pkm penelitian neweditt
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peradangan atau inflamasi adalah reaksi lokal jaringan berpembuluh darah terhadap
cedera dan sering disertai nekrosis. Sebab-sebab peradangan meliputi infeksi bakteri atau
virus maupun tumor, infark miokard akut, dan proses-proses rematik. Proses peradangan
umumnya menunjukkan ciri-ciri bengkak, panas, kemerahan dan nyeri (Carl, 1994).
Peradangan disebabkan oleh kerusakan radikal bebas. Radikal bebas adalah produk –
produk sampingan pembakaran di dalam tubuh. Partikel – partikel yang sangat reaktif dan
sangat bermuatan perlu dinetralisasi oleh tubuh. Jika tidak, mereka akan menimbulkan
kerusakan pada sel – sel dan gen. Radikal bebas dihasilkan dalam jumlah besar selama
peradangan. Semakin banyak radikal bebas yang dihasilkan, maka semakin sulit pula tubuh
harus bekerja membersihkannya. Sebuah penelitian dalam American Journal of Clinical
Nutrition mengemukakan bahwa terdapat antioksidan – antioksidan makanan yang dapat
menekan kerusakan akibat radikal bebas.
Menurut Hembing (2008), buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) memiliki zat
antibakteri diantaranya flavonoid dan fenol. Senyawa aktif flavonoid di dalam sari buah
belimbing wuluh memiliki kemampuan membentuk kompleks dengan protein sel bakteri
melalui ikatan hidrogen. Struktur dinding sel dan membran sitoplasma bakteri yang
mengandung protein, menjadi tidak stabil karena struktur protein sel bakteri menjadi rusak
karena adanya ikatan hidrogen dengan flavonoid, sehingga protein sel bakteri menjadi
kehilangan aktivitas biologinya, akibatnya fungsi permeabilitas sel bakteri terganggu dan sel
bakteri akan mengalami lisis yang berakibat pada kematian sel bakteri (Harborne, 1987).
Selain sebagai anti bakteri, flavonoid juga dapat menghambat peradangan atau inflamasi.
Mekanisme flavonoid dalam menghambat proses terjadinya inflamasi melalui dua cara, yaitu
dengan menghambat permeabilitas kapiler dan menghambat metabolisme asam arakidonat
dan sekresi enzim lisosom dari sel neutrofil dan sel endothelial.
Sebagai negara kepulauan yang berisi berbagai macam suku bangsa dan adat istiadat
Indonesia juga mewariskan keanekaragaman budaya. Hal ini terkait dengan tradisi dalam
pemanfaatan tanaman obat sehingga tak heran bila Indonesia juga memiliki beragam
2
pengobatan tradisional. Kebiasaan membuat ramuan herbal atau kebiasaan meminum ramuan
jamu merupakan bagian dari keanekaragaman budaya tersebut. Pengetahuan menggunakan
obat tradisional sejatinya telah diwariskan secara turun temurun dan biasanya didasarkan
pada pengalaman, tradisi, kepercayaan, yang ada di masyarakat, serta tergantung dengan jenis
tanaman di daerah setempat (Setiawan,2008).
Untuk menunjang keberlangsungan tradisi dalam memanfaatkan tanaman obat
warisan budaya bangsa tersebut, kelestariannya harus terus diupayakan secara optimal dalam
membantu upaya pembangunan kesehatan nasional. Salah satunya dengan memanfaatkan
buah belimbing wuluh yang banyak terdapat di Indonesia untuk dijadikan pengobatan
alternatif khususnya peradangan atau inflamasi.
Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk meneliti apakah buah belimbing
wuluh dapat dimanfaatkan sebagai obat herbal antinflamasi
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah ekstrak buah belimbing wuluh dapat dimanfaatkan sebagai obat herbal
antiinflamasi?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apakah buah belimbing wuluh dapat dijadikan sebagai obat
herbal antiinflamasi
1.4 Luaran yang Diharapkan
Penelitian ini diharapkan dapat memanfaatkan bahan-bahan alami sebagai alternatif
pengobatan peradangan atau inflamsi daripada penggunaan bahan-bahan kimia. Selain itu,
dengan pemanfaatan bahan-bahan alami sebagai bahan obat akan mengembangkan
pemanfaatan tumbuhan disekitar kita.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Dapat memanfaatkan buah Belimbing Wuluh sebagai obat herbal anti inflamasi
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Belimbing Wuluh
Belimbing wuluh memiliki nama latin yaitu Averrhoa bilimbi L. Berikut adalah table
tingkatan takson dari belimbing wuluh.
Kerajaan Plantae
Subkingdom Tracheobionta
Super Divisi Spermatophyta
Divisi Magnoliophyta
Kelas Magnoliopsida
Subkelas Rosidae
Ordo Geraniales
Famili Oxalidaceae
Genus Averrhoa
Species Averrhoa blimbi L
Tanaman ini juga memiliki beberapa nama lokal diantaranya limeng, selimeng, thlimeng
( Aceh ), selemeng ( Gayo ), asong, belimbing balimbingan ( Batak ), malimbi ( Nias ),
balimbleng ( Minangkabau ), belimbing asam ( Melayu ), balimbing ( Lampung ), calincing,
balingbing ( Sunda ), balimbing wuluh ( Jawa ), bhalingbhingbulu ( Madura ), belingbing
buloh ( Bali ), Limbi ( Bima ), balingbeng ( Flores ), libi ( Sawu ), belerang ( Sangi ) (Prapti,
2012).
Belimbing wuluh memiliki tinggi pohon 5-10 m, batangnya tegak, bercabang –
cabang, permukaannya kasar, banyak tonjolan, berwarna hijau kotor, daunnya majemuk,
menyirip, anak daun 25–45 helai, bulat telur ujung meruncing pangkal membulat, panjang 7–
10 cm, lebar 1–3 cm bertangkai pendek, pertulangan menyirip, hijau muda. Buahnya
majemuk bentuk malai, pada tonjolan batang, menggantung, panjang 5–20 cm, kelopak ± 6
cm merah daun mahkota bergandengan, bentuk lanset, ungu. Buahnya buni bulat panjang
4
hijau kekuningan. Bijinya segitiga, ketika muda berwarna hijau tetapi setelah tua kuning
kehijauan, akarnya tunggang berwarna coklat kehitaman (IPB, 2014)
Ekstrak buah belimbing wuluh mengandung flavonoida dan triterpene saponim. Daun
buah dan batangnya mengandung saponim, tannin, flavonoid sedangkan batangnya
mengandung alkanosida dan polifenol. Susunan kimia yang terkandung dalam belimbing
wuluh yaitu asam amino, asam sitrat, senyawa glukosida, fenolat, ion kalium, gula, serta
vitamin dan mineral, juga terdiri dari serat, abu dan air (Eko, 2010).
Belimbing wuluh merupakan tanaman buah asli Indonesia yang mudah ditanam dan
tidak memerlukan perawatan khusus. Tanaman ini dapat tumbuh hamper di seluruh daerah.
Hampir seluruh bagian belimbing wuluh dapat dimanfaatkan sperti bagian daun,
ranting muda, buah, dan buah untuk digunakan sebagai bahan obat herbal. Belimbing wuluh
memiliki rasa asam dan bersifat sejuk. Efek farmakologi Belimbing wuluh diantaranya
menghilangkan sakit, memperbanyak pengeluaran empedu, anti radang, peluruhan kecing dan
pelembut wajah (Arief, 2010).
2.2 Peradangan
Peradangan atau inflamasi adalah reaksi lokal jaringan berpembuluh darah terhadap
cedera dan sering disertai nekrosis. Sebab-sebab peradangan meliputi infeksi bakteri atau
virus maupun tumor, infark miokard akut, dan proses-proses rematik. Proses peradangan
umumnya menunjukkan ciri-ciri bengkak, panas, kemerahan dan nyeri (Carl, 1994).
Ciri – ciri proses peradangan adalah bengkak, panas, kemerahan, dan nyeri hal ini ada
hubuahnnya dengan serangkaian peristiwa yang kompleks, yang melibatkan perubahan –
perubahan permeabilitas vaskuler, eksdukasi leukosit, dan mediator – mediator kimiawi. Ciri
– ciri klinis peradangan mencakup demam dan takikardia serta gejala – gejala umum sakit
yang tidak jelas seperti lesu dan tidak nafsu makan ( Carl,1944 ).
Inflamasi adalah reaksi vascular yang hasilnya merupaka pengiriman cairan, zat-zat
yang terlarut dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan interstitial pada daerah cedera atau
nekrosis. Inflamasi sebenarnya adalah gejala yang menguntungkan dan pertahanan, hasilnya
adalah netralisasi dan pembuangan agen-agen penyerang, penghancur jaringan nekrosis, dan
pembentukan keadaan yang dibutuhkan untuk perbaikan dan pemulihan. Apabila jaringan
5
cedera misalnya karena terbakar, teriris atau karena infeksi kuman, maka pada jaringan ini
akan terjadi rangkaian reaksi yang memusnahkan agen yang membahayakan jaringan atau
mencegah agen menyebar lebih luas. Reaksi-reaksi ini kemudian menyebabkan jaringan yang
cedera diperbaiki atau diganti dengan jaringan baru. rangkaian reaksi ini disebut inflamasi
(Rukmono, 1973).
Inflamasi adalah satu dari respon utama sistem kekebalan terhadap infeksi dan iritasi.
Inflamasi distimulasi oleh faktor kimia yang dilepaskan oleh sel yang berperan sebagai
mediator inflamasi di dalam sistem kekebalan untuk melindungi jaringan sekitar dari
penyebaran infeksi.
2.3 Flavonoid
Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok fenol yang terbesar yang ditemukan di
alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu dan biru dan sebagai zat
warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan.
Flavonoid merupakan pigmen tumbuhan dengan warna kuning, kuning jeruk, dan
merah dapat ditemukan pada buah, sayuran, kacang, biji, batang, buah, herba, rempah-
rempah, serta produk pangan dan obat dari tumbuhan seperti minyak zaitun, teh, cokelat,
anggur merah, dan obat herbal. Senyawa ini berperan penting dalam menentukan warna, rasa,
bau, serta kualitas nutrisi makanan. Tumbuhan umumnya hanya menghasilkan senyawa
flavonoid tertentu. Keberadaan flavonoid pada tingkat spesies, genus atau familia
menunjukkan proses evolusi yang terjadi sepanjang sejarah hidupnya. Bagi tumbuhan,
senyawa flavonoid berperan dalam pertahanan diri terhadap hama, penyakit, herbivori,
kompetisi, interaksi dengan mikrobia, dormansi biji, pelindung terhadap radiasi sinar UV,
molekul sinyal pada berbagai jalur transduksi, serta molekul sinyal pada polinasi dan fertilitas
jantan.
Senyawa flavonoid untuk obat mula-mula diperkenalkan oleh seorang Amerika
bernama Gyorgy (1936). Secara tidak sengaja Gyorgy memberikan ekstrak vitamin C (asam
askorbat) kepada seorang dokter untuk mengobati penderita pendarahan kapiler subkutaneus
dan ternyata dapat disembuhkan. Mc.Clure (1986) menemukan pula oleh bahwa senyawa
flavonoid yang diekstrak dari Capsicum anunuum serta Citrus limon juga dapat
menyembuhkan pendarahan kapiler subkutan. Mekanisme aktivitas senyawa tersebut dapat
6
dipandang sebagai fungsi alat komunikasi (molecular messenger} dalam proses interaksi
antar sel, yang selanjutnya dapat berpengaruh terhadap proses metabolisme sel atau mahluk
hidup yang bersangkutan, baik bersifat negatif (menghambat) maupun bersifat positif
(menstimulasi).
Menurut Hembing (2008), buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) memiliki zat
antibakteri diantaranya flavonoid dan fenol. Senyawa aktif flavonoid di dalam sari buah
belimbing wuluh memiliki kemampuan membentuk kompleks dengan protein sel bakteri
melalui ikatan hidrogen. Struktur dinding sel dan membran sitoplasma bakteri yang
mengandung protein, menjadi tidak stabil karena struktur protein sel bakteri menjadi rusak
karena adanya ikatan hidrogen dengan flavonoid, sehingga protein sel bakteri menjadi
kehilangan aktivitas biologinya, akibatnya fungsi permeabilitas sel bakteri terganggu dan sel
bakteri akan mengalami lisis yang berakibat pada kematian sel bakteri (Harborne, 1987).
Mekanisme flavonoid dalam menghambat proses terjadinya inflamasi melalui dua cara, yaitu
dengan menghambat permeabilitas kapiler dan menghambat metabolisme asam arakidonat
dan sekresi enzim lisosom dari sel neutrofil dan sel endothelial.
2.4 Mencit
Mencit (Mus musculus) hidup di berbagai daerah mulai dari iklim dingin, sedang
maupun panas dan dapat hidup dalam kandang atau hidup bebas sebagai hewan liar. Bulu
mencit liar berwarna abu-abu dan warna perut sedikit lebih pucat, mata berwarna hitam dan
kulit berpigmen.Mencit merupakan hewan yang paling banyak digunakan sebagai hewan
model laboratorium dengan kisaran penggunaan antara 40-80%. Mencit banyak digunakan
sebagai hewan laboratorium (khususnya digunakan dalam penelitian biologi), karena
memiliki keunggulan-keunggulan seperti siklus hidup relatif pendek, jumlah anak per
kelahiran banyak, variasi sifat-sifatnya tinggi, mudah ditangani, serta sifat produksi dan
karakteristik reproduksinya mirip hewan lain, seperti sapi, kambing, domba, dan babi.
Menurut Mencit dapat hidup mencapai umur 1-3 tahun tetapi terdapat perbedaan usia dari
berbagai galur terutama berdasarkan kepekaan terhadap lingkungan dan penyakit (Malole dan
Pramono, 1989).
Adapun kalsifikasi dari mencit sebagai berikut:
7
Klasifikasi Mencit ( Mus musculus)
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Sub Ordo : Myoimorphia
Famili : Muridae
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus
Karena masih termasuk dalam kingdom animalia dan kelas mamalia (kelas yang sama
dengan manusia), maka mencit ini memiliki beberapa ciri-ciri yang sama dengan manusia
dan mamalia lainnya.
Reproduksi mencit yang cepat membuat hewan ini menjadi mudah ditemukan dan
dikembang biakan. Oleh karena itulah mencit sering sekali menjadi hewan percobaan oleh
para peneliti atau ahli biologi. Mencit juga memiliki julukan lain yaitu hewan eksperimen.
8
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Metode penelitian yang penulis gunakan pada penelitian ini yaitu metode
eksperimen. Eksperimen yang dilakukan adalah dengan percobaan terhadap mencit.
Induksi radang dilakukan pada kaki mencit (suntikan pada telapak kaki belakang mencit),
dengan penyuntikan karagenan secara intraplantar. Ekstrak buah belimbing wuluh
diberikan secara oral pada setengah jam sebelum penyuntikan karagenan. Ukuran radang
kaki tikus diukur dengan alat yang bekerja berdasarkan hukum archimedes
(pletismometer). Aktifitas antiinflamasi dari ekstrak buah Belimbing Wuluh ditunjukkan
oleh kemampuannya mengurangi radang yang diinduksi pada kaki tersebut.
3.2 Sampel Penelitian
Sampel penelitian yang digunakan adalah 15 mencit yang dipelihara dalam kondisi
yang sama dalam waktu 2 minggu. Untuk 15 ekor tikus putih diberi 5 perlakuan berbeda.
Masing-masing mencit dengan berat 25-30 gram dan rata-rata berusia 3 bulan. Mencit yang
digunakan berjenis kelamin betina. Untuk mendapatkan data yang valid dilakukan
pengulangan sesuai rumus Federer (1977) :
(n-1) (t-1) ≥ 15
n = banyak pengulangan
t = perlakuan, dalam hal ini ada 5 perlakuan.
n=5
(n-1)(5-1) ≥15
(n-1)(4) ≥15
(n-1)≥3,75
n>4,75 J 5
9
3.3 Variable Penelitian
Variabel Bebas : Ekstrak buah Belimbing Wuluh
Variable Terikat : Peradangan pada mencit
3.4 Alat dan Bahan
Alat
1. Timbangan elektrik
2. Syringe 3 ml
3. Syringe 1 ml
4. Pletismometer
5. Spuit oral
6. Spuit 1 ml
Bahan
1. Tikus putih
2. Aquadest
3. Ekstrak buah Belimbing Wuluh
4.Karagenan
3.5 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada,
Tempat : Laboratorium Fakultas Kedokteran Udayana
Waktu : Minggu I bulan November
3.6 Prosedur Percobaan
Berikut adalah prosedur percobaan :
(1) Hewan ditimbang dan diberi tanda pada sendi kaki kanan agar pemasukan kaki ke
dalam air raksa setiap kali selalu sama.
(2) Diukur volume kaki kanan tikus yang dinyatakan sebagai volume awal.
(3) Dihitung dosis dengan pemberian sebagai berikut:
1. Tikus kontrol : Suspensi CMC 0,5%
2. Tikus Obat : Ekstrak buah Belimbing Wuluh 0,5 % Dosis 15 mg/kgBB secara oral
3. Tikus Obat : Ekstrak buah Belimbing Wuluh 0,5 % Dosis 20 mg/kgBB secara oral
4. Tikus Obat : Ekstrak buah Belimbing Wuluh 0,5 % Dosis 25 mg/kgBB secara oral
10
5. Tikus Obat : Ekstrak buah Belimbing Wuluh 0,5 % Dosis 30 mg/kgBB secara oral
(4) Setelah setengah jam, masing-masing tikus disuntikkan karagenan sebanyak 0,1 ml
secara intraplantar pada kaki kanan.
(5) Diukur volume kaki kanan tikus selama 4 jam selang waktu 30 menit
(6) Dihitung persentase kenaikan volume kaki terhadap volume dasar sebelum
penyuntikan karagenan
3.7. Analisis data
Analisis data pada eksperimen ini dengan cara menghitung persentase rata-rata dan
dibandingkan persentase pada tikus yang diberi obat terhadap persentase kontrol
(perhitungan inhibisi radang). Kemudian digambarkan grafik variasi persentase inhibisi
radang dengan waktu.
11
BAB IV
BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN
4.1 Anggaran Biaya
No Pengeluaran Jumlah Barang Harga Barang Total Harga
1 Mencit (Mus musculus) 30 ekor Rp. 20.000,00 Rp. 600.000,00
2 Biaya Pemeliharaan Mencit 3 hari Rp. 100.000,00 Rp. 300.000,00
4 Syringe 3 ml 1 paket Rp. 180.000,00 Rp. 180.000,00
5 Syringe 1 ml 1 paket Rp. 180.000,00 Rp. 180.000,00
6 Sonde 1 paket Rp. 180.000,00 Rp. 180.000,00
7 Spuit 1 ml 1 paket Rp. 180.000,00 Rp. 180.000,00
8 Karagenan 1 paket Rp. 6.000.000,00 Rp. 6.000.000,00
9 Aquades 15 botol Rp. 10.000,00 Rp. 150.000,00
10 Biaya sewa laboratoriun 2 hari Rp. 300.000,00 Rp. 300.000,00
11 Alat tulis 1 paket Rp. 100.000,00 Rp. 100.000,00
12 Kertas - - Rp. 100.000,00
13 Biaya print - - Rp. 100.000,00
14 Map 5 map Rp. 2.000,00 Rp. 10.000,00
15 Jilid laporan hasil penelitian 5 buah Rp. 10.000,00 Rp. 50.000,00
TOTAL Rp. 8.380.000,00
4.2 Jadwal Kegiatan
Jadwal Minggu ke-1 Minggu ke-2 Minggu ke-3
Perencanaan
Persiapan
Pelaksanaan
12
DAFTAR PUSTAKA
Firshein, richard.N. 2010. Reversing Asthma : Breathe Easier with this Revolutionary New Program. Warner Books
Harborner, J. B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisa
Tumbuhan. ITB Bandung.
Hariana, H. Arief. 2012. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya.
Jakarta : Niaga Swadaya
Palimarta, Setiawan. 2008. 1001 Resep Herbal.
Jakarta : Penebar Swadaya
Parikesit, M. 2011. Khasiat dan Manfaat Belimbing Wuluh.
Jakarta: Stomata
Purwaningsih, Eko. 2012. Multiguna Belimbing Wuluh.
Bekasi : Ganeca Exact
Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB dan Gagas Ulung. 2014. Sehat Alami dengan Herbal.
Jakarta: Gramedia
Rukmono. 1973. Kumpulan Kuliah Patologi. Jakarta: Bagian patologi anatomik FK UI.
Speicher, Carl. E. 1994. Pemilihan Uji Laboratorium yang Efektif.
Jakarta : Buku Kedokteran
Utami, Prapti. 2008. Buku Pintar Tanaman Obat.
Jakarta Selatan: Agromedia Pustaka
World Health Organization.1978. Traditional Medicine. Geneva