pneumo thorak s

15
A. DEFINISI Pneumotoraks adalah keadaan dimana terdapat udara atau gas dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru leluasa mengembang terhadap rongga thoraks. Pneumothorax adalah adanya udara dalam rongga pleura. Pneumothorax dapat terjadi secara spontan atau karena trauma. B. ETIOLOGI Pneumothoraks terjadi karena adanya kebocoran dibagian paru yang berisi udara melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini berhubungan dengan bronkhus. Pelebaran alveoli dan pecahnya alveoli kemudian membentuk suatu bula yang disebut granulomatus fibrosis. Granulomatous fibrosis adalah salah satu penyebab tersaring terjadinya pneumothoraks, karena bula tersebut berhubungan dengan adanya obstruksi empisema. Pneumothorax disebabkan karena robekan pleura atau terbukanya dinding dada. Dapat berupa pneumothorak yang tertutup dan terbuka atau menegang(”Tension Pneumothorak”). Kurang lebih 75% trauma tusuk pneumothorak disertai hemotorak. C. MANIFESTASI KLINIS Gejala yang utama adalah berupa rasa sakit yang tiba-tiba dan bersifat unilateral serta diikuti sesak nafas. Kelainan ini ditemukan pada 80-90% kasus. Gejala-gejala

Upload: aneh-na-euy

Post on 21-Dec-2015

7 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Pneumothorak

TRANSCRIPT

Page 1: Pneumo Thorak s

A. DEFINISI

Pneumotoraks adalah keadaan dimana terdapat udara atau gas dalam rongga

pleura. Dalam keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-

paru leluasa mengembang terhadap rongga thoraks.

 Pneumothorax adalah adanya udara dalam rongga pleura. Pneumothorax

dapat terjadi secara spontan atau karena trauma.

B. ETIOLOGI

Pneumothoraks terjadi karena adanya kebocoran dibagian paru yang berisi

udara melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini berhubungan

dengan bronkhus. Pelebaran alveoli dan pecahnya alveoli kemudian

membentuk suatu bula yang disebut granulomatus fibrosis. Granulomatous

fibrosis adalah salah satu penyebab tersaring terjadinya pneumothoraks,

karena bula tersebut berhubungan dengan adanya obstruksi empisema.

Pneumothorax disebabkan karena robekan pleura atau terbukanya dinding

dada. Dapat berupa pneumothorak yang tertutup dan terbuka atau

menegang(”Tension Pneumothorak”). Kurang lebih 75% trauma tusuk

pneumothorak disertai hemotorak.

C. MANIFESTASI KLINIS

Gejala yang utama adalah berupa rasa sakit yang tiba-tiba dan bersifat

unilateral serta diikuti sesak nafas. Kelainan ini ditemukan pada 80-90%

kasus. Gejala-gejala ini lebih mudah ditemukan bila penderita melakukan

aktivitas berat. Tetapi pada sebagian kasus, gejala-gejala masih gampang

ditemukan pada aktivitas biasa atau waktu istirahat.

Rasa sakit tidak selalu timbul. Rasa sakit ini bisa menghebat atau menetap

bila terjadi perlengketan antara pleura viseralis dan pleura parietalis. Suatu

waktu perlengketan ini bisa sobek pada tekanan kuat dari pneumotoraks,

sehingga terjadi perdarahan intrapleura (hemato- pneumotoraks).

Kadang-kadang gejala klinis dapat ditemukan walaupun kelainan

pneumotoraksnya sedikit, misalnya perkusi yang hipersonar, fremitus yang

melemah sampai menghilang, suara nafas yang melemah sampai menghilang

pada sisi yang sakit.

Page 2: Pneumo Thorak s

Pada lesi yang lebih besar atau pada tension pneumotoraks, trakea dan

mediastinum dapat terdorong ke sisi kontralateral. Diafragma tertekan ke

bawah, gerakan pernafasan tertinggal pada sisi yang sakit. Fungsi respirasi

menurun, terjadi hipoksemia arterial dan curah jantung menurun(1).

Kebanyakan pneumotoraks terjadi pada sisi kanan (53%), sedangkan sisi kiri

(45%) dan bilateral hanya 2%. Hampir 25% dari pneumotoraks spontan

berkembang menjadi hidropneumotoraks(1).

Disamping keluhan-keluhan dan gejala-gejala klinis tersebut di atas, diagnosis

lebih meyakinkan lagi dengan pemeriksaan sinar tembus dada.

D. PATOFISIOLOGI

Saat inspirasi, tekanan intrapleura lebih negative daripada tekanan intra

bronkhial, sehingga paru akan berkembang mengikuti dinding thoraks dan

udara dari luar yang tekanannya nol akan masuk ke bronchus sehingga

sampe ke alveoli. Saat ekspirasi, dinding dada menekan rongga dada

sehingga tekanan intrapleura akan lebih tinggi dari tekanan dialveolus ataupun

di bronchus, sehingga udara ditekan keluar melalui bronchus. Tekanan

intrabronkhial meningkat apabila ada tahanan jalan napas. Tekanan

intrabronkhial akan lebih meningkat lagi pada waktu batuk, bersin atau

mengejan, karena pada keadaan ini glotis tertutup. Apabila dibagian perifer

dari bronchus atau alveolus ada bagian yang lemah, bronkhus atau alveolus

itu akan pecah atau robek.

Secara singkat proses terjadinya pneumothoraks adalah sebagai berikut:

1. Alveoli disangga oleh kapiler yang lemah dan mudah robek dan udara

masuk ke arah jaringan peribronkhovaskuler. Apabila alveoli itu melebar,

tekanan dalam alveoli akan meningkat.

2. Apabila gerakan napas kuat, infeksi dan obstruksi endobronkhial adalah

faktor presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan.

3. Selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat menggoyahkan jaringan

fibrosis di peribronkovaskular kearah hilus, masuk mediastinum, dan

menyebabkan pneumothoraks.

Page 3: Pneumo Thorak s

E. KLASFIKASI

Masuknya udara ke dalam rongga pleura dibedakan atas :

1. Pneumotoraks spontan: Timbul sobekan subpleura dari bulla sehingga

udara dalam rongga pleura melalui suatu lubang robekan atau katup.

Keadaan ini dapat terjadi berulang kali dan sering menjadi keadaan yang

kronis. Penyebab lain ialah suatu trauma tertutup terhadap dinding dan

fistula bronkopleural akibat neoplasma atau inflamasi.

2. Udara lingkungan luar masuk ke dalam rongga pleura melalui luka tusuk

atau pneumotoraks disengaja (artificial) dengan terapi dalam hal

pengeluaran atau pengecilan kavitas proses spesifik yang sekarang tidak

dilakukan lagi. Tujuan pneumotoraks sengaja lainnya ialah diagnostik untuk

membedakan massa apakah berasal dari pleura atau jaringan paru.

Penyebab-penyebab lain ialah akibat tindakan biopsi paru dan pengeluaran

cairan rongga pleura.

3. Masuknya udara melalui mediastinum yang biasanya disebabkan trauma

pada trakea atau esophagus akibat tindakan pemeriksaan dengan alat-alat

(endoskopi) atau benda asing tajam yang tertelan. Keganasan dalam

mediastinum dapat pula mengakibatkan udara dalam rongga pleura melalui

fistula antara saluran nafas proksimal dengan rongga pleura.

4. Udara berasal dari subdiafragma dengan robekan lambung akibat suatu

trauma atau abses subdiafragma dengan kuman pembentuk gas.

Pneumotoraks dapat juga dibagi 4 yaitu :

1. Pneumotoraks Terbuka: Gangguan pada dinding dada berupa hubungan

langsung antara ruang pleura dan lingkungan atau terbentuk saluran

terbuka yang dapat menyebabkan udara dapat keluar masuk dengan bebas

ke rongga pleura selama proses respirasi.

2. Pneumotoraks Tertutup: Misal terdapat robekan pada pleura viseralis dan

paru atau jalan nafas atau esofagus, sehingga masuk vakum pleura karena

tekanan vakum pleura negatif.

3. Pneumotoraks Valvular: Jika udara dapat masuk ke dalam paru pada

proses inspirasi tetapi tidak dapat keluar paru ketika proses ekspirasi.

Akibat hal ini dapat terjadi peningkatan tekanan intrapleural. Karena

tekanan intrapleural meningkat maka dapat terjadi tension pneumotoraks.

Page 4: Pneumo Thorak s

F. KOMPLIKASI

1. Tension Pneumothoraks atau Pneumothoraks Ventiel : komplikasi ini terjadi

karena tekanan dalam rongga pleura meningkat sehingga paru mengempis

lebih hebat, mediastinum tergeser kesisi lain dan mempengaruhi aliran

darah vena ke atrium kanan. Pada foto sinar tembus dada terlihat

mediastinum terdorong kearah kontralateral dan diafragma tertekan

kebawah sehingga menimbulkan rasa sakit. Keadaan ini dapat

mengakibatkan fungsi pernafasan sangat terganggu yang harus segera

ditangani kalau tidak akan berakibat fatal.

2. Pio-pneumothoraks : terdapatnya pneumothoraks disertai empiema secara

bersamaan pada satu sisi paru. Infeksinya berasal dari mikro-organisme

yang membentuk gas atau dari robekan septik jaringan paru atau esofagus

kearah rongga pleura.

3. Hidro-pneumothoraks/hemo-pneumothoraks: pada kurang lebih 25%

penderita pneumothoraks ditemukan juga sedikit cairan dalam pleuranya.

Cairan ini biasanya bersifat serosa, serosanguinea atau kemerahan

(berdarah). Hidrothorak dapat timbul dengan cepat setelah terjadinya

pneumothoraks pada kasus-kasus trauma/perdarahan intrapleura atau

perfosari esofagus (cairan lambung masuk kedalam rongga pleura).

4. Pneumomediastinum dan emfisema subkutan : Pneumomediastinum dapat

ditegakkan dengan pemeriksaan foto dada. Insidennya adalah 15 dari

seluruh pneumothoraks. Kelainan ini dimulai robeknya alveoli kedalam

jaringan interstitium paru dan kemungkinan diikuti oleh pergerakan udara

yang progresif ke arah mediastinum (menimbulkan pneumomediastinum)

dan kearah lapisan fasia otot-otot leher (menimbulkan emfisema subkutan).

5. Pneumothoraks simultan bilateral: Pneumothoraks yang terjadi pada kedua

paru secara serentak ini terdapat pada 2% dari seluruh pneumothoraks.

Keadaan ini timbul sebagai lanjutan pneumomediastinum yang secara

sekunder berasal dari emfisem jaringan enterstitiel paru. Sebab lain bisa

juga dari emfisem mediastinum yang berasal dari perforasi esofagus.

6. Pneumothoraks kronik: Menetap selama lebih dari 3 bulan. Terjadi bila

fistula bronko-pleura tetap membuka. Insidensi pneumothoraks kronik

dengan fistula bronkopleura ini adalah 5 % dari seluruh pneumothoraks.

Faktor penyebab antara lain adanya perlengketan pleura yang

Page 5: Pneumo Thorak s

menyebabkan robekan paru tetap terbuka, adanya fistula bronkopelura

yang melalui bulla atau kista, adanya fistula bronko-pleura yang melalui lesi

penyakit seperti nodul reumatoid atau tuberkuloma.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG :

1. Pemeriksaan penunjang

2. X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)

3. Diagnosis fisik : Bila pneumotoraks <> Bila pneumotoraks > 30% atau

hematotorax sedang (300cc) drainase cavum pleura dengan WSD,

dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues suction unit. Pada

keadaan pneumotoraks yang residif lebih dari dua kali harus

dipertimbangkan thorakotomi Pada hematotoraks yang massif (terdapat

perdarahan melalui drain lebih dari 800 cc segera thorakotomi.

H. PENATALAKSANAAN

1. Tindakan medis

Tindakan observasi, yaitu dengan mengukur tekanan intra pleura

menghisap udara dan mengembangkan paru. Tindakan ini terutama

ditunjukan pada pneumothoraks tertutup atau terbuka,sedangkan untuk

pneumothoraks ventil tindakan utama yang harus dilakukan dekompresi

tehadap tekanan intra pleura yang tinggi tersebut yaitu dengan membuat

hubungan udara ke luar.

2. Tindakan dekompresi

Membuat hubungan rongga pleura dengan dunia luar dengan cara :

Menusukan jarum melalui dinding dada terus masuk ke rongga pleura

dengan demikian tekanan udara yang positif dirongga pleura akan berubah

menjadi negatif kerena udara yang positif dorongga pleura akan berubah

menjadi negatif  karena udara yang keluar melalui jarum tersebut. Membuat

hubungan dengan udara luar  melalui kontra ven il (Dapat memakai infus

set, Jarum abbocath, Pipa  WSD /Water Sealed Drainage). Pipa khusus

(thoraks kateter) steril, dimasukan kerongga pleura dengan perantara

thoakar  atau dengan bantuan klem penjepit (pean). Pemasukan pipa

plastic (thoraks kateter) dapat juga dilakukan melalui celah yang telah

dibuat dengan insisi kulit dari sela iga ke 4 pada baris aksila tengah atau

Page 6: Pneumo Thorak s

pada garis aksila belakang. Swelain itu data pula melalui sela iga ke 2 dari

garis klavikula tengah. Selanjutnya ujung sela plastik didada dan pipa kaca

WSD dihubungkan melalui pipa plastik lainya,posisi ujung pipa kaca yang

berada dibotol sebaiknya berada 2 cm dibawahpermukaan air supaya

gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui tekanan tersebut.

Penghisapan terus menerus (continous suction). Penghisapan dilakukan

terus menerus apabila tekanan intra pleura tetap positif, penghisapan ini

dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar 10–20 cm H2O dengan

tujuan agar paru cepat mengembang dan segera teryjadi perlekatan antara

pleura viseralis dan pleura parentalis. Apabila paru telah mengembang

maksimal dan tekanan intrapleura sudah negative lagi, drain drain dapat

dicabut, sebelum dicabut drain ditutup dengan cara dijepit atau ditekuk

selama 24 jam. Apabila paru tetap mengembang penuh, maka drain

dicabut.

3. Tindakan bedah

a) Dengan pembukaan dinding thoraks melalui operasi, dan dicari lubang

yang menyebabkan pneumothoraks dan dijahit.

b) Pada pembedahan, apabila dijumpai adanya penebalan pleura yang

menyebabkan paru tidak dapat mengembang, maka dilakukan

pengelupasan atau dekortisasi.

c) Dilakukan reseksi bila ada bagian paru yang mengalami robekan atau

ada fistel dari paru yang rusak, sehingga paru tersebut tidak berfungsi

dan tidak dapat dipertahankan kembali.

I. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN

Klien terdapat penyakit paru, bila ditemukan adanya kelainan pada paru yang

meningkat maka mungkin terdapat riwayat merokok. Penyakit yang sering

ditemukan adalah pneumotoraks, hemotoraks, pleural effusion atau empiema.

Klien bisa juga ditemukan adanya riwayat trauma dada yang mendadak yang

memerlukan tindakan pembedahan.

1. Pada Pemeriksaan :

Adanya respirasi ireguler, takhipnea, pergeseran mediastinum, ekspansi

dada asimetris. Adanya ronchi atau rales, suara nafas yang menurun,

Page 7: Pneumo Thorak s

perkursi dada redup menunjukan adanya pleural effusion, sering ditemui

sianosis perifer atau sentral, takikardia, hipotensi,dan nyeri dada pleural.

2. Faktor perkembangan/psikososial :

Klien mengalami kecemasan, ketakutan terhadap nyeri, prosedur atau

kematian, karena penyakit atau tindakan. Persepsi dan pengalaman

lampau klien terhadap tindakan ini atau hospitalisasi akan mempengaruhi

keadan psikososial klien.

3. Pengetahuan klien dan keluarga :

Pengkajian diarahkan pada pengertian klien tentang tindakan WSD, tanda

atau gejala yang menimbulkan kondisi ini, tingkat pengetahuan, kesiapan

dan kemauan untuk belajar.

Diagnosa yang mungkin muncul :

1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang

tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan.

2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi

sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai

dan kebutuhan oksigen.

NoDiagnosa

KeperawatanNOC NIC

1 Ketidakefektifan

pola pernapasan

berhubungan

dengan ekpansi

paru yang tidak

maksimal karena

akumulasi

udara/cairan

Pola pernapasan

efektive.

Intervensi : Berikan posisi yang

nyaman, biasanya dnegan

peninggian kepala tempat tidur.

Balik ke sisi yang sakit.

Kriteria hasil :

Memperlihatkan frekuensi

pernapasan yang efektive.

Mengalami perbaikan pertukaran

gas-gas pada paru. Adaptive

mengatasi faktor-faktor penyebab.

Page 8: Pneumo Thorak s

2 Inefektif bersihan

jalan napas

berhubungan

dengan

peningkatan

sekresi sekret

dan penurunan

batuk sekunder

akibat nyeri dan

keletihan.

Menunjukkan

pembersihan jalan

nafas yang , efektif

dan dibuktikan

dengan status

pernapasan :

pertukaran gas dan

ventilasi tidak

berbahaya

Menunjukkan status

pernapasan :

pertukaran gas,

ditandai dengan

indicator gangguan

sebagai berikut

(dengan ketentuan

1-5: ekstrem, berat,

sedang, ringan)

Pasien akan

mempunyai jalan

napas yang paten

Pengisapan jalan napas :

memindahkan sekresi jalan

napas dengan memasukan

sebuah kateter pengisap

kedalam jalan napas oral dan

/atau trakea

Aktivitas Keperawatan :

Pengkajian :

1. Auskultasi bagian dada anterior

dan posterior untuk mengetahui

adanya penurunan atau tidak

adanya ventilasi dan adanya

bunyi tambahan

2. Berikan udara/oksigen yang

telah dihumidifikasi sesuai

dengan kebijakan institusi

3. Konsultasikan dengan dokter

tentang kebutuhan untuk

perkusi dan / atau peralatan

pendukung

Anjurkan aktivitas fisik untuk

meningkatkan pergerakan.

3 Intoleransi

aktivitas

berhubungan

dengan ketidak

seimbangan

antara suplai dan

kebutuhan

oksigen.

Daya tahan :

tingkat energy

yang memampuan

seseorang untuk

beraktivitas

Penghematan

energi : tingkat

pengelolaan

energy aktif untuk

Terapi aktivitas : saran tentang

dan bantuan dalam aktivitas fisik,

kognitif, social dan spiritual yang

spesifik untuk meningkatkan

rentang, frekuensi atau durasi

aktivitas individu ( atau

kelompok)

Pengelolaan energy : pengaturan

penggunaan energy untuk

Page 9: Pneumo Thorak s

memulai dan

memilihara

aktivitas

Pasien akan

mengidentifikasi

aktivitas dan/ atau

situasi yang

menimbulkan

kecemasan yang

berkontribusi pada

intoleransi

aktivitas

Berpartisipasi dalam

aktivitas fisik yang

dibutuhkan

dengan

peningkatan yang

memadai pada

denyut jantung,

frekuensi respirasi,

dan tekanan darah

dan pola yang

dipantau dalam

batas normal.

merawat atau mencegah

kelelahan dan mengoptimalkan

fungsi

Aktivitas Keperawatan :

Pengkajian :

1. Pantau respon oksigen

pasien( misalnya, nadi, irama

jantung,dan frekuensi respirasi)

terhadap aktivitas

2. Pantau asupan nutrisi untuk

memastikan keadekuatan

sumber-sumber energy

3. Kolaborasi dengan ahli terapi

okupasi, fisik dan / atau rekreasi

untuk merencanakan dan

memantau program aktivitas,

sesuai dengan kebutuhan

Rujuk pada ahli gizi untuk

merencanakan makanan untuk

meningkatkan asupan makanan

yang tinggi energi

Page 10: Pneumo Thorak s

DAFTAR PUSTAKA

Asril Bahar, 1999, Penyakit-penyakit Pleura, Buku Ajar Penyakit Dalam, Jilid

II, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Kahar Kusumawidjaja, 2000, Pleura dan Mediastinum, Radiologi diagnositik,

Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Joten H.J., Andrew B.C., 1993, Essentials of Radiologic Imaging, Ed. 6, Paul

and Juhl, Clippincott-Raven, Philadelphia.

David Sutton, 1987, A Textbook of Radiology and Imaging, Ed. 4, Churchill

Livingstone, Edinburgh, london, Melbourne and New York.

Peter Amstrong, Martin L.W., 1986, X-Ray Diagnosis, Economy Edition, PG

Asian.

Carpenito, L.J. (1997). Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.

Depkes. RI. (1989). Perawatan Pasien Yang Merupakan Kasus-Kasus Bedah.

Jakarta : Pusdiknakes.

Doegoes, L.M. (1999). Perencanaan Keperawatan dan Dokumentasian

keperawatan. Jakarta : EGC.

Hudak, C.M. (1999) Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC. Pusponegoro, A.D.

(1995). Ilmu Bedah. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.