontrak berbasiskan negosiasi harus bersifat transparan

untuk memuluskan proses transisi.

e) Peleburan berbagai operator kedalam bentuk korporasi

perlu mempertimbangkan prosedur pembayaran pendapatan

Page 53: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-53

dari layanan dalam bentuk yang memperhatikan kondisi

saat ini (misalkan pendapatan berbasis harian).

f) Proses transisi untuk operator eksisting membutuhkan

proses negosiasi yang bersifat mengikat.

g) Pengalaman dari tempat lain menunjukkan bahwa sejauh

pemerintah siap menampung kekhawatiran para operator,

maka peluang keberhasilan sistem BRT jauh lebih besar.

3. Pengembangan Layanan Lingkup Lokal

Bila sistem BRT sudah siap diterapkan, maka layanan angkutan

umum eksisting idealnya dirancang dan dikelola untuk

mendukung sistem BRT. Ada dua cara untuk mengelola sistem

eksisting; dilakukan oleh instansi terkait pada wilayah yang

bersangkutan atau oleh lembaga pengelola BRT tergantung pada

situasi setempat dan tujuan utama dari layanan angkutan umum.

Kedua cara merupakan opsi yang bisa diadopsi sesuai dengan

kebutuhan dan tingkat penerimaan dari pemangku kepentingan

terkait.

Pemerintah setempat dapat mengambil peran penting untuk

menata ulang sistem bus setempat untuk melayani masyarakat

dan trayek-trayek utama (Trunk) seperti Kereta Api atau BRT.

Ada dua jenis layanan yang bisa diterapkan untuk layanan yang

bersifat lokal yaitu pertama layanan dikoridor-koridor utama dan

kedua, layanan kolektor yang meliputi suatu kawasan tertentu

sesuai dengan izin yang ditetapkan. Sistem tarif dari layanan ini

tidak perlu terpadu dengan sistem BRT dan dikutip langsung

oleh operator, sehingga tingkat & rute layanan dapat disesuaikan

dengan keinginan masyarakat setempat. Karena dengan cara ini

ada perlindungan terhadap adanya kompetisi, maka akan timbul

peningkatan terhadap jaminan usaha. Tentunya instansi

perhubungan setempat tetap harus memantau dan mengawasi

pemenuhan tingkat pelayanan yang ditetapkan.

4. Transisi dan Rasionalisasi Operator Bus

Permasalahan utama bagi upaya peningkatan layanan angkutan

umum adalah menata ulang sistem angkutan umum ke arah yang

lebih terstruktur dan akuntabel serta merekayasa peningkatan

layanan seusai dengan keinginan masyarakat.

Pertama, mengenali berbagai persoalan yang harus dihadapi

seperti:

a) Kecenderungan operator bertahan pada kondisi status quo

dan tidak ingin ada perubahan (kecuali bila kondisi usaha

sudah buruk).

b) Kecurigaan terhadap pemerintah (regulator) dan perubahan

serta resistensi akan hak dan kemerdekaannya

Page 54: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-54

c) Perubahan dari sistem perolehan pendapatan (harian

menjadi bulanan).

d) Sikap skeptis dan tidak yakin terhadap kondisi kedepan

(model usaha yang formal)

e) Timbulnya tuntutan akan kompensasi

f) Kapasitas dan kemampuan yang kurang memadai dari

pemerintah setempat untuk megelola perubahan

g) Perubahan kondisi dari sistem sewa kearah sistem yang

lebih teratur.

Komunikasi intens dengan masyarakat dan operator yang

terkena dampak perubahan merupakan hal yang mutlak

dilakukan, pertama untuk memahami kebutuhan akan

transportasi lokal dan perspektif masyarakat, kedua untuk

menentukan lingkup dan tingkat layanan yang dibutuhkan, dan

ketiga untuk membangun hubungan konstruktif untuk

memuluskan proses perubahan

Progres terhadap suasana yang kondusif harus diciptakan karena

kalau tidak program peningkatan layanan bisa dipersepsikan

sebagai ancaman oleh operator yang terkena dampak.

5. Masalah Kompensasi

Lazimnya masalah kompensasi merupakan isu utama dalam

langkah rasionalisasi sistem eksisting. Namun kompensasi ini

harus merupakan opsi terakhir, karena target utamanya adalah

reformasi industri angkutan umum dan transformasi paradigma

operator kearah model usaha yang lebih terjamin.

Beberapa dampak terhadap operator yang perlu dievaluasi

adalah:

a) Apakah trayek eksisting bersinggungan seluruhnya atau

sebagain dengan koridor BRT?

b) Apakah trayek eksisting akan dihapus atau dipotong?

c) Sejauh mana trayek eksisting bisa disesuaikan untuk

mendukung jaringan Utama (BRT)?

d) Apakah operator mampu atau tertarik untuk terlibat dalam

sistem BRT?

Beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan dalam pemberian

kompensasi adalah:

a) Status hukum operator, besarnya dampak, potensi

kehilangan usaha atau hanya kehilangan pekerjaan?

b) Jika operator menolak tawaran terhadap pola usaha yang

realistis untuk mengganti operasi eksisting; apakah mereka

berhak terhadap kompensasi berupa uang?

c) Apakah perlu kompensasi yang usia kendaraan atau izin

trayeknya sudah tidak aktif?

Page 55: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-55

d) Nilai dari kebijakan untuk mengganti kendaraan lama dan

sebagai mekanisme kompensasi? (Biaya kompensasi untuk

uang muka kendaraan baru atau membeli saham di

perusahaan yang baru) Bagaiman implikasi besarnya biaya?

Organisasi Asosiasi operator secara resmi harus dilibatkan

dalam proses ini sebagai representasi para operator yang diakui

oleh pemerintah. Kebijakan kompensasi (uang) harus

diminimalisasi karena fokus utamanya adalah untuk menata

trayek eksisting menjadi layanan pengumpan dan lokal. Proses

penyiapan layanan pengumpan dan lokal ini merupakan tugas

dari pemerintah setempat untuk merencanakan trayek dan

layanannya.

6. Rencana Pembangunan dan Implementasi

Proyek BRT memiliki beberapa kelompok manajemen dengan

aktivitas yang berbeda – beda. Susunan rangkaian kegiatan

tersebut haruslah dikelola dan dijadwalkan dengan tepat.

Perencanaan pembangunan dan implementasi yang tepat dapat

berfungsi sebagai pengendali manajerial untuk mengarahkan

proyek sesuai dengan perencanaan.

7. Sistem Pemeliharaan

Pada tahun – tahun awal, sistem akan menunjukan kualitas

layanan yang begitu baik dengan citra yang positif. Namun,

ketika sistem telah berjalan beberapa tahun, kualitas layanan

akan menurun seiring dengan kualitas fisik dari sistem. Untuk

mencegah hal tersebut terjadi diperlukan suatu rencana

pemeliharaan yang berkelanjutan agar sistem dapat terus

berkualitas baik.

Pemeliharaan bus biasanya menjadi tanggung jawab pihak mitra

swasta. Oleh karena itu standar kualitas dari pelayanan harus

dinyatakan dengan jelas dalam perjanjian kontrak. Sedangkan

untuk kualitas seperti terminal, stasiun dan jalur bus akan

menjadi tanggung jawab dari pengelola sistem BRT. Namun

biasanya sektor pemeliharaan akan diberikan kepada pihak

swasta untuk menjaga kualitas bangunan. Alokasi anggaran dan

waktu harus dilakukan dengan tepat agar kualitas layanan tidak

memburuk sehingga dapat membuat pelayanan menjadi tidak

maksimal.

8. Rencana Pengawasan dan Evaluasi

Suatu keberhasilan dan kegagalan dari sistem akan terlihat dari

reaksi masyarakat, komentar media, dan tingkat penggunaan

serta keuntungan. Namun untuk mengetahui secara objektif

diperlukan suatu pengawasan dan evaluasi dari sistem.dengan

Page 56: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-56

melakukan pengawasan dan evaluasi akan terlihat titik

kelemahan yang perlu dilakukan tindakan korektif.

Identifikasi masalah dan indikator meruapkan langkah awal

dalam mengembangakn rencana pengawasan dan evaluasi.

Indikator yang mudah untuk digunakan diantaranya jumlah total

pengguna, aliran pengguna, biaya operasional sebenarnya, jarak

tempuh perjalanan dalam kilometer, kecepatan, waktu tunggu

pengguna, faktor beban, dan angka statistik kejahatan. Selain itu,

pendapat para pengguna juga dapat digunakan sebagai referensi

tingkat kepuasan pengguna. Proses pengawasan dan evaluasi

harus dilakukan secra berkala untuk tetap menjaga tingkat

kepuasan pengguna.

9. Sosialisasi Operasi Sistem BRT

Keberhasilan suatu produk baru dalam memasuki pasar akan

sangat ditentukan oleh adanya promosi, sedangkan kebijakan

baru akan berhasil meraih dukungan masyarakat jika dilakukan

sosialisasi yang memadai. Jika sistem BRT dipandang sebagai

barang baru maka sosialisasi atau promosi akan sangat

menentukan keberhasilan operasinya. Melalui sosialisasi yang

baik diharapkan sistem ini akan mendapatkan dukungan yang

baik pula dari masyarakat utamanya pengguna angkutan umum.

Sosialisasi dapat dilakukan melalui media cetak maupun

elektronik, sehingga diharapkan akan mengurangi atau

meminimalkan dampak sosial yang akan terjadi, utamanya yang

kurang/tidak setuju dengan adanya sistem ini.

J. Contoh Kasus Penyusunan SAUM Jalan Raya untuk Kota Surabaya

dengan Metoda Cepat

1. Kajian Struktur Kota

Gambar 6. 9. Peta Wilayah Kota Surabaya

Page 57: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-57

Tahap awal yang perlu dilakukan adalah mempelajari struktur

kota Surabaya. Surabaya sebagai Ibukota Provinsi Jawa Timur

memiliki aktivitas ekonomi yang tinggi. Aktivitas ekonomi yang

tinggi ditandai dengan banyaknya lokasi yang menjadi pusat

aktivitas kegiatan. Lokasi pusat kegiatan tersebut akan membuat

adanya kebutuhan transportasi yang dibutuhkan untuk

menjangkau lokasi tersebut. Lokasi – lokasi tersebut dapat

menjadi potensi bangkitan dan tarikan perjalanan.

Sumber : Revisi Rencana RTRW Kota Surabaya

Gambar 6. 10. Tata Guna Lahan Kota Surabaya

Dari gambar tata guna lahan pada Gambar 6. 10menunjukan

aktivitas kegiatan penduduk kota Surabaya terkonsentrasi di

daerah pusat kota. Selain di pusat kota, pusat kegiatan juga

tersebar di sepanjang jalan arteri di kota Surabaya. Untuk daerah

pemukiman umumnya berada di sekeliling pusat kegiatan.

Wilayah pemukiman tersebar dari yang terdekat dengan pusat

kota hingga jauh ke sebelah Barat ataupun Timur. Di sebelah

Utara kota Surabaya terdapat Pelabuhan Tanjung Perak,yang

memiliki aktivitas yang cukup tinggi karena merupakan pintu

masuk akses jalur laut untuk wilayah Jawa Timur. Adanya

pelabuhan ini membuat aktivitas angkutan umum cukup tinggi

terutama truk pengangkut barang.

Page 58: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-58

Gambar 6. 11. Bangkitan dan Tarikan Perjalanan Kota

Surabaya

Dari lokasi yang menjadi pusat aktivitas, akan timbul tarikan

dan bangkitan dari lokasi tersebut seperti ditunjukandalam

Gambar 6. 11. Dari gambar tersebut terlihat lokasi bangkitan dan

tarikan tersebar di berbagai wilayah kota Surabaya. Namun,

potensi bangkitan dan tarikan paling tinggi berada di pusat kota

Surabaya hingga bagian Utara dimana daerah tersebut menjadi

pusat kegiatan ekonomi kota Surabaya. Lokasi yang

diperkirakan memiliki potensi permintaan yang tinggi

diantaranya Jalan Ahmad Yani, Jalan Banyu Urip, Jalan

Kedungdoro, Jalan Arjuna, Jalan Bubutan dan daerah sekitarnya

termasuk Kebun Binatang Surabaya.

Gambar 6. 12. Gambaran Sebaran Pusat Aktivitas Kota

Surabaya

Page 59: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-59

Gambar 6. 13. Titik Potensi Penumpang Angkutan Umum Turun

( hijau) dan Naik (merah)

Banyaknya aktivitas yang dilakukan di suatu lokasi akan

membuat bangkitan dan tarikan perjalanan di lokasi tersebut.

Hal ini dapat menghasilkan suatu kebutuhan perjalanan yang

harus dipenuhi agar aktivitas masyarakat dapat berjalan dengan

baik. Titik – titik yang harus dilayani oleh angkutan umum

ditunjukkan dalam Gambar 6. 13. Pada Gambar ini terlihat

potensi naik turun penumpang terkonsentrasi di pusat kota

Surabaya tepatnya di sekitar Kebun Binatang. Selain itu, titik

potensi naik penumpang juga terlihat tinggi di Jalan Diponegoro

Raya. Adanyapelabuhan Tanjung Perak di sebelah utara kota

Surabaya juga membuat titik potensi naik turun penumpang

yang cukup tinggi di wilayah tersebut.

2. Pengumpulan Data

Untuk melakukan suatu perencanaan Angkutan umum massal

diperlukan suatu gambaran kondisi eksisting yang ada di suatu

kota. Gambaran kondisi eksisting dapat ditunjukan oleh data

data yang ada. Beberapa data yang dibutuhkan adalah

a) Trayek Angkutan Umum eksisiting

b) Frekuensi dan Okupansi dari Angkutan Umum

c) Kecepatan Perjalanan dan Waktu Tempuh Angkutan

Umum

d) Permintaan Perjalanan Angkutan Umum

e) Tata Guna Lahan dan Rencana Tata Ruang Wilayah

3. Potensi Permintaan Kaptif dan Potensial

Titik – titik bangkitan dan tarikan perjalanan yang ada dipetakan

menjadi sebuah pola perjalanan seperti pada Gambar 6. 14.

Beban perjalanan dengan angkutan umum pada Gambar 6.

14menggambarkan beban yang diterima di setiap ruas jalan.

Terlihat bahwa perjalanan terjadi merata di seluruh wilayah kota

Surabaya.

Page 60: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-60

Dari Gambar 6. 14 terlihat permintaan perjalanan yang tinggi

berada di daerah pusat kota Surabaya hingga ke arah Pelabuhan

Tanjung Perak yang berada di sebelah utara. Selain di bagian

pusat kota, terdapat dua koridor yang memiliki permintaan

cukup di tinggi sebelah barat dan satu koridor di sebelah

Tenggara kota. Daerah tersebut merupakan daerah pemukiman

yang memiliki bangkitan perjalanan yang tinggi menuju pusat

kota.

Gambar 6. 14. Beban Permintaan Jaringan Angkutan Umum

Page 61: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-61

Gambar 6. 15. Potensi Koridor Angkutan Umum Massal

Kota Surabaya

Dari pembebanan jaringan angkutan umum padaGambar 6. 14

dapat diambil beberapa koridor yang memiliki potensi

permintaan yang cukup tinggi sebagai angkutan umum massal.

Beberapa ruas jalan yang terpilih yang dapat digunakan sebagai

potensi koridor angkutan umum massal terlihat padaGambar 6.

15. Ada lima koridor yang memiliki potensi sebagai koridor

angkutan umum dilihat dari besarnya permintaan perjalanan

yang ada. Ke lima koridor tersebut dipilih karena memiliki

potensi permintaan yang cukup tinggi, dan memiliki cakupan

layanan yang cukup luas. Besarnya potensi permintaan pada

koridor terpilih ditunjukandalamTabel 6. 14.

Tabel 6. 14. Data Potensi Permintaan Pada Koridor Terpilih

Kota Surabaya

Koridor Arus Penumpang (pnp/jam/arah)

Koridor 1 6000–7000

Koridor 2 2000–3000

Koridor 3 4000–5000

Koridor 4 1500 - 2000

Koridor 5 3500 - 4000

Page 62: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-62

4. Evaluasi Kendala Fisik

Salah satu kebutuhan dalam menyediakan layanan angkutan

umum massal adalah ketersediaan jalur khusus. Lajur khusus

bertujuan agar pelayanan angkutan yang diberikan tidak

terganggu oleh kondisi lalu lintas sekitarnya sehingga kecepatan

dan ketepatan waktu layanan dapat dipertahankan. Lajur khusus

hanya diharuskan pada koridor yang tidak dapat mencapai

kecepatan layanan rencana. Dari Tabel 6. 15terlihat koridor I

belum mencapai kecepatan rencana yang disyaratkan untuk

angkutan massal jalan raya. Sedangkan pada beberapa koridor

lainnya kecepatan rata – rata angkutan umum eksisting

masihbisa mencapai 20km/jam.

Tabel 6. 15. Kecepatan Rata – Rata Angkutan Umum Tiap

Koridor

Koridor Trayek Kecepatan Rata-rata

(km/jam)

Koridor I D 19.2

Da 12.9

Koridor II T2A 36.92

F 27.68

Koridor III

JM 12

G1 23.48

G2 20

Koridor IV

Z1 34.4

BJ 24.65

BP 15

Z1b 34.4

E1 13.57

Koridor V U1 35.17

U2 35.17

Lajur khusus perlu disediakan agar angkutan massal dapat

menjaga kecepatan layanannya. Lajur khusus cukup penting

bagi jalur yang memiliki kecepatan perjalanan rendah ataupun

kepadatan kendaraan tinggi. Untuk menyediakan lajur khusus,

koridor eksisting harus memiliki ruang jalan yang memadai

yaitu minimal 25-30 meter. Dari Gambar 6. 16 terlihat ruang

jalan di koridor eksisting masih belum memenuhi kebutuhan

minimum. Pada gambar tersebut terlihat sebagian besar jalan

Page 63: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-63

pada koridor terpilih memiliki lebar 10 hingga 15 meter untuk

jalan dua arah. Dengan lebar yang hanya berkisar 5 hingga 7

meter per arah, penyediaan jalur khusus akan sulit dilakukan.

Mengacu kepada kriteria ruang jalan minimum diatas, hanya

koridor 1 yang masih dianggap memenuhi lebar minimum

sehingga bisa menyediakanlajur khusus untuk layanan angkutan

massalwalau ada sebagian ruas yang masih belum memenuhi

kriteria. Sedangkan untuk koridor yang lain ruang jalan eksisting

masih jauh dari kriteria minimum untuk disediakannya lajur

khusus. Jika keberadaan lajur khusus diperlukan maka harus

dilakukan pelebaran ruang jalan ataupun kalau ruang milik jalan

rencananya tidak memungkinkan maka lajur khusus bisa dibuat

secara layang sejauh ada komitmen dari Pemerintah kota.

Gambar 6. 16. Perbandingan Lebar Koridor Eksisting Dengan

Lebar Minimum

5. Evaluasi Jaringan Angkutan Umum Eksisting

Jaringan angkutan umum eksisting di Surabaya sudah memiliki

puluhan trayek yang tersedia dan tersebar di seluruh kota.

Bedasarkan situs resmi kota Surabaya, terdapat 58 trayek

angkutan umum dan 19 trayek bis kota yang beroperasi. Gambar

6. 17 menunjukkan jaringan trayek eksisting sudah menjangkau

ke seluruh wilayah kota Surabaya. Walau masih berpusat di

tengah kota, namun sebagian trayek juga sudah melayani

perjalanan ke pinggir kota seperti di bagian barat kota Surabaya.

Dari Gambar 6. 17 juga terlihat banyak trayek yang tumpang

Page 64: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-64

tindih di daerah pusat kota. Jika dibandingkan dengan rencana

koridor, jalur yang trayeknyabanyak yang tumpang tindih berada

di koridor 1 dan koridor 2.Banyaknya trayek angkutan yang

tumpang tindih merupakan salah satu indikator tingginya

permintaan angkutan umum di koridor tersebut.

Gambar 6. 17. Jaringan angkutan umum eksisting kota Surabaya

Terpusatnya pola trayek dan permintaan dapat dimanfaatkan

untuk membuat pola trunk dan feeder dari sistem BRT. Koridor

yang memiliki jumlah trayek yang bersinggungan yang tinggi

dapat dijadikan sebagai koridor utama. Untuk kota Surabaya,

koridor yang dapat dimanfaatkan sebagai jalur trunk adalah

koridor 1, yaitu sekitar 40 trayek yang bersinggungan. Selain

itu, lokasinya yang berada dipusat kota juga tepat sebagai titik

transit dari koridor lain. Sedangkan koridor yang lain dapat

berfungsi sebagai koridor pendukung atau feeder. Koridor

pendukung ini akan berfungsi untuk memperluas wilayah

pelayanan serta mempermudah penumpang untuk menjangkau

koridor utama.

Page 65: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-65

6. Perbandingan Kendala Fisik dengan Permintaan pada

Koridor

Tabel 6. 16. Perbandingan Permintaan dengan Lebar Jalan

Koridor Arus Penumpang ROW Rata – rata

Koridor 1 6000 – 7000 25 meter

Koridor 2 2000 – 3000 25 meter

Koridor 3 4000 – 5000 8 meter

Koridor 4 1500 – 2000 10 meter

Koridor 5 3500 – 4000 15 meter

Dari 5 koridor terpilih, ada4 yang memiliki permintaan

penumpang cukup tinggi yaitu berkisar antara3500 – 7000

penumpang per jam perarah. Tingginya permintaan harus dapat

difasilitasi dengan sarana yang lebih baik, salah satunya

ketersediaan lajur khusus. Jika mengacu kepada Tabel 6.

16koridor yang ruang jalannya mendekati kriteria minimum

hanya ada di koridor 1 dan koridor 2 saja. Sedangkan pada

koridor 3, 4, dan 5, ruang jalan eksisting masih jauh di bawah 25

meter, yaitu hanya sekitar 8 hingga 15 meter. Untuk koridor 4

kondisi ini tidak terlalu masalah karena permintaan yang ada

pada koridor tersebut masih tergolong rendah sehingga

ketersediaan lajur khusus masih belum menjadi suatu keharusan.

7. Pola Operasi Sistem

Perencanaan koridor di kota Surabaya menghasilkan 5 koridor

yang saling terintegrasi. Dari kelima koridor tersebut, terdapat

koridor utama yang terhubung dengan koridor lain. Koridor

utama ini dapat berfungsi sebagai trunk jika permintaan yang

pada koridor cukup tinggi. Pada koridor 1, jumlah permintaan

mencapai 7000 penumpang per jam per arah. Dengan jumlah

permintaan sebesar itu, struktur pelayanan yang dapat digunakan

adalah pola trunk & feederdengan lajur khusus, pra-bayar dan

platform dari halte yang sejajar dengan lantai bus. Sedangkan

untuk pola operasionalnya dipastikan harus menggunakan pola

terpadu. Untuk koridor-koridor lainya ditunjukan dalam

Tabel 6. 17.

Page 66: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-66

Tabel 6. 17. Sistem Operasi pada Angkutan Umum Massal

Kota Surabaya

Koridor Arus

Penumpang

Pola

Operasi Jenis Layanan Jenis Armada

Koridor 1 6000 – 7000 Terpadu Trunk (Lajur

khusus/Busway) &Feeder,

Pra-bayar, Platform sejajar

Bis Tempel

(articulated) 4

pintu

Koridor 2 2000 – 3000 Terpadu trunk & feeder Bis Tempel

(articulated) 3

pintu

Koridor 3 4000 – 5000 Terpadu Trunk (Lajur

khusus/Busway) /Feeder

Bis Tempel

(articulated) 3

pintu

Koridor 4 1500 - 2000 Terbuka /

Terpadu

direct service / trunk &

feeder

Bis 12m, 3

pintu

Koridor 5 3500 - 4000 Terpadu Trunk (Lajur

khusus/Busway) /Feeder

Bis Tempel

(articulated) 3

pintu

Seperti terlihat padaTabel 6. 17, jumlah permintaan di setiap

koridor sudah cukup tinggi terlihat dari pola operasional setiap

koridor yang harus menggunakan pola terpadu. Selain koridor 1,

di koridor 2, 3 dan 5 juga sudah harus menggunakan layanan

trunk &feeeder karena jumlah permintaan yang sudah cukup

tinggi yaitu 2000 hingga 5000 penumpang per jam. Sedangkan

pada koridor 4, jumlah permintaan berkisar antara 1500

penumpang per jam dimana jumlah tersebut merupakan kondisi

transisi dari angkutan konvensional menjadi Bus Rapid Transit,

sehingga pola operasional yang disarankan dapat dipilih antara

pola tertutup dan terbuka, begitu pula dengan jenis layanannya.

Namun, agar pelayanan lebih baik pola operasional tertutup

merupakan opsi yang lebih ideal.

Pada koridor 1,3 dan 5 sudah disarankan untuk menggunakan

lajur khusus untuk operasional bus. Hal ini dilakukan untuk

menjaga kecepatan dan waktu layanan agar tidak terganggu.

Salah satu kendala memberikan lajur khusus adalah ketersediaan

ruang milik jalan eksisting. Pada koridor 3 dan 5, lebar jalan

eksisting masih jauh dari yang disarankan. Untuk mengatasi hal

tersebut perlu dibuat alternatif seperti pelebaran jalan atau jalan

layang untuk bus. Namun, jika melihat kecepatan perjalanan

pada koridor 3 dan 5, kecepatan perjalanan masih diatas 20

km/jam. Hal ini dapat menjadi pertimbangan untuk tidak dengan

segera mengoperasikan sistem dengan lajur khusus di awal-

awal, namun harus dianggap sebagai proses transisi sampai pada

situasi kinerja lalu lintas (kecepatan tempuh) dibawah 20

Page 67: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-67

km/jam dicapai. Artinya ada rentang waktu untuk melakukan

berbagai persiapan terhadap skenario rancang fisik dari jalur

angkutan massal jalan raya (BRT) di koridor-koridor ini.

8. Perancangan Jejaring dan Layanan

Menggunakan sistem layanan trunk & feeder berarti perlu

melakukan restrukturisasi trayek eksisting yang ada. Trayek

yang ada perlu dirubah rutenya sesuai dengan rute koridor

layanan angkutan umum massal. Untuk melakukan itu maka

perlu diketahui kebutuhan permintaan angkutan umum yang

sudah ada agar permintaan yang telah ada dapat dipenuhi.

Dalam tahap ini contoh yang akan diambil adalah pemilihan

trayek pada koridor 1. Pada koridor 1terdapat kurang lebih 40

trayek yang rutenya bersinggungan dengan koridor 1. Untuk itu

perlu diketahui jumlah permintaan yang dilayani oleh trayek–

trayek yang berada di koridor 1 untuk setiap segmen. Gambar

7.18 menunjukkan besarnya permintaan di koridor 1. Dari

gambar tersebut terlihat besarnya permintaan maksimum adalah

sekitar 7000 penumpang per jam per arah. Dengan asumsi hanya

50% dari potensi permintaan yang akan beralih menggunakan

angkutan umum massal, maka parmeter-parameter operasional

dihitung berdasarkan asumsi ini.

Gambar 6. 18. Jumlah Permintaan Penumpang Per Jam

2 Arah Koridor 1

Karena pada dasarnya tidak ada bentuk baku dari suatu sistem

layanan BRT, maka sebagai opsi sistem ini dapat juga

dioperasikan dengan pola layanan direct service, sehingga perlu

dilakukan analisis terhadap angkutan umum eksisting. Hal ini

perlu dilakukan untuk menentukan trayek-trayek yang akan

dilibatkan dalam pelayanan angkutan umum massal,karena

Page 68: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-68

menggunakan pola operasi tertutup dalam sistem. Pemilihan

trayek ini dilakukan agar lebih mudah dalam mengontrol dan

menjaga kualitas layanan.

Trayek yang masuk ke dalam sistem harus dapat memenuhi

beberapa kriteria yang diberikan. Beberapa kriterianya antara

lain:

a) Memiliki permintaan penumpang yang cukup

tinggi;

b) Memiliki frekuensi yang tinggi;

c) Memiliki jumlah armada yang cukup;

d) Jarak singgungan yang cukup panjang dengan

koridor.

Kriteria yang digunakan dalam pemilihan trayek di koridor 1

adalah memiliki frekuensi minimal 12 per jam dan

bersinggungan dengan koridor rencana sepanjang minimal 30%

seperti pada terlihat pada Gambar 6. 19.

Dari kriteria tersebut, terlihat padaGambar 6. 19 hanya ada lima

trayek yang memenuhi kriteria. Kelima trayek inilah yang

nantinya akan menjadi bagian dari armada angkutan umum

massal di koridor 1

Gambar 6. 19. Pola Sebaran Trayek Eksisting Koridor 1

9. Perancangan Rute

Perancangan rute yang sebenarnya haruslah memperhitungkan

data asal tujuan (O-D) dari wilayah perencanaan, karena harus

dapat mengakomodasi permintaan dari data asal tujuan. Dalam

Page 69: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-69

perencanaan rute di kota Surabaya, karena permintaaan

cukuptinggi, maka pemilihan rute akan didasari dari koridor

pilihan. Selain itu, dengan menggunakan layanan trunk &

feeder, maka rute eksisting akan direstrukturisasi sesuai dengan

rute dari koridor rencana. Ruteterpilih dalam koridor yang ada

pada kota Surabaya ditunjukandalamTabel 6. 18.

Tabel 6. 18. Rute Koridor terpilih di Kota Surabaya

Koridor Asal Tujuan

Koridor 1 Simpang Waru Kalimas

Koridor 2 Kebun Binatang Bulak Banteng

Koridor 3 Manganti Lidah Kulon Kebun Binatang

Koridor 4 Pakal Arjuna

Koridor 5 Medokan Ayu Kebun Binatang

10. Rancangan Layanan

Dalam perencanaan angkutan umum massal di kota Surabaya

ini, sistem layanan yang digunakan adalah trunk feeder. Hal ini

berarti rute yang ada akan disesuaikan dengan rute koridor

terpilih. Selain itu, untuk memenuhi permintaan eksisting maka

moda angkutan akan disesuaikan dengan permintaan. Dilihat

dari permintaan yang cukup tinggi maka moda yang digunakan

adalah bus besar. Selain dari kapasitas angkutan moda, beberapa

hal yang perlu ditentukan dalam rancangan layanan antara lain.

a) Panjang koridor layanan : 15,4 km;

b) Kec. Rencana non-peak :20 km/jam;

c) Kec. Rencana peak :17 km/jam.

Bila sistem layanan yang digunakan adalah sistem direct

servicemakaangkutan yang akan memberi layanan adalah trayek

eksisting yang tidak berubah trayeknya, termasuk moda

angkutan layanan akan menggunakan moda trayek eksisting.

Namun, apabila kapasitas angkutnya tidak dapat menampung

jumlah permintaan, maka moda trayek harus diganti dengan

kapasitas kendaraan yang lebih besar. Untuk kapasitas dari

trayek eksisting yang akan masuk ke dalam sistem pada koridor

1 adalah sebagai berikut (Tabel 6. 19).

Page 70: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-70

Tabel 6. 19. Kapasitas Moda Trayek Eksisting Koridor 1

Trayek Jenis Moda Kapasitas

Bison Elf 14

D Mikrolet 9

IJO Bus 85

PTG Mikrolet 9

XXX Mikrolet 9

11. Waktu Operasional Layanan

Untuk waktu operasional angkutan umum massal akan

disesuaikan dengan kondisi wilayah pelayanan. Untuk wilayah

perkotaan, maka angkutan umum harus dapat melayan

perjalanan pagi hari maupun malam hari. Selain itu, pelayanan

harustersedia baik di hari kerja maupun hari libur. Selain itu,

informasi akan waktu operasional harus deritahukan secara jelas

agar tidak merugikan penumpang. Berikut beberapa asumsi yang

digunakan dalam perencanaan waktu layanan.

a) Hari operasional : 30 hari / bulan, 365 hari /

tahun;

b) Jam operasional layanan : 05.00 – 22.00 WIB;

c) Peak hour : 6 jam;

d) Non peak hour : 11 jam.

12. Frekuensi Layanan

Frekuensi layanan adalah seberapa sering kendaraan atau moda

akan tersedia. Jumlah frekuensi akan tergantung dari senjang

waktu layanan atau headway yang ditentukan. Sedangkan

persamaan untuk menghitung senjang waktu layanan adalah

sebagai berikut:

𝑆𝑒𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 =60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡

𝑝𝑒𝑟𝑚𝑖𝑛𝑡𝑎𝑎𝑛𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠⁄

Permintaan adalah permintaan tertinggi di dalam koridor,

sedangkan kapasitas adalah jumlah penumpang maksimum di

dalam satu armada. Maka dengan asumsi kapasitas moda adalah

Page 71: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-71

170 pnp/kendaraan, maka senjang waktu (headway) pada

koridor 1 adalah

𝑆𝑒𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 =60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡

3500170⁄

= 2,90

Dari perhitungan diatas, senjang waktu yang didapat adalah 2,90

menit. Karena waktu 2,90 akan dibulatkan menjadi 3,00

sehingga didapatkan headway dan frekuensi seperti terlampir

dalam Tabel 6. 20.

Tabel 6. 20. Senjang Waktu Layanan Trayek Eksisiting

di Koridor 1

Koridor Moda Kapasitas* Permintaan Headway Frekuensi

Koridor 1 Articulated Bus 175 3500 3,0 20

*disesuaikan dengan headway

Sedangkan untuk opsi layanan langsung (direct service), senjang

waktu layanan setiap trayek ditunjukan dalam Tabel 6. 21.

Tabel 6. 21. Senjang Waktu Layanan Trayek Eksisiting

di Koridor 1

Trayek Jenis Moda Kapasitas Permintaan Headway

Bison Elf 14 715 1

D Mikrolet 9 994 1

IJO Bus 85 763 7

PTG Mikrolet 9 760 1

XXX Mikrolet 9 1220 0

DariTabel 6. 21terlihat hasil perhitunganheadway pada trayek

eksisiting sangat rapat yaitu sebesar rata-rata 1menit dan bahkan

untuk trayek XXX mendekati 0 menit. Oleh karena headway

yang terlalu kecil tidak realistis maka konsekuensinya harus

menyiapkan minimum 3 platform pada setiap titik

pemberhentian (halte) agar tidak menimbulkan antrian di halte.

Alternatif dari menggunakan moda eksisting adalah

menggantinya ke jenis yang kapasitas angkutnya lebih besar

sehingga headway yang baru ditunjukan dalam Tabel 6. 22.

Tabel 6. 22. Frekuensi Trayek Eksisiting di Koridor 1

Trayek Moda Kapasitas Permintaan Headway Frekuensi

Bison Bus Sedang 40 715 4.00 15

D Bus Sedang 40 994 3.00 20

Page 72: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-72

IJO Bus Besar 85 763 7.00 9

PTG Bus Sedang 40 760 3.00 20

XXX Bus Besar 85 1220 4.00 15

Namun karena sistem trayek tidak dirubah (direct service) untuk

menjamin kelancaran dan ketepatan waktu layanan jumlah

platform sebaiknya disediakan lebih dari satu untuk

meminimalkan waktu berhenti di halte.

13. Kapasitas Bus

Setelah mengetahui waktu senjang dan frekuensi, maka perlu uji

jenis bus (kapasitas) yang sesuai untuk layanan pada koridor

yang bersangkutan. Untuk mengetahui kapasitas dapat

digunakan persamaan

𝐾 =𝑃

𝑂 𝑥 𝐹 𝑥 𝑃𝑙𝑎

dimana,

K = Kapasitas Bis yang dibutuhkan (pax/bis)

P = Besarnya permintaan tertinggi di jam sibuk

pada koridor(pax/jam/arah)

F = Frekuensi layanan (kend/jam)

O = Faktor muat

Pla = Jumlah platform pada halte (buah)

Untuk menghitung kapasitas dapat diasumsikan nilai okupansi

atau faktor muat 100% dan jumlah platform 1 untuk setiap halte.

Dengan begitu dapat didapatkan kapasitas bus yang dibutuhkan

𝐾 =3500

1 𝑥 20 𝑥 1= 175 𝑝𝑛𝑝

Kapasitas moda yang dibutuhkan adalah 175 pnp per bus. Untuk

memenuhi kebutuhan permintaan bus yang dapat digunakan

adalah Articulated Bus dengan kapasisitas 170 pnp. Namun

karena dalam perencanaan diasumsikan penumpang hanya 50 %

dari total potensi permintaan, maka sebagai langkah antisipasi

bisa disiapkan jenis bus dengan kapasitas yang lebih besar yang

idealnya didasarkan atas proses analisis permintaan yang lebih

komprehensif.

14. Waktu Siklus dan Jumlah Rit

Waktu siklus adalah waktu yang diperlukan untuk satu bus

melakukan perjalanan pulang pergi dimana nilai waktu siklus

Page 73: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-73

dihitung dengan rumus (14). Untuk koridor 1, panjang rute

layanan adalah 15,4 km. sedangkan untuk kecepatan rencana

adalah 20km/jam untuk off peak hour dan 17 km/jam untuk peak

hour. Dengan begitu dapat dihitung waktu siklus kendaraan di

koridor 1 adalah sebagai berikut:

Peak Hour:

𝑇𝑠𝑖𝑘𝑙𝑢𝑠 =(2 × 15,4 km × 60 menit/jam)

17 km/jam+ 10 menit

= 119 menit

Off Peak Hour

𝑇𝑠𝑖𝑘𝑙𝑢𝑠 =(2 × 15,4 km × 60 menit/jam)

20 km/jam+ 10 menit

= 102 menit

Setelah mendapatkan waktu siklus dari kendaraan, dapat

dihitung jumlah rit pada koridor tersebut. Seperti yang telah

disebutkan sebelumnya, waktu operasional diasumsikan 6 jam

peak-hour dan 11 jam off-peak hour. Untuk pengisian bahan

bakar dilakukan sehari 2 kali dengan asumsi waktu 15 menit

setiap kali pengisian. Dengan begitu jumlah rit untuk koridor 1

dapat dihitung.

𝑁𝑟𝑖𝑡 =(6 × 60) − 15

119+

(11 × 60) − 15

102≈ 3 + 7 ⋯ (dengan pembulatan ke atas)= 10

15. Estimasi Jenis dan Jumlah Armada

Setelah mendapatkan nilai headway dan waktu siklus, maka

dapat dihitung jumlah armada yang dibutuhkan . Untuk waktu

siklus diambil pada waktu peak hour karena waktu siklus yang

lebih lama sehingga dapat terlihat kebutuhan maksimal armada.

𝑁 =(3500

𝑝𝑛𝑝

𝑗𝑎𝑚𝑥 1,983 𝑗𝑎𝑚)

170 𝑝𝑛𝑝= 41

Selain itu, perlu ditambahkan 10% dari hasil perhitungan

sebagai armada cadangan.

𝑁𝑡 = 41 + (41 𝑥 10%) = 46

Page 74: PRA-PERENCANAAN - OPAC - Online Public Access …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

BAB VI – Konsep Panduan VI-74

Tabel 6. 23. Estimasi Kebutuhan Jumlah Armada

Koridor Moda Kapasitas Headway Peak Siklus

Time

Jumlah

Bus

Total

Bus

Koridor 1 Articulated

Bus 170 3.0 119 41 46

Sedangkan untuk opsi layanan langsung (directc service)

estimasi kebutuhan jumlah armada ditunjukan dalam

Tabel 6. 24.

Tabel 6. 24. Estimasi Kebutuhan Jumlah Armada

Trayek Moda Kapasitas Headway Peak Siklus

Time

Jumlah

Bus

Total

Bus

Bison Bus

Sedang 40 4.00 119 30 33

D Bus

Sedang 40 3.00 119 40 44

IJO Bus Besar 85 7.00 119 17 19

PTG Bus

Sedang 40 3.00 119 40 44

XXX Bus Besar 85 4.00 119 30 33