pr sabila
DESCRIPTION
nsjsahsTRANSCRIPT
PR SABILA ZASAROSA 1102011249
1. AFASIA
-Afasia Broca atau afasia motorik merupakan ketidakmampuan bertutur kata. Namun
ia mengerti bila diperintah dan menjawab dengan gerakan tubuh sesuai perintah itu.
Ini terjadi karena kerusakan yang terjadi berdampingan dengan pusat otakuntuk
pergerakan otot-otot tubuh. Kelumpuhan juga terjadi pada anggota tubuh bagian
kanan.
-Afasia Wernicke atau afasia sensorik merupakan kemampuan memahami lawan bisa
bicara. Ia hanya lancar mengeluarkan isi pikiran, tetrapi tidak mengerti pembicaraan
orang lain. Sedangkan afasia konduksi merupakan ketidakmampuan mengulangi kata
atau kalimat lawan bicara, namun penderita masih mampu mengeluarkan isi
pikirannya dan menjawab kalimat lawan bicaranya.
-Afasia anomik membuat penderita ini tidak bisa menyebut nama benda yang dilihat,
angka, huruf, bentuk gambar yang dilihat. Ia juga tak bisa menyabut nama binatang
yang didengar suaranya atau benda yang diraba. Gangguan anomik terdapat pada
semua penderita afasia dengan variasi kemampuan.
-Afasia transkortikal sensorik, gangguan mirip dengan Wernicke, tetapi mampu
menirukan kata/kalimat lawan bicara, sedangkan gangguan afasia transkortikal
campuran mirif afasia global, namun mampu menirukan ucapan lawan bicara.
2. Pseudobulbar palsy adalah seperti gejala kelemahan atau kelumpuhan otot , biasanya
sekunder pada multiple lesi vaskular bilateral di atas batang otak, bisa juga oleh
penyakit dari motor neuron. (menangis dan tertawa belebihan tehadap hal yang tidak
telalu sedih dan lucu, dysarthria, dysphagia, dan dysponia)
3. Herniasi Orak, yang juga dikenal sebagai obliterasi sisterna, adalah kondisi medis
yang ditandai dengan deviasi jaringan otak dari posisi normalnya di dalam tengkorak.
Kondisi ini disebabkan ketika terjadi perubahan tekanan di dalam tengkorak, yang
dapat menimbulkan beberapa keadaan seperti cedera otak traumatik, stroke atau
tumor. Gejalanya antara lain koma, kehilangan kesadaran dan lesu, meskipun gejala
spesifiknya akan tergantung di bagian mana tepatnya herniasi terjadi. Sama halnya
dengan bentuk cedera otak lainnya, herniasi otak yang tidak ditangani akan
menyebabkan kerusakan otak permanen dan pada beberapa kasus, kematian otak.
Jenis-jenis herniasi : heniasi subfalcine, herniasi tentorial central, heniasi tentrial
lateral, herniasi upward, herniasi tonsil.
4. Penatalaksanaan SNH
Pendekatan terapi pada fase akut stroke iskemik: restorasi aliran darah otak dengan
menghilangkan sumbatan/clots, dan menghentikan kerusakan seluler yang berkaitan
dengan iskemik/hipoksia Therapeutic window : 12 – 24 jam, golden period : 3 – 6
jam, jadi kemungkinan daerah di sekitar otak yang mengalami iskemik masih dapat
diselamatkan.
Menghilangkan sumbatan aliran darah :
a. Terapi trombolitik : tissue plasminogen activator (t-PA), Alteplase
Mekanisme: mengaktifkan plasmin à melisiskan tromboemboli
Penggunaan t-PA sudah terbukti efektif jika digunakan dalam 3 jam setelah
erangan akut
Catatan: tetapi harus digunakan hati-hati karena dapat menimbulkan resiko
perdarahan
b. Terapi antiplatelet
Aspirin, clopidogrel, dipiridamol-aspirin , tiklopidin, masih merupakan mainstay
dalam terapi stroke.
Urutan pilihan : Aspirin atau dipiridamol-aspirin, jika alergi atau
gagal àClopidogrel à jika gagal : tiklopidin
c. Terapi antikoagulan.
Masih kontroversial karena resiko perdarahan intracranial Agen: heparin,
unfractionated heparin, low-molecular-weight heparins (LMWH), heparinoids
warfarin
Pemeliharaan atau Pencegahan Stroke
Terapi Antiplatelet
•Aspirin menghambat sintesis tromboksan (senyawa yang berperan dlm proses
pembekuan darah)
•Dipiridamol, atau kombinasi Dipiridamol – Aspirin
•Tiklopidin dan klopidogrel à jika terapi aspirin gagal
•Silostazol
Terapi Antikoagulan : Masih dalam penelitian, efektif untuk pencegahan emboli
jantung pada pasien stroke
Terapi hormone esterogen : Pada wanita post-menopause terapi ini terbukti
mengurangi insiden terjadinya stroke.
Terapi memulihkan metebolisme otak:
•Meningkatkan kemampuan kognitif
•Meningkatkan kewaspadaan dan mood
•Meningkatkan fungsi memori
•Menghilangkan kelesuan
•Menghilangkan dizzines
Contoh: citicholin, codergocrin mesilate, piracetam
Terapi rehabilitasi: fisioterapi, terapi wicara dan bahasa, dll
PR REFISI CASE REPORT
Status Lokalis
trismus (lockjaw) = 3cm
rhisus sardonicus +
kaku leher +
defans muskular +
opistothonus +
kejang rangsang-
kejang spontan -
Diagnsis
Diagnosis klinis : Spasme otot seluruh badan
Diagnosis topis : Sistem muskular
Diagnosis etiologis : Tetanus generalisata
Terapi:
Non Medikamentosa : rawat di ruang isolasi
Medikamentosa :
ATS 10000 IU
Antibiotik =
Metronidazole 500 mg 3x1
Inj. Ceftriaxone 1gr 2x1
Benzodiazepin = Inj. Diazepam
Cairan infus : Asering
Vit Bcomplex = Neurosanbe
PPI = Inj. Omeprazole
Analgesik = Inj. Ketorolac 2x1
Sukralfat 4x10cc
Antipiretik = Sanmol infus
Pencahar = Dulcolac supp
PR REFISI REFERAT
Diagnosis migren :
1. Migren tanpa aura (Common migren, Hemikrania simpleks)
Nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan selama 4-72 jam.
Karekteristik nyeri kepala unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau berat,
bertambah berat dengan aktivitas fisik yang rutin dan diikuti dengan nausea dan atau
fotofobia dan fonofobia.
Kriteria diagnostik :
A. Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan yang memenuhi kriteria B-D
B. Serangan nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam (tidak diobati atau tidak
berhasil diobati).
C. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik berikut: (1) Lokasi
unilateral (2) Kualitas berdenyut (3) Intensitas nyeri sedang atau berat (4) Keadaan
bertambah berat oleh aktifitas fisik atau penderita menghindari aktivitas fisik rutin
(seperti berjalan atau naik tangga).
D. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini: (1) nausea dan atau muntah
(2)fotofobia dan fonofobia.
E. Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain.
2. Migren dengan aura (Migren Klasik, oftalmik, hemiparestetik, hemiplegi atau afasia
migren, migren accompagnee, migren komplikasi)
Serangan nyeri kepala berulang dimana didahului gejala neurologi fokal yang
reversible secara bertahap 5-20 menit dan berlangsung kurang dari 60 menit.
Gambaran nyeri kepala yang menyerupai migren tanpa aura biasanya timbul sesudah
gejala aura.
Kriteria diagnostik:
A. At least two attacks fulfilling with at least three of the following:
1. One or more fully reversible aura symptoms indicating focal cerebral cortical
and/or brain stem functions
2. At least one aura symptom develops gradually over more than four minutes, or two
or more symptoms occur in succession
3. No aura symptom lasts more than 60 minutes; if more than one aura symptom is
present, accepted duration is proportionally increased
4. Headache follows aura with free interval of at least 60 minutes (it may also
simultaneously begin with the aura
B. At least one of the following aura features establishes a diagnosis of migraine with
typical aura: (1) Homonymous visual disturbance (2) Unilateral paresthesias and/or
numbness (3) Unilateral weakness (4) Aphasia or unclassifiable speech difficulty
C. Tidak berkaitan dengan kelainan lain.
Tataalaksana :
Non-Medikamentosa: Hindari pencetus nyeri
Obat-obat abortif digolongkan berdasarkan tingkat keparahan :
Moderate Severe Extremely Severe
NSAIDs
Isometheptene
Ergotamine
Naratriptan
Rizatriptan
Sumatriptan
Zolmitriptan
Almotriptan
Frovatriptan
Eletriptan
Dopamine antagonists
Naratriptan
Rizatriptan
Sumatriptan (SC,NS)
Zolmitriptan
Almotriptan
Frovatriptan
Eletriptan
DHE (NS/IM)
Ergotamine
Dopamine antagonists
DHE (IV)
Opioids
Dopamine antagonists
Pengobatan profilaksis dan peventif:
Saat ini obat-obat profilaksis utama untuk migraine bekerja dengan mekanisme sebagai
berikut :
1. 5HT2 antagonis – metisergid
2. Pengaturan voltase saluran ion – Bloker saluran kalsium
3. Modulasi neurotransmitter pusat – Beta bloker, anti depresan trisiklik
4. Peningkatan hambatan GABA ergik – Asam valproat GABA pentin
5. Mekanisme lainnya yang diketahui adalah pengubahan metabolisme oksidatif
neuronal oleh riboflavin dan mengurangi hipereksitabilitas neuronal dengan
penggantian magnesium.
Seperti pada pengobatan abortif, pemilihan obat-obat preventif harus berdasarkan kondisi
komorbid dan efek sampingnya.
First line
High efficacy
Beta-blockers
Tricyclic antidepressants
Divalproex
Topiramate
Low efficacy Verapamil
NSAIDs
SSRIs
Second line
High efficacy
Methysergide
Flunarizine
MAOIs
Unproven efficacy
Cyproheptadine
Gabapentin
Lamotrigine
Obat-obat preventif untuk kondisi komorbid :
Hypertension Beta-blockers
Angina Beta-blockers
Stress Beta-blockers
Depression Tricyclic antidepressants, SSRIs
Underweight Tricyclic antidepressants
Epilepsy Valproic acid, Topiramate
Mania Valproic acid
Diagnosis TTH
A. Headache lasting from 30 minutes to seven days
B. At least two of the following criteria: (1) Pressing/tightening (non-pulsatile) quality (2)
Mild or moderate intensity (may inhibit, but does not prohibit activity (3) Bilateral location
(4) No aggravation by walking, stairs or similar routine physical activity
C . Both of the following: (1) No nausea or vomiting (anorexia may occur) (2) Photophobia
and phonophobia are absent, or one but not both are present
Diagnosis CTH
A. At least five attacks of severe unilateral orbital, supraorbital and/or temporal pain lasting
15 to 180 minutes untreated, with one or more of the following signs occurring on the same
side as the pain (1) Conjunctival injection (2) Lacrimation (3) Nasal congestion
(4)Rhinorrhoea (5) Forehead and facial sweating (6) Miosis (7) Ptosis (8) Eyelid oedema
B . Frequency of attacks from one every other day to eight per day
Tatalaksana Nyeri Kepala
Menurut WHO, dikenal sebagai three step ladder, yang pemberiannya harus : by the
mouth, by the clock, by the ladder. Dimulai dari step ladder I, diikuti step II dan III :
-Analgesik Nonopioid
Usual analgesics : Aspirin, Acetominophen
NSAIDs ( Non-selective COX Inhibitors ):Ibuprofen, Ketoprofen, Naproxen, Diclofenac
Sodium, Indomethacin, Ketorolac, Piroxicam, Mefenamic acid.
NSAIDs ( Selective COX-2 Inhibitors ): Celecoxib, Parecoxib, Rofecoxib, etc.
-Opioids untuk Moderate Pain
Weak Opioid : Codein (biasanya digunakan sebagai antitussive, Konstipasi merupakan efek
yang sering terjadi)
-Opioids untuk Severe Pain
Morphine-Like Agonist :
Morphine, Levorphanol, Codein, Hydromorphine, Methadone,Oxycodone, Fentanyl
transdermal, Meperidine
Partial Agonist : Buprenorphine
Mixed Agonist – Antagonist : Pentazocine, Nalbuphine, Butorphanol
-Obat Adjuvant
Corticosteroids : Dexamethasone, Prednison
Anticonvulsant : Carbamazepine, Gabapentin, etc
Antidepressant : Amytriptiline, Doxepine
Neuroleptics : Methotrimeprazine
Antihistamines : Hydroxyzine
Local anesthetic/antiarrhytmics : Lidocaine
Psycho-stimulans : Dextroamphetamine
Laxatives : Bisacodyl, Lactulose, etc
Antiemetics : Droperidol, Metoclopropamide, etc
PR REFISI UJIAN TEORI / PF
Pemeriksaan penunjang sesuai guideline stroke 2011: Lab lengkap (Hb, Ht, Leukosit,
Trombosit), fungsi ginjal (Ureum, Kreatinin), APTT, PT, INR, GDS,GDP, GD2P, Pofil lipid,
C-reactive protein, LED) Pem.elektrolit (Na, K), CT Scan kepala, Foto thorax dan EKG