potensi hutan tropika indonesia sebagai penyangga bahan obat alam untuk kesehatan bangsa (the...
TRANSCRIPT
POTENSI HUTAN TROPIKA INDONESIA SEBAGAI PENYANGGA BAHAN OBAT ALAM UNTUK KESEHATAN BANGSA
(The Indonesian Tropical Forest as Buffer of Natural Medicine Product for Nation Healthy)
Ervizal A.M. Zuhud Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Abstract
The Indonesian tropical forest producing the medicinal plants diversity as
usefull for human healthy. Today, that forest areas 119 million hectars was
damaged and so many species was threat of danger. So many people’s
perception about the forest only for wood production which exactly the low
values and for short-term. The ecosystem of the Indonesian tropical forest
as products of evolution process and that are the natural factory for many
diversity phyto-chemical compounds. This article to explain as the results
study on the potency of Indonesia tropical forest as production of medicinal
plants diversity for community healthy.
Keywords : forest, medicinal plant, conservation, healthy, community.
_______________________________________ Alamat koresponden : Laboratorium Konservasi Tumbuhan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor PO Box 168 Bogor, Telpon: 0251-8621562; email : [email protected]
PENDAHULUAN
Indonesia berdasarkan fakta alamnya
sepatutnya dijuluki sebagai negara maritim dan
negara hutan tropis, diakui dunia sebagai komunitas
yang paling kaya akan keanekaragaman hayatinya,
terdapat sekitar 25.000 spesies tumbuhan berbunga,
jumlah yang melebihi di daerah-daerah tropika
lainnya di dunia seperti Amerika Selatan dan
Afrika Barat, antara lain keanekaragaman spesies
tumbuhan obat (1, 2). Berdasarkan catatan WHO,
IUCN dan WWF lebih dari 20.000 spesies
tumbuhan obat yang digunakan oleh 80 %
penduduk seluruh dunia (3, 4).
Sampai tahun 2001 Laboratorium
Konservasi Tumbuhan, Fakultas Kehutanan IPB
telah mendata dari berbagai laporan penelitian dan
literatur tidak kurang dari 2039 spesies tumbuhan
obat
yang berasal dari hutan Indonesia. Setiap tipe
ekosistem hutan tropika di Indonesia merupakan
pabrik keanekaragaman hayati tumbuhan obat,
terbentuk secara evolusi dengan waktu yang sangat
panjang, termasuk telah berinteraksi dengan sosio-
budaya masyarakat lokalnya. Setiap individu dari
populasi tumbuhan obat yang tumbuh secara alami
di masing-masing tipe ekosistem hutan merupakan
suatu unit terkecil dari pabrik alami yang
melakukan proses metabolis sekunder yang
menghasilkan beranekaragam bahan bioaktif yang
khas, yang sebagian besar tidak mudah dan tidak
murah untuk ditiru oleh manusia.
Hutan sebagai pendukung kesehatan hidup
manusia yang bernilai tinggi, baru disadari saat ini
setelah hutan tropika banyak mengalami kerusakan
dan kepunahan. Saat ini ekosistem hutan tropika
alam Indonesia yang masih tersisa ada dalam
bentuk kawasan-kawasan hutan konservasi,
terutama di kawasan taman nasional – taman
nasional dan hutan lindung. Namun demikian
hutan-hutan produksi ke depan harus dilihat sebagai
penghasil multi-produk, baik kayu maupun non-
kayu harus dikelola totalitas dengan pendekatan
multi-sistem silvikultur.
Tulisan ini dibuat dengan mengkaji dan
mengumpulkan berbagai data dari berbagai hasil
penelitian, baik penelitian yang dilakukan sendiri,
maupun oleh orang lain yang berkaitan dengan
ekologi dan potensi sumberdaya tumbuhan obat
hutan. Tulisan ini dikelompokkan menjadi potensi
tumbuhan obat hutan tropika Indonesia, laju
kerusakan hutan, paradigma dan kesimpulan, seperti
diuraikan berikut ini.
POTENSI TUMBUHAN OBAT
HUTAN TROPIKA INDONESIA
Sudah turun temurun berbagai etnis (suku
asli) yang hidup di dalam dan sekitar hutan di
seluruh wilayah Nusantara, dari Sabang sampai
Merauke memanfaatkan berbagai spesies tumbuhan
dari hutan untuk memelihara kesehatan dan
pengobatan berbagai macam penyakit. Berbagai
penelitian etnofitomedika-etnobotani yang
dilakukan oleh peneliti Indonesia telah diketahui,
paling tidak ada 78 spesies tumbuhan obat yang
digunakan oleh 34 etnis untuk mengobati penyakit
malaria, 133 spesies tumbuhan obat untuk
mengobati penyakit demam oleh 30 etnis, 110
spesies tumbuhan obat untuk mengobati penyakit
gangguan pencernaan oleh 30 etnis dan 98 spesies
tumbuhan obat digunakan untuk mengobati
penyakit kulit oleh 27 etnis (5).
Hutan alam tropika Indonesia dan budaya,
pengetahuan tradisional atau kearifan lokal
berbagai etnis yang hidup dan sudah bertungkus
lumus dengan ekosistem hutan merupakan aset
bangsa yang tak terhingga nilainya bagi
pembangunan kesehatan bangsa. Banyak
pengetahuan tradisional tentang penggunaan
tumbuhan obat dari berbagai etnis telah
dikembangkan oleh industri jamu dan farmasi
menjadi produk jamu atau produk fitofarmaka yang
sangat laku di pasaran, seperti produk merek dagang
: fitodiar, prolipid, enkasari, stimuno dan lain-lain.
Secara umum dapat diketahui bahwa tidak
kurang 82 % dari total spesies tumbuhan obat hidup
di ekosistem hutan tropika dataran rendah pada
ketinggian di bawah 1000 meter dari permukaan
laut. Saat ini ekosistem hutan dataran rendah adalah
kawasan hutan yang paling banyak rusak dan punah
karena berbagai kegiatan manusia baik secara legal
maupun tak legal. Berbagai ekosistem hutan
dataran rendah, antara lain: tipe ekosistem hutan
pantai, tipe hutan mangrove/payau, tipe hutan rawa,
tipe hutan rawa gambut, tipe hutan hujan dataran
rendah, tipe hutan musim bawah, tipe hutan
kerangas, tipe hutan savana, tipe hutan pada tanah
kapur, tipe hutan pada batuan ultra basa, tipe hutan
tepi sungai dan lain-lain. Masing-masing tipe
ekosistem hutan tropika Indonesia merupakan
wujud proses evolusi, interaksi yang kompleks dan
teratur dari komponen tanah, iklim (terutama
cahaya, curah hujan dan suhu), udara dan organisme
termasuk sosio-budaya manusia untuk mendukung
kehidupan keanekaragaman hayati, antara lain
berbagai spesies tumbuhan obat.
Keanekaragaman Tumbuhan Obat Berdasarkan
Familinya
Berdasarkan kelompok familinya, spesies-
spesies tumbuhan obat yang ada dapat
dikelompokkan kedalam 203 macam famili, dimana
jumlah spesies tumbuhan obat yang terbanyak
termasuk dalam famili fabaceae, yaitu sebanyak 110
spesies. Secara umum terdapat 22 macam famili
yang memiliki spesies tumbuhan obat lebih dari 20,
sedangkan 181 famili lainnya memiliki jumlah
spesies tumbuhan obat yang kurang dari 20, seperti
disajikan Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Spesies Tumbuhan Obat
Berdasarkan Kelompok Familinya
No Nama Famili Jumlah spesies
1. Fabaceae 110
2. Euphorbiaceae 94
3. Lauraceae 77
4. Rubiaceae 72
5. Poaceae 55
6. Zingiberaceae 49
7. Moraceae 46
8. Myrtaceae 45
9. Annonaceae 43
10. Asteraceae 40
11. Apocynaceae 39
12. Cucurbitaceae 34
13. Piperaceae 30
14. Menispermaceae 30
15. Melastomataceae 26
16. Arecaceae 25
17. Verbenaceae 23
18. Rutaceae 23
19. Acanthaceae 22
20. Sterculiaceae 21
21. Myristicaceae 21
22. Rhizophoraceae 20
23. Famili lainnya (181 famili) < 20
Sumber : (2).
Salah satu spesies tumbuhan obat penting
yang termasuk famili Fabaceae adalah spesies
kedawung (Parkia timoriana (DC.) Merr.). Spesies
ini merupakan tumbuhan obat yang strategis dan
penting bagi pembangunan kesehatan masyarakat
dan bangsa. Pohon ini terutama bijinya berkhasiat
untuk memelihara kesehatan pencernaan
masyarakat dan berarti sekaligus dapat membantu
mencegah agar masyarakat terhindar dari penyakit-
penyakit lainnya, karena awal dari semua penyakit
adalah bermula dari proses pencernaan yang
terganggu. Pohon obat spesies Kedawung sudah
lama dikenal dan digunakan oleh masyarakat dari
etnis Jawa dan etnis Dayak sebagai obat anti
kembung dan penyakit lambung lainnya (6).
Keanekaragaman Tumbuhan Obat Berdasarkan
Formasi Hutan
Berdasarkan formasi hutannya, penyebaran
spesies tumbuhan obat tertinggi berada di hutan
tropika dataran rendah sebanyak sekitar 1.683
spesies (82 %) dari jumlah total spesies tumbuhan
obat. Jumlah spesies dan prosentase jumlah spesies
tumbuhan obat menurut formasi hutannya tersaji
pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah dan Prosentase Spesies Tumbuhan Obat Berdasarkan Formasi Hutannya
No. Formasi Hutan Tumbuhan obat
Jumlah spesies Prosentase (%)
1. Hutan hujan tropika dataran rendah (< 1000 m dpl) 772 37,86
2. Hutan musim (< 1000 m dpl.) 291 14,27
3. Hutan savanna (< 1000 m dpl.) 146 7,16
4. Hutan pantai (< 1000 m dpl.) 65 3,19
5. Hutan mangrove (< 1000 m dpl.) 47 2,31
6. Hutan rawa (< 1000 m dpl.) 51 2,50
7. Tidak ada data (< 1000 m dpl.) 311 15,25
8. Hutan hujan tropika pegunungan (> 1000 m dpl) 356 17,46
Jumlah 2039 100.00
Sumber : (2).
Beberapa contoh spesies tumbuhan obat yang hidup
alami di beberapa tipe ekosistem hutan di dataran
rendah sebagai berikut (7) :
Tipe ekosistem hutan hujan dataran rendah. Hutan
ini terdapat pada ketinggian 0 – 1000 mdpl. paling
luas di Indonesia dan mempunyai keanekaragaman
hayati yang paling tinggi, terdapat di wilayah
beriklim basah, terutama di Sumatera dan
Kalimantan. Contoh spesies tumbuhan obat yang
hidup di tipe ini adalah pasak bumi (Eurycoma
longifolia Jack.), akar kuning (Arcangelisia flava
Merr.), kamper (Dryobalanops aromatica Gaertn
f.), kepayang (Scaphium macropodum Beumee),
tabat barito (Ficus deltoidea Jack.), kemiri
(Aleurites moluccana Wild.), kedawung (Parkia
timoriana (DC) Merr.), gaharu (Aquilaria
malaccensis Lamk.), kemaitan (Lunasia amara
Blanco) dan lain-lain.
Tipe ekosistem hutan pantai. Hutan ini terdapat di
wilayah pantai, tanah kering berpasir, berbatu dan
tanah regosol pasir, berada di atas garis pasang
tertinggi, terutama ditemukan di Sumatera, Jawa,
Bali dan Sulawesi. Contoh spesies tumbuhan obat
yang hidup di tipe ekosistem ini bintangur
(Calphyllum inophyllum L.), keben (Barringtonia
asiatica Kurz), waru (Hibiscus tiliaceus L.),
ketapang (Terminalia catappa L) dan lain-lain.
Tipe ekosistem hutan mangrove. Hutan ini terdapat
di pantai dan tepian sungai berlumpur atau sedikit
berpasir, dipengaruhi pasang surut air laut, tidak
terkena ombak keras, tanah aluvial payau, terutama
ditemukan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian
Jaya dan Jawa. Contoh spesies tumbuan obat yang
hidup di tipe ini adalah api-api (Avicennia marina
Vierth.), bogem (Sonneratia ovata Backer), nyirih
agung (Xylocarpus granatum Koen), bako rayap
(Rhizophora apiculata Bl.) dan tumus (Bruguiera
conjugata Merr.)
Salah satu spesies tumbuhan obat hutan
Indnesia yang sudah banyak diteliti oleh para
peneliti dunia adalah pasakbumi (Eurycoma
longifolia Jack.) dan telah ditemukan banyak
senyawa kimia bahan aktif yang berkhasiat untuk
male aphrodisiac, antimalaria, antiulcer,
anticancer, anxiolytic effect dan toxicity assessment.
Senyawa kimia bahan aktif yang telah berhasil
ditemukan antara lain : Pasakbumin D, 10-
Hydroxycanthin-6-one, Pasakbumin C, epi-
Pasakbumin B, Eurylactone, Eurylene, Longilene
peroxide Teurilene, Eurycomalactone dan
Eurycomanol (8).
Keanekaragaman Tumbuhan Obat Berdasarkan
Habitus (life-form)
Dilihat dari segi habitusnya, spesies-spesies
tumbuhan obat yang terdapat di berbagai formasi
hutan dapat dikelompokkan kedalam 7 (tujuh)
macam, yaitu habitus bambu, herba, liana,
pemanjat, perdu, pohon dan semak. Dari ketujuh
habitus ini, spesies tumbuhan obat yang termasuk
kedalam habitus pohon mempunyai jumlah spesies
dan prosentase yang lebih tinggi dibandingkan
habitus lainnya, yaitu sebanyak 717 spesies
(40,58%), seperti tersaji pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah dan Prosentase Spesies Tumbuhan Obat Berdasarkan Habitus (Life-form)
No. Habitus (Life-form)
Tumbuhan obat
Jumlah spesies Prosentase (%)
1. Pohon 768 37,67
2. Herba 486 23,84
3. Semak 183 8,97
4. Pemanjat 138 6,77
5. Liana 145 7,11
6. Perdu 125 6,13
7. Bambu 15 0,74
8. Tidak ada data 179 8,78
Jumlah 2039 100.00
Sumber : (2)
Data di atas mengungkapkan bahwa konservasi
keanekaragaman tumbuhan obat Indonesia
mutlak memerlukan ekosistem hutan yang
alami dengan struktur vegetasi pohon dari
berbagai spesies dengan konstruksi strata tajuk
yang berlapis-lapis.
Keanekaragaman Spesies Berdasarkan
Bagian yang Digunakan
Berdasarkan bagian dari tumbuhan obat
hutan tropika Indonesia yang digunakan,
spesies tumbuhan obat yang ada dapat
dikelompokkan kedalam 15 (limabelas)
macam, yaitu daun, akar, kulit batang, buah,
semua bagian, batang/kayu, biji, bunga, getah,
pucuk daun/tunas, rimpang, umbi,
cabang/ranting, air batang dan umbut. Daun
merupakan bagian tumbuhan yang paling
banyak digunakan sebagai obat, yaitu sebesar
749 spesies (33,50%), sedangkan umbut
merupakan bagian tumbuhan yang paling
sedikit digunakan, yaitu sebanyak 8 spesies
(0,18%), seperti tersaji pada Tabel 4.
Tabel 4. Jumlah dan Prosentase Spesies Berdasarkan Bagian yang Digunakan
No. Bagian Tumbuhan yang digunakan sebagai Obat Tumbuhan obat
Jumlah spesies Prosentase (%)
1. Daun 749 33.50
2. Akar 333 14.89
3. Kulit batang 234 10.47
4. Buah 186 8.32
5. Semua bagian 179 8.01
6. Batang/kayu 152 6.80
7. Biji 114 5.10
8. Bunga 67 3.00
9. Getah 63 2.82
10. Pucuk daun/tunas 53 2.37
11. Rimpang 35 1.57
12. Umbi 24 1.07
13. Cabang/ranting 22 0.98
14. Air batang 21 0.94
15. Umbut 4 0.18
16. Tidak ada data 394 -
Sumber : (2)
Keanekaragaman Spesies Berdasarkan
Kelompok Penyakit.
Berdasarkan data dan informasi yang
ada, spesies-spesies tumbuhan obat yang ada
dapat dikelompokkan kedalam 25 kelompok
penyakit. Dilihat dari jumlah spesies
tumbuhan obatnya, kelompok
penyakit/penggunaan tertinggi adalah pada
penyakit saluran pencernaan (487 spesies
tumbuhan obat) dan terendah adalah pada
kelompok penyakit/penggunaan patah tulang
(11 spesies tumbuhan obat). Salah satu spesies
tumbuhan obat untuk penyakit pencernaan
yang berpotensi dikembangkan di kawasan
hutan adalah kedawung (Parkia timoriana
(DC.) Merr.). Pohon Kedawung sudah lama
dikenal dan digunakan oleh masyarakat dari
etnis Jawa dan etnis Dayak sebagai obat anti
kembung dan penyakit lambung lainnya.. Adapun data macam penyakit dan jumlah
spesies tumbuhan obat yang dapat digunakan
pada masing-masing kelompok penyakit secara
rinci disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Macam penyakit dan Jumlah Spesies yang Digunakan pada masing-masing
Kelompok Penyakit/Penggunaannya
No. Kelompok Penyakit Macam Penyakit Jumlah Spesies
1. Gangguan peredaran darah 9 72
2. Keluarga Berencana (KB) 3 12
3. Patah Tulang 3 11
4. Penawar racun 18 119
5. Pengobatan luka 8 116
6. Penyakit diabetes 3 17
7. Penyakit gigi 4 44
8. Penyakit ginjal 6 27
9. Penyakit jantung 8 22
10. Penyakit kelamin 6 61
11. Penyakit khusus wanita 20 110
12. Penyakit kulit 23 283
13. Penyakit liver 6 24
14. Penyakit malaria 2 33
15. Penyakit mata 12 58
16. Penyakit mulut 10 71
17. Penyakit otot dan persendian 33 165
18. Penyakit saluran pembuangan 25 165
19. Penyakit saluran pencernaan 38 487
20. Penyakit saluran pernafasan 35 214
21. Perawatan kehamilan dan persalinan 13 168
22. Perawatan rambut, muka dan kulit 14 60
23. Sakit kepala dan demam 12 311
24. Tonikum 12 167
25. Lain-lain 102 384
Sumber : (2)
Taman Nasional Sebagai Bank Plasma
Nutfah Tumbuhan Obat Indonesia
Berdasarkan hasil inventarisasi potensi
keanekaragaman spesies tumbuhan obat di berbagai
kawasan hutan konservasi taman nasional di
Indonesia, menunjukkan bahwa setiap unit kawasan
hutan taman nasional ditemukan berbagai spesies
tumbuhan obat yang dapat mengobati 25 kelompok
penyakit yang diderita masyarakat. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa setiap kawasan hutan alam
tropika pada setiap tempat menyediakan bahan baku
obat untuk berbagai kelompok penyakit.
Berikut ini dikemukakan jumlah spesies
tumbuhan obat untuk mengobati berbagai kelompok
penyakit yang ditemukan di berbagai kawasan hutan
konservasi taman nasional di Indonesia.
Tabel 6. Jumlah Spesies Tumbuhan Obat yang ditemukan di Berbagai Kawasan Hutan Taman
Nasional di Indonesia.
No
Lokasi Jumlah Spesies Tumbuhan Obat
1. TN. Bromo Tengger (Jawa Timur) 127
2. TN. Meru Betiri (Jawa Timur) 291
3. TN. Baluran (Jawa Timur) 283
4. TN. Alas Purwo (Jawa Timur() 180
5. TN. Karimunjawa (Jawa Tengah) 130
6. Cagar Alam Nusa Kambangan 63
7. TN. Siberut (Sumatera Barat) 233
8. TN. Kerinci Seblat (Sumatera Barat) 113
9. THR. Bung Hatta (Sumatera Barat) 112
10. TN. Bukit Tigapuluh (Jambi) 317
11. TN. Bukit Duabelas (Jambi) 77
12. TN. Berbak (Jambi) 51
13. TN. Ujung Kulon (Jawa Barat) 280
14. TN. Gunung Halimun Salak (Jawa Barat) 245
15. TN. Gunung Gede Pangrango 152
16. TN. Wasur (Papua) 125
Sumber : (9, 10)
ANCAMAN KELESTARIAN
Laju kerusakan hutan alam tropika
di Indonesia, direfleksikan dari angka
kerusakan hutan alam di Indonesia
mencapai 59,63 juta hektar. Kawasan
hutan alam yang rusak terdiri dari hutan
konservasi mencapai 4,7 juta hektar, hutan
lindung mencapai 10,5 juta hektar dan
hutan alam produksi mencapai 44,4 juta
hektar (11).
Intensitas eksploitasi pohon hutan
selama 4 dekade ini dampak negatifnya
sudah sangat mengkhawatirkan. Eksploitasi
pohon kayu besar-besaran tak terkendali
saat ini sudah merambah di kawasan-
kawasan konservasi, seperti taman nasional
dan hutan lindung di Sumatera dan
Kalimantan. Juga kerusakan hutan
berpotensi menjadi suatu masalah sosial
politik, karena ekosistem hutan ini
menjadi hunian beribu-ribu penduduk asli,
suku dan penduduk tradisional lainnya
yang menggantungkan kehidupan mereka
pada hutan, termasuk kelangsungan
kebudayaannya (12).
Salah satu spesies tumbuhan obat
yang saat ini paling terancam
kelestariannya dan kepunahan karena
banyak dieksploitasi dari hutan alam
Sumatera dan Kalimantan tanpa budidaya
adalah pasakbumi (Eurycoma longifolia
Jack.). Pasakbumi terutama digunakan
untuk bahan baku obat aprodisiak, saat ini
industri herbal dari negara jiran Malaysia
secara besar-besaran membeli pasak bumi
dari pulau Sumatera melalui black market.
PERUBAHAN PARADIGMA
Berdasarkan pengalaman
perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni (IPTEKS) saat ini,
IPTEKS kehutanan banyak terabaikan dan
belum banyak diintegrasikan dengan
disiplin ilmu-ilmu lainnya. Hal ini terjadi
antara lain karena ilmu dan teknologi
kehutanan umumnya berwawasan jangka
panjang, bahkan sampai antar generasi,
sehingga perlu mendapat perhatian dan
pemahaman semua pihak dengan
menggunakan pendekatan holistik dan
jangka panjang.
Sesuai dengan hukum alam ekologi,
apabila suatu ekosistem telah terkuras dan
pengeksploitasian yang sangat besar
dimana energi dan materi keluar dari
ekosistem tersebut, maka ekosistem itu
akan terganggu keseimbangannya dan
bahkan akan mengalami kerusakan yang
akhirnya membawa bencana bagi manusia
sepanjang masa. Inilah yang telah dan
sedang terjadi kerusakan secara revolusi
selama 40 tahun terakhir pada ekosistem
hutan alam tropika Indonesia. Pohon telah
dieksploitasi secara tidak rasional, materi
dan energi telah dikeluarkan dari ekosistem
hutan alam secara drastis dan besar-besaran
tanpa ada feed back (pengembalian) ke
ekosistem hutan kembali. Percepatan
kemampuan ekosistem hutan termasuk
tanah dalam penyediaan hara untuk
memulihkan dirinya sangatlah tidak
imbang dengan laju eksploitasi materi
kayu. Ekosistem hutan alam tropika
selama ini telah menyediakan dengan
murah kebutuhan manusia, berupa kayu,
air bersih, oksigen dan jasa lainnya, tetapi
berdampak negatif dengan biaya social
yang tinggi. Selama ini semua pihak dan
sektor yang telah mendapatkan manfaat
dari hutan, seperti pertanian, perindustrian,
masyarakat perkotaan dan termasuk
industri jamu/obat tradisional, namun
belum atau sangat minim memberikan
energi dan materi balik untuk memelihara
kelestarian hutan.
Penyelamatan ekosistem hutan
alam yang masih tersisa hendaknya diawali
dengan merubah paradigma pembangunan
kehutanan, bahwa “hutan alam tropika
Indonesia” bukan hanya sebagai penghasil
kayu untuk mendapatkan devisa negara,
melainkan sebaliknya saat ini dia adalah
makhluk ciptaan Allah yang sedang sakit,
harus masuk unit gawat darurat yang
sangat membutuhkan obat berupa input
kasih sayang, ilmu pengetahuan dan
teknologi berupa kegiatan rehabilitasi dan
perlindungan hutan. Hutan harus dinilai
dan dipandang sebagai suatu ekosistem
berupa pabrik alami ciptaan Tuhan
penghasil berbagai komoditi ekologi,
sosial-budaya dan ekonomi, yaitu mulai
dari biota medika, sumber pangan, air,
oksigen, madu, objek ekoturisme, budaya
dan hasil hutan non-kayu lainnya.
Berdasarkan hal-hal di atas, maka
pembangunan kehutanan masa kini dan
mendatang, hendaknya melalui pendekatan
pengelolaan hutan yang holistik tidak
hanya berdasarkan ilmu kehutanan
konvensional, namun juga dapat
menembus mengendalikan kekuatan-
kekuatan ekonomi, politik dan sosial-
budaya yang pada umumnya menentukan
masa depan hutan itu.
KESIMPULAN
Hutan alam tropika Indonesia
dengan berbagai tipe ekosistem hutannya
adalah aset bangsa dan nasional yang
sangat besar artinya bagi pembangunan
kesehatan bangsa yang tidak dipunyai oleh
hampir semua negara lain di dunia ini.
Disinilah letak keunggulan Indonesia yang
harus kita sadari, kembangkan dan syukuri,
melalui upaya-upaya pelestarian
pemanfaatan dengan menggunakan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni yang
ramah lingkungan untuk sebesar-besar
kesejahteraan dan kemakmuran seluruh
rakyat Indonesia.
Unit ekosistem hutan alam tropika
di setiap lokasi di Indonesia masing-
masing menyediakan berbagai spesies
tumbuhan obat yang cukup untuk
memelihara kesehatan dan mengobati
semua kelompok penyakit yang diderita
oleh masyarakat. Sumberdaya
keanekaragaman hayati hutan (kayu dan
non-kayu) serta budaya masyarakat di
setiap lokasi hutan tak dapat dipisahkan
satu sama lain sebagai satu kesatuan utuh
kehidupan manusia sejak awal
keberadaannya.
Apa yang kita peroleh dari hutan
sekarang ini, seperti tumbuhan obat, kayu,
air, oksigen, satwa dan lain-lain merupakan
suatu proses evolusi yang panjang dan
kompleks, memerlukan ratusan bahkan
ribuan tahun untuk tercapainya fungsi
hutan yang maksimal.
Nopember, 2008
BAHAN PUSTAKA
1. Anonim. 1995. Atlas Keanekaragaman Hayati di Indonesia. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup RI
bekerjasama dengan KONPHALINDO. Jakarta.
2. Zuhud dan Siswoyo. 2001. Rancangan Strategi Konservasi Tumbuhan Obat Indonesia. Kerjasama Pusat
Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati BAPEDAL dengan Fakultas Kehutanan IPB. Jakarta.
3. WHO, IUCN dan WWF. 1993. Guidelines on the Conservation of Medicinal Plants. IUCN. Gland,
Switzerland.
4. Foster, Steven. 1995. Forest Pharmacy, Medicinal Plants in American Forests. Forest History Society.
Durham, North Carolina.
5. Sangat, Harini, E. A.M. Zuhud dan E. K. Damayanti. 1999. Kamus Penyakit dan Tumbuhan Obat Indonesia
(Etnofitimedika 1). Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
6. Hadad, M., Taryono, Udin, SD., dan Rosita, SMD. 1993. Pemanfaatan Meniran dan Kedawung dalam Obat
Tradisional di Jawa Barat. Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia. Vol. 2 No. 5. Jakarta.
7. Zuhud, Ekarelawan dan S. Riswan. 1994. Hutan Tropika Indonesia Sebagai Sumber Keanekaragaman
Plasma Nutfah Tumbuhan Obat dalam Zuhud dan Haryanto. 1994. Pelestarian Pemanfaatan
Keanekaragaman Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia. Kerjasama FAHUTAN IPB dengan LATIN.
Bogor.
8. Kardono L.B.S., N. Artanti, I.D. Dewiyanti, T. Basuki, K. Padmawinata. 2003. Selected Indonesian
Medicinal Plants, Monographs and Descriptions. Grasindo. Jakarta.
9. Zuhud, EAM., A. Hikmat, Siswoyo, E. Sandra, E. Sumantri. 2000. Inventarisasi. Identifikasi dan Pemetaan
Potensi Wanafarma. Kerjasama antara Direktorat Pengembangan Aneka Usaha Kehutanan, Ditjen RLPS,
Departemen Kehutanan dengan Fakultas Kehutanan IPB. Laporan Akhir (5 jilid). Bogor
10. Inama. 2008. Kajian Etnobotani Masyarakat Suku Marind Sendawi Anim di Taman Nasional Wasur,
Merauke, Papua. Skripsi. Dep. KSH. Fak. Kehutanan IPB.
11. Kementerian Lingkungan Hidup. 2004. Status Lingkungan Hidup Indonesia 2004. Kementerian Lingkungan
Hidup Indonesia. Jakarta.
12. Awang, S.A. 2004. Dekonstruksi Sosial Forestri : Reposisi Masyarakat dan Keadilan Lingkungan.
BIGRAF Publishing. Yokyakarta.