potensi teknik nuklir dalam pengendalian ny · pdf filehemorrhagic fever (dhf) can be carried...

5
Siti Nurhayati, dkk. ISSN 0216 - 3128 /85 DALAM PENGENDALIAN VEKTOR PENY AKIT POTENSI TEKNIK NUKLIR NY AMUK Aedes aegypti SEBAGAI DEMAM BERDARAH DENGUE Siti Nurhayati Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi - I1ATAN Ali Rahayu Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi - BATAN ABSTRAK POTENSI TEKNIK NUKUR DALAM PENGENDALIAN NYAMUK Aedes aegypti SEBAGAI VEKTOR P/~NYAKIT DEMAM I1ERDARAII DENGUE (DI1D). Pengendalian nyamuk A. aegypti sehagai wktor penyakit DI1D dapat dilakukan dengan Teknik Serangga Mandul (TSM). Penelitian ini bertuJuan un/uk melakukan pengendalian vektor DBD menggunakan teknik nuklir dengan radiasi gamma. Irradiasi dilakukan dengan variasi dosis terhadap berbagai stadium perkembangan nyamuk. Sebanyak 200 telur umur sehari. 100 Jentik instal' tiga atau empat dan 100 pupa umur nol hari masing-masing diiradiasi sinal' gamma 60Co dengan dosis O. 65. 70. 75. 80 dan 85 Gy dengan laJu dosis 1.369.77 Gyljam. Semua stadium nyamuk tersebut kemudian dipelihara dan diamati perkembangannya di laboratorium. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa pasca irradiasi stadium telur dan Jentik tidak dapat berkembang ke stadium berikutnya. sedangkan stadium pupa dapat diamati perkembangannya lebih lanjut. Dosis 65 Gy pada stadium pupa dapat memandulkan 98.53% populasi nyamuk dan dosis 70 Gy kemandulannya mencapai 100%. Teknik penggunaan radiasi gamma sangat berpotensi untuk pengendalian nyamuk. namun demikian masih harus dilakukan peneli/ian lebih lanjut seperti daya saing kawin nyamuk pasca irradiasi dan bionomik vektor menggunakan senyawa bertanda. ABSTRACT POTENT/ON OF NUCLEAR TECHNIQUE FOR CONTROLLING Aedes aegypti MOSQUETO AS DENGUE HEMORRHAGIC FEVER (DHF) VECTOR. Controlling Aedes aegypti as vector of Dengue hemorrhagic fever (DHF) can be carried out by sterile insect technique. This research aimed to control DI1D vector with nue/ear technique using gamma radiation. Irradiation was done with dose variations to several stadiums of mosquito development. Each of a number of 200 eggs with the age of I day. 100 larvas of third or fourth instal'S and 100 of pupa with the age of 0 day was irradiated with gamma rays of60Co at doses ofO. 65. 70. 75. 80 and 85 Gy with the dose rate of 1.369. 77 Gylhour. The development cycles of all stadiums were maintained and observed in laboratory. It was known that the egg and larva stadiums were failed to develop to the next stadiulll. whereas the pupa could develop to the next stadium. The dose of65 Gy given to pupa could sterilize 98.0% of mosquito population and dose of 70 Gy could sterilize up to 100%. The utili=ation of nuclear technique with gamma radiation is very potential for controlling mosquito. bill it needs a ji/rther research such as mating competition o/post irradiated mosquito and the bionomic of vector using laheled compound. I.PENDAHULUAN Penyakit Demam Berdarah Dengue COBO) merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang belum dapat terpecahkan karena morbiditas yang tinggi dan penyebaran yang semakin luas. Pengobatan spesifik terhadap OBO sampai saat ini belum ada sehingga pemberantasan salah satunya dapat dilakukan dengan mengendalikan vektornya. Pemberantasan nyamuk vektor DBO dilakukan dengan menggunakan insektisida temefos 1% untuk stadium larva dan pengasapan (fogging) dengan malation 4% untuk nyamuk dewasa. Selain cara tersebut, telah dilakukan program Pemberantasan sarang Nyamuk secara lebih intensif dengan 3M Cmenguras, menutup dan mengubur). Upaya ini belum memberikan hasil yang baik karena jumlah kasus DBO tetap tinggi dan wilayah yang terjangkit semakin luas. Berdasarkan penelitian, jenis nyamuk yang paling berperan sebagai vektor dalam penularan penyakit ini adalah Aedes aegypti yang hidup di dalam dan sekitar rumah [I]. Aedes aegypti adalah nyamuk dengan ukuran tubuh kecil, berwarna hitam dan berbintik- bintik putih.Penyebaran nyamuk ini hampir di seluruh wilayah Indonesia, kecuali di daerah dengan Prosiding PPI • PDIPTN 2006 Pustek Akselerator dan Proses Bahan· BATAN Yogyakarta, 10 JuJi 2006

Upload: buiminh

Post on 03-Mar-2018

215 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: POTENSI TEKNIK NUKLIR DALAM PENGENDALIAN NY · PDF filehemorrhagic fever (DHF) can be carried out by sterile insect technique. This research aimed to control ... Dalam makalah ini

Siti Nurhayati, dkk. ISSN 0216 - 3128 /85

DALAM PENGENDALIANVEKTOR PENY AKIT

POTENSI TEKNIK NUKLIR

NYAMUK Aedes aegypti SEBAGAIDEMAM BERDARAH DENGUE

Siti NurhayatiPusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi - I1ATAN

Ali RahayuPusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi - BATAN

ABSTRAK

POTENSI TEKNIK NUKUR DALAM PENGENDALIAN NYAMUK Aedes aegypti SEBAGAI VEKTOR

P/~NYAKIT DEMAM I1ERDARAII DENGUE (DI1D). Pengendalian nyamuk A. aegypti sehagai wktorpenyakit DI1D dapat dilakukan dengan Teknik Serangga Mandul (TSM). Penelitian ini bertuJuan un/ukmelakukan pengendalian vektor DBD menggunakan teknik nuklir dengan radiasi gamma. Irradiasidilakukan dengan variasi dosis terhadap berbagai stadium perkembangan nyamuk. Sebanyak 200 telurumur sehari. 100 Jentik instal' tiga atau empat dan 100 pupa umur nol hari masing-masing diiradiasi sinal'gamma 60Co dengan dosis O. 65. 70. 75. 80 dan 85 Gy dengan laJu dosis 1.369.77 Gyljam. Semua stadiumnyamuk tersebut kemudian dipelihara dan diamati perkembangannya di laboratorium. Dari hasilpengamatan diketahui bahwa pasca irradiasi stadium telur dan Jentik tidak dapat berkembang ke stadiumberikutnya. sedangkan stadium pupa dapat diamati perkembangannya lebih lanjut. Dosis 65 Gy padastadium pupa dapat memandulkan 98.53% populasi nyamuk dan dosis 70 Gy kemandulannya mencapai100%. Teknik penggunaan radiasi gamma sangat berpotensi untuk pengendalian nyamuk. namun demikian

masih harus dilakukan peneli/ian lebih lanjut seperti daya saing kawin nyamuk pasca irradiasi danbionomik vektor menggunakan senyawa bertanda.

ABSTRACT

POTENT/ON OF NUCLEAR TECHNIQUE FOR CONTROLLING Aedes aegypti MOSQUETO ASDENGUE HEMORRHAGIC FEVER (DHF) VECTOR. Controlling Aedes aegypti as vector of Dengue

hemorrhagic fever (DHF) can be carried out by sterile insect technique. This research aimed to controlDI1D vector with nue/ear technique using gamma radiation. Irradiation was done with dose variations to

several stadiums of mosquito development. Each of a number of 200 eggs with the age of I day. 100 larvasof third or fourth instal'S and 100 of pupa with the age of 0 day was irradiated with gamma rays of60Co atdoses ofO. 65. 70. 75. 80 and 85 Gy with the dose rate of 1.369. 77 Gylhour. The development cycles of allstadiums were maintained and observed in laboratory. It was known that the egg and larva stadiums werefailed to develop to the next stadiulll. whereas the pupa could develop to the next stadium. The dose of65 Gygiven to pupa could sterilize 98.0% of mosquito population and dose of 70 Gy could sterilize up to 100%.The utili=ation of nuclear technique with gamma radiation is very potential for controlling mosquito. bill itneeds a ji/rther research such as mating competition o/post irradiated mosquito and the bionomic of vectorusing laheled compound.

I.PENDAHULUAN

Penyakit Demam Berdarah Dengue COBO)merupakan masalah kesehatan masyarakat diIndonesia yang belum dapat terpecahkan karenamorbiditas yang tinggi dan penyebaran yangsemakin luas. Pengobatan spesifik terhadap OBOsampai saat ini belum ada sehingga pemberantasansalah satunya dapat dilakukan denganmengendalikan vektornya. Pemberantasan nyamukvektor DBO dilakukan dengan menggunakaninsektisida temefos 1% untuk stadium larva dan

pengasapan (fogging) dengan malation 4% untuknyamuk dewasa. Selain cara tersebut, telah

dilakukan program Pemberantasan sarang Nyamuksecara lebih intensif dengan 3M Cmenguras, menutupdan mengubur). Upaya ini belum memberikan hasilyang baik karena jumlah kasus DBO tetap tinggi danwilayah yang terjangkit semakin luas. Berdasarkanpenelitian, jenis nyamuk yang paling berperansebagai vektor dalam penularan penyakit ini adalahAedes aegypti yang hidup di dalam dan sekitarrumah [I].

Aedes aegypti adalah nyamuk denganukuran tubuh kecil, berwarna hitam dan berbintik­bintik putih.Penyebaran nyamuk ini hampir diseluruh wilayah Indonesia, kecuali di daerah dengan

Prosiding PPI • PDIPTN 2006Pustek Akselerator dan Proses Bahan· BATAN

Yogyakarta, 10 JuJi 2006

Page 2: POTENSI TEKNIK NUKLIR DALAM PENGENDALIAN NY · PDF filehemorrhagic fever (DHF) can be carried out by sterile insect technique. This research aimed to control ... Dalam makalah ini

186 ISSN 0216 - 3128 Siti Nurlrayati, t1kk.

ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan

laut. Nyamuk betina biasanya terinfeksi virus denguepada saat menghisap darah orang yang sedang dalamfase demam akut. Setelah melalui periode inkubasiekstrinsik selama 8 sampai 10 hari, kelenjar ludahnyamuk tersebut akan terinfeksi virus dengue yangakan ditularkan lagi ketika nyamuk tersebutmenggigit dan mengeluarkan cairan ludahnya kedalam luka gigitan ke tubuh orang lain. Setelah masainkubasi dalam tubuh manusia selama 3-14 hari

(rerata 4-6 hari) akan timbul gejala awal penyakitDBD berupa demam, pusing, nyeri otot, hilang nafsumakan, dan berbagai tanda atau gejala non spesifikseperti mual, muntah dan ruam pada kulit (2].

Di Indonesia, jumlah penderita DBDcenderung meningkat dan menyebar luas. Penyakitini pertama kali berjangkit di Jakarta dan Surabayapada tahun 1968. Dua puluh tahun kemudian, DBDtelah berjangkit di 201 Dati II di seluruh Indonesia.Data terakhir menyebutkan bahwa tinggalseperempat bagian wilayah Indonesia yang belumterkena DBD. Peningkatan jumlah penderita terjadisecara periodik tiap lima tahun, bahkan beberapakali menyebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB)dimana jumlah pasien yang terkena sangat banyak,baik di perkotaan maupun pelosok pedesaan denganangka kematian mencapai 2-4%. Meskipun saat iniangka kematian akibat DBD menunjukkanpenurunan, namun angka kesakitan (morbiditas) dansebarannya masih tinggi [3-5].

Pengendalian vektor dengan carakonvensional menggunakan insektisida diketahuikurang efektif karena dapat mengakibatkan matinyaflora maupun fauna non target, serta timbulnyapencemaran lingkungan dan resistensi terhadapinsektisida, bahkan sering terjadi resistensi silang(cross resistance), yang mengurangi efektivitaspengendalian. Karena upaya pengendalian DBDbelum memberikan hasil yang memadai, makadiperlukan cara lain untuk membantu pemberantasanvektor DBD, antara lain dengan Teknik SeranggaMandul (TSM) (6-8].

Pelaksanaan TSM dapat dilakukan dengan 2metoda yaitu metoda yang meliputi pembiakanmassal di laboratorium, pemandulan dan pelepasanserangga mandul ke lapangan dan metodapemandulan langsung terhadap serangga dilapangan. Pada metoda pertama, jika ke dalam suatupopulasi serangga di lapangan dilepaskan seranggamandul, maka kemampuan populasi tersebut untukberkembang biak akan menurun. Apabila nilaikemandulan serangga radiasi mencapai 100% dandaya saing kawinnya mencapai nilai 1,0 (sarnadengan jantan normal) dan jumlah serangga radiasiyang dilepas sarna dengan jumlah serangga normal(perbandingan I: I), maka kemampuan berkembang

biak populasi terse but akan turun sebesar 50%. J ika

perbandingan tersebut dinaikkan menjadi 9: I

Uumlah serangga radiasi yang dilepas 9 kali dari. jumlah serangga lapangan), maka kemampuan

populasi tersebut untuk berkembang biak akan turunsebesar 90%. Metoda kedua, yaitu metoda tanpapelepasan serangga yang dimandulkan. Metoda inidilaksanakan dengan prinsip pemandulan langsungterhadap serangga lapangan yang dapat dilakukandengan menggunakan senyawa kemosterilan, baikpada jantan maupun betina. Dengan metoda keduaini akan diperoleh dua macam pengaruh terhadapkemampuan kembangbiak populasi serangga. Keduapengaruh tersebut adalah mandulnya sebagianserangga lapangan sebagai akibat langsung darikemosterilan dan pengaruh berikutnya dari seranggayang telah mandul terhadap serangga sisanya yangmasih fertil. Kemosterilan merupakan senyawakimia yang bersifat mutagenik dan karsinogenikpad a hewan maupun manusia sehingga teknologi initidak direkomendasikan untuk pengendalian vektor[9.10]

Prinsip dasar TSM adalah penggunaan radiasiionisasi untuk pengendalian serangga, baik secaralangsung maupun tidak langsung. Cara langsungbiasa disebut Teknik Disinfestasi Radiasi (TDR)yang sering digunakan untuk memberantas seranggagudang yang merusak komodite dalam penyimpanandi gudang, sedang cara tidak langsung yaitu radiasidigunakan untuk memandulkan baik serangga jantanmaupun betina untuk kemudian dilepaskan kelapangan agar kawin dengan serangga normal dilapangan, yang dikenal dengan TSM. Ini merupakanteknik pengendalian vektor yang potensial, ramahlingkungan, efektif, spesies spesifik dan kompartibeldengan teknik lain. Prinsip dasar TSM sangatsederhana, yaitu membunuh serangga denganserangga itu sendiri (alltocidal techniqlle). Tcknikini meliputi iradiasi terhadap koloni nyamuk vcktorpad a berbagai stadium dan kemudian secara periodikdilcpas ke lapangan schingga ~ingkat kcbolchjadianperkawinan antara serangga mandul dan seranggafertil menjadi makin besar dari generasi pertama kcgenerasi berikutnya. Hal ini bcrakibat makinmenurunnya prosentase fertilitas populasi seranggadi lapangan yang secara teoritis terjadi pada gencrasike-4 atau ke-5 yaitu titik terendah dimana populasiserangga menjadi nol. Gejala kemandulan akibatradiasi pada nyamuk jantan disebabkan karenaterjadinya aspermia, inaktivasi sperma, mutasi letaldominan dan ketidakmampuan kawin (111.

Dalam makalah ini disajikan hasil penelitianmengenai pengaruh berbagai dosis iradiasi sinargamma untuk memandulkan nyamuk Aedes aexyptisebagai vektor penyakit DBD, sehingga rantaiperkembangan penyakit ini dapat diputus.

Prosiding PPI - PDIPTN 2005Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN

Yogyakarta, 10 Juli 2006

Page 3: POTENSI TEKNIK NUKLIR DALAM PENGENDALIAN NY · PDF filehemorrhagic fever (DHF) can be carried out by sterile insect technique. This research aimed to control ... Dalam makalah ini

SUi Nurhayati, dkk. ISSN 0216-3128 /87

TATA KER.JA

Rearing (Pemeliharaan nyamuk)

Rearing nyamuk dilakukan di laboratoriumBidang Biomedika, Pusat Teknologi Keselamatandan Metrologi Radiasi - BATAN Pasar Jum'at.Nyamuk Aedes aegypti dalam perkembangbiakannyamengalami metamorfose sempuma, mulai daristadium telur, jentik, pupa dan dewasa. Stadiumtelur, jentik dan pupa hidup di dalam air, sedangkanstadium dewasa hidup beterbangan. Sebelumdilakukan irradiasi, disiapkan setiap stadiumperkembangan nyamuk dengan jumlah sesuaikcblltllhan lIntuk diiradiasi.

I rradiasi

Masing-masing sampel ditempatkan dalamwadah plastik berukuran tinggi 7 em dan diameter 4em yang berisi 20 inl air. Seeara terpisah, irradiasidilakukan terhadap 200 butir telur berumur kuranglebih satu hari, 100 ekor jentik instar tiga atauempat, dan 100 ekor pupa umur nol harimenggunakan irradiator Gamma Cell-220 dosis 0,65, 70, 75, 80 dan 85 Gy dengan laju dosis1.369,77 Gy/jam.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap setiapstadium nyamuk sampai 25 hari pasea iradiasi yakniperkembangan, persentase penetasan telur danpemeriksaan embrio telur. Sebanyak 10 ekornyamuk jantan dan betina yang terbentuk pada awalpasca irradiasi dikawinkan dengan nyamuk normal(tidak diiradiasi) yang berasal dari stok untukdiamati jumlah telur yang dihasilkan, persentasepenetasan telur menjadi jentik/tingkat sterilitasakibat radiasi dan pemeriksaan embrio terhadap teluryang tidak menetas.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini telah dikembangkanmetoda pemandulan vektor DBD menggunakanteknik nuklir. Pemandulan ini dapat dilakukandengan sinar gamma, sinar X atau berkas neutron,namun dari ketiga sinar tersebut yang umumdigunakan adalah sinar gamma seperti yangdilakukan dalam penelitian ini [6J Untukmendapatkan vektor mandul, iradiasi dapatdilakukan pada stadium telur, larva, pupa ataudewasa. Namun demikian untuk lebih praktis danefektif, harus dipilih stadium yang paling tepat untukdiiradiasi. Radiasi yang paling umum dilakukanadalah pada stadium pupa yang merupakan stadium

pcrkcmbangan dimana terjadi transtormasi/

~erkembangan organ muda menjadi organ dewasa71. Pada stadium ini umumnya spermatogenesis dan

oogenesis sedang berlangsung, sehingga denganradiasi dosis rendah sudah dapat menimbulkankemandulan. Umur pupa pad a saat diradiasimemiliki kepekaan terhadap radiasi yang berbeda­bed a, semakin tua, kepekaannya terhadap radiasisemakin menurun

Pada penelitian ini ternyata irradiasi padastadium pupa juga diperoleh data yang paling baik.Dari hasil pengamatan diketahui bahwa paparanradiasi pada stadium telur dan jentik tidakmemberikan data yang baik karena tidak ada yangberkcmbang kc stadium Icbih lanjut pasca irradiasi.Pada stadium pupa hasil yang diperoleh eukup baik,karena bisa diamati perkembangannya. Dilakukanjuga pengamatan ada tidaknya em brio dalam teluryang tidak menetas dengan eara membelah teluruntuk mengetahui prosentase kemandulan. Jikadidalam telur terdapat embrio maka telur dianggapfertil dan jika kosong telur dianggap steril

Sepuluh ekor nyamuk yang terbentuk palingawal setelah irradiasi pada pupa dikawinkan dengannyamuk stok yang tidak diiradiasi. Dilakukanpengamatan F I terhadap jumlah telur, jentik, pupadan nyamuk dewasa yang terbentuk (Tabcl I).

Tabel I. Persentase jentik yang terbentuk darihasil perkawinan antara nyamukjantan yang berasal dari pupadiiradiasi dengan betina normal (tidakdiiradiasi)

Dosis JenisJumlahJentik(Gy)

KelaminTelur(%)0

Jantan188089,710

Betina68477,9465

Jantan20671,4765

Betina0070

Jantan332070

Betina0075

Jantan268075

Betina0080

Jantan203080

Betina0085

Jantan0085

Betina00

Pada penelitian ini tidak dilakukanpengamatan terhadap perkembangan semua pupayang diiradiasi menjadi nyamuk dewasa.Pengamatan hanya dilakukan terhadap 10 ekornyamuk yang pertama kali terbentuk dari semua

pupa yang diiradiasi dengan variasi dosis. Ternyatasemua nyamuk yang muncul pertama hanya berjenis

Prosiding PPI - PDIPTN 2006Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN

Yogyakarta, 10 Juri 2006

Page 4: POTENSI TEKNIK NUKLIR DALAM PENGENDALIAN NY · PDF filehemorrhagic fever (DHF) can be carried out by sterile insect technique. This research aimed to control ... Dalam makalah ini

188!!!!!!!!

ISSN 0216 - 3128 Siti Nurhayati. dkk.

kelamin jantan kecuali kontroJ, sedangkan nyamuk

betina tidak muncul, sehingga perkawinan hanyadilakukan terhadap nyamuk jantan irradiasi dengannyamuk betina kontrol. Data tersebut menunjukkanbahwa jantan dan betina dapat terseleksi akibatpaparan radiasi. Sehingga bisa dianggap teknikpemandulan ini menjadi TekniJ Jantan Mandul.

Pad a telur yang tidak menetas, diJakukanpengamatan ada tidakya embrio dengan caramembelah telur untuk mengetahui persentasekcmandulan. Jika di dalam telur terdapat embriomaka telur dianggap fertil dan jika kosong makatelur dianggap steriJ. Hasil pengamatan terhadaptelur yang setelah 7 hari tidak menetas, diketahuibahwa jumlah embrio yang ditemukan berturut-turutadalah 7, 16, 6 dan 6 embrio masing-masing untukdosis 65, 70, 75 dan 80 Gy. Hasil selengkapnyadisajikan dalam Tabel 2. Namun demikian embrioini belum tentu dapat berkembang ke stadiumberikutnya.

Tabel 2. Persentase embrio dalam telur telah 7hari tidak menetas

Dosis TerdapatTidak terdapat(Gy)

em brioembrio

655,15%91,18%

7011,76%76,47%

75

4,41%87,50%

804,41%84,56%

Pada awalnya TSM disebut Teknik JantanMandul (TJM) yakni teknik pemberantasan seranggadengan jalan memandulkan serangga jantan. Namununtuk memisahkan nyamuk jantan dan betina yangakan diradiasi tidak mudah, sehingga serangga

mandul yang diradiasi dan dilepas di lapangan tidakhanya jantan tetapi juga betina. Dengan pelepasanserangga betina mandul bersama-sama jantanmandul, maka diharapkan terjadinya perkawinanan tara jantan fertil dengan betina fertiJ jugaberkurang. Bila serangga betina hanya kawin satukali dengan serangga jantan yang mandul, makaketurunan tidak akan terbentuk [81. Serangga jantan

mandul dilepas di lapangan dengan harapan bisabersaing dengan jantan normal alam dalamberkopulasi dengan serangga betina. Serangga betinayang telah berkopulasi dengan jantan mandul masihdapat bertelur, tetapi telumya tidak dapat menetas.Apabila pelepasan serangga jantan manduldilakukan secara terus menerus, maka populasi

serangga diJokasi pelepasan menjadi sangat rendah.

Kelebihan dari teknik TSM adalah selektif,

artinya yang menjadi sasaran pengendalian hanyaspesies target, tidak merusak lingkungan, tidakmenimbulkan resistensi dan syarat-syarat yang biasa

diperlukan pada pemberantasan secara biologi

dengan menggunakan musuh alami tidak diperlukanlagi [101. Namun demikian radiasi ionisasi secaraumum dapat menimbulkan berbagai efek padavektor, baik kelainan morfologis maupun kerusakangenetis. Derajat kelainan atau kerusakan yang terjadiakibat radiasi ionisasi bergantung kepada berbagaifaktor radiasi (macam sinar, cara pemberian dosisdan laju dosis), faktor Iingkungan (suhu, atmosfir)dan faktor biologi (perbedaan spesies dan variasiseViaringan) [II]. Gejala-gejala kemandulan akibatradiasi pada vektor jantan discbabkan karcnaterjadinya aspermia, inaktivasi sperma, mutasi letaldominan dan ketidakmampuan kawin.

KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkanbahwa teknik nuklir sangat bermanfaat dalam prosespemandulan nyamuk Aedes aegyp/i sebagai vektorpenyakit DBD. Irradiasi yang dilakukan padastadium telur dan jentik tidak menunjukkan hasilyang baik karena tidak terjadi perkembangan lebihlanjut pasca radiasi. Irradiasi gamma dosis 65 Gypad a stadium pupa dapat memandulkan 98,0%populasi dan dosis 70 Gy menyebabkan kemandulan100%. Teknik pengendalian vektor dengan TSMsangat spesifik, ramah lingkungan, tidakmenimbulkan resistensi dan hanya berpengaruh padaspesies target saja. Hal ini sangat berlainan denganpemberantasan vektor konvensional menggunakanpestisida yang dapat menimbulkan efek pencemaranlingkungan, timbulnya resistensi terhadap pestisidatertentu dan matinya hewan non target. TSMmerupakan teknik pilihan yang sangat efektif danefisien baik secara tersendiri maupun terintegrasidengan teknik lain dan dalam pelaksanaannya akanlebih baik bila dikombinasikan dengan pengendalianvektor lain secara terpadu. Data yang diperoleh iniakan lebih lengkap dan informatif jika dilanjutkandengan pemeriksaan bionomik. Uarak terbang, polapen car, lama hidup di alam dll) dan daya saingkawin nyamuk Aedes aegyp/i.

DAFT AR PUST AKA

I. DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK

INDONESIA. Petunjuk Pemberantasan NyamukPenular Penyakit Demam Berdarah Dengue,

Dirjen PPM dan PLP,1992.2. WHO, Prevention and Control of Dengue

Haemorrhagic Fever, WHO RegionalPublication. SEARO, No. 29,2003.

3. SUB DIREKTORAT ARBOVIROSIS.

Direktorat P3M, Depatemen Kesehatan RepublikIndonesia, Jakarta, 1983.

Prosiding PPI - PDIPTN 2005Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN

Yogyakarta, 10 Juli 2006

Page 5: POTENSI TEKNIK NUKLIR DALAM PENGENDALIAN NY · PDF filehemorrhagic fever (DHF) can be carried out by sterile insect technique. This research aimed to control ... Dalam makalah ini

Siti Nurhayati, dkk. ISSN 0216 - 3128 /89

4. DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK

INDONESIA. Petunjuk Teknis Penemuan,Pertolongan dan Pelaporan Penderita PenyakitDemam Berdarah Dengue, Dirjen PPM & PLP,1992.

5. SUROSO, T., Demam Berdarah Dengue: Situasi,Masalah dan Program Pemberantasannya.Laporan Seminar Demam Berdarah Dengue,Jakarta. 8 Juni 1991, hal 9. Sub. Din PencegahanPenyakit Dinkes Prop Dati I Jateng, 1995.

6. WHITE, R.D., KAMASKI, H., RALSTON,D.F., HUTT, R.B and PETERSON, H.D.V.Longevity and Reproduction of Codling MothIrradiated with Cobalt-60 or Cesium 137. J.

Econ. Entomol. 65, 692 - 697, 1972.

7. HOPER, G.H.S., Competitiveness of GammaSterilized Males of the Mediteranean Fruit Fly:Effect of Irradiating Pupae or Adult Stage and ofIrradiating Pupae in Nitrogen. J. Econ. Entomol.,64, 464 - 368, 1976.

8. La-CHANGE, L.E., SCHMITH, C.H. andBUSHLAND, R.C., Radiation InducedSterilization. Dalam: Kilgore, W.W. and DoutR.L. Pest Control : Biological, Physical andSelected Chemical Methods, Academic Press,New York & London, 1967, haI146-196.

9. KNIPLlNG, E.F., Possibilities of Insect Controlor Eradication Through the Use of SexualitySterile, J. Econ. Entomol. 48, 459 - 462, 1955.

10. WEIDHASS D.E., SCHMIDT C.H. andSEABROOK E.L., Field Studies on the Releaseof Sterile Males for Control of Cx. p. fatigans.Mosquito News. 22, 283-291, 1962.

II. O'BRIENT R.D. and WOLF L.S., Radiation,

radioactivity and Insect. Academic Press. NewYork - London, 1976.

TANYAJAWAB

Sugili Putra

- Lebih efektif manakah teknik pemandulanjantan/betina?

Siti Nurhayati

- .)011/0 .I'({i. nail/un demikian lernyalo nyall/ukhelinG /ehih sensilive lerhadap radiasi. sehinggawa/aupun radiasi dilakukan terhadap kedua jenisnyamukOantan dan belina) ternyata jan/an lebihsurvive. las yang telah ditetapkan berdasarproduk/ manufaktur yang ada.

H. Muryono

- Bagaimana membedakan nyamuk jantan dannyamuk betina?

- Bagaimana mengetahui bahwa nyamuk itumandul?

- Bagaimana implementasi jaminan mutu padapenelitian ini?

Siti Nurhayati

- Secara anatomis sangat mudah dibedakan dariukuran tubuh dan bent uk proboksisnya(moncongnya).

- Dengan cara membedah tubuh nyamuk dantelurnya dibuka adaltidakada embriodidalamnya.

- Belum di/akukan/diterapkan,karena masihmemerlukan data pendukung seperti biotonik.pola pencar, jarak terbang, d//.

Eddy Sumadi

- Metode merubah betina jadi jantan dansebaliknya dengan metode apa?

- Ap abukan sifat nya saja yang berubah?

Siti Nurhayati

- Tidak bias merubahjenis nyamukjantan menjadibetina atau seba/iknay, tetapi yang dimak.mdadalah dengan per/akuan "temperaturesensitivitas letha!", maka stadium nyamukdengan perlakuan tersebut akanmematikannyamuk betina, sehingga yang hidupterus adalah nyamukjantan.

Nyamuk yang masih hidup benar-benar nyamukjantan.

Ir. Pudjianto

- Apakah ada cara/metode, bagaimana membuatnyamuk menjadi jenis kelamin jantansemua/betina semua?

Siti Nurhayati

- Ada, yaitu dengan teknik dengan per/akuan"temperature sensitivitas lethal ", maka stadiumnyamuk dengan per/akuan tersebut akanmematikannyamuk belina, sehingga yang hidupterus adalah nyamukjantan.

Utaya

Berapa kali nyamuk jantan membuahi nyamukbetina?

Siti Nurhayati

- Hanya satu kali seumur hidupnya. dan diaakanmati setelah membuahi nyamuk belina.

Prosiding PPI - PDIPTN 2006Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN

Yogyakarta, 10 Juli 2006