posisi kepala
DESCRIPTION
posisi kepalaTRANSCRIPT
Pengaruh Perbedaan Posisi Kepala Terhadap 1 Tekanan Intra Kranial Pasien Stroke Iskemik di RSCM Jakarta
PENGARUH PERBEDAAN POSISI KEPALA TERHADAP
TEKANAN INTRA KRANIAL PASIEN STROKE ISKEMIK
DI RSCM JAKARTA
Sunardi, Nelly Yardes, Pramita Iriana *)
ABSTRACT
Patients with acute stroke are difficult to balance cerebral perfusion
to the brain. Based on the physiological response, head elevation can
increased cerebral perfusion and decreased intracranial pressure. A
flat (0º) and 30º head elevation position can be performed to patients
with acute ischemic stroke. This study aims to identify if there are
effect differences in head position (0º) and (30º) to intracranial
pressure of patients with ischemic stroke in neurology ward at RSCM
Jakarta. The Research design is quasi post experiment with test only
control group design approach. The research was conducted at RSCM
Jakarta. The sample were 13 patients, instrument are gait procedure
for head position and Observation on clinical signs of intra-cranial
pressure, such as Mean Atria Pressure (MAP), body temperature,
breathing and pulse rate, projectile vomiting, headaches, level of
awareness and value of GCS, pupil reaction to light and pupil size.
The results found that there were no effect differences in the flat head
position (0º) and 30º head elevation position on the intracranial
pressure of patients with ischemic stroke, the first day (p = 0.103 α =
0.05), the second day (p = 0.052 α = 0.05), on the third day (p =
0.108 α = 0.05). the researchers proved that for patient with acute
phase of ischemic stroke can be performed flat position and elevation
alternately by continuously monitoring the clinical signs of decreased
ICP.
Key Words: ICP, head position, ischemic stroke
PENDAHULUAN
Di Indonesia jumlah pasien
stroke diperkirakan meningkat setiap
tahunnya. Stroke merupakan
penyakit yang dapat menyebabkan
kecacatan fisik dan kematian
(Lumbantobing, 2005). Jumlah
pasien stroke di RSCM pada tahun
2006 ± 808 orang/tahun, dengan
perincian jumlah stroke iskemia 415
orang dan stroke Iskemik 393 orang,
sekitar 25% meninggal dan sisanya
mengalami cacat ringan atau berat.
(Rasyid & Soertidewi, 2007).
Kejadian stroke didunia menempati
urutan ketiga sebagai penyakit
mematikan setelah penyakit jantung
dan kanker, sedangkan di Indonesia
stroke menempati urutan pertama
sebagai penyebab kematian di rumah
sakit, akibat peningkatan TIK
(Yastroki, 2007). Stroke Iskemik
adalah stroke non hemoragik, yang
terjadi karena penurunan aliran darah
ke otak, sehingga suplai darah tidak
sampai ke otak, iskemia
menyebabkan perfusi otak menurun
akhirnya terjadi stroke (Misbach
dalam Rasyid & Soertidewi, 2007).
2 Pengaruh Perbedaan Posisi Kepala Terhadap
Tekanan Intra Kranial Pasien Stroke Iskemik di RSCM Jakarta
Pada stroke iskemia berbagai
unsur berpengaruh terhadap aliran
darah arteri otak. Beberapa yang
berperan dalam pengendalian aliran
darah, antara lain autoregulasi,
kontrol metabolik dan neural.
Viskositas darah berperan dalam
kehidupan jaringan otak, karena
makin tinggi viskositas darah
semakin rendah kecepatan aliran
darah keotak sehingga suplai oksigen
berkurang. Kecepatan aliran darah
normal pada manusia ialah sebesar
53 ml/100 gr/ menit. Bila aliran
darah berkurang sampai kira – kira
15–18 ml/100 gr/menit, maka akan
terjadi brain elektrical failure.
Sedangkan ionic failure mulai terjadi
bila kecepatan aliran darah menurun
sampai 10 ml/100 gr/ menit. Pada
tingkat kecepatan aliran darah ini,
akan terjadi peningkatan kalium
ekstraselluler dan kalsium
intraselluler yang akan melepaskan
lemak bebas yang mengakibatkan
kematian neuron yang irreversibel
(Smeltzer & Bare, 2004; Black &
Hawks).
Intervensi keperawatan
perubahan posisi tempat tidur untuk
mengelevasikan kepala dalam
mengambarkan berbagai variasi
terapeutik ini masih dilemma
(Bhalla, Tallis, & Pomeroy, 2005).
Posisi elevasi kepala merupakan
tindakan keperawatan
tradisional/konvensional, pemberian
posisi kepala flat (00) dan posisi
elevasi kepala (300) adalah suatu
bentuk intervensi keperawatan dalam
yang rutin dilakukan pada pasien
cidera kepala, stroke dengan
hipertensi intra kranial. Teori yang
mendasari elevasi kepala ini adalah
peninggian anggota tubuh diatas
jantung dengan vertical axis, akan
menyebabkan cairan serebro spinal
(CSS) terdistribusi dari kranial ke
ruang subarahnoid spinal dan
memfasilitasi venus return serebral
(Kenning, Toutant, & Saunders,
1981, dalam Fan Jun-Yu, 2004).
Penelitian tentang posisi
elevasi kepala 150
- 300 sudah sering
dilakukan di ruang nurologi RSCM
dan dibeberapa Rumah Sakit lainnya,
tetapi penelitian dengan pemberian
posisi elevasi kepala 00 masih jarang
dilakukan, hal tersebut menjadi
fenomena klinik yang menarik untuk
dilakukan penelitian lebih lanjut,
disamping itu di Indonesia belum
adanya alat untuk memonitor atau
memantau dari dampak pemberian
posisi elevasi kepala tersebut. Oleh
karena itu masih perlu dilakukan
penelitian dengan memberikan posisi
kepala 00
dengan elevasi kepala 300
dengan alat pantau yang sederhana
dan tidak memerlukan tindakan
invasif. Tetapi posisi kepala flat juga
dapat menyebabkan gangguan
neurologik dan beresiko terjadi
kecacatan dan penyebab kematian
(Vincent, 2005).
Berdasarkan latar belakang
masalah diatas, dilakukan penelitian
yang berjudul “Pengaruh pemberian
posisi kepala flat (00) dan posisi
elevasi kepala 300
terhadap tekanan
intrakranial pada pasien stroke
Iskemik di ruang neurologi RSCM
Jakarta”. Penelitian ini berujuan
untuk mengidentifikasi apakah ada
perbedaan pengaruh pemberian
posisi kepala (00) dan (30
0) terhadap
tekanan intra kranial pada pasien
stroke iskemik di ruang neurologi
RSCM Jakarta.
METODOLOGI PENELITIAN
Desain penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini
adalah quasi eksperimen dengan
Pengaruh Perbedaan Posisi Kepala Terhadap 3 Tekanan Intra Kranial Pasien Stroke Iskemik di RSCM Jakarta
pendekatan post test control only
design. Penentuan besarnya jumlah
sampel penelitian menggunakan
rumus; besar sampel beda dua
proporsi dimana estimasi dari beda
resiko (risk difference) yang terjadi
ditentukan berdasarkan data kasus
sebelumnya, dengan menggunakan
rumus Ariawan (1998). adalah
sebanyak 14-15 responden, dengan
kriteria inklusi: 1). Pasien stroke
iskemik fase akut (hari 1 dirawat) di
ruang neurologi RSCM Jakarta; 2).
Pasien mengalami stroke iskemik
serangan yang pertama dan atau
kedua; 3). Usia pasien 30-60 tahun;
4). Derajat stroke sedang – berat
menggunakan National Institute of
Health Stroke Scale (NIHSS);
5).Tidak terdapat perdarahan
intrakranial, tumor intrakranial, dan
gangguan jantung, 6) terapi obat-
obatan: sudah mendapat terapi obat
batuk, bila terjadi batuk, mendapat
terapi penurun panas bila suhu tubuh
meningkat dan mendapatkan terapi
pelunak feses bila konstipasi.
Intervensi yang diberikan
pada penelitian adalah dengan
memberian posisi kepala flat (00) dan
elevasi kepala (300) dan selanjutnya
dilihat pengaruhnya terhadap tekanan
intra kranial (TIK) dengan melihat
perubahan tanda-tanda klinis adanya
perubahan TIK, yaitu: rata-rata
tekanan arteri (MAP), suhu tubuh,
frekwensi nafas, denyut nadi, adanya
muntah proyektil, reaksi dan ukuran
pupil, adanya sakit kepala, tingkat
kesadaran dan nilai GCS. Semua
tanda-tanda klinis diukur dengan
menggunakan alat ukur yang dibuat
peneliti dan dicatat dalam format
catatan dengan intrumen yang sama,
yaitu: 1). Panduan perubahan posisi
kepala flat (00) dan elevasi kepala
(300) 2). Panduan observasi Klinis
dengan format observasi ruangan; 3).
Evaluasi hasil observasi
Analisa univariat digunakan
dalam analisis distribusi frekuensi
tiap variabel yang diteliti yang terdiri
dari; distribusi umur, jenis kelamin
dan scoring NIHSS responden.
Sedangkan analisa bivariat
digunakan untuk melihat pengaruh
antara tekanan intra kranial dengan
posisi kepala flat (00) dan elevasi
kepala (300). Uji statistik yang
digunakan adalah Chi-Square untuk
melihat pengaruh antara dua variabel
yang datanya dalam bentuk
kategorikal, dengan tingkat
kemaknaan p=0,05.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian
didapatkan karakteristik responden,
yaitu berdasarkan jenis kelamin
bahwa dari 13 responden, sebanyak
12 responden adalah laki-laki
(92,3%), perempuan sebanyak satu
responden (7,7%), hal ini sangat
mendukung teori bahwa kejadian
terbanyak stroke adalah laki-laki
(Lewis et all, 2005). Pada hasil
penelitian, responden menurut umur,
umur yang mengalami stroke
iskemik terjadi pada umur 54 tahun,
dengan rata-rata umur 55,69 tahun,
dan dapat disimpulkan bahwa
diyakini umur yang mengalami
kejadian stroke iskemik antara umur
51.31 tahun sampai 60.07 tahun.
Sedangkan pada hasil penelitian
skoring NIHSS didapatkan sebanyak
11 responden (85,6%) mengalami
stroke sedang dan dua responden
(15,4%) mengalami stroke berat.
Pada gambaran karakterik, jenis
kelamin, umur dan skoring NIHSS,
dapat disimpulkan bahwa angka
kejadian sroke iskemik terbanyak
adalah laki-laki, terbanyak terjadi
pada umur dewasa tua dan usia
4 Pengaruh Perbedaan Posisi Kepala Terhadap
Tekanan Intra Kranial Pasien Stroke Iskemik di RSCM Jakarta
lanjut, hal ini sangat beralasan karena
pada usia tersebut terjadi penurunan
fungsi struktur organ (Smeltzer &
Bare, 2004; Black & Hawks).
Pada pelaksanaan penelitian
didapatkan responden sebanyak 15
responden tetapi terdapat 2
responden yang batalkan karena
tidak sesuai dengan kriteria inklusi,
hal ini membuat sampel tidak sesuai
dengan yang direncanakan, oleh
karena itu hasil penelitian ini masih
memerlukan kajian dan analisis
dengan melakukan penelitian
selanjutnya dengan sampel yang
lebih banyak.
Pada analisis bivariat
pengaruh posisi kepala flat (00) dan
posisi elevasi kepala 300
terhadap
TIK, adalah sebagai berikut:
Tabel: 1
Pada analisis hasil penelitian
didapatkan bahwa tidak ada
perbedaan/pengaruh pada pemberian
posisi kepala flat (00) dan elevasi
kepala 300 terhadap TIK. Pada hari
pertama didapatkan nilai p=0,103,
α=0,05, pada hari kedua didapatkan
nilai p=0,052, α=0,05 dan hari ketiga
didapatkan nilai p=0,108, α=0,05
yang rata-rata didapatkan nilai p
value lebih besar dari alpha, hal ini
menunjukkan bahwa walaupun
diberikan posisi kepala flat (00) dan
elevasi kepala (300) tidak akan
meningkatkan atau menurunkan TIK.
Sedangkan Pada analisis uji statistik
terdapat adanya kenaikan TIK pada
sebagain kecil responden saat di
berikan posisi kepala flat (00)
maupun elevasi kepala (300) hal ini
karena adanya tanda-tanda
peningkatan TIK sejak awal kondisi
pasien sebelum dilakukan penelitian.
Pembahasan dari hasil
penelitian ini secara keseluruhan
bahwa perubahan TIK dapat dilihat
dari tanda-tanda klinis terutama;
MAP, frekuensi nadi, pernafasan,
suhu tubuh, tingkat kesadaran, nilai
GCS, adanya sakit kepala, dan
adanya muntah proyektil, tetapi pada
hasil penelitian disimpulkan bahwa
pengaruh posisi kepala flat (00) dan
elevasi kepala (300) tidak ada
perbedaan diantara keduanya
terhadap perubahan TIK.
Elevasi kepala berdasarkan
pada respon fisiologis merupakan
Pengaruh Perbedaan Posisi Kepala Terhadap 5 Tekanan Intra Kranial Pasien Stroke Iskemik di RSCM Jakarta
perubahan posisi untuk peningkatkan
aliran darah ke otak dan mencegah
terjadinya peningkatan TIK.
Beberapa perawat klinik melakukan
tindakan bedrest dengan elevasi
kepala tidak boleh lebih dari 300,
dengan rasional mencegah
peningkatan resiko penurunan
tekanan perfusi serebral dan
selanjutnya dapat memperburuk
iskemia serebral jika terdapat
vasospasme (Anne et.al, 2005).
Pada posisi (00) masih terjadi
proses penyeimbangan perfusi
cerebral dengan meningkatnya
Middle cerebral artery (MCA) peak
mean flow velocity (VmMCA),
tekanan perfusi serebral. Dan bila
posisi kepala (300) akan terjadi
peningkatan tekanan sirkulasi
sehingga perfusi cerebral akan
meningkat. Hal ini dikuatkan dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh
Georgiadis D., Schwarz S ,
Baumgartner, R & Veltkamp, R.
(2001) disimpulkan pada penelitian
tersebut bahwa pasien stroke Iskemik
akut, tekanan perfusi serebral
maksimal pada posisi horizontal atau
(00) dan tekanan intrakranial
terendah atau posisi yang dapat
menurunkan TIK adalah posisi
elevasi kepala (300)
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian
ini dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut:1). Pasien stroke
iskemik terbanyak terjadi pada umur
antara 54-60 tahun, dan kejadian
stroke iskemik terbanyak pada jenis
kelamin laki-laki; 2). Hasil penelitian
didapatkan bahwa tidak ada
perbedaan/pengaruh yang bermakna
antara pemberian posisi kepala flat
(00) dan posisi elevasi kepala (30
0)
terhadap tekanan intra kranial (TIK)
pada pasien dengan stroke iskemik.
Berdasarkan hasil penelitian
bahwa pemberian posisi kepala flat
(00) dan elevasi kepala (30
0) pada
pasien dengan stroke iskemik dapat
dilakukan secara bergantian dengan
melakukan pemantauan yang ketat
terhadap adanya perubahan TIK,
disamping itu pemberian posisi yang
bergantian dapat memberi
keuntungan dalam meningkatkan
oksiginasi dan mobilisasi dini. Oleh
karena itu perlu adanya alat
observasi yang jelas dengan
membuat Standar Prosedur
Operasional (SPO). Selanjutnya hasil
penelitian ini dapat menjadi awal
untuk melakukan penelitian lebih
lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Anne, W., Alexander, W., Garmani,
Z., & Chernyshev, O.Y.
(2005). Head Down; Flat
Positioning Improves Blood
Flow Velocity in Acut
Ischemic Stroke. Journal of
American Academy of
Neurology.
Ariawan (1998). Metodologi
penelitian dan sampel.
Jakarta: Salemba Medika.
Black, Joice. M., & Hawk, Jane. H.
(2005). Medical Surgical
Nursing; clinical
management for positive
outcomes. (7th
Ed.), St. Louis:
Elsevier. Inc
Fan, Jun-Yu. (2004). Effect of
Backrest Position on
Intracranial Pressure and
Cerebral Perfusion Pressure
in Individual with Brain
Injury; A Systemic Review.
Journal of Neuroscience
Nursing. 36(5). 278-289
6 Pengaruh Perbedaan Posisi Kepala Terhadap
Tekanan Intra Kranial Pasien Stroke Iskemik di RSCM Jakarta
Georgiadis, D., Schwarz, S.,
Baumgartner, R. &
Veltkamp, R. (2001).
Influence of End-Expiratory
Pressure on Inracranial
Pressure and Cerebral
Perfusion Pressure in Patients
with Acut Stroke. Journal
American Heart Association.
32 (9). 2088-2092.
Lewis, Sharon, M., Heitkemper,
Margaret, M., & Direksen,
Shannon. (2000). Medical
Surgical Nursing; assessment
and management of clinical
problem. (5th
Ed.). St. Louis:
Cv. Mosby.
Lumbantobing, S.M. (2007). Stroke;
bencana peredaran darah di
otak. Jakarta: FKUI
Rasyid, A. & Soertidewi, L. (2007).
Unit Stroke; manajemen
stroke secara komprehensif.
Jakarta: FKUI
Schwarz, S., Georgiadis, D.,
Aschoff, A., & Schwab, S.
(2002). Effect of Body
Position on Intracranial
Pressure and Cerebral
Perfusion in Patients with
Large Hemispheric Stroke.
Journal of American Stroke
Association. 33. 497-501
Smletzer, S.C., & Bare, B.G. (2005),
Brunner & Suddarth’s:
Textbook of Medical Surgical
Nursing. Philadelphia:
Lippincott.
Vincent Thamburaj. (2005).
Intracranial Pressure.
Diambil 5 Desember 2006.
Pada
http://www.Rhamburaj.com/a
ssited_ventilation-in-
neurosurgery.htm
Winkelman, C. (2000). Effect of
Backrest Positionon
Intracranial and Cerebral
Perfusion Pressues in
Traumatically Brain-Injured
Adalts. American Journal of
Critical Care. Vol. 6. P. 371.
Yastroki (2007), Kejadian Stroke di
Indonesia. Diambil 9 februari
2010. Pada
http://www.yastroki.or.id/rea
d/angka.htm