poligami dalam perspektif hukum islam.pdf
DESCRIPTION
POLIGAMI DALAM PERSPEKTIFTRANSCRIPT
1
Falsafah Poligami Dalam Perspektif Hukum Islam
Oleh : NURSIDIK *
I. PENDAHULUAN
Allah SWT menciptakan manusia dan menjadikannya sebagai sebaik-baik
makhluk dengan memberikan akal yang mampu membedakan baik dan buruk. Allah
SWT juga menciptakan dalam diri manusia potensi kehidupan (thaqatu al-
hayawiyah) berupa kebutuhan naluri (gharaa‟iz) yang terdiri dari naluri beragama
(gharizatu al-tadayyun), naluri mempertahankan diri (gharizatu al-baqa) serta naluri
melangsungkan keturunan (gharizatu al-nau‟) dan kebutuhan jasmani (al-hajatu al-
udlawiyah) yang penampakannya berupa rasa lapar, haus, kantuk, bernafas, dan lain-
lain.1
Atas dorongan potensi kehidupan yang dimilikinya itulah manusia menjalani
kehidupannya di dunia. Dengan kata lain, apapun yang dilakukan manusia dalam
hidupnya di dunia adalah dalam rangka memenuhi kebutuhannya tersebut. Dan untuk
itu, manusia menggunakan berbagai sarana yang ada.
Islam adalah agama yang sangat memperhatikan masalah etika (akhlak-agama),
kultura (ilmu-iptek), dan profesi (amal sholeh-keahlian). Petunjuk Kitab Suci maupun
Sunnah Nabi dengan jelas menjanjikan kepada pemeluk agama (Islam) untuk
meningkatkan kesadaran beretika, berkultur, dan berprofesi.2
* Hakim pada Pengadilan Agama Slawi sejak 27 Agustus 2012, sebelumnya Hakim pada Pengadilan
Agama Kajen. 1 M.Ismail Yusanto dan M.Sigit Purnawan Jati, Membangun Kepribadian Islam, Khairul Bayan
Press,Jakarta, Agustus 2005, hal.239. 2 Said Agil Husin Al Munawar, Hukum Islan & Pluralitas Sosial , Penamadani, Jakarta, 2004, hal.
205.
2
Syariah dalam arti luas ajaran Islam, mencakup seluruh aspek kehidupan. Islam
dengan syariatnya menunjukkan, mengarahkan, membimbing, mendidik, dan
mengajak kepada keselamatan dunia dan akhirat. Keselamatan dunia tercermin
dalam keadaan, sikap dan perilaku hidup yang damai dan tenteram. Kedamaian dan
ketenteraman hidup inilah yang menjadi fitrah dari tujuan manusia, tentu saja yang
sehat akal budinya.
Agar seluruh pemenuhan kebutuhan tersebut berjalan dengan baik dan
menghasilkan ketenangan, ketenteraman dan kebahagiaan, manusia memerlukan
aturan yang menetapkan status hukum atau memberikan penilaian terhadap
perbuatan-perbuatan yang dilakukannya (al-afaal) yang digunakan dalam rangka
pemenuhan tersebut.
Menurut Syatibi sebagaimana dikutip oleh Ahmad Ali MD,3 Islam melalui
syariatnya, adalah agama yang mengevaluasi (menilai) kehidupan seksual secara
positif. Pertautan hubungan yang integral antara spiritualitas dan seksualitas
merupakan cara yang dilakukan Nabi Muhammad dalam membawa perubahan
masyarakatnya.
Syahwat seksual adalah bagian dari ciptaan dan ekspresi kebijaksanaan Tuhan.
Ia membawa masyarakat secara bersama-sama, memberikan kekuatan kepada mereka
untuk menghadapi kebenaran spiritualitas dan etis, dan memperbolehkan mereka
melangsungkan keturunan (hifz al-nasl).
Poligami, di mana seorang pria beristri lebih dari satu (poligini) dalam Islam
merupakan praktek yang diperbolehkan (mubah, tidak dilarang, namun tidak
3 Ahmad Ali MD, Syari‟ah dan Problematika Seksualitas , Majalah Mimbar Hukum Nomor 66,
PPHI2M, Jakarta, 2008, hal.163.
3
dianjurkan). Poligami merupakan topik kajian yang selalu sengit diperdebatkan dalam
diskursus fiqh munakahat Islam.
Tak jarang sejumlah sejarahwan melancarkan serangan telak bahwa Nabi
Muhammad lah yang pertama kali memprakasai tradisi poligami, sampai-sampai ada
yang berkesimpulan bahwa salah satu penyebab cepatnya penyebaran Islam karena
penghalalan poligami, namun kemunduran dunia Islam disebabkan oleh poligami
pula.4
Sepintas lalu, kesimpulan itu seolah-olah masuk akal, tapi bila ditelusuri lebih
dalam, tudingan macam itu terlalu mengada-ada dan sukar dipertanggungjawabkan.
Sebab, sejarah membuktikan bahwa tradisi poligami sudah ada dan berkembang pesat
puluhan tahun sebelum Islam datang.5
II. PERMASALAHAN
Dari uraian tersebut di atas, maka permasalahan yang akan menjadi obyek
dalam pembahasan tulisan ini dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai
berikut:
1. Bagaimana sejarah poligami tersebut ?
2. Bagaimana hukum melakukan poligami dalam perspektif hukum Islam ?
3. Apa falsafah atau hikmah yang terkandung dalam ajaran poligami tersebut ?
III. PEMBAHASAN
A. Sejarah Poligami
Sebenarnya sistem poligami sudah meluas berlaku pada banyak bangsa
sebelum Islam sendiri datang. Di antara bangsa-bangsa yang menjalankan poligami,
yaitu Ibrani, Arab Jahiliyah dan Cisilia, yang kemudian melahirkan sebagian besar
4 www.albahar wordpress.com, diakses tanggal 25 Mei 2009.
5 Ibid,
4
penduduk yang menghuni Negara-negara : Rusia, Lituania, Polandia, Cekoslovakia
(sekarang Ceko dan Slovakia) dan Yugoslavia, dan sebagian dari orang-orang Jerman
dan Saxon yang melahirkan sebagian besar penduduk yang menghuni Negara-negara
: Jerman, Swiss, Belgia, Belanda, Denmark, Swedia, Norwegia, dan Inggris.6
Poligami juga dikenal di kalangan bangsa Medes, Babilonia, Abbesinia, dan
Persia. Bahkan poligami yang dipraktekkan bangsa Yunani terkesan sangat tidak
manusiawi. Bangsa Yunani bukan saja memiliki seorang isteri yang dapat
dipertukarkan dengan yang lain, tetapi juga dapat diperjualbelikan di antara mereka
pada umumnya. Di kalangan bangsa Arab Jahiliyah, mengawini sejumlah wanita
merupakan hal lumrah dan mereka menganggap wanita itu sebagai hak milik yang
bisa dibawa-bawa dan diperjualbelikan.7
Dan tidak benar jika dikatakan bahwa Islamlah yang mula-mula membawa
sistem poligami dan tidak benar juga bila dikatakan bahwa sistem ini hanya beredar
di kalangan bangsa-bangsa yang beragama Islam saja. Karena sebenarnya sistem
poligami ini hingga dewasa ini masih tetap tersebar pada beberapa bangsa yang tidak
beragama Islam, seperti : orang-orang asli Afrika, Hindu India, Cina , dan Jepang.
Hamdi Syafiq sebagaimana dikutip oleh Abu Salma al- Atsari 8 mengatakan :
“ It is not Islam that has ushered in polygamy. As historically confirmed, polygamy
has been known since ancient times a phenomenon as old as mankind itself with
polygamy having been a commonplace practice since paranoiac times “ . ( “ Islam
bukanlah yang pertama kali memperkenalkan poligami. Secara histories ditetapkan
bahwa poligami telah dikenal semenjak masa lalu,sebuah fenomena yang usianya
setua manusia itu sendiri dimana poligami telah menjadi sebuah praktek yang lazim
semenjak masa Paranoiak”)[Hamdi Syafiq, Wives Rather Than Mistress].
Hamdi Syafiq menjelaskan bahwa, Ramses II, Raja Fir’aun yang terkenal
(berkuasa 1292-1225 SM) memiliki 8 orang isteri dan memiliki banyak selir dan
6 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah , Terjemah ,Alih Bahasa oleh Drs. Moh. Thalib, Al-Ma’arif, Bandung,
jilid 6, hal.169. 7 Syaifullah, Poligami dalam Struktur Keluarga Muslim, dalam Mimbar Hukum No. 51 Thn. XII 2001,
Al Hikmah & DITBINBAPERA Islam, Jakarta, hal. 68.
8 www.hatibening.com, diakses tanggal 25 Juni 2009
5
budak wanita yang memberikannya 150 putra dan putri. Dinding biara pemujaan
merupakan bukti sejarah terkuat, di mana tercantum nama-nama isteri, selir dan anak-
anak dari tiap wanita tersebut. Ratu cantik Neferteri merupakan isteri termansyhur
Ramses II, yang terkenal berikutnya adalah Ratu Asiyanefer atau Isisnefer yang
melahirkan puteranya, Raja Merenbatah, yang naik tahta setelah ayah dan kakaknya
mangkat.
Poligami juga sudah lazim dilakukan oleh masyarakat negeri Slavia yang
sekarang menjadi Rusia, Serbia, Cechnia dan Slovakia, juga lazim dilakukan oleh
penduduk negeri Lituania, Estonia, Macedonia, Rumania, dan Bulgaria. Jerman dan
Sakson, yang merupakan dua ras utama mayoritas populasi di Jerman, Austria,
Switzerland, Belgia, Belanda, Denmark, Swedia, Nirwagia dan Inggris, juga
merupakan negeri yang melakukan praktek poligami secara meluas. Masyarakat
paganis (watsaniy) di Afrika, India, Cina, Jepang dan Asia Tenggara juga banyak
melakukan poligami.
Bahkan sebenarnya agama Kristen tidaklah melarang poligami, sebab di dalam
Injil tidak ada satu ayat pun dengan tegas melarang hal tersebut.Jika para pemeluk
Kristen bangsa Eropa pertama dulu telah beradat istiadat dengan kawin satu
perempuan saja, ini tidak lain disebabkan karena sebagian terbesar bangsa Eropa
penyembah berhala yang didatangi oleh agama Kristen pertama kalinya adalah terdiri
dari orang Yunani dan Romawi yang lebih dulu sudah punya kebiasaan yang
melarang poligami.
Setelah mereka memeluk agama Kristen, kebiasaan dan adat nenek moyang
mereka ini tetap mereka pertahankan dalam agama mereka yang baru ini. Jadi, sistem
monogami yang mereka jalankan ini bukanlah berasal dari agama Kristen yang
mereka anut, akan tetapi merupakan warisan paganisme (agama berhala) dahulu kala.
Dari sinilah kemudian gereja mengadakan bid’ah dengan menetapkan larangan
poligami dan lalu digolongkan larangan tersebut sebagai aturan agama. Padahal kitab
Injil sendiri tidak menerangkan sedikitpun tentang sesuatu ayat yang mengharamkan
sistem ini.9
9 Ibid, hal. 169-170.
6
Sebenarnya sistem poligami ini tidaklah berjalan, kecuali di kalangan bangsa-
bangsa yang telah maju kebudayaannya, sedangkan pada bangsa-bangsa yang masih
primitif sangat jarang sekali, bahkan boleh dikatakan tidak ada. Hal ini diakui oleh
para sarjana sosiologi dan kebudayaan, seperti : WESTERMARK, HOBBERS,
HELER dan BOURGE.10
B. Poligami Dalam Islam
Argumentasi yang sering dijadikan dasar kebolehan poligami dalam Islam
adalah firman Allah SWT yang berbunyi :
Artinya : “ Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi; dua, tiga, atau empat. Kemudian
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil (dalam hal yang bersifat
lahiriyah jika menikahi lebih dari satu), maka (nikahilah) seorang saja
atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat
kepada tidak berbuat aniaya.”11
Imam Malik meriwayatkan dalam Kitab Al- Muwattha‟, Imam Nasa’iy dan
Imam Ad Daraquthni dalam masing-masing Kitab Sunannya sebagaimana dikutip
oleh Sayyid Sabiq, 12
bahwa Nabi SAW bersabda :
Artinya : “ Bahwa Nabi berkata kepada Ghailan bin Umayyah Attsaqafi yang masuk
Islam, padahal ia mempunai sepuluh orang isteri. Beliau bersabda
kepadanya : Pilihlah empat orang di antara mereka dan ceraikanlah yang
lainnya.”
Dalam riwayat lain sebagaimana dalam Kitab Abu Daud dari Qais bin
Harits13
disebutkan bahwa Qais bin Harits mempunyai delapan orang isteri yang
10
Ibid 11
QS. An Nisa’ (4) : 3. 12
Sayyid Sabiq, Of.cit., hal. 150. 13
Ibid.
7
semuanya perempuan merdeka. Tetapi ketika turun ayat tentang poligami empat
orang, maka Rasulullah menyuruhnya agar ia menceraikan empat orang dan
mengambil empat lainnya.
Artinya : “ Saya masuk Islam bersama-sama dengan delapan isteri saya, lalu saya
ceritakan hal itu kepada Nabi SAW, maka sabda beliau : Pilihlah empat
orang di antara mereka.”
Secara tekstual ayat 3 dalam Surat An Nisa’ dan hadits tersebut di atas,
merupakan dasar hukum kebolehan poligami. Namun menurut M. Quraish Shihab
sebagaimana dikutip oleh Syaifullah 14
bahwa makna ayat tersebut sering
disalahpahami. Lebih lanjut M. Quraish Shihab menguraikan bahwa ayat ini turun
menyangkut sikap sebagian orang yang ingin mengawini anak-anak yatim yang kaya
lagi cantik, dan berada dalam pemeliharaannya, tetapi tidak ingin memberinya mas
kawin yang sesuai serta tidak memperlakukannya secara adil. Jadi pada dasarnya,
ayat tersebut turun untuk menolak persepsi keliru sebagian umat Islam pada waktu
itu. Penyebutan dua, tiga, atau empat secara esensial adalah penegasan dan tuntutan
berlaku adil terhadap mereka (anak-anak yatim).
Di sisi lain, secara historis poligami sudah dipraktekan dalam kehidupan
masyarakat sebelum Islam dengan berpedoman pada syari’at dan adat istiadat yang
berlaku pada masa itu. Kitab suci Yahudi dan Nasrani tidak melarang praktek
poligami. Mengawini lebih dari satu isteri sudah menjadi jalan hidup yang diakui
keberadaannya. Semua Nabi yang disebutkan dalam Kitab Talmut dan Perjanjian
Lama mempunyai lebih dari satu isteri. Demikian juga yang terjadi di kalangan
bangsa Arab Jaliyah.
Islam datang yang dibawa oleh Rasulullah al-Amin adalah untuk
menyampaikan rahmat bagi alam semesta, maka Islam tidak melarang poligami
dengan begitu saja dan tidak pula membiarkan poligami secara bebas. Islam datang
dan membatasi poligami maksimal hanya empat isteri saja. Jaman pra Islam telah
mengenal poligami, bahkan poligami bukanlah suatu hal yang asing di mana ada
seorang lelaki beristri puluhan, bahkan ratusan isteri. Datangnya Islam membawa
rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil „alamin). Selain membatasi poligami, Islam
14
Syaifullah, Loc.cit
8
juga menjelaskan persyaratan dan kriteria dianjurkannya berpoligami yang
sebelumnya tidak ada.
Agaknya, karena kenyataan historis tersebut, maka Al Quran (QS : 4 : 3) tidak
menetapkan suatu peraturan tentang poligami. Hal ini terlihat dari makna
(kandungan) ayat tersebut yang tidak menyiratkan anasir perintah atau anjuran, tetapi
kebolehan.
Kebolehan itu pun bukan kebolehan mutlak, tetapi kebolehan bersyarat untuk
memenuhi kebutuhan mendesak (sebagian anggota) masyarakat disertai
tanggungjawab berat bagi pria yang melakukannya. Suatu indikasi bahwa kebolehan
berpoligami sangat sulit dipraktekan, karena tidak semua pria dapat memenuhi
persyaratan keadilan, 15
sebagaimana dalam Al Quran16
sebagai berikut
Artinya : “ Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri- isteri
(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah
kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan
yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan
memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Dengan demikian, Al Quran menggambarkan bahwa poligami
mengandung resiko besar terhadap keadilan sosial dan kebahagiaan hidup rumah
tangga yang merupakan soko guru kebudayaan dan peradaban. Namun terkadang
dalam kenyataan sosial, praktek poligami tidak didasari pada pertimbangan-
pertimbangan logis, tetapi justru lebih didorong oleh nafsu rendah kaum pria tanpa
mengindahkan faktor keadilan sebagaimana disyaratkan dalam Al Quran.
15
Ibid, hal. 68-69. 16
QS : 4 : 129
9
Dr. Abdurrahim Sayih, seorang dosen Akidah dan Falsafah Universitas Al-
Azhar, Kairo, bahwa hingga saat ini banyak kalangan yang memandang jika
poligami, yang tidak dilandasi oleh alasan-alasan keagamaan- misal hanya karena
dorongan hasrat seksual belaka- adalah boleh hukumnya menurut syari’at Islam.
Padahal model poligami yang demikian sama sekali bukan dari ajaran agama Islam,
tetapi berasal dari ajaran-ajaran pra Islam yang menyebar di Timur Tengah 17
.
Bahasan di atas menunjukkan bahwa Al Quran hanya membolehkan poligami
dalam kondisi tertentu (dharurah) sebagai solusi untuk mengatasi kebuntuan
kehidupan keluarga ; misalnya jika isteri tidak sanggup menyalurkan kebutuhan
biologis atau tidak mampu memberikan keturunan. Dalam kondisi seperti ini
poligami merupakan solusi ideal, namun hal itu sangat tergantung pada pertimbangan
setiap muslim. Artinya, poligami tidak merupakan anjuran, apalagi perintah. Al
Quran hanya memberi wadah bagi mereka yang menghendaki solusi seperti itu.
Dalam suatu permohonan judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 1
tahun 1974 tentang Perkawinan yang diajukan oleh M. Insa, bahwa pemohon judicial
review UU Perkawinan, menilai bahwa UU itu telah melarang dirinya beribadah
kepada Allah lewat poligami. Dalam permohonan judicial review-nya, M Insa, selaku
pemohon, menganggap poligami adalah bagian dari tuntutan Islam.
Namun ahli fiqih Quraish Shihab punya pendapat sendiri. Quraish Shihab18
menilai poligami bukan ibadah murni. Poligami tidak ada bedanya dengan makan.
"Sama saja dengan dokter yang melarang makan demi kesehatan. Padahal kan makan
itu juga hak asasi manusia, tapi tetap boleh dilakukan. Nah poligami sama dengan
makan," kata mantan Menag itu saat menjawab pertanyaan majelis hakim Haryono
dalam sidang judicial review UU Perkawinan di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka
Barat, Jakarta, Kamis (23/8/2007).
Dijelaskan Quraish, Al Quran bukan hanya buku hukum, tapi juga sumber
hukum. Soal poligami, dia mengakui ulama masih berbeda pendapat. Namun hampir
semua ulama sependapat, poligami diizinkan bagi yang memenuhi syarat-syarat
17
www.Hidayatullah.com, diakses tanggal 9 Juni 2009. 18
Dikutip dari DetikNews, Kamis, 23-08-07, yang diakses tanggal 19 Juni 2009.
10
tertentu. Tujuan pernikahan, imbuh dia, membentuk keluarga sakinah, mawaddah,
warohmah.
Sakinah artinya ketenangan yang didapatkan setelah seseorang mengalami
suatu gejolak. Ketika orang sendiri, maka dia sering merasa asing. "Nah perkawinan
itu menemukan seseorang yang cocok, maka yang didapat adalah ketenangan. Ini
berarti setiap usaha yang tidak menciptakan ketenangan, maka bertentangan dengan
perkawinan".
Soal mawaddah yang berarti kosong, kata Quraish, maksudnya adalah
kosongnya jiwa dari niat buruk pada pasangan. Dan yang kedua, tidak ingin ada yang
lain selain pasangannya. "Jadi masih ada perasaan ingin memiliki yang lain, maka itu
tidak mawaddah," ujarnya. Keluarga yang sakinah, mawaddah, warohmah, kata dia,
tetap bisa bertahan meskipun sang suami berpoligami. Asalkan, sang istri rela
berkorban demi suaminya yang ingin berpoligami dengan alasan-alasan tertentu.
Terhadap Nabi, di mana beliau beristeri lebih dari empat orang, tidak berarti
melanggar ayat (3) Surat An Nisa’ tersebut. Sebab untuk Nabi bukan ayat tersebut
yang diberlakukan kepada beliau, melainkan ayat (50) Surat Al Ahzab 19
sebagai
berikut :
19
Nur Chozin, Poligami dalam Al Quran ( dalam Mimbar Hukum Nomor 29 Tahun VII 1996), Al
Hikmah & DITBINBAPERA Islam, Jakarta, 1996, hal. 84.
11
Artinya : “ Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu isteri-isterimu
yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu
miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang
dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan
dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara
perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu
dan anak-anak perempuan dari saudara ibumu yang turut hijrah bersama
kamu dan perempuan mu’min yang menyerahkan dirinya kepada Nabi
kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan
untuk semua orang mu’min. Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa
yang Kami wajibkan kepada mereka tentang isteri-isteri mereka dan
hamba sahaya yang mereka miliki supaya tidak menjadi kesempitan
bagimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” 20
Menurut Ubay ibnu Ka’ab, Mujahid, al Hasan, Qatadah dan Ibnu Jarir seperti
dikutip oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya sebagaimana dikutip Nur Chozin 21
, bahwa
yang dimaksud dengan potongan ayat tersebut yang artinya “ sebagai pengkhususan
bagimu, bukan untuk semua orang mu’min, pen-) adalah batasan empat untuk umat
Muhammad, sedang untuk Nabi Muhammad batasan tersebut tidak berlaku.
C. Falsafah atau Hikmah dalam Poligami
Beberapa hikmah atau falsafah yang terkandung dalam poligami antara lain :
1. Negara-negara dewasa ini benar-benar telah menyadari tentang nilai dari
jumlah penduduk yang besar, pengaruhnya terhadap industri dan perang serta
perluasan pembangunan.
Seorang penyelidik bangsa Jerman telah membahas dengan tajam tentang
suburnya keturunan di kalangan masyarakat Islam yang menurutnya dipandang
sebagai salah satu unsur dari kekuatan masyarakat Islam. Dalam bukunya yang
berjudul “ Islam suatu kekuatan di masa depan “ yang terbit tahun 1936 menulis
bahwa sendi-sendi kekuatan Timur Islam ada tiga, yaitu :
a. Kekuatan Islam sebagai suatu agama, baik dalam i’tikad, pedoman yang
luhur, persaudaraan antar bangsa, warna kulit dan kebudayaan.
b. Karena memiliki sumber-sumber kekayaan alam yang besar yang
membentang dari Barat meliputi Samudera Atlantik dan Maroko sampai
20
QS :33 : 50 21
Nur Chozin, Of. Cit.
12
ke Timur yang meliputi Lautan Teduh dan Indonesia. Gambaran ini
membentuk kesatuan ekonomi yang sehat, kuat , dan mencukupi dirinya
sendiri, sehingga bagi kaum muslim sama sekali sebenarnya tidak
memerlukan dunia Barat atau lain-lainnya bilamana sesama mereka mau
bahu membahu dan tolong menolong.
c. Suburnya keturunan di kalangan masyarakat Islam, sehingga tambah
memperbesar kekuatan yang sudah besar tersebut.
Selanjutnya penyelidik Jerman tersebut menyatakan bahwa bilamana ketiga
faktor kekuatan tersebut menjadi satu, yaitu kaum muslimin bersaudara dalam satu
aqidah, mentauhidkan Allah dan kekayaan alamnya yang besar, dapat memenuhi
kebutuhan bertambahnya jumlah penduduk yang besar, maka Islam akan merupakan
satu bahaya yang mengancam dunia Eropa dan menjadi Yang Dipertuan di alam ini
dan menjadi pusatnya.22
Dari data tahun 2008, 23
jumlah penduduk dunia berjumlah sekitar 6,7 milyar
dan jumlah tersebut akan meningkat menjadi sekitar 7 milyar pada tahun 2012.
Namun demikian jumlah penduduk muslim saat ini masih termasuk kelompok
minoritas di dunia.
Dengan adanya poligami, tak bisa tidak akan menyebabkan banyaknya anak
keturunan yang merupakan suatu berkah dari Allah SWT . Jika seorang wanita
memiliki seratus suami, darinya tidak akan dapat lahir seratus orang anak. Akan
tetapi sebaliknya, jika seratus orang wanita memiliki seorang suami, maka lahirnya
seratus anak tidak akan jauh dari kemungkinan. Jadi suatu cara yang melaluinya bisa
diharapkan anak keturunan manusia bisa berkembang dan dengan demikian akan
bertambah jumlahnya hamba-hamba Allah tersebut.
2. Bahwa adakalanya jumlah kaum wanita dalam suatu Negara lebih banyak
dari laki-lakinya, seperti yang biasanya terjadi pada masa peperangan. Bahkan pada
beberapa banyak bangsa, hampir selalu jumlah wanitanya lebih banyak sekalipun di
masa damai, di samping memperhatikan bahwa pada umumnya laki-laki itu
22
Sayyid Sabiq, of. Cit, hal.160. 23
www.pondok tadabbur.com, diakses tanggal 25 Juni 2009.
13
merupakan kerja-kerja yang berat, sehingga mengakibatkan panjangnya umur
perempuan lebih besar daripada laki-laki.
Keadaan umur yang lebih panjang dengan sendirinya akan menambah
banyaknya jumlah perempuan. Karena itu ada keharusan untuk menanggung dan
melindungi jumlah yang lebih, dan jika tidak ada yang melakukan tanggung jawab
dan melindungi mereka,tentu mereka akan terpaksa berbuat menyeleweng dan
rendah, sehingga masyarakat menjadi rusak dan moral yang runtuh, atau hidup
mereka dihabiskan dalam penderitaan kesepian dan tak bersuami, sehingga kekuatan
mereka menjadi habis dan menyia-nyiakan kekayaan potensi kemanusiaan yang dapat
merupakan kekuatan bangsa dan memperbesar jumlah kekayaan yang sudah ada.
Memang jika dilihat dari data tahun 2006,24
jumlah penduduk laki-laki di
dunia (3.271.791.980) masih lebih banyak dibandingkan dari perempuan
(3.227.854.159), namun di tiga benua yakni Afrika (456.298.834 : 456.687.457),
Eropa (353.617.630 : 379.914.466), dan Amerika (441.653.264 : 453.083.366) jumlah
penduduk perempuan masih lebih banyak dari penduduk laki-laki. Begitupun untuk
penduduk Indonesia, jumlah penduduk perempuan lebih banyak dari laki-laki, yakni
111.177.963 berbanding 110.873.335.
3. Bahwa kesanggupan laki-laki untuk mempunyai keturunan lebih besar
daripada perempuan, sebab laki-laki telah memiliki persiapan kerja seksual sejak
baligh sampai tua, sedangkan perempuan dalam masa haid tidak memilikinya, di
mana masa haid ini datang setiap bulan yang temponya terkadang sampai sepuluh
hari, dan begitu pula selama masa nifas (sehabis melahirkan anak) yang temponya
terkadang sampai empat puluh hari, ditambah lagi dengan masa hamil dan menyusui.
Kesanggupan perempuan untuk beranak berakhir sekitar umur 45 sampai 50
tahun, sedangkan di pihak laki-laki masih subur sampai dengan lebih dari 60 tahun.
Keadaan dan kondisi seperti ini sudah tentu perlu diberi jalan pemecahan yang sehat.
4. Bahwa adakalanya isteri mandul atau menderita sakit yang tidak ada
harapan sembuhnya, padahal masih tetap berkeinginan untuk melanjutkan hidup
24
www.statistik ptkpt. net, diakses tanggal 25 Juni 2009.
14
bersuami isteri, sedangkan suami menginginkan mempunyai anak-anak dan seorang
isteri yang dapat mengurus keperluan rumah tangganya.
5. Bahwa ada segolongan laki-laki yang mempunyai dorongan seksual
besar, yang merasa tidak puas dengan seorang isteri saja. Karena itu, daripada orang-
orang tersebut hidup dengan teman perempuan yang rusak akhlaknya, maka akan
lebih baik diberikan jalan yang halal untuk dapat memuaskan tuntutan nafsunya.
IV. KESIMPULAN
Dari pembahasan tersebut di atas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
1. Dari sejarahnya, tidak benar jika dikatakan bahwa Islamlah yang mula-
mula membawa sistem poligami, karena sebenarnya sistem poligami sudah meluas
berlaku pada banyak bangsa sebelum Islam datang, dan tidak benar juga bila
dikatakan bahwa sistem ini hanya beredar di kalangan bangsa-bangsa yang beragama
Islam saja. Karena sebenarnya sistem poligami ini hingga dewasa ini masih tetap
tersebar pada beberapa bangsa yang tidak beragama Islam, seperti : orang-orang asli
Afrika, Hindu India, Cina , dan Jepang. Bahkan sebenarnya agama Kristen juga
tidaklah melarang poligami, sebab di dalam Injil tidak ada satu ayatpun yang dengan
tegas melarang hal tersebut.
2. Bahwa kebolehan poligami dalam Islam adalah apabila dalam kondisi
tertentu (dharurah) sebagai solusi untuk mengatasi kebuntuan kehidupan keluarga.
Dalam kondisi seperti ini poligami merupakan solusi ideal, namun hal itu sangat
tergantung pada pertimbangan setiap muslim. Artinya, poligami tidak merupakan
anjuran, apalagi perintah. Al Quran hanya memberi wadah bagi mereka yang
menghendaki solusi seperti itu dengan berbagai syarat-syaratnya, agar benar-benar
tercapai tujuan pernikahan yang diharapkan, yakni sebuah keluarga yang bahagia,
kekal, sakinah, mawaddah, dan rahmah.
3. Bahwa ada beberapa hikmah atau falsafah yang terkandung dalam ajaran
poligami menurut Islam, baik yang berkenaan dengan politik Islam seperti untuk
meningkatkan kekuatan Islam itu sendiri dengan memperbanyak jumlah pemeluknya,
dan juga karena adanya keadaan fitrah manusia, seperti ada segolongan laki-laki yang
15
mempunyai dorongan seksual besar, yang merasa tidak puas dengan seorang isteri
saja dan juga keinginan untuk mempunyai keturunan, tetapi isteri dalam keadaan
mandul atau sakit.
DAFTAR PUSTAKA
Al Quran:
--------------,Al Quran dan Terjemahnya, CV. Toha Putra, Semarang, Edisi Revisi,
1989
Buku dan Majalah :
Ahmad Ali MD, Syari‟ah dan Problematika Seksualitas , Majalah Mimbar Hukum
Nomor 66, PPHI2M, Jakarta, 2008.
M.Ismail Yusanto dan M.Sigit Purnawan Jati, Membangun Kepribadian Islam,
Khairul Bayan Press,Jakarta, Agustus 2005.
Said Agil Husin Al Munawar, Hukum Islam & Pluralitas Sosial , Penamadani,
Jakarta, 2004.
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah , Terjemah ,Alih Bahasa oleh Drs. Moh. Thalib, Al-
Ma’arif, Bandung, jilid 6.
Nur Chozin, Poligami dalam Al Quran ( dalam Mimbar Hukum Nomor 29 Tahun VII
1996), Al Hikmah & DITBINBAPERA Islam, Jakarta, 1996,
Syaifullah, Poligami dalam Struktur Keluarga Muslim, dalam Mimbar Hukum No. 51
Thn. XII 2001, Al Hikmah & DITBINBAPERA Islam, Jakarta,2001.
Internet :
www.albahar wordpress.com.
www.DetikNews.
www.hatibening.com.
www.Hidayatullah.com.
www.pondok tadabbur.com.
www.statistik ptkpt. Net.