pokok pengelolaan bmn (stan)

Upload: arief-hidayatullah-daulay

Post on 14-Oct-2015

159 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Bahan ajar Mahasiswa STAN tentang Pokok Pokok pengelolaan BMN

TRANSCRIPT

Bahan Ajar Pokok-Pokok KEBIJAKAN PENGELOLAAN BMN

A. Latar Belakang Perlunya Pengelolaan BMNKetentuan umum Pengelolaan Kekayaan Negara bersumber pada Undang-Undang Dasar 1945 Bab XIV yaitu pasal 33 (Hal Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial) ayat (3) yang mengamanatkan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dan Ayat (5) menjelaskan tentang ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam Undang-Undang. Hakekat Pengelolaan Barang Milik Negara merupakan salah satu unsur penting penyelenggaraan pemerintahan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) untuk mencapai cita-cita dan tujuan berbangsa dan bernegara sehingga menimbulkan hak dan kewajiban Negara yang dapat dinilai dengan uang. Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, dalam Bab VIII Pasal 23C disebutkan bahwa hal mengenai Keuangan Negara diatur dengan undang-undang. Oleh karena itu, pengelolaan Barang Milik Negara sebagai lingkup dari Pengertian Keuangan Negara perlu dilakukan dengan mendasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menjamin tercapainya cita-cita dan tujuan dimaksud. Acuan dasar dalam pengelolaan Barang Milik Negara adalah Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, sedangkan kekuasaan atas pengelolaan keuangan Negara sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 Bab II Pasal 6 ayat (1) Instansi pengelolanya adalah Presiden yang didelegasikan kepada Menteri Keuangan dan instansi pengguna adalah kementerian negara/lembaga. Dalam Undang-Undang No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara sebagaimana tercantum dalam BAB I Pasal 1 Ayat (1) Ketentuan Umum yang dimaksud dengan Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Kemudian dalam Pasal 2 menyatakan bahwa Keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 meliputi (huruf g): Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan Negara/perusahaan daerah. Sebagai kelanjutan dari Undang-Undang Keuangan Negara Nomor 17 Tahun 2003 serta dalam rangka pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan Negara, maka diperlukan kaidah-kaidah hukum administrasi keuangan Negara yang mengatur perbendaharaan Negara sebagai bagian dari paket reformasi kebijakan keuangan Negara dan pengelolaan barang milik Negara. Terkait Pengelolaan Barang Milik Negara sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara khususnya Bab VII tentang Pengelolaan Barang Milik Negara dan Bab VIII tentang Larangan Penyitaan Uang dan Barang Milik Negara dan/Atau yang dikuasai Negara sebagaimana tercantum dalam pasal 42 s/d pasal 50. Dilanjutkan dengan Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2006 dan Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2008 yang telah diganti dengan PP 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan BMN/D.Penyelenggaraan pemerintahan negara dan pemerintahan daerah yang efektif dan efisien sangat membutuhkan tersedianya sarana dan prasarana yang memadai yang terkelola dengan baik dan efisien, sejalan dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, bahwa Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang Keuangan Negara bertindak sebagai Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia yang berwenang dan bertanggungjawab atas pengelolaan aset dan kewajiban negara secara nasional.

Sebagai pelaksanaan dari ketentuan Pasal 48 ayat (2) dan Pasal 49 ayat (6) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara maka dibentuklah PP. PP tentang pengelolaan BMN. PP ini disusun dalam rangka menjamin terlaksananya tertib administrasi dan tertib pengelolaan barang milik negara/daerah diperlukan adanya kesamaan persepsi dan langkah secara integral dan menyeluruh dari unsur-unsur yang terkait dalam pengelolaan barang milik negara/daerah. Lahirlah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (BMN/D). Kemudian PP tersebut dilakuan perubahan dengan PP Nomor 38 Tahun 2008. Selanjutnya seiring dengan pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang semakin berkembang dan kompleks perlu dikelola secara optimal maka pada Tahun 2014 PP tersebut telah diganti dengan PP Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan BMN/D. Dengan lahirnya PP Pengelolaan BMN/D Nomor 27 Tahun 2014 ini diharapkan dapat lebih menyempurnakan regulasi terkait pengelolaan BMN. Harapan selanjutnya pengelolaan BMN/D semakin tertib baik dalam hal pengadministrasiannya maupun pengelolaannya, sehingga dimasa mendatang dapat lebih efektif dan efisien. Ruang lingkup Barang Milik Negara/Daerah dalam Peraturan Pemerintah 17 Tahun 2014 mengacu pada pengertian Barang Milik Negara/Daerah berdasarkan rumusan dalam Pasal 1 angka 10 dan angka 11 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Pengaturan mengenai lingkup Barang Milik Negara/Daerah dalam Peraturan Pemerintah ini dibatasi pada pengertian Barang Milik Negara/Daerah yang bersifat berwujud, namun sepanjang belum diatur lain, Peraturan Pemerintah ini juga melingkupi Barang Milik Negara/Daerah yang bersifat tak berwujud sebagai kelompok Barang Milik Negara/Daerah selain tanah dan/atau bangunan.

B. Dasar Hukum dan Pengertian BMNBeberapa peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum pengelolaan BMN, antara lain:1. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah 2. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, yang mengatur tentang kebijakan akuntansi Barang Milik Negara yang merupakan bagian dari kebijakan penatausahaan BMN;3. PMK 226/PMK.06/2011 Tentang Perencanaan Kebutuhan BMN4. PMK 96/PMK.06/2007 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan dan Pemindahtanganan BMN 5. PMK 248/PMK.06/20011 Tentang Standar Barang dan Standar Kebutuhan BMN Berupa Tanah dan/atau Bangunan 6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.06/2011 tentang Tata cara Pengelolaan Barang Milik Negara Yang Tidak Digunakan Untuk Menyelenggarakan Tugas dan Fungsi Kementerian/Lembaga, di mana peraturan ini merupakan bagian dari tugas penatausahaan bagi Pengelola Barang terhadap BMN yang idle.7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.06/2007 tentang Penatausahaan BMN, yang merupakan aturan pokok dalam penatausahaan BMN.8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.06/2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemanfaatan BMN9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50/PMK.06/2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penghapusan BMN10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.06/2014 tentang Penyusunan BMN berupa Aset Tetap pada Entitas Pemerintah Pusat, perubahan atas PMK1/PMK.06/201311. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.06/2012 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian BMN 12. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.06/2009 tentang Tata Penilaian BMN13. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/PMK.06/2010 tentang Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik Negara, yang merupakan aturan yang dibutuhkan dalam pembukuan BMN. 14. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.06/2012 tentang Tata Cara Pelaksanaan Sewa Barang Milik Negara.15. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 53/KMK.06/2012 tentang Penerapan Penyusutan Barang Milik Negara Berupa Aset Tetap Pada Pemerintah Pusat sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 4/KMK.06/2013

16. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 233/PMK.05/2011, yang mengatur antara lain, akuntansi terhadap BMN di mana akuntansi BMN merupakan bagian dari penatausahaan BMN;17. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.05/2007 tentang Bagan Akun Standar, yang mengatur akun-akun yang digunakan dalam pelaporan BMN yang ada dalam buku besar aset. Peraturan ini telah diubah melalui beberapa Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.18. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 02/PMK.05/2011 tentang Pedoman Akuntansi dan Pelaporan Aset Berupa Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS), yang mengatur tentang pembukuan dan pelaporan BMN yang berasal KKKS.

C. Pengertian Barang Milik Negara Dan Pengertian Lainnya Yang Berhubungan Dengan Pengelolaan BMN dan lingkup bmn

1. Pengertian BMNDalam konteks pengelolaan keuangan negara, pengertian BMN tidak secara eksplisit tertuang didalam UU Keuangan Negara. Namun hanya termaktub dalam pengertian dan lingkup Keuangan Negara. Secara eksplisit Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 telah mendefinisikan barang milik negara (BMN) sebagai semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN, atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. BMN yang diperoleh dari dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan juga termasuk dalam pengertian tersebut. Selanjutnya berdasarkan PP 27 Tahun 2014, pengertian dari BMN yaitu adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Pengertian ini sama persis dengan pengertian BMN menurut UU Nomor 1 Tahun 2004. Dalam UU Nomor 1 tahun 2004 tidak dijabarkan terkait perolehan lainnya yang sah. Penjelasan atas perolehan lainnya yang sah terdapat pada Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2014. Perolehan lainnya yang sah adalah meliputi:1. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis2. barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak3. barang yang diperoleh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau4. barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Berikut diberikan sedikit penjelasan tentang BMN yang berasal dari perolehan lain yang sah tesebut.Berdasarkan penjelasan PP 27 Tahun 2014 pasal 104 menyatakanbahwa yang dimaksud dengan kekayaan negara tertentu yang berasal dari perolehan lain yang sah antara lain aset bekas milik asing/cina, aset yang berasal dari kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi, mineral dan batubara, dan panas bumi, barang tegahan kepabeanan dan cukai, barang yang berasal dari benda berharga asal muatan kapal yang tenggelam, barang yang diperoleh/dirampas berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, barang gratifikasi yang diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, barang eks Bank Dalam Likuidasi, Bank Beku Operasi dan Bank Beku Kegiatan Usaha, dan barang Hibah dalam rangka penanggulangan bencana.

BMN yang diperoleh dari hibah/sumbangan/sejenisnya Pendapatan hibah yang diperoleh secara langsung oleh satker maupun secara tidak langsung yaitu melalui Menteri Keuangan dalam bentuk barang maka barang tersebut dicatat sebagai Barang Milik Negara. Pendapatan Hibah Langsung menurut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191/PMK.05/2011 tentang Mekanisme Pengelolaan Hibah dan PMK Nomor 230/PMK.05/2011 tentang Sistem Akuntansi Hibah, adalah hibah yang diterima langsung oleh kementerian negara/lembaga (K/L), dan/atau pencairan dananya dilaksanakan tidak melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) yang pengesahannya dilakukan oleh Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara.

BMN yang diperoleh sebagai pelaksanaan perjanjian/kontrakPemerintah, dalam memenuhi kebutuhan barang untuk pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintahan dapat dilakukan dengan cara kerjasama dengan pihak swasta. Mengingat adanya keterbatasan dana, dimana tidak semua barang yang harus disediakan oleh pemerintahan mampu dibiayai dengan anggaran. Seperti kebutuhan akan gedung kantor, jalan, bandara dan barang lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut dilakukan kerjasama dengan pihak swasta, antara lain dengan mekanisme Bangun Guna Serah (BGS) dan/atau Bangun Serah Guna (BSG). Pada akhir masa kontrak barang dari BGS/BSG tersebut ditetapkan menjadi Barang Milik Negara. Adalagi BMN yang diperoleh karena adanya pelaksanaan kerjasama dalam eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi melalui kontrak kerja sama yang dilaksanakan oleh pemerintah dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Barang yang dibutuhkan dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi terlebih dahulu didanai oleh KKKS, yang selanjutnya sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.06/2009 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 165/PMK.06/2010 ditetapkan dan dicatat sebagai Barang Milik Negara.

BMN yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undangAset Bekas Milik Asing dan Bekas Milik Cina, yang selanjutnya disebut Aset Bekas Milik Asing/Cina adalah aset yang dikuasai negara berdasarkan:1) Peraturan Penguasa Perang Pusat Nomor Prt/Peperpu/032/1958 jo. Keputusan Penguasa Perang Pusat Nomor Kpts/Peperpu/0439/1958 jo. Undang-Undang Nomor 50 Prp. Tahun 1960;2) Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1962;3) Penetapan Presiden Nomor 4 Tahun 1962 jo. Keputusan Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Pimpinan Besar Revolusi Nomor 52/KOTI/1964;4) Instruksi Radiogram Kaskogam Nomor T-0403/G-5/5/66.Berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut Aset Bekas Milik Asing dan Bekas Milik Cina ditetapkan sebagai aset yang dikuasai oleh negara yang selanjutnya akan ditetapkan dan dicatat sebagai Barang Milik Negara.

BMN yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 240/PMK.06/2012 tentang Tata Cara Pengelolaan BMN yang Berasal Dari Aset Eks Kepabean dan Cukai, beberapa barang ditetapkan sebagai BMN, seperti barang dan/atau sarana pengangkut yang berdasarkan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dinyatakan dirampas untuk negara. Kemudian dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 03/PMK.06/2011 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal dari Barang Rampasan Negara dan Gratifikasi, menyatakan bahwa Barang Rampasan Negara adalah Barang Milik Negara yang berasal dari barang bukti yang ditetapkan dirampas untuk negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Jadi, suatu barang ditetapkan sebagai Barang Rampasan Negara melalui mekanisme pengadilan yang menghasilkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Barang Rampasan Negara ini merupakan Barang Milik Negara. Guna menambah pemahanan peserta, maka perlu disampaikan bahwa terdapat perbedaan antara Barang Milik Negara dan Kekayaan Negara. Sebagaimana diketahui bahwa yang dimaksud dengan barang milik negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau perolehan lain yang sah (pasal 1 PP nomor 27 tahun 2014). Sedangkan barang dikuasai Negara adalah bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya yang dikuasai oleh negara untuk dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (pasal 33 ayat (3) UUD 1945).Kekayaan negara mencakup semua barang serta kekayaan alam, baik yang bergerak/tidak bergerak ataupun berwujud/tidak berwujud yang dimiliki atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang terbatas pada nilai jumlah penyertaan modal Negara. Dalam arti yang lebih sempit kekayaan negara dapat dipersepsikan sebagai segala sesuatu yang dapat dinilai dengan uang yang dimiliki oleh Negara baik ditingkat pusat maupun daerah serta BUMN/BUMD.Sehingga dapat diberikan kesimpulan bahwa Kekayaan Negara lebih luas lingkupnya dibanding dengan BMN. Dan BMN merupakan bagian dari Kekayaan Negara.

2. Pengertian Lainnya Yang Berhubungan Dengan Pengelolaan BMN

Peserta perlu memahami beberapa pengertian yang terkait dengan pengelolaan BMN. Pemahaman atas pengertian-pengertian ini sangat diperlukan untuk mempermudah pemahaman peserta terhadap pembahasan materi-materi/ mata diklat selanjutnya dalam diklat ini. a. Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. b. Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan Penggunaan Barang Milik Negara/Daerah. c. Kuasa Pengguna Barang adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh Pengguna Barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.d. Daftar Barang Pengguna adalah daftar yang memuat data barang yang digunakan oleh masing-masing Pengguna Barang. e. Daftar Barang Kuasa Pengguna adalah daftar yang memuat data barang yang imiliki oleh masing-masing Kuasa Pengguna Barang. f. Kementerian Negara, yang selanjutnya disebut Kementerian, adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. g. Lembaga adalah organisasi non Kementerian Negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau Peraturan Perundang-undangan lainnya. h. Menteri/Pimpinan Lembaga adalah pejabat yang bertanggung jawab atas Penggunaan Barang Milik Negara pada Kementerian/Lembaga yang bersangkutan.

3. Lingkup Pengelolaan BMN

Ruang lingkup Barang Milik Negara/Daerah dalam Peraturan Pemerintah 17 Tahun 2014 mengacu pada pengertian Barang Milik Negara/Daerah berdasarkan rumusan dalam Pasal 1 angka 10 dan angka 11 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Pengaturan mengenai lingkup Barang Milik Negara/Daerah dalam Peraturan Pemerintah ini dibatasi pada pengertian Barang Milik Negara/Daerah yang bersifat berwujud, namun sepanjang belum diatur lain, Peraturan Pemerintah ini juga melingkupi Barang Milik Negara/Daerah yang bersifat tak berwujud sebagai kelompok Barang Milik Negara/Daerah selain tanah dan/atau bangunan. Berdasarkan PP 27 Tahun 2014 menyatakan bahwa lingkup dari pengelolaan BMND terdiri dari 11 lingkup meliputi :1)perencanaan kebutuhan dan penganggaran2)pengadaan 3)penggunaan4)pemanfaatan5)pengamanan dan pemeliharaan6)penilaian 7)pemindahtanganan8)Pemusnahan9)penghapusan10)penatausahaan 11)pembinaan, pengawasan dan pengendalianLingkup pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah tersebut merupakan siklus logistik yang lebih terinci sebagai penjabaran dari siklus logistik sebagaimana yang diamanatkan dalam penjelasan Pasal 49 ayat (6) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang disesuaikan dengan siklus perbendaharaan.Berdasarkan penjelasan Pasal 49 ayat (6) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara lingkup pengaturan BMN meliputi :1) perencanaan kebutuhan 2) tata cara penggunaan3)pemanfaatan4)pemeliharaan5)penatausahaan 6)penilaian 7)penghapusan 8)pemindahtanganan

D. PENGGOLONGAN BMN Barang milik negara memiliki jenis dan variasi yang beragam, baik dalam hal bentuk, tujuan perolehannya maupun masa manfaat yang diharapkan. Untuk memenuhi kebutuhan dalam penyajian barang milik negara di neraca, diperlukan adanya pengaturan terhadap penggolongan dan kodefikasi Barang Milik Negara. Penggolongan dan kodefikasi ini bertujuan untuk menyeragamkan penggolongan dan kodefikasi BMN secara nasional, untuk mewujudkan tertib administrasi dan juga mendukung pengelolaan BMN yang tertib. Penggolongan dan kodefikasi BMN diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan, yaitu PMK 29/PMK.06/2010 tentang Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik Negara, serta Keputusan Menteri Keuangan Nomor 229/KM.6/2012 tentang Perubahan dan Penambahan Atas Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik Negara.

Peraturan tersebut menyebutkan istilah penggolongan dan kodefikasi. Tentu saja itu berarti penggolongan dan kodefikasi adalah hal yang berbeda. Penggolongan adalah kegiatan untuk menetapkan secara sistematik ke dalam golongan, bidang, kelompok, sub kelompok dan sub-sub kelompok BMN. Selanjutnya diberikan kode BMN sesuai dengan penggolongan masing-masing BMN. Pemberian kode inilah yang disebut dengan kodefikasi. Gambar 2.1 menguraikan mengenai penggolongan BMN, mulai dari golongan, bidang, kelompok, sub kelompok dan sub-sub kelompok, Semakin bawah (sub-sub kelompok) maka uraian BMN akan semakin rinci, sedangkan semakin atas (golongan) uraian BMN akan semakin global.

Golongan BMN meliputi: a. Golongan 1 : Persediaan b. Golongan 2 : Tanah c. Golongan 3 : Peralatan dan Mesin d. Golongan 4 : Gedung dan bangunan e. Golongan 5 : Jalan, Jaringan dan Irigasi f. Golongan 6 : Aset Tetap Lainnya g. Golongan 7 : Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP) h. Golongan 8 : Aset Tak Berwujud

Penetapan golongan BMN ini sudah mengikuti Standar Akuntansi Pemerintahan, yaitu dimulai dari BMN aset lancar, yaitu persediaan, lalu diikuti dengan aset tetap (tanah, peralatan dan mesin; gedung dan bangunan; jalan, jaringan dan irigasi; aset tetap lainnya; KDP) dan aset tak berwujud. Pemberian kode BMN sepenuhnya mengacu kepada Lampiran PMK Nomor 29/PMK.06/2010. Pengguna barang dapat mengusulkan perubahan dan/atau penambahan atas penggolongan dan kodefikasi BMN kepada Menteri Keuangan, dalam hal ini Direktur Jenderal Kekayaan Negara. Apabila terdapat BMN yang belum terdaftar dalam ketentuan tersebut, maka digunakan klasifikasi dan kode barang yang mendekati jenis dan/atau fungsinya.

E. TUGAS DAN WEWENANG, TUJUAN SERTA ASAS PENGELOLAAN BMN

Dalam pelaksanaannya, pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah semakin Berkembang dan kompleks, belum dapat dilaksanakan secara optimal karena adanya beberapa permasalahan yang muncul serta adanya praktik pengelolaan yang penanganannya belum dapat dilaksanakan dengan Peraturan Pemerintah tersebut. Terkait dengan kondisi tersebut maka pemerintah terus membenahi regulasi terkait pengelolaan BMN. Sehingga lahirlah PP 27 Tahun 2014 ini sebagai penyempurna/pengganti PP sebelumnya yang dianggap sudah tidak sesuai dengan kebutuhan saat ini. Demikian juga terkait dengan Tugas dan Wewenang, Tujuan dan Azas Pengelolaan BMN diatur dengan jelas sesuai PP 27 Tahun 2014 ini. Berikut akan dijelaskan secara singkat tentang hal-hal tersebut.

Tugas dan Wewenang Pengelolaan BMN

Berdasarkan UU No 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara pasal 6 dinyatakan bahwa Presiden adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Lebih lanjut kekuasaan tersebut oleh Presiden dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan. Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara adalah Pengelola Barang Milik Negara. Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Oleh Menteri Keuangan kekuasaan tersebut selanjutnya dikuasakan lagi kepada Dirjen Kekayaan Negara hingga instansi vertikal dibawahnya (Kanwil DJKN dan KPKNL). Dalam penjelasan UU Keuangan Negara kedudukan ini disebut sebagai CFO (Chief Financial Officer). Disamping itu Pengelola Barang Milik Negara dapat mendelegasikan kewenangan dan tanggung jawab tertentu kepada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang.

Disamping itu presiden juga memberikan kuasa kepada menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinya. Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan Penggunaan Barang Milik Negara/Daerah. Dalam penjelasan UU Keuangan Negara kedudukan ini disebut sebagai COO (Chief Operational Officer).Meneteri/Pimpinan Lembaga selanjutnya dapat memberikan kuasa kepada unit dibawahnya yang disebut dengan Kuasa Pengguna Barang. Kuasa Pengguna Barang adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh Pengguna Barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.Dalam pelaksanaanya tugas dan kewenangan tersebut didelegasikan kepada unit dibawahnya. Berdasarkan KMK 218/KM.6/2013 kewenangan DJKN selaku Pengelola BMN didelegasikan sebagai berikut :Pelimpahan kepada Dit. PKNSI

Disamping itu kewenangan lain yang dilimpahkan ke PKNSI yaitu : Persetujuan/Penolakan Usul pemindahtanganan/Penghapusan BMN di Luar Negeri Nilai s/d 5 M Persetujuan/Penolakan Usul Pemanfaatan BMN di Luar Negeri Nilai s/d 5 M Pelimpahan Penanganan perkara aset eks BPPN dan Eks BDL Menyerahkan Pengurusan Aset Kredit Eks BPPN dan Eks BDL ke PUPN Pendelegasian kewenangan kepada Kanwil DJKN :

Pendelegasian Kewenangan kepada KPKNL :

Wewenang dan Tanggung Jawab Pengelola BMNMenteri Keuangan selaku bendahara umum negara adalah Pengelola Barang Milik Negara. Sebagai Pengelola BMN Menteri Keuangan memiliki wewenang dan tanggung jawab sebagai berikut :1. merumuskan kebijakan, mengatur, dan menetapkan pedoman pengelolaan Barang Milik Negara;2. meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan Barang Milik Negara;3. menetapkan status penguasaan dan Penggunaan Barang Milik Negara; 4. mengajukan usul Pemindahtanganan Barang Milik Negara berupa tanah dan/atau bangunan yang memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat; 5. memberikan keputusan atas usul Pemindahtanganan Barang Milik Negara yang berada pada Pengelola Barang yang tidak memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat sepanjang dalam batas kewenangan Menteri Keuangan;6. memberikan pertimbangan dan meneruskan usul Pemindahtanganan Barang Milik Negara yang tidak memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Presiden; 7. memberikan persetujuan atas usul Pemindahtanganan Barang Milik Negara yang berada pada Pengguna Barang yang tidak memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat sepanjang dalam batas kewenangan Menteri Keuangan; 8. menetapkan Penggunaan, Pemanfaatan, atau Pemindahtanganan Barang Milik Negara yang berada pada Pengelola Barang; 9. memberikan persetujuan atas usul Pemanfaatan Barang Milik Negara yang berada pada Pengguna Barang;10. memberikan persetujuan atas usul Pemusnahan dan Penghapusan Barang Milik Negara; 11. melakukan koordinasi dalam pelaksanaan Inventarisasi Barang Milik Negara dan menghimpun hasil Inventarisasi; 12. menyusun laporan Barang Milik Negara; 13. melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan Barang Milik Negara; 14. dan menyusun dan mempersiapkan laporan rekapitulasi Barang Milik Negara/Daerah kepada Presiden, jika diperlukan.

Pengelola Barang Milik Negara dapat mendelegasikan kewenangan dan tanggung jawab tertentu sebagaimana tersebut diatas kepada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang. Pendelegasian tersebut diatur dalam PMK.

Wewenang dan Tanggung Jawab Pengguna BMNMenteri/Pimpinan Lembaga selaku pimpinan Kementerian/Lembaga adalah Pengguna Barang Milik Negara. Sebagai Pengguna BMN Menteri/Pimpinan Lembaga memiliki Wewenang dan Tanggung Jawab sebagai berikut :1. menetapkan Kuasa Pengguna Barang dan menunjuk pejabat yang mengurus dan menyimpan Barang Milik Negara; 2. mengajukan rencana kebutuhan dan penganggaran Barang Milik Negara untuk Kementerian/Lembaga yang dipimpinnya; 3. melaksanakan pengadaan Barang Milik Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;4. mengajukan permohonan penetapan status Penggunaan Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya kepada Pengelola Barang5. menggunakan Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga; 6. mengamankan dan memelihara Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya; 7. mengajukan usul Pemanfaatan Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya kepada Pengelola Barang; 8. mengajukan usul Pemindahtanganan Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya kepada Pengelola Barang; 9. menyerahkan Barang Milik Negara yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga yang dipimpinnya dan tidak dimanfaatkan oleh Pihak Lain kepada Pengelola Barang; 10. mengajukan usul Pemusnahan dan Penghapusan Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya kepada Pengelola Barang; 11. melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian atas Penggunaan Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya; 12. melakukan pencatatan dan Inventarisasi Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya; dan 13. menyusun dan menyampaikan laporan barang pengguna semesteran dan laporan barang pengguna tahunan yang berada dalam penguasaannya kepada Pengelola Barang.

Apabila dipandang perlu Pengguna Barang Milik Negara dapat mendelegasikan kewenangan dan tanggung jawab tertentu tersebut kepada Kuasa Pengguna Barang. Tata cara pendelegasiannya diatur oleh Pengguna Barang dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan Barang Milik Negara.

Wewenang dan Tanggung Jawab Kuasa Pengguna BMNKepala kantor dalam lingkungan Kementerian/Lembaga adalah Kuasa Pengguna Barang Milik Negara dalam lingkungan kantor yang dipimpinnya. Sebagai Kuasa Pengguna BMN memiliki Wewenang dan Tanggung Jawab sebagai berikut :1. mengajukan rencana kebutuhan Barang Milik Negara untuk lingkungan kantor yang dipimpinnya kepada Pengguna Barang; 2. mengajukan permohonan penetapan status Penggunaan Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya kepada Pengguna Barang; 3. melakukan pencatatan dan Inventarisasi Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya; 4. menggunakan Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi kantor yang dipimpinnya; 5. mengamankan dan memelihara Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya; 6. mengajukan usul Pemanfaatan dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya kepada Pengguna Barang;7. menyerahkan Barang Milik Negara yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi kantor yang dipimpinnya dan sedang tidak dimanfaatkan Pihak Lain, kepada Pengguna Barang; 8. mengajukan usul Pemusnahan dan Penghapusan Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya kepada Pengguna Barang; 9. melakukan pengawasan dan pengendalian atas Penggunaan Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya; dan 10. menyusun dan menyampaikan laporan barang kuasa pengguna semesteran dan laporan barang kuasa pengguna tahunan yang berada dalam penguasaannya kepada Pengguna Barang.

Tujuan Pengelolaan BMN Tujuan Pengelolaan BMN tidak dapat dipisahkan dari tujuan ruang lingkup dari pengelolaan BMN itu sendiri. Sehubungan dengan hal tersebut berikut disampaikan tujuan pengelolaan BMN menurut lingkup pengelolaan BMN :1. Perencanaan Kebutuhan, Penganggaran, dan Pengadaan Barang Milik Negara Perencanaan Barang Milik Negara harus dapat mencerminkan kebutuhan riil Barang Milik Negara pada Kementerian/Lembaga, sehingga dapat dijadikan dasar dalam penyusunan rencana kebutuhan Barang Milik Negara pada rencana kerja dan anggaran Kementerian/Lembaga.Perencanaan Barang Milik Negaraselanjutnya akan menjadi dasar dalam Perencanaan kebutuhan, penganggaran, dan pengadaan Barang Milik Negara yang dianggap lebih efektif dan efisien sesuai kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan Negara.

2. Penggunaan Barang Milik NegaraBMN yang telah ditetapkan status penggunaanya agar dapat digunakan dalam rangkanpenyelenggaraan pemerintahan3. Penatausahaan Barang Milik NegaraTerwujudnya tertib Penatausahaan Barang Milik Negara yang dapat sekaligus mewujudkan pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang tertib, efektif, dan optimal.4. Pengamanan dan Pemeliharaan Barang Milik NegaraTerciptanya tertib administrasi, tertib fisik dan tertib hukum dalam pengelolaan Barang Milik Negara5. Penilaian Barang Milik NegaraPenilaian Barang Milik Negara dilaksanakan dalam rangka mendapatkan nilai wajar. Penilaian Barang Milik Negara dilakukan dalam rangka penyusunan neraca pemerintah, Pemanfaatan dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara6. Pemanfaatan dan Pemindahtanganan Barang Milik NegaraPemanfaatan dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara dilakukan dalam rangka optimalisasi pendayagunaan Barang Milik Negara dan untuk mendukung pengelolaan keuangan Negara 7. Pemusnahan Barang Milik NegaraPemusnahan Barang Milik Negara dilakukan dalam hal Barang Milik Negarasudah tidak dapat digunakan, tidak dapat dimanfaatkan, atau alasan lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan8. Penghapusan Barang Milik NegaraTujuan dari penghapusan adalah membersihkan pembukuan dan laporan Barang Milik Negara dari catatan atas Barang Milik Negara yang sudah tidak berada dalam penguasaan Pengelola Barang/Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang dengan selalu memperhatikan asas-asas dalam pengelolaan Barang Milik Negara.

Asas Pengelolaan BMN Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, transparansi, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai. Berdasarkan PP 27 Tahun 2014 tidak ada penjelasan tentang maksud asas tersebut. Namun sebagai tambahan pemahaman berikut disampaikan penjelasan dari asas-asas tersebut berdasarkan PP 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan BMN/D.Asas fungsional, yaitu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah-masalah di bidang pengelolaan, barang milik negara/daerah yang dilaksanakan oleh kuasa pengguna barang, pengguna barang, pengelola barang dan gubernur/bupati /walikota sesuai fungsi, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing;

Asas kepastian hukum, yaitu pengelolaan barang milik negara/daerah harus dilaksanakan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan;

Asas transparansi, yaitu penyelenggaraan pengelolaan barang milik negara/daerah harus transparan terhadap hak masyarakat dalam memperoleh informasi yang benar.

Asas efisiensi, yaitu pengelolaan barang milik negara/daerah diarahkan agar barang milik negara/daerah digunakan sesuai batasan-batasan standar kebutuhan yang diperlukan dalam rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintahan secara optimal;

Asas akuntabilitas, yaitu setiap kegiatan pengelolaan barang milik negara/daerah harus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat;

Asas kepastian nilai, yaitu pengelolaan barang milik negara/daerah harus didukung oleh adanya ketepatan jumlah dan nilai barang dalam rangka optimalisasi pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik negara/daerah serta penyusunan Neraca Pemerintah.

F. LINGKUP PENGELOLAAN BMN

Berdasarkan PP 27 Tahun 2014 menyatakan bahwa lingkup dari pengelolaan BMND terdiri dari 11 lingkup meliputi :1)perencanaan kebutuhan dan penganggaran2)pengadaan 3)penggunaan4)pemanfaatan5)pengamanan dan pemeliharaan6)penilaian 7)pemindahtanganan8)Pemusnahan9)penghapusan10)penatausahaan 11)pembinaan, pengawasan dan pengendalian

Berikut akan diberikan penjelasan secara singkat tentang masing-masing lingkup tersebut. Perlu diketahui bahwa penjelasan lebih detail akan didapatkan pada mata diklat masing-masing lingkup tersebut. Dengan penjelasan singkat ini diharapkan dapat memudahkan pemahaman bagi peserta untuk proses belajar selanjutnya.1. Perencanaan Kebutuhan dan penganggaran Berdasarkan PP 27 Tahun 2014, pengertian Perencanaan Kebutuhan adalah kegiatan merumuskan rincian kebutuhan Barang Milik Negara/Daerah untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang.Dalam rangka mewujudkan efisiensi, efektifitas dan optimalisasi perencanaan kebutuhan Barang Milik Negara yang mencerminkan kebutuhan riil Barang Milik Negara pada Kementerian/Lembaga, diperlukan adanya suatu pengaturan yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan selaku Pengelola Barang Milik Negara guna dijadikan sebagai pedoman dalam penyusunan dan persetujuan perencanaan kebutuhan Barang Milik Negara. Terkait hal tersebut maka telah diterbitkan PMK Nomor 226/PMK.06/2011 Tentang Perencanaan Kebutuhan BMN.Perencanaan Kebutuhan BMN meliputi:

a. Perencanaan Pengadaan BMN;

b. Perencanaan Pemeliharaan BMN;

c. Perencanaan Pemanfaatan BMN;

d. Perencanaan Pemindahtanganan BMN; dan

e. Perencanaan Penghapusan BMN.

Perencanaan Kebutuhan, kecuali untuk Penghapusan, berpedoman pada:

Standar BarangStandar Barang adalah spesifikasi barang yang ditetapkan sebagai acuan perhitungan pengadaan BMN dalam perencanaan kebutuhan K/L Standar KebutuhanStandar Kebutuhan adalah satuan jumlah barang yang dibutuhkan sebagai acuan perhitungan pengadaan dan penggunaan BMN dalam perencanaan kebutuhan Kementerian/Lembaga Satuan Biaya Satuan Biaya adalah berupa harga satuan, tarif dan indeks yang ditetapkan untuk menghasilkan biaya komponen keluaran dalam penyusunan RKAKL (PMK 53/PMK.02/2014 SBM 2015)Dari segi jangka waktu penyusunan RKBMN menurut PMK 226/PMK.06/2011 dibagi menjadi 2 yaitu : 1. Rencana Kebutuhan Barang Milik Negara, yang selanjutnya disingkat RKBMN, adalah dokumen perencanaan kebutuhan BMN untuk periode 5 (lima) tahun.

2. Rencana Kebutuhan Tahunan Barang Milik Negara, yang selanjutnya disingkat RKTBMN, adalah dokumen perencanaan kebutuhan BMN untuk periode 1 (satu) tahun.

Menurut PP 27 Tahun 2004 Perencanaan pemeliharaan, Pemanfaatan, Pemindahtanganan, dan Penghapusan Barang Milik Negara dapat dilakukan untuk periode 1 (satu) tahun dan 3 (tiga) tahun. Rencana kebutuhan Barang Milik Negara/Daerah disusun dengan mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan dengan mekanisme pembelian (solusi aset), Pinjam Pakai, Sewa, sewa beli (solusi non aset) atau mekanisme lainnya yang dianggap lebih efektif dan efisien sesuai kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan Negara/Daerah. Perencanaan Kebutuhan BMN disusun oleh Kuasa Pengguna, diajukan kepada Pengguna dan selanjutnya diusulkan ke Pengelola untuk mendapatkan persetujuan. 2. Pengadaan Kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh K/L/SKPD/Institusi yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa. Demikian pengertian pengadaan menurut Perpres 70 Tahun 2012 Tetang Pengadan Barang dan Jasa Pemerintah.

3. Penggunaan Pengertian Penggunaan menurut PP 27 Tahun 2014 adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pengguna Barang dalam mengelola dan menatausahakan Barang Milik Negara/Daerah yang sesuai dengan tugas dan fungsi instansi yang bersangkutan.Status Penggunaan Barang Milik Negara ditetapkan oleh Pengelola Barang.Pengelola Barang dapat mendelegasikan penetapan status penggunaan atas Barang Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan dengan kondisi tertentu kepada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang

Penetapan status Penggunaan tidak dilakukan terhadap: a. Barang Milik Negara berupa: 1. barang persediaan; 2. konstruksi dalam pengerjaan; atau 3. barang yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk dihibahkan. b. Barang Milik Negara yang berasal dari dana dekonsentrasi dan dana penunjang tugas pembantuan, yang direncanakan untuk diserahkan; c. Barang Milik Negara lainnya yang ditetapkan lebih lanjut oleh Pengelola Barang; atau

Barang Milik Negara yang telah ditetapkan status penggunaannya pada Pengguna Barang dapat digunakan sementara oleh Pengguna Barang lainnya dalam jangka waktu tertentu tanpa harus mengubah status Penggunaan Barang Milik Negara tersebut setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Pengelola Barang.

Barang Milik Negara dapat dialihkan status penggunaannya dari Pengguna Barang kepada Pengguna Barang lainnya untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi berdasarkan persetujuan Pengelola Barang.Pengalihan status Penggunaan Barang Milik Negara dapat pula dilakukan berdasarkan inisiatif dari Pengelola Barang dengan terlebih dahulu memberitahukan maksudnya tersebut kepada Pengguna Barang.

Penetapan status Penggunaan Barang Milik Negara berupa tanah dan/atau bangunan dilakukan dengan ketentuan bahwa tanah dan/atau bangunan tersebut diperlukan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang yang bersangkutan.

4. Pemanfaatan Pemanfaatan adalah pendayagunaan Barang Milik Negara yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/ Lembaga dan/atau optimalisasi Barang Milik Negara dengan tidak mengubah status kepemilikan.

Pemanfaatan BMN telah diatur dalam PMK 78/PMK.06/2014 tentang Tata Cara Pemanfaatan BMN.

Pemanfaatan Barang Milik Negara dilaksanakan oleh: a. Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya, dapat berupa tanah dan/atau bangunan, sebagian tanah dan/atau bangunan, dan selain tanah dan/atau bangunanb. Pengelola Barang dengan persetujuan Gubernur/Bupati/Walikota, untuk BMD yang berada dalam penguasaan pengelola barang, antara lain tanah dan/atau bangunan yang diserahkan kepada Pengelola Barangc. Pengguna Barang dengan persetujuan Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaan Pengguna Barang, dapat berupa tanah dan/atau bangunan, sebagian tanah dan/atau bangunan, dan selain tanah dan/atau bangunan; ataud. Pengguna Barang dengan persetujuan Pengelola Barang, untuk Barang Milik Daerah berupa sebagian tanah dan/atau bangunan yang masih digunakan oleh Pengguna Barang, dan selain tanah dan/atau bangunan.

Pemanfaatan Barang Milik Negara dilaksanakan berdasarkan pertimbangan teknis dengan memperhatikan kepentingan negara/daerah dan kepentingan umum.Bentuk Pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah berupa: a. Sewa; b. Pinjam Pakai; c. Kerja Sama Pemanfaatan; d. Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna; atau e. Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur.

1. Sewa adalah Pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai. Barang Milik Negara/Daerah dapat disewakan kepada Pihak Lain. Dengan jangka waktu sewa Barang Milik Negara/Daerah paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang. Jangka waktu Sewa Barang Milik Negara dapat lebih dari 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk: a. kerja sama infrastruktur; b. kegiatan dengan karakteristik usaha yang memerlukan waktu sewa lebih dari 5 (lima) tahun; atau c. ditentukan lain dalam Undang-Undang.

Formula tarif/besaran Sewa Barang Milik Negaraberupa tanah dan/atau bangunan ditetapkan oleh Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara. Sedangkan untuk besaran Sewa atas Barang Milik Negara untuk kerja sama infrastruktur untuk kegiatan dengan karakteristik usaha yang memerlukan waktu sewa lebih dari 5 (lima) tahun dapat mempertimbangkan nilai keekonomian dari masing-masing jenis infrastruktur.

Penyetoran uang Sewa harus dilakukan sekaligus secara tunai paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum ditandatanganinya perjanjian Sewa Barang Milik Negara. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud, penyetoran uang Sewa Barang Milik Negara untuk kerja sama infrastruktur dapat dilakukan secara bertahap dengan persetujuan Pengelola Barang.

2. Pinjam Pakai adalah penyerahan Penggunaan barang antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu tersebut berakhir diserahkan kembali kepada Pengelola Barang.

Pinjam Pakai Barang Milik Negara dilaksanakan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan. Jangka waktu Pinjam Pakai Barang Milik Negara paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali.

3. Kerja Sama Pemanfaatan adalah pendayagunaan Barang Milik Negara/Daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan negara bukan pajak/pendapatan daerah dan sumber pembiayaan lainnya. Kerja Sama Pemanfaatan Barang Milik Negara dengan Pihak Lain dilaksanakan dalam rangka: a. mengoptimalkan daya guna dan hasil guna Barang Milik Negara ; dan/atau b. meningkatkan penerimaan negara/pendapatan daerah.Kerja Sama Pemanfaatan Barang Milik Negara yang ada pada pengelola dilakukan oleh Pengelola. KSP atas Barang Milik Negara yang berada pada Pengguna Barang dilakukanoleh Pengguna dengan Persetujuan pengelola

Beberapa ketentuan yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan KSP yaitu :

a. tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk memenuhi biaya operasional, pemeliharaan, dan/atau perbaikan yang diperlukan terhadap Barang Milik Negara tersebutb. mitra Kerja Sama Pemanfaatan ditetapkan melalui tender, kecuali untuk Barang Milik Negara yang bersifat khusus dapat dilakukan penunjukan langsung c. Penunjukan langsung mitra Kerja Sama Pemanfaatan atas Barang Milik Negara/Daerah yang bersifat khusus dilakukan oleh Pengguna Barang terhadap Badan Usaha Milik Negara/Daerah yang memiliki bidang dan/atau wilayah kerja tertentu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangand. mitra Kerja Sama Pemanfaatan harus membayar kontribusi tetap setiap tahun selama jangka waktu pengoperasian yang telah ditetapkan dan pembagian keuntungan hasil Kerja Sama Pemanfaatan ke rekening Kas Umum Negara ;e. besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil Kerja Sama Pemanfaatan ditetapkan dari hasil perhitungan tim yang dibentuk dan mendapatkan persetujuan dari pengelolaf. dalam Kerja Sama Pemanfaatan Barang Milik Negara berupa tanah dan/atau bangunan, sebagian kontribusi tetap dan pembagian keuntungannya dapat berupa bangunan beserta fasilitasnya yang dibangun dalam satu kesatuan perencanaan tetapi tidak termasuk sebagai objek Kerja Sama Pemanfaatang. besaran nilai bangunan beserta fasilitasnya sebagai bagian dari kontribusi tetap dan kontribusi pembagian keuntungan paling banyak 10% (sepuluh persen) dari total penerimaan kontribusi tetap dan pembagian keuntungan selama masa Kerja Sama Pemanfaatanh. bangunan yang dibangun dengan biaya sebagian kontribusi tetap dan pembagian keuntungan dari awal pengadaannya merupakan Barang Milik Negara/Daerahi. selama jangka waktu pengoperasian, mitra Kerja Sama Pemanfaatan dilarang menjaminkan atau menggadaikan Barang Milik Negara yang menjadi objek Kerja Sama Pemanfaatan; danj. jangka waktu Kerja Sama Pemanfaatan paling lama 30 (tiga puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang. Jangka waktu Kerja Sama Pemanfaatan atas Barang Milik Negara/Daerah untuk penyediaan infrastruktur paling lama 50 (lima puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang.k. Semua biaya persiapan Kerja Sama Pemanfaatan yang terjadi setelah ditetapkannya mitra Kerja Sama Pemanfaatan dan biaya pelaksanaan Kerja Sama Pemanfaatan menjadi beban mitra Kerja Sama Pemanfaatan.

4. Bangun Guna Serah adalah Pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu.

5. Bangun Serah Guna adalah Pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati.

Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna Barang Milik Negara dilaksanakan dengan pertimbangan: a. Pengguna Barang memerlukan bangunan dan fasilitas bagi penyelenggaraan pemerintahan negara untuk kepentingan pelayanan umum dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi; dan b. tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk penyediaan bangunan dan fasilitas tersebut.

Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna Barang Milik Negara dilaksanakan oleh Pengelola Barang. Barang Milik Negara berupa tanah yang status penggunaannya ada pada Pengguna Barang dan telah direncanakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang yang bersangkutan, dapat dilakukan Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna setelah terlebih dahulu diserahkan kepada pengelola.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam BGS/BSG yaitu :

a. Jangka waktu Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna paling lama 30 (tiga puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani. b. Penetapan mitra Bangun Guna Serah atau mitra Bangun Serah Guna dilaksanakan melalui tender. c. Mitra Bangun Guna Serah atau mitra Bangun Serah Guna yang telah ditetapkan, selama jangka waktu pengoperasian : a. wajib membayar kontribusi ke rekening Kas Umum Negara setiap tahun, yang besarannya ditetapkan berdasarkan hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh pejabat yang berwenang; b. wajib memelihara objek Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna; dan c. dilarang menjaminkan, menggadaikan, atau memindahtangankan(1. tanah yang menjadi objek Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna; 2. hasil Bangun Guna Serah yang digunakan langsung untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Pemerintah Pusat; dan/atau 3. hasil Bangun Serah Guna)d. Dalam jangka waktu pengoperasian, hasil Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna harus digunakan langsung untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Pemerintah Pusat/Daerah paling sedikit 10% (sepuluh persen).e. Semua biaya persiapan Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna yang terjadi setelah ditetapkannya mitra Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna dan biaya pelaksanaan Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna menjadi beban mitra yang bersangkutan. f. Mitra Bangun Guna Serah Barang Milik Negara harus menyerahkan objek Bangun Guna Serah kepada Pengelola Barang pada akhir jangka waktu pengoperasian, setelah dilakukan audit oleh aparat pengawasan intern Pemerintah.

6. Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur adalah kerja sama antara Pemerintah dan Badan Usaha untuk kegiatan penyediaan infrastruktur sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur atas Barang Milik Negara dilaksanakan terhadap: a. Barang Milik Negara berupa tanah dan/atau bangunan pada Pengelola Barang, dilaksanakan oleh Pengelola Barang b. Barang Milik Negara berupa tanah dan/atau bangunan, sebagian tanah dan/atau bangunan yang masih digunakan oleh Pengguna Barang dilaksanakan oleh Pengguna setelah mendapat persetujuan Pengelola; atau c. Barang Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan dilaksanakan oleh Pengguna setelah mendapat persetujuan Pengelola.

Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur atas Barang Milik Negara dilakukan antara Pemerintah dan Badan Usaha meliputi perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah; dan/atau koperasi.Jangka waktu Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur paling lama 50 (lima puluh) tahun dan dapat diperpanjang. Mitra Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur harus menyerahkan objek Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur dan barang hasil Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur kepada Pemerintah pada saat berakhirnya jangka waktu Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur sesuai perjanjian.Barang hasil Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur menjadi Barang Milik Negara/Daerah sejak diserahkan kepada Pemerintah sesuai perjanjian.

5. Pengamanan dan Pemeliharaan Pengelola Barang, Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang wajib melakukan pengamanan Barang Milik Negara/Daerah yang berada dalam penguasaannya.

Pengamanan Barang Milik Negara/Daerah dilaksanakan untuk terciptanya tertib administrasi, tertib fisik dan tertib hukum dalam pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.

Berdasarkan KMK 21/KMK.01/2012 Tentang Pedoman Pengamanan dan Pemeliharaan BMN di lingkungan Kementerian Keuangan membagi pengamanan dalam 3 jenis yaitu :a. Pengamanan Administrasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk untuk menatausahakan dalam rangka mengamartkan BMN Kementerian dari segi administratif.b. Pengamanan Fisik adalah kegiatan yang dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk untuk mengamankan BMN Kementerian yang ditujukan untuk mencegah terjadinya penurunan fungsi barang, penurunan jumlah barang, dan hilangnya barang.c. Pengamanan Hukum adalah kegiatan untuk mengamankan BMN Kementerian dengan cara melengkapi bukti status kepemilikan BMN.Barang Milik Negara berupa tanah harus disertipikatkan atas nama Pemerintah Republik Indonesia yang bersangkutan. Barang Milik Negara berupa bangunan harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan atas nama Pemerintah Republik Indonesia yang bersangkutan. Barang Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan atas nama Pengguna Barang.Penyimpanan bukti kepemilikan Barang Milik Negara berupa tanah dan/atau bangunan dilakukan oleh Pengelola Barang. Penyimpanan bukti kepemilikan Barang Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan dilakukan oleh Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang.Pengelola Barang dapat menetapkan kebijakan asuransi atau pertanggungan dalam rangka pengamanan Barang Milik Negara tertentu dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara.

Masih menurut KMK 21/KMK.01/2012 dinyatakan bahwa pengertian dari Pemeliharaan adalah kegiatan atau tindakan yang dilakukan agar semua BMN selalu dalam keadaan baik dan siap untuk digunakan secara berdaya guna dan berhasil guna.Biaya pemeliharaan Barang Milik Negara/Daerah dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah. Dalam hal Barang Milik Negara dilakukan Pemanfaatan dengan Pihak Lain, biaya pemeliharaan menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari penyewa, peminjam, mitra Kerja Sama Pemanfaatan, mitra Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna, atau mitra Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur.

6. PenilaianPenilaian adalah proses kegiatan untuk memberikan suatu opini nilai atas suatu objek penilaian berupa Barang Milik Negara pada saat tertentu. Pemindahtanganan BMN diatur dalam PMK 179/PMK.06/2009 Tentang Penilaian BMN Penilaian Barang Milik Negara dilakukan dalam rangka penyusunan neraca Pemerintah Pusat, Pemanfaatan, atau Pemindahtanganan, kecuali dalam hal untuk: a. Pemanfaatan dalam bentuk Pinjam Pakai; atau b. Pemindahtanganan dalam bentuk Hibah.Penetapan nilai Barang Milik Negara/Daerah dalam rangka penyusunan neraca Pemerintah Pusat dilakukan dengan berpedoman pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).

Penilaian Barang Milik Negara berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka Pemanfaatan atau Pemindahtanganan dilakukan oleh: a. Penilai Pemerintah; atau b. Penilai Publik yang ditetapkan oleh Pengelola Barang.

Penilaian Barang Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan dalam rangka Pemanfaatan atau Pemindahtanganan dilakukan oleh tim yang ditetapkan oleh Pengguna Barang, dan dapat melibatkan Penilai yang ditetapkan oleh Pengguna Barang.

7. PemindahtangananPemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Negara. Barang Milik Negara yang tidak diperlukan bagi penyelenggaraan tugas pemerintahan negara dapat dipindahtangankan.

Hingga saat ini tentang Pemindahtanganan BMN masih merujuk pada PMK 96/PMK.06/2007 Tentang Penggunaan, Pemanfaatan, Pemindahtanganan dan Penghapusan BMN

Pemindahtanganan Barang Milik Negara dilakukan dengan cara: a. Penjualan; b. Tukar Menukar; c. Hibah; atau d. Penyertaan Modal Pemerintah Pusat/Daerah. Pemindahtanganan Barang Milik Negara untuk: a. tanah dan/atau bangunan; atau b. selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); dilakukan setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

BMN berupa Tanah dan/Atau bangunan tidak memerlukan persetujuan DPR apabila: a. sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota; b. harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah disediakan dalam dokumen penganggaran; c. diperuntukkan bagi pegawai negeri; d. diperuntukkan bagi kepentingan umum; atau e. dikuasai negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang jika status kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara ekonomis.

BMN berupa Tanah dan/Atau bangunan tidak memerlukan persetujuan DPR tersebut dalam pelaksanaanya dilakukan dengan persetujuan sebagai berikut :a. untuk tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengelola/Pengguna Barang dengan nilai lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dilakukan oleh Pengelola/Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan Presiden;b. untuk tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengelola Barang dengan nilai sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dilakukan oleh Pengelola Barangc. untuk tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang dengan nilai sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dilakukan oleh Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan Pengelola Barang

BMN selain tanah dan/atau bangunan persetujuan pemindahtangannya dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :a. untuk Barang Milik Negara yang berada pada Pengelola/Pengguna Barang dengan nilai lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dilakukan oleh Pengelola/Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat;b. untuk Barang Milik Negara yang berada pada Pengelola/Pengguna Barang dengan nilai lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sampai dengan Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dilakukan oleh Pengelola/Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan Presidenc. untuk Barang Milik Negara yang berada pada Pengelola Barang dengan nilai sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dilakukan oleh Pengelola Barang; atau d. untuk Barang Milik Negara yang berada pada Pengguna Barang dengan nilai sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dilakukan oleh Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan Pengelola Barang.

PenjualanPenjualan adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Negara kepada pihak lain dengan menerima penggantian dalam bentuk uang. Penjualan Barang Milik Negara/Daerah dilaksanakan dengan pertimbangan: a. untuk optimalisasi Barang Milik Negara/Daerah yang berlebih atau tidak digunakan/dimanfaatkan; b. secara ekonomis lebih menguntungkan bagi negara/ daerah apabila dijual; dan/atau c. sebagai pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Tukar MenukarTukar Menukar adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Negara/Daerah yang dilakukan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, antar Pemerintah Daerah, atau antara Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah dengan pihak lain, dengan menerima penggantian utama dalam bentuk barang, paling sedikit dengan nilai seimbang.

Tukar Menukar Barang Milik Negara dilaksanakan dengan pertimbangan: a. untuk memenuhi kebutuhan operasional penyelenggaraan pemerintahan; b. untuk optimalisasi Barang Milik Negara/Daerah; dan c. tidak tersedia dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah.

Tukar Menukar Barang Milik Negara dapat dilakukan dengan pihak: a. Pemerintah Daerah; b. Badan Usaha Milik Negara atau badan hukum lainnya yang dimiliki Negara; c. swasta; atau d. Pemerintah Negara lain

HibahHibah adalah pengalihan kepemilikan barang dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat, antar Pemerintah Daerah, atau dari Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah kepada Pihak Lain, tanpa memperoleh penggantian.Hibah Barang Milik Negara dilakukan dengan pertimbangan untuk kepentingan sosial, budaya, keagamaan, kemanusiaan, pendidikan yang bersifat non komersial, dan penyelenggaraan pemerintahan negara/ daerah.BMN yang dihibahkan harus memenuhi syarat: a. bukan merupakan barang rahasia negara; b. bukan merupakan barang yang menguasai hajat hidup orang banyak; danc. tidak diperlukan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi dan penyelenggaraan pemerintahan negara

Penyertaan Modal Pemerintah PusatPenyertaan Modal Pemerintah Pusat adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Negara yang semula merupakan kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai modal/saham negara pada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara.

Penyertaan Modal Pemerintah Pusat/Daerah atas Barang Milik Negara dilakukan dalam rangka pendirian, memperbaiki struktur permodalan dan/atau meningkatkan kapasitas usaha Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penyertaan Modal Pemerintah Pusat dapat dilakukan dengan pertimbangan: Barang Milik Negara yang dari awal pengadaannya sesuai dokumen penganggaran diperuntukkan bagi Badan Usaha Milik Negara atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara dalam rangka penugasan pemerintah; atau Barang Milik Negara lebih optimal apabila dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara, baik yang sudah ada maupun yang akan dibentuk.

8. PemusnahanPemusnahan adalah tindakan memusnahkan fisik dan/atau kegunaan Barang Milik Negara

Pemusnahan Barang Milik Negara dilakukan dalam hal: a. Barang Milik Negara tidak dapat digunakan, tidak dapat dimanfaatkan, dan/atau tidak dapat dipindahtangankan; atau b. terdapat alasan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pemusnahan dilaksanakan oleh Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara. Selanjutnya dilaporkan kepada Pengelola.

Pemusnahan dilakukan dengan cara dibakar, dihancurkan, ditimbun, ditenggelamkan atau cara lain sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

9. PenghapusanPenghapusan adalah tindakan menghapus Barang Milik Negara/Daerah dari daftar barang dengan menerbitkan keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan Pengelola Barang, Pengguna Barang, dan/atau Kuasa Pengguna Barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya.

Penghapusan BMN diatur dalam PMK 50/PMK.06/2014 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penghapusan BMN.

Penghapusan meliputi : a. Penghapusan dari Daftar Barang Pengguna dan/atau Daftar Barang Kuasa Pengguna; dan b. Penghapusan dari Daftar Barang Milik Negara.

Penghapusan pada Pengelola dilakukan karena : Beralihnya kepemilikan BMN Pemusnahan (dibakar, ditenggelamkan, dihancurkan, ditimbun/dikubur, ketentuan Perundang-undangan) Sebab-sebab lain (rusak berat, menguap, mencair, kadaluwarsa, mati/cacat tidak produktif, karena keadaan kahar/force majeure.

Penghapusan pada Pengguna/Kuasa Pengguna dilakukan sebagai akibat dari : Penyerahan kepada Pengelola Pengalihan Status kepada Pengguna yang lain Pemindahtanganan Putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan sudah tidak ada upaya hukum lagi Ketentuan perundang-undangan Pemusnahan Sebab-sebab lain 10. PenatausahaanPenatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan Barang Milik Negara/Daerah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.a. Pembukuan BMN adalah kegiatan pendaftaran dan pencatatan BMN ke dalam Daftar Barang menurut penggolongan dan kodefikiasi.b. Inventarisasi BMN adalah kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan Barang Milik Negara Pengguna Barang melakukan Inventarisasi Barang Milik Negara paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Dalam hal Barang Milik Negara berupa persediaan dan konstruksi dalam pengerjaan, Inventarisasi dilakukan oleh Pengguna Barang setiap tahun.c. Pelaporan BMN adalah kegiatan penyampaian data dan informasi yang dilakukan oleh unit pelaksana penatausahaan BMN pada Pengguna Barang dan Pengelola Barang.Pengelola/Pengguna/Kuasa Pengguna Barang harus menyusun Laporan Barang Pengelola Semesteran dan Tahunan

Penatausahaan BMN diatur dalam PMK 120/PMK.06/2007 Tentang Tatacara Penatausahaan BMN. Materi lebih rinci akan didapatkan dalam mata diklat Penatausahaan BMN.

11. Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian

Menteri Keuangan melakukan pembinaan pengelolaan Barang Milik Negara dan menetapkan kebijakan pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Kebijakan tersebut dapat berupa kebijakan umum maupun kebijakan teknis.

Terkait dengan Pengawasan dan Pengendalian telah diatur dalam PMK 244/PMK.06/2012. Investigasi adalah penyelidikan dengan mencatat atau merekam fakta-fakta, melakukan peninjauan dengan tujuan memperoleh jawaban atas pertanyaan-pertanyaan (peristiwa-peristiwa) yang berkaitan dengan Penggunaan, Pemanfaatan, dan Pemindahtanganan BMN

Pengawasan dan pengendalian BMN dilakukan terhadap:

a. BMN;

b. pelaksanaan pengelolaan BMN; dan/atau

c. pejabat/pegawai yang melakukan pengelolaan/pengurusan BMN.

Ruang lingkup pengawasan dan pengendalian yang dilakukan oleh Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Barang meliputi:

pemantauan; dan

penertiban.

Ruang lingkup pengawasan dan pengendalian yang dilakukan oleh Pengelola Barang meliputi:

pemantauan; dan

Investigasi.

Pemantauan dan penertiban yang dilakukan oleh Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang meliputi pelaksanaan:

a. Penggunaan;

b. Pemanfaatan;

c. Pemindahtanganan;

d. Penatausahaan; dan

e. pemeliharaan dan pengamanan,

atas BMN yang berada di bawah penguasaannya.

Pemantauan dan Investigasi yang dilakukan oleh Pengelola Barang meliputi pelaksanaan:

a. Penggunaan BMN;

b. Pemanfaatan BMN; dan

c. Pemindahtanganan BMN.

Sumber : 1) UU Nomor 17 Tahun 20032) UU Nomor 1 Tahun 20043) PP 6 Tahun 2006 dan Perubahannya PP 38 Tahun 20084) PP 27 Tahun 20145) KMK 21/KMK.6/20126) PMK 120/PMK.06/20077) PMK 226/PMK.06/20118) PMK 250/PMK.06/20119) PMK 50/PMK.06/201410) PMK 179/PMK.06/2009