poejem zzzz
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan salah satu instansi pemerintah yang
melayani masyarakat dalam bidang pelayanan kesehatan dan merupakan
usaha penyembuhan terhadap suatu penyakityang diderita oleh pasien.
Dalam melaksanakan tugasnya masing-masing, rumah sakit mempunyai
pedoman-pedoman khusus sebagai acuan atau pedoman dalam
pelayanan terhadap masyarakat sesuai dengan kondisi dan tipe dari
rumah sakit tersebut. Oleh karena itu diharapkan pelayanan terhadap
pasien dapat dilakukan semaksimal mungkin sehingga meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat.
Pengelolaan pelayanan adalah hal yang sangat penting bagi suatu
struktur kerja yang bergerak di bidang pelayanan jasa, khususnya bagi
suatu rumah sakit. Baik atau buruknya sistem pengelolaan pelayanan
akan menentukan kualitas suatu rumah sakit. Rumah sakit yang maju,
berkualitas dan terpercaya oleh masyarakat, tentunya akan menunjukan
bahwa sistem pengelolaan pelayanan yang ada di rumah sakit tersebut
baik.
Instalasi radiologi merupakan salah satu komponen dari sutu
rumah sakit. Keberadaan instalasi radiologi adalah salah satu penunjang
medik khususnya untuk membantu menegakkan diagnosa suatu penyakit
dengan cara menghasilkan gambaran radiograf yang berkualitas. Menurut
Langland (1989), kualitas radiograf dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain, sistem penggambaran, kondisi, keadaan umum pasien, teknik
pemeriksaan dan teknik pengolahan alat-alat penunjang.
Selain faktor-faktor tersebut di atas, di instalasi radiologi juga
sangat diperlukan teknik pengolahan film yang baik. Kesalahan dalam
pengolahan film dapat mengakibatkan kulitas radiograf kurang optimal,
sehingga berdampak dalam penentuan diagnosa suatu penyakit. Untuk
menghindari dan mengontrol kesalahan dalam pengolahan film, maka
diharapkan suatu instalasi radiologi mempunyai program analisis
pengulangan dan penolakan radiograf atau lebih dikenal dengan Rejected
Analisis Program (RAP).
Tujuan utama dari program analisis pengulangan dan penolakan
radiograf adalah menekan jumlah film yang ditolak (rejected) dan diulang
(repeated). Sehingga juga bermanfaat pada pengurangan dosis radiasi
pada pasien dan dapat memastikan bahwa bahan-bahan yang ada dapat
digunakan secara efektif dan efisien.
Di Instalasi Radiologi RSUD Dr Moewardi Surakarta, jumlah
pemakaian film dapat dikatakan besar, sekitar 3000 lembar per bulannya.
Oleh karena itu sangat diperlukan program analisis pengulangan dan
penolakan radiograf atau RAP untuk mengetahui besarnya angka
pengulangan film. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis berusaha
menampilkan dalam bentuk laporan kasus, yang nantinya dapat
memberikan informasi dan menambah wawasan tentang progaram
analisis pengulangan dan penolakan radiograf di Instalasi Radiologi
RSUD Dr Moewardi Surakarta.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalah sebagai
berikut :
1 Berapa besar angka penolakan pengulangan dan penolakan radiograf
di Instalasi Radiologi RSUD Dr Moewardi Surakarta ?
2 Apa faktor penyebab utama terjadinya pengulangan dan penolakan
radiograf di Instalasi Radiologi RSUD Dr Moewardi Surakarta ?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan laporan ini adalah :
1 Mengetahui besarnya angka pengulangan dan penolakan radiograf di
Instalasi Radiologi RSUD Dr Moewardi Surakarta.
2 Mengetahui faktor penyebab utama terjadinya pengulangan dan
penolakan radiograf di Instalasi Radiologi RSUD Dr Moewardi
Surakarta
D. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan laporan ini adalah :
1 Menambah pengetahuan terhadap pembaca terutama mahasiswa
Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi tentang RAP di
Instalasi Radiologi RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang dilihat dari
tinjauan teori.
2 Memberikan masukan terhadap pihak-pihak tertentu atau rumah sakit
apabila mengadakan perencanaan Quality Program.
3 Sebagai salah satu penunjang dan bekal pengalaman bagi penulis
dan mahasiswa Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi
yang selanjutnya bekerja dalam pelayanan radiologi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Program Analisis Pengulangan Dan Penolakan Radiograf
Program Analisis Pengulangan dan Penolakan Radiograf atau
RAP adalah sutu metode yang digunakan oleh instalasi radiologi untuk
menentukan analisis film yang ditolak, efektifitas biaya, konsistensi
radiografer dan bahan dalam menghasilkan radiograf yang berkualitas.
Tujuan utama dari RAP adalah menekan jumlah film yang ditolak dan
diulang. Sehingga dapat membatasi terjadinya pengulangan dalam
pembuatan radiograf sehingga secara tidak langsung akan mengurangi
dosis radiasi pada pasien.
Tujuan-tujuan lain dari reject analisis program antara lain :
1 Memastikan stansar yang tinggi pada teknik radiografi dan
pemanfaatan film pada unit radiologi.
2 Memastikan perlatan radiografi dapat dimanfaatkan secara konsisten
dengan standar yang tinggi.
3 Memastikan bahwa bahan-bahan yang ada digunakan secara efektif
(Cost efektive way).
4 Menyediakan data untuk digunakan dalam menganalisis film yang di
reject dan aspek-aspek penyebab yang membutuhkan perhatian.
5 Sebagai perencanaan awal dari quality control (QC program).
B. Faktor-faktor penyebab pengulangan dan penolakan radiograf.
Ada beberapa hal yang menjadi penyebab pengulangan dan
penolakan radiograf antara lain :
1 Posisi Pasien (Positioning)
2 Faktor Eksposi
3 Processing film
4 Pergerakan
5 Safety light
6 Artefak
7 Lain-lain atau kesalahan yang tidak teridentifikasi (Mis cellaneous)
C. Prosedur Reject Analisis Program
Dalam melakukan reject analisis program maka, diperlukan surfey
terhadap :
1 Jumlah film yang belum terekspose di ruang processing termasuk
dalam kaset.
2 Jumlah film yang belum terekspose dimasing-masing ruang
pemeriksaan.
3 Tentukan jumlah film yang direject untuk masing-masing faktor
penyebab pengulangan dan penolakan radiograf.
4 Masing-masing ruang mencatat jumlah film yang digunakan dan
jumlah film yang ditolak.
5 Tim analisis melakukan pengumpulan data dari masing-masing ruang
seminggu sekali, film yang ditolak disortir dan dilakukan kategorisasi.
6 Melakukan perhitungn dalam bentuk prosentase.
Besarnya angka penolakan dapat dihitung dengan rumus :
Jumlah film yang di reject X 100 %
Jumlah film yang diigunakan pada periode tertentu
Menentukan angka pengulangan setiap kategori :
Jumlah film yang direject dengan sebab tertentu X 100 %
Jumlah film yang direject pada periode tertentu
Batasan radiograf yang diterima antara lain :
1 Angka reject tidak melebihi 10 %, Idealnya dibawah 5 %.
2 Jika total reject rate > 10 %, maka diharapkan harus melakukan
Quality Program yang terbaik.
3 Jika reject rate 5 % -10 % mungkin terdapat pada dua keadaan yaitu :
a. Kualitas radiograf yang baik, jika tidak memiliki satu Quality
Control Program saat ini maka sebaiknya menginisiatifkan satu
program untuk perbaikan.
b. Jika Radiologist terbiasa menerima radiograf yang buruk
kualitasnya, dalam keadaan ini harus bekerja sama yang baik
dengan radiologist untuk set up Quality Control Program dan
menunjukan dengan paket Quality Control ada perbaikan.
BAB III
METODE PENGUMPULAN DATA
A. Rancangan Penelitian
Jenis rancangan penelitian yang penulis gunakan dalam
pengumpulan data di Instalasi Radiologi RSUD Dr Moewardi Surakarta
menggunakan Rapid Assesment Procedure dimana pengumpulan data
dilakukan secara cepat dalam waktu yang singkat dan bersamaan. Dalam
kesempatan ini penulis memberikan penjelasan secara terperinci fakta-
fakta di lapangan tentang Program Analisis Pengulangan dan Penolakan
Radiograf di Instalasi Radiologi RSUD Dr Moewardi Surakarta.
B. Lokasi dan Waktu Pengambilan Data
Lokasi yang digunakan dalam penyusunan laporan Praktek Kerja
Nyata Instalasi Radiologi RSUD Dr Moewardi Surakarta. Sedangkan waktu
pengambilan data dalam penulisan laporan Praktek Kerja Nyata kali ini
pada bulan Mei-Juni 2006.
C. Subyek
Subyek yang terlibat dalam pengambilan data adalah pegawai dan
radiografer yang saling berhubungan dalam pengelolaan Program Analisis
Pengulangan dan Penolakan Radiograf di Instalasi Radiologi RSUD Dr
Moewardi Surakarta.
D. Metode Pengambilan Data
1. Observasi
Penulis mengadakan observasi secara langsung pada jumlah radiograf
yang direject serta jumlah film yang dipakai. Observasi di lakukan
secara partisipasi aktif dengan ikut pelayanan dalam pengelolaan di
Instalasi Radiologi RSUD Dr Moewardi Surakarta.
2. Dokumentasi
Dokumentasi data yang penulis peroleh dalam penyusunan laporan
Praktek Kerja Nyata kali ini didapat dari sumber protap yang dimiliki
oleh Instalasi Radiologi RSUD Dr Moewardi Surakarta.
3. Wawancara
Penulis melakukan wawancara mendalam secara langsung dengan
radiographer dan petugas adminstrasi untuk memperoleh keterangan
ilmiah mengenai jumlah penggunaan film di Instalasi Radiologi RSUD
Dr Moewardi Surakarta.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Profil Rumah Sakit
1. Sejarah, Tipe dan Visi, Misi Rumah Sakit
a. Sejarah
Sebelum menjadi RSUD Dr Moewardi Surakarta seperti
sekarang ini, terjadi tiga tahap pemebentukan dalam prosesnya, yaitu:
1). Jaman penjajahan Belanda sampai tahun 1942, di kota Surakarta
terdapat tiga buah Rumah Sakit Swasta dengan nama :
a) Zicken Zorg, berkedudukan di Mangkubumen.
b) Zending Ziekenhuis berkedudukan di jebres.
c) Panti Rogo, yaitu rumah sakit milik pemerintah kasunanan
Surakarta.
2). Jaman Pendudukan Jepang antara tahun1942-1945
Pada waktu ini Rumah Sakit Zicken Zorg dipakai sebagai rumah
sakit Interneringkamp tetapi pindah ke jebres menempati Zending
Ziekenhuis, yang saat ini bernama Rumah Sakit Dr Moewardi
Surakarta. Sedangkan Zending Ziekenhuis pindah ke belakang, di
mana didirikan Rehabilitas Centrum (RC) Prof. Dr. Soeharso.
3). Jaman Kemerdekaan
Tahun 1945-1948 Rumah Sakit Zicken Zorg digunakan sebagai
rumah sakit tentara.
Dengan Surat Keputusan Komandan Kesehatan Tentara
Jawa tanggal 26 November 1948 No : 46/Sie/MBKD/48
membubarkan dan meniadakan Rumah Sakit Tentara Surakarta
mulai tanggal 19 Desember 1948, rumah sakit diserahkan mulai
kepada PMI daerah Surakarta.
PMI daerah Surakarta menyerahkan kembali rumah sakit
tersebut kepada Perhimpunan Bale Kusolo tanggal 1 Februari
1949. Selain rumah sakit tersebut, terdapat dua rumah sakit
swasta lagi, yaitu :
1. Rumah Sakit Surakarta ex. Zending Ziekenhuis.
2. Rumah Sakit Kadipolo ex. RS. Pantirogo.
Kedua rumah sakit tersebut diambil oleh pemerintah
Republik Indonesia dan Rumah Sakit Bale Kusolo dipilih menjadi
Rumah Sakit Surakarta. Maka mulai saat itu di Surakarta terdapat
tiga buah rumah sakit yaitu RS Mangkubumen, RS Jebres dan RS
Kadipolo. Masing-masing rumah sakit berdiri sendiri serta
bertanggung jawab pada Pemerintah daerah Swantantra Tingkat I
Jawa Tengah. Pada tanggal Februari 1960, ketiga rumah sakit
tersebut disatukan dalam satu orang pemimpin. Ketiga rumah
sakit tersebut diadakan spesialisasi pelaksanaan fungsional,
diantaranya :
1. RS Kadipolo khusus untuk pelayanan penyakit dalam.
2. RS Mangkubumen khusus untuk pelayanan radiologi, kulit dan
kelamin, gigi, mata, THT, Bedah dan Syaraf.
3. RS Jebres khusus untuk pelayanan kebidanan, penyakit
kandungan, anak dan keluarga berencana.
Karena RS Kadipolo saat itu dinilai tidak efisien, maka
kedudukannya dipindahkan ke RSU Mangkubumen dan pada
tanggal 24 Oktober 1988, kedua RSU dinamakan RSUD Dr
Moewardi Surakarta.
b. Tipe
RSUD Dr Moewardi Surakarta (RSDM) adalah milik PEMDA
Tingkat I Jawa Tengah, berdasarkan SKB Menteri Kesehatan RI
NO.544/MENKES/SKB/V/th.1981 dan Menteri Dalam Negeri No.3241
A tahun 1981 ditetapkan sebagai Rumah Sakit Pendidikan (Tipe B2
Pendidikan). Selain itu, RSUD Dr Moewardi Surakarta juga berfungsi
sebagai pusat rujukan Jawa Tengah bagian tenggara. RSUD Dr
Moewardi Surakarta berada di Jalan Kol. Sutarto 132 Surakarta, telp.
(0271) 634634.
c. Visi dan Misi Rumah Sakit
1). Visi
MENJADI RUMAH SAKIT PILIHAN UTAMA MASYARAKAT
JAWA TENGAH TAHUN 2010.
2). Misi
a) Memeberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan
memuaskan.
b) Memeberikan pelayanan kesehatan paripurna yang terjangkau
bagi semua golongan masyarakat.
c) Memeberikan pelayanan kesehatan yang bersifat prefentif dan
promotif, selain kuratif, paliatif dan rehabilitatif.
d) Memberikan kontribusi yaitu dalam pendidikan dan latihan
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan mutu pelayanan
dan profesionalisme.
2. Jenis Kegiatan Pelayanan di Rumah Sakit
Jenis pelayanan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
a. Pelayanan Medik
1) Instalasi Rawat Jalan
2) Instalasi Rawat Darurat
3) Instalasi Rawat Inap I, II, III
4) Instalasi Rawat Intensif
5) Instalasi Bedah Sentral
6) Instalasi Pelayanan Kesehatan Terpadu
b. Pelayanan Keperawatan
1) Instalasi Rawat Jalan, meliputi :
a) Poli Penyakit Dalam
b) Poli Kesehatan Anak
c) Poli Kebidanan Dan Penyakit Kandungan
d) Poli KB dan Infertilitas
e) Poli THT
f) Poli Jantung
g) Poli Kulit dan Kelamin
h) Poli Paru
i) Poli Mata
j) Poli Kesehatan Jiwa
k) Poli Penyalit Syaraf
l) Poli Gigi dan Mulut
m)Poli Geriatri
n) Poli Nyeri (multi disiplin)
o) Poli Onkologi
p) Poli Alergi Imunologi
2) Instalasi Rawat Darurat
3) Instalasi Rawat Inap I, II, III
4) Instalasi Rawat Intensif
a) ICCU
b) ICU
c) NICU
d) PICU
e) Renal Unit / Cuci Darah
5) Instalasi Bedah Sentral
6) Instalasi Pelayanan Kesehatan Terpadu
c. Pelayanan Penunjang Medik
1) Instalasi Radiologi
2) Instalasi Rehabilitasi Medik
3) Instalasi Laboratorium Klinik
4) Instalasi Gizi
5) Instalasi Farmasi
6) Instalasi Sanitasi Rumah Sakit
7) Instalasi Pemulasaraan Jenasah
8) Instalasi Pemeliharaan SaranaRumah Sakit
d. Pelayanan Pendidikan dan Pelatihan
e. Penelitian dan Pengembangan IPTEK dan Kedokteran
f. Pelayanan Administrasi Umum
g. Penyediaan Loket Pelayanan
h. Pelayanan untuk Komunikasi (wartel)
i.Pelayanan Informasi
j.Pelayanan Kantin
k. Pelayanan Fotokopi
l.Pelayanan Administrasi Keuangan
3. Jenis Pelayanan Spesialis
Pelayanan Spesialis yang ada di RSUD Dr. Moewardi Surakarta
meliputi :
a. Spesialis Penyakit Dalam
b. Spesialis Kesehatan Anak
c. Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan
d. Spesialis Bedah
e. Spesialis Bedah Syaraf
f. Spesialis THT
g. Spesialis Jantung
h. Spesialis Kulit dan Kelamin
i. Spesialis Paru
j. Spesialis Mata
k. Spesialis Penyakit Syaraf
l. Spesialis Gigi dan Mulut
4. Jumlah Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang terdapat di RSUD Dr. Moewardi Surakarta adalah
sebagai berikut :
a. Tenaga Medis
1) Dokter Umum : 31 orang
2) Dokter Spesialis : 131 orang
3) Paramedis Perawatan : 525 orang
4) Paramedis Non Perawatan : 184 orang
b. Non Medis : 448 orang
Jumlah : 1319 orang
5. Struktur Organisasi Rumah Sakit
Pengorganisasian RSUD Dr. Moewardi Surakarta ditetapkan dengan
PERDA No 3 Tahun 1997 dan disahkan berdasarkan keputusan Menteri
Dalam Negri No 126 Tahun 1997. Organisasi RSUD Dr. Moewardi
Surakarta terdiri dari :
a. Direktur
Operasional dibantu oleh tiga wakil direktur.
Pengembangan profesi dibantu oleh komite medis
b. Wakil Direktur
Wakil Direktur membawahi beberapa bidang, bagian dan instalasi.
Tiap wakil direktur dibantu oleh
1) Unsur Struktural dalam bentuk bidang dan bagian yang bertugas
mengkoordinasi kegiatan instalasi terkait.
2) Unsur Non structural dalam bentuk instalasi yang bertugas
mengelola pelaksanaan kegiatan pelayanan di satuan kerjanya.
Instalasi merupakan fasilitas uuntuk melaksanakan kegiatan
pelayanan, baik pelayanan medik, penunjang medik, maupun non
medik.
c. Komite Medis
Komite Medis berfungsi membantu atau menjembatani direktur
dengan Staf Medik Fungsional (SMF), terutama tugas pengembangan
profesi kedokteran. Komite medis dalam melaksanakan tugasnya
dibantu oleh tim medik
d. Satuan Pengawasan Intern (SPI)
Satuan Pengawasan Intern (SPI) dibentuk untuk melengkapi
Sistem Pengawasan Melekat (WASKAT) di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta. SPI bertugas membantu direktur dalam pengawasan intern
yang mencakup aspek keuangan, aspek sumber daya manusia, aspek
sarana dan prasarana serta aspek pelayanan.
Adapun bagan struktur organisasi RSUD Dr. Moewardi Surakarta
(terlampir)
B. Profil Radiologi
1. Falsafah, Visi, Misi dan Tujuan Radiologi
a. Falsafah
Mengoptimalkan segala sumber daya yang ada di Instalasi Radiologi
agar dapat melayani semua penderita yang dating ke radiologi, baik
diagnostik maupun terapi dengan sebaik-baiknya.
b. Visi
Penggunaan radiasi ionisasi yang tepat akan memberikan hasil yang
optimal baik untuk radiaodiagnostik maupun radioterapi, sehingga bisa
mengurangi efek samping akibat penggunaan radiasi ionisasi.
c. Misi
Memeberikan pelayanan kepada penderita yang membutuhkan
penunjang diagnotik maupun terapi yang bermutu, cepat, tepat, dan
professional dengan biaya terjangkau.
d. Tujuan
Instalasi Radiologi harus memberikan pelayanan kepada masyarakat
dengan kualitas yang tinggi. Dengan mengupayakan kesembuhan
pasien secara optimal melalui prosedur dan tindakan yang dapat
dipertanggung jawabkan.
2. Manajemen Radiologi
a. Kedudukan Instalasi Radiologi
Dalam melaksanakan tugas Instalasi Radiologi bertanggung jawab
kepada Wakil Direktur Penunjang Medik, dan selalu bekerja sama
dengan bidang lain, SMF, serta Instalasi lain dalam rumah sakit
sehingga terjalin kerja sama yang harmonis.
b. Pengorganisasian Instalasi Radiologi
Instalasi Radiologi dikelola sedemikian rupa sehingga terjalin kerja
sama yang harmonis dengan unit maupun instalasi lain. Penanggung
jawab Radiologi adalah seorang petugas medis atau seorang dokter
ahli/dokter umu yang sudah dilatih di bidang Radiologi. Untuk
melaksanakan tugas penanggung jawab dibantu oleh dokter dan
paramedic. Tenaga paramedic membantu dokter untuk menangani
semua kasus yang ada di Instalasi Radiologi sesuai dengan protap
yang telah disusun. Untuk kepentingan catatan medis ada beberapa
petugas yang dibagi sesuai kebutuhan.Untuk kepentingan administrasi
dikerjakan oleh beberapa orang yang disesuaikan menurut kebutuhan.
Sedangksn untuk pengekolaan keuangan dipegang oleh satu orang
tenaga kasir. Untuk tenaga radiographer dibagi dalam setiap ruangan
yang sudah ditetapkan untuk beberapa jenis pemeriksaan.
Pemeriksaan di luar jam kerja dikerjakan oleh radiographer jaga dan
bila mana diperlukan didampingi oleh seorang radiolog.
c. Struktur Organisai Radiologi
Struktur Organisasi Instalasi Radiologi RSUD Dr. Moewardi
Surakarta terlampir.
3. Pelayanan radiologi
a. Jenis pelayanan Radiologi
Jenis pemeriksaan yang ada terdiri atas :
1) Pemeriksaan tanpa media kontras meliputi ;
a) Cranium
b) Thorax
c) Abdomen
d) Ekstremitas atas dan bawah
e) Pelvis
f) Columna vertebra
g) Gigi geligi
h) Panoramik
2) Pemeriksaan dengan media kontras meliputi :
a) OMD
b) Colon in loop
c) Fistulografi
d) BNO-IVP
e) Uretrocistografi
f) Sistografi
g) Myelografi
h) Arteriografi
i) Apendikografi
j) Lopografi
3) Pemeriksaan CT-Scan
a) Non Kontras
b) Dengan Kontras
4) Pemeriksaan USG, meliputi :
a) Abdomen
b) Obstetri Gynecology
c) Thyroid
d) Mammae
C. Profil Kasus
Peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit tergantung dari system
manajemen dan pengelolaannya. Dengan mengetahui besar kecilnya nilai
reject analisa program di Instalasi RSUD Dr Moewardi Surakarta, maka kita
akan mengetahui seberapa besar mutu pelayanan dari Rumah Sakit
tersebut.
Reject Analisis Program sendiri mempunyai pengertian yaitu
metode yang digunakan departemen radioogi untuk menentukan analisis
film yang di tolak, efektivitas biaya dan konsistensi staf serta peralatan
dalam menghasilkan radiograf yang berkualitas. Dari pengertian diatas
diperoleh tujuan dari RAP antara lain memastikan standar yang tinggi pada
teknik radiografi dan pemanfaatan film dapat terjamin pada unit radiology,
memastikan peralatan radiografi dapat dimanfaatkan secara konsisten
dengan standar yang tinggi, memastikan bahan-bahan yang ada digunakan
secara efektif serta menyediakan data untuk digunakan dalam menganalisis
film yang direject dan aspek-aspek penyebab yang membutuhkan perhatian.
Selain itu juga sebagai perencanaan awal dari Quality Control Program.
Untuk itu dalam suatu instalasi radiology dibutuhkan RAP untuk
mengetahui seberapa besat mutu pelayanan yang telah dilaksanakan di
suatu instalasi radiology. Seperti halnya di instalasi radiology RSUD Dr
Moewardi Surakarta diperlikan adanya RAP untuk mengetahui porsentase
dari penolakan radiograf serta factor-faktor utama penyebeb terjadinya
penolkan dan pemulangan film.
D. Pembahasan
Dari pemaparan profil diatas, penulis ingin mengetahui lebih jauh
mengenai seberapa besar porsentase pengulangan dan penolakan radiograf
serta factor-faktor penyebab pengulangan dan penolakan radiograf.
Untuk mengetahui besarnya angka pengulangan dan penolakan
radiograf digunakan rumus :
Jumlah film yang di reject X 100 %
Jumlah film yang digunakan pada periode tertentu
Sedangkan untuk mengetahui besarnya angka pengulangan dan
penolakan radiograf untuk setiap kategori digunakan rumus :
Jumlah film yang direject dengan sebab tertentu X 100 %
Jumlah film yang direject pada periode tertentu
Untuk mengetahui besarnya angka pengulangan dan penolakan
radiograf di Instalasi Radiologi RSUD Dr Moewardi Surakarta, penulis
mengambil contoh pada laporan pemakaian film bulan Pebruari-April 2006.
Dalam tiga bulan jumlah film yang digunakan adalah sebanyak 10512
lembar film, sedangkan jumlah film yang di reject sebanyak 487 lembar film.
Maka angka reject untuk bulan pebruari sampai april 2006
= Jumlah film yang di reject X 100 %Jumlah film yang digunakan pada periode tertentu
= 487 x 100 % 10512
= 4,6 %
Dari peritungan diatas, dapat ditarik kesimpulan, bahwa besarnya angka
pengulangan dan penolakan radiograf di Instalasi radiology RSUD Dr.
Moewardi masih termasuk ideal, yaitu kurang dari 5%
Berdasarkan tabel 2 jumlah film yang direject karena kesalahan
faktor eksposi sebanyak 199 lembar film, sedangkan jumlahj film yang
direject selama bulan pebruari sampai april sebanyak 487 lembar film. Maka
angka reject untuk kategori faktor eksposi adalah
Jumlah film yang direject dengan sebab tertentu X 100 %
Jumlah film yang direject pada periode tertentu
= 199 x 100 %
487=
Dari perhitungan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa factor utama
penyebab terjadinya pengulangan dan penolakan radiograf di Instalasi
radiologi RSUD Dr. Moewardi adalah ketidaktepatan dalam menentukan
faktor eksposi.
Bulan
18 x 24
24 x 30
30 x 40
35 x 35
35 x 43
CT
Scan
Rusak
Pem
akaian
Rusak
Pem
akaian
Rusak
Pem
akaian
Rusak
Pem
akaian
Rusak
Pem
akaian
Rusak
Febru
ari
17
461
22
547
24
929
36
959 0 15 4
Maret 28
515
35
527
57
1038
49
1020
4 26 11
April 38
462
25
473
42
871
57
912 6 61 6
Jumlah
83
1438
82
1547
123
2838
142
2891
10
102
21
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan penulis selama
melaksanakan Praktek Kerja Nyata di Instalasi Radiologi RSUD Dr.
Moewardi Surakarta , dapat diambil kesimpulan :
1. RSUD Dr. Moewardi Surakarta adalah milik PEMDA Tingkat I
Jawa Tengah, dan berdasarkan SKB Menteri Kesehatan RI No.
544/MENKES/SKB/X/1981, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
No.0430/V/Th.1981 dan Menteri Dalam Negeri No.3241 tahun
1981 diteatapkan sebagai rumah sakit umum tipe B.
2. Instalasi Radiologi RSUD Dr. Moewardi Surakarta berada di
bawah dan tanggung jawab kepada Wakil Direktur Penunjang
Medik.
3. Besarnya angka penolakan dan pengurangan radiograf di Instalasi
radiologi RSUD Dr Moewardi Surakarta masih termasuk ideal,
yaitu kurang dari 5 %.
4. Faktor utama penyebab terjadinya pengulangan dan penolakan
film karena ketidaktepatan penentuan faktor eksposi.
5. Program Analisi Penolakan dan Pengulangan radiograf
merupakan hal yang cukup penting dan harus dikelola secara baik
sehingga dapat menekan jumlah film yang ditolak.
6. Dengan dilaksanakannya program analisis pengulangan dan
penolakan radiograf diharapkan dapat membatasi terjadinya
pengulangan dalam pembuatan radiograf sehingga secara tidak
langsung aklan mengurangi dosis radiasi pada pasien.
7. Dalam di Instalasi RSUD Dr Moewardi Surakarta diperlukan
pelaksana prgram anlaisis pengulangan dan penolakan radiograf
serta bertanggung jawab langsung kepada kepala di Instalasi.
B. Saran
1 Setiap radiographer diharapkan mempunyai kesadaran akan
pentingnya RAP.
2 Setiap radiographer harus konsisten dengan setiap radiograf yang
mereka hasilkan.