politik anggaran pendidikan: cermin keberpihakan negara terhadap nasib pendidikan bangsa

7
POLITIK ANGGARAN PENDIDIKAN; Cermin Keberpihakan Negara Terhadap Nasib Pendidikan Bangsa oleh Najmu Laila 1 Ketika berbicara mengenai hak warga negara pada satu sisi, maka kita tak bisa luput untuk kemudian membicarakan kewajiban negara pada sisi yang berlainan. Artinya, ketika ada hak warga negara, maka timbul kewajiban negara untuk memenuhi hak tersebut. Salah satu cara pemenuhannya adalah melalui anggaran keuangan negara. Secara umum, pengertian anggaran adalah rencana keuangan yang mencerminkan pilihan kebijakan untuk suatu periode pada masa yang akan datang. Sedangkan secara sempit, pengertian anggaran adalah suatu pernyataan tentang perkiraan pengeluaran dan penerimaan yang diharapkan akan terjadi pada suatu periode di masa yang akan datang, serta data pengeluaran dan penerimaan yang sungguh-sungguh terjadi di saat itu dan di masa yang lalu. Dari pengertian tersebut, kita dapat mengetahui bahwa anggaran mencerminkan serangkaian kebijakan yang dipilih oleh pemerintah. Inilah yang kemudian disebut dengan politik anggaran. Artinya, komitmen dan kehendak politik pemerintah untuk memenuhi hak-hak warga negaranya harus diwujudkan dengan menyediakan anggaran yang cukup untuk memenuhi hak-hak tersebut. Lantas, bagaimana politik anggaran pemerintah terhadap pendidikan? Dalam konteks anggaran, menempatkan pendidikan sebagai hak warga negara berarti menyediakan anggaran yang cukup untuk menyelenggarakan pendidikan yang layak bagi setiap warga Negara. Sejak amandemennya yang keempat, konstitusi telah mengamanatkan pemerintah untuk memprioritaskan sekurang- kurangnya 20% dari APBN dan APBD untuk memenuhi penyelenggaraan pendidikan nasional. Ketentuan tersebut diperjelas lagi dengan pasal 49 ayat 1 UU No. 20/2003 yang menyebutkan, ’’Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya kedinasan dialokasikan minimal 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) pada sektor pendidikan minimal, dan minimal 20% dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).” Angka 20% tersebut adalah angka minimal yang harus dipenuhi di luar pembayaran gaji pendidik dan biaya pendidikan 1 Mahasiswa Fakultas Hukum UI Angkatan 2008, Anggota Divisi Kajian Dept. Kastrat BEM UI 2010 dan Anggota Lembaga Kajian Keilmuan FHUI.

Upload: najmu-laila-sopian

Post on 27-Jul-2015

330 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Sejak amandemennya yang keempat, konstitusi telah mengamanatkan pemerintah untuk memprioritaskan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD untuk memenuhi penyelenggaraan pendidikan nasional. Ketentuan tersebut diperjelas lagi dengan pasal 49 ayat 1 UU No. 20/2003 yang menyebutkan, ’’Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya kedinasan dialokasikan minimal 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) pada sektor pendidikan minimal, dan minimal 20% dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).”Angka 20% tersebut adalah angka minimal yang harus dipenuhi di luar pembayarangaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan. Artinya, ketika angka tersebut belum cukupuntuk memenuhi hak atas pendidikan maka pemerintah harus meningkatkan alokasi dana bagi sektor pendidikan. Disinilah keberpihakan anggaran terhadap pendidikan harus terlihat.Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah, apakah hal tersebut sudah dapat dipenuhi oleh pemerintah? Apakah pemerintah telah menyelenggarakan pendidikan yang layak bagi setiap warga negaranya? Tulisan berikut ini akan menyoroti lebih jauh mengenai perbandingan anggaran pendidikan dalam APBN khususnya dalam kurun waktu lima tahun terakhir.

TRANSCRIPT

Page 1: Politik Anggaran Pendidikan: Cermin Keberpihakan Negara Terhadap Nasib Pendidikan Bangsa

POLITIK ANGGARAN PENDIDIKAN;Cermin Keberpihakan Negara Terhadap Nasib Pendidikan Bangsa

oleh Najmu Laila1

Ketika berbicara mengenai hak warga negara pada satu sisi, maka kita tak bisa luput untuk kemudian membicarakan kewajiban negara pada sisi yang berlainan. Artinya, ketika ada hak warga negara, maka timbul kewajiban negara untuk memenuhi hak tersebut. Salah satu cara pemenuhannya adalah melalui anggaran keuangan negara.

Secara umum, pengertian anggaran adalah rencana keuangan yang mencerminkan pilihan kebijakan untuk suatu periode pada masa yang akan datang. Sedangkan secara sempit, pengertian anggaran adalah suatu pernyataan tentang perkiraan pengeluaran dan penerimaan yang diharapkan akan terjadi pada suatu periode di masa yang akan datang, serta data pengeluaran dan penerimaan yang sungguh-sungguh terjadi di saat itu dan di masa yang lalu.

Dari pengertian tersebut, kita dapat mengetahui bahwa anggaran mencerminkan serangkaian kebijakan yang dipilih oleh pemerintah. Inilah yang kemudian disebut dengan politik anggaran. Artinya, komitmen dan kehendak politik pemerintah untuk memenuhi hak-hak warga negaranya harus diwujudkan dengan menyediakan anggaran yang cukup untuk memenuhi hak-hak tersebut. Lantas, bagaimana politik anggaran pemerintah terhadap pendidikan?

Dalam konteks anggaran, menempatkan pendidikan sebagai hak warga negara berarti menyediakan anggaran yang cukup untuk menyelenggarakan pendidikan yang layak bagi setiap warga Negara. Sejak amandemennya yang keempat, konstitusi telah mengamanatkan pemerintah untuk memprioritaskan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD untuk memenuhi penyelenggaraan pendidikan nasional. Ketentuan tersebut diperjelas lagi dengan pasal 49 ayat 1 UU No. 20/2003 yang menyebutkan, ’’Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya kedinasan dialokasikan minimal 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) pada sektor pendidikan minimal, dan minimal 20% dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).”

Angka 20% tersebut adalah angka minimal yang harus dipenuhi di luar pembayaran gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan. Artinya, ketika angka tersebut belum cukup untuk memenuhi hak atas pendidikan maka pemerintah harus meningkatkan alokasi dana bagi sektor pendidikan. Disinilah keberpihakan anggaran terhadap pendidikan harus terlihat.

Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah, apakah hal tersebut sudah dapat dipenuhi oleh pemerintah? Apakah pemerintah telah menyelenggarakan pendidikan yang layak bagi setiap warga negaranya? Tulisan berikut ini akan menyoroti lebih jauh mengenai perbandingan anggaran pendidikan dalam APBN khususnya dalam kurun waktu lima tahun terakhir.

Sebuah PerbandinganDilihat dari sumber-sumbernya, biaya pendidikan pada tingkat makro (nasional)

berasal dari: 1) Pendapatan negara dari sektor pajak (yang beragam jenisnya); 2) pendapatan dari sektor non-pajak, misalnya dari pemanfaatan sumber daya alam dan produksi nasional lainnya yang lazim dikategorikan ke dalam “gas” dan “non-migas”; 3) Keuntungan dari ekspor barang dan jasa; 4) usaha-usaha negara lainnya, termasuk dari divestasi saham pada BUMN, dan 5) Bantuan dalam bentuk hibah (grant) dan pinjaman luar negeri (loan) baik dari lembaga-lembaga keuangan internasional (seperti Bank Dunia, ADB, IMF, IDB, JICA)

1 Mahasiswa Fakultas Hukum UI Angkatan 2008, Anggota Divisi Kajian Dept. Kastrat BEM UI 2010 dan Anggota Lembaga Kajian Keilmuan FHUI.

Page 2: Politik Anggaran Pendidikan: Cermin Keberpihakan Negara Terhadap Nasib Pendidikan Bangsa

maupun pemerintah, baik melalui kerjasama multilateral maupun bilateral. Alokasi dana tersebut dituangkan dalam RAPBN setiap tahun.2

Anggaran pendidikan nasional menurut fungsinya dalam Belanja Pemerintah Pusat dapat dikatakan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan paling signifikan terjadi pada tahun 2006. Menurut data pokok APBN 2005 – 2010 yang dikeluarkan oleh Departemen Keuangan RI, pada tahun 2005 anggaran untuk pendidikan adalah sebesar Rp. 29.307,9 miliar. Angka tersebut mengalami kenaikan signifikan pada tahun 2006, yaitu menjadi sebesar Rp. 45.303,9 miliar, atau dengan kata lain sebesar 11,8% dari total keseluruhan APBN 2006.

Pada tahun 2007 anggaran untuk pendidikan mengalami kenaikan secara nominal dibandingkan pada tahun, yaitu menjadi sebesar 12 %. Anggaran tersebut terdiri atas fungsi pendidikan di Kementerian dan Lembaga (Rp. 57,9 triliun), dana alokasi khusus pendidikan (Rp. 6,9 triliun), serta dana alokasi umum pendidikan non-gaji (Rp. 7,2 triliun).3

Setelah keluarnya putusan MK yang mengharuskan APBN sesuai dengan konstitusi yaitu minimal sebesar 20%, maka APBN pada tahun 2008 sektor pendidikan memperoleh jatah anggaran sebesar 20%. Namun faktanya, angka 20% tersebut diperoleh setelah memasukkannya anggaran gaji pendidik ke dalam anggaran pendidikan. Padahal, anggaran gaji pendidik seharusnya masuk ke dalam sektor anggaran rutin Negara, bukan ke dalam sektor pendidikan. Usut punya usut, anggaran pendidkan setelah dikurangi gaji guru hanya mencapai 12% dari total anggaran. Tidak jauh berbeda dengan anggaran pendidikan pada tahun 2007.

Secara lebih rinci, alokasi anggaran pendidikan dalam APBN pada tahun 2008 dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :

Alokasi Anggaran Pendidikan dalam APBN 2008 (dalam triliun rupiah)

NO RINCIANAPBN Tahun

2008I Denominator1. Total Belanja Negara 854, 662. Total Belanja Negara (tidak termasuk belanja Pegawai) 726, 363. Total Belanja Pemerintah Pusat 573,434. Belanja Pemerintah Pusat (tidak termasuk belanja pegawai, hutang,

subsidi, dana bencana, belanja lain-lain)227,93

II Numerator1. Anggaran Fungsi Pendidikan dalam Belanja Negara 64,032. Anggaran Fungsi Pendidikan (non-gaji pendidikan dan anggaran

pendidikan kedinasan)51,27

3. Anggaran Fungsi Pendidikan (termasuk gaji pendidik namun tidak termasuk pendidikan kedinasan

63,68

4. Anggaran Fungsi Pendidikan dalam Belanja Negara termasuk DAK Pendidikan (tidak termasuk gaji pendidik dan anggaran pendidikan kedinasan)

58,29

5. Anggaran Fungsi Pendidikan dalam Belanja Negara (termasuk DAK Pendidikan, gaji pendidik dan anggaran pendidikan kedinasan)

71,04

6. Anggaran Fungsi Pendidikan dalam Belanja Negara (tidak termasuk DAK Pendidikan, belanja pegawai pada Perguruan Tinggi anggaran

57,70

2 Dedi Supriadi, Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006) hal. 53 Sumber: Kompas, edisi 2 Oktober Tahun 2007, hal. 12 kolom 3-7

Page 3: Politik Anggaran Pendidikan: Cermin Keberpihakan Negara Terhadap Nasib Pendidikan Bangsa

pendidikan kedinasan)

Sumber : Seknas FITRA, data diolah dari dokumen APBN 2008

Kenaikan anggaran pendidikan yang cukup signifikan juga terjadi pada tahun 2009, yaitu mencapai Rp. 89.918,1 miliar. Penurunan justru terjadi pada tahun 2010, dimana anggaran pendidikan turun menjadi Rp. 77.401,7 miliar. Untuk lebih lengkapnya, APBN untuk sektor pendidikan dapat dilihat dalam tabel berikut ini :

(dalam miliar rupiah)

Sub Fungsi 2005 2006 2007 2008 2009 2010LKPP LKPP LKPP LKPP APBN RAPBN RAPBN

Pendidikan Anak Usia Dini

281,7 306,3 444,1 496,2 665,6 632,4 880,2

Pendidikan Dasar 12.310,4 22.773,9 22.494,5 24.627,5 38.297,5 37.140,5 31.704,0Pendidikan Menengah 3.963,0 4.703,9 4.118,3 3.842,7 7.660,5 7.429,1 5.423,8Pendidikan Non Formal dan Informal

1.207,2 837,3 1.202,8 779,4 1.355,8 1.314,9 952,4

Pendidikan Kedinasan 659,0 722,2 213,1 274,3 195,0 189,1 182,5Pendidikan Tinggi 7.055,7 9.729,0 6.904,4 13.096,4 24.279,1 23.545,9 20.872,8Pelayanan Bantuan Terhadap Pendidikan

2.564,3 3.863,5 5.078,4 11.089,7 16.253,1 15.762,5 16.427,6

Pendidikan Keagamaan 69,7 2.081,5 192,4 287,7 645,9 626,4 501,7Litbang Pendidikan 1.020,0 259,8 550,8 803,5 565,7 548,6 456,8Pendidikan Lainnya 177,0 26,5 9,644,6 0,8 - - -

TOTAL 29.307,9 45.303,9 50.843,4 55.298,0 89.918,1 87.463,4 77.401,7

Sumber : Data Pokok APBN 2005 – 2010, dikeluarkan oleh Departemen Keuangan RI

Mengurai PermasalahanAnggaran untuk sektor pendidikan dalam APBN hendaknya tidak dimaknai sebagai

sekedar deretan angka yang ketika sudah mencapai satu nominal tertentu maka sudah tuntaslah kewajiban pemerintah terhadap nasib pendidikan bangsa. Lebih dari itu, anggaran pendidikan harus dimaknai sebagai sebuah usaha sungguh-sungguh dari pemerintah untuk menyelenggarakan sebuah sistem pendidikan bermutu, yang dapat diakses oleh setiap warga negara Indonesia tanpa terkecuali.

Kewajiban perintah untuk memenuhi hak pendidikan warga negara, tidak selesai dengan hanya sekedar memenuhi angka 20% dalam APBN. Jika pencapaian angka tersebut yang menjadi tolak ukurnya, maka kewajiban pemerintah telah dapat dikatakan cukup jika angka itu telah terpenuhi. Yang seharusnya menjadi tolak ukur pemerintah adalah kualitas pendidikan nasional, bukan sekedar terpenuhinya anggaran pendidikan secara kuantitas. Artinya, jika angka 20% dalam APBN masih dirasa belum cukup untuk menyelenggarakan satu sistem pendidikan yang bermutu, maka sudah seharusnyalah pemerintah menambah besaran anggaran pendidikan.

Fakta empiris menunjukkan bahwa besarnya dana pendidikan berpengaruh secara linear kepada prestasi dan kualitas pendidikan.4 Para ahli baik ahli ekonomi, sosiologi dan pendidikan berdasarkan penelitiannya sampai kepada kesimpulan bahwa mutu hasil pendidikan, ditentukan oleh mutu proses pendidikan, dan mutu proses pendidikan

4 Drs. Suharto, “ Menyoal Anggaran Pendidikan “.

Page 4: Politik Anggaran Pendidikan: Cermin Keberpihakan Negara Terhadap Nasib Pendidikan Bangsa

dipengaruhi oleh ketersediaan sumber daya pendidikan dan sumberdaya pendidikan dipengaruhi oleh ketersediaan dana dan ketersediaan dana dipengaruhi oleh kebijaksanaan yang ditempuh.5 Terlebih lagi, apabila dibandingkan dengan negara-negara lain, anggaran pendidikan nasional Indonesia jelas tertinggal. Berdasarkan Data Balitbang Depdiknas Tahun 2003, menyebutkan bahwa 2003, anggaran pendidikan Singapura telah mencapai 27% dari jumlah keseluruhan ABPN, Malaysia telah mencapai 22% yang 2008 naik menjadi 26%, Thailand 21%.

Alasan klasik yang kerap kali diungkapkan pemerintah berkaitan dengan peningkatan anggaran pendidikan adalah, bahwa jika anggaran pendidikan semakin meningkat maka anggaran untuk sektor lain akan berkurang. Permasalahan tersebut sebetulnya tidak dapat dijadikan sebagai sebuah alasan karena dapat disiasati dengan pengelolaan dana APBN yang efektif. Penambahan terhadap sektor pendidikan dapat berasal dari pemangkasan pos-pos yang tidak krusial dan tidak memenuhi rasa keadilan rakyat seperti anggaran perjalanan dinas para pejabat serta belanja barang dan jasa. Lagi-lagi semua itu kembali pada political will dari pemerintah itu sendiri. Selama ini, penyebab rendahnya pemenuhan hak pendidikan warga negara adalah bukan karena terbatasan masalah dana, melainkan lebih kepada komitmen serta kemauan pemerintah dan DPR dalam menggunakan dana APBN untuk sektor pendidikan.

Selain itu, harus ada kejelasan koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam hal penyelenggaraan pendidikan. Pelimpahan kewenangan penyelenggaraan pendidikan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah melalui asas desentralisasi tidak boleh menjadi alasan pembenar terhadap tidak meratanya akses dan kualitas pendidikan. Jangan sampai pelimpahan wewenang yang pada mulanya diharapkan menjadi jawaban bagi pemerataan dan efektifitas pelaksanaan pendidikan, malah berakibat pada kemunduran kualitas pendidikan. Hal tersebut patut menjadi catatan mengingat tidak semua pemerintahan daerah memiliki kemampuan, baik dari sisi kapasitas personel dan anggaran, yang merata.

Pada akhirnya, walaupun pendidikan adalah hak setiap warga negara namun pemenuhannya sangat tergantung pada komitmen negara. Kenyataan-kenyataan yang ada menunjukan bahwa negara belum dapat memenuhi hak atas pendidikan bagi seluruh warga negara. Hal tersebut tentu saja harus menjadi cambuk bagi negara, mengingat pendidikan selain sebagai Hak asasi warga negara juga merupakan hal yang sangat essensial dalam membangun karakter dan moral bangsa. Kita selaku warga negara juga memiliki kewajiban mendorong Negara untuk memenuhi kewajibannya sehingga dapat terselenggara pendidikan yang layak bagi seluruh warga negara Indonesia.

5 Prof.Dr. H.Soedjiarto, “Catatan Tambahan Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi”, dalam “ Penyiasatan Anggaran Pendidikan 20% , yang disusun oleh ICW dan Koalisi Pendidikan, diakses dari situs: www.antikorupsi.org, pada tanggal 6 Juni 2010, pukul 20:15 WIB.