ppi.docx

51
PPI Senin, 31 Maret 2014 LAPORAN PELATIHAN IPCN WISMA BIDAKARA RUMAH SAKIT HARAPAN KITA JAKARTA TGL 16-22 MARET 2014

Upload: harisdiana

Post on 30-Jan-2016

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PPI.docx

PPI

Senin, 31 Maret 2014

LAPORAN

PELATIHAN IPCN

WISMA BIDAKARA

RUMAH SAKIT HARAPAN KITA JAKARTA

TGL 16-22 MARET 2014

Page 2: PPI.docx

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RUMAH SAKIT

RSPG CISARUA BOGOR 2014

LAPORAN PELATIHAN IPCN

WISMA BIDAKARA RUMAH SAKIT HARAPAN KITA JAKARTA

TGL 16-22 MARET 2014

1.       PENDAHULUAN

1.1.  LATAR BELAKANG

Bahwa tidak bisa kita hindari lagi tuntutan masyarakat akan kualitas pelayanan

rumah sakit saat ini menjadi tuntutan yang utama karena semakin lama masyarakat

semakin mengetahui betapa pentingnya mendapatkan pelayanan yang berkualitas.

Jika kita bicara kualitas maka akan muncul beberapa fariabel/indikator mutu antara

lainnya adalah keselamatan pasien, yang didalamnya ada pencegahan dan

pengendalian Infeksi di fasyankes (PPIRS/HAIs).

Pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit (PPIRS) menjadi persyaratan

operasional dan indikator yang paling mudah terlihat, sehingga dari berbagai badan

akreditasi/komite mutu selalu mempersyaratkan nilai yang baik untuk PPI. Tentu saja

ini bukan hal yang mudah karena PPI harus merubah prilaku/kebiasaan buruk mulai

dari petugas terdepan sampaai ke petugas yang paling belakang, maka kami

mengharapkan dukungan sekaligus memohon izin kepada direksi, untuk aksi

perbaikan secara bertahap.

1.2.  TUJUAN

1.2.1.        TUJUAN UMUM

1.2.1.1.  Meningkatkan Keselamatan pasien

1.2.1.2.  Meningkatkan Kinerja Panitia PPIRS Rumah Sakit Dr. M. Goenawan

Partowidigdo (RSPG)

Page 3: PPI.docx

1.2.1.3.  Memperbaiki prilaku/kebiasaan buruk yang ada di RSPG secara terus

menerus dimonitor dan dievaluasi.

1.2.1.4.  Memperbaiki mutu Pelayanan, melalui PPIRS

1.2.2.        TUJUAN KHUSUS

1.2.2.1.  Memiliki IPCN/Surveyor yang profesional, sehingga dapat bekerja

sesuai dengan harapan, dapat memberi masukan dalam pelaksanaaan

pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit

2.       DASAR HUKUM

2.1. UU RI NO 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

2.2. UU RI NO 44 TAHUN 2009

2.3. SK Menkes No 270/Menkes/SK/III/2007 ttg Pedoman Manajerial PPI di RS dan Fas Yankes

Lainnya

2.4. SK Menkes No 382/Menkes/SK/III/2007 ttg Pedoman PPI di RS dan Fas. Yankes lainnya

2.5. SK Menkes No. 129/Menkes/SK/II/2008 ttg SPM RS

2.6. SK Menkes 1165.A./Menkes/SK/X/2004 ttg KARS

2.7. SK Dirjen Bina Yanmed No.HK.03.01/III/3744/08 tentang Pembentukan Komite PPIRS & Tim

PPIRS

2.8. Undang-undang RI no 36 tahun 2009 tentang kesehatan

2.9. Undang-undang RI no 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit

3.       MATERI YANG DIDAPATKAN

3.1.             Pembuatan program PPI

3.2.             Kebijakan kemenkes dalam PPI

3.3.             Kewaspadaan Isolasi IPCN

3.4.             KLB

3.5.             Komunikasi Efektif

3.6.             Konsep Dasar dan program PPI

3.7.             Konsep surveilans

3.8.             Statistik dasar IPCN

Page 4: PPI.docx

3.9.             PPI kamar bedah

3.10.         Dasar-dasar penelitian

3.11.         Manajemen  dan kepemimpinan

3.12.         Mikrobiologi dasar

3.13.         Pencegahan Infeksi aliran darah primer

3.14.         Penggunaan Epidemiologi dalam PPI

3.15.         Peran dan Fungsi IPCN

3.16.         PPI di HD

3.17.         PPI di ICU

3.18.         PPI dalam standar Akreditasi RS versi 2012

3.19.         Risk Assesmen for Infection control

3.20.         Desinfeksi dan sterilisasi

3.21.         Sistim Pelaporan dalam PPI

Adapun materi-materi tersebut, kami bawa dalam bentuk soft copy

4.       REKOMENDASI

4.1.           Segera terbitkan SK IPCN/surveilans sehingga sesegera mungkin dapat

melakukan tugasnya, membantu memperbaiki prilaku yang buruk dalam

pelayanan

4.2.           Sebaiknya IPCN di kondisikan bertugas Purna waktu /fulltime

4.3.    Sesuai dengan SK Kemenkes RI no 270/Menkes/SK/III/2007 Panitia PPIRS

langsung dibawah koordinasi Direktur

5.       RENCANA TINDAK LANJUT

Sambil menunggu SK Penetapan IPCN

5.1.             PPIRS akan melaksanakan Sosialisasi tentang pencegahan dan pengendalian

infeksi  yang lebih intens secara bertahap kepada semua unit/petugas, baik

terstruktur ataupun spontan

5.2.             PPIRS akan melaksanakan refresh tentang kewaspadaan isolasi yang harus

dipahamkan kepada semua petugas

Page 5: PPI.docx

5.3.             Merubah metode survei, dari hospital wide menjadi target,  adapun ruangan yang

menjadi target yaitu ICU,  ruangan bedah dan ruang bangsal perawatan paru

5.4.             Penerapan “Konsep Isolasi” di semua ruangan dan semua kelas

5.5.             Melakukan Audit PPI

6.       PENUTUP

Demikian laporan pelatihan ini kami sampaikan untuk berbagai pertimbangan.

Cisarua, 24 Maret 2014

Ferry Purwana Leonard, AMKNip. 196501121991031004

 

Page 6: PPI.docx

RENCANA TINDAK  LANJUT  ( RTL )  HASIL PELATIHAN IPCN16-22 MARET 2014

No Macam Jenis KegiatanSasaran Metoda Waktu Tempat

Biaya dan sumbernya

1 Melaksanakan sosialisasi ke semua unit dan petugas

Sosialisasi dapat terlaksana pada bulan April 2014

Pengawasan setiap saat survey ruangan yang ditargetkan

April-Desember 2014

Di semua ruangan

RSPG / bila ada akan dibuatkan TOR

2 Refresh tentang kewaspadaan isolasi

Tersampaikannya materi kewaspadaan isolasi kepada semua  unit dan petugas

Presentasi / penjelasanMateri kewaspadaan isolasi

Rapat Koordinasi.

Rapat Keperawatan

Aula pertemuan

RSPG

3 Melaksanakan survey dengan tri l ”metoda target”

Terlaksananya survey setiap hari dengan cara targeted di ICU, Terate dan Mawar.

Trial  Survey dengan sampling

April 2014 Ruang ICU, Terate dan Mawar

-

4 Sosialisasi Penerapan konsep Isolasi

Tersosialisasi konsep isolasi di semua ruangan

Kunjungan ke semua ruangan

April 2014 Bangsal perawatan semua kelas dan semua ruangan

-

5 Audit PPI1.     Hand hygiene2.     5 moment cuci

tangan3.     Penggunaan APD

Terlaksananya Audit

Observasi pada sasaran individu atau grup (random sampling)

Juni 2014 ICU, IGD, OK dan ruang perawatan

-

Page 7: PPI.docx

Cisarua, 24 Maret 2014

Ferry Purwana Leonard, AMKNip. 196501121991031004

Disampaikan kepada Yth:1.       Direktur Utama2.       Direktur Medik dan Keperawatan3.       Direktur Administrasi umum dan Keuangan4.       Kabid Medik5.       Kabid Keperawatan6.       Kasi Diklit7.       SPI8.       Panitia PPIRS

Page 8: PPI.docx

PPI

Selasa, 07 Oktober 2014

LAPORAN INFEKSI RUMAH SAKIT TAHUN 2014 (Januari- Juni 2014)1.   PENDAHULUAN

Terjangkitnya infeksi Rumah Sakit dan fasilitas kesehatan/HAIs (Hospital

Aquired Infections), artinya infeksi yang terjadi dirumah sakit. Hal ini

berimplikasi sangat luas menimbulkan masalah bagi penderita dan dapat

merugikan nama baik rumah sakit.

Sebagai sebuah penyakit yang berdiri sendiri (terlepas dari keterkaitan

penyakit dasar) yang muncul sebagai akibat tindakan medis dan asuhan

keperawatan yang dilakukan baik sesuai SPO atau pun tidak, maka infeksi

nosokomial dapat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas penyakit

dasar. Akibat lain adalah hari rawat yang lebih panjang dan itu berarti

perlu adanya tambahan biaya sedangkan bagi rumah sakit dapat

memberikan kesan kurang baik terhadap pencegahan infeksi yang

merupakan indikator keselamatan pasien rumah sakit.

2.   PENGORGANISASIAN

Berdasar pada SK Direktur Utama Rumah sakit Paru Dr. M. Partowidigdo

No: KP.02.0711/5094/2012 Tentang Pembentukan Panitia Pencegahan

dan Pengendalian Infeksi (PPI) Rumah Sakit Paru dr. M. Partowidigo 

tanggal 11 Juli 2012 bahwa PPIRS berbentuk Panitia Pencegahan dan

Pengendalian Infeksi Rumah Sakit,  terdiri dari berbagai unit terkait yang

bertanggung jawab kepada Direktur Medik dan Keperawatan. Kemudian

untuk operasional,  ada Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

Rumah Sakit yang terdiri dari unsur perawat (IPCN =Infection prevention

control nurse dan IPCLN= Infection prevention control link nurse)  

Page 9: PPI.docx

PPIRS mempunyai peran penting  dalam rangka memberikan pelayanan

yan berkualitas terhadap pasien, baik langsung ataupun tidak langsung.

Memberi pengertian dan tambahan wawasan terhadap pasien dan

pengunjungnya tentang perkembangan penyakit dan kuman  setidaknya

akan mempengaruhi tingkat kesembuhan pasien.

Kendala yang dihadapi :

1.    Dalam perjalan kinerjanya PPIRS masih menghadapi beberapa kendala

antar lain belum ditetapkannya IPCN yang fulltime sehingga banyak

hal yang tidak tergarap antara lainnya adalah pekerjaan survey yang

harus dilakukakan secara kontinyu dan berkesinambungan.

2.    Beberapa kerjasama yang semestinya di lakukan  dengan unit lainnya

menjadi tidak dapat dilakukan contohnya  mendisain sebuah ruangan

seharusnya melibatkan unsur PPIRS untuk memberikan masukan 

kepada tim/unit/pihak yang melaksanakan  pembangunan sehingga

dapat sesuai atau paling tidak mendekati kaidah PPI

3.    Masukan PPIRS tidak bisa langsung dilaksanakan mengingat keadaan,

iklim dan cuaca,  biaya yang belum teranggarkan dan lain-lain

4.    Petugas IPCN belum purna waktu, masih diberi tugas merangkap

Harapan-harapan

1.    Masukan dari PPI untuk keselamatan pasien dan keselamatan pekerja

dapat diperhatikan oleh seluruh pegawai dan pengambil keputusan.

2.    Semua kendala saat ini dapat dihilangkan pada tahun ini.

3.    PPIRS kedepan bisa memberikan kontribusi yang baik untuk

peningkatan mutu layanan di RSPG Cisarua Bogor dan bisa

berkolaborasi dengan unit yang lain untuk kemajuan RSPG dan

akhirnya berpartisipasi dalam mewujudkan mayarakat  Indonesia yang

berkualitas, Sehat dan Mandiri sehingga usia harapan hidup akan lebih

baik.

Page 10: PPI.docx

4.    Petugas PPI / IPCN dapat bertugas secara purna waktu dengan jumlah

tenga sesuai dengan kapasitas tempat tidur yaitu 1:100 TT.

Page 11: PPI.docx

3.   TABEL ANGKA INFEKSI

REKAP ANGKA INFEKSIRUMAH SAKIT PARU Dr. M. GOENAWAN PARTOWIDIGDO

JANUARI - JUNI   2014

NO

BULAN

PENYEBUT PEMBILANG

IVL UC WSD ETT CVLTIRAH BARIN

G

Ventilator

Assosiated

Pneumonia

Hospital Acquired Pneumon

ia

Infeksi  Saluran Kemih

Infeksi Aliran Darah

Phlebitis Lab

1 JANUARI 3182 63 71 0 0 168 0 0 0 0 4

2 FEBRUARI 2685 23 63 0 0 123 0 0 0 0 2

3 MARET 2672 32 64 0 0 165 0 0 1 0 5

4 APRIL 1582 79 171 0 0 137 0 0 0 0 8

5 MEI 1475 67 31 0 0 55 0 0 0 0 5

6 JUNI 885 0 23 0 0 12 0 0 0 0 5

JUMLAH1248

1264 423 0 0 660 0 0 1 0 29

DALAM /MIL

0,00 0,00 3,79 0,00 2,32

NO JAN-JUNI 14 JML INF %

1 ILO 174 2 1,15

                             

Page 12: PPI.docx

4.   ANALISA TABEL

Terjadi infeksi saluran kemih, pasca pemasangan urine catheter sebesar

3,79 ‰ (mil), VAP nihil, HAP nihil, IADP nihil ( ditunggu selama 3x24 Jam)

Phlebitis akibat pemasangan infus sebesar 16,02 ‰ dan akibat

pengambilan darah laboratorium sebesar 2,32 ‰ dan ini terkait dengan

mutu pelayanan  dan tidak ditunggu 3 x 24 jam, berarti tiap 1000 hari

perawatan akan ada pasien yang phlebitis sebanyak 16 orang akibat

pemasangan infus dan ada 2 orang phlebitis akibat pengambilan sample

darah.

Terdapat Infeksi luka WSD 2,36 ‰ berarti setiap 1000 hari perawatan

akan terjadi 2 kasus infeksi sekitar luka WSD.

Dekubitus masih terjadi sebesar 3,03 ‰, dan ini menjadi salah satu

indikator mutu pelayanan.

Infeksi luka Operasi 1,15% artinya daalam 100 kali operasi akan ada 1

orang pasien yang terifeksi dan angka ini masih dianggap wajar.

Rumus untuk mendapatkan inciden rate:

kejadian infeksi kasus baru            X 1000

Semua pasien yang berpotensi terinfeksi

Rumus untuk mendapatkan inciden rate pada kasus bedah

Jumlah kejadian infeksi kasus baru            X 100

Semua pasien yang berpotensi terinfeksi (post op)

Kemungkinan penyebabnya adalah ;

1.      Disinfeksi yang tidak adequat.

2.      Prosedur yang tidak dijalankan dengan baik saat pemasangan

IV Catheter.

3.      Lingkungan  terkontaminasi kuman.

Page 13: PPI.docx

4.      Kepatuhan cuci tangan petugas saat sebelum melaksanakan

tindakan a septic masih sangat rendah, meskipun belum ada

data untuk kepatuhan cuci tangan.

5.      Perawatan luka / puncture site yang tidak adequate

6.      Penggunaan IV line ≥ 1 minggu di satu tempat.

Page 14: PPI.docx

5.   SURVEY KEPATUAHAN CUCI TANGAN (HH)

Tabel survey kepaatuan cuci tangan yang dilaksanakan pada

April 2014

NAMA TINDAKAN SEBELUM KONTAK DENGAN PASIEN

SEBELUM MELAKUKAN

TINDAKAN ASEPTIK

SESUDAH KONTAK DENGAN CAIRAN TUBUH PASIEN

SETELAH KONTAK DENGAN PASIEN

SETELAH KONTAK DENGAN

LINGKUNGAN PASIEN

YA TIDAK

FTR GV X X X X X 0

MIF VISITE X X V X X 1

FAT VISITE X X V X X 1

AZ GV X X X X X 0

RHY GV X X X X X 0

HDY GV X X X X X 0

DMY PERBEDENT X X X X X 0

YNT GV X X X X X 0

TS GV X X X X X 0

RIZKY AS ETT V V V V X 4

SUSAN AS ETT V V V X V 4

AR VISITE V V V X X 3

JUMLAH 3 3 5 0 0 13

27,3 27,3 45,5 0 0 21,7

Analisa tabel diatasa.       Sebelum kontak dengaan pasien hanya 27,3 % b.      Sebelum melakukan tindakan hanya 27,3%c.       Sesudah kontak dengan cairan tubuh pasien hanya 45,5%d.      Setelah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien hanya 0 %

Jadi kepatuhan cuci tangan di RSPG hanya 21,7%

Page 15: PPI.docx

GAMBARAN CUCI TANGAN DI RSPGGambaran seperti ini diakibatkan karena setiap tindakan mereka selalu menggunakan sarung

tangan (Handschoen),  ini yang mengakibatkan cuci tangan menjadi diabaikan karena semua

merasa aman untuk dirinya, tapi tidak aman bagi pasien.

Penggunaan sarung tangan yang salah, akan berdampak pada banyak hal terutama, sarung tangan

menjadi media perpindahan kuman dari satu pasien kepasien lainnya, ke nurse station, ke

Catatan medik dll.

6.   MEKANISME PENENTUAN HAIs DENGAN KULTUR

Di RSPG Cisarua sudah dimulai untuk pemeriksaan kultur MO dimana manfaat dari

pemeriksaan tersebut adalah untuk meneliti peta kuman di RSPG dengan demikian

pemberian antibiotik/antimikroba kepada pasien betul-betul berdasar pada peta

kuman yang ada. Selain itu pemeriksaan kultur juga dilakukan untuk pemeriksaan

kejadian HAIs, sehingga infeksi yang terjadi betul-betul dapat dikendalikan.

Telah dimaklumi bersama bahwa, penentuan beberapa kasus infeksi

rumah sakit harus ditentukan dengan pemeriksaan kultur, sehingga tidak

dikira-kira dan ada bukti otentik bahwa infeksinya akibat kuman yang

terdapat dilingkungan rumah sakit dan atau petugas rumah sakit. Tapi

pada kasus-kasus yang jelas terjadi infeksi setelah 2 hari perawatan di RS

(3 x 24 jam), maka tidak menunggu hasil kultur.

           Manfaat Pemeriksaan Kultur

o    Mengetahui jenis kuman/peta kuman

o    Mengetahu resistensi kuman/Mengetahui Antibiotik yang harus

diberikan

Pemeriksaan Kultur di RSPG baru dimulai pada bulan Agustus 2014,

sehingga belum ada hasil peta kuman dan baru akan ada hasilnya pada

Januari 2015. Namun meskipun baaru beberapa pasien yang diperiksa

kultur sudah ditemukan beberapa kuman penyebab HAIs antara lainnya

sudah ditemukan MRSA, MRS, Pseodomonas dan beberapa kuman yang

belum familier di RSPG.

Page 16: PPI.docx

7.   TABEL PEMERIKASAAN KULTUR TERKAIT HAIS

Berikut ini ada beberapa pasien yang yang diperkirakan terpapar kuman

RS

Nama Jenis

Specimen

Ruangan Pemeriksaa

n

Hasil kultur

Tn. Ahmad dahak Melati Gram(-)

Coccus

Klebsiella,

pseudomona

s

Yeti Cairan

Pleura

Kacapiring Pseudomonas

sp

Marie Dahak Melati Gram(-)

Batang

Pseudomonas

Aureginesus

Pipin Cairan

Pleura

Melati Gram(-)

Coccus

Acinobacter

gaumanii,

staphylococc

us

Aah Dahak Kacapiring Gram(-)

Coccus

Gram(-)

Batang

Staphylococc

us aureus

Pemeriksaan Kultur harus diminta/oleh dokter klinisi ynang merawat, ada

28 pasien yang dimperiksa kultur oleh dokter sehingga terdapat

gambaran secara kulitatif sbb:

Daftar dokter yang memeriksakan kultur

No Nama Dokter jumlah % Keterangan

1 dr. Zubaedah,SpP, MARS 2 7,14 %

2 dr. Neni Sawitri SpP 3 10,71%

3 dr. Faordiastiko 6 21,43 %

4 dr. Alvin 3 10,71%

5 dr. R. Anom Risworo, Sp AN 4 14,29 %

6 dr. Boedi Sadjarwa AM, SpP 1 3,57 %

7 dr. Saladdin Tjokronegoro, Sp BTKV

4 14,29 %

8 dr. Miftah 1 3,57 %

Page 17: PPI.docx

9 dr. Nely, Sp PK 4 14,29 % inisiatif 

Dari daftar tersebut maka belum semua dokter aktif meminta pemerikasaan

kultur dan kultur yang diperiksa baru terbatas pada sample, dahak dan

cairan pleura

Harapan dan himbauan :

Semua dokter berperan aktif untuk memeriksakan kultur, baik darah, cairan

tubuh pasien, Urine, apusan tenggorokan (untuk pasien yang dipasang ETT)

dan diperiksa pada hari ke 3 perawatan di RS, sebelum diberi

antimikroba/antibiotik.

Adapun prosedur tetap terkait pemeriksaan kultur akan segera diterbitkan,

sehingga apa saja yang harus diperiksa, langkah pengambilan dan perlakuan

terhadap sample dapat dilaksanakan dengan benar.

8.   KEGIATAN YANG SUDAH DILAKSANAKAN

a.    Kampanye Cuci tangan (hand Hygiene campain)

Kegiatan ini terus dilaksanakan  dan secara bertahap kesadaran untuk

pentingnya cuci tangan  

Program kepada pasien dan pengunjung rumah sakit:

Program pendidikan dan pelatihan kepada pasein dan penunggunya belum

dilaksanakan secara berkesinambungan. Sosialisasi tentang pengendalian

infeksi masih sangat minim dilakukan, memberikan informasi tentang

pengendalian infeksi kepada pengunjung menjadi bagian yang cukup

penting untuk bisa terkendalinya infeksi nosokomial (HAIs). Program

pendidikan kepada petugas sedikit demi sedikit sudah berjalan, orientasi

petugas/karyawan baru siswa perawat, sudah dilaksanakan meskipun belum

sepenuhnya.

Page 18: PPI.docx

Program immunisasi belum dapat dilaksanakan pada bulan ini karena

terbentur dengan anggaran, demikian juga dengan immuni sasi bagi

petugas/karyawan yang rencananya akan dilakukan immunisasi Hep.B

Untuk Survey dapat terlaksana secara rutin untuk melihat mutu pelayanan

ditinjau dari beberapa angka infeksi yang antara lain ISK, ILO, pneumania,

tusukan jarum infus, sepsis, decubitus dan angka infeksi pada pemasangan

WSD.

Kejadian infeksi sangat terkait dengan terkait dengan program penyehatan

lingkungan dirasakan masih perlu banyak koreksi terutama lingkungan

pasien yang berbaur dengan penunggu pasien sangat mempengaruhi infeksi

silang dari penunggu kepada pasien atau sebaliknya.

b.    Mengikuti Pelatihan IPCN Pada 16 – 22 Maret 2014, di gedung

Bidakara Rumah Sakit Harapan Kita Jakarta yang diselenggarakan oleh

HIIPPI Pusat.

c.    Mengikuti Workshop tenaga surveiland pada 9 – 12 Juli 2014 yang

dilaksanakan oleh Dirjen BUK.

9.   PENGGUNAAN ANTI MIKROBA

Penggunaan antibiotika dan antimikroba di RSPG belum ada

standarisasi / formularium yang disepakati. Pada umumnya antimikroba

yang digunakan adalah sepalosforin generasi III, karena dokter lebih

mengutamakan kesembuhan pasiennya dengan cara pemberian

antimikroba yang dipercaya. Sepalosporin generasi III adalah antimikroba

yang banyak dipilih, kemudia golongan quinolon dan gol penisilin adalah

pilihan ke 3.

Bahwa pemetaan kuman di RSPG saat ini sedang berlansung dimana

hasil peta kuman dapat digunakan untuk keperluan penggunaan

Page 19: PPI.docx

antibiotika dan antimikroba yang wajar, sehingga formularium

antibiotika/ antimikroba di RSPG segeraa dapat disusun.

10.       PEMBATASAN PENGUNJUNG

Pembatasan pengunjung menjadi penting karena akan menyangkut

beberapa hal; Pemutusan rantai penularan, kebersihan lingkungan,

ketertiban keamanan dan kenyamanan, mengurangi kontaminasi

terhadap pasien

Sampai saat ini bila kita perhatikan pembatasan waktu berkunjung 

belum sempurna bahkan hampir tidak dibatasi. Pengunjung baik anak

dibawah 12 th sampai yang dewasa bebas memasuki area rumah sakit.

Diruang kelas VIP melati belum bisa dilaksanakan pembatasan

pengunjung, sehingga terkadang ruangan menjadi penuh dan pengap,

sehingga menjadi kurang nyaman. Seperti di ruangan lain yang

seharusnya menjadi ruangan “isolasi” digunakan juga oleh keluarga

pasein untuk tidur dan menunggu pasien diruangan yang sama/diruang

rawat. Sehingga meskipun kami tidak memeiliki data yang pasti, banyak

ditemukan yang dulunya menunggu pasien sekarang menjadi pasien.

11.       LAPORRAN PENGUJIAN BALAI BESAR  TEHNNIK KESEHATAN

LINGKUNGAN JAKARTA

           Bahwa saat dilakukan pengujian baku mutu udara tidak ditemukan

angka diatas baku mutu yang telah ditetapkan

           Untuk pemeriksaan alat medis, usap dinding, dan alat makan

(nampan, mangkok, plato, pisen lauk, dan piring makan) tidak

terdapat kuman/mikroorganisme yang pathogen yang dapat

menyebabkan kesakitan atau wabah.

           Seluruh ruangan terdapat/ditemukan jamur (laporan kami lampirkan)

12.       KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Page 20: PPI.docx

a.           Kesimpulan

a). Angka Infeksi rumah sakit / HAIs, di RSPG periode Januari-juni 2014

masih terkendali, keculai angka phlebitis yang masih perlu ditindak

lanjuti karena hal ini menjadi indikator mutu RS, tentunya perlu disadari

oleh berbagai praktisi kesehatan lainnya seperti laboratorium juga

memberikan kontribusi sebesar 23,4 ‰ terjadinya phlebitis akibat

tusukan jarum. Sehingga perlu adanya pelatihan kepekaan untuk

mengamil darah, kesamaan cara desinfeksi dan tidak menggunakan

sarung tangan satu kali pakai, tapi digunakan untuk  semua pasien. 

b) Kewaspadaan isolasi belum dipahami oleh staf dan petugas

dilapangan sehingga masih mengabikan prinsip-prinsip / konsep

kewaspadaan isolasi.

b.          Rekomendasi

1)     Poli MDR sudah berjalan, sebaiknya diatur kembali untuk akses

khusus, dan akses menuju poli yang lainnya. Jangan abaikan 5

moment di poliklinik.

2)     Untuk Bidang Perawatan dan Diklat, Perlu adanya pelatihan /

Refresh untuk pemasangan IV Chateter, dan pelatihan

penangan pasien menular, mulai dari desinfeksi, mengeksekusi

vena, penentuan kaliber jarum infus, melakukan tindakan

secara septik dan a septik, bisa dilakukan pada kelompok-

kelompok kecil  disetiap ruangan, termasuk unit laboratorium.

3)     Kepada Komite Medik segera merampungkan

pedoman/panduan penggunaan antibiotik/antimikroba yang

wajar, sambil menunggu peta kuman yang akan direalisasikan

pada tahun ini.

4)     Gunakan sarung tangan sewajarnya, kami anggap salah jika

visite, pemasangan elektrode ECG, Mendorong

pasien/menggotong pasien, membersihkan lantai, nyetir

membagi makanan, menyuapi pasien, mendorong troli

Page 21: PPI.docx

tindaakan dll masih menggunakan sarung tangan (handscoen)

dan cara yang terbaik adalah menertibkan/membiasakan Hand

Hygiene (5 moment).

5)     PKMRS Agar memberikan pemahaman kepada semua pihak

baik kepada petugas maupun pengunjung tentang pembatasan

kunjungan dimana waktu belum terkontrol dan anak-anak

dibawah 12 tahun masih banyak yang masuk bahkan menginap

di ruangan rawat inap. 

6)     Selayaknya Poli bedah dilaksanakan di poliklinik saja sehingga

OK hanya digunakan sesuai fungsinya, sesuai aturan yang ada.

7)     Perlu difikirkan penggunaan masker efisiensi tinggi sperti N 95,

tidak hanya di ruangan poli DOTS saja tapi diruangan rawat inap

yang mempunyai resiko yang sama sehingga para perawat

mempunyai kepercayaan diri yang tinggi dalam melakukan

tindakan keperawatan / merawat pasien yang beresiko menular

secara airbone.

8)     Untuk Instalasi gizi agar memperbaiki cara mencuci bahan

makanan dan alat makan yang digunakan pasien, gunakan

disinfekstan yang aman untuk pencucian bahan makanan dan

alat makan bila perlu menggunkan air hangat, bila mungkin alat

makan dilakukan sterilisasi.

9)     Dari hasil PPI Day (survey ke ruangan perawatan)

a.     Gordeng sebaiknya tidak menggunakan dari bahan linen,

meskipun linen bukan media transmisi yang baik untuk

kuman direkomendasikan supaya menggunakan bahan-

bahan dari sejenis plastik sehingga mudah untuk

dibersihkan.

b.     Kursi yang digunakan untuk pelayanan sebaiknya dilapisi

sejenis kalp/plastik agar mudah untuk dibersihkan.

c.      Kesed alas kaki sebaiknya tidak digunakan karena akan

menjadi media yang subur untuk pertumbuhan kuman.

Page 22: PPI.docx

d.     Hampir disemua ruangan, pengunjung diminta untuk

melepas alas kaki. Tentu tujuannya adalah

mempertahankan kebersihan ruangan karena sering kali

pengunjung memakai sepatu / sandal yang kotor, terutama

dimusim hujan. Menurut kaidah PPI tidak disarankan

melepas alas kaki karena, kaki pengunjung menjadi

terkontaminasi kuman dari lantai rumah sakit selain itu juga

mengganggu akses keluar masuk ruangan karena pada

umumnya diletakan didepan pintu dan mengganggu

estetika. Seharusnya mempertahankan kebersihan

lantai dengan meningkatkan frekwensi pembersihan

lantai.

e.     Diruangan supaya tidak menyimpan dan me-reuse alat habis

pakai seperti spuit dan selang oksigen dan atau alat

kesehatan yang sudah ditetapkan tidak di-reuse.

f.      Simpan bak seng atau piiring makan pada tempat yang

benar, sehingga sisa-sisa makanan tidak dirambah kucing

atau binatang pengganggu  lainnya.

g.     Penjimpanan linen kotor harus pada kontainer yang 

tertutup, sehingga pada saat dibawa ke loundry kuman yang

terdapat pada linen kotor tidak beterbangan / menjadi

droplet.

h.     Ventilasi di ruang anggrek dan poliklinik lantai 2 adalah yang

paling buruk sebaiknya segera dibuatkan exhous fan

sehingga udara dapat bersirkulasi dengan baik.

10)  Suport dan pengawasan serta kepedulian tentang HAIs dari

pihak direksi dan stafnya secara berkesinambungan sangat

dibutuhkan untuk dapat meningkatkan layanan yang

berkualitas.

11)  Konsep Isolasi segera dilaksanakan dengan pemenuhan

kebutuhan standar

Page 23: PPI.docx

12)  Kewaspadaan isolasi harus segera disosialisasikan secara

intensif kepada seluruh staf Rumah sakit sehingga dapat segera

dipahami, terbiasa dan dilaksanakan.

13.       Penutup

Demikian laporan ini di buat  mudah-mudahan bisa menjadi bahan

pertimbangan untuk beberapa kebijakan  yang menyangkut PPIRS, 

tentunya untuk kemajuan rumah sakit yang dapat memberikan

pelayanan yang bermutu, melalui penanganan pasien yang tepat

pemutusan rantai penularan penyakit dan pencegahan penyakit menular.

Dengan demikian rumah sakit kita  turut berkontribusi untuk

menciptakan masyarakat Indonesia yang sehat dan mandiri,

membebaskan manusia dari sakit dan kecacatan.

Cisarua, Juli 2014

PPIRS. RSPG CISARUA BOGORKETUA

Dr.  Saladdin Tjokronegoro, SpBTKVNip. 197406032009121001

IPCN /Sekretaris PPIRS

Ferry Purwana Leonard, AmkNip. 196501121991031004

Page 24: PPI.docx

PPI

Selasa, 10 September 2013

LAPORAN PPIRS CISARUA BOGOR

LAPORAN PPIRS  PERIODE

JANUARI-JUNI 2013

ANGKA INFEKSI DAN ANALISANYA.

PPIRS. RSPG CISARUA BOGOR

Page 25: PPI.docx

DAFTAR ISI

1.   DAFTAR ISI 1

2.   PENDAHULUAN 2

3.   PENGORGANISASIAN 3

4.   ANGKA INFEKSI DISETIAP RUANGAN  RAWAT

INAP

4

5.    TABEL  (RL6) 5

6.   ANALISA TABEL RL6 6

7.   KEGIATAN YANG SUDAH DILAKSANAKAN

8

8.   PENGGUNAAN ANTI MIKROBA 9

9.   PEMBATASAN PENGUNJUNG 10

10.   LAPORRAN PENGUJIAN BBLK JAKARTA

10

11.   BEBERAPA CATATAN PELAKSANAAN

KEGIATAN OK

11

12.   KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

11

Page 26: PPI.docx

LAPORAN INFEKSI RUMAH SAKIT

TAHUN 2013 (Januari-Juni)

1. PENDAHULUAN

Terjangkitnya infeksi nosokomial/HAIs atau sering disebut juga infeksi rumah sakit,

artinya infeksi yang terjadi dirumah sakit. Hal ini berimplikasi sangat luas

menimbulkan masalah bagi penderita dan dapat merugikan nama baik rumah sakit.

Sebagai sebuah penyakit yang berdiri sendiri (terlepas dari keterkaitan penyakit dasar)

yang muncul sebagai akibat tindakan medis dan asuhan keperawatan yang

dilakukan baik sesuai SPO atau pun tidak, maka infeksi nosokomial dapat

mempengaruhi morbiditas dan mortalitas penyakit dasar. Akibat lain adalah hari

rawat yang lebih panjang dan itu berarti perlu adanya tambahan biaya sedangkan

bagi rumah sakit dapat memberikan kesan kurang baik terhadap pencegahan infeksi

yang merupakan indikator keselamatan pasien rumah sakit.

2. PENGORGANISASIAN

Pada tahun ini Pengorganisasian ada perubahan yaitu  PPIRS berbentuk Panitia

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit,  terdiri dari berbagai unit terkait

yang bertanggung jawab kepada Direktur Medik dan Keperawatan. Kemudian untuk

operasional,  ada Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit yang

terdiri dari unsur perawat (IPCN =Infection prevention control nurse dan IPCLN=

Infection prevention control link nurse)  

Berdasarkan SK Direktur Utama Rumah sakit Paru Dr. M. Partowidigdo No:

KP.02.0711/5094/2012

Tentang Pembentukan Panitia Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) Rumah

Sakit Paru dr. M. Partowidigo  tanggal 11 Juli 2012.

Page 27: PPI.docx

PPIRS  mempunyai peran penting  dalam rangka memberikan pelayanan prima

terhadap pasien, baik langsung ataupun tidak langsung. Memberi pengertian dan

tambahan wawasan terhadap pasien dan pengunjungnya tentang perkembangan

penyakit dan kuman  setidaknya akan mempengaruhi tingkat kesembuhan pasien.

Kendala yang dihadapi :

Dalam perjalan kinerjanya PPIRS masih menghadapi beberapa kendala antar lain belum

ditetapkannya IPCN yang fulltime sehingga banyak hal yang tidak tergarap antara

lainnya pembuatan revisi protap, panduan, pedoman, dan beberapa kerjasama yang

semestinya di lakukan  dengan unit lainnya menjadi tidak dapat dilakukan

contohnya  mendisain sebuah ruangan seharusnya melibatkan unsur PPIRS untuk

memberikan masukan  kepada tim/unit /pihak yang melaksanakan  pembangunan

sehingga sesuai atau paling tidak mendekati kaidah PPI Setidaknya PPI

memberikan masukan tentang Ventilasi untuk sehingga turn over udara diruangan

menjadi seimbang, pencahayaan, dan lain-lain.

Harapan-harapan

Pengorganisasian PPIRS kedepan bisa memberikan kontribusi yang baik untuk

peningkatan mutu layan di RSPG Cisarua Bogor dan bisa berkolaborasi dengan unit

yang lain untuk kemajuan RSPG dan akhirnya berpartisipasi dalam mewujudkan

mayarakat  Indonesia yang berkualitas, Sehat dan Mandiri sehingga usia harapan

hidup akan lebih baik.

Page 28: PPI.docx

Analisa  Tabel 1.

Table diatas adalah data dari ruangan rawat inap yang diakumulasikan dan dibagi

jumlahnya per item di kalikan 100. Bila kita melihat angka rata-rata Januari-Juni

2013 sebesar 2,71% masih diatas angka standar yang telah ditetapkan yaitu

dibawah 2% jika kita melihat pelayanan SPM Kemenkes tahun 2011 untuk angka

infeksi tidak boleh lebih dari 1,5%

Bahwa pada table tersebut terlihat angka infeksi yang paling tinggi adalah akibat

tusukan jarum infuse/ IV Catheter yaitu mencapai 2.9% disusul infeksi luka operasi 

0.6 %,  decubitus 0,5% pneumoni sebesar 0.8%, infeksi saluran kemih 0.4%.

Adapun selanjutnya  infeksi luka WSD sebanyak  0,0 %, dan angka sepsis belum

pernah dilaporkan, sehingga angka tersebut kami anggap nihil.

Bila kita lihat angka di setiap bulannya maka pada bulan Juni 2013 adalah angka yang

paling tinggi dan terburuk pada 5 tahun terakhir, dan ini dipicu dari angka plhebitis

yang mencapai 6.1%.

No Bulan Insiden rate

1 Januari 1.24%

2 Februari 3.14%

3 Maret 1.94%

4 April 2.72%

5 Mei 2.06%

6 Juni 5.67%

7 Rata-rata 2.71%

Tabel selengkapnya pada lampiran

Rumus untuk mendapatkan inciden rate:

kejadian infeksi kasus baru            X 100%

Semua pasien yang berpotensi terinfeksi

Page 29: PPI.docx

Rumus untuk mendapatkan angka rata-rata

Jumlah kejadian infeksi kasus baru            X 100%

Semua pasien yang dirawat hidup/mati

Bila kita lihat satu persatu dari data yang terkumpul , phlebitis adalah angka yang paling

tinggi yaitu 2.9% sehingga memicu peningkatan angka infeksi.

Kemungkinan penyebabnya adalah ;

1. Disinfeksi yang tidak adequat.

2. Prosedur yang tidak dijalankan dengan baik saat pemasangan  IV Catheter.

3. Lingkungan  terkontaminasi kuman.

4. Kepatuhan cuci tangan petugas saat sebelum melaksanakan tindakan a septic 

masih sangat rendah, meskipun belum ada data untuk kepatuhan cuci tangan.

5. Perawatan luka / puncture site yang tidak adequate

6. Penggunaan IV line ≥ 1 minggu di satu tempat.

Infeksi luka operasi (ILO) sebesar 0.6% berarti jika terdapat 1000 pasien maka akan

terjadi infeksi sebanyak 6 orang atau 6/mil.

Pneumonia menunjukan angka 0.8%  berarti turun dari angka tahun yang lau yang

mencapai 1,34% angka ini muncul dengan pembanding tirah baring lama sedangkan

pasca pemasangan ventilator di ICU kemudian terjadi pneumonia.

Decubitus juga menjadi indikator yang sangat penting, disadari atau tidak keperdulian

kita terhadap pasien bisa dinyatakan dengan angka ini dalam 6 bulan terdapat 7

orang yang decubitus terjadi dirumah sakit dari 1493 orang pasien yang berpotensi

jadi sebesar 0.5% atau 4.7/mil.

infeksi akibat pemasangan catheter urin 0,4 %  ini menunjukan penurunan  dibandingan

dengan tahun lalu, perlu diingatkan kembali bahwa prosedur  pemasangan dan

prosedur cuci tangan harus sudah terbiasa.

Page 30: PPI.docx

3. KEGIATAN YANG SUDAH DILAKSANAKAN

1. Kampanye Cuci tangan (hand Hygiene campain)

      Adalah masih menjadi sasaran awal untuk pengendalian infeksi pada tanggal 17 dan

21 Mei 2013 telah dilaksanakan kegitan pelatihan cuci tangan yang diikuti oleh

seluruh  unsur karyawan mulai dari direktur utama, direktur dan stafnya, para dokter,

farmasi, laboratorium, perawat, radiolagi, bag umum, securiti, dan tidak terkecuali

cleaning servise.

       Meskipun pada akhirnya peserta yang mengikuti pelatihan dunyatakan lulus namun

pada proses observasi dilapangan terdapat

i. 86,7 % sudah mengikuti pelatihan

ii. 94.4 % mencuci tangan dengan benar

iii. 1.9 % mencuci tangan salah

iv. 2.36 % mencuci tangan dengan tahapan yang terlewat

v. 1.4 % mencuci tangan dengan tahapan yang melompat

vi. Dan ada 13.3 % (64) orang belum mengikuti pelatihan, akan disusulkan

pelatihannya.

2. Kegiatan  sosialisasi dan orientasi  PPIRS  bagi  karyawan baru

1. Pada 5 April 2013 melaksanakan kegiatan orientasi pada karyawan baru

2. Pada 22 April 2013 kami melakukan kegitan sosialisasi kepada teman-teman

perawat  di ruang tanjung

3. Evaluasi Program Dari Kegiatan Pokok Program

Program kepada pasien dan pengunjung rumah sakit:

Program pendidikan dan pelatihan kepada pasein dan penunggunya belum

dilaksanakan secara berkesinambungan. Sosialisasi tentang pengendalian infeksi

masih sangat minim dilakukan, memberikan informasi tentang pengendalian infeksi

kepada pengunjung menjadi bagian yang cukup penting untuk bisa terkendalinya

infeksi nosokomial (HAIs)

Program pendidikan kepada petugas sedikit demi sedikit sudah berjalan, orientasi

petugas/karyawan baru siswa perawat, sudah dilaksanakan meskipun belum

sepenuhnya. Untuk tahap awal program sudah dilaksanakan kegiatan pelatihan cuci

tangan.

Page 31: PPI.docx

Program immunisasi belum dapat dilaksanakan pada bulan ini karena terbentur dengan

anggaran, demikian juga dengan immunisasi bagi petugas/karyawan yang

rencananya akan dilakukan immunisasi Hep.B

Beberapa pelatihan tindakan invasif, penanganan pasien infeksius dan pelatihan

sterilisasi bagi petugas CSSD belum diperlukan karena petugas yang ada baru 2

tahun yang lalu sudah mengikuti pelatihan CSSD.

Untuk Survey dapat terlaksana secara rutin untuk melihat mutu pelayanan ditinjau dari

beberapa angka infeksi yang antara lain ISK, ILO, pneumania, tusukan jarum infus,

sepsis, decubitus dan angka infeksi pada pemasangan WSD.

Terkait dengan program penyehatan lingkungan dirasakan masih perlu banyak koreksi

4. Tata hubungan kerja

Sampai saat ini ada hal yang perlu kita koreksi bersama, yaitu tentang pelaksanaan

pembangunan, yang belum pernah meminta masukan kepada PPI tentang

bagimana tinjauan PPI dengan pembangunan yang ada ; contohnya bangunan ICU

sangat mengabaikan pentingnya petukaran udara secara alamiah, begitu juga

bangunan Radiologi yang baru dibuka banyak ruangan yang tidak ada ventilasinya

sehingga perputaran udara menjadi sangat minimal.

Selain itu juga disyaratkan untuk menutup area yang sedang dibanagun /direnovasi

terkait dengan menjaga /meminimalisir kontaminasi udara dari debu, sehingga

protap yang dibuat belum tersosialisasi dengan baik.

4. PENGGUNAAN ANTI MIKROBA

            Penggunaan antibiotika dan antimikroba di RSPG belum ada standarisasi /

formularium yang disepakati. Pada umumnya antimikroba yang digunakan adalah

sepalosforin generasi III, karena dokter lebih mengutamakan kesembuhan

pasiennya dengan cara pemberian antimikroba yang dipercaya. Sepalosporin gen III

adalah antimikroba yang banyak dipilih, kemudia golongan quinolon dan gol penisilin

adalah pilihan ke 3.

Bahwa pemetaan kuman di RSPG belum pernah dilakukan dimana hasil peta kuman

dapat digunakan untuk keperluan penggunaan antibiotika dan antimikroba yang

wajar. Karena  biaya untuk peta kuman cukup mahal maka boleh juga disepakati

berdasarkan empiris yang dikumpulkan oleh praktisi disepakati dan diusulkan

Page 32: PPI.docx

menjadi standar / formularium yang berlaku, sehingga antibiotika di RSPG dapat di

kendalikan.

Hal ini diperlukan karena pada umumnya kuman akan bermutasi  menjadi resisten

ketika terpapar, dan sedikit demi sedikit kuman akan membuat pertahan dirinya

dengan bermutasi dan akhirnya kuman resisten.

5. PEMBATASAN PENGUNJUNG

Sampai saat ini bila kita perhatikan pembatasan waktu berkunjung masih belum

sempurna meskipun sudah banyak peningkatan dibandingkan dengan sebelumnya.

Pembatasan pengunjung selain waktu juga pada anak-anak dibawah 12 tahun masih

banyak yang lolos.

Diruang kelas VIP melati belum bisa dilaksanakan pembatasan pengunjung, sehingga

terkadang ruangan menjadi penuh dan pengap, sehingga tidak salah jika melati

menjadi salah satu ruangan yang memberikan kontribusi meningkatnya angka

infeksi. Juga diruangan lain yang seharusnya menjadi ruangan “isolasi” digunakan

juga oleh keluarga pasein untuk tidur dan menunggu pasien diruangan yang

sama/diruang rawat. Sehingga sudah sering ditemukan yang dulunya menunggu

pasien sekarang menjadi pasien.

6. LAPORRAN PENGUJIAN BBLK JAKARTA

            Pada tanggal 17 Mei 2013 telah dilakukan uji bakteri udara.

Di ruang teratai lt 2 terdapat staphylococcus aureus dan  staphylococcus aureus sp

Di ruang OK kmr 1 terdapat staphylococcus aureus sp

Di ruang anggrek terdapat staphylococcus aureus sp

Disemua ruangan terdapat jamur

Pada pemeriksaan usap linen di kamar bedah terdapat Bacillus sp pada baju oprasi

Pemeriksaan air bersih cliform memenuhi standar yang dipersyaratkan, sehingga

kualitas air masih baik.

Pada pemeriksaan usap alat dapur, jumlah kuman pada nampan, mangkok, pisin lauk,

piring, dan plato semua terdapat kuman diatas ambang batas yang dipersyaratkan.

7(Tujuh) orang yang diperiksa rectal swab semuanya negatif

Pada nasi putih, pepes ayam, sayur sop oyong, tempe bacem  terdapat escherichia coli

<1,0x101  dan angka yang dipersyaratkan  0.

Dari hasil pemeriksaan udara dan usap alat dan makanan maka kita dapat

mengantisipasi beberapa hal antara lain tidak terjadi wabah diare di rumah sakit.

Page 33: PPI.docx

7. BEBERAPA CATATAN PELAKSANAAN KEGIATAN DI OK TERKAIT DENGAN

PPI

1. Ketika kita masuk ke OK di area Kotor kita wajib melepaskan alas kali / sepatu yang

berasal dari luar Ok, akan tetapi kursi roda / brandcar dari luar bisa masuk sampai

ke ruang tindakan.

2. Belum adanya petunjuk / batas yang memisahkan area-area di OK, termasuk area

pasien preoprasi dan postoprasi, sehingga kedepan masuk dan keluar pasien dari

pintu yang berbeda.

8. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

1. Kesimpulan

Angka Infeksi rumah sakit / HAIs, di RSPG masih terlalu tinggi dan perlu

pengendalian yang lebih intensif terutama pada bulan Juni 2013 angka infeksinya

mencapai 5.67%  jadi rata-rata dalam 6 bulan terakhir 2.71%.

Perlu dilakukan langkah-langkah yang kongkrit untuk pengendalian infeksi ini sehingga

manfaat pelatihan cuci tangan masih sangat rendah korelasinya untuk pengendalian

infeksi.

2. Rekomendasi

1) Perlu adanya pelatihan / Refresh untuk pemasangan IV Chateter, dan pelatihan

penangan pasien menular.

2) Kepada Komite Medik segera membuat usulan penggunaan antibiotic dan

antimikroba yang wajar, bila belum mungkin dilaksanakan peta kuman maka boleh

kita buat secara empiris.

3) Pengumpulan data / pelaporan harus sesuai dengan kejadiannya dan harus dipahami

kapan kita laporkan sebagai infeksi, sehingga tidak ada yang ditutupi atau bahkan

dilebihkan.

4) Perlu pemahaman semua pihak tentang pembatasan kunjungan dimana waktu

belum terkontrol dan anak-anak dibawah 12 tahun masih banyak yang masuk

keruangan rawat inap. 

5) Selayaknya Poli bedah  dilaksanakan di poliklinik saja sehingga OK hanya digunakan

sesuai fungsinya, sesuai aturan yang ada.

6) Perlu difikirkan cara evakuasi pasien dengan kursi roda yang masuk dan keluar OK,

karena bila diperhatikan sepatu petugas harus dilepas, sementara kursi roda masuk

Page 34: PPI.docx

dengan frekwensinya cukup tinggi. Sebaiknya juga diatur pasien pre dan postop

tidak satu pintu.

7) Kedepan mungkin dapat disediakan tisu towel untuk mengeringkan tangan setelah

mencuci tangan / hand washing, karena mengeringkan tangan sudah tidak

direkomendasikan dengan menggunakan handuk yang sehari ganti.

8) Dukungan manajemen yang berkesinambungan sangat dibutuhkan untuk pelayanan

yang baik dan berkualitas.

3. Penutup

Demikian laporan ini di buat  mudah-mudahan bisa menjadi bahan pertimbangan

untuk beberapa kebijakan  yang menyangkut PPIRS,  tentunya untuk kemajuan

rumah sakit yang dapat memberikan pelayanan yang bermutu, dan turut

berkontribusi untuk menciptakan masyarakat yang sehat dan mandiri.

PPIRS. RSPG CISARUA BOGOR

KETUA

Dr.   Saladdin Tjokronegoro, SpBTKV Nip. 197406032009121001

Page 35: PPI.docx

PPI

Minggu, 21 April 2013

Laporan Infeksi Nosokomial RSPG Cisarua

LAPORAN INFEKSI NOSOKOMIAL RSPG CISARUA BOGOR

PERIODE JUNI –DESEMBER 2008

I. PENDAHULUAN.

Sudah tidak bisa disangkal lagi Infeksi nosokomial adalah hal yang harus diperhatikan, diawasi

dan dikendalikan. Maka perlunya penatalaksanaan untuk mengatasi dan pengendalian

infeksi nosokomial / infeksi rumah sakit.

Angka kejadian infeksi merupakan indicator mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit, yang

secara nasional angka infeksi ditetapkan harus dibawah 3 %. Angka tersebut bahkan akan

diturunkan lagi menjadi 1,5 %

Di RSPG Cisarua ini Infeksi Nosokomial adalah hal yang sudah lama diketahui, namun belum

semua fihak untuk berpartisipasi dalam pengendaliannya, tetapi bila dibandingkan pada

Page 36: PPI.docx

periode sebelumnya terdapat penurunan angka infeksi, terutama pada angka decubitus dan

pemasangan infuse yang cukup signifikan.

Maka pada laporan ini kami akan memaparkan angka kejadian infeksi yang terjadi di RSPG

Cisarua Bogor selama 1 ( satu ) semester periode Juni-Desember 2008, mudah-mudahan

laporan ini dapat memberi gambaran mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit kita,

sehingga kita dapat memberi layanan yang lebih baik dimasa mendatang dan lebih peduli

pada pentingnya “Pengendalian Infeksi Nosokomial”.

II. TUJUAN

Tujuan dibuatnya laporan ini adalah :

1. Laporan kepada pimpinan tentang angka kejadian infeksi.

2. Untuk memberikan gambaran tentang mutu pelayanan keperawatan di RSPG melalui angka

kejadian infeksi.

3. Untuk memberi laporan, kendala-kendala / kesulitan yang terjadi

4. Untuk memberikan pemahaman kepada semua fihak, bahwa Infeksi Nosokomial sangat

penting dan menjadi salah satu tolok ukur mutu rumah sakit.

III. EVALUASI DAN ANALISA

Page 37: PPI.docx

Tabel RL 6 adalah format baku yang harus dilaporkan ke Depkes RI di Jakarta. Pada table

tersebut terlihat beberapa angka yang muncul dan tidak semua kolom yang tersedia terisi

angka. Ini dikarenakan

1. Belum optimalnya pengumpulan data dari semua ruangan

2. Ruangan bedah, umum,anak, kebidanan masih sulit dipisahkan.

3. Ruangan Umum termasuk semua ruangan yang ada.

4. Sudah ada upaya pemisahan kasus-kasus bedah

5. Menurut laporan dan data yang kami terima terdapat 51 kasus bedah 49 diantaranya

diberikan tindakan oprasi, dengan angka infeksi luka operasi 0 (nihil),35 diantaranya

dipasang catheter, data menunjukan infeksi akibat pemasangan catheter 0 (nihil).

6. 54 orang dipasang WSD dengan kasus, pnemothorak, hidro pnemothorak, empiyema, dan

belum dapat angka yang pasti berapa yang terinfeksi, karena pada umumnya infeksi luka

WSD dapat diatasi.

7. Masih adanya kejadian dekubitus yang cukup tinggi yaitu 0,6 % dan angka ini dalam batas

ambang yang diperkenankan dan tidak melebihi standar nasional sebesar 3 %.

8. Angka phlebitis 2,7 % angka kejadian tersebut masih dalam ambang batas standar nasional

sebesar 3%

IV. PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Melaksanakan tindakan mandiri ataupun yang sifatnya kolaboratif dalam merawat pasien

diruangan adalah wajib memperhatikan tehnik septic dan aseptic., prinsip tersebut adalah

bertujuan untuk menekan angka kejadian infeksi. Penggunaan sarung tangan menjadi

Page 38: PPI.docx

sangat penting untuk mencegah infeksi nosokomial termasuk pelindung diri bagi petugas.

Hal tersebut adalah salah satu dari “Kewaspadaan Universal”

Tampaknya penggunaan sarung tangan saat pelaksanaan tindakan keperawatan masih perlu

ditingkatkan dan diingatkan kepada semua petugas terutama “PERAWAT” diruangan.

Begitu juga tehnis desinfeksi kulit, agar semua perawat mengerjakannya sesuai standar,

sehingga infeksi di rumah sakit betul-betul bisa ditekan.

V. PENGGUNAAN AIR MENGALIR SAAT MENCUCI TANGAN

Ada berbagi teori bagaimana cara mencuci tangan yang baik dan benar dan yang paling dikenal

adalah dengan 7 langkah mencuci tangan. Tidak semua ruang perawatan terdapat washtafel

untuk mencuci tangan sehingga harus diupayakan setiap ruangan yang terdapat pasien

disediakan washtafel (permanent atau fortable)

VI. PENGELOLAAN SAMPAH

Sampah di RSPG Cisarua hanya dikelompokan menjadi 2 (dua) kelompok yaitu

1. Sampah medis / sampah infeksius yang terdiri dari spuit/jarum suntik, kassa peutup luka,

slang dan botol infuse dikemas dengan plastic kuning kemudian dimusnahkan dengan cara

dibakar diinsenerator. Cairan tubuh langung dibuang ke spool hok yang tersalur ke sistim

pengelolaan air limbah (IPAL)

Page 39: PPI.docx

2. sampah domestik yang dikelompokan dalam sampah kering, basah, dikemas dalam plastic

hitam dan puing (sisa bangunan) dimanfaatkan untuk sanitari landfill.

Pemgelolaan sampah masih perlu adanya peningkatan kesadaran dari berbagai pihak

termasuk petugas rumah sakit dalam membuang sampah ineksius.

VII. PENGELOLAAN LINEN

Yang nenjadi pokok permasalahannya adalah transportasi linen ke tempat pencucian yang

sampai saat ini dibawa oleh petugas dari ruangan hanya dengan menggunkan plastic hitam

yang seharusnya dengan kereta khusus linen yang sudah tersedia disetiap ruangan. Tapi

karena medan yang tidak memungkinkan jadi kereta linen tidak digunakan tidak optimal.

Jalur transportasi yang digunakan untuk linen kotor belum ditetapkan dan tidak boleh sama

dengan jalur pembawa makanan pasien, dimana kedua jalur ini harus terpisah baik arah

maupun waktunya.

VIII. KENDALA

1. Kesadaran akan keselamatan diri sendiri dan orang lain masih kurang, seperti membuang

jarum masih ada yang disatukan dengan samapah domestic, tidak menggunakan sarung

tangan ketika melakukan tindakan inpasiv, dan lain-lain.

2. Insenerator yang ada sudah tidak maksimal sehingga sampah tidak musnah semua (terdapat

residu pembakaran), dan terdapat asap tebal yang akibatnya mengotori udara sekitar.

Page 40: PPI.docx

3. Masih belum bisa terlaksananya pemeriksaan peta kuman RSPG, sehingga penggunaan

antibiotik cenderung berdasarkan pengalaman (empiris).

4. Belum bisa dilakukan apusan kuman pada alat yang steril, untuk tingkat keseterilan

(pembuktian terbebas dari kuman patogen dan a patogen serta sporanya).

5. Tidak semua ruangan rawat terdapat washtafel.

IX. KESIMPULAN

Pengendalian infeksi nosokomial masih perlu ditingkatkan lagi, meskipun angka yang didapatkan

dari data yang dkumpulkan dibawah 3 % tapi tampaknya masih perlu pembenahan disemua

lini, dilaksanakan dan disadari oleh semua pihak agar secara berkesinambungan infeksi

nosokomial di RSPG dapat dikendalikan.

X. REKOMENDASI

1. Agar semua petugas untuk berperan dalam pengendalian infeksi nosokomial

2. Agar plastic kuning untuk sampah medis selalu tersedia dengan berbagai ukuran.

3. Mohon kepada pihak management untuk segera meremajakan insenerator dan memikirkan

tempatnya dan Kepada petugas IPSRS agar melaksanakan kalibrasi derajat api yang harus

mencapai 1000° C

Page 41: PPI.docx

4. Memohon bantuan Komdik untuk bisa memfasilitasi pemeriksaan peta kuman

5. Memohon kepada Kasie Penunjang medik untuk bisa menyediakan 1 unit komputer FC di

ruangan infeksi nosokomial.

Demikianlah laporan ini dibuat untuk mendapatkan gambaran tentang pengendalian infeksi

nosokomial di RSPG Cisarua Bogor .