poligami dalam perspektif hukum islam.pdf

15
1 Falsafah Poligami Dalam Perspektif Hukum Islam Oleh : NURSIDIK * I. PENDAHULUAN Allah SWT menciptakan manusia dan menjadikannya sebagai sebaik-baik makhluk dengan memberikan akal yang mampu membedakan baik dan buruk. Allah SWT juga menciptakan dalam diri manusia potensi kehidupan (thaqatu al- hayawiyah) berupa kebutuhan naluri (gharaa‟iz) yang terdiri dari naluri beragama (gharizatu al-tadayyun), naluri mempertahankan diri (gharizatu al-baqa) serta naluri melangsungkan keturunan (gharizatu al-nau‟) dan kebutuhan jasmani (al-hajatu al- udlawiyah) yang penampakannya berupa rasa lapar, haus, kantuk, bernafas, dan lain- lain. 1 Atas dorongan potensi kehidupan yang dimilikinya itulah manusia menjalani kehidupannya di dunia. Dengan kata lain, apapun yang dilakukan manusia dalam hidupnya di dunia adalah dalam rangka memenuhi kebutuhannya tersebut. Dan untuk itu, manusia menggunakan berbagai sarana yang ada. Islam adalah agama yang sangat memperhatikan masalah etika (akhlak-agama), kultura (ilmu-iptek), dan profesi (amal sholeh-keahlian). Petunjuk Kitab Suci maupun Sunnah Nabi dengan jelas menjanjikan kepada pemeluk agama (Islam) untuk meningkatkan kesadaran beretika, berkultur, dan berprofesi. 2 * Hakim pada Pengadilan Agama Slawi sejak 27 Agustus 2012, sebelumnya Hakim pada Pengadilan Agama Kajen. 1 M.Ismail Yusanto dan M.Sigit Purnawan Jati, Membangun Kepribadian Islam, Khairul Bayan Press,Jakarta, Agustus 2005, hal.239. 2 Said Agil Husin Al Munawar, Hukum Islan & Pluralitas Sosial , Penamadani, Jakarta, 2004, hal. 205.

Upload: shuq-faqat-al-fansuri

Post on 29-Nov-2015

106 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

POLIGAMI DALAM PERSPEKTIF

TRANSCRIPT

Page 1: POLIGAMI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM.pdf

1

Falsafah Poligami Dalam Perspektif Hukum Islam

Oleh : NURSIDIK *

I. PENDAHULUAN

Allah SWT menciptakan manusia dan menjadikannya sebagai sebaik-baik

makhluk dengan memberikan akal yang mampu membedakan baik dan buruk. Allah

SWT juga menciptakan dalam diri manusia potensi kehidupan (thaqatu al-

hayawiyah) berupa kebutuhan naluri (gharaa‟iz) yang terdiri dari naluri beragama

(gharizatu al-tadayyun), naluri mempertahankan diri (gharizatu al-baqa) serta naluri

melangsungkan keturunan (gharizatu al-nau‟) dan kebutuhan jasmani (al-hajatu al-

udlawiyah) yang penampakannya berupa rasa lapar, haus, kantuk, bernafas, dan lain-

lain.1

Atas dorongan potensi kehidupan yang dimilikinya itulah manusia menjalani

kehidupannya di dunia. Dengan kata lain, apapun yang dilakukan manusia dalam

hidupnya di dunia adalah dalam rangka memenuhi kebutuhannya tersebut. Dan untuk

itu, manusia menggunakan berbagai sarana yang ada.

Islam adalah agama yang sangat memperhatikan masalah etika (akhlak-agama),

kultura (ilmu-iptek), dan profesi (amal sholeh-keahlian). Petunjuk Kitab Suci maupun

Sunnah Nabi dengan jelas menjanjikan kepada pemeluk agama (Islam) untuk

meningkatkan kesadaran beretika, berkultur, dan berprofesi.2

* Hakim pada Pengadilan Agama Slawi sejak 27 Agustus 2012, sebelumnya Hakim pada Pengadilan

Agama Kajen. 1 M.Ismail Yusanto dan M.Sigit Purnawan Jati, Membangun Kepribadian Islam, Khairul Bayan

Press,Jakarta, Agustus 2005, hal.239. 2 Said Agil Husin Al Munawar, Hukum Islan & Pluralitas Sosial , Penamadani, Jakarta, 2004, hal.

205.

Page 2: POLIGAMI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM.pdf

2

Syariah dalam arti luas ajaran Islam, mencakup seluruh aspek kehidupan. Islam

dengan syariatnya menunjukkan, mengarahkan, membimbing, mendidik, dan

mengajak kepada keselamatan dunia dan akhirat. Keselamatan dunia tercermin

dalam keadaan, sikap dan perilaku hidup yang damai dan tenteram. Kedamaian dan

ketenteraman hidup inilah yang menjadi fitrah dari tujuan manusia, tentu saja yang

sehat akal budinya.

Agar seluruh pemenuhan kebutuhan tersebut berjalan dengan baik dan

menghasilkan ketenangan, ketenteraman dan kebahagiaan, manusia memerlukan

aturan yang menetapkan status hukum atau memberikan penilaian terhadap

perbuatan-perbuatan yang dilakukannya (al-afaal) yang digunakan dalam rangka

pemenuhan tersebut.

Menurut Syatibi sebagaimana dikutip oleh Ahmad Ali MD,3 Islam melalui

syariatnya, adalah agama yang mengevaluasi (menilai) kehidupan seksual secara

positif. Pertautan hubungan yang integral antara spiritualitas dan seksualitas

merupakan cara yang dilakukan Nabi Muhammad dalam membawa perubahan

masyarakatnya.

Syahwat seksual adalah bagian dari ciptaan dan ekspresi kebijaksanaan Tuhan.

Ia membawa masyarakat secara bersama-sama, memberikan kekuatan kepada mereka

untuk menghadapi kebenaran spiritualitas dan etis, dan memperbolehkan mereka

melangsungkan keturunan (hifz al-nasl).

Poligami, di mana seorang pria beristri lebih dari satu (poligini) dalam Islam

merupakan praktek yang diperbolehkan (mubah, tidak dilarang, namun tidak

3 Ahmad Ali MD, Syari‟ah dan Problematika Seksualitas , Majalah Mimbar Hukum Nomor 66,

PPHI2M, Jakarta, 2008, hal.163.

Page 3: POLIGAMI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM.pdf

3

dianjurkan). Poligami merupakan topik kajian yang selalu sengit diperdebatkan dalam

diskursus fiqh munakahat Islam.

Tak jarang sejumlah sejarahwan melancarkan serangan telak bahwa Nabi

Muhammad lah yang pertama kali memprakasai tradisi poligami, sampai-sampai ada

yang berkesimpulan bahwa salah satu penyebab cepatnya penyebaran Islam karena

penghalalan poligami, namun kemunduran dunia Islam disebabkan oleh poligami

pula.4

Sepintas lalu, kesimpulan itu seolah-olah masuk akal, tapi bila ditelusuri lebih

dalam, tudingan macam itu terlalu mengada-ada dan sukar dipertanggungjawabkan.

Sebab, sejarah membuktikan bahwa tradisi poligami sudah ada dan berkembang pesat

puluhan tahun sebelum Islam datang.5

II. PERMASALAHAN

Dari uraian tersebut di atas, maka permasalahan yang akan menjadi obyek

dalam pembahasan tulisan ini dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai

berikut:

1. Bagaimana sejarah poligami tersebut ?

2. Bagaimana hukum melakukan poligami dalam perspektif hukum Islam ?

3. Apa falsafah atau hikmah yang terkandung dalam ajaran poligami tersebut ?

III. PEMBAHASAN

A. Sejarah Poligami

Sebenarnya sistem poligami sudah meluas berlaku pada banyak bangsa

sebelum Islam sendiri datang. Di antara bangsa-bangsa yang menjalankan poligami,

yaitu Ibrani, Arab Jahiliyah dan Cisilia, yang kemudian melahirkan sebagian besar

4 www.albahar wordpress.com, diakses tanggal 25 Mei 2009.

5 Ibid,

Page 4: POLIGAMI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM.pdf

4

penduduk yang menghuni Negara-negara : Rusia, Lituania, Polandia, Cekoslovakia

(sekarang Ceko dan Slovakia) dan Yugoslavia, dan sebagian dari orang-orang Jerman

dan Saxon yang melahirkan sebagian besar penduduk yang menghuni Negara-negara

: Jerman, Swiss, Belgia, Belanda, Denmark, Swedia, Norwegia, dan Inggris.6

Poligami juga dikenal di kalangan bangsa Medes, Babilonia, Abbesinia, dan

Persia. Bahkan poligami yang dipraktekkan bangsa Yunani terkesan sangat tidak

manusiawi. Bangsa Yunani bukan saja memiliki seorang isteri yang dapat

dipertukarkan dengan yang lain, tetapi juga dapat diperjualbelikan di antara mereka

pada umumnya. Di kalangan bangsa Arab Jahiliyah, mengawini sejumlah wanita

merupakan hal lumrah dan mereka menganggap wanita itu sebagai hak milik yang

bisa dibawa-bawa dan diperjualbelikan.7

Dan tidak benar jika dikatakan bahwa Islamlah yang mula-mula membawa

sistem poligami dan tidak benar juga bila dikatakan bahwa sistem ini hanya beredar

di kalangan bangsa-bangsa yang beragama Islam saja. Karena sebenarnya sistem

poligami ini hingga dewasa ini masih tetap tersebar pada beberapa bangsa yang tidak

beragama Islam, seperti : orang-orang asli Afrika, Hindu India, Cina , dan Jepang.

Hamdi Syafiq sebagaimana dikutip oleh Abu Salma al- Atsari 8 mengatakan :

“ It is not Islam that has ushered in polygamy. As historically confirmed, polygamy

has been known since ancient times a phenomenon as old as mankind itself with

polygamy having been a commonplace practice since paranoiac times “ . ( “ Islam

bukanlah yang pertama kali memperkenalkan poligami. Secara histories ditetapkan

bahwa poligami telah dikenal semenjak masa lalu,sebuah fenomena yang usianya

setua manusia itu sendiri dimana poligami telah menjadi sebuah praktek yang lazim

semenjak masa Paranoiak”)[Hamdi Syafiq, Wives Rather Than Mistress].

Hamdi Syafiq menjelaskan bahwa, Ramses II, Raja Fir’aun yang terkenal

(berkuasa 1292-1225 SM) memiliki 8 orang isteri dan memiliki banyak selir dan

6 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah , Terjemah ,Alih Bahasa oleh Drs. Moh. Thalib, Al-Ma’arif, Bandung,

jilid 6, hal.169. 7 Syaifullah, Poligami dalam Struktur Keluarga Muslim, dalam Mimbar Hukum No. 51 Thn. XII 2001,

Al Hikmah & DITBINBAPERA Islam, Jakarta, hal. 68.

8 www.hatibening.com, diakses tanggal 25 Juni 2009

Page 5: POLIGAMI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM.pdf

5

budak wanita yang memberikannya 150 putra dan putri. Dinding biara pemujaan

merupakan bukti sejarah terkuat, di mana tercantum nama-nama isteri, selir dan anak-

anak dari tiap wanita tersebut. Ratu cantik Neferteri merupakan isteri termansyhur

Ramses II, yang terkenal berikutnya adalah Ratu Asiyanefer atau Isisnefer yang

melahirkan puteranya, Raja Merenbatah, yang naik tahta setelah ayah dan kakaknya

mangkat.

Poligami juga sudah lazim dilakukan oleh masyarakat negeri Slavia yang

sekarang menjadi Rusia, Serbia, Cechnia dan Slovakia, juga lazim dilakukan oleh

penduduk negeri Lituania, Estonia, Macedonia, Rumania, dan Bulgaria. Jerman dan

Sakson, yang merupakan dua ras utama mayoritas populasi di Jerman, Austria,

Switzerland, Belgia, Belanda, Denmark, Swedia, Nirwagia dan Inggris, juga

merupakan negeri yang melakukan praktek poligami secara meluas. Masyarakat

paganis (watsaniy) di Afrika, India, Cina, Jepang dan Asia Tenggara juga banyak

melakukan poligami.

Bahkan sebenarnya agama Kristen tidaklah melarang poligami, sebab di dalam

Injil tidak ada satu ayat pun dengan tegas melarang hal tersebut.Jika para pemeluk

Kristen bangsa Eropa pertama dulu telah beradat istiadat dengan kawin satu

perempuan saja, ini tidak lain disebabkan karena sebagian terbesar bangsa Eropa

penyembah berhala yang didatangi oleh agama Kristen pertama kalinya adalah terdiri

dari orang Yunani dan Romawi yang lebih dulu sudah punya kebiasaan yang

melarang poligami.

Setelah mereka memeluk agama Kristen, kebiasaan dan adat nenek moyang

mereka ini tetap mereka pertahankan dalam agama mereka yang baru ini. Jadi, sistem

monogami yang mereka jalankan ini bukanlah berasal dari agama Kristen yang

mereka anut, akan tetapi merupakan warisan paganisme (agama berhala) dahulu kala.

Dari sinilah kemudian gereja mengadakan bid’ah dengan menetapkan larangan

poligami dan lalu digolongkan larangan tersebut sebagai aturan agama. Padahal kitab

Injil sendiri tidak menerangkan sedikitpun tentang sesuatu ayat yang mengharamkan

sistem ini.9

9 Ibid, hal. 169-170.

Page 6: POLIGAMI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM.pdf

6

Sebenarnya sistem poligami ini tidaklah berjalan, kecuali di kalangan bangsa-

bangsa yang telah maju kebudayaannya, sedangkan pada bangsa-bangsa yang masih

primitif sangat jarang sekali, bahkan boleh dikatakan tidak ada. Hal ini diakui oleh

para sarjana sosiologi dan kebudayaan, seperti : WESTERMARK, HOBBERS,

HELER dan BOURGE.10

B. Poligami Dalam Islam

Argumentasi yang sering dijadikan dasar kebolehan poligami dalam Islam

adalah firman Allah SWT yang berbunyi :

Artinya : “ Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)

perempuan yang yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah

wanita-wanita (lain) yang kamu senangi; dua, tiga, atau empat. Kemudian

jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil (dalam hal yang bersifat

lahiriyah jika menikahi lebih dari satu), maka (nikahilah) seorang saja

atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat

kepada tidak berbuat aniaya.”11

Imam Malik meriwayatkan dalam Kitab Al- Muwattha‟, Imam Nasa’iy dan

Imam Ad Daraquthni dalam masing-masing Kitab Sunannya sebagaimana dikutip

oleh Sayyid Sabiq, 12

bahwa Nabi SAW bersabda :

Artinya : “ Bahwa Nabi berkata kepada Ghailan bin Umayyah Attsaqafi yang masuk

Islam, padahal ia mempunai sepuluh orang isteri. Beliau bersabda

kepadanya : Pilihlah empat orang di antara mereka dan ceraikanlah yang

lainnya.”

Dalam riwayat lain sebagaimana dalam Kitab Abu Daud dari Qais bin

Harits13

disebutkan bahwa Qais bin Harits mempunyai delapan orang isteri yang

10

Ibid 11

QS. An Nisa’ (4) : 3. 12

Sayyid Sabiq, Of.cit., hal. 150. 13

Ibid.

Page 7: POLIGAMI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM.pdf

7

semuanya perempuan merdeka. Tetapi ketika turun ayat tentang poligami empat

orang, maka Rasulullah menyuruhnya agar ia menceraikan empat orang dan

mengambil empat lainnya.

Artinya : “ Saya masuk Islam bersama-sama dengan delapan isteri saya, lalu saya

ceritakan hal itu kepada Nabi SAW, maka sabda beliau : Pilihlah empat

orang di antara mereka.”

Secara tekstual ayat 3 dalam Surat An Nisa’ dan hadits tersebut di atas,

merupakan dasar hukum kebolehan poligami. Namun menurut M. Quraish Shihab

sebagaimana dikutip oleh Syaifullah 14

bahwa makna ayat tersebut sering

disalahpahami. Lebih lanjut M. Quraish Shihab menguraikan bahwa ayat ini turun

menyangkut sikap sebagian orang yang ingin mengawini anak-anak yatim yang kaya

lagi cantik, dan berada dalam pemeliharaannya, tetapi tidak ingin memberinya mas

kawin yang sesuai serta tidak memperlakukannya secara adil. Jadi pada dasarnya,

ayat tersebut turun untuk menolak persepsi keliru sebagian umat Islam pada waktu

itu. Penyebutan dua, tiga, atau empat secara esensial adalah penegasan dan tuntutan

berlaku adil terhadap mereka (anak-anak yatim).

Di sisi lain, secara historis poligami sudah dipraktekan dalam kehidupan

masyarakat sebelum Islam dengan berpedoman pada syari’at dan adat istiadat yang

berlaku pada masa itu. Kitab suci Yahudi dan Nasrani tidak melarang praktek

poligami. Mengawini lebih dari satu isteri sudah menjadi jalan hidup yang diakui

keberadaannya. Semua Nabi yang disebutkan dalam Kitab Talmut dan Perjanjian

Lama mempunyai lebih dari satu isteri. Demikian juga yang terjadi di kalangan

bangsa Arab Jaliyah.

Islam datang yang dibawa oleh Rasulullah al-Amin adalah untuk

menyampaikan rahmat bagi alam semesta, maka Islam tidak melarang poligami

dengan begitu saja dan tidak pula membiarkan poligami secara bebas. Islam datang

dan membatasi poligami maksimal hanya empat isteri saja. Jaman pra Islam telah

mengenal poligami, bahkan poligami bukanlah suatu hal yang asing di mana ada

seorang lelaki beristri puluhan, bahkan ratusan isteri. Datangnya Islam membawa

rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil „alamin). Selain membatasi poligami, Islam

14

Syaifullah, Loc.cit

Page 8: POLIGAMI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM.pdf

8

juga menjelaskan persyaratan dan kriteria dianjurkannya berpoligami yang

sebelumnya tidak ada.

Agaknya, karena kenyataan historis tersebut, maka Al Quran (QS : 4 : 3) tidak

menetapkan suatu peraturan tentang poligami. Hal ini terlihat dari makna

(kandungan) ayat tersebut yang tidak menyiratkan anasir perintah atau anjuran, tetapi

kebolehan.

Kebolehan itu pun bukan kebolehan mutlak, tetapi kebolehan bersyarat untuk

memenuhi kebutuhan mendesak (sebagian anggota) masyarakat disertai

tanggungjawab berat bagi pria yang melakukannya. Suatu indikasi bahwa kebolehan

berpoligami sangat sulit dipraktekan, karena tidak semua pria dapat memenuhi

persyaratan keadilan, 15

sebagaimana dalam Al Quran16

sebagai berikut

Artinya : “ Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri- isteri

(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah

kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan

yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan

memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha

Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Dengan demikian, Al Quran menggambarkan bahwa poligami

mengandung resiko besar terhadap keadilan sosial dan kebahagiaan hidup rumah

tangga yang merupakan soko guru kebudayaan dan peradaban. Namun terkadang

dalam kenyataan sosial, praktek poligami tidak didasari pada pertimbangan-

pertimbangan logis, tetapi justru lebih didorong oleh nafsu rendah kaum pria tanpa

mengindahkan faktor keadilan sebagaimana disyaratkan dalam Al Quran.

15

Ibid, hal. 68-69. 16

QS : 4 : 129

Page 9: POLIGAMI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM.pdf

9

Dr. Abdurrahim Sayih, seorang dosen Akidah dan Falsafah Universitas Al-

Azhar, Kairo, bahwa hingga saat ini banyak kalangan yang memandang jika

poligami, yang tidak dilandasi oleh alasan-alasan keagamaan- misal hanya karena

dorongan hasrat seksual belaka- adalah boleh hukumnya menurut syari’at Islam.

Padahal model poligami yang demikian sama sekali bukan dari ajaran agama Islam,

tetapi berasal dari ajaran-ajaran pra Islam yang menyebar di Timur Tengah 17

.

Bahasan di atas menunjukkan bahwa Al Quran hanya membolehkan poligami

dalam kondisi tertentu (dharurah) sebagai solusi untuk mengatasi kebuntuan

kehidupan keluarga ; misalnya jika isteri tidak sanggup menyalurkan kebutuhan

biologis atau tidak mampu memberikan keturunan. Dalam kondisi seperti ini

poligami merupakan solusi ideal, namun hal itu sangat tergantung pada pertimbangan

setiap muslim. Artinya, poligami tidak merupakan anjuran, apalagi perintah. Al

Quran hanya memberi wadah bagi mereka yang menghendaki solusi seperti itu.

Dalam suatu permohonan judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 1

tahun 1974 tentang Perkawinan yang diajukan oleh M. Insa, bahwa pemohon judicial

review UU Perkawinan, menilai bahwa UU itu telah melarang dirinya beribadah

kepada Allah lewat poligami. Dalam permohonan judicial review-nya, M Insa, selaku

pemohon, menganggap poligami adalah bagian dari tuntutan Islam.

Namun ahli fiqih Quraish Shihab punya pendapat sendiri. Quraish Shihab18

menilai poligami bukan ibadah murni. Poligami tidak ada bedanya dengan makan.

"Sama saja dengan dokter yang melarang makan demi kesehatan. Padahal kan makan

itu juga hak asasi manusia, tapi tetap boleh dilakukan. Nah poligami sama dengan

makan," kata mantan Menag itu saat menjawab pertanyaan majelis hakim Haryono

dalam sidang judicial review UU Perkawinan di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka

Barat, Jakarta, Kamis (23/8/2007).

Dijelaskan Quraish, Al Quran bukan hanya buku hukum, tapi juga sumber

hukum. Soal poligami, dia mengakui ulama masih berbeda pendapat. Namun hampir

semua ulama sependapat, poligami diizinkan bagi yang memenuhi syarat-syarat

17

www.Hidayatullah.com, diakses tanggal 9 Juni 2009. 18

Dikutip dari DetikNews, Kamis, 23-08-07, yang diakses tanggal 19 Juni 2009.

Page 10: POLIGAMI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM.pdf

10

tertentu. Tujuan pernikahan, imbuh dia, membentuk keluarga sakinah, mawaddah,

warohmah.

Sakinah artinya ketenangan yang didapatkan setelah seseorang mengalami

suatu gejolak. Ketika orang sendiri, maka dia sering merasa asing. "Nah perkawinan

itu menemukan seseorang yang cocok, maka yang didapat adalah ketenangan. Ini

berarti setiap usaha yang tidak menciptakan ketenangan, maka bertentangan dengan

perkawinan".

Soal mawaddah yang berarti kosong, kata Quraish, maksudnya adalah

kosongnya jiwa dari niat buruk pada pasangan. Dan yang kedua, tidak ingin ada yang

lain selain pasangannya. "Jadi masih ada perasaan ingin memiliki yang lain, maka itu

tidak mawaddah," ujarnya. Keluarga yang sakinah, mawaddah, warohmah, kata dia,

tetap bisa bertahan meskipun sang suami berpoligami. Asalkan, sang istri rela

berkorban demi suaminya yang ingin berpoligami dengan alasan-alasan tertentu.

Terhadap Nabi, di mana beliau beristeri lebih dari empat orang, tidak berarti

melanggar ayat (3) Surat An Nisa’ tersebut. Sebab untuk Nabi bukan ayat tersebut

yang diberlakukan kepada beliau, melainkan ayat (50) Surat Al Ahzab 19

sebagai

berikut :

19

Nur Chozin, Poligami dalam Al Quran ( dalam Mimbar Hukum Nomor 29 Tahun VII 1996), Al

Hikmah & DITBINBAPERA Islam, Jakarta, 1996, hal. 84.

Page 11: POLIGAMI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM.pdf

11

Artinya : “ Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu isteri-isterimu

yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu

miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang

dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan

dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara

perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu

dan anak-anak perempuan dari saudara ibumu yang turut hijrah bersama

kamu dan perempuan mu’min yang menyerahkan dirinya kepada Nabi

kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan

untuk semua orang mu’min. Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa

yang Kami wajibkan kepada mereka tentang isteri-isteri mereka dan

hamba sahaya yang mereka miliki supaya tidak menjadi kesempitan

bagimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” 20

Menurut Ubay ibnu Ka’ab, Mujahid, al Hasan, Qatadah dan Ibnu Jarir seperti

dikutip oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya sebagaimana dikutip Nur Chozin 21

, bahwa

yang dimaksud dengan potongan ayat tersebut yang artinya “ sebagai pengkhususan

bagimu, bukan untuk semua orang mu’min, pen-) adalah batasan empat untuk umat

Muhammad, sedang untuk Nabi Muhammad batasan tersebut tidak berlaku.

C. Falsafah atau Hikmah dalam Poligami

Beberapa hikmah atau falsafah yang terkandung dalam poligami antara lain :

1. Negara-negara dewasa ini benar-benar telah menyadari tentang nilai dari

jumlah penduduk yang besar, pengaruhnya terhadap industri dan perang serta

perluasan pembangunan.

Seorang penyelidik bangsa Jerman telah membahas dengan tajam tentang

suburnya keturunan di kalangan masyarakat Islam yang menurutnya dipandang

sebagai salah satu unsur dari kekuatan masyarakat Islam. Dalam bukunya yang

berjudul “ Islam suatu kekuatan di masa depan “ yang terbit tahun 1936 menulis

bahwa sendi-sendi kekuatan Timur Islam ada tiga, yaitu :

a. Kekuatan Islam sebagai suatu agama, baik dalam i’tikad, pedoman yang

luhur, persaudaraan antar bangsa, warna kulit dan kebudayaan.

b. Karena memiliki sumber-sumber kekayaan alam yang besar yang

membentang dari Barat meliputi Samudera Atlantik dan Maroko sampai

20

QS :33 : 50 21

Nur Chozin, Of. Cit.

Page 12: POLIGAMI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM.pdf

12

ke Timur yang meliputi Lautan Teduh dan Indonesia. Gambaran ini

membentuk kesatuan ekonomi yang sehat, kuat , dan mencukupi dirinya

sendiri, sehingga bagi kaum muslim sama sekali sebenarnya tidak

memerlukan dunia Barat atau lain-lainnya bilamana sesama mereka mau

bahu membahu dan tolong menolong.

c. Suburnya keturunan di kalangan masyarakat Islam, sehingga tambah

memperbesar kekuatan yang sudah besar tersebut.

Selanjutnya penyelidik Jerman tersebut menyatakan bahwa bilamana ketiga

faktor kekuatan tersebut menjadi satu, yaitu kaum muslimin bersaudara dalam satu

aqidah, mentauhidkan Allah dan kekayaan alamnya yang besar, dapat memenuhi

kebutuhan bertambahnya jumlah penduduk yang besar, maka Islam akan merupakan

satu bahaya yang mengancam dunia Eropa dan menjadi Yang Dipertuan di alam ini

dan menjadi pusatnya.22

Dari data tahun 2008, 23

jumlah penduduk dunia berjumlah sekitar 6,7 milyar

dan jumlah tersebut akan meningkat menjadi sekitar 7 milyar pada tahun 2012.

Namun demikian jumlah penduduk muslim saat ini masih termasuk kelompok

minoritas di dunia.

Dengan adanya poligami, tak bisa tidak akan menyebabkan banyaknya anak

keturunan yang merupakan suatu berkah dari Allah SWT . Jika seorang wanita

memiliki seratus suami, darinya tidak akan dapat lahir seratus orang anak. Akan

tetapi sebaliknya, jika seratus orang wanita memiliki seorang suami, maka lahirnya

seratus anak tidak akan jauh dari kemungkinan. Jadi suatu cara yang melaluinya bisa

diharapkan anak keturunan manusia bisa berkembang dan dengan demikian akan

bertambah jumlahnya hamba-hamba Allah tersebut.

2. Bahwa adakalanya jumlah kaum wanita dalam suatu Negara lebih banyak

dari laki-lakinya, seperti yang biasanya terjadi pada masa peperangan. Bahkan pada

beberapa banyak bangsa, hampir selalu jumlah wanitanya lebih banyak sekalipun di

masa damai, di samping memperhatikan bahwa pada umumnya laki-laki itu

22

Sayyid Sabiq, of. Cit, hal.160. 23

www.pondok tadabbur.com, diakses tanggal 25 Juni 2009.

Page 13: POLIGAMI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM.pdf

13

merupakan kerja-kerja yang berat, sehingga mengakibatkan panjangnya umur

perempuan lebih besar daripada laki-laki.

Keadaan umur yang lebih panjang dengan sendirinya akan menambah

banyaknya jumlah perempuan. Karena itu ada keharusan untuk menanggung dan

melindungi jumlah yang lebih, dan jika tidak ada yang melakukan tanggung jawab

dan melindungi mereka,tentu mereka akan terpaksa berbuat menyeleweng dan

rendah, sehingga masyarakat menjadi rusak dan moral yang runtuh, atau hidup

mereka dihabiskan dalam penderitaan kesepian dan tak bersuami, sehingga kekuatan

mereka menjadi habis dan menyia-nyiakan kekayaan potensi kemanusiaan yang dapat

merupakan kekuatan bangsa dan memperbesar jumlah kekayaan yang sudah ada.

Memang jika dilihat dari data tahun 2006,24

jumlah penduduk laki-laki di

dunia (3.271.791.980) masih lebih banyak dibandingkan dari perempuan

(3.227.854.159), namun di tiga benua yakni Afrika (456.298.834 : 456.687.457),

Eropa (353.617.630 : 379.914.466), dan Amerika (441.653.264 : 453.083.366) jumlah

penduduk perempuan masih lebih banyak dari penduduk laki-laki. Begitupun untuk

penduduk Indonesia, jumlah penduduk perempuan lebih banyak dari laki-laki, yakni

111.177.963 berbanding 110.873.335.

3. Bahwa kesanggupan laki-laki untuk mempunyai keturunan lebih besar

daripada perempuan, sebab laki-laki telah memiliki persiapan kerja seksual sejak

baligh sampai tua, sedangkan perempuan dalam masa haid tidak memilikinya, di

mana masa haid ini datang setiap bulan yang temponya terkadang sampai sepuluh

hari, dan begitu pula selama masa nifas (sehabis melahirkan anak) yang temponya

terkadang sampai empat puluh hari, ditambah lagi dengan masa hamil dan menyusui.

Kesanggupan perempuan untuk beranak berakhir sekitar umur 45 sampai 50

tahun, sedangkan di pihak laki-laki masih subur sampai dengan lebih dari 60 tahun.

Keadaan dan kondisi seperti ini sudah tentu perlu diberi jalan pemecahan yang sehat.

4. Bahwa adakalanya isteri mandul atau menderita sakit yang tidak ada

harapan sembuhnya, padahal masih tetap berkeinginan untuk melanjutkan hidup

24

www.statistik ptkpt. net, diakses tanggal 25 Juni 2009.

Page 14: POLIGAMI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM.pdf

14

bersuami isteri, sedangkan suami menginginkan mempunyai anak-anak dan seorang

isteri yang dapat mengurus keperluan rumah tangganya.

5. Bahwa ada segolongan laki-laki yang mempunyai dorongan seksual

besar, yang merasa tidak puas dengan seorang isteri saja. Karena itu, daripada orang-

orang tersebut hidup dengan teman perempuan yang rusak akhlaknya, maka akan

lebih baik diberikan jalan yang halal untuk dapat memuaskan tuntutan nafsunya.

IV. KESIMPULAN

Dari pembahasan tersebut di atas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan

sebagai berikut :

1. Dari sejarahnya, tidak benar jika dikatakan bahwa Islamlah yang mula-

mula membawa sistem poligami, karena sebenarnya sistem poligami sudah meluas

berlaku pada banyak bangsa sebelum Islam datang, dan tidak benar juga bila

dikatakan bahwa sistem ini hanya beredar di kalangan bangsa-bangsa yang beragama

Islam saja. Karena sebenarnya sistem poligami ini hingga dewasa ini masih tetap

tersebar pada beberapa bangsa yang tidak beragama Islam, seperti : orang-orang asli

Afrika, Hindu India, Cina , dan Jepang. Bahkan sebenarnya agama Kristen juga

tidaklah melarang poligami, sebab di dalam Injil tidak ada satu ayatpun yang dengan

tegas melarang hal tersebut.

2. Bahwa kebolehan poligami dalam Islam adalah apabila dalam kondisi

tertentu (dharurah) sebagai solusi untuk mengatasi kebuntuan kehidupan keluarga.

Dalam kondisi seperti ini poligami merupakan solusi ideal, namun hal itu sangat

tergantung pada pertimbangan setiap muslim. Artinya, poligami tidak merupakan

anjuran, apalagi perintah. Al Quran hanya memberi wadah bagi mereka yang

menghendaki solusi seperti itu dengan berbagai syarat-syaratnya, agar benar-benar

tercapai tujuan pernikahan yang diharapkan, yakni sebuah keluarga yang bahagia,

kekal, sakinah, mawaddah, dan rahmah.

3. Bahwa ada beberapa hikmah atau falsafah yang terkandung dalam ajaran

poligami menurut Islam, baik yang berkenaan dengan politik Islam seperti untuk

meningkatkan kekuatan Islam itu sendiri dengan memperbanyak jumlah pemeluknya,

dan juga karena adanya keadaan fitrah manusia, seperti ada segolongan laki-laki yang

Page 15: POLIGAMI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM.pdf

15

mempunyai dorongan seksual besar, yang merasa tidak puas dengan seorang isteri

saja dan juga keinginan untuk mempunyai keturunan, tetapi isteri dalam keadaan

mandul atau sakit.

DAFTAR PUSTAKA

Al Quran:

--------------,Al Quran dan Terjemahnya, CV. Toha Putra, Semarang, Edisi Revisi,

1989

Buku dan Majalah :

Ahmad Ali MD, Syari‟ah dan Problematika Seksualitas , Majalah Mimbar Hukum

Nomor 66, PPHI2M, Jakarta, 2008.

M.Ismail Yusanto dan M.Sigit Purnawan Jati, Membangun Kepribadian Islam,

Khairul Bayan Press,Jakarta, Agustus 2005.

Said Agil Husin Al Munawar, Hukum Islam & Pluralitas Sosial , Penamadani,

Jakarta, 2004.

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah , Terjemah ,Alih Bahasa oleh Drs. Moh. Thalib, Al-

Ma’arif, Bandung, jilid 6.

Nur Chozin, Poligami dalam Al Quran ( dalam Mimbar Hukum Nomor 29 Tahun VII

1996), Al Hikmah & DITBINBAPERA Islam, Jakarta, 1996,

Syaifullah, Poligami dalam Struktur Keluarga Muslim, dalam Mimbar Hukum No. 51

Thn. XII 2001, Al Hikmah & DITBINBAPERA Islam, Jakarta,2001.

Internet :

www.albahar wordpress.com.

www.DetikNews.

www.hatibening.com.

www.Hidayatullah.com.

www.pondok tadabbur.com.

www.statistik ptkpt. Net.