pkm penelitian neweditt

18
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peradangan atau inflamasi adalah reaksi lokal jaringan berpembuluh darah terhadap cedera dan sering disertai nekrosis. Sebab-sebab peradangan meliputi infeksi bakteri atau virus maupun tumor, infark miokard akut, dan proses-proses rematik. Proses peradangan umumnya menunjukkan ciri-ciri bengkak, panas, kemerahan dan nyeri (Carl, 1994). Peradangan disebabkan oleh kerusakan radikal bebas. Radikal bebas adalah produk – produk sampingan pembakaran di dalam tubuh. Partikel – partikel yang sangat reaktif dan sangat bermuatan perlu dinetralisasi oleh tubuh. Jika tidak, mereka akan menimbulkan kerusakan pada sel – sel dan gen. Radikal bebas dihasilkan dalam jumlah besar selama peradangan. Semakin banyak radikal bebas yang dihasilkan, maka semakin sulit pula tubuh harus bekerja membersihkannya. Sebuah penelitian dalam American Journal of Clinical Nutrition mengemukakan bahwa terdapat antioksidan – antioksidan makanan yang dapat menekan kerusakan akibat radikal bebas. Menurut Hembing (2008), buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) memiliki zat antibakteri diantaranya flavonoid dan fenol. Senyawa aktif flavonoid di dalam sari buah belimbing wuluh memiliki kemampuan membentuk kompleks dengan protein sel bakteri melalui ikatan hidrogen. Struktur dinding

Upload: astri-ggamjong-xiao-lu

Post on 26-Dec-2015

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PKM Penelitian Neweditt

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peradangan atau inflamasi adalah reaksi lokal jaringan berpembuluh darah terhadap

cedera dan sering disertai nekrosis. Sebab-sebab peradangan meliputi infeksi bakteri atau

virus maupun tumor, infark miokard akut, dan proses-proses rematik. Proses peradangan

umumnya menunjukkan ciri-ciri bengkak, panas, kemerahan dan nyeri (Carl, 1994).

Peradangan disebabkan oleh kerusakan radikal bebas. Radikal bebas adalah produk –

produk sampingan pembakaran di dalam tubuh. Partikel – partikel yang sangat reaktif dan

sangat bermuatan perlu dinetralisasi oleh tubuh. Jika tidak, mereka akan menimbulkan

kerusakan pada sel – sel dan gen. Radikal bebas dihasilkan dalam jumlah besar selama

peradangan. Semakin banyak radikal bebas yang dihasilkan, maka semakin sulit pula tubuh

harus bekerja membersihkannya. Sebuah penelitian dalam American Journal of Clinical

Nutrition mengemukakan bahwa terdapat antioksidan – antioksidan makanan yang dapat

menekan kerusakan akibat radikal bebas.

Menurut Hembing (2008), buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) memiliki zat

antibakteri diantaranya flavonoid dan fenol. Senyawa aktif flavonoid di dalam sari buah

belimbing wuluh memiliki kemampuan membentuk kompleks dengan protein sel bakteri

melalui ikatan hidrogen. Struktur dinding sel dan membran sitoplasma bakteri yang

mengandung protein, menjadi tidak stabil karena struktur protein sel bakteri menjadi rusak

karena adanya ikatan hidrogen dengan flavonoid, sehingga protein sel bakteri menjadi

kehilangan aktivitas biologinya, akibatnya fungsi permeabilitas sel bakteri terganggu dan sel

bakteri akan mengalami lisis yang berakibat pada kematian sel bakteri (Harborne, 1987).

Selain sebagai anti bakteri, flavonoid juga dapat menghambat peradangan atau inflamasi.

Mekanisme flavonoid dalam menghambat proses terjadinya inflamasi melalui dua cara, yaitu

dengan menghambat permeabilitas kapiler dan menghambat metabolisme asam arakidonat

dan sekresi enzim lisosom dari sel neutrofil dan sel endothelial.

Sebagai negara kepulauan yang berisi berbagai macam suku bangsa dan adat istiadat

Indonesia juga mewariskan keanekaragaman budaya. Hal ini terkait dengan tradisi dalam

pemanfaatan tanaman obat sehingga tak heran bila Indonesia juga memiliki beragam

Page 2: PKM Penelitian Neweditt

2

pengobatan tradisional. Kebiasaan membuat ramuan herbal atau kebiasaan meminum ramuan

jamu merupakan bagian dari keanekaragaman budaya tersebut. Pengetahuan menggunakan

obat tradisional sejatinya telah diwariskan secara turun temurun dan biasanya didasarkan

pada pengalaman, tradisi, kepercayaan, yang ada di masyarakat, serta tergantung dengan jenis

tanaman di daerah setempat (Setiawan,2008).

Untuk menunjang keberlangsungan tradisi dalam memanfaatkan tanaman obat

warisan budaya bangsa tersebut, kelestariannya harus terus diupayakan secara optimal dalam

membantu upaya pembangunan kesehatan nasional. Salah satunya dengan memanfaatkan

buah belimbing wuluh yang banyak terdapat di Indonesia untuk dijadikan pengobatan

alternatif khususnya peradangan atau inflamasi.

Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk meneliti apakah buah belimbing

wuluh dapat dimanfaatkan sebagai obat herbal antinflamasi

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah ekstrak buah belimbing wuluh dapat dimanfaatkan sebagai obat herbal

antiinflamasi?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apakah buah belimbing wuluh dapat dijadikan sebagai obat

herbal antiinflamasi

1.4 Luaran yang Diharapkan

Penelitian ini diharapkan dapat memanfaatkan bahan-bahan alami sebagai alternatif

pengobatan peradangan atau inflamsi daripada penggunaan bahan-bahan kimia. Selain itu,

dengan pemanfaatan bahan-bahan alami sebagai bahan obat akan mengembangkan

pemanfaatan tumbuhan disekitar kita.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Dapat memanfaatkan buah Belimbing Wuluh sebagai obat herbal anti inflamasi

Page 3: PKM Penelitian Neweditt

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Belimbing Wuluh

Belimbing wuluh memiliki nama latin yaitu Averrhoa bilimbi L. Berikut adalah table

tingkatan takson dari belimbing wuluh.

Kerajaan Plantae

Subkingdom Tracheobionta

Super Divisi Spermatophyta

Divisi Magnoliophyta

Kelas Magnoliopsida

Subkelas Rosidae

Ordo Geraniales

Famili Oxalidaceae

Genus Averrhoa

Species Averrhoa blimbi L

Tanaman ini juga memiliki beberapa nama lokal diantaranya limeng, selimeng, thlimeng

( Aceh ), selemeng ( Gayo ), asong, belimbing balimbingan ( Batak ), malimbi ( Nias ),

balimbleng ( Minangkabau ), belimbing asam ( Melayu ), balimbing ( Lampung ), calincing,

balingbing ( Sunda ), balimbing wuluh ( Jawa ), bhalingbhingbulu ( Madura ), belingbing

buloh ( Bali ), Limbi ( Bima ), balingbeng ( Flores ), libi ( Sawu ), belerang ( Sangi ) (Prapti,

2012).

Belimbing wuluh memiliki tinggi pohon 5-10 m, batangnya tegak, bercabang –

cabang, permukaannya kasar, banyak tonjolan, berwarna hijau kotor, daunnya majemuk,

menyirip, anak daun 25–45 helai, bulat telur ujung meruncing pangkal membulat, panjang 7–

10 cm, lebar 1–3 cm bertangkai pendek, pertulangan menyirip, hijau muda. Buahnya

majemuk bentuk malai, pada tonjolan batang, menggantung, panjang 5–20 cm, kelopak ± 6

cm merah daun mahkota bergandengan, bentuk lanset, ungu. Buahnya buni bulat panjang

Page 4: PKM Penelitian Neweditt

4

hijau kekuningan. Bijinya segitiga, ketika muda berwarna hijau tetapi setelah tua kuning

kehijauan, akarnya tunggang berwarna coklat kehitaman (IPB, 2014)

Ekstrak buah belimbing wuluh mengandung flavonoida dan triterpene saponim. Daun

buah dan batangnya mengandung saponim, tannin, flavonoid sedangkan batangnya

mengandung alkanosida dan polifenol. Susunan kimia yang terkandung dalam belimbing

wuluh yaitu asam amino, asam sitrat, senyawa glukosida, fenolat, ion kalium, gula, serta

vitamin dan mineral, juga terdiri dari serat, abu dan air (Eko, 2010).

Belimbing wuluh merupakan tanaman buah asli Indonesia yang mudah ditanam dan

tidak memerlukan perawatan khusus. Tanaman ini dapat tumbuh hamper di seluruh daerah.

Hampir seluruh bagian belimbing wuluh dapat dimanfaatkan sperti bagian daun,

ranting muda, buah, dan buah untuk digunakan sebagai bahan obat herbal. Belimbing wuluh

memiliki rasa asam dan bersifat sejuk. Efek farmakologi Belimbing wuluh diantaranya

menghilangkan sakit, memperbanyak pengeluaran empedu, anti radang, peluruhan kecing dan

pelembut wajah (Arief, 2010).

2.2 Peradangan

Peradangan atau inflamasi adalah reaksi lokal jaringan berpembuluh darah terhadap

cedera dan sering disertai nekrosis. Sebab-sebab peradangan meliputi infeksi bakteri atau

virus maupun tumor, infark miokard akut, dan proses-proses rematik. Proses peradangan

umumnya menunjukkan ciri-ciri bengkak, panas, kemerahan dan nyeri (Carl, 1994).

Ciri – ciri proses peradangan adalah bengkak, panas, kemerahan, dan nyeri hal ini ada

hubuahnnya dengan serangkaian peristiwa yang kompleks, yang melibatkan perubahan –

perubahan permeabilitas vaskuler, eksdukasi leukosit, dan mediator – mediator kimiawi. Ciri

– ciri klinis peradangan mencakup demam dan takikardia serta gejala – gejala umum sakit

yang tidak jelas seperti lesu dan tidak nafsu makan ( Carl,1944 ).

Inflamasi adalah reaksi vascular yang hasilnya merupaka pengiriman cairan, zat-zat

yang terlarut dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan interstitial pada daerah cedera atau

nekrosis. Inflamasi sebenarnya adalah gejala yang menguntungkan dan pertahanan, hasilnya

adalah netralisasi dan pembuangan agen-agen penyerang, penghancur jaringan nekrosis, dan

pembentukan keadaan yang dibutuhkan untuk perbaikan dan pemulihan. Apabila jaringan

Page 5: PKM Penelitian Neweditt

5

cedera misalnya karena terbakar, teriris atau karena infeksi kuman, maka pada jaringan ini

akan terjadi rangkaian reaksi yang memusnahkan agen yang membahayakan jaringan atau

mencegah agen menyebar lebih luas. Reaksi-reaksi ini kemudian menyebabkan jaringan yang

cedera diperbaiki atau diganti dengan jaringan baru. rangkaian reaksi ini disebut inflamasi

(Rukmono, 1973).

Inflamasi adalah satu dari respon utama sistem kekebalan terhadap infeksi dan iritasi.

Inflamasi distimulasi oleh faktor kimia yang dilepaskan oleh sel yang berperan sebagai

mediator inflamasi di dalam sistem kekebalan untuk melindungi jaringan sekitar dari

penyebaran infeksi.

2.3 Flavonoid

Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok fenol yang terbesar yang ditemukan di

alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu dan biru dan sebagai zat

warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan.

Flavonoid merupakan pigmen tumbuhan dengan warna kuning, kuning jeruk, dan

merah dapat ditemukan pada buah, sayuran, kacang, biji, batang, buah, herba, rempah-

rempah, serta produk pangan dan obat dari tumbuhan seperti minyak zaitun, teh, cokelat,

anggur merah, dan obat herbal. Senyawa ini berperan penting dalam menentukan warna, rasa,

bau, serta kualitas nutrisi makanan. Tumbuhan umumnya hanya menghasilkan senyawa

flavonoid tertentu. Keberadaan flavonoid pada tingkat spesies, genus atau familia

menunjukkan proses evolusi yang terjadi sepanjang sejarah hidupnya. Bagi tumbuhan,

senyawa flavonoid berperan dalam pertahanan diri terhadap hama, penyakit, herbivori,

kompetisi, interaksi dengan mikrobia, dormansi biji, pelindung terhadap radiasi sinar UV,

molekul sinyal pada berbagai jalur transduksi, serta molekul sinyal pada polinasi dan fertilitas

jantan.

Senyawa flavonoid untuk obat mula-mula diperkenalkan oleh seorang Amerika

bernama Gyorgy (1936). Secara tidak sengaja Gyorgy memberikan ekstrak vitamin C (asam

askorbat) kepada seorang dokter untuk mengobati penderita pendarahan kapiler subkutaneus

dan ternyata dapat disembuhkan. Mc.Clure (1986) menemukan pula oleh bahwa senyawa

flavonoid yang diekstrak dari Capsicum anunuum serta Citrus limon juga dapat

menyembuhkan pendarahan kapiler subkutan. Mekanisme aktivitas senyawa tersebut dapat

Page 6: PKM Penelitian Neweditt

6

dipandang sebagai fungsi alat komunikasi (molecular messenger} dalam proses interaksi

antar sel, yang selanjutnya dapat berpengaruh terhadap proses metabolisme sel atau mahluk

hidup yang bersangkutan, baik bersifat negatif (menghambat) maupun bersifat positif

(menstimulasi).

Menurut Hembing (2008), buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) memiliki zat

antibakteri diantaranya flavonoid dan fenol. Senyawa aktif flavonoid di dalam sari buah

belimbing wuluh memiliki kemampuan membentuk kompleks dengan protein sel bakteri

melalui ikatan hidrogen. Struktur dinding sel dan membran sitoplasma bakteri yang

mengandung protein, menjadi tidak stabil karena struktur protein sel bakteri menjadi rusak

karena adanya ikatan hidrogen dengan flavonoid, sehingga protein sel bakteri menjadi

kehilangan aktivitas biologinya, akibatnya fungsi permeabilitas sel bakteri terganggu dan sel

bakteri akan mengalami lisis yang berakibat pada kematian sel bakteri (Harborne, 1987).

Mekanisme flavonoid dalam menghambat proses terjadinya inflamasi melalui dua cara, yaitu

dengan menghambat permeabilitas kapiler dan menghambat metabolisme asam arakidonat

dan sekresi enzim lisosom dari sel neutrofil dan sel endothelial.

2.4 Mencit

Mencit (Mus musculus) hidup di berbagai daerah mulai dari iklim dingin, sedang

maupun panas dan dapat hidup dalam kandang atau hidup bebas sebagai hewan liar. Bulu

mencit liar berwarna abu-abu dan warna perut sedikit lebih pucat, mata berwarna hitam dan

kulit berpigmen.Mencit merupakan hewan yang paling banyak digunakan sebagai hewan

model laboratorium dengan kisaran penggunaan antara 40-80%. Mencit banyak digunakan

sebagai hewan laboratorium (khususnya digunakan dalam penelitian biologi), karena

memiliki keunggulan-keunggulan seperti siklus hidup relatif pendek, jumlah anak per

kelahiran banyak, variasi sifat-sifatnya tinggi, mudah ditangani, serta sifat produksi dan

karakteristik reproduksinya mirip hewan lain, seperti sapi, kambing, domba, dan babi.

Menurut Mencit dapat hidup mencapai umur 1-3 tahun tetapi terdapat perbedaan usia dari

berbagai galur terutama berdasarkan kepekaan terhadap lingkungan dan penyakit (Malole dan

Pramono, 1989).

Adapun kalsifikasi dari mencit sebagai berikut: 

Page 7: PKM Penelitian Neweditt

7

Klasifikasi Mencit ( Mus musculus)

Kingdom  : Animalia

Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Kelas : Mamalia

Ordo : Rodentia 

Sub Ordo : Myoimorphia

Famili : Muridae

Genus : Mus 

Spesies : Mus musculus 

Karena masih termasuk dalam kingdom animalia dan kelas mamalia (kelas yang sama

dengan manusia), maka mencit ini memiliki beberapa ciri-ciri yang sama dengan manusia

dan mamalia lainnya. 

Reproduksi mencit yang cepat membuat hewan ini menjadi mudah ditemukan dan

dikembang biakan. Oleh karena itulah mencit sering sekali menjadi hewan percobaan oleh

para peneliti atau ahli biologi. Mencit juga memiliki julukan lain yaitu hewan eksperimen.

Page 8: PKM Penelitian Neweditt

8

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Metode penelitian yang penulis gunakan pada penelitian ini yaitu metode

eksperimen. Eksperimen yang dilakukan adalah dengan percobaan terhadap mencit.

Induksi radang dilakukan pada kaki mencit (suntikan pada telapak kaki belakang mencit),

dengan penyuntikan karagenan secara intraplantar. Ekstrak buah belimbing wuluh

diberikan secara oral pada setengah jam sebelum penyuntikan karagenan. Ukuran radang

kaki tikus diukur dengan alat yang bekerja berdasarkan hukum archimedes

(pletismometer). Aktifitas antiinflamasi dari ekstrak buah Belimbing Wuluh ditunjukkan

oleh kemampuannya mengurangi radang yang diinduksi pada kaki tersebut.

3.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian yang digunakan adalah 15 mencit yang dipelihara dalam kondisi

yang sama dalam waktu 2 minggu. Untuk 15 ekor tikus putih diberi 5 perlakuan berbeda.

Masing-masing mencit dengan berat 25-30 gram dan rata-rata berusia 3 bulan. Mencit yang

digunakan berjenis kelamin betina. Untuk mendapatkan data yang valid dilakukan

pengulangan sesuai rumus Federer (1977) :

(n-1) (t-1) ≥ 15

n = banyak pengulangan

t = perlakuan, dalam hal ini ada 5 perlakuan.

n=5

(n-1)(5-1) ≥15

(n-1)(4) ≥15

(n-1)≥3,75

n>4,75 J 5

Page 9: PKM Penelitian Neweditt

9

3.3 Variable Penelitian

Variabel Bebas : Ekstrak buah Belimbing Wuluh

Variable Terikat : Peradangan pada mencit

3.4 Alat dan Bahan

Alat

1. Timbangan elektrik

2. Syringe 3 ml

3. Syringe 1 ml

4. Pletismometer

5. Spuit oral

6. Spuit 1 ml

Bahan

1. Tikus putih

2. Aquadest

3. Ekstrak buah Belimbing Wuluh

4.Karagenan

3.5 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada,

Tempat : Laboratorium Fakultas Kedokteran Udayana

Waktu : Minggu I bulan November

3.6 Prosedur Percobaan

Berikut adalah prosedur percobaan :

(1) Hewan ditimbang dan diberi tanda pada sendi kaki kanan agar pemasukan kaki ke

dalam air raksa setiap kali selalu sama.

(2) Diukur volume kaki kanan tikus yang dinyatakan sebagai volume awal.

(3) Dihitung dosis dengan pemberian sebagai berikut:

1. Tikus kontrol : Suspensi CMC 0,5%

2. Tikus Obat : Ekstrak buah Belimbing Wuluh 0,5 % Dosis 15 mg/kgBB secara oral

3. Tikus Obat : Ekstrak buah Belimbing Wuluh 0,5 % Dosis 20 mg/kgBB secara oral

4. Tikus Obat : Ekstrak buah Belimbing Wuluh 0,5 % Dosis 25 mg/kgBB secara oral

Page 10: PKM Penelitian Neweditt

10

5. Tikus Obat : Ekstrak buah Belimbing Wuluh 0,5 % Dosis 30 mg/kgBB secara oral

(4) Setelah setengah jam, masing-masing tikus disuntikkan karagenan sebanyak 0,1 ml

secara intraplantar pada kaki kanan.

(5) Diukur volume kaki kanan tikus selama 4 jam selang waktu 30 menit

(6) Dihitung persentase kenaikan volume kaki terhadap volume dasar sebelum

penyuntikan karagenan

3.7. Analisis data

Analisis data pada eksperimen ini dengan cara menghitung persentase rata-rata dan

dibandingkan persentase pada tikus yang diberi obat terhadap persentase kontrol

(perhitungan inhibisi radang). Kemudian digambarkan grafik variasi persentase inhibisi

radang dengan waktu.

Page 11: PKM Penelitian Neweditt

11

BAB IV

BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN

4.1 Anggaran Biaya

No Pengeluaran Jumlah Barang Harga Barang Total Harga

1 Mencit (Mus musculus) 30 ekor Rp. 20.000,00 Rp. 600.000,00

2 Biaya Pemeliharaan Mencit 3 hari Rp. 100.000,00 Rp. 300.000,00

4 Syringe 3 ml 1 paket Rp. 180.000,00 Rp. 180.000,00

5 Syringe 1 ml 1 paket Rp. 180.000,00 Rp. 180.000,00

6 Sonde 1 paket Rp. 180.000,00 Rp. 180.000,00

7 Spuit 1 ml 1 paket Rp. 180.000,00 Rp. 180.000,00

8 Karagenan 1 paket Rp. 6.000.000,00 Rp. 6.000.000,00

9 Aquades 15 botol Rp. 10.000,00 Rp. 150.000,00

10 Biaya sewa laboratoriun 2 hari Rp. 300.000,00 Rp. 300.000,00

11 Alat tulis 1 paket Rp. 100.000,00 Rp. 100.000,00

12 Kertas - - Rp. 100.000,00

13 Biaya print - - Rp. 100.000,00

14 Map 5 map Rp. 2.000,00 Rp. 10.000,00

15 Jilid laporan hasil penelitian 5 buah Rp. 10.000,00 Rp. 50.000,00

TOTAL Rp. 8.380.000,00

4.2 Jadwal Kegiatan

Jadwal Minggu ke-1 Minggu ke-2 Minggu ke-3

Perencanaan

Persiapan

Pelaksanaan

Page 12: PKM Penelitian Neweditt

12

DAFTAR PUSTAKA

Firshein, richard.N. 2010. Reversing Asthma : Breathe Easier with this Revolutionary New Program. Warner Books

Harborner, J. B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisa

Tumbuhan. ITB Bandung.

Hariana, H. Arief. 2012. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya.

Jakarta : Niaga Swadaya

Palimarta, Setiawan. 2008. 1001 Resep Herbal.

Jakarta : Penebar Swadaya

Parikesit, M. 2011. Khasiat dan Manfaat Belimbing Wuluh.

Jakarta: Stomata

Purwaningsih, Eko. 2012. Multiguna Belimbing Wuluh.

Bekasi : Ganeca Exact

Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB dan Gagas Ulung. 2014. Sehat Alami dengan Herbal.

Jakarta: Gramedia

Rukmono. 1973. Kumpulan Kuliah Patologi. Jakarta: Bagian patologi anatomik FK UI.

Speicher, Carl. E. 1994. Pemilihan Uji Laboratorium yang Efektif.

Jakarta : Buku Kedokteran

Utami, Prapti. 2008. Buku Pintar Tanaman Obat.

Jakarta Selatan: Agromedia Pustaka

World Health Organization.1978. Traditional Medicine. Geneva