plagiat merupakan tindakan tidak terpuji - core.ac.uk · gajahmada dan limabelas prajurit...
TRANSCRIPT
BENTUK-BENTUK KEPAHLAWANAN PRAJURIT BHAYANGKARA
SAAT MEMADAMKAN PEMBERONTAKAN RA KUTI
DALAM NOVEL GAJAHMADA KARYA LANGIT KRESNA HARIADI
TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
Petrus Seno Wibowo
NIM : 054114010
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2011
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
BENTUK-BENTUK KEPAHLAWANAN PRAJURIT BHAYANGKARA
SAAT MEMADAMKAN PEMBERONTAKAN RA KUTI
DALAM NOVEL GAJAHMADA KARYA LANGIT KRESNA HARIADI
TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
Petrus Seno Wibowo
NIM : 054114010
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2011
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini Prasasti
Bagi jiwa sesawi
Bagi hati sendiri yang senantiasa menanti sepi di lobang manusiawi
Skripsi ini Prasasti
Puji kidung mazmur Ilahi
Dwiandhesti penguasa nurani
Dan
Nostalgia dalam famili
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
MOTTO
LAUS DEO
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berudul “Bentuk-bentuk
Kepahlawanan Prajurit Bhayangkara Saat Memadamkan Pemberontakan Ra Kuti
dalam Novel Gajahmada Karya Langit Kresna Hariadi Tinjauan Sosiologi Sastra” ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaiman layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 10 September 2011
Penulis,
(Petrus Seno Wibowo)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah
Untuk Kepentingan Akademis
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
NAMA : Petrus Seno Wibowo
NIM : 054114010
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul BENTUK-BENTUK KEPALAWANAN PRAJURIT BHAYANGKARA SAAT MEMADAMKAN PEMBERONTAKAN RA KUTI DALAM NOVEL GAJAHMADA KARYA LANGIT KRESNA HARIADI TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA, beserta perangkat yang diperlukan.
Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media yang lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 10 Oktober 2011
Yang menyatakan,
Petrus Seno Wibowo
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
Wibowo, Petrus Seno. 2011. Bentuk-bentuk Kepahlawanan Prajurit Bhayangkara Saat Memadamkan Pemberontakan Ra Kuti Dalam Novel Gajahmada Karya Langit Kresna Hariadi Tinjauan Sosiologi Sastra. Skripsi Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan tokoh dan penokohan para prajurit Bhayangkara yang berjasa memadamkan pemberontakan Ra Kuti dalam novel Gajahmada karya Langit Kresna Hariadi. (2) mendeskripsikan bentuk-bentuk kepahlawanan prajurit Bhayangkara yang berjasa memadamkan pemberontakan Ra Kuti dalam novel Gajahmada karya Langit Kresna Hariadi. Bentuk kepahlawanan prajurit Bhayangkara akan dianalisis dan dideskripsikan dengan metode deskriptif analisis. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan struktural dan sosiologi sastra. Para Bhayangkara yang menyertai Gajahmada antara lain Lembu Pulung, Panjang Sumprit, Jayabaya, Risang Panjer Lawang, Mahisa Kingkin, Pradhabasu, Lembang Laut, Riung Samudra, Panji Saprang, Mahisa Geneng, Gajah Pradamba, Singa Parepen, Macan Liwung, dan Gagak Bongol. Tokoh dan penokohan para prajurit Bhayangkara dianalisis dengan pendekatan struktural. Gajahmada dan limabelas prajurit Bhayangkara yang berjasa dalam mengatasi pemberontakan Ra Kuti harus melalui beragam kesulitan hingga melahirkan bentuk kepahlawanan. Bentuk kepahlawanan yang muncul antara lain (1) penyelamatan Jayanegara. Tindakan tanggap darurat oleh Gajahmada menjadi awal langkah penyelamatan Jayanegara. Gajahmada yang mendapat informasi tentang pemberontakan Ra Kuti segera menyusun langkah-langkah menghadapi pemberontakan. Lembu Pulung, Panjang Sumprit, Jayabaya, dan Kartika Sinumping mendapat tugas menyelamatkan Sekar Kedaton keluar dari keraton. Sementara itu Lembang Laut melacak keberadaan pemberontak sebagai langkah awal menangkal langkah para pemberontak. Bentuk kepahlawanan yang ke (2) adalah pelarian Jayanegara. Pelarian Jayanegara keluar dari kotaraja dijalankan dengan siasat Gajahmada. Bhayangkara yang lain menjadi umpan para penjaga gerbang sedangkan Jayanegara sendiri dikawal Gajahmada. Langkah ini adalah antisipasi manuver pemberontak di tubuh Bhayangkara. Dalam pelarian ini, Jayanegara sempat berada dalam keadaan hampir terbunuh, tetapi kecerdasan dan olah kanuragan para Bhayangkara berhasil menyelamatkan nyawa Jayanegara, meskipun harus ditukar dengan nyawa Mahisa Kingkin dan Risang Panjer Lawang yang gugur. Bentuk Kepahlawanan (3) adalah serangan balik prajurit Bhayangkara. Serangan balik dipersiapkan oleh Kartika Sinumping. Persiapan awal adalah membuat terowongan yang tembus ke bilik Ra Kuti sebagai jalan penyergapan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
Bentuk-bentuk kepahlawanan tersebut sekaligus menjadi kesimpulan dalam penelitian ini. Bentuk kepahlawanan prajurit Bhayangkara menjadi panutan dalam perkembangan rasa nasionalisme bangsa Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
ABSTRACT
Wibowo, Petrus Seno. 2011. The Patriotism Figure of Bhayangkara Armies in Defeating the Insurrection of Ra Kuti as Seen in Langit Kresna Hariadi’s Gajahmada. A Literary of Sociological Approach. A Thesis. Indonesian Letters Study Program, Indonesian Letters Department, Faculty of Letters, Sanata Dharma University, Yogyakarta.
This study is aimed to (1) describe the character and characterization of Bhayangkara armies who had been responsible to conquer Ra Kuti’s mutiny as seen in Langit Kresna Hariadi’s Gajahmada. (2) describe the patriotism figures of Bhayangkara armies who had been responsible to conquer Ra Kuti’s mutiny as seen in Langit Kresna Hariadi’s Gajahmada. The writer chooses descriptive analysis method as the purpose to analyze and describe the patriotism figures. The writer uses structural and literary sociological approach in this study.
The Bhayangkara armies who accompanied Gajahmada were Lembu Pulung, Panjang Sumprit, Jayabaya, Risang Panjer Lawang, Mahisa Kingkin, Pradhabasu, Lembang Laut, Riung Samudra, Panji Saprang, Mahisa Geneng, Gajah Pradamba, Singa Parepen, Macan Liwung, dan Gagak Bongol. The writer applies structural approach to analyze the character and characterization of Bhayangkara armies.
Gajahmada and the fifteen Bhayangkara armies who had been responsible for conquering Ra Kuti’s mutiny had to tackle so many obstacles that revealing patriotism figures. The exposing patriotism figures are (1) Jayanegara’s redemption. Gajahmada’s emergency response became the beginning step to redeem Jayanegara. Gajahmada who got some information about Ra Kuti’s insurrection immediately arranged the strategies to be up against the redemption. Lembu Pulung, Panjang Sumprit, Jayabaya, dan Kartika Sinumping were responsible to get Sekar Kedaton out of the Palace. Meanwhile, Lembang Laut traced the mutineer’s existence as the first step to handle them. (2) Jayanegara’s refugee. Jayanegara’s refugee to be out of the palace was organized by Gajahmada’s strategy. The step was such maneuver anticipation for mutineer in Bhayangkara corpse. In the refugee, Jayanegara had almost been killed but because of Bhayangkara’s intelligence and martial art, the armies succeeded to save Jayanegara’s life although it had to be changed to the death of Mahisa Kingkin and Risang Panjer Lawang. (3) Patriotism Figure. Patriotism Figure was a counterattack from Bhayangkara armies. It was prepared by Kartika Sinumping. The beginning preparation was constructing a tunnel that was connected to Ra Kuti’s room as an assault to him.
Those patriotism figures become the conclusion of the study. Bhayangkara’s patriotism figures become guidance on the development of Indonesian nationalism.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
KATA PENGANTAR
Mazmur pujian penulis kumandangkan kepada Gusti Kang Murbeng Dumadi
berkat rampungnya skripsi ini. penulis menyelesaikan penelitian ini dengan banyak
kekurangan karena keterbatasan pemulis sebagai manusia. Oleh karena itu, segala
kritik dan masukan penulis harapkan. Penelitian ini tidak terlepas dari susah payah
dan kontribusi banyak pihak. Untuk itu penulis secara rendah hati menghaturkan
ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Drs. B. Rahmanto, M.Hum selaku pembimbing I. Terima kasih pak,
atas waktu dan sumbang pemikiran yang bapak berikan kepada penulis.
2. Ibu Susilawati Endah Peni Adji, S.S., M.Hum selaku pembimbing II. Tak
cukup penulis ucapkan terima kasih atas kritik dan waktu yang Ibu luangkan.
3. Bapak Drs. Hery Antono, M.Hum selaku Kepala Program Studi Sastra
Indonesia dan pembimbing akademik angkatan 2005. Terima kasih atas
perhatian dan kritik cerdas khas Bapak.
4. Bapak Dr. I. Praptomo Baryadi, M. Hum selaku Dekan Fakultas Sastra.
Terima kasih atas bimbingan Bapak selama perkuliahan yang penulis nikmati.
5. Dosen-dosen di Prodi Sastra Indonesia. Bu Tjandra, Pak Ari, Pak Yapi, dan
Pak Santoso.
6. Segenap keluarga besar Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Staf
Sekretariat Prodi Sastra Indonesia dan Perpustakaan Sanata Dharma yang
selama ini bersusah payah mendukung penulis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
7. Kedua orangtua yang selama ini cukup kewalahan mengikuti kegilaan penulis.
8. Mbak Dessy. Kakak seperjuangan. Jangan lelah memperjuangkan ide.
9. Mas Prim di Sanggar Buku Srigunting. Terima kasih banyak atas
penggambaran Bhayangkara yang dramatis.
10. Mas Alvez di Galang Press. Surat sakti dalam perjalanan.
11. Mas Yudhistira, editor andalan Intan Pariwara. Folktale ini skripsi lho Mas.
12. Bapak Langit Kresna Hariadi, penulis novel GAJAHMADA. Terima kasih
banyak atas korespondensi dan masukan selama penulisan berlangsung.
13. Teman-teman penyumbang ide dan pasukan cuci gudang. Doan, Emak, Dista
Unyu, Tri Uyye, dan Mas Icak.
14. Corey Taylor. Terima kasih atas teriakan-teriakan lantang tentang arti
manusia.
15. Dwiandhesti, penguasa relung hati. Terima kasih untuk hari-hari penuh gairah
ide dan nuansa British.
16. Berjuta ungkapan sembah terima kasih kepada manusia-manusia pengisi jalan
setapak penulis. Prasasti ini untuk kalian.
Penulis berharap, penelitian ini dapat mendapat tempat di dalam proses
tumbuh dan berkembangnya sastra Indonesia. Kesalahan penulisan, baik yang
disengaja dan tidak disengaja, tidak terlepas dari kekurangan penulis. Mohon maaf.
Selamat berpetualang.
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL……………………………………………………….. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………. ii
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………… iii
PERSEMBAHAN…………………………………………………………. iv
HALAMAN MOTTO……………………………………………………... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…………………….. vi
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH…………. vii
ABSTRAK…………………………………………………………………… viii
ABSTRACT…………………………………………………………………. x
KATA PENGANTAR………………………………………………………. xi
DAFTAR ISI………………………………………………………………… xiii
DAFTAR TABEL…………………………………………………………... xvii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………..... 5
1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………………….. 6
1.4 Manfaat Penelitian………………………………………………………… 6
1.5 Tinjauan Pustaka………………………………………………………….. 6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
1.6 Landasan Teori……………………………………………………………. 7
1.7 Metode Penelitian………………………………………………………… 11
1.8 Sistematika Penyajian…………………………………………………….. 13
BAB II TOKOH DAN PENOKOHAN PRAJURIT BHAYANGKARA
YANG BERJASA MEMADAMKAN PEMBERONTAKAN RA KUTI…. 14
2.1 Gajahmada……………………………………………………………….. 16
2.2 Gagak Bongol……………………………………………………………. 24
2.3 Lembang Laut……………………………………………………………. 31
2.4 Pradhabasu……………………………………………………………….. 34
2.5 Lembu Pulung……………………………………………………………. 36
2.6 Panjang Sumprit…………………………………………………………. 37
2.7 Jayabaya………………………………………………………………….. 37
2.8 Kartika Sinumping……………………………………………………….. 38
2.9 Gajah Pradamba………………………………………………………….. 39
2.10 Macan Liwung………………………………………………………….. 40
2.11 Gajah Geneng…………………………………………………………… 42
2.12 Riung Samudra…………………………………………………………. 43
2.13 Mahisa Kingkin…………………………………………………………. 44
2.14 Risang Panjer Lawang…………………………………………………… 46
2.15 Singa Parepen…………………………………………………………… 48
2.16 Panji Saprang………………………………………………………........ 49
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
BAB III BENTUK-BENTUK KEPAHLAWANAN PRAJURIT BHAYANGKARA
SAAT MEMADAMKAN PEMBERONTAKAN RA KUTI
DALAM NOVEL GAJAHMADA KARYA LANGIT KRESNA HARIADI… 54
3.1 Penyelamatan Jayanegara…………………………………………………… 56
3.1.1 Tindakan Tanggap Darurat oleh Gajahmada……………………………… 56
3.1.2 Bentuk Kepahlawanan Bhayangkara Lembu Pulung, Panjang Sumprit,
Jayabaya, dan Kartika Sinumping Saat Menyelamatkan Sekar Kedaton… 63
3.1.3 Lembang Laut Melacak Keberadaan Pemberontak………………………. 64
3.1.4 Jalannya Peperangan Antara Temenggung Banyak Sora dengan Temenggung
Pujut Luntar................................................................................................ 66
3.1.5 Gajahmada dan Bhayangkara Mengungsikan Jayanegara…………………. 70
3.2 Pelarian Jayanegara…………………………………………………………. 72
3.2.1 Siasat Gajahmada Mengecoh Pasukan Pengejar………………………….. 72
3.2.2 Gajahmada Menyelamatkan Jayanegara Keluar dari Kotaraja……………. 75
3.2.3 Gagak Bongol Memimpin Para Bhayangkara Kembali ke Kotaraja……… 77
3.2.4 Lembang Laut dan Gagak Bongol Menyelamatkan Mapatih Arya Tadah dari
Penjara……………………………………………………………………. 80
3.2.5 Bhayangkara Menunjukkan Rasa Kemanusiaan………………………….. 82
3.2.6 Gajahmada Selamatkan Jayanegara Saat Terkepung di Ladang Jagung
Kabuyutan Mojoagung…………………………………………………… 85
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
3.2.7 Bhayangkara dengan Berani Menyerang Pasukan Pemberontakan di Ladang
Jagung Kabuyutan Mojoagung…………………………………………… 90
3.2.8 Siasat Gajahmada Mengecoh Mata-mata Ra Kuti……………………….. 93
3.3 Serangan Balik Prajurit Bhayangkara………………………………………. 93
3.3.1 Kartika Sinumping Persiapkan Serangan Balik………………………….. 94
3.3.2 Pradhabasu dan Gajahmada Membongkar Penyamaran Mata-mata Ra Kuti 95
3.3.3 Kartika Sinumping Bergerilya……………………………………………. 101
3.3.4 Serangan Balik Bhayangkara…………………………………………….. 105
BAB IV PENUTUP………………………………………………………… 110
4.1 Kesimpulan……………………………………………………………… 110
4.2 Saran…………………………………………………………………….. 115
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….. 116
BIOGRAFI PENULIS……………………………………………………... 118
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
DAFTAR TABEL
TABEL KESIMPULAN TOKOH DAN PENOKOHAN PRAJURIT 50
BHAYANGKARA
TABEL KESIMPULAN BENTUK-BENTUK KEPAHLAWANAN 108
PRAJURIT BHAYANGKARA SAAT MEMADAMKAN
PEMBERONTAKAN
RA KUTI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sastra pada dasarnya adalah hasil cipta karya manusia yang memaparkan
tentang hidup dan kehidupannya (Damono, 1987 : 1). Dalam usaha memaparkan
dan menggambarkan kehidupan manusia, seringkali karya sastra menggunakan
simbol-simbol atau penggambaran akan sesuatu sehingga pesan yang ingin
disampaikan menjadi kabur.
Manusia dalam lingkup ini disebut pengarang. Lahirnya karya sastra adalah
buah dari pengarang. Pengarang sebagai anggota masyarakat menggambarkan
karya sastranya sedemikian rupa serupa dengan masyarakat. Dengan kata lain,
masyarakat mempengaruhi karya sastra.
Di dalam masyarakat, seringkali terjadi kejadian-kejadian yang menjadi
lahan inspirasi bagi penulis. Kejadian-kejadian tersebut terjadi dalam berbagai
bentuk, misalnya tragedi, perubahan kondisi politik, konflik sosial masyarakat
hingga konflik negara seperti makar atau pemberontakan.
Salah satu karya sastra yang menggambarkan konflik negara adalah novel
Gajahmada karya Langit Kresna Hariadi selanjutnya disebut LKH. Novel ini
bercerita tentang kerajaan Majapahit yang merupakan kerajaan terbesar di
Nusantara. Dalam perjalanan sejarahnya, kerajaan Majapahit mengalami berbagai
macam pergolakan dalam bentuk pemberontakan. Salah satunya yang paling
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
berdarah adalah pemberontakan para Dharmaputra Winehsuka yang dipimpin Ra
Kuti.
Pemberontakan Ra Kuti didasari rasa tidak puas terhadap Lembu Anabrang
yang mendapat penghargaan lebih tinggi dari Jayanegara. Penghargaan tersebut
didapat setelah Ra Kuti dan Lembu Anabrang bahu-membahu menumpas
pemberontakan Sorandaka. Ra Kuti yang merasa lebih berjasa merasa kecewa
hingga akhirnya ia memutuskan mengangkat senjata untuk menggulingkan
Jayanegara.
Dalam usaha pemberontakannya, Ra Kuti dan para Dharmaputra Winehsuka
merangkul Temenggung Pujut Luntar, pimpinan pasukan Jala Rananggana karena
tidak mempunyai pasukan. Temenggung Pujut Luntar adalah seorang temenggung
yang tamak dan sombong sehingga Ra Kuti tanpa kesulitan membujuk
Temenggung Pujut Luntar untuk memberontak. Sikap tersebut diperjelas dengan
perkataan Gajahmada sebagai berikut.
(1) “Kini aku mendapat gambaran. Para Dharmaputra Winehsuka yang mendalangi rencana pemberontakan itu. Para Rakrian Winehsuka mengajak Temenggung Pujut Luntar. Dengan janji-janji tertentu, mungkin jabatan yang tinggi, Rakrian Temenggung Pujut Luntar bersedia bergabung….” (Gajahmada, 2004 : 42).
Upaya pemberontakan akan dilaksanakan pada saat pagi hari menjelang
atau waktu subuh, saat sebagain besar orang sedang lelap tertidur. Rencana
tersebut sungguh rencana yang cerdik dengan kemungkinan berhasil cukup tinggi,
mengingat kewaspadaan manusia akan turun saat pagi menjelang. Namun, ada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
beberapa orang yang mampu membaca tanda-tanda alam, yang dengan
kemampuannya tersebut dapat memperkirakan hal buruk yang akan terjadi.
Orang-orang tersebut antara lain Ki Dipo Rumi dan Wongso Banar. Kedua
orang tua tersebut adalah kawula Majapahit yang telah melewati berbagai
kejadian sepanjang usianya, sehingga pengalamannya menjadikan mereka peka
akan tanda-tanda alam. Perhatikan kutipan berikut.
(2) Ki Dipo Rumi dan Wongso Banar rupanya memiliki perbendaharaan pengetahuan yang langka yang tidak dimiliki orang pada umumnya. Bahwa kemunculan bintang kemukus merupakan isyarat yang tidak baik, hal itu sudah diketahui orang banyak. Namun, bahwa munculnya kabut dengan angin deras tak berhujan, hanya orang tertentu yang menandai kejadian aneh seperti itu. Apalagi sehari sebelumnya ketika langit terlihat bersih, tampak bintang kemukus dengan ekornya yang memanjang gemerlapan.” (Gajahmada, 2004 : 9).
Bahkan gejala alam yang dibaca kedua orang tua tersebut sebagai pertanda
buruk diperjelas oleh kata-kata Ki Wongso Banar.
(3) “Apa yang terjadi ini seperti pengualangan atas apa yang pernah terjadi pada masa silam. Sehari menjelang perang besar yang terjadi antara tumapel di bawah kendali Ken Arok melawan Kediri di bawah Kertajaya, terjadi keganjilan seperti ini. Kabut tebal dan badai melintas di malam saat langit sedang berhias kemukus, seolah menjadi pertanda khusus akan adanya perang yang meminta banyak korban.” (Gajahmada, 2004 : 9)
Selain Ki Dipo Rumi dan Ki Wongso Banar, ternyata ada lagi seorang tua
yang merasakan keganjilan. Mapatih Arya Tadah orangnya. Setelah mengamati
tanda-tanda alam, sampailah Mapatih Tadah pada kesimpulan.
(4) Mapatih Tadah yang telah sampai pada sebuah kesimpulan berdesir tajam. Mapatih Tadah yang telah banyak mengenyam asam garam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
kehidupan serta mumpuni dalam membaca tanda-tanda alam, tidak bisa menutupi rasa cemasnya. Arya Tadah menjadi tambah gelisah oleh kenangan terhadap tanda-tanda yang muncul di saat terjadi peristiwa-peristiwa besar. Malam menjelang kematian Ken Dedes misalnya, badai dan kabut tebal bahkan menyapu seluruh negeri. Ribuan bahkan jutaan ekor kunang-kunang beterbangan menjadikan suasana bertambah keruh, membingungkan, dan mengundang cemas siapa pun. Esok harinya, semua orang menemukan jawabannya ketika prajurit berkuda membacakan wara-wara di pasar-pasar dan di tempat-tempat ramai…” (Gajahmada, 2004 : 13)
Berkat ketajaman kewaspadaan Mapatih Arya Tadah, pihak kerajaan dapat
mempersiapkan pengamanan untuk raja dan para kerabat keraton. Kegelisahan
Mapatih Arya Tadah dibagikan kepada Gajahmada, seorang bekel prajurit yang
meskipun masih muda telah dipercaya memimpin sebuah pasukan. Pasukan yang
kecil, terdiri dari tidak lebih dari 20 prajurit, tetapi mempunyai kelebihan dalam
bidang olah kanuragan, olah pikir dan dedikasi dibanding prajurit-prajurit lain di
Majapahit. Pasukan tersebut disebut Bhayangkara.
(4) Pasukan Bhayangkara adalah pasukan pengawal istana, lapis terakhir yang menjadi tameng hidup bagi raja serta segenap keluarganya. Itu sebabnya, prajurit Bhayangkara disaring dari prajurit pilihan dan digembleng secara khusus. Secara pribadi masing-masing anggota pasukan khusus memiliki kemampuan yang mendebarkan karena daya tahannya dalam menghadapi keadaan sesulit apa pun yang amat tinggi. Apalagi, perannya sebagai pasukan sandi, tidak ada beteng serapat apa pun yang tidak bisa ditembusnya. Patih Tadah yang memiliki gagasan untuk membentuk pasukan itu telah mensyaratkan kemampuan beladiri yang tinggi bagi mereka yang ingin menjadi bagian dari pasukan itu. Itu sebabnya, setiap anggota pasukan khusus berlatar belakang kemampuan olah kanuragan beragam. (Gajahmada, 2004 : 15).
Dari kutipan (4), dapat dibayangkan kemampuan para prajurit
Bhayangkara yang kelak dengan sigap, menyelamatkan raja dan pada akhirnya
mengembalikan Jayanegara ke singgasananya. Tindakan penyelamatan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
penggulingan Ra Kuti merupakan tindakan luar biasa yang dikategorikan sebagai
tindakan kepahlawanan.
Sepak terjang prajurit Bhayangkara saat memadamkan pemberontakan Ra
Kuti tertuang dalam novel Gajahmada karya Langit Kresna Hariadi
membangkitkan ketertarikan peneliti untuk meneliti. Ketertarikan tersebut timbul
karena dalam literatur yang peneliti temukan tidak menceritakan dengan jelas
sepak terjang prajurit Bhayangkara sewaktu pemberontakan Ra Kuti pecah. Ada
beberapa literatur yang peneliti temukan, antara lain novel Gajahmada :
Menangkis Pemberontakan Ra Kuti karya Gamal Komandoko, novel Gajahmada
: Pahlawan Persatuan Nusantara karya Muhammad Yamin dan Sejarah Raja-
raja Jawa karya Purwadi. Beberapa literatur tersebut tidak menceritakan sepak
terjang prajurit Bhayangkara secara jelas, namun fokus kepada tokoh Gajahmada.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pahlawan mengandung dua
pengertian pokok. Pokok pertama, yaitu orang yang menonjol karena keberanian
dan pengorbanannya dalam membela kebenaran. Pokok kedua adalah pejuang
yang gagah berani. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kepahlawanan adalah
perihal sifat kepahlawanan seperti keberanian, keperkasaan, kerelaan berkorban,
dan kesatria (2005 : 811). Arti kata kepahlawanan itulah yang menjadi dasar
ketertarikan peneliti untuk mengkaji lebih mendalam.
Bentuk kepahlawanan tercermin lewat tokoh dan penokohan. Unsur
intrinsik tokoh dan penokohan para prajurit Bhayangkara merupakan gambaran
dasar bentuk-bentuk kepahlawanan yang dimiliki oleh manusia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
Bentuk kepahlawanan yang ditunjukkan oleh para prajurit Bhayangkara
lahir karena keadaan sosial yang mereka hadapi saat pemberontakan Ra Kuti
pecah. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, peneliti akan menggunakan kajian
sosiologi sastra. Selain itu, karya sastra yang demikian juga menunjukkan
hubungan yang erat dengan masyarakat sehingga sangat tepat jika menggunakan
kajian tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
1.2.1 Bagaimanakah deskripsi tokoh dan penokohan para prajurit Bhayangkara
yang berjasa memadamkan pemberontakan Ra Kuti dalam novel
Gajahmada karya Langit Kresna Hariadi?
1.2.2 Bagaimanakah deskripsi bentuk kepahlawanan prajurit Bhayangkara yang
berjasa memadamkan pemberontakan Ra Kuti dalam novel Gajahmada
karya Langit Kresna Hariadi?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut :
1.3.1 Mendeskripsikan tokoh dan penokohan para prajurit Bhayangkara yang
berjasa memadamkan pemberontakan Ra Kuti dalam novel Gajahmada karya
Langit Kresna Hariadi.
1.3.2 Mendeskripsikan bentuk kepahlawanan prajurit Bhayangkara yang berjasa
memadamkan pemberontakan Ra Kuti dalam novel Gajahmada karya
Langit Kresna Hariadi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat hasil penelitian ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu manfaat
praktis dan manfaat teoretis. Manfaat teoretis penelitian ini adalah sebagai contoh
penerapan teori sosiologi sastra dalam menganalisis sebuah novel. Manfaat praktis
yang muncul dari hasil penelitian ini adalah memberikan sumbangan usaha
pengkajian novel yang ditinjau dari sudut pandang sosiologi sastra dan menjadi
inspirasi bagi masyarakat tentang bentuk-bentuk kepahlawanan manusia.
1.5 Tinjauan Pustaka
Bahtiar dalam MegaBlog (2006) membahas novel Gajahmada karya
Langit Kresna Hariadi. Bahasan yang berjudul “Misteri di Balik Pemberontakan
Ra Kuti” lebih banyak bercerita tentang Ra Kuti dan kelemahan
pemberontakannya. Bahtiar juga menambahkan bahwa Gajahmada dan para
Bhayangkara berhasil menumpas pemberontakan Ra Kuti tanpa ada penjelasan
lebih lanjut.
Yulian dalam blognya “Jay adalah Yulian” (2005) membahas novel
Gajahmada karya Langit Kresna Hariadi dengan judul Langit Kresna Hariadi :
Gajahmada. Yulian berpendapat bahwa membaca cerita novel Gajahmada ini
seperti melanjutkan cerita Tutur Tinular karya S.H. Mintarja. Yulian banyak
menyinggung soal kosakata militer dalam novel tersebut tanpa ada penjelasan
tentang para Bhayangkara yang berjasa menumpas pemberontakan Ra Kuti.
Atik Fauziah pernah meneliti novel Gajahmada karya Langit Kresna
Hariadi. Penelitiannya berjudul Kajian Intertekstualitas Novel Gajahmada Karya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
Langit Kresna Hariadi Terhadap Kakawin Gajahmada Gubahan Ida Cokorda
Ngurah. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan sistem penokohan
Gajahmada sebagai pahlawan atau protagonis dalam novel Gajahmada dan
Gajahmada: Bergelut dalam Kemelut Takhta dan Angkara karya Langit Kresna
Hariadi (2) mengungkapkan bagaimana novel Gajahmada dan Gajahmada:
Bergelut dalam Kemelut Takhta dan Angkara karya Langit Kresna Hariadi dapat
disebut sebagai novel seri (3) Menjelaskan hubungan intertekstualitas novel
Gajahmada dan Gajahmada: Bergelut dalam Kemelut Takhta dan Angkara karya
Langit Kresna Hariadi terhadap Kakawin Gajahmada gubahan Ida Cokorda
Ngurah.
1.6 Landasan Teori
Landasan teori adalah kerangka dasar pemikiran yang akan dipakai untuk
memecahkan permasalahan yang akan diteliti. Adapaun teori yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu struktural dan sosiologi sastra. Teori struktural untuk
mengkaji tokoh dan penokohan, sedangkan teori sosiologi sastra untuk mengkaji
bentuk-bentuk kepahlawanan yang ditunjukkan para prajurit Bhayangkara dalam
usaha memadamkan pemberontakan Ra Kuti. Bentuk-bentuk kepahlawanan
tersebut tampak dalam kehidupan sosial masyarakat. Oleh karena itu, pemakaian
teori Sosiologi Sastra sangat tepat.
1.6.1 Teori Struktural
Teori struktural merupakan sebuah pendekatan yang mengkaji unsur-unsur
pembangun karya sastra. Nurgiyantoro (2002:36) menyebutkan bahwa sebuah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
karya sastra juga memiliki keotonomiannya, sehingga tidak perlu dikaitkan
dengan hal-hal di luar karya sastra itu. Berdasarkan keotonomiannya itu, maka ada
sebuah hubungan timbal balik, saling menentukan, saling mempengaruhi antar
unsur (intrinsik) sehingga membentuk suatu kesatuan yang utuh. Unsur intrinsik
tersebut meliputi tema, alur, latar, tokoh dan penokohan, dan gaya.
Analisis struktural dapat berupa kajian yang menyangkut relasi unsur-
unsur dalam mikroteks, satu keseluruhan wacana, dan relasi intertekstual (Hartoko
& Rahmanto, 1986:136). Analisis unsur-unsur mikroteks itu misalnya berupa
analisis kata-kata dalam kalimat, atau kalimat-kalimat dalam alinea atau konteks
wacana yang lebih besar. Namun, ia dapat juga berupa analisis mikroteks tokoh
dan penokohan saja dalam analisis struktural sebuah karya sastra (Nurgiyantoro,
1994:38).
Mikroteks yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah mikroteks tokoh
penokohan. Penelitian ini hanya membahas mikroteks tokoh dan penokohan
karena bentuk-bentuk kepahlawanan prajurit Bhayangkara dipengaruhi oleh unsur
tokoh dan penokohan masing-masih prajurit.
1.6.2 Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah para pelaku yang terdapat dalam sebuah fiksi (Wiyatmi,
2006 : 30). Menurut keterlibatannya dalam cerita, tokoh dibedakan menjadi tokoh
utama dan tokoh tambahan. Wiyatmi menyebutkan tokoh utama jika memiliki 3
kriteria, yaitu paling terlibat dengan makna atau tema, paling banyak berhubungan
dengan tokoh lain, dan paling banyak memerlukan waktu penceritaan. Tokoh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
tambahan adalah tokoh yang sedikit muncul dan kurang penting dalam
perkembangan alur cerita (Nurgiyantoro, 2002 : 176,177).
Penokohan menunjukkan pada bentuk dan sikap tokoh yang ditafsirkan
oleh pembaca (Nurgiyantoro, 2002 : 165). Penokohan bisa berarti watak dan
karakter dari seorang tokoh. Nurgiyantoro menambahkan, penokohan adalah
pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah
cerita ( Nurgiyantoro, 2002 : 165).
1.6.3 Teori Sosiologi Sastra
Soemanto dalam Taum (1997 : 48) mengungkapkan bahwa sastra juga
dibentuk oleh masyarakatnya, sastra berada dalam jaringa sistem dan nilai dalam
masyarakatnya, maka ada hubungan saling terkait antara sastra dengan
masyarakat atau yang disebut Sosiologi Sastra.
Menurut Semi, Sosiologi Sastra merupakan suatu telaah sosial serta
tentang proses sosialnya (1989 : 52). Karya sastra berangkat dari kenyataan
sosiologis masyarakat. Kenyataan yang ada bukan merupakan kenyataan yang
objektif tetapi kenyataan yang telah ditafsirkan, kenyataan sebagai konstruksi
sosial (Ratna : 2003)
Menurut Damono, untuk mengkaji karya sastra berdasarkan Sosiologi
Sastra, perlu menghubungkan pengalaman tokoh-tokoh ciptaan pengarang itu
dengan keadaan sejarah yang merupakan asal usulnya (1978 : 9). George Lukacs
menggunakan istilah “cermin” dalam keseluruhan karyanya. Novel tidak hanya
mencerminkan realitas tetapi juga sebagai refleksi realitas yang lebih luas dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
lengkap. Dapat diartikan juga bahwa karya sastra dianggap sebagai proses yang
hidup (Taum, 1997 : 50,51).
1.6.4 Pahlawan dan Kepahlawanan
Dalam bahasa Indonesia, kata pahlawan berasal dari bahasa Sansekerta,
phala yang artinya buah. Pahlawan berarti orang yang sangat gagah berani
pejuang yang gagah berani atau terkemuka. Pahlawan ialah tokoh sejarah yang
karena banyak hal yang telah dilakukan untuk kebahagiaan dan kesejahteraan
manusia dan karena memiliki bentuk yang menonjol, meskipun sudah meninggal
masih tetap diingat dan dimuliakan (Poerbatjaraka, 1976 : 695).
Pengertian pahlawan berkembang dari masa ke masa. Menurut Kooiman
(1931 : 3) arti pahlawan berkembang menjadi beberapa pengertian, antara lain.
Pertama, pahlawan adalah pendiri suatu agama atau suatu negara. Kedua, orang
yang sangat sempurna, karena memiliki bentuk luhur seperti berani, kuat,
pemurah, penuh keterampilan dan setia. Ketiga, pemimpin perang yang gugur
dalam peperangan. Keempat, tokoh utama dalam karya sastra.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pahlawan mengandung dua
pengertian pokok. Pokok pertama, yaitu orang yang menonjol karena keberanian
dan pengorbanannya dalam membela kebenaran. Pokok kedua adalah pejuang
yang gagah berani. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kepahlawanan adalah
perihal sifat kepahlawanan seperti keberanian, keperkasaan, kerelaan berkorban,
dan kesatria (2005 : 811).
Dalam menganalisis bentuk-bentuk kepahlawanan prajurit Bhayangkara,
peneliti menggunakan teori Sri Mangkunegaran IV tentang watak seorang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
Kumbakarna sebagai tolok ukur penentuan bentuk kepahlawanan. Menurut Sri
Mangkunegaran IV dalam Kamajaya (1984 : 55), cerminan dari watak seorang
Kumbakarna yaitu pertama, jujur dan adil. Kedua, menjunjung tinggi negara.
Ketiga, cinta tanah air.
Watak pertama yang diungkapkan oleh Sri Mangkunegaran adalah jujur
dan adil. Watak ini berkaitan dengan tindakan untuk melawan perbuatan jahat
yang melanggar hak dan kebahagiaan orang lain. Watak kedua adalah menjunjung
tinggi negara, berkaitan dengan tindakan untuk melawan segala bentuk tekanan
dan penjajahan terhadap tanah air. Watak ketiga adalah cinta tanah air, berkaitan
dengan keyakinan untuk berkorban jiwa dan raga demi keutuhan negara.
1.7 Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu pengumpulan data, analisis
data, dan penyajian hasil analisis data. Pelaksanan pada setiap tahap menggunakan
teknik dan metode tertentu.
1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini akan menganalisis bentuk-bentuk kepahlawanan para prajurit
Bhayangkara dalam novel Gajahmada karya LKH. Penelitian ini berbentuk
penelitian pustaka karena berobjek pada sebuah teks sastra, yaitu novel.
Pengumpulan data akan dilakukan dengan metode simak dan teknik catat.
Metode simak adalah metode yang digunakan untuk memperoleh data
dengan menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1988:2) Data bersumber dari
novel Gajahmada karya LKH. Teknik yang digunakan adalah teknik catat, yaitu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
pencatatan pada kartu data yang segera dilakukan dengan klasifikasi (Sudaryanto,
1988:5). Hal yang dicatat adalah data-data yang diperoleh setelah dilakukan
metode simak. Pencatatan dilakukan di atas media kertas dengan ukuran dan
kualitas apapun, asalkan sesuai dengan satuan lingual yang menjadi objek
sasarannya. Sesuai dalam arti mampu memuat, memudahkan pembacaan dan
menjamin keawetan (Sudaryanto, 1988:6).
Berikut data novel secara rinci :
a. Judul Buku : Gajahmada
b. Pengarang : Langit kresna Hariadi
c. Penerbit : Tiga Serangkai
d. Tahun Terbit : Cetakan Pertama 2004
e. Tebal Buku : 582 halaman
1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data
Data-data dalam penelitian ini akan dianalisis menggunakan metode
analisis isi. Analisis isi berhubungan dengan isi komunikasi, baik secara verbal,
dalam bentuk bahasa, maupun nonverbal, seperti arsitektur, pakaian, alat rumah
tangga, dan media elekronik. Dalam karya sastra, isi yang dimaksud adalah pesan-
pesan, yang dengan sendirinya sesuai dengan hakikat sastra (Ratna, 2004:48).
Isi dalam metode analisi isi terdiri atas dua macam, yaitu isi laten dan isi
komunikasi. Isi laten adalah isi yang terkandung dalam dokumen dan naskah,
sedangkan isi komunikasi adalah pesan yang terkandung sebagai akibat
komunikasi yang terjadi (Ratna, 2004:48). Pada penellitian ini, isi yang akan
dibahas adalah isi laten yang terdapat dalam novel Gajahmada karya LKH.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
1.7.3 Metode dan Teknik Penyajian Data
Metode yang digunakan dalam penyajian penelitian ini adalah metode
deskriptif analisis. Artinya penelitian ini dilakukan dengan cara memaparkan
fakta-fakta yang dilanjutkan dengan analisis. Metode ini hanya menguraikan
informasi apa adanya sesuai variable-variabel yang diteliti, namun memberi
penjelasan dan pemahaman (Ratna, 2004:53).
1.8 Sistematika Penyajian
Penelitian ini akan disajikan dalam empat bab. Pada bab pertama adalah
pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
landasan teori, manfaat penelitian, dan metode yang digunakan dalam penelitian
ini. Bab dua menjelaskan tokoh dan penokohan para prajurit Bhayangkara. Bab
tiga berisi pembahasan bentuk-bentuk kepahlawanan prajurit Bhayangkara. Bab
empat penutup berisi kesimpulan dan saran. Daftar pustaka adalah bagian paling
akhir
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
TOKOH DAN PENOKOHAN PRAJURIT BHAYANGKARA
YANG BERJASA MEMADAMKAN PEMBERONTAKAN RA KUTI
Pada saat pemberontakan Ra Kuti pecah, Gajahmada sebagai kepala
satuan pengamanan raja yang disebut Bhayangkara pontang-panting melakukan
tindakan kepahlawanan dengan menyelamatkan Raja. Ketika itu, Gajahmada
hanya disertai 15 orang Bhayangkara karena para Bhayangkara yang lain sedang
melaksanakan tugas negara yaitu mengawal perjalanan Cakradara, Kudamerta,
dan Lembu Anabrang di Bali.
Meskipun hanya disertai 15 prajurit Bhayangkara, Gajahmada mampu
meloloskan Jayanegara – raja Majapahit saat itu - dari sergapan pemberontak Ra
Kuti. Setelah meloloskan Raja dan mengungsikan Raja ke tempat yang aman,
Gajahmada dan para Bhayangkara bahkan mampu menggulingkan Ra Kuti dan
mengembalikan Jayanegara ke singgasananya.
Para Bhayangkara yang menyertai Gajahmada antara lain Lembu Pulung,
Panjang Sumprit, Jayabaya, Risang Panjer Lawang, Mahisa Kingkin, Pradhabasu,
Lembang Laut, Riung Samudra, Panji Saprang, Mahisa Geneng, Gajah Pradamba,
Singa Parepen, Macan Liwung, dan Gagak Bongol.
Segala tindakan yang dilakukan oleh Gajahmada dan para Bhayangkara
merupakan tindakan yang luar biasa bahkan dianggap mustahil. Pada saat itu,
Gajahmada yang berhasil menyelamatkan Jayanegara dan mengungsikannya ke
tempat yang aman menjadi buronan kerajaan. Limabelas Bhayangkara yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
menjadi bawahannya pun ikut menjadi boronan. Kenyataan tersebut membuat
ruang gerak Gajahmada dan para Bhayangkara menjadi sempit.
Meski dikejar dan diburu, tetap saja Gajahmada mampu mengelabuhi
pasukan pengejar dan akhirnya mengalahkan Ra Kuti. Kepahlawanan Gajahmada
bukan hanya didasari pada olah kanuragan yang mumpuni, tetapi juga karena
kecerdasan Gajahmada dan para Bhayangkara. Satu hal yang membuat pelarian
Gajahmada semakin sulit adalah adanya mata-mata Ra Kuti dalam tubuh
Bhayangkara, yang apabila tidak segera ditemukan akan semakin menyulitkan
langkah Gajahmada menyelamatkan Jayanegara.
Telah disebutkan sebelumnya, langkah-langkah yang diambil Gajahmada
dan para Bhayangkara adalah langkah-langkah luar biasa yang dapat
dikategorikan sebagai tindakan kepahlawanan. Bahkan tindakan tersebut telah
mendarah daging hingga dapat disebut sebagai bentuk kepahlawanan.
Oleh karena itu, pada bab ini akan dibahas tokoh dan penokohan para
Bhayangkara. Unsur-unsur lain seperti latar dan unsur alur tidak akan dibahas. Hal
ini berkaitan dengan bentuk-bentuk kepahlawanan para Bhayangkara yang
tergambar lewat pencitraan dan penokohan.
Pembahasan tokoh dan penokohan tiap prajurit Bhayangkara bertujuan
memberikan gambaran kemampuan dan sifat yang dimiliki tiap Bhayangakara.
Kemampuan dan sifat tersebut menjadi dasar lahirnya bentuk-bentuk
kepahlawanan yang ditunjukkan Bhayangakara. Secara singkat, bentuk-bentuk
kepahlawanan prajurit Bhayangakara dalam memadamkan pemberontakan Ra
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Kuti pastilah ditopang kemampuan luar biasa prajurit Bhayangkara, baik secara
fisik maupun mental.
Bentuk-bentuk kepahlawanan prajurit Bhayangkara tentu saja ditopang
oleh kepribadian tiap tokoh. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui dasar-dasar
bentuk kepahlawanan dengan mendalami penokohan tiap tokoh. Dimulai dari
Gajahmada sebagai pemimpin prajurit Bhayangkara.
2.1 Gajahmada
Gajahmada adalah pemimpin prajurit khusus yang dinamakan
Bhayangkara. Ia mempunyai fisik yang kuat dan kekar. Fisik tersebut ditunjang
oleh kecerdasan yang di atas rata-rata prajurit kerajaan Majapahit pada masa itu.
Karir kemiliteran Gajahmada dimulai dari bekel, sebuah pangkat prajurit rendahan
yang memimpin sekelompok pasukan saja.
(6) Bekel Gajahmada adalah seorang pemuda yang bertubuh kekar. Badan dan pikirannya amat sehat, seorang prajurit muda yang memiliki kelebihan khusus dibanding prajurit yang lain, bukan saja kemampuan beladiri yang dikuasainya, tetapi juga kecerdasan yang bisa dipergunakan untuk menghadapi keadaan rumit sekaligus memecahkannya. Itulah sebabnya meski Gajahmada belum terlampau lama menduduki pangkat bekel, telah mendapatkan kepercayaan untuk memimpin pasukan khusus. Pasukan yang kecil saja, tetapi memiliki kemampuan yang luar biasa. Pasukan itu diberi nama Bhayangkara (Gajahmada, 2004 : 15)
Berdasarkan olah kanuragan dan kecerdasannya, Gajahmada mendapat
kepercayaan dari Mapatih Arya Tadah. Kepercayaan tersebut terwujud dalam
bentuk lencana Mahapatih.
(7) Bekel Gajahmada terkejut ketika Patih Tadah tiba-tiba melepas lencana yang dikenakannya. Itulah lambang atau lencana Mahapatih yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
memiliki kekuasaan besar dan luas. Mapatih Arya Tadah menyerahkan lencana itu kepada Gajahmada. Kepada orang-orang kepercayaannya, terutama yang berada di bagaian sandi, Arya Tadah selalu membekali dengn lencana yang menjadi ciri khasnya, tetapi bukan lencana utama itu (Gajahmada, 2004 : 27)
Lencana tersebut bermakna Gajahmada menjadi wakil Mapatih Arya
Tadah secara langsung karena lencana tersebut mempunyai kekuasaan yang besar
dan luas.
(8) Dengan sigap Bekel Gajahmada mengenakan lencana yang diterimanya itu di dada sebelah kiri. Gajahmada sadar, dengan lencana itu ditangannya, ia bisa bertindak atau mengambil langkah tertentu demi menjamin keamanan istana serta keutuhan Majapahit. Bahkan, para temenggung harus menghormati langkah-langkah yang diambilnya seolah langkah-langkah itu keputusan Mahapatih Arya Tadah sendiri (Gajahmada, 2004 : 27).
Kecerdasan Gajahmada juga menjadi senjata yang ampuh. Ketajaman
penalaran suatu masalah sangat tinggi. Bahkan seluk beluk istana Majapahit bisa
Gajahmada ingat. Berbekal kecerdasannya, Gajahmada mampu menyusun strategi
yang tepat. Simak kutipan dibawah ini.
(9) Bagi Bekel Gajahmada, dinding menjulang yang mengelilingi istana seolah telah menjadi bagian dari dirinya. Sudut-sudut istana yang menghadap ke barat, kolam memanjang dan dalam yang mengelilingi bagian dalam dinding istana, serta sudut-sudut bangunan mulai dari segala yang ada di Tatag Rambat atau yang lazim disebut sebagai Bale Agung Manguntur serta Balai Witana tepat di tengahnya yang digunakan raja untuk menerima mereka yang sewaka, tidak ada yang lepas dari perhatiannya. Dengan ketajaman nalarnya Bekel Gajahmada selalu berpikir, seandainya terjadi ontran-ontran bagian manakah dari sudut-sudut istana itu yang menjadi titik lemah dan bisa dimanfaatkan musuh ( Gajahmada, 2004 : 51)
Bekal pengetahuan tentang seluk beluk istana mungkin hal yang wajar
bagi segenap prajurit Majapahit. Tetapi berpikir cepat dan berani dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
mengambil keputusan tidak semua orang memilikinya. Gajahmada yang pintar
mampu berpikir cepat dan mengambil tindakan yang dapat dikatakan lancang.
Tindakan tersebut akhirnya dapat dimaklumi mengingat pada saat itu tengah
terjadi makar oleh Ra Kuti.
(10) Gajahmada menyapu tempat itu dengan pandangan matanya. Ada sesuatu yang harus dihitung dan dipertimbangkan menghadapi keadaan seperti itu. Gajahmada menatap Gagak Bongol dengan lekat.
“Lepas bajumu!” perintah Gajahmada. Gagak Bongol kaget. Perintah itu amat aneh. “Tuanku, silakan Tuanku melepas pakaian!” lanjut Gajahmada. Bukan hanya Gagak Bongol yang kaget, tetapi juga Sri Jayanegara
tidak kalah kaget. Gagak Bongol manggut-manggut karena telah menebak apa yang
dikehendaki Gajahmada. Namun, justru Sri Jayanegara yang sulit menerima perintah itu.
“Apa maksudmu Gajahmada?” Jayanegera mencuatkan alis. “Hamba Tuanku,” jawab Gajahmada. “Tuanku harus melakukan
penyamaran. Jika Tuanku mengenakan pakaian seperti itu, siapapun akan dengan mudah mengenali Tuanku. Silakan Tuanku memakai pakaian milik Gagak Bongol.”
Jayanegara hanya bisa menghela napas. Namun, sejenak kemudian Jayanegara terpaksa tersenyum (Gajahmada, 2004 : 205)
Dari kutipan tersebut, tampak Gajahmada yang mampu berpikir cepat dan
menemukan gagasan untuk menyelamatkan Jayanegara. Tindakan Gajahmada
tersebut juga dapat dikategorikan sebagai tindakan yang lancang karena menyuruh
Jayanegara yang seorang raja untuk melepaskan pakaianannya. Jika dalam
kehidupan sehari-hari, tindakan ini akan berbuah hukuman untuk Gajahmada.
Jayanegara sendiri akhirnya maklum dengan gagasan Gajahmada mengingat
keadaan yang menuntut Gajahmada bertindak seperti itu. Tindakan ini
menunjukkan keberanian Gajahmada mengemukanan pendapatnya.
Kemampuan Gajahmada berpikir cepat dan berani mengambil keputusan
didukung oleh kewaspadaannya yang tinggi. Pada saat pemberontakan Ra Kuti,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
terdapat mata-mata dalam tubuh Bhayangkara. Gajahmada bertindak cekatan
dengan membuat tipu muslihat untuk memastikan nyawa Jayanegara tidak
terancam.
(11) “Pasukan kita disusupi komplotan pengkhianat. Panji Saprang yang ternyata seorang pengkhianat itu telah berhasil kita habisi. Akan tetapi, aku merasa yakin ada temannya yang lain yang sampai saat ini belum bisa kita ketahui siapa. Oleh karena itu, berhati-hatilah serta cermati semua Bhayangkara yang utamanya berbuat aneh-aneh dan di luar kewajaran. Di samping itu, besok kau tidak akan pernah menemukanku di Krian.”
Gagak Bongol bingung. Pandangan Gagak Bongol tidak bergeser sejengkal pun dari wajah Gajahmada.
“Hanya kau yang tahu bahwa aku tak akan menuju Krian. Aku sebut tempat itu hanya untuk membuktikan memang ada pengkhianat yang kita curigai ada di antara kita. Jika Ra Kuti menyerbu Krian, berarti pengkhianat busuk itu benar-benar ada. Kita harus berhasil menemukan orangnya.” (Gajahmada, 2004 : 207).
Berdasarkan kutipan di atas, dapat disimpulkan Gajahmada sebagai
prajurit yang pintar dan berani. Pintar dalam menyusun sebuah rencana pelarian
dan sekaligus membuktikan keberadaan pengkhianat di tubuh Bhayangkara.
Gajahmada juga seorang pemberani karena rencana yang Gajahmada lakukan
harus menipu teman sendiri. Resikonya Gajahmada harus melindungi Jayanegara
seorang diri.
Kecerdasan dan keberanian Gajahmada tidak terbatas kepada pengambilan
keputusan. Kecerdasan Gajahmada tampak dalam kutipan sebagai berikut.
(12) “Ampun Tuanku,” jawab Gajahmada, “sebenarnyalah hamba telah menyiapkan sebuah cara untuk bisa keluar dari balik dinding itu. untuk itu, silakan Tuanku mencoba menahan napas. Hamba harus mengetahui seberapa lama Tuanku bisa menahan napas.”
Jayanegara terheran-heran. Namun, Raja Majapahit itu tidak menolak apa yang diminta Bekel Gajahmada. Setelah menghirup udara cukup banyak, Jayanegara menahan napas untuk beberapa saat lamanya. Ketika akhirnya Jayanegara tidak mampu menehan lagi, napas yang ditahan itu dilepasnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
“Bagaimana?” bertanya Jayanegara. “Bagus,” jawab Gajahmada, “sekarang, mari kita membenamkan
diri ke sungai itu. Kita merayap agar tidak kelihatan.” Jayanegara terbelalak, “Gila!” (Gajahmada, 2004 : 217).
Tindakan yang diambil Gajahmada adalah salah satu usaha penyelamatan
Jayanegara. Tindakan tersebut terpaksa diambil karena pintu gerbang tempat jalur
pelarian Gajahmada dan Jayanegara dijaga ketat oleh prajurit pemberontak.
Gajahmada berpendapat terlalu beresiko memaksa lewat dengan kekerasan,
mengingat keselamatan Jayanegara adalah prioritas.
Pada saat menyelamatkan Jayanegara, terbukti bukan olah kanuragan saja
yang menjadi modal utama Gajahmada. Justru “senjata” yang paling ampuh
adalah bekal kecerdasan yang dimiliki oleh Gajahmada. Bahkan para
Dharmaputra Winehsuka sebagai otak pemberontakan mengakuinya.
(13) Ra Yuyu yang semula berwajah datar, tak bisa menyembunyikan senyumnya. Ra Yuyu ikut memburu Jayanegera di Kabuyutan Mojoagung tidak akan bisa melupakan, bagaimana mereka telah dipermainkan oleh Bekel Gajahmada. Pasukan berkuda berkekuatan besar telah dibuat tumpul seperti ayam jago kehilangan tajinya (Gajahmada, 2004 : 459)
Kutipan tersebut membuktikan betapa kecerdasan Gajahmada mampu
mempermainkan pasukan berkuda yang berkekuatan besar. Kecerdasan
Gajahmada pula yang mampu meloloskan Jayanegara saat terjepit di Kabuyutan
Mojoagung. Bahkan kecerdasan Gajahmada mampu melahirkan kecurigaan-
kecurigaan diantara para Dharmaputra Winehsuka. Kecurigaan tersebut tumbuh
karena kegagalan beruntun para pemberontak untuk menangkap Jayanegara dan
Gajahmada.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
(14) “Kita selalu gagal bukan hanya karena kecerdikan Gajahmada itu, tetapi juga karena apa pun sepak terjang kita diawasi oleh telik sandi musuh. Ada telik sandi musuh disekeliling kita, bahkan mungkin berada dalam jarak yang sangat dekat denganku.”
Ra Tanca mendadak mencuatkan alisnya. Pangsa dan Wedeng saling pandang. Apa yang diucapkan Ra Kuti itu sangat mengusik hati mereka (Gajahmada, 2004 : 459).
Pada kenyataannya, Gajahmada dan para Bhayangkara merupakan sebuah
kesatuan yang mahir dalam hal memata-matai. Para Bhayangkara secara pribadi
merupakan mata-mata yang hebat. Modal utama seorang mata-mata adalah
kecerdasan dan kecepatan dalam berpikir. Jadi tidak benar bila Gajahmada
memata-matai para Dharmaputra Winehsuka.
(15) Apabila berbicara berbagai hal yang berhubungan dengan telik sandi maka pasukan Bhayangkara memiliki kesatuan kecil Sandiyudha, yang memang digembleng secara khusus bagaimana menjadi mata-mata yang andal. Bagi Ra Tanca, terasa aneh jika Ra Kuti mempersoalkan mata-mata di lingkungannya (Gajahmada, 2004 : 460).
Dalam usaha menyelamatkan Jayanegara, kecerdasan menjadi senjata
utama. Selain dalam bentuk tindakan, kecerdasan Gajahmada ditunjukkan dalam
bentuk sandi atau perintah khusus. Gajahmada membuat sebuah sandi untuk para
Bhayangkara supaya mata-mata Ra Kuti tidak mampu mengejar.
(16) Kartika Sinumping, Panjang Sumprit, dan Lembu Pulung memerhatikan dari atas kuda masing-masing, mereka menjauh ketika Gajahmada memberi isyarat dengan tangannya untuk menjauh. Ketiga Bhayangkara itu tahu, Bekel Gajahmada akan memberikan perintah sandi atau perintah khusus.
“Orang-orang melakukannya dengan penuh gairah sampai lupa kepada anak dan istri, tetapi bukan adu jago,” ucap Gajahmada tegas yang disimak dengan cermat oleh Jayabaya (Gajahmada, 2004 : 468).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
Sandi yang diberikan Gajahmada kepada Bhayangkara Jayabaya
merupakan sandi rahasia yang harus Jayabaya pecahkan agar dapat menyusul
Gajahmada ke tempat Jayanegara diungsikan.
Selain berbadan kekar dengan otot melingkar dan otak yang cemerlang,
Gajahmada bukanlah seorang yang pengecut. Sebagai seorang prajurit, bahkan
pimpinan Bhayangkara, Gajahmada akan berjuang sampai batasnya. Dalam
keadaan yang terjepit pun Gajahmada tidak meninggalkan prajurit lain yang
sedang berjuang mempertaruhkan nyawa. Hal ini menandakan bahwa Gajahmada
adalah seorang yang bertanggung jawab. Perhatikan kutipan berikut.
(17) Malang bagi para prajurit yang terjebak di luar karena tidak ada jalan untuk meloloskan diri. Bekel Gajahmada yang termasuk salah seorang dari mereka yang tertinggal segera mengamuk sejadi-jadinya. Seorang demi seorang dari sekitar belasan orang itu berjatuhan. Bekel Gajahmada hanya bisa menahan pedih di dalam dadanya menyaksikan keadaan itu. Namun, Bekel Gajahmada bukanlah jenis perajurit pengecut yang akan tinggal glanggang colong playu melarikan diri dari mereka (Gajahmada, 2004 : 156)
Kutipan di atas menggambarkan seorang Gajahmada yang tetap setia
kawan bahu-membahu dengan para prajurit yang tengah terjepit oleh pasukan
pemberontak. Bentuk tersebut juga mencerminkan bentuk para Bhayangkara
secara keseluruhan. Meski ada Bhayangkara yang menjadi pengkhianat dan
membantu Ra Kuti menangkap Jayanegara.
Salah satu modal utama dalam hal kepemimpinan adalah ketegasan.
Sebagai seorang prajurit, Gajahmada adalah seorang yang sangat tegas, bahkan
kepada orang yang berkedudukan lebih tinggi. Ketegasan Gajahmada dilandasi
oleh kebenaran yang dipegangnya. Ketegasan tersebut tampak dalam kutipan
percakapan berikut ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
(18) Merasa telah menemukan jawabannya, Bekel Gajahmada tersenyum. Diliriknya Gagak Bongol yang telah bersiaga dengan tangan kanannya yang melekat di gagang senjata.
“Jadi, Rakrian tidak akan ikut campur terhadap pertikaian yang besok akan terjadi?” desak Gajahmada.
“Ya!” jawab Panji Watang dengan tegas. “Sebenarnya siapa menurut Rakrian Panji, mereka yang bertikai
itu?” bertanya Bekel Gajahmada. “Aku bukan anak kecil yang layak diberi pertanyaan seperti itu.
semua orang tahu apa jawabannya.” Bekel Gajahmada makin jengkel. “Persoalannya bukan siapa yang bertikai, kalaupun dianggap orang
yang bertikai itu ada. Tuanku Sri Jayanegara adalah raja yang sah, yang pengangkatannya sebagai Pangeran Pati dilakukan sendiri oleh Tuanku Prabu Rajasa. Mengapa Rakrian tidak mengambil sikap membela Tuanku Jayanegara? Ra Kuti itu siapa?” desak Bekel Gajahmada (Gajahmada, 2004 : 43)
Kutipan di atas adalah penggalan percapakan antara Bekel Gajahmada
dengan Temenggung Panji Watang. Gajahmada merasa Temenggung Panji
Watang adalah seorang Temenggung yang licik. Pemberontakan Ra Kuti
dianggap sebagai permasalahan keluarga istana saja dan bukan tanggung
jawabnya untuk ikut bertempur melawan pemberontak Ra Kuti.
Kelicikan Temenggung Panji Watang terlihat saat ia memainkan
perannnya sendiri. Temenggung Panji Watang mengambil keuntungan saat
pasukan pemberontak yang dipimpin oleh Temenggung Pujut Luntar dibantu para
Dharmaputra Winehsuka dan pasukan penjaga istana yang dipimpin oleh
Temenggung Banyak Sora telah berperang habis-habisan.
Pasukan Jalayuda yang dipimpin Temenggung Pujut Luntar menyerang
pasukan Jalapati pimpinan Temenggung Banyak Sora. Penyerangan tersebut
dilatari oleh keinginan pribadi Temenggung Panji Watang untuk menjadi raja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
Majapahit. Disamping itu Temenggung Panji Watang mendapat “iming-iming”
menjadi raja dari Ra Kuti jika ia mau membantu pemberontakan.
Meskipun Gajahmada berhadapan dengan seorang Temenggung,
Gajahmada tidak merasa takut atau segan untuk mengemukakan pendapatnya.
Gajahmada merasa pendapatnya adalah kebenaran. Keyakinan tersebut juga
didukung oleh lencana mahapatih yang didapatnya dari Mapatih Tadah.
Keyakinan itu menunjukkan ketegasan yang luar biasa dari sosok Gajahmada.
Dari ketegasan tersebut, lahirlah rasa bela negara dalam diri Gajahmada.
Sebagai bagian dari prajurit Majapahit, sudah selayaknya mencurahkan segalanya
untuk negara yang mengayominya.
(19) Bekel Gajahmada menjadi jengkel. Dalam tatanan keprajuritan antara lain disebutkan bahwa prajurit harus siap siaga setiap saat dan siap menjalankan perintah meski tengah malam sekalipun, apalagi jika negara berada dalam keadaan bahaya. Bekel Gajahmada yang merasa kecewa itu tidak mau bertele-tele. Waktu yang ada amat sempit untuk membual dan diboroskan dengan membicarakan segala macam omong kosong. Bekel Gajahmada segera mengangkat lencana Mahapatih, diacungkan kepada segenap prajurit itu (Gajahmada, 2004 : 33).
Berasal dari kesungguhan hati tersebut, Gajahmada akan mencurahkan
segala kemampuannya untuk menyelamatkan Jayanegara. Usaha tersebut berubah
menjadi bentuk bentuk kepahlawanan yang menjadi dasar para Bhayangkara.
2.2 Gagak Bongol
Gagak Bongol adalah salah satu prajurit Bhayangkara yang dituakan.
Penampilannya gagah berotot. Sebagai salah satu bagaian dari Bhayangkara,
tentulah olah kanuragan Gagak Bongol tidak diragukan lagi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
Dalam novel Gajahmada karya Langit Kresna Hariadi, Gagak Bongol
adalah salah satu Bhayangkara yang dekat dengan Gajahmada. Bhayangkara yang
lain adalah Lembang Laut. Berdua, mereka dapat dikatakan sebagai tangan kanan
Gajahmada dalam mendistribusikan perintah. Kedetakan mereka terlihat dalam
kutipan berikut.
(20) Antara Gajahmada dan Gagak Bongol terjalin hubungan yang dekat. Bersama-sama mereka telah banyak mengenyam kepahitan peperangan. Itulah yang menyebabkan antara Gagak Bongol dan Gajahmada terjalin hubungan persaudaraan yang akrab. Bekel Gajahmada nyaris tidak pernah meninggalkan Gagak Bongol ketika menghadapi masa-masa sulit. Selain Gagak Bongol, Bhayangkara yang sangat dipercayainya adalah Lembang Laut (Gajahmada, 2004 : 29).
Sebagai prajurit Bhayangkara kepercayaan Gajahmada, Gagak Bongol
memiliki kesiagaan dan kewaspadaan yang tinggi. Saat Gajahmada bertemu
Temenggung Banyak Sora, Gagak Bongol menempatkan dirinya sebagai
pelindung Gajahmada.
(21) Bekel Gajahmada kurang senang pada pertanyaan itu. Sebaliknya, Gagak Bongol yang berada tidak jauh darinya berada dalam kesiagaan tertinggi. Tangan kanannya tetap melekat di gagang pedang. Gagak Bongol telah sampai pada suatu kesimpulan jika ternyata Banyak Sora terlibat dalam rencana makar dan kemudian menjebak Bekel Gajahmada, ia akan mengamuk sejadi-jadinya. Serangan dadakan yang dilakukannya diharapkan mampu membenamkan Temenggung Banyak Sora ke pintu gerbang kematian ( Gajahmada, 2004 : 34).
Berdasarkan kutipan tersebut, dapat diamati betapa Gagak Bongol setia
mendampingi Gajahmada. Kecintaannya pada Majapahit tercermin dari
pengabdiannya kepada pimpinan Bhayangkara. Meski sigap dan selalu waspada,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Gagak Bongol bermasalah dengan tempramennya. Gagak Bongol cenderung
mudah terpancing oleh keadaan. Perhatian kutipan percakapan berikut.
(22) “Apakah kau mempercayai Rakrian Temenggung Banyak Sora?” Bekel Gajahmada memperlambat laju kudanya. Kabut tebal menjadi
masalah bagi pandangan matanya, tetapi tidak bagi kuda-kuda yang sudah amat terlatih itu.
“Kau menduga Rakrian Temenggung Banyak Sora hanya berpura-pura kaget?” bertanya Bekel Gajahmada.
“Kalau ternyata pasukan Jalapati justru bersekongkol dengn pasukan Jala Rananggana, yang terjadi kau justru mengundang bahaya ke halaman istana Majapahit!” lanjut Gagak Bongol.
“Kemungkinan itu kecil. Jika Rakrian Temenggung Banyak Sora terlibat dalam rencana pemberontakan ini, kita berdua tidak akan keluar dengan selamat dari bangsalnya,” jawab Gajahmada. Dalam hati Gagak Bongol membenarkan jawaban itu (Gajahmada, 2004 : 38)
Dari penggalan percapakan antara Gajahmada dan Gagak Bongol tersebut
terlihat kecemasan Gagak Bongol. Kecemasan tersebut timbul karena Gagak
Bongol kurang mampu menyimpulkan keadaan. Selanjutnya, kecemasan tersebut
akan berujung pada keragu-raguannya pada orang yang belum dikenalnya dengan
baik seperti terlihat dari kutipan di bawah ini.
(23) “Aku curiga,” kata Gagak Bongol. “Jangan-jangan seperti yang aku duga, Rakrian Temenggung Banyak Sora itu bagian dari merekat idak ubahnya Rakrian Winehsuka dan Rakrian Temenggung Pujut Luntar, bahkan tidak ubahnya Rakrian Temenggung Panji Watang.” (Gajahmada, 2004 : 60,61)
Kecurigaan Gagak Bongol berubah menjadi keraguan. Keadaan tersebut
dipicu oleh terlambatnya Rakrian Temenggung Banyak Sora untuk datang ke
halaman istana Majapahit guna menghadapi para pasukan pemberontak. Gagak
Bongol yang tidak sabar semakin curiga dan menjadi tidak mampu berpikir
jernih. Perhatian percapakan berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
(24) “Bagaimana jika Banyak Sora mengambil sikap seperti Temenggung Panji Watang?” desak Gagak Bongol.
Bekel Gajahmada terdiam. Gelisah di dadanya kian mengental. “Kalau dugaanmu itu benar maka habislah. Istana yang menjadi
lambang keberadaan Majapahit akan menjadi tempat jag-jagan. Apakah keadaan yang mengerikan itu akan terjadi?”
Gagak Bongol merasa jengkel. Gagak Bongol merasa kecurigaannya terhadap Rakrian Banyak Sora yang ikut-ikutan bersikap seperti Panji Watang benar-benar terjadi. Banyak Sora pasti ikut mengail di air keruh.
Waktu terus merayap “Ambil keputusan sekarang, Kakang Bekel!” ucap Gagak Bongol
makin tidak sabar “Aku membutuhkan laporan Lembang laut untuk mengambil
keputusan. Tenanglah!” jawab Gajahmada (Gajahmada, 2004 : 61)
Percakapan tersebut makin menggambarkan ketidaktenangan Gagak
Bongol, bahkan pada akhir percapakan ia diingatkan oleh Gajahmada untuk tetap
tenang. Bentuknya yang mudah emosi akan menempatkan Gagak Bongol pada
keadaan yang hampir merenggut nyawa. Kejadian tersebut dilatar belakangi oleh
sulitnya menangkap mata- mata Ra Kuti dalam tubuh Bhayangkara.
Saat itu, Gajahmada yang pontang-panting menyelamatkan Jayanegara
dari kejaran pasukan Ra Kuti menuju ke Kabuyutan Mojoagung. Untuk
menyesatkan mata-mata Ra Kuti dalam tubuh Bhayangkara, Gajahmada menebar
umpan dengan mengatakan akan menuju ke Krian kepada para Bhayangkara.
Umpan tersebut bertujuan menyesatkan mata-mata Ra Kuti dan sekaligus
meringkusnya. Gajahmada hanya memberitahukan tujuan pelarian yang
sebenarnya kepada Gagak Bongol.
Gagak Bongol mendapat perintah dari Gajahmada untuk menangkap mata-
mata tersebut. Usaha menemukan mata-mata Ra Kuti dalam tubuh Bhayangkara
menjadi sangat penting karena keberadaannya mampu menjadi mata dan telinga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Ra Kuti sehingga kemanapun Gajahmada membawa Jayanegara mengungsi, Ra
Kuti mampu mengejar. Gagak Bongol merasa kesulitan menemukan siapa mata-
mata tersebut.
Mata-mata Ra Kuti adalah anggota Bhayangkara yang pintar. Ia mampu
membaca arah pelarian Gajahmada dan Jayanegara. Rencana yang telah disusun
dengan rapi oleh Gajahmada dan Gagak Bongol dapat ditebaknya.
(25) “Sebuah cara yang kasar dan bodoh sekali,” telik sandi yang menyusup di antara Bhayangkara itu berbicara untuk dirinya sendiri. “Akhirnya, aku benar-benar yakin Sri Jayanegara dan Gajahmada tidak berada di Krian. Aku yakin setelah merasa mengetahui siapa saja yang mengambil jalan ke Krian, Bongol dan Lembang Laut itu pasti akan mengatakan yang sebenarnya bahwa Gajahmada dan Jayanegara tidak akan pernah ditemukan di Krian. Jika benar-benar seperti itu, aku tinggal menebak dan mereka-reka, ke mana sebenarnya Gajahmada membawa Kalagemet itu.”
Telik sandi itu tersenyum, tetapi dengan segera ia menyembunyikan senyumnya di balik wajah yang datar tanpa meninggalkan kesan.
“Kelihatannya Bekel Gajahmada telah meninggalkan pesan khusus untuk mereka berdua supaya berusaha menemukan telik sandi yang menyusup di tubuh mereka. Bukan pekerjaan yang gampang untuk menemukanku. Kulitku sangat peka dan gampang sekali berubah warna,” mata-mata itu berbicara pada diri sendiri (Gajahmada, 2004 : 351,352).
Kutipan di atas adalah penggambaran mata-mata Ra Kuti dalam tubuh
Bhayangkara. Kepintaran mata-mata tersebut mampu menyulitkan Gagak Bongol
untuk membongkar kedoknya. Bahkan ia mampu menemukan tempat
persembunyian Gajahmada dan Jayanegara. Padahal hanya Gagak Bongol yang
tahu dimana Gajahmada menyembunyikan Jayanegara.
(26) Dengan susah payah telik sandi itu berusaha mengumpulkan semua jejak ingatan, khususnya terhadap orang-orang yang berada di barat kotaraja yang mempunyai hubungan akrab dengan Gajahmada. Orang-orang itu mempunyai kemungkinan untuk didatangi Gajahmada untuk menitipkan Jayanegara. Satu demi satu nama-nama yang ada dipilah-pilah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Hingga kemudian, tiba-tiba telik sandi itu berdesir. “ Mojoagung?” desirnya. “Di barat ada Buyut Mojoagung.” Nama itu menggungcang isi dadanya hingga berderak-derak
(Gajahmada, 2004 : 354).
Keberhasilan mata-mata Ra Kuti menebak arah pelarian Gajahmada
menempatkan Gagak Bongol dalam kesulitan. Bila para prajurit Ra Kuti
menyerang Mojoagung, Gagak Bongol dapat kehilangan kepercayaan Gajahmada.
Lebih jauh, Gagak Bongol dapat menjadi tertuduh sebagai mata-mata Ra Kuti.
Kemungkinan buruk tersebut menjadi kenyataan. Prajurit dalam jumlah besar
menyerang Kabuyutan Mojoagung tempat Gajahmada menyembunyikan
Jayanegara.
Penyerangan itu dipimpin langsung oleh Ra kuti. Jayanegara yang dalam
keadaan terdesak mampu melarikan diri berkat kecakapan para Bhayangkara.
Meski Jayanegara selamat, Gajahmada tetap melimpahkan kesalahan kepada
Gagak Bongol. Gajahmada merasa Gagak Bongol membocorkan rahasia pelarian
Gajahmada dan Jayanegara kepada Bhayangkara yang lain. Karena kesalahan
itulah Gagagk Bongol bersumpah akan menemukan dan membunuh mata-mata Ra
Kuti dengan tangannya sendiri.
Dalam keadaan seperti itu, Gagak Bongol akan kehilangan kejernihan
pikirannya dan cenderung bergerak karena amarah. Pada akhirnya, Gagak Bongol
terjebak dalam siasat mata-mata Ra Kuti karena Gagak Bongol cenderung
menjadi gegabah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Kesalahan tersebut terjadi saat Gagak Bongol membunuh Mahisa Kingkin,
salah satu prajurit Bhayangakara. Mahisa Kingkin terbunuh karena taktik licik
mata-mata Ra Kuti yang menjadikan Mahisa Kingkin sebagai korban fitnah.
Mata-mata Ra Kuti mempunyai seekor burung merpati pengirim berita
pemberian dari Ra Yuyu, salah satu Dharmaputra Winehsuka. Dengan merpati
tersebut ia hendak mengirim berita kebaradaan Gajahmada dan Jayanegara kepada
para Dharmaputra. Buntalan berisi makanan burung merpati ia masukkan ke
dalam bekal perjalanan milik Mahisa Kingkin jadi saat dilakukan pemeriksaan,
Mahisa Kingkin yang akan dituduh sebagai mata-mata Ra Kuti.
(27) “Sebuah cara yang murah dan mudah untuk mengurangi kekuatan pasukan Bhayangkara,” ucap mata-mata Ra Kuti yang berada dalam pacak baris pasukan Bhayangkara itu.
Pucat pasi Mahisa Kingkin karena dialah pemilik buntalan pakaian yang di dalamnya ditemukan remah-remah jagung makanan burung merpati itu.
“Jadi, kau pengkhianat itu?” desis Lembang Laut. “Tidak!” jawab Mahisa Kingkin. “Bukan aku.” “Bagaiamana kau menjelaskan makanan burung merpati bisa berada
dalam buntalan pakaianmu?” tekan Lembang Laut. “Dan, teganya kaubantai Panjer Lawang dengan cara sangat pengecut
itu?” Gagak Bongol menambah. Gugup Mahisa Kingkin. Namun, apa yang dilakukan Gagak Bongol adalah mengakhiri hidup
Mahisa Kingkin untuk selamanya. Ayunan pedang yang dilakukan Bongol dari arah belakang menyambar leher itu menyebabkan kepala Mahisa Kingkin terpisah dari tubuhnya. Tak seorangpun Bhayangkara yang memalingkan wajah manakala Gagak Bongol menuntaskan hukuman yang dijatuhkan kepada pengkhianat yang telah merepotkan itu.
“Benar-benar sebuah harga yang murah meriah, bahkan tanganku pun tak harus berlepotan darah. Mestinya, aku yang mengayunkan pedang memenggal leher itu untuk meyempurnakan sandiwara yang kulakukan.” (Gajahmada, 2004 : 484).
Pembunuhan yang dilakukan oleh Gagak Bongol adalah hasil siasat licik
mata-mata Ra Kuti. Tuduhan Gajahmada kepadanya dan tugas menemukan mata-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
mata Ra Kuti secepatnya menyebabkan Gagak Bongol gelap mata dan tidak
mampu berpikir jernih. Gagak Bongol hanya menerjemahkan apa adanya terhadap
sesuatu yang ia lihat tanpa membuat berbagai pertimbangan. Bentuk Gagak
Bongol yang demikian membuatnya terjepit saat kebenaran terbuka, bahwa
bukanlah Mahisa Kingkin yang menjadi mata-mata Ra Kuti.
Kebenaran itu terkuak saat para Bhayangkara dan Gajahmada bertemu di
Kudadu. Sebuah desa di pegunungan Kapur Utara. Bhayangkara Pradhabasu
merasa Mahisa Kingkin bukanlah mata-mata Ra Kuti karena saat burung merpati
dilepaskan oleh mata-mata Ra Kuti, Pradhabasu berada di dekat Mahisa Kingkin.
Bila Mahisa Kingkin yang melepaskan burung merpati itu, Pradhabasu akan
langsung mengetahuinya.
Sebagai seorang prajurit, apalagi bagian dari Bhayangkara, Gagak Bongol
memiliki bentuk kesatria. Sadar bahwa ia telah bersalah dengan membunuh
Mahisa Kingkin, Gagak Bongol siap menerima hukuman mati.
(28) “Aku telah bersalah kepada Mahisa Kingkin,” ucapnya. “Apabila untuk menebus kekeliruan mengerikan yang aku lakukan itu harus dengan kematian pula aku tidak keberatan.”
Gagak Bongol mencabut senjatanya dengan arah pandang tak berkedip tertuju kepada Pradhabasu. Namun, tak sebagaimana yang diduga siapa pun, Gagak Bongol berjongkok dan meletakkan semua senjata yang dimilikinya di atas tanah. Apa yang dilakukan Bongol adalah mempersiapkan lehernya apabila ada yang berniat mengayunkan pedang menebasnya (Gajahmada, 2004 : 508).
Bentuk kesatria tersebut merupakan dasar semua prajurit Bhayangkara.
Berani mati dan iklas dalam menerima keadaan merupakan bentuk kepahlawanan
Gagak Bongol.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
2.3 Lembang Laut
Seperti halnya Gagak Bongol, Lembang Laut adalah salah satu prajurit
Bhayangkara kepercayaan Gajahmada. Sebagai salah satu bagian dari
Bhayangkara, Lembang Laut tentulah seorang prajurit yang tegap, berotot dan
mempunyai kelebihan dibanding prajurit Majapahit lainnya. Salah satu
kemampuan Lembang Laut adalah melacak jejak dan penyamaran.
Gajahmada sebagai pimipinan pasukan Bhayangkara sangat mengandalkan
Lembang Laut untuk pekerjaan menyusup ke dalam musuh dan mencari
informasi. Oleh karena itu, tanpa banyak pertimbangan, Gajahmada menjatuhkan
perintah kepada Lembang Laut untuk melacak keberadaan pasukan pemberontak.
Dengan sigap Lembang Laut menyambut tugas itu.
(29) “Pasukan Jala Rananggana telah meninggalkan bangsalnya. Pertanyaan yang muncul, di mana mereka sekarang masanggrah. Oleh karena itu, kita harus segera menemukan mereka. Kuberikan tugas itu kepada Lembang Laut. Aku percaya pekerjaan itu terlampau ringan untukmu. Sekembali dari tugas itu, mampirlah ke wisma kepatihan. Sampaikan semua yang kauketahui kepada Mahapatih. Sampaikan pula persiapan-persiapan yang telah kita lakukan. Usahakan hanya Mahapatih Tadah tanpa orang lain yang mendengar laporanmu,” Bekel Gajahmada berbicara tegas.
“Siap!” jawab Lembang Laut trengginas (Gajahmada, 2004 : 49).
Tugas menemukan dan menyusup ke dalam pasukan musuh bukanlah
pekerjaan mudah. Disamping berbahaya, pekerjaan itu haruslah dilakukan dengan
keberanian yang tinggi. Lembang Laut adalah prajurit yang memenuhi syarat
tersebut.
(30) Lembang Laut adalah prajurit Bhayangkara yang mempunyai kemampuan khusus dan luar biasa. Ia seorang pelacak jejak yang ulung, hidungnya setajam hidung serigala sehingga hanya dengan membaca angin ia tahu harus bergerak ke mana (Gajahmada, 2004 : 49).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
Penggambaran tokoh Lembang Laut sangat jelas digambarkan oleh
kutipan dia atas. Berbekal kemampuan itu, Lembang Laut tidak kesulitan
menemukan tempat persembunyian pasukan pemberontak. Selain keberanian yang
luar biasa, Lembang Laut adalah prajurit Bhayangkara yang pintar.
(31) Sementara itu, Lembang Laut telah berhasil menyelinap ke dalam riuhnya persiapan pasukan yang akan melakukan penyerbuan. Tepat seperti tebakannya, pasukan pemberontak itu bermaksud menggunakan kecerdikan akan melakukan serbuan dari arah yang tidak terduga, justru dari belakang istana, di sebuah ladang jagung yang terletak di timur perkampungan Santanaraja (Gajahmada, 2004 : 62).
Lembang Laut dapat menemukan dengan mudah tempat para pasukan
pemberontak bersembunyi. Tebakannya sangat tepat. Hal itu tidak hanya asal
tebak semata, tetapi berdasarkan pemikiran dengan kepala dingin. Berbeda dengan
Gagak Bongol, Lembang Laut mampu menahan gejolak amarahnya sehingga ia
lebih mampu berpikir rasional.
(32) Lembang Laut berusaha menentramkan diri. Ternyata amarah adalah lawan yang tidak kalah berat dari musuh di medan perang. Sekuat tenaga Lembang Laut mendamaikan diri, meski isi dadanya mengombak bergelombang bagai ombak selatan di kala murka. Meskipun kemarahan serasa akan meretakkan dinding kepalanya, Lembang Laut mesih mampu menggunakan otaknya (Gajahmada, 2004 : 63)
Kemarahan Lembang Laut dipicu kenyataan yang dilihatnya di tengah-
tengah para pasukan pemberontak. Sebagai seorang prajurit Majapahit, Lembang
Laut tidak dapat membenarkan tindakan makar yang didalangi oleh para
Dharmaputra Winehsuka. Sehingga timbul amarah yang hampir tidak dapat
Lembang Laut tahan. Apabila Lembang Laut tidak dapat menahan amarahnya,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
alhasil Lembang Laut lah yang akan terbunuh dan informasi yang sangat penting
berkaitan dengan keberadaan para pemberontak tidak pernah sampai kepada Bekel
Gajahmada.
Bentuk Lembang Laut yang demikian dapat dikatakan sebagai gambaran
prajurit sejati. Mampu menahan emosi pribadi demi suksesnya sebuah misi yang
diembannya. Itulah bentuk kepahlawanan yang ditunjukkan oleh Lembang Laut.
2.4 Pradhabasu
Pradhabasu adalah seorang prajurit Bhayangkara yang berperawakan
gagah dan mempunyai kelebihan dalam hal melempar pisau. Sebagai prajurit
Bahayangakara yang mumpuni dalam bidang mata-mata, Pradhabasu ahli dalam
bidang penyamaran. Dalam olah kanuragan tidak perlu diragukan lagi. Sebagai
salah satu prajurit Bhayangkara, Pradhabasu jelas mempunyai kelebihan.
Dalam menghadapi sebuah permasalahan, Pradhabasu mampu berpikir
tenang dengan kepala dingin. Pradhabasu juga gambaran prajurit yang patuh
terhadap perintah. Kemampuannya dalam olah pikir membuatnya mampu
membuat berbagai pertimbangan dan melihat suatu permasalahan dari berbagai
sudut pandang. Kecerdasannya membuatnya berani menyuarakan pendapatnya
secara langsung. Pradhabasu adalah tipe pembela kebenaran.
Ketenangan dan kecerdasan Pradhabasu mampu membuka kedok mata-
mata Ra Kuti. Saat Mahisa Kingkin mati terpenggal pedang Gagak Bongol karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
menjadi Koran fitnah, Pradhabasu tetap tenang dan mampu mengendalikan
amarahnya meski tahu Mahisa Kingkin tidak bersalah. Pradabhasu tidak langsung
memprotes Gagak Bongol sebelum ditemukan bukti yang mampu menguatkan
kesimpulannya. Oleh karena itu, dengan berani Pradhabasu menyampaikan
pemikirannya langsung kepada Gajahmada selaku pimpinan prajurit Bhayangkara.
(33) “Tuduhan terhadap Bhayanagkara Mahisa Kingkin merupakan kesalahan, kekeliruan mengerikan. Mahisa Kingkin hanya korban fitnah belaka, mata-mata Ra Kuti itu telah memasukkan remah jagung pakan merpati ke buntalan milik Mahisa Kingkin. Mahisa Kingkin bukan pelakunya karena kebetulan tak sekejappun aku terpisah darinya, aku tentu tahu jika ia melepas burung merpati itu.” (Gajahmada, 2004 : 493).
Gajahmada, sebagai pimpinan Bhayangkara mempercayai pemikiran
Pradhabasu karena terlepas dari kecerdasan Pradabhasu, Bhayangkara Mahisa
Kingkin adalah seorang yang baik dan tidak mungkin menjadi mata-mata Ra Kuti.
Oleh karena itu, Gajahmada membuat suatu jebakan untuk dapat membongkar
penyamaran mata-mata tersebut.
Saat mata-mata Ra Kuti dapat ditemukan dan dibunuh, Pradhabasu hendak
menantang Gagak Bongol berkelahi sampai mati sebagai bentuk
pertanggungjawaban. Niat Pradhabasu ini mencerminkan ketegasan dan keyakian
seorang prajurit, bahwa bila seorang prajurit berbuat kesalahan, harus mampu
menanggung hukumannya pula. Gagak Bongol yang merasa bersalah siap
memberikan nyawa sebagai bentuk penyesalannya.
Apabila tidak dihentikan oleh Jayanegara, Gagak Bongol pasti telah
kehilangan kepalanya. Jayanegara merasa apa yang menimpa Gagak Bongol juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
dapat menimpa orang lain. Semua itu tidak lebih dari permainan licik mata-mata
Ra Kuti. Pradhabasu setuju dengan pemikiran rajanya.
(34) Pradhabasu yang marah merasa membutuhkan penyaluran, tetapi Pradhabasu juga memahami apa yang disampaikan rajanya bahwa Bhayangkara Gagak Bongol hanya korban dari pemainan telik sandi musuh. Ia juga bisa mengalami hal yang sama bila ditempatkan sebagai Gagak Bongol (Gajahmada, 2004 : 508).
Berdasarkan kutipan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Pradhabasu juga
seorang prajurit yang mampu memahami dan melihat permasalah secara rasional.
Bentuk Pradhabasu yang demikan menggambarkan bentuk kepahlawanannya
yang berani dan berpikir rasional.
2.5 Lembu Pulung
Lembu Pulung bersama Panjang Sumprit, Jayabaya dan Kartika
Sinumping adalah empat Bhayangkara yang bertugas mengamankan
keselamanatan para sekar kedaton. Empat Bhayangkara tersebut merupakan
contoh figur para prajurit pengawal yang handal. Hal itu dapat disimpulkan dari
tugas penyelamatan para sekar kedaton saat pemberontakan Ra Kuti pecah.
(35) Panjang Sumprit serta ketiga rekannya, Lembu Pulung, Jayabaya dan Kartika Sinumping bertugas mengamankan para putri kedaton. Jika istana dijarah pemberontakan, para Bhayangkara bisa membanyangkan betapa sekar kedaton, Breh Daha dan Breh Kahuripan, akan menjadi jarahan. Lebih-lebih Rakrian Kuti dikenal sebagai lelaki doyan perempuan.
Panjang Sumprit maju selangkah. “Kami akan membawa para putri menyusul Tuan Putri Tribuaneswari
dan Narendraduhita yang saat ini mengunjungi Tuan Putri Gayatri. Hanya ada Ibunda Putri Prajna, Tuan Putri Rajadewi dan Tunggadewi. Untuk mengawal para tuan putri itu kami membutuhkan tenaga lebih banyak,” jawab Panjang Sumprit mewakili kelompoknya (Gajahmada, 2004 : 50).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
Perhatian akhir kutipan diatas. Keempat Bhayangkara tersebut merasa
tugas yang diberikan oleh Gajahmada adalah tugas yang berat. Tetapi apa yang
disampaikan oleh Panjang Sumprit bukanlah cermin ketakutan seorang prajurit
dalam menghadapi bahaya. Usul Panjang Sumprit yang disampaikan kepada
Gajahmada itu merupakan sebuah pemikiran bahwa keselamatan para sekar
kedaton adalah hal yang sangat penting. Oleh karena itu keamanan adalah hal
yang penting. Jadi, Lembu Pulung adalah seorang prajurit Bhayangkara yang
penuh perhitungan dan cenderung berhati-hati dalam menjalankan perintah.
2.6 Panjang Sumprit
Gajahmada selaku pimpinan Bhayangkara tidak menyetujui usul Panjang
Sumprit karena merasa bila mengawal sekar kedaton dengan banyak tenaga justru
akan memancing perhatian para prajurit pemberontak. Hal yang paling penting
dalam penyelamatan sekar kedaton adalah penyamaran.
Panjang Sumprit mewakili kelompoknya menerima saran tersebut.
kesulitan yang dirasakan oleh Panjang Sumprit adalah meyakinkan para sekar
kedaton untuk menyamar menjadi rakyat jelata. Berdasar keberanian Panjang
Sumprit mengutarakan pendapatnya kepada Gajahmada, dapat disimpulkan bahwa
Panjang Sunprit adalah salah satu anggota prajurit Bhayangkara yang berani
menyuarakan pendapatnya.
(36) “Jika demikian,” Panjang Sumprit menjawab, “Kumohon Kakang Bekel yang menyampaikan kepada para Tuan Putri agar mengerti. Bertempur sampai mati adalah hal yang amat gampang. Sebaliknya, menyampaikan hal-hal seperti yang Kakang Bekel maksud itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
kepada para Tuan Putri adalah pekerjaan yang amat sulit. Tolong Kakang Bekel saja.” (Gajahmada, 2004 : 50,51).
2.7 Jayabaya
Bhayangkara Jayabaya adalah salah satu dari empat Bhayangkara yang
mendapat perintah dari Gajahmada untuk mengamankan para sekar kedaton saat
pemberontakan Ra Kuti pecah. Jayabaya adalah prajurit Bhayangkara yang
bertubuh tidak terlalu besar, cukup berotot dan setia.
Pengabdiannya kepada negara dibuktikan dengan kesanggupannya
menjadi salah satu Bhayangkara yang hendak mengamankan para sekar kedaton.
Pekerjaan untuk mengamankan para sekar kedaton bukanlah pekerjaan yang
ringan karena bertanggung jawab menjaga keselamatan keluarga kerajaan.
Kegagalan berarti hukuman mati. Jayabaya dengan siap mempertaruhkan
nyawanya untuk mengawal para sekar kedaton.
Selain sebagai sosok prajurit pengawal yang handal, Jayabaya mempunyai
sisi kemanusiaan yang cukup kental. Saat mengawal Gajahmada dan Jayanegara,
Bhayangkara Jayabaya merasakan kerinduan kepada kekasihnya yang bernama
Danawari. Kerinduan ini bahkan akan diwujudkan dalam bentuk pernikahan kelak
bila Ra Kuti berhasil dikalahkan.
(37) Bhayangkara Jayabaya memandang langit yang bersih dan membiarkan kerinduan hatinya berbicara. Setelah setahun berlalu dan kini ia menggenggam kebanggaan sebagai satu dari sangat sedikit pasukan khusus Bhayangkara, Jayabaya merasa telah tiba waktunya memenuhi janjinya kepada gadis itu, bahkan kepada Bekel Gajahmada pada sebuah hari Jayabaya pernah memperbincangkan secara khusus untuk meminta waktu menyempatkan mendahulukan kepentingan pribadi itu. Bekel Gajahmada tidak keberatan dan memberi izin (Gajahmada, 2004:466)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
2.8 Kartika Sinumping
Sebagai salah satu prajurit yang mengawal para sekar kedaton,
Bhayangkara Kartika Sinumping adalah salah satu Bhayangkara yang memiliki
pengabdian yang tinggi. Kesetiannya kepada Majapahit dibuktikan dengan
kesuksesan menyelamatkan para sekar kedaton.
(38) “Apa kabarmu Bhayangkara Kartika Sinumping dan Lembu Pulung, apa telah kauselesaikan tugasmu dengan baik?” bertanya Gajahmada.
“Tugas kami telah selesai dengan baik, Kakang Bekel,” Kartika Sinumping menjawab (Gajahmada, 2004:413)
Selain sebagai salah satu Bhayangkara pengawal para sekar kedaton,
Kartika Sinumping juga berjasa dalam mempersiapkan serangan balik para
prajurit Bhayangkara saat menggulingkan Ra Kuti. Kepahlawanan Kartika
Sinumping akan dijelaskan pada bab selanjutnya
Berdasarkan kutipan 36, dapat disimpulkan keempat Bhayangkara tersebut
adalah para prajurit yang pilih tanding atau hebat dalam pertempuran tetapi
kurang yakin dalam hal perempuan, apalagi yang mereka hadapi adalah para sekar
kedaton. Totalitas yang mereka tunjukkan dalam peperangan adalah bentuk
pemberani dan cerminan keteguhan hati yang kuat dalam menghadai suatu
kesulitan. Itulah bentuk kepahlawanan yang Lembu Pulung, Panjang Sumprit,
Jayabaya dan Kartika Sinumping tunjukkan.
2.9 Gajah Pradamba
Gajah Pradamba. Sebagai seorang prajurit Bhayangkara, postur fisik Gajah
Pradamba tentu gagah. Mengingat hanya prajurit dengan kemampuan olah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
kanuragan yang tinggi yang mampu diterima di kesatuan Bhayangkara.
Kemampuan kanuragan yang tinggi hanya bisa didapat dengan latihan olah tubuh
yang intensif. Oleh karena itu, kondisi fisik akan terjaga dengan otot-otot yang
besar.
Gajah Pradamba yang dikala muda dikenal sebagai Enggon, mempunyai
kemampuan yang tidak dapat diukur. Kemampuannya bahkan dikui oleh
Lembang Laut, Bhayangkara kepercayaan Gajahmada. Perhatikan kutipan berikut.
(39) Lembang Laut melenting melewati dinding batas penyekat serta bermaksud menuju halaman samping. Akan tetapi, Lembang Laut melihat mayat-mayat yang berkelimpangan berserakan di sana. Lembang Laut menggeleng-geleng kepala membayangkan entah dengan cara bagaimana Gajah Pradamba yang di kala muda bernama Enggon itu melakukan (Gajahmada, 2004 : 196,197).
Ketakjuban yang terlontar oleh seorang Lembang Laut mampu menjadi
gambaran betapa hebatnya seorang Gajah Pradamba. Beberapa prajurit menjadi
korbannya, bahkan pembunuhan tersebut dilakukannya tanpa menimbulkan
kegaduhan. Sebagai seorang prajurit mata-mata, kemampuan Bhayangkara
memang luar biasa. Kemampuan tanpa batas dan kesigapan yang luar biasa
meupakan bentuk pengabdian Gajah Pradamba kepada negara. Itulah bentuk
kepahlawanan yang ditunjukkan seorang Enggon.
2.10 Macan Liwung
Kemampuan tersebut juga ditunjukkan oleh seorang Macan Liwung.
Bhayangkara Macan Liwung adalah seorang prajurit dengan kesigapan yang
tinggi. Macan Liwung juga mempunyai kesadaran akan rasa kemanusiaan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
tinggi. Saat menyaksikan perbuatan keji yang dilakukan oleh prajurit Ra Kuti,
Macan Liwung tidak dapat menahan amarahnya.
(40) Sekelompok prajurit kaki tangan Ra Kuti telah berbuat keji. Di sebuah rumah mereka tidak hanya menjarah. Seorang saudagar yang memiliki anak gadis menjadi bulan-bulanan perbuatan mereka.
Gadis malang itu diperkosa bergilir. “Hanya binatang yang sanggup melakukan perbuatan itu,”
Bhayangkara Macan Liwung berbicara dalam hati (Gajahmada, 2004 : 237,238).
Perbuatan para prajurit Ra Kuti sungguh keji. Macan Liwung yang
menyaksikan perbuatan tersebut menyamakan para prajurit itu seperti perbuatan
binatang. Manusia yang dikarunia oleh Tuhan berupa akal dan budi mampu
berubah menjadi seperti binatang bila tidak ada aturan dalam masyarakat yang
mengikat. Saat aturan-aturan tersebut tidak berlaku karena pergolakan, maka
hanya kerusakan yang akan dipetik oleh manusia.
Macan Liwung sebagai prajurit Bhayangkara dengan sorot matanya yang
tajam bertindak menjatuhkan hukuman bagi para prajurit Ra Kuti. Tidak ada
hukuman yang lebih pantas selain hukuman mati. Maka itulah yang terjadi.
(41) Matanya yang tajam terus mengawasi sepak terjang prajurit pemberontak yang menjadi liar itu. Bhayangkara Macan Liwung tidak mampu menguasai diri lagi. Busur segera direntangnya. Warasta dengan ujung beracun dipasangnya dan kemudian direntang. Macan Liwung tak membutuhkan waktu terlampau lama untuk membidik. Demikian anak panah dilepas, prajurit petualang itu terjengkang sambil mendekap dadanya. Ambruk tanpa sempat berteriak.
Macan Liwung kembali merentang busur dan melepas anak panah. Prajurit berikutnya yang menunggu giliran memerkosa gadis itu ambruk dengan mata melotot dan tidak sempat berteriak. Kemampuan bidik yang dimiliki Macan Liwung memang luar biasa. Anak panah itu melesak membenam di tenggorokannya. Prajurit terakhir yang dengan peluh berhamburan serta semangat menggebu menjarah kehormatan anak gadis saudagar kaya itu mati dengan kepala terpisah dari tubuh. Pedang panjang Macan Liwung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
membabat lehernya. Seorang lagi prajurit petualang muncul dari pintu. Macan Liwung melepas pisaunya. Sekali ayun pisau itu terbang dan melesat cepat ke arah sasarannya, menembus mata kanan (Gajahmada, 2004 : 238).
Rentetan aksi Macan Liwung seperti yang terlihat pada kutipan diatas
menggambarkan kegesitan yang luar biasa. Aksi yang diawali dengan melepas
anak panah kemudian berganti menjadi aksi pedang panjang dan diakhiri dengan
aksi pisau terbang memperlihatkan tingginya kanuragan seorang Macan Liwung.
Saat menghadapi kejahatan, seorang Macan Liwung mampu berubah
menjadi prajurit seganas “macan”. Macan Liwung mampu mematikan nuraninya
dengan membantai para prajurit yang berbuat batil. Terlepas dari kekejamannya
saat membasmi kejahatan, Macan Liwung ternyata seorang prajurit dengan hati
yang lembut. Bertolak belakang dengan aksinya saat membantai para prajurit,
Macan Liwung dapat menjadi sprajurit yang penuh dengan welas asih.
Seorang prajurit yang tegas, tangkas dan penuh welas asih merupakan
gambaran seorang Macan Liwung. Penokohan yang ditunjukkan oleh Macan
Liwung merupakan gambaran bentuk kepahlawanan yang dimilikinya. Bentuk
yang sedikit “liar” juga dimiliki oleh Bhayangkara Gajah Geneng.
2.11 Gajah Geneng
Dalam novel Gajahmada karya LKH, seorang Bhayangkara Gajah Geneng
tidak terlalu banyak diceritakan. Penggambaran Gajah Geneng hanya dapat
diidentifikasi lewat pemikiran Gagak Bongol.
(42) Sulit membayangkan Bhayangkara Riung Samudra mau berkhianat menjadi kaki tangan Ra Kuti. Kemudian, Gajah Geneng sedikit berangasan. Gagak Bongol mengenal dengan baik sosok macam apa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Gajah Geneng. Tidak mungkin Gajah Geneng mau menjadi kaki tangan Ra Kuti (Gajahmada, 2004 : 346).
Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa seorang Bhayangkara
Gajah Geneng adalah seorang prajurit yang sedikit “liar”. Gagak Bongol
menggunakan istilah berangasan. Meskipun berangasan bukanlah bentuk yang
baik, Gagak Bongol tetap mempercai Gajah Geneng tidak mungkin menjadi
bagian dari pemberontak. Hal ini menandakan bahwa Gajah Geneng seorang
prajurit yang lurus dan terutama setia kepada negara.
2.12 Riung Samudra
Sebagai prajurit Bhayangkara, selain tinggi dalam olah kanuragan,
seorang prajurit juga harus pintar. Pintar dalam berpikir, bertindak dan
mengantisipasi berbagai kejadian yang genting. Riung Samudra sebagai salah satu
anggota prajurit Bhayangkara memiliki kecerdasan dalam menilai suatu peluang.
Saat pemberontakan Ra Kuti pecah, istana yang menghadapi gelombang
besar serangan prajurit pemberontak kesulitan mempertahankan gerbang istana.
Para Bhayangkara merasa permasalahan mempertahankan istana merupakan
pekerjaan yang luar biasa sulit. Posisi para pemberontak yang di luar istana
mempunyai keuntungan lebih banyak dibanding para prajurit yang setia
melindungi Jayanegara di dalam istana.
Dalam keadaan seperti itulah, Riung Samudra mengungkapkan berbagai
kemungkinan kepada Gajahmada. Kemungkinan-kemungkinan yang diungkapkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
Riung Samudra merupakan perkiraan tindakan yang dapat dilakukan oleh Ra Kuti
yang hendak menyerbu istana.
(43) “Jika kau menjadi Ra Kuti, apa yang akan kau lakukan?” desak Bekel Gajahmada.
“Ada banyak kemungkinan,” jawab Riung Samudra, “mereka tentu akan berupaya keras menjebol dinding atau memecahkan regol. Upaya itu akan sulit dilaksanakan jika para Bhayangkara yang menjaga dinding memiliki anak panah yang cukup. Pada kenyataannya jumlah anak panah yang ada tidak mencukupi kebutuhan. Di pihak Ra Kuti, ada banyak cara yang bisa diambil. Mereka mungkin menggunakan gelondongan kayu atau batang kelapa yang dipikul ramai-ramai untuk menghantam dinding yang terbuat dari bata ini. Selanjutnya, ada kemungkinan lain yang lebih mencemaskan.”
Gajahmada memandang kedua bawahannya dengan tatapan tajam. “Kemungkinan mencemaskan yang bagaimana?” desaknya. Riung Samudra menghela desah napas gelisah. “Apa yang bisa Kakang Bekel lakukan jika Ra Kuti menghujani
istana dengan anak panah berapi?” (Gajahmada, 2004 : 165,166).
Kemungkinan yang diungkapkan Riung Samudra kepada Gajahmada
merupakan kemungkinan terburuk yang dihadapi istana. Saat masa pendadaran
prajurit di Majapahit, pengetahuan tentang penyerbuan sebuah benteng tentu
diajarkan. Siasat hujan panah api merupakan salah satu siasat yang diajarkan.
Riung Samudra yang cerdas mengingat siasat tersebut.
Bentuk-bentuk yang dimiliki dan ditunjukkan oleh Gajah Pradamba, Gajah
Geneng, Macan Liwung dan Riung Samudra merupakan bentuk-bentuk manusia
yang beragam. Seorang Gajah Pradamba dan Macan Liwung dengan ilmu
kanuragani yang mumpuni, Gajah Geneng yang berangasan namun setia sampai
Riung Samudra dengan daya analisisnya. Mereka mencurahkan semua
kemampuannya untuk Majapahit. Kesetiaan yang dilandasi kemampuan itulah
bentuk-bentuk kepahlawanan mereka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
2.13 Mahisa Kingkin
Mahisa Kingkin dan Risang Panjer Lawang adalah dua Bhayangkara yang
menjadi korban kelicikan mata-mata Ra Kuti. Mahisa Kingkin yang merupakan
teman dekat Bhayangkara Pradhabasu kehilangan nyawanya karena fitnah kejam.
Sedangkan Risang Panjer Lawang gugur karena sabetan senjata tajam sewaktu
menyelamatkan Jayanegara di Kabuyutan Mojoagung. Risang Panjer Lawang
gugur karena sabetan pedang mata-mata Ra Kuti. Ironisnya mata-mata tersebut
merupakan bagian dari Bhayangkara.
Mahisa Kingkin digambarkan sebagai Bhayangkara yang tegas dan setia
terhadap negara. Mahisa Kingkin gugur karena fitnah seorang mata-mata Ra Kuti
dalam tubuh Bhayangkara. Mahisa Kingkin mendapat fitnah saat mata-mata
tersebut hendak mengirim kabar keberadaan Gajahmada kepada Ra Kuti dengan
burung merpati.
Buntalan berisi remah jagung pakan burung merpati ditaruhnya di dalam
buntalan perjalanan Mahisa Kingkin. Saat diadakan pemeriksaan, ditemukanlah
remah-remah jagung di dalam bekal perjalanan Mahisa Kingkin. Gagak Bongol
yang mendapat tanggung jawab menemukan pengkhianat di tubuh Bhayangkara
menjadi gelap mata dan menebas kepala Mahisa Kingkin dengan pedang panjang.
Mahisa Kingkin tidak sempat melakukan pembelaan karena kepalanya langung
terpisah dari tubuh karena sabetan pedang Gagak Bongol.
Mahisa Kingkin digambarkan sebagai Bhayangkara yang cinta tanah air.
Kecintaannya dilukiskan lewat totalitasnya dalam menjalankan perintah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Gajahmada selaku pemimpin Bhayangkara. Mahisa Kingkin berani membantah
seorang Gagak Bongol yang notabene dituakan diantara para Bhayangkara.
Saat itu Gagak Bongol yang mendapat mandat dari Gajahmada untuk
menemukan pengkhianat dalam tubuh Bhayangkara hendak kembali ke kotaraja
untuk memberikan teror kepada Ra Kuti. Sebenarnya ide Gagak Bongol yang
dilontarkan tersebut merupakan pancingan kepada mata-mata Ra Kuti. Gagak
Bongol berpendapat siapa yang bersikeras menyusul Gajahmada ke Krian adalah
pengkhianat karena diasumsikan hendak secepatnya membunuh Jayanegera.
Krian, sebenarnya pun merupakan umpan yang dilontarkan Gajahmada, karena
sebenarnya Gajahmada menuju Mojoagung. Rencana tersebut telah disepakati
antara Gajahmada dan Gagak Bongol untuk menemukan pengkhianat tersebut.
Gagak Bongol merupakan Bhayangkara kepercayaan Gajahmada. Pada
dasarnya Gagak Bongol adalah seorang yang demokratis dan mau mendengarkan
saran teman-temannya. Mahisa Kingkin yang heran dengan perubahan bentuk
Gagak Bongol dengan berani menyuarakan pendapatnya.
(44) “Aneh sekali,” suara Mahisa Kingkin bergetar. “Tak merasakah kau dengan keputusan yang kauambil itu kau sedang berjudi? Kaupertaruhkan keselamatan Tuanku Jayanegara dengan cara seperti itu? Bagaimana kau bisa memastikan Kakang Bekel mampu melindungi Tuanku Jayanegara? Kakang Bekel dan Sri Baginda saat ini berada di Krian tengah menunggu kita. Sementara, kita melihat ada gerakan prajurit yang mencurigakan menuju Krian. Lalu, bagaimana kaubisa beranggapan Baginda dan Kakang Bekel pasti dalam keadaan aman?”
Mahisa Kingkin menggeleng-gelengkan kepala. Dia sulit menerima dan mengerti keputusan Gagak Bongol yang dinilainya bodoh (Gajahmada, 2004 : 350).
Keberanian yang ditunjukkan Mahisa Kingkin adalah contoh nyata
kesetiaan seorang prajurit dalam melaksanakan perintah atasannya. Mahisa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Kingkin tidak mau mengecewakan Gajahmada yang telah menunggunya di Krian.
Keberaniannya ini menjadikan Gagak Bongol curiga kepada Mahisa Kingkin
karena berkeras menuju ke Krian menyusul Gajahmada dan Jayanegara.
2.14 Risang Panjer Lawang
Tidak berbeda dengan Mahisa Kingkin, seorang Bhayangkara Risang
Panjer Lawang adalah seorang yang berbakti dan setia kepada negara. Sebagai
seorang prajurit, Risang Panjer Lawang siap mati untuk negara.
(45) Risang Panjer Lawang yang ringan tangan, dari sepak terjangnya selama menjadi bagian dari Bhayangkara, sudah banyak menunjukkan bukti kesetiaan dan pengabdiannya yang luar biasa bagi negara (Gajahmada, 2004 : 346).
Kutipan tersebut menggambarkan seorang Risang Panjer Lawang yang
suka membantu teman-temannya. Dia juga seorang prajurit yang setia dan total
dalam hal bela negara. Risang Panjer Lawang gugur di Kabuyutan Mojoagung
karena sabetan senjata di punggungnya. Sabetan itu dilakukan oleh pengkhianat di
tubuh Bhayangkara.
(46) “Jika aku mati,” ucap Risang Panjer Lawang dengan suara makin lemah, “aku bangga mati sebagai Bhayangkara. Janganlah kematianku sia-sia. Berjuanglah dengan sekuat tenaga dan kembalikan Baginda Jayanegara ke singgasananya.” (Gajahmada, 2004 : 427).
Kesetiaan dan pengabdian yang dalam dari seorang Risang Panjer
Lawang. Lewat kutipan tersebut terlihat seorang Bhayangkara yang rela mati
untuk keselamatan dan kelanggengan seorang raja Majapahit. Kematian Risang
Panjer Lawang dilatarbelakangi oleh nafsu pribadi pengkhianat di tubuh
Bhayangkara.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
(47) Namun, seseorang berbicara dalam hati, “Mampuslah kau Risang Panjer Lawang. Keinginanku agar kau mampus menjadi kenyataan. Semuanya dilibas duka karena merasa sangat kehilangan oleh kematianmu. Akan tetapi, tak seorang pun yang menduga termasuk kau sendiri, akulah yang membenamkan tombak dan mengayunkan pedang itu. dengan demikian, akulah yang akan mewarisi semua yang kau miliki, terutama istrimu yang diam-diam membuatku gila itu.”
Suara yang bergema hanya dalam hati itu adalah suara telik sandi kaki tangan Ra Kuti. Sebagaimana yang lain, Bhayangkara telik sandi itu juga iktu menekuk wajahnya, bahkan paling dalam (Gajahmada, 2004 : 427,428).
Kesetiaan kepada negara yang ditunjukkan oleh Mahisa Kingkin dan
Risang Panjer Lawang tidak dapat disangkal merupakan bentuk-bentuk
kepahlawanan yang dapat menjadi penutan para pemimpin negara pada masa
sekarang.
2.15 Singa Parepen
Panji Saprang dan Singa Prepen adalah dua anggota prajurit Bhayangkara
yang berkhianat menjadi kaki tangan Ra Kuti. Singa Perepen menjadi kaki tangan
Ra Kuti karena tamak. Selain terbuai dengan janji-janji yang disodorkan oleh Ra
Kuti, Singa Parepen memiliki hasrat terpendam kepada istri Bhayangkara Risang
Panjer Lawang. Hasrat tersebut bahkan diwujudkannya dengan membunuh Risang
Panjer Lawang.
(48) Mimpi menjadi orang pinunjul oleh janji-janji yang diberikan Ra Kuti, juga mimpi memiliki istri yang cantik jelita yang ia anggap tidak ada yang melebihi kecantikannya kecuali istri Risang Panjer Lawang, mimpi itu kandas bersamaan dengan makin tersendat tarikan napasnya (Gajahmada, 2004 : 507).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
Kehebatan Singa Parepen dalam hal olah kanuragan adalah melepaskan
tiga anak panah sekaligus. Kemampuannnya yang luar biasa tersebut
didapatkannya dengan latihan yang terus menerus.
(49) Bhayangkara Singa Parepen yang berada di belakang Lembang Laut tidak kalah cekatan. Tiga anak panah lepas dari busurnya, melesat dengan cepat menuju sasaran (Gajahmada, 2004 : 215).
Singa Parepen sebagai anggota Bhayangkara mempunyai kecerdikan yang
tinggi. Sayangnya, kecerdasan Singa Parepen digunakan untuk kejahatan. Sepak
terjang kelicikan Singa Parepen ditunjukkannya saat memfitnah Mahisa Kingkin.
Bahkan Mahisa Kingkin harus gugur ditebas kepalanya oleh Gagak Bongol.
2.16 Panji Saprang
Selain Singa Parepen, Bhayangkara lain yang menjadi mata-mata Ra Kuti
adalah Panji Saprang. Berbeda dengan Singa Parepen, Panji Saprang menonjol
dalam hal memanah. Keakuratan panah Panji Saprang adalah yang terbaik di
dalam tubuh Bhayangkara.
(50) “Panji Saprang,” berkata Gajahmada. Panji Saprang mendekat. “Di antara prajurit Bhayangkara, kau memiliki kemampuan bidik
paling sempurna. Nah, kaulihat itu, bisakah kau mengukur jarak sasaranmu?” lanjut Gajahmada (Gajahmada, 2004 : 169).
Kemampuan bidik Singa Parepen dan Panji Saprang merupakan yang
terbaik di prajurit Bhayangkara. Kemampuan yang mereka miliki tentu saja tidak
didapat dengan waktu yang singkat. Latihan dengan intensitas yang tinggi tentu
telah mereka jalani. Sayang sekali, dedikasi yang besar terhadap kemampuan olah
kanuragan tidak mereka manfaatkan untuk membela negara. Bila mereka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
membaktikan kemampuannya untuk kebesaran Majapahit, dapat dibilang bahwa
itulah bentuk kepahlawanan yang mereka tunjukkan.
2.17 Kesimpulan Tokoh dan Penokohan Prajurit Bhayangkara
no Tokoh Penokohan
1 Gajahmada -fisiknya kuat dan kekar
-kecerdasan dan kepintarannya di atas rata-rata
prajurit Majapahit
-daya penalaran yang tinggi, mampu membuat
strategi yang tepat di saat yang gawat
-mampu berpikir cepat dan dapat
mengambil tindakan yang berani
-mempunyai kewaspadaan yang tinggi
-sifat kesatria, setia kawan dan bukan pengecut
-sangat tegas
-mempunyai rasa bela negara yang tinggi
2 Gagak Bongol -gagah berotot, mempunyai ilmu beladiri yang
tinggi
-dekat dengan Gajahmada
-mempunyai kesiagaan dan kewaspadaan yang
tinggi
-mempunyai rasa tanggung jawab dan dedikasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
yang tunggu kepada tugas
-kurang mampu mengendalikan emosi,
cenderung mudah terpancing oleh keadaan
-mudah ragu-ragu karena kurang mampu
menyimpulkan suatu keadaan
-mudah curiga kepada orang yang belum
dikenal
-tidak sabaran, akibatnya kurang mampu
berpikir jernih
-cenderung menjadi gegabah, kurang mampu
melihat permasalahan dari beragam sudut
pandang
-memiliki sikap kesatria dan mampu menerima
kesalahannya
3 Lembang Laut -tegap, berotot dan mempunyai kelebihan
dalam hal melajak jejak dan penyamaran
-bersama Gagak Bongol, menjadi Bhayangkara
kepercayaan Gajahmada
-mempunyai keberanian yang tinggi
-pintar, berkepala dingin dan mampu berpikir
rasional
-sebagai mata-mata, Lembang Laut selalu
mendahulukan kepentingan negara daripada
emosinya
4 Pradhabasu -berperawakan gagah dan mempunyai
kelebihan dalam hal melempar pisau
-ahli dalam hal penyamaran
-bentuknya tenang dan berkepala dingin
-cerdas, dan mampu membuat pertimbangan
dari beragam sudut pandang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
-berani menyampaikan pendapat
5 Lembu Pulung -seorang prajurit pengawal yang handal
-pemberani dan mampu menjalankan tugas
dengan baik
-bertanggung jawab terhadap tugas
6 Panjang Sumprit -pemberani dan tidak pernah takut menantang
bahaya
-prajurit pengawal yang handal
-pintar
-berani mengutarakan pendapat
7 Jayabaya -perawakannya tidak terlalu besar, cukup
berotot
-setia kepada tugas dan negara
-mempunyai sisi kemanusiaan yang kental
-selalu siap mengorbankan nyawanya untuk
keberhasilan tugas negara
8 Kartika Sinumping -pengabdiannya kepada negara tinggi
-figur prajurit yang setia
-ahli dalam perang gerilya
-berjasa dalam mempersiapkan serangan balik
para Bhayangkara untuk menumpas
pemberontakan Ra Kuti
9 Gajah Pradamba -gagah, dengan otot yang kekar
-kemampuan olah kanuraga tidak dapat diukur
-prajurit mata-mata yang sangat ahli
-mempunyai kesigapan dan kewaspadaan yang
tinggi
10 Macan Liwung -sorot matanya tajam
-tegas dan mempunyai kesigapan yang tinggi
-ilmu beladirinya seimbang dengan Gajah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Pradamba
-mempunyai rasa kemanusiaan yang tinggi
-berhati lembut, mudah tersentuh hatinya,
namun dapat berubah menjadi prajurit yang
kejam saat menyaksikan ketidakadilan
11 Gajah Geneng -gambaran prajurit yang sedikit “liar”
-meskipun “liar”, Gajah Geneng mampu
menjaga kepercayaan pimpinannya
-setia kepada negara
12 Riung Samudra -olah kanuragan tinggi
-pintar dalam berpikir, tepat dalam bertindak
dan mampu mengantisipasi berbagai
perubahan kondisi
-mampu membaca dan menilai sebuah peluang
-mampu berpikir tenang meski dalam keadaan
genting
13 Mahisa Kingkin -menjadi korban kelicikan mata-mata Ra Kuti
dalam tubuh Bhayangkara
-tegas dan setia kepada negara
-total dalam menjalankan perintah
-berani mempertanyakan suatu perintah
apabila Mahisa Kingkin merasa benar
14 Risang Panjer Lawang -berbakti dan setia kepada negara
-ringan tangan dalam membantu Bhayangkara
yang lain
15 Singa Parepen -berkhianat dan menjadi mata-mata Ra Kuti
-mempunyai hasrat terpendam kepada istri
Risang Panjer Lawang
-ahli dalam memanah, mampu melepaskan tiga
anak panah sekaligus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
-mempunyai kecerdasan yang tinggi
16 Panji Saprang -berkhianat dan menjadi mata-mata Ra Kuti
-mempunyai keakuratan ang tinggi dalam
memanah. Terbaik diantara Bhayangkara yang
lain
-pintar dan cerdik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
BENTUK-BENTUK KEPAHLAWANAN PRAJURIT BHAYANGKARA
SAAT MEMADAMKAN PEMBERONTAKAN RA KUTI
DALAM NOVEL GAJAHMADA KARYA LANGIT KRESNA HARIADI
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pahlawan mengandung dua
pengertian pokok. Pokok pertama, yaitu orang yang menonjol karena keberanian
dan pengorbanannya dalam membela kebenaran. Pokok kedua adalah pejuang
yang gagah berani (2005 : 811).
Pada bab ini, bentuk kepahlawanan yang akan diteliti adalah bentuk-
bentuk kepahlawanan yang ditunjukkan oleh prajurit Bhayangkara saat
memadamkan pemberontakan Ra Kuti. Bentuk-bentuk kepahlawanan tersebut
tampak dalam kronologis peristiwa pemberontakan Ra Kuti pada masa
pemerintahan Jayanegara.
Majapahit pada masa pemerintahan Jayanegara mengalami berbagai
macam pergolakan. Salah satu pergolakan yang terjadi adalah pemberontakan
para Dharmaputra Winehsuka dibawah pimpinan Ra Kuti. Pemberontakan Ra
Kuti didasari perasaan tidak puas Ra Kuti terhadap keputusan Jayanegara yang
memberikan penghargaan lebih tinggi kepada Lembu Anabrang. Ra Kuti merasa
lebih berjasa daripada Lembu Anabrang saat mereka bahu-membahu membasmi
pemberontakan Sorandaka.
Bhayangkara di bawah pimpinan seorang Gajahmada bekerja keras untuk
menyelamatkan Jayanegara yang terancam nyawanya. Usaha penyelamatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
tersebut meliputi penyelamatan, pelarian dan serangan balik untuk
mengembalikan Jayanegara ke singgasananya. Usaha tersebut merupakan
cerminan bentuk-bentuk kepahlawanan yang ditunjukkan oleh para prajurit
Bhayangkara dengan ditopang penokohan yang luar biasa dari tiap prajurit
Bhayangakara.
Sebagai indikasi bentuk-bentuk kepahlawanan prajurit Bhayangkara,
peneliti menggunakan teori Sri Mangkunegaran IV tentang watak seorang
Kumbakarna. Watak-watak inilah yang menjadi dasar penilaian peneliti tentang
sepak terjang prajurit Bhayangkara sehingga dapat dikategorikan sebagai bentuk-
bentuk kepahlawanan.
Menurut Sri Mangkunegaran IV dalam Kamajaya (1984 : 55), watak
seorang Kumbakarna yaitu pertama, jujur dan adil. Kedua, menjunjung tinggi
negara. Ketiga, cinta tanah air.
Watak pertama yang diungkapkan oleh Sri Mangkunegaran adalah jujur
dan adil. Watak ini berkaitan dengan tindakan untuk melawan perbuatan jahat
yang melanggar hak dan kebahagiaan orang lain. Watak kedua adalah menjunjung
tinggi negara. Watak kedua ini berkaitan dengan tindakan untuk melawan segala
bentuk tekanan dan penjajahan terhadap tanah air. Watak ketiga adalah cinta tanah
air. Watak ketiga ini berkaitan dengan keyakinan untuk berkorban jiwa dan raga
demi keutuhan negara.
Berdasarkan pemaparan Sri Mangkunegaran IV, maka usaha prajurit
Bhayangkara dalam menyelamatkan Jayanegara dapat dikategorikan sebagai
tindakan seorang pahlawan. Bentuk-bentuk kepahlawanan tersebut tampak dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
kronologis pemberontakan Ra Kuti yang penulis klasifikasikan menjadi tiga
bagian. Bagian pertama adalah usaha penyelamatan Jayanegara oleh para
Bhayangkara dari dalam kotaraja yang telah dikepung oleh pasukan pemberontak.
Bagian kedua adalah usaha pelarian Jayanegara yang menjadi buronan pasukan
pemberontak dan bagian ketiga adalah serangan balik para Bhayangkara guna
mengembalikan Jayanegara ke singgasana Majapahit. Pengklasifikasian tersebut
membentuk suatu kronologis cerita karena tokoh dan penokohan yang menjadi
dasar lahirnya bentuk-bentuk kepahlawanan membentuk suatu alur.
3.1 Penyelamatan Jayanegara
3.1.1 Tindakan Tanggap Darurat oleh Gajahmada
Arya Tadah, sebagai Mahapatih Majapahit merasakan firasat buruk. Saat
itu turun kabut yang sangat tebal. Sebagai orang yang telah melewati berbagai
macam peritiwa dalam hidupnya, Arya Tadah merasa kabut yang turun bukanlah
kabut biasa. Arya Tadah pernah mengalami kejadian serupa saat Ken Dedes
mangkat. Waktu itu kabut juga turun dengan tebalnya.
Arya Tadah yang tidak mampu menahan kecemasannya lalu memanggil
Gajahmada. Arya Tadah mengenal Gajahmada sebagai prajurit yang meskipun
hanya berpangkat sebagai bekel namun mempunyai kecerdasan dalam olah pikir
dan kehebatan dalam olah kanuragan. Kepada Gajahmada, Arya Tadah
meyampaikan kecemasannya.
(51) “Ada tiga buah peristiwa penting yang aku catat yang sekarang akan kuceritakan kepadamu. Peristiwa pertama adalah ketika leluhur Sri Baginda, pendiri Singasari terbunuh oleh keris Empu Gandring. Tuanku Sri Rajasa Batara Sang Amurwabumi tewas di tangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
seorang batil dari Pangalasan, peristiwa itu konon ditandai dengan turunnya kabut yang sangat tebal menyergap istana Singasari. Kabut yang tebal dan udara dingin itu dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh Batil Pangalasan dengan tidak menyimpak keraguan secuil pun. Ia membenamkan keris rautan Empu Gandring ke dadanya. Suasana saat itu kira-kira seperti sekarang ini. Singasari memang berada di ketinggian dan udaranya dingin, dikemuli kabut amat tebal.”
Arya Tadah terdiam sejenak seperti sedang mengumpulkan ingatan. Dengan sabar Bekel Gajahmada menunggu Mahapatih Tadah melanjutkan ceritanya.
“Peristiwa yang kedua adalah saat Singasari akhirnya benar-benar runtuh, saat Tuanku Sri Kertanegara terbunuh oleh serangan Jayakatwang dari Kediri. Serangan itu dilakukan di pagi buta, juga ketika kabut turun dengan tebalnya. Pasukan segelar sepapan membuat kekacauan dari arah utara. Namun, yang sebenarnya terjadi pasukan yang lebih besar lagi datang bagaikan banjir bandang menggilas kotaraja Singasari dari arah selatan.”
“Ketika Jayakatwang menyerbu Singasari, saat itu kabut yang turun begitu tebal. Siapa pun mengalami kesulitan untuk melihat benda-benda di sekitarnya. Keadaan itu dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh Jayakatwang untuk melakukan serangan dadakan. Dan, yang terakhir adalah ketika Majapahit benar-benar dililit duka, saat Tuanku Baginda Kertarajasa Jayawardhana mangkat. Kauingat apa yang terjadi?”
Bekel Gajahmada mengangguk. Gajahmada juga menyaksikan keajaiban alam itu. Di siang hari matahari bercahaya pucat kekuning-kuningan. Hal itu berlangsung beberapa hari lamanya seiring dengan Sri Baginda yang gering. Ketika malam itu Sri Baginda mangkat, kabut turun amat tebal ditandai pula dengan kehadiran burung gagak yang berkaok-kaok di tengah malam. Majapahit bagaikan dipayungi mendung duka ketika Raden Wijaya menutup mata untuk selamanya (Gajahmada, 2004 : 20,21).
Runtutan peristiwa yang diceritakan oleh Arya Tadah di atas adalah
peristiwa besar yang terjadi dalam perjalanan sejarah leluhur Majapahit.
Peristiwa-peristiwa yang selalu berhubungan dengan kematian tersebut ditandai
dengan turunnya kabut tebal.
Sebenarnya, Gajahmada yang menyimak cerita dari Arya Tadah
menyimpan suatu rahasia. Setelah menyimak cerita Arya Tadah, Gajahmada
memutuskan untuk bercerita.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
(52) “Sebenarnya baru aku bertemu dengan orang yang menyebut dirinya dengan nama Manjer Kawuryan. Aku tidak tahu, pamrih apa yang ada dalam benaknya. Orang itu baru saja memberi tahu aku bahwa besok istana akan diserbu oleh banjir bandang berkekuatan segelar sepapan.” (Gajahmada, 2004 : 22)
Sebelum bertemu Arya Tadah, Bekel Gajahmada bertemu dengan
seseorang misterius yang menggunakan nama sandi Manjer Kawuryan. Perhatikan
kutipan berikut.
(53) “Sebut aku Manjer Kawuryan,” jawab orang itu. Dari suaranya Gajahmada tahu orang itu menggunakan topeng.
Terdengar dari getar suaranya yang tertahan. Manjer Kawuryan, Ki Bekel memahami apa artinya. Tangsu manjer kawuryan berarti bulan tengah bercahaya benderang.
“Ada keperluan apa kau menemuiku?” bertanya Gajahmada. “Aku bermaksud baik,” jawab orang itu. “Kau hanya memiliki waktu
sangat sempit sejak saat sekarang. Karena, fajar menyingsing nanti sebuah pasukan segelar sepapan akan bergerak menggilas istana.”
Bekel Gajahmada amat berdesir. Bekel Gajahmada tidak mungkin mengabaikan keterangan itu mengingat kegiatan kelompok telik sandi pasukan Bhayangkara yang selama ini bekerja keras menemukan bentuk kegiatan aneh. Kegiatan itu sampai saat ini masih belum diketahui kemana arahnya. Gajahmada segera menghubungkan keterangan orang itu dengan apa saja yang telah diketahuinya (Gajahmada, 2004 : 17).
Dari kutipan tersebut, terlihat Gajahmada mempunyai petunjuk mengenai
pemberontakan yang akan terjadi saat pagi menjelang. Kecemasan Arya Tadah
menjadi pemicu Gajahmada untuk bercerita. Hal ini yang menjadi kunci langkah-
langkah selanjutnya yang diambil oleh Mapatih Arya Tadah dan Bekel
Gajahmada yang menjadi awal munculnya bentuk-bentuk kepahlawanan prajurit
Bhayangkara dibawah pimpinan Gajahmada.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Laporan Gajahmada mengenai seseorang misterius yang menggunakan
nama sandi Manjer Kawuryan ditanggapi dengan serius oleh Arya Tadah. Mapatih
Arya Tadah yang telah mengenal Gajahmada sebagai seorang prajurit yang setia,
pintar dan mumpuni memberikan wewenang penuh untuk mengambil langkah-
langkah darurat guna membendung pemberontakan yang akan segera terjadi. Hal
tersebut tampak dalam kutipan 7 dan 8.
Bentuk kepercayaan Mapatih Arya Tadah adalah memberikan kalung
samir Mapatih kepada Gajahmada. Kalung samir tersebut merupakan tanda
pangkat yang menjadi wewenang penuh Mapatih untukk mengambil keputusan
mewakili raja. Jadi, Gajahmada yang mendapat kepercayaan dari Mapatih berarti
mendapat kepercayaan juga dari raja. Gajahmada yang menyadari betapa besar
tanggung jawab yang ia tanggung dengan segera mengumpulkan para prajurit
Bhayangkara untuk melakukan penyelidikan.
Segera setelah bertemu dengan Mapatih, Gajahmada mengumpulkan para
Bhayangkara. Dengan berbekal kalung samir Mapatih, Gajahmada ditemani
Bhayangkara Gagak Bongol melakukan penyelidikan secara langsung dengan
mendatangi para Temenggung yang membawahi pasukan. Gajahmada
berpendapat bahwa tindakan makar tidak mungkin terjadi tanpa dukungan
pasukan dengan kekuatan besar.
(54) Di Majapahit terdapat tiga kelompok kesatuan besar yang masing-masing berkekuatan segelar sepapan, pasukan Jalapati di bawah pimpinan Rakrian Temenggung Banyak Sora. Temenggung Banyak Sora adalah seorang prajurit yang pilih tanding dan memiliki kesetiaan yang tinggi terhadap Sri Baginda Jayanegara. Lalu pasukan Jalayuda di bawah kendali Rakrian Temenggung Panji Watang. Sebagaimana Banyak Sora, Temenggung Panji Watang juga mumpuni dalam olah keprajuritan serta memiliki kemampuan olah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
perang yang tinggi. Terakhir adalah pasukan Jala Rananggana yang memiliki Candrakapala berwujud tengkorak sebagai lambang pasukan. Temenggung Pujut Luntar memimpin pasukan dari kesatuan Jala Rananggana itu (Gajahmada, 2004 : 23).
Di kerajaan Majapahit terdapat tiga kekuatan pasukan besar yang masing-
masing dipimpin oleh seorang Temenggung seperti tampak pada kutipan 54.
Gajahmada merasa perlu mengirim prajurit Bhayangkara untuk memata-matai dan
mencari informasi terkait kegiatan-kegiatan mencurigakan di tubuh tiga kesatuan
prajurit tersebut. Setelah beberapa saat, Gajahmada mendapati laporan dari telik
sandi yang dikirim untuk mecari informasi.
(55) Akhirnya, beberapa telik sandi yang disebar telah kembali. Kedatangan mereka kebetulan nyaris bersamaan.
“Apa yang akan kaulaporkan?” Bekel Gajahmada mendahului. “Apa yang kaucurigai ternyata benar Kakang Bekel. Tidak seorang
pun terlihat di bangsa Jala Rananggana. Bangsal itu sepi!” lapor Pradamba dengan napas tersengal.
“Kamu?” bertanya Bekel Gajahmada kepada Gajah Geneng. “Tidak ada kegiatan yang mencurigakan di bangsal Jalapati. Semua
kelihatan seperti biasanya,” jawab Gajah Geneng. “Bagaimana dengan bangsal kesatrian Jalayuda?” jawab Panji
Saprang dengan tegas. Gajahmada termangu. Sejenak kemudian pimpinan pasukan khusus
Bhayangkara itu manggut-manggut. Kini cukup jelas bagi Gajahmada bahwa pasukan Jala Rananggana berada di belakang rencana tindakan makar itu (Gajamada, 2004 : 30).
Berdasarkan laporan telik sandi Bhayangkara, Gajahmada menyimpulkan
bahwa Temenggung Pujut Luntar yang membawahi kesatuan Jala Rananggana
adalah orang yang akan melakukan makar. Untuk memastikan kesatuan Jalapati
dan kesatuan Jalayuda tidak terlibat usaha makar, Gajahmada dan Gagak Bongol
menemui Temenggung Banyak Sora dan Panji Watang selaku pimpinan kesatuan
tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Temenggung Banyak Sora sebagai pimpinan kesatuan Jalapati adalah
Temenggung yang setia dengan tanah airnya. Setelah Gajahmada menceritakan
akan terjadi makar, Temenggung Banyak Sora menjawabnya dengan kesiapan
membela Majapahit.
(56) “Akan aku siapkan pasukanku untuk membetengi istana,” jawab Rakrian Banyak Sora tegas. “Tidak sampai mendekati datangnya pagi, pasukanku telah pasang gelar.”
Bekel Gajahmada lega. Setidak-tidaknya bisa diharapkan banjir bandang yang akan terjadi itu bisa diredam (Gajahmada, 2004 : 37,38).
Banjir bandang yang dimaksud oleh Gajamada adalah serangan para
pemberontak yang akan menggulingkan Jayanegara, raja Majapahit saat itu.
Setelah mendapat jaminan dari Temenggung Banyak Sora, Gajahmada dan Gagak
Bongol bergegas menuju bangsal kesatuan Jalayuda untuk bertemu Temenggung
Panji Watang.
Pertemuan dengan Temenggung Panji Watang tidak berjalan seperti yang
Gajahmada harapkan. Gajahmada yang sedang berusaha mendapatkan dukungan
guna mencegah makar yang akan terjadi justru mendapati sikap Temenggung
Panji Watang yang cenderung ingin mendapatkan keuntungan dari makar yang
akan terjadi. Temenggung Panji Watang berkilah bahwa makar yang terjadi
merupakan urusan keluarga istana. Oleh karena itu, Temenggung Panji Watang
tidak akan mengambil sikap melindungi istana maupun mendukung makar yang
akan terjadi.
(57) “Aku menganggap apa yang akan terjadi besok bukanlah urusanku. Tugasku adalah menjaga ketentraman negara. Jika ada negara lain mencoba mengganggu ketentraman Majapahit maka aku akan maju di barisan paling depan untuk menghadapinya. Namun, jika yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
bertikai adalah keluarga sendiri lebih baik aku menempatkan diri di luar arena (Gajahmada, 2004 : 41).
Jawaban Temenggung Panji Watang mengagetkan Gajahmada. Bekel
Gajahmada tidak menemukan alasan akan terjadi makar karena alasan keluarga
istana. Pemikiran Gajahmada berasal dari kenyataan bahwa pengangkatan
Jayanegara adalah sah dan tidak ada anggota keluarga istana Majapahit yang
keberatan. Kekagetan Gajahmada bertambah saat Temenggung Panji Watang
berkata.
(58) “Aku tidak terlibat dalam persoalan ini. Dan, aku tidak akan melibatkan diri dalam persoalan Rakrian Kuti, “ berkata Panji Watang (Gajahmada, 2004 : 40).
Penjelasan yang diungkapkan oleh Temenggung Panji Watang membuat
Gajahmada sadar bahwa Temenggung Panji Watang akan mengail di air keruh
dengan memanfaatkan pemberontakan yang dilakukan oleh Ra Kuti. Sikap yang
demikian sangat dibenci Gajahmada.
(59) “Kini aku mendapat gambaran. Para Dharmaputra Winehsuka yang mendalangi rencana pemberontakan itu. Para Rakrian Winehsuka mengajak Temenggung Pujut Luntar. Dengan janji-janji tertentu, mungkin jabatan yang tinggi, Rakrian Temenggung Pujut Luntar bersedia bergabung. Ra Kuti tidak berani mengajak Rakrian Temenggung Banyak Sora karena Rakrian Banyak Sora mempunyai sikap yang tegas. Selanjutnya, Ra Kuti tentu juga merayu Rakrian Temenggung Panji Watang. Namun, Panji Watang mempunyai sikap yang lain. Jelas Rakrian Panji Watang mempunyai tujua tersendiri. Manakala pasukan yang bertempur besok sudah sama-sama remuk, Panji Watang tampil menggilas semuanya. Jika perhitunganku ini tidak salah, yang aku hadapi ini benar-benar orang yang cerdik sekaligus culas,” ucap Gajahmada untuk diri sendiri (Gajahmada, 2004 : 42).
Pada kutipan 59, dapat dilihat gambaran apa yang akan dihadapi oleh
Gajahmada dan para Bhayangkara. Pemberontakan yang akan terjadi merupakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
buah pekerjaan para Dharmaputra Winehsuka. Dharmaputra Winehsuka
merangkul Temenggung Pujut Luntar yang membawahi kesatuan Jala
Rananggana. Selain mengahadapi para Dharmaputra dan Temenggung Pujut
Luntar, Gajahmada juga harus memperhitungkan langkah apa yang akan diambil
oleh Temenggung Panji Watang.
Langkah-langkah tanggap darurat oleh Gajahmada dalam usaha
mengantisipasi langkah para pemberontak, merupakan wujud nyata dari teori
Mangkunegeran IV tentang watak Kumbakarna. Tanggap darurat Gajahmada
mencerminkan dua watak Kumbakarna, yaitu menjunjung tinggi negara. Bentuk
kepahlawanan ini berkaitan dengan tindakan untuk melawan segala bentuk
tekanan dan penjajahan terhadap tanah air. Watak yang kedua adalah cinta tanah
air, berkaitan dengan keyakinan untuk berkorban jiwa dan raga demi keutuhan
negara.
Bertindak cepat dan tepat merupakan pengabdian Gajahmada dalam usaha
melawan penjajahan pemberontak. Selain itu, tanggap darurat oleh Gajahmada
juga mencerminkan rasa cinta tanah yang besar.
3.1.2 Bentuk Kepahlawanan Bhayangkara Lembu Pulung, Panjang Sumprit,
Jayabaya, dan Kartika Sinumping Saat Menyelamatkan Sekar
Kedaton
Setelah mendapat gambaran mengenai pemberontakan yang akan terjadi,
Gajahmada mengumpulkan para Bhayangkara. Langkah selanjutnya yang diambil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
oleh Gajahmada adalah mengutus Bhayangkara Lembu Pulung, Panjang Sumprit,
Jayabaya dan Kartika Sinumping untuk mengungsikan para sekar kedaton.
Breh Daha dan Breh Kahuripan akan diungsikan ke suatu tempat bernama
Rimbi. Gajahmada menganjurkan agar pengawalan para sekar kedaton dilakukan
oleh sedikit pasukan saja agar tidak menarik perhatian. Lembu Pulung sebagai
pimpinan pasukan pengawal sekar kedaton sadar akan bahaya yang dihadapinya.
Apalagi para sekar kedaton harus mau menyamar menjadi rakyat biasa, tentunya
sangat beresiko bila sampai tertangkap pasukan pemberontak. Dengan jumlah
pasukan pengawal yang sedikit, misi penyelamatan sekar kedaton harus berhasil.
Pada akhirnya, Lembu Pulung, Panjang Sumprit, Jayabaya, dan Kartika
Sinumping berhasil menyelamatkan para sekar kedaton. Keberhasilan mereka
merupakan bentuk dedikasi besar terhadap keselamatan keluarga kerajaan.
Keselamatan keluarga istana menjadi prioritas Gajahmada. Selain
mengamankan para sekar kedaton, Gajahmada juga mengutus Lembang Laut
untuk melacak keberadaan para pemberontak. Tindakan ini diambil Gajahmada
supaya dapat diperkirakan langkah terbaik yang dapat diambil untuk membendung
gerakan para pemberotak.
Keberanian empat Bhayangkara tersebut merupakan bentuk kepahlawanan
dilihat dari teori Mangkunegaran IV tentang watak seorang Kumbakarna, yaitu
cinta tanah air. Bentuk kepahlawanan ini berkaitan dengan keyakinan untuk
berkorban jiwa dan raga demi keutuhan negara. Tugas berat mengawal para sekar
kedaton keluar dari kotaraja merupakan wujud bakti keempat Bhayangkara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
tersebut dalam menjaga keutuhan negara yang terwakili oleh keselamatan
keluarga kerajaan.
3.1.3 Lembang Laut Melacak Keberadaan Pemberontak
Lembang Laut yang ahli dalam bidang melacak jejak tanpa kesulitan
menemukan keberadaan para pemberontak. Setelah mengumpulkan beberapa
informasi, tanpa membuang waktu Bhayangkara Lembang Laut segera
melaporkan temuannya kepada Bekel Gajahmada.
(60) “Pasukan segelar sepapan itu siap menyerbu kedaton. Semuanya benar seperti yang dikatakan Kakang Bekel. Ra Kuti bersama para Dharmaputra Winehsuka bekerja sama dengan pasukan Jala Rananggana siap menyerbu istana dengan menggunakan gelar Supit Urang.” (Gajahmada, 2004, 70)
(61) “Mereka cukup cerdik dalam mempersiapkan serangan. Saat ini mereka berada di ladang jagung Palemahan di belakang wilayah Santanaraja. Mereka akan menyerbu istana dari belakang. Aku perlu menyampaikan pula sebuah kemungkinan yang amat buruk sebagaimana yang aku dengar saat Ra Kuti berkata bahwa mungkin ada telik sandi mereka yang menyusup di balik dinding istana. Tegasnya, ada di antara Bhayangkara yang berkhianat dan menjadi telik sandi mereka.” (Gajahmada, 2004 : 71)
Saat Lembang Laut melaporkan temuannya terkait posisi para
pemberontak, Gajahmada sedang berunding dengan Temenggung Banyak Sora
pimpinan kesatuan Jalapati. Berkat informasi yang disampaikan Lembang Laut,
Temenggung Banyak Sora dapat memindahkan para prajuritnya yang telah siap
menyambut para pemberontak di gerbang depan kraton Majapahit. Tanpa
membuang waktu, Temenggung Banyak Sora segera memindahkan pasukannya
ke belakang istana dan bersiap untuk berperang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Gerakan diam-diam Lembang Laut dalam melacak keberadaan pasukan
pemberontak membutuhkan kemampuan dan keberanian yang besar. Bila gagal,
bukan saja keselamatan Lembang Laut yang terancam, tetapi keutuhan Majapahit
yang dipertaruhkan. Lembang Laut tidak mengecewakan. Ia kembali membawa
kabar penting terkait keberadaan pasukan pemberontak.
Informasi penting ini adalah buah bentuk kepahlawanan Lembang Laut.
Sesuai dengan penjabaran Mangkunegaran IV tentang watak Kumbakarna, yaitu
cinta tanah air. Bentuk kepahlawanan ini berkaitan dengan keyakinan untuk
berkorban jiwa dan raga demi keutuhan negara.
3.1.4 Jalannya Peperangan Antara Temenggung Banyak Sora dengan
Temenggung Pujut Luntar
Peperangan antara pemberontak dan prajurit pembela Majapahit tidak
terelakkan. Temenggung Banyak Sora berhadapan satu lawan satu dengan
Temenggung Pujut Luntar. Sedangkan para Daharmaputra Winehsuka sebagai
otak pemberontakan tersebut hanyak berdiri dibelakang, tidak melibatkan dirinya
dalam peperangan.
Temenggung Banyak Sora dan Temenggung Pujut Luntar adalah dua
Temenggung dengan kemampuan olah kanuragan yang seimbang. Peperangan
yang terjadi semakin tidak menguntungkan pihak pemberontak karena
Temenggung Banyak Sora mampu menghambat gerakan para pemberontak.
Bahkan berkat kecerdikannya, Temenggung Banyak Sora mampu mendesak
Temenggung Pujut Luntar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Melihat hal tersebut Ra Kuti khawatir Temenggung Pujut Luntar akan
kalah dan usaha pemberontakan akan gagal. Pada saat terjepit, Ra Kuti bertindak
cepat. Dengan menunggang kuda, Ra Kuti menuju bangsal kesatuan Jalayuda,
menemui Temenggung Panji Watang. Ra Kuti hendak membujuk Temenggung
Panji Watang agar bersedia membantu usaha menggulingkan Jayanegara. Seakan
sudah menebak jalannya peperangan, Temenggung Pujut Puntar mengajukan
syarat yang harus dipenuhi oleh Ra Kuti.
(62) “Aku yang menjadi Raja,” ucap Panji Watang, “bagaiamana?” Ra Kuti terdiam. Kekecawaan yang harus ditelan benar-benar terasa pahit, kental dan bergumpal-gumpal. Gagasan untuk melakukan makar berasal dari dirinya, didoron oleh keinginan untuk menjadi orang utama di Majapahit. Kini ada orang lain, Temenggung Panji Watang mencoba meneriakkna hal yang sama, tanpa dirinya bisa berbuat apa-apa. Betapa menyakitkan jika akhirnya Temenggung Panji Watang itulah yang kelak berhasil menggulingkan Jayanegara dan mewarisi kekuasaannya, sementara dirinya hanya menjadi penonton belaka. Pahit melebihi brotowali, bukan eacun memang, tetapi siapa pun yang menelannya akan muntah. Itulah yang kini dialami oleh Ra Kuti (Gajahmada, 2004 : 116-117).
Kekecawaan yang dialami oleh Ra Kuti dilatar belakangi oleh posisinya
sebagai Dharmaputra Winehsuka yang tidak memiliki pasukan. Oleh karena itu,
Ra Kuti harus bekerjasama dengan seseorang yang membawahi pasukan dengan
jumlah besar. Posisi tawar Ra Kuti menjadi rendah karena Temenggung Panji
Watang mempunyai pasukan dalam jumlah besar dan mampu mengimbangi
kekuatan Temenggung Banyak Sora yang dibantu oleh Bhayangkara. Dengan
terpaksa Ra Kuti menyanggupi permintaan Temenggung Panji Watang.
Dengan bergabungnya Temenggung Panji Watang ke dalam barisan para
pemberontak, alur peperangan berubah. Pasukan Jalayuda yang masih segar dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
bersemangat menggempur istana dari arah depan. Mengetahui istana dalam
keadaan genting, Gajahmada dengan berani turun ke medan perang dan
menghentikan adu kesatian Temenggung Banyak Sora dan Temenggung Pujut
Luntar.
Berbekal kalung samir dari Mapatih Arya Tadah, Gajahmada
menceritakan perkembangan yang tidak menguntungkan kepada Temenggung
Banyak Sora. Tanpa berpikir panjang, Temenggung Banyak Sora mengambil alih
kendali pasukan Jalayuda dari Temenggung Pujut Luntar. Besarnya wibawa
Temenggung Banyak Sora membuat para prajurit yang sedianya hendak
membantu pemberotakan menjadi sadar dan mau bergabung dengan pasukan
Jalapati. Mengetahui pihaknya telah kalah, Temenggung Pujut Luntar menyerah
tanpa perlawanan.
Gabungan pasukan Jalapati dan Jala Rananggana di bawah pimpinan
Temenggung Banyak Sora bergerak ke arah depan istana untuk menyambut
pasukan Jalayuda. Pasukan gabungan Temenggung Banyak Sora berada pada
posisi yang tidak menguntungkan meski menang dalam jumlah. Banyak prajurit
yang telah kelelahan dan prajurit yang terluka pun tidak sedikit.
Meskipun kekalahan tidak dapat dihindari, Temenggung Banyak Sora
tetap menghadapi gabungan pasukan Jalapati dan pasukan Jala Rananggana
dengan gagah berani. Jumlah prajurit yang berat sebelah pun tidak membuat
Banyak Sora gentar. Bahkan berkubang nyawa ia akan berikan.
Gajahmada yang menyadari hal tersebut kembali kedalam istana untuk
melaporkan keadaan terakhir kepada Jayanegara dan menyiapkan pengungsian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
bila pemberontakan tidak dapat dipadamkan. Jayanegara selaku raja Majapahit
yang berkuasa pada saat itu merasa kecewa dengan pilihan mengungsi. Jayanegara
berpendapat, tidak selayaknya seorang raja yang harusnya dipuja, lari dari
peperangan seperti seorang pengecut.
(63) Mengungsi. Betapa kecewa Jayanegara mendengar kata-kata itu. Ia seorang raja, orang yang harus disembah oleh segenap kawulanya, orang yang paling dihormati melebihi siapa pun. Segala yang diucapkan harus terwujud dan menjadi kenyataan. Jika istana tidak berhasil dipertahankan, ia harus melarikan diri terbirit-birit mengungsi dan masih harus dikejar-kejar oleh pemberontak. Sungguh amat menyakitkan. Betapa sesak dada Jayanegara yang harus menelan kenyataan pahit itu. Pada saat yang demikian itulah, seseorang tengah mengintip. Orang itu berpakaian khas pasukan Bhayangkara. Dengan langkah ringan seperti langkah kaki seekor kucing, mengendap-endap tanpa suara, prajurit Bhayangkara itu berusaha mencari jarak pandang yang sesuai untuk rencana yang akan dilakukannya. Tangan kiri prajurit Bhayangkara itu memegang gendewa yang siap dibentangkan, tangan kanannya memegang anak panah.
Apa yang diinginkannya telah diperoleh. Dengan cermat dan seksama prajurit itu memasang anak panah dan merentangkan busurnya. Anak panah itu siap melesat ke arah dada Jayanegara (Gajahmada, 2004 :122). .
Pada kutipan 63 tampak harga diri Jayanegara yang tinggi. Jayanegara
tidak rela bila harus mengungsi dan lari dikejar-kejar para pemberontak. Pada
kutipan 63 juga tampak usaha pembunuhan Jayanegara oleh pengkhinat di tubuh
Bhayangkara. Mujur bagi Jayanegara karena Gajahmada dengan sigap menangkap
anak panah yang melesat menuju dada Jayanegara.
Setelah itu perkembangan peperangan menjadi semakin tidak terduga.
Mapatih Arya Tadah dengan berani turun ke medan perang di depan pintu
gerbang istana Majapahit. Arya Tadah hendak berbicara kepada Temenggung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Banyak Sora dan Temenggung Panji Watang agar peperangan dapat dicegah
seperti tampak dalam laporan Gagak Bongol kepada Jayanegara.
(64) “Bagaimana perkembangan di luar?” bertanya Jayanegara. Gagak Bongol dan Lembang Laut bersamaan memberikan sembah. “Hamba Tuanku,” Gagak Bongol berkata sekaligus mewakili temannya, “perkembangan telah bergerak tak terduga. Pertempuran di halaman belakang istana telah berakhir. Temenggung Pujut Luntar berhasil ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara. Akan tetapi, Temenggung Panji Watang mencoba memanfaatkan keadaan itu dengan ikut bermain-main, menyerang istana langsung dari halaman depan.” “Kurang ajar!” desis Jayanegara. Tatapan mata Jayanegara benar-benar tegang. “Lalu?” Jayanegara meminta Gagak Bongol untuk melanjutkan. “Rakrian Temenggung Banyak Sora berhasil menyadarkan sisa pasukan Jala Rananggana kemudian menggabungkannya menjadi satu untuk menghadapi sepak terjang pasukan Jalayuda. Namun, Mahapatih Tadah muncul berusaha mencegah perang. Rakrian Banyak Sora dan Panji Watang dipanggil dan didamaikan. Upaya itu hampir saja berhasil, tetapi tiba-tiba melesat anak panah beracun yang membunuh Temenggung Panji Watang dan Banyak Sora sekaligus. Kini Kakang Gajahmada mencoba mengendalikan pasukan Jalapati dan Jala Rananggana menghadapi petualangan Ra Kuti (Gajahmada, 2004 :149,150).
3.1.5 Gajahmada dan Bhayangkara Mengungsikan Jayanegara
Perkembangan makin tidak menguntungkan bagi Jayanegara dan para
Bhayangkara. Ra Kuti yang takut Mapatih Arya Tadah dapat mendamaikan para
Temenggung melepaskan anak panah beracun. Anak panah tersebut menggores
tubuh Temenggung Banyak Sora dan Temenggung Panji Watang. Tanpa
membuang waktu, Ra Kuti memimpin pemberontak menyerang istana. Usaha
Mapatih Arya Tadah gagal. Kemungkinan terburuk pun harus diambil. Istana
yang tidak mampu lagi dipertahankan, telah dikuasai para pemberontak.
Jayanegara yang bersembunyi di dalam biliknya ditemani Gajahmada dan para
Bhayangkara.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Jalan satu-satunya adalah mengungsi. Jayanegara berat hati untuk
meninggalkan singgasananya. Tetapi berkat desakan para Bhayangkara,
Jayanegara akhirnya mau untuk mengungsi dengan janji para Bhayangkara akan
mengembalikan Jayanegara ke singgasananya lagi.
(65) Gagak Bongol bergegas akan menbuka selarak pintu. “Tunggu!” cegah Sri Jayanegara. “Jangan buka pintu itu dulu, tolong angkat meja batu ini. Aku akan menunjukkan sesuatu pada kalian.” Para Bhayangkara makin dibuat heran. Tetapi, Riung Samudra dan Panji Saprang tak menola permintaan Jayanegara itu. Kedua prajurit itu segera menggeser meja dimaksud. Semua yang hadir berdesir. Ternyata di bawah meja batu itu terdapat sebuah lubang yang mengarah ke dalam tanah. Bekel Gajahmada yang termangu sesaat karena menyempatkan berpikir bergegas menyambar lampu ublik. Seorang prajurit diminta menyalakan lampu titikan. “Tembus di manakah lorong ini, Tuanku?” bertanya Gajahmada. “Nanti kau akan melihat sendiri,” jawab Sri Jayanegara, “bawa keduakotak besi itu. benda-benda itu tidak boleh terjatuh di tangan Ra Kuti!” Dengan tangkas Gajahmada segera mengambil perintah. “Kita semua mengawal Tuanku Sri Jayanegara lewat lorong ini. Depan sendiri Gagak Bongol dan Lembang Laut, disusul Tuanku Jayanegara dan aku. Lainnya di belakang, bawa kedu peti itu. Ayo.” (Gajahmada, 2004 : 184)
Berkat lorong rahasia, Bekel Gajahmada beserta para Bhayangkara
berhasil menyelamatkan nyawa Jayanegara dari kejaran Ra Kuti. Penyelamatan
yang dilakukan oleh para Bhayangkara tidak lepas dari tindakan yang tanggap dan
cepat dari Bekel Gajahmada.
Berawal dari kegelisahan Mahapatih Arya Tadah, kemudian informasi
rahasia dari Manjer Kawuryan, Gajahmada mampu membuat berbagai keputusan
penting yang mampu menyelamatkan nyawa Jayanegara dan para kerabat istana.
Keberanian Lembang Laut dalam menyusup ke dalam tubuh para
pemberontak dan kegesitan Gajahmada menyelamatkan Jayanegara dari anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
panah merupakan bentuk-bentuk kepahlawanan yang ditunjukkan para
Bhayangkara dalam usaha mencegah Ra Kuti menangkap Jayanegara. Keberanian
dan ketrampilan yang Lembang Laut dan Gajahmada tunjukkan sesuai dengan
teori Kooiman (1931 : 3), pahlawan adalah orang yang memiliki bentuk luhur
seperti berani, kuat, pemurah, penuh keterampilan dan setia.
Bentuk-bentuk kepahlawanan yang ditunjukkan oleh Lembang Laut dan
Gajahmada juga sesuai dengan penjabaran Sri Mangkunegaran IV tentang watak
seorang Kumbakarna. Salah satu bentuk yang dimiliki oleh pahlawan adalah
keyakinan untuk berkorban jiwa dan raga demi keutuhan negara.
3.2 Pelarian Jayanegara
3.2.1 Siasat Gajahmada Mengecoh Pasukan Pengejar
Saat istana tidak mungkin lagi dipertahankan, Jayanegara dengan dikawal
Gajahmada dan Bhayangkara lari menyelamatkan diri. Pelarian Jayanegara
dimulai dari lorong rahasia bawah tanah yang berada di dalam bilik pribadi
Jayanegara. Lorong tersebut mengarah ke pekarangan wisma kepatihan.
Pelarian Jayanegara hanya ditemani Gajahmada dan 15 Bhayangkara saja.
Kelima belas Bhayangkara tersebut adalah Lembu Pulung, Panjang Sumprit,
Jayabaya, Risang Panjer Lawang, Mahisa Kingkin, Pradhabasu, Lembang Laut,
Riung Samudra, Panji Saprang, Mahisa Geneng, Gajah Pradamba, Singa
Parepen, Macan Liwung dan Gagak Bongol.
Setelah berada di dalam wisma kepatihan, Gajahmada menyusun siasat
pelarian Jayanegara. Berbagai hal menjadi bahan pertimbangan Gajahmada,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
terutama pengkhianat di tubuh Bhayangkara yang menjadi mata-mata Ra Kuti.
Pelarian Jayanegara semakin tidak aman bila Gajahmada tidak mampu mengecoh
mata-mata tersebut.
Oleh karena itu, Gajahmada menyusun siasat untuk mengantisipasi
gerakan Ra Kuti. Gajahmada membagi pelarian membagi dua kelompok.
Kelompok pertama adalah para Bhayangkara yang dipimpin oleh Gagak Bongol,
sedangkan kelompok kedua hanya terdiri dari Gajahmada dan Jayanegara.
Pertama-tama, Gajahmada menukar peran Gagak Bongol dan Jayanegara.
Gagak Bongol dan Jayanegara diminta melepas baju masing-masing kemudian
saling bertukar. Langkah ini adalah antisipasi gerakan pasukan pengejar Ra Kuti.
Setelah berganti pakaian, Gagak Bongol yang mengenakan pakaian raja lari ke
arah timur laut. Jayanegara yang mengenakan pakaian Gagak Bongol dikawal
Gajahmada ke arah utara. Kedua kelompok akan bertemu di Krian.
(66) “Aku tidak akan mengulang perintahku. Cukup sekali saja dan laksanakan dengan baik,” berucap Gajahmada. “Segenap Prajurit Bhayangkara, kalian harus meloloskan diri melalui pintu gerbang timur. Mungkin kalian bisa memanfaatkan kuda-kuda yang dimiliki Ki Jayengsuro. Upayakan para pemberontak itu benar-benar merasa yakin Tuanku Jayanegara bersama kalian melarika diri ke arah timur. Akan halnya dengan Tuanku Jayanegara, itu urusanku.” (Gajahmada, 2004 : 206).
Gajahmada berani mengambil resiko dengan mengawal sendirian
Jayanegara. Langkah ini terlihat gegabah, tetapi merupakan langkah pengamanan
paling aman, mengingat mata-mata Ra Kuti belum ditemukan. Bila mengawal
Jayanegara dengan cara berombongan, mata-mata Ra Kuti dengan mudah
membaca arah pelarian dan memberitahu Ra Kuti.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Sebelum berpisah, Gajahmada berbicara berdua dengan Gagak Bongol.
Gajahmada berpesan bahwa Krian, tempat mereka bertemu merupakan umpan
belaka. Gajahmada bersama Jayanegara tidak akan menuju ke Krian. Tipuan
Gajahmada ini merupakan antisipasi dan usaha Gajahmada untuk menemukan
siapa mata-mata Ra Kuti dalam pasukan Bhayangkara. Gagak Bongol mendapat
tugas untuk melaksanakan hal itu.
(67) Gajahmada memandang Gagak Bongol dengan tajam. “Pasukan kita disusupi komplotan pengkhianat. Panji Saprang yang
ternyata seorang pengkhianat itu telah berhasil kita habisi. Akan tetapi, aku merasa yakin masih ada temannya yang lain yang sampai saat ini belum bisa kita ketahui siapa. Oleh karena itu, berhati-hatilah serta cermati semua Bhayangkara yang utamanya berbuat aneh-aneh dan di luar kewajaran. Di samping itu, besok kau tidak akan pernah menemukan aku di Krian.
Gagak Bongol bingung. Pandangan Gagak Bongol tidak bergeser sejengkal pun dari wajah Gajahmada.
“Hanya kau yang tahu bahwa aku tak akan menuju ke Krian. Aku sebut tempat itu hanya untuk membuktikan memang ada pengkhianat yang kita curigai di antara kita. Jika Ra Kuti menyerbu Krian, berarti pengkhianat busuk itu benar-benar ada. Kita harus menmukan orangnya.” (Gajahmada, 2004 : 206,207)
Dari kutipan 67, terlihat bahwa salah satu pengkhianat di tubuh
Bhayangkara telah tewas. Panji Saprang sebagai salah satu prajurit Bhayangkara
telah berkhianat dan tewas di tangan Gajahmada. Sewaktu Jayanegera dan para
Bhayangkara lari melewati lorong rahasia, Gajahmada curiga terhadap bunyi-
bunyi semacam sandi rahasia yang dikeluarkan oleh prajurit Bhayangkara di
belakang Gajahmada. Dengan gesit, Gajahmada menusukkan keris beracun ke
perut Bhayangkara tersebut. Keputusan Gajahmada untuk membunuh prajurit
Bhayangkara tersebut adalah sandi-sandi rahasia yang terdengar bukanlah sandi
rahasia yang lazim diajarkan di kesatuan Bhayangkara. Kesimpulannya, Panji
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Saprang yang mengeluarkan suara tersebut adalah mata-mata Ra Kuti yang
hendak membunuh Jayangera.
Siasat cerdik yang disusun Gajahmada terbukti ampuh menipu mata-mata
Ra Kuti kelak. Langkah Gajahmada untuk menusuk salah satu prajurit
Bhayangkara, yaitu Panji Saprang pun terbukti sebagai langkah yang menentukan.
Kematian salah satu mata-mata Ra Kuti membuat Gajahmada leluasa mengatur
strategi pelarian Jayanegara.
Dua tindakan nekat ini mencerminkan kecerdasan Gajahmada karena
membutuhkan keberanian dan pertimbangan matang. Menurut Mangkunegaran
IV, tindakan Gajahmada ini sesuai dengan watak Kumbakarna yaitu menjunjung
tinggi negara. Bentuk kepahlawanan ini berkaitan dengan tindakan untuk
melawan segala bentuk tekanan dan penjajahan terhadap tanah air.
3.2.2 Gajahmada Menyelamatkan Jayanegara Keluar dari Kotaraja
Setelah berpisah dari rombongan para Bhayangkara, Gajahmada
mengawal sendirian Jayanegara. Tempat yang dituju Gajahmada adalah
Kabuyutan Mojoagung. Buyut Mojoagung adalah orang yang dipercaya
Gajahmada. Di Kabuyutan Mojoagung, Gajahmada akan memberikan instruksi
selanjutnya kepada para Bhayangkara.
Sebelum menuju ke Kabuyutan Mojoagung, terlebih dahulu Gajahmada
harus membawa Jayanegara dengan selamat melewati gerbang utara yang dijaga
dengan ketat. Untuk mengecoh penjagaan di gerbang utara, Gajahmada memilih
melewati gorong-gorong yang sejajar dengan gerbang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Jayanegara sebagai seorang raja Majapahit tentu saja keberatan dengan
rencana Gajahmada tersebut. Selain enggan melewati gorong-gorong, Jayanegara
juga tidak mampu berenang. Apalagi arus di gorong-gorong tersebut cukup deras.
Jayanegara menuntut Gajahmada untuk memikirkan cara lain. Tetapi setelah
Gajahmada menjelaskan bahwa tidak ada cara lain selain melewati gorong-
gorong, Jayanegara akhirnya menurut saja. Gerbang utara dijaga cukup ketat.
Setelah bersusah payah menyelam melewati gorong-gorong, Gajahmada
berhasil membawa Jayanegara dengan selamat. Bahkan Jayanegara yang baru
pertama kali menyelam menganggap pengalamannya tersebut sebagai pengalaman
yang luar biasa yang tidak akan dilupakannya seumur hidup. Gajahmada yang
mendengar penuturan Jayanegara tersebut menyambutnya dengan tertawa lepas.
Setelah dengan selamat melewati gorong-gorong, Gajahmada dan Jayanegara
bersembunyi di ladang jagung tidak jauh dari gerbang utara. Mereka menunggu
malam supaya lelauasa untuk bergerak.
Keberanian. Dalam langkah ini, hanya keberanian yang dibuhkan. Terlihat
sederhana, tetapi membutuhkan pertimbangan yang matang. Gajahmada yang
sedang berusaha mengeluarkan Jayanegara keluar dari kotaraja dihadapkan pada
ketatnya penjagaan gerbang oleh pasukan pemberontak. Maka, langkah berani
harus diambil. Meskipun sedang berhadapan dengan seorang raja, Gajahmada
tidak boleh merasa sungkan karena keselamatan raja dan keutuhan Majapahit
sendiri yang dipertaruhkan.
Keberanian Gajahmada menggambarkan bentuk kepahlawanan cinta tanah
air. Bentuk kepahlawanan ini berkaitan dengan keyakinan untuk berkorban jiwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
dan raga demi keutuhan Negara sesuai dengan teori Mangkunegaran IV tentang
watak Kumbakarna. Sesuai dengan tekad cinta tanah air, Gajahmada pasti telah
memikirkan resikonya apabila raja tidak berkenan dilewatkan di gorong-gorong
air. Bila raja merasa martabatnya tercoreng, tanpa berpikir panjang, Gajahmada
pasti akan memberikan nyawanya sebagai penebusan.
3.2.3 Gagak Bongol Memimpin Para Bhayangkara Kembali ke Kotaraja
Sementara itu, para pasukan Bhayangkara yang telah berhasil menyesatkan
para pasukan pengejar memutuskan untuk kembali ke kotaraja. Tujuan mereka
adalah mencari informasi keberadaan Mahapatih Arya Tadah dan terutama
berusaha membuat ketakutan di antara para pasukan pemberontak. Gagak Bongol
sebagai prajurit Bhayangkara kepercayaan Gajahmada memimpin gerakan
tersebut.
(68) “Sebagaimana pesan Kakang Gajahmada,” berbicara Gagak Bongol, “besok malam kita akan menyusul Kakang Bekel dan Tuanku Jayanegara ke Krian. Malam ini, kita masih memiliki waktu untuk bermain-main. Kita manfaatkan waktu yang ada itu untuk menjadikan Ra Kuti makin pusing tujuh keliling. Karena berhadapan langsung kita tidak mampu maka cara yang harus kita tempuh adalah menghadapainya dengan bergerilya. Setidak-tidaknya para prajurit yang melakukan penggeledaha dengan semena-mena itu harus kita beri pelajaran. Kita berpencar. Selanjutnya, kita masing-masing bertanggung jawab terhadap keselamatan diri kita sendiri dan keselamatan Bhayangkara seutuhnya. Jika ada yang tertangkap, jangan mengkhianati pasukan secara keseluruhan. Hal lain yang tidak kalah penting adalah cari keterangan nasib Mapatih Arya Tadah. Kita berharap moga-moga Ra Kuti tidak menjadi gila dengan membunuhnya. Jika Mapatih Tadah masih hidup kita upayakan sebuah cara untuk membebaskannya.” (Gajahmada, 2004 : 236).
Dalam kutipan 68, Gagak Bongol memberikan arahan kepada teman-
temannya prajurit Bhayangkara untuk mencari keterangan terkait keberadaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Mapatih Arya Tadah. Gagak Bongol juga merasa para prajurit pemberontak yang
telah bertindak tidak berperikemanusiaan harus dihukum.
Tindakan para praurit pemberontak tersebut dilatarbelakangi kekecewaan
Ra Kuti karena lolosnya Jayanegera. Ra Kuti menjatuhkan perintah untuk
menggeledah semua rumah kawula Majapahit. Para prajurit yang mendapat
mandate tersebut menjelaskannya secara salah. Maka yang terjadi adalah
penjarahan dan pemerkosaan. Bhayangkara yang menyaksikan tindakan keji
tersebut tidak bisa tinggal diam.
Satu persatu para prajurit Bhayangkara berpencar dan tanpa ampun
memberi hukuman kepada para prajurit yang telah bertindak semena-mena.
Kemampuan tiap prajurit Bhayangkara dalam olah kanuragan jauh di atas para
prajurit biasa. Apalagi saat malam haru dimana para Bhayangkara mampu
bertindak dengan leluasa.
(69) Pasukan Bhayangkara adalah pasukan yang memiliki kemampuan luar biasa. Dalam pembentukannya, tidak sembarang orang bisa menjadi bagian pasukan ini. Diperlukan persyaratan-persyaratan khusus serta gemblengan yang keras sehingga secara pribadi prajurit Bhayangkara memiliki kemampuan melebihi kemampuan prajurit pada umumnya. Di bayangan gelapnya malam tidak ada jejak yang mereka tinggalkan. Sebaliknya, mereka memiliki ketajaman mata dan pendengaran tak kalah dari burung hantu. Maka yang kemudian terjadi adalah sebuah peristiwa yang mengagetkan (Gajahmada, 2204 : 237).
Para penjarah dan pemerkosa yang tak lain adalah para prajurit
pemberontak dibunuh satu persatu tanpa ampun. Para prajurit pemberontak
tersebut tidak mampu berbuat apa-apa. Mereka tidak mampu melawan kemarahan
para Bhayangkara. Oleh karena itu, dengan cepat tersiar kabar tentang kemarahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
para Bhayangkara. Akhirnya para prajurit pemberontak menghentikan perbuatan
keji mereka.
(70) Kemunculan orang-orang tak dikenal, tetapi diyakini mereka adalah pasukan Bhayangkara membuat geger. Para prajurit pemberontak yang melakukan penggeledahan tidak berani berbuat semena-mena lagi. Kemunculan Bhayangkara yang langsung menebar tembang maut memaksa para pemberontak berpikir dua kali untuk berbuat semena-mena.
Yang lebih menggegerkan lagi adalah saat terlihat api membubung dari arah tenggara, pasukan Jalayuda segera mendengar berita, bangsal kesatrian mereka dilalap api. Bangsal pasukan Jalayuda adalah banguanan yang amat besar. Di sanalah pangkalan prajurit Jalayuda yang selalu siap digerakkan ke medan peperangan manapun. Kini, pasukan khusus Bhayangkara yang tersinggung dan sangat marah telah membakar bangsal itu (Gajahmada, 2004 : 239).
Keberanian para Bhayangkara ditunjukkan dengan membakar bangsal
pasukan Jalayuda, pasukan yang ikut memberontak. Selain membakar bangsal
pasukan Jalayuda, keberanian prajurit Bhayangkara juga ditunjukkan dengan
usaha membunuh otak pemberontakan, Ra Kuti. Bhayangkara yang melakukan
tindakan tersebut adalah Lembang Laut dan Gagak Bongol. Tindakan tersebut
juga dilatarbelakangi usaha mereka menghentikan pemberontakan lebih cepat.
(71) Sementara itu, dari kegelapan malam dan luput bdari perhatian siapa pun, seseorang tengah membidik, merentangkan busur dan mengukur gerak anak panah yang akan dilepas. Anak panah itu tertuju tepat ke dada Ra Kuti. Setelah merasa amat yakin tidak akan meleset, anak panah itu pun kemudian dilepaskan.
Nasib malang bagi seorang prajurit berpangkat senopati yang tengah berjalan tepat di garis lintasan anak panah. Dengan telak anak panah itu menghujam ke lambung kanannya tembus ke lambung kiri (Gajahmada, 2994 : 257).
Sayangnya, usaha pembunuhan yang dilakukan oleh Lembang Laut dan
Gagak Bongol tidak berhasil. Apabila berhasi, tentu saja pemberontakan Ra Kuti
dengan mudah dipadamkan. Keberuntungan masih melindungi Ra Kuti. Setelah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
mengetahui bahwa usahanya gagal, Lembang Laut dan Gagak Bongol segera
menghilang melarikan diri. Tujuan mereka selanjutnya adalah menyelamatkan
Mapatih Arya Tadah.
3.2.4 Lembang Laut dan Gagak Bongol Menyelamatkan Mapatih Arya
Tadah dari Penjara
Diketahui dari seorang prajurit yang disekap di wisama kepatihan,
Mapatih Arya Tadah dijebloskan ke dalam penjara. Lembang Laut dan Gagak
Bongol tahu bahwa penjara tidak dijaga dengan ketat karena banyak prajurit yang
dikerahkan Ra Kuti untuk pencarian Jayanegara. Memanfaatkan hal itu, Lembang
Laut dan Gagak Bongol segera menyelamatkan Mapatih Arya Tadah.
(72) “Maaf aku terlambat Mapatih,” berkata Lembang Laut. “Kakang Bekel Gajahmada memerintahkan kepadaku untuk menjemput Mapatih. Mari Mapatih, kita harus segera meninggalkan tempat ini.”
Mapatih Tadah tersenyum. Arya Tadah memenng telah menduga, Bhayangkara tak akan tinggal diam melihat Arya Tadah dijebloskan ke penjara. Pasukan Bhayangkara pasti sudah mendengar nasib yang menimpanya. Namun, Tadah tidak mengira akan secepat itu Bhayangkara bertindak. Tadah yakin meski istana telah dipagar betis dan tidak mungkin ditembus, bukan pekerjaan yang mustahil bagi pasukan Bhayangkara, pasukan yang dilatih agar cukat trengginas terampil menghadapi keadaan apa pun. Lebih dari itu, Bhayangkara juga dilatih untuk selalau menggunakan akal menyiasati keadaan yang mustahil (Gajahmada, 2004 : 260,261).
(73) Dengan perhitungan yang sangat cermat dan didukung oleh persiapan yang matang, Bhayangkara Gagak Bongol bekerja sama dengan Lembang Laut berhasil menyelamatkan Mapatih Arya Tadah, orang kedua yang sangat berpengaruh di Majapahit setelah Jayanegara. Hanya sejenak setelah Bhayangkara berhasil membebaskan Arya Tadah, barulah dua orang prajurit yang giliran menjaga penjara kaget melihat teman-temannya telah bergelimpangan menjadi mayat, tidak seorang pun yang masih hidup, semuanya mati. Prajurit itu lebih kaget lagi karena tidak menemukan Arya Tadah di penjara itu (Gajahmada, 2004 : 262).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Pada kutipan 72 dan 73 terlihat dengan jelas keberanian, kecerdasan dan
ketrampilan Bhayangkara dalam menyikapi suatu tindakan. Pembebasan Arya
Tadah dari penjara merupakan buah dari bentuk kepahlawana yang telah dimiliki
oleh tiap prajurit Bhayangkara. Dalam hal ini, bentuk tersebut ditunjukkan oleh
Bhayangkara Gagak Bongol dan Lembang Laut.
Tindakan berani para Bhayangkara untuk menyusup kembali ke kotaraja
untuk menyatakan eksistensi mereka kemudian membebaskan Mapatih Arya
Tadah dari pakunjaran adalah bentuk kepahlawanan berdasarkan teori
Mangkunegaran IV tentang watak Kumbakarna yang tidak dapat dibantah.
Menurut Sri Mangkunegaran IV dalam Kamajaya (1984 : 55), watak
seorang Kumbakarna yaitu pertama, jujur dan adil. Kedua, menjunjung tinggi
negara. Ketiga, cinta tanah air.
Watak pertama yang diungkapkan oleh Sri Mangkunegaran adalah jujur
dan adil. Watak ini berkaitan dengan tindakan untuk melawan perbuatan jahat
yang melanggar hak dan kebahagiaan orang lain. Watak kedua adalah menjunjung
tinggi negara, berkaitan dengan tindakan untuk melawan segala bentuk tekanan
dan penjajahan terhadap tanah air. Watak ketiga adalah cinta tanah air, berkaitan
dengan keyakinan untuk berkorban jiwa dan raga demi keutuhan negara.
3.2.5 Bhayangkara Menunjukkan Rasa Kemanusiaan
Bhayangkara adalah kesatuan khusus yang mempunyai kelebihan dalam
hal olah kanuragan dan kecerdasan dibanding prajurit lain. Para Bhayangkara
tidak takut mati dan siap membela kebenaran. Rasa kemanusiaan para
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
Bhayangkara pun besar. Mereka dengan sigap menolong kawula Majapahit yang
sedang kesulitan. Salah satunya adalah menolong seorang ibu yang hendak
melahirkan.
Saat itu gelombang pengungsi yang melarikan diri dari kotaraja sangat
besar. Berbagai penjarahan dan pemerkosaan oleh prajurit pemberontak membuat
banyak warga yang menjadi takut dan memutuskan untuk mengungsi. Dalam
gelombang pengungsi itu termasuk juga seorang ibu hamil yang melarikan diri
dari kotaraja. Dengan ditemani suami dan keluarganya, ibu hamil tersebut susah
payah menyelamatkan diri.
Pada saat seperti itu, kandungan ibu tersebut berkontraksi tanda akan
segera melahirkan. Bhayangkara yang kebetulan sedang beristirahat di sebuah
bulak setelah melarikan diri dari kotaraja melihat kejadian tersebut. tanpa
membuang waktu, Bhayangkara segera menolong ibu tersebut dengan membuat
tandu dan membawanya ke desa terdekat.
(74) Lembang Laut memberi isyarat. Gagak Bongol pun memberi perintah segera dibuatkan tandu untuk mengusung wanita yang akan melahirkan itu. Para laki-laki sanak kadang wanita hamil itu terpana menyaksikan sepak terjang prajurit Bhayangkara yang tidak hanya tangkas dalam olah peperangan, tetapi juga trengginas dalam menolong orang lain.
Tidak membutuhkan waktu lama dan hanya menggunakan bahan-bahan yang ada, sebuah tandu berhasil dibuat. Wanita hamil tua itu diletakkan di atas tandu dan diusung beramai-ramai menuju rumah dukun bayi yang ternyata tidak jauh dari tempat itu (Gajahmada, 2004 : 341).
Tindakan cepat dari para Bhayangkara telah menyelamatkan ibu dan bayi
yang dikandungnya. Bila tidak ada Bhayangkara, ibu tersebut tidak dapat
melahirkan bayinya dengan layak. Nyawa bayi dalam kandungan pun terancam.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Setelah dibawa ke rumah dukun bayi di desa terdekat, bayi tersebut lahir dengan
selamat. Ibu dan keluarganya sangat berterima kasih kepada para Bhayangkara.
Sebagai rasa terim kasihnya, ibu tersebut menamai bayinya dengan nama Putut
Bhayangkara.
Selain siap menolong dan menlindungi rakyat Majapahit. Bhayangkara
juga manusia biasa. Dibalik kemampuannya yang luar biasa dalam peperangan,
Bhayangkara juga menyimpan impian-impian layaknya manusia biasa.
(75) Di belakang, pada jarak yang sedikit jauh, Bhayangkara Jayabaya berkuda tanpa banyak bicara. Sesekali angan-angannya melayang menjelajahi batas ruang dan waktu. Bhayangkara Jayabaya teringat pada kampung halamannya, pada ayah dan ibunya serta dua adiknya yang adakalanya menumbuhkan kerinduan karena hampir setahun lamanya Jayabaya meninggalkan halaman rumahnya.
Angan-angan Jayabaya kemudian beralih kepada seorang gadis, Danawari, anak tetangganya yang masih berada dalam ikatan kekerabatan keluarga. Gadis itulah yang selama ini menjadi pendorong pembakar semangatnya. Gadis itu pula yang dahulu kala mendorongnya untuk pergi mengubah nasib dan dengan setia menunggu kepulangannya. Kepadanya Jayabaya berangan-angan akan menbangun mahligai rumah tangganya sebagaimana Danawari berharap dengan Jayabaya akan berdampingan (Gajahmada, 2004 : 466).
Seorang yang dianggap pahlwan sejatinya merupakan manusia biasa.
Seorang manusia yang mempunyai hati nurani dan kesadaran akan kesulitan yang
dialami orang lain. Bhayangkara Jayabaya sebagai anggota prajurit Bhayangkara
tentu mempunyai olah kanuaragan yang tinggi, di samping itu, ia juga juga
mempunyai hati dan perasaan seperti manusia pada umumnya.
Perasaan akan kebenaran dan keadilan merupakan salah satu jiwa
kepahlawanan yang ditunjukkan oleh Bhayangkara. Untuk mencegah para prajurit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
pemberontak berbuat kekacauan lagi, para Bhayangkara dengan berani
menunjukkan keberadaanya.
(76) Keberadana Bhayangkara itu benar-benar dirasakan kehadirannya karena dari arah yang lain dan menyebar terdengar jawaban serupa. Anak panah terdengar melengking memanjat udara.
Suara melengking anak panah sanderan yang memecah keheningan malam itu seolah menjadi peringatan bagi siapa pun untuk tidak melukai hati rakyat lagi. Bagi siapa pun yang berani menantang peringatan itu, sangat mungkin tidak akan bisa memandang terbitnya matahari esok pagi (Gajahmada, 2004 : 366).
Meskipun prajurit Bhayangkara adalah kesatuan prajurit dengan jumlah
anggota sedikit, tetapi jiwa melindungi yang besar membuat Bhayangkara ditakuti
oleh para musuh. Bagi kawula Majapahit yang menjadi korban kejahatan para
prajurit pemberontak, Bhayangkara adalah pahlawan mereka. Tanpa mengenal
waktu, Bhayangkara dengan rela melindungi siapa saja.
Dibalik olah kanuragan yang tinggi dan keperkasaan yang Bhayangkara
tunjukkan, ternyata mereka memiliki sisi kemanusiaan yang sangat halus. Sebagai
wujud manusia yang mencintai negaranya, para Bhayangkara juga berusaha
melindungi segenap kawula Majapahit yang sedang kesusahan. Salah satunya
dengan menolong seorang ibu yang hendak melahirkan meskipun dalam suasana
peperangan.
Kehalusan budi pekerti ini merupakan bentuk kepahlawanan jujur dan adil,
yaitu tindakan untuk melawan perbuatan jahat yang melanggar hak dan
kebahagiaan orang lain sesuai penjelasan Mangkunegaran IV tentang watak
seorang Kumbakarna. Bhayangkara berusaha menyelamatkan sang ibu dan
bayinya sekaligus karena para Bhayangkara tidak rela kebahagiaan ibu dan
bayinya terenggut karena peperangan yang sedang berlangsung.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
3.2.6 Gajahmada Selamatkan Jayanegara Saat Terkepung di Ladang Jagung
Kabuyutan Mojoagung
Sementara itu, Gajahmada yang mengawal Jayanegara seorang diri telah
sampai di Kabuyutan Mojoagung. Gajahmada berpendapat bahwa Kabuyutan
Mojoagung adalah tempat yang aman. Gajahmada percaya kepada Ki Buyut
Mojoagung dapat melindungi Jayanegara dengan kemampuannya. Seperti yang
tampak pada kutipan di bawah ini.
(77) Di samping dikenal sebagai orang yang paling dituakan dan dihormati di Kabuyutan Mojoagung, Ki Buyut juga dikenal sebagai orang yang memiliki ketajaman mata hati melebihi orang lain. Ki Buyut mempunyai kemampuan meramal hal-hal yang belum terjadi. Penduduk Kabuyutan Mojoagung tidak merasa aneh lagi jika melihat ramalan Ki Buyut akhirnya menjadi kenyataan.
Para petani, para pedagang, dan mereka yang membutuhkan berkah sering datang meminta petunjuk Ki Buyut. Biasanya dengan senang hati Ki Buyut membantu mereka yang membutuhkan itu. Khususnya petani, petunjuk yang diberikan Ki Buyut berkaitan dengan mangsa ketiga atau mangsa rending serta ramalan kapan kira-kira akan turun hujan, amat membantu mereka dalam bercocok tanam. Pernah terjadi, saat mana tiba-tiba penduduk disarankan untuk tak menanam padi dalam satu musim, petunjuk itu diabaikan. Semusim itu ternyata terjadi kemarau berkepanjangan, bahkan nyaris menyentuh hitungan setahun. Akibatnya, tidak pernah terjadi panen padi karena kelangkaan air, bahkan berbagai binatang pengganggu tanaman muncul dalam jumlah besar (Gajahmada, 2004 : 381).
Kelebihan Ki Buyut Mojoagung dalam melihat dan memperkirakan yang
akan terjadi membuat Gajahmada tenang untuk menyembunyikan Jayanegara di
rumah Ki Buyut. Untuk sementara waktu, Gajahmada bermaksud menginapkan
Jayanegara di rumah Ki Buyut. Sementara itu, Gajahmada akan kembali ke
kotaraja untuk melihat keadaan dan menyusun rencana mengembalikan
Jayanegara ke singgasananya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
Pada suatu malam, Ki Buyut mendapat suatu penglihatan. Ki Buyut
melihat rumahnya terbakar. Penglihatan tersebut kemudian disampaikan kepada
Jayanegara. Ki Buyut berpendapat bahwa penglihatan yang dilihatnya merupakan
sebuah firasat akan terjadinya petaka. Jayanegara yang merasa tidak senang
dibangunkan malam-malam menjadi marah. Jayanegara merasa mengambil
sebuah tindakan berdasar firasat merupakan hal yang bodoh.
(78) Jayanegara atau Kalagemet menghela napas panjang. Kejengkelannya terpancing. Sebagai seorang raja, Sri Jayanegara merasa telah memperoleh perlakuan yang tidak pantas. Ra Kuti melecehkannya sedemikian rupa. Perjalanan meloloskan diri yang dialaminya dari kotaraja hingga Kabuyutan Mojoagung seperti mimpi buruk. Untuk perjalanan melarikan diri itu, Bekel Gajahmada memaksanya melakukan hal-hal yang nyaris tidak masuk akal, mulai dari menerobos gorong-gorong sungai hingga merangkak di tanah-tanah berlumpur. Padahal, sebagai raja ia berhak menempuh perjalanan dengan tandu, dipikul oleh empat orang prajurit.
Semua itu membuatnya letih, lelah, dan sejenak ingin istirahat. Baru saja hal itu ia peroleh, sekarang Ki Buyut Mojoagung membuat ulah. Ki Buyut memintanya pergi meninggalkan rumahnya hanya karena firasat (Gajahmada, 2004 : 385).
Ternyata firasat Ki Buyut benar. Beberapa saat kemudian seorang
magersari datang dengan tergesa-gesa menemui Ki Buyut untuk melaporkan
bahwa serombongan besar orang tidak dikenal mulai mendekati Kabuyutan.
Magersari menandaninya dengan suara derap kuda yang bergemuruh. Magersari
itu memperkirakan ratusan penunggang kuda akan segera datang. Benar saja, para
penunggang kuda dengan jumlah ratusan itu dipimpin langsung oleh Ra Kuti.
Ra Kuti dapat mengetahui keberadaan Jayanegara berkat perkiraan pintar
mata-matanya yang menyusup di tubuh Bhayangkara. Mata-mata itu adalah Singa
Parepen. Dari penokohan Singa Parepen yang telah dijabarkan pada bab II,
diketahui bahwa Singa Parepen adalah Bhayangkara yang cerdas. Dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
memperkirakan berbagai kemungkinan, Singa Parepen dapat menebak dengan
tepat dimana Jayanegara disembunyikan oleh Gajahmada.
Jayanegara yang sebelumnya marah dan meragukan firasat Ki Buyut
segera melunak dan mau untuk segera mengungsi. Jayanegara bertanya-tanya
apakah Gajahmada telah tertangkap dan tidak tahan terhadap siksaan sehingga
membocorkan dimana Jayanegara berada. Dengan dikawal seorang magersari,
Jayanegara segera meninggalkan rumah Ki Buyut. Ki Buyut Mojoagung sendiri
tinggal di rumahnya untuk menghadapi kedatangan Ra Kuti.
Saat berhadapan dengan Ra Kuti, Ki Buyut hanya diam dan tidak mau
berbicara mengenai keberadaan Jayanegara. Ra Kuti menjadi marah, apalagi di
dalam rumah Ki Buyut ditemukan jejak keberadaan Gajahmada dan Jayanegara.
Maka tanpa ampun Ra Kuti memperintahkan prajuritnya untuk membakar rumah
Ki Buyut beserta Ki Buyut di dalamnya.
Saat perhatian Ra Kuti teralih, dua orang Bhayangkara dengan cekatan
menyelamatkan Ki Buyut dari api kemudian membawanya ke tempat yang aman.
Ra Kuti yang semakin memuncak kemarahannya memerintahkan prajuritnya
untuk menggeledah semua sudut Kabuyutan Mojoagung. Pada saat itu seorang
prajurit yang ahli dalam menemukan jejak melaporkan bahwa ia melihat jejak dua
lelaki dan seorang perempuan. Ra Kuti menyimpulkan bahwa jejak yang
mengarah ke ladang jagung itu adalah jejak Jayanegara dan Gajahmada yang
ditemani istri atau anak dari Ki Buyut Mojoagung. Tanpa membuang waktu Ra
Kuti dan para prajuritnya mengejar jejak tersebut dengan ganas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
Sebenarnya, jejak yang mengarah ke ladang jagung tersebut adalah jejak
Jayanegara, seorang magersari dan Nyi Buyut Mojoagung. Pada saat itu,
Gajahmada tengah pergi kembali ke kotaraja. Jayanegara yang kehabisan akal
dengan cepat terkepung para prajurit Ra Kuti. Dengan bingung Jayanegara dan
magersari yang menggendong Nyi Buyut berlarian berputar-putar di ladang
jagung.
Saat hampit putus asa, tiba-tiba munculah Gajahmada dan Gagak Bongol.
Rupanya Gajahmada telah kembali dari kotaraja. Kembalinya Gajahmada ke
Kabuyutan Mojoagung karena mendapat informasi dari Manjer Kawuryan.
Seorang yang belum diketahi identitasnya. Gajahmada pulang pada saat yang
sangat tepat. Gagak Bongol diperintahkannya pergi menyelamatkan magersari dan
Nyi Buyut, sedangkan Gajahmada mengawal Jayanegara.
Para prajurit pengejar semakin dekat. Gajahmada dengan tenang mencari
sebuah gagasan. Sesuai dengan penokohannya, Gajahmada merupakan pemimpin
pasukan khusus Bhayangkara yang mampu berpikir dengan tenang dan cerdas
dalam mengambil kesimpulan.
(79) Beberapa saat lamanya Gajahmada terdiam, memusatkan pikiran untuk menemukan gagasan. Sejenak kemudian Gajahmada manggut-manggut. Sri Jayanegara menjadi heran ketika tiba-tiba melihat Gajahmada menggali limpur, seperti bocah kecil bermain tanah. Jayanegara makin heran saat mana Gajahmada melumuri tubuhnya dengan tanah berlumpur itu.
“Silakan Tuanku berbaring,” berkata Gajahmada. Jayanegara kaget. “Apa?” Tanya Jayanegara. “Silakan Tuanku berbaring,” jawab Gajahmada dengan tegas. Meski belum paham apa sebenarnya yang akan dilakukan Bekel
Gajahmada, Jayanegara mengikuti saja perintah itu. Sri Jayanegara segera membaringkan diri di tanah berlumpur yang bari digali.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
Gajahmada kemudia menguruk tubuhnya dengan tanah berlumpur itu (Gajahmada, 2004 : 402).
Memanfaatkan kondisi tanah yang gembur dan lunak, Gajahmada
mengambil keputusan untuk mengubur Jayanegara dalam lumpur. Meskipun
tindakan Gajahmada adalah keputusan yang tepat, dibutuhkan keberanian yang
besar untuk menyuruh Jayanegara untuk mau berbaring di gundukan lumpur
mengingat Jayanegara adalah seorang raja.
Untuk beberapa saat, keputusan cepat yang diambil Gajahmada merupakan
keutusan yang tepat karena Ra Kuti dan para prajuritnya kehilangan jejak
Jayanegara. Keberanian Gajahmada untuk mengambil keputusan dengan cepat
dan tepat serta keberaniannya menyuruh seorang Jayanegara merupakan tindakan
kepahlawanan. Bekal keberanian dan kecerdasan Gajahmada sesuai dengan
penjelasan Sri Mangkunegaran IV dalam Kamajaya (1984 : 55), tentang watak
seorang Kumbakarna yaitu pertama, jujur dan adil. Kedua, menjunjung tinggi
negara. Ketiga, cinta tanah air. Keberanian Gajahmada untuk mengubur rajanya
dalam lumpur terbukti dapat menyelamatkan nyawa Jayanegara, sedangkan
Gajahmada rela berkorban bila kelak akan mendapat hukuman karena
memperlakukan rajanya sedemikan rupa merupakan tindakan seorang pahlawan.
3.2.7 Bhayangkara dengan Berani Menyerang Pasukan Pemberontakan di
Ladang Jagung Kabuyutan Mojoagung
Setelah mampu menyelamatkan Jayanegara dari lubang jarum, Gajahmada
berkumpul dengan para Bhayangkara tidak jauh dari tempat Ra Kuti dan para
prajuritnya yang tengah kebingungan karena kehilangan jejak Jayanegara.
Gajahmada memerintahkan para Bhayangkara untuk mengejar rombongan Ra
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Kuti dan menyerangnya. Tujuannya adalah menceraiberaikan dan mengurangi
kekuatan prajurit pengejar Ra Kuti. Sedangkan Gajahmada melanjutkan
perjalanan mengawal Jayanegara sendirian saja.
Para Bhayangkara menerjemahkan perintah Gajahmada dengan baik.
Dengan terorganisasi, mereka menyerang para prajurit pemberontak. Beberapa
prajurit berhasil dibunuh. Bahkan kumpulan para prajurit itu dibuat saling
membunuh karena bingung mendapat serangan dadakan pada malam hari. Maka
yang terjadi adalah para prajurit yang saling tebas antara mereka sendiri.
Pekerjaan yang dilaksanakan para Bhayangkara kali ini sangatlah
berbahaya. Prajurit pemberotak berjumlah lebih dari lima puluh orang. Meskipun
para Bhayangkara berhasil membuat kekacauan di antara para prajurit
pemberontak, korban jiwa tidak dapat dihindari.
(80) Dengan cara yang cerdik, Bhayangkara telah berhasil membuat kekacauan di dalam pasukan Ra Kuti. Seperti orang yang berada di ketinggian sebuah puncak gunung, yang mereka lakukan sekadar menggelindingkan sebuah batu. Batu itu membentur bawahnya dan menimpa bagian bawahnya lagi. Ketika sampai di bawah yang terjadi sebuah tanah longsor, membuat Ra Kuti kelabakan karena para prajurit pendukungnya larut dalam keadaan yang sengaja diciptakan Bhayangkara itu.
Langkah yang diambil pasukan Bhayangkara itu penuh dengan muatan bahaya dan ternyata memang meminta korban. Salah seorang dari mereka terluka sangat parah. Sabetan pedang serta ayunan trisula menghajar pinggangnya bagian belakang dengan telak, meretakkan tulang punggungnya.
Napas prajurit Bhayangkara Risang Panjer Lawang tersengal. Para Bhayangkara mengelilinya. Semuanya cemas, tetapi Risang Panjer Lwang berusaha tegar bahkan tersenyum (Gajahmada, 2004 : 426).
Pada penokohan Risang Panjer Lawang, disebutkan bahwa Bhayangkara
Risang Panjer Lawang gugur karena pembunuhan yang dilakukan oleh mata-mata
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Ra Kuti. Tusukan dari arah belakang tidak disangka oleh Risang Panjer Lawang.
Akibatnya, tusukan tersebut merenggut nyawanya. Risang Panjer Lawang gugur.
Tindakan Bhayangkara yang dengan berani menyerang rombongan Ra
Kuti merupakan bentuk kepahlawanan yang ditunjukkann dengan sangat jelas.
Jumlah pasukan Ra Kuti yang lebih besar tidak membuat para Bhayangkara takut.
Keyakinan akan kemampuan olah kanuragan dan rasa cinta tanah air yang
demikian besar menjadi modal utama. Bentuk kepahlawanan yang demikian
sesuai dengan penjelasan Sri Mangkunegaran IV tentang pahlawan (1984 : 55)
yang termuat dalam tulisan Kamajaya bahwa pahlawan menjunjung tinggi negara.
Bentuk ini berkaitan dengan tindakan untuk melawan segala bentuk tekanan dan
penjajahan terhadap tanah air.
Gugurnya Risang Panjer Lawang juga cerminan bentuk kepahlawanan
yang ditunjukkan oleh seorang Bhayangkara. Risang Panjer Lawang yang gugur
di medan laga juga sesuai dengan penjelasan Sri Mangkunegaran dalam Kamajaya
(1984 : 55). Pahlawan adalah cinta tanah air. Bentuk ini berkaitan dengan
keyakinan untuk berkorban jiwa dan raga demi keutuhan negara. Bahkan Risang
Panjer Lawang merasa bangga gugur sebagai bagian dari pasukan khusus
Bhayangkara saat membela tanah airnya dari bentuk pemberontakan.
Serangan Ra Kuti di Kabuyutan Mojoagung dan gugurnya Bhayangkara
Risang Panjer Lawang membuat Gagak Bongol berada dalam posisi sulit. Hanya
kepada Gagak Bongol seorang Bekel Gajahmada berbicara mengenai tempat
persembunyian Jayanegara. Gagak Bongol tidak merasa membocorkan tempat
persembunyian Jayanegara kepada orang lain, bahkan kepada Lembang Laut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
sekalipun. Gajahmada bersikeras bahwa tidak mungkin mata-mata Ra Kuti
mengetahui tempat persembunyian Jayanegara dari sumber lain.
Pada kenyataannya, Singa Parepen, mata-mata Ra Kuti adalah pengkhianat
yang cerdas. Dari berbagai kemungkinan, ia menyimpulkan bahwa Gajahmada
menyembunyikan Jayanegara di Kabuyutan Mojoagung. Bahkan serangan prajurit
Ra Kuti berakibat gugurnya Risang Panjer Lawang. Singa Parepen lah yang
membunuh Risang Panjer Lawang saat terjadi kekacauan di tengah-tengah ladang
jagung. Kenyataannya tersebut membuat Gagak Bongol kehilangan
ketenangannya. Umpan licik yang digunakan oleh mata-mata Ra Kuti membuat
Gagak Bongol membunuh Bhayangkara Mahisa Kingkin seperti yang dijabarkan
dalam penokohan Gagak Bongol pada bab sebelumnya.
Tindakan cepat Gajahmada saat menyelamatkan Jayanegara di tengah-
tengah ladang jagung dan keberanian yang ditunjukkan Bhayangkara saat
menyerbu pasukan pemberontak adalah bentuk kepahlawanan yang luar biasa.
Tindakan tersebut bahkan harus ditebus dengan kematian Risang Panjer Lawang
karena ditikam dari belakang oleh mata-mata Ra Kuit dalam tubuh Bhayangkara.
Sesuai dengan Mangkunegaran IV tentang watak seorang Bhayangkara, tindakan
mereka merupakan pertunjukkan cinta tanah air dan menjunjung tinggi Negara,
bahkan berkurban nyawa.
3.2.8 Siasat Gajahmada Mengecoh Mata-mata Ra Kuti
Sebagai langkah pengamanan selanjutnya, Gajahmada kembali mengawal
Jayanegar sendirian ke suatu tempat yang masih dirahasiakan dari para
Bhayangara. Selama mata-mata Ra Kuti belum mampu ditemukan, Gajahmada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
menganggap sedikit informasi yang diberikan kepada Bhayangkara haruslah
dengan pertimbangan matang. Untuk itu Gajahmada membuat suatu kalimat sandi
yang harus dipecahkan oleh para Bhayangkara. Kalimat sandi tersebut adalah
petunjuk tempat Gajahmada mengungsikan Jayanegara selepas dari Kabuyutan
Mojoagung. Kalimat sandi tersebut berbunyi, “Orang-orang melakukannya
dengan penuh gairah sampai lupa kepada anak dan istri, namun bukan adu jago.”
Kalimat sandi tersebut merujuk ke suatu tempat di pegunungan kapur
utara. Di pegunungan tersebut pernah terjadi kekeringan yang luar biasa.
Jayanegara memerintahkan dikirim berpuluh-puluh pedati yang memuat bahan
pangan. Para Bhayangkara yang dahulu mengawal pengiriman tersebut, jadi bila
para Bhayangkara mampu memecahkan kalimat sandi tersebut, dengan mudah
mereka dapat menyusul Gajahmada dan Jayanegara. Nama desa tersebut adalah
kudadu.
3.3 Serangan Balik Prajurit Bhayangkara
Setelah Para Bhayangkara berkumpul kembali dengan Gajahmada dan
Jayanegara di desa Kudadu, maka langkah selanjutnya adalah menyiapkan
serangan balik. Serangan balik para Bhayangkara ini akan dimulai dengan gerakan
Kartika Sinumping yang bergerilya menyusun kekuatan bawah tanah. Tugas
Kartika Sinumping yang lain adalah menemukan Mapatih Arya Tadah. Serangan
balik akan dimulai saat para Bhayangkara sudah memasuki Kotaraja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
3.3.1 Kartika Sinumping Persiapkan Serangan Balik
Sebelum bergerak menuju Kudadu, Gajahmada mempersiapkan sebuah
serangan balik untuk memadamkan pemberontakan Ra Kuti. Untuk tugas
persiapan itu, Gajahmada menunjuk Bhayangkara Kartika Sinumping. Berhasil
atau tidaknya serangan balik para Bhayangkara, semuanya bergantung kepada
keberhasilan misi Kartika Sinumping.
(81) Kartika Sinumping mendekati Bekel Gajahmada. “Kelak kita akan kembali untuk menjungkalkan Ra Kuti dari
perbuatannya. Oleh karena itu, mendahului saat itu tiba, aku minta kau melaksanakan perintah yang aku berikan,” ucap Gajahmada.
Kartika Sinumping memandang tajam, tetapi tak berbicara apapun. “Kamu kembalilah ke kotaraja Majapahit untuk mempersiapkan
segala sesuatunya. Aku beri kewenangan kepadamu sepenuhnya untuk mengambil langkah dan tindakan guna mempersiapkan serangan balik yang mematikan, lakukan hubungan dengan pihak mana pun yang masih mendukung Tuanku Jayanegara. Pantau tindakan apa saja yang dilakukan Ra Kuti dan bagaimana sikap rakyat dalam memandang pemerintahannya. Lebih bagus lagi jika kamu bisa membentuk jaringan telik sandi dan pasukan bawah tanah untuk mengganggu gerakan apa pun yang dilakukan Ra Kuti, beri kesan Bhayangkara tetap berada di kotaraja dan membayangi tingkah mereka. Kelak apabila aku ingin bertemu denganmu, aku akan melepas panah tiga ganda itu berarti tengah malam kamu harus menemuiku di Sumur Gandrung. Paham?”
“Paham, Kakang Bekel,” jawab Kartika Sinumping tangkas (Gajahmada, 2004 : 469).
Tugas yang diemban Kartika Sinumping termasuk dalam misi yang berat.
Seorang diri Kartika Sinumping harus menyusun suatu siasat untuk
mempersiapkan serangan balik. Resiko tertangkap dan dibunuh menjadi resiko
yang harus ditempuh. Meskipun menyadaribetapa berat misi yang ditanggungnya,
Kartika Siumping berangkat dengan keyakinan dan perasaan bangga menjalankan
tugas negara.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
3.3.2 Pradhabasu dan Gajahmada Membongkar Penyamaran Mata-mata Ra
Kuti
Sementara itu Gajahmada yang telah sampai di desa Kudadu,
menginapkan Jayanegara di rumah lurah Kudadu. Beberapa saat kemudian para
Bhayangkara tiba di desa tersebut. Dengan perasaan bangga, Gajahmada
menyambut para Bhayangkara. Gajahmada tahu bahwa para anak buahnya pasti
dapat memecahkan kalimat sandi yang ia berikan.
Saat memeriksa satu persatu para Bhayangkara, Gajahmada mendapati
Bhayangkara Risang Panjer Lawang tidak terlihat. Gagak Bongol dan Lembang
Laut segera memberikan penjelasan.
(82) “Apa yang terjadi dengannya, diakah orang yang kita cari?” “Bukan!” jawab Lembang Laut. “Risang Panjer Lawang justru gugur
sebagai korban pengkhianat itu. Luka di bagian belakang tubuhnya merupakan pertanda ia diserang dari belakang oleh orang yang diduganya tak mungkin melakukan itu.”
Wajah Gajahmada menegang. “Terus, telah berhasil ditemukan pelakunya?” Lembang Laut mengangguk. Sejenak Lembang Laut menyempatkan
melirik Gagak Bongol yang membeku. “Mahisa Kingkin pelakunya,” ucap Lembang Laut dengan nada
berbisik. Gajahmada merasa mendadak wajahnya menebal. Mahisa Kingkin
disebut sebagai pengkhianat mata-mata Ra Kuti menyebabkan Gajahmada sangat terpukul. Sulit sekali Bekel Gajahmada menerima kenyataan itu (Gajahmada, 2204 : 491,492).
Kenyataan yang diterima oleh Gajahmada sungguh mengejutkan. Bekel
Gajahmada merasa sangat mengenal Mahisa Kingkin. Meskipun berat tetapi
Gajahmada mampu menerima kenyataan tersebut. Dalam pada itu, Bhayangkara
Pradhabasu tetap tidak dapat menerima kematian Mahisa Kingkin. Dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
memendam kemarahannya, Pradhabasu menemui Gajahmada secara empat mata
dan mengutarakan pendapatnya.
Pradhabasu menceritakan bahwa saat burung merpati pembawa berita
tersebut dilepas, kebetulan Mahisa Kingkin duduk tepat disebelah Pradhabasu,
sehingga bila Mahisa Kingkin lah yang melepaskan burung merpati tersebut
pastilah Pradhabasu mengetahuinya. Gajahmada yang tahu Pradhabasu adalah
Bhayangkara yang pintar dan mampu bepikir dengan kepala dingin semakin
terkejut. Gajahmada mempercayai Pradhabasu.
Penjelasan yang diberikan Pradhabasu membuat Gajahmada siaga. Bekel
Gajahmada tahu dengan demikian maka mata-mata Ra Kuti adalah seorang yang
licik. Untuk memancing mata-mata tersebut Gajahmada berpikir dengan keras,
berusaha menemukan petunjuk apapun.
(83) Gajahmada tentu tidak akan lupa, awal dari diketahuinya telik sandi itu adalah sejak pertemuannya dengan orang tidak dikenal, orang yang menyelubungi wajahnya dengan secarik kain. Orang itu menggunakan julukan Bagaskara Manjer Kawuryan yang berarti matahari terang benderang, sebuah nama yang digunakan juga sebagai kata sandi.
Gajahmada mencoba mengenang pertemuannya dengan orang itu dan memilah-milahnya barangkali ada bagian yang terlewatkan. Setelah beberapa jenak, memndadak raut wajah Bekel Gajahmada itu berubah, pimpinan pasukan Bhayangkara itu merasa menemukan bagian sangat penting dari apa yang pernah diucapkan Bagaskara Manjer Kawuryan itu (Gajahmada, 2004 : 494).
(84) “Hati-hati dengan anak buahmu yang barangkali gemar bersiul atau menirukan suara burung hantu. Bukankah kau tidak mengajari mereka menggunakan isyarat suara burung hantu? Burung hantu itu mungkin sedang berkeliaran di halaman istana, ingat, suaranya benar-benar mirip, sulit membedakan dengan suara burung hantu yang sesungguhnya,” ucap Bagaskara Manjer Kawuryan saat itu (Gajahmada, 2004 : 501).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
Kutipan 82 menjelaskan bagaimana Gajahmada setelah berpikir dengan
keras menemukan suatu petunjuk penting yang dapat dimanfaatkan untuk
membongkar kedok mata-mata Ra Kuti. Bersama Pradhabasu, Bekel Gajahmada
membuat suatu sandiwara.
Di Desa Kudadu, Jayanegara disembunyikan di rumah lurah Kudadu.
Sebagai langkah pengamanan, Gajahmada melarang lurah Kudadu untuk
menggelar berbagai bentuk hiburan. Untuk menemukan siapa mata-mata Ra Kuti,
Gajahmada sengaja membatalkan larangan tersebut. Lurah Kudadu diminta
menggelar cokekan, yaitu hiburan rakyat dengan penari yang diiringi gamelan.
Warga pun diminta memeriahkan acara hiburan tersebut. Warga membawa
berbagai macam makanan dari rumah untuk dimakan beramai-ramai.
Acara yang diselenggarakan di halaman rumah lurah Kudadu berjalan
dengan meriah. Para prajurit Bhayangkara tidak ketinggalan memeriahkan acara.
Mereka menari diiringi seorang penari wanita yang masih muda.
(85) Tepuk tangan tempik sorak gemuruh dari para Bhayangkara juga para penduduk yang hadir manakala Bhayangkara Bongol menari dengan sangat luwes dan terampil. Gagak Bongol yang tangkas trengginas di medan petempuran yang ganas macam apa pun ternyata bisa terampil pada saat menari. Penari paguyuban cokekan itu benar-benar memiliki suara yang lembut, apalagi usianya masih muda dan belum bersuami, beberapa pemuda yang menonton bersiul-siul untuknya (Gajahmada, 2004 : 496).
Para warga desa Kudadu tidak mengetahui apa tujuan kedatangan para
prajurit Bhayangkara ke desa mereka. Terlebih saat Gajahmada bericara bahwa
kedatangan para Bhayangkara adalah dalam rangka mengawal perjalanan
Jayanegara. Maka yang terjadi adalah kegemparan. Warga desa Kudadu sangat
terkejut saat Gajahmada menyammpaikan bahwa saat itu Jayanegara sedang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
beristirahat di rumah lurah Kudadu. Rasa penasaran segera tumbuh, banyak warga
tidak percaya bahwa desa mereka yang sangat jauh dari kotaraja mendapat
kehormatan dengan disinggahi oleh raja Majapahit.
Mengetahu hal tersebut, Bhayangakara Pradhabasu meminta perhatian
para warga. Pradhabasu bersedia memberikan cerita yang lebih rinci. Sebagai
syarat, Pradhabasu meminta para warga untuk menirukan suara hewan-hewan
yang berada di hutan. Gagak Bongol dan Lembang Laut tersenyum mendengar
kelakar Pradhabasu. Dua orang Bhayangkara tersebut tahu bila Pradhabasu sering
berbuat iseng. Tidak demikian dengan Pradhabasu dan Gajahmada, sandiwara
tersebut merupakan usaha membongkar jati diri mata-mata Ra Kuti.
(86) “Ayo” ucap Pradhabasu lantang. “Untuk menghangatkan suasana di malam ini mari kita bangunkan semua binatang penghuni hutan, gajah, harimau, ayam jantan, anjing, serigala, semua serentak, Bhayangkara juga ikut menyumbangkan suaranya!”
Terdengar suara Bhayangkara Pradhabasu melolong menirukan serigala kelaparan yang disambut tawa berderai segenap penduduk kelurahan Kudadu, tetapi dengan penuh minat penduduk warga Kudadu ikut menyumbangkan suara, ada suara kambing, ada pula suara kuda. Para Bhayangkara ikut terpancing menyumbangkan berbagai tiruan mulai dari burung bence yang menyayat hingga…suara burung hantu.
Suara riuh rendah meniru berbagai binatang itu makin ramai, Bekel Gajahmada bulat mendapatkan arah, suara tiruan burung hantu itu berasal dari mulut Singa Parepen. Suara burung hantu itu sangat mirip dengan aslinya, juga sama dengan suara siulan sandi yang pernah di dengar di halaman istana sebagai isyarat yang diyakini diberikan oleh sesama telik sandi Ra Kuti (Gajahmada, 2204 : 501).
Dengan seksama, Gajahmada mengamati anak buahnnya yang menirukan
suara burung hantu. Gajahmada telah sampai pada sebuah kesimpulan. Singa
Parepen lah yang menjadi telik sandi Ra Kuti. Setelah sampai pada kesimpulan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
tersebut, Gajahmada meminta perhatian, segenap warga desa Kudadu dan para
Bhayangkara serentak terdiam memerhatikan pimpinan Bhayangkara tersebut.
Gajahmada dikenal sebagai orang yang tidak suka berbasa-basi, dengan
pasti Gajahmada mengarahkan telunjuknya ke arah Singa Parepen. Gajahmada
dengan pasti berucap bahwa tubuh Bhayangkara belum sepenuhnya bersih, masih
terdapat mata-mata Ra Kuti di antara mereka. Hal tersebut mengagetkan
Bhayangkara, terutama Singa Parepen.
(87) “Kau-ngawur, apa dasarmu menuduhku seperti itu?” Tanya Singa Parepen dengan suara agak melengking dan parau.
“Baru saja Pradhabasu membangunkan seisi hutan,” jawab Bekel Gajahmada dengan kalimat bersayap. “Ada suara harimau, anjing melolong, para penduduk menyumbangkan berbagai suara seperti kambing, bahkan sapi, lalu dari mulut Bhayangkara ada yang menyumbangkan suara burung bence yang merupakan satu di antara banyak pilihan dalam berhubungan sandi dengan sesama Bhayangkara, lalu dari mulutmu keuar suara bururng hantu.”
Makin tegang wajah Singan Parepen, para Bhayangkara saling pandang.
“Pasukan Bhayangkara tidak menggunakan suara burung hantu untuk saling berhubungan. Suara burung hantu digunakan Panji Saprang saat berhubungan dengan telik sandi lain, yang rupanya telik sandi itu kau!”
Singan Parepen telah sampai pada sebuah kesimpulan bahwa jati dirinya telah terbongkar habis.
Apa yang kemudian terjadi sungguh berada di luar dugaan para Bhayangkara. Tiba-tiba saja Singa Parepen yang tersudut itu meloncat mendahului waktu yang dimiliki Bekel Gajahmada dan Bhayangkara yang lain menuju bilik tempat Jayanegara beristirahat. Sekali tending pintu bilik itu jebol, Singa Parepen menerobos masuk dan memanfaatkan waktu yang ada untuk meletakkan senjatanya ke leher Jayanegara yang berbaring berkemul sarung (Gajahmada, 2004 : 504).
Dengan Jayanegara di tangannya, Singa Parepen merasa telah menang.
Untuk membawa Jayanegara ke kotaraja, Singa Parepen meminta disediakan
kuda. Bila para Bhayangkara hendak menghalangi, Singa Parepen tidak segan-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
segan membunuh Jayanegara. Gajahmada dan Bhayangkara tidak dapat bertindak
apa-apa. Mereka menunggu waktu yang tepat untuk bergerak menyelamatkan
Jayanegara.
Apa yang diyakini oleh Singa Parepen ternyata salah. Bukan Jayanegara
yang berada di bawah ancaman pisaunya, orang itu adalah Pradhabasu yang
menyamar dengan pakaian Jayanegara. Saat perhatian para Bhayangkara dan
warga tersita oleh Gajahmada, Pradhabasu beringsut menjauh dan menuju ke bilik
Jayanegara. Gajahmada dan Pradhabasu telah memperkirakan apa yang akan
mata-mata Ra Kuti lakukan bila telah tersudut.
Saat Singa Parepen masih terpesona dengan kekagetannya, dengan
gerakan yang sangat cepat, Pradhabasu menancapkan pisau di dada kiri Singa
Parepen. Pisau khusus milik Bhayangkara adalah pisau yang ringan saja, tetapi
sangat tajam. Pisau tersebut dengan tepat menancap di jantung Singa Parepen.
Dengan kematian Singa Parepen, Gajahmada yakin masalah mata-mata Ra Kuti
dalam tubuh Bhayangkara telah teratasi. Langkah selanjutnya adalah serangan
balik untuk menggulingkan Ra Kuti.
Sikap waspada yang ditunjukkan oleh Gajahmada setelah menerima
pengaduan Pradhabasu menunjukkan betapa cerdasnya Gajahmada. Gajahmada
tidak dengan segera berpuas diri setelah mendengar laporan dari Lembang Laut
bahwa Mahisa Kingkin lah mata-mata Ra Kuti. Gajahmada sendiri secara pribadi
mengenal Mahisa Kingkin sebagai prajurit yang setia terhadap tanah airnya.
Pradhabasu sebagai prajurit Bhayangkara juga menunjukkan jiwa keadilan
yang besar. Dengan berani ia menemui Gajahmada secara empat mata dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
mengungkapkan keraguannya. Bila Pradhabasu tidak berani mengungkapkan
pemikirannya, Jayanegara yang sedang berada di bilik rumah lurah Kudadu dapat
terancam nyawanya karena Bhayangkara belum benar-benar bersih dari
pengkhianat.
Sandiwara yang dirancang Gajahmada dan Pradhabasu merupakan buah
dari bentuk kepahlawanan yang mereka miliki. Sandiwara tersebut juga
melibatkan Jayanegara secara tidak langsung. Pakaian yang dikenakan Pradhabasu
merupakan pakaian Jayanegara, jadi secara tidak langsung Jayanegara terlibat
dalam sandiwara pintar Gajahmada dan Pradhabasu.
Bentuk tersebut sesuai dengan Menurut Sri Mangkunegaran IV dalam
Kamajaya (1984 : 55), bentuk kepahlawanan adalah cerminan dari watak seorang
Kumbakarna yaitu pertama, jujur dan adil. Kedua, menjunjung tinggi negara.
Ketiga, cinta tanah air. Sandiwara yang dipentaskan Gajahmada dan Pradhabasu
tersebut membutuhkan keberanian yang besar. Pradhabasu yang menyamar
menjadi Jayanegara menanggung resiko terbunuh oleh pisau Singa Parepen. Bila
Singa Parepen berencana langsung menbunuh Jayanegara akibatnya Pradhabasu
akan menjadi korban dari sandiwara berbahaya tersebut. Gajahmada juga
menunjukkan keberanian yang besar dengan membuat sandiwara tersebut.
Gajahmada dengan berani menggunakan Jayanegara sebagai umpan.
3.3.3 Kartika Sinumping Bergerilya
Langkah Gajahmada selanjutnya adalah memulai serangan balik ke
kotaraja. Untuk itu Gajahmada mengandalkan Kartika Sinumping yang mendapat
tugas mempersiapkan serangan balik. Setelah mendapat perintah dari Bekel
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
Gajahmada, tanpa membuang waktu, Kartika sinumping segera berangkat ke
kotaraja. Sebelum menemui Mapatih Arya Tadah, Kartika Sinumping bergerilya
untuk mencari informasi mengenai pergerakan Ra Kuti sekaligus membuat kesan
Bhayangkara telah kembali ke kotaraja.
(88) Setelah Gelap malam tiba, Kartika Sinumping berhasil menyelinap pada jarak cukup dekat dengan alun-alun sambil bersembunyi di belakang tembok yang runtuh, sejenak kemudian, dari rentang gendewa yang ditekuk melengkung ke udara, lima panah berapi sekaligus membubung mnerobos ke udara dengan suara melengking. Nyala api yang berkobar di ujung warasta itu terlihat amat jelas dari beberapa penjuru. Suara melengking panah senderan yang amat khas itu menjadi petunjuk bagi siapa pun untuk menoleh mengarahkan pandangan. Bagi mereka yang kehilangan kesempatan menyaksikan anak panah memanjat langit itu tidak perlu merasa menyesal karena sejenak kemudian, lima anak panah berapi dengan suara sanderan melengking memanjat naik.
Berdebar-debar semua orang.
Mereka yang menangkap pesan bahwa Bhayangkara yang dalam beberapa hari lenyap sudah muncul kembali ke kotaraja (Gajahmada, 2004 : 517).
Kartika Sinumping meskipun sendirian dengan berani bergerilya di
kotaraja. Selain membuat pertanda bahwa Bhayangkara telah kembali ke kotaraja,
Kartika Sinumping juga membuat para prajurit pemberontak ketakutan. Tanpa
ampun Kartika Sinumping membunuh beberapa prajurit pemberontak dengan
anak panah.
Selain mencari informasi di kotaraja, Gajahmada juga memerintahkan
Kartika Sinumping untuk membentuk pasukan bawah tanah yang terdiri dari
orang-orang yang tidak setuju dengan tindakan makar Ra Kuti. Setelah bertemu
dengan Mapatih Arya Tadah, Kartika Sinumping mendapati bahwa Arya Tadah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
telah lebih dahulu membentuk pasukan tersebut. Segera Kartika Siumping
menemui para prajurit bentukan Arya Tadah.
(89) Dari kegelapan muncul orang yang mendekatinya.
“Debu-debu berhamburan di malam gelap gulita,” terdengar sebuah sapa sandi.
“Ada gadis menangis meratapi kematian suami!” Kartika Sinumping menjawab sebagaimana petunjuk yang diberikan oleh Arya Tadah.
Kalimat sandi telah berjawab dengan tepat, Kartika Sinumping merasa memperoleh hubungan dengan orang-orang yang telah disiapkan lebih dahulu oleh Arya Tadah. Gerakan meraka dan segala serangan gerilya lentur menyesuaikan diri dengan kekuatan, yaitu melalui serang dan lari, siapa menyangka irama serangan itu berasal dari ayunan tangan Arya Tadah dari tempat persembunyiannya.
“Ikut aku,” sapa seseorang yang metampakkan diri.
Kartika Sinumping bergegas mengikutinya menuju pintu belakang, memasuki rumh yang ternyata merupakan tempat berkumpul orang-orang yang sebagian besar dikenalnya, sebagai dari mereka adalah perajurit dari kesatuan Jalapati yang telah ditinggalkan Rakrian Temenggung Banyak Sora. Wajah-wajah beku di ruangan itu menyebabkan Kartika Sinumping berdebar-debar. Wajah Lurah Prajurit Sindi Suramarta, Liman Prabowo, Simaring Japanan, Bramas Sindupati, Brajalama, Hayam Talun, Tabuh Gong, Panji Wiragati, dan yang menarik perhatiannya adalah keberadaan Gajahsari.
Senyap mereka berada di rumah itu meliha kemunculan Kartika Sinumping, salah seorang dari bagian Bhayangkara setelah beberapa hari lamanya Bhayangkara itu lenyap tidak ketahuan jejak dan kabarnya. Teka-teki keberadan Bhayangkara adalah juga teka-teki keselamatan Jayanegara.
“Tuanku Jayanegara berada di tempat yang aman,” Bhayangkara Kartika Sinumping langsung membuka pembicaraan. “Kakang Bekel Gajahmada dan para Bhayangkara yang lain mengawal Tuanku Baginda ke subuah tempat hingga diperoleh jaminan Ra Kuti tidak mungkin menjangkaunya. Bhayangkara kemudian akan kembali untuk merebut kekuasaan dari tangan Ra Kuti, sebagai cucuk lampah untuk itu, aku ditunjuk oleh Kakang Bekel Gajahmada dan Sri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
Baginda untuk melampangkan jalan ke sana.” (Gajahmada, 2004 : 528,529)
Bersama para prajurit bentukan Arya Tadah tersebut, Kartika Sinumping
memulai berbagai persiapan serangan balik yang direncanakan oleh Gajahmada.
Pertama-tama, mereka akan membakar bangsal Jalapati dan Jala Rananggana. Dua
bangsa prajurit yang mendukung Ra Kuti. Sebagai persiapan, Kartika Sinumpig
telah membuat banyak anak panah berapi yang dibagian kepada para prajurit yang
lain.
Gerakan kedua yang dilakukan oleh Kartika Sinumping adalah membuat
jalan untuk serangan tersebut. dibantu prajurit bentukan Arya Tadah, Kartika
Sinumpin membuat terowongan dari halaman rumah di sebelah wisma kepatihan
yang nantinya akan tembus di dekat bilik Ra Kuti. Pekerjaan besar tersebut harus
diselesaikan dalam waktu satu minggu dengan resiko yang sangat besar.
Langkah awal yang dirintis oleh Kartika Sinumping merupakan salah satu
langkah kunci dalam menggulingkan Ra Kuti. Jalan terowongan sampai ke bilik
Ra Kuti yang digali Kartika Sinumping dengan dibantu para prajurit bentukan
Arya Tadah menjadi jalan langsung dalam menangkap otak pemberontakan
Dharmaputra Winehsuka, Ra Kuti.
Kerja keras tanpa lelah Kartika Sinumping merupakan gambaran bentuk
kepahlawanan cinta tanah air. Bentuk kepahlawanan ini berkaitan dengan Teori
Mangkunegaran IV tentang watak seorang Kumbakarna, yaitu keyakinan untuk
berkorban jiwa dan raga demi keutuhan negara.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
3.3.4 Serangan Balik Bhayangkara
Satu minggu tepat setelah terowongan tersebut selesai, Kartika Sinmping
bertemu dengan Gajahmada di Sumur Gandrung. Bekel Gajahmada sangat puas
dengan hasil pekerjaan Kartika Sinumping. Keesokan harinya, Gajahmada dan
para Bhayangkara melakukan serangan balik. Serangan tersebut didukung oleh
Cakradara dan Kudameta yang telah kembali dari tugas negara. Beberapa senopati
yang tidak sejalan dengan Ra Kuti juga menyumbangkan tenaganya.
Serangan dimulai saat seorang Senopati Ranggayuda mengumpulkan
semua prajurit di alun-alun. Sebelumnya, Senopati Ranggayuda telah diberi
kenaikan pangkat oleh Ra Kuti menjadi Temenggung. Oleh Ra Kuti, Temenggung
Ranggayuda diminya mengendalikan para prajurit. Saat memberikan sesorah,
Temenggung Ranggayuda justru berbicara bahwa biang kekacauan yang tengah
terjadi adalah perbuatan Ra Kuti. Sangat terkejut para prajurit. Atas perintah
Temenggung Ranggayuda, para prajurit yang mau bertobat disarankan segera
menjatuhkan senjata dan menyerah. Bagi yang tetap membela Ra Kuti akan diberi
hukuman yang pantas, yaitu hukuman mati.
Saat semua perhatia teralih kepada kekacauan di alun-alun, Gajahmada
dan para Bhayangkara menyusup ke bilik Ra Kuti dengan memanfaatkan lubang
yang digali Kartika Sinumping dan pasukan bentukan Arya Tadah. Tanpa
kesulitan, lima orang Bhayangkara masuk ke dalam bilik Ra Kuti.
Di dalam bilik, Ra Kuti hanya ditemani Ra Tanca, salah seorang dari
Dharmaputra Winehsuka. Kegelisahan sedang dialami Ra Kuti karena perbuatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
Temenggung Ranggayuda. Ra Kuti semakin terkejut saat Gajahmada dan lima
orang Bhayangkara masuk ke dalam biliknya.
(90) Namun, Lembang Laut yang memberinya jawaban. Lembang Laut tak memiliki kesabaran yang cukup. Gendewa yang dipegangnya dengan arah lurus ke jantung Ra Kuti ternyata tidak mampu dipertahankan untuk tetap terentang. Manakala tangan kanannya yang memegang tali busur lepas, melesat anak panah itu menghujam ke jantung Ra Kuti, ambruk Ra Kuti dengan mata terbelalak. Dengan sisa tenaganya Ra Kuti mencoba bangkit (Gajahmada, 2004 : 570).
Anak panah yang dilepaskan Lembang Laut adalah panah beracun.
Dengan cepat Ra Kuti kehilangan kesadarannya dan akhirnya mati. Dengan
kematian Ra Kuti, Ra Tanca ditangkap tanpa perlawanan. Sisa Dharmaputra yang
lain tewas saat berada di alun-alun. Dibunuh oleh para Bhayangkara. Dengan
demikian pemberontakan Ra Kuti berhasil dipadamkan.
Secara keseluruhan, berawal dari penyelamatan Jayanegara saat
pemberontakan Ra Kuti pecah, pelarian Jayaegara dan akhirnya serangan balik,
peran prajurit Bhayangkara sangatlah besar. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Pahlawan mengandung dua pengertian pokok. Pokok pertama, yaitu
orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela
kebenaran. Pokok kedua adalah pejuang yang gagah berani. (2005 : 811). Jadi,
bentuk kepahlawanan dapat disimpulkan sebagai tindakan-tindakan yang
mencerminkan makna pahlawan.
Menurut Sri Mangkunegaran IV dalam Kamajaya (1984 : 55), watak
seorang Kumbakarna yaitu pertama, jujur dan adil. Kedua, menjunjung tinggi
negara. Ketiga, cinta tanah air. Watak-watak tersebut menjadi patokan bentuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
kepahlawanan yang ditunjukkan oleh prajurit Bhayangkara dalam usaha
memadamkan pemberontakan Ra Kuti.
Sesuai dengan penjelasan arti kata pahlawan di atas, keringat dan darah
para Bhayangkara adalah sebuah bentuk pahlawan yang sejati. Tanpa pamrih
mereka membela tanah airnya, bahkan harus berkorban nyawa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
3.4 Kesimpulan Bentuk-bentuk Kepahlawanan Prajurit Bhayangkara saat
Memadamkan Pemberontakan Ra Kuti
no Bentuk-bentuk Kepahlawanan
Tokoh yang Terlibat
Indikator bentuk-bentuk kepahlawanan
berdasarkan teori Sri Mangkunegaran IV
tentang watak Kumbakarna
1 Penyelamatan Jayanegara
1.1 tindakan tanggap darurat oleh Gajahmada
Gajahmada dan Gagak Bongol
menjunjung tinggi negara dan cinta tanah air
1.2 penyelamatan sekar kedaton
Panjang Sumprit, Kartika Sinumping, Jayabaya, dan Lembu Pulung
cinta tanah air
1.3 melacak keberadaan pasukan pemberontak
Lembang Laut
cinta tanah air
1.4 mengungsikan Jayanegara
Gajahmada, Gagak Bongol, Mahisa Kingkin, Risang Panjer Lawang, Singa Parepen, Lembang Laut, Pradhabasu, Gajah Pradamba, Macan Liwung, Gajah Geneng, dan Riung Samudra
menjunjung tinggi negara dan cinta tanah air
2 Pelarian Jayanegara
2.1 siasat mengecoh pasukan pengejar dan penyelamatan Jayanegara keluar dari kotaraja
Gajahmada, Gagak Bongol, Mahisa Kingkin, Risang Panjer Lawang, Singa Parepen, Lembang Laut, Pradhabasu, Gajah Pradamba, Macan Liwung, Gajah Geneng, dan Riung Samudra
menjunjung tinggi negara dan cinta tanah air
2.2 Gagak Bongol memimpin para Bhayangkara kembali ke kotaraja
Gagak Bongol, Mahisa Kingkin, Risang Panjer Lawang, Singa Parepen, Lembang Laut, Pradhabasu, Gajah Pradamba, Macan Liwung, Gajah Geneng, dan Riung Samudra
jujur dan adil, menjunjung tinggi negara dan cinta tanah air
2.3 penyelamatan Mapatih Arya Tadah dari penjara
Gagak Bongol dan Lembang Laut
jujur dan adil, menjunjung tinggi negara dan cinta tanah air
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
2.4 Bhayangkara menunjukkan rasa kemanusiaan
Gagak Bongol, Mahisa Kingkin, Risang Panjer Lawang, Singa Parepen, Lembang Laut, Pradhabasu, Gajah Pradamba, Macan Liwung, Gajah Geneng, dan Riung Samudra
jujur dan adil
2.5 Gajahmada menyelamatkan saat terkepung di ladang jagung Kabuyutan Mojoagung
Gajahmada, Gagak Bongol, Mahisa Kingkin, Risang Panjer Lawang, Singa Parepen, Lembang Laut, Pradhabasu, Gajah Pradamba, Macan Liwung, Gajah Geneng, dan Riung Samudra
jujur dan adil, menjunjung tinggi negara dan cinta tanah air
2.6 Bhayangkara menyerang pasukan pemberontak di ladang jagung
Gagak Bongol, Mahisa Kingkin, Risang Panjer Lawang, Singa Parepen, Lembang Laut, Pradhabasu, Gajah Pradamba, Macan Liwung, Gajah Geneng, dan Riung Samudra
jujur dan adil, menjunjung tinggi negara dan cinta tanah air
2.7 siasat Gajahmada mengecoh mata-mata Ra Kuti
Gajahmada cinta tanah air
3 Serangan balik prajurit Bhayangkara
3.1 Kartika Sinumping persiapkan serangan balik
Kartika Sinumping
cinta tanah air
3.2 Pradhabasu dan Gajahmada membongkar penyemaran mata-mata Ra Kuti
Pradhabasu dan Gajahmada
jujur dan adil, menjunjung tinggi negara dan cinta tanah air
3.3 Kartika Sinumping bergerilya
Kartika Sinumping cinta tanah air
3.4 serangan balik Bhayangkara
Semua Bhayangkara kecuali Risang Panjer Lawang dan Mahisa Kingkin yang terbunuh oleh mata-mata Ra Kuti. Singa Parepen dan Panji Saprang juga tidak turut serta karena terbunuh saat penyamaran mereka sebagai mata-mata Ra Kuti terbongkar
jujur dan adil, menjunjung tinggi negara dan cinta tanah air
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Gajahmada sebagai pemimpin Bhayangkara memiliki fisik yang kekar, kuat
dan memiliki olah kanuragan atau ilmu beladiri yang tinggi. Ciri fisik tersebut
didukung oleh kecerdasan yang menonjol. Karakter Gajahmada mencerminkan
ketegasan dan mental baja. Sangat ideal sebagai pemimpin.
Gajahmada memimpin kesatuan khusu Bhayangkara. Nama Bhayangkara
berarti kumpulan prajurit dengan kemampuan khusus yang bertugas melindungi.
Sebagai pemimpin yang disegani, Gajahmada berani mengambil resiko dengan
perhitungan yang tepat. Gajahmada adalah panutan yang setia kepada negara dan
berjiwa kesatria.
Gajahmada sebagai pimpinan Bhayangkara sangat mempercayai Gagak
Bongol dan Lembang Laut. Berdua, Gagak Bongol dan Lembang Laut dapat dibilang
sebagai tangan kanan Gajahmada. Gagak Bongol adalah prajurit Bhayangkara dengan
tubuh berotot. Gagak Bongol mempunyai kesiagaan dan kewaspadaan yang tinggi.
Setia kepada Bhayangkara, terutama kepada negara.
Kelemahan Gagak Bongol adalah tempramennya yang tinggi. Akibatnya
Gagak Bogol mudah terpancing dengan keadaan dan cenderung menjadi tidak
sabaran. Gagak Bogol tidak mudah mempercayai orang yang baru dikenalnya.
Kesetiaannya kepada Bhayangkara yang begitu tinggi terkadang membuatnya gelap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
mata dan tidak berpikir dengan tenang. Contohnya saat Gagak Bongol terhasut tipuan
licik mata-mata Ra Kuti. Tanpa berpikir panjang, Gagak Bongol membunuh Mahisa
Kingkin yang tidak bersalah.
Bersama Lembang Laut, Gagak Bongol adalah Bhayangkara kepercayaan
Gajahmada. Lembang Laut digambarkan sebagai Bhayagkara dengan badan tegap
dan berotot. Kelebihan Lembang Laut adalah melacak jejak dan dalam bidang
penyamaran. Kelebihannya melacak jejak membuat Lembang Laut terbiasa dalam
tekanan. Mental baja tersebut didasari sifatnya yang berani dan pintar. Lembang Laut
mampu berpikir rasional dan mampu menahan emosi. Lembang Laut lah yang
mengakhiri hidup Ra Kuti.
Selain Lembang Laut, Bhayangkara lain yang mampu berpikir Rasional
adalah Pradhabasu. Bhayangkara Pradhabasu adalah Bhayangkara yang memiliki
perawakan gagah. Kelebihannya melempar pisau khusus Bhayangkara. Pradabasu
juga pandai dalam hal penyamaran dan taktik.
Kemampuan Pradhabasu menilai permasalahn dengan rasional dilandasi oleh
ketenangan dan kecerdasannya secara pribadi. Kecerdasan yang tinggi membuat
Pradhabasu berani mengungkapkan pendapatnya, sangat tegas dan mempunyai
keyakinan tinggi.
Saat pemberontakan Ra Kuti pecah, ada empat Bhayangkara yang berhasil
mengungsikan para sekar kedaton dari istana. Mereka adalah Lembu Pulung, Panjang
Sumprit, Jayabaya dan Kartika Sinumping.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
Bhayangkara Lembu Pulung dan Panjang Sumprit adalah prajurit pengawal
yang sangat handal. Berbadan tegap dan cermat dalam menghitung peluang dan
resiko. Sebagai prajurit pengawal, olah kanuragan mereka sangat tinggi.
Bhayangkara Lembu Pulung dan Panjang Sumprit juga berani suarakan pendapat.
Bhayangkara Jayabaya adalah Bhayangkara yang sangat setia kepada pasukan
dan negaranya. Fisiknya tidak terlalu besar namun cukup berotot. Jayabaya adalah
figur prajurit yang penuh semangat. Saat mengawal sekar kedaton, Jayabaya mampu
menuntaskan misinya dengan baik.
Bersama Lembu Pulung, Panjang Sumprit, dan Jayabaya, Bhayangkara
Kartika Sinumping juga terlibat dalam usaha penyelamatan sekar kedaton. Kartika
Sinumping adalah Bhayangkara yang sangat setia dan total dalam melaksanakan
sebuah misi. Bertubuh ramping namun berotot, Kartika Sinumping hebat dalam
bergerilya. Mental bajanya membentuk keteguhan di medan laga. Bhayangkara
Kartika Sinumping lah yang menyiapkan serangan balik pasukan Bhayangakara yang
akhirnya memadamkan pemberontakan Ra Kuti. Kelemahan Kartika Sinumping
adalah menghadapi wanita.
Bhayangkara adalah pasukan khusus yang mempunyai ilmu beladiri atau olah
kanuragan yang tinggi. Salah satunya Gajah Pradamba dan Macan Liwung. Mereka
merupakan prajurit medan tempur yang menikmati peperangan. Ilmu beladiri mereka
sulit diukur.
Gajah Pradamba atau di masa mudanya disebut Gajah Enggon merupakan
prajurit yang sigap dan patuh dengan perintah. Macan Liwung mempunyai sifat yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
sama. Mereka mempunyai rasa kemanusiaan yang tinggi namun berhati lembut.
Macan Liwung dilukiskan mempunyai sorot mata yang tajam dan mampu berubah
menjadi kejam bila melihat ketidakadilan.
Gajah Geneng adalah Bhayangkara yang sangat dipercaya karena
pengabdiannya yang luas kepada negara. Gajah Geneng sedikit liar, namun lurus dan
cinta tanah air. Riung Samudra adalah Bhayangkara paling pintar disamping
Pradhabasu dan Gajahmada. Mempunyai oleh kanuragan yang cukup tinggi, mampu
menilai peluang dan berbagai kemungkinan dari suatu masalah. Berani
mengungkapkan pendapat.
Bhayangkara Mahisa Kingkin dan Risang Panjer Lawang adalah dua
Bhayangakara yang gugur menjadi korban kelicikan mata-mata Ra Kuti. Mahisa
Kingkin gugur dipenggal kepalanya oleh Gagak Bongol, sedangkan Risang Panjer
Lawang dibunuh oleh mata-mata Ra Kuti dengan ditusuk dari belakang.
Mahisa Kingkin adalah Bhayangkara yang tegas dan setia kepada negara.
Ketegasannya membuat Mahisa Kingkin berani ungkapkan pendapat dan bahkan
berdebat bila ia yakin benar. Risang Panjer Lawang adalah contoh prajurit yang
sangat berbakti kepada negara. Risang Panjer Lawang bangga gugur sebagai bagian
dari Bhayangkara.
Singa Parepen dan Panji Saprang adalah dua mata-mata Ra Kuti dalam tubuh
Bhayangkara. Singa Parepen digambarkan sebagai prajurit yang tamak dan diam-
diam memendam hasrat kepada istri Risang Panjer Lawang. Mempunyai kecerdasan
tinggi dan kemampuan khusus melepas tiga anak panah sekaligus. Panji Saprang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
dilukiskan sebagai prajurit yang sangat cerdas. Kemampuan memanahnya nomor satu
di kesatuan Bhayangkara.
Bentuk-bentuk kepahlawanan prajurit Bhayangkara terbagi dalam tiga bagian.
Bagian pertama adalah penyelamatan Jayanegara. Bagian pertama ini memuat (1)
tindakan tanggap darurat oleh Gajahmada, (2) penyelamatan sekar kedaton oleh
Lembu Pulung, Panjang Sumprit, Jayabaya, dan Kartika Sinumping, (3) Lembang
Laut melacak keberadaan pasukan pemberontak dan (4) Gajahmada dan para
Bhayangkara mengungsikan Jayanegara keluar dari kepungan pasukan pemberontak.
Bagian kedua merupakan pelarian Jayanegara yang dimulai dari (1)
Gajahmada mengecoh pasukan pengejar dengan membuat suatu siasat. Kemudian, (2)
Gajahmada menyelamatkan Jayanegara keluar dari kotaraja melalui gorong-gorong.
(3) Gagak Bongol memimpin para Bhayangkara kembali ke kotaraja untuk menebar
teror diantara para pasukan pemberontak dan (4) membebaskan Mapatih Arya Tadah
dari penjara yang dilakukan oleh Lembang Laut dan Gagak Bongol. (5) Bhayangkara
menunjukkan rasa kemanusiaan dengan menolong seorang ibu yang hendak
melahirkan. (6) Saat di Kabuyutan Mojoagung, Gajahmada menyelamatkan
Jayanegara sewaktu terkepung di ladang jagung. (7) Bhayangkara dengan berani
menyerang pasukan pemberontak di ladang jagung, bahkan Risang Panjer Lawang
terbunuh oleh mata-mata Ra Kuti.
Bagian ketiga adalah serangan balik prajurit Bhayangakara. serangan balik ini
diawali dengan (1) Kartika Sinumping mempersiapkan serangan balik. Sementara itu
(2) Pradhabasu dan Gajahmada membongkar penyamaran mata-mata Ra Kuti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
sewaktu berada di Kudadu. (3) Kartika Sinumping bergerilya mempersiapkan
serangan balik dengan membuat terowongan bawah tanah tembus ke bilik Ra Kuti.
pembuatan terowongan dibantu pasukan bentukan Mapatih Arya Tadah. (5) Serangan
balik prajurit Bhayangkara yang diakhiri dengan terbunuhnya Ra Kuti.
4.2 Saran
Penulis merasa banyak kebaikan yang dapat digali dalam novel Gajahmada
karya Langit Kresna Hariadi yang dapat dijadikan bahan penelitian selanjutnya. Jiwa
kepemimpinan Gajahmada yang akhirnya dapat menyatukan Nusantara di bawah
panji Majapahit dapat diteliti menggunakan kajian Psikologi Sastra.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
Daftar Pustaka
Alwi, Hasan. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Bahtiar. 2006. Misteri di Balik Pemberontakan Ra Kuti. http :// www.megablog.
Blogspot. com.
Damono, Sapardi Djoko. 1978. Sosiologi Sastra. Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Fauziah, Atik. 2011. Kajian Intertekstualitas Novel Gajahmada Karya Langit Kresna
Hariadi Terhadap Kakawin Gajahmada Gubahan Ida Cokorda Ngurah. Solo : Universitas Sebelas Maret.
Hariadi, Langit Kresna. 2004. Gajahmada. Solo : Tiga Serangkai. Kamajaya. 1984. Tiga Suri Teladan. Yogyakarta : U.P. Indonesia. Komandoko, Gamal. 2009. Gajahmada : Menangkis Pemberontakan Ra Kuti.
Yogyakarta : Penerbit Narasi. Kooiman. 1984. The Hero in the Feminine Novel. Belanda : Middleburg Mahsun. 2006. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada Nurgiyantoro, Burhan. 1994. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gajahmada
University Press. Poerbatjaraka. 1952. Kepusatkaan Djawa. Jakarta : Djambatan Purwadi. 2007. Sejarah Raja-raja Jawa. Yogyakarta : Media Abadi. Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar ---------------------------------. 2005. Sastra dan Cultural Studies. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar. Semi, Atar. 1989. Kritik Sastra. Bandung : Penerbit Angkasa Bandung. Sudaryanto. 1988. Metode Linguistik Bagian Kedua : Metode dan Aneka Teknik
Pengumpulan Data. Yogyakarta : Gajahmada University Press.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
Taum, Yoseph Yapi. 1997. Pengantar Teori Sastra. Ende : Nusa Indah. Wiyatmi. 2006. Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta : Penerbit Pustaka. Yamin, Muhammad. 1945. Gajahmada : Pahlawan Persatuan Nusantara. Jakarta :
PT Balai Pustaka.
Yulian. 2005. Langit Kresna Hariadi : Gajahmada. http :// www.jayadalahyulian.
Blogspot com.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
Biografi Penulis
Petrus Seno Wibowo dilahirkan di Yogyakarta, hari Rabu tanggal 22 Juli
1987. Menempuh bangku pendidikan dari TK hingga bangku kuliah di Yogyakarta.
Belajar menjadi manusia seutuhnya di Yogyakarta. Mencari jalan cipta dan karya di
Yogyakarta. Kelak mencium anugerah akhir Tuhan di Yogyakarta.
Saat ini berusaha sekuat tenaga mentas dari pendidikan Strata 1 sebagai surat
sakti mendalami dunia. Di Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI