plagiat merupakan tindakan tidak terpuji · diukur dalam penelitian ini adalah ukuran droplet,...
TRANSCRIPT
i
PERBEDAAN SIFAT FISIK DAN STABILITAS FISIK DEODORAN EKSTRAK ETANOL DAUN BELUNTAS (Pluchea indica L.) DENGAN VARIASI JUMLAH SORBITAN MONOSTEARATE
SEBAGAI EMULSIFYING AGENT
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Ananda Siwi Lesmana
NIM : 088114132
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2012
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
At least i know what love is, like clouds love the sky, ocean love sand, winter loves snow, snow love breeze, it’s all connected. its called unconditional love, it’s in our heart..........
The beauty of life is to fight in a difficult situation............
Kupersembahkan karya sederhana ini untuk yang aku sayangi.
Untuk Ayah dan Ibuku , sebagai tanda bakti dan rasa terimakasih
yang tiada terhingga atas segala dukungan selama ini.
Untuk My best friend RIP .Yudha, terimakasih atas bantuan, doa,
nasehat, hiburan, dan semangatnya....... will always in my heart!
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PRAKATA
Puji syukur dan terimakasih penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha
Esa atas berkat dan anugerah yang telah diberikan sehingga penelitian dan
penyusunan skripsi dengan judul “Perbedaan Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik
Deodoran Ekstrak Etanol Daun Beluntas (Pluchea indica L.) dengan Variasi
Jumlah Sorbitan Monostearate sebagai Emulsifying Agent” dapat diselesaikan
dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Ilmu Farmasi (S. Farm) di
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mengalami permasalahan dan
kesulitan. Namun dengan adanya dukungan, bantuan, dan semangat dari berbagai
pihak, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini dengan
baik. Oleh karena itu, dengan segala hormat, penulis ingin mengucapkan terima
kasih atas bantuan yang telah diberikan, kepada:
1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Rini Dwiastuti, M.S., Apt. selaku dosen pembimbing atas segala kesabaran
untuk selalu mendukung, memberi masukan, dan jalan keluar serta kritik dan
saran yang sangat bermanfaat kepada peneliti dalam menyusun skripsi ini
3. Agatha Budi Susiana Lestari, M.Si., Apt. dan Yohanes Dwiatmaka, M.Si.
selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan kritik yang
membangun dalam penyusunan skripsi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
4. Seluruh Dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah
mendampingi, membagi ilmu dan pengalamannya yang sangat bermanfaat
dalam bidang farmasi.
5. Seluruh staf laboratorium dan karyawan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma terutama Pak Musrifin, Pak Parlan, Pak Kayat, Mas Wagiran, Pak
Heru, pak Parjiman, Mas Sigit, Mas Kunto, Mas Bimo, Mas Otok, Mas
Agung, Mas Darto, Pak Timbul, dan Pak Yuwono yang telah banyak
membantu dan bersedia untuk direpotkan selama penulis menyelesaikan
penelitian skripsi ini.
6. Kedua orang tuaku yang sudah memberikan kepercayaan penuh kepadaku
untuk dapat menyelesaikan studi dan penelitian ini, adikku tercinta yang terus
mendoakan dan menyemangati selama penelitian ini berlangsung,
7. Yudha Prasetya Bhaskara, sahabat dan teman yang menginspirasi sekaligus
memotivasi. Terimakasih selalu memberikan semangat, canda tawa, dan
kenangan yang tidak terlupakan dalam hidup ini. Terimakasih atas waktu yang
disediakan untuk mendengarkan cerita, keluh kesah, selama ini. Terima kasih
untuk mau menjadi telinga dan mataku juga.
8. Natalia Noveli Hardita, sahabat dan teman satu penilitian yang berjuang
bersama dalam suka dan duka, saling menyemangati saat salah satu sedang
terpuruk. Terima kasih untuk kebersamaan kita dan menyelesaikan skripsi
bersama.
9. Agatha Dessynta Putri, Evelyn Puspita Rini, Hermanto, Mariana, Octo
Rahadian Pius dan Cornelius Bryan Alfredo, para sahabat “CICAK”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
Terimakasih untuk persahabatan yang telah terjalin selama ini, untuk doa,
saran, suka, duka dan pengalaman bersama.
10. Yoana Gita Pradnya Lengari, Pritha, Wahyu Pamungkas dan Greystian
Aryaweda sebagai sahabat yang sudah mendukung selama penulis
menyelesaikan naskah penelitian.
11. Dian, Asti, Tika, Dewi, Lala, Sinlie, Dhea, Yesi, Silvia, dan Eddy untuk
segala canda tawa, lelucon, semangat, saran dan kesannya selama berjuang
bersama di laboratorium.
12. Semua teman-teman FST B dan Farmasi-C 2008 untuk cerita, pengalaman dan
kebersamaannya selama ini. Semua teman-teman angkatan 2008 yang tidak
akan terlupakan.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, namun sudah sangat
membantu selama menyelesaikan penelitian dan penyusunan naskah. Terima
kasih untuk seluruh dukungannya.
Penulis menyadari bahwa didalam skripsi ini masih banyak kekurangan
mengingat adanya keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Oleh
karena itu, segala kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan penulis.
Semoga skripsi ini dapat membantu dan bermanfaat bagi pembaca dan dapat
berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan
Yogyakarta, 12 Mei 2012
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………….……….... i
HALAMAN PERSETUJUAN ……………………………………................... ii
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………….... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………..... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…………………………………..... v
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA……………………...... vi
PRAKATA…………………………………………………………….......... vii
DAFTAR ISI……………………………………………………………....... x
DAFTAR TABEL………………………………………………………....... xv
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………...... xvii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………....... xviii
INTISARI………………………………………………………………....... xx
ABSTRACT………………………………………………………………...... xxi
BAB I PENGANTAR…………………………………………………....... 1
A. Latar Belakang…………………………………………………........ 1
1. Rumusan Masalah …………………………………………........ 4
2. Keaslian Penelitian …………………………………………....... 4
3. Manfaat penelitian …………………………………………....... 5
B. Tujuan Penelitian ………………………………………………....... 6
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA…………………………………....... 7
A. Keringat dan Bau badan ……………………………………............. 7
B. Isolasi dan Identifikasi Mikrobia…………………………................ 8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
C. Uji Potensi Senyawa Antibakteri…………………............................ 14
D. Daun Beluntas……….……................................................................ 17
E. Ekstrak………………...…………………………............................. 19
F. Maserasi.............................................................................................. 20
G. Deodoran............................................................................................. 21
H. Emulsi................................................................................................. 22
I. Surfaktan nonionik.............................................................................. 23
J. Sorbitan Monostearate (Span 60)....................................................... 24
K. Formulasi............................................................................................ 25
1. Humektan................................................................................ 25
2. Thickening agent..................................................................... 27
3. Emolien................................................................................... 30
4. Etanol...................................................................................... 32
5. Pengawet................................................................................. 32
6. Aquadest.................................................................................. 34
L. Sifat fisik dan Stabilitas Emulsi.......................................................... 35
1. Viskositas................................................................................ 35
2. Daya sebar............................................................................... 36
3. Ukuran droplet........................................................................ 36
M. Ketidakstabilan emulsi........................................................................ 39
N. Landasan Teori.................................................................................... 44
O. Hipotesis............................................................................................ 45
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
BAB III METODE PENELITIAN……………………….….…................ 46
A. Jenis dan rancangan penelitian …………………………………....... 46
B. Variabel Penelitian ………………………………………………..... 46
C. Definisi Operasional ……………………………………………...... 47
D. Bahan dan Alat Penelitian ……………………………...…………... 49
1. Bahan Penelitian …………………………………….…....... 49
2. Alat Penelitian......................................................................... 50
E. Alur Penelitian ………………………………..……………............. 51
F. Tata Cara Penelitian ……………………………….………….......... 52
1. Pengumpulan Bahan Ektrak dan Determinasi Tumbuhan...... 52
2. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Beluntas............................. 52
3. Penetapan Kadar Total Fenolik............................................... 52
4. Pengujian Potensi Antibakteri Ekstrak Etanol daun Beluntas
Metode Difusi.........................................................................
53
a. Isolasi Bakteri Ketiak................................................. 53
b. Identifikasi dan Determinasi Isolat Bakteri dari
Ketiak..........................................................................
53
c. Uji daya Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas
Metode Difusi Paperdisk............................................
54
5. Pembuatan Deodoran Ekstrak Etanol Daun Beluntas dengan
Variasi Jumlah Sorbitan Monostearate...................................
55
a. Formula...................................................................... 55
b. Pembuatan deodoran.................................................. 56
c. Pengujian Daya sebar................................................. 57
d. Pengujian Viskositas.................................................. 58
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
e. Pengujian Mikromeritik............................................. 58
G. Analisis Data....................................................................................... 58
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN…..……………………..……......
A. Pengumpulan Bahan Ektrak dan Determinasi Tumbuhan ……….....
B. Pembuatan Serbuk Beluntas ………………………..........................
C. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Beluntas dan Verifikasi
Kandungan Senyawa Fenolik.............................................................
D. Isolasi Bakteri Ketiak Penyebab Bau Badan......................................
1. Isolasi Bakteri bau Badan.......................................................
2. Identifikasi Isolat Bakteri Bau Badan....................................
3. Determinasi Isolat Ketiak.......................................................
4. Penegasan genus Staphylococcus pada medium selektif........
E. Pengujian Potensi Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas
dengan Metode Difusi........................................................................
F. Pembuatan Deodoran Ekstrak Etanol Daun Beluntas.........................
G. Karakteristik Sifat Fisik dan Stabilitas Deodoran Ekstrak Etanol
Daun Beluntas.....................................................................................
1. Ukuran Droplet......................................................................
2. Viskositas................................................................................
3. Daya Sebar.............................................................................
4. Pergeseran Ukuran Droplet.....................................................
5. Pergeseran viskositas..............................................................
6. Persen Pemisahan Fase...........................................................
60
60
62
63
65
65
71
75
76
78
80
89
92
94
99
108
101
103
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN..…………….………………......
A. Kesimpulan ……………………………..……………………….....
B. Saran ……………………………………..………………………...
106
106
106
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….... 107
LAMPIRAN ……………………………………………………………...... 112
BIOGRAFI PENULIS ……………………………………………..…….... 151
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I Hasil Identifikasi Bakteri Isolat Ketiak Dibandingkan dngan
Pustaka Acuan............................................................
76
Tabel II Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik Deodoran Ekstrak Etanol
Daun Beluntas........................................................................
91
Tabel III Uji Signifikansi Profil Ukuran droplet Deodoran Ekstrak
Etanol Daun Beluntas Antara Formula 1 dengan Formula 2.
93
Tabel IV Uji Signifikansi Profil Viskositas Deodoran Ekstrak Etanol
Daun Beluntas Antara Formula 1 dengan Formula 2............
96
Tabel V Uji Signifikansi Profil Daya Sebar Deodoran Ekstrak Etanol
Daun Beluntas Antara 48 jam dengan 30 Hari dari Masing-
Masing Formula........................................................
97
Tabel VI Uji Signifikansi Profil Daya sebar Deodoran Ekstrak Etanol
Daun Beluntas Antara Formula 1 dengan Formula 2............
98
Tabel VII Uji Signifikansi Profil Ukuran Droplet Deodoran Ekstrak
Etanol daun Beluntas Antara 48 jam dengan 30 Hari dari
Masing-Masing Formula........................................................
99
Tabel VIII Uji Signifikansi Profil Pergeseran Ukuran Droplet
Deodoran Ekstrak Etanol Daun Beluntas Antara Formula 1
dengan Formula 2..................................................................
101
Tabel IX Uji Signifikansi Profil Viskositas Deodoran Ekstrak Etanol
daun Beluntas Antara 48 jam dengan 30 Hari dari Masing-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
Masing Formula..................................................................... 102
Tabel X Uji Signifikansi Profil Pergeseran Viskositas Deodoran
Ekstrak Etanol Daun Beluntas Antara Formula 1 dengan
Formula 2................................................................................
103
Tabel XI Uji Signifikansi Profil Pemisahan Fase Deodoran Ekstrak
Etanol Daun Beluntas Antara Formula 1 dengan Formula
2...............................................................................................
104
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Struktur Molekul tran 3-metil-asam hexanoid........................ 8
Gambar 2. Morfologi Koloni Bakteri Pada Cawan Petri dan Media
Agar.......................................................................................... 14
Gambar 3. Tanaman Beluntas (Pluchea indica L.).................................... 18
Gambar 4. Struktur Molekul Sorbitan Monostearat……........................... 24
Gambar 5 Struktur Molekul Gliserin ………………………………….... 26
Gambar 6. Struktur Propilenglikol...................………………………….. 27
Gambar 7. Struktur Molekul Cetyl alcohol................................................ 29
Gambar 8. Struktur Molekul Dimethicone …………………………........ 31
Gambar 9. Struktur Molekul Etanol........................................................... 32
Gambar 10. Struktur Bangun Metil paraben…………………………….... 33
Gambar 11. Struktur Molekul Propil paraben.............................................. 34
Gambar 12. Contoh Grafik Distribusi Frekuensi Ukuran Droplet............... 38
Gambar 13. Ketidakstabilan Emulsi............................................................. 43
Gambar 14. Daun Beluntas yang Dipetik untuk Dibuat Ekstrak.................. 61
Gambar 15. Kontrol Media Isolasi Bakteri Ketiak....................................... 68
Gambar 16. Hasil isolasi Ketiak dari 5 probandus....................................... 70
Gambar 17. Hasil Uji Oksidase Isolat Ketiak.............................................. 75
Gambar 18. Bakteri Isolat Ketiak Pada Medium Manitol Salt Agar............ 77
Gambar 19. Pembentukan Lapisan Film Monolayer pada Emulgator
Nonionik................................................................................... 98
Gambar 20. Misel yang Terperangkap dalam Matriks Polimer................... 88
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Surat Keterangan Identifikasi Daun Beluntas..................... 113
Lampiran 2. Certificate of Analysis Ekstrak Etanol Daun Beluntas dari
LPPT UGM.........................................................................
114
Lampiran 3. Proses Ekstraksi Ekstrak Etanol Daun Beluntas dari LPPT
UGM...................................................................................
115
Lampiran 4. Penetapan Kadar Total Fenolik........................................... 117
Lampiran 5. Data Uji Daya Antibakteri Ekstrak Etanol daun Beluntas
terhadap Pertumbuhan Isolat Bakteri Bau Badan................
120
Lampiran 6. Perhitungan Konsentrasi Ekstrak Etanol Daun Beluntas dan
Data Penimbangan Formula.........................................
125
Lampiran 7. Hasil Uji pH Emulsi Deodoran Ekstrak Ertanol Daun
Beluntas................................................................................ 126
Lampiran 8. Hasil Uji Sifat Fisik dan Stabilitas Emulsi Deodoran Ektrak
Etanol Daun Beluntas...............................................
127
Lampiran 9. Hasil analisis statistika ukuran droplet menggunakan
program R.2.9.0...................................................................
130
Lampiran 10. Hasil analisis statistik viskositas menggunakan program
R.2.9.0...................................................................................
132
Lampiran 11. Hasil analisis statistik daya sebar menggunakan program
R.2.9.0...................................................................................
134
Lampiran 12. Hasil analisis statistika pergeseran ukuran droplet
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xix
menggunakan program R.2.9.0............................................. 138
Lampiran 13. Hasil analisis statistik pergeseran viskositas menggunakan
program R.2.9.0....................................................................
142
Lampiran 14. Hasil analisis statistika pemisahan fase menggunakan
program R.2.9.0....................................................................
146
Lampiran 15. Dokumentasi........................................................................... 148
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xx
INTISARI
Penelitian mengenai Perbedaan Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik Deodoran
Ekstrak Etanol Daun Beluntas (Pluchea indica L.) dengan Variasi Jumlah Sorbitan Monostearate sebagai Emulsifying Agent dilakukan untuk mengetahui konsentrasi ekstrak etanol daun beluntas yang dapat digunakan sebagai antibakteri dan untuk mengetahui perbedaan sifat fisik dan stabilitas fisik yang signifikan pada variasi jumlah sorbitan monostearate dalam deodoran ekstrak etanol daun beluntas.
Pada penelitian ini digunakan rancangan percobaan secara acak dengan satu faktor dan dua level. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan menggunakan software R.2.9.0 Taraf kepercayaan yang digunakan adalah 95% untuk melihat signifikansi (p<0,05) dari masing-masing respon. Respon yang diukur dalam penelitian ini adalah ukuran droplet, viskositas, daya sebar, pergeseran ukuran droplet, pergeseran viskositas dan persen pemisahan fase.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi 3% dapat memberikan daya hambat antibakteri. Terdapat perbedaan ukuran droplet yang signifikan pada penggunaan variasi jumlah Sorbitan Monostearate sebagai emulsifying agent.
Kata kunci: deodoran, ekstrak etanol daun beluntas, sorbitan monostearate, software R.2.9.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xxi
ABSTRACT
Research on the Difference of Physical Properties and Stability of Ethanol Leaf Extracts of Physical Deodorant Beluntas (Pluchea indica L.) with a variation amount of Sorbitan monostearate as an emulsifying agent conducted to determine the concentration of ethanol leaf extract beluntas that can be used as antibacterial and to know the different physical properties and physical stability significant variation in the amount of sorbitan monostearate6432 in the ethanol extract of leaves beluntas deodorant.
In this study used a randomized experimental design with one factor and two levels. The data obtained were then analyzed using software R.2.9.0 Confidence interfal used was 95% for the significance (p <0.05) of each response. Response measured in this study is the droplet size, viscosity, dispersive power, shifting the droplet size, viscosity and percent shift in the phase separation.
The results of the study showed that the concentration of 3% could give the inhibition of the antibacterial. There are significant differences in droplet size variation in the use of Sorbitan monostearate as an emulsifying agent.
Keywords: deodorant, beluntas leaf ethanol extract, sorbitan monostearate, software R.2.9.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Bau badan dari sisi biologis adalah sesuatu yang wajar, namun saat ini
dipandang sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan dan tidak bersih dalam
masyarakat modern (Umbach, 1995). Masalah bau badan merupakan masalah
yang banyak dialami orang. Meskipun terkesan tidak penting, permasalah bau
badan dapat berakibat fatal bagi karir dan pergaulan.
Dalam keadaan bau keringat yang sangat mengganggu, maka orang
membutuhkan deodoran. Banyak orang menganggap bau badan timbul karena
aktivitas berlebih yang menimbulkan aliran keringat. Menurut Howard (1974),
deodoran tidak dirancang untuk mengatur aliran keringat, akan tetapi dirancang
berdasarkan cara kerja bakterisida atau antiseptik yang nantinya membunuh
bakteri atau mencegah aktivitasnya. Keringat yang muncul dari kedua kelenjar
yaitu ekrin dan apokrin sebenarnya tidak berbau. Penyebab bau tersebut adalah
hasil dekomposisi keringat oleh bakteri. Beberapa bakteri yang diduga menjadi
penyebab bau badan tersebut ialah Staphylococcus epidermidis, Streptococcus
pyogenes, Staphylococcus aureus, Cornybacterium acne, Pseudomonas
aeruginosa (Endarti, Yulinah, and Soediro, 2002).
Dipasaran terdapat banyak deodoran dari berbagai bentuk dan merek
dagang, yang dikonsumsi oleh masyarakat untuk mengurangi atau mencegah bau
badan. Beluntas (Pluchea indica Less.) secara tradisional merupakan tanaman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
yang telah digunakan masyarakat Indonesia sejak lama untuk menghilangkan bau
badan dengan cara direndam kemudian dioleskan (Winarno dan Sundari, 1998).
Ekstrak etanol daun beluntas telah diteliti secara ilmiah memiliki aktivitas
antimikroba terhadap Staphylococcus aureus, Pseudomonas fluorecens,
Escherichia coli dan Salmonela typhi (Ardiansyah, Lilis., and Andarwulan, 2003).
Skrining Fitokimia menunjukkan hasil ekstrak etanol mengandung flavonoid,
fenol hidrokuinon, tanin (Ardiansyah, Lilis., and Andarwulan, 2003). Penelitian
menyebutkan kadar total fenolik ekstrak etanol 50% terbanyak terdapat pada
bagian daun (Normala and Suhaimi, 2011). Ekstrak etanol daun beluntas
berpotensi untuk diformulasikan sebagai sediaan topikal dengan penggunaan lokal
dikulit secara lebih praktis, efektif, dan modern dalam bentuk sediaan deodoran
alternatif, yang memiliki aktivitas antibakteri penyebab bau badan.
Pada penelitian ini akan dibuat deodoran dari ekstrak etanol daun beluntas
yang memiliki efek antibakteri terhadap isolat bakteri bau badan. Deodoran yang
dibuat dalam penelitian ini merupakan bentuk emulsi. Sediaan deodoran
diharapkan dapat meningkatkan acceptability dari konsumen bila dibandingkan
dengan ekstrak etanol daun beluntas sebagai pencegah bau badan secara langsung.
Bentuk sediaan emulsi diharapkan dapat menutupi warna yang kurang menarik
dari ekstrak etanol daun beluntas tetapi tetap nyaman digunakan. Pada emulsi
terdapat fase minyak yang berfungsi sebagai emolien yang akan mencegah
penguapan sehingga kandungan air dapat dipertahankan. Peningkatan oklusivitas
dari fase minyak pada sistem emulsi akan meningkatkan hidrasi pada stratum
corneum dan hal ini berhubungan dengan berkurangnya hambatan difusi bagi zat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
terlarut. Oleh karena itu adanya sistem emulsi akan memberikan penetrasi tinggi
dipermukaan kulit (Block, 2002). Zat aktif ekstrak etanol daun beluntas yang
terdispersi dalam fase air lebih tertahan dipermukaan kulit sehingga dapat
memberikan efek antibakteri lebih efektif. Atas dasar kelebihan dari emulsi
tersebut, maka sediaan deodoran dapat menjadi drug delivery system yang baik
bagi zat aktif yang terkandung di dalamnya ketika diaplikasikan di kulit.
Dalam pembuatan deodoran ekstrak etanol daun beluntas, salah satu yang
penting diperhatikan adalah pemilihan emulsifying agent, karena bahan inilah
yang dapat berperan dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas sistem emulsi
baik (Block, 2002). Emulsifying agent yang digunakan dalam penelitian ini adalah
emusifying agent nonionik karena sifatnya yang tidak toksik dan tidak mengiritasi
kulit, yaitu sorbitan monostearate. Krim dengan sorbitan ester memiliki tekstur
yang halus dan stabil (Aulton and Diana, 1991). Emulsifying agent tersebut
digunakan karena tingkat keamanannya dan diharapkan dapat meningkatkan
kestabilan emulsi dengan adanya gugus hidrofil dan lipofil.
Variasi penamabahan jumlah sorbitan monostearate dalam formula
deodoran perlu diperhatikan karena dapat mempengaruhi parameter-parameter
sediaan emulsi yaitu sifat fisik deodoran yang berupa viskositas dan daya sebar,
serta stabilitas deodoran yang meliputi pergeseran viskositas dan pergeseran
ukuran droplet. Pada penelitian ini akan dilakukan formulasi deodoran ekstrak
etanol daun beluntas dengan menggunakan variasi jumlah sorbitan monostearate
yang berbeda. Penelitian ini perlu dilakukan sebagai penelitian awal mengenai
perbedaan yang signifikan atau perbedaan yang bermakna dengan adanya variasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
jumlah sorbitan monostearate yang berbeda sebagai emulsifying agent terhadap
sifat fisik dan stabilitas fisik deodoran ekstrak etanol daun beluntas. Dari hasil
penelitian ini dapat diperoleh informasi untuk melakukan penelitian lanjutan
mengenai pengaruh variasi jumlah sorbitan monostearate sebagai emulsifying
agent. Analisa statistik dilakukan menggunakan software R 2.9.0 dengan uji t
tidak berpasangan pada taraf kepercayaan 95%.
1. Rumusan masalah
Berdasarkan data diatas, maka dapat disusun permasalahan :
a. Apakah ekstrak etanol daun beluntas yang dibuat dalam penelitian ini
memiliki efek antibakteri terhadap bakteri isolat penyebab bau badan?
b. Apakah ada perbedaan sifat fisik dan stabilitas fisik yang signifikan pada
penggunaan variasi jumlah sorbitan monostearate dalam deodoran ekstrak
etanol daun beluntas yang digunakan dalam penelitian ini?
2. Keaslian Penelitian
Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian
mengenai penggunaan variasi jumlah sorbitan monostearate dalam formulasi
deodoran ekstrak etanol daun beluntas yang memiliki efek antibakteri pada
isolat bakteri ketiak belum pernah dilakukan. Adapun penelitian yang pernah
dilakukan seperti:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
a. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Daun Beluntas (Pluchea indica L.) dan
Stabilitas Aktivitasnya pada Berbagai Konsentrasi Garam dan Tingkat pH
(Ardiansyah, Lilis., and Andarwulan, 2003).
b. Quantification of Total Phenolics in Different Parts of Pluchea indica
(Less) Ethanolic and Water Extracts (Normala and Suhaimi, 2011).
c. Pemeriksaan Minyak Atsiri dan Flavonoid dari Daun Beluntas (Pluchea
indica L.)( Rasmehuli, 1986).
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang pengembangan
formulasi sediaan topikal deodoran sebagai antibakteri dari bahan alam
daun beluntas (Plechea indica L.), dengan menggunakan sorbitan
monostearate sebagai emulsifying agent.
b. Manfaat praktis
Memperoleh informasi mengenai sifat fisik dan stabilitas fisik
deodoran ekstrak etanol daun beluntas dengan menggunakan variasi
jumlah sorbitan monostearate sebagai emulsifying agent.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini ditujukan untuk menghasilkan formula deodoran ekstrak
etanol daun beluntas (Pluchea indica Less) yang bersifat antibakteri dengan
variasi jumlah sorbitan monostearate sebagai emulsifying agent.
2. Tujuan Khusus
a. Memastikan daya antibakteri deodoran ekstrak etanol daun beluntas
(Pluchea indica Less) terhadap isolat bakteri ketiak secara in vitro.
b. Mengetahui perbedaan sifat fisik dan stabilitas fisik yang signifikan pada
variasi jumlah sorbitan monostearate dalam deodoran ekstrak etanol daun
beluntas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Keringat dan Bau badan
Keringat dihasilkan oleh kelenjar ekrin dan kelenjar apokrin yang
terdapat dalam lapisan dermis. Kelenjar ekrin terdapat hampir diseluruh
permukaan kulit kecuali bibir dan alat genital. Kelenjar apokrin terdapat dilipatan
lengan bagian atas, sekitar puting susu, lipatan paha, daerah kemaluan dan kaki
(Depkes RI, 1985). Keringat yang dihasilkan pria dan wanita dalam 24 jam
sebanyak 0,5-1,5 liter (Depkes RI, 1985). Jumlah keringat pada lipatan lengan
bagian atas yang dihasilkan kelenjar apokrin lebih sedikit dibandingkan dengan
kelenjar ekrin, dimana keringat yang dihasilkannya dipengaruhi oleh rangsangan
emosi, atau rangsangan seksual, sedangkan keringat yang dihasilkan kelenjar
ekrin dipengaruhi oleh kondisi suhu ruang yang panas atau jika mengalami stres.
Keringat yang dihasilkan ekrin mempunyai pH 4-7 sedangkan keringat dari
kelenjar apokrin mempunyai pH 6,2-7,5.
Bau badan tidak hanya berbeda dalam perbedaan individu, juga berbeda
pada beberapa permukaan kulit pada individu yang sama. Manusia memiliki bau
badan karena adanya bakteri dalam tubuh. Bakteri berkembangbiak dibeberapa
daerah tertentu, ketika orang berkeringat maka tercipta lingkungan yang kondusif
untuk bakteri berkembangbiak. Bau badan itu sendiri biasanya disebabkan oleh
bakteri yang berkembangbiak, karena keringat sendiri tidak menimbulkan bau.
Bau keringat yang lebih nyata terutama didaerah lipatan lengan bagian atas dan
bagian genetalia dibandingkan kulit yang lain, karena ditempat tersebut banyak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
terdapat kelenjar apokrin. Keringat apokrin mengandung sejumlah lipid dan
protein, dimana setelah mencapai permukaan kulit akan dirusak oleh bakteri yang
menghasilkan trans 3-metil-2-asam hexanoid (Hasby, 2001). Hasil peruraian ini
yang menyebabkan bau keringat pada lapisan lengan bagian atas. (Hasby, 2001).
Beberapa bakteri yang diduga menjadi penyebab bau badan tersebur diantaranya
ialah Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus pyogenes, Staphylococcus
aureus, Corybacterium , Pseudomonas aeruginosa (Endarti et al., 2002).
Gambar 1. Struktur Molekul trans 3-metil-2asam hexanoid
(www.wikipedia.com/ trans 3-metil-2asamhexanoid)
B. Isolasi dan Identifikasi Mikrobia
Untuk menanam suatu mikroba ,perlu diperhatikan faktor nutrisi serta
kebutuhan akan oksigen (gas O2 atau udara). Cara menumbuhkan mikrobia yang
anaerob berbeda dengan yang aerob. Untuk penanaman mikroba yang
aerob,berdasarkan bentuk medium dan cara menanamnya dibedakan atas : biakan
agar tegak,biakan agar miring, dan biakan cair sedangkan penanaman mikrobia
anaerob ada beberapa cara seperti dengan menggunakan medium yang diperkaya,
menghilangkan oksigen bebas dengan pembakaran dan absorbsi oksigen secara
kimia (Jutono, Sudarsono, Hartadi, Suhadi, and Susanto, 1980)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
Ada bermacam-macam cara untuk isolasi mikroba,untuk isolasi tersebut
harus diperhatikan beberapa hal antara lain sifat-sifat spesies mikrobia yang akan
diisolasi, tempat hidup atau asal mikroba tersebut, medium untuk
pertumbuhannya yang sesuai, cara menanam mikrobia tersebut, cara inkubasi
mikroba tersebut, cara menguji bahwa mikroba, cara memelihara agar mikroba
yang telah diisolasi tetap merupakan biakan murni (Jutono et al,1980).
Teknik skrining bersifat efektif apabila dapat mengeliminasi populasi
mikroba yang tak berguna sebanyak-banyaknya dan mengisolasi populasi mikroba
yang berguna/dikehendaki (Suwandi,1989).
Pada identifikasi bakteri mula-mula diamati morfologi individual secara
mikroskopik dan pertumbuhannya pada bermacam–macam medium. Bakteri yang
morfologinya sama mungkin berbeda dalam kebutuhan nutrisi serta persyaratan
ekologi lainnya. Patogenitas bakteri–bakteri pathogen dapat pula dipaki untuk
membantu identifikasi dan determinasi bakteri tersebut (Jutono et al, 1980)
Bentuk–bentuk koloni tergantung pada konsistensi medianya. Pada
media cair, sifat bakteri terhadap kebutuhannya akan oksigen sangat mudah
dilihat dan penampakan koloninya dapat dibedakan menjadi : serabut, cincin, dan
selaput. Demikian pula pada media agar tegak atau miring mempunyai bentuk
yang spesifik. Morfologi koloni dalam cawan agar perlu diamati pertumbuhan
koloni di permukaan atau di bawah permukaan media, bentuk koloni, permukaan
koloni, elevasi, bentuk tepi, dan bentuk struktur dalam (Jutono et al, 1980).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Morfologi koloni meliputi bentuk, ukuran, tekstur, warna.
a. Bentuk
Bentuk koloni digunakan untuk mempermudah identifikasi dan
determinasi suatu biakan murni bakteri. Bentuk–bentuk koloni bakteri
tergantung pada konsistensi mediannya dan masing–masing mempunyai
bentuk yang spesifik (Jutono et al, 1980). Bentuk–bentuk koloni bakteri
pada agar lempengan (cawan Petri) seperti bentuk titik–titik bulat,
bercabang, tidak teratur, serupa akar, serupa kumparan. Dengan
permukaan : datar, timbul mendatar, timbul melengkung, mencembung
mencembung, rimbul membulat, timbul berkawah (Jutono et al, 1980).
Pada agar miring dapat berbentuk filiform, echinulate, effuse, beaded,
spreading, plumase, rhizoid, arboscent (Jutono et al,1980). Pada medium
cair bakteri akan kelihatan sikapnya terhadap udara, permukaan medium
dapat memperlihatkan adanya serabut, cincin, kulit dan selaput (Jutono et
al, 1980). Pada agar tegak dapat berbentuk : filiform, echinulate, effuse,
villous, rhizoid, arborescent.
b. Tekstur
Tektur bakteri tergantung pada spesiesnya. Tektur pemakain ini
ada yang licin (smooth), kasar (rough), granular, atau mukoid (berlendir).
Koloni spesies terntentu ada yang permukaannya keriput (wrinkled).
Pada umumnya permukaan koloni memiliki 3 macam bentuk : S
(smooth): licin, bundar, konveks, R (rough): kasar, datar bergerigi, M
(mucoid) : berlendir, basah, kadang–kadang bersatu, lembut dan tebal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
c. Warna
Beberapa spesies bakteri dapat menghasilakn zat warna di dalam
sel yang tidak larut dalam air, sehingga koloninya berwarna. Beberapa
koloni menghasilkan zat warna yang larut dalam air, yang menyebar
secara difusi sehingga mewarnai media agarnya. Beberapa zat warna
dapat bersifat fluorescent (dapat menghasilkan cahaya putih/ kebiru –
biruan) di sekitar koloni bila terkena cahaya ultraviolet (Taringan, 1988).
Pengecatan adalah metode pemberian warna pada bagian
mikroorganisme yang berdasarkan atas afinitas sel–sel mikroorganisme
terhadap bahan kimia pewarna. Faktor–faktor yang mempengaruhi
pengecatan : daya serap mikroorganisme terhadap pengecatan, pH bagian
sel, komposisis bagian sel, kuantitas warna terhadap ketahanan sel. Zat –
zat yang sering dipakai adalah : Kristal violet, safranin, Malachite green,
Metylen blue (Jutono et al, 1980).
Pewarnaan gram
Bakteri gram negative tidak mengikat cat utama sehingga dapat
dilunturkan oleh peluntur dan dapat diwarnai cat lawan,sedangkan gram
positif mengikat kuat cat utama sehingga tidak dapat dilunturkan oleh
peluntur dan tidak bisa diwarnai oleh cat lawan. Gram positif memiliki
dinding sel dan sitoplasma dengan afinitas yang kuat terhadap kompleks
Kristal violet dan iodine, karena itu tidak dapat diwarnai oleh cat lawan
dan tidak dapat dilunturkan (Johnson,1994). Tahapan umum pengecatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
gram adalah pemberian cat warna utama, pengintensifan warna violet,
dekolorasi, pemberian cat lawan (Johnson,1994).
d. Ukuran
Ukuran bakteri bervariasi, mulai dari sebesar jarum, yaitu kira –
kira pecahan mm (diameternya), sampai 5 – 10 mm. Ada beberapa factor
yang mempengaruhi besarnya diameter tersebut. Misal, hanya koloni
yang menyebar saja yang dapat diukur, karena cenderung punya diameter
yang lebih besar daripada koloni yang bertumpuk. Hal ini disebabkan
oleh persaingan pada koloni yang menyebar lebih kecil daripada koloni
yang bertumpuk-tumpuk (Taringan, 1988).
Pada identifikasi bakteri mula-mula diamati morfologi sel individual
secara mikroskopik dan pertumbuhannya pada bermacam–macam medium.
Karena suatu bakteri tidak dapat dideterminasi hanya berdasarkan sifat-sifat
morfologi saja, maka perlu diteliti pula sifat-sifat biokimia dan faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhannya. Bakteri yang morfologinya sama mungkin
berbeda dalam kebutuhan nutrisi dan persyaratan ekologi lainnya (Jutono et al,
1980). Untuk mengidentifikasi suatu organisme diperlukan kriteria sebagai
berikut :
A. Ciri morfologi
Dari morfologi sel dapat diketahui hubungan filogeni antara yang
satu dengan yang lain, sehingga berguna dalam identifikasi bakteri
(Taringan, 1988).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Gambar 2. Morfologi Koloni Bakteri Pada Cawan Petri dan Media Agar
B. Pengecatan gram
Pewarnaan merupakan tahap penting dalam pencirian dan identifikasi
bakteri. Pewarnaan gram membagi bakteri menjadi kelompok gram positif
dan gram negatif (Lay, 1994).
C. Uji Potensi Senyawa Antibakteri
Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada senyawa antibakteri yang
bersifat menghambat pertumbuhan bakteri (Bacteriostatic), dan ada yang bersifat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
membunuh bakteri (bacteriocide). Konsentrasi minimal senyawa antibakteri yang
diperlukan untuk menghambat pertumbuhan bakteri atau membunuhnya, masing-
masing dikenal sebagai Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) dan Konsentrasi
Bunuh Minimal (KBM). Senyawa antibakteri tertentu aktifitasnya dapat
meningkat dari bacteriostatic menjadi senyawa bacteriocide bila kadar senyawa
antibakteri ditingkatkan (Jawetz, Melnick and Adelberg, 1996).
Potensi senyawa antibakteri dapat diterapkan dengan cara diantaranya
adalah metode difusi dan metode dilusi.
1. Metode Difusi
Metode ini didasarkan pada kemampuan obat untuk berdifusi ke
dalam media tempat bakteri uji berkembangbiak secara optimal dengan
mengamati diameter hambatan pertumbuhan bakteri karena berdifusinya obat
dari titik awal pemberian ke daerah difusi. Metode difusi dapat dilakukan
dengan menggunakan paper disk yang mengandung senyawa antibakteri
diletakkan diatas media agar yang telah diinokulasikan bakteri uji atau bila
dengan sumuran, senyawa antibakteri dimasukkan kedalam sumuran.
Besarnya difusi sesuai dengan daerah pertumbuhan atau hambatan bakteri uji
dan sebanding dengan konsentrasi obat yang diberikan. Pengukuran zona
hambat dilakukan dengan mengukur diameter zona jernih disekitar paper disk
menggunakan penggaris.
Hasil metode difusi adalah:
a. Zona irradikal adalah suatu daerah disekitar disk atau sumuran yang
menunjukkan pertumbuhan bakteri yang dihambat oleh senyawa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
antibakteri tersebut tetapi tidak dimatikan. Disini akan terlihat adanya
pertumbuhan yang kurang subur atau lebih jarang dibandingkan dengan
daerah diluar pengaruh senyawa antibakteri tersebut.
b. Zona radikal adalah suatu daerah disekitar paper disk atau sumuran yang
sama sekali tidak ditemukan adanya pertumbuhan bakteri (Jawetz et al,
1996).
2. Metode Dilusi
Prinsip metode ini adalah larutan uji diencerkan sehingga diperoleh
beberapa konsentrasi. Pada dilusi cair masing-masing konsentrasi obat yang
telah dibuat ersebut ditambahkan suspensi bakteri uji kedalam media,
sedangkan pada dilusi padat masing-masing konsentrasi obat yang telah
dibuat dicampur kedalam media agar kemudian ditanami bakteri dan
diinkubasi. Dengan metode ini akan didapat hasil secara kuantitatif.
Konsentrasi terendah yang menghambat pertumbuhan (KHM) dan
Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) dalam media dapat ditentukan dengan
mengukur kekeruhan setelah inkubasi. Keuntungan metode ini dibandingkan
dengan metode difusi adalah dapat menentukan Konsentrasi Hambat
Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) dari larutan uji
tersebut (Hugo dan Russel, 1987).
Agen antibakteri yang diformulasikan ke dalam suatu bentuk sediaan
topikal memiliki beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pelepasan agen
antibakteri dari basis sediaan topikal tersebut. Kecepatan pelepasan agen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
antibakteri dari basis memegang peran penting terkait aktivitas terapetik dari agen
antibakteri (Jawetz, et.al, 1995)
D. Daun Beluntas (Pluchea indica L.)
Beluntas termasuk salah satu tumbuhan yang memiliki diversitas tinggi
di Indonesia. Beluntas adalah suatu tanaman obat tradisional Indonesia. Tanaman
ini memiliki habitat perdu dengan tinggi 1-1,5 m. Batangnya berkayu, bulat,
tegak, bercabang bila masih muda berwarna ungu setelah tua putih kotor.
Daunnya tunggal, berbentuk telur, tepi rata, ujung runcing, pangkal tumpul,
berbulu halus, panjang 3,8-6,4 cm, lebar 2-4 cm, pertulangan menyirip, warna
hijau muda hingga hijau. Bunganya majemuk, mahkota lepas, putik bentuk jarum,
panjang ± 6 mm, berwarna hijau kecoklatan, kepala sari berwarna ungu, memiliki
dua kepala putik yang berwarna putih atau putih kekuningan. Akar beluntas
merupakan akar tunggang dan bercabang (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).
Beluntas tumbuh liar di tanah dengan kelembaban tinggi. Di wilayah
Jawa Barat tanaman ini digunakan sebagai tanaman pagar dan pembatas antar
hulu dan di perkebunan
A. Taksonomi
Berdasarkan kunci determinasi tumbuhan beluntas dikelompokkan
seperti dibawah ini:
Divisi : Spermathophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Bunga : Asterales
Suku : Asteraceae
Marga : Pluchea
Jenis : Pluchea indica Less. (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).
Gambar 3. Tanaman Beluntas (Pluchea indica L.)
B. Nama Daerah
Sumatera: Beluntas, Jawa: Baluntas (Madura), baruntas, luntas (Jawa
Tengah),. Nusatenggara: Lenaboui, Sulawesi: Lamutasa (Syamsuhidayat dan
Hutapea, 1991)
C. Manfaat dan Kandungan kimia
Beluntas (Pluchea indica L.) digunakan sebagai tanaman pagar dan
pembatas di perkebunan, secara tradisional merupakan tanaman yang telah
digunakan masyarakat Indonesia sejak lama untuk menghilangkan bau badan
dengan cara direndam kemudian dioleskan (Winarno dan Sundari, 1998).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
Kandungan minyak atsiri dari daun beluntas mengandung benzil alkohol,
benzil asetat, eugenol, dan linolol (Rasmehuli, 1986). Dari kandungan
tersebut, eugenol merupakan senyawa turunan fenilpropan yang beraktivitas
antibakteri. Selain itu, linolol termasuk senyawa turunan monoterpen alkohol
yang memiliki aktivitas antibakteri kuat (Schanaubelt, 1995). Skrining
Fitokimia menunjukkan hasil ekstrak etanol mengandung flavonoid, fenol
hidrokuinon, tanin dan sterol (Ardiansyah et al, 2003). Flavonoid daun beluntas
memiliki aktifitas antibakteri terhadap Staphylococcus sp, Propinobacterium
sp, dan Corneybacterium (Purnomo,2001). Ekstrak etanol daun beluntas telah
diteliti secara ilmiah memiliki aktivitas antimikroba terhadap Staphylococcus
aureus, Pseudomonas fluorecens, Escherichia coli dan Salmonela typhi
(Ardiansyah et al, 2003). Ektrak etanol 50% daun Beluntas memiliki
kandungan senyawa total fenol paling banyak (Normala and Suhaimi, 2011).
E. Ekstrak
Ekstrak merupakan sediaan sari pekat tumbuh-tumbuhan atau hewan
yang diperoleh dengan cara melepaskan zat aktif dari masing-masing bahan obat,
menggunakan penyari yang cocok, kemudian semua atau hampir semua dari
penyarinya diuapkan dan sisa endapan atau serbuk diaitur untuk ditetapkan
standarnya (Ansel, 1989).
Berdasarkan sifat-sifatnya, ekstrak dapat dikelompokkan menjadi:
1. Ekstrak encer (extractum tenue): sediaan ini memiliki konsistensi madu dapat
dituang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
2. Ekstrak kental (extractum spissum): sediaan ini liat dalam keadaan dingin,
tidak dapat dituang dan kandungan airnya berjumlah sampai 30%.
3. Ekstrak kering (extractum siccum): sediaan ini memiliki konsistensi kering,
muda digosokkan, dan melalui penguapan cairan pengekstraksi serta
pengeringan sisanya terbentuk suatu produk yang sebaiknya menunjukkan
kandungan lembab tidak lebih 5%
4. Ekstrak cair (extractum fluidum): sediaan ini dibuat sedemikian sehingga 1
bagian jamu sesuai dengan 2 bagian (kadang-kadang juga satu bagian)
ekstrak cair (Voight, 1994).
F. Maserasi
Istilah maceration berasal dari bahasa latin macerare, yang artinya
“merendam”. Merupakan proses paling tepat dimana obat yang sudah halus
memungkinkan untuk direndam dalam penyari sampai meresap dan melunakkan
susunan sel, sehingga zat-zat yang mudah larut akan melarut (Ansel, 1989).
Pada proses maserasi, tumbuhan yang akan diekstraksi biasanya
ditempatkan pada wadah atau bejana yang bermulut lebar, bersamaan penyari
yang telah ditetapkan, bejana ditutup rapat, dan isinya dikocok berulang-ulang
lamanya biasanya berkisar dari 2-14 hari. Pengocokan memungkinkan pelarut
segar mengalir berulang-ulang masuk keseluruh permukaan dari obat yang sudah
halus. Kemudiaan ampasnya dapat dipisahkan dengan menapis dan/atau
menyaring dimana ampas yang telah dibilas bebas dari ekstrak dengan
penambahan penyari melalui ayakan atau saringan kedalam seluruh ekstrak dalam
wadahnya (Ansel, 1989).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
G. Deodoran
Sediaan deodoran dan atau antiprespiran adalah sediaan kosmetika
berbentuk padat (batang dan serbuk), cair (splash dan roll-on) dan aerosol yang
merupakan campuran bahan kimia dan atau bahan lainnya yang digunakan untuk
menghilangkan atau mengurangi serta membantu mencegah terjadinya bau badan
dan atau memperkecil pori kulit sehingga mengurangi atau membantu mencegah
pengeluaran keringat yang berlebih (SNI, 1998).
Deodoran biasanya dibuat dengan basis alkohol. Alkohol dapat
menstimulasi keringat tetapi juga dapat membunuh bakteri. Selain itu deodoran
juga dapat diformulasikan khususnya dengan antimikroba untuk memperlambat
pertumbuhan bakteri. Komposisi lainnya yaitu parfum yang bertujuan untuk
menutupi bau keringat. Secara umum, komponen kosmetik deodoran memiliki
empat fungsi, yaitu:
1. Fungsi antibakteri. Bakteri pada kulit bertanggung jawab menghasilkan bau
badan. Agen antibakteri digunakan untuk menekan proliferasi bakteri untuk
mendapatkan efek deodoran. Contohnya yang paling banyak digunakan
triklosan. Beberapa preparasi juga menggunakan minyak atsiri dan ekstrak
tanaman yang memiliki efek antibakteri.
2. Fungsi antiperspiran. Menekan produksi keringat dengan menggunakan aksi
astringen kuat. Senyawa alumunium paling banyak digunakan seperti
alumunium hidroksida.
3. Fungsi deodoran. Jika garam-garam logam dibentuk dari asam lemak rantai
pendek yang menyebabkan bau badan, maka karakteristik baunya tidak
terlihat. Aplikasi dari prinsip ini yaitu adanya zink oksida pada deodoran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
Ekstrak tanaman yang mengandung flavonoid dan klorofil dapat digunakan
untuk tujuan ini.
4. Fungsi penutup. Ketika bau badan tidak terlalu kuat dapat ditutupi dengan
parfum. Parfum tersebut merupakan tambnahan pada agen antibakteri.
Dari empat fungsi tersebut, fungsi kontrol keringat dan antibakteri perlu
difokuskan untuk membuat formula kosmetik deodorant (Mitsui, 1997).
Menurut Imron (1985), persyaratan yang harus dipenuhi oleh sediaan
deodoran adalah:
a. Digunakan secara lokal, tanpa resep dokter
b. Mudah dioleskan pada kulit dan menyebar dengan rata
c. Memberikan rasa nyaman dan tidak mengiritasi
d. Nilai pH harus tepat
Dalam formulasi deodoran terdapat bahan-bahan yang bersifat sebagai
pelarut (solvent), pengental (thickener), pengemulsi (emulsifier), stabilizer,
pelembut kulit (emolient), humektan, zat aktif anti bakteri serta bahan aditif
(parfum dan preservatif) (Mitsui, 1997).
H. Emulsi
Emulsi adalah sistem dispersi yang terdiri dari 2 cairan yang tidak saling
campur, dimana salah satu fase terdispersi di dalam fase yang lain dan biasanya
terdiri dari air dan minyak. Emulsi nampak berwarna keruh, nemtuknya tidak
stabil secara thermodinamika, karena sistem emulsi tidak terbentuk secara
spontan. Sistem emulsi dibuat melalui proses yang membutuhkan energi, seperti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
pengojogan, pengadukan, homogenisasi, dan proses spray emulsion. Jika air yang
merupakan fase kontinyu, maka disebut sistem emulsi minyak dalam air (O/W)
dan ketika fase kontinyu adalah minyak maka disebut emulsi air dalam minyak
(A/M). Salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan tipe emulsi adalah
emulsifying agent yang dipilih (Aulton and Diana, 1991). Emulsifying agent
bekerja dengan membentuk film atau lapisan disekeliling bulir-bulir tetesan yang
terdispersi dan berfungsi mencegah koalesen dan terpisahnya cairan dispers
(Anief, 2005).
I. Surfaktan Nonionik
Surfaktan nonionik biasa digunakan dalam seluruh tipe produk kosmetik
dan farmasetik (Rieger, 1996). Surfaktan berfungsi menurunkan tegangan
permukaan dari suatu larutan dan menurunkan tegangan antar muka antara dua
larutan, surfaktan dalam suatu emulsi dapat meningkatkan stabilitas kinetika
(Lieberman, 2006). Surfaktan nonionik sangat resisten terhadap elektrolit,
perubahan pH dan kation polivalen (Aulton and Diana, 1991). Surfaktan ini
memiliki rentang dari komponen larut minyak untuk menstabilkan emulsi A/M
hingga material larut air yang memberikan produk M/A. Surfaktan ini biasa
digunakan untuk kombinasi emulsifying agent larut air dan larut minyak untuk
membentuk lapisan antarmuka yang penting untuk stabilitas emulsi yang
optimum. Emulsifying agent nonionik memiliki toksisitas dan iritasi yang rendah
(Billany, 2002). Surfaktan nonionik bekerja dengan membentuk lapisan
antarmuka dari droplet-droplet, namun tidak memiliki muatan untuk menstabilkan
emulsi. Cara menstabilkan emulsi adalah dengan adanya gugus polar dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
surfaktan yang terhidrasi dan bulky, yang menyebabkan halangan sterik antar
droplet dan mencegah koalesen (Kim, 2005). Pemakaian surfaktan sebaiknya
tidak berlebih, karena fungsinya menjadi tidak efektif. Emulgator tersebut tidak
akan berada pada permukaan antar fase, tetapi justru akan naik membentuk
lapisan terpisah dari sistem emulsinya (Jellinek, 1970).
J. Sorbitan Monostearate (Span 60)
Span merupakan sorbitan esters disebut juga sorbitan monostearate
(Rowe et al., 2009). Sorbitan esters merupakan surfaktan dengan gugus
hidrofobik yang larut dalam minyak dan digunakan sebagai emulgator A/M.
Biasanya digunakan dalam emulsi, krim, dan salep, dan dapat membentuk emulsi
tipe M/A atau A/M. Krim dengan sorbitan ester memiliki tekstur yang halus dan
stabil (Aulton and Diana, 1991). Sorbitan monostearate memiliki pemerian
sebagai berikut: warna kuning gading, cairan seperti minyak kental, bau khas
tajam, rasa lunak. Span 60 tidak larut tapi terdispersi dalam air hangat dan dingin,
bercampur dengan alkohol, tidak larut dalam propilen glikol, larut dalam hampir
semua minyak mineral dan nabati, sedikit larut dalam ete, titik lelehnya adalah
530-570C (Rowe et al., 2009).
Gambar 4. Struktur molekul sorbitan monostearat (C24H16O6) (Kim,2005)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
K. FORMULASI
1. Humektan
Humektan adalah bahan dalam produk kosmetik yang
dimaksudkan untuk mencegah hilangnya lembab dari produk dan
meningkatkan jumlah air (kelembaban) pada lapisan kulit terluar saat produk
digunakan (Loden, 2001). Humektan adalah bahan higroskopis yang
mempunyai sifat menyerap uap air dari udara lembab sehingga dapat
mempertahankan kelembaban kulit (Johnson, 2002). Humektan membantu
menjaga kelembaban kulit dengan cara menjaga kandungan air pada lapisan
stratum corneum serta mengikat air dari lingkungan kulit (Rawlings, 2002).
Humektan ditambahkan terutama pada produk dengan tipe emulsi minyak
dalam air untuk mengurangi kekeringan ketika produk disimpan pada suhu
ruang. Humektan juga membantu dalam menyediakan kontrol untuk
mengurangi rata-rata kehilangan air dan peningkatan viskositas. Syarat dasar
humektan adalah harus mempunyai kemampuan menyerap air yang baik,
mempertahankan penyerapan air (kelembaban pada kulit), menguap paling
rendah, berbaur yang baik dengan unsur lain, harus aman, tidak berwarna, dan
tidak berbau, serta tawar (Takeo, 1997).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
a. Gliserin
Gambar 5. Struktur molekul gliserin (Depkes RI,1995)
Nama lain dari gliserin adalah gliserol, glycerolum, 1,23
propanetriol, trihydroxypropane glycerol, glycerolum (Rowe et al,
2006). Gliserin mengandung tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih
dari 101,0% C3H8O3. Gliserin merupakan cairan jernih seperti sirup,
tidak berwarna, rasa manis, hanya boleh berbau khas lemah (tajam dan
tidak enak), higroskopik, dan netral terhadap lakmus. Gliserin dapat
bercampur dengan air dan dengan etanol, tidak larut dalam kloroform,
dalam eter, dalam minyak lemak dan dalam minyak menguap. Bobot
jenismya tidak kurang dari 1, 249 (Depkes RI, 1995). Gliserin
digunakan sebagai humectant untuk menjaga kelembaban sediaan
dikarenakan sifatnya yang higroskopis. Gliserin dapat digunakan
sebagai humectant dengan konsentrasi kurang dari 30 % (Rowe, et al.,
2009). Gliserin tidak mengiritasi dan jarang menyebabkan sensitifitas
yang ekstrim (Smolinke, 1992).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
b. Propilen Glikol
H3COH
OH
Gambar 6. Struktur propilenglikol (Depkes RI, 1995)
Propilen glikol adalah cairan kental, jernih, tidak berwarna,
rasa sedikit tajam, dan higroskopik. Propilen glikol dapat bercampur
dengan air, alkohol, aseton, dan kloroform. Dapat larut dalam eter dan
dapat melarutkan minyak menguap, tetapi tidak dapat campur dengan
minyak lemak (Depkes RI, 1995). Propilen glikol biasanya
dikombinasikan dengan gliserin untuk memaksimalkan fungsinya
sebagai humektan. Propilen glikol merupakan bahan yang tidak
berbahaya dan aman digunakan pada produk kosmetik dengan
konsentrasi lebih dari 50% (Loden, 2001). Struktur propilen glikol
tampak pada gambar 8
2. Thickening agent
Thickening agent atau bahan pengental digunakan untuk mengatur
kekentalan produk sehingga sesuai dengan tujuan penggunaan kosmetika
tersebut dan mempertahankan kestabilan produk (Mitsui, 1997).
Bahan pengental yan dugunakan juga bertujuan untuk mencegah
terpisahnya partikel dari emulsi. Umumnya water soluble polymers
digunakan sebagai bahan pengental yang diklasifikasikan sebagai polimer
natural semi sintesis polimer, dan polimer sintesis (Mitsui, 1997). Pengental
polimer seperti gum-gum alami, derivatif selulose dan karbomer lebih sering
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
digunakan dalam emulsi dibandingkan dalam formulasi berbasis surfaktan
(Mitsui, 1996). Sistem yang terkentalkan oleh garam atau polimer
menunjukkan sifat alir yang pseudoplastik (Scmitt, 1996). Penggunaan
thickener dalam skin lotion biasa digunakan dalam proporsi yang kecil yaitu
dibawah 2,5 % (Strianse, 1996).
CMC (Carboxymetil Cellulose)
CMC merupakan merupakan eter polimer selulosa linear dan
berupa senyawa anion, yang bersifat biodegradable, tidak berwarna, tidak
berbau, tidak beracun, butiran atau bubuk yang larut dalam air namun tidak
larut dalam larutan organik, bereaksi dengan garam logam berat membentuk
film yang tidak larut dalam air, transparan, serta tidak bereaksi dengan
senyawa organik. Karboksimetil selulosa berasal dari selulosa kayu dan kapas
yang diperoleh dari reaksi antara selulosa dengan asam monokloroasetat,
dengan katalis berupa senyawa alkali. Karboksimetil selulosa juga merupakan
senyawa serbaguna yang memiliki sifat penting seperti kelarutan, reologi, dan
adsorpsi di permukaan. Selain sifat-sifat itu, viskositas dan derajat substitusi
merupakan dua faktor terpenting dari karboksimetil selulosa (Wayan, 2009).
CMC merupakan polimer anion dengan berbagai tingkatan yang
dibedakan berdasarkan berat molekul dan derajat subtitusi. Karakteristik gel
yang dihasilkan seperti konsistensi dan viskositas tergantung pada konsentrasi
polimer dan berat molekulnya (Zats et al, 1996). CMC dapat digunakan
sebagai thickening agent atau stabilizing agent (Osol, 1980).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
CMC dengan konsentrasi 4%-6% dapat digunakan sebagai gelling
agent. Gliserin dapat ditambahkan untuk mencegah gel mengering. Presipitasi
dapat terjadi pada pH kurang dari 2, stabil pada pH antara 2-10, dengan
stabilitas maksimum pada pH 7-9 (Allen, 2002). CMC larut dalam air dan
campur dalam air dengan sedikit alkohol dan gliserin. Gel basis ini mudah
ditumbuhi mikroba (Kelch, 1997).
Cetyl alcohol
Gambar 7. Struktur molekul cetyl alcohol (Boylan et al., 1986)
Cetyl alcohol mengandung tidak kurang dari 90% C16H34O,
selebihnya terdiri dari alkohol yang sejenis. pemeriannya berupa serpihan
putih licin, granul, atau kubus, berwarna putih, bau khas lemah, rasa lemah
(Anonim, 1995). dan thickening agent dalam krim dan lotion. Cetyl alcohol
ditambahkan pada emulsi untuk memperoleh produk akhir yang halus dan
lembut.
Cetyl alcohol juga memberikan kelembutan pada kulit tempat
aplikasi, dan menghasilkan produk yang mudah berpenetrasi (Bannett, 1970).
Cetyl alcohol mampu menjaga stabilitas, memperbaiki tekstur dan
menigkatkan konsistensi, serta mampu menyerap air dan membentuk fase luar
yang kental (Boyland, 1986). Cetyl alcohol tidak toksik dan tidak mengiritasi
(Boylan et al., 1986). Pemakaian cetyl alcohol dalam formulasi menambahkan
warna putih pada emulsi (Barnett, 1972).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
3. Emolien
Emolien (pelunak, zat yang mempu melunakkan kulit)
didefinisikan sebagai sebuah media, bila digunakan pada lapisan kulit yang
keras dan kering akan mempengaruhi kelembutan kulit dengan adanya hidrasi
ulang. Dalam skin lotion, emolien yang digunakan memiliki titik cair yang
lebih tinggi dari suhu kulit. Fenomena ini dapat menjelaskan timbulnya rasa
nyaman, kering, dan tidak berminyak bila skin lotion dioleskan pada kulit
(Scmitt, 1996).
Dimetichone
Dimethicone merupakan salah satu jenis pelembut yang dapat
digunakan dalam pembuatan skin lotion karena selain dapat melembutkan,
bahan ini juga relatif aman untuk kulit yang sensitif. Dimethicone merupakan
silikon organik yang paling luas digunakan, secara kimia disebut juga
polydimethylsiloxane. Secara optik penampakannya bening, tidak beracun,
dan tidak mudah terbakar. Rumus kimia dimethicone adalah
(CH3)3SiO[SiO(CH3)]nSi(CH3)3, dimana n merupakan jumlah monomer
[SiO(CH3)2].
Dimethicone digunakan sebagai bahan dalam pembuatan obat salep
dan aplikasi pada sediaan kosmetika lain untuk melindungi kulit dari iritasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Gambar 8. Struktur molekul dimethicone (www.mercksource.org)
Silicone oil merupakan komponen yang bersifat non polar yang
dapat digunakan sebagai emolient karena kemampuannya dalam melindungi
kulit. Secara kimia bahan tersebut inert dan tidak mampu mengangkat sebum
dari kulit seperti pada mineral oil. Silicone oil dapat menjadi barrier yang
efektif terhadap senyawa kimia yang mengiritasi kulit (Barnett, 1972).
Silicone oil merupakan salah satu bahan yang termasuk sebagai
emolient yang meninggalkan film pelindung pada permukaan kulit dimana
film tersebut membantu melindungi kulit dari dehidrasi atau kehilangan air.
Silikon digunakan sebagai emolient (pelunak kulit), sebagai pelumas,
thickeners, merupakan cairan yang mudah menguap dan mampu memberikan
rasa halus pada kulit, tetapi menguap tanpa meninggalkan suatu residu yang
berminyak. Silikon digunakan dalam kosmetik karena mampu membentuk
film pada kulit yang menyerap sebum (kulit berminyak). Silikon juga dapat
membantu suatu produk untuk menyebar dengan mudah (Barnett, 1972).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
4. Etanol
Etanol mengandung tidak kurang dari 92,3 % b/b dan tidak lebih
dari 93,8% b/b, setara dengan tidak kurang dari 94,9% v/v dan tidak lebih
dari 96,0% v/v, C2H5OH pada suhu 15,560 (Depkes, 1995).
Gambar 9. Struktur molekul etanol (Rowe, et.al,2009)
Pemerian cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna. Bau khas
dan menyebabkan rasa terbakar pada lidah. Mudah menguap walaupun pada
suhu rendah dan mendidih pada suhu 780C. Mudah terbakar. Kelarutan
bercampur dengan air dan praktis bercampur dengan semua pelarut organik
(Depkes RI, 1995).
5. Pengawet
Pengawet yang digunakan sebagai tambahan pada produk
menyebabkan tidak dapat tumbuhnya mikroba karena pengawet bersifat
antimikroba. Pengawet juga harus ditambahkan pada suhu yang tepat pada
proses pembuatan, yaitu antara 350-450C agar tidak merusak bahan aktif
dalam pengawet yang bisa menganggu emulsi yang terbentuk. Pengawet yang
baik memiliki persyaratan yaitu efektif mencegah tumbuhnya berbagai
macam organisme yang dapat menyebabkan penguraian bahan, dapat larut
dalam berbagai konsentrasi yang digunakan dan tidak menimbulkan bahaya
secara internal dan eksternal pada kulit. Karena mikroorganisme dapat tinggal
di dalam air atau fase lemak atau keduanya, maka pengawet, bagaimanapun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
koefisien partisi minyak-airnya, harus berada dalam level yang efektif dalam
kedua fase, biasanya ditambahkan kombinasi pengawet yang larut fase air dan
larut fase minyak. Pada pembuatan emulsi sering ditambahkan pengawet
sebesar 0,1-0,2% (Scmitt, 1996).
Metil Paraben
Gambar 10. Struktur bangun metil paraben (Depkes RI, 1995)
Metil paraben disebut juga nipagin. Metil paraben digunakan
sebagai penghambat pertumbuhan jamur dan merupakan pengawet yang
sering digunakan. Metil digunakan dalam makanan dan kosmetik (Kim,
2004). Metilparaben mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih
dari 100,5% C8H8O3 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Metilparaben merupakan hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur,
putih, tidak berbau atau berbau khas lemah, mempunyai sedikit rasa terbakar.
Metil paraben larut dalam air, dalam benzena, dan dalam karbontetraklorida,
mudah larut dalam etanol dan dalam eter (Depkes RI, 1995). Paraben
merupakan pengawet yang efektif di banyak formula. Paraben dan bentuk
garamnya umumnya digunakan sebagai bakterisida dan fungisida. Paraben
dapat ditemui dalam shampo, mouiturizer, shaving gel, lubrikan, sediaan
topikal, dan pasta gigi. Paraben dianggap aman karena toksisitasnya rendah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
dan sejarah pengunaan paraben yang sudah sejak lama digunakan sebagai
pengawet (Anger, Rupp, Lo, and Takruri, 1996).
Propil paraben
Gambar 11. Struktur molekul propil paraben (Depkes RI, 1995)
Propil paraben merupakan turunan paraben yang mempunyai nama
lain propil p-hidroksibenzoat atau nipasol. Bobot molekulnya 180,20 dan
meniliki jarak lebur 95-980C. Propil paraben mengandung tidak kurang dari
99,0% dan tidak lebih daari 100,5%, dihitung terhadap zat yang telah
dikeringkan. Pemerian: berupa serbuk putih atau hablur kecil, tidak berwarna.
Kelarutan: sangat sukar larut dalam air, sukar larut dalam air mendidih,
mudah larut dalam etanol dan dalam eter (Depkes RI, 1995).
6. Aquadest (Aqua purificata/air murni)
Air merupakan komponen yang paling besar persentasenya dalam
pembuatan skin lotion. Air merupakan substansi yang paling reaktif diantara
bahan-bahan penyusun produk kosmetika. Pada kosmetika air merupakan
bahan pelarut dan bahan baku yang tidak berbahaya dibandingkan bahan baku
lainnya, tetapi air mempunyai sifat korosi. Air juga mengandung beberapa zat
pencemar, untuk itu air yang digunakan untuk produk kosmetika harus
dimurnikan terlebih dahulu (Wilkinson et al, 1962)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Air murni adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan
destilasi, penukar ion, osmosis balik, dan proses lain yang sesuai. Dibuat dari
air yang memenuhi persyaratan air minum. Tidak mengandung zat tambahan
lain. Air murni digunakan untuk pembuatan sediaan-sediaan. Pemerian:
Merupakan cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan pH antara 5-7
(Depkes RI, 1995).
L. Sifat Fisik dan Stabilitas Emulsi
Stabilitas sebuah emulsi adalah sifat emulsi untuk mempertahankan
distribusi halus dan teratur dari fase terdispersi yang terjadi dalam jangka waktu
yang panjang (Voigt, 1994).
1. Viskositas
Reologi mendeskripsikan aliran liquid dan deformasi solid.
Penggolongan bahan menurut tipe aliran dan deformasi dibagi menjadi dua
yaitu sistem Newton dan sisten non-Newton. Dispersi heterogen cairan dan
padatan seperti larutan koloid, emulsi, suspensi cair, salep, dan prodk serupa
termasuk dalam sisten non-Newton (Martin et al, 1993).
Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk
mengalir,makin tinggi viskositasnya, maka makin besar tahanannya (Martin,
Swarbrick, Cammarata, 2002). Peningkatan viskositas akan menurunkan daya
sebar (Garg et al.,2002). Penurunan ukuran droplet akan menaikkan viskositas.
Semakin luas distribusi ukuran droplet (polydisperse), maka semakin rendah
viskositasnya jika dibandingkan dengan sistem yang memiliki ukuran droplet
rata-rata serupa (monodisperse), tetapi dengan distribusi ukuran droplet yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
lebih sempit. Tipe zat pengemulsi akan mempengaruhi flokulasi dan daya
tarik-menarik droplet sehingga mempengaruhi viskositas emulsi (Martin et al,
1993). Stabilitas emulsi dipengaruhi oleh viskositas fase kontinu karena
menentukan difusi droplet (Mollet and Grubenman, 2001).
2. Daya Sebar
Daya sebar memiliki prinsip hubungan dengan sudut kontak tiap
tetes cairan atau preparasi semipadat yang berhubungan langsung dengan
koefisien friksi. Faktor yang mempengaruhi daya sebar adalah kaku tidaknya
formula, laju dan waktu tekanan yang menghasilkan kelengketan, suhu pada
tempat aksi. Kecepatan penyebaran bergantung pada viskositas formula,
kecepatan evaporasi pelarut dan kecepatan peningkatan viskositas karena
evaporasi (Garg, Aggarwal, Garg, Singla,2002). The paralel-plate method
merupakan metode yang paling sering digunakan dalam menentukan dan
mengukur daya sebar sediaan semi solid, metode ini mudah dan relative murah
(Garg et al, 2002)
3. Ukuran Droplet
Emulsi kasar biasanya terdiri dari droplet yang bersifat
poledisperse yaitu bervariasi dari 1 µm hingga lebih dari 100 µm. Distribusi
ukuran droplet dalam emulsi penting baik untuk stabilitas maupun dalam
pertimbangan biofarmasetika (Lachman, 1994). Ukuran droplet yang lebih
besar akan cenderung mengalami koalesen sehingga ukuran droplet menjadi
lebih besar lagi dan emulsi terpisah. Droplet dengan ukuran yang lebih kecil
memberikan stabilitas emulsi yang lebih baik. Distribusi ukuran droplet
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
dipengaruhi oleh karakteristik emulgator dan metode pembuatan (Eccleston,
2007).
Mikromeritik adalah ilmu dan teknologi tentang partikel kecil.
Satuan ukuran partikel yang sering digunakan dalam mikromeritik adalah
mikrometer (µm yang sering disebut mikron. Bagian penting yang perlu
diperoleh dari partikel yaitu (1) bentuk dan luas permukaan partikel dan (2)
ukuran partikel dan distribusi ukuran diameter (ukuran) partikel, sedangkan
bentuk partikel memberikan gambaran tentang luas pemukaan spesifik partikel
dan testurnya (kasar atau halus) (Martin et al, 1993).
Ukuran partikel merupakan diameter rata-rata partikel dari suatu
sampel, dimana sifat sampel pada umumnya adalah polidispers (heterogen),
bermacam-macam diameter dengan rentan yang lebar. Sampel dengan ukuran
yang sama disebut monodispers, tetapi sangat jarang ditemukan sampel seperti
ini. Salah satu metode dasar dalam mengetahui ukuran partikel adalah metode
mikroskopik. Metode mikroskopik merupakan metode sederhana yang hanya
menggunakan satu alat mikroskop, yang bukan alat rumit dan membutuhkan
penanganan khusus. Mikroskop biasa digunakan dalam pengukuran partikel
yang berkisar 0,2 µm sampai 10 µm. Jumlah partikel yang harus dihitung 300-
500 partikel agar mendapat suatu perkiraan yang baik untuk distribusi (Martin
et al, 1993). Distribusi ukuran droplet, jika jumlah ukuran droplet yang terletak
dalam suatu kisaran ukuran tertentu diplotkan terhadap kisaran diameter atau
diameter droplet rata-rata, akan diperoleh kurva distribusi frekuensi. Grafik
kurva distribusi frekuensi biasa ditunjukkan seperti pada gambar berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Gambar 12. Contoh grafik distribusi frekuensi ukuran droplet (Martin et al, 1993).
Uji stabilitas emulsi penting untuk mengetahui apakah sebuah
emulsi tetap stabil selama periode waktu tertentu, uji yang biasa dilakukan adalah
1. Uji makroskopik
Stabilitas fisik emulsi dapat diketahui dengan uji derajat creaming
yang terjadi pada periode waktu tertentu. Hal ini dilakukan dengan
menghitung rasio volume emulsi yang mengalami pemisahan dibandingkan
dengan volume total emulsi (Billany, 2002).
2. Analisis ukuran droplet
Jika rata-rata ukuran droplet meningkat seiring bertambahnya
waktu (bersamaan dengan penurunan jumlah droplet), dapat diasumsikan
bahwa koalesen adalah penyebabnya (Billany, 2002).
3. Perubahan viskositas
Ditunjukkan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi viskositas
emulsi. Adanya variasi pada ukuran atau jumlah droplet dapat dideteksi
dengan perubahan viskositas secara nyata (Billany, 2002).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
M. Ketidakstabilan Emulsi
Sediaan emulsi tidak stabil dalam penyimpanan yang sangat lama, yaitu
lebih dari 30 hari setelah kemasan dibuka/dirusak. Setelah 30 hari kemasan dibuka
sistem emulsi akan mulai mengalami kerusakan, dimana fase minyaknya dapat
terpisah dari fase airnya. Karena masa penyimpanannya yang singkat, maka
banyak sediaan emulsi dipasaran dikemas untuk pemakaian tidak lebih dari 30
hari/ 1 bulan saja.
Ketidakstabilan dalam emulsi (gambar 3) dibedakan menjadi:
1. Creaming atau sedimentasi
Creaming adalah pemisahan emulsi mejadi 2 bagian, dimana
bagian yang satu memiliki fase dispersi lebih banyak dari bagian yang lain.
peningkatan creaming sangat memungkinkan terjadinya koalesen dari
droplet, karena kedua hal tersebut sangat erat hubungannya. Emulsi yang
mengalami creaming terlihat tidak elegan dan jika emulsi tidak digojog
secara cukup. ada kemungkinan pasien mendapat dosis yang benar
(Aulton, 2002).
Kebanyakan minyak memiliki densitas yang lebih kecil
dibandingkan air sehingga droplet minyak dalam emulsi M/A akan berada
pada permukaan emulsi dan membentuk suatu lapisan tersendiri. Pada
emulsi A/M, suatu lapisan bawah terbentuk akibat sedimentasi droplet air
(Eccleston, 2007). Peningkatan creaming memungkinkan terjadinya
coalescence dari droplet (Aulton, 2002).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Menurut hukum stokes, kecepatan terbentuknya creaming dapat
dikurangi dengan ukuran droplet yang kecil, meningkatkan viskositas dari
fase kontinyu, mengurangi perbedaan densitas antara kedua fase, dan
mengontrol konsentrasi afase dispers (Aulton, 2002).
푣 = ( )
Keterangan: v = kecepatan creaming 휌1 = kerapatan fase dispers d = diameter tetesan 휌2 = kerapatan fase kontinyu η = viskositas g = percepatan gravitasi
2. Flokulasi
Flokulasi menggambarkan adanya penggabungan antara droplet
emulsi yang lemah dan reversible yang dipisahkan oleh suatu lapisan film
dari fase kontinyu. Penggabungan ini meningkat karena adanya interaksi
gaya tarik menarik dan tolak-menolak antara droplet-droplet dan bersifat
reversible dengan adanya pengadukan ringan. Flokulasi biasanya menjadi
prekursor terjadinya coalescence (Eccleston, 2007). Flokulasi tergantung
pada elektrostatik repulsion (Cartensen, 1973).
3. Coalescence
Coalescence terjadi bila ukuran dan jumlah droplet besar.
Coalescence atau pemisahan emulsi secara sempurna terjadi ketika dua
partikel saling mendekat, dimana keduanya tidak memiliki barrier. Proses
ini dapat dicegah dengan membentuk mixed monolayer film kuat untuk
melapisi droplet (Kim,2005). Kemungkinan terjadinya coalescence pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
emulsi bergantung dari barrier yang membentuk lapisan diantara droplet-
droplet (Malmsten, 2002). Koalesen dari gelembung minyak pada emulsi
M/A tertahan dengan adanya lapisan emulsifier yang terabsorbsi kuat
secara mekanis disekitar setiap droplet. Dua droplet yang saling
berdekatan satu sama lain akan menyebabkan permukaan yang berdekatan
tersebut menjadi rata. Perubahan dari bentuk bulat menjadi bentuk lain
menghasilkan peningkatan luas permukaan dan karenanya meningkatkan
energi bebas permukaan total, penyimpangan bentuk droplet ini akan
tertahan dan pengeringan film fase kontinu dari antara dua droplet akan
tertunda. (Aulton dan Diana, 2002).
4. Cracking
Proses cracking atau pecahnya emulsi bersifat tidak dapat kembali
ke keadaan semula, dimana penggojokan sederhana akan gagal untuk
mengemulsi kembali butir-butir tetesan dalam bentuk emulsi yang stabil
(Anief, 2005). Cracking pada emulsi dapat terjadi karena penambahan
emulgator yang inkompatibel, dekomposisi emulgator oleh zat kimia atau
mikrobiologi, penambahan elektrolit, perubahan suhu dan pH ( Ali,
Baboota, dan Ahuja, 2008).
5. Inversi
Merupakan proses dimana emulsi berubah dari satu tipe ke tipe
lain, misalnya dari M/A ke A/M (Anief, 2005). Inversi dapat disebabkan
oleh perubahan elektrolit atau merubah fase volume rasio atau perubahan
temperatur. Inversi dapat dicegah dengan menggunakan emulgator yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
cocok dengan konsentrasi yang cukup, menjaga konsentrasi fase dispers
antara 30-60% dan menyimpan emulsi pada tempat yang terhindar dari
panas matahari secara langsung (Ali et al., 2008).
6. Ostwald ripening
Ostwald ripening cenderung terjadi pada emulsi yang bersifat
polydisperse dan terdapat fase air dan minyak yang bercampur secara
signifikan, dimana ukuran droplet semakin besar karena droplet berukuran
besar bergabung menjadi droplet yang lebih besar sedangkan droplet
berukuran lebih kecil akan menjadi lebih kecil. Proses destabilisasi ini
cenderung terjadi pada emulsi dengan droplet yang berukuran kecil
(kurang dari 1 µm) memiliki kelarutan yang lebih tinggi daripada droplet
yang berukuran lebih besar dan tidak stabil secara termodinamik
(Eccleston, 2007).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Gambar 13. Fenomena ketidakstabilan emulsi (Eccleston, 2007).
Kondisi penyimpanan yang tidak sesuai juga dapat menyebabkan
ketidakstabilan emulsi. Peningkatan pergerakan dari pengemulsi akan
menghasilkan monolayer yang lebih luas, dan demikian koalesen akan lebih
mungkin terjadi. Peningkatan temperatur akan menyebabkan peningkatan
kecepatan creaming. Dan memperlihatkan penurunan viskositas fase kontinu
secara nyata. Peningkatan temperatur juga akan menyebabkan peningkatan
gerakan kinetik, baik dari droplet fase terdispersi maupun dari agen pengemulsi
pada antar permukaan minyak-air. Pertumbuhan mikroorganisme pada emulsi
dapat menyebabkan kerusakan dan karena itulah penting untuk sebisa mungkin
melindungi produk tersebut dari adanya mikroorganisme selama pembuatan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
penyimpanan, dan pemakaian, dan karena itu produk mengandung preservatif
yang sesuai (Nielloud, 2000).
N. Landasan Teori
Bau badan timbul karena adanya aktivitas bakteri. Beberapa bakteri yang
diduga menjadi penyebab bau badan ialah Staphylococcus epidermidis,
Staphylococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, Corybacterium, Pseudomonas
aeruginosa. Ekstrak etanol 50% daun Beluntas yang memiliki kandungan
senyawa total fenol paling banyak, juga mengandung flavonoid, alkaloid dan
minyak atsiri, berpotensi diformulasikan dalam suatu sediaan deodoran yang
bersifat antibakteri untuk meningkatkan acceptability dalam pengaplikasiannya di
ketiak secara langsung.
Sistem emulsi dalam deodoran ekstrak etanol daun beluntas (Pluchea
indica L.) menggunakan emulsifying agent nonionik yang tidak mengiritasi kulit
yaitu sorbitan monostearate. Sorbitan monostearate memiliki sifat emulgator
yang baik dan membentuk emulsi yang stabil. Sorbitan monostearate bekerja
dengan membentuk lapisan antarmuka dari droplet-droplet, namun tidak memiliki
muatan untuk menstabilkan emulsi. Cara menstabilkan emulsi adalah dengan
adanya gugus polar dari surfaktan yang terhidrasi dan bulky, yang menyebabkan
halangan sterik antar droplet dan mencegah koalesen. Variasi jumlah sorbitan
monostearate akan mempengaruhi sifat fisik dan stabilitas fisik deodoran ekstrak
etanol daun beluntas yang dapat diukur kebermaknaannya. Variasi jumlah
Sorbitan monostearate pada formula deodoran ekstrak etanol daun beluntas dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
dianalisis kebermaknaanya dengan menggunakan uji t tidak berpasangan pada
taraf kepercayaan 95%.
O. Hipotesis
1. Ekstrak etanol daun beluntas yang dibuat dalam penelitian ini memiliki efek
antibakteri terhadap bakteri isolat bau badan.
2. Terdapat perbedaan sifat fisik dan stabilitas fisik yang signifikan pada
penggunaan variasi jumlah sorbitan monostearate dalam deodoran ekstrak
etanol daun beluntas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental murni secara acak
dengan uji t tidak berpasangan, untuk membandingkan sifat fisik dan stabilitas
fisik formula deodoran ekstrak etanol daun beluntas (Pluchea indica L.) dengan
variasi jumlah sorbitan monostearate sebagai emulsifying agent.
B. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini yaitu:
1. Variabel Bebas dalam penelitian ini adalah variasi jumlah sorbitan
monostearate.
2. Variabel Tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisik dan stabilitas fisik
deodoran ekstrak etanol daun beluntas yang meliputi ukuran droplet,
viskositas, daya sebar, pergeseran ukuran droplet, pergeseran viskositas, dan
pemisahan fase.
3. Variabel Pengacau Terkendali dalam penelitian ini adalah alat percobaan,
wadah penyimpanan, lama penyimpanan deodoran, lama dan kecepatan
pencampuran.
4. Variabel Pengacau Tak Terkendali dalam penelitian ini adalah suhu ruangan
kelembapan udara saat pembuatan dan penyimpanan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
C. Definisi Operasional
1. Ekstrak etanol daun beluntas (Pluchea indica L.) merupakan ekstrak yang
diperoleh dari proses maserasi simplisia daun beluntas dari CV. MERAPI
FARMA HERBAL menggunakan pelarut etanol 50% dan telah ditetapkan
kadar total fenoliknya oleh LPPT UGM.
2. Kandungan ekstrak etanol daun beluntas yang paling dominan dalam
menghambat pertumbuhan bakteri adalah senyawa fenolik.
3. Deodoran ekstrak etanol daun beluntas (Pluchea indica L.) adalah sediaan
semisolid berupa emulsi, mengandung ekstrak etanol daun beluntas yang
bersifat antibakteri isolat ketiak, yang dibuat sesuai dengan formula dan cara
kerja pada penelitian ini.
4. Daya antibakteri adalah kemampuan ekstrak etanol daun beluntas dandeodoran
ekstrak etanol daun beluntas untuk menghambat atau membunuh isolat bakteri
ketiak dibandingkan dengan pelarut ekstrak dan basis deodoran sebagai kontrol
negatif.
5. Isolat bakteri ketiak adalah bakteri yang diisolasi dari ketiak probandus dengan
cutton bud steril secara aseptis dan ditumbuhkan dalam media Nutrien Agar
secara streak plate lalu dilakukan reisolasi bakteri hingga didapatkan kultur
murni.
6. Kultur murni adalah biakan isolat bakteri ketiak dengan warna dan bentuk
pertumbuhan koloni yang dominan pada hasil isolasi, kemudian direisolasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
secara streak plate, lalu pada hasil identifikasi menggunakan pengecatan gram
sudah memiliki bentuk dan warna sel yang seragam.
7. Zona hambat adalah zona jernih disekitar papper disk atau sumuran yang telah
diinokulasikan ekstrak etanol daun beluntas ataudeodoran ekstrak etanol daun
beluntas yang, yang menghambat atau membunuh pertumbuhan isolat bakteri
ketiak dibandingkan pelarut ekstrak atau basis deodoran sebagai kontrol
negatif.
8. Emulsifying agent adalah senyawa yang dapat menurunkan tegangan antar
muka dua cairan yang tidak saling campur.
9. Sifat fisik deodoran adalah parameter yang digunakan untuk mengetahui sifat
fisik deodoran, dalam penelitian ini meliputi daya sebar dan viskositas
deodoran.
10. Stabilitas fisik deodoran adalah parameter untuk mengetahui tingkat kestabilan
deodoran, dalam penelitian ini meliputi pergeseran viskositas, pergeseran
ukuran droplet, dan pemisahan fase.
11. Daya sebar adalah diameter penyebaran emulsi deodoran pada alat uji yang
selama 1 menit diberi beban hingga 125 gram. Kriteria daya sebar optimum
adalah 5-7 cm.
12. Viskositas deodoran adalah hambatan deodoran untuk mengalir setelah adanya
pemberian gaya. semakin besar viskositas deodoran, maka semakin sukar
mengalir atau kental.
13. Pergeseran viskositas adalah persentase dari selisih viskositas deodoran setelah
disimpan selama 1 bulan pada suhu kamar dibandingkan dengan deodoran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
sesaat setelah pembuatan. Kriteria pergeseran viskositas optimum adalah ≤
10% . Untuk mengetahui pergeseran viskositas digunakan rumus:
%푝푒푟푔푒푠푒푟푎푛푣푖푠푘표푠푖푡푎푠 =
x 100%
15. Ukuran Droplet adalah sebaran ukuran droplet sebanyak 500 dalam deodoran
ekstrak etanol daun beluntas yang dinyatakan dengan mean.
16. Pergeseran ukuran droplet adalah persentase dari selisih ukuran droplet emulsi
dalam waktu penyimpanan 30 hari dengan ukuran droplet setelah 48 jam
pembuatan. Kriteria pergeseran viskositas optimum adalah ≤ 10%.
D. Bahan dan Alat Penelitian
1. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak etanol daun
beluntas (Pluchea indica Less), kultur isolat bakteri ketiak hasil isolasi di
Laboratorium Mikrobiologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Media
Nutrien Agar (Oxoid), Manitol Salt Agar, aquadest steril, larutan Mc. Farland
II (6 x 108 CFU/mL), dimeticone (kualitas farmasetis dari PT. Brataco),
glycerin (kualitas farmasetis dari PT. Brataco), CMC (kualitas farmasetis dari
PT. Brataco), parafin liq. (kualitas farmasetis dari PT. Brataco), propilen glikol
(kualitas farmasetis dari PT. Brataco), parfume (kualitas farmasetis), metil
paraben (kualitas farmasetis dari PT. Brataco), propil paraben (kualitas
farmasetis dari PT. Brataco), etanol 50 % (kualitas farmasetis dari PT.
Brataco).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
2. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini cawan petri (Pyrex),
Microbiology Safety Cabinet (lokal), jarum ose, spreader, autoklaf (Model KT-
40, ALP Co, Ltd, Hamurashi, Tokyo, Japan), mixer (Philip), gelas ukur (Iwaki
TE-32 Pirex Japan Under lic.), glaswares(PYREX-GERMANY), timbangan
analitik (Precise 2000C-2000D1), pipet tetes, pengaduk kaca, penangas air,
cawan porselin, termometer, stopwatch, mikroskop, alat uji daya sebar,
Viscometer Rion seri VT 04 (RION-JAPAN), software Motic Image Plus 2.0
dan software R 2.9.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
E. Alur Penelitian
Ekstraksi dan Penetapan Kadar Fenolik Total Daun Beluntas 1. Pengumpulan dan identifikasi bahan 2. Ekstraksi daun beluntas dengan metode maserasi 3. Penetapan Kadar Total Fenolik daun beluntas
Isolasi dan identifikasi bakteri ketiak penyebab bau badan 1. Isolasi bakteri dari ketiak 5 probandus 2. Reisolasi hingga didapatkan isolat murni 3. Identifikasi dan Determinasi Isolat bakteri dari Ketiak
Uji daya antibakteri ekstrak etanol daun beluntas dengan metode difusi paperdisk
1. Pembuatan stok dan suspensi bakteri uji setara mac Farland II 2. Uji daya antibakteri ekstrak etanol daun beluntas dengan metode difusi
pada konsentrasi 1%, 2%, 3%, 4%, 5%, 6%, 7%, 8%, 9%, dan 10%. 3. Penentuan konsentrasi ekstrak etanol daun beluntas yang akan
dimasukkan dalam basis deodoran roll-on
Pembuatan Deodoran roll-on ekstrak etanol daun beluntas dengan variasi jumlah cetyl alcohol dan span 60 1. Pencampuran Fase 1 (cetyl alcohol, CMC Na, gliserin, propilenglikol, dan aquadest)
selama 1 menit pada suhu 600C. 2. Pencampuran Fase II (span 60, dimethicone, parafin liq) selama 1 menit pada suhu
600C. 3. Fase I dan Fase II dicampur menggunakan ultrasonifier selama 2 menit, dilanjutkan
mixer dengan kecepatan skala 2 selama 3 menit. 4. Ekstrak etanol daun beluntas dan parfume diaduk mengggunakan mixer dengan
kecepatan skala 2 selama 1 menit kedalam basis.
Uji sifat fisik, Stabilitas, dan Efektivitas Emulsi Deodoran 1. uji sifat fisik meliputi daya sebar, viskositas, setelah penyimpanan 30 hari 2. uji tipe emulsi dengan metode pewarnaan dan pengenceran 3. uji stabilitas fsik meliputi ukuran droplet, pergeseran viskositas, pergeseran ukuran
droplet, dan pemisahan fase
Analisis data menggunakan Software R 2.9.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
F. Tata Cara Penelitian
1. Pengumpulan Bahan Ekstrak dan Determinasi Tumbuhan
Bahan tumbuhan yang digunakan adalah Daun Beluntas (Pluchea indica
Less) yang tumbuh di daerah Kaliurang Km. 21, Kabupaten Sleman, provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta, hasil budidaya dari CV. Merapi Farma Herbal.
Pengambilan cuplikan dilakukan pada sore hari, dipilih daun yang sehat (tidak
terkena hama), diambil pada waktu dan tempat penanaman yang sama. Bahan
yang diperoleh berupa daun segar setidaknya berumur 50 hari. Daun dipilih
berdasarkan warna daun dan pucuk daun yaitu berwarna hijau muda tanpa
bercak serta letak daun yang diambil pucuk 1-6 daun dari atas tanaman
Beluntas. Identifikasi daun beluntas dilakukan oleh CV. Merapi Farma Herbal
yang menyatakan bahwa daun yang digunakan adalah benar daun beluntas
(Pluchea indica L.). Kemudian dilakukan penyerbukan oleh CV. Merapi Farma
Herbal dengan saringan berdiameter 1mm.
2. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Beluntas
Ekstraksi daun beluntas dilakukan dengan metode maserasi menggunakan
pelarut etanol 50% berdasarkan CoA yang dilakukan oleh LPPT UGM.
3. Penetapan Kadar Total Fenolik
Penetapan kadar total fenolik dilakukan dengan metode spektrofotometri
berdasarkan CoA yang dilakukan oleh LPPT UGM.
4. Pengujian Potensi Antibakteri Ekstrak Etanol Beluntas Metode Difusi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Potensi antibakteri ekstrak etanol daun beluntas hasil ekstraksi dan
analisis dari LPPT UGM diuji terhadap isolat bakteri ketiak dengan metode
difusi menggunakan paper disk. Seri konsentrasi yang digunakan untuk ekstrak
etanol daun beluntas adalah 1%, 2%, 3%, 4%, 5%, 6%, 7%, 8%, 9%, 10%,
adapun tahap pengujian yaitu:
a. Isolasi bakteri ketiak
Isolasi bakteri dari ketiak dilakukan kepada 5 probandus yang
memiliki kriteria memiliki berat badan berlebih dan memiliki masalah bau
badan secara streak plate menggunakan cutton bud steril. Cotton bud steril
yang sudah dibasahi dengan NaCl steril diusapkan kepermukaan ketiak
kemudian diinokulasikan pada pada cawan petri berisi media NA 15 ml
secara aseptis. Bakteri diinkubasi terbalik selama 24 jam pada suhu 370C.
Setelah inkubasi akan terlihat koloni yang terpisah-pisah. Tiap koloni
diharapkan berasal dari satu sel bakteri dan terdiri dari satu spesies bakteri.
Hasil isolasi akan digunakan untuk tahap penelitian berikutnya.
b. Identifikasi dan Determinasi Isolat bakteri dari Ketiak
Bakteri dari ketiak diidentifikasi dengan pengamatan morfologi
koloni, morfologi sel, dan uji biokimia, dengan melakukan pendekatan
bahwa beberapa bakteri yang diduga menjadi penyebab bau badan
diantaranya ialah Staphylococcus epidermidis, Streptococcus pyogenes,
Staphylococcus aureus, Corybacterium acne, Pseudomonas aeruginosa
(Endarti et al.,2002). Identifikasi dilakukan berdasarkan pada Bergey’s
Manual of Determinative Bacteriology (Hot, et al, 1994).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
c. Uji daya antibakteri ekstrak etanol daun beluntas dengan metode
difusi paperdisk
i. Pembuatan stok dan suspensi bakteri uji
Diambil 1-3 ose bakteri yang sudah dibiakkan, diinokulasikan ke
dalam 5 mL NB dan divortex agar tercampur merata, kemudian
diinkubasikan pada suhu 24 jam. Dibuat suspensi bakteri uji dan
disetarakan dengan larutan standar Mac Farland II.
ii. Uji aktivitas antibakteri
Diambil petri berisi media NA. Kemudian diinokulasikan
suspensi bakteri uji 20 μ, ke media NA secara merata dengan cara
spread plate. Dibuat sumuran dalam media NA berisi suspensi bakteri
isolat ketiak, kemudian dengan menggunakan mikropipet, pada
masing-masing sumuran tersebut diinokulasikan 20 μl ekstrak etanol
daun beluntas dengan berbagai seri konsentrasi. Inkubasi dilakukan
selama 24 jam pada suhu kamar. Setelah itu diamati zona keruh dan
jernih pada petri. Menentukan konsentrasi ekstrak etanol yang
memiliki aktivitas antibakteri paling baik dengan mengamati zona
hambat yang terbentuk.
5. Pembuatan Deodoran Ekstrak Etanol Daun Beluntas dengan Variasi
Jumlah Sorbitan Monostearat
a. Formula
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Formula standar yang digunakan sebagaideodoran mengacu
hasil survey yang ada dipasaran dan merupakan hasil orientasi
sebelumnya, formula basisdeodoran sebagai berikut :
Water 57,85 % b/b CMC Na 0,75 emulgator 7 Glycerine 12 Parafin liq. 5 Dimethicone 5 Propilen glikol 6 Fragnance 1 Propil paraben 0,2 Metil paraben 0,2 Etanol 2 Ekstrak etanol daun beluntas 3
Berdasrkan formula tersebut dan hasil orientasi maka dibuat
dua formula dengan variasi jumlah sorbitan monostearate yaitu:
Formula sorbitan Monostearat
1 2,24 2 4,55
Komposisi formula deodoran ekstrak etanol daun beluntas
dengan variasi jumlah sorbitan monostearate yang berbeda menjadi :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
b. Pembuatan deodoran
Deodoran ekstrak etanol daun beluntas dibuat dengan
menaburkan 0,75 g CMC Na dalam 58,5mL aquadest secara merata
pada permukaan air kemudian didiamkan selama 24 jam supaya
mengembang. Gliserin dan propilenglikol dicampur terlebih dahulu
secara terpisah tanpa pemanasan (1). Larutan CMC Na yang
dikembangkan 24 jam dipanaskan sampai suhu 600C (2). Campuran 1
ke campuran 2 ditambahkan sambil diaduk manual (3) selama 1
menit.
Cetyl alcohol yang terlebih dahulu sudah dipanaskan pada
suhu 600C hingga meleleh, dicampur dengan alkohol untuk membantu
kelarutan cetyl alcohol, metil paraben dan propil paraben (4).
Kemudian dimasukkan campuran 4 kedalam campuran 3 dan
Bahan Formula 1 Formula 2 aquadest 57,85 57,85 CMC Na 0,75 0,75 Glycerine 12 12 Propilenglikol 6 6 Cetyl alcohol 2,45 2,45 Sorbitan monostearate 2,24 4,55 Parafin liq. 5 5 Dimethicone 5 5 Fragnance 1 1 Propil paraben 0,2 0,2 Metil paraben 0,2 0,2 Etanol 2 2 Ekstrak etanol daun beluntas
3 3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
dilakukan pengadukan secara manual selama 2 menit dalam kondisi
suhu 600C (5). Secara terpisah Span 60 yang terlebih dahulu sudah
dipanaskan pada suhu 600C hingga meleleh, dicampur dengan
campuran parafin liq dan dimethicone pada suhu 600C(6), kemudian
diaduk selama 1 menit. Campuran 6 dimasukkan kedalam campuran
5, kemudian dilakukan pengadukan secara manual selama 2 menit
dalam kondisi suhu 600C (7). Ekstrak etanol daun beluntas
dimasukkan kedalam campuran 7, kemudian dicampur menggunakan
ultrasonifier selama 2 menit dilanjutkan dicampur menggunakan
mixer dengan kecepatan skala 2 selama 3 menit. Kemudian terakhir
ditambahkan parfume dan dicampur menggunakan mixer selama 1
menit.
c. Pengujian daya sebar
Pengujian daya sebar merupakan hasil dari modifikasi
metode pengukuran daya sebar (Garg, Aggrawal, Garg, and Singla,
2002). Deodoran ekstrak etanol daun beluntas ditimbang sebanyak 1
gram diletakkan ditengah kaca bulat berskla. Kaca bulat lain yang
sudah ditimbang diletakkan diatasnya dan ditambahkan beban hingga
125 gram. Diamkan selama 1 menit kemudian diukur diameter
penyebaran yang terbentuk.
d. Pengujian viskositas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Deodoran ekstrak etanol daun beluntas dimasukkan kedalam
wadah dan dipasang pada. Nilai viskositas deodoran ditunjukkan oleh
jarum penunjuk saat viscostester dinyalakan. Hasilnya dicatat.
Pengujian dilakukan setelah deodoran selesai dibuat (48 jam) dan
setelah disimpan selama satu bulan (30 hari).
e. Pengujian mikromeritik
Deodoran ekstrak etanol daun beluntas diletakkan diatas
gelas objek. Kemudian ditutup dengan gelas penutup. Diameter
partikel yang ada diukur sebanyak 300-500 partikel (Martin et al,
1993). Pengujian dilakukan padadeodoran ekstrak etanol daun
beluntas setelah selesai dibuat (24-28 jam) dan setelah disimpan
selama satu bulan. pengukuran diameter droplet dilakukan dengan
menggunakan software Motic image Plus 2.0 hingga didapatkan
diameter (µm) dari 500 droplet yang akan diukur.
G. Analisis Data
Data pendukung yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data hasil
penetapan kadar total fenolik dalam ekstrak etanol daun beluntas, data hasil
identifikasi isolat bakteri ketiak berdasarkan Bergey’s Manual of Determinative
Bacteriology (Holt, Krieg, Sneath, Staley, and Williams, 1994) dan data diameter
zona hambat ekstrak etanol daun beluntas terhadap isolat bakteri ketiak dengan
metode difusi paperdisk.
Data diameter zona hambat pada pertumbuhan isolat bakteri dianalisis
kebermaknaannya dengan uji t tidak berpasangan taraf kepercayaan 95% untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
menentukan konsentrasi efektif yang akan diformulasikan kedalam
sediaandeodoran.
Data yang terkumpul adalah data daya sebar, viskositas, persen pemisahan
fase (%) setelah 30 hari penyimpanan, pergeseran ukuran droplet, pergeseran
viskositas.
Analisis data profil daya sebar, pergeseran viskositas, pergeseran ukuran
droplet selama 30 hari penyimpanan dilakukan menggunakan uji Paired sample t-
test apabila data yang diperoleh berdistribusi normal atau Wilcoxon apabila data
yang diperoleh tidak normal pada taraf kepercayaan 95% dengan menggunakan
program R.2.9.0
Perbedaan sifat fisik dan stabilitas fisik deodoran ekstrak etanol daun
beluntas dengan variasi jumlah sorbitan monostearate dapat dianalisis
menggunakan uji t-test tidak berpasangan apabila distribusi data normal atau
Wilcoxon two sample untuk distribusi data yang tidak normal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengumpulan Bahan Ekstrak dan Determinasi Tumbuhan
Tanaman Beluntas (Pluchea indica L.) yang digunakan dalam penelitian
ini didapatkan dari hasil budidaya CV. Merapi Farma di Jl. Kaliurang Km 21,5
Hargobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta. Determinasi tanaman dilakukan
sebelumnya untuk memastikan kebenaran spesies tanaman yang digunakan dalam
penelitian. Determinasi dilakukan dengan mencocokkan morfologi tanaman
dengan kunci determinasi (Van Steenis dan Bloembergen, 1987) serta dari hasil
wawancara dengan pengelola tanaman budidaya CV. Merapi Farma. Dari hasil
determinasi dinyatakan bahwa tanaman yang digunakan adalah Pluchea indica L.
Pengumpulan bahan dilakukan pada Oktober 2011, diambil pada waktu
dan tempat penanaman yang sama untuk mendapatkan keseragaman hasil
kandungan tanaman. Pengumpulan dilakukan pada sore hari dimana diharapkan
kandungan senyawa zat aktif daun yaitu senyawa fenolik dalam keadaan optimal.
Pemetikan dilaksanakan pada areal yang telah memasuki masa rotasi untuk
dipetik, bahan yang diperoleh berupa daun segar setidaknya berumur 50 hari
(Rindi, 2011). Dan dipilih berdasarkan warna daun dan pucuk daun yaitu
berwarna hijau muda tanpa bercak serta letak daun yang diambil pucuk 1-6 daun
dari atas tanaman Beluntas (Paini, 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Gambar 14. Daun Beluntas yang dipetik untuk dibuat ekstrak
Sortasi basah dilakukan dengan mencuci daun menggunakan air yang
mengalir yang bertujuan untuk meminimalkan atau menghilangkan serangga,
debu, tanah, dan bahan-bahan asing yang dapat mengganggu perolehan hasil
penelitian. Setelah dicuci, daun diangin-anginkan untuk menghilangkan air sisa
pencucian. Daun yang telah dibersihkan kemudian dilakukan pengeringan secara
tidak langsung dibawah sinar matahari dengan cara ditutup kain hitam selama 5
hari hingga benar-benar kering. Pengeringan ini dilakukan untuk mengurangi
kadar air dengan tujuan untuk mencegah kerusakan komponen pada daun yang
disebabkan karena adanya pertumbuhan jamur, bakteri serta menginaktifkan
enzim-enzim yang dapat menimbulkan perubahan secara kimiawi. Penutupan
dengan kain hitam dimaksudkan untuk mencegah terjadinya perubahan-perubahan
atau dekomposisi kandungan kimia dalam tumbuhan itu sendiri dan untuk
mencegah penguapan dari senyawa fenolik yang berlebihan yang terkandung
dalam daun beluntas. Senyawa fenolik mudah terdegradasi oleh adanya radiasi
Kelompok daun 1-6 yang dipetik
Kelompok daun >6 (tidak diigunakan)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
sinar uv berlebihan sehingga diharapkan pemanasan secara tidak langsung dengan
sinar matahari tidak merusak zat aktif dari simplisia. Daun beluntas yang dijemur
dibolak-balik secara berkala, hal ini bertujuan agar pemanasan merata (Anjariyah,
2003). Pengeringan dihentikan apabila berbunyi gemerisik katika diremas atau
simplisia mudah dipatahkan. Mudah dipatahkannya simplisia menunjukkan bahwa
simplisia tersebut kandungan airnya kurang dari 10%, dan menurut hasil
penelitian diketahui bahwa reaksi enzimatik tidak berlangsung bila kadar air
dalam simplisia kurang dari 10% (Nurfina, 1998). Simplisia yang kering mutunya
kandungan simplisia dapat dipertahankan, mudah untuk diserbuk dan tahan
penyimpanan dalam waktu yang lama.
B. Pembuatan Serbuk Beluntas
Daun beluntas yang telah kering kemudian diserbuk dengan grinder.
Tujuan penyerbukan adalah untuk memperkecil ukuran simplisia, sehingga
semakin besar luas permukaan simplisia yang akan berkontak dengan larutan
penyari, sehingga hasil penyarian lebih optimal. Proses pembuatan serbuk
beluntas dilakukan di CV. Merapi Farma menggunakan mesin penyerbuk dengan
saringan berdiameter 1 mm. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia
(1995) ukuran lubang pengayak 1,00 mm menunjukkan nomor pengayak 18.
Derajat halus serbuk menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
dinyatakan dengan nomor pengayak. Apabila derajat halus suatu serbuk
dinyatakan dengan satu nomor, bertujuan bahwa semua serbuk dapat melalui
pengayak dengan nomor tersebut. Nomor pengayak 18 berarti semua serbuk dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
melalui pengayak nomor 18. Bila ukuran serbuk terlalu besar maka sulit
diekstraksi oleh pelarut karena semakin sempit luas permukaannya yang
bersentuhan dengan pelarut dan bila ukuran serbuk terlalu halus maka tidak
menguntungkan sebab pelarut akan sulit dipisahkan dari ampas serbuk yang
tersisa (Voigt, 1994). Hasil penyerbukan simplisia daun beluntas kemudian
dimasukkan ke dalam wadah tertutup rapat untuk melindungi isi dari masuknya
bahan padat dan mencegah kehilangan bahan selama penanganan dan
penyimpanan (Bermawie et al, 2005). Bahan serbuk simplisia yang sudah
terkumpul kemudian dilakukan proses ekstraksi.
C. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Beluntas dan Verifikasi Kandungan
Senyawa fenolik
Ekstrak yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak kental
etanol 50% daun beluntas hasil ekstraksi dengan metode maserasi dari LPPT
UGM. Data standarisasi pembuatan ekstrak etanol daun beluntas dengan metode
maserasi dengan prosedur berdasarkan Certificate of Analysis dari LPPT UGM
Yogyakarta. Ekstrak daun beluntas dibuat dengan metode maserasi menggunakan
pelarut etanol 50%. Senyawa aktif yang disari adalah senyawa fenolik seperti
flavonoid dan eugenol yang bersifat polar, dengan mengandung gugus hidroksi
yang mudah larut dalam pelarut seperti etanol (Robinson, 1995). Etanol
merupakan pelarut universal yang bersifat semipolar yang dapat menarik hampir
sebagian besar senyawa kimia yang terkandung di dalam herba (Runadi, D, 2007),
dalam hal ini termasuk senyawa fenolik. Pelarut etanol 50% yang digunakan juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
disesuaikan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai
penetapan kadar total fenolik herba beluntas dimana kadar total fenolik terbanyak
terdapat pada ekstrak etanol 50% daun beluntas (Normala et al, 2011).
Pertimbangan lainnya adalah etanol sebagai penyari karena lebih selektif, kapang
dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% keatas, tidak beracun, netral, dan
panas yang diperlukan untuk pemekatan relatif lebih sedikit (Depkes RI, 1995).
Hal ini yang menjadi dasar pembuatan ekstrak daun beluntas menggunakan
pelarut etanol 50%, sehingga diharapkan senyawa fenolik dalam daun beluntas
dapat tersari optimal.
Proses maserasi dilakukan dengan cara merendam simplisia yang
sudah dikeringkan dan diserbuk dalam pelarut etanol 50% selama 24 jam.
Metode maserasi dipilih dikarenakan metode ini tidak memerlukan pemanasan
dalam proses ekstraksinya sehingga tidak akan mempengaruhi stabilitas ekstrak,
selain itu cara maserasi cukup sederhana dengan peralatan yang digunakan
sederhana dan mudah dilakukan. Prinsip dari metode maserasi ini cairan penyari
akan menembus dinding sel dan masuk kedalam rongga sel yang mengandung zat
aktif. Kemudian zat aktif akan terlarut dalam cairan penyari dan dengan adanya
perbedaan konsentrasi didalam dan luar sel, maka larutan yang terpekat akan
terdesak keluar. Keuntungan utama maserasi adalah sampel yang kecil seperti
dalam skala laboratorium dapat dipreparasi dengan perlakuan yang sama seperti
skala industri (List dan Schmidt, 2000). Untuk uji kualitatif dan kuantitatif
kandungan senyawa fenolik ekstrak etanol daun beluntas dilakuan dengan metode
spektrofotometri oleh LPPT UGM. Perhitungan kadar total fenolik dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
menggunakan persamaan kurva baku y = 0,00285 x – 0,00296 dengan r2= 0,99948
dan diperoleh kadar total fenolik sebesar 4,84 %.
Berdasarkan uji verifikasi ini, diharapkan bahwa ekstrak etanol
daun beluntas dapat memberikan khasiat sebagai antibakteri terhadap isolat
bakteri bau badan.
D. Isolasi Bakteri Ketiak Penyebab Bau Badan
Sebagai uji pendahuluan dalam penelitian ini perlu mengetahui daya antibakteri
ekstrak etanol daun beluntas terhadap bakteri bau badan, sehingga untuk
selanjutnya dapat dikembangkan menjadi sediaan deodoran untuk mencegah bau
badan. Pengujian yang dilakukan meliputi uji daya antibakteri menggunakan
difusi paper disk. Bakteri uji yang digunakan dalam penelitian didapatkan dari
hasil isolasi bakteri yang terdapat dalam ketiak probandus untuk mendapatkan
bakteri yang benar-benar ada dalam ketiak, bukan bakteri yang terdapat
dipermukaan kulit.
1. Isolasi Bakteri Bau Badan
Isolasi adalah memisahkan suatu mikrobia dari lingkungan di alam
dan menumbuhkannya sebagai biakan murni dalam medium biakan (Jutono
1980). Tujuan dilakukan isolasi bakteri bau badan adalah untuk mendapatkan
bakteri yang benar-benar menyebabkan bau badan dengan mengambil bakteri
dari ketiak yang berkeringat, bukan hanya bakteri yang tumbuh dikulit, tapi
ada di ketiak. Bakteri bau badan diisolasi dari ketiak 5 probandus berusia
produktif (18-40 tahun) yang memiliki Body Mass Index (BMI) overweight
dan sebelumya telah melakukan aktivitas lari selama 1 menit. Probandus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
yang memiliki kriteria Body Mass Index (BMI) overweight dipilih karena
berdasarkan anatomi tubuh orang yang memiliki badan gemuk cenderung
memiliki bau badan dimana keringat dapat terperangkap diantara lipatan
lemak di kulit, penumpukan keringat inilah yang berpotensi menimbulkan
bau badan akibat adanya aktivitas antibakteri (Murtastutik, 2012). Kegiatan
lari selama 1 menit dilakukan untuk memicu keluarnya keringat dari kelenjar
apokrin di ketiak sehingga bakteri bau badan dapat beraktivitas dan mudah
diisolasi dengan cutton bud steril yang sebelumnya dicelupkan kedalam NaCl
fisiologis. NaCl fisiologis digunakan untuk mengisolasi bakteri pada kondisi
yang sama dengan tubuh probandus Isolasi dilakukan secara streak plate.
Metode streak plate merupakan metode isolasi secara goresan dengan tujuan
untuk mendapatkan koloni terpisah yang dapat diduga merupakan satu
spesies yang sama. Koloni adalah kumpulan sel bakteri dengan spesies yang
sama dan berasal dari perbanyakan satu sel tunggal.
Untuk menumbuhkan dan mengembangkan mikrobia dipergunakan
suatu substrat yang disebut media. Agar dapat dan berkembang diperlukan
syarat tertentu, yaitu didalam media harus terkandung semua unsur hara yang
diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba, media harus
punya tekanan osmosis, tegangan permukaan dan pH yang sesuai dengan
kebutuhan mikroba, dan media harus dalam keadaan steril (Suriawiria,1986).
Media awal yang digunakan untuk mengisolasi bakteri bau badan di ketiak
adalah media NA (Nurtrien Agar) karena di dalam medium ini terkandung
nutrien yang berguna untuk pertumbuhan banyak bakteri. Nutrien adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
substansi anorganik dan organik yang diperoleh dari lingkungan, diperlukan
pada biosintesis dan produksi energi sel, dan digunakan sebagai sumber
energi untuk pertumbuhan banyak mikrobia (Prescott et al, 1999). Nutrien
Agar ditinjau secara kimiawi termasuk dalam medium sintentik, dalam
Nutrien Agar terkandung nutrien yang mendukung pertumbuhan bakteri.
Nutrien yang terkandung dalam NA antara lain yeast extract 2,0; peptone 5,0;
sodium chloride 5,0 dan agar 15,0. Adapun fungsi dari kandungan tersebut
adalah Pemilihan NA sebagai media pertumbuhan bakteri bau badan salah
satunya berdasarkan pengaruh pH media terhadap pertumbuhan bakteri. pH
optimum kebanyakan bakteri 6.5-7,5 (Pelczar, 2006). Nutrien Agar memiliki
pH netral (pH 7), sehingga diharapkan media NA dapat memfasilitasi
kebutuhan nutrisi pertumbuhan bakteri sebagai skrining awal bakteri bau
badan di ketiak.
Identifikasi biakan organisme memerlukan pindahan segar tanpa
terjadi pencemaran. Pemindahan bakteri ini dilakukan dengan teknik aseptik
untuk mempertahankan kemurnian biakan (Ratna,1986). Isolasi dilakukan
menggunakan cutton bud steril yang dibersihkan menggunakan alkohol
sebelum digunakan untuk mengisolasi. Alkohol digunakan untuk
mengoptimalkan pensterilan, dengan alkohol ini diharapkan tidak ada
mikrobia kontaminan yang mungkin berasal dari cutton bud. Cutton bud yang
sudah disterilkan terlebih dahulu diusapkan pada kontrol media NA dengan
metode streak plate. Kontrol media NA ini bertujuan untuk menegaskan
bahwa bakteri yang didapatkan dan tumbuh di media NA hanya berasal dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
bakteri di ketiak bukan bakteri kontaminan yang berasal dari cutton bud
untuk mengambil bakteri, media NA, maupun lingkungan. Hasilnya pada
kontrol media NA tidak ditemukan pertumbuhan mikrobia yang artinya
teknik isolasi bakteri bau badan sudah aseptis dan bakteri yang diisolasi
murni berasal dari ketiak bukan merupakan kontaminan.
Gambar 15. Kontrol media isolasi bakteri ketiak.
Seluruh tahap inkubasi pada proses isolasi dilakukan pada suhu 370C selama 24
jam. Suhu ini dimaksudkan agar bakteri bau badan yang terseleksi dapat tumbuh
seperti habitat aslinya di ketiak.
Sebagai hasil skrining awal, koloni yang tumbuh di atas lempeng agar,
perlu diperhatikan warna, sifat tembus cahaya, pinggir (tepi), sifat permukaan
(elevasi) dan bentuknya. Hal ini memungkinkan diperoleh ciri-ciri morfologi
koloni bakteri. Tahap penting yang juga harus dilakukan dalam pencirian dan
pengidentifikasian bakteri adalah proses pewarnaan gram yang merupakan proses
pewarnaan diferensial (Lay, 1994). Koloni terpisah dari hasil isolasi kemudian
direisolasi, hingga didapatkan kultur murni. Koloni yang dipilih untuk reisolasi
adalah koloni yang memiliki bentuk dan warna yang mendominasi seluruh
populasi hasil streak plate, yaitu koloni berwarna putih kekuningan dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
bentuk bulat cembung. Kultur murni adalah suatu biakan bakteri yang terdiri dari
satu spesies yang sama dan merupakan perbanyakan dari sel tunggal. Semua sel
dalam koloni itu sama, dianggap kesemuanya itu merupakan keturunan (progeni)
satu mikroorganisme dan karena itu mewakili apa yang disebut biakan murni
(Pelczar, 2006). Koloni yang terpisah tidak selalu diperoleh hanya dengan 1 kali
reisolasi saja namun memerlukan reisolasi sebanyak 2-3 kali hingga diperoleh
koloni terpisah. Reisolasi digunakan untuk mengisolasi koloni mikrobia lebih
lanjut beberapa kali dengan tujuan diperoleh koloni terpisah dan merupakan
biakan murni yang hasilnya dapat diamati dari keseragaman warna, bentuk dan
konsistensinya (Pelezar, 1988). Dari tahap reisolasi sebanyak 2 kali ini diperoleh
koloni strain bakteri dari isolat bakteri ketiak yaitu bulat (coccus) dan terpisah
satu sama lain. Biakan murni dari reisolasi yang diperoleh tersebut digunakan
untuk tahap identifikasi.
Dari gambar 16 menunjukkan adanya koloni terpisah yang seragam
berbentuk bulat dan kekuningan yang telah diinokulasikan secara streak platting.
Koloni yang terpisah yang diperoleh dari tahap reisolasi digunakan sebagai stok
untuk identifikasi dan determinasi berdasarkan pada morfologi koloni dan
morfologi sel. Dari strain tersebut dibandingkan dan diperoleh hasil yang
menunjukkan adanya koloni terpisah yang seragam baik warna, bentuk dan
konsistensinya. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa isolat bakteri ketiak
merupakan kultur murni yang berperan terhadap masalah bau badan secara
morfologi koloni.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
kontrol media
Isolat 1
Isolat 2
Isolat 3
Isolat 4
Isolat 5
Gambar 16. Hasil isolasi ketiak dari 5 probandus
Pengecatan gram, motilitas dilakukan pada setiap hasil reisolasi untuk
melihat apakah sudah didapat kultur murni atau belum. Pada pengecatan gram
yang diamati adalah bentuk dan warna sel yang seragam. Berdasarkan hasil
pengecatan gram dan motilitas didapatkan hasil bakteri yang diisolasi non motil
dan bersifat gram positif dengan bentuk sel yang seragam berbentuk seperti
anggur.
Berdasarkan hasil pengamatan morfologi koloni pada cawan agar dan
morfologi sel, disimpulkan bahwa isolat bakteri ketiak yang diperoleh merupakan
kultur murni yang berperan terhadap masalah bau badan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Koloni yang terpisah yang diperoleh dari tahap reisolasi digunakan
sebagai stok untuk identifikasi dan determinasi berdasarkan pada morfologi
koloni dan morfologi sel sebagai penegasan hasil.
2. Identifikasi Isolat Bakteri Bau Badan
Identifikasi adalah penentuan ciri atau karakter sutu biakan murni hasil
isolasi yang ditentukan berdasarkan pada morfologi koloni, morfologi sel dan uji
biokimiawi yang dibandingkan dengan suatu spesies tertentu yang digunakan
sebagai acuan dan dianggap mewakili ciri-ciri suatu spesies. Morfologi koloni
bertujuan untuk melihat sifat pertumbuhan bakteri pada berbagai media (media
cair, media agar petri, media agar miring dan media agar tegak) dengan melihat
pertumbuhan pada bagian permukaan dan dasar tabung. Pada media cair diamati
pertumbuhan koloni pada permukaan media, kekeruhan, bau dan ada tidaknya
endapa untuk mengidentifikasi mikroba berdasarkan kebutuhan akan oksigen.
Pada media agar agak tegak diamati bentuk pertumbuhan koloninya pada bekas
tusukan dan tingkat pertumbuhan merata atau tidak. Pada media agar miring
diamati tingkat pertumbuhannya, bentuk pertumbuhan pada goresan, elevasi,
topografi, warna dan konsistensinya. Sedangkan pada media cawan agar diamati
bentuk pertumbuhannya, sktruktur dalamnya, tepi, evaluasi dan warna koloninya
(Lay, 2004).
Dari pengamatan morfologi koloni pada media agar tegak, agar miring dan
media cair bakteri isolat ketiak mengarah pada genus Staphylococcus. Tetapi,
untuk memastikan bahwa bakteri isolat ketiak tersebut merupakan genus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Staphylococcus perlu dilakukan pengamatan selanjutnya yaitu pengamatan
morfologi sel, uji biokimiawi dan dilanjutkan dengan penanaman pada medium
selektif. Beberapa kunci yang membuat isolat bakteri ketiak mengarah ke bakteri
genus Staphylococcus menurut Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology
(Holt et al., 2000) yaitu:
a) Morfologi Koloni pada Media Cair
Uji yang dilakukan untuk mengetahui morfologi koloni adalah
identifikasi morfologi koloni bakteri pada media cair. Bakteri uji dibiakkan
dalam media cair, kemudian diinkubasi. Hasil inkubasi diamati sifat
pertumbuhan bakteri pada bagian permukaan, di bawah permukaan, dan dasar
tabung. Beberapa hasil pengamatan yang mungkin didapatkan pada bagian
permukaan antara lain terbentuknya partikel, atau jernih. Pada bagian bawah
permukaan hasil yang mungkin didapatkan adalah terlihat pertumbuhan yang
keruh, atau menyerupai granul, atau jernih. Pada dasar permukaan dapat dilihat
adanya endapan granul, atau endapan lengket, atau tidak ada endapan sama
sekali (Lay, 1994). Hasil pengamatan pada identifikasi ini menunjukkan pada
bagian permukaan terbentuk pelikel. Pada bagian bawah terlihat pertumbuhan
bakteri yang keruh, sedangkan pada dasar tabung terlihat adanya endapan
berupa granula.
Berdasarkan pengamatan, dapat disimpulkan bahwa bakteri tersebut
merupakan bersifat anaerob fakultatif, dimana bakteri tersebut dapat tumbuh
tanpa adanya oksigen, tetapi juga dapat bertahan hidup pada lingkungan kaya
oksigen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
b) Morfologi Sel
a) Pengecatan Gram.
Pewarnaan Gram merupakan pewarnaan diferensial yang sangat
berguna dan paling banyak digunakan dalam laboratorium mikrobiologi.
Pewarnaan ini merupakan tahap penting dalam pencirian dan identifikasi
bakteri (Lay, 1994).
Uji ini dilakukan untuk mengetahui bentuk bakteri dan mengetahui
sifat Gram dari bakteri tersebut apakah gram positif atau gram negatif.
Hasil pengecatan Gram yang telah dilakukan kemudian diamati dibawah
mikroskop. Hasilnya tampak warna ungu pada bakteri yang menunjukkan
bahwa bakteri tersebut merupakan bakteri Gram positif, dan bakteri
berbentuk kokus. Bakteri gram positif tampak berwarna ungu setelah
pengecatan gram karena memiliki lapisan peptidoglikan yang lebih tebal
dibandingkan bakteri gram positif, kemudian saat dicuci dengan alkohol
95% cat kristal ungu tetap tidak hilang dari peptidoglikan, sehingga saat
ditambahkan safranin, dinding sel tidak mampu mengikat safranin.
Hasilnya sel berwarna ungu.
b) Uji motilitas bakteri. Uji motilitas bakteri dilakukan dengan
menginokulasikam bakteri secara tusukan pada media Nutrien Agar
semisolid, kemudian diinkubasi selama 24 jam. Hasil inkubasi diamati,
terutama pada bekas tusukan. Hasil pengamatan menunjukkan bakteri
hanya tumbuh pada bekas tusukan, tetapi tidak menyebar di sekitar bekas
tusukan, berarti tidak terdapat pergerakan bakteri disekitar bekas tusukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Sehingga dapat disimpulkam bahwa bakteri tersebut non motil, sehingga
dapat diperkirakan bahwa bakteri uji tidak memiliki flagel ataupun struktur
lain yang bisa berfungsi sebaga alat gerak.
c) Uji Biokimia
Uji biokimia yang dilakukan meliputi uji katalase, uji oksidase, uji
penggunaan sitrat, uji dekarboksilasi lisin, hidrolisis gelatin, uji hidrogen
sulfida, uji indol, uji MR_VP. Uji biokimia didasarkan pada berbagai hasil
metabolisme yang disebabkan oleh adanya kerja enzim yang khas untuk setiap
spesies bakteri (Lay, 1994).
i. Uji katalase. Katalase adalah enzim yang mengkatalisis penguraian
hidrogen peroksida (H2O2) menjadi air dan O2. hidrogen peroksida bersifat
toksik terhadap sel karena bahan ini menginaktivasi enzim dalam sel. uji
ini menggunakan hidrogen peroksida sebaga reagen. Hasil positif uji ini
ditandai oleh pembentukan buih seketika setelah penambahan H2O2 pada
kultur bakteri. Hasil uji yang dilakukan menunjukkan adanya buih
seketika, maka hasil uji ini positif (lay, 1994).
ii. Uji oksidase. Uji ini berfungsi untuk menentukan adanya sitokrom oksidase
yang ditemukan pada mikroorganisme tertentu. Hasil positif uji ini
ditunjukkan dengan perubahan warna kultur menjadi hitam dalam waktu 30
menit setelah ditambahkan reagen oksidase yaitu tretametil-parafenildiamin.
Perubahan warna disebabkan sitokrom oksidase mengoksidasi larutan
reagen. Hasil pengamatan tidak menunjukkan perubahan warna setelah 30
menit, maka disimpulkan hasil uji negatif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Gambar 17. Hasil Uji Oksidase Isolat Ketiak
3. Determinasi bakteri isolat ketiak
Untuk determinasi bakteri digunakan literatur sebagai acuan yang memuat
sifat-sifat bakteri yang telah dikenal. Hasil identifikasi bakteri isolat
dicocokkan dengan pustaka acuan yaitu Bergey’s Manual of Determinative
Bacteriology (Holt et al., 2000).
Berdasarkan hasil pengamatan, bakteri isolat ketiak memiliki kesamaan
dengan genus Staphylococcus yang terdapat dalam pustaka acuan Bergey’s
Manual of Determinative Bacteriology. Kultur bakteri berbentuk bulat
(spheris), gram positif, tidak berflagel (non motil), katalase positif, oksidase
negatif dan bersifat fakultatif anaerob.
isolat 1 isolat 2
isolat 4 isolat 5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Tabel I. Hasil identifikasi bakteri isolat ketiak dibandingkan dengan pustaka acuan
No. Karakteristik yang
diidentifikasi Bakteri isolat ketiak
dari probandus (Holt et al., 2000)
1. Bentuk sel Bulat (spheris) Spheris 2. Sifat gram Gram positif Gram positif 3. Kebutuhan akan O2 Fakultatif anaerob Fakultatif Anaerob
4. Pergerakan Non motil Non motil
5. Oksidase Negatif Negatif
6. Katalase Positif Positif
7. Warna koloni Kuning Kuning / orange
Pada tabel I, menunjukkan bahwa hasil identifikasi bakteri isolat ketiak
dari 5 probandus yang dicocokkan dengan pustaka acuan (Holt et al., 2000)
diperoleh kesamaan identitas baik morfologi koloni, morfologi sel maupun
sifat biokimiawinya. Maka dapat disimpulkan bakteri isolat ketiak dari 5
probandus merupakan bakteri dengan genus Staphylococcus dan merupakan
bakteri isolat murni. Untuk lebih mempertegas bahwa bakteri isolat ketiak
adalah genus Staphylococcus maka dilakukan penanaman bakteri pada medium
selektif.
4. Penegasan genus Staphylococcus pada medium selektif
Media selektif digunakan untuk mengisolasi kelompok khusus bakteri.
Media ini dilengkapi bahan kimia untuk menghambat pertumbuhan satu tipe
bakteri dan menyebabkan pertumbuhan yang lainnya, sehingga memberi
kemudahan untuk mengisolasi bakteri yang diinginkan (Kusnandi, 2000).
Salah satu medium selektif yang digunakan untuk penegasan genus
Staphylococcus adalah medium Manitol Salt Agar. Manitol Salt Agar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
mengandung konsentrasi garam tinggi (7,5% NaCl), yang dapat menghambat
pertumbuhan kebanyakan bakteri, kecuali Staphylococcus. Media ini juga
mengandung karbohidrat mannitol, dimana beberapa Staphylococcus dapat
melakukan fermentasi, “phenol red” (pH indikator) digunakan untuk
mendeteksi adanya asam hasil fermentasi manitol. Staphylococcus ini
memperlihatkan suatu zona berwarna kuning di sekeliling pertumbuhannya,
Staphylococcus yang tidak melakukan fermentasi tidak akan menghasilkan
perubahan warna (Kusnadi, 2000).
Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa terdapat pertumbuhan bakteri
pada medium Manitol Salt Agar. Hal ini berarti sesuai dengan teori yang
menunjukkan bahwa hanya genus Staphylococcus yang tumbuh pada medium
Manitol Slat Agar. Selain itu terjadi perubahan warna pada medium Manitol
Salt Agar.
Kontrol media Isolat 1 Isolat 2
Gambar 18. Bakteri isolat ketiak pada medium Manitol Salt Agar
Pada gambar 20, terlihat bahwa ada perbedaan warna antara kontrol
media dengan media yang telah ditumbuhi oleh bakteri. Perubahan warna ini
terjadi karena bakteri genus Staphylococcus dapat memfermentasi manitol
sehingga terjadi penurunan pH yang ditandai dengan perubahan warna dari
orange menjadi kuning.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
E. Pengujian Potensi Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas Dengan
Metode Difusi
Potensi antibakteri ekstrak daun beluntas yang diuji terhadap isolat bakteri
ketiak dilakukan dengan metode difusi menggunakan paper disk. Seri konsentrasi
yang digunakan untuk ekstrak etanol daun beluntas yaitu 1%, 2%, 3%, 4%, 5%,
6%, 7%, 8%, 9% dan 10%. Aquadest steril digunakan sebagai kontrol negatif
karena aquadest steril digunakan untuk pelarut ekstrak. Ekstrak dengan
konsentrasi 100% digunakan sebagai kontrol positif karena konsentrasi 100%
memiliki zona hambat yang paling besar.
Hasil uji aktivitas antibakteri ditunjukkan dengan terbentuknya zona yang
lebih jernih di sekitar paper disk bila dibandingkan dengan sekelilingnya. Zona
yang lebih jernih ini menunjukkan adanya penghambatan pertumbuhan bakteri.
Zona jernih ini menunjukkan tidak ada pertumbuhan bakteri uji pada zona
tersebut. Daya antibakteri ekstrak etanol sebanding dengan besarnya diameter
hambatan pertumbuhan bakteri. Hal ini berarti semakin besar hambatnya maka
semakin besar pula daya antibakterinya.
Bakteri yang ditanam pada media nutrien agar menggunakan teknik
spread plate. Setelah bakteri uji diinokulasikan, kemudian paper disk dimasukkan
ke dalam plate lalu senyawa uji diteteskan pada paper disk pada konsentrasi
tertentu. Pengamatan zona hambat dilakukan setelah bakteri diinkubasi selama 24
jam.
Hasil uji aktivitas antibakteri ditunjukkan dengan terbentuknya zona yang
lebih jernih di sekitar paper disk jika dibandingkan dengan sekelilingnya. Zona
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
yang lebih jernih ini menunjukkan adanya penghambatan pertumbuhan bakteri.
Semakin besar diameter zona yang lebih jernih maka semakin besar pula potensi
antibakterinya.
Berdasarkan hasil penelitian yang ada pada lampiran 5, menunjukkan
bahwa ekstrak etanol daun beluntas memiliki potensi daya antibakteri terhadap
isolat bakteri ketiak genus Staphylococcus. Berdasarkan hasil uji daya antibakteri
terhadap isolat bakteri bau badan pada lampiran 5, terlihat bahwa konsentrasi
ekstrak etanol daun beluntas 3% merupakan konsentrasi yang berpotensi untuk
diformulasikan kedalam sediaan deodoran. Analisis statistik dilakukan untuk
memastikan bahwa konsentrasi ekstrak etanol daun beluntas konsentrasi 3%
menghasilkan zona hambat terhadap isolat bakteri bau badan. Hasil analisis non
parametik uji Mann Whitney (Wilcoxon dua sampel) untuk membandingkan
respon zona hambat ektrak etanol daun beluntas 3% dengan zona hambat kontrol
negatif menunjukkan nilai significancy 0,03690 (p<0,05), artinya terdapat
perbedaan rerata yang bermakna antara dua kelompok data (signifikan).
Berdasarkan hasil ini dapat ditegaskan bahwa ekstrak etanol daun beluntas
konsentrasi 3% menghambat isolat bakteri ketiak genus Staphylococcus.
Senyawa fenol yang terkandung di dalam ekstrak etanol daun beluntas
memiliki peranan sebagai agen antibakteri yang menghambat isolat bakteri ketiak
genus Staphylococcus. Senyawa fenol dapat berinteraksi dengan dengan sel
bakteri melalui proses adsorbsi yang melibatkan ikatan hidrogen, sehingga akan
terbentuk suatu kompleks protein. Gugus hidroksi (-OH) akan berikatan dengan
gugus sulfihidril dan interaksi tersebut akan menghambat pembentukan enzim
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
yang dibutuhkan saat sintesis dinding sel bakteri. jika sintesis dinding sel bakteri
dihambat maka bakteri akan mati (Cowan, 1999). Pada perusakan membran sel,
ion H+ dari senyawa fenol akan menyerang gugus polar (gugus fosfat) sehingga
molekul fosfolipid akan terurai menjadi gliserol, asam karboksilat, dan asam
fosfat (Parwata dan Dewi, 2008). Masuknya fenol ke dalam sel bakteri juga akan
mengubah permeabelitas sel bakteri (Cox, Mann, Markham, Gustafon,
Warmingtom, Wyllie, 2001). Gugus fenol akan berpenetrasi masuk ke dalam sel
dan menyebabkan denaturasi protein karena fosfolipid tidak mampu
mempertahankan bentuk membran sel yang pada akhirnya menyebabkan pelisisan
sel bakteri (Parwata dan Dewi, 2008).
F. Pembuatan Deodoran Ekstrak Etanol Daun Beluntas
Pada penelitian ini dibuat suatu sediaan deodoran dari suatu bahan alam,
yaitu daun beluntas. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan yang telah
dilakukan, diketahui bahwa ekstrak etanol daun beluntas terbukti secara in vitro
menghambat pertumbuhan isolat bakteri bau badan pada konsentrasi 3%.
Penggunaan ekstrak etanol daun beluntas 3% secara langsung pada kulit kurang
efektif. Oleh karena itu, ekstrak etanol daun beluntas perlu diformulasikan ke
dalam sediaan topikal dengan penggunaan lokal dikulit secara lebih praktis,
efektif, dan modern yaitu sediaan deodoran. Sediaan deodoran bentuk emulsi
harapkan dapat menjadi drug delivery system yang baik bagi ekstrak etanol daun
beluntas ketika diaplikasikan di kulit. Ekstrak etanol daun beluntas yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil ekstraksi dan analisis dari LPPT.
UGM.
Pada penelitian ini, deodoran diformulasikan sebagai bentuk lotion,
dimana droplet-droplet minyak terdispersi dalam fase air. Alasan pemilihan
bentuk emulsi ini karena pada emulsi terdapat fase minyak yang berfungsi sebagai
emolien untuk mencegah penguapan air. Peningkatan oklusivitas dari fase minyak
pada sistem emulsi akan meningkatkan hidrasi pada stratum corneum dan hal ini
berhubungan dengan berkurangnya hambatan difusi bagi zat terlarut. Oleh karena
itu, adanya sistem emulsi akan memberikan penetrasi tinggi dipermukaan kulit
(Block, 1996). Zat aktif ekstrak etanol daun beluntas yang terdispersi dalam fase
air yang bersifat polar menjadi lebih tertahan dipermukaan stratum corneum
ketiak yang bersifat nonpolar. Dengan lebih tertahan di stratum corneum kulit
ketiak maka konsentrasi ekstrak etanol daun beluntas dapat dipertahankan dan
lebih lama kontak di stratum corneum. Hal ini yang dapat menjamin efek ekstrak
etanol daun beluntas sebagai antibakteri bau badan menjadi lebih efektif.
Komposisi formula emulsi deodoran ekstrak etanol daun beluntas
ditentukan berdasarkan hasil survei bahan-bahan yang sering digunakan dalam
formula deodoran yang beredar dipasaran dan merupakan hasil orientasi. Bahan-
bahan yang digunakan dalam basis formula deodoran terlebih dahulu dipastikan
keamanannya berdasarkan Material Safety Data Sheet pada Handbook of
Pharmaceutical Excipients Sixth Edition (Rowe et al, 2009).
Emulsifying agent yang digunakan dalam penelitian ini adalah emusifying
agent nonionik karena sifatnya yang tidak toksik dan tidak mengiritasi kulit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
Campuran emulsifying agent tersebut membentuk susunan yang rapat menjadi
barier monomolekular disekeliling permukaan tetesan minyak yang mampu
mencegah koalesensi. Sorbitan monostearate merupakan emulsfying agent
nonionik. Krim yang dibuat dengan sorbitan ester memiliki tekstur yang halus dan
stabil (Aulton and Diana, 1991). Emulsifying agent tersebut digunakan karena
tingkat keamanannya dan diharapkan dapat meningkatkan kestabilan emulsi
dengan adanya gugus hidrofil dan lipofil. Cara menstabilkan emulsi adalah
dengan adanya gugus polar dari surfaktan yang terhidrasi dan bulky, yang
menyebabkan halangan sterik antara droplet dan mencegah koalesen (Kim,2005)
Pada formula deodoran ekstrak etanol daun beluntas terdiri dari beberapa
bahan tambahan yang dapat mendukung performa sediaan deodoran saat
diaplikasikan pada kulit ketiak. Gliserin dalam formula deodoran ekstrak etanol
daun beluntas berfungsi sebagai humektan namun memiliki kelemahan cenderung
menimbulkan rasa berat (heavy) dan basah (tacky) yang dapat ditutupi dengan
mengkombinasikan bersama humectant lain (Zocchi,2001). Propilenglikol
memiliki berat molekul yang lebih kecil, viskositas yang lebih rendah dan
kemampuan menguap yang lebih tinggi dibandingkan dengan gliserol (Sagarin,
1957). Gliserin yang cenderung kental dikombinasikan dengan propilenglikol
yang memiliki viskositas lebih rendah, maka dapat diperoleh campuran
humectant dengan viskositas yang sesuai, tidak terlalu kental dan tidak terlalu
encer (viskositasnya rendah). Humektan adalah bahan dalam produk kosmetik
yang dimaksudkan untuk mencegah hilangnya lembab dari produk dan
meningkatkan jumlah air (kelembaban) pada lapisan kulit terluar saat produk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
digunakan (Loden, 2001). Humektan membantu menjaga kelembaban kulit
dengan cara menjaga kandungan air pada lapisan stratum corneum serta mengikat
air dari lingkungan kulit (Rawlings et al, 2002).
Dimethicone dalam formula deodoran ekstrak etanol daun beluntas
berfungsi sebagai emolien dimana mampu memberikan rasa halus pada kulit, akan
tetapi cenderung menimbulkan rasa berat (heavy). Parafin liq. merupakan emolien
yang memiliki berat molekul yang lebih kecil, viskositas yang lebih rendah.
Apabila dimethichone dikombinasikan dengan parafin liq maka dapat diperoleh
campuran emolien dengan viskositas yang sesuai, tidak terlalu kental dan tidak
terlalu encer (viskositasnya rendah). Emolien (pelunak, zat yang mempu
melunakkan kulit) didefinisikan sebagai sebuah media, bila digunakan pada
lapisan kulit yang keras dan kering akan mempengaruhi kelembutan kulit dengan
adanya hidrasi ulang. Dalam skin lotion, emolien yang digunakan memiliki titik
cair yang lebih tinggi dari suhu kulit. Fenomena ini dapat menjelaskan timbulnya
rasa nyaman, kering, dan tidak berminyak bila skin lotion dioleskan pada kulit
(Scmitt, 1996). Pada emulsi terdapat fase minyak yang berfungsi sebagai emolien
yang akan mencegah penguapan sehingga kandungan air dapat dipertahankan.
Peningkatan oklusivitas dari fase minyak pada sistem emulsi akan meningkatkan
hidrasi pada stratum corneum dan hal ini berhubungan dengan berkurangnya
hambatan difusi bagi zat terlarut. Oleh karena itu adanya sistem emulsi akan
memberikan penetrasi tinggi dipermukaan kulit (Block, 1996)
CMC Na pada formula berfungsi sebagai pengental sekaligus sebagai
stabilizer dalam sistem emulsi. Thickening agent atau bahan pengental digunakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
untuk mengatur kekentalan produk sehingga sesuai dengan tujuan penggunaan
mempertahankan kestabilan produk. Bahan pengental yan dugunakan juga
bertujuan untuk mencegah terpisahnya partikel dari emulsi (Mitsui,1997).
Penggunaan gom dan polimer sintesis dalam fase kontinu emulsi merupakan suatu
bahan yang kuat dalam penambah kestabilan emulsi (Boyland and Chowhan,
1986). Pada sediaan semisolid, cetyl alcohol mampu menjaga stabilitas,
memperbaiki tekstur dan menigkatkan konsistensi, serta mampu menyerap air dan
membentuk fase luar yang kental (Boyland and Chowhan, 1986). Penggunaan
etanol perlu ditambahkan kedalam formula ekstrak etanol daun beluntas, karena
selain digunakan sebagai pelarut ekstrak etanol daun beluntas juga digunakan
untuk menimbulkan sensasi dingin serta mengurangi perbedaan polaritas antara
fase minyak dan fase air dengan bertindak sebagai kosolven (Salanger,2000).
Sediaan emulsi mengandung cukup banyak air dan minyak yang merupakan
media yang baik untuk pertumbuhan mikrobia. Fase air juga mengandung sistem
hidrogel yang harus diberi preservative untuk menghindari pertumbuhan mikroba
(Buchman, 2001). Oleh karena itu ditambahkan pengawet untuk menjaga
kestabilan emulsi selama penyimpanan. Formulasi suatu emulsi yang menjadi
steril sangat sulit tanpa penggunaan zat antimikroba yang kuat (Boyland and
Chowhan,1986). Pengawet metil paraben dan propil paraben digunakan untuk
mencegah deodoran terkontaminasi mikroba selama proses penyimpanan.
Penggunaan dua pengawet dalam formula karena metil paraben lebih larut dalam
fase air, sedangkan propil paraben lebih larut dalam fase minyak, sehingga
masing-masing pengawet diharapkan dapat mencegah kontaminasi dari masing-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
masing fase pada emulsi deodoran. Suatu sistem pengawet yang dirancang secara
efektif harus menahan aktivitas antimikrobanya untuk shelf life produk tersebut
(Boylan and Chowhan, 1986).
Pembuatan deodoran ekstrak etanol daun beluntas dilakukan dengan
mencampurkan bahan-bahan yang digunakan sesuai dengan fasenya. Pada
pembuatan emulsi deodoran terdiri dari 2 fase, yaitu fase air dan fase minyak.
Fase yang mudah bercampur dengan air disebut sebagai fase air, terdiri dari
gliserin, propilenglikol, dan CMC Na. Fase yang mudah bercampur dengan
minyak disebut fase minyak, terdiri dari parafin liq. dan dimethichone. Ekstrak
etanol daun beluntas sebelum dimasukkan ke basis deodoran terlebih dahulu
dilarutkan kedalam campuran aquadest dan etanol (1:1), hal ini untuk
mempermudah proses kelarutan ekstrak etanol dengan fase air yang lain. CMC
Na didispersikan selama 24 jam untuk memaksimalkan hidrasi dan mencapai
viskositas yang maksimum. Penggunaan gom ataupun polimer, haruslah secara
sempurna dihidrasi atau dilarutkan dalam fase air sebelum tahap emulsifikasi
(Boyland and Chowhan, 1986)..
Pada awal tahap pembuatan deodoran ekstrak etanol daun beluntas, fase
minyak dan fase air kecuali ekstrak dipanaskan terlebih dahulu secara terpisah
diatas waterbath hingga mencapai suhu 600C. Pemanasan ini bertujuan untuk
mempermudah pencampuran karena pada formula terdapat bahan berbentuk semi
padat yaitu cetyl alcohol dan span 60 yang harus dilelehkan. Pencampuran bahan
yang berupa cairan akan lebih mudah bercampur sehingga homogenitas
pencampuran lebih mudah tercapai. Pelelehan dilakukan 50C di atas titik lebur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
dari kedua bahan tersebut agar bahan dapat melebur dengan sempurna, dimana
cetyl alcohol memiliki titik lebur 450-520C sedangkan span 60 memiliki titik lebur
530-570C. Semua bahan dipanaskan pada suhu yang sama agar tidak terjadi
shocktermal saat pencampuran yang bisa mengganggu stabilitas dari emulsi.
Dalam penelitian ini, emulsi deodoran ekstrak etanol daun beluntas dibuat
berdasarkan beaker methode. Pada metode ini fase minyak didispersikan ke fase
air dengan emulsifying agent sorbitan monostearate. Pencampuran fase air dan
fase minyak dilakukan pada suhu 700C diatas pemanas hingga mulai terbentuk
emulsi. Suhu 700C dipilih karena merupakan suhu untuk membentuk sistem
emulsi yang stabil. Peningkatan suhu pencampuran akan meningkatkan gerakan
kinetik dari droplet fase terdispersi sehingga mempermudah proses emulsifikasi
(Nielloud dan Mestres, 2000). Parameter mulai terbentuknya emulsi ditandai
dengan perubahan warna campuran menjadi putih susu. Campuran yang berwarna
putih susu ini kemudian diturunkan dari pemanas, setelah itu dilakukan
pengadukan konstan dengan kecepatan teratur hingga dingin dan terbentuk emulsi
yang homogen. Pada proses pencampuran ini digunakan ultra turrax dan mixer.
Prinsip kerja ultra turrax adalah mengecilkan ukuran partikel emulsi dengan
menggerus dan memotong partikel emulsi yang besar dengan rotor (bergerak) dan
stator (diam) menjadi partikel lebih kecil. Prinsip kerja mixer adalah pencampuran
bahan menjadi homogen. Diharapkan dengan proses pengecilan partikel dan
pencampuran maka proses emusifikasi dapat berjalan maksimal.
Setelah emulsi mulai terbentuk maka selanjutnya dilakukan penambahan
ekstrak etanol daun beluntas diikuti penambahan parfum pada suhu 350C agar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
tidak merusak sistem emulsi yang baru saja terbentuk. Penambahan dilakukan
pada akhir proses pencampuran karena sifat ekstrak etanol daun beluntas dan
parfum tidak tahan terhadap pemanasan tinggi dan mudah menguap. Bahan yang
mudah menguap dan tidak tahan pemanasan ditambahkan setelah sistem emulsi
terbentuk (Billanny, 2002).
Stabilitas sistem emulsi dibentuk melalui 2 mekanisme yaitu mekanisme
sorbitan monosterate sebagai emulsifying agent dan mekanisme stabilizer dan
thickening agent oleh CMC Na. Proses emulsifikasi pada emulsi deodoran terjadi
dengan mekanisme: bagian hidrofilik dari sorbitan monosterate akan
mengarahkan dirinya ke fase air (medium dispers). Sedangkan bagian lipofiliknya
akan berada di fase minyak (fase internal) sehingga akan membentuk suatu
lapisan film monolayer yang melingkari suatu tetesan atau droplet dari fase dalam
emulsi. Lapisan film ini akan bertindak sebagai barier untuk mencegah
bergabungnya droplet-droplet fase minyak dan fase air.
Gambar 19. Pembentukan lapisan film monolayer pada emulgator nonionik (Kim,2005)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
Gambar 20. Misel yang terperangkap dalam matriks polimer (Daniel, 2011)
Mekanisme stabilisasi CMC Na terjadi setelah CMC Na terdispersi merata
dalam air. Butir-butir CMC yang bersifat hidrofilik akan menyerap air dan terjadi
pembengkakan. Air yang sebelumnya ada diluar granula yang bebas bergerak,
tidak dapat bergerak lagi dengan bebas sehingga keadaan larutan lebih mantap dan
terjadi peningkatan viskositas (Fennema, Keren and Lund, 1996). Hal ini akan
menyebabkan partikel-partikel terperangkap dalam sistem tersebut dan
memperlambat proses pengendapan karena adanya pengaruh gravitasi. Menurut
Fardiaz (1987), didalam sistem emulsi hidrokoloid (CMC Na) tidak berfungsi
sebagai pengemulsi tetapi lebih sebagai senyawa yang memberikan kestabilan.
Penambahan CMC Na pada fase air berfungsi sebagai bahan pengental, dengan
tujuan untuk membentuk sistem dispersi koloid dan meningkatkan viskositas.
Dengan adanya CMC Na ini maka droplet-droplet yang sudah membentuk misel
dengan emulgator akan terperangkap dalam sistem tersebut atau tetap tinggal
ditempatnya dan tidak mengendap oleh pengaruh gaya gravitasi (Potter, 1986).
CMC Na memberikan kestabilan produk dengan memerangkap air dengan
membentuk jembatan hidrogen dengan molekul CMC Na yang lain dan akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
membentuk suatu matriks (Belitz dan Grosch, 1986). Peristiwa pembentukan
matriks tersebut terjadi tanpa adanya crosslinking sehingga matriks yang
terbentuk merupakan matriks yang bersifat dinamis (Collet dan Moreton, 2002).
Diharapkan juga dengan adanya CMC Na dalam medium dispers maka
keberadaan ekstrak etanol daun beluntas dapat dipertahankan, dengan mencegah
terjadinya pengendapan.
Deodoran ekstrak etanol daun beluntas yang sudah jadi kemudian
dimasukkan kedalam wadah deodoran sehingga bisa diaplikasikan ke kulit ketiak
dengan mudah. Penggunaan deodoran ekstrak etanol daun beluntas untuk
mengatasi bau badan akan lebih efektif apabila pengaplikasian deodoran
dilakukan dalam kondisi kulit ketiak kering. Pemberian shearing stress dengan
penggosokan ketika diaplikasikan dikulit ketiak akan membantu pelekatan emulsi
deodoran ekstrak etanol daun beluntas di lapisan stratum corneum dan pelepasan
zat aktif senyawa fenolik dari matriknya.
G. Karakteristik Sifat Fisik dan Stabilitas Deodoran Ekstrak Etanol
Beluntas
Sifat fisik dan stabilitas deodoran merupakan parameter yang harus
dipertimbangkan untuk menilai kualitas dari sediaan deodoran yang dihasilkan.
Sifat fisik dan stabilitas fisik deodoran yang baik merupakan jaminan bahwa
produk deodoran yang dihasilkan dapat diterima oleh masyarakat. Masyarakat
menyukai sediaan deodoran yang mudah dan cepat menyebar ketika dioleskan,
serta memiliki viskositas yang optimal sehingga mudah dituang dan stabil dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
penyimpanan. Selain faktor acceptability, evaluasi sifat fisik dan stabilitas
deodoran perlu dilakukan untuk mendukung drug delivery system ketika
diaplikasikan di kulit. Sediaan deodoran diharapkan dapat tertahan di permukaan
stratum corneum sehingga dapat memberikan efek antibakteri yang optimal. Sifat
fisik dan stabilitas yang tidak sesuai dapat menyebabkan proses absorpsi zat aktif
ke bakteri menjadi tidak optimal. Sifat fisik deodoran yang diukur adalah daya
sebar emulsi, viskositas, dan ukuran droplet. Stabilitas fisik yang dilihat dalam
penelitian ini adalah pergeseran viskositas, pemisahan fase (indeks creaming), dan
pergeseran ukuran droplet yang dilihat secara mikroskopis. Evaluasi stabilitas
fisik deodoran dilakukan dengan membandingkan sifat fisik setelah 48 jam
pembuatan dan 30 hari penyimpanan. Pengukuran dimulai setelah 48 jam
pembuatan untuk memastikan sistem emulsi sudah terbentuk stabil dan sudah
tidak terpengaruh oleh adanya shearing stress selama proses pembuatan. Pada
proses pembuatan emulsi pemberian energi membuat droplet-droplet minyak
dapat bergerak bebas dan bertubrukan satu sama lain, dimana ukuran droplet akan
mempengaruhi viskositas sediaan emulsi. Adanya pengaruh shearing stress dalam
proses pembuatan bisa membuat bias hasil pengukuran. Oleh karena itu, perlu
dilakukan pendiaman selama 48 jam dengan asumsi pada waktu pendiaman ini
semua pengaruh selama proses pencampuran telah hilang. Diamati selama 30 hari
penyimpanan karena diasumsikan sebagai lamanya penggunaan deodoran setelah
kemasan pertama kali dibuka. Evaluasi stabilitas selama 30 hari perlu dilakukan
sebagai orientasi awal dalam formulasi sediaan deodoran ekstrak etanol.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Sorbitan monostearate merupakan emulsfying agent yang berperan
menentukan sifat fisik dan stabilitas fisik suatu emulsi. Pada penelitian ini akan
dilihat perbedaan pemberian variasi jumlah sorbitan monostearate terhadap sifat
fisik dan stabilitas fisik deodoran. Sorbitan monostearate merupakan emulsfying
agent nonionik, dimana sifatnya resisten terhadap perubahan pH, tetapi bekerja
lebih efektif pada pH 4-8 (Escleston, 2007). pH juga mempengaruhi aplikasi
sediaan deodoran ke kulit, dimana deodoran harus memiliki pH 3,5-7 (SNI,1998).
pH kulit sekitar 4,2-6 sehingga diusahakan pH sediaan dibuat mendekati pH kulit
(Couturaud, 2009). Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan pengujian pH
terlebih dahulu untuk melihat efektivitas emulsfying agent sebelum dilakukan
evaluasi dan memastikan keamanan dari deodoran ekstrak etanol daun beluntas
saat diaplikasikan di kulit. Berdasarkan lampiran 7 deodoran ekstrak etanol daun
beluntas memiliki rentang pH 5,34-5,49 baik setelah pembuatan, penyimpanan 15
hari maupun setelah penyimpanan 30 hari. Hal ini berarti, Sorbitan monostearate
dapat bekerja secara efektif dalam sistem emulsi sediaan deodoran dan sediaan
deodoran ekstrak etanol daun beluntas aman untuk diaplikasikan ke kulit.
Tabel II. Sifat fisik dan Stabilitas Fisik Deodoran Ekstrak Etanol Daun Beluntas
Respon Formula 1 Formula 2 Ukuran droplet
(µm) X±SD 11,720 ± 0,16 10,345 ± 0,24
Viskositas (d.Pa.s) X±SD 10,21 ± 0,11 22,66± 0,15
Daya sebar (cm) X±SD 7,17 ± 0,06 6,28 ± 0,03
Pergeseran viskositas (%)X±SD
0,88 ± 0,11 0,44 ± 0,44
Pergeseran ukuran droplet
(%)X±SD 1,861 ± 1,792 1,075 ± 1,862
Pemisahan fase (%)X±SD 0,4 ± 0,4 0 ± 0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
1. Ukuran droplet
Ukuran droplet merupakan faktor yang sangat penting dalam
mempengaruhi kestabilan emulsi deodoran ekstrak etanol daun beluntas.
Semakin kecil ukuran droplet, maka kestabilan emulsi deodoran semakin baik
karena ukuran droplet yang kecil dapat menjebak medium kedalamnya,
akibatnya tahanan mengalir semakin besar sehingga droplet-droplet menjadi
immobile. Dengan sistem yang immobile maka droplet-droplet akan sukar
bergerak, hal ini diimbangi dengan kerja emulsifying agent yang baik pada
lapisan antarmuka fase minyak dengan fase air. Emulsifying agent membentuk
struktur kaku yang berfungsi sebagai barrier untuk mencegah droplet
bergabung (Nielloud and Mestres,2000).
Pengukuran droplet dilakukan 48 jam dan 30 hari penyimpanan untuk
melihat stabilitas emulsi selama penyimpanan. Pengukuran droplet selama 30
hari digunakan untuk melihat besarnya perubahan ukuran droplet dari waktu ke
waktu selama 30 hari yang merupakan fenomena ketidakstabilan emulsi dalam
penyimpanan. Droplet diukur dengan menggunakan mikroskop (Motic, B3
Professional Series) dengan perbesaran 40X. Pengukuran droplet emulsi
dilakukan sebanyak 500 droplet (Martin et al, 1993) untuk tiap replikasi
formula pada tiap waktu pengukuran. Pengukuran droplet dilakukan pada
bagian tengah, bawah dan atas preparat, hal ini dilakukan untuk
mempresentasikan kondisi droplet secara keseluruhan.
Untuk lebih mempresentasikan kondisi ukuran droplet, maka ukuran
droplet dalam penelitian ini dinyatakan dengan nilai mean. Berdasarkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
lampiran 10. Data ukuran droplet terdistribusi normal. Menurut Sopiyudin
(2001), jika data mempunyai distribusi normal, maka dianjurkan untuk
memilih mean sebagai ukuran pemusatan dan standar deviasi (SD) sebagai
ukuran penyebaran. Hal ini didasarkan karena mean lebih menggambarkan
distribusi ukuran droplet secara keseluruhan pada data yang terdistribusi
normal. Pengukuran tidak menggunakan percentile 90 karena parameter ini
hanya menggambarkan bahwa 90% dari populasi droplet di bawah suatu nilai
tertentu sehingga tidak bisa menggambarkan ukuran droplet sebenarnya. Nilai
modus tidak dipakai karena hanya menyatakan jumlah ukuran terbanyak dari
populasi droplet. Nilai modus kurang sensitif sebagai parameter untuk melihat
distribusi ukuran droplet karena modus pada penelitian ini menghasilkan nilai
yang hampir sama. Apabila nilai modus yang didapat dari masing-masing data
sama maka distribusi penyebaran datanya dapat berbeda sehingga tidak dapat
menggambarkan ukuran droplet sebenarnya.
Hasil pengukuran ukuran droplet pada tabel II menunjukkan bahwa emulsi
deodoran ekstrak etanol daun beluntas berbeda untuk tiap formula, dimana
formula 1 memiliki ukuran droplet yang lebih besar daripada emulsi deodoran
ekstrak etanol daun beluntas formula 2.
Tabel III. Uji Signifikansi Profil Ukuran Droplet Deodoran Ekstrak Etanol Daun Beluntas Antara Formula 1 dengan Formula 2
Formula Ukuran droplet (µm)
Shapiro-wilk (sig. p>0,05)
Unpaired t-test
(sig.p<0,05)
keterangan
1 11,720 ± 0,16 0,1478 0,002012 signifikan 2 10,345 ± 0,24
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
Uji statistika dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan
yang signifikan antara respon ukuran droplet pada formula 1 dengan formula 2.
Melalui hasil uji normalitas Shapiro-wilk, diketahui bahwa data pergeseran
ukuran droplet formula 1 dan formula 2 berdistribusi normal. berdasarkan uji
normalitas maka dilakukan analisis parametik uji t tidak berpasangan untuk
membandingkan respon ukuran droplet formula 1 dan formula 2. Berdasarkan
tabel III, hasil uji t tidak berpasangan menunjukkan nilai p-value 0,002012
(p<0,05), artinya terdapat perbedaan rerata yang bermakna antara ukuran
droplet formula 1 dan formula 2.
2. Viskositas
Viskositas merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan
untuk menjaga stabilitas sediaan emulsi deodoran ekstrak etanol daun beluntas,
karena viskositas yang tinggi membuat pergerakan droplet terbatas. Pergerakan
droplet yang terbatas meminimalkan kemungkinan antar droplet berinteraksi.
Hal ini dapat meminimalkan terjadinya fenomena instabilitas emulsi, yaitu
koalesens (bergabungnya dua atau lebih droplet kecil menjadi satu droplet
besar). Viskositas yang optimum mengakibatkan emulsi mudah mengalir dan
penyebar di kulit ketiak saat dioleskan. Viskositas yang terlalu kecil dapat
mengakibatkan emulsi terlalu mudah mengalir, akibatnya terlalu banyak
sediaan emulsi deodoran ekstrak etanol daun beluntas yang keluar melalui
wadah dan menyebabkan kontak dengan kulit ketiak hanya sebentar. Demikian
juga dengan viskositas yang terlalu besar akan menghambat pergerakan
deodoran ekstrak etanol daun beluntas keluar dari wadah dan menyebabkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
ketidaknyamanan saat diaplikasikan ke kulit ketiak. Viskositas berpengaruh
terhadap efektifitas emulsi deodoran saat diaplikasikan ke kulit ketiak.
Umumnya semakin besar viskositas suatu formula maka daya sebar akan
semakin kecil (Dark dkk,2002). Hal ini membuat sediaan emulsi akan semakin
stabil karena pergeseran partikel cenderung lebih sulit dengan semakin
kentalnya suatu bahan (Schmitt, 2007).
Pengujian viskositas dilakukan dengan menggunakan viscostester RION
V-04 dengan rotor nomor 1. Saat pengukuran, setelah emulsi deodoran ekstrak
etanol daun beluntas dituang ke dalam viscostester didiamkan selama beberapa
saat (dalam penelitian ini didiamkan selama 5 menit untuk menyamakan
perlakuan). Hal ini untuk mengurangi adanya bias pada pengukuran, karena
penuangan ke dalam viscostester juga memberikan gaya geser yang dapat
mempengaruhi viskositas. Nilai viskositas deodoran ekstrak etanol daun
beluntas terukur dalam d.Pa.s ditunjukkan pada skala yang terdapat pada alat
viscostester. Pembacaan skala pada viscostester tergantung dari rotor yang
digunakan untuk mengukur viskositas sediaan.
Viskositas yang diinginkan dalam penelitian ini adalah 10-20 d.Pa.s.
Berdasarkan tabel II, hanya formula 1 yang memenuhi syarat range viskositas
yang diingikan. Hasil pengukuran viskositas pada tabel II menunjukkan bahwa
emulsi deodoran ekstrak etanol daun beluntas formula 2 memiliki viskositas
yang lebih besar daripada deodoran ekstrak etanol daun beluntas formula 1
Dari tabel II dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan respon viskositas pada
formula 1 dan formula 2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
Tabel IV. Uji Signifikansi Profil Viskositas Deodoran Ekstrak Etanol Daun Beluntas Antara Formula 1 dengan Formula 2
Formula Viskositas(d.pas) Shapiro-wilk
(sig. p>0,05)
Wilcoxon dua sampel
(sig.p<0,05)
keterangan
1 10,21± 0,11 0,006932 0,1 tidak signifikan 2 22,66± 0,15
Uji statistika dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan
yang signifikan antara respon viskositas pada formula 1 dengan formula 2.
Melalui hasil uji normalitas Shapiro-wilk, diketahui bahwa data viskositas
formula 1 dan viskositas formula 2 berdistribusi tidak normal. Berdasarkan
hasil uji normalitas maka dilakukan analisis non parametik uji Mann Whitney
(Wilcoxon dua sampel) untuk membandingkan respon viskositas formula 1
dengan formula 2. Berdasarkan tabel IV, hasil uji Mann Whitney (Wilcoxon
dua sampel) menunjukkan nilai p-value 0,1 (p>0,05), artinya tidak terdapat
perbedaan rerata yang bermakna antara viskositas formula 1 dan formula 2.
3. Daya Sebar
Daya sebar menggambarkan kemudahan emulsi pada saat diaplikasian ke
kulit. Semakin tinggi nilai daya sebar deodoran maka semakin mudah emulsi
deodoran menyebar dan keluar dari wadah penyimpanan, serta semakin mudah
pula untuk dioleskan ke kulit ketiak. Nilai daya sebar yang tinggi membuat
luas permukaan kontak emulsi deodoran dengan wadah dan kulit ketiak
menjadi lebih besar. Daya sebar yang terlalu kecil mengakibatkan emulsi sulit
menyebar menyebar di kulit ketiak saat dioleskan. Daya sebar saat
diaplikasikan ke kulit berpengaruh pada luas permukaan kulit ketiak yang bisa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
dijangkau oleh emulsi deodoran ekstrak etanol daun beluntas. Umumnya
semakin besar viskositas suatu formula maka daya sebar akan semakin kecil.
Pengujian daya sebar dilakukan dengan meletakkan sejumlah tertentu emulsi
deodoran diatas kaca bulat berskala. Nilai diameter rata-rata yang diperoleh
dari hasil penyebaran emulsi deodoran menunjukkan daya sebar emulsi
deodoran saat diaplikasikan pada kulit. Beberapa sediaan dengan viskositas
yang berbeda akan menghasilkan daya sebar yang berbeda ketika diberikan
shearing stress yang sama. Perbedaan respon daya sebar ini karena adanya
perbedaan hambatan pada masing-masing sediaan juga berbeda. Daya sebar
deodoran ekstrak etanol daun beluntas dibuat agar masuk kedalam sediaan
semifluid, yaitu 5-7 cm. Sediaan deodoran yang dibuat direkomendasikan
semifluid agar mudah keluar dari wadah dan dapat menyebar dengan cepat di
permukaan kulit ketiak secara merata.
Hasil pengukuran daya sebar pada tabel II menunjukkan bahwa emulsi
deodoran ekstrak etanol daun beluntas formula 1 memiliki daya sebar yang
lebih besar dibandingkan formula 2. Respon daya sebar pada formula 1 dan
formula 2 memenuhi syarat sediaan semifluid.
Tabel V. Uji Signifikansi Profil Daya Sebar Deodoran Ekstrak Etanol Daun
Beluntas Antara 48 Jam dengan 30 Hari dari Masing-Masing Formula Formula daya sebar
48 jam (cm) daya sebar
30 hari (cm) p-value keterangan
1 7,17 ± 0,06 7,17± 0,08 1 tidak signifikan 2 6,28 ± 0,03 6,28 ± 0,06 0,6349 tidak signifikan
Sig (p) < 0,05 berarti signifikan sehingga Ho ditolak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
Pada tabel V, ditunjukkan hasil analisis statistik uji t berpasangan dengan
software R 2.9.0 untuk membandingkan respon daya sebar 48 jam dan daya
sebar setelah penyimpanan 30 hari. Berdasarkan hasil analistik statistik pada
tabel V, dapat disimpulkan bahwa respon daya sebar pada semua formula
stabil atau tidak mengalami perubahan respon daya sebar yang signifikan. Nilai
p-value untuk semua formula lebih dari 0,05, hal ini menunjukkan bahwa
hnull untuk formula (1), (a), (b), dan (ab) diterima, dimana tidak ada perbedaan
yang signifikan antara respon daya sebar setelah pembuatan 48 jam dengan
respon daya sebar setelah penyimpanan 30 hari. Dari tabel II dapat dilihat
bahwa terdapat perbedaan respon daya sebar pada formula 1 dan formula 2.
Tabel VI. Uji Signifikansi Profil Daya sebar Deodoran Ekstrak Etanol Daun Beluntas Antara Formula 1 dengan Formula 2
Formula Daya Sebar (cm)
Shapiro-wilk (sig. p>0,05)
Wilcoxon dua sampel
(sig.p<0,05)
keterangan
1 7,17 ± 0,06 0,01643 0,07652 tidak signifikan 2 6,28 ± 0,03
Uji statistika dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan
yang signifikan antara respon daya sebar pada formula 1 dengan formula 2.
Melalui hasil uji normalitas Shapiro-wilk, diketahui bahwa data daya sebar
formula 1 dan daya sebar formula 2 berdistribusi tidak normal. Berdasarkan
hasil uji normalitas maka dilakukan analisis non parametik uji Mann Whitney
(Wilcoxon dua sampel) untuk membandingkan respon daya sebar formula 1
dengan formula 2. Berdasarkan tabel VI, hasil uji Mann Whitney (Wilcoxon
dua sampel) menunjukkan nilai p-value 0,07652 (p>0,05), artinya tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
terdapat perbedaan rerata yang bermakna antara daya sebar formula 1 dan
formula 2.
4. Pergeseran ukuran droplet
Perubahan ukuran droplet ke arah lebih besar menunjukkan adanya
fenomena koalesen pada emulsi deodoran ekstrak etanol daun beluntas yang
dibuat. Pergeseran ukuran droplet ke arah yang lebih besar dengan
meningkatnya lama penyimpanan menunjukkan semakin tidak stabil sediaan
emulsi tersebut dan sebaliknya, semakin kecil nilai perubahan ukuran droplet
maka emulsi semakin stabil. Emulsi deodoran ekstrak etanol daun beluntas
dikatakan stabil apabila tidak terjadi perubahan ukuran droplet secara
signifikan ke arah yang lebih besar. Tujuan pengukuran pergeseran ukuran
droplet ini adalah untuk mengetahui stabilitas fisik deodoran ekstrak etanol
daun beluntas. Pergeseran diukur dengan membandingkan ukuran droplet 48
jam dengan ukuran droplet 30 hari. Pergeseran ukuran droplet ekstrak etanol
daun beluntas yang diperbolehkan selama penyimpanan satu bulan kurang dari
atau sama dengan 10%. Pada hasil pengukuran yang ditunjukkan pada tabel II,
pergeseran ukuran droplet pada formula 1 lebih besar daripada formula 2.
Tabel VII. Uji Signifikansi Profil Ukuran Droplet Deodoran Ekstrak Etanol Daun Beluntas Antara 48 jam dengan 30 Hari Masing-Masing Formula
Sig (p) < 0,05 berarti signifikan sehingga Ho ditolak
Analisis pergeseran ukuran droplet juga dapat diperoleh dengan
membandingkan ukuran droplet 48 jam dengan ukuran droplet penyimpanan
Formula Droplet 48 jam (µm)
Droplet 30 hari (µm)
p-value keterangan
1 11,720 ± 0,16 11,720 ± 0,43 0,3429 tidak signifikan 2 10,345 ± 0,24 10,455 ± 0,24 0,4226 tidak signifikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
30 hari secara statistik. Pada tabel VII ditunjukkan hasil analisis statistik uji t
berpasangan dengan menggunakan software R 2.9.0. untuk membandingkan
respon ukuran droplet 48 jam dan ukuran droplet setelah penyimpanan 30 hari,
Berdasarkan hasil analistik statistik pada tabel VII, dapat disimpulkan bahwa
ukuran droplet pada semua formula stabil atau tidak mengalami perubahan
ukuran droplet yang signifikan. Nilai p-value untuk semua formula lebih dari
0,05, hal ini menunjukkan bahwa Hi ditolak sedangkan hnull untuk formula
(1), (a), (b), dan (ab) diterima, dimana tidak ada perbedaan yang signifikan
antara respon ukuran droplet setelah pembuatan 48 jam dengan respon ukuran
droplet setelah penyimpanan 30 hari. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
pergeseran ukuran droplet yang kecil dikarenakan tidak adanya perubahan
yang signifikan antara ukuran droplet setelah pembuatan 48 jam dengan ukuran
droplet setelah penyimpanan 30 hari. Ukuran droplet yang terjaga ini membuktikan
bahwa emulsifying agent yang digunakan dapat menjaga viskositas sediaan
sehingga stabilitasnya terjaga. Berdasarkan tabel II, dapat dilihat bahwa
pergeseran ukuran droplet formula 1 dan formula 2 berbeda.
Tabel VIII. Uji Signifikansi Profil Pergeseran Ukuran Droplet Deodoran Ekstrak Etanol Daun Beluntas Antara Formula 1 dengan Formula 2
Formula Pergeseran droplet (%)
Shapiro-wilk (sig. p>0,05)
Uji unpaired t-test
(sig.p<0,05)
keterangan
1 1,861 ± 1,792 0,1221 0,6266 tidak signifikan 2 1,075 ± 1,862
Uji statistika dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan
yang signifikan antara respon pergeseran ukuran droplet pada formula 1
dengan formula 2. Melalui hasil uji normalitas Shapiro-wilk, diketahui bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
data pergeseran ukuran droplet formula 1 dan pergeseran ukuran droplet
formula 2 berdistribusi normal. Berdasarkan hasil uji normalitas maka
dilakukan analisis parametik uji t tidak berpasangan untuk membandingkan
respon pergeseran ukuran droplet formula 1 dengan formula 2. Berdasarkan
tabel VIII, hasil uji unpaired t-test menunjukkan nilai p-value 0,6266 (p>0,05),
artinya tidak terdapat perbedaan rerata yang bermakna antara pergesera ukuran
droplet formula 1 dan formula 2.
5. Pergeseran viskositas
Pergeseran viskositas dapat dijadikan parameter kestabilan emulsi
deodoran ekstrak etanol daun beluntas. Kebanyakan emulsi tidak mengalami
perubahan cukup besar pada waktu tertentu (Boyland and Chowhan, 1986).
Sediaan deodoran ekstrak etanol daun beluntas tidak boleh mengalami
perubahan viskositas yang cukup besar. Salah satu faktor yang bisa
mempengaruhi pergeseran viskositas adalah kemampuan emulsifying agent
dalam menjaga droplet-droplet minyak di dalam air agar tidak bergabung satu
sama lain, sehingga viskositas dapat terjaga. Pergeseran viskosiatas ekstrak
etanol daun beluntas dapat mempengaruhi aceptability konsumen selama
penggunaan jangka panjang. Pergeseran viskosiatas ekstrak etanol daun
beluntas yang diperbolehkan selama penyimpanan satu bulan kurang dari atau
sama dengan 10%. Berdasarkan tabel II, semua formula mengalami pergeseran
viskositas kurang dari sama dengan 10%. Pergeseran viskositas tiap formula
berbeda, dimana pergeseran viskositas pada formula 1 lebih besar dari formula
2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
Tabel IX. Uji Signifikansi Profil Viskositas Deodoran Ekstrak Etanol daun Beluntas Antara 48 jam dengan 30 Hari Masing-Masing Formula
Sig (p) < 0,05 berarti signifikan sehingga Ho ditolak
Analisis pergeseran viskositas juga dapat diperoleh dengan
menbandingkan viskosita 48 jam dengan viskositas penyimpanan 30 hari
secara statistik. Pada tabel IX, ditunjukkan adanya perbedaan respon viskositas
48 jam dengan respon viskositas 30 hari. Hasil analisis statistik uji t
berpasangan dilakukan dengan menggunakan software R 2.9.0 untuk
membandingkan respon viskositas 48 jam dan viskositas setelah penyimpanan
30 hari. Berdasarkan hasil analistik statistik pada tabel IX, dapat disimpulkan
bahwa respon viskositas pada semua formula stabil atau tidak mengalami
perubahan respon viskositas yang signifikan. Nilai p-value untuk semua
formula lebih dari 0,05, hal ini menunjukkan bahwa Hi ditolak sedangkan
hnull untuk formula 1 dan formula 2 diterima, dimana tidak ada perbedaan
yang signifikan antara respon viskositas setelah pembuatan 48 jam dengan
respon viskositas setelah penyimpanan 30 hari. Hal ini sekaligus menjelaskan
bahwa pergeseran viskositas yang kecil dikarenakan tidak adanya perubahan
yang signifikan antara viskositas setelah pembuatan 48 jam dengan viskositas
setelah penyimpanan 30 hari. Viskositas yang terjaga ini membuktikan bahwa
emulsifying agent dapat menjaga droplet-droplet minyak di dalam air agar tidak
Formula Viskositas 48 jam (d.Pas)
Viskositas 30 hari (d.pas)
p-value keterangan
1 10,21 ± 0,11 10,25 ± 0,05 0,5943 tidak signifikan 2 22,66± 0,15 22,66 ± 0,15 0,7418 tidak signifikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
bergabung satu sama lain. Berdasarkan tabel II, ditunjukkan bahwa ada
perbedaan pergeseran viskositas formula 1 dengan formula 2.
Tabel X. Uji Signifikansi Profil Pergeseran Viskositas Deodoran Ekstrak Etanol Daun Beluntas Antara Formula 1 dengan Formula 2
Formula Pergeseran viskositas(%)
Shapiro-wilk (sig. p>0,05)
Uji unpaired t-test
(sig.p<0,05)
keterangan
1 0,88 ± 0,11 0,1355 0,2151 tidak signifikan 2 0,44 ± 0,44
Uji statistika dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan
yang signifikan antara respon pergeseran viskositas pada formula 1 dengan
formula 2. Melalui hasil uji normalitas Shapiro-wilk, diketahui bahwa data
pergeseran ukuran viskositas formula 1 dan pergeseran ukuran droplet formula
2 berdistribusi normal. Berdasarkan hasil uji normalitas maka dilakukan
analisis parametik uji t tidak berpasangan untuk membandingkan respon
pergeseran ukuran droplet formula 1 dengan formula 2. Berdasarkan tabel X,
hasil uji t tidak berpasangan menunjukkan nilai p-value 0,2151 (p>0,05),
artinya tidak terdapat perbedaan rerata yang bermakna antara pergesera
viskositas formula 1 dan formula 2.
6. Persen Pemisahan fase
Persen pemisahan menyebabkan emulsi terlihat tidak elegan sehingga
akan menurunkan acceptability konsumen (Aulton dan Diana, 1993).
Peningkatan persen pemisahan fase dapat menunjukkan kestabilan dari emulsi
deodoran ekstrak etanol daun beluntas. Semakin besar persentase pemisahan
fase maka emulsi dikatakan semakin tidak stabil dan sebaliknya semakin kecil
nilai persentase pemisahan fase maka emulsi stabil. Nilai persentase pemisahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
fase diperoleh dengan mengamati tinggi creaming yang terjadi. Pemisahan fase
dapat terjadi karena pengendapan droplet pada fase air kedasar tabung akibat
adanya perbedaan berat jenis fase air dan fase minyak. berdasarkan tabel II ,
dapat diketahui bahwa persen pemisahan fase formula 2 lebih besar
dibandingkan formula 1. Persentase pemisahan fase pada penelitian ini
diharapkan tidak lebih dari sama dengan 5% dengan harapan dapat dihasilkan
emulsi deodoran ekstrak etanol daun beluntas dengan stabilitas makroskopik
yang tinggi. berdasarkan tabel II, baik formula 1 dan formula 2 menunjukkan
stabilitas makroskopis yang baik.
Tabel XI. Uji Signifikansi Profil Pemisahan Fase Deodoran Ekstrak Etanol
Daun Beluntas antara Formula 1 dengan Formula 2 Formula Pemisahan
Fase (%) Shapiro-wilk (sig. p>0,05)
Wilcoxon dua sampel
(sig.p<0,05)
keterangan
1 0,4 ± 0,4 0,006373 0,1967 tidak signifikan 2 0 ± 0
Uji statistika dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang
signifikan antara respon pemisahan fase pada formula 1 dengan pemisahan fase
formula 2. Melalui hasil uji normalitas Shapiro-wilk, diketahui bahwa data
pemisahan fase formula 1 dan pemisahan fase formula 2 berdistribusi
normal. Sehingga dilakukan analisis parametik uji t tidak berpasangan untuk
membandingkan respon pemisahan fase formula 1 dengan formula 2.
Berdasarkan tabel VII, hasil uji t tidak berpasangan menunjukkan nilai p-value
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
0,1967 (p>0,05), artinya tidak terdapat perbedaan rerata yang bermakna antara
pemisahan fase formula 1 dan formula 2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
BAB V
A. KESIMPULAN
1. Ekstrak etanol daun beluntas yang dibuat dalam penelitian ini memiliki efek
antibakteri terhadap bakteri isolat penyebab bau badan genus Staphylococus
pada konsentrasi 3%
2. Terdapat perbedaan yang bermakna respon ukuran droplet dan terdapat
perbedaan yang tidak bermakna respon viskositas, daya sebar, pergeseran
ukuran droplet, pergeseran viskositas, serta pemisahan fase, pada penggunaan
variasi jumlah sorbitan monostearate dalam deodoran ekstrak etanol daun
beluntas yang digunakan dalam penelitian ini.
B. SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian sejenis dengan menggunakan emulsifying agent
yang sama namun dengan variasi yang lebih banyak dan jumlah yang berbeda
agar dapat ditentukan pengaruh emulsifying agent terhadap sifat fisik dan
stabilitas deodoran ekstrak etanol daun beluntas.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut berhubungan dengan efektifitas
ekstrak etanol daun beluntas dan deodoran ekstrak etanol daun beluntas
sebagai antibakteri bau badan.
3. Perlu dilakukan uji iritasi primer untuk meyakinkan bahwa formula tidak
mengiritasi kulit.
4. Perlu dilakukan sensory assessment terhadap formula deodoran ekstrak etanol
beluntas sebagai jaminan acceptability produk.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
DAFTAR PUSTAKA
Ali, J., Baboota, S., Ahuja, A., 2008, Emulsion, http://www.pharmedia.org/emulsion, diakses tanggal 20 Desember 2011.
Allen, L. V., 2002, The Art , Science, and Technology of Pharmaceutical Compounding, Second edition, 263, 268, 274, 276, American Pharmaceutical Association, USA.
Anief, M., 2005, Ilmu Meracik Obat, Teori dan Praktik, 132, 148, Gadjah Mada Univercity Press, Yogyakarta.
Anjariyah, S., 2003, Pengaruh Cara Ekstraksi (Maserasi dan Perkolasi) Terhadap Kadar Relatif Glikosida Asiatikosida Pada Ekstrak Pegagan (Centella asiatica L.), Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk sediaan Farmasi, Edisi IV, 377-379, 383, UI Press, Jakarta.
Ardiansyah, Lilis N., and Andarwulan N., 2003, Aktivitas Antimikroba Ekstrak Daun Beluntas (Pluchea indica L.) dan Stabilitas Aktivitasnya pada Berbagai Konsentrasi Garam dan Tingkat pH, Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol. XIV, 90-96, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Aulton, M.E. and Diana M.C., 1991, Pharmaceutical Pratice, 109, 111, Longman Singapore Publisher Ptc Ltd, Singapore.
Barnett, G. 1972. Emolient Cream and Lotions: Cosmetics and Science Technology: Vol.I. Willey-Interscience, New York.
Belitz, H.D. and W. Grosch, 1986, Food Chemistry, Spinger Veralag Berlin Heldenberg, New York.
Bermawie, N., 2006, Mengatasi Demam Berdarah dengan Tanaman Obat, Vol.28, 6-8, Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor.
Billany, M., 2002, Suspensions and Emulsions, in Aulton, M.E., (Ed), Pharmaceutics: The Science of Dosage Form Design, 2thed, 342,344,348, ELBS with Churchill Livingstone, New York.
Block, M., 2002, Suspensions and Emulsions, in Aulton, M. E., (ed), Pharmaceutic : The Science of Dosage Form Design, 2nd Ed, 342, 344, 348, ELBS with Churchill Livingstone, New York.
Bolton, S. And Bon, C., 2004, Pharmaceutical Statistic Pratical and Clinical Aplications, 4th, 265-281, 506-523, Marcel Dekker, Inc., New York.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
Boylan, J. C., Cooper, J., and Chowhan, Z. T., 1986, Handbook of Pharmaceutical Excipients, 298-300, American Pharmaceutical Assosiation, Washington DC.
Collet, J. dan Moretton, C., 2002, Modified Release Peroral Dosage Form, in Aulton, M.E., Pharmaceutics: The Science of Dosage Form Design, 2nd ed., Churcill, Livingstone, pp. 299-300
Couturoud, V., 2009, Skin care Product, in Barel, A.O., Paye, M., Mailbach, H.I., Handbook Cosmetic Science and Technology, 3rded,18, Informa Healthcare USA, Inc., New York.
Cowan, 1999, Plant Product as Antimicrobial Agents, Clinical Microbiology Reviews, 12(4), pp.564-582
Cox, S.D., Mann, C.M., Markham, J.L., Gustafson, J.E. Warmington, J.R. and Wyllie, S.G., 2001, Determining the Antimicrobial Actions of Tea Tree Oil, Molecules
Dahlan, M.S., 2009, Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan, 45-80, Salemba Medika, Jakarta.
De Muth, J.E., 1999, Basic Statistic and Pharmaceutical Statistical Applications, 305,585, Marcel Dekker, Inc., New York
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1985, Formularium Kosmetika Indonesia, Cetakan Pertama, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Cetakan Pertama, Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Endarti, Yulinah E., and Soediro, I. 2002, Kajian Aktivitas Asam Usnat terhadap Bakteri Penyebab Bau Badan http://bahanalam.fa.itb.ac.id/detail.php?id=121, diakses 28 Mei 2011. Eccleston, G. E., 2007, Emulsions and Microemulsions, In: James, S., Encyclopedia of Pharmaceutical Technology Third Edition Volume 3, 1555, 1560, Informa Healthcare USA, Inc, USA Hasby E., 2001, Keringat dan Bau Badan. http://kompas.com, diakses 28 Mei 2011
Hugo, W.B dan Russel, A.D., 1987, Pharmaceutical Microciology, 20-21, Blackwel Scientific Publication, Oxford.
Howard, G. M., 1974, Antiperspirants and Deodorants dalam Parfumes, Cosmetics and Soaps-Modern Cosmetics, Volume III, Eigth Edition, Chapman and Hall Ltd. London
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
Holt, J.G., Krieg, N.R., Sneath, P.H.A., Staley, J.T., and Williams, S.T. 1994, Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. 528. Lippincott Williams Wilkins, Philadelphia.
Imron, S. H., 1985, Sediaan Kosmetika. Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat- Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta
Jacoeb, T.N.A., 2007, Bau Badan yang Bikin Tak Nyaman, http://racik.wordpress.com/2007/06/15/bau-badan-yang-bikin-taknyaman/, diakses 28 Mei 2011
Jawetz, E., Melnick, J.L., Aldelberg, E.A., 1996, Mikrobiologi Kedokteran, Edisi XX, 128, 239, 240, Diterjemahkan oleh Nugroho, E., dan Maulany, R.F, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Jutono, Sudarsono, Hartadi, Suhadi, Susanto, 1980, Pedoman Pratikum Mikrobiologi (untuk Perguruan Tinggi), 24-25, 90-115, Departemen Mikrobiologi, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Jellinek, J. S., 1970, Formulation and Function of Cosmetic, 4-10, 351-352, John Wiley and Sons, Inc., USA
Kelch, C. M., 1997, Gel and Jellies, in Swarbrick, J., and Boyland, J. C., Encyclopedia of Pharmaceutical Technology, Vol. 6, 424, Marcel Dekker Inc., New York
Kim, Cheng-ju, 2005, Advance Pharmaceutics: Physcochemical Prinsiples, 214- 235, CRC Press LLC, Florida
Lacman, L, 1989, Teori dan Praktek Industri Farmasi diterjemahkan oleh Siti Suyatmi, Edisi III, Jilid 2, 250-256, Universitas Indonsia, Jakarta
Lay, B., 1994, Analisis Mikrobia di Laboratorium, 79-101, Manajemen PT Grafindo Persada, Jakarta.
List, P.H and Scmidt, P.C., 2000, Phytopharmaceutical Technology, 107-112, CRC Press Inc., Florida
Loden, Marie, 2001, Handbook of Cosmetics Science and Technology, 355-356, Marcel Dekker Inc., New York
Martin, P., 1981, Swarbick, J., and Cammarata, A., 1993, Physical Pharmacy, 3rd Ed., 522-537, 1077, Lea Febiger, Philadelphia
Michael and Irene, 1977, A Fomulary of Cosmetics Preparation, 201, Chemical Publishing Co., Inc: New York
Mitsui, T., 1997, New Cosmetics Science, 476-477, Elsevier, New York
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
Mollet H., Grubenmann,A., 2001, Formulation Technology: Emulsions,Suspensions, Solid Forms, 84, WILEY-VCH Verlag GmbH
Nielloud, F., and Mestres, G.M., 2008, Pharmaceutical Emulsions and Suspensions, 2-22, 561, 590, Marcel Dekker Inc., New York
Nurfina, N.A., 1998, Manfaat dan Propek Pengembangan Kunyit, 19-21, Penerbit Trubus Agrawidya, Ungaran
Normala, H. and Suhaimi M.I., 2011, Quantification of Total Phenolics in Different Parts of Pluchea indica (Less) Ethanolic and Water Extracts, Universiti Putra Malaysia Press, Malaysia
Paini, 2011, Seleksi Daun Beluntas (Pluchea indica L.) sebagai Sumber Antioksidan Alami, Skripsi, Institut Pertanian Bogor
Parwata IMOA, dan Dewi PFS, 2008, Isolasi dan Uji Aktifitas Antibakteri Minyak Atsiri dari Rimpang Lengkuas (Alpinia galangga L.), Jurnal Kimia 2(2), 100-104.
Pelczar, M.J and E.C.S Chan, 1986, Dasar-Dasar Mikrobiologi, 131-154, Diterjemahkan Ratnasari, Edisi I, UI Press, Jakarta.
Perry, L, and J. Metzger. 1980. Medical: Plants of East and Southeast Asia Attributed Properties and Uses, p. 96,422, The MIT Press, London
Potter, N., 1986, Food Science. p.98, The AVI Publishing. Inc. Westport. Connecticut. New York.
Purnomo, M., 2001, Isolasi Flavonoid dari Daun Beluntas (Pluchea indica L.) yang Mempunyai Aktivitas Antimikroba Terhadap Penyebab Bau Keringat Secara Bioutografi(thesis), Universitas airlangga, Surabaya
Rasmehuli, 1986, Pemeriksaan Minyak Atsiri dan Flavonoid dari Daun Beluntas (Pluchea indica L.)(skripsi), ITB, Bandung
Rawlings, Anthony V., Harding, Clive R, Watkonson, Allan, Chandar, Prem, Scott, Ian R., 2002, Humectans, in Leyden, James J., dan Rawlings, Anthony V., Skin Moisturization, 249-249, Marcel Dekker Inc., New York
Rieger, M.M., 1996, Surfactan, in Lieberman, H.A., Rieger, MM., Banker, G.S., Pharmaceutical Dosage Forms : Dispers System, Vol. 1, 226-227, Marcell Dekker, Inc., New York
Riwidikdo, H., 2010, Statistik untuk Penelitian Kesehatan dengan Aplikasi Program R dan SPSS, , 1-25, 79-93, Pustaka Rihama, Yogyakarta
Runadi, 2007, Isolasi dan Identifikasi Alkaloid dari Herba Komfrey,9, Skripsi, Universitas Padjajaran, Bandung.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
Rowe, R.C., Shehskey, P.J., Quinn, M.E., 2009, Handbook of Pharmaceutical Excipients, 6th ed, 184-185, 550-551, Pharmaceutical Press, London
Sagarin, E., 1957, Cosmetic Science and Technology, 147-181, Interscience Publisher, Inc., New York.
Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991, Inventaris Tanaman Obat Indonesia(I), Departemen Kesehatan Indonesia: Jakarta
Schanaubelt, 1995, Advanced Aromatherapy: The Science of Essential Oil Therapy, Rochester, Vermont: Healing Art Press
Smolinke, S. C., 1992, Hanbook of Food, Drug, and Cosmetic Exipients, 199, 203, CRC Press, USA
SNI 16.4951, 1998, Sediaan Deodoran dan Antiprespiran, Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Suryani A., Sailah, and Hambali E., 2000, Teknologi Emulsi, Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor
Suwandi, U., 1989, Mikrobia Penghasil Antibiotika, Penerbit Cermin Dunia Kesehatan, Vol. 58, Hal. 37.
Tarigan, J., 1988, Pengantar Mikrobiologi, Departemen Pendidikan dan kebudayaan Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan, Jakarta, pp. 92, 94, 113-115, 119, 256.
Umbach, W., 1995, Deodorants dalam Cosmetics and Toiletries Development, Production and Use, First Edition, Ellis Horwood Limited, England
Wilkinson, J.B.,R. Clark., E. Green., T.P. McLaughlin. 1962. Modern Cosmeticology. Volume I. 34. Leonard Hill, London.
Winarno dan Sundari, 1998, Database Jamu, http://jamu.biologi.ub.ac.id/?page_id=411 , diakses tanggal 20 Mei 2011
Voigt, R., 1994, Buku Belajar Teknologi Farmasi, 399-443, UGM Press, Yogyakarta.
Zats, J.L., and Kushla, G. P., 1996, Gels in Lieberman, H.A., Rieger, M.M., banker, G.S., Pharmaceutical Dosage Forms: Disperse System, Volume 2, Second Edition, 399-418, Marcel Dekker Inc, New York
Zocchi, G., 2001, Skin-Feel Agents, in Barel, A.O., Paye, M., Maibach, H.I (Eds), Hanbook of Cosmetic Science and Technology, 406-407, Marcell Dekker Inc., New York.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Keterangan Identifikasi Daun Beluntas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
Lampiran 2. Certificate of Analysis Ekstrak Etanol Daun Beluntas dari LPPT UGM
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
Lampiran 3. Proses Ekstraksi Ekstrak Etanol Daun Beluntas dari LPPT UGM
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
Lampiran 4. Penetapan Kadar Total Fenolik dari LPPT UGM
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
Lampiran 5. Data Uji Daya Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas terhadap Pertumbuhan Isolat Bakteri Bau Badan
Konsentrasi Replikasi 1 (mm)
Replikasi 2 (mm)
Replikasi 3 (mm)
mean ± SD (mm) keterangan
1% 6 6 6 6 ± 0 tidak ada zona hambat
2% 6 6 6 6 ± 0 tidak ada zona hambat
3% 15,2 13,6 13,2 14,3 ± 1,29 terbentuk zona hambat
4% 15,6 15,2 15,2 15,7 ± 0,81 terbentuk zona hambat
5% 15,2 15,2 16,6 16,7 ± 0,81 terbentuk zona hambat
6% 17 15,6 17,4 16,7 ± 0,94 terbentuk zona hambat
7% 17,2 18 17,8 17,7 ± 0,41
terbentuk zona hambat
8% 17,6 18,4 18,8 18,3 ± 0,57 terbentuk zona hambat
9% 17,6 17,8 18,8 18,1 ± 0,64 terbentuk zona hambat
10% 19 21,4 19,8 20,1 ± 1,22
terbentuk zona hambat
kontrol negatif 6 6 6 6 ± 0 tidak ada zona
hambat kontrol positif 33 32,4 36,4 33,9 ± 2,16 terbentuk zona
bening Berdasarkan hasi uji daya antibakteri terhadap isolat bakteri bau badan,
terlihat bahwa konsentrasi ekstrak etanol daun beluntas 3% merupakan
konsentrasi yang berpotensi untuk diformulasikan kedalam sediaan deodoran roll-
on. Analisis statistika dilakuan untuk memastikan bahwa konsentrasi ekstrak
etanol daun beluntas konsentrasi 3% menghasilkan zona hambat terhadap isolat
bakteri bau badan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
Perbandingan zona hambat ekstrak etanol daun beluntas konsentrasi 3% dengan kontrol negatif
Sig (p) > 0,05 berarti distribusi data normal
Sig (p) < 0,05 berarti distribusi data tidak normal
Melalui hasil uji normalitas Shapiro-wilk, diketahui bahwa data zona
hambat konsentrasi ekstrak etanol daun beluntas 3% dan zona hambat kontrol
negatif berdistribusi tidak normal. Sehingga dilakukan analisis non parametik
uji Mann Whitney (Wilcoxon dua sampel) untuk membandingkan respon zona
hambat ektrak etanol daun beluntas 3% dengan zona hambat kontrol negatif.
Kesimpulan:
Nilai significancy 0,03690 (p<0,05), artinya terdapat perbedaan rerata
yang bermakna antara dua kelompok data. (signifikan).
Shapiro-Wilk normality test
data: negatif$dayahambat
W = 0.7677, p-value = 0.02949
> tapply(negatif$dayahambat, negatif$k.ekstrak, median, na.rm=TRUE) konsentrasi3% kontrolnegatif 13.6 6.0 > wilcox.test(dayahambat ~ k.ekstrak, alternative='two.sided', exact=FALSE, + correct=FALSE, data=negatif) Wilcoxon rank sum test data: dayahambat by k.ekstrak W = 9, p-value = 0.03690 alternative hypothesis: true location shift is not equal to 0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
Perbandingan zona hambat ekstrak etanol daun beluntas konsentrasi 3%
dengan kontrol positif
Sig (p) > 0,05 berarti distribusi data normal
Sig (p) < 0,05 berarti distribusi data tidak normal
Melalui hasil uji normalitas Shapiro-wilk, diketahui bahwa data zona
hambat konsentrasi ekstrak etanol daun beluntas 3% dan zona hambat kontrol
positif berdistribusi tidak normal. Sehingga dilakukan analisis non parametik
uji Mann Whitney (Wilcoxon dua sampel) untuk membandingkan respon zona
hambat ektrak etanol daun beluntas 3% dengan zona hambat kontrol positif.
Kesimpulan:
Nilai significancy 0,04953 (p<0,05), artinya terdapat perbedaan rerata
yang bermakna antara dua kelompok data. (signifikan).
Shapiro-Wilk normality test data: cobapositif$dayahambat W = 0.788, p-value = 0.04573
> tapply(cobapositif$dayahambat, cobapositif$konsentrasi, median, na.rm=TRUE) konsentrasi3% positif 13.6 33.0 > wilcox.test(dayahambat ~ konsentrasi, alternative="two.sided", + data=cobapositif) Wilcoxon rank sum test data: dayahambat by konsentrasi
W = 0, p-value = 0.04953
alternative hypothesis: true location shift is not equal to 0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
Perbandingan zona hambat ekstrak etanol daun beluntas konsentrasi 3%
dengan konsentrasi 2%
Sig (p) > 0,05 berarti distribusi data normal
Sig (p) < 0,05 berarti distribusi data tidak normal
Melalui hasil uji normalitas Shapiro-wilk, diketahui bahwa data zona
hambat konsentrasi ekstrak etanol daun beluntas 3% dan zona hambat konsentrasi
ekstrak etanol daun beluntas 2% berdistribusi tidak normal. Sehingga dilakukan
analisis non parametik uji Mann Whitney (Wilcoxon dua sampel) untuk
membandingkan respon zona hambat ektrak etanol daun beluntas 3% dengan zona
hambat ektrak etanol daun beluntas 2%.
Kesimpulan:
Nilai significancy 0,04953 (p<0,05), artinya terdapat perbedaan rerata
yang bermakna antara dua kelompok data. (signifikan).
Shapiro-Wilk normality test data: perbandingan2$dayahambat W = 0.7797, p-value = 0.03832
> tapply(perbandingan2$dayahambat, perbandingan2$konsentrasi2, median, + na.rm=TRUE) konsentrasi2% konsentrasi3% 6.0 13.6 > wilcox.test(dayahambat ~ konsentrasi2, alternative='two.sided', exact=FALSE, + correct=FALSE, data=perbandingan2) Wilcoxon rank sum test
data: dayahambat by konsentrasi2
W = 0, p-value = 0.03690
alternative hypothesis: true location shift is not equal to 0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
Perbandingan zona hambat ekstrak etanol daun beluntas konsentrasi 3%
dengan konsentrasi 4%
Sig (p) > 0,05 berarti distribusi data normal
Sig (p) < 0,05 berarti distribusi data tidak normal
Melalui hasil uji normalitas Shapiro-wilk, diketahui bahwa data zona
hambat konsentrasi ekstrak etanol daun beluntas 3% dan zona hambat konsentrasi
ekstrak etanol daun beluntas 4% berdistribusi tidak normal. Sehingga dilakukan
analisis non parametik uji Mann Whitney (Wilcoxon dua sampel) untuk
membandingkan respon zona hambat ektrak etanol daun beluntas 3% dengan zona
hambat ektrak etanol daun beluntas 4%.
Kesimpulan:
Nilai significancy 0,1046 (p>0,05), artinya tidak terdapat perbedaan
rerata yang bermakna antara dua kelompok data (tidak signifikan).
Shapiro-Wilk normality test data: konsentrasiempat$dayahambat W = 0.7917, p-value = 0.04944
>tapply(konsentrasiempat$dayahambat,konsentrasiempat$konsentrasipembanding, + median, na.rm=TRUE) konsentrasi3% konsentrasi4% 13.6 15.2 > wilcox.test(dayahambat ~ konsentrasipembanding, alternative='two.sided', + exact=FALSE, correct=FALSE, data=konsentrasiempat) Wilcoxon rank sum test data: dayahambat by konsentrasipembanding W = 1, p-value = 0.1046 alternative hypothesis: true location shift is not equal to 0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
Lampiran 6. Perhitungan Konsentrasi Ekstrak Etanol Daun Beluntas dan Data Penimbangan Formula
1. Perhitungan Konsentrasi Ekstrak Etanol Daun Beluntas
Pada 100 g emulsi deodoran roll-on memiliki volume 100 mL
sehingga untuk membuat sediaan emulsi deodoran roll-on ekstrak etanol daun
beluntas dengan kadar ekstrak 3 g/ 100 mL emulsi, dibutuhkan ekstrak
sebanyak:
푒푘푠푡푟푎푘푦푎푛푔푑푖푏푢푡푢ℎ푘푎푛 =3푔
100푚퐿푥100푚퐿 = 3푔
2. Data Penimbangan Formula
Bahan (b/b) Formula 1 Formula 2 Aquadest 58,5 58,5 CMC Na 1 1 Glycerine 12 12
Propilenglikol 6 6 Cetyl alcohol 2,45 2,45
Sorbitan monostearate 2,24 4,55 Parafin liq. 5 5 Dimethicone 5 5 Fragnance 0,1 0,1
Propil paraben 0,2 0,2 Metil paraben 0,2 0,2
Etanol 2 2 Ekstrak etanol daun
beluntas 3 3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
Lampiran 7. Hasil Uji pH Emulsi Deodoran Ektrak Etanol daun Beluntas
Formula 1 Formula 2 48 jam 5,42 5,34 15 hari 5,39 5,39 30 hari 5,49 5,49
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
Lampiran 8. Hasil Uji Sifat Fisik dan Stabilitas Emulsi Deodoran Ektrak Etanol Daun Beluntas
1. Daya sebar
Replikasi Formula 1 Formula 2 48 jam 30 hari 48 jam 30 hari
Replikasi 1 (cm) 7,10 7,10 6,26 6,20 Replikasi 2 (cm) 7,20 7,25 6,28 6,30 Replikasi 3 (cm) 7,20 7,15 6,32 6,32 Rata-rata (cm) 7,17 7,17 6,28 6,27
SD 0,06 0,08 0,03 0,06 Rata-rata ± SD 7,17 ± 0,06 7,17± 0,08 6,28 ± 0,03 6,28 ± 0,06
2. Viskositas
Repikasi Formula 1 Formula 2 48 jam 30 hari 48 jam 30 hari
Replikasi 1 (d.Pas)
10,20 10,30 23,00 22,80
Replikasi 2 (d.Pas)
10,11 10,20 22,50 22,50
Replikasi 3 (d.Pas)
10,33 10,25 22,60 22,70
Rata-rata (d.Pas)
10,21 10,25 22,66 22,66
SD 0,11 0,05 0,15 0,15 Rata-rata ± SD 10,21± 0,11 10,25± 0,05 22,66± 0,15 22,66 ± 0,15
3. Pergeseran viskositas
Pergeseran viskositas dapat dihitung dari rumus:
Keterangan: a = viskositas deodoran roll-on setelah pembuatan b = viskositas deodoran roll-on setelah penyimpanan selama 30 hari
푝푒푟푔푒푠푒푟푎푛푣푖푠푘표푠푖푡푎푠 =[푏 − 푎]푎
푥100%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
Formula 1:
Replikasi Viskositas (dPas) Pergeseran viskositas (%) 48 jam 30 hari
1 10,20 10,30 0,98 2 10,11 10,20 0,89 3 10,33 10,25 0,77
Rata-rata 0,88 SD 0,11
Rata-rata ± SD 0,88 ± 0,11
Formula 2:
Replikasi Viskositas (dPas) Pergeseran viskositas (%) 48 jam 30 hari
1 23,00 22,80 0,87 2 22,50 22,50 0,00 3 22,60 22,70 0,44
Rata-rata 0,44 SD 0,44
Rata-rata ± SD 0,44 ± 0,44
4. Stabilitas makroskopis (pemisahan fase)
Hasil pemisahan fase dinyatakan dalam persentase indeks creaming.
Rumusnya:
Keterangan : ho = volume deodorant roll-on mula-mula (mL) hu = volume pemisahan (mL) (Aulton, 2002)
Replikasi Formula 1 Formula 2 48 jam 30 hari 48 jam 30 hari
1 0 0,8 0 0 2 0 0 0 0 3 0 0,4 0 0
rata-rata 0 0,4 0 0 SD 0 0,4 0 0
rata-rata ± SD 0 ± 0 0,4 ± 0,4 0 ± 0 0 ± 0
%푝푒푚푖푠푎ℎ푎푛푓푎푠푒 = ℎ표 − ℎ푢ℎ표
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
5. Pergeseran droplet
Pergeseran Ukuran Droplet Pergeseran ukuran droplet dapat diukur dengan rumus:
%푝푒푟푔푒푠푒푟푎푛푑푟표푝푙푒푡 =
x 100
Formula 1
F
ormula 2
Formula Formula 1 Formula 2 48 jam 30 hari 48 jam 30 hari Replikasi 1
(µm) 11,580 11,141 10,185 10,185
Replikasi 2 (µm) 11,901 11,931 10,621 10,621
Replikasi 3 (µm) 11,680 11,860 10,230 10,560
Rata-rata (µm) 11,720 11,644 10,345 10,455 SD 0,16 0,43 0,24 0,24
Rata-rata ± SD 11,720 ± 0,16
11,720 ± 0,43
10,345 ± 0,24
10,455 ± 0,24
Replikasi Ukuran droplet (µm) Pergeseran droplet (%) 48 jam 30 hari
1 11,580 11,141 3,791 2 11,901 11,931 0,25 3 11,680 11,860 1,541
Rata-rata 1,861 SD 1,792
Rata-rata ± SD 1,861 ± 1,792
Replikasi Ukuran droplet (µm) Pergeseran droplet (%) 48 jam 30 hari
1 10,185 10,185 0 2 10,621 10,621 0 3 10,230 10,560 3,226
Rata-rata 1,075 SD 1,862
Rata-rata ± SD 1,075 ± 1,862
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
Lampiran 9. Hasil analisis statistika ukuran droplet menggunakan program R.2.9.0 Uji statistika untuk mengetahui data berdistribusi normal, digunakan uji
Kolmogorov-Smirnov apabila jumlah sampel besar lebih dari 50, atau uji Shapiro-
Wilk untuk jumlah sampel kecil kurang dari atau sama dengan 50. Dari data
normalitas, jika distribusi data normal maka digunakan uji parametik sedangkan
jika data tidak terdistribusi normal digunakan uji nonparemetik.
Apabila data berdistribusi normal maka dipilih data uji t berpasangan. Jika
tidak berdistribusi normal maka dipilih uji Wilcoxon. Apabila nilai significancy
(p<0,05) maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang bermakna antara
formula 1 dan formula 2 (signifikan) (Dahlan, 2009 ; Riwidikdo, 2010).
Melalui hasil uji normalitas Shapiro-wilk, diketahui bahwa data
pergeseran ukuran droplet formula 1 dan formula 2 berdistribusi normal.
Sehingga dilakukan analisis parametik uji t tidak berpasangan untuk
membandingkan respon ukuran droplet formula 1 dan formula 2.
UKURANDROPLETDataset <- edit(as.data.frame(NULL))
> UKURANDROPLETDataset$peubah <- recode(UKURANDROPLETDataset$FORMULA,
+ '1="formula 1"; 2="formula 2"; ', as.factor.result=TRUE)
> shapiro.test(UKURANDROPLETDataset$ukuran.droplet)
Shapiro-Wilk normality test
data: UKURANDROPLETDataset$ukuran.droplet
W = 0.8466, p-value = 0.1478 (distribusi data normal)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
Kesimpulan:
Nilai significancy 0,002012 (p<0,05), artinya terdapat perbedaan rerata
yang bermakna antara dua kelompok data. (signifikan).
Welch Two Sample t-test
data: ukuran.droplet by peubah
t = 8.1938, df = 3.538, p-value = 0.002012 (data berbeda bermakna/signifikan)
alternative hypothesis: true difference in means is not equal to 0
95 percent confidence interval:
0.8840947 1.8659053
sample estimates:
mean in group formula 1 mean in group formula 2
11.72033 10.34533
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
Lampiran 10. Hasil analisis statistik viskositas menggunakan program R.2.9.0 Viskositas formula 1 dibandingkan dengan viskositas formula 2. Uji
statistika untuk mengetahui data berdistribusi normal, digunakan uji Kolmogorov-
Smirnov apabila jumlah sampel besar lebih dari 50, atau uji Shapiro-Wilk untuk
jumlah sampel kecil kurang dari atau sama dengan 50. Dari data normalitas, jika
distribusi data normal maka digunakan uji parametik sedangkan jika data tidak
terdistribusi normal digunakan uji nonparemetik.
Apabila data berdistribusi normal maka dipilih uji t berpasangan. Jika
tidak berdistribusi normal maka dipilih uji Wilcoxon. Apabila nilai significancy
(p<0,05) maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang bermakna antara
pengamatan formula 1 dan formula 2 (signifikan) (Dahlan, 2009 ; Riwidikdo,
2010).
Melalui hasil uji normalitas Shapiro-wilk, diketahui bahwa data viskositas
formula 1 dan viskositas formula 2 berdistribusi tidak normal. Sehingga
Viskositas.Dataset <- edit(as.data.frame(NULL))
> V.Dataset$peubah <- recode(V.Dataset$Formula,
+ '1= "FORMULA 1"; 2= "FORMULA 2"; ', as.factor.result=TRUE)
> shapiro.test(V.Dataset$viskositas)
Shapiro-Wilk normality test
data: V.Dataset$viskositas
W = 0.7047, p-value = 0.006932 (distribusi data tidak normal)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
dilakukan analisis non parametik uji Mann Whitney (Wilcoxon dua sampel) untuk
membandingkan respon daya sebar formula 1 dan formula 2
Kesimpulan:
Nilai significancy 0,1 (p>0,05), artinya tidak terdapat perbedaan rerata
yang bermakna antara dua kelompok data. (tidak signifikan)
> tapply(Viskositas.Dataset$viskositas, V.Dataset$peubah, median, na.rm=TRUE)
FORMULA 1 FORMULA 2
10.2 22.6
> wilcox.test(viskositas ~ peubah, alternative="two.sided", data=V.Dataset)
Wilcoxon rank sum test
data: viskositas by peubah
W = 0, p-value = 0.1 ( tidak berbeda bermakna/ tidak signifikan)
alternative hypothesis: true location shift is not equal to 0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
Lampiran 11. Hasil analisis statistik daya sebar menggunakan program R.2.9.0
Daya sebar yang terjadi antara 48 jam setelah pembuatan dan 30 hari
setelah penyimpanan. Daya sebar formula 1 dibandingkan dengan daya sebar
formula 2.
Uji statistika untuk mengetahui data berdistribusi normal, digunakan uji
Kolmogorov-Smirnov apabila jumlah sampel besar lebih dari 50, atau uji Shapiro-
Wilk untuk jumlah sampel kecil kurang dari atau sama dengan 50. Dari data
normalitas, jika distribusi data normal maka digunakan uji parametik sedangkan
jika data tidak terdistribusi normal digunakan uji nonparemetik.
Apabila data berdistribusi normal maka dipilih uji t berpasangan. Jika
tidak berdistribusi normal maka dipilih uji Wilcoxon. Apabila nilai significancy
(p<0,05) maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang bermakna antara
pengamatan 48 jam setelah pembuatan dan 30 hari setelah penyimpanan
(signifikan) demikian juga untuk perbedaan formula 1 dan formula 2 (Dahlan,
2009 ; Riwidikdo, 2010).
> shapiro.test(Dataset$dayasebar48jam) Shapiro-Wilk normality test data: Dataset$dayasebar48jam W = 0.9987, p-value = 0.996 > shapiro.test(Dataset$dayasebar30hari) Shapiro-Wilk normality test data: Dataset$dayasebar30hari W = 0.9966, p-value = 0.9884
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
Sig (p) > 0,05 berarti distribusi data normal
Sig (p) < 0,05 berarti distribusi data tidak normal
Melalui hasil uji normalitas Shapiro-wilk, diketahui bahwa data daya
sebar 48 jam dan daya sebar setelah penyimpanan 30 hari berdistribusi normal.
Sehingga dapat dilakukan analisis parametik uji t berpasangan untuk
membandingkan respon daya sebar 48 jam dan daya sebar setelah penyimpanan
30 hari.
1. Formula 1
Kesimpulan:
Nilai significancy 1 (p>0,05), artinya tidak terdapat perbedaan yang
bermakna antara daya sebar Formula 1 pada pengamatan 48 jam dan setelah
penyimpanan 30 hari (tidak signifikan).
Paired t-test data: Dataset$dayasebar48jamF1 and Dataset$dayasebar30HF1 t = 0, df = 2, p-value = 1 alternative hypothesis: true difference in means is not equal to 0 95 percent confidence interval: -0.1242069 0.1242069 sample estimates: mean of the differences 0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138
2. Formula 2
Kesimpulan:
Nilai significancy 0,6349 (p>0,05), artinya tidak terdapat perbedaan yang
bermakna antara daya sebar Formula 2 pada pengamatan 48 jam dan setelah
penyimpanan 30 hari (tidak signifikan)
3. Perbandingan daya sebar formula 1 dan formula 2
Paired t-test data: dayasebar$dayasebar48jFb and dayasebar$dayasebar30HFb t = 0.5547, df = 2, p-value = 0.6349 alternative hypothesis: true difference in means is not equal to 0 95 percent confidence interval: -0.09008957 0.11675623 sample estimates: mean of the differences 0.01333333
s.DayaSebar <- edit(as.data.frame(NULL))
> s.DayaSebar$peubah <- recode(s.DayaSebar$Formula,
+ '1="Formula 1"; 2=" Formula 2"; ', as.factor.result=TRUE)
> shapiro.test(s.DayaSebar$Dayasebar)
Shapiro-Wilk normality test
data: s.DayaSebar$Dayasebar
W = 0.7415, p-value = 0.01643 (distribusi data tidak normal)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
Melalui hasil uji normalitas Shapiro-wilk, diketahui bahwa data daya sebar
formula 1 dan daya formula 2 berdistribusi tidak normal. Sehingga dilakukan
analisis non parametik uji Mann Whitney (Wilcoxon dua sampel) untuk
membandingkan respon daya sebar formula 1 dan formula 2.
Kesimpulan:
Nilai significancy 0,07652 (p>0,05), artinya tidak terdapat perbedaan
rerata yang bermakna antara dua kelompok data. (tidak signifikan).
wilcox.test(Dayasebar ~ peubah, alternative="two.sided", data=s.DayaSebar)
Wilcoxon rank sum test with continuity correction
data: Dayasebar by peubah
W = 0, p-value = 0.07652 (tidak berbeda bermakna/tidak signifikan)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
Lampiran 12. Hasil analisis statistika pergeseran ukuran droplet menggunakan program R.2.9.0 Pergeseran ukuran droplet yang terjadi antara 48 jam setelah pembuatan
dan 30 hari setelah penyimpanan diamati menggunakan selisih nilai median (pada
48 jam dan 30 hari).
Uji statistika untuk mengetahui data berdistribusi normal, digunakan uji
Kolmogorov-Smirnov apabila jumlah sampel besar lebih dari 50, atau uji Shapiro-
Wilk untuk jumlah sampel kecil kurang dari atau sama dengan 50. Dari data
normalitas, jika distribusi data normal maka digunakan uji parametik sedangkan
jika data tidak terdistribusi normal digunakan uji nonparemetik.
Apabila data berdistribusi normal maka dipilih data uji t berpasangan. Jika
tidak berdistribusi normal maka dipilih uji Wilcoxon. Apabila nilai significancy
(p<0,05) maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang bermakna antara
pengamatan 48 jam setelah pembuatan dan 30 hari setelah penyimpanan
(signifikan) (Dahlan, 2009 ; Riwidikdo, 2010).
Sig (p) > 0,05 berarti distribusi data normal
Sig (p) < 0,05 berarti distribusi data tidak normal
> shapiro.test(Pergeseranukurandroplet$droplet48jam) Shapiro-Wilk normality test data: Pergeseranukurandroplet$droplet48jam W = 0.9993, p-value = 0.998 > shapiro.test(Pergeseranukurandroplet$droplet30hari) Shapiro-Wilk normality test data: Pergeseranukurandroplet$droplet30hari W = 0.9814, p-value = 0.9104
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
141
Melalui hasil uji normalitas Shapiro-wilk, diketahui bahwa data ukuran
droplet 48 jam dan daya sebar setelah penyimpanan 30 hari berdistribusi
normal. Sehingga dapat dilakukan analisis parametik uji t berpasangan untuk
membandingkan respon ukuran droplet 48 jam dan ukuran droplet setelah
penyimpanan 30 hari.
1. Formula 1
Kesimpulan:
Nilai significancy 0,3429 (p>0,05), artinya tidak terdapat perbedaan yang
bermakna antara ukuran droplet Formula 1 pada pengamatan 48 jam dan
setelah penyimpanan 30 hari (tidak signifikan).
T-test Paired t-test data: Pergeseranukurandroplet$droplet48jamF1 and Pergeseranukurandroplet$droplet30hariF1 t = 1.2328, df = 2, p-value = 0.3429 alternative hypothesis: true difference in means is not equal to 0 95 percent confidence interval: -1.020106 1.839439 sample estimates: mean of the differences 0.4096667
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
142
2. Formula 2
Kesimpulan:
Nilai significancy 0,4226 (p>0,05), artinya tidak terdapat perbedaan yang
bermakna antara ukuran droplet Formula 2 pada pengamatan 48 jam dan
setelah penyimpanan 30 hari (tidak signifikan).
3. Perbandingan pergeseran droplet formula 1 dan formula 2
Paired t-test data: Pergeseranukurandroplet$droplet48jamFb and Pergeseranukurandroplet$droplet30hariFb t = -1, df = 2, p-value = 0.4226 alternative hypothesis: true difference in means is not equal to 0 95 percent confidence interval: -0.5832918 0.3632918 sample estimates: mean of the differences -0.11
> pergeserandroplet <- edit(as.data.frame(NULL))
> pergeserandroplet$peubah <- recode(pergeserandroplet$formula,
+ '1="formula 1"; 2=" formula 2"; ', as.factor.result=TRUE)
> shapiro.test(pergeserandroplet$P.droplet)
Shapiro-Wilk normality test
data: pergeserandroplet$P.droplet
W = 0.8366, p-value = 0.1221 (distribusi data normal)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
143
Melalui hasil uji normalitas Shapiro-wilk, diketahui bahwa data pergeseran
ukuran droplet formula 1 dan formula 2 berdistribusi normal. Sehingga dapat
dilakukan analisis parametik uji t berpasangan untuk membandingkan respon
pergeseran ukuran droplet formula 1 dan formula 2.
Kesimpulan:
Nilai significancy 0,6266 (p>0,05), artinya tidak terdapat perbedaan
rerata yang bermakna antara dua kelompok data. ( tidak signifikan).
> t.test(P.droplet~peubah, alternative='two.sided', conf.level=.95,
+ var.equal=FALSE, data=pergeserandroplet)
Welch Two Sample t-test
data: P.droplet by peubah
t = -0.5263, df = 3.994, p-value = 0.6266 (data berbeda tidak bermakna/tidak signifikan))
alternative hypothesis: true difference in means is not equal to 0
95 percent confidence interval:
-4.930887 3.360220
sample estimates:
mean in group formula 2 mean in group formula 1
1.075333 1.860667
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
144
Lampiran 13. Hasil analisis statistik pergeseran viskositas menggunakan program R.2.9.0
Pergeseran viskositas yang terjadi antara 48 jam setelah pembuatan dan 30
hari setelah penyimpanan diamati. kemudian dibandingkan antara formula 1
dengan formula 2. Uji statistika untuk mengetahui data berdistribusi normal,
digunakan uji Kolmogorov-Smirnov apabila jumlah sampel besar lebih dari 50,
atau uji Shapiro-Wilk untuk jumlah sampel kecil kurang dari atau sama dengan
50. Dari data normalitas, jika distribusi data normal maka digunakan uji parametik
sedangkan jika data tidak terdistribusi normal digunakan uji nonparemetik.
Apabila data berdistribusi normal maka dipilih uji t berpasangan. Jika
tidak berdistribusi normal maka dipilih uji Wilcoxon. Apabila nilai significancy
(p<0,05) maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang bermakna antara
pengamatan 48 jam setelah pembuatan dan 30 hari setelah penyimpanan
(signifikan) (Dahlan, 2009 ; Riwidikdo, 2010).
Sig (p) > 0,05 berarti distribusi data normal
Shapiro-Wilk normality test data: pergeseranviskositas$viskositas48jam W = 0.8448, p-value = 0.2097 > shapiro.test(pergeseranviskositas$viskositas30hari) Shapiro-Wilk normality test data: pergeseranviskositas$viskositas30hari W = 0.8445, p-value = 0.2088
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
145
Sig (p) < 0,05 berarti distribusi data tidak normal
Melalui hasil uji normalitas Shapiro-wilk, diketahui bahwa data
viskositas 48 jam dan viskositas setelah penyimpanan 30 hari berdistribusi
normal. Sehingga dapat dilakukan analisis parametik uji t berpasangan untuk
membandingkan respon daya sebar 48 jam dan daya sebar setelah penyimpanan
30 hari.
1. Formula 1
Kesimpulan:
Nilai significancy 0,5943 (p>0,05), artinya tidak terdapat perbedaan yang
bermakna antara viskositas Formula 1 pada pengamatan 48 jam dan setelah
penyimpanan 30 hari (tidak signifikan).
Paired t-test data: pergeseranviskositas$viskositas48jF1 and pergeseranviskositas$viskositas30hF1 t = -0.6278, df = 2, p-value = 0.5943 alternative hypothesis: true difference in means is not equal to 0 95 percent confidence interval: -0.2879619 0.2146286 sample estimates: mean of the differences -0.03666667
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
146
2. Formula 2
Kesimpulan:
Nilai significancy 0,7418 (p>0,05), artinya tidak terdapat perbedaan yang
bermakna antara daya sebar Formula 2 pada pengamatan 48 jam dan setelah
penyimpanan 30 hari (tidak signifikan).
4. Perbandingan pergeseran viskositas formula 1 dan formula 2
Paired t-test data: Pergeseranviskositas$viskositas48jFb and Pergeseranviskositas$viskositas30hFb t = 0.378, df = 2, p-value = 0.7418 alternative hypothesis: true difference in means is not equal to 0 95 percent confidence interval: -0.3461250 0.4127916 sample estimates: mean of the differences 0.03333333
> viskositanpergeser <- edit(as.data.frame(NULL)
> viskositanpergeser$peubah <- recode(viskositanpergeser$formula,
+ '1="formula 1"; 2="formula 2"; ', as.factor.result=TRUE)
> shapiro.test(viskositanpergeser$var2)
Shapiro-Wilk normality test
data: viskositanpergeser$var2
W = 0.842, p-value = 0.1355 (distribusi data normal)
> t.test(var2~peubah, alternative='two.sided', conf.level=.95,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
147
Melalui hasil uji normalitas Shapiro-wilk, diketahui bahwa data daya sebar
formula 1 dan daya formula 2 berdistribusi normal. Sehingga dilakukan analisis
parametik uji t tidak berpasangan (sampel saling bebas) untuk membandingkan
respon pergeseran viskositas formula 1 dan formula 2
Kesimpulan:
Nilai significancy 0,2151 (p>0,05), artinya tidak terdapat perbedaan
rerata yang bermakna antara dua kelompok data. (tidak signifikan).
Welch Two Sample t-test
data: var2 by peubah
t = 1.7156, df = 2.234, p-value = 0.2151 (data tidak berbeda bermakna/ tidak signifikan)
alternative hypothesis: true difference in means is not equal to 0
95 percent confidence interval:
-0.5641216 1.4507883
sample estimates:
mean in group formula 1 mean in group formula 2
0.8800000 0.4366667
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
148
Lampiran 14. Hasil analisis statistika pemisahan fase menggunakan program R.2.9.0 Pemisahan fase dihitung setelah penyimpanan 30 hari.Uji statistika untuk
mengetahui data berdistribusi normal, digunakan uji Kolmogorov-Smirnov
apabila jumlah sampel besar lebih dari 50, atau uji Shapiro-Wilk untuk jumlah
sampel kecil kurang dari atau sama dengan 50. Dari data normalitas, jika
distribusi data normal maka digunakan uji parametik sedangkan jika data tidak
terdistribusi normal digunakan uji nonparemetik.
Apabila data berdistribusi normal maka dipilih data uji t berpasangan. Jika
tidak berdistribusi normal maka dipilih uji Wilcoxon. Apabila nilai significancy
(p<0,05) maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang bermakna antara
pengamatan 48 jam setelah pembuatan dan 30 hari setelah penyimpanan
(signifikan) (Dahlan, 2009 ; Riwidikdo, 2010)
> pemisahanfaseDataset <- edit(as.data.frame(NULL))
> persenDataset$peubah <- recode(persenDataset$formula,
+ '1="formula 1"; 2="formula 2"; ', as.factor.result=TRUE)
> shapiro.test(persenDataset$var2)
Shapiro-Wilk normality test
data: persenDataset$var2
W = 0.7013, p-value = 0.006373 (distribusi data tidak normal)
tapply(persenDataset$var2, persenDataset$peubah, median, na.rm=TRUE)
formula 1 formula 2
0.4 0.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
149
Melalui hasil uji normalitas Shapiro-wilk, diketahui bahwa data pergeseran
ukuran droplet formula 1 dan formula 2 berdistribusi tidak normal. Sehingga
dilakukan analisis non parametik uji Mann Whitney (Wilcoxon dua sampel) untuk
membandingkan respon daya sebar formula 1 dan formula 2
Kesimpulan:
Nilai significancy 0,1967 (p>0,05), artinya tidak terdapat perbedaan
rerata yang bermakna antara dua kelompok data. (tidak signifikan).
wilcox.test(var2 ~ peubah, alternative="two.sided", data=persenDataset)
Wilcoxon rank sum test with continuity correction
data: var2 by peubah
W = 7.5, p-value = 0.1967 (data berbeda tidak bermakna/tidak signifikan)
alternative hypothesis: true location shift is not equal to 0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
150
Lampiran 14. Dokumentasi
Isolat bakteri bau badan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
151
Deodoran ekstrak etanol daun beluntas
Uji daya sebar
Formula 1 Formula 2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
152
Uji Viskositas
Uji Mikromeritik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
153
BIOGRAFI PENULIS
Penulis skripsi yang berjudul “Perbedaan Sifat Fisik dan
Stabilitas Fisik Deodoran Ekstrak Etanol Daun Beuntas
(Pluchea indica L.) dengan Variasi Jumlah Sorbitan
Monostearate sebaga Emulsifying Agent” ini memiliki
nama lengkap Ananda Siwi Lesmana. Penulis skripsi
lahir di Samarinda pada tanggal 6 Januari 1990 sebagai
anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak
Ignatius Mulyantoro Siwi dan Ibu Maria] Anace Wowor, memiliki seorang adik
perempuan bernama Maria Monika Wardoyo. Penulis telah menempuh
pendidikan di TK Materdei Marsudirini Yogyakarta pada tahun 1995, lalu
melanjutkan pendidikan di SD Marsudirini Yogyakarta pada tahun 1996-2002.
Penulis melanjutkan pendidikan menengah di SMP Maria Immaculata Yogyakarta
pada tahun 2002-2005 dan SMA Kolese de Britto Yogyakarta pada tahun 2005-
2008. Pada tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan
tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma pada tahun 2008-2012.
Selama masa kuliah, penulis pernah menjadi asisten Pratikum Semi Solid Liquid
(2011), Pratikum Sediaan Solid (2012), dan Pratikum Mikrobiologi (2012). Selain
itu, penulis aktif dalam berbagai kegiatan kampus antara lain sebagai redaktur
Pharmaholic 2008-2009, Kesekretariatan Titrasi 2009 dan Steering Comite Titrasi
2010. Penulis pernah menjabat sebagai Ketua DPMF Fakultas Farmasi periode
2011-2012 dan staff Humas Universitas Sanata Dharma angkatan 2012
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI